Types and Abundance of Lobster Larvae (Panulirus Spp.) Based on Water Depth
in Ranooha Raya Village Waters, Moramo Sub-District, South Konawe Regency
Abstrak
Benih lobster merupakan stadia post larva yang bentuknya sudah menyerupai lobster dewasa namun belum memiliki
pigmen dan rangka luar yang keras kemudian bersifat planktonis dan melayang-layang dalam air. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kelimpahan benih lobster (Panulirus spp.), hubungan kelimpahan benih lobster dengan kedalaman
serta parameter kualitas perairan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari-September 2019, bertempat di
Perairan Desa Ranooha Raya, Kabupaten Konawe Selatan. Pengambilan data dilakukan pada 3 titik stasiun pengamatan
dengan menggunakan metode deskriptif eksploratif dan analisis data menggunakan analisis korelasi. Kelimpahan benih
lobster (Panulirus spp.) diperoleh dengan menggunakan alat tangkap pocong (shelter) sedangkan pengambilan data
kualitas perairan dilakukan secara in situ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan benih lobster tertinggi yaitu
pada stasiun II (kedalaman 4 meter) berjumlah 221 individu dan kelimpahan terendah pada stasiun I (kedalaman 6 meter)
berjumlah 155 individu. Jenis benih lobster yang ditemukan yaitu jenis benih lobster mutiara (Panulirus ornatus) dan
jenis benih lobster pasir (Panulirus homarus). Persentase kelimpahan relatif tertinggi yaitu jenis benih lobster mutiara
sebesar 75% dan persentase kelimpahan relatif terendah jenis benih lobster pasir sebesar 55,56%. Hasil analisis korelasi
hubungan kelimpahan benih lobster berdasarkan kedalaman diperoleh nilai hubungan yang kuat. Parameter kualitas
perairan masih mendukung untuk kehidupan benih lobster seperti arus, suhu, kedalaman, kecerahan, pH, salinitas dan DO
(Dissolve Oxygen). Parameter kecepatan arus merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberadaan benih lobster
(Panulirus spp.) di perairan.
Kata Kunci: Benih Lobster (Panulirus spp.), Kelimpahan, Kedalaman Perairan, Parameter Perairan.
Abstract
Lobster larvae is a post larval stage that looks like an adult lobster but do not have yet pigment and hard outer skeleton
which is planktonic and floating in water. The purpose of this study was to determine the abundance of lobster larvae
(Panulirus spp.), the relationship of lobster larvae abundance with depth and water quality parameters. Data was
collected in February-September 2019 which located in the waters of Ranooha Raya Village, South Konawe. Sampling
data was done in three stasions which used descriptive exploratory methods and data analysis used correlation analysis.
The abundance of lobster larvae (Panulirus spp.) was obtained using pocong fishing gear (shelter), while waters quality
parameters was carried out with in situ. The results showed that the highest abundance of lobster larvae was found at
station II (with depth in 4 meters) totally 221 individues and the lowest abundance was found at station I (with depth in 6
meters) totally 155 individues. The types of lobster larvae that found are pearl lobster larvae (Panulirus ornatus) and sand
lobster larvae (Panulirus homarus). The highest relative abundance percentage is pearl lobster larvae that is 75% and the
lowest relative abundance percentage is sand lobster larvae that is 55.56% . The results of correlation analysis of lobster
larvae abundance based on depth obtained a strong relationship value. Waters quality parameters still supported the life
of lobster larvae such as current, temperature, depth, brightness, pH, salinity and DO (Dissolve Oxygen). Current speed
parameter is a factor that greatly influences the presence of lobster Larvae (Panulirus spp.) in the waters.
Keywords: Lobster Seeds (Panulirus spp.), Abundance, Water Depth, Water Quality Parameters.
Pendahuluan
Lobster laut merupakan jenis hewan memiliki dua habitat dalam fase hidupnya, yaitu
invertebrata yang memiliki kulit yang keras dan pantai dan lautan. Lobster akan memijah di
tergolong dalam kelompok arthropoda. Lobster dasar perairan laut yang berpasir dan berbatu.
dewasa dapat ditemukan pada hamparan pasir Telur yang dibuahi akan menetas menjadi larva
yang terdapat spot-spot karang dengan yang bersifat planktonis, melayang-layang
kedalaman antara 5-100 meter, yakni lobster dalam air (Saputra, 2009).
http://ojs.uho.ac.id/index.php/jsl
Sapa Laut Mei 2020. Vol.5(2): 163-172
kedalaman 1-2 meter, 2-3 meter dan 4-6 meter X = Variabel yang diukur
dengan panjang alat tangkap 50 meter. N = Jumlah total sampel
Lobster yang telah bertelur menetas Y = Variabel yang diukur
menjadi benih akan terbawa arus dan Hasil yang diperoleh disesuaikan
menempel di alat tangkap tersebut. Alat dengan pedoman interpretasi terhadap
tangkap pocong yang di pasang didiamkan koefisien korelasi menurut Sugiyono (2007)
atau direndam selama 10 hari sampai berlumut, disajikan pada Tabel 2.
kemudian selang 10 hari tersebut alat tangkap
pocong sudah mulai dicek dengan cara Tabel 2. Kriteria Koefisien Korelasi
mengangkat rumpon (shelter) dari dalam air Interval Koefisien Tingkat
untuk mengumpulkan benih lobster yang Korelasi Hubungan
menempel di sela-sela alat tangkap tersebut. 0,00 – 0,199 Sangat rendah
Pengambilan sampel benih lobster 0,20 – 0,399 Rendah
dilakukan sebanyak 4 (empat) kali 0,40 – 0,599 Sedang
pengambilan sampel dengan selisih waktu 2 0,60 – 0,799 Kuat
minggu pengambilan sampel pertama dengan 0,80 – 1,00 Sangat kuat
pengambilan sampel berikutnya, dengan cara
mengangkat alat tangkap pocong dari dalam air Hasil dan Pembahasan
kemudian mengumpulkan benih lobster yang Jenis benih lobster yang tertangkap di
menempel di sela-sela alat tangkap lalu Perairan Desa Ranooha Raya yaitu jenis benih
digantungkan kembali. Hasil yang didapatkan lobster mutiara (P. ornatus) dan benih lobster
selanjutnya dipilah dan diidentifikasi pasir (P. homarus), dimana kedua spesies ini
berdasarkan jumlah individu per jenis yang termasuk dua dari enam spesies benih lobster
tertangkap menggunakan buku identifikasi di perairan Indonesia. Hal ini sesuai dengan
WWF Indonesia (2015). Data yang didapatkan pernyataan Capeleman (2015), bahwa terdapat
kemudian diolah dan dianalisis untuk enam jenis lobster di perairan Indonesia, enam
mengetahui hubungan kelimpahan benih jenis lobster tersebut merupakan jenis yang
lobster berdasarkan kedalaman dalam bentuk menghuni perairan tropika, yaitu lobster pasir
tabel dan dikorelasikan. (P. homarus), lobster batu (P. penicillatus),
Pengukuran kualitas perairan dilakukan lobster batik (P. longipes), lobster bambu
secara langsung dan digambarkan secara cokelat (P. polyphagus), lobster bambu hijau
deskriptif yaitu sebanyak 3 kali ulangan pada (P. versicolor) dan lobster mutiara (P.
tiap stasiun pengamatan yang bertujuan untuk ornatus).
mengetahui kondisi perairan habitat benih Kelimpahan benih lobster pada bulan
lobster, sedangkan pengukuran nilai DO Mei (minggu 1-3) relatif rendah dan mulai
(oksigen terlarut) dilakukan dengan cara meningkat pada pertengahan bulan Juni
mengambil sampel air pada tiap stasiun (minggu 4), dimana pada waktu tersebut
penelitian, kemudian dianalisis di dipengaruhi oleh arah angin dan musim
Laboratorium Perikanan dan Ilmu Kelautan. penangkapan benih lobster. Dimana pada bulan
Perhitungan kelimpahan benih lobster 5 (Mei) dipengaruhi oleh musim Utara
dilakukan dengan menggunakan indeks sehingga angin dan arus lebih cenderung
kelimpahan relatif menurut Odum (1971), mengarah ke Pelabuhan Lapuko dan masih
yaitu: tersebar kedesa-desa lain, sedangkan pada
ni
KR = N x 100 % bulan 6 (Juni) terjadi musim angin Timur yang
Keterangan : arah arusnya cenderung mengarah ke Perairan
KR = Kelimpahan Relatif species Desa Ranooha Raya. Hal ini dikarenakan
ni = Jumlah individu spesies ke-i terbentuknya puncak kelimpahan benih lobster
N =Jumlah total individu spesies pada waktu tersebut serta berhubungan erat
Pengolahan analisis hubungan dengan kondisi dan fenomena oseanografi
kelimpahan benih lobster dengan kedalaman yang terjadi di sekitar lokasi penelitian. Hal ini
menggunakan rumus Sugiyono (2007), yaitu: sesuai dengan pernyataan Gonzalez dan
NXY−(X)(Y) Wehrtmann (2011), bahwa parameter
r= oseanografi berhubungan erat dengan kondisi
√NX2 −(X)2 (NY2 −(Y2 )
Keterangan : dan fenomena yang terjadi di sekitar lokasi
R = Koefisien korelasi penelitian benih lobster.
Tabel 3. Hasil Analisis Jenis dan Jumlah Benih Lobster (Panulirus spp.)
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
No. Jenis Species Jumlah
(individu) (individu) (individu)
1. Benih lobster mutiara (P. ornatus) 108 147 118 373
2. Benih lobster pasir (P. homarus) 47 74 65 186
Jumlah 155 221 183 559
Hasil penelitian kelimpahan individu dan akan terbawa oleh gelombang, arus, dan
benih lobster (Panulirus spp.) yang angin.
mendominasi perairan Ranooha Raya yaitu Berdasarkan hasil penelitian persentase
pada stasiun II dengan kedalaman 4 meter kelimpahan relatif jenis benih lobster
yang berjumlah 221 individu yang terdiri atas (Panulirus spp.) tertinggi yaitu jenis benih
jenis benih lobster mutiara berjumlah 147 lobster mutiara (P. ornatus) sebesar 75 %
individu dan jumlah jenis benih lobster pasir dibandingkan jenis benih lobster pasir (P.
74 individu. Hal ini dipengaruhi oleh homarus) yang hanya sebesar 55,56 %. Hal
pergerakan arah arus perairan yang lebih ini dikarenakan benih lobster mutiara lebih
cenderung mengarah ke stasiun II bagian toleran terhadap masing-masing faktor
Timur, karena sifatnya yang masih planktonik kualitas perairan. Selain itu, karakteristik
sehingga pergerakannya dipengaruhi oleh perairan yang relatif dangkal, terlindung, dan
arus. Selain itu, benih lobster lebih menyukai dasar pasir berlumpur dengan tingkat
substrat dasar perairan berpasir untuk kecerahan sedang hingga tinggi dengan arus
melakukan perlindungan dari predator tidak terlalu kuat yang umumnya habitat bagi
maupun melakukan pergantian kulit benih lobster mutiara. Hal ini sesuai dengan
(moulting). Hal ini sesuai dengan pernyataan pernyataan Kemp dan Britz (2008), bahwa P.
Thao (2012), bahwa setiap stadia hidup ornatus umumnya hidup pada habitat perairan
lobster berasosiasi dengan kondisi ekologi yang relatif dangkal, terlindung, dasar
yang spesifik dan memperlihatkan daya berlumpur, dengan tingkat kekeruhan sedang
adaptasi yang nyata dari lobster. Larva hingga tinggi.
phyllosoma mengapung pada permukaan air
Persentase kelimpahan relatif jenis benih dapat berenang bebas dan berpindah ke daerah
lobster (Panulirus spp.) berdasarkan periode dimana terdapat makanan dan dapat terhindar
pengamatan mempunyai nilai yang bervariasi dari predator.
dengan kisaran masing-masing antara periode Berdasarkan pengamatan secara
minggu 1-4. Persentase kelimpahan relatif morfologi jenis benih lobster mutiara P.
jenis tertinggi yaitu pada stasiun I minggu ornatus memiliki permukaan bagian atas ruas
pertama jenis benih lobster mutiara (P. abdomen dengan alur melintang berbentuk
ornatus) yaitu 75 % dan persentase kelimpahan lurus dan bagian tepi bergerigi. Memiliki
relatif jenis benih lobster pasir tertinggi yaitu warna dasar kecoklatan dengan bintik-bintik
pada stasiun III minggu kedua yaitu 55,56 %, terang tersebar diseluruh permukaan tubuh
sedangkan jenis benih lobster mutiara terendah dan pada bagian ujung antena terdapat bulat-
yaitu pada stasiun II minggu keempat sebesar bulat hitam. Hal ini sesuai dengan pernyataan
44,44 % dan jenis benih lobster pasir terendah Yusnaeni et al., (2009), bahwa lobster mutiara
yaitu stasiun I minggu pertama sebesar 25 %. memiliki warna dasar biru kehijauan sampai
Hal ini dikarenakan pengambilan sampel biru kekuningan. Pada bagian segmen
disetiap periode terdapat periode musim abdomen berwarna kegelapan pada bagian
penangkapan serta faktor parameter kualitas tengah dan bagian sisi mempunyai bercak
perairan yang mendukung keberadaan benih putih. Berdasarkan pengamatan secara
lobster di perairan. Dimana kondisi lingkungan morfologi jenis benih lobster pasir P.
perairan, juga sangat dipengaruhi oleh homarus memiliki warna dasar kekuningan
pergerakan arus dan angin. Hal ini sesuai pada bagian segmen abdomen. Berwarna
dengan per nyataan Rios-Lara et al., (2007), kegelapan pada bagian tengah dan bagian sisi
bahwa arus sangat berperan penting di dalam mempunyai bercak putih dan kaki-kakinya.
sebaran larva. Didukung oleh Phillips (2006), Hal ini sesuai dengan pernyataan Yusnaeni et
bahwa kondisi kualitas air sangat berperan al., (2009), bahwa Lobster ini mempunyai
terhadap keberadaan, pertumbuhan, warna dasar kehijauan atau kecoklatan dengan
reproduksi, dan migrasi benih lobster di suatu dihiasi bintik-bintik terang tersebar di seluruh
perairan. permukaan segmen abdomen dan kaki bercak-
Kelimpahan benih lobster (Panulirus bercak putih.
spp.) disetiap stasiun pengamatan yaitu pada Berdasarkan hasil analisis data
stasiun I kedalaman 6 meter minggu 1-4 diperoleh nilai koefisien korelasi yakni
berkisar antara 25-75 % dengan jumlah 155 0,6175-0,988, hal ini memberikan gambaran
individu, stasiun II kedalaman 4 meter berkisar bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
antara 31,33-68,67 % dengan jumlah 221 variabel bebas yakni kedalaman perairan
individu dan pada stasiun III kedalaman 2 dengan variabel terikat yakni kelimpahan
meter minggu 1-4 berkisar antara 30,77 – benih lobster (Panulirus spp.). Dimana
