Anda di halaman 1dari 22

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

PRACTICAL ETHICAL DECISION MAKING

Oleh:
Kelompok 5

A.A Ngr. Agung Wiragita (1881611052)


Putu Ayu Diah Widari Putri (1881621004)
Putu Cintya Purnama Dewi (1881621010)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
1. Memotivasi Pengembangan untuk Pembelajaran Etis
Terkait skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah menimbulkan
kekecewaan publik, akibat jatuhnya pasar modal, dan akhirnya Sarbanes-Oxley Act of 2002
membawa reformasi pemerintahan semakin meluas. Skandal perusahaan berikutnya,
subprime lending Fiasco yang berfungsi untuk lebih meningkatkan kesadaran publik bahwa
eksekutif perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih baik dengan menjaga
profitabilitas dan kelangsungan hidup perusahaan yang dioperasikan. Pengajuan terhadap
perkara pengadilan serta denda, penjara, dan permukiman telah menggarisbawahi keputusan
dalam rangka mengurangi kerentanan terhadap tindakan hukum yang ada. Pengadilan untuk
opini publik telah tegas terhadap perusahaan dan individu yang berperilaku tidak etis.
Hilangnya reputasi karena tindakan yang tidak etis dan atau ilegal telah terbukti
menjadi pendapatan dan mengurangi laba, merusak harga saham, dan menurunkan karier bagi
kalangan eksekutif yang walaupun belum sepenuhnya tindakan ini diselidiki dan tanggung
jawab dari pihak terkait belum sepenuhnya terbukti. Perkembangan ini sangat penting
sehingga eksekutif dan direktur perusahaan sekarang harus memberikan perhatian yang lebih
besar terhadap tata kelola perusahaan dan panduan yang diberikannya selain peran sendiri.
Selain sekolah bisnis yang menginginkan akreditasi dunia oleh Asosiasi untuk Advance
Collegiate Schools of Business (AACSB) adalah untuk memasukkan pendidikan etika ke
dalam kebijakan, praktik, dan kurikulum mereka. Secara khusus, menurut Etika AACSB:
gugus tugas pendidikan, kurikulum sekolah bisnis harus berurusan dengan beberapa masalah
etika, termasuk tanggung jawab sosial perusahaan, tata kelola, budaya perusahaan yang etis,
dan etika pengambilan keputusan (AACSB, 2004).

2. Kerangka Pengambilan Keputusan Etis (EDM) - Tinjauan Umum


Tanggapan atas kebutuhan untuk keputusan yang dapat dipertahankan secara etis,
maka dapat disajikan kerangka kerja yang praktis dan komprehensif untuk pengambilan
keputusan etis. Kerangka kerja EDM ini menggabungkan persyaratan tradisional untuk
profitabilitas dan legalitas, serta persyaratan yang ditunjukkan secara filosofis penting dan
yang baru-baru ini diminta oleh para pemangku kepentingan. Keragka ini dirancang dengan
tujuan untuk meningkatkan penalaran etis dengan menyediakan ha-hal berikut.
1) Wawasan dalam identifikasi dan analisis isu-isu kunci yang perlu dipertimbangkan
dan pertanyaan atau tantangan yang harus diajukan.
2) Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor-faktor yang relevan
dengan keputusan ke dalam tindakan praktis.

1
Secara umum, keputusan atau tindakan dianggap etis atau benar jika sesuai dengan
standar tertentu. Para filsuf telah mempelajari standar mana yang penting selama ribuan
tahun, dan para ahli etika bisnis baru-baru ini telah membangun lapangan pekerjaan. Kedua
kelompok telah ditemukan bahwa satu standar tunggal tidak memadai untuk memastikan
keputusan etis. Akibat tindakan tersebut, maka kerangka kerja EDM mengusulkan bahwa
keputusan atau tindakan dibandingkan dengan tiga standar untuk penilaian perilaku etis yang
komprehensif. Kerangka kerja EDM menilai etika dari keputusan atau tindakan yang
diusulkan atas pertimbagan berikut ini:
1) Konsekuensi atau kesejahteraan yang diciptakan dalam bentuk laba, manfaat bersih
atau biaya bersih;
2) Hak dan kewajiban yang dipengaruhi termasuk keadilan dan mereka yang dilindungi
oleh hukum;
3) Motivasi atau keutamaan yang diharapkan.
Dua pertama pertimbangan ini melibatkan penerapan praktis dari prinsip-prinsip
filosofis konsekuensialisme, deontologi, dan keadilan. dan diperiksa dengan berfokus pada
dampak keputusan pada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya yang terkena
dampak suatu pendekatan yang dikenal sebagai analisis dampak pemangku kepentingan.
Pertimbangan ketiga motivasi pembuat keputusan melibatkan penerapan apa yang filsuf
ketahui sebagai etika kebajikan. Ini memberikan wawasan yang mungkin bermanfaat ketika
menilai masalah tata kelola saat ini dan di masa mendatang adalah bagian dari latihan
manajemen risiko yang normal. Penting untuk dicatat bahwa ketiga pertimbangan EDM harus
diperiksa secara menyeluruh dan nilai etika yang sesuai harus diterapkan dalam keputusan
dan implementasinya jika keputusan atau tindakan harus dipertahankan secara etis.

3. Gambaran Umum Pendekatan Filosofis: Konsekuensialisme (Utilitarianisme),


Deontologi, dan Etika Kebajikan
Para filsuf telah lama fokus untuk membuat keputusan terbaik dari masyarakat
sebagai perspektif individu, tetapi arti penting filosofi mereka belum dihargai atau dipahami
dengan baik dalam bisnis dan profesi. Dirangsang untuk meningkatkan pendidikan etika dan
EDM oleh skandal Enron Arthur Andersen dan WorldCom, dan reformasi pemerintahan
berikutnya, AACSB Ethics Education Task Force (2004) telah meminta mahasiswa bisnis
untuk mengenal tiga pendekatan filosofis untuk pengambilan keputusan etis:
konsekuensialisme (utilitarianisme), deontologi, dan etika kebajikan. Masing-masing dari
ketiga pendekatan tersebut memberikan kontribusi yang berbeda terhadap pendekatan yang

2
bermanfaat dan dapat dipertahankan untuk pengambilan keputusan etis dalam bisnis di
kehidupan pribadi. Namun, karena beberapa prinsip filosofis dan teori bertentangan
dengannya yang lain dan tampaknya berbenturan dengan praktik bisnis yang dapat diterima,
khususnya di beberapa budaya di seluruh dunia, yang terbaik adalah menggunakan
serangkaian pertimbangan multifaset yang ditarik dari ketiganya pendekatan untuk
menentukan etisitas tindakan, dan memandu pilihan yang harus dibuat.
Pertanyaan mendasar yang menarik para filsuf terkait dengan apa yang membuat
keputusan atau tindakan atau orang lebih atau kurang baik atau etis. Masing-masing dari tiga
pendekatan filosofis pengambilan keputusan etis konsekuensialisme, deontologi, dan etika
kebajikan berfokus pada konsepsi yang berbeda dari tindakan yang benar. Ini akan dia ulas
secara bergiliran. Ingatlah selalu, sejak para filsuf telah mempelajari apa yang membuat suatu
tindakan baik atau benar secara moral atau ribuan tahun, tidak mungkin untuk memberikan
pemahaman yang lengkap tentang konsep-konsep filosofis dalam beberapa halaman.
3.1 Konsekuensialisme, Utilitarianisme atau Teleologi
Konsekuensialis bermaksud memaksimalkan utilitas yang dihasilkan oleh keputusan.
Untuk mereka, kebenaran suatu tindakan tergantung pada konsekuensinya. Pendekatan ini
sangat penting untuk suatu kebaikan keputusan etis dan pemahaman tentang itu akan menjadi
bagian dari pendidikan sekolah bisnis terakreditasi AACSB di masa depan. Menurut AACSB,
pendekatan konsekuensialis mengharuskan siswa untuk menganalisis keputusan dalam hal
bahaya dan manfaat bagi banyak pemangku kepentingan dan untuk mencapai keputusan yang
menghasilkan kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar. Konsekuensialisme menyatakan
bahwa suatu tindakan secara moral benar jika dan hanya jika tindakan itu memaksimalkan
kebaikan bersih. Dengan kata lain, suatu tindakan dan karena itu keputusan itu etis jika
konsekuensinya yang menguntungkan lebih besar daripada konsekuensi negatifnya. Selain
itu, beberapa percaya bahwa hanya tindakan yang memaksimalkan manfaat bersih dari
konsekuensi negatif minus yang menguntungkan adalah benar secara moral atau etis. Para
filsuf juga berdebat: Konsekuensi apa yang harus dihitung? Bagaimana cara menghitungnya?
Siapa yang layak untuk dimasukkan ke dalam kumpulan pemangku kepentingan yang terkena
dampak yang harus dipertimbangkan?
Konsep perlakuan yang adil dan tidak memihak merupakan dasar bagi pengembangan
konsep keadilan distributif, retributif, atau kompensasi. John Rawls mengembangkan
seperangkat prinsip keadilan yang melibatkan harapan untuk kebebasan sipil yang setara,
memaksimalkan manfaat bagi yang paling diuntungkan1 dan penyediaan peluang yang adil
(Rawls, 1971). Pendekatannya memanfaatkan konsep "tabir ketidaktahuan" untuk

3
mensimulasikan kondisi ketidakpastian untuk memungkinkan pengambil keputusan untuk
mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada diri mereka. Para pembuat keputusan harus
memutuskan tindakan terbaik tanpa mengetahui apakah mereka akan menjadi pihak yang
diuntungkan atau dirugikan olehnya.
Tindakan berdasarkan kewajiban, hak dan pertimbangan keadilan sangat penting
untuk direksi profesional, dan eksekutif yang diharapkan untuk memenuhi kewajiban gadai.
Ini termasuk tindakan yang menjaga kepercayaan dari klien seseorang yang bergantung pada
ahli profesional yang lebih berpengetahuan untuk bertindak demi kepentingan terbaik klien
berkaitan dengan hal-hal yang bernilai tinggi. Akuntan profesional memiliki kewajiban untuk
bertindak sesuai kepentingan terbaik klien dengan ketentuan bahwa tindakan tersebut tidak
bertentangan hukum dan atau kode dan pedoman badan profesional dan peraturan terkait,
seperti prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP), audit yang diterima secara umum
standar (GAAS), Securities and Exchange Commission (SEC), dan peraturan komisi efek.
3.2 Deontologi
Deontologi berbeda dari konsekuensialisme dalam deontolog yang fokus pada
kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan daripada konsekuensi dari
tindakan. Etika deontologis mengambil posisi bahwa kebenaran tergantung pada rasa hormat
yang ditunjukkan untuk tugas, dan hak dan keadilan yang mencerminkan kewajiban tersebut.
Akibatnya: Pendekatan deontologis menimbulkan masalah yang berkaitan dengan tugas, hak,
dan pertimbangan keadilan dan mengajarkan siswa untuk menggunakan standar moral,
prinsip, dan aturan sebagai panduan untuk membuat keputusan etis terbaik. Penalaran
deontologis sebagian besar didasarkan pada pemikiran Immanuel Kant (1964). Menurut Kant,
orang yang rasional membuat keputusan tentang apa yang akan baik dilakukan, akan;
pertimbangkan tindakan apa yang akan baik untuk semua anggota masyarakat lakukan.
Tindakan seperti itu akan terjadi meningkatkan kesejahteraan pembuat keputusan dan
kesejahteraan masyarakat juga.
Kemudian Kant mulai mencari prinsip utama yang akan membimbing semua tindakan
yang harus dilakukan oleh setiap orang tanpa terkecuali, yang karenanya dapat dianggap
universal atau kategoris. Pencariannya mengarah pada apa yang dikenal sebagai Kant's
Categoricallmperative, yang merupakan prinsip atau aturan dominan bagi para deontolog,
prinsip Kant menunjukkan bahwa ada kewajiban atau keharusan untuk: Selalu bertindak
sedemikian rupa sehingga Anda juga dapat melakukan tindakan maksimal yang
mengharuskan menjadi hukum universal. Ini berarti bahwa jika Anda tidak dapat melakukan
itu semua orang mengikuti aturan keputusan yang sama, aturan Anda bukanlah moral (Kay,

4
1997). Misalkan seseorang mempertimbangkan apakah akan berbohong atau mengatakan
yang sebenarnya. Kant berpendapat bahwa berbohong tidak akan menjadi aturan yang baik
karena orang lain yang mengikuti aturan yang sama akan berbohong kepada Anda suatu hal
yang tidak Anda inginkan. Kejujuran bagaimanapun, memenuhi syarat sebagai aturan yang
baik. Demikian pula ketidakberpihakan akan memenuhi syarat dan bukannya favoritisme.
Selain itu, Aturan Emas yang berlaku bagi orang lain sebagaimana Anda ingin mereka
lakukan kepada Anda dengan mudah akan memenuhi syarat sebagai prinsip universal.
Konsep perlakuan yang adil dan tidak memihak merupakan dasar bagi pengembangan
konsep keadilan distributif, retributif, atau kompensasi. John Rawls mengembangkan
seperangkat prinsip keadilan yang melibatkan ekspektasi untuk kebebasan sipil yang setara,
memaksimalkan manfaat bagi yang paling diuntungkan, dan penyediaan peluang yang adil
(Rawls, 1971). Pendekatannya memanfaatkan konsep "tabir ketidaktahuan" untuk
mensimulasikan kondisi ketidakpastian untuk memungkinkan pengambil keputusan untuk
mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada diri mereka sendiri. Para pembuat
keputusan harus memutuskan tindakan terbaik tanpa mengetahui apakah mereka akan
menjadi orang yang diuntungkan atau kalah karenanya.
Tindakan berdasarkan kewajiban, hak, dan pertimbangan keadilan sangat penting bagi
para profesional, direktur, dan eksekutif yang diharapkan untuk memenuhi kewajiban fidusia.
Ini termasuk tindakan yang menjaga kepercayaan dari klien seseorang yang bergantung pada
ahli yang lebih berpengetahuan dan ahli untuk bertindak demi kepentingan terbaik klien
dalam hal hal-hal yang bernilai tinggi Profesi akuntan l, misalnya, memiliki kewajiban untuk
bertindak dalam kepentingan terbaik klien memberikan tindakan tersebut tidak bertentangan
dengan hukum dan atau kode dan pedoman dari badan profesional dan peraturan terkait,
seperti prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP), standar audit yang berlaku umum
(GAAS), Securities and Exchange Commission (SEC), dan peraturan komisi sekuritas.
3.3 Etika Kebajikan
Konsequentalisme menekankan konsekuensi dari tindakan, dan deontologi
menggunakan tugas, hak, dan prinsip sebagai panduan untuk memperbaiki perilaku moral;
etika kebajikan berkaitan dengan aspek motivasi dari karakter moral yang ditunjukkan oleh
pengambil keputusan. Tanggung jawab yang utama terletak pada kesalahan dalam moralitas
dan hukum, yang mana hal tersebut memiliki dua dimensi: bersalah bertindak dan pikiran
bersalah. Konsekuensialisme dikatakan sebagai “pusat dari tindakan” daripada “agen
terpusat,” seperti halnya deontologi dan etika kebajikan.

5
Kurangnya alasan yang "benar" untuk tindakan bijak mungkin tampak tanpa alasan
tertentu bagi beberapa pembisnis atau profesional yang cenderung bertindak demi
kepentingan pribadi dan cenderung melakukan tindakan yang tidak etis dan / atau ilegal.
Mereka mewakili risiko yang lebih tinggi dari penipuan dan malpraktek, hal ini dikarenakan
mereka tidak memiliki komitmen dasar terhadap kebajikan atau profesionalisme kecuali hal
itu sesuai dengan tujuan mereka sendiri. Sebaliknya, keahlian berlebihan dapat
mengakibatkan tindakan emosional oleh eksekutif atau karyawan sebelum mencari dan
menerima informasi lengkap, atau mengambil risiko terlalu banyak sehingga dapat
merugikan orang lain.

4. Tes Sniff & Tujuan Umum Heuristik-Tujuan Kesehatan


Teori filosofis memberikan dasar untuk pendekatan dan bantuan keputusan praktis
yang berguna, meskipun sebagian besar akuntan dan akuntan profesional tidak menyadari
bagaimana dan mengapa hal ini terjadi. Direksi, eksekutif dan akuntan profesional, telah
mengembangkan tes dan aturan yang umum digunakan untuk menilai etika keputusan pada
basis awal. Jika tes awal ini menimbulkan kekhawatiran, analisis yang lebih mendalam harus
dilakukan dengan menggunakan teknik analisis dampak pemangku kepentingan.
Salah satu dari tes cepat ini negatif, maka karyawan diminta untuk mencari petugas
etika untuk konsultasi, atau melakukan analisis penuh terhadap tindakan yang diusulkan.
Analisis ini harus dipertahankan, dan mungkin ditinjau oleh petugas etika. Pada tes ini, sangat
disayangkan terkait dengan aturan yang umum yang digunakan dasar pada prinsip-prinsip
etika tidak mewakili pemeriksaan komprehensif dari keputusan sehingga hal ini
menyebabkan individu dan perusahaan yang terlibat rentan untuk membuat keputusan yang
tidak etis. Pada alasan ini, teknik analisis dampak pemangku kepentingan yang lebih
komprehensif harus digunakan bilamana keputusan yang diajukan atau dipertanyakan
memiliki konsekuensi yang signifikan.

5. Analisa Dampak Stakeholder-Alat Komprehensif Untuk Menilai Keputusan &


Tindakan
5.1 Ikhtisar
Pandangan tradisional tentang akuntabilitas perusahaan ini telah dimodifikasi dalam
dua cara. Pertama, asumsi bahwa semua pemegang saham ingin memaksimalkan keuntungan
jangka pendek yang nampak mewakili fokus yang terlalu sempit. Kedua, hak dan klaim pada
kelompok non-pemegang saham, seperti karyawan, konsumen/klien, pemasok, pemberi

6
pinjaman, aktivis lingkungan, komunitas tuan rumah, dan pemerintah yang memiliki
kepentingan dalam hasil keputusan, atau di perusahaan itu diri telah diberikan status dalam
pengambilan keputusan perusahaan. Perusahaan modern bertanggung jawab kepada
pemegang saham dan kelompok-kelompok non pemegang saham, yang keduanya berasal dari
kumpulan pemangku kepentingan yang dituju oleh suatu perusahaan. Telah terbukti bahwa
perusahaan tidak dapat mencapai potensi penuhnya, dan bahkan mungkin akan musnah, jika
kehilangan dukungan salah satu dari sejumlah pemangku kepentingan terpilih yang diketahui
sebagai pemangku kepentingan utama.
5.2 Kepentingan Fundamental dari Stakeholder
Mempertimbangkan kekhawatiran dan kepentingan pemangku kepentingan saat
mengambil keputusan, dengan mempertimbangkan dampak potensial dari keputusan masing-
masing pemangku kepentingan, sehingga praktik yang bijaksana dapat dilakukan oleh para
eksekutif yang ingin mempertahankan dukungan pemangku kepentingan. Keragaman
pemangku kepentingan dan kelompok pemangku kepentingan menjadikan tugas ini menjadi
susah. Pada proses penyerderhanaan, diharapkan untuk mengidentifikasi dan
mempertimbangkan serangkaian kepentingan pemangku kepentingan yang biasa dipegang
atau fundamental yang berfokus pada analisis dan pengambilan keputusan pada dimensi etis,
seperti berikut.
1) Kepentingan mereka harus lebih baik sebagai akibat dari keputusan.
2) Keputusan harus menghasilkan distribusi manfaat dan beban yang adil.
3) Keputusan tidak boleh menyinggung salah satu hak dari setiap pemangku
kepentingan, termasuk pembuat keputusan.
4) Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas-tugas yang sebagaimana yang
diharapkan.
5.3 Pengukuran Dampak Kuantitatif
5.3.1 Laba
Keuntungan merupakan hal mendasar bagi kepentingan pemegang saham dan sangat
penting bagi kelangsungan hidup dan kesehatan perusahaan kita. Pada masa inflasi, laba
sangat penting untuk mengganti persediaan dengan harga yang lebih tinggi. Pada saat ini
untungnya, pengukuran laba berkembang dengan baik dan membutuhkan sedikit tanggapan
maupun tindak lanjut terkait dengan penggunaannya dalam pengambilan keputusan etis.
5.3.2 Item Tidak Termasuk Dalam Keuntungan: Dapat Terlihat Langsung
Adanya dampak dari keputusan dan kegiatan perusahaan yang tidak etis termasuk
dalam penentuan laba perusahaan yang menyebabkan timbulnya masalah. Gambaran

7
lengkap tentang dampak keputusan dapat ditunjukkan dari laba atau rugi suatu transaksi
sehingga hal ini harus dimodifikasi oleh eksternalitas. Perusahaan yang mengabaikan
eksternalitas dari waktu ke waktu akan menemukan bahwa mereka telah meremehkan biaya
sebenarnya dari keputusan ketika denda dan biaya pembersihan terjadi.
5.3.3 Item Tidak Termasuk Dalam Keuntungan: Tidak Dapat Terlihat Langsung
Eksternalitas lain ada pada biaya yang dimasukkan dalam penentuan laba perusahaan,
tetapi manfaatnya dinikmati oleh orang-orang di luar perusahaan. Sumbangan dan beasiswa
adalah contoh eksternalitas semacam ini dan jelas akan melibatkan evaluasi keseluruhan
keputusan yang diajukan. Masalahnya adalah bahwa tidak ada manfaat maupun biaya dari
beberapa dampak negatif, seperti kehilangan kesehatan yang diderita oleh orang yang
menyerap polusi, dapat diukur secara langsung, tetapi mereka harus dimasukkan dalam
penilaian keseluruhan.
5.3.4 Membawa Masa Depan Ke Saat Ini
Teknik untuk membawa dampak keputusan di masa depan ke dalam analisis tidaklah
sulit. Hal ini ditangani secara paralel dengan analisis penganggaran modal, di mana nilai-nilai
masa depan didiskontokan pada tingkat bunga yang mencerminkan minat yang diharapkan di
tahun-tahun mendatang. Pendekatan ini ditunjukkan sebagai bagian dari analisis biaya
manfaat di Brooks (1979). Dengan menggunakan pendekatan nilai bersih saat ini dari analisis
penganggaran modal, manfaat dan biaya tindakan yang diusulkan dapat dinilai sebagai
berikut:
Nilai Sekarang Bersih = Nilai Manfaat Sekarang - Nilai Sekarang dari Biaya Tindakan yang
Diusulkan
5.3.5 Berhubungan Dengan Hasil Yang Tidak Sesuai
Sama seperti dalam analisis penganggaran modal, ada perkiraan yang tidak pasti.
Namun, berbagai teknik telah dikembangkan untuk faktor ketidakpastian ini ke dalam analisis
keputusan yang diusulkan. Sebagai contoh, analisis dapat didasarkan pada perkiraan terbaik,
pada tiga kemungkinan (paling optimis, pesimis dan perkiraan terbaik) atau nilai yang
diharapkan dikembangkan dari simulasi komputer. Semua ini adalah nilai yang diharapkan,
yang merupakan kombinasi dari nilai dan probabilitas kemunculannya. Hal ini dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Nilai yang Diharapkan = Nilai Hasil x Probabilitas Hasil yang Terjadi dari Hasil.
5.3.6 Mengidentifikasi Stakeholders & Ranking Minat Mereka
Pengukuran keuntungan, ditambah dengan eksternalitas diskon hingga saat ini dan
faktor oleh keberisikoan hasil, lebih berguna dalam menilai keputusan yang diusulkan dari

8
keuntungan semata. Namun, kegunaan dari analisis dampak pemangku kepentingan
tergantung pada identifikasi penuh dari semua pemangku kepentingan dan kepentingan
mereka, dan apresiasi penuh tentang pentingnya dampak pada posisi masing-masing.

5.4 Penilaian Dampak Non-Kuantitatif


5.4.1 Keadilan antara Stakeholder
Meskipun harapan perlakuan yang adil adalah hak yang individu dan kelompok benar
dapat mengharapkan untuk menerima, itu dirawat di sini sendiri karena pentingnya untuk
pengambilan keputusan etis. Perhatian untuk perlakuan yang adil telah jelas dalam keasyikan
baru-baru ini masyarakat dengan isu-isu seperti diskriminasi terhadap perempuan dan hal-hal
lain dari perekrutan, promosi, dan membayar. Akibatnya, keputusan akan dianggap tidak etis
kecuali terlihat adil kepada semua pemangku kepentingan.
5.4.2 Hak Stakeholder
Sebuah keputusan hanya akan dianggap etis jika dampaknya tidak menyinggung hak-
hak stakeholder berdampak pada, dan hak-hak orang yang membuat keputusan. Poin terakhir
ini dapat dilihat dalam kasus keputusan yang dibuat oleh eksekutif yang berlangganan nilai-
nilai yang membuat mereka tersinggung oleh pekerja anak atau dengan standar rendah
keselamatan pekerja di negara-negara berkembang. Para eksekutif membuat keputusan yang
pemangku kepentingan untuk itu di kanan mereka sendiri. Hak Stakeholder adalah sebagai
berikut: (1) Kehidupan, (2) Kesehatan dan keselamatan, (3) Perlakuan adil, (4) Latihan hati
nurani, (5) Martabat dan privasi, (6) Kebebasan berbicara.
5.4.3 Penilaian Motivasi & Perilaku
Motivasi, Kebajikan, Karakter Trait & Proses Harapan
Motivasi diharapkan: (1) Kontrol diri daripada keserakahan, (2) Keadilan atau
keadilan pertimbangan, (3) Kebaikan, perhatian, kasih sayang, dan kebajikan. Kebajikan
diharapkan: (1) Loyalitas berbakti, (2) Integritas dan transparansi, (3) Ketulusan daripada
bermuka dua. Karakter yang diharapkan: (1) Keberanian untuk melakukan hal yang benar
pribadi dan/atau professional, (2) Kepercayaan, (3) Objektivitas, imparsialitas, (4) Kejujuran,
kebenaran, (5) Mementingkan diri sendiri dan bukan egoisme yang, (6) pilihan seimbang
antara ekstrem. Proses yang mencerminkan motivasi, kebajikan dan karakter yang diharapkan

9
5.4.4 Modifikasi Pendekatan 5 pertanyaan untuk Pengambilan Keputusan Etis
Tidak Apakah Keputusan? Stakeholder Minat Diperiksa
1. Menguntungkan? Biasanya jangka pendek - Pemegang Saham
2. Hukum? Masyarakat pada umumnya - hak yang
berkekuatan hukum
3. Adil? Keadilan untuk semua
4. Hak? Hak-hak lain dari semua
5. Menunjukkan motivasi Motivasi, kebajikan, karakter dan harapan
diharapkan, kebajikan dan proses
karakter?

6. Analisis Stakeholder Dampak: Modifikasi Pembuatan Keputusan-Keputusan


Tradisional
Beberapa pendekatan telah dikembangkan yang memanfaatkan analisis dampak
pemangku kepentingan untuk memberikan bimbingan tentang ethicality tindakan yang
diusulkan untuk pengambil keputusan. Diskusi dari tiga pendekatan tradisional ikuti. Setiap
pendekatan telah dimodifikasi untuk menyertakan tes jika kebajikan yang diharapkan.
Memilih pendekatan yang paling berguna tergantung pada apakah dampak keputusan yang
pendek daripada jangka panjang, melibatkan eksternalitas dan/atau probabilitas, atau
mengambil tempat dalam pengaturan perusahaan. Pendekatan dapat dicampur ke dalam
pendekatan hybrid disesuaikan untuk mengatasi terbaik dengan situasi tertentu.
6.1 Modifikasi 5 Pertanyaan Pendekatan - Keputusan Dengan Dampak Jangka
Pendek & Tidak Menyampingkan
Urutan mengajukan pertanyaan tidak penting, tetapi semua pertanyaan harus diminta
untuk memastikan bahwa pembuat keputusan tidak menghadap area penting dari dampak.
Beberapa masalah etika tidak rentan terhadap pemeriksaan oleh pendekatan 5 pertanyaan
mengenai pendekatan-pendekatan lain dijelaskan pada bagian. Misalnya, pertanyaan pertama
berfokus pada keuntungan, yang secara substansial jangka pendek, alat ukur kurang
komprehensif daripada analisis biaya-manfaat dan / atau analisis risiko-manfaat, dengan atau
tanpa peringkat stakeholder tergantung pada kemampuan mereka untuk menahan dampak
keputusan. Seperti berdiri, namun, 5 kerangka yang dimaksud adalah pendekatan berguna
untuk pertimbangan tertib masalah tanpa eksternalitas dan di mana fokus khusus yang
diinginkan oleh desainer keputusan-proses.
6.2 Modifikasi Moral Standar Pendekatan-Menengah & Keputusan Jangka Panjang
Melibatkan Menyampingkan

10
Modifikasi Pendekatan Standar Moral untuk Pengambilan Keputusan Etis
STANDAR MORAL PERTANYAAN KEPUTUSAN
Utilitarian: Apakah tindakan memaksimalkan
Memaksimalkan keuntungan bersih untuk manfaat sosial dan meminimalkan
masyarakat secara keseluruhan cedera sosial?
Hak-hak individu: Apakah tindakan yang konsisten
Menghormati dan melindungi dengan hak setiap orang?
Keadilan: Akan aksi menyebabkan hanya
distribusi keuntungan yang adil dan beban distribusi manfaat dan beban?
Kebajikan: Apakah tindakan menunjukkan
Motivasi, kebajikan, dan karakter yang motivasi, kebajikan, dan karakter
diharapkan yang diharapkan?

6.3 Pendekatan Pastin Tradisional


Aspek Kunci Tujuan Pemeriksaan Untuk:
Etika aturan dasar Menjelaskan sebuah organisasi atau aturan dan nilai-nilai
individu
Etika titik akhir Menentukan manfaat bersih yang paling baik untuk semua
pihak
Etika peraturan Menetukan batasan-batasan yang harus dipertimbangkan
seseorang atau organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip etis
Etika kontrak Menentukan cara bagaimana memindahkan batasan-batasan
sosial demi menghapuskan kekhawatiran atau konflik

Pendekatan Pastin Tradisional, yaitu:


Etika aturan dasar yang digunakan untuk menangkap gagasan bahwa individu dan
organisasi memiliki aturan-aturan dasar atau nilai-nilai fundamental yang mengatur perilaku
mereka atau perilaku yang diharapkan, yang mana keputusan dianggap menyinggung nilai-
nilai ini, kemungkinan akan terjadi kekecewaan atau balas dendam. Pendekatan ini disebut
rekayasa balik sebuah keputusan untuk melihat bagaimana dan mengapa keputusan tersebut
dibuat. Etika titik akhir menampilkan konsep utilitarianisme dan menggambarkan kesulitan
fokus analisis jangka pendek. Aturan etika digunakan untuk menunujukkan nilai aturan yang
muncul akibat penggunaan prinsip-prinsip etis yang valid terhadap dilema etika. Etika
kontrak sosial yang disatukan dengan konsep kejujuran. Pastin menunjukkan bahwa
perumusan keputusan yang diusulkan kedalam kontrak imajiner akan sangat membantu
karena memungkinkan para pengambil keputusan untuk bertukar tempat dengan pemangku

11
kepentingan yang akan terkena dampak. tindakan ini dapat dilihat apakah dampaknya cukup
wajar untuk dimasukkan kedalam kontrak.

7. Memperluas dan Memadukan Pendekatan Tradisional


Hal ini dilakukan karena masalah etika yang muncul mungkin tidak sesuai dengan
salah satu pendekatan. Oleh karena itu, dapat dikombinasikan satu pendekatan dengan yang
lainnya.

8. Permasalahan Lainnya Dalam Pengambilan Keputusan Etis


1) Masalah Bersama
Masalah bersama mengacu pada kesenjangan atau mengetahui penggunaan aset atau
sumber daya yang dimiliki bersama secara berlebihan.
2) Mengembangkan Aksi yang Lebih Etis
Terkadang direktur, eksekutif atau akuntan professional akan mengalami kelumpuhan
keputusan akibat kompleksitas analisis atau ketidakmampuan untuk menentukan
pilihan maksimal karena alasan ketidakpastian, kendala waktu dan sebab lainnya.
3) Kekeliruan Umum dalam Pengambilan Keputusan Etis
Diantaranya yaitu: (1) Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis, (2) Salah
menafsirkan harapan masyarakat. Banyak eksekutif salah mengira bahwa tindakan
tidak etis dapat diterima karena: (1) Ini dunia dimana anjing makan anjing. (2) Semua
orang melakukannya. (3) Jika saya tidak melakukannya, orang lain akan
melakukannya. (4) Saya bebas dari beban tanggung jawab karena itu perintah atasan.
a. Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang saham
b. Berfokus hanya pada legalitas
c. Batas keberimbangan (fokus pengambil keputusan harusnya pada keadilan untuk
semua pemangku kepentingan)
d. Batas untuk meneliti hak (meneliti dampak pada keseluruhan hak semua
kelompok pemangku kepentingan)
e. Konflik kepentingan
f. Keterkaitan diantara pemangku kepentingan
g. Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan.
h. Kegagalan untuk membuat peringkat kepentingan tertentu dari para pemangku
kepentingan
i. Mengacuhkan kekayaan, keadilan atau hak.

