Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH

TEORI PASAR MODAL DAN INVESTASI

NILAI SAHAM

OLEH:
KELOMPOK II

Luh Gede Diah Ary Pradnyaswari 1591662014/14


Putu Amanda Yadiari 1591662017/17

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
1. PENDAHULUAN
Nilai yang berhubungan dengan saham yaitu nilai buku (book value), nilai pasar
(market value), dan nilai instrisik (intrisic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut
pembukuan perusahaan emiten. Nilai pasar merupakan nilai saham di pasar saham dan nilai
instrisik merupakan nilai sebenarnya dari saham. Memahami tiga konsep nilai merupakan hal
yang perlu dan berguna untuk mengetahui saham yang bertumbuh (growth) dan murah
(undervalued). Pertumbuhan perusahaan menunjukkan Investment Opportunity Set (IOS) atau
set kesempatan investasi dimasa datang. Perusahaan yang bertumbuh mempunyai rasio lebih
besar dari nilai satu, yang berarti pasar percaya bahwa nilai pasar perusahaan tersebut lebih
besar dari nilai bukunya. Nilai pasar dan nilai instrisik dapat digunakan untuk mengetahui
saham-saham yang murah, tepat nilainya atau yang mahal. Nilai pasar yang lebih kecil dari
nilai instrisik menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga murah karena investor
membayar saham lebih kecil dari yang seharusnya dibayar.

2. NILAI BUKU DAN NILAI-NILAI LAIN YANG BERHUBUNGAN


Untuk menghitung nilai buku suatu saham, adapun beberapa nilai yang berhubungan
dengan perhitungan nilai buku antara lain :
a) Nilai Nominal (par value) dari suatu saham merupakan nilai kewajiban yang
ditetapkan untuk tiap lembar saham. Nilai nominal ini merupakan modal per lembar
yang secara hukum harus ditahan diperusahaan untuk proteksi pada kreditor yang
tidak dapat diambil oleh pemegang saham.
b) Agio Saham (additional paid-in capital atau in excess of par value) merupakan
selisih yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan dengan nilai nominal
sahamnya. Agio saham ditampilkan pada laporan posisi keuangan dalam nilai total
yaitu agio per lembar dikalikan dengan jumlah lembar yang dijual.
c) Nilai Modal Disetor (paid in capital) merupakan total yang dibayar oleh pemegang
saham kepada perusahaan emiten untuk ditukarkan dengan saham preferen atau
dengan saham biasa. Nilai modal disetor adalah penjumlahan total nilai nominal
ditambah dengan agio saham.
d) Laba Ditahan (retained earnings) adalah laba yang tidak dibagikan kepada
pemegang saham. Laba yang tidak dibagi diinvestasikan kembali ke perusahaan
sebagai sumber dana internal. Laba ditahan dalam penyajiannya di laporan posisi
keuangan menambah total laba disetor. Karena laba ditahan ini milik pemegang
saham yang berupa keuntungan tidak dibagikan, maka nilai ini akan menambah
ekuitas pemilik saham di laporan posisi keuangan.
e) Nilai buku (book value) per lembar saham menunjukkan aktiva bersih (net assets)
yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena
aktiva bersih adalah sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku per
lembar saham adalah total ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar :

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑬𝒌𝒖𝒊𝒕𝒂𝒔
Nilai buku per lembar = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑺𝒂𝒉𝒂𝒎 𝑩𝒆𝒓𝒆𝒅𝒂𝒓