69,23 % dengan jumlah 183 individu. Dimana kelimpahan benih lobster dominan tertangkap
kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun II pada kedalaman 4 meter. Hal ini dikarenakan
kedalaman 4 meter yang terdiri dari jenis benih sifatnya yang masih planktonik dan
lobster mutiara dan benih lobster pasir. Benih pergerakannya dipengaruhi oleh arus sehingga
lobster dominan tertangkap pada stasiun II mudah terbawa oleh arus kearah pesisir pantai
kedalaman 4 meter, hal ini dikarenakan arah maupun kedalaman tertentu. Selain itu, benih
arus menuju ke stasiun II tersebut. Selain itu, lobster bersifat suka mencari tempat
sifat benih lobster yang masih planktonik perlindungan yang terdapat makanan salah
sehingga pergerakannya dipengaruhi oleh arah satunya lumut yang menempel pada alat
arus perairan dan sifat benih lobster yang suka tangkap pocong (shelter). Serta adanya
mencari tempat perlindungan untuk pengaruh faktor fisika-kimia perairan seperti
bersembunyi dari predator maupun mencari angin, arus, gelombang, suhu, DO, salinitas,
tempat yang terdapat sumber makanan serta dan pH. Hal ini sesuai dengan pernyataan
banyaknya alat tangkap yang terpasang pada Erlania et al., (2014), bahwa setiap jenis
stasiun II sehingga memungkinkan benih lobster mendiami kedalaman tertentu
lobster melakukan persembunyian. Hal ini berdasarkan jenis spesies, serta pengaruh
sesuai dengan pernyataan Pratiwi (2013), gelombang dan angin yang kuat dapat
bahwa lobster yang telah bertelur menetas membawa benih lobster ke arah pesisir
menjadi benih akan terbawa arus. Puerulus maupun kedalaman tertentu.
Tabel 5. Hasil Analisis Korelasi Hubungan Kelimpahan Benih Lobster (Panulirus spp.)
berdasarkan Kedalaman
Stasiun x.1 y.1 x.2 y.2 x.3 y.3 x.4 y.4
75 66,67 66,67 69,52
I 6,05 6,21 6,26 6
25 33,33 33,33 30,48
65,71 57,89 58,82 68,67
II 4,03 4,14 4,17 4
34,29 42,11 41,18 31,33
69,23 44,44 52,63 68,33
III 2,03 2,32 2,39 2
30,77 55,56 47,37 31,67
Korelasi (r) 0,6175 0,9875 0,9997 0,9688
Sangat Sangat Sangat
Hubungan Kuat
kuat kuat kuat
ini sesuai dengan pernyataan Thangaraja dan perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Radhakrishnan (2012), bahwa parameter Rios-Lara et al., (2007), bahwa arus
lingkungan merupakan faktor pembatas dari memengaruhi sebaran dari larva, karena
distribusi setiap spesies lobster. Setiap spesies diduga benih lobster yang tersebar dan
memiliki habitat dengan karakteristik yang berkembang pada suatu lokasi dapat berasal
spesifik sesuai kebutuhannya terkait dari larva yang terbawa oleh arus dari lokasi
ketersediaan makanan, tempat berlindung, dan yang berbeda, sedangkan pendapat lainnya
reproduksinya. menyatakan arus yang berlawanan dapat
Suhu juga merupakan faktor penting mengembalikan larva ke lokasi asalnya.
yang sangat mendukung kehidupan biota Salinitas merupakan salah satu
dalam perairan seperti benih lobster. Hasil parameter lingkungan yang mempengaruhi
penelitian diperoleh kisaran suhu perairan proses biologi dan secara tidak langsung akan
yaitu 28–32 oC, kisaran ini cukup baik untuk mempengaruhi kehidupan organisme yaitu
kehidupan benih lobster (Panulirus spp.) mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah
dimana perkembangan larva dan post larva makanan dan daya kelangsunan hidup.
dari lobster sangat sensitif terhadap perubahan Berdasarkan hasil pengukuran salinitas
suhu perairan. Hal ini sesuai dengan disetiap stasiun pengamatan berkisar antara
pernyataan Purnamaningtyas dan Nurfiani 29-34 ‰. Dimana nilai salinitas pada kisaran
(2017), bahwa suhu mempengaruhi ini masih mendukung untuk kehidupan benih
pertumbuhan juvenil spiny lobster dan spiny lobster di perairan. Yakni benih lobster lebih
lobster dewasa. Lobster dapat tumbuh dengan menyukai daerah dengan salinitas yang lebih
baik pada perairan dengan suhu hangat rendah yaitu 29-31‰ untuk mendukung
daripada perairan dengan suhu dingin. proses pergantian kulitnya sebelum mencapai
Kecerahan merupakan tingkat intensitas fase juvenil untuk itu kelimpahan benih
cahaya matahari yang menembus suatu lobster banyak ditemukan pada stasiun II dan
perairan, sehingga hal ini sangat dipengaruhi III. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahman
oleh kekeruhan. Berdasarkan hasil penelitian dan Mansyur (2016), bahwa salinitas
tingkat kecerahan yang telah dilakukan merupakan salah satu parameter kualitas air
diperoleh nilai kecerahan sebesar 66-100 %, yang penting untuk kelangsungan hidup suatu
dimana kecerahan mempengaruhi kehidupan organisme.
benih lobster (Panulirus spp.) di lingkungan Hasil pengukuran pH secara in situ
perairan tersebut khususnya benih P. ornatus disetiap stasiun pengamatan tidak terdapat
yang lebih menyukai daerah yang dangkal dan perbedaan yakni nilai pH 7 yang
sedikit keruh. Selain itu, secara pengamatan mengindikasikan bahwa perairan Ranooha
visual yang dilakukan terhadap substrat dasar Raya bersifat netral dan mendukung untuk
daerah lokasi studi menunjukkan bahwa kehidupan organisme laut khususnya benih
pecahan karang, pasir dan berlumpur lobster yang berasosiasi di perairan tersebut.
merupakan substrat dasar yang dominan. Hal pH perairan sangat berpengaruh terhadap
ini sesuai dengan pernyataan Hamuna et al., tingkat kesuburan suatu perairan karena
(2018), bahwa tingkat kecerahan dan mempengaruhi kehidupan organisme laut. Hal
kekeruhan air laut sangat berpengaruh pada ini sesuai dengan pernyataan Megawati et al.,
pertumbuhan biota laut. Tingkat kecerahan air (2014), bahwa variasi nilai pH perairan sangat
laut sangat menentukan tingkat fotosintesis mempengaruhi biota disuatu perairan, pH air
biota yang ada di perairan laut. normal adalah 7,2-8,1. Dengan kisaran pH air
Kecepatan arus merupakan faktor yang yang demikian, dikatakan masih layak untuk
sangat mempengaruhi keberadaan benih semua kebutuhan hidup organisme perairan .
lobster (Panulirus spp.) di daerah sekitar Berdasarkan hasil analisis nilai DO
pesisir karena sifatnya yang masih planktonik (oksigen terlarut) yang didapatkan berada
sehingga mudah terbawa oleh arus. pada kisaran 4,9–6,6 mg/L. Hal ini
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa nilai DO pada
diperoleh kecepatan arus berkisar antara 0,06- Perairan Ranooha Raya memiliki kualitas
0,08 m/s, hal ini masih tergolong arus yang yang bagus untuk kehidupan benih lobster.
tidak terlalu kuat sehingga kelimpahan benih Dimana semakin besar nilai DO pada air,
lobster banyak ditemukan pada stasiun II mengindikasikan air tersebut memiliki
karena didukung oleh pergerakan arus kualitas yang bagus, sebaliknya jika nilai DO
rendah dapat diketahui bahwa air tersebut Caribbean coast of Costa Rica.Lat. Am.
telah tercemar. Hal ini sesuai dengan J. Aquat. Res., 39(3), 575-583.
pernyataan Gemilang et al., (2017), bahwa Hamuna, B., Tanjung, R.H.R., Suwito.,
DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk Maury, H.K. dan Alianto. 2018. Kajian
pernapasan, proses metabolisme atau Kualitas Air Laut dan Indeks
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan Pencemaran Berdasarkan Parameter
energi untuk pertumbuhan dan pembiakan, Fisika-Kimia di Perairan Distrik
selain itu sejauh mana badan air mampu Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu
menampung biota air seperti ikan dan Lingkungan, Vol. 16 (1) : 35-43.
mikroorganisme. Kemp, J.O.G. dan Britz, P.J. (2008). The
effect of temperature on the growth,
Kesimpulan survival and food consumption of the
Berdasarkan hasil penelitian dapat east coast rock lobster Panulirus
disimpulkan bahwa: homarus rubellus. Aquaculture, 280,
1. Jenis benih lobster mutiara (P. ornatus) 227-231.
dan jenis benih lobster pasir (P. homarus) Megawati, C., Yusuf, M., dan Maslukah, L.
banyak ditemukan melimpah pada stasiun 2014. Sebaran Kualitas Perairan
II kedalaman 4 meter, persentase Ditinjau dari Zat Hara, Oksigen
kelimpahan tertinggi pada kedalaman 6 Terlarut dan pH di Perairan Selatan
meter minggu pertama jenis benih lobster Bali Bagian Selatan. Jurnal
mutiara dan jenis benih lobster pasir Oseanografi, Vol. 3(2): 142-150.
tertinggi pada kedalaman 4 meter minggu Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar Ekologi.
keempat. Diterjemahkan oleh: T. Samingan dan
2. Terdapat hubungan yang kuat antara B. Sringandono. Fundamental of
persentase kelimpahan relatif benih lobster Ecology. Gadjah Mada University
dengan kedalaman perairan. Press.
3. Kecepatan arus merupakan faktor yang Phillips, B.F. 2006. Lobsters: biology,
sangat mempengaruhi keberadaan benih management, aquaculture, and
lobster (Panulirus spp.) di perairan. fisheries. Blackwell Publishing Ltd.,
506 pp.
Daftar Pustaka Pratiwi, R. 2013. Lobster Komersial
Capeleman. 2015. Southeast Asia Crustacean (Panulirus spp.). Jurnal Oseana, Vol.
and Mollusca Identification. (Online). 38 (2): 55-68.
Tersedia di Purnamaningtyas, S.E. dan Nurfiani, A. 2017.
Laman:http://capeleman.blogspot.com/ Kebiasaan Makan Beberapa Spiny
p/southeast-asia-crustacean-and- Lobster di Teluk Gerupuk dan Teluk
mollusca.html. Diakses pada Tanggal Bumbang, Nusa Tenggara Barat.
15 April 2015. Rahman, A. dan Mansyur, A. 2016.
Erlania, Radiarta, N. dan Sugama, K. 2014. Kesesuaian Pemanfaatan Perairan bagi
Dinamika Kelimpahan Benih Lobster Pengembangan Perikanan Budidaya di
(Panulirus spp.) di Perairan Teluk Kawasan Teluk Staring Konawe
Gerupuk, Nusa Tenggara Selatan. Jurnal Bisnis Perikanan FPIK
Barat:Tantangan Pengembangan UHO, Vol. 3(1): 2355-6617.
Teknologi Budidaya Lobster. Jurnal Rios-Lara, V., Salas, S., Javier, B.P., & Irene-
Ris. Akuakultur Vol. 9 (3): 475-486. Ayora, P. 2007. Distribution patterns of
Gemilang, W.A., dan Kusumah, G. 2017. spiny lobster (Panulirus argus) at
Status Indeks Pencemaran Perairan Alacranes reef, Yucatan: Spatial
Kawasan Mangrove Berdasarkan analysis and inference of preferential
Penilaian Fisika-Kimia di Pesisir habitat. Fisheries Research, 87,35-45.
Kecamatan Brebes Jawa Tengah. Saputra S W. 2009. Status Pemanfaatan
Enviroscienteae, 13(2), 171-180. Lobster (Panulirus sp.) di Perairan
Gonzalez, O., dan Wehrtmann, I.S. 2011. Kebumen. Jurnal Saintek Perikanan.
Postlarval settlement of spiny lobster, 4(2): 10-15.
Panulirus argus (Latreille, 1804) Thangaraja, R. dan Radhakrishnan, E.V.
(Decapoda: Palinuridae), at the 2012. Fishery and ecology of the spiny