Anda di halaman 1dari 20

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No.

56/DIKTI/Kep/2005

Lebih Dekat dengan Analisis Wacana

Ibnu Hamad

ABSTRACT

Discourse analysis gains more and more popularity in the field of media and communication
studies. Focused on how media represented and framed the Text, it is the goals of discourse
analysis to explore many implications underlie such representations. In order to utilize
this approach effectively, a deeper knowledge concerning variety of methods and systematic
ways on discourse theory was needed, as well as bins of critical and sociopolitical theories.
The validity of discourse analysis will be judged by 7 (seven) indicators consisted of research
aims, statement of problems, substantive theories being used, discourse theory being chosen,
research paradigm being picked up, method being applied and analysis
technique being employed.

Kata kunci: analisis wacana, teori wacana, paradigma riset

A. Pendahuluan Metode mana yang sebaiknya dipakai untuk


sebuah masalah penelitian analisis wacana?
Sekalipun buku-buku tentang metode analisis Mengapa metode itu yang digunakan? Kemudian,
wacana semakin banyak, termasuk yang ditulis bagaimana mengaplikasikannya, dari mana
dalam bahasa Indonesia, tidak serta merta para mulainya, dan kapan berakhirnya?
pengguna buku tersebut langsung dapat Pertanyaan yang lebih praktis, jenis data apa
mempraktikkan metode tersebut dalam sebuah yang harus dikumpulkan? Apa teknik pengumpulan
penelitian ilmiah, baik dalam bentuk skripsi S-1, data dalam analisis wacana? Bagaimana melakukan
tesis S-2, ataupun disertasi S-3. Dari pengalaman analisis dalam penelitian dengan analisis wacana?
mengajar mata kuliah “Teori dan Analisis Wacana” Bagaimana melakukan interpretasi atas hasil
pada Program Pascasarjana Komunikasi FISIP UI, analisis wacana?
membimbing dan menguji mahasiswa yang Pertanyaan yang lebih luas, paradigma
membuat skripsi dan tesis dengan metode ini, serta penelitian manakah (: klasik, konstruktivis, kritikal,
memberikan pelatihan analisis wacana, diperoleh atau partisipatoris) dalam sebuah penelitian analisis
kesimpulan bahwa umumnya para peminat wacana? Benarkah jika kita memakai analisis fram-
mendapatkan kesulitan menerapkan metode ing harus selalu menggunakan paradigma
analisis wacana ke dalam tema penelitian yang konstruktivis? Sementara, kalau memakai critical
mereka pilih. discourse analysis (CDA) harus selalu
Pertanyaan dasar yang banyak diajukan antara menggunakan paradigma kritikal?
lain: Apa saja yang menjadi obyek penelitian Pertanyaan lain yang sangat relevan: Teori apa
analisis wacana? Seberapa banyak atau seluas apa?

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 325


saja yang sebaiknya dipakai untuk sebuah masalah teori bahasa adalah semiotika sosial. Sedangkan
penelitian analisis wacana? Apa peranan teori CDA (Critical Discourse Analysis) lebih dekat
dalam analisis wacana? Bagaimana menerapkan dengan sosio-linguistik. Metode lain, analisis fram-
teori tersebut tatkala melakukan riset dengan ing, analisis sosiologis, analisis Marxis berasal dari
analisis wacana? teori-teori sosial (sosiologi). Sementara,
Tentu saja, akhirnya muncul pertanyaan- psikoanalisis sebagai metode seperti kita tahu
pertanyaan bagaimana menjaga “objektivitas” adalah teori psikologi aliran psikoanalisis.
hasil penelitian dengan metode analisis wacana? Sebagai teori murni, teori wacana berkenaan
Apa ukuran validitas hasil analisis wacana? dengan pandangan tentang wacana. Definisi nomi-
Sejauhmana sebuah hasil analisis wacana dapat nal melihat bahwa wacana adalah struktur cerita
digeneralisasi? Jika sebuah hasil analisis wacana yang bermakna. Atau, sebuah bentuk sajian yang
berbeda dari hasil analisis wacana lainnya, mana memuat satu atau lebih gagasan dengan
yang harus dipercayai? Dan yang tak kurang menggunakan bahasa (verbal dan nonverbal).
pentingnya, apa manfaat yang diperoleh dari Definisi kerja memandang bahwa wacana
analisis wacana? adalah penggunaan bahasa untuk menggambarkan
Tulisan ini bermaksud menjawab pertanyaan- realitas. Menurut definisi kerja ini, wacana
pertanyaan tersebut dengan pendekatan sepraktis dibedakan ke dalam dua jenis (Gee, 2005 : 26), yaitu:
mungkin –walaupun hanya serba singkat dan (1) “discourse” (d kecil), yang melihat
dalam garis besar— agar dapat segera penggunaan bahasa pada tempatnya (“on
dipergunakan untuk mempermahir kita site”) untuk memerankan kegiatan,
melaksanakan analisis wacana. Sekalipun pandangan, dan identitas atas dasar-dasar
demikian, harus diakui kemahiran tersebut hanya linguistik. Biasanya, discourse ini menjadi
dapat diwujudkan kalau kita mau berlatih atau perhatian para ahli bahasa (lingusits or
melaksanakan riset dengan bermacam-macam sociolinguists).
metode analisis wacana. (2) “Discourse” (D besar) yang mencoba
merangkaikan unsur linguistik pada “dis-
B. Teori dan Analisis Wacana course” (dengan d kecil) bersama-sama dengan
Untuk memahami dan menerapkan analisis unsur non-linguistik (non-language “stuff”)
wacana, sebaiknya diresapi dulu hubungan antara untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan
teori dan analisis wacana. Begini jalan pikirannya. identitas. Bentuk non-language “stuff” ini
Sebagai sebuah pendekatan penelitian, analisis dapat berupa kepentingan ideologi, politik,
wacana memiliki sejumlah metode analisis wacana ekonomi, dan sebagainya. Komponen non-lan-
(akan diuraikan dalam bagian C); dan pada guage “stuff” itu juga yang membedakan cara
awalnya, metode-metode analisis wacana itu beraksi, berinteraksi, berperasaan,
adalah teori wacana, bahkan adalah teori sosial. kepercayaan, penilaian satu komunikator dari
Kita tahu bahwa teori wacana sendiri adalah komunikator lainnnya dalam mengenali atau
bidang kajian linguistik, sehingga untuk mengakui diri sendiri dan orang lain.
mendapatkan hasil analisis wacana sebaiknya Dari uraian singkat ini, tampak bahwa baik
diperdalam teori wacana yang relevan dengan “discourse” (dengan d kecil) maupun “Discourse”
metode yang dipergunakan. (dengan D besar) adalah hasil dari pekerjaan si
Sebagai contoh, salah satu metode analisis pembuat wacana memakai bahasa (verbal atau
wacana adalah semiotika. Sejatinya, semiotika nonverbal) untuk merepresentasikan realitas.
adalah salah satu teori linguistik yang bernama Keduanya, “discourse” dan “Discourse” tidaklah
teori semiotika. Sehingga jika kita menggunakan lahir dengan sendirinya; melainkan lahir dari tangan
metode semiotika sangat dianjurkan mempelajari yang membentuknya. Adapun proses
teori semiotika. Metode lain yang bersumber dari pembentukan wacana dilakukan melalui proses

326 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Gambar 3: Proses Konstruksi Realitas dalam Membentuk Wacana

Realitas Obyektif: Kedaan, Benda, Pikiran, Orang, Peristiwa, ... (1)

Dinamika Sistem Komunikasi Strategi


Internal dan Eksternal yang Berlaku Mengkonstruksi
Pelaku Konstruksi (4) (3) Realitas (6)

Faktor Internal : Proses


Ideologis, Idealis... Konstruksi Fungsi Bahasa
Faktor Eksternal: Realitas oleh Strategi Framing
Pasar, Sponsor... Pelaku (2) Taktik Priming
(5) (7)

Discourse atau
Realitas yang Dikonstruksian
(Text, Talk, Act dan Artifact)
(8)

Makna, Citra, dan Kepentingan di Balik Wacana (9)

yang disebut proses kontruksi realitas. (Lihat pelakukonstruksi tentu saja sangat mempengaruhi
gambar 1. Uraian lengkap lihat, Hamad, “Commu- proses kontruksi. Ini juga menunjukkan bahwa
nication as Discourse” dalam Jurnal Mediator pembentukan wacana tidak berada dalam ruang
edisi……..). Hasil dari proses ini adalah bentuk vakum. Pengaruh itu bisa datang dari pribadi
wacana (naskah) berupa Text (wacana dalam wujud si pembuat dalam bentuk kepentingan
tulisan/garfis), Talks (wacana dalam wujud idealis, ideologis, dan sebagainya maupun dari
ucapan), Act (wacana dalam wujud tindakan), dan kepentingan eksternal dari khalayak sasaran
Artifact (wacana dalam wujud jejak). sebagai pasar, sponsor, dan sebagainya (5).
Berdasarkan sebuah penelitian (Hamad, 2004), Untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku
sebuah wacana muncul dari proses konstruksi konstruksi memakai suatu strategi tertentu (6).
realitas oleh pelaku (2) yang dimulai dengan Tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan inter-
adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, nal, strategi konstruksi ini mencakup pilihan
pikiran, orang, pristiwa, dan sebagainya (1). Secara bahasa mulai dari kata hingga paragraf; pilihan
umum, sistem komunikasi adalah faktor yang fakta yang akan dimasukkan/dikeluarkan dari
mempengaruhi sang pelaku dalam membuat wacana yang populer disebut strategi framing; dan
wacana. Dalam sistem komunikasi yang bebas (lib- pilihan teknik menampilkan wacana di depan publik
ertarian), wacana yang terbentuk akan berbeda misalnya di halaman muka/dalam, di prime time/
dalam sistem komunikasi yang terkekang bukan atau taktik priming (7). Selanjutnya, hasil
(otoritarian). Secara lebih khusus, dinamika inter- dari proses ini adalah wacana (discourse) atau
nal dan eksternal (4) yang mengenai diri si realitas yang dikonstruksian (8) berupa tulisan

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 327


(text), ucapan (talk) atau peninggalan (artifact). dua bentuk: (a) analisis wacana linguistik yang
Oleh karena discourse yang terbentuk ini telah membaca suatu naskah dengan memakai salah
dipengaruhi oleh berbagai faktor, kita dapat satu metode analisis wacana (sintaksis
mengatakan bahwa di balik wacana itu terdapat ataupun paradigmatis); dan (b) analisis wacana
makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan sosial, yang menganalisis wacana dengan
yang sedang diperjuangkan (9). memakai satu/lebih metode analisis wacana
(sintaksis ataupun paradigmatis),
Dalam kenyataan, wujud dari bentuk wacana
menggunakan perspektif teori tertentu, dan
dapat dilihat dalam beragam buah karya si pembuat
menerapkan paradigma penelitian tertentu
wacana:
(positivis, pospositivis, kritikal, konstruktivis,
• Text (wacana dalam wujud tulisan/garfis) antara
dan partisipatoris).
lain dalam wujud berita, features, artikel opini,
(3) Berdasarkan level analisis, dibedakan kedalam
cerpen, novel, dsb.
dua jenis: (a) analisis pada level naskah, baik
• Talks (wacana dalam wujud ucapan), antara lain
dalam bentuk text, talks, act dan artifact; baik
dalam wujud rekaman wawancara, obrolan,
secara sintagmatis ataupun secara
pidato, dsb.
paradigmatis; dan (b) analisis multilevel yang
• Act (wacana dalam wujud tindakan) antara lain
dikenal dengan analisis wacana kritis (critical
dalam wujud lakon drama, tarian, film, defile,
discourse analysis) yang menganalisis
demonstrasi, dsb.
wacana pada level naskah beserta konteks dan
• Artifact (wacana dalam wujud jejak) antara lain
historisnya.
dalam wujud bangunan, lanskap, fashion, puing,
(4) Berdasarkan bentuk (wujud) wacana, analisis
dsb.
wacana dapat dilakukan terhadap beragam
Keberadaan bermacam bentuk wacana dapat
bentuk (wujud) wacana; mulai dari tulisan,
kita temukan dalam media cetak (seperti novel),
ucapan, tindakan, hingga peninggalan (jejak);
media audio (seperti pidato), media visual (seperti
baik yang dimuat dalam media maupun di alam
lukisan), media audiovisual (seperti film), di alam
sebenarnya.
(seperti lanskap dan bangunan), atau discourse/
Discourse yang dimediasikan (seperti drama yang C. Ragam Metode Analisis Wacana
difilmkan). Jadi tak selamanya discourse/Dis-
course itu berada dalam bentuk media massa, apalagi Sebagai alat untuk menangkap makna dari
hanya media cetak. suatu discourse/Discourse, sebetulnya analisis
wacana bisa dipakai sebagai “alat pembacaan” dan
Penjelasan tentang teori wacana ini sebagai “metode penelitian”. Sebagai “alat
selanjutnya memberikan implikasi pada ruang pembacaan”, analisis wacana digunakan untuk
lingkup analisis wacana: menafsirkan suatu wacana dengan memakai satu
(1) Berdasarkan penggunaan metode, analisis atau lebih metode analisis wacana tanpa
wacana dibedakan ke dalam dua jenis: (a) dimaksudkan untuk dipertanggungjawabkan
analisis wacana sintagmatis, yang secara metodologis. Cara melakukannya adalah
menganalisis wacana dengan metode dengan “feeling” diri sendiri saja, sehingga
kebahasaan (syntaxis approach), di mana penafsirannya bisa sangat subyektif berdasarkan
peneliti mengeksplorasi kalimat demi kalimat kehendak atau kemampuan pribadi si penafsir.
untuk menarik kesimpulan; dan (b) analisis Sedangkan sebagai “metode penelitian”
wacana paradigmatis, yang menganalisis analisis wacana dilakukan dengan prinsip dan
wacana dengan memperhatikan tanda-tanda metode penelitian dan menuntut
(signs) tertentu dalam sebuah wacana untuk pertanggungjawaban ilmiah sebagaimana
menemukan makna keseluruhan; penelitian ilmiah lainnya. Dalam analisis wacana
(2) Berdasarkan bentuk analisis, dibagi menjadi linguistik, pertanggungjawaban ilmiahnya

328 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

diseleraskan dengan metode penelitian yang terdapat kemiripan antara satu metode dengan
berlaku pada kajian linguistik yang lebih humaniora. metode lain dalam hal fokusnya pada analisis
Sedangkan dalam analisis wacana sosial, sintagmatis suatu naskah. Cara penerapan keempat
pertanggungjawaban ilmiahnya diseleraskan metode analisis naskah sintagmatik ini pada
dengan metode penelitian yang berlaku pada ilmu- dasarnya sama; yaitu membaca/menafsirkan makna
ilmu sosial (social sciences). instrinsik dan ekstrinstik kalimat demi kalimat
Untuk analisis wacana sintagmatis, alternatif sebuah naskah dengan memperhatikan hubungan
metode yang dapat diterapkan antara lain ada empat antar bagian dalam kalimat, paragraf, bait, frase,
seperti tampak dalam Tabel 1. baik yang bersifat menghubungkan (conjuntion),
Dari uraian tabel 1 di atas, tampak bahwa berlawanan (oppositional) dan seterusnya.
Tabel 1: Ragam Metode Analisis Naskah Sintagmatik
N Nama Dimensi Teoritis (Sebuah Abstraksi) Penggunaan sebagai Metode Analisis
o Metode Wacana
1 MCD Membership Categorization Device Analysis Dimulai dengan satu dua kalimat yang
(Titscher, atau MCD saja adalah metode analisis wacana secara gramatikal berhubungan (misalnya,
2000:105- yang bertujuan untuk memahami kapan dan kalimat majemuk) dalam sebuah teks; guna
109) bagaimana para anggota suatu masyarakat dianalisis struktur dan aturannya yang
membuat sebuah deskripsi supaya segera berlaku dalam kalimat tersebut, yang
setelah itu diketahui mekanisme yang lazimnya mencakup aspek-aspek indeksial
digunakan untuk memproduksi deskripsi (fenomena yang dibicarakan), refleksifitas
tersebut secara pantas dan cocok. (fakta yang terkandung), dan demonstrasi
(aturan yang dipakai).
2 CA Conversation Analysis (CA) bertujuan Menganalisis suatu percakapan antara dua
(Titscher, menemukan prinsip dan prosedur yang orang atau lebih dengan memperhatikan
2000:109- dipergunakan partisipan dalam memproduksi cara mereka berinteraksi seperti sikap saling
114) struktur dan aturan dari suatu situasi bergantian berbicara, situasi komunikasi
komunikasi. yang terjadi, dsb.
3 FP (Titscher, Functional Pragmatic (FP) membahas bentuk Memperhatikan prosedur dan pola (pattern)
2000:171- percakapan (speech action) dan prilaku percakapan. Prosedur adalah unit terkecil
184) percakapan (speech act) untuk menemukan dari tindakan percakapan seperti saya, di
tujuan (purpose) dari partisipan sebuah sini, sekarang; Pola adalah potensi yang
percakapan. mendukung pada tindakan percakapan,
seperti setting tugas, pemenuhan tugas,
penalaran yang efektif.

4 DTA Distinction Theory Approach (DTA) melihat Menganalisis aspek pembeda bagian luar
((Titscher, bahwa komunikasi terdiri dari tiga unsure: (explicit distinction) dan aspek pembeda
2000:185- informasi, ucapan/penyampaian (utterance), bagian dalam (implicit distinction) suatu
197) dan pemahaman. DTA menganalisis aspek- naskah dengan menemukan konsep-konsep
aspek utterance ini baik segi eksplisitnya serta memberinya makna. Kemudian
maupun segi implisitnya. membadingkan aspek eksplisit dan implisit;
menganalisisnya; dan menarik kesimpulan.

5 Objective Metode ini berusaha memahami makna sebagai Memperhatikan aspek-aspek konteks
Hermeneutik sesuatu yang bersifat objektif berdasarkan internal dan eksternal dari sebuah wacana,
a (Titscher, struktur sosial (as an objective social structure) melakukan interpretasi ekstensif, interpretasi
2000:198- yang muncul secara interaktif. Makna adalah menyeluruh, dan mengajukan hipotesis
212) hasil interaksi mutual, walaupun para pelakunya individual tentang kepentingan ekonomi para
tidak dapat mengaksesnya, sehingga diperlukan aktor. Analisis dimulai dengan yang bersifat
pihak luar untuk menelitinya. sekuensial, kemudian dilanjutkan dengan
analisis rinci.

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 329


T abel 2 : Ragam M etod e Analisis Naskah Paradigmatik
Nama Metode Dimensi Teoritis (Sebuah Abstraksi) Penggunaan sebagai Metode Analisis W acana
1 Semiotika Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), Secara strukturalis, menemukan tanda-tanda dala m suatu
(Berger, 1982) makna tanda, dan cara kerja tanda. M enurut semiotika naskah dan menafsirkannya sesuai perspektif teori yang
strukturalis tanda dibagi kedalam tiga jenis: ikon, indeks, dipergunakan dalam penelitian yang sedang dilakukan.
simbol. M enurut semiotika post strukturalis, sebuah Secara post strukturalis menangkap ”benang merah” dari
naskah me miliki ”gagasan inti” atau ”benang merah”. naskah.
2 Analisis M arxis Bersumber dari teori M arxis, analisis ini melihat realitas Mene mukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan
(Berger, 1982) sosial sebagai yang penuh dengan pertentangan antara menafsirkannya sebagai jalan untuk mengetahui siapa
kelas serta pertarungan ideologis dan kekuasaan. mengekspolitasi siapa serta ideologi apa yang ada di balik
suartu naskah.
3 Psikoanalisis Aliran psikologi Freudian; berbicara tentang id, libido; Mene mukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan
(Berger, 1982) ego, super-egonya dan sebagainya. Percaya bahwa menafsirkannya guna menunjukkan bahwa tanda-tanda
semua hal yang dilakukan manusia mencerminkan ala m tersebut mencerminkan ala m bawah sadar si pembuat atau
bawah sadarnya. si pemakai tanda.
4 Analisis Aliran struktur-fungsional melihat ba hwa dalam Mene mukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan
Sosiologis bermasyarakat terdapat pembagian tugas dan fungsi. menafsirkannya untuk mencari siapa yang diberi status dan
(Berger, 1982) Setiap individu dalam struktur sebuah masyarakat peran apa serta bentuk relasi antar indivudu dala m naskah
memiliki status dan peran masing-masing itu. .
5 Analisis Teori fra ming berbicara tentang seleksi isu yang Terdapat beberapa varian analisis framing. Cara
Framing dimasukkan ke atau dikeluarkan dari wacana. M enurut menganalisis analisis wacana dengan framing adalalh
(Sobur, 2001; fra ming, dalam wacana berlangsung proses pemilihan me menuhi setiap komponen fra ming dengan fakta (bagian
Erianto, 2002 fakta mana yang mau diangkat, fakta mana yang mau naskah) yang terdapat dalam suatu naskah.
Ha mad, 2004; disembunyikan, atau fakta mana dihilangkan sa ma  Komponen fra ming Gamson dan M odigliani: M etaphors,
Van Dijk, sekali. W acana menurut framing terdiri dari sejumlah Exemplars, C atchphrases, Depictions, Visual images,
1988) komponen yang diisi dengan fakta-fakta pilihan itu. Roots, Consequences, dan Appeals to principals.
 Ko mpone n fra ming Pa n & Kosic ki: S intaksis (ske ma
berita); Skrip (kelengkapan be rita); Te matik (deta il;
koherensi; be ntuk kalima t; kata ganti); R etoris
(leksikon; grafis; metafora)
 Ko mpone n fra ming Van D ijk: Summa ry (Headline;
lead); Story (situation and comments). Situation
(episode and background); C omments (verbal
reactions and conclussions). Episode (main events and
consequences). Background (context and history).
History (circumtances and previous events).
Conclussion (expectations and evaluations)
 Ko mpone n framing R obert Entma n: Problem
Identific ation, Causal Interpretation, M oral
Evaluation: da n Treatment Recommendation
 Ko mpone n fra ming Ibnu Ha mad: Perlakuan ata s
peristiwa (Tema yang dia ngkat da n Pene m patan berita),
Sumber yang dikutip (Na ma dan atribut sosial sumber),
Cara Penyajian (Pilihan fakta yang dimuat dan Struktur
penyajian), dan Simbol yang dipergunakan (Verbal : kata,
istilah, frase; dan Nonverbal: foto, ga mbar)

6 Semiotika Semiotika sosial memandang bahwa sebuah naskah Mengamati suatu naskah untuk mene mukan apa medan
Sosial terdiri dari tiga komponen utama: medan wacana (cara wacana yang ada di sana; siapa yang menjadi pelibat
(Halliday, pembuat wacana me mperlakukan suatu peristiwa); wacananya, dan bagaimana sarana wacananya. Ke mudian
1993) pelibat wacana (sumber yang dikutip atau orang-orang menafsirkannya sesuai perspektif teori yang dipergunakan
yang dilibatkan beserta atribut sosial mereka dalam suatu dalam penelitian yang sedang dilakukan.
wacana), dan sarana wacana (cara pembuat wacana
menggunakan bahasa dalam manggambarkan pe ristiwa).
7 Ethnographic of Berasal dala m tradisi Antropologi yang melihat bahwa Mengamati pola interaksi komunikasi yang terjadi di
SPEAKING penggunaan symbol komunikasi dan cara komunikasi itu lapangan untuk melihat siapa di antara partisipan berperan
(Titscher, terikat dengan budaya. Pendekatan terhadap masalahnya apa. Menganalisis rekaman (lebih mudah bila dalam bentuk
2000:94-99) menggabungkan teori antropologi dan linguistik untuk film) suatu interaksi komunikasi melalui komponen-
komunikasi. Tujuan: untuk melihat pola interaksi komponen S (setting, scene), P (participants), E (ends, goal,
komunikasi antar partisipan sesuai konteks, tempat da n purpose), A (act sequence), K (key, tone, manner), I
waktu. Untuk menggambarkan siapa di antara partisipan (instrumentalities), norms (belief), Genre (textual
berperan apa. categories)

8 Grounded Grounded Theory (GT) dalam analisis teks mencoba Memperhatikan bagian de mi bagian dari teks untuk
Theory membangun konsep atau kategori berdasarkan data dari mene mukan sedikitnya sepuluh kategori konsep (coding
(Titscher, teks. Penggunaan GT untuk analisis teks mencoba families) antara lain c-families (causes, consequences...),
2000:74-89) mengkonseptualisasi asumsi-asumsi basis da ta. process families (stages, phases, duration...), culture
families (norms, values, sosially shared attitudes)....
9 SYM LOG System for M ultiple Observation of Group (Symlog) Menganalisis tujuh aspek dari wacana: waktu interaksi,
(Titscher, menganalisis tindakan komunikasi suatu kelompok na ma aktor, nama ala mat, bahasa simpel sebagai komentar
2000:136-143) dengan mengamati tiga level: perilaku verbal dan atas prilaku/ide, nilai yang diekspresikan pelaku (pro-
nonverbal, ide yang muncul sela ma komunikasi, dan nilai kontra), catatan atas orientasi prilaku dan ide aktor dalam
(pro kontra) saat berkomunikasi. ruang ketika berinterkasi dalam kelompok, dan alokasi dari
salah satu ide tentang diri, orang lain, kelompok, situasi,
masyarakat, dan fantasi

330 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Analisisnya bersifat in situ dalam sebuah naskah. planatory


Tujuannya adalah menangkap ide besar yang (8) Discourse is a form of social behavior
dikandung naskah tersebut.
Dalam bukunya, Critical Discourse
Adapun analisis wacana paradigmatis,
Analisis : The Critical Study of Language (1997:
terdapat sejumlah pilihan metode seperti tampak
98) membuat model CDA seperti tampak dalam
dalam Tabel 2.
Gambar 1. Dari gambar ini tampak bahwa teks
Berbeda dari penerapan analisis naskah
memiliki konteks baik berdasarkan “process of pro-
sintagmatik yang mengeksplisitikan makna
duction” atau “text production”-nya; “process of
instrinsik sebuah naskah kalimat demi kalimat maka
interpretation” atau “text consumption” maupun
penerapan analisis metode-metode paradigmatik
berdasarkan praktik sosio-kulturalnya.
adalah dengan cara menemukan bukti-bukti dalam
Model ini sekaligus memberi implikasi bahwa
naskah atau menunjukkan bagian-bagian dari
dalam memahami wacana (naskah/teks) kita tak
naskah sebagai temuan data untuk menjawab
dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk
permasalahan penelitian. Untuk itu, peneliti mencari
menemukan “realitas” di balik teks kita memerlukan
tanda (signs) yang relevan dengan pertanyaan
penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi
penelitian.
teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi
Adapun analisis wacana dalam bentuk analisis
pembuatan teks. Proses pengumpulan data yang
wacana kritis (critical discourse analysis/CDA)
multilevel dalam CDA Fairlough ini, secara
berarti peneliti menganalisis wacana pada level
sederhana diperlihatkan dalam Tabel 3.
naskah beserta sejarah dan konteks wacana
tersebut. Analisis wacana CDA memiliki
Gambar 1. CDA Norman Fairclough
dua model, yaitu CDA model Norman
Fairclough yang melihat teks (naskah)
memiliki konteks (Gambar 1) dan CDA
Proses Produksi
dari Ruth Wodak yang menilai teks Deskripsi (Analisis Teks)
(naskah) mempunyai sejarah (Gambar Teks
2). Untuk diketahui, CDA memiliki
Interpretasi (Analisis Proses)
karakteristik sebagai berikut (Wodak, Proses Interpretasi
1996:17-20 dalam Titscher, 2000:146-
147):
Praktik Wacana
(1) CDA is concerned with Social Ekplanasi (Analisis Sosial)
Problem
(2) Power Relation have to do with Dis-
course
(3) Society and Culture are dialecti- Praktik Sosio-kultural
cally related to discourse (situasional; institusional,
dan kemasyarakatan)
(4) Language use may be ideological
(5) Discourse are historical and can
only be understood in relation of Dimensi-Dimensi Discourse Dimensi-2 Analisis Discourse
their context
(6) The connection between text and society is
Tabel 3 memperlihatkan bahwa untuk
not direct, but is manifest through some inter-
memahami wacana, kita perlu mengumpulkan data
mediary such as the socio-cognitive one ad-
pada level makro, meso, hingga mikro. Posisi metode
vanced in the socio-psychological model of
pengumpulan data menunjukkan prioritas. Jika
text comprehension
urutan pertama tidak dapat dilakukan, maka urutan
(7) Discourse analysis is interpretative and ex-
selanjutnya.