12
j. Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan.
k. Kegagalan untuk mempertimbangkan kebajikan yang diharapkan untuk
ditunjukkan

9. Kerangka Pengambilan Keputusan Etis Komprehensif


Langkah-langkah menuju sebuah keputusan Etis: (1)Identifikasi fakta dan semua
kelompok pemangku kepentingan serta kepentingan yang mungkin akan terpengaruh.
(2)Membuat peringkat para pemangku kepentingan serta kepentingan mereka. (3)Menilai
dampak dari tindakan yang diusulkan pada setiap kepentingan pihak yang berkepentingan
Pendekatan Komprehensif untuk EDM
Pertimbangan Uraian
Konsekuensialisme Keputusan yang diusulkan akan menghasilkan
keuntungan lebih besar dari biaya
Hak-hak, tugas atau deontologi Keputusan yang diusulkan tidak menyinggung
hak para pemangku kepentingan, termasuk
pengambil keputusan
Kejujuran/kesetaraan atau Keadilan Disribusi manfaat dan beban harus adil
Harapan kebajikan atau Etika Motivasi untuk keputusan harus mencerminkan
kebijakan ekspektasi kebajikan

Keempat pertimbangan harus dipenuhi agar sebuah keputusan dianggap etis.


Kesimpulannya, dalam rangka untuk memastikan analisis EDM yang komprehensif,
penilaian motivasi, kebajikan dan sifat karakter yang diharapkan harus ditambahkan pada
pendekatan tradisional sehingga menghasilkan 5 pertanyaan modifikasi atau pendekatan
lainnya yang dimodifikasi. Tujuh langkah menuju sebuah keputusan etis menurut American
Accounting Association (1993) yaitu: (1) Tentukan fakta-apa, siapa, dimana, kapan dan
bagaimana. (2) Menetapkan isu etis. (3) Mengidentifikasi prinsip-prinsip utama, aturan dan
nilai-nilai. (4) Tentukan alternative. (5) Bandingkan nilai-nilai dan alternatif, serta melihat
apakah muncul keputusan yang jelas. (6) Menilai konsekuensi. (7) Membuat keputusan anda

13
CASES
Tylenol Recalls (2010): It’s Still About Reputation

1. Siapa yang sebenarnya harus disalahkan karena ditemukan adanya prosedur yang longgar?
Jawaban:
Pada kasus Tylenol Recalls (2010): It’s Still About Reputation ini, pihak yang
bertanggungjawab atas prosedur yang longgar menurut kelompok kami yakni pihak
manajemen perusahaan dan Food and Drug Administration (FDA). FDA ini merupakan
Badan POM Amerika Serikat yang bertugas dalam kebijakan dibidang pengawasan obat
dan makanan, yang meliputi pengawasan atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika,
prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
Pada kasus ini FDA terbukti lengah dalam mendeteksi kandungan yang terdapat dalam
kapsul obat Extra Strength Tylenol, sehingga kelalaian ini menyebabkan terjadinya
kematian pada konsumen yang mengkomsumsi obat tersebut. Pihak lain yang juga
bertanggungjawab yakni pihak lab di McNeil (anak perusahaan J&J) yang melakukan
prosedur produksi tidak sesuai aturan Current Good Manufacturing Processes (cGMP).
2. Bagaimana seharusnya situasi ini diperbaiki?
Jawaban:
Situasi seperti ini dapat diperbaiki dan diatasi dengan cara menjalankan seluruh prosedur-
prosedur produksi dan juga dsitribusi obat-obat yang sesuai dengan peraturan cGMP. Dan
juga selain itu adalah lembaga FDA harus melakukan revisi dari prosedur pengawasan
dengan lebih memperketat proses pengawasan dan juga memastikan agar manajemen dari
perusahaan harus melaksanakan semua prosedur-prosedur produksi dan juga distribusi
dengan baik dan tepat.
3. Bagaimana FDA dapat menyelesaikan kasus ini?
Jawaban:
Kasus ini dapat diselesaikan dengan cara ketika FDA membantu memperbaiki kondisi
dengan mengirim surat peringatan pada tanggal 15 Januari 2010. Dimana FDA juga telah
merilis sebuah laporan investigasi yang berisi beberapa jenis pelanggarandan menemukan
beberapa temuan kegagalan McNeil untuk memenuhi standar sendiri serta mendesak
McNeil menyelidiki tentang produk dari pabrik yang memiliki bau apak dan berjamur.
Semua hal tersebut dilakuakan FDA untuk memastikan bahwa perusahaan memproduksi
dan mendistribusikan obat yang aman bagi konsumen sesuai dengan Proses saat ini Good
Manufacturing (cGMP). Kemudia pada tanggal 21 Juli 2010 FDA mengeluarkan sebuah

14
laporan investigasi yang menyatakan Johnson & Johnson telah mengabaikan peraturan
untuk kualitas manufaktur dan FDA mengeluarkan peraturan baru untuk memperbaiki
pengemasan yang untuk mencegah kembalinya masalah seperti ini.
4. JOHNSON & JOHNSON berada dalam berita positif karena mengingat mereka
sebelumnya tercemar Tylenol dan telah melakukan penarikan atas obat tersebut. Mengapa
J&J berperilaku berbeda, hampir 30 tahun kemudian?
Jawaban:
1) McNeil Consumer Product Company merupakan bagian dari anak perusahaan
Johnson & Johnson, maka Johnson & Johnson juga bertanggungjawab atas kasus ini.
Hal ini dapat dilihat dari etika bisnis yang mana perusahaan ini mementingkan
kepentingan publik dibandingkan reputasi yang dimiliki dengan mencerminkan
perilaku mencegah pihak lain yang mengalami kerugian sehingga dipandang sebagai
perilaku yang etis atau dengan kata lain perusahaan yang menarik kembali produknya
yang cacat atas produksi dan dapat membahayakan keselamatan konsumen diartikan
bahwa tindakan yang dilakukan perusahaan dipandang sebagai perilaku etis dan
bermoral.
2) Orang Johnson & Johnson berperilaku berbeda, hampir 30 tahun kemudian
dikarenakan Johnson & Johnsontelah merubah segala prosedur produksi yang
menyimpang, dan membangun opini publik yang baik dengan meningkatkan
monitoring dalam proses produksi. Hal ini dilakukan karena Johnson &
Johnsonselaku perusahaan induk, memiliki rasa tanggungjawab sosial yang tinggi
untuk keselamatan konsumen.
5. Bagaimana total biaya perkiraan dalam kasus ini?
Jawaban:
Menurut kami estimasi kerugian yang dialami Johnson & Johnson akibat masalah ini
adalah saham Johnson & Johnson turun 2,5 persen menjadi $ 57,12 dan estimasi biaya
yang dikeluarkan oleh Johnson dan Johnsondapat dilihat dari estimasi biaya penarikan
(recall) atas produk yang telah dipasarkan dan pabrik Fort Washington yang bernilai
sekitar $600 juta pada tahun 2010.Selain itu Johnson & Johnson juga mengeluarkan biaya
perubahan kemasan dengan kemasan baru menyerap biaya tambahan sebesar $ 2,4 sen
per botol karena lebih canggih dan tidak bisa dibuka paksa (tamper proof) dan terdapat
juga biaya kampanye penarikan stok lama termasuk biaya diskon untuk para dealer pun
sekitar $40 juta.

