MANAGEMEN OBAT
STUDI KASUS
DOSEN PENGAMPU :
Disusun Oleh :
SURAKARTA
2021
STUDI KASUS
Sistem pengadaan obat menggunakan dana APBD di RS “A” kurun waktu 2015-2017
berdasarkan Keputusan Presiden dan Keputusan Gubernur. Pembelian obat dalam jumlah besar, waktu
pengadaan obat cukup lama, frekuensi pembelian 1-2 kali setahun. Dari pemeriksaan Bawasda
Pemerintah Propinsi bulan Juni 2017 ditemukan obat rusak dan kadaluwarsa senilai Rp. 82.210.626,00.
Adanya penumpukan sejumlah obat, obat yang tidak diresepkan tinggi dan stock out tinggi. Hal ini dapat
diduga bahwa ketersediaan dan efisiensi obat di Rumah sakit “A” kurang baik.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di RS “A” kurun waktu 2015- 2018 sudah
berdasarkan Keppres 18 tahun 2017 dan Kepgub 172 tahun tahun 2018 dengan pelelangan dan
penunjukan langsung dengan SPK. Terdapat beberapa hal dari hasil evaluasi antara lain: waktu
pengadaan obat cukup lama (1-3 bulan), frekuensi pengadaan obat kecil (1-2) kali setahun, prosedur
pengadaan melalui beberapa tahapan yang baku. Hal tersebut mengakibatkan penumpukan obat yang
tinggi (tahun 2015; 2016; 2017 nilainya 54%; 46%; 30%), obat tidak diresepkan tinggi (tahun 2015; 2016;
2017 nilainya 29,01%; 26,02 %; 16,59%), stock out obat lama (15-276 hari), obat rusak/ kadaluarsa tinggi
(tahun 2015; 2016; 2017 nilainya 21,81%; 28,02%; 26,69%), dan nilai TOR setiap tahun rendah (tahun
2015; 2016; 2017 nilainya 3,44; 3,71; 3,88).
Dari pengamatan yang dilakukan di IFRSUD “A” ternyata ketersediaan obat yang ada didalam
DOEN tahun 2017 adalah 57,56 %, anggaran yang disediakan untuk pengadaan obat sebesar 6,51 % dari
keseluruhan anggaran rumah sakit, persentase kesesuaian jumlah item obat yang direncanakan dengan
kenyataan pakai sebesar 72,73 %, kecocokan antara obat dengan kartu stock adalah 82,1 %, indikator
tingkat ketersediaan obat sebesar 11,47 bulan, rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep
sampai ke tangan pasien untuk obat racikan sebesar 20 menit, dan non racikan sebesar 10 menit,
persentase nilai obat yang kadaluwarsa dan rusak adalah 32,21 %, persentase stok mati sebanyak 8 item
obat dari 165 item obat yang digunakan dan jika di persentasikan sebesar 4,85%, jumlah item obat tiap
lembar resep adalah 3,23 macam item obat, persentase penulisan obat generik adalah 96,52%,
persentase resep yang tidak terlayani selama tahun 2017 adalah 13,84% dari jumlah semua total resep,
persentase obat yang dilabeli dengan benar adalah 95,1%
RS tersebut sudah melakukan proses perencanaan untuk tahun anggaran 2018. Data obat yang
direncanakan tersebut adalah data obat tambahan dari perencanaan sebelumnya yang segera akan
dilakukan proses pengadaan adalah sbb
Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas! Berikan solusi atas kasus tersebut!
2. Jika dilihat dari data diatas, metode apakah digunakan untuk melakukan proses perencanaan?
Jelaskan!
3. Apakah tujuan melakukan perencanaan? Jelaskan!
4. Metode apakah yang paling cocok digunakan untuk menentukan metode pengadaan yang
tepat? Jelaskan!
5. Jelaskan keuntungan dan kelebihan metode yang anda pilih tersebut
JAWAB
1. Permasalahan :
Adanya penumpukkan jumlah obat karena banyaknya obat yang diresepkan
maka terjadiya penumpukkan obat yang melonjak tinggi sehingga
ketersediaan dan efisiensi jumlah obat kurang baik
Solusi : Perlu adanya evaluasi mengenai jumlah obat dan laporan sehingga
para pimpinan dapat mengadakan rapat untuk membahas tentang adanya
penumpukkan obat tersebut sehingga nantinya akan disampaikan kepada para
dokter atau dimasukkannya kedalam daftar Farmakope Rumah Sakit atau
buku saku para dokter agar memberikan resep sesuai dengan obat yang
tersedia. Dengan demikian obat yang keluar atau obat yang telah diresepkan
dokter akan seimbang sehingga mengurangi penumpukan beberapa obat
tertentu, melakukan perhitungan stok barang agar sesuai dengan kartu stok
dan obat yang tersedia
Adanya waktu pengadaan obat yang lama yaitu (1-3 bulan) dan frekuensi
pengadaan obat hanya 1-2 kali dalam satu tahun
Solusi : Waktu pengadaan obat yang lama sesuai dengan stok obat yang
lambat untuk keluar atau banyaknya penumpukkan obat. Berdasarkan masalah
pertama dengan adanya penumpukkan jumlah obat maka frekuensi pengadaan
obat akan sedikit. Maka perlu adanya evaluasi antara Dokter dan para
Apoteker di instalasi Farmasi, agar obat yang mengalami penumpukkan dapat
segera keluar tidak expired dan pengadaan obat dapat berjalan dengan lancar
dan memiliki frekuensi lebih dari 2 kali dalam satu tahun
2. Menggunakan Metode Konsumsi dimana dilihat pada data tersebut banyaknya data
yang tidak sesuai dengan kenyataan pada Apotek maka perlu disesuaikan dengan
konsumsi dari pasien, Kemudian menggunakan metode VEN yaitu Very Essensial,
Essensial, dan Non Essensial
3. Tujuan melakukan perencanaan obat yaitu untuk mwnghindari adanya kekosongan
obat akibat lamanya waktu pengadaan obat. Kemudian menggunakan beberapa
metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain, konsumsi, epidemiologi, kombinasi dan campuran, yang
sebelumnya harus disesuaikan dengan besarnya anggaran rumah sakit
4. Metode yang tepat yaitu metode konsumsi dimana ketika menggunakan metode
konsumsi dapat dilihat pada banyaknya obat yang keluar berdasarkan dengan
kebiasaan pasien mengkonsumsi obat tertentu atau berdasarkan dengan resep dokter.