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 331


Tabel 3 : Proses Pengumpulan Data dalam CDA Fairclough
No. Level Level Metode Pengumpulan Data
Masalah Analisis
1 Praktik Makro - Depth interview dengan pembuat naskah dan ahli paham dengan tema penelitian
sosiokultural - Secondary data yang relevan dengan tema penelitian
- Penelusuran literatur yang relevan dengan tema penelitian

2 Praktik Meso - Pengamatan terlibat pada produksi naskah, atau


Wacana - Depth interview dengan pembuat naskah, atau
- “Secondary Data” tentang pembuatan naskah

3 Text Mikro - Satu/lebih metode Analisis Naskah (sintagmatis atau paradigmatis)

Untuk CDA dari Ruth Wodak (Titscher, 2000: sebagaimana tampak dalam Tabel 4. Posisi metode
155) menyajikan model seperti tampak dalam pengumpulan data menunjukkan prioritas. Jika
gambar CCC. Model ini melihat naskah memiliki urutan pertama tidak dapat dilakukan, maka urutan
sejarah perjalanannya, sehingga ia dikenal dengan selanjutnya.
Discourse- Historical Method. Perjalanan tersebut Sebagai perbandingan, dunia analisis naskah
bukan saja terjadi pada dimensi bahasa, melainkan juga mengenal dua metode yang lebih kuantitatif,
juga pada dimensi pemikiran si pembuat naskah. yaitu analisis isi (content analysis) dan analisis
Keduanya dipengaruhi oleh dimensi psikologis si bibiliometrika (bibliometric survey). Untuk uraian
pembuat naskah yang berinteraksi dengan situasi singkat, lihat Tabel 5. Sebagai metode yang
dan kondisi komunikasi. serumpun dengan analisis wacana, kedua analisis

Gambar 2. Model CDA Ruth Wodak


SCHEMA:
COGNITIVE PLAN FRAME SCHEMA SCRIPT
DIMENSION

Communicative, Affectivity, Time, place,


SOCIO- functions, gender, level specific
PSYCHOLOGICAL Speech, of speaker, sepeaker
DIMENSION Situation, conflict type
theme

LINGUISTIC TEXT- TEXT TEXT REALIZED


DEMENSION THEMATIC SORT TYPE TEXT
MACRO-
STRUCTOR

Seperti halnya untuk model CDA Fairclough, isi dan bibliometrika mencoba mengetahui
agar kita dapat menangkap makna naskah dan kandungan isi naskah dengan pendekatan
sejarah perjalanan yang mempengaruhinya, kita kuantitatif, termasuk menggunakan perhitungan
perlu menggali data pada setiap dimensi matematik dan statistik

332 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Tabel 4. Teknik Pengumpulan Data pada CDA Wodak

Level Bentuk Metode

Cognitive Plan of Text Gagasan - Wawancara mendalam dengan pembuat teks


Dimension pembuatan Teks - Riwayat hidup pembuat teks

Socio- Pengaruh sosial dan Proses - Pengamatan Terlibat proses pembuatan teks
Psycological psikologis terhadap pembuatan Teks - Wawancara mendalam tentang pembuatan teks
Dimension Teks - Secondary data tentang pembuatan teks

Linguistic Realized Text Teks yang - Satu/gabungan metode analisis naskah (sintagmatis atau
Dimension terwujud paradigmatis)

Tabel 5. Dua Metode Analisis Naskah Kuantitatif


No Nama Metode Dimensi Teoretis (Sebuah abstraksi) Penggunaan sebagai Metode Analisis Isi
1 Analisis isi Content analysis atau analisis isi adalah usaha Peneliti membuat kategori-kategori sesuai
(Titscher, peneliti menemukan isi teks secara obyektif, pertanyaan penelitian kemudian menghitung
2000:55-73) sistematis, dan kuantitatif tentang kategori- jumlah dan membuat prosentasi setiap kategori
kategori yang menjadi pertanyaan penelitian. tersebut guna menarik kesimpulan dari hasil
perhitungan itu. Dilakukan pula perhitungan
realibitas dan objektivitas penelitian melalui
rumusan statistik yang tersedia.
1 Bibliometrik Bibliometrika adalah analisis isi yang bertujuan Menghitung jumlah kutipan (cititation) tentang
(Titscher, mengukur seberapa besar kecenderungan konsep, teori, metode, tokoh yang dipergunakan
2000:105-109) dipakaianya konsep, teori, metode, serta dalam sebuah bidang kajian yang sejenis. Dalam
pendapat tokoh dalam sebuah atau lebih bidang konteks ini dasar perhitungan yang dikenal dengan
kajian. Social Science Cititation Index (SSCI) dengan
metode perhitungan tertentu seperti rumus Lotka
yx = C/x2 .

D. Teknik Melakukan Analisis Wacana (entah dengan metode analisis sintagmatis atau
paradigmatis) melainkan kita mesti menelusuri
Sekarang, bagaimana melakukan konteks atau sejarah lahirnya puisi tersebut. Untuk
(mempraktikkan) analisis wacana? Jawabannya pembahasan ini akan diuraikan berbarengan
kembali ke tipe analisis wacana. Jika jenisnya dengan analisis wacana sosial. Hanya saja jika
analisis wacana linguistik dengan pendekatan bentuknya analisis wacana linguistik, maka
sintagmatis, maka bacalah naskah, kemudian pelaksanaan CDA-nya tidak memakai suatu
pilihlah metode analisis naskah berjenis sintagmatis paradigma penelitian dan penghampiran teori sosial
(lihat kembali tabel 1). Kalau jenisnya analisis (lihat juga gambar 3).
wacana linguistik dengan pendekatan Sedangkan jika kita akan melakukan metode
paradigmatis, maka bacalah naskah dengan metode analisis wacana sosial, baik dengan metode jenis
analisis naskah berjenis paradigmatis (lihat kembali sintagmatik, paradigmatik, maupun dengan CDA,
tabel 2). Untuk penerapan kedua jenis metode ini maka pelaksanaannya kurang lebih dapat
lihat contoh aplikasi metode Fungsional Pragmatis divisualisasikan dalam gambar 3. Untuk
dan metode Semiotika Barthes pada bagian E. pendekatan teori, analisis wacana sosial lazimnya
Jika kita bermaksud memakai analisis wacana memakai dua jenis teori: teori substantif dan teori
kritis (critical discourse analysis/CDA) maka wacana. Teori substantif di sini adalah teori tertentu
bukan hanya pada level naskah yang dianalisis yang sesuai dengan tema penelitian, misalnya teori

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 333


Gambar 3. Proses Analisis Wacana sebagai Metode Penelitian Sosial Kalau hanya akan sampai pada
level naskah, berarti Anda
cukup menganalisis satu/
Pendekatan serangkaian naskah saja
Teori
dengan memakai satu/lebih
metode analisis wacana
Hasil :
Naskah makna,
(sintagmatis atau
- Text Pilihan Metode Analisis
- Talks Wacana (Analisis Naskah citra, paradigmatis); jangan lupa
motif,
- Act atau
ideologi. kaitkan dengan paradigma dan
- Artifact Critical Discourse Analysis)
pendekatan teori yang
dipergunakan. Jika hendak
Paradigma menggunakan CDA,
Penelitian penuhilah setiap tahapan
analisis (level naskah, level
produksi naskah, dan level
gender, teori ekonomi-politik, teori ideologi, teori konteks naskah) sebagaimana dituntut oleh
kekuasaan, dan sebagainya. Teori subtanstif analisis wacana dengan CDA.
diperlukan untuk menjelaskan permasalahan Secara lebih rinci, langkah-langkah melakukan
penelitian analisis wacana dari perpektif teori yang analisis wacana sosial dapat dijelaskan urutannya
bersangkutan. sebagai berikut:
Adapun teori wacana diperlukan untuk (1) Pilih satu atau serangkaian naskah yang akan
membantu menganalisis naskah yang menjadi dianalisis; misalnya berita tentang “Hilangnya
objek kajian analisis wacana. Teori wacana mana Pupuk Menjelang Musim Tanam” (lihat bagian
yang dipakai tergantung pada metode analisis E).
naskah yang dipakai. Jika pada analisis naskah (2) Gunakanlah teori substantif yang dianggap
dipakai metode semiotika, maka dipakailah teori relevan dengan permasalahan penelitian dan
semiotika; bila digunakan framing sebagai metode tujuan penelitian. Dalam kasus hilangnya
analisis naskah, maka kita gunakan teori framing pupuk tersebut kita akan gunakan teori
sebagai teori wacana. Pun demikian, jika kita hegemoni.
menerapkan CDA hendaknya kita paparkan teori (3) Pakailah teori wacana yang sejalan dengan
CDA dalam pendekatan teori wacana. metode analisis wacana yang digunakan;
Sebagai bagian dari penelitian kualitatif, misalnya pada level metode akan digunakan
analisis wacana sosial mengenal lima paradigma semiotika sosial, maka pada level teori
penelitian: positivis, pospositivis, konstruktif, wacananya adalah teori semiotika dan
kritis, dan partisipatoris, di mana masing-masing semiotika sosial sebagaimana akan kita
paradigma memiliki karakteristik dan tuntutan yang terapkan dalam kasus hilangnya pupuk.
berbeda-beda dalam proses pengumpulan dan jenis (4) Pilih paradigma penelitian yang akan
data yang mesti dikumpulkan. Sebagai gambaran digunakan. Perhatikan teori substantif yang
sederhana, perbedaan keempat paradigma tersebut digunakan. Jika teori itu merupakan bagian
tampak dalam tabel 5. teori kritis, maka pakailah paradigma kritis.
Khusus untuk analisis wacana sosial, jika Karena teori hegemoni bersumber pada aliran
Anda sudah memilih jenis naskah, paradigma kritis, maka paradigma penelitian yang dipakai
penelitian dan pendekatan teori, selanjutnya adalah sebaiknya paradigma kritikal.
menentukan sikap apakah kegiatan analisis wacana (5) Tetapkan tipe analisis wacana apa yang akan
Anda hanya akan sampai pada level naskah digunakan: apakah pada level naskah saja
ataukah akan menggunakan pendekatan CDA. ataukah hendak memakai CDA (gaya

334 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Tabel 6. Penggunaan Paradigma Penelitian dalam Analisis Wacana


Klasik (positivis dan Kritis Konstruktivis Participatory
post positivis)
Kiteria kualitas Conventional Historical situatedness, Trustworthiness and Congruence of
penelitian benchmarks of erosion of ignorance and authenticity experiential,
“rigor”: internal and misapprehensions; action presentational,
external validity, stimulus prepositional, and
reliability and practical knowing; lead
objectivity to action to transform the
world in the service of
human flourishing.
Hubungan P  N H; P  N  Teori Kritis  P  N  Empatif  H; P  N  Interaktif  H;
peneliti dengan Peneliti (P) melihat H; Peneliti (P) melihat N Peneliti (P) melihat N
naskah naskah (N) dengan H Peneliti (P) melihat N via dari perspektif si dari perspektif bersama si
sebagai hasil teori kritis dengan H pembuat naskah dengan pembuat naskah dan P
penelitian dari sudut sebagai hasil penelitian hasil H dari sudut dengan hasil H dari
pandang P. dari sudut pandang si pandang si pembuat sudut pandang bersama si
pembuat naskah. naskah. pembuat naskah dan P.
Jenis data yang Bersifat objectif. Data Realitas di balik naskah. Bersifat subjectivist. Subjective-objective
dihimpun. adalah hasil analisis Temuan pada level Temuan pada level reality; Peneliti dan si
si peneliti terhadap naskah menjadi naskah menjadi pembuat naskah
naskah dengan penghantar guna penghantar dalam menemukan realitas
memakai satu/lebih menemukan sesuatu di menemukan sesutau bersama dalam rangka
metode analisis balik naskah berupa yang menjadi guna melakukan
wacana. kekuasaan, ideologi, dan perasaan/keinginan si perubahan sosial.
sejenisnya. pembuat naskah
Teknik - Menganalisis - Menganalisis naskah - Menganalisis - Menganalisis naskah
Pengumpulan bagian demi dengan satu/ lebih naskah dengan satu/ dengan satu/lebih
Data bagian naskah metode analisis lebih metode metode analisis
dengan satu/ lebih wacana. analisis wacana. wacana.
metode analisis - Menelusuri - Menelusuri - Menelusuri
wacana. (:wawancara (:wawancara (:wawancara
mendalam) proses mendalam) proses mendalam) proses
kelahiran naskah kelahiran naskah kelahiran naskah
kepada si pembuat kepada si pembuat kepada si pembuat
naskah dari kacamata naskah. naskah dengan
teori kritis. - Menggali agenda perubahan
- Menggali konteks/sejarah sosial
konteks/sejarah (:data skunder) - Menggali
(:data skunder) produksi naskah. konteks/sejarah
produksi naskah (:data skunder)
secara kritikal. produksi naskah yang
relevan untuk
perubahan sosial.
Cara Melaporkan - Menggunakan - Menggunakan bahasa - Menggunakan - Menggunakan bahasa
Data yang bahasa formal dan informal dan bahasa informal dan aksi;
standar advokatif indegenous. - Menggunakan teknik
- Menggunakan - Menggunakan teknik - Menggunakan ”konsultan” yang
teknik “menggugah teknik menunjukkan
“menceritakan kesadaran pembaca “penyambung lidah tindakan praktis apa
kembali film yang dari apa yang si pembuat wacana”. yang mesti dilakukan
kita tonton”. dirasakan si pembuat oleh si pembuatan
wacana”. wacana.

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 335


Fairclough atau Wodak). Pada contoh di realitas (Discourse) seperti tampak dalam
bagian E hanya pada level naskah saja dengan gambar 4. Ternyata bahasa bukan cuma
salah satu metode analisis wacana mampu mencerminkan realitas, tetapi dapat
paradigmatik (:semiotika sosial). menciptakan realitas.
(6) Jika semuanya telah ditetapkan dan dipandang (2) Teori Segi Tiga Makna (Tri-angle Meaning
sudah cocok (saling menguatkan, tidak Theory) antara lain tampak dalam Gambar 5
bertentangan satu sama lain), bacalah naskah dan Gambar 6. Penguasaan teori makna sangat
dengan metode analisis wacana (dalam contoh penting untuk membantu menafsirkan tanda
kasus dengan semiotika sosial) dan berikan (bahasa) dalam naskah
arti atau maknanya.
(7) Tafsirkan hasil analisis tersebut dengan teori Gambar 5 : Elemen Makna Peirce
hegemoni dengan cara berpikir paradigma
kritikal, kemudian tarik kesimpulan serta Sign
implikasi hasil analisis wacana tersebut.
Sebagai alat bantu melakukan analisis menurut
pendekatan linguistik ataupun sosial, ada baiknya
beberapa hal berikut dipahami agar dalam
pelaksanaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
Object Interpretan
mendalam.
(a) Sebelum melakukan analisis wacana, sebaiknya
dipahami secara saksama proses terjadinya Gambar 6 : Semantic Triangle Richard
suatu wacana (lihat kembali gambar 3 atau Ibnu
Hamad, Communication as Discourse, Media- Reference or Thought
tor edisi......)
(b) Sebelum atau ketika melakukan analisis
wacana, sebaiknya dibantu dengan teori Symbolizes refers to
linguistik dan teori makna, antara lain:
(1) Teori bahasa. Pemahaman teori bahasa yang Symbol Referent
baik niscaya akan sangat membantu mengingat
basis dari teori dan analisis wacana adalah (3) Lay-out argument dari Stephen Toulmin
bahasa. Di antara teori bahasa yang sebaiknya (dalam Foss, et.al 1985: 88) seperti
dikuasi adalah yang berkaitan dengan divisualisaikan dalam gambar 7. Menurut
penciptaan Discourse. Dalam kaitan ini, layak Toulmin penggunaan symbol (warrant) itu
dikemukakan pandangan Giles dan Wiemann memiliki latar belakang (ground) guna
tentang hubungan bahasa dengan penciptaan mencapai suatu tujuan (claim). Pemikiran ini
sangat relevan dengan pembahasan kita di
Gambar 4 : Hubungan antara Bahasa, awal mengenai Discourse (dengan D besar)
Realitas, dan Budaya sebagai objek kajian analisis wacana
paradigmatik. Teori ini sangat berguna dalam
Language menafsirkan mengenai “adanya kepentingan”
di balik naskah.
(4) Formula Larutan (Lambang-Rujukan-
Reality creates creates creates reality Tujuan). Dalam pandangan ini penggunaan
lambang memiliki rujukan guna mencapai suatu
creates tujuan (Gambar 8) . Seperti halnya dengan

336 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

logika Toulmin, teori ini niscaya bermanfaat Sudah barang tentu, masih banyak teori-teori
untuk mengetahui “adanya kepentingan” di makna dan hermeneutika yang sangat penting
balik naskah. dipelajari untuk memperkaya, memperlua,
memperdalam, dan mempertajam analisis wacana.
Penampang 7 : Lay-out Argument Kegiatan melakukan penelitian analisis wacana
(Logika Toulmin) sesering mungkin niscaya akan menambah
kepercayaan diri dengan hasil analisis wacana
Warrant walaupun jangan lekas puas dengan satu kali
interpretasi.
E. Contoh Penerapan Analisis Wacana
Dari uraian pada bagian D ada dua hal yang
belum tuntas, (1) kapankah kita menentukan
Ground Claim
analisis wacana, apakah hanya pada level naskah
atau harus sampai CDA? (2) Bagaimana kita
Penampang 8 : Relasi Lambang, Rujukan, menetapkan sintagmatis, paradigmatis, atau CDA;
Tujuan (Formula Larutan) jenis mana dari ketiga kelompok tersebut yang akan
dipakai? Apakah alasan kita menggunakan satu
Lambang
metode analisis wacana dan mengapa tidak yang
lainnya?
Seperti halnya kegiatan penelitian lainnya,
pemakaian metode analisis wacana, pertama-
tama, sangat tergantung pada permasalahan dan
tujuan. Jika hanya secara ekstrinsik bermaksud
Rujukan Tujuan menganalisis pada level naskah, pakailah salah satu
atau gabungan metode analisis naskah saja. Kalau
(5) Analisis Pentad. Kurang lebih sama dengan bermaksud mengetahui isi naskah beserta konteks
yang lain, pemikiran Kenneth Burke seperti atau historisnya, gunakanlah CDA. Tetapi kalau
tampak dalam gambar 9 (dalam Foss, et.al 1985: secara intrinsik bertujuan menemukan “muatan
168-171), melihat bahwa penggunaan suatu khusus” dari wacana, maka pilihlah metode yang
simbol (act) memiliki latar belakang (scene), tepat menemukan muatan yang spesifik tersebut.
pelaksana (agent) dan media atau alat Jadi, perhatikanlah ciri khas setiap metode, karena
(agency) dalam rangka mencapai suatu tujuan masing-masing memiliki keunikan, kelebihan dan
tertentu (purpose). kekurangan. Dalam konteks analisis wacana sosial,
tentang muatan yang spesifik ini lazimnya berkaitan
dengan pilihan paradigma penelitian. Seperti
Gambar 9 : Pentad Analysis tampak dalam Tabel 6, setiap paradigma memiliki
perhatian pada jenis data yang dihimpun yang
Act Scene Purpose berbeda-beda.
Kedua, tergantung pada jenis wacana yang
akan dianalisis. Kalau secara kasat mata naskah
Agent tersebut banyak mengandung gambar dan simbol-
simbol, lebih mudah dianalisis dengan semiotika.
Jika naskah berupa paparan yang seperti berita
Agency
atau artikel, mungkin analisis framing lebih tepat.
Andai berupa puisi, lebih gampang dengan salah

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 337


satu metode analisis sintagmatik. Tapi, setelah menghias taman dan jalan raya//
pengamatan yang lebih mendalam mengandung Mencuri perhatian para warganya/
isu-isu khusus, misalnya mengenai konflik antar ’hingga melupakan indahnya purnama/
agama, persamaan antara laki-laki dan perempuan, walau menggantung tepat di atas kepala.
hegemoni kebudayaan, ketidakadilan, dan Materi dan penampilan fisik menjadi andalan/
sejenisnya, maka pilihlah metode yang dianggap yang miskin dan sederhana dipandang
paling untuk membongkar isu-isu spesifik tersebut sebelah mata//
mengingat masing-masing metode mempunyai Orang ditanya untuk diukur kadar derajatnya/
sambil berharap ada yang dapat dimanfaatkan
kekurangan di samping kelebihan.
darinya/
Ketiga, pada sikap si peneliti dalam peduli apa dengan moral, hukum dan agama.
menganalisis naskah. Kalau analisisnya hanya
ditujukan semata-mata untuk kritik naskah; Kalau keadaan sepert ini tiada hentinya/
mungkin cukup dilakukan secara sintagmatik, Bulat tekadku kembali ke desa//
Biarlah aku hanya seekor kunang-kunang di
paradigmatik, ataupun CDA. Namun jika peneliti
sana/
ingin menunjukkan “fakta lain” di balik naskah, ’tapi aku bangga karena dianggap ada/
maka ia harus memilih salah satu paradigma kendati hanya di waktu malam hari belaka.
penelitian ketika menggunakan salah satu metode
analisis naskah, kecuali paradigma klasik karena Dalam puisi itu terkandung sebuah narasi
paradigma ini cenderung hanya bertujuan tentang seorang tokoh bernama Jasita. Dari metode
menemukan fakta yang ada di dalam naskah itu FP, puisi ini memiliki prosedur “aku”, yaitu Jasita
saja. Sementara, kalau memilih paradigma dengan unsur waktu kekinian sambil melakukan
konstruktivis, kritikal, dan partisipatoris peneliti flash-back. Sementara, unsur pola (pattern) atau
bertujuan menemukan “fakta lain” di balik naskah potensi yang dihadirkan dalam narasi ini adalah
entah itu kepentingan ekonomi, ideologis, politis, perjuangan, keprihatinan, kepedulian, dan tekad
dan sebagainya. Dari segi kompleksitas penelitian, seorang Jasita. Puisi ini memiliki pola (pattern)
tentu saja metode CDA lebih rumit dibandingkan konsisten tentang prilaku Jasita. Dalam bait
analisis sintagmatik dan paradigmatik; dan itu pertama, Jasita menunjukkan diri siapa dirinya.
kembali ke sikap idealisme vs pragmatisme si Kalau ditebak, umurnya kira-kira 18 tahun atau
peneliti. remaja tanggung keluaran SMU karena ke Jakarta
Untuk contoh penggunaan metode, berikut ia mau kuliah. Jasita, seperti namanya, bukanlah
ini dipaparkan pertama-tama pemakaian analisis remaja gedongan. Tapi seorang sahaja yang
sintagmatis dengan Functional Pragmatic atas bertekad baja; berani kuliah dengan biaya sendiri
sebuah sebuah puisi. Penerapannya hanya dengan menjadi kuli.
berusaha menemukan fakta yang ada dalam naskah Dalam bait kedua, Jasita menceritakan tentang
saja. Seperti akan tampak dalam hasil analisis, megahnya kota Jakarta secara fisik. Lampu-
penggunaan metode dengan cara ini lebih bersifat lampunya bagus menerangi taman dan jalan raya,
menafsirkan (kritik) naskah. sehingga menjadi kebanggaan para warganya. Ia
lalu teringat pada suasana kampung halamannya
Jasita di saat bulan purnama. Kampungnya menjadi
Oleh: Ibnu Hamad terang bermandikan cahaya di mana para orang
Namaku Jasita/ tua dan anak-anak bersuka cita; sementara, di
aku datang dari desa/ Jakarta, purnama indah tak pernah ditunggu-
bermodalkan harapan dan tenaga/ tunggu lagi. Benderang neon membuat mereka tak
’tuk kuliah sambil kerja/ peduli kapan purnama datang atau pergi.
kuli sambil kuliah bisa juga.
Sepertinya Jasita menangkap gelagat yang tak
Kerlap-kerlip lampu neon ibu kota/ baik hidup di Jakarta. Itu tercermin dalam ungkapan

338 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

/Orang ditanya untuk diukur kadar derajatnya/ bahwa Jasita adalah pemuda lugu lagi miskin
di bait ketiga. Begitu materialistik hidup di ibu kota, namun punya cita-cita tinggi dan kemauan keras
sehingga hukum dan moral bahkan agama tak untuk mengubah nasibnya bermodalkan harapan
dipedulikan lagi. Teman makan teman adalah hal dan tenaga/.
yang biasa, seperti dinyatakan dalam kalimat / Dalam bait kedua, kita mendapatkan tanda
sambil berharap ada yang dapat dimanfaatkan dalam simbol-simbol tentang gemerlapnya fisik
darinya/. kota Jakarta, yang diwakili dengan kalimat, Kerlap-
Merasa tak cocok hidup dalam situasi kerlip lampu neon ibu kota/ menghias taman dan
materialistik seperti itu, Jasita bertekad kembali ke jalan raya/. Sekaigus menghadirkan simbol
desanya. Ia muak dengan cara hidup orang kota; tentang rendahnya rasa sosial warga kota dalam
demi mengejar ambisi pribadi tega mengelabui bait ketiga terutama melalui kalimat Orang ditanya
teman sendiri. Untuk itu, Jasita berkata /Biarlah untuk diukur kadar derajatnya.
aku hanya seekor kunang-kunang di sana/. Ia Dalam bait keempat, kita bisa menangkap
merindukan suasana saling menghargai karena “mitos” romantisme Jasita akan suasana kehidupan
kegunaannya, seperti kunang-kunang memberi desa yang saling menghargai, melalui kalimat,
cahaya pada lingkungan sekitar yang gelap gulita Biarlah aku hanya seekor kunang-kunang di
walau hanya seluas satu centi meter persegi saja. sana/’tapi aku bangga karena dianggap ada.
Dari hubungan antarparagraf (bait), secara Dus, secara keseluruhan mitos yang ada dalam
keseluruhan puisi ini tampak menyajikan kisah puisi ini adalah hadirnya sosok yang lugu dan
perjalanan seorang pemuda lugu dan tetap lugu bening analisisnya dalam merespon perkembangan
sekalipun sudah disentuh kehidupan kota Jakarta sosial di kota dan di desa dimana sang tokoh ini
yang bising dan glamour. Kita menangkap adalah aktornya. Puisi ini adalah balada anak desa
kejernihan mata hati Jasita dalam melihat yang tak hendak tergilas oleh meriahnya kehidupan
lingkungan sosialnya, baik di desanya maupun di metropolitan.
Jakarta. Ia membandingkan keduanya, Sebutlah, kita ingin melakukan analisis CDA
menganalisisnya, mensintesiskannya, kemudian Wodak dengan paradigma konstruktivis terhadap
mengambil keputusan berdasarkan pilihan puisi tersebut; mungkin menarik jika kita
sosialnya. Jasita, si sederhana yang cerdas dan menerapkan psikoanalisis pada level naskah;
kritis serta matang emosinya. Dari situ pula kita wawancara mendalam dengan pengarang puisi
dapat menarik kesimpulan bahwa puisi ini jika tentang riwayat lahirnya karya tersebut dan latar
dibaca dengan FP mengandung pesan belakang kehidupan sang pengarang. Juga kita
kemunusiaan yang mulai terkikis di kota metropoli- kumpulkan data sekunder (studi literatur) tentang
tan. perjalanan hidup si pengarang. Kemudian kita tarik
Seandainya kita gunakan analisis wacana kesimpulan.
paradigmatis atas puisi tersebut, dalam hal ini kita Dalam contoh berikut ini, akan dipaparkan
pakai metode semiotika posstrukturalis (lihat hasil penerapan analisis naskah paradigmatik
kembali tabel 2), maka caranya adalah dengan dengan semiotika sosial dan berparadigma kiritikal
membaca sejumlah tanda (sign) terutama dalam serta teori hegemoni atas pemberitaan tentang
bentuk simbol dan indeks yang terdapat dalam puisi hilangnya pupuk di pasaran. Mengacu kepada
itu. Hal ini dilakukan untuk menemukan “mitos” proses analisis wacana sebagai metode penelitian
(istilah yang digunakan Roland Barthes (1993), sosial (lihat lagi Gambar 3), dalam riset ini peneliti
tokoh semiotika posstrukturalis, untuk menunjuk menggunakan teori semiotika sosial sebagai teori
pada benang merah isi naskah) yang terkadung wacana, teori hegemoni sebagai teori substantif,
dalam puisi tersebut. Boleh saja cara melakukannya paradigma kritikal sebagai paradigma penelitian,
adalah membaca bait demi bait. Dalam bait pertama, serta semiotika sosial sebagai metode analisis
kita menangkap tanda dalam bentuk indeksial wacananya.

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 339


“Kenapa sih kalau setiap masuk musim tanam
Pupuk Langka, Petani Berteriak
pupuk di Unggul Harjo selalu menghilang?
Jakarta (Suara Kebenaran, Selasa, 18-8-2006).
Sepertinya ada yang tak suka ke desa kami.
Sudah dua bulan terakhir, petani Desa Unggul Harjo
Sepertinya ada pihak-pihak tertentu ada yang
tak dapat membeli pupuk. Bukan karena mahal
bermaksud merusak kemakmuran desa kami?”
harganya. Berapa saja pun harganya, sebetulnya
analisis Darmaji. Ia mengaku telah melaporkan hal
para petani di sana bersedia membelinya. “Tapi
ini kepada pihak terkait termasuk polisi.
apa yang mau kami beli, karena pupuknya memang
Sementara itu, staf dari Dinas Pertanian
lenyap dari pasaran?” ujar Suwita, petani di Dusun
setempat, Darminto, menyatakan bahwa tak benar
Pitu Desa Unggul Harjo.
pupuk hilang dari pasaran. Persediaan pupuk
Ia menambahkan, kelangkaan pupuk di
banyak, katanya. Ketika ditanya mengapa petani
kampungnya terkesan pelan-pelan. “Dari harga
sukar mendapatkannya, ia menyatakan tak tahu
biasa, berangsung-angsur naik, kemudian harganya
menahu. “Kami tidak mengurusi distribusi pupuk,
selangit, kemudian pupuk pun hilang”.
tugas kami hanya melakukan penyuluhan
Petani lain di Dusun Limo, Sasmita menyatakan
pertanian” ujarnya.
hal sama. Pupuk mulai hilang setelah mengalami
Hasil pengamatan di lapangan tampak, kios-
kenaikan secara perlahan-lahan. “Terasanya mulai
kios pupuk di sembilan dusun di Unggul Harjo
bulan Juni mas!” imbuhnya.
tetap buka tetapi tak menjual pupuk. Yang banyak
“Kalau begini terus kami akan gagal panen”
adalah pestisida. “Apa yang dijual kalau barangnya
ujar Koswara petani pemilik lahan saat ditemui
tak ada?” hampir seragam jawaban ini diberikan
ketika ada pertemuan dengan para petani di Dusun
oleh para penjaga kios.
Wetan Telu. “Sama saja dengan membunuh
Seorang petani yang tak mau disebut namanya,
kehidupan masyarakat di desa sini” tambah
membisiki “Suara Kebenaran” bahwa kios-kios itu
Santoso, tokoh masyarakat Wetan Telu.
dimiliki seorang juragan yang tinggal di luar desanya.
Desa Unggul Harjo memang dikenal sebagai
Mereka tetap buka agar tidak dicurigai. Konon,
kawasan pertanian, terutama terkenal dengan
bos itu punya dukungan kuat dari orang Kabupaten.
produksi beras “Ratu Legit”-nya yang menembus
Kapolsek Kecamatan Batu, Kapten Polisi
ekspor hingga ke Jepang. Hampir semua petani di
Ikhwan menyatakan akan menindak semua pihak
desa ini mengandalkan hidupnya dari pertanian.
yang membuat kelangkaan pupuk di wilayahnya.
Sehingga wajar mereka bereaksi keras setiap terjadi
“Kami coba koordinasikan dengan pihak terkait”
kelangkaan pupuk.
tukasnya. “Ini mengancam ketertiban dan
Ketua LSM Paguyuban Petani Desa Unggul
keamanan” tambahnya. (#)
Harjo, Darmaji, mensinyalir bahwa kelangkaan
pupuk adalah hasil konspirasi antara pedagang dan Hasil analisis dengan semiotika sosial
pabrik pupuk. “Kami menduga ada permainan. terhadap naskah berita tersebut, kurang lebih
Kadang-kadang pupuk ada, kadang menghilang sebagai berikut:
secepat kilat!”.

A sp ek S em io tik a S o sia l B u kti/R u ju ka n d ala m T eks M a kn a

1. M ed an W a can a D esa U n g gu l H arjo lan g g an an k elan g k aan p up u k . Setia p K e la n gk aa n p u p u k sep erti ad a u n su r


m u sim tan am p u p uk h ilan g d i d esa ini. k esen g ajaan
2. Pelib at W acan a d an Su w ita, Sa sm ita, K o sw ara , p eta n i U n g g u l H a rjo , k e lan gk aa n K e la n gk aa n p u p u k itu sep ertin ya
K u tip an n ya p u p u k itu d ise n g a ja. d isen g aja , ad a p ih ak -p ih ak terten tu
D a rm aji, K etu a LS M P a g u y u b a n P eta n i D e sa U n g g u l H arjo , yan g b erm ain d i d alam n ya .
“K am i m en d u g a ad a p erm a in an ”. Seb etu ln ya p u p u k ad a tap i tak d iju al d i
Sa n to so , to k o h m a sya rak a t W etan T elu . “ Sa m a sa ja d en g a n U n g g u l H arjo . S eh in gg a m en g an ca m
m em b u n u h k eh id u p an m asya rak a t d i d esa sin i” p ad a k eam a nan d i d esa in i.
D a rm in to , sta f D in a s P ertan ian setem p at, p u p u k ad a .
Fu lan , su m b er y an g tak m au seb u t n am a , “seo ran g ju ra g an
terlib at d a la m k elan g k aa n p u p u k d i d esa n ya ”
K a p ten P o lisi Ik h w a n , K a p o lsek K e ca m a tan B atu , “In i
m en g a n ca m k etertib an d an k e am an an ”
3. Saran a W ac an a Pu p u k m en gh ilan g sec ep a t k ilat. A d a perm ain a n . A d a K e la n gk aa n p u p u k m elib atk an p iha k
k on sp irasi. S a m a saja d en g an m em b u n u h k eh id u p an terten tu d an b erm ak su d m en g gan g gu
m a sya ra k a t d i d esa sin i. H a m p ir se lu ru h p en d u d u k b erta n i. D esa U n g g u l H a rjo .
“R a tu L e g it” b e ras an d a la n . M en g a n cam k etertib a n d an
k ea m an an .
In terp retasi K elan g k aan p up u k d i U n gg u l H arjo ad a u n su r k esen g aja an d an m elib atk an o ran g -o ra n g terten tu d i lu ar
d esa, m en g in g at d esa in i seb a gai p en gh asil p a d i yan g terk en a l, seh in g ga d ip erlu k an tind ak a n teg as.

