Anda di halaman 1dari 36

SOAL STUDI KASUS PENGELOLAAN SEDIAAN

FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BMHP DI RUMAH


SAKIT DAN PUSKESMAS

Oleh : apt. Fitra Fauziah, M.Farm


Mata Kuliah : Studi Kasus Kefarmasian
Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker
STIFARM PADANG
2023
Anggota Kelompok
NADIA SEPTRIANI
01 NIM: 22021026

IRA MELVIDAWATI
02 NIM: 22021051

Alfy Romadhonia Rahardjo


03 NIM: 22021043

RISKI WAHYU NINGSIH


04 NIM: 22021032

AYU WANDIRA
05 NIM: 22021037
KASUS 1
Pengadaan Metformin di Puskesmas Logue Town dilakukan setiap 6
bulan dengan waktu tunggu 2 bulan. Penggunaan rata-rata
Metformin yaitu sebanyak 9000 tablet setiap bulannya. Sebagai
Apoteker, saudara berperan dalam pengadaan obat di Puskesmas
tersebut. Saudara harus memastikan bahwa tidak terjadi kekosongan
obat.
Jelaskan bagaimana saudara menentukan stok minimal yang harus
dimiliki Puskesmas saat akan melakukan pengadaan!
Perhitungan :
SS=LT x CA
= 2 x 9000
= 18000
= 18000 x 2
= 36000 tablet
• Metode Konsumsi
Metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi Sediaan Farmasi. Metode ini sering
dijadikan perkiraan yang paling tepat dalam perencanaan Sediaan Farmasi. Klinik yang sudah
mapan biasanya menggunakan metode konsumsi. Metode konsumsi menggunakan data dari
konsumsi periode sebelumnya dengan penyesuaian yang dibutuhkan. Perhitungan dengan metode
konsumsi didasarkan atas analisa data konsumsi Sediaan Farmasi periode sebelumnya ditambah
stok penyangga (buffer stock), stok waktu tunggu (lead time), dan memperhatikan sisa stok.
Buffer stock dapat mempertimbangkan kemungkinan perubahan pola penyakit dan kenaikan jum-
lah kunjungan (misal: adanya Kejadian Luar Biasa). Jumlah buffer stock bervariasi antara 10%
sampai 20% dari kebutuhan atau tergantung kebijakan Klinik. Sedangkan stok lead time adalah
stok Obat yang dibutuhkan selama waktu tunggu sejak Obat dipesansampai Obat diterima.
Kasus 2
Di negeri Wakanda didirikan sebuah RS baru. Sebagai
seorang apoteker di RS tersebut, saudara diminta untuk
berperan dalam pengaturan stock persediaan obat pada setiap
unit perawatan/pelayanan. Jelaskan sistem distribusi apa yang
akan saudara terapkan!
Distribusi sediaan farmasi dan BMHP dapat dilakukan dengan salah
satu/kombinasi sistem di bawah ini.
a. Sistem distribusi sentralisasi, yaitu distribusi dilakukan oleh
Instalasi Farmasi secara terpusat ke semua unit rawat inap di
rumah sakit secara keseluruhan.
b. b. Sistem distribusi desentralisasi, yaitu distribusi dilakukan oleh
beberapa depo/satelit yang merupakan cabang pelayanan di
rumah sakit.
Distribusi Resep Individual
Kelemahan :
Keuntungan :
• Seluruh instruksi pengobatan • Kemungkinan terjadinya
dapat langsung dikaji atau
penundaan untuk mendapatkan
dimonitor oleh farmasis.
• Memungkinkan interaksi antara pengobatan yang dibutuhkan.
farmasis, dokter, perawat. • Bila obat berlebih, penderita
• Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dapat membuat profil farmasi tetap harus membayar sesuai
penderita.
jumlah yang tercantum dalam
• Memungkinkan pengawasan
terhadap sediaan farmasi & resep.
alkes dengan lebih teliti • Meningkatnya kebutuhan
Kasus 3
Sebagai apoteker di RS Khusus Kanker, saudara diminta untuk
menangani pengelolaan/pemusnahan produk/limbah sitotoksik di
RS tersebut. Bagaimana teknik pengelolaan/ pemusnahan produk/
limbah sitotoksik yang akan saudara terapkan?
Tata laksana pengolahan limbah
Sitotoksik
 Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan dilarang dibuang dengan
cara penimbunan (landfill) atau dibuang ke saluran limbah umum.
 Pengolahan dilaksanakan dengan cara dikembalikan keperusahaan
atau distributornya, atau dilakukan pengolahan dengan insinerasi.
Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena
kadaluarsa harus dikembalikan kedistributor.
 Insinerasi pada suhu tinggi 1.000 oC s/d 1.200 °C dibutuhkan untuk
menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah
dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.
Sebagai apoteker di STIFARM PADANG

Kasus HOSPITAL (SPH), saudara mendapatkan

4 permintaan untuk membuat larutan irigasi NaCl


0,9% sebanyak 200 L yang dikemas dalam botol
@500 mL.
Jelaskan bagaimana saudara mempersiapkan larutan
tersebut!
Larutan irigasi adalah larutan steril, bebas pirogen yang
digunakan untuk pencucian dan pembilasan.
x 200.000 ml = 1800/200.000 ml
Jadi dlm 500ml = 4,5 gram/500 ml
= 4,5 gram + (2% x 4.5 gram) = 4,59
gram
Karbon aktif = 0,1% (FI 4 hal. 1199) dalam 100 ml
Jadi dalam 500ml = 0,1gram/100ml x 500ml = 0,5 gram
Aqua proinjeksi = 500ml + (2% x 500ml) = 510 ml
Dextrosa = QS ( secukupnya)
Kasus
5
Sebuah Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C dengan jumlah tempat tidur 60
buah, BOR 60% dan pasien rawat jalan per hari 100 pasien. Tingkat
keterjaringan resep 85%. RS ini memiliki IFRS, dengan 2 Apoteker dan 4
tenaga teknis kefarmasian. Pengelolaan obat di IFRS ini sudah dilakukan
analisis, yang hasilnya sebagai berikut:
1. Tahap Seleksi :
➢ Kesesuaian item obat dengan FORNAS 97,03%
➢ kesesuaian item obat yang tersedia di Formularium RS 85,12%
2. Tahap Pengadaan :
• Persentasi dana yang tersedia untuk pengadaan obat 55,26%,
• Anggaran obat untuk seluruh anggaran RS 40,38%,
• Jumlah item obat yang dipakai dibandingkan yang direncanakan 130,06
• Frekuensi pengadaan obat 4,5 kali dalam setahun, dianalisis dengan EOQ 14,5
kali.
• Frekuensi kesalahan faktur/ketidakcocokan faktur 52 kali
• Rata-rata tertundanya pembayaran 60 kali
3. Tahap Distribusi:
 Ketepatan data jumlah obat pada kartu stok
33,77%
 ITOR (Inventory Turn Over Ratio) 6,78 kali/
tahun
 Nilai obat yang kadaluwarsa dan rusak 3%
 Persentasi stok mati 3,13%
 Tingkat ketersediaan obat 10 bulan
4. Tahap Penggunaan:

