Anda di halaman 1dari 7

http://jurnal.fk.unand.ac.

id 1

Tinjauan Pustaka

Gangguan Fungsi Penghidu dan Pemeriksaannya


Effy Huriyati, Tuti Nelvia

Abstrak
Latar belakang: Fungsi penghidu pada manusia memegang peranan penting. Gangguan penghidu dapat
mempengaruhi keselamatan dan kualitas hidup seseorang. Tujuan: Untuk mengetahui jenis gangguan penghidu,
penyebab gangguan penghidu, dan pemeriksaannya. Tinjauan Pustaka: Gangguan penghidu dapat berupa anosmia
yaitu hilangnya kemampuan penghidu, atau hiposmia yaitu berkurangnya kemampuan penghidu. Gangguan penghidu
disebabkan gangguan konduksi, gangguan sensoria dan gangguan neural. Penyakit tersering penyebab gangguan
penghidu yaitu rinosinusitis kronis, rinitis alergi, infeksi saluran nafas atas dan trauma kepala. Ada beberapa modalitas
pemeriksaan kemosensoris fungsi penghidu diantaranya Tes “Sniffin sticks”. Dengan tes „Sniffin sticks” dapat diketahui
ambang penghidu, diskriminasi penghidu dan identifikasi penghidu seseorang. Kesimpulan: Gangguan penghidu
memerlukan perhatian khusus. Diantara beberapa modalitas pemeriksaan kemosensoris penghidu, tes “Sniffin sticks”
mempunyai beberapa kelebihan.
Kata kunci: Gangguan penghidu, anosmia, hiposmia, tes “Sniffin sticks”.

Abstract
Background: Olfactory function in humans plays an important role. Olfactory disorders can affect the safety
and quality of life. Objective: To determine the type of olfactory disorder, the causes of olfactory disorders, and the
examination. Literature Review: Olfactory disorder can be not smell anything or anosmia, and reduced of smell or
hyposmia. Olfactory disorders caused by conduction disturbances, neural disturbances and sensoris disturbances.
Disease that often causes disturbances of olfactory function is, chronic rhinosinusitis, allergic rhinitis, upper respiratory
tract infections and head trauma. There are several modalities to examine chemosensoris smelling function, one of
them is “Sniffin sticks” test. This test can examine threshold, discrimination, and identification of smelling. Conclusions:
Impaired smelling require special attention. Between some modalities to examine chemosensors smelling function,
“Sniffin sticks” test has several advantages.
Keywords: Olfactory disorders, anosmia, hyposmia, “Sniffin sticks” test.

Affiliasi penulis : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Anatomi dan fisiologi sistem penghidu.
Korespondensi : Tuti Nelvia, email : tutinelvia@gmail.com, Telp: Bagian dari fungsi penghidu yang terlibat adalah
08126724910
neuroepitel olfaktorius, bulbus olfaktorius dan korteks
2, 8-13
olfaktorius.
PENDAHULUAN A. Neuroepitel olfaktorius
Fungsi penghidu pada manusia memiliki Neuroepitel olfaktorius terdapat di atap rongga
peranan penting. Gangguan penghidu dapat hidung, yaitu di konka superior, septum bagian
menyebabkan seseorang tidak dapat mendeteksi superior, konka media bagian superior atau di dasar
kebocoran gas, tidak dapat membedakan makanan lempeng kribriformis. Neuroepitel olfaktorius
basi, mempengaruhi selera makan, mempengaruhi merupakan epitel kolumnar berlapis semu yang
1,2,3
psikis dan kualitas hidup seseorang. berwarna kecoklatan, warna ini disebabkan pigmen
2,8,10
Insiden gangguan penghidu di Amerika granul coklat pada sitoplasma kompleks golgi.
9
Serikat diperkirakan sebesar 1,4% dari jumlah Regio neuroepitel olfaktorius (gambar 1).
2
penduduk. Di Austria, Switzerland, dan Jerman
sekitar 80.000 penduduk pertahun berobat ke bagian
4
THT dengan keluhan gangguan penghidu. Penyebab
tersering gangguan penghidu adalah rinosinusitis
kronik, rinitis alergi, infeksi saluran anafas atas dan
5,6
trauma kepala.
Ada beberapa modalitas pemeriksaan
kemosensoris fungsi penghidu, tapi jarang digunakan
secara rutin di berbagai rumah sakit. Hal ini
1,2
disebabkan harganya cukup mahal. Alat
pemeriksaan kemosensoris fungsi penghidu yang
berkembang dan banyak dipakai di negara Eropa
seperti Jerman, Austria dan Switzerland adalah tes
“Sniffin sticks”. Tes ini dapat menilai 3 jenis tes yaitu
ambang penghidu (treshold/T), diskriminasi penghidu
(discrimination/D) dan identifikasi penghidu
2,7
(identification/I). 9
Gambar 1. Regio neuroepitel olfaktorius.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 2

Sel di neuroepitel olfaktorius ini terdiri dari sel


pendukung yang merupakan reseptor olfaktorius.
Terdapat 10-20 juta sel reseptor olfaktorius. Pada
ujung dari masing-masing dendrit terdapat olfactory
rod dan diujungnya terdapat silia. Silia ini menonjol
11,12
pada permukaan mukus. Sel lain yang terdapat di
neuroepitel olfaktorius ini adalah sel penunjang atau
sel sustentakuler. Sel ini berfungsi sebagai pembatas
antara sel reseptor, mengatur komposisi ion lokal
mukus dan melindungi epitel olfaktorius dari
2,11,13
kerusakan akibat benda asing. Mukus dihasilkan
oleh kelenjar Bowman’s yang terdapat pada bagian
11
basal sel olfaktoris. Membran mukus dari neuroepitel
9
olfaktorius (gambar 2).

12
Gambar 3. Aktivasi reseptor sel olfaktorius.

B. Bulbus olfaktorius
Bulbus olfaktorius berada di dasar fossa
12
anterior dari lobus frontal. Bundel akson saraf
penghidu (fila) berjalan dari rongga hidung dari
lempeng kribriformis diteruskan ke bulbus olfaktorius.
Dalam masing-masing fila terdapat 50 sampai 200
akson reseptor penghidu pada usia muda, dan jumlah
2,10,11
akan berkurang dengan bertambahnya usia.
Akson dari sel reseptor yang masuk akan bersinap
dengan dendrit dari neuron kedua dalam gromerulus.
9
Perjalanan impuls di bulbus olfaktorius (Gambar 4).

Gambar 2. Membran mukus dari neuroepitel


9
olfaktorius.

Melalui proses inhalasi udara, odoran sampai


di area olfaktorius, kemudian bersatu dengan mukus
yang terdapat di neuroepitel olfaktorius dan berikatan
9,12
dengan reseptor protein G yang terdapat pada silia.
Ikatan protein G dengan reseptor olfaktorius (G protein
coupled receptors) akan mengaktifkan enzim adenylyl
cyclase yang merubah adenosine triphosphate (ATP)
9
menjadi cyclic adenosine monophosphate (cAMP) Gambar 4. Perjalanan impuls di bulbus olfaktorius.
yang merupakan second messenger. Hal ini akan
menyebabkan aktivasi sel dengan terbukanya pintu C. Korteks olfaktorius
ion yang menyebabkan masuknya natrium (Na+) dan Terdapat 3 komponen korteks olfaktorius, yaitu
kalsium (Ca2+) ke dalam sel sehingga terjadi pada korteks frontal merupakan pusat persepsi
depolarisasi dan penjalaran impuls ke bulbus 10
2,10,12
terhadap penghidu. Pada area hipotalamus dan
olfaktorius. Aktivasi reseptor sel olfaktorius
12
(gambar 3).

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 3

amygdala merupakan pusat emosional terhadap Penyebab gangguan penghidu.


odoran, dan area enthorinal merupakan pusat memori Penyebab gangguan penghidu dapat
9,10 9
dari odoran. Korteks olfaktorius (gambar 5). diklasifikasikan menjadi 3, yaitu gangguan konduktif,
gangguan sensoris dan gangguan neural. Gangguan
konduktif disebabkan gangguan transpor odoran atau
pengurangan odoran yang sampai ke neuroepitel
olfaktorius, dan gangguan ikatan odoran dengan
protein G (golf). Gangguan sensoris disebabkan
kerusakan langsung pada neuroepitelium olfaktorius,
misalnya pada infeksi saluran nafas atas, atau polusi
udara toksik, sedangkan gangguan neural atau saraf
disebabkan kerusakan pada bulbus olfaktorius dan
jalur sentral olfaktorius, misalnya pada penyakit
11,13,15
neurodegeneratif, atau tumor intrakranial.
Penyakit yang sering menyebabkan gangguan
penghidu adalah penyakit rinosinusitis kronik, rinitis
alergi, infeksi saluran nafas atas dan trauma
11,14,18-21
kepala.
9
Gambar 5. Korteks olfaktorius. A. Penyakit rinosinusitis kronik dan rinitis alergi.
Gangguan penghidu pada rinosinusitis kronik
Saraf yang berperan dalam sistem penghidu atau rinitis alergi berupa gangguan penghidu konduktif
adalah nervus olfaktorius (N I). Filamen saraf dan sensoris. Gangguan penghidu konduktif terjadi
mengandung jutaan akson dari jutaan sel-sel karena proses inflamasi dari saluran nafas yang
2,8
reseptor. Satu jenis odoran mempunyai satu menyebabkan berkurangnya aliran udara dan odoran
reseptor tertentu, dengan adanya nervus olfaktorius yang sampai ke neuroepitel olfaktorius. Proses
kita bisa mencium odoran seperti strawberi, apel dan inflamasi pada neuroepitel olfaktorius menghasilkan
8,10,11
bermacam odoran lain. mediator inflamasi yang merangsang hipersekresi dari
Saraf lain yang terdapat di hidung adalah saraf kelenjar Bowman‟s, yang akan mengubah konsentrasi
somatosensori trigeminus (N V). Letak saraf ini ion pada mukus olfaktorius, sehingga mengganggu
tersebar diseluruh mukosa hidung dan kerjanya hantaran odoran. Gangguan penghidu sensoris
dipengaruhi rangsangan kimia maupun nonkimia. disebabkan pelepasan mediator inflamasi oleh limfosit,
Kerja saraf trigeminus tidak sebagai indera penghidu makrofag, dan eosinofil, yang bersifat toksik terhadap
tapi menyebabkan seseorang dapat merasakan stimuli reseptor neuroepitel olfaktorius sehingga
11,14
iritasi, rasa terbakar, rasa dingin, rasa geli dan dapat menyebabkan kerusakan neuroepitel olfaktorius.
mendeteksi bau yang tajam dari amoniak atau B. Infeksi saluran nafas atas.
beberapa jenis asam. Ada anggapan bahwa nervus Penyakit infeksi saluran nafas atas yang sering
olfaktorius dan nervus trigeminus berinteraksi secara menyebabkan gangguan penghidu adalah common
2,5
fisiologis. cold. Kemungkinan mekanismenya adalah kerusakan
Saraf lain yang terdapat dihidung yaitu sistem langsung pada epitel olfaktorius atau jalur sentral
saraf terminal (N O) dan organ vomeronasal (VMO). karena virus itu sendiri yang dapat merusak sel
Sistem saraf terminal merupakan pleksus saraf reseptor olfaktorius. Prevalensi gangguan penghidu
ganglion yang banyak terdapat di mukosa sebelum yang disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas ±11-
14,18
melintas ke lempeng kribriformis. Fungsi saraf terminal 40% dari kasus gangguan penghidu.
pada manusia belum diketahui pasti. Organ rudimeter C. Trauma kepala
vomeronasal disebut juga organ Jacobson‟s. Pada Trauma kepala dapat menyebabkan kehilangan
manusia saraf ini tidak berfungsi dan tidak ada sebagian atau seluruh fungsi penghidu. Hal ini
hubungan antara organ ini dengan otak. Pada disebabkan kerusakan pada epitel olfaktorius dan
pengujian elektrofisiologik, tidak ditemukan adanya gangguan aliran udara dihidung. Adanya trauma
2,8,10
gelombang pada organ ini. menyebabkan hematom pada mukosa hidung, atau
luka pada epitel olfaktorius. Kerusakan dapat terjadi
Gangguan penghidu pada serat saraf olfaktorius, bulbus olfaktorius dan
Kemampuan penghidu normal didefinisikan kerusakan otak di regio frontal, orbitofrontal, dan
2
sebagai normosmia. Gangguan penghidu dapat temporal. Prevalensi gangguan penghidu yang
14-17
berupa: disebabkan trauma kepala terjadi ±15-30% dari kasus
11,14,19
A. Anosmia yaitu hilangnya kemampuan menghidu. gangguan penghidu.
20
B. Agnosia yaitu tidak bisa menghidu satu macam Hasil penelitian Chang pada pasien
odoran. rinosinusitis kronik didapatkan 21%-25% anosmia.
21
C. Parsial anosmia yaitu ketidak mampuan Guilermany mendapatkan pasien dengan rinitis
menghidu beberapa odoran tertentu. alergi persisten sedang berat yang mengalami
D. Hiposmia yaitu penurunan kemampuan menghidu hiposmia sebesar 84,8%, dan rinitis alergi persisten
baik berupa sensitifitas ataupun kualitas ringan yang mengalami hiposmia sebesar 20%.
penghidu. Penyakit lain yang menyebabkan gangguan
E. Disosmia yaitu persepsi bau yang salah, termasuk penghidu adalah penyakit endokrin (hipotiroid,
parosmia dan phantosmia. Parosmia yaitu diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit liver), Kallmann
perubahan kualitas sensasi penciuman, syndrome, penyakit degeneratif (alzheimer, parkinson,
sedangkan phantosmia yaitu sensasi bau tanpa multipel sklerosis), pasca laringektomi, paparan
adanya stimulus odoran/ halusinasi odoran. terhadap zat kimia toksik, peminum alkohol,
2,22
F. Presbiosmia yaitu gangguan penghidu karena skizofrenia, tumor intranasal atau intrakranial.
umur tua.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 4

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
fungsi penghidu adalah usia. Kemampuan menghidu merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif untuk
akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia. kelainan pada jaringan lunak. Pemeriksaan ini
2,13,16
Ada banyak teori yang menerangkan penyebab dilakukan bila ada kecurigaan adanya tumor.
gangguan penghidu pada orang tua, diantaranya D. Pemeriksaan kemosensoris penghidu.
terjadi perubahan anatomi pengurangan area Pemeriksaan kemosensoris penghidu yaitu
olfaktorius, pengurangan jumlah sel mitral pada bulbus pemeriksaan dengan menggunakan odoran tertentu
olfaktorius, penurunan aktivasi dari korteks untuk merangsang sistem penghidu. Ada beberapa
2,10
olfaktorius. Gangguan penghidu pada usia lebih jenis pemeriksaan ini, diantaranya tes UPSIT
23
dari 80 tahun sebesar 65%. Penelitian lain (University of Pennsylvania Smell Identification), Tes
mendapatkan gangguan penghidu pada usia lebih dari The Connectitut Chemosensory Clinical Research
22 2
50 tahun sebesar 24%. Doty menyatakan Center (CCCRC), Tes “Sniffin sticks”, Tes Odor Stick
terdapatnya penurunan penghidu yang signifikan pada Identification Test for Japanese (OSIT-J).
usia lebih dari 65 tahun. 1. Tes UPSIT (University of Pennsylvania Smell
Ganguan penghidu lebih sering ditemukan Identification).
4
pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Test ini berkembang di Amerika, pada tes ini terdapat
16 2
Pada penelitian Rouby ditemukan gangguan 4 buku yang masing-masing berisi 10 odoran.
penghidu hiposmia ditemukan pada 61% wanita dan Pemeriksaan dilakukan dengan menghidu buku uji,
39% laki-laki. dimana didalamnya terkandung 10-50Å
Gangguan penghidu juga ditemukan pada odoran. Hasilnya pemeriksaan akan dibagi menjadi 6
perokok, dimana ditemukan kerusakan neuroepitel kategori yaitu normosmia, mikrosmia ringan,
olfaktorius. Pada analisis imunohistokimia ditemukan mikrosmia sedang, mikrosmia berat, anosmia, dan
2,26
adanya apoptosis proteolisis pada neuroepitel malingering.
4,24
olfaktorius.
Obat-obatan juga berpengaruh terhadap 2. Tes The Connectitut Chemosensory Clinical
terjadinya gangguan penghidu seperti obat golongan Research Center (CCCRC).
makrolide, anti jamur, protein kinase inhibitor, ACE Test ini dapat mendeteksi ambang penghidu,
inhibitor, dan proton pump inhibitor. Ada beberapa identifikasi odoran, dan untuk evaluasi nervus
mekanisme yang menyebabkan gangguan penghidu trigeminal. Ambang penghidu menggunakan larutan
seperti gangguan potensial aksi dari sel membran, butanol 4% dan diencerkan dengan aqua steril dengan
gangguan pada neurotransmitter dan perubahan pada perbandingan 1:3, sehingga didapat 8 pengenceran.
25
permukaan mukus. Polusi udara yang berpengaruh Tes dimulai dari pengenceran terkecil, dan untuk
terhadap gangguan penghidu misalnya pada udara menghindari bias pasien disuruh menentukan mana
yang mengandung aseton, gas nitrogen, silikon yang berisi odoran tanpa perlu
2
dioksida dan nikel dioksida. mengidentifikasikannya. Ambang penghidu didapat
bila jawaban betul 5 kali berturut-turut tanpa
Pemeriksaan fungsi penghidu kesalahan. Pemeriksaan dikerjakan bergantian pada
A. Anamnesis hidung kiri dan kanan, dengan menutup hidung kiri bila
2,27
Anamnesis sangat diperlukan untuk membantu memeriksa hidung kanan atau sebaliknya.
menegakkan diagnosis gangguan penghidu. Pada Kemudian dilakukan tes identifikasi penghidu, dengan
anamnesis ditanyakan riwayat trauma kepala, penyakit menggunakan odoran kopi, coklat, vanila, bedak talk,
sinonasal, dan infeksi saluran nafas atas, riwayat sabun, oregano, dan napthalene. Nilai ambang dan
penyakit sistemik, riwayat penyakit neurodegeneratif, identifikasi dikalkulasikan dan dinilai sesuai skor
2,20,27,28
kebiasaan merokok, dan semua faktor yang bisa CCCRC.
2,12,16
menyebabkan gangguan penghidu. 3. Tes “Sniffin Sticks”.
B. Pemeriksaan fisik Tes Sniffin Sticks adalah tes untuk menilai
Pemeriksaan fisik THT meliputi pemeriksaan kemosensoris dari penghidu dengan alat yang berupa
hidung dengan rinoskopi anterior, posterior dan pena. Tes ini dipelopori working group olfaction and
nasoendoskopi untuk menilai ada atau tidaknya gustation di Jerman dan pertama kali diperkenalkan
29
sumbatan di hidung, seperti inflamasi, polip, hipertrofi oleh Hummel dan kawan-kawan. Tes ini sudah
konka, septum deviasi, penebalan mukosa, dan digunakan pada lebih dari 100 penelitian yang telah
massa tumor akan mempengaruhi proses transport dipublikasikan, juga dipakai di banyak praktek pribadi
2,5,10,23 29,30
odoran ke area olfaktorius. dokter di Eropa.
C. Pemeriksaan pencitraan. Panjang pena sekitar 14 cm dengan diameter
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menyingkirkan 1,3 cm yang berisi 4 ml odoran dalam bentuk tampon
7
kelainan intrakranial dan evaluasi kondisi anatomis dengan pelarutnya propylene glycol. Alat
dari hidung, misalnya pada kasus tumor otak atau pemeriksaan terdiri dari tutup mata dan sarung tangan
kelainan dihidung. Pemeriksaan foto polos kepala yang bebas dari odoran dan pena untuk tes identifikasi
31
tidak banyak memberikan data tentang kelainan ini. (Gambar 6). Keseluruhan pena berjumlah 16 triplet
Pemeriksaan tomografi komputer merupakan (48 pena) untuk ambang penghidu, 16 triplet (48
pemeriksaan yang paling berguna untuk pena) untuk diskriminasi penghidu, dan 16 pena untuk
memperlihatkan adanya massa, penebalan mukosa identifikasi penghidu, sehingga total berjumlah 112
32
atau adanya sumbatan pada celah olfaktorius. pena (gambar 7)

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 5

Untuk identifikasi penghidu (I), tes dilakukan


dengan menggunakan 16 odoran yang berbeda, yaitu
jeruk, anis (adas manis), shoe leather (kulit sepatu),
peppermint, pisang, lemon, liquorice (akar manis),
cloves (cengkeh), cinnamon (kayu manis), turpentine
(minyak tusam), bawang putih, kopi, apel, nanas,
mawar dan ikan. Untuk satu odoran yang betul diberi
skor 1, jadi nilai skor untuk tes identifikasi penghidu
adalah 0-16. Interval antara pengujian minimal 20
detik untuk proses desensitisasi dari nervus
29,30
olfaktorius.
31
Untuk menganalisa fungsi penghidu seseorang
Gambar 6. Alat tes “Sniffin Sticks”. digunakan skor TDI yaitu hasil dari ketiga jenis tes
“Sniffin Sticks”, dengan antara skor 1sampai 48, bila
skor ≤15 dikategorikan anosmia, 16-29 dikategorikan
31
hiposmia, dan ≥30 dikategorikan normosmia. Tes ini
menggambarkan tingkat dari gangguan penghidu, tapi
tidak menerangkan letak anatomi dari kelainan yang
11
terjadi.
Odoran yang terdapat dalam tes “Sniffin Sticks”
adalah odoran yang familiar untuk negara eropa, tapi
kurang familiar dengan negara lain. Hal ini dapat
diatasi dengan memberikan istilah lain yang familiar
34 35
untuk odoran tersebut. menurut Shu tes “Sniffin
Sticks” dapat digunakan pada penduduk Asia.
Gambar 7. Keseluruhan pena untuk 3 jenis tes “Sniffin 4. Tes Odor Stick Identification Test for Japanese
32 (OSIT-J).
sticks”.
OSIT-J terdiri dari 13 bau yang berbeda tapi
familiar dengan populasi Jepang yaitu condessed milk,
gas memasak, kari, hinoki, tinta, jeruk Jepang,
menthol, parfum, putrid smell, roasted garlic, bunga
ros, kedelai fermentasi dan kayu. Odoran berbentuk
krim dalam wadah lipstik. Pemeriksaan dilakukan
dengan mengoleskan odoran pada kertas parafin
dengan diameter 2 cm, untuk tiap odoran diberi 4
pilihan jawaban. Hasil akhir ditentukan dengan skor
36
OSIT-J.
E. Pemeriksaan elektrofisiologis fungsi
penghidu. Pemeriksaan ini terdiri dari Olfactory Event-
Related Potentials (ERPs), dan Elektro-Olfaktogram
2,13,21
(EOG).
1. Olfactory Event - Related Potentials (ERPs). ERPs
31 adalah salah satu pemeriksaan fungsi penghidu
Gambar 8. Cara melakukan test “Sniffin sticks”.
dengan memberikan rangsangan odoran intranasal,
dan dideteksi perubahan pada
Pengujian dilakukan dengan membuka tutup
elektroencephalography (EEG). Rangsangan odoran
pena selama 3 detik dan pena diletakkan 2 cm di
untuk memperoleh kemosensori ERPs harus dengan
depan hidung, tergantung yang diuji apakah lobang
33 konsentrasi dan durasi rangsangan yang tepat. Waktu
hidung kiri atau lobang hidung kanan (gambar 10).
rangsangan yang diberikan antara 1-20 mili detik.
Pemeriksaan dilakukan dengan menutup mata
Jenis zat yang digunakan adalah vanilin, phenylethyl
subyek untuk menghindari identifikasi visual dari 2,22
28 alkohol, dan H2S.
odoran.
2. Elektro-Olfaktogram (EOG).
Dari Tes ini dapat diketahui tiga komponen,
Pemeriksaan ini dilakukan dengan
yaitu ambang penghidu, diskriminasi penghidu dan
30 menempatkan elektroda pada permukaan epitel
identifikasi penghidu. Untuk ambang penghidu (T)
penghidu dengan tuntunan endoskopi. Kadang
digunakan n-butanol sebagai odoran, yang terdiri dari
pemeriksaan ini kurang nyaman bagi pasien karena
16 serial pengenceran dengan perbandingan 1:2
biasanya menyebabkan bersin pada waktu
dalam pelarut aqua deionisasi. Tes ini menggunakan
menempatkan elektroda di regio olfaktorius
triple forced choice paradigma yaitu metode bertingkat 2,16
dihidung.
tunggal dengan 3 pilihan jawaban. Pengujian
F. Biopsi neuroepitel olfaktorius.
dilakukan dengan pengenceran n-butanol dengan
Biopsi neuroepitel olfaktorius berguna untuk
konsentrasi terkecil. Skor untuk ambang penghidu
29,33 menilai kerusakan sistem penghidu. Jaringan diambil
adalah 0 sampai 16.
dari septum nasi superior dan dianalisis secara
Untuk diskriminasi penghidu (D), dilakukan
histologis. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena
dengan menggunakan 3 pena secara acak dimana 2 2
invasif.
pena berisi odoran yang sama dan pena ke-3 berisi
odoran yang berbeda. Pasien disuruh menentukan
KESIMPULAN
mana odoran yang berbeda dari 3 pena tersebut. Skor
31,33 1. Fungsi penghidu pada manusia memegang
untuk diskriminasi penghidu adalah 0 sampai 16.
peranan penting.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 6

2. Area penghidu terdapat di atap rongga hidung, 13. Rawson NE, Yee KK. Transduction and coding.
yaitu di neuroepitel olfaktorius, sinyal diteruskan In: Hummel T, Lussen AW, editors. Taste and
ke bulbus olfaktorius dan korteks olfaktorius di smell. Switzerland: Karger; 2006. p. 23-43.
otak. 14. Wrobel BB, Leopold DA. Olfactoryand sensory
3. Penyebab gangguan penghidu adalah gangguan attributes of the nose. Otolaryngol Clin N Am
transpor, gangguan sensoris, dan gangguan 2005; 38: 1163-70.
neural/saraf. 15. Soetjipto D, Wardhani S. Sumbatan hidung.
4. Penyakit yang sering menyebabkan gangguan Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
penghidu adalah rinosinusitis kronis, rinitis alergi, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
infeksi saluran nafas atas dan trauma kepala. Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
5. Pemeriksaan kemosensoris untuk gangguan ke 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
penghidu ada beberapa macam, diantaranya tes Indonesia; 2007. Hal 118-37.
UPSIT (University of Pennsylvania Smell 16. Rouby C, Danguin TT, Vigouroux M, Ciuperca G,
Identification), tes The Connectitut Chemosensory Jiang T, Alexanian J, et all. The lyon clinical
Clinical Research Center (CCCRC), tes “Sniffin olfactory test: Validation and measurement of
Sticks” dan Odor Stick Identification Test for hyposmia and anosmia in healthy and diseased
Japanese (OSIT-J). population. International Journal of otolaryngology
6. Kelebihan tes ”Sniffin Stick” dibandingkan 2011; 23:1-9.
pemeriksaan kemosensoris penghidu lainnya 17. Simmen D, Briner HR. Olfaction in rhinology-
adalah tes ini dapat menentukan ambang methods of assesing the sense smell. Rhinology
penghidu, diskriminasi penghidu dan Identifikasi 2006; 48: 98-101.
penghidu. Test ini sudah dipakai pada lebih dari 18. Lussen AW, Wolsfenberger M Olfactory disorder
100 penelitian yang sudah dipublikasikan. Tes ini following upper respiratory tract infection. In:
telah diteliti dapat digunakan di negara lain Hummel T, Lussen AW, editors. Taste and smell.
termasuk di Asia. Switzerland: Karger; 2006. p. 125-32.
19. Costanzo RM, Miwa T. Post traumatik olfactory
DAFTAR PUSTAKA loss. In: Hummel T, Lussen AW, editors. Taste
1. Einbenstein A, Fiorini AB, Lena C, Rosati N, and smell. Switzerland: Karger; 2006. p. 99-107.
Oktaviano I, Fuseti M. olfactoryscreening test: 20. Chang H, Lee HJ, Mo JH, Lee CH, Kim JW.
exerience in 102 Italian subjects. Acta Clinical implication of the olfactory cleft in patient
Otorhinolaringol 2005; 25: 18-22. with chronic rhinosinusitis and olfactory loss 2009;
2. Doty RL, Bromley SM, Panganiban WD. Olfactory 135(10): 988-92.
function and disfunction. In: Bailey BJ, Johnson 21. Guilermany JM, Pinero AG, Alobid I, Cardelus S,
JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Centellas S, Bartra J et all. Persistent allergic
th
Surgery Otolaryngology. 4 ed. Philadelphia: rhinitis has moderate impact on the sense of
Lippincott William & Wilkins; 2006. p. 290-305. smell, depending on both nasal congestion and
3. Gaines GA. Anosmia and hyposmia. Allergy inflamation. The laryngoscope february 2009;
Asthma Proc 2010; 31: 185-9. 119(2): p 233-8.
4. Hummel T, Lotsch J. Prognostic factor of olfactory 22. Hummel T, luessen AW. Assesment of olfactory
dysfunction. Arch Otolaryngol Head neck surg function. In: Hummel T, Lussen AW, editors.
2010; 134(4): 347-51. Taste and smell. Switzerland: Karger; 2006. p. 84-
5. Hummel T, Nordin S. Smell loss, sosi white paper: 98.
Quality of live in olfactory disfunction. Available 23. Boyce JM, Shone GR. Effect of ageing on smell
from http: //www. senseofsmell. org/ smell- loss- and taste. Postgrad Med J 2006; 82: 239-41.
whitepaper-full. Php#olfactoryfunction 24. Vent J, Robinson AM, Nielsen G, Conley DB,
6. Fortin A, Levebvre MB, Ptitto M. Traumatic brain Hallworth R, Leopold DA et al. Pathology of the
injury and olfactory deficits: The tale of two test. olfactory epithelium: smooking and ethanol
Brain Injury 2010; 24(1): 2-33. exposure. Larygoscope 2004; 114(8): 331-4.
7. Mueller CA, Grasinger E, Naka A, Temmel AFP, 25. Tuccori M, Lapi F, Testi A, Ruggiero E, Moretti U,
Hummel T, Kobal G. A self administered odor Vannaci A, et al. Drug induced taste and smell
identification test procedure using the "sniffin alterations, a case non case evaluation of an
sticks”. Chem Senses 2006; 31: 595-98. Italian database of spontaneous adverse drug
8. Doty RL, Mishra A. Olfaction and its alteration by reaction reporting. Drug saf 2011; 34; 849-59.
nasal obstruction, rhinitis, rhinosinusitis. The 26. Jiang RS, Su CM, Liang KL, Shiao JY, Wu SH,
laryngoscope 2001; 14: 409-23. Hsin CA. A pilot study of a traditional chinese
9. Ganong WF. Smell and taste. In Review of version of the university of pennsylvania smell
th
medical physiology. 20 ed. San Fransisco: identification test for aplication in taiwan.
Medical Publishing Division; 2001. p. 340-7. American Journal of Rhinology and Allergy 2010;
10. Ballenger JJ. Hidung dan sinus paranasal. Dalam: 24(1): 45-50.
Ballenger JJ, alih bahasa FKUI. Penyakit Telinga 27. Vallecillo MVS, Fraire ME, Cagnani CB, Zernotti
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jilid 1. ME. Olfactory disfunction in patient with cronic
Jakarta: Bina Rupa Aksara; 2002. Hal 1-27. rhinosinusitis. International journal of
11. Raviv JR, Kern RC. Chronic Rhinosinusitis and otolaringology 2012; Article ID 32206: 1-5.
olfactory dysfunction. In: Hummel T, Lussen AW, 28. Yanez DJ, Toledano A, Serrano E, Rosales M,
editors. Taste and smell. Vol 63. Switzerland: Rodriquez EB, Varona P. Characterization of a
Karger; 2006. p. 108-24. clinical olfactory test. Available from
12. Despopulous A, Silbernagl. Central nervous http://www.frontiersin.org/Neurengineering/10.338
th
system and senses in color atlas of physiology. 5 9/fneng.2012.00001/full
ed. New York: Thieme; 2003. p. 340-41.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 7

29. Hummel T, Kobal G, Gudziol H, Mackay A.


Normative data for the “sniffin sticks” including 34. Catana J, Negoias S, Maniu A, Parojan M,
test of odor identification, odor discrimination, and Cosgarea M. A modified version of Sniffin sticks
olfactory thresholds: an upgrade based on a odor identification test: The Romanian cultural
group of more than 3,000 subjects. Eur Arch adaptation. Otorinolaringologie Clujul medical
otorhinolaryngol 2007; 264: 23-43. 2012; 85: 211-6.
30. Lotsch J, Lange C, Hummel T. A simple and 35. Shu CH, Yuan BC, Lin SH, Lin CZ. Cross cultural
reliable method for clinical assessment of odor aplication of the Sniffin Sticks odor Identification
tresholds. Chen Senses 2004; 29: 311-17. test 2007; 21: 570-3.
31. Lay AM, McGinlay CM. A nasal chemosensory 36. Kobayashi M, Reiter ER, Dinardo LJ, Costanzo
performance test for odor inspectors. Lake elmo; RM. A new clinical olfactory function test. Arch
St Croix Sensory Inc 2004. Otolaryngol Head neck surg 2007; 133: 331-6.
32. Product catalog “Sniffin Sticks”. Available from
http://www.burghart-mt.de/
33. Hummel T, Sekinger B, Wolf SR, Pauli E, Kobal
G. “Sniffin sticks: Olfactory performance assessed
by the combined testing of odor identification,
odor discrimination and olfactory treshold. Chem
Senses 1997; 22(1): 39-52.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)

Anda mungkin juga menyukai