Anda di halaman 1dari 4

Laporan Kasus

Hematometra Masif akibat adanya Agenesis Cervikovaginal Kongenital pada Seorang


Gadis Remaja yang ditangani dengan Histerektomi: Sebuah Laporan Kasus
Turki Gasim dan Fathia E. Al Jama
1. Pendahuluan
Kejadian yang independen dari hematometra kongenital tanpa adanya hematocolpos adalah
sebuah anomali Mullerian yang jarang terjadi. Anomali ini disebabkan oleh adanya sebuah
tanduk rudimenter yang non komunikata disertai dengan adanya endometrium yang fungsional
ataupun atresia dari serviks primer dan ketiadaan vagina bagian atas.
Kami melaporkan adanya sebuah kasus mengenai hematometra masif, hematosalping
disebelah kanan dan adanya tumor ovarium kanan pada seorang pasien premenarche yang
memiliki retardasi mental dan berusia 14 tahun yang datang dengan keluhan nyeri abdomen
akut dan massa pelviabdominal yang mencapai xiphisternum. Tulisan ini telah disetujui oleh
komite penelitian dan etik rumah sakit.

2. Laporan Kasus
Seorang gadis berusia 14 tahun dirujuk ke rumah sakit dari sebuah unit ginekologis perifer.
Pasien tampak tumpul secara mental dan tidak komunikatif. Ibunya menyatakan bahwa selama
18 bulan terakhir pasien sering menangis setiap bulan selama beberapa hari yang disertai
dengan adanya nyeri abdomen. Pasien seringkali didapati memukul-mukul perutnya apabila
mengalami rasa nyeri pada beberapa bulan terakhir. Awalnya, nyeri membaik dengan analgesik
oral, namun belakangan pasien harus mendapatkan analgesik parenteral untuk menghilangkan
rasa nyeri. Sebelum dirujuk ke rumah sakit, pasien sudah melakukan konsultasi dengan seorang
urologis di rumah sakit yang berbeda dan didiagnosis dengan hidronefrosis kanan dan
hidroureter yang kemudian diterapi dengan double J-stent yang menghilangkan nyeri
pinggangnya.
Ibu pasien kemudian memperhatikan adanya pembesaran gradual dari abdomen pasien
dimana pasien belum pernah menstruasi.
Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan adanya massa pelviabdominal yang mencapai
xiphisternum yang ditemukan sangat tegang dan nyeri dengan permukaan licin.
Pada pemeriksaan USG pelvis dan abdomen didapatkan adanya vagina yang buntu pada
bagian atasnya dan uterus bikornu dengan hematometra pada tanduk bagian kanan, serta fundus
uteri yang mencapai epigastrium. Tanduk kiri mengalami rudimentasi dan tidak berhubungan
dengan kavum endometrium. Terdapat massa tuboovarium yang berdarah berukuran 7 cm x 7
cm dengan kista multipel pada ovarium. Ovarium kiri tampak normal.
Kedua ginjal dan ureter normal. Pemeriksaan MRI pada pelviabdomen mendukung
temuan diatas. Pemeriksaan IVP berada dalam batas normal.
Sebuah keputusan untuk melakukan laparotomi pun diambil untuk meredakan nyeri
akibat hematometra. Hal ini kemudian dijelaskan kepada orang tuanya, dan persetujuan tertulis
pun diambil untuk kemungkinan dilakukan histerektomi.
Pemeriksaan dalam anestesi menunjukkan adanya vagina yang buntu dengan ukuran 1,3
cm. Pemeriksaan rektal menunjukkan pelvis yang tegang dan terisi dengan bagian bawah dari
hematometra. Dikarenakan tidak mungkin untuk dilakukan drainase dari hematometra,
abdomen kemudian dibuka dengan insisi midline vertikal hingga mencapai 3 cm diatas
umbilikus. Pada eksplorasi manual didapatkan adanya uterus bikornu dengan tanduk kiri
rudimenter dan ovarium yang normal. Tanduk kanan terdistensi secara masif hingga mencapai
xiphisternum. Terdapat hematosalping total pada sisi kanan yang mengalami adhesi dengan
ovarium yang membesar membentuk massa tuboovarium berukuran 8cm x 8cm.
Setelah dinilai tidak mungkin untuk mengeluarkan uterusnya, diputuskan untuk
dilakukan drainase dari hematometra dengan drain suction berbahan metal yang diinsersi pada
dinding uterus bagian atas. Paling tidak 2 liter cairan kehitaman didrainase. Massa uterus
kemudian mengecil hingga sepertiga ukuran aslinya dan dapat dikeluarkan melalui insisi
abdomen (Gambar I). Pada palpasi tidak didapatkan adanya serviks dan vagina.
Histerektomi rutin pada tanduk kiri yang mengalami rudimentasi dan salpingo-
ooforektomi kanan pun dilakukan (Gambar 2). Ovarium kiri dibiarkan. Pasien kemudian
memiliki penyembuhan paska operasi yang baik. Pasien kemudian dipulangkan 7 hari setelah
operasi. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan adanya massa ovarium kanan yang
merupakan kistadenoma (8cm x 7cm) dan tanduk kiri uterus yang mengalami rudimentasi
dengan endometrium yang tidak fungsional.
3. Diskusi
Agenesis servikovaginal lengkap dengan endometrium yang masih fungsional pada uterus
bikornu merupakan kasus yang sangat jarang dari malformasi duktus Mullerian. Hanya ada
beberapa abnormalitas yang telah dilaporkan dengan prosedur pembedahannya.