Jika perusahaan mempunyai dua kelas saham, yaitu saham preferen dan saham biasa.
Maka perhitungan nilai buku per lembar untuk masing – masing kelas saham lebih rumit
dibandingkan hanya mempunyai saham biasa saja. Adapun perhitungan nilai buku per lembar
saham untuk dua macam kelas saham adalah sebagai berikut ini:
a) Hitung nilai ekuitas saham preferen dihitung dengan mengalikan nilai tebus
ditambah dengan dividends in arrears dengan lembar lembar saham preferen yang
beredar. Jika nilai tebus tidak digunakan, maka nilai nominal yang digunakan.
b) Hitung nilai ekuitas saham dihitung dengan mengurangi nilai total ekuitas dengan
nilai ekuitas saham preferen.
c) Nilai buku saham biasa dihitung dengan membagi nilai ekuitas saham biasa dengan
jumlah lembar saham biasa yang beredar.
Contoh :
Suatu perusahaan mengotorisasi untuk menerbitkan saham biasa sebanyak 1.000.000 lembar
dengan nilai nominal Rp 5.000. Pada tanggal 18 Februari 2015, perusahaan mengeluarkan
sebanyak 800.000 per lembar. Dari penjualan saham biasa ini perusahaan mendapatkan kas
sebesar Ro 6.400.000.000 (800.000 x Rp 8.000) yang terdiri dari :
Modal saham biasa 800.000 x Rp 5.000 =Rp 4.000.000.000
Agio saham biasa 800.000 x Rp 3.000 =Rp 2.400.000.000
Total Kas Diterima =Rp 6.400.000.000
Pada tanggal 17 November 2015, perusahaan membeli balik saham biasa yang beredar
sebagai saham treasuri sebanyak 100.000 lembar dengan harga pasar sebesar Rp 15.000.
Nilai total saham reeasuri adalah :
Saham treasuri = 100.000 x Rp 15.000
= Rp 1.500.000.000
Selanjutnya pada tanggal 5 Desember 2015 sebanyak 20.000 lembar saham treasuri dijual
kembali dengan harga Rp 17.500 per lembarnya. Dari penjualan saham treasuri ini
perusahaan mendapatkan kas sebesar Rp 350.000.000 (20.000 x Rp 17.500) yang terdiri dari :
Modal saham treasuri 20.000 x Rp 15.000 = Rp 300.000.000
Agio saham treasuri 20.000 x Rp 2.500 = Rp 50.000.000
Total kas diterima = Rp 350.000.000

Pada tanggal neraca 31 Desember 2015 posisi saham treasuri perusahaan adalah sebanyak
80.000 lembar (100.000 lembar pada tanggal 17 November dan dijual 20.000 lembar pada
tanggal 5 Desember). Nilai dari saham treasuri ini adalah sebesar Rp 1.200.000.000 (Rp
1.500.000.000 – Rp 300.000.000). Saham treasuri ini adalah milik perusahaan, bukan milik
pemegang saham biasa, sehingga akan mengurangi total nilai ekuitas. Misalnya laba ditahan
untuk akhir tahun ini adalah sebesar Rp 550.000.000 maka penyajian ekuitas yang nampak di
neraca adalah sebagai berikut.
EKUITAS PEMEGANG SAHAM
Modal Disetor :
Modal Saham
Saham biasa, nominal Rp 5.000 diotorisasi sebanyak
1.000.000 lembar, 800.000 dikeluarkan dengan harga
Rp 8.000 dan sebanyak 720.000 lembar saham beredar Rp 4.000.000.000
Total Modal Saham Rp 4.000.000.000
Tambahan Modal Disetor :
Agio Saham Biasa Rp 2.400.000.000
Agio Saham Treasuri Rp 50.000.000
Total Tambahan Modal Disetor Rp 2.450.000.000
Total Modal Disetor Rp 6.450.000.000
Laba Ditahan Rp 550.000.000
Total Laba Disetor dan Laba Rp 7.000.000.000
Dikurangi :
Saham Treasuri (80.000 lembar) (Rp 1.200.000.000)
TOTAL EKUITAS Rp 5.800.000.000
Jumlah saham biasa yang beredar pada tanggal neraca adalah sebanyak :
Tanggal 18 Februari dijual sebanyak 800.000 lembar
Tanggal 17 November membeli balik sebanyak 100.000 lembar -
Jumlah saham biasa beredar 700.000 lembar
Tanggal 5 Desembar Dijual kembali sebanyak 20.000 lembar +
Jumlah saham beredar akhir tahun 720.000 lembar

Nilai total ekuitas pada akhir tahun adalah Rp 5.800.000.000. Karena perusahaan hanya
mempunyai sebuah kelas saham saja, yaitu saham biasa maka nilai buku perlembar saham
biasa dihitung :
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑬𝒌𝒖𝒊𝒕𝒂𝒔
Nilai buku per lembar = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑺𝒂𝒉𝒂𝒎 𝑩𝒆𝒓𝒆𝒅𝒂𝒓

𝑅𝑝 5.800.000.000
= 720.000

= Rp 8.056

3. NILAI PASAR
Nilai pasar (market value) berbeda dengan nilai buku. Jika nilai buku merupakan nilai
yang dicatat pada saat saham dijual oleh perusahaan, maka nilai pasar adalah harga saham
yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar
ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa.

