Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK 2

HIDUNG GATAL DAN BERAIR

Disusun oleh :
Ketua : Boy Oktafianus Hasudungan (17000039)
Sekretaris : July Eslin Simanulang (17000022)
Anggota : Yohana Br. Siagian (17000002)
Rut Yoanty E. Siburian (17000013)
Delima Ayu Sari (17000015)
Elisabet Daeli (17000026)
Diah Permata L. Sinaga (17000027)
Herganta Shintaro Surbakti (17000032)
Angela Martha A.B Aruan (17000036)
Tiur Maria Carolina Sitanggang (16000050)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya sehingga laporan
tutorial ini dapat diselesaikan.Laporan ini disusun berdasarkan pemicu “Hidung gatal dan
berair”. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen fasilitator
selama tutorial ini berlangsung dan anggota kelompok 2 yang ikut berpartisipasi dalam
laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari
laporan, baik dari materi maupun teknik penyajian.Oleh karena itu,segala kritik dan saran
serta masukan sangat kami harapkan.
Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi kelompok kami, institusi pendidikan dan
masyarakat luas.

Medan,22 Juli 2019


Hormat Kami,

Kelompok Tutorial 2
DATA PELAKSANAAN TUTORIAL
I. JUDUL BLOK
o Special Sense System

II. JUDUL TUTORIAL


o Sakit pada Telinga

III. NAMA TUTOR


o dr. Rebecca Rumnesty Lamtiar Simamora, M.Biomed

IV. DATA PELAKSANAAN TUTORIAL


A. TUTORIAL I
 HARI/TANGGAL :Senin,15 Juli 2019
 WAKTU :10.00-11.50
 TEMPAT :RUANG TUTORIAL II

B. TUTORIAL II

 HARI/TANGGAL :Kamis, 17 Juli 2019


 WAKTU :10.00-11.50
 TEMPAT :RUANG TUTORIAL II
I. Pemicu:

D, seorang wanita, 35 tahun, karyawan bank, datang ke klinik dengan keluhan


hidung tersumbat, bersin – bersin Panjang, rasa gatal pada hidung. Keluhan ini
kambuh kambuhan dan sudah diderita sejak lama.
Berdasarkan pemeriksaan pada cavum nasi dijumpai concha inferior berbenjo-
benjol, edema, berwarna pucat/lividae, dan hipertropi.
Apa yang terjadi pada D ?

MORE INFO
Hasil pemeriksaan foto sinus paranasal :
 Tidak tampak perselubungan pada rongga sinus maksilaris kanan dan kiri
 Sinus-sinus paranasal lainnya baik
 Septum nasi di tengah
 Concha nasalis membesar
II. UNFAMILIAR TERMS
-
III. MASALAH
1. Hidung tersumbat, bersin – bersin Panjang, rasa gatal pada hidung yang
kambuh - kambuhan
2. Concha inferior benjol, edema, hipertrofi, pucat

IV. ANALISIS MASALAH

Neoplasma Alergi Infeksi Kelainan


Anatomis

w
Terhalangnya jalur
pernapasan Inflamasi Deviasi
Septum

Terhalangnya
Hidung tersumbat,
Jalur Pernapasan
Edema,dll
V. HIPOTESA
Rhinitis
VI. LEARNING ISSUES
1. Fisiologi Penghidu
2. Klasifikasi Reaksi Hipersensitivitas
3. Patofisiologi Kasus
4. Diagnosa Banding Hidung Gatal dan Berair
5. All About Rhinitis (Definisi, Etiologi, Tanda Gejala,Faktor Resiko,Klasifikasi)
6. Tatalaksana dan Edukasi
7. Komplikasi dan Prognosis
VII. PEMBAHASAN
1. Fisiologi Penghidu
Hidung manusia mengandung 5 juta reseptor olfaktorius, dengan 1000 tipe
yang berbeda. Selama deteksi bau, sebuah bau di uraikan menjadi berbagai
komponen. Setiap reseptor berespon hanya terhadap satu komponen diskret suatu bau
dan bukan terhadap molekul odoran keseluruhan. Karena itu, masing-masing bagian
dari suatu odaran didektesi oleh satu dari ribuan reseptor yang berbeda, dan sebuah
reseptor dapat berespons terhadap komponen bau tertentu yang terdapat di berbagai
aroma.
Agar dapat dibaui, suatu bahan harus (1) cukup mudah menguap sehingga
sabagian molekulnya dapat masuk ke hidung melalui udara inspirasi dan (2) cukup
larut air sehingga dapat masuk ke lapisan mucus yang menutupi mukosa olfaktorius.

1. Neuroepitel Olfaktorius
Neuroepitel olfaktorius terdapat di atap rongga hidung, yaitu di konka superior,
septum bagian superior, konka media bagian superior atau di dasar lempeng
kribriformis.Neuroepitel olfaktorius merupakan epitel kolumnar berlapis semu
yang berwarna kecoklatan, warna ini disebabkan pigmen granul coklat pada
sitoplasma kompleks golgi.

Sel di neuroepitel olfaktorius ini terdiri dari sel pendukung yang merupakan
reseptor olfaktorius. Terdapat 20-30 miliar sel reseptor. Pada ujung dari masing-
masing dendrit terdapat olfactory rod dan diujungnya terdapat silia. Silia menonjol
pada permukaan mukus.Pada neuroepitel ini terdapat sel penunjang atau sel
sustentakuler. sel ini berfungsi sebagai pembatas antara sel reseptor, mengatur
komposisi ion lokal mukus dan melindungi epitel olfaktorius dari kerusakan
akibat benda asing.Mukus dihasilkan oleh kelenjar bowman’s yang terdapat pada
bagian basal sel.

Melalui proses inhalasi udara, odoran sampai di area olfaktorius, bersatu dengan
mukus yang terdapat di neuroepitel olfaktorius dan berikatan dengan reseptor
protein G yang terdapat pada silia. Ikatan protein G dengan reseptor olfaktorius
akan menyebabkan stimuli guanine nucleotide, yang akan mengaktifkan enzim
adenilat siklase untuk menghasilkan second messenger yaitu adenosin monofosfat
(Huriyati et al, 2013).Ini akan menyebabkan masuknya Na+ dan Ca2+ ke dalam
seldan menghasilkan depolarisasi sel membran dan menghasilkan penjalaran
impuls ke bulbus olfaktorius.
2. Bulbus Olfaktorius
Bulbus olfaktorius berada di dasar fossa anterior dari lobus frontal (Despopulous
2003). Bundel akson saraf penciuman (fila) berjalan dari rongga hidung dari
lempeng kribriformis diteruskan ke bulbus olfaktorius. Dalam masing-masing fila
terdapat 50 sampai 200 akson reseptor penciuman pada usia muda, dan jumlah
akan berkurang dengan bertambahnya usia (Huriyati et al, 2013). Akson dari sel
reseptor yang masuk akan bersinap dengan dendrit dari neuron kedua dalam
gromerulus. Perjalanan impuls di bulbus olfaktorius.
3. Korteks Olfaktorius
Terdapat 3 komponen korteks olfaktorius, yaitu pada korteks frontal merupakan
pusat persepsi terhadap penciuman.Pada area hipotalamus dan amygdala
merupakan pusat emosional terhadap odoran, dan area enthorinal merupakan pusat
memori dari odoran.

Saraf yang berperan dalam sistem penciuman adalah nervus olfaktorius (N I).
Filamen saraf mengandung jutaan akson dari jutaan sel-sel reseptor. Satu jenis
odoran mempunyai satu reseptor tertentu, dengan adanya nervus olfaktorius kita
bisa mencium bau seperti bau strawberi, apel, dan lain-lain. Saraf lain yang
terdapat dihidung adalah saraf somatosensori trigeminus (N V). Letak saraf ini
tersebar diseluruh mukosa hidung dan kerjanya dipengaruhi rangsangan kimia
maupun nonkimia. Kerja saraf trigeminus tidak sebagai indera penghidu tapi
menyebabkan seseorang dapat merasakan stimuli iritasi, rasa terbakar, rasa dingin,
rasa geli dan dapat mendeteksi bau yang tajam dari amoniak atau beberapa jenis
asam. Ada anggapan bahwa nervus olfaktorius dan nervus trigeminus berinteraksi
secara fisiologis. Saraf lain yang terdapat dihidung yaitu sistem saraf terminal
(NO) dan organ vomeronasal (VMO). Sistem saraf terminal merupakan pleksus
saraf ganglion yang banyak terdapat di mukosa sebelum melintas ke lempeng
kribriformis. Fungsi saraf terminal pada manusia belum diketahui pasti. Organ
rudimeter vomeronasal disebut juga organ Jacobson’s. Pada manusia saraf ini
tidak berfungsi dan tidak ada hubungan antara organ ini dengan otak. Pada
pengujian elektrofisiologik, tidak ditemukan adanya gelombang pada organ ini.

4. Adaptasi Penciuman
Telah umum diketahui bahwa jika seseorang secara terus menerus terpajan oleh
bau tertentu (bahkan bau yang paling tidak mengenakkan), persepsi bau akan
menurun dan akhirnya berhenti. Fenomena yang kadang-kadang bermanfaat ini
disebabkan oleh adaptasi, atau desensititasi, yang relative cukup cepat terjadi pada
system olfaktorius. Fenomena ini diperantarai oleh Ca2+yang bekerja melalui
kalmodulin atau kanal ion bergerbang-nukleotida siklik (cyclic nucleotide gated,
CNG). Jika CNG A4 dihilangkan, adaptasi akan melambat.
Adaptasi bersifat spesifik untuk bau tertentu, dan responsivitas terhadap bau lain
tidak berubah. Ada yang membersihkan odoran dari tempat pengikatan di reseptor
olfaktorius sehingga sensasi bau tidak terus-menerus ada setelah sumber bau
hilang. Di mukosa penciuman baru-baru ini didektesi adanya beberapa enzim
pemakan bau yang berfungsi sebagai pembersih molekuler, membersihkan
molekul-molekul odoriferous sehingga mereka tidak terus-menerus merangsang
reseptor olfaktorius. Enzim-enzim pembersih odoran ini secara kimiawi sangat
mirip dengan enzim detoksifikasi yang ditemukan di hati. Kemiripan ini mungkin
bukan kebetulan. Para peneliti berspekulasi bahwa enzim-enzim hidung mungkin
memiliki fungsi rangkap sebagai pembersih mukosa olfaktorius dari odaran lama
dan mengubah bahan-bahan kimia yang berpotensi toksi menjadi molekul yang
tidak membahayakan. Detoksifikasi semacam ini akan memiliki fungsi yang
sangat penting, karena terbukanya saluran antara mukosa olfaktorius dan otak.

2. Klasifikasi Reaksi Hipersensitivitas


Tipe : I (Anafilaktik )
Mediator : IgE
Mekanisme : IgE berikatan dengan membran sel mast dan basofil yang
menyebabkan lepasnya mediator vasoaktif
Contoh : Rinitis alergi, asma, angiodema, reaksi anafilaktik

Tipe : II (Sitotoksik )
Mediator : IgG, IgM
Mekanisme : IgG dan IgM berikatan dengan antigen di permukaan sel target
yang menyebabkan fagositosis sel target atau aktivasi komplemen
Contoh : Anemia hemolitik, autoimun, sindrom Good Pasture

Tipe : III ( Penyakit kompeksimun)


Mediator : Kompleks Ag-Ab
Mekanisme : Kompleks antigen – antibodi mengaktifkan komplemen
Contoh : Penyakit serum, reaksi arthus, lupus eritematosus sistemik

Tipe : IV ( hipersensitivitas lambat )


Mediator : Limfosit T
Mekanisme : Sel Th1 yang disensitasi melepas sitokin yang menaktifkan
makrofag atau sel Tc yang berperan dalam kerusakan jaringan. Sel Th2 dan Tc
menimbulkan respons sama
Contoh : Dermatitis , kontak alergi, reaksi transplantasi

3. Patofisiologi Kasus
4. Diagnosa Banding Hidung Gatal dan Berair

Definisi Etiologi Tanda dan Gejala

Rinitis Alergi Gangguan fungsi • Tungau debu • Hidung tersumbat


hidung yang rumah
terjadi setelah • Hidung dan mata gatal
• Serpihan
pajanan alergen • Bersin bersin
melalui inflamasi epitel kulit
yang binatang • Mukosa edema
diperantarai oleh • Susu sapi, • Berwarna pucat/livid
Imunoglobulin E telur, ikan laut disertai secret encer
yang spesifik
yang banyak
terhadap alergen • Penisilin,
tersebut pada sengatan • Mukosa inferior
mukosa hidung lebah hipertrofi
• Kosmetik
Polip Hidung Massa lunak • Belum • Hidung tersumbat
yang diketahui
mengendung • Rinore jernih-purulent
banyak cairan di • Hiposmia dan anosmia
dalam rongga
hidung, • Mungkin disertai
berwarna putih bersin
keabu-abuan,
• Nyeri pada hidung
yang terjadi
akibat inflamasi
mukosa.