Pasien perempuan berusia 14 tahun dengan retardasi mental memiliki nyeri perut
abdomen yang siklik selama 18 bulan terakhir, hal ini didapatkan dengan pasien yang sering
memukul-mukul perutnya. Pasien yang masih pada usia perimenarche dan datang dengan
massa abdomen, dicurigai akan adanya kriptomenorrhea yang disebabkan oleh adanya darah
menstruasi yang terjebak dalam kavum uteri dan menyebabkan rasa nyeri. USG pelviabdomen
menunjukkan adanya hematometra. MRI mendukung temuan tersebut dengan tidak didapatkan
serviks dan vagina bagian atas.
Kasus ini menyorot bahwa anomali duktus Mullerian harus dipertimbangkan pada
berbagai diagnosa banding dari nyeri abdomen siklik yang tidak terlalu memberikan respon
dengan analgesik. Karena anomali dari traktus urinarius dan Mullerian seringkali berhubungan,
anomali traktus urinarius juga harus dicari sebelum pembedahan elektif dilaksanakan.
Intervensi bedah untuk malformasi duktus Mullerian yang lebih sederhana seperti himen
imperforata, septum vagina transverse dan atresia serviks telah dilakukan tanpa adanya
komplikasi. Pembentukan dari vagina atau serviks baru membutuhkan operasi yang lebih
kompleks dan dihubungkan dengan tingkat keberhasilan yang rendah dan morbiditas yang
tinggi. Banyak pasien-pasien tersebut yang pada akhirnya tetap dilakukan histerektomi. Pada
kasus ini, pembedahan rekonstruksi dianggap tidak sesuai karena morbiditas yang menyertai.
Konsensus penanganan pada kasus seperti ini adalah untuk menghilangkan struktur Mullerian
pada operasi pertama untuk menghindari komplikasi paska operasi. Prinsip penanganan yang
sama telah diaplikasikan pada kasus diatas.
4. Kesimpulan
Walaupun kemajuan teknik operasi mendukung untuk dilakukan pembedahan rekonstruksi
pada agenesis servikovaginal, perlu diingat bahwa prosedur kompleks ini bukanlah tanpa
komplikasi dimana dapat menyebabkan adanya rekurensi dari hematometra yang pada
akhirnya membutuhkan histerektomi. Pada pasien ini keputusan untuk dilakukan histerektomi
dianggap sesuai setelah adanya pertimbangan sosial.
Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan bahwa tidak ada konflik kepentingan
5. Daftar Pustaka
[1] A. Rana, G. Gurung, S. H. Begum, S. Adhikari, and B. B. Neupane, “Hysterectomy for
hematometra in a 15-year-old mentally handicapped girl with congenital cervicovaginal age-
nesis and concomitant ovarian adenoma,” Journal of Obstetrics and Gynaecology Research,
vol. 34, no. 1, pp. 105–107, 2008.
[2] J. M. Garat, E. Martinez, F. Aragona, and R. Gosalbez, “Cervical uterine atresia with
hematometra: a rare cause of urinary retention in a girl,” Journal of Urology, vol. 132, no. 4,
pp. 772– 773, 1984.
[3] S. S. Khunda and S. Al-Omari, “A new approach in the management of lower Mullerian
atresia,” Journal of Obstetrics and Gynaecology, vol. 18, no. 6, pp. 566–568, 1998.
[4] M. Goluda, M. S. Gabrys, M. Ujec, M. Jedryka, and C. Goluda, “Bicornuate
rudimentary uterine horns with func- tioning endometrium and complete cervical-vaginal
agenesis coexisting with ovarian endometriosis: a case report,” Fertility and Sterility, vol. 86,
no. 2, pp. 462.e9–462.e11, 2006.
[5] P. Bugmann, M. Amaudruz, S. Hanquinet, G. La Scala, J. Birraux, and C. Le Coultre,
“Uterocervicplasty with bladder mucosa for the treatment of complete cervical agenesis,”
Fertil- ity and Sterility, vol. 77, pp. 831–835, 2002.
[6] A. Gurbuz, A. Karateke, and B. Haliloglu, “Abdominal surgical approach to a case of
complete cervical and partial vaginal agenesis,” Fertility and Sterility, vol. 84, no. 1, p. 217,
2005.
[7] R. Mhaskar, “Amniotic membrane for cervical reconstruction,” International Journal of
Gynecology & Obstetrics, vol. 90, pp. 23– 27, 2005.
[8] C. L. Lee, C. J. Wang, Y. H. Liu, C. F. Yen, Y. L. Lai, and Y.
K. Soong, “Laparoscopically assisted full thickness skin graft for reconstruction in congenital
agenesis of vagina and uterine cervix,” Human Reproduction, vol. 14, no. 4, pp. 928–930, 1999.
[9] M. Oga, T. Anai, J. Yoshimatsu, Y. Kawano, T. Hayata, and I. Miyakawa,
“Retrohymenal vaginal atresia with perforate trans- verse vaginal septum,” Gynecologic and
Obstetric Investigation, vol. 34, no. 3, pp. 190–192, 1992.
[10] T. Quinn, V. Erickson, and M. M. Knudson, “Down’s syndrome, precocious puberty,
and transverse vaginal septum: an unusual cause of abdominal pain,” Journal of Pediatric
Surgery, vol. 36, no. 4, pp. 641–643, 2001.
[11] S. Alborzi, M. Momtahan, M. E. Parsanezhad, and M. Yazdani, “Successful treatment
of cervical aplasia using a peritoneal graft,” International Journal of Gynecology and
Obstetrics, vol. 88, no. 3, pp. 299–302, 2005.

Anda mungkin juga menyukai