Anda di halaman 1dari 13

Laporan Pendahuluan Acute Coronary Syndrome

Utari Melinda Yanzami, 1606918811

1. Definisi ACS
ACS merupakan situasi emergensi ditandai dengan onset akut dari iskemia
myocardial yang dapat menyebabkan kematian myocrdial (Myocardial
infraction) jika tindakan medis tidak dilakukan secepatnya.

ACS terjadi ketika aliran darah menuju myocardium mengalami penyumbatan


(sebagian atau total) biasanya terjadi karena pecahnya plaque pada pembuluh
darah [ CITATION Nor17 \l 1057 ]. Penggunaan kata syndorme digunakan karena
tanda dan gejala dari proses penyakitnya memiliki kesamaan, akan tetapi proses
penyakit secara spesifik mungkin berbeda. Contohnya pada acute myocardial
infraction memiliki pathogenesis yang berbeda dengan unstable angina, tetapi
kedua penyakit ini akan memberikan dampak pada myocardium jika tidak
ditangani dengan baik [ CITATION Nor17 \l 1057 ].
Pembahasan ACS meliputi unstable angina, non-ST-segment elevation MI
(NSTEMI) dan ST-segment elevation MI (STEMI) [ CITATION Sme12 \l 1057 ].
2. Etiologi dan patofisiologi
Pada unstable angina, terjadinya penurunan aliran darah di coronary artery,
biasanya disebabkan karena pecahnya plaque arterosklerosis, namun artery tidak
sepenuhnya mengalami penyumbatan. Unstable angina ditandai dengan nyeri
dada atau ketidaknyamanan yang terjadi saat beraktivitas yang menyebabkan
terjadinya keterbatasan aktivitas yang parah. Nyeri yang dirasakan berkisar
antara 15 menit dan dapat mereda jika beristirahat atau pemberian nitroglycerin.
Terdapat beberapa jenis angina diantaranya adalah new-onset angina merupakan
pasien yang mengalami gejala angina pertama kali, biasanya akan meningkat
setelah pasien melakukan aktivitas berat. Variant angina merupakan nyeri dada
atau ketidaknyamanan yang dikarenakan spasme artery coroner. Pre-infarction
angina merupakan nyeri dada yang terjadi beberapa hari atau minggu sebelum
infark miokard terjadi [ CITATION Ign13 \l 1057 ]. Unstable angina merupakan
situasi akut karena dapat menyebabkan terjadinya myocardial infraction
[ CITATION Sme12 \l 1057 ].
Pada myocardial infraction area pada myocardium mengalami kerusakan
permanen karena pecahnya plaque sehingga mengakibatkan terjadinya
pembentukan thrombus dan menyebabkan penyumbatan total pada pembuluh
darah [ CITATION Sme12 \l 1057 ] . Ketika aliran darah mengalai penurunan sekitar
80-90%, maka kejadian iskemia pada myocardium akan berkembang. Iskemia
dapat menyebabkan terjadinya injury dan nekrosis pada jaringan myocardial.
Pasien yang mengalami non-ST-segment elevation myocardial infraction
(NSTEMI) biasanya memiliki perubahan pada segmen ST dan gelombang T
pada EKG. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya myocardial ischemia.
Enzyme jantung kemungkinan akan normal namun akan mengalami kenaikan 3-
12 jam post-injury. Pada pasien yang mengalami ST-elevation myocardial
infraction (STEMI) biasanya mengalami elevasi ST pada EKG. Hal tersebut
mengindikasikan terjadinya infark myocardial atau nekrosis [ CITATION Ign13 \l
1057 ].
Myocardial infractions ditandai dengan infraksi pada lapisan subendocardial
pada otot jantung. Lapisan ini memiliki myofibrils yang merupakan serat otot
jantung yang membutuhkan oksigen terbanyak dan pada kondisi pasien denga
ACS akan mengakibatkan buruknya suplai oksigen pada area ini. Terdapat dua
zona pada area disekitar yang mengalami infraction (area nekrosis) pada
subedocardium yaitu [ CITATION Ign13 \l 1057 ]:
1) Area injury, jaringan mengalami kerusakan namun belum mengalami
nekrosis
2) Area iskemia, jaringan yang mengalami penurunan oksigen
3. Manifestasi klinis
Tanda gejala yang umum pada pasien CAD adalah nyeri dada (angina) atau
ketidaknyamanan selama beraktivitas. Nyeri biasanya akan muncul pada jantung
bagian tengah atau dibawah sternum. Nyeri dapat menyebar ke bahu dan lengan,
leher, gigi atau rahang. Beberapa pasien biasanya wanita, merasakan gejala
seperti mual, fatigue dan pusing yang biasanya menyebabkan physician salah
dalam menegakkan diagnosis. Manifestasi lainnya yang muncul adalah masalah
pencernaan atau rasa terbakar, rasa seperti diremas atau tertekan dan sesak
dibagian dada [ CITATION Tim10 \l 1057 ].
4. Pengkajian primer
ABCDE (airway, breathing, circulation, disability, exposure) digunakan sebagai
pengkajian primer pada pasien di setting emergency
 Airway : Pastikan kepatenan jalan napas
 Breathing : Kaji RR, saturasi oksigen, kedalaman dan kesimetrisan
ekspansi dada
 Circulation : Kaji denyut nadi, ritme, tekanan darah CRT, urine
output, warna kulit, monitor cardiac dengan memasang 12 lead EKG
 Disability : kaji tingkat kesadaran pasien dengan AVPU (alert,
voice, pain, unresponsive), alert berarti pasien sadar sepenuhnya
walaupun tidak terorientasi dengan baik. Verbal berarti pasien
memberikan respons ketika diajak berbicara seperti respons kata-kata
atau menggeram. Pain artinya pasien memberikan respons terhadap
stimulus nyeri yang diberikan misalnya tekanan pada supraorbital.
Unresponsive berarti pasien tidak menunjukkan adanya respons pada
penglihatan, suara, atau motorik walaupun sudah diberikan stimulus
nyeri. Pengkajian tingkat kesadaran pasien juga dapat menggunakan
Glasgow Coma Scale
 Exposure : kaji suhu, observasi tanda keabnormalan eksternal
lainnya seperti memar atau kemerahan
5. Pengkajian sekunder
a. Keluhan dan riwayat kesehatan
SAMPLE dapat ditanyakan kepada pasien ACS setalah mengkaji dan
mengatasi ABCDE.
 Signs & Symptoms
Signs merupakan tanda klinis yang dapat diukur seperti frekuensi
nadi, frekuensi napas, tekanan darah, suhu, dan saturasi oksigen.
Signs dapat juga berupa pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Sedangkan symptoms merupakan
keluhan yang disampaikan pasien mengenai penyakitnya. Pada
pasien ACS, pasien mengeluhkan nyeri dada. Pengkajian nyeri dapat
dilengkapi menggunakan PQRST (provoke, quality, region, scale,
time) [ CITATION Whi13 \l 1057 ]. Provoke merupakan penyebab
terjadinya nyeri, hal yang dilakukan pasien saat ada nyeri, apa yang
dilakukan agar nyeri lebih baik dan lebih buruk. Quality
menunjukkan seperti apa rasa nyerinya misalnya tajam, tumpul,
tertusuk, terbakar, dan sebagainya. Region berarti lokasi nyeri dan
apakah nyeri tersebar. Scale menunjukkan tingkat nyeri
menggunakan skala 0—10 dengan 10 sebagai skor dengan nyeri
terparah. Time menunjukkan kapan nyeri dimulai dan berapa lama
mengalami nyeri. Pasien ACS mengalami nyeri dada walaupun sudah
istirahat dan nyeri terasa menyebar sampai pundak dan punggung.
 Allergy
Pengkajian dapat dilakukan dengan menanyakan apakah pasien alergi
terhadap suatu hal seperti obat, makanan, dan lainnya.
 Medication
Menanyakan medikasi yang sedang pasien konsumsi dan alasan
mengonsumsi medikasi tersebut.
 Past Illness
Menanyakan riwayat penyakit pasien terdahulu yang mungkin dapat
menjadi etiologi terjadinya ACS seperti hipertensi dan diabetes.
 Last Meal
Mengkaji makanan yang terakhir dikonsumsi pasien dan apakah
pasien makan dengan normal. Biasanya pengkajian ini diperlukan
untuk pasien dengan gangguan nyeri perut dan gangguan pencernaan.
 Event Leading
Menanyakan penyebab terjadinya penyakit dan kegiatan yang sedang
dilakukan pasien saat sakitnya muncul.
b. Pemeriksaan Laboratorium [ CITATION Sme12 \l 1057 ]
 Kreatinin kinase (CK-MB)
CK-MB merupakan cardiac-specific isoenzyme yang hanya
ditemukan pada sel jantung dan mengalami kenaikan jika sel
mengalami kerusakan. Kenaikan enzim CK-MB akan terjadi
beberapa jam dan akan memuncak setelah 24 jam mengalami
myocardial infraction. Nilai normal CK-Mb adalah < 25 U/L
 Myogoblin
Myogoblin adalah protein yang membantu untuk mengangkut
oksigen. Myogoblin akan meningkat 1-3 jam dan memuncak 12 jam
setelah onset tanda dan gejala muncul. nilai normal 250 – 450 ng/mL
 Troponin
Merupakan protein yang ditemukan pada myocardium membantu
myocardium dalam proses kontraksi. Terdapat 3 isomer troponin
yaitu C, I dan T. Troponin I dan T merupakan siomer spesifik yang
berada di otot jantung. Kenaikan troponin I dan T merupakan
penanda utama terjadinya myocardial injury. Nilai normal troponin I
adalah < 0,04 ng/ml dan nilai normal troponin T adalah < 0,01 ng/ml
c. Radiologi
 EKG (elektrokardiogram)
EKG bertujuan untuk mendeteksi adanya kerusakan miokardial,
gangguan ritme jantung, dan hiperkalemia. Cara kerja EKG yaitu
dengan menempatkan elektrode-elektrode pada tubuh pasien untuk
merekam konduksi listrik jantung pasien (White et al., 2013).
Pemeriksaan EKG dapat menentukan tipe ACS yang dialami pasien.
Pada pasien dengan unstable angina biasanya tidak ditemukan hasil
EKG abnormal yang spesifik. Pada pasien NSTEMI, interpretasi
EKG yang didapat yaitu depresi segmen ST dan inversi pada
gelombang T. Namun, kadang pada unstable angina juga ditemukan
depresi segmen ST, yang membedakan yaitu pada NSTEMI terdapat
peningkatan enzim jantung. Sedangkan pada STEMI, segmen ST
pada pemeriksaan EKG mengalami elevasi
 Echocardiography

Echocardiography bertujuan untuk menilai fungsi ventrikel, ukuran


tiap ruang jantung, gerakan dinding otot jantung, dan pengukuran
hemodinamik. Gerakan jantung dapat terdeteksi lemah jika terjadi
serangan iskemik yang disebabkan oleh sedikitnya suplai oksigen
[ CITATION Whi13 \l 1057 ].
 Rontgen dada dan CT Scan

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya pembesaran jantung


dan melihat adanya massa atau kalsifikasi serta komplikasi pada
jantung [ CITATION Whi13 \l 1057 ].

6. Diagnosis keperawatan [ CITATION Doe14 \l 1057 ]


 Nyeri akut berhubungan dengan agent fisik (kenaikan kerja jantung
dan konsumsi oksigen, penurunan aliran darah ke miokardium dan
iskemia jaringan)
 Risiko penurunan perfusi jaringan cardiac, kemungkinan faktor risiko
(hypertensi, spasme artery coroner, hypoxemia, hyperlipidemia dan
riwayat penyakit jantung keluarga)
 Risiko penurunan cardica output, kemungkinan faktor risiko
(perubahan kontraktilitas, stroke volume dan preload)
 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai perjalanan penyakit
 Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan persepsi tentang
perubahan status kesehatan, perubahan gaya hidup atau khawatir
terhadap situasi keluarga
7. Penanganan kegawatdaruratan [ CITATION ACL19 \l 1057 ]
Pasien dengan keluhan dan dicurigai ACS dilakukan penanganan yang berfokus
pada mengurangi nyeri akut, mengembalikan aliran darah koroner dan mencegah
serangan lebih lanjut untuk mengurangi risiko MI
1) Pasien datang dengan keluhan nyeri dada dan dicurigai mengalami ACS
2) Lakukan pengkajian berikut dengan kurang dari 10 menit:
 Cek TTV
 Evaluasi saturasi oksigen, pertahankan saturasi oksigen berada
pada rentang 94% - 99%
 Pasang akses intravena (IV)
 Review 12 lead EKG
 Perhatikan faktor risiko ACS, riwayat jantung, tanda dan gejala
gagal jantung dengan memeriksakan cardia marker levels (CK-
MB, myogiblin dan troponin)
 Lakukan pemeriksaan fisik
 Lakukan chest x-ray jika memungkinkan dengan kurun waktu
<30 menit
3) Penanganan umum yang segera dilakukan adalah memberikan morfin,
oksigen, nitrat dan aspirin (MONA)
 Berikan pereda nyeri narcotic seperti fentanyl, morphine jika
nyeri tidak hilang menggunakan nitroglycerin
 Berikan oksigen jika satu rasi <94%
 Berikan nitroglycerin 0,4 mg setiap 5 menit
 Jika pasien belum mendapatkan aspirin, berikan aspirin (160-325
mg)
4) Interpretasi hasil EKG, Jika terdapat ST elevasi, maka pasien
berkemungkinan besar mengalami STEMI. Jika terdapat ST depresi atau
T inversi, maka dinyatakan sebagai unstable angina atau NSTEMI. Jika
pada pemeriksaan enzim jantung terdapat peningkatan nilai CK-MB dan
Troponin I, maka NSTEMI. Jika tidak adanya perubahan pada segmen
ST atau gelombang T, maka pasien berisiko rendah terhadap ACS.
5) Jika pasien mengalami STEMI dimana onset gejala yang dirasakan >12
jam atau pasien mengalami angina/NSTEMI dan troponin meningkat
pertimbangkan tindakan invasif jika:
 Nyeri dada sulit dihilangkan
 Segmen ST deviasi secara persisten
 Takikardia
 Ketidakstabilan hemodinamik
 Tanda gagal jantung

Selanjutnya mulai penanganan adjunctive (terapi tambahan)

 Nitrogliserin
 Heparin
 Beta blocker
 Clopidogrel
 Glicoprotein inhibitor

Selanjutnya tempatkan pasien pada ruang monitoring, kaji faktor risiko


dan lanjutkan terapi sesuai indikasi

6) Jika pasien STEMI merasakan onset gejala <12 jam maka lakukan
reperfusi
7) Jika pasien tidak memiliki perubahan ada segmen ST atau gelombang T
maka pasien berisiko rendah/sedang ACS, maka hal yang harus
dilakukan adalah:
 Pantau cardiac markers meliputi troponin, CK-MB dan
myogoblin
 Pantau EKG terutama pada segmen ST
 Lakukan test diagnostik non-invasif

Jika terjadi satu atau lebih perubahan maka lakukan prosedur pada poin
5, seperti:

 Perubahan EKG yang menunjukkan iskemik


 Peningkatan troponin

Jika tidak terdapat perubahan EKG dan troponin maka pasien


dipulangkan dengan tetap melakukan follow up
8. Algoritma [ CITATION ACL19 \l 1057 ]

9. Pemantauan (Monitoring)
a. Perlu dilakukan pemantauan tanda-tanda vital setiap 30 menit hingga
pasien stabil seperti frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah,
suhu, dan saturasi oksigen.
b. Kaji dan dokumentasikan respon terhadap medikasi yang diberikan, dan
titrasi medikasi berdasarkan respon pasien (misal, nitrogliserin)
c. Pemantauan EKG dengan 12 sadapan dilakukan secara kontinu
10. WOC
Daftar Pustaka
ACLS. (2019, September 12). Acute Coronary Syndrome Algorithm. Retrieved from
ACLS Training Centre: https://www.acls.net/acute-coronary-syndromes-
algorithm.htm

Doenges, M. E. (2014). Nursing Care Plans: Guidelines (9ed). Philadelphia: Davis


Company.

Ignatavicius, D. D. (2013). Medical-Surgical nursing: Patient-centered collaborative


care. Missour: Elsevier.

Norton, C. (2017). Acute coronary syndrome: assessment and management. Nursing


Standard. Royal College of Nursing, 61-71.

Smeltzer, S. C. (2012). runner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing (12th
ed. Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.

Timby, B. K. (2010). Introductory Medical- Surgical Nursing. . Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins.

White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). edical-surgical nursing: An integrated
approach (3rd Ed). USA: Delmar.

Anda mungkin juga menyukai