340 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Dari perspektif teori hegemoni serta paradigma dan memilih CDA Norman Fairclough sebagai
kritikal, hasil analisis ini menunjukkan bahwa strategi risetnya serta menerapkan analisis fram-
“Suara Kebenaran” percaya adanya ing Robert Entman untuk menganalisis naskahnya.
persekongkolan (hegemoni) dari pihak-pihak Jika peneliti B mengulangi riset tersebut dengan
tertentu atas hilangnya pupuk dari pasaran. Suara peralatan penelitian yang sama dengan si A,
Kebenaran juga sekaligus memperlihatkan sikap niscaya hasil penelitian keduanya mesti sama.
pemihakannya pada petani. Dengan mengutip Kalau terjadi perbedaan, besar kemungkinan salah
petani lapangan sebagai narasumber dan satu peralatan riset di antara keduanya yang
pengamatan lapangan yang dilakukan berbeda, misalnya berbeda dalam paradigma
wartawannya di sembilan dusun Unggul Harjo penelitian!
menujukkan bahwa Suara Kebenaran memiliki Lagian, seperti tampak dalam tabel 1 dan
komitmen pada nasib petani. Demikian pula dari tabel 2 masing-masing metode analisis memiliki
segi penggunaan bahasa yang menggambarkan karakteristik tersendiri. Demikian pula paradigma
terancamnya nasib para petani memperlihatkan penelitian memiliki kiteria kualitas dan cara berpikir
sikap pemihakan Suara Kebenaran kepada para sendiri (Tabel 6). Semua itu berpengaruh pada
petani. Begitulah, secara kritikal hasil analisis pada objektivitas yang akan diperoleh oleh analisis
level naskah menjadi petunjuk untuk menemukan wacana.
ada kekuatan (power) yang dimiliki media sebagai Jadi, objektivitas hasil penelitian analisis
alat perjuangan melawan kelas penindas. Alhasil, wacana terletak pada konsistensi si peneliti
hasil analisis ini menyadarkan kita tentang tindakan mengaplikasikan suatu pendekatan teori,
apa yang diperlukan untuk membela petani; bukan paradigma penelitian dan jenis riset serta metode
sekadar tahu apa yang terjadi dengan hilangnya analisis wacana. Selama ia mengacu sekuat tenaga
pupuk. pada peralatan riset tersebut dalam rangka
menjawab permasalah dan membuktikan tujuan
F. Penutup: Menjaga “Objektvitas” penelitian, maka hasil risetnya dapat dikatakan
Analisis Wacana dan Pemanfaatan sudah objektif. Oleh karena itu, hindarilah opini
Hasil Analisis pribadi dan selalulah memakai kriteria kualitas
paradigma penelitian dan karakter metode analisis
Pertanyaan yang sering diajukan,
wacana yang dipakai sebelum, selama, dan
bagaimanakah cara menjaga “objektivitas” hasil
sesudah penelitian dilakukan. Upaya untuk
analisis wacana? Untuk menjawab pertanyaan ini,
senantiasa konsisten dengan kriteria kualitas
pertama-tama kita harus sepakat terlebih dahulu
paradigma penelitian ini pada gilirannya bagian dari
mengenai pengertian objektif, yaitu kemampuan
usaha peneliti menjaga validitas hasil penelitian
dapat diulanginya kembali sebuah riset analisis
analisis wacana sesuai paradigma masing-masing.
wacana dengan hasil yang sama.
Seandainya sebuah hasil analisis wacana
Dalam konteks itu, sebuah riset analisis
berbeda dari hasil analisis wacana lainnya, mana
wacana dapat dapat diulangi kembali dengan hasil
yan g har us dipercayai? Untuk i ni perlu
yang sama jika pengulangan tersebut
diperhatikan 7 (tujuh) aspek utama yang ada
menggunakan pendekatan teori yang sama,
dalam penelitian: perumusan masalah, tujuan
paradigma penelitian yang sama, serta tipe dan
penelitian, teori substantif yang dipakai, teori
metode analisis yang sama. Misalnya, peneliti A
wacana yang digunakan, paradigma penelitian
melakukan riset analisis wacana tajuk rencana koran
yang dipilih, metode analisis wacana yang
X tentang “Mahalnya Biaya Pendidikan” yang
diterapkan serta teknik analisis yang dilakukan.
dimuat tanggal 2 Mei 2006. Teori yang digunakan
Jika dua atau lebih penelitian sama dalam ketujuh
adalah “teori kewajiban negara” (pada teori
aspek tersebut, seharusnya sama hasilnya dan
substantifnya) dan teori framing (pada teori
sama validnya. Kalau sebuah penelitian memiliki
wacananya), memakai paradigma konstruktivis,

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 341


perbedaan dalam satu atau lebih dari tujuh aspek analisis kasus hilangnya pupuk itu hanyalah
tersebut, maka hasil penelitian itu valid untuk mengenai satu berita, yaitu berita yang dimuat
penelitian yang bersangkutan; dan tak dapat Sua ra Kebenar an. Jika bermaksud
dibandingkan dengan hasil analisis wacana membandingkan dengan media lain, Anda dapat
lainnya yang memiliki pendekatan yang berbeda menganalisis berita sejenis dari media lain. Dan
karena setiap hasil analisis wacana memiliki bandingkanlah sikap masing-masing media
validitasnya masing-masing. tersebut terhadap kelangkaan pupuk. Mana yang
Lantas, sejauhmana tingkat generalisasi lebih lengkap penulisannya dan lebih kritis
sebuah hasil analisis wacana? Yang jelas, analisis melihat masalahnya.
wacana tak mengenal tingkat generalisasi seperti Tentu saja jika pemberitaan itu terjadi setiap
yang dimaksudkan dalam pendekatan kuantitatif. hari, katakanlah selama tiga bulan, dan dilakukan
Analisis wacana hanya berupaya menerangkan pula analisis wacananya, maka kita dapat
kandungan isi naskah dan jika perlu beserta melakukan kuantifikasinya. Kalau analisisnya
konteks atau hitorisnya tentang sebuah tema/isu dilakukan selama tiga bulan, setidak-tidaknya
yang dimuat dalam naskah tersebut. Dengan diperoleh:
demikian, hasil penelitian analisis wacana bersifat
(1) Kuantifikasi dalam hal medan wacana: aspek
ideografis.
apa saja yang banyak dijadikan masalah
Pertanyaan lain yang kerap muncul, buat apa
berita. Misalnya dalam kelangkaan pupuk,
anal isis wa cana dilakuka n, hat ta sudah
mungkin yang banyak diangkat adalah
dilaksanakan secara objektif? Dalam kasus
masalah sebab-sebab kelangkaan; mungkin
hilangya pupul, hasil analisis pada level naskah
tentang oknum-oknum yang terlibat; mungkin
menunjukkan bahwa para nara sumber terbagi atas
pula tentang cara-cara mengatasinya.
dua jenis: (1) para petani yang menjadi nara
(2) Kuantifikasi dalam hal nara sumber: siapa saja
sumber sebagai korban ketidak pastian kebijakan
yang sering dikutip dalam masalah yang
publik dalam bidang pertanian khususnya pupuk
diberitakan; dari kalangan mana saja, unsur
dan ini juga didukung oleh aparat keamanan
pejabat atau masyarakat; dan mana yang
(polisi); (2) staf pertanian yang mengesankan
seh arusnya dikutip t api media ti dak
sebagai pihak yang kurang bertanggung jawab.
melakukannya.
Hasil analisis ini secara kritikal seharusnya
(3) Kuantifikasi sikap media: selama tiga bulan
memberikan beberapa implikasi yang mesti
pemberitaan, kemanakah kecenderungannya;
ditindak lanjuti untuk mengamankan kebijakan
apakah lebih banyak positif ke arah petani
publik. Pertama, harus ada perlindungan kepada
atau lebih banyak positif ke arah pemerintah?
para petani Unggul Harjo mengingat daerah ini
Demikian pula dalam sikap negatif dan sikap
sentra pertanian unggulan padi “Ratu Legit”
netral.
yang terkenal hingga luar negeri. Kedua, harus
ada penguatan kepada penyuluh pertanian agar Dengan demikian, tak berlebihan kiranya jika
ikut serta dalam mengamankan keberadaan pupuk dikatakan analisis wacana mampu memberikan
di desa Unggul Harjo. Ketiga, pemberiaan kemanfaatan yang tak sedikit kepada perubahan
dukungan kepada LSM Paguyuban Petani Desa sosial terutama jika dipakai paradigma kritikal dan
Unggul Harjo sebagai komponen dalam produksi partisipatoris. Sementara analisis wacana secara
petani unggulan. Keempat, mengajak keterlibatan sintagmatis dan paradigmatis akan sangat
aparat keamanan untuk menjaga kawasan berguna untuk kritik naskah; dan secara
pertanian Unggul Harjo termasuk mencari “otak pragmatis dapat dipakai oleh para pelaku media
pelaku” kelangkaan pupuk dan menangkapnya. watch untuk memantau kinerja media dalam
Hal lain yang dapat dikatakan adalah melaporkan berbagai peristiwa terutama yang
implikasi secara methodologis. Harus diingat, menyangkut kepentingan publik. Di samping

342 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

signifikansi sosial tersebut, penggunaan analisis ————— (1995). Critical Discourse Analy-
wacana setidak-tidaknya menyadarkan para sis, London-NY : Longman.
penafsir naskah untuk lebih bertanggung jawab
Foss, Sonja K, at.all, (1985) Contemporary Per-
atas “bacaan” yang dilakukannya, tidak semata-
spectives on Rethoric, Illinois : Waveland.
mata didasarkan atas pendapat pribadi melainkan
dipandu oleh prinsip-prinsip metode penelitian. Gee, James Paul, (2005). an Introduction to Dis-
course Discourse Analysis, Theory and
Me t hod, Lon d on a n d New Yor k :
Routledge.
Daftar Pustaka Halliday, MAK (1993), Language as Social
Semiotic, The Social Interpretation of
Barthes, Roland, (1993). Mythologies, London: Language and Meaning, London : The
Vintage Books. Open University Set Book.
Berger, Arthur Asa, (1982). Media Analysis Hamad, Ibnu. (2004). Konstruksi Realitas
Techniques, Beverly Hills : Sage Publica- Politik di Media Massa sebuah Study
tions, Critical Discourse Analysis Discourse.
Denzin, Norman K dan Yvonna S. Lincoln Jakarta: Granit.
(2005), Handbook of Qualitative Re- Mills, Sara, (1997). Discourse, London and New
search, London : Sage Publication. York : Routledge,
Dijk, Teun A. Van, (1988), News As Discourse, Norris, Sigrid dan Rodney H. Jones (2005), Dis-
Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum course in Action, London and New York:
Associate. Routledge
Eriyanto, (2002), Analisis Framing, Yogyakarta: Schiffrin, Deborah at.al, editor. (2005). The
LkiS. Ha n dbook of Di sc our se An a l ysi s.
Fairclough, Norman (2006). Discourse and So- Blackwell Publishing.
cial Change. Cambridge: Polity Press Sobur, Alex (2001) Analisis Teks Media,
————— (2005). Analysing Discourse, Tex- Bandung : Rosdakarya, 2001
tual analysis for social research. London Titscher, Stefan at.al, (2000) Methods of Text
and New York: Routledge. and Discourse Analysis, Sage Publication
————— (1995). Media Discourse, London: Thesis Jurnal Penelitian Komunikasi Volume IV/
Edward Arnold. No. 1 Januari-April 2005.

Ibnu Hamad. Lebih Dekat dengan Analisis Wacana 343


344 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007

Anda mungkin juga menyukai