Anda di halaman 1dari 8

TUGAS I

STUDI KASUS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA

PT. ADARO INDONESIA

OLEH

M. ZULKARNAIN JAKADINAR
(201540013)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
UNIVERSITAS PAPUA
SORONG
2017
A. Kasus Kecelakaan Kerja

TANJUNG - Kecelakaan kerja menimpa karyawan pertambangan batu


bara PT Adaro Indonesia yang dikerjakan subkontraktor PT Sapta Indera
Sejati, Kamis (1/11). Adalah Ribut Hariono (35), warga Kabupaten Blitar,
Jawa Timur yang tinggal bersama keluarganya di Perumahan Citra
Bugenvil, Kelurahan Jangkung, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong
menjadi korban tewas dalam kecelakaan tersebut. Ribut, selaku pekerja
bagian blasting atau petugas peledak lahan tambang, meninggal dunia usai
melakukan peledakan di kawasan tambang berlokasi CS 2 di Kecamatan
Murung Pudak, Tabalong pukul 14.00 Wita. Seperti biasa, proses setelah
peledakan terjadi, Ribut beserta beberapa petugas lainnya melakukan
pemeriksanaan bekas ledakan. Namun, tak menyangka dirinya terjatuh di
lubang bekas ledakan. Akibat terjatuh, sekujur tubuh Ribut memar. Pupil
mata terluka dan pada mulutnya mengeluarkan darah segar. Kondisi seperti
itu, dia pun meninggal dunia di tempat kejadian.

Mengetahui peristiwa tersebut, pihak PT SIS sendiri langsung


membawanya ke RSUD H Badarudin Tanjung. Kemudian, melaporkan hal
itu ke pihak yang berwajib untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Humas PT SIS, Hendrayano, saat melaporkan kejadian ini ke Polres
Tabalong, mengatakan, belum tahu pasti kejadian sebenarnya. Informasi
awal, Ribut terjatuh dan meninggal dunia, lalu dibawa ke rumah sakit untuk
divisum. Yang tahu persis orang teknis di lapangan, katanya. Peristiwa
naas itu pun membuat rekan-rekan sekerja Ribut berduka cita. Jenazah
Ribut yang terbaring di kamar mayat, tampak ditunggui rekan-rekannya
yang sebagian besar masih mengenakan seragam kerja. Dari pantauan
wartawan, setelah visum, jenazah Ribut langsung dimandikan dan dikafani
oleh petugas rumah sakit. Lalu dibawa ke rumah duka di Kelurahan
Jangkung. Rencananya malam ini juga akan kami kirim jenazah ke
Blitar, kata salah seorang rekan kerja, karyawan PT SIS yang mengurusi
jenazah Ribut. Tepat pukul 23.00 Wita jenazah Ribut pun dipulangkan ke
Blitar, untuk dimakamkan di sana. Kapolres Tabalong AKBP Trijan Faizal
melalui Kasatreskrim AKP Noryono mengatakan, kelanjutan peristiwa
tersebut akan dilakukan penyidikan. Apakah kecelakaan kerja atau ada
faktor lain. Kami akan memastikan kejadiannya katanya.

B. Penanganan dan Pencegahan


1. Pengertian Kerja tambang

Setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan


langsung dengan pekerjaan penyelidikan umum, eksplorasi, study
kelayakan, konstruksi, operasi produksi, pengolahan/pemurnian dan
pengangkutan bahan galian termasuk sarana dan fasilitas penunjang
yang ada di atas atau di bawah tanah/air, baik berada dalam satu
wilayah atau tempat yang terpisah atau wilayah proyek.

2. kecelakaan tambang yaitu :

A. Kecelakaan benar terjadi membuat cidera pekerja tambang


B. Akibat dari kegiatan pertambangan
C. Kejadian pada jam kerja tambang
D. Di wilayah pertambangan

3. Penggolongan Kecelakaan tambang


A. Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari
dan kurang dari 3 minggu.
B. Cidera Berat (Kecelakaan Berat)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 3
minggu.
a. Berdasarkan cedera korban, yaitu :
a) Retak Tengkorak kepala, tulang punggung pinggul,
lengan bawah/atas, paha/kaki
b) Pendarahan di dalam atau pingsan kurang oksigen
c) Luka berat, terkoyak
d) Persendian lepas
b. Berdasarkan penelitian heinrich:
Perbuatan yang dilakukan oleh pekerja yang membahayakan
mencapai 96% antara lain berasal dari :
a) Alat pelindung diri (12%)
b) Posisi kerja (30%)
c) Perbuatan seseorang (14%)
d) Perkakas (equipment) (20%)
e) Alat-alat berat (8%)
f) Tata cara kerja (11%)
g) Ketertiban kerja (1%)
h) Sumberlainnya diluar kemampuan dan kendali manusia.

4. Tindakan yang dilakukan setelah kecelakaan kerja


A. Manajemen K3
a) Pengorganisasian dan Kebijakan K3
b) Membangun Target dan Sasaran
c) Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan
d) SOP
Prosedur kerja standar adalah cara melaksanakan pekerjaan
yang ditentukan, untuk memperoleh hasil yang sama secara
paling aman, rasional dan efisien, walaupun dilakukan siapapun,
kapanpun, di manapun. Setiap pekerjaan Harus memiliki SOP
agar pekerjaan dapat dilakukan secara benar, efisien dan aman.
Manajemen K3 memiliki target dan sasaran berupa
tercapainya suatu kinerja K3 yang optimal dan terwujudnya
ZERO ACCIDENT dalam kegiatan Proses Produksi .

5. Pedoman Peraturan K3 Tambang


a) Ruang Lingkup K3 Pertambangan : Wilayah
KP/KK/PKP2B/SIPD Tahap Eksplorasi/Eksploitasi/Kontruksi
& Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana Penunjang
b) Sistem maUU No. 11 Tahun 1967
c) UU No. 01 Tahun 1970
d) UU No. 23 Tahun 1992
e) PP No. 19 Tahun 1970
f) Kepmen Naker No. 245/MEN/1990
g) Kepmen Naker No. 463/MEN/1993
h) Kepmen Naker No. 05/MEN/1996
i) Kepmen PE. No.2555 K/26/MPE/1994
j) Kepmen PE No. 555 K/26/MPE/1995
k) Kepmen Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998
l) Kepmen ESDM No. 1453 K/29/MEM/2000

6. Sistem manajemen k3 di pertambangan


Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses
interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di
tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran,
ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,
dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila
digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang
aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan
Pertambangan adalah sebagai berikut :
a. Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat
tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti
dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat
pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat
menimbulkan kerusakan yang fatal
b. Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa
bumi, ledakan yang terjadi di dalam tambang,serta kondisi
tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga
disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan
terowongan untuk tambang.
c. Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan
tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang
diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda
mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga
gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian
membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive
limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan
yang diiringi oleh kebakaran.

Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja


dari bahaya yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja
Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan
baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap
proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi


yang berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-
kadang disebut kejadian yang tidak diinginkan).
2. Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang
mungkin timbul dari peristiwa yang tidak diinginkan.
3. Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat
untuk mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat
diterima.
4. Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah
menerapkan kontrol dan memastikan mereka efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai