Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS INVESTIGASI KECELAKAAN

LAPORAN PRAKTIKUM STUDI KASUS


METODE PRISMA

Oleh :
Nama : M. Raihan Rakhadary
NRP : 0520040085
Kelas : K3-3C

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Metode PRISMA
Proses industrialisasi telah mendorong perkembangan berbagai industri melalui
penerapan berbagai teknologi dan penggunaan berbagai bahan. Hal ini dapat berdampak pada
tenaga kerja berupa risiko kecelakaan dan penyakit. Untuk mengurangi dampak tersebut,
perlu diterapkan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja (AM. Sugeng
Budiono, 2003:203).

Setiap bidang kegiatan manusia memiliki kemungkinan terjadinya kecelakaan, dan


tidak ada bidang pekerjaan yang dapat dikecualikan. Kecelakaan industri sebenarnya
merupakan akibat dari aturan dan kondisi kerja yang tidak aman (International Labour
Organization, 1989:15). Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, tetapi memiliki alasan,
sehingga selama kita mau mencegah kecelakaan, kecelakaan dapat dicegah (Suma'mur PK.,
1996:212). Kecelakaan juga merupakan hasil kombinasi dari banyak faktor.

Metode Prevention and Recovery Information System for Monitoring and Analysis
(PRISMA) adalah metoe yag dikembangkan untuk mengelola human error dalam kimia
industri proses, namun dalam dekade terakhir ini juga diterapkan di sektor transportasi,serta
di bidang Kesehatan. Tujuan metode PRISMA adalah untuk membangun database kuantitatif
insiden dan penyimpangan proses, untuk memfasilitasi pengembangan dan evaluasi strategi
pencegahan berbasis sistem. Tiga langkah utama yang dapat diidentifikasi dalam metode
PRISMA adalah pohon sebab akibat metode deskripsi insiden; klasifikasi akar masalah
dengan model klasifikasi Eindhoven (ECM); dan perumusan langkah struktural untuk
perbaikan

1.1.2 Kronologi Kejadian


Masa pandemi yang telah berlangsung sejak tahun lalu ini membuat roda
perekonomian masyarakat terhambat dan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan
akibat dari PHK besar-besaran. Tapi dibalik kesedihan tersebut, masih banyak pekerja
yang berusaha menghidupi keluarganya namun malah mengalami kemalangan saat
mereka bekerja. Pada akhir Juli 2021, terjadi kecelakaan kerja di salah satu pabrik
milik PT Wilmar Nabati yang merupakan bagian dari Wilmar Group Dumai. Insiden
terjadi saat dua pekerja dari perusahaan sub kontraktor CV Dwina Utama mendapat
pekerjaan untuk melakukan cleaning/pembersihan corong splitter Pabrik CPO PT
Wilmar Kota Dumai.
Suhendri (39) dan M. Haris Sofyan (36) merupakan pekerja dari Dwina Utama
yang berangkat untuk melakukan tugas pembersihan tersebut, meskipun keduanya
masih tidak memiliki sertifikasi Tenaga Kerja Pada Ketinggian (TKPK). Mereka
mulai bekerja pada siang menjelang sore. Keduanya bekerja tanpa APD yang
memadai dan tanpa pengawasan dari pengawas K3. Tanpa safety briefing dan alat
pengaman sesuai ketentuan K3, mereka tetap melakukan pekerjaan mereka untuk
membersihkan tray splitter 511 di pabrik tersebut. Sampai akhirnya salah satu
terpeleset dari pijakannya dan keduanya kehilangan keseimbangan yang
mengakibatkan mereka jatuh dari ketinggian sekitar 30 meter. Haris Sofyan
meninggal di tempat kejadian, sedangkan Suhendri masih sempat dibawa ke rumah
sakit untuk mendapat perawatan namun nyawanya tetap tidak tertolong.

Sangat disayangkan kecelakaan tersebut bisa terjadi karena kekurangan dari pihak
manajemen PT Wilmar Nabati Indonesia. Pasalnya mereka sebagai pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain tidak melaporkan perusahaan sub kontraktornya ke
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Dumai yang merupakan
pelanggaran terhadap Permenaker No. 19 Tahun 2012. Pihak manajemen baru
melaporkan setelah ada insiden kecelakaan kerja yang menimpa kedua pekerja
tersebut. Apalagi terkait dengan ketidakhadiran pengawas K3 yang memadai untuk
pekerjaan ketinggian dan absennya alat pengaman bagi para pekerja yang bekerja di
ketinggian tersebut yang diatur dalam Permenaker No. 9 Tahun 2016 tentang K3
Pekerjaan di Ketinggian.

CV Dwina Utama mengurus korban dan memenuhi hak bagi ahli waris sesuai
ketentuan yang berlaku dan dalam waktu secepatnya. Meskipun nyawa tidak bisa
ditukar dengan uang, setidaknya mereka harus meringankan beban keluarga yang
ditinggalkan oleh para korban. Sebanyak 10 saksi sudah diperiksa termasuk dari pihak
Wilmar Group sendiri. Pihak Wilmar Group Dumai terancam sanksi pidana karena
mengabaikan peraturan dan K3 yang berlaku, berupa sanksi kurungan atau denda.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana alur investigasi kecelakaan kerja dengan menggunakan metode PRSIAM?
2. Bagaimana hasil dari investigasi dan analisis kecelakaan kerja dengan metode PRISMA yang
telah diperoleh?
3. Bagaimana rekomendasi-rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil analisis
tersebut terkait kecelakaan yang telah terjadi agar tidak terulang kejadian yang sama ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Memahami alur investigasi kecelakaan kerja dengan menggunakan metode PRISMA.
2. Memahami hasil dari investigasi dan analisis kecelakaan kerja dengan metode PRISMA.
3. Memahami beberapa rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan untuk mencegah kasus yang sama terulang.
BAB II
DASAR TEORI
2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian tidak terduga dan tidak di kehendaki yang
mengganggu suatu aktivitas atau pekerjaan yang telah diatur. Kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian yang tidak dikendaki dan tidak terduga yang dapat
menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban
jiwa. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan,
karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, apalagi dalam
bentuk perencanaan. Kecelakaan adalah suatu kejadian tidak diinginkan, datang
secara langsung dan tidak terduga, yang dapat menyebabkan kerugian pada
manusia, perusahaan, masyarakat dan lingkungan.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi dan
menyebabkan kerugian pada manusia dan harta benda, dimana ada tiga jenis
tingkatan kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan yaitu :
a. Accident adalah kejadian yang tidak diinginkan yang bisa
menimbulkan kerugian baik manusia, maupun terhadap harta benda.
b. Incident adalah kejadian yang tidak diinginkan yang belum
menimbulkan kerugian.
c. Near miss adalah kejadian hambir celaka, atau kejadian ini hampir
menimbulkan kejadian incident ataupun accident.

2.1.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Internasional Labour


Organization (ILO) ada sebagai berikut :
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut jenisnya, yaitu seperti terjatuh,


tertimpa benda jatuh, tertumbuk atau terkena berbagai jenis benda,
terkecuali benda jatuh, terjepit oleh benda, gerakan yang melebihi
kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus listrik, kontak dengan
bahan yang berbahaya atau radiasi dan berbagai jenis lainnya.
b. Klasifikasi menurut penyebab

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebabnya, yaitu mesin ,


alat angkut dan alat angkat, peralatan lain, berbagai jenis bahan, zat dan
radiasi dan lingkungan kerja.
c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan

Klasifikasi kecelakaan menurut sifat luka atau kelaianan seperti


patah tulang, diskolasi atau keseleo, rengang otot atau urat, memar luka
dalam, amputasi, jenis luka lainnya, luka dipermukaan, gegar dan remuk,
luka bakar, berbagai macam keracunan mendadak (akut), mati lemas,
pengarus arus listrik, pengaruh radiasi.
d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh

Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh seperti bagian


kepala, leher, badan, anggota atas, anggota bawah.

Kecelakaan kerja dapat menimbulkan korban jiwa (manusia). Kecelakaan


kerja dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
a. Kecelakaan Kerja Ringan

Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa


kecelakaan kerja, setelah diberi pengobatan seperlunya, selanjutnya bisa
langsung bekerja kembali seperti semula (samadengan kondisi sebelum
menjadi korban kecelakaan)
b. Kecelakaan Kerja Sedang

Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa


kecelakaan kerja dalam waktu maksimal 2 x 24 jam setelah diberi
pengobatan seperlunya, selanjutnya bisa bekerja kembali seperti semula
(samadengan kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan kerja)
c. Kecelakaan Kerja Berat

Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa


kecelakaan kerja, tidak bisa bekerja kembali seperti semula (sama dengan
kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan kerja) dalam waktu lebih dari
2 x 24 jam setelah diberi pengobatan seperlunya. Atau bila manusia atau
tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa kecelakaan kerja mengalami
cacat tubuh seumur hidup.

2.1.3 Sebab Kecelakaan

Kecelakaan kerja akan terjadi apabila terdapat berbagai faktor penyebab


secara bersamaan pada suatu tempat kerja. Suatu kecelakaan kerja tidak dapat
terjadi dengan sendirinya, akan tetapi terjadi oleh satu atau beberapa faktor
penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu kejadian.
Teori penyebab akibat terjadinya kecelakaan dikenal dengan Teori Tiga
Faktor Utama (Three Main Factor Theory). Dalam teori terebut, suatu
kecelakaan kerja di sebabkan oleh tiga faktor utama yaitu: (1) faktor manusia
(umur, masa kerja, tingkat pendidikan, perilaku, pengetahuan), (2) faktor
lingkungan (kebisingan, suhu udara, penerangan, dan lantai licin), (3) faktor
peralatan (kondisi mesin, tersedianya alat pengaman mesin dan letak mesin).
a. Faktor manusia

- Umur

Umur akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja,


dan tanggung jawab seseorang. Karyawan muda umumnya mempunyai
fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang
bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover- nya rendah.
Kapasitas fisik, seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan
reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih. Sebaliknya mereka
lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan
bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Kecenderungan bahwa
beberapa jenis kecelakaan seperti terjatuh lebih sering terjadi pada
tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja berusia
sedang atau muda. Juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih
meningkat mengikuti pertambahan usia
b. Masa Kerja

Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja
bekerja disuatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif
maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan
semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam
melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif
apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada
tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat
monoton atau berulang-ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga yaitu:
1. Masa Kerja baru : < 6 tahun

2. Masa Kerja sedang : 6 – 10 tahun

3. Masa Kerja lama : < 10 tahun

c. Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan,


sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat
ia hidup, proses sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh
lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari
sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan
kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.23 Pendidikan
adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain
baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka mereka cenderung untuk menghindari potensi bahaya yang
dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor
dan persyratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (substandard).
Sebab utama kecelakaan kerja meliputi :
1. Faktor manusia atau tindakan tidak aman (unsafe actions)

Manusia atau tindakan tidak aman merupakan tindakan berbahaya


dari para tenaga kerja yang mungkin dilatar belakangi oleh berbagai
sebab anatara lain kurang pengetahuan dan keterampilan ( lack of
knowledge and skill ), ketidakmampuan untuk bekerja secara normal
(inadequate capability ), ketidak fungsian tubuh karena cacat yang tidak
nampak (bodily defect), kelelahan dan kejenuhan (fatique and
boredom), sikap dan tingkah laku yang tidak aman (unsafe attitude and
habits), kebisingan dan stress (confuse and stress) karena prosedur kerja
yang baru belum dapat dipahami, belum menguasai atau belum terampil
dengan peralatan atau mesin baru (lack of skill), penurunan konsentrasi
(difficulty in concentrating) dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan,
sikap masa bodoh (ignorance) dari tenaga kerja, kurang adanya
motivasi kerja (improper motivation) dari tenaga kerja, kurang adanya
kepuasan kerja (low job satisfaction), dan sikap kecenderungan
mencelakai diri sendiri.1 Tindakkan yang berbahaya ( unsafe action)
yaitu perilaku atau kesalahan- kesalahan yang dapat menimbulkan
kecelakaan seperti ceroboh, tidak memakai alat pelindung diri, hal ini
disebabkan oleh gangguan kelengahan, kecerobohan, mengantuk,
kelelahan, kesehatan, gangguan penglihatan, penyakit, cemas serta
kurangnya pengetahuan dalam proses kerja, dan cara kerja.
2. Faktor lingkungan atau kondisi tidak aman (unsafe conditions)

Faktor lingkungan atau kondisi tidak aman adalah kondisi tidak


aman dari mesin, alat, bahan, lingkungan tempat kerja, proses kerja,
sifat kerja dan sistem kerja. Lingkungan dapat diartikan tidak saja
lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan yang berkaitan dengan
penyediaan fasilitas, pengalamn manusia yang lalu maupun sesaat
sebelum bertugas, pengaturan organisasi keja, hubungan sesama
pekerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengagnggu
konsentrasi.1 Kondisi yang berbahaya (unsafe condition) yaitu faktor-
faktor lingkungan fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan seperti
mesin tanpa pengaman, penerangan yang tidak sesuai, Alat Pelindung
Diri (APD) tidak efektif, lantai yang berminyak, pencahayaan kurang,
silau, mesin yang terbuka.

2.1.4 Kerugian Akibat Kecelakaan

Kerugian kecelakaan dikategorikan menjadi dua yaitu kerugian langsung


(direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost). Kerugian langsung
misalnya cidera pada tenaga kerja dan kerusakan pada sarana produksi.
Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak terlihat sehingga sering
disebut juga sebagai kerugian tersembunyi (hidden cost) misalnya kerugian
akibat terhentinya proses produksi, penurunan produksi, klaim atau ganti rugi,
dampak social, citra dan kepercayaan konsumen.
a. Kerugian atau biaya langsung (direct cost)

Kerugian atau biaya langsung, yaitu suatu kerugian yang dapat


dihitung secara langsung dari mulai terjadinya peristiwa sampai dengan
tahap rehabilitasi, misalnya : penderitaan tenaga kerja yang mendapat
kecelakaan dan keluarganya, biaya pertolongan pertama pada kecelakaan,
biaya pengobatan dan perawatan, biaya angkut dan biaya rumah sakit,
biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan, upah selama tidak
bekerja, biaya perbaikan peralatan yang rusak.
b. Biaya pengobatan dan kompensasi

Kecelakaan mengakibatkan cidera, baik cedera ringan, berat, cacat


atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan mengakibatkan tidak
mampu menjalankan tugas dengan baik sehingga mempengaruhi
produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan
biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang
berlaku.
c. Kerusakan sarana produksi

Kerugian langsung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat


kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan.
Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk perbaikan kerusakan.banyak
perusahaan yang terlena dengan adanya jaminan asuransi terhadap aset
organisasinya. Pada kenyataannya, asuransi tidak akan membayar seluruh
kerugian yang terjadi, karena ada hal yang tidak termasuk dalam lingkup
asuransi, seperti kerugian terhentinya produksi, hilangnya kesempatan
pasar atau pelanggan.
d. Kerugian atau Biaya tidak langsung atau terselubung (indirect cost)

Kerugian atau biaya tidak langsung atau terselubung, yaitu kerugian


berupa biaya yang di keluarkan dan meliputi suatu yang tidak terlihat
pada wktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan, biaya
tidak langsung ini antara lain mencakup hilangnya waktu kerja dari
tenaga yang mendapat kecelakaan, hilangnya waktu kerja dari tenaga
kerja lain seperti rsa ingin tahu dan rasa simpati serta setia kawan untuk
membantu dan memberikan pertolongan pada korban, mengantar ke
rumah sakit, berhentinya proses produksi sementara, kegagalan
pencapaian target, kehilangan bonus, kerugian akibat kerusakan mesin,
biaya penyelidikan dan social lainnya misalnya mengunjungi tenaga
kerja yang sedang menderita akibat kecelakaan, penyelidikan sebab
terjadinya kecelakaan, mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk
meneruskan pekerjaan dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan,
merekrut dan melatih tenaga kerja baru, dan timbulnya ketegangan dan
stress serta menurunnya moral dan mental tenaga kerja. Kerugian tidak
langsung antara lain:
e. Kerugian Jam Kerja

Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara


untuk membantu korban cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan
kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang
akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi
produktivitas.
f. Kerugian Produksi
Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi
akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa
berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk
mendapatkan keuntungan.
g. Kerugian Sosial

Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial baik terhadap


keluarga korban yang terkait secara langsung, maupun lingkungan sosial
sekitarnya. Apabila seorang pekerja mendapat kecelakaan, keluarganya
akan turut menderita. Bila korban tidak mampu bekerja atau meninggal,
maka keluarga akan kehilangan sumber kehidupan.
h. Citra dan Kepercayaan Konsumen

Kecelakaan menimbulkan citra negatif bagi perusahaan karena


dinilai tidak peduli keselamatan, tidak aman atau merusak lingkungan.
Citra perusahaan sangat penting dan menentukan kemajuan suatu usaha,
untuk membangun citra atau company image, organisasi memerlukan
perjuangan berat.
Citra ini dapat rusak dalam sekejap jika terjadi bencana atau
kecelakaan, sebagai akibatnya masyarakat akan meninggalkan bahkan
mungkin akan memboikot setiap produknya. Perusahaan yang peduli K3
akan dihargai dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan
penanaman modal.

2.1.5 Upaya Pencegahan Kecelakaan

Menurut Olishifki menyatakan bahwa aktivitas pencegahan yang


professional adalah memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari
mesin, cara kerja, material dan struktur perencanaan memberikan alat
pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan
tersebut, memberikan pendidikan (training) kepada karyawan tentang
kecelakaan dan keselamatan kerja, memberikan alat pelindung diri tertentu
terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan.
Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan cara

(1) pengamatan resiko bahaya di tempat kerja,

(2) pelaksanaan SOP secara benar di tempat kerja,

(3) pengendalian faktor bahaya di tempat kerja,

(4) peningkatan pengetahuan tenaga kerja terhadap keselamatan kerja dan

(5) pemasangan peringatan bahaya kecelakaan di tempat kerja.

Selain itu upaya pencegahan kecelakaan kerja juga perlu disediakan sarana
untuk menanggulangi kecelakaan di tempat kerja seperti penyediaan P3K,
penyediaan peralatan dan perlengkapan tanggap darurat.

Kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manajemen yang tidak kondusif


sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dilakukan
antara lain (1) menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3), (2) mengembangkan organisasi K3 yang efektif dan
(3) mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3 khususnya dalam
manajemen tingkat atas. Selain itu untuk mencegah kecelakaan kerja dapat
dilakukan dengan berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sehingga kesadaran K3 meningkat.

Pencegahan kecelakaan kerja pada umumnya adalah upaya untuk mencari


penyebab dari suatu kecelakaan dan bukan mencari siapa yang salah. Dengan
mengetahui dan mengenal penyebab kecelakaan maka dapat disusun suatu
rencana pencegahannya, yang mana hal ini merupakan program K3 yang pada
hakikatnya adalah rumusan dari suatu strategi bagaimana menghilangkan atau
mengendalikan potensi bahaya yang sudah diketahui.
2.2 Pengertian Metode Analisis PRISMA
PRISMA adalah kepanjangan dari Prevention and Recovery Information
System for Monitoring and Analysis. Metode PRISMA adalah metode yang digunakan
untuk menganalisis akar suatu pemasalahan atau terjadinya prses penyimpanganyang
tidak dikehendaki. (Smits, dkk., 2009). Metode PRISMA ini dikembangkan oleh Van
Der Schaaf yang berasal dari Universitas Teknologi Eindhoven yang berada di
Belanda. Menurut Vuuren, van, W., Shea, C. E., & Schaaf, van der, T. W., (1997) Pada
awalnya metode ini dikembangkan untuk mengelola human error dalam industri
proses kimia, sekarang diterapkan di industri baja, produksi energi dan di rumah sakit.

Menurut Smits, M., Groenewegen, P. P., Timmermans, D. R., van der Wal, G.,
& Wagner, C. (2009) Pendekatan sistem metode PRISMA mengasumsikan sistem
untuk kesalahan manusia dan model perilaku berbasis Keterampilan-Aturan-
Pengetahuan Rasmussen. Oleh karena itu, pendekatan sistem berfokus pada kondisi di
mana individu bekerja dan mencoba membangun pertahanan untuk mencegah
terjadinya kesalahan atau untuk mengurangi dampak buruknya, dan melindungi
pekerja dari bahaya lokal. Menurut Reason (2000) dalam Van der Schaaf, T. W., &
Habraken, M. M. P. (2005) Perbedaan lapisan pertahanan dapat dilihat sebagai model
‘Swiss Cheese’ yang memiliki banyak lubang. Metode ini menggambarkan sebuah
sistem dengan gambar keju Swiss yang berlubang – lubang dan ditaruh berjejer setelah
dipotong potong. Setiap lubang dari keju menggambarkan kelemahan manusia atau
sistem dan terus – menerus berubah bervariasi besar dan posisinya. Berbagai
kelemahan yang terkumpul akhirnya suatu saat bila membuat beberapa lubang yang
berada di garis lurus sehingga transparan yang menggambarkan sebuah kecelakaan
2.3 Komponen Preventive Recovery Information System For Monitoring
Analysis (PRISMA)
Menurut Van der Schaaf, T. W., & Habraken, M. M. P. (2005) Pendekatan
metode Preventive Recovery Information System For Monitoring Analysis
(PRISMA) terdiri dari tiga komponen utama, yaitu sebagai berikut:

A. Metode The Causal Tree Incident Description

Menurut Van Vuuren & Van der Schaaf (1995) Causal Tree berasal dari fault
tree. Causal tree digunakan untuk menampilkan aktivitas dan keputusan kritis
yang terjadi selama pengembangan peristiwa. Kegiatan dan keputusan ini
disajikan dalam urutan kronologis, dan menunjukkan perbedaan-perbedaan yang
muncul.Metode causal tree mirip dengan metode RCA (root cause Analysis).
Keduanya merupakan metode paling tua dan luas yang digunakan untuk
menganalisis penyebab dari kejadian buruk di sebuah industri.

B. Metode Model Eindhoven Classification Model (ECM) of System Failure

Menurut Smits, M., Janssen, J., De Vet, R., Zwaan, L., Timmermans, D.,
Groenewegen, P., & Wagner, C. (2009) Model Eindhoven Classification Model
(ECM) of System Failure merupakan metode untuk mengidentifikasi dan
mengklasifikasi akar penyebab masalah kegagalan aktif dan kondisi laten
(teknis, organisasi, dan manusia).

C. The Classification/ Action Matrix

Menurut Smits, M., Janssen, J., De Vet, R., Zwaan, L., Timmermans, D.,
Groenewegen, P., & Wagner, C. (2009) The Classification/ Action Matrix
merupakan keseluruhan klasifikasi dari urutan peristiwa yang tidak diinginkan
dan ditambahkan upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah kecelakaan.
The Classification/ Action Matrix berupa grafis (misalnya, plot batang) yang
merepresentasikan dari kontribusi relatif file kategori faktor penyebab ECM.
Strategi pencegahan dapat diarahkan pada yang paling sering terjadi (kombinasi
dari) akar penyebab.
2.4 Langkah-langkah Preventive Recovery Information System For
Monitoring Analysis (PRISMA)

Menurut Van der Schaaf, T. W., & Habraken, M. M. P. (2005) Terdapat 3


langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis dan investigasi
kecelakaan kerja menggunakan metode Preventive Recovery Information System
For Monitoring Analysis (PRISMA) yaitu sebagai berikut:

 Step 1: Incident Description

- Pada ‘failure side’ dapat menggunakan and gate (menampilkan sesuatu yang
benar-benar terjadi dan seluruh penyebab dibawah gate dibutuhkan untuk
menyebabkan event diatasnya) dan or gate (menampilkan sesuatu yang
mungkin terjadi dan jika salah satu penyebab hilang maka mungkin dapat
menyebabkan event).
- Pengerjaan dapat dimulai dari primary action kemudian mencari root cause
lalu menemukan root cause code.
- Dalam mengisi root cause code dibutuhkan tabel kategori ECM.

- Kemudian bagan tersebut dibagi menjadi 2 bagian yaitu planned (hal- hal
yang telah dilaksanakan tetapi kecelakaan kerja tetap terjadi) dan not planned
(hal- hal yang tidak ada dalam perencanaan dan menyebabkan terjadinya
kecelakaan)
- Kemudian membuat recovery side yang merupakan rangkuman dari root cause

atau root cause yang berdiri sendiri-sendiri.

- Kemudian membuat recovery action

Langkah ini dibuat dengan Causal Tree (Pohon Penyebab). Causal tree ini
digunakan untuk menyajikan aktivitas dan keputusan kritis yang terjadi selama
pengembangan insiden. Pada aktivitas ini menyajikan urutan kronologi dan
menunjukkan bagaiman aktivitas dan keputusanyang berbeda secara logis terkait
satu sama lain. Pohon penyebab menyatakan bahwa hampir semua nsiden
memiliki lebih dari satu penyebab dan meeka mengelompokkannya. Di bawah top
event dalam pohon penyebab terdapat 2 bagian yaitu failur side dan recovery side.
Failure side adalah kegagalan yang dialami suatu sistem dan recovery adalah
perbaikan sebuah kegagalan. Untuk mengetahui penyebab paling dasar dapat
dilakukan cara sebagai berikut :

1. Berhenti memperpanjang pohon bila tidak ada lagi fakta objektif yang
dapat dikemukakan.

2. Berhenti mencari sebab-sebab ketika batas sistem dilewati, yaitu


ketika tindakan yang menyertai berada di luar jangkauan pengaruh
organisasi.

Gambar 1. Struktur Pohon Kausal ‘Causal Tree’


(Sumber: Van der Schaaf, T. W., & Habraken, M. M. P., 2005)
 Step 2: Classification of Causes

- Bila failure side dan recovery side telah dibuat, maka langkah selanjutnya
yaitu membuat bagan ECM.

- Bagan ECM dibuat sesuai dengan kasus kecelakaan kerja yang dibahas Akar
masalah yang telah diidentifikasi pada step 1 selanjutnya diklasifikasikan
dengan menghubungkannya ke salah satu kategori model klasifikasi ECM.
Metode PRISMA didasarkan pada pendekatan sistem, yang membedakan dua
jenis eror yaitu active failure dan laten condition.

Gambar 4. Eindhoven Classification Modal

(Sumber: Van der Schaaf, T. W., & Habraken, M. M. P., 2005)


Dalam metode Prisma menurut MERS TM, 2001 terdapat 2 tipe eror yaitu:

1. Kegagalan aktif

Kegagalan aktif adalah tindakan tidak aman yang diakukan oleh seorang
pekerja dengan kontak langsung terhadap sistem.
2. Kondisi yang tersembunyi

Kondisi yang tersembunyi adala kondisi dimana terdapat potensi


bahaya, yang muncul saat sedang dilakukan pengambilan keputusan yang
salah terhadap sistem yang dilakukan oleh seorang pekerja.

Terdapat 3 dasar human error

1. Skill-based behaviour : model dasar ini melibatkan membutuhkan


kesadaran kemampuan seseorang dalam bekerja.
2. Rule based behaviour : model dasar ini melibatkan penggunaan dari
peraturan yang ada
3. Knowledge-based behaviour : model dasar ini melibatkan
penerapan pengetahuan
Gambar 2. Tabel Kategori ECM

(Sumber: Van der Schaaf, T. W., & Habraken, M. M. P., 2005)

Gambar 3. Tabel Klasifikasi Recovery Factors

(Sumber: Van der Schaaf, T. W., & Habraken, M. M. P., 2005)


 Step 3: Formulation of Structural Measures for Improvement

- Bila bagan ECM telah dibuat sesuai dengan kasus kecelakaan kerja yang
dibahas, bagan tersebut dimasukkan ke dalam klasifikasi matriks. Dalam
action matrix yang paling diminati dalam hal efektivitas yang diharapkan
untuk masing-masing tindakan kategori klasifikasi ditunjukkan dengan `X '.
Secara khusus, kolom terakhir adalah `tidak!' tindakan pengelolaan yang
tidak efektif, yang sering ditemui dalam praktik. Selain itu, kami menilai
validitas wajah dari rekomendasi yang dihasilkan dari matriks tindakan
klasifikasi, dengan mewawancarai seorang karyawan manajer risiko dari
perusahaan asuransi tentang kesesuaian rekomendasi kami dalam praktik.

Gambar 4. Tabel Classification/ Action Matrix

(Sumber: Van der Schaaf, T. W., & Habraken, M. M. P., 2005)

Kode klasifikasi yang sudah didapat dari langkah ke 2 dapat dimasukkan ke dalam
data base. Tindakan perbaikan ada 7 yaitu :
1. Teknologi/Equipment: melakukan desain ulang hardware, software atau bagian
alat penghubung dari mesin.
2. Prosedur : melengkapi atau menngkatkan prosedur formal atau informa

3. Informasi & komunikasi : menyelesaikan atau meningkatkan sumber informasi


informasi yang tersedia.
4. Training: meningkatkan program training untuk skill yang dibutuhkan.

5. Motivasi: meningkatkan level kepatuhan terhadap peraturan dengan


memberikan motivasi sikap yang lebih positif.
6. Escalation : mengatasi masalah di level organisasi yang lebih tinggi

7. Reflection : melakukan evaluasi bagaimana cara bersikap yang berhubungan


dengan safety.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Studi Kasus
Dua Orang Pekerja Meninggal di PT Wilmar Nabati Indonesia Pelintung Dumai

KONTRATIMES.COM – RIAU/Dumai
Humas PT.Wilmar Bungkam terkait insiden meninggal dunia keDua orang pekerja Di PT
Wilmar Nabati Indonesia Pelintung Dumai, pada hari Jumat kemarin,hingga kini Marwan
selaku Humas tanpa ada kejelasan tentang bagaimana atau penyebab kedua pekerja nya telah
meninggal dunia,pada Sabtu (17/07/21).
Insiden kecelakaan kerja (laka kerja) di pabrik pengolahan CPO milik PT Wilmar Nabati
Indonesia (Wina), di Kawasan Industri Dumai (KID), Pelintung, Dumai, Jum’at , tanggal 16
Juli 2021,Kejadian sekira pukul 15 45 Wib., kemarin.
Belum di ketahui nasib keDua orang pekerja tersebut, apakah insiden kala itu ada pengawasan
atau mengunakan alat Sefty pekerja,– Red.

Seperti yang di langsir media detik12.com, kronologi awal pekerja,Akibat insiden laka kerja
itu, dinyatakan dua pekerja telah meninggal dunia, Salah seorang nya meninggal dunia
ditempat lokasi kejadian dan seorang korban sempat dilarikan ke rumah sakit akan tetapi nyawa
korban tidak sempat tertolong.
Hingga Informasi dari hasil yang diterima media ini, berawal pekerja,kedua korban terjatuh
dari ketinggian sekitar 30 meter saat hendak melakukan pekerjaan cleaning atau pembersihan
corong Splitter pabrik CPO PT Wina di KIP Medang Kampai, Kota Dumai tanpa ada
pengawasan dan alat sefty yang memadai.
Saat di konfirmasi Marwan selaku Humas melalui Via headphone Seluler belum ada jawaban
pasti tentang peryataan nya atau pun Relies nya terkait insiden kedua pekerja yang telah
meninggal dunia tersebut.
TIM media pun ,mencari Fakta kebenaran insiden kedua pekerja terkait data lengkap atas
kecelakaan kerja di areal perusahaan PT.Wilmar ,di bidang perusahaan minyak CPO itu ,pihak
Humas hingga kini belum juga ,ada penjelasan resmi soal kronologi atau penyebab kejadian
mewakili suaranya dipihak perusahaan bahwasanya kedua pekerja ada yang meninggal dunia di
lokasi pabrik PT.Wilmar Nabati Indonesia.
Marwan Selaku Humas PT.Wilmar Bungkam tanpa penjelasan sempat di hubunggi via
headphone seluler nya, tidak menjawab.
Tim media ini mencoba kembali menghubungi Humas Via WhatsApp, Siang tadi, Sabtu (17/7-
2021), humas Wilmar Group, Marwan,belum juga menjawab alias bungkam,diminta pihak
kepolisian Polres dumai untuk mengusut ,menyelidiki peristiwa dan penyebab kedua pekerja
hingga meregang nyawa atas kejadian insiden tersebut.
Hingga berita ini di terbitkan belum ada penjelasan resmi tentang peryataan humas setelah
meninggal dunia kedua pekerja nya

3.2 Langkah Analisis


3.2.1 Asumsi
1. Pihak manajemen tidak melaporkan perusahaan sub kontraktornya ke Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Dumai. Pihak Manajemen
Wilmar Dumai baru melaporkan setelah terjadi insiden kecelakaan kerja yang
menimpa dua pekerja sub kontraktor mereka
2. Kedua pekerja yang menjadi korban tidak memiliki sertifikasi Tenaga Kerja Pada
Ketinggian (TKPK) yang kemungkinan menjadi salah satu faktor penyebab
kecelakaan dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang bahaya yang bisa terjadi
saat bekerja di ketinggian
3. Platform untuk bekerja di ketinggian yang digunakan, kurang baik kondisinya
4. Kedua korban tidak menggunakan APD untuk pekerjaan di ketinggian,
kemungkinan karena tidak tersedianya APD yang memenuhi syarat disana
5. Tidak adanya supervisor dan pengawas K3 di lokasi, padahal pekerjaan yang
dilakukan tergolong berbahaya terkait pekerjaan di ketinggian.
6. Tidak ada safety briefing untuk mengedukasi pekerja sebelum melakukan
pekerjaan
3.2.2 Urutan Peristiwa
1. Urutan Peristiwa

PT Wilmar Nabati Indonesia CV Dwina Utama mengirim


meminta CV Dwina Utama dua pekerja tanpa sertifikat
selaku sub kontraktor Wilmar Tenaga Kerja Pada Ketinggian
Group Dumai untuk melakukan (TKPK) untuk pekerjaan
pekerjaan cleaning tersebut

Kedua pekerja melakukan Saat membersihkan Splitter 511


pembersihan corong Splitter di pekerja terpeleset dari tempat
Pabrik CPO PT Wilmar Kota mereka berpijak dan membuat
Dumai tanpa pengawasan dan keduanya kehilangan
APD di ketinggian 30m keseimbangan

Kedua pekerja terjatuh dari Satu pekerja tewas di tempat,


corong Splitter Pabrik yang ada satu lainnya dilarikan ke rumah
di ketinggian 30 meter sakit tapi tidak selamat

2. Jumlah Kerusakan
Secara umum jumlah kerusakan dapat didefinsikan sebagai kerusakan pada 3 hal
di tempat kerja yaitu sisi manusia, sisi mesin dan sisi lingkungan sekitar:
a. Sisi manusia : Kecelakaan tersebut menimbulkan dua pekerja tewas
karena keduanya terjatuh dari ketinggian 30m. Satu korban meninggal di
tempat, dan satu lagi sempat dibawa ke rumah sakit tapi nyawanya tidak
tertolong
b. Sisi mesin : Tidak ada kerusakan mesin
c. Sisi lingkungan : Tidak ada kerusakan lingkungan
3. Tipe Kecelakaan
Tipe kecelakaan karena terjatuh dari ketinggian.
4. Bahan Berbahaya
Lantai yang keras, platform untuk pekerjaan ketinggian yang kurang aman

3.2.3 Faktor Pemicu Langsung


Kecelakaan terjadi karena pekerja terpeleset dari tempat dengan ketinggian kurang
lebih 30 meter. Benturan keras secara langsung yang diterima tubuh pekerja ke lantai
keras dari ketinggan tersebut menyebabkan luka berat yang bahkan membuat satu
pekerja langsung tewas di tempat.

3.2.4 Faktor Pemicu Tidak Langsung


Tempat berpijak (platform) yang kurang kasar dan kurang “grip” sehingga mudah
membuat pekerja terpeleset

3.2.5 Basic Cause


Tidak adanya supervisor/pengawas K3 di lokasi saat kedua korban sedang bekerja.
Sehingga pekerja tidak mendapatkan safety briefing sebelum melakukan kegiatan.
Lalu kurangnya APD yang memadai dan alat safety khusus untuk pekerjaan
ketinggian.
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Causal Tree
Berdasarkan analisis dan investigasi jatuhnya dua pekerja PT Wilmar di Dumai
menggunakan metode PRISMA, berikut deskripsi insiden menggunakan causal tree atau Fault
Tree Analysis (FTA):

4.1.2 ECM
Berdasarkan analisis dan investigasi kecelakaan menggunakan metode PRISMA,
berikut klasifikasi penyebab kecelakaan dengan menggunakan model klasifikasi
Eindhoven:
4.1.3 Klasifikasi Pemulihan
Dalam kasus faktor pemulihan yang hampir selesai juga dapat diidentifikasi. Kode
identifikasi yang digunakan untuk klasifikasi faktor pemulihan pada kasus kecelakaan
terjatuhnya dua pekerja PT WILMAR di Dumai adalah sebagai berikut:

Factors Codes Information


Human P-H Not planned
Technical P-T Not planned
Organizational P-O Planned
Patient-related NP-PRF Not planned
Unclassifiable NP-X Not planned
4.1.4 Klasifikasi/Matriks Tindakan
Klasifikasi matriks tindakan pada kasus kecelakaan terjatuhnya dua pekerja PT
Wilmar saat bekerja di ketinggian yang menyebabkan keduanya meninggal, adalah
sebagai berikut:

Kode Teknologi/Peralatan Prosedur Informasi Pelatihan Motivasi Eskalasi Refleksi


Klasfikasi dan
Komunikasi
T-EX
TD
TC X
TM X
O-EX
OK
OP
OM X
OC X X X
H-EX
HKK X X
HRQ X
HRC
HRV
HRI
HRM
HSS
HST
PRF X X
X
4.2 Pembahasan
4.2.1 Akar Permasalahan
1. Causal Tree dan ECM
a. Scaffolding kurang kokoh atau licin (Technical Factor)
Penyebab dari scaffolding kurang kokoh dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti berikut:
 Pemasangan scaffolding kurang sesuai ketentuan
Pemasangan scaffolding tidak melalui SOP yang seharusnya. Jadi ada
beberapa bagian yang tidak terpasang dengan benar dan membuat
strukturnya tidak kokoh. Akibatnya pekerja bisa kehilangan
keseimbangan saat menggunakan scaffolding tersebut
 Ada beberapa bagian yang rusak
Misalnya bagian permukaan lantai scaffolding yang kurang “grip”.
Dikarenakan gesekan lantai yang dipijak dan sepatu kurang akibatnya
pekerja jadi mudah terpeleset
b. Pekerja tidak memakai APD lengkap sesuai ketentuan (Organizational)
Penyebab dari pekerja tidak memakai APD sesuai ketentuan dapat terjadi
karena beberapa hal seperti:
 Minimnya budaya K3 di tempat kerja tersebut
Di tempat kerja tersebut jarang menerapkan K3 dalam segala aspek
pekerjaan. Akibatnya tiap pekerjanya terbiasa untuk tidak
menggunakan APD saat bekerja
 Tidak adanya supervisor atau pengawas selama pekerjaan berlangsung
c. Pekerja lalai dan tidak fokus saat bekerja (Human Factor)
Penyebab seorang pekerja lalai dan tidak fokus dalam bekerja dapat
disebabkan karena:
 Pekerja tidak melaksanakan pekerjaannya sesuai SOP
Karena pekerja tidak bekerja sesuai SOP dapat mengakibatkan
beberapa langkah kerja tidak terlaksana dengan baik dan menyebabkan
kecelakaan kerja.
 Pekerja tidak memiliki kompetensi pekerjaan di ketinggian
Pekerja yang bekerja tidak memiliki kompetensi untuk pekerjaan di
ketinggian. Sehingga tidak mengetahui bahaya apa yang bisa terjadi
dan bagaimana cara menghindarinya.
d. Pekerja sedang tidak dalam kondisi prima untuk bekerja (Patient Related)
Pekerja tidak dalam kondisi prima dapat disebabkan karena kurang istirahat
semalam. Pola istirahat, khususnya tidur yang tidak teratur dapat menyebabkan
kualitas tidur itu sendiri. Untuk itu pola istirahat perlu diperhatikan untuk
menjaga kondisi tubuh pekerja agar tetap prima
2. Klasifikasi Pemulihan
Klasifikasi Pemulihan pada kasus kecelakaaan terjatuhnya dua pekerja PT Wilmar
adalah sebagia berikut:
a. Human
Klasifikasi pemulihan pada faktor manusia ini dikategorikan pada not
planned atau tidak direncanakan dengan kode NP-H. Hal ini dikarenakan
kegagalan pada faktor manusia ini merupakan murni berasal dari manusia itu
sendiri yang tidak dapat diperhitungkan.
b. Technical
Klasifikasi pemulihan pada faktor teknis ini dikategorikan pada not
planned atau tidak direncanakan dengan kode NP-T. Hal ini dikarenakan
kegagalan pada faktor teknis tidak diperkirakan sebelumnya.
c. Organizational
Klasifikasi pemulihan pada faktor organisasi ini dikategorikan pada
planned atau direncanakan dengan kode P-O. Hal ini dikarenakan kegagalan
pada faktor organisasi telah dapat diperkirakan adanya karena setiap aturan
kemungkinan untuk tidak dilakukan maupun mengalami kegagalan
d. Patient Related
Klasifikasi pemulihan pada faktor terkait korban ini dikategorikan pada
not planned dengan kode NP-PRF. Hal ini dikarenakan keadaan korban yang
dapat dan semakin memburuk akibat kecelakaan tersebut berada di luar
kendali.
e. Unclassifiable
Klasifikasi pemulihan pada faktor tidak dapat diklasifikasi ini
dikategorikan pada not planned dengan kode NP-X. Hal ini dikarenakan
kejadian bencana alam hal yang tidak dapat kita tebak dan ketahui kapan
datangnya.

4.2.2 Rekomendasi
Berdasarkan direct, indirect, dan basic cause:

a. Direct
Melakukan inspeksi alat yang kemungkinan rusak, memperbaiki bagian yang
rusak dan tidak layak pakai
b. Indirect
 Manajemen memberikan safety patrol secara rutin
 Memastikan pekerja bekerja sesuai kompetensi mereka
 Memastikan pekerja bekerja dalam kondisi terbaik mereka dan tidak dalam
keadaan sakit
c. Basic Cause
 Supervisor melakukan safety briefing sebelum pekerjaan dimulai
 Supervisor melakukan inspeksi secara rutin
 Memastikan pekerja bekerja sesuai SOP
 Memastikan pekerja bekerja dengan menggunakan APD lengkap

Rekomendasi berdasarkan klasifikasi matriks tindakan ada beberapa hal antara lain:

1. Technical Factors
TM: Ada bagian scaffolding yang rusak
TC: Pemasangan scaffolding kurang tepat
a. Teknologi/Peralatan: Mengganti bagian scaffolding yang rusak dan tidak
layak pakai, memasang scaffolding sesuai ketentuan dan prosesdur yang benar
2. Organizational Factors
OC: Minimya budaya K3
a. Eskalasi: Melakukan evaluasi terhadap petinggi perusahaan agar lebih
mengerti penting K3 di tempat kerja dan kenapa supervisor dibutuhkan
OM: Tidak ada supervisor dan pengawas
a. Pelatihan: Memberikan pelatihan K3 secara rutin
b. Motivasi: Memberikan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan budaya
K3
c. Refleksi: Evaluasi dan selalu mengingatkan untuk melakukan pekerjaan
dengan aman
3. Human Factors
HKK: Pekerja tidak bekerja sesuai SOP
a. Prosedur: Memastikan pekerja bekerja sesuai SOP dengan melakukan
briefing dan safety patrol secara rutin
b. Informasi dan Komunikasi: Selalu mengingkatkan penting bekerja dengan
aman dan sesuai prosedur yang ada
HRQ: Pekerja tidak memiliki kompentensi untuk bekerja di ketinggian
a. Pelatihan: Memberikan pelatihan sertifikasi untuk pekerjaan di ketinggian
4. Other Factors
PRF: pekerja tidak bekerja dalam kondisi prima
a. Prosedur: Memberikan waktu istirahat sesuai ketentuan
b. Motivasi: Memberikan motivasi pekerja untuk bekerja dengan baik dan
semangat

Menurut hierarki pengendalian risiko, rekomendasi yang dapat diberikan antara lain:

a. Eliminasi
Tahap eliminasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada sumber bahaya yang bisa
dihilangkan dalam kasus ini
b. Subtitusi
Penggantian alat yang sudah rusak, dan APD yang kurang memenuhi syarat untuk
diganti dengan yang lebih baik dan dalam kondisi siap pakai
c. Rekayasa Teknik
Pemasangan safety net untuk menahan pekerja yang mungkin saya terpeleset dan
jatuh dari ketinggian sehingga tidak langsung jatuh dan menghantam tanah
d. Pengendalian Administrasi
Waktu kerja dan istirahat pekerja harus lebih diperhatikan. Serta memastikan adanya
supervisor dan safety patrol selama pekerjaan berlangsung untuk memastikan para
pekerja sudah menggunakan APD dan melakukan pekerjaan sesuai SOP yang benar
agar terhindar dari risiko kecelakaan
e. APD
Menggunakan APD yang sesuai untuk pekerjaan di ketinggian seperti safety helmet,
body harness, safety shoes, safety gloves dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abaikan K3, Wilmar Group Dumai Pelintung Terancam Sanksi. (2021, Agustus 23). Retrieved
Agustus 31, 2021, from halloriau.com: https://www.halloriau.com/read-dumai-151486-2021-
08-23-abaikan-k3-wilmar-group-dumai-pelintung-terancam-sanksi.html

Ahmad, M., & Pontiggia, M. (2015). Modified Swiss Cheese Model to Analyse the Accidents.

Disnakertrans Dumai, Kasus Kecelakaan Kerja, PT Wilmar Abaikan Permenaker. (2021, Juli 19).
Retrieved Agustus 30, 2021, from SeRiau:
https://seriau.com/mobile/detailberita/43302/daerah/dumai/disnakertrans-dumai-kasus-
kecelakaan-kerja-pt-wilmar-abaikan-permenaker

Dua Orang Pekerja Meninggal di PT Wilmar Nabati Indonesia Pelintung Dumai, Humas Pilih Diam.
(2021, Juli 17). Retrieved Agustus 30, 2021, from KontrasTimes.com:
https://kontrastimes.com/dua-orang-pekerja-meninggal-di-pt-wilmar-nabati-indonesia-
pelintung-dumai-humas-pilih-diam/amp/

Primadewi, T., Widjasena, B., & Wahyuni, I. (2014). Faktor-Faktor Utama Penyebab Human Error
Dalam Kecelakaan Pada Operator Alat Berat Bergerak di Tambang Bawah Tanah PT.
Freeport Indonesia.

Putroadi, P., Nugroho, A., & Dhani, M. R. (2017). Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja Dengan
Metode Human Factor Analysis and Classification System di perusahaan Fabrikator Pipa.

Ratriwardhani, R. A. (2020). ANALISIS KECELAKAAN KERJA DENGAN MENGGUNAKAN


METODE HFACS PADA PT. X. 4.

The HFACS Framework. (2014). Retrieved 08 30, 2021, from HFACS Inc.: https://hfacs.com/

Wiegmann, D. A., & Shappell, S. A. (2000). A Human Error Approach to Aviation Accident Analysis.
Burlington: Ashgate Publishing Limited.

Wiegmann, D. A., & Shappell, S. A. (2001). UNRAVELING THE MYSTERY OF GENERAL


AVIATION CONTROLLED FLIGHT INTO TERRAIN ACCIDENTS USING HFACS.

Anda mungkin juga menyukai