4. NILAI INTRINSIK
Nilai sebenarnya dari saham yang diperdagangkan disebut dengan nilai fundamental
atau nilai intrinsik. Dua macam analisis yang banyak digunakan untuk menentukan nilai
sebenarnya dari saham adalah analisis sekuritas fundamental (fundamental security analysis)
atau analisis perusahaan (company analysis) dan analisis teknis (technical analysis). Analisis
fundamental menggunakan data fundamental yaitu data yang berasal dari keuangan
perusahaan (misalnya laba, dividen yang dibayar, penjualan, dan lain sebagainya) sedangkan
analisis teknis menggunakan data pasar dari saham (misalnya harga dan volume transaksi
saham) untuk menentukan nilai dari saham. Analisis teknis banyak digunakan oleh praktisi
dalam menentukan harga saham, sedangkan analisis fundamental banyak digunakan oleh
akademisi. Ada dua pendekatan untuk menghitung nilai saham melalui analisis fundamental
yaitu pendekatan nilai sekarang (present value approach) dan pendekatan PER (P/E ratio
approach)
4.1 PENDEKATAN NILAI SEKARANG
Pendekatan nilai sekarang juga disebut metode kapitalisasi laba karena melibatkan
proses kapitalisasi nilai-nilai masa depan yang didiskontokan menjadi nilai sekarang. Jika
investor percaya bahwa nilai dari perusahaan tergantung prospek perusahaan tersebut di masa
mendatang dan prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aliran
kas dimasa depan, maka nilai perusahan tersebut dapat ditentukan dengan mendiskontokan
nilai-nilai arus kas (cash flow) di masa depan menjadi nilai sekarang sebagai berikut:

𝐀𝐫𝐮𝐬 𝐊𝐚𝐬𝐭
𝐏𝟎 = ∑
(𝟏 + 𝐤)𝐭
𝐭=𝟏

Notasi:
P0 = Nilai sekarang dari perusahaan (value of the firm)
t = Periode waktu ke t dari t=1 sampai ∞
k = Suku bunga diskonto (discount rate) atau tingkat pengembalian yang diinginkan
(required rate of return).
Arus kas merupakan komponen dalam penentuan nilai perusahaan. Sebagai alternatif
dari arus kas, laba juga dapat digunakan untuk menghitung nilai perusahaan. Laba (earnings)
dapat ditahan sebagai sumber dana internal atau dibagikan dalam bentuk dividen. Dengan
alasan, bahwa dividen merupakan satu-satunya arus pendapatan yang diterima oleh investor,
model diskonto dividen dapat digunakan sebagai pengganti model diskonto arus kas untuk
menghitung nilai intrinsik saham sebagai berikut.

𝐃𝐭
𝐏𝟎 = ∑
(𝟏 + 𝐤)𝐭
𝐭=𝟏

Notasi:
Dt = dividen yang dibayarkan periode ke-t

Rumus diatas juga dapat dituliskan sebagai berikut:


𝐃𝟏 𝐃𝟐 𝐃∞
𝐏𝟎 = + + ⋯ +
(𝟏 + 𝐤) (𝟏 + 𝐤)𝟐 (𝟏 + 𝐤)∞
4.1.1 Pembayaran Dividen Tidak Teratur
Kenyataannya beberapa perusahaan membayar dividen dengan tidak teratur, dividen
tiap-tiap periode tidak mempunyai pola yang jelas bahkan untuk periode-periode tertentu
tidak membayar dividen sama sekali (misalnya dalam periode masa rugi atau kesulitan
likuiditas). Dalam kondisi ini, rumus yang dapat digunakan untuk menghitung nilai intrinsik
saham biasa
Ilustrasi:
Suatu perusahaan membayar dividen selama 5 periode sebagai berikut ini:
Periode ke-t 1 2 3 4 5
Dt Rp 1.000,- Rp 1.500,- Rp 0,- Rp 750,- Rp 2.100,-
Diasumsikan bahwa tingkat bunga diskonto adalah konstan sebesar 20% tiap periodenya,
maka nilai intrinsik saham ini per lembarnya adalah sebesar:
Rp 1.000 Rp 1.500 Rp 750 Rp 2.100
P0 = + + 0 + +
(1 + 0,2) (1 + 0,2)2 (1 + 0,2)4 (1 + 0,2)5
P0 = Rp 3.080,63

4.1.2 Dividen Konstan Tidak Bertumbuh (Zero-Growth Model)


Umumya perusahaan enggan memotong dividen karena pengurangan dividen dianggap
sinyal jelek oleh investor. Jika perusahaan membayar dividen konstan yang nilainya sama
dari waktu ke waktu yaitu D maka nilai intrinsik harga saham menjadi:
𝐃
𝐏𝟎 =
𝐤
Kasus dividen konstan umumnya dilakukan untuk menilai saham preferen karena
dividen saham preferen biasanya adalah konstan yang umumnya dinyatakan dalam persentasi
dari nilai nominalnya.
Ilustrasi:
Kebijaksanaan dividen suatu perusahaan adalah membayar Rp 1.000,- tiap tahunnya. Jika
suku bunga diskonto per tahun 20%, maka nilai intrinsik saham per lembar adalah sebesar:
Rp 1.000
P0 =
0,2
P0 = Rp 5.000
4.1.3 Pertumbuhan Dividen Konstan (Constant-Growth Model)
Bentuk lain dari model diskonto dividen adalah untuk kasus dividen yang bertumbuh
secara konstan yaitu dengan pertumbuhan sebesar g. Jika dividen periode awal adalah D0
maka dividen periode kesatu adalah D0 (1+g) (1+g) atau D0 (1+g)2 dan seterusnya. Rumus
untuk menghitung nilai intrinsik dengan dividen pertumbuhan konstan dikenal dengan model
Gordon yang dikembangkan oleh Myron J. Gordon.
𝐃𝟎 (𝟏 + 𝐠)
𝐏𝟎 =
(𝐤 − 𝐠)
Untuk D1= D0 (1+g) maka menjadi:
𝐃𝟏
𝐏𝟎 =
(𝐤 − 𝐠)
Ilustrasi I:
Tahun ini perusahaan emiten membayar dividen sebesar Rp 1.000,-. Seorang investor
menginginkan return (tingkat pengembalian) sebesar 20% per tahunnya dan mengharapkan
dividen dibayar dengan pertumbuhan sebesar 5% per tahunnya. Nilai intrinsic saham yang
diperkirakan dapat dhitung sebesar:
D1
P0 =
(k − g)
Rp 1.000. (1 + 0,05)
P0 =
(0,2 − 0,05)
P0 = Rp 7.000, −
Jika harga pasar saham per lembarnya adalah sebesar Rp 5.000,- maka harga pasar saham ini
merupakan harga merupakan harga murah (undervalued), karena harga pasarnya lebih rendah
dari harga seharusnya (nilai intrinsik) yang diperkirakan. Sebaliknya jika harga pasar per
lembar saham ini adalah sebesar Rp 8.000,- maka harga pasar ini merupakan harga yang
mahal (overvalued), karena harga pasarnya lebih tinggi dari harga yang diperkirakan.
Ilustrasi II:
Pertumbuhan dividen sebesar 5% diperkirakan terjadi mulai tahun ke-5. Sebelum tahun ke-5
diperkirakan perusahaan akan membayar dividen yang konstan sebesar Rp 1.000,- per
tahunnya. Jika tingkat pengembalian yang diinginkan (k) adalah 20% per tahunnya, maka
nilai intrinsik saham yang diperkirakan adalah sebesar:
Tahun I
Rp 1.000
P0 = = 833,33
(1 + 0,2)1
Tahun II
Rp 1.000
P0 = = 694,44
(1 + 0,2)2
Tahun III
Rp 1.000
P0 = = 578,70
(1 + 0,2)3
Tahun IV
Rp 1.000
P0 = = 482,25
(1 + 0,2)4
Tahun V
Rp 1.000. (1 + 0,05)
(0,2 − 0,5)
P0 = = 3.375,77
(1 + 0,2)5
P0 = 5.964,50

4.1.4 Harga Jual Akhir


Model diskonto dividen seperti dijelaskan sebelumnya, mengasumsikan bahwa arus
dividen sifatnya adalah infiniti, yaitu dividen dibayar secara terus sampai periode ∞ (tak
berhingga). Investor yang menyukai dividen dan tidak akan menjual sahamnya akan
menerima arus dividen seperti yang diasumsikan.
Akan tetapi tidak semua investor akan memegang saham selamanya, investor seperti ini
biasanya mementingkan capital gain dibandingkan dividen. Capital gain merupakan
keuntungan penjualan saham akibat selisih dari harga jual saham dengan harga belinya.
Untuk investor seperti ini harga jual akhir yang diterima perlu dipertimbangkan sebagai arus
kas yang harus masuk ke dalam rumus model dividen diskonto sebelumnya. Jika investor
menjual sahamnya periode ke-n sebesar Pn, maka rumus nilai intrinsik saham dapat dituliskan
sebagai berikut:
𝐃𝟏 𝐃𝟐 𝐃𝐧 𝐏𝐧
𝐏𝟎 = + + ⋯ + +
(𝟏 + 𝐤) (𝟏 + 𝐤)𝟐 (𝟏 + 𝐤)𝐧 (𝟏 + 𝐤)𝐧
Ilustrasi:
Investor memperkirakan bahwa perusahaan akan membayar dividen konstan selama 3 tahun.
Dividen tiap lembar saham tahun sekarang (D0) Rp 500,-. Setelah itu diperkirakan bahwa
pertumbuhan dividen akan menurun, sehingga menerima dividen pada tahun ketiga, investor
akan menjual saham tersebut dengan harga sebesar Rp 12.000,- . Harga saham yang
ditawarkan sekarang adalah sebesar Rp 5.000. Investor ingin mengetahui nilai intrinsik dari
saham ini, untuk menentukan apakah membeli saham ini merupakan investasi yang
menguntungkan. Dengan asumsi bahwa suku bunga diskonto adalah sebesar 20% tiap tahun.
Nilai intrinsik sebagai berikut:
Rp 500 Rp 500 Rp 500 Rp 12.000
P0 = 1
+ 2
+ 3
+
(1 + 0,2) (1 + 0,2) (1 + 0,2) (1 + 0,2)3
P0 = Rp 7.997,68
Dengan demikian membeli saham sebesar Rp 5.000, merupakan nilai murah (undervalued)
karena nilai intrinsiknya Rp 7.997,68 lebih besar dari nilai belinya.
4.2 PENDEKATAN PER
Alternatif selain menggunakan arus kas atau arus dividen dalam menghitung nilai
intrinsik saham adalah dengan menggunakan nilai laba perusahaan. Salah satu pendekatan
yang popular yang menggunakan nilai earnings adalah pendekatan PER (price earning ratio)
atau disebut juga pendekatan earning multiplier.
PER menunjukkan rasio harga saham terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan berapa
besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari earnings.
Ilustrasi:
(1) Harga pasar dari suatu saham adalah sebesar Rp 20.000 , laba bersih diperoleh
perusahaan diperkirakan konstan dari tahun ke tahun sebesar Rp 5.000 per lembarnya
per tahun. Besarnya PER adalah:
Rp 20.000
PER = = 4 kali
Rp 5.000
(2) Laba bersih per saham yang diestimasi untuk periode selanjutnya (E1) adalah sebesar
Rp 2.500, Harga pasar saham perusahaan ini adalah Rp 20.000. Investor
memperkirakan PER untuk saham ini adalah 10. Nilai intrinsik saham ini:
P0
P0 = .E
E1 1
P0 = 10 . Rp 2.500 = Rp 25.000
Karena harga pasar saham ini adalah sebesar Rp 20.000, sedang nilai intrinsiknya
adalah sebesar Rp 25.000 maka saham ini dijual dengan harga murah (undervalued).
Referensi

Hartono, Jogiyanto. 2016. Teori Portofolio dan Analisis Investasi Edisi Kesepuluh.
BPFE:Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai