Anda di halaman 1dari 7

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

Ethical Behavior – Philosophers Contributions dan Practical Ethical Decision Making

“Ethics Expectation”

OLEH

Kelompok 6
Ida Bagus Agung Haridharma Purba (1881611008 / 08)
Dewa Ayu Eny Wulandari (1881611013 / 13)
Made Opyandari Dharsini Kori (1881611014 / 14)
Pande Putu Ditha Purnamasari (1881611025 / 24)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
.
ETHICAL BEHAVIOR – PHILOSOPHERS CONTRIBUTIONS
KODE ETIK DAN MORAL
Ditinjau dari pandangan filsafat, etika didefinisikan sebagai pola umum atau jalan hidup;
satu set aturan perilaku atau kode moral; dan pertanyaan tentang cara hidup dan aturan perilaku.
Moralitas dan kode moral memiliki empat karakteristik yaitu sebagai berikut.
1. Keyakinan tentang sifat manusia;
2. Keyakinan tentang cita-cita, tentang apa yang baik atau diinginkan atau layak untuk
dicapai agar menjadi miliknya sendiri;
3. Aturan meletakkan apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak
dilakukan;
4. Motif yang memberikan pilihan jalan yang benar atau salah.
ETIKA DAN BISNIS
Archie Carroll menyatakan bahwa kita dapat berbicara tentang etika bisnis hanya jika
bisnis itu dinilai layak. Keuntungan adalah konsekuensi melakukan bisnis dengan baik, tetapi
dalam melakukan bisnis kita juga harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku. Misalnya,
mengimpor kokain mungkin saja menguntungkan, tapi itu tindakan illegal. Menurut Carroll,
bisnis harus bersikap etis dan bertanggung jawab secara sosial. Bisnis yang beroperasi di dalam
masyarakat dan harus mematuhi norma masyarakat dan harus memberikan kontribusi terhadap
kemajuan masyarakat. Individu tetap harus bersikap etis karena hal tersebut termuat dalam
keyakinan, melibatkan hubungan dengan orang lain, dan melibatkan persepsi tentang diri kita
sendiri.
KEPENTINGAN PRIBADI DAN EKONOMI
Thomas Hobbes (1588-1679) berpendapat bahwa kepentingan pribadi memotivasi orang
untuk membentuk masyarakat yang damai. Hobbes mengamati bahwa orang memiliki banyak
keinginan karena dorongan atas kepentingan jangka pendek. Adam Smith (1723-1790)
berpendapat bahwa kepentingan pribadi mengarah untuk kerjasama ekonomi. Pembeli ingin
mendapatkan kepuasan yang paling relatif atau utilitas, penjual ingin mendapatkan keuntungan
maksimal dari transaksi di pasar. Pembeli dan penjual bernegosiasi mencapai harga ekuilibrium.
Smith dipandang sebagai pendukung kapitalisme karena menganjurkan campur tangan
pemerintah seminimal mungkin di pasar. Karakteristik utama ekonomi model Smith yaitu bisnis
adalah kegiatan kerjasama sosial. Perusahaan menyediakan barang dan layanan yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Penjual dan pembeli mencapai tujuan bersama dengan memuaskan kebutuhan
mereka dengan harga yang disepakati bersama.
ETIKA, BISNIS & HUKUM
Schwartz dan Carroll berpendapat bahwa bisnis, etika, dan hukum dapat dilihat sebagai
tiga perpotongan lingkaran dalam diagram Venn. Ada banyak hal yang tumpang tindih antara
hukum, etika, dan bisnis. Terdapat peraturan bahwa perusahaan harus mengikuti undang-undang
yang disahkan oleh pemerintah, badan pengatur, asosiasi profesional, dan sejenisnya. Hukum dan
etika adalah satu ketika menyangkut masalah bisnis. Etika harus memandu perilaku yang tidak
diatur oleh hukum.
TEORI YANG BERGUNA DALAM PENYELESAIAN DILEMA ETIKA