 Rata-rata waktu untuk melayani resep 74,15 menit


(racikan) dan 39,54 (non racikan)
 Persentase resep obat dengan generik 84,06%
 Persentase resep obat antibiotic 24,2 %
 Persentase resep obat injeksi 15%
 Presentasi obat yang tidak dilayani 2,0% untuk rawat
inap, rawat jalan 1,22%
 Jumlah item obat per lembar resep untuk rawat inap
4,1dan 4,3 item untuk rawat jalan.
 Persentase obat yang dilabeli dengan lengkap
57,15%
Dari uraian hasil analisis pengelolaan obat di atas, jawablah pertanyaan
di bawah ini:
1. Jelaskan permasalahan pengelolaan obat di IFRS di atas!
2. Upaya apa yang harus dilakukan IFRS untuk meningkatkan
keterjaringan pasien?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja IFRS di atas?
4. Bagaimana pengendalian obat yang harus diterapkan di IFRS?
5. Bagaimana kinerja pengelolaan obat pada masingmasing tahap
IFRS di atas?
6. Bagaimana upaya perbaikan yang akan anda lakukan untuk IFRS
1. Permasalahan pengelolaan obat di IFRS tersebut adalah:
Tahap Seleksi:
Kesesuaian item obat dengan FORNAS 97,03% berarti terdapat obat-obat
esensial yang tidak disediakan oleh IFRS tersebut.
Tahap Pengadaan :
Persentase dana yang tersedia untuk pengadaan obat 55,26% sehingga pen-
gadaan obat belum optimal.
Jumlah item obat yang dipakai lebih besar dari yang direncanakan artinya
banyak obat yang di luar formularium diresepkan.
- Frekuensi pengadaan obat 4,5 kali dalam setahun, dianalisis dengan EOQ 14,5
kali berarti ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama IFRS tersebut
melakukan order dalam jumlah banyak sehingga persediaan yang seharusnya
diorder 14 kali tetapi diorder dalam 4 kali sehingga meningkatkan biaya
inventory, kemungkinan kedua adalah terjadi keterlambatan order, harusnya
sudah order sebanyak 14 kali masih order sebanyak 4 kali sehingga kemungkinan
banyaknya obat yang tidak tersedia besar.
- Tertundanya pembayaran lebih dari standar
- Frekuensi kesalahan faktur/ketidakcocokan faktur melebihi standar
Tahap Distribusi
- ITOR tidak memenuhi standar (8-12 kali/tahun)
- Tingkat ketersediaan obat tidak memenuhi standar (12-18 bulan)
- Kecocokan antara obat dan kartu stok 33,77%, berarti banyak pemasukan
maupun pengeluaran obat yang tidak tercatat, sehingga kemungkinan obat
hilang besar. Di samping itu, ketidakcocokan antara obat dan kartu stok
dapat mempengaruhi pengadaan yang akan berakibat pada terjadinya
kekosongan atau menumpuknya obat tertentu. Terlihat dari jumlah obat
yang kadaluarsa 3 % dan obat yang mati 3,13%
Tahap penggunaan:
 Rata-rata waktu tunggu untuk melayani resep tidak sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit dalam hal waktu tunggu obat.
 Jumlah item obat per lembar resep belum efisien sesuai standar (1,
2,2 item obat tiap lembar resep
 Presentase obat yang dilabeli belum memenuhi syarat (100%)
 Masih adanya presentase obat yang tidak dilayani
2. Upaya yang harus dilakukan IFRS untuk meningkatkan keterjaringan pasien
- Menerapkan sistem pelayanan satu pintu
- Menerapkan e-prescribing
- Lokasi IFRS mendekati pelayanan medik seperti Instalasi Rawat Jalan dan
Instalasi Rawat Inap
3. Faktor yang mempengaruhi kinerja IFRS:
- Ketersediaan dana untuk pengadaan obat.
- Letak lokasi IFRS di RS tersebut apakah mendekati pusat pelayanan medik sehingga
mudah
terjangkau oleh pasien.
- Sumber Daya Manusia, apakah jumlah apoteker dan tenaga teknis kefarmasian lain
cukup untuk
melayani seluruh pasien sehingga tidak over load, apakah mereka merasakan
kepuasan kerja.
- Sistem Informasi Manajemen (SIM), dengan adanya SIM masalah pengelolaan obat
berkaitan
4. Pengendalian obat yang harus diterapkan di IFRS
- Ketersediaan obat dalam jumlah cukup
- Inventory, jangan sampai berlebih
- Tidak ada obat kadaluarsa
- Tidak ada obat mati
Bagaimana kinerja pengelolaan obat pada masingmasing tahap IFRS di atas?

Tahapan Indikator Standar Kasus


Seleksi 1. Kesesuaian item obat dengan 1. 100% 1. 97,03 % (buruk)
FORNAS 97,03% (Permenkes, 2016)
2. Kesesuaian item obat yang 2. 80% 2. 85,12% (bagus)
tersedia di Formularium RS (Permenkes, 2014)
Tahapa Indikator Standar Kasus
n
Pengada 1. Persentasi dana yang tersedia 1. 100%(Depkes, 2008) 1. 55,26%,
an untuk pengadaan obat (buruk)
2. Anggaran obat untuk seluruh 2. 30-40%(Depkes, 2008)
anggaran RS 2. 40,38%
3. Jumlah item obat yang dipakai 3. 100%-120% (buruk)
dibandingkan yang (Pudjanigsih,1996)
direncanakan 3. 130,06
4. Frekuensi pengadaan obat 4. Rendah < 12x/tahun. (buruk)
pertahun Sedang 12-24x/tahun.
Tinggi >24x/tahun 4. 4,5 X
dibandingkan (rendah)
EOQ(Pudjaningsih,
5. Frekuensi kesalahan faktur/ 1996)
ketidakcocokan faktur 5. 1-9 kali
6. Rata-rata tertundanya (Pudjaningsih,1996) 5. 52 X (buruk)
pembayaran
Tahap Indikator Standar Kasus
an
Distribu 1. Ketepatan data jumlah obat 1. 100%(Pudjaningsih, 1. 33,77% ,
si pada kartu stok 1996) (buruk)
2. ITOR (Inventory Turn Over
Ratio) 2. 10-23 2. 6,78 kali/
(Pudjaningsih,1996) tahun (buruk)
3. Nilai obat yang kadaluwarsa 3. 3% (masih
dan rusak 3. 0-0,25% masuk range
(Pudjaningsih,1996) RS pada
umumnya)
4. Persentasi stok mati 4. 3,13%
5. Tingkat ketersediaan obat 10 4. 0%(Depkes, 2008) (buruk)
bulan 5. 12-18 5. 10 bulan
bulan(Depkes,2008) (buruk)
Tahapan Indikator Standar Kasus
Penggunaa 1. Rata-rata waktu untuk 1. ≤60 menit. racikan ≤30 1. 74,15 menit
n melayani resep menit. non racikan (racikan) dan
(Depkes,2008) 39,54 (non
2. Persentase resep obat racikan). (buruk)
dengan generik 2. 82-94% (WHO,1993) 2. 84,06%
(memenuhi
3. Persentase resep obat standar)
antibiotic 3. 22,7 (WHO,1993)
4. Persentase resep obat 3. 24,2 % (buruk)
injeksi 4. 17% (WHO,1993) 4. 15% (buruk)
5. Presentasi obat yang tidak 5. - 5. 2,0% untuk
dilayani rawat inap, rawat
6. Jumlah item obat per 6. 3,3 (WHO,1993) jalan 1,22%
lembar (baik)
6. rawat inap 4,1
7. 100% dan 4,3 item
7. Persentase obat yang (Pudjaningsih,1996) untuk rawat
dilabeli dengan lengkap jalan. (buruk)
6. Upaya perbaikan yang akan dilakukan IFRS tersebut
Tahapan Masalah Solusi
seleksi Kesesuaian item obat dengan Formularium RS 85,12% Membentuk PFT dan menyusun formularium rumah sakit dan
fungsi PFT di dalam memilih obat yang memenuhi standar effi-
cacy, safety, sebagai kriteria dalam seleksi obat.

Pengadaan Persentasi dana yang tersedia untuk pengadaan obat Perlu adanya pengusulan kenaikan anggaran pengadaan obat
55,26% kepada manajamen agar ketersediaan obat dapat terpenuhi

Anggaran obat untuk seluruh anggaran RS 40,38 % Sudah efisien 30 – 40 % (Hudyono dan Andayaningsih, 1990)

Jumlah item obat yang dipakai dibandingkan yang diren- Kurang efisien persentase terlalu tinggi perlunya dilakukan pe-
canakan 130,06 % mantauan pada jumlah item obat yang akan digunakan dengan
jumlah yang akan direncanakan.
Frekuensi pengadaan obat 4,5 kali dalam setahun dianali- Meningkatkan frekuensi pengadaan dengan metode EOQ agar
sis dengan EOQ 14,5 kali dapat menurunkan biaya penyimpanan dan resiko kerusakan
(Belum efisisen /sedang) kadaluarsa, walapun biaya pemesanan meningkat tetap dapat
melukan efisiensi biaya yang besar

Frekuensi kesalahan faktur/ketidakcocokan faktur 52 kali (t- Harus memilih supplier secara selektif (pabrikan, distributor)
inggi) yang memenuhi aspek mutu produk yang terjamin, aspek legal
dan harga yang sesuai

Rata – rata tertundanya pembayaran 60 kali (tinggi) Mengoptimalkan penggunaan SIM berbasis IT agar memu-
dahkan dalam melakukan penjumlahan dan penjadwalan jatuh
tempo pembayaran,
Meningkatkan ITOR agar profit margin dapat bertambah se-
hingga dapat membantu aliran kas di IFRS
Distribusi Kecocokan antara obat dan kartu Perlu adanya mekanisme bagi setiap pegawai untuk melakukan control kesesuaian obat
stok 33,77 % dengan kartu stock setiap hari atau minimal melakukan control setiap barang datan maupun
(Belum efisien < 100 % ) keluar. Selain itu dukungan SIM berbasis IT juga diperlukan untuk mengoptimalkan keco-
cokan data fisik obat dan kartu stok serta membantu dalam menyajikan data perencanaan
dan pengadaan obat selanjutnya

ITOR (iventrory Turn Over Ratio) Mengendalikan jumlah perseduaan, menyediakan data persediaan dan dukungan SIM
6,78 kali/tahun (dibawah range) berbasis IT
Nilai obat yang kadaluwarsa dan Penataan obat dengan metode FEFO/FIFO, kemudian perlu dilakukan control ED tiap bulan
rusak 3% dan didukung dengan adanya SIM Berbasis IT

Persentasi obat yang mati 3,13 % Melakukan kebijakan system penerapan satu pintu
Mengoptimalkan peran PFT dan formularium serta didukung SIM berbaris IT agar dapat di-
jadikan data dan bahan dalam seleksi obat dan evaluasi serta revisi formularium oleh PFT
Penggunaan Rata – rata waktu untuk melayani resep Menggunakan system e-prescribing agar proses pelayanan menjadi
74,15 menit (racikan) dan 39,54 (non lebih efisien, efektifdan cepat serta meminimalkan terjadinya medica-
tion eror.
racikan) Penataan rak obat berdasarkan kategore obat (fast.slow moving)
(waktu terlalu lama) Pengkategorian jalur pelayanan resep (jalur cepat/ < 2 item obat, regu-
lar / > item obat , dan racikan)

Persentasi resep obat dengan generik 84,06% Mengoptimalkan peran PFT dan formularium dengan menerapkan ke-
bijakan 1 generik + 2 branded generik agar penulis resep (dokter) mu-
dah mengingat obat yang tersedia di rumah sakit

Persentasi obat yang tidak dilayani 2,0 % untuk Melakukan koordinasi rutin kepada supplier atau distributor dan beker-
rawat inap, rawat jalan 1,22 % jasama dengan beberapa paotek di luar rumah sakit di dalam penye-
diaan obat –obatan cito

Jumlah item obat per lembar resep 4,1 untuk Mengoptimalkan peran PFT dan formularium sehingga peresepan
rawat inap dan 4,3 item untuk rawat jalan lebih rasional

Persentase obat yang dilabeli dengan lengkap Melakukan pemantauan pada setiap label obat untuk meminimalkan
57,15% adanya obat tanpa label
DAFTAR PUSTAKA
1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
7 TAHUN 2019 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
2. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBIK INDNESIA NOMOR 34
TAHUN 2021 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DIKLINIK
Thank you

Anda mungkin juga menyukai