15
ARTICLE REVIEW

Title : Convergence in International Business Ethics? A Comparative Study of


Ethical Philosophies, Thinking Style, and Ethical Decision-Making Between
US and Korean Managers
Published in : J Bus Ethic, 2017
Author : Yongsun Paik, Jong Min Lee, dan Yong Suhk Pak

1. Area of Interest
Penelitian ini ingin memeriksa penyelidikan yang kritis namun belum dieksplorasi ini
dengan melakukan perbandingan lintas-budaya, dan lintas temporal dari pengambilan
keputusan etis antara manajer Korea Selatan (selanjutnya Korea) dan manajer AS.
Selanjutnya, penelitian ini ingin menguji hubungan antara gaya berpikir dan pengambilan
keputusan etis antara manajer Korea dan manajer AS.

2. Phenomenon
Etika bisnis tidak bersifat universal maupun statis. Ini terkait erat dengan dua
parameter: waktu dan budaya. Nilai dan prinsip etika berubah seiring waktu. Apa yang
diterima sebagai etis kemarin mungkin tidak dianggap sebagai etis hari ini, dan apa yang
dianggap etis hari ini mungkin tidak dianggap etis besok. Etika bisnis juga sangat bervariasi
antar budaya. Setiap budaya memiliki adat istiadat sendiri tentang apa yang merupakan
perilaku etis dan tidak etis. Oleh karena itu, etika bisnis melibatkan apa yang dianggap etis
atau tidak pada waktu tertentu dalam lingkungan budaya tertentu.

3. Theoritical Foundation
1) Teori Posisi Etika
Teori ini mengidentifikasi empat filosofi moral atau posisi etis yang berbeda: (1)
situasionisme (idealisme tinggi / relativisme tinggi), (2) subjektivisme (idealisme
rendah / relativisme tinggi), (3) absolutisme (idealisme tinggi / relativisme rendah),
dan (4) exceptionism (idealisme rendah / relativisme rendah), yang masing-masing
berisi sikap moral yang aneh.
2) Menghubungkan Filosofi Etis dengan Perilaku Manajemen
Memahami filosofi etika yang dipegang oleh manajer sangat penting untuk
memahami perilaku etis mereka. Mereka mengidentifikasi lima kategori masalah
etika: (1) paksaan dan kontrol, (2) konflik kepentingan, (3) lingkungan fisik, (4)

16
paternalisme dan (5) integritas pribadi. Tiga teori etika inti untuk menjelaskan
kemungkinan tanggapan terhadap setiap dilema: (1) teori hak yang menekankan hak
individu yang tidak terbantahkan, (2) teori keadilan yang mempertimbangkan efek
distribusi dari tindakan, perilaku, atau kebijakan, dan (3) tindakan atau aturan teori
utilitarian yang mengusulkan bahwa individu mengevaluasi perilaku dalam hal
dampak sosialnya (Cavanagh et al. 1981).
3) Teori Kontrak Sosial
Sebuah teori kontrak sosial etika bisnis yang dikembangkan, bahwa definisi sosial
perilaku etis dapat berasal dari dua jenis norma etika yang berbeda, yaitu 'hypernorms'
dan 'norma komunitas.' Hypernorms mengacu pada prinsip-prinsip dasar eksistensi
manusia yang beroperasi melintasi konteks budaya dan berfungsi sebagai kerangka
kerja konseptual kunci untuk menyelesaikan masalah etika dalam konteks global dan
sebagai pedoman dalam mengevaluasi norma-norma moral tingkat rendah. Oleh
karena itu, hypernorms dibuat oleh ‘kontrak makrososial’ dan mewakili keberadaan
konvergensi kepercayaan agama, budaya dan filosofis di sekitar prinsip-prinsip inti
tertentu dari relevansi global. Sedangkan, norma komunitas secara inheren mengakui
pengaruh waktu. Norma komunitas tidak statis tetapi berkembang seiring waktu.
Kontrak mikro-sosial umumnya akan melibatkan lebih banyak norma ketika
komunitas dan budaya berkembang dari waktu ke waktu.

4. Data and Method


Sampel terdiri dari 270 manajer dan profesional bisnis dari 16 perusahaan Korea yang
berbeda dari berbagai ukuran di berbagai industri termasuk manufaktur, layanan keuangan,
telekomunikasi, layanan publik dan layanan profesional. Usia rata-rata responden adalah
37,87 tahun (SD = 7,96), dan sampel terdiri dari 234 laki-laki (86,7%) dan 36 perempuan
(13,3%). Responden semuanya adalah warga negara Korea: 89% telah memperoleh
setidaknya gelar sarjana dan 26% telah mendapatkan setidaknya gelar sarjana. Jenis dan
sumber data penelitian ini adalah data sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan cara survey,
di mana peneliti menyebarkan kuesioner yang dirancang dengan hati-hati didistribusikan
kepada 400 manajer yang bekerja penuh yang terdaftar di tiga program MBA perusahaan di
sekolah bisnis besar di Seoul, Korea. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan uji
Tukey’s honestly significant difference (HSD) untuk membandingkan perbedaan gaya
berpikir seimbang, linier, dan nonlinier di seluruh skor rata-rata keputusan etik sketsa.

17
5. Findings
Tanggapan manajer Korea terhadap lima dilema etis, bersama dengan hasil dari
Fritzsche et al. (1995) yang melakukan survei yang sama dengan 83 manajer. Untuk masalah
‘kontrol dan paksaan’, 20% responden menggunakan aturan utilitarianisme. Untuk masalah
“lingkungan fisik”, kami juga menemukan peningkatan besar manajer Korea menggunakan
filosofi utilitarian aturan, meskipun hampir setengah dari responden masih menggunakan
utilitarianisme tindakan untuk membuat keputusan etis terkait lingkungan. Masalah
“paternalism”, manajer Korea tidak menunjukkan banyak perubahan dalam penggunaan
utilitarianisme aturan mereka. Akhirnya, untuk masalah “integritas pribadi”, manajer Korea
mengungkapkan preferensi yang signifikan untuk teori hak, dibandingkan dengan dua dekade
terakhir, meskipun banyak dari mereka masih menggunakan utilitarianisme tindakan untuk
masalah ini. Singkatnya, meskipun tingkat perubahan dalam respons terhadap dilema etis
yang berbeda bervariasi, kami menemukan tren yang berkembang dari manajer Korea yang
menggunakan lebih banyak filosofi utilitarian aturan di semua dilema etis kecuali untuk
masalah “paternalism”. Oleh karena itu, secara keseluruhan, hasilnya memberikan dukungan
untuk Hipotesis 1.
Hipotesis 2, manajer dengan gaya berpikir seimbang akan menunjukkan
kecenderungan yang lebih rendah untuk melakukan perilaku tidak etis daripada manajer
dengan gaya berpikir linier atau nonlinear. Tabel 4 menyajikan hasil dari tes Tukey’s honestly
significant difference (HSD) di antara tanggapan rata-rata dari tiga keputusan etis kelompok
pemikiran yang berbeda untuk masing-masing sketsa. Secara keseluruhan, analisis tidak
mengungkapkan perbedaan yang signifikan di antara berbagai jenis pemikir di semua lima
sketsa. Meskipun ANOVA dan post hoct test telah mengungkapkan bahwa manajer dengan
cara berpikir yang lebih seimbang memiliki niat perilaku yang sedikit lebih etis dalam sketsa
2 (p<0,10), kami tidak menemukan perbedaan rata-rata yang signifikan secara statistik pada
sketsa lainnya. Oleh karena itu, Hipotesis 2 ditolak.

6. Futher Researches
Penelitian masa depan adalah untuk mengidentifikasi mekanisme yang mendasari
hubungan antara gaya berpikir dan filosofi etika. Sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu
mengungkap hubungan antara gaya berpikir dan filosofi etika yang berguna untuk
meningkatkan pemahaman kita tentang dasar kognitif etika bisnis. Selain itu mengingat sifat
dunia bisnis yang semakin mengglobal, mengidentifikasi batas-batas konvergensi dalam etika
manajerial merupakan subjek penting dari penelitian masa depan

18
ARTICLE REVIEW

Title : Pengaruh Persepsi Peran Etika dan Tanggungjawab Sosial, Sifat


Machiavellian, dan Preferensi Risiko terhadap Pengambilan Keputusan Etis
(Studi pada Konsultan Pajak di Kota Malang)
Published in : Jurnal Perpajakan (JEJAK), 10(1), 2016, 1-10
Author : Tirta Hadi Kusuma, Hamidah Nayati Utami, dan Ika Ruhana

1. Area Of Interest
Motivasi penelitian ini untuk mengetahui pengaruh persepsi peran etika dan tanggung
jawab sosial, sifat machiavellian, dan preferensi risiko secara bersama-sama maupun parsial
terhadap pengambilan keputusan etis.

2. Phenomenon
Pajak merupakan sektor yang mempunyai peran vital dalam penerimaan negara.
Prosentase penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
setiap tahunnya selalu meningkat. Kasus tindak pidana pernah melibatkan konsultan pajak
pada beberapa tahun terakhir, seperti kasus penyuapan dan penggelapan uang pajak oleh
oknum konsultan pajak. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa konsultan pajak masih ada
yang berlaku tidak sesuai etika dalam menjalankan profesinya. Image profesi konsultan
pajak bahkan diperburuk dengan orang-orang yang bukan berasal dari konsultan pajak resmi
(terdaftar), tetapi berprofesi sebagai konsultan pajak atau biasa disebut sebagai konsultan
pajak liar. Jumlah konsultan pajak liar sampai saat ini tidak dapat dipastikan, tetapi dari
beberapa sumber menyebutkan bahwa jumlah konsultan pajak liar lebih besar daripada
jumlah konsultan pajak resmi.

3. Theoritical Foundation
Beberapa faktor perilaku mempengaruhi proses pengambilan keputusan diantaranya
terdapat empat faktor perilaku yaitu nilai-nilai, kepribadian, kecenderungan untuk
mengambil risiko, dan disonansi. Masing-masing faktor tersebut telah terbukti berpengaruh
dalam proses pengambilan keputusan. Faktor-faktor perilaku konsultan pajak diantaranya
yaitu persepi peran etika dan tanggungjawab sosial, sifat machiavellian, dan preferensi risiko.

19
4. Data and Method
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatori (explanatory research)
dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan pada konsultan pajak yang terdaftar di
IKPI cabang Malang dengan menggunakan teknik sampel jenuh. Pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner. Sampel yang digunakan sejumlah 34 responden atau dengan
tingkat pengembalian sebesar 87,2%. Analisis data secara deskriptif dan regresi linier
berganda. Pengujian Hipotesis dilakukan dengan uji F dan uji t.

5. Findings
Hasil penelitian menunjukkan Persepsi Peran Etika dan Tanggung Jawab Sosial,
Sifat Machiavellian, dan Preferensi Risiko secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap Pengambilan Keputusan Etis. Persepsi Peran Etika dan Tanggung Jawab Sosial
secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengambilan Keputusan Etis.
Sifat Machiavellian secara parsial berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
Pengambilan Keputusan Etis. Preferensi Risiko secara parsial berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap Pengambilan Keputusan Etis. Hasil Pengujian koefisien determinasi
menunjukkan bahwa Persepsi Peran Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian,
dan Preferensi Risiko secara bersama-sama memberikan pengaruh sebanyak 56,5% terhadap
Pengambilan Keputusan Etis.

6. Conclusions
Mayoritas responden menyatakan setuju dengan Persepsi Peran Etika dan Tanggung
Jawab Sosial, mayoritas responden menyatakan tidak setuju dengan Sifat Machiavellian,
mayoritas responden menyatakan tidak setuju dengan Preferensi Risiko, dan mayoritas
responden menyatakan setuju dengan Pengambilan Keputusan Etis. Persepsi Peran Etika dan
Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, dan Preferensi Risiko secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap Pengambilan Keputusan Etis. Persepsi Peran Etika dan
Tanggung Jawab Sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengambilan Keputusan
Etis, Sifat Machiavellian berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Pengambilan
Keputusan Etis serta Preferensi Risiko berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
Pengambilan Keputusan Etis.

7. Further Researches
Sampel penelitian bisa lebih diperluas lagi, seperti pada lingkup daerah atau provinsi
dan lingkup nasional dengan memanfaatkan dukungan teknologi seperti penggunaan

20
kuesioner elektronik, sehingga diperoleh hasil validitas yang lebih tinggi dan dapat
digeneralisasi pada populasi yang lebih luas. Penelitian selanjutnya bisa dilakukan pada
konsultan pajak yang menjadi anggota asosiasi konsultan pajak lain, karena berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang
Konsultan Pajak, dimungkinkan terbentuknya lebih dari satu asosiasi konsultan pajak selain
IKPI. Penelitian selanjutnya bisa menghilangkan kata etis pada variabel pengambilan
keputusan etis, karena kata etis memberikan nilai positif pada veriabel tersebut sehingga ada
kecenderungan faktor-faktor positif yang akan lebih berpengaruh pada model persamaan
dalam penelitian. Berbeda jika variabel pengambilan keputusan tanpa ada tambahan kata etis,
variabel tersebut akan bernilai netral, tergantung pada persepsi dari responden penelitian
apakah keputusan tersebut dipandang sebagai keputusan yang positif atau negatif, sehingga
diperoleh hasil penelitian yang lebih bervariatif. Pengambilan keputusan memiliki posisi
sebagai variabel dependen sehingga dapat menentukan arah dari variabel-variabel
independen.

21

Anda mungkin juga menyukai