Teleologi: Utilitarianisme & Konsekuensialisme
Teori teleologis mempelajari perilaku etis dalam hal hasil atau konsekuensi etis keputusan,
mengevaluasi keputusan sebagai baik atau buruk dan dapat diterima atau tidak dapat diterima
berdasarkan konsekuensi keputusan. Etika pengambil keputusan ditentukan berdasarkan nilai
tindakan atau konsekuensinya. Jika keputusan membawa hasil positif, maka keputusan tersebut
dikatakan etis. Teleologi mencakup paham utilitarianisme. Dalam Utilitarianisme, jika keputusan
membuat orang banyak senang, maka keputusan tersebut dikatakan etis, sedangkan jika
membuat orang sakit atau tidak senang maka keputusan dikatakan tidak etis.
Terdapat dua jenis utilitarianisme yaitu act utilitarianism dan rule utilitarianism. Act
utilitarianism disebut juga consequentialism menyatakan bahwa tindakan dikatakan etis bila
menghasilkan keseimbangan antara baik dan buruk. Sedangkan rule utilitarianism menyatakan
bahwa kita memang harus mengikuti aturan yang kiranya akan menghasilkan konsekuensi baik
dan buruk yang lebih seimbang, dan menghindari aturan yang kiranya menghasilkan baik dan
buruk yang tidak seimbang.
Etika Deontologis
Deontologi mengevaluasi etika perilaku dengan didasarkan pada motivasi pengambil
keputusan. Setiap tindakan etis yang dilakukan seorang individu harus sesuai dengan hukum
etika. Ini berarti bahwa semua keputusan dan perilaku etis dapat terjadi dijelaskan dalam hal
hukum yang harus dipatuhi. Tindakan secara etis dikatakan benar jika dan hanya jika aksinya
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
.
Prinsip Keadilan dan Fairness
Filsuf Inggris David Hume (1711-1776) berpendapat bahwa kebutuhan akan keadilan
terjadi karena dua alasan yaitu orang tidak selalu dermawan, dan ada sumber daya yang langka.
Hume percaya bahwa masyarakat terbentuk melalui kepentingan pribadi. Karena kita tidak bisa
hidup sendiri, kita perlu bekerja sama dengan orang lain untuk kelangsungan hidup dan
kemakmuran bersama kita.
Keadilan Prosedural dan Keadilan Distributif
Keadilan prosedural menyangkut bagaimana keadilan dijalankan. Kunci sistem hukum
yang adil adalah prosedurnya adil dan transparan. Ini berarti setiap orang diperlakukan sama di
depan hukum dan peraturan itu tidak memihak. Preferensi tidak diberikan kepada satu orang
berdasarkan karakteristik fisik (etnisitas, jenis kelamin, tinggi badan, atau warna rambut) atau
status sosial atau ekonomi (hukum berlaku di Indonesia) cara yang sama untuk orang kaya dan
orang miskin). Dalam bisnis, keadilan prosedural biasanya bukan merupakan masalah penting.
Sebagian besar organisasi memiliki standar operasional prosedur yang jelas dipahami oleh semua
karyawan.
Dalam keadilan distributif, ada tiga kriteria utama untuk menentukan distribusi yang adil
yaitu kebutuhan, persamaan aritmatika, dan prestasi.
Etika Kebajikan
Etika kebajikan merupakan inspirasi dari filsuf Yunani Aristoteles (384-322 SM). Etika
kebajikan lebih berfokus pada karakter moral pengambil keputusan daripada konsekuensi
tindakan (utilitarianisme) atau motivasi pengambil keputusan (deontology). Etika kebajikan
mengadopsi pendekatan yang lebih holistik untuk memahami perilaku etis manusia. Keuntungan
etika kebajikan adalah memandang secara lebih luas, dan menyadari bahwa pengambil keputusan
memiliki berbagai sifat dan karakter.
MORAL IMAGINATION
Mahasiswa bisnis dilatih untuk menjadi manajer bisnis, dan manajer bisnis diharapkan bisa
membuat keputusan yang sulit. Manajer harus kreatif dan inovatif dalam mencari solusi untuk
memecahkan masalah bisnis praktis termasuk juga masalah etika. Manajer harus menggunakan
imajinasi moral mereka untuk menentukan win-win solution. Artinya, keputusannya baik bagi
individu, baik bagi perusahaan, dan baik bagi masyarakat.
PRAKTIK ETIKA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A. MOTIVASI PENGEMBANGAN UNTUK PEMBELAJARAN ETIKA
Pengadilan pendapat umum juga telah secara kejam berdampak pada perusahaan dan
individu yang telah bertindak tidak etis. Kehilangan reputasi akibat tindakan tidak etis atau ilegal
telah menyebabkan penurunan pendapatan dan keuntungan, merusak harga saham, dan akhir
karir bagi banyak eksekutif meskipun tindakan tersebut belum diinvestigasi secara penuh dan
tanggung jawab bagi mereka belum sepenuhnya terbukti.
B. KERANGKA EDM (ETHICAL DECISION MAKING)
Kerangka kerja EDM menilai etis atau tidaknya suatu keputusan atau tindakan dengan
menguji: (1) Konsekuensi atau kemunculan keuntungan atau biaya bersih, (2) Hak dan
kewajiban yang terpengaruh, (3) Keadilan yang ada, (4) Motivasi atau kebajikan yang
diharapkan. Tiga pertimbangan pertama dari empat pertimbangan diatas, yaitu
konsekuensialisme, deontologi dan keadilan, diuji dengan menitikberatkan pada dampak suatu
keputusan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan lain yang terpengaruh, yang
dikenal dengan analisis dampak pemangku kepentingan. Pertimbangan keempat, motivasi
pengambil keputusan, adalah pendekatan yang dikenal dengan etika kebajikan. Keempat
pertimbangan harus sungguh-sungguh diuji dan nilai etika yang sesuai harus diterapkan dalam
keputusan dan implementasinya jika suatu keputusan atau tindakan dapat dipertahankan secara
etis.
C. PENDEKATAN FILOSOFI
1. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi
Pelaku Konsekuensialisme sungguh-sungguh dalam memaksimalkan manfaat yang
dihasilkan oleh keputusan. Utilitarianisme klasik berkaitan dengan utilitas keseluruhan,
mencakup keseluruhan varian, dan karenanya hal ini hanyalah sebagian manfaat dalam
pengambilan keputusan etis dalam konteks bisnis, profesional dan organisasi.
Konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari tindakan, maka
disebut juga Teleological.
2. Deontologi
Deontologi berfokus pada kewajiban dan tanggung jawab yang memotivasi suatu
keputusan atau tindakan dan bukan pada konsekuensi dari tindakan. Tindakan yang
didasarkan pada pertimbangan kewajiban, hak, dan keadilan sangat penting bagi
professional, direktur, dan eksekutif yang diharapkan memenuhi kewajibannya.
3. Virtue Ethics
Konsekuensialisme menekankan pada konsekuensi dari tindakan dan deontology
menekankan pada tanggung jawab, hak dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk
membenarkan kebiasaan moral, etika kebajikan berkaitan dengan aspek motivasi dari
karakter moral yang ditunjukkan oleh pengambil keputusan.
D. SNIFF TES DAN HEURISTIK UMUM
Tes-tes cepat yang sering disebut sebagai tes sniff. Jika salah satu tes cepat adalah
negatif, karyawan diminta untuk mencari seorang petugas etika untuk konsultasi, atau melakukan
analisis full-blown dari tindakan yang diusulkan. Analisis ini harus dipertahankan, dan mungkin
ditinjau oleh petugas etika. Banyak eksekutif telah mengembangkan aturan praktis mereka
sendiri untuk memutuskan apakah suatu tindakan etis atau tidak.
E. ANALISIS DAMPAK STAKEHOLDER
Pandangan tradisional ini sekarang berubah dalam dua jalan. Pertama, asumsi bahwa
semua pemegang saham ingin memaksimalkan hanya keuntungan jangka pendek menunjukkan
fokus yang terlalu sempit. Kedua, hak dan tuntutan kelompok-kelompok non-pemegang saham,
seperti pekerja, konsumen/klien, supplier, pemerhati lingkungan, dan pemerintah yang
mempunyai kepentingan dalam keluaran keputusan, atau didalam perusahaan itu sendiri,
statusnya diakui dalam pengambilan keputusan perusahaan.
F. PENDEKATAN PEMBUATAN KEPUTUSAN TRADISIONAL YANG
DIMODIFIKASI
Memilih pendekatan yang paling berguna tergantung pada apakah dampak keputusan pendek
daripada jangka panjang, melibatkan eksternalitas dan/atau probabilitas, atau mengambil tempat
dalam pengaturan perusahaan. Pendekatan dapat digabung disesuaikan untuk mengatasi situasi
tertentu.
G. MENGINTEGRASIKAN PENDEKATAN DAMPAK ANALISIS FILOSOFI DAN
STAKEHOLDER
Pendekatan-konsekuensialisme filosofis, deontologi, dan kebajikan etika yang
dikembangkan pada awal bab mendasari, dan harus disimpan dalam pikiran untuk
menginformasikan dan memperkaya, analisis bila menggunakan pendekatan tiga pemangku
kepentingan dampak. Pada gilirannya, dampak pemangku kepentingan analisis pendekatan yang
digunakan harus memberikan pemahaman tentang fakta, hak, kewajiban, dan keadilan yang
terlibat dalam keputusan atau tindakan yang aseential ke analisis etis yang tepat dari motivasi,
vitues, dan karakter yang diharapkan.
H. ISU EDM (ETHICAL DECISION MAKING) LAINNYA
1. Pengembangan Tindakan Lebih Etis
Perbaikan yang berulang adalah salah satu keuntungan menggunakan kerangka yang
diusulkan EDM. Menggunakan set pendekatan filosofis, 5 pendekatan pertanyaan,
standard moral, pastin, atau pendekatan yang umum memungkinkan aspek etis dari
keputusan untuk diidentifikasi, dan kemudian dimodifikasi untuk meningkatkan
interatively dampak keseluruhan dari keputusan.
2. Kebiasan yang Keliru Pada Para Pembuat Keputusan :
Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan kepentingan pemegang saham, Berfokus
pada keuntungan jangka pendek dan pemegang saham, Berfokus hanya pada legalitas,
Keadilan yang terbatas , Pembatasan hak yang teliti, Konflik kepentingan, Keterkaitan
pemangku kepentingan, Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok stakeholder,
Kegagalan memberi peringkat pada kepentingan stakeholder, Meninggalkan kebaikan,
kejujuran dan hak, Kegagalan mempertimbangkan motivasi untuk sebuah keputusan, dan
Kegagalan untuk memperhitungkan kebajikan yang seharusnya ditunjukkan
3. Langkah-langkah untuk mengambil Keputusan yang Beretika
a. Mengidentifikasi fakta dan seluruh kelompok pemangku kepentingan serta
kepentingannya yang terpengaruh
b. Merangking pemangku kepentingan dan kepentingannya, mengidentifikasi yang
terpenting dan memberikan bobot terhadapnya lebih dari isu yang lain dalam
analisis
c. Menilai dampak tindakan yang ditawarkan pada masing-masing kepentingan
kelompok pemangku kepentingan dengan memperhatikan keberadaan mereka,
perlakuan adil, dan hak lainnya

DAFTAR REFERENSI

Brooks,Leonard.J & Dunn, Paul. 2014. Business & Professional Ethics,For Directors,Executive &
Accountans. Toronto,Canada: Nelson Education Ltd.

Anda mungkin juga menyukai