Anda di halaman 1dari 17

Keselamatan kerja(k3)

TUGAS

Di Susun Oleh:

Nando Kye
Nim: 20160611044083

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2020
JUDUL

A. Jenis-Jenis Kecelakaan yang Dapat Terjadi di Sektor Industri

B. Kecelakaan Pekerjaan Proyek


Bangunan…………………………………...3-6

C. Studi Kasus Kecelakaan Kerja


Konstruksi…………………………………7-8

D.Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek


Konstruksi……………………….....8-9

E. Pedoman K3
Konstruksi…………………………………………………….9-10

F. Pengawas dan sistem


manajemen……………………………………………

G. Jaminan Sosial Tenaga


Kerja………………………………………………..
Sumber Kecelakaan

Sumber Kecelakaan Pada Mesin (B1)

Contoh Kasus : pada 11 Nopember 2017 lalu sekitar pukul 23.45 WIB,
status rig operation ACS-06 sedang TOH ESP (cabut stand). Pada stand ke-48,
floorman (IP) meminta toolpusher (pengganti Driller yang saat itu sedang
istirahat) untuk menghidupkan PTO dengan tujuan agar posisi jaw Rotary tong
(open type) terbuka dengan sempurna. Disaat IP memposisikan Jaw Rotary tong,
tiba-tiba tangan kiri IP tertarik mengakibatkan pergelangan tangan kiri IP putus
alias terpotong diantara drag block dengan cover plate rotary tong.

Dalam laporannya, korban IP segera dibawa ke CPI Klinik Petapahan, dan


kegiatan rig operasi dihentikan.

Sumber Perusahaan : PT Chevron

Sumber Berita : http://www.analisariau.com/2017/11/kecelakaan-kerja-karyawan-


chevron.html

Jenis Kecelakaan : Putus Tangan pada Jaw Rotary tong

Type Kecelakaan : C3 ( terjepit pada Jaw Rotary Tong dan putus)

Foto Bukti :
Sumber Kecelakaan Pada Mesin pompa (B2)

Awalnya pompa minyak itu diangkat dan di-repair, setelah selesai memperbaiki
pompa tersebut hendak dipasang kembali," kata Syafruddin. Untuk menurunkan
pompa minyak tersebut korban menggunakan crane berkekuatan 1 ton. Setelah itu
pompa digeser dengan crane berkekuatan tiga ton, namun saat penggeseran
tersebut belting crane tiga ton belum terpasang, saat itu mesin tersebut terjatuh
dan terhempas ke korban. Mesin pompa itu awalnya menghantam wajah korban
dan selanjutnya, menghantam dada korban yang selanjutnya menjepit korban,"
kata Syafruddin. Kejadian tersebut pertama diketahui oleh tiga rekan korban yakni
Ajang Hermawan, Purnama Putra, Leo Ramses, dan Wiji Heriadi

Mereka ini satu tim, bagian teknisi," kata Syafruddin.

Sumber Perusahaan : PT Drydock Word Pratama.

Sumber Berita : Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pekerja
PT TUB Tewas Terjepit Pompa Minyak,
https://www.tribunnews.com/regional/2019/03/05/pekerja-pt-
tub-tewas-terjepit-pompa-minyak.

Jenis Kecelakaan : Terjepit Pompa

Type Kecelakaan :
C1 (terbentur)

Foto Bukti :
Sumber Kecelakaan Pada Lift (B3)

Ia mengatakan, saat lift sedang diperbaiki, ada seseorang yang menyalakan


lift. Lift tersebut kemudian bergerak dan hal itu menyebabkan Purnomo terjepit.
Argo belum menjelaskan secara detail apakah saat perbaikan lift dilakukan
terdapat tanda larangan penggunaan lift atau tidak. "Akibatnya, korban mengalami
luka yang sangat parah dan meninggal dunia di lokasi," ujar dia. Jenazah korban
kemudian dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk
melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Sumber Perusahaan : Puri Mansion Tower, Cengkareng, Jakarta

Sumber Berita : Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Seorang Pekerja
Tewas Terjepit Saat Perbaiki Lift di Cengkaerng",
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/05/25/13364521/seorang-
pekerja-tewas-terjepit-saat-perbaiki-lift-di-cengkaerng.

Jenis Kecelakaan : Terjepit pada Lift

Type Kecelakaan : C3 (terjepit)

Foto Bukti :

Sumber Kecelakaan B4
KEDIRI, KOMPAS.com — Gara-gara salah memasang dongkrak, Rohmad (53), warga Desa
Petok, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, meninggal dunia.

Jenis Perusahaan : -

Sumber Berita : Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Salah Pasang
Dongkrak, Pria Ini Tewas Tergencet
Mobil", https://regional.kompas.com/read/2015/11/30/20491141/Salah.Pasa
ng.Dongkrak.Pria.Ini.Tewas.Tergencet.Mobil.

Jenis Kecelakaan : tertimpa Mobil akibat salah pasang dongkrak

Type Kecelakaan : C2 (kejatuhan Benda)

Foto Bukti :

Sumber Kecelakaan B5

Informasi yang berhasil dihimpun, korban merupakan warga Lingkungan Cilurah,


Kelurahan Kepuh, Kecamatan Ciwandan. Dia meninggal diduga akibat terjepit
belt conveyor.

Jenis Perusahaan : PT Cemindo Gemilang, Ciwandan.

Sumber Berita : https://www.radarbanten.co.id/pekerja-di-pt-cemindo-gemilang-


meninggal-diduga-terjepit-belt-conveyor/

Jenis Kecelakaan : Terjepit Belt conveyor

Type Kecelakaan : C3 (terjepit)

Foto Bukti : -
Sumber Kecelakaan B6

Kepolisian bergerak cepat menyelidiki kecelakaan maut yang menewaskan


5 orang di areal tambang batu bara di Kutai Barat, Kalimantan Timur. Dugaan
sementara, Dump Truck (DT) dengan kecepatan tinggi menghantam mobil dobel
kabin berlawanan arah

Kecelakaan kerja terjadi di kilometer 14 jalan hauling PT Gunung Bayan Pratama


Coal. Trailer DT bermuatan batu bara dengan kecepatan tinggi menabrak mobil
dobel kabin yang berlawanan arah," kata Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol
Antonius Wisnu Sutirta kepada detikcom di ujung telepon, Sabtu (16/6/2012)
malam WITA.

Jenis Perusahaan : PT Gunung Bayan Pratama Coal

Sumber Berita : https://news.detik.com/berita/d-1943052/kecelakaan-maut-di-


tambang-batu-bara-mobil-korban-terseret-20-meter

Jenis Kecelakaan : Tabrakan antara dumbtruck dan mobil doben kabin

Type Kecelakaan : C1 ( Terbentur)

Foto Bukti :
contoh foto
A. Jenis-Jenis Kecelakaan yang Dapat Terjadi di Sektor Industri

Beberapa industri nampaknya harus lebih hati-hati dan memperhatikan


keselamatan kerja para pegawainya, karena beberapa industri di bawah ini adalah
industri yang mempunyai tingkat kecelakaan kerja cukup tinggi. Dalam beberapa
kasus yang di temukan, jenis kecelakaan kerja di sektor industri di bawah ini
adalah yang paling sering terjadi.

 Jenis-jenis kecelakaan yang dapat terjadi di sektor industri antara lain :


 Elektronik (manufaktur)

 Teriris, terpotong
 Terlindas, tertabrak
 Berkontak dengan bahan kimia atau bahan berbahaya lainnya
 Kebocoran gas
 Menurunnya daya pendengaran, daya penglihatan
 Produksi metal (manufaktur)

Terjepit, terlindas
Tertusuk, terpotong, tergores
Jatuh terpeleset
Terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal, cairan non-
metal
 Petrokimia (minyak dan produksi batu bara, produksi karet,
produksi karet, produksi plastik)

 Terjepit, terlindas
 Teriris, terpotong, tergores
 Jatuh terpeleset
 Tertabrak
 Terkena benturan keras
 Terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan hidrokarbon dan
abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun
 Rawan dengan bahan bakar yang mudah terbakar.
 Konstruksi

 Kemungkinan jatuh dari ketinggian


 Kejatuhan barang dari atas
 Terinjak
 Terkena barang yang runtuh, roboh
 Berkontak dengan suhu panas, suhu dingin, lingkungan yang
beradiasi pengion dan non pengion, bising
 Terjatuh, terguling
 Terjepit, terlindas
 Tertabrak
 Terkena benturan keras
B. Kecelakaan Pekerjaan Proyek Bangunan

Konstruksi bangunan adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan


seluruh tahapan yang dilakukan di tempat kerja. Pekerjaan proyek konstruksi
bangunan melibatkan beberapa aspek diantaranya adalah bahan bangunan,
pesawat/ bahan bangunan  instalasi/ bahan bangunan peralatan, tenaga kerja, dan
penerapan teknologi. Semua aspek tersebut dapat merupakan sumber kecelakaan
kerja yang bahkan dapat mengakibatkan kematian atau kerugian material.

Dulu para ahli beranggapan suatu kecelakaan dikarenakan oleh tindakan


pekerja yang salah. Namun sekarang anggapan itu telah berbeda padnangan, yaitu
bahwa kecelakaan kerja bukan hanya disebabkan oleh tindakan pekerjanya saja,
tetapi juga faktor-faktor organisasi dan manajemen. Para pekerja dan pegawai
seharusnya dapat diarahkan dan dikontrol oleh pihak manajemen guna terciptanya
suatu kegiatan kerja yang aman. Berdasarkan teori-teori penyebab kecelakaan
terbaru, maka pihak manajemen harus bertanggungjawab terhadap keselamatan
kerja para pekerjanya.
Pekerja proyek harus di lengakapi alat keselamatan kerja yang memadai dengan
standarisasi nasional agar kecelakaan pada saat bekerja dapat berkurang. Alat
Pelindung Diri untuk para pekerja proyek bangunan harus benar-benar berkualitas
guna terciptanya rasa aman dan nyaman saat bekerja. Alat Pelindung Diri (APD)
seperti: Safety Helmet, Safety Belt, Safety Shoes, Sepatu Karet, Sarung Tangan,
Masker (Respirator) dan lain-lain sesuai standar nasional.

Angka kecelakaan kerja konstruksi di Indonesia masih termasuk buruk.


Pada tahun 2015 2.375 Orang Meninggal dalam Kecelakaan Kerja Menurut Juan
Somavia, Dirjen ILO, industri konstruksi termasuk paling rentan kecelakaan,
diikuti dengan anufaktur makanan dan minuman, Tidak hanya di negara-negara
berkembang, di negara maju sekalipun kecelakaan kerja konstruksi masih
memerlukan perhatian serius. Oleh karena itu, harus ditemukan cara pencegahan
yang efektif.
Pemerintah sejak lama sudah mempertimbangkan terkait masalah
perlindungan tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003,
pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang
ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan,
jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan
kesehatan kerja.

Permasalahan pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja, tentu
saja tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum yang dilakukan di negara
maju. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah keteladanan pihak
Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga “the biggest
owner.”

Manajemen pekerjaan proyek bangunan sangat berperan dalam


pencegahan kecelakaan di proyek konstruksi. Peran tersebut mulai dari
perancanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan. Selanjutnya dapat pula
ditinjau dari komponen manusia, material, uang, mesin/alat, metode kerja,
informasi.
C. Studi Kasus Kecelakaan Kerja Konstruksi

Kejadian yang mencoreng jasa konstruksi di Indonesia kembali terjadi.


Lima pekerja tewas dan sembilan lainnya luka parah tertimpa tembok bangunan
pabrik kayu lapis yang sedang dibangun di Dukuh Sawur, desa Genengsari,
Kecamatan Polokarto, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (11/9). Empat korban
tewas di tempat kejadian sementara satu lainnya meninggal di RS PKU
Muhammadidyah Karanganyar.
Menurut saksi mata, Imam Hartono, pemilik pabrik, sebelum tembok
roboh, datang angin kencang dari arah barat. “Kejadian berlangsung tiba-tiba,
tidak ada seorang pun tukang bangunan yang menyangka kalau tembok yang
sedang dikerjakan itu runtuh setelah dihantam angin yang datang dari arah barat,”
ungkapnya. Menurut Sutoyo,46, pekerja yang selamat dari tragedi tersebut
menyatakan sebelumnya tidak ada tanda-tanda tembok setinggi lima meter dengan
panjang hampir 50 meter yang sedang dikerjakan itu akan roboh. “Tiba-tiba
tembok sebelah barat itu ambruk dan menimpa teman-teman yang sedang berada
di bawahnya,” ujarnya.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan
konstruksi. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari
jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di
Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko
terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian,
perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Jumlah tenaga kerja di sektor
konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53% di antaranya hanya
mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar
1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun.
Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan
yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini
tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan
metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3
yang diterapkan pada perusahaan konstruksi.
D.Resiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang


memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama
kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan
karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-
beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis
dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja
yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat
lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi
yang berisiko tinggi. Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal
tahun 1980an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan
kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. Per-01/Men/1980.
Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun belum
pernah diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat
dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia. Hal yang sangat
disayangkan adalah pada penerapan peraturan tersebut di lapangan. Rendahnya
kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan rendahnya tingkat
penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan peraturan
keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya
menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Akibat penegakan hukum
yang sangat lemah, King and Hudson (1985) menyatakan bahwa pada Tantangan
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia
proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat
kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.
E. Pedoman K3 Konstruksi

Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan


tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan
UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal
dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga
kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan
ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih
ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya
masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk
pelanggaran terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.
Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,
pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan
Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman
yang selanjutnya disingkat sebagai ”Pedoman K3 Konstruksi” ini merupakan
pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia.
Pedoman K3 Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit
dimengerti karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta
tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-
kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di
lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara
pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.
Pedoman K3 Konstruksi selama hampir dua puluh tahun masih menjadi pedoman
yang berlaku. Baru pada tahun 2004, Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, yang kini dikenal sebagai Departemen Pekerjaan Umum, amulai
memperbarui pedoman ini, dengan dikeluarkannya KepMen Kimpraswil No.
384/KPTS/M/2004 Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan. ”Pedoman Teknis K3 Bendungan”
yang baru ini khusus ditujukan untuk proyek konstruksi bendungan, sedangkan
untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya seperti jalan, jembatan, dan bagunan
gedung, belum dibuat pedoman yang lebih baru. Namun, apabila dilihat dari
cakupan isinya, Pedoman Teknis K3 untuk bendungan tersebut sebenarnya dapat
digunakan pula untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya. ”Pedoman Teknis K3
Bendungan” juga mencakup daftar berbagai penyakit akibat kerja yang hrus
dilaporkan. Bila dibandingkan dengan standar K3 untuk jasa konstruksi di
Amerika Serikat misalnya, (OSHA, 29 CFR Part 1926), Occupational Safety and
Health Administration (OSHA), sebuah badan khusus di bawah Departemen
Tenaga Kerja yang mengeluarkan pedoman K3 termasuk untuk bidang
konstrusksi, memperbaharui peraturan K3-nya secara berkala (setiap tahun).
Peraturan atau pedoman teknis tersebut juga sangat komprehensif dan mendetil.
Hal lain yang dapat dicontoh adalah penerbitan brosur-brosur penjelasan untuk
menjawab secara spesifik berbagai isu utama yang muncul dalam pelaksanaan
pedoman Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek
Konstruksi di Indonesia teknis di lapangan. Pedoman yang dibuat dengan tujuan
untuk tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai
aturan, selayaknya secara terus menerus disempurnakan dan mengakomodasi
masukan-masukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan. Dengan
demikian, pelaku konstruksi akan secara sadar mengikuti peraturan untuk tujuan
keselamatan dan kesehatan kerjanya sendiri.
Penutup

Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja


pada penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa
bebagai masalah dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf
kualitas hidup sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi
Indonesia, lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal
sampai dengan tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian
yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar
adalah para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa
konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan hidup.
Permaslahan K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja
berkarakteristik demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang
umum dilakukan di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah
keteladanan pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga
“the biggest owner.” Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar
dalam usaha perubahan paradigma K3 konstruksi. Dalam penyelenggaraan
proyek-proyek konstruksi yang didanai oleh APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri,
Pemerintah antara lain dapat mensyaratkan penilaian sistem K3 sebagai salah satu
aspek yang memiliki bobot yang besar dalam proses evaluasi pemilihan penyedia
jasa. Di samping itu, hal yang terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan
yang terus menerus kepada seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi,
karena tanpa program-program yang bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan
masalah K3 konstruksi tidak mungkin tercapai.

Anda mungkin juga menyukai