Rinitis Suatu kelainan • Pemakaian • Hidung tersumbat


Medikamentos hidung berupa obat topical
• Hidung berair
a gangguan vasokonstrikt
respons normal or • Edema hipertrofi
vasomotor konka
• Sekret hidung yang
berlebihan
• Apabila diberi
tampon adrenalin,
edema konka tidak
berkurang

Sinusitis akut Inflamasi • ISPA akibat • Hidung tersumbat


mukosa sinus virus
• Nyeri pada muka
paranasal
• Deviasi
• Ingus purulent
septum
• Demam
• Infeksi gigi
• Sakit kepala
• Hipertrofi
konka • Hiposmia/anosmia

• Polip hidung

6. All About Rhinitis (Definisi, Etiologi, Tanda Gejala,Faktor


Resiko,Klasifikasi)
Penyakit Definisi Etiologi Gejala klinis
Rhinitis Alergi Adalah penyakit Disebabkan oleh - Bersin-bersin
inflamasi mukosa reaksi alergi yang - Rinore
nasal sudah tersensitasi - Rasa
dengan alergen yang gataltersumbat
sama sebelumnya

Rhinitis Vasomotor Keadaan idiopatik Belum diketahui, - Hidung tersumbat


yang didiagnosa lebih ke faktor resiko - Rinore
tanpa adanya penyebab tersering ; - Bersin
infeksi, alergi, asap/rokok, bau
eosinofilia, menyengat, parfum,
perubahan stress, perubahan
hormonal, dan suhu
pajanan obat

Rhinitis Keadaan hidung Diakibatkan oleh - Hidung tersumbat


Medikamentosa berupa gangguan pemakaian - Rinore
respon normal vasokonstriktor - Sekret hidung
vasomotor. topikal dalam waktu berlebih
yang lama dan - Konka edem/
berlebihan hipertrofi

Rhinitis simpleks Penyakit virus yang Beberapa virus yang paling 1.Rasa Panas
paling sering penting rhinovirus.Virus lain 2.Kering
ditemukan,sering adalah myxovirus,virus 3.Gatal
disebut selesma coxsackie dan virus Echo 4.Bersin berulang
common cold,dll 5.Hidung Tersumbat
6.Rinore
7.Demam
8.Nyeri kepala
9.Mukosa merah
dan bengkak
Rhinitis Hipertrofi Menunjukkan Infeksi bakteri primer dan 1.Hidung tersumbat
perubahan mukosa sekunder ataupun tanpa 2.Mulut kering
hidung pada konka infeksi bakteri seperti lanjutan 3.Nyeri kepala
inferior yang rhinitis alergi 4.Gangguan tidur
mengalami hipertrofi 5.Sekret banyak dan
karena proses mukopurulen
inflamasi kronis 6.Konka benjol
benjol dan hipertrofi
Rhinitis Atrofi Infesi hidung kronik 1.infeksi kuman spesifik 1.Napas berbau
yang ditandai adanya ,staphylococcus,streptococcus 2.Ingus kental warna
atrofi progresif pada 2.Defisiensi vit A hijau
mukosa hidung dan 3.Sinusitis kronik 3.Sakit kepala
tulang konka 4.Kelainan hormonal 4.Gangguan
penghidu
5.Hidung tersumbat
Rhinitis Difteri Terjadi pada pasien Corynebacterium diphteriae 1.Demam
dengan riwayat 2.Toksemia
imunisasi yang tidak 3.Ingus bercampur
lengkap. darah
Rinitis jamur Terjadi bersamaan Ditemukan hifa jamur pada - Sekret
dengan sinusitis dan lamina propria mukopurule
bersifat invasif atau n
non- invasif - Ulkus
- Perforasi
pada
septum
- Jaringan
nekrotik
berwarna
kehitaman

Rinitis tuberkulosa Infeksi tuberkulosa Peningkatan kasus - Sekret


ekstra pulmoner yang tuberkulosis mukopurule
berhubungan dengan n dan krusta
kasus HIV-AIDS - Hidung
tersumbat

Rinitis sifilis Infeksi mukosa Penyababnya oleh kuman - Sekret


hidung oleh kuman Treponema pallidum mukopurule
n berbau
dan krusta
- Terlihat
perforasi
septum
- Hidung
pelana

7. Tatalaksana dan Edukasi


Rinithis Alergi
 Non Farmakologi

 Hindari alergen spesifik

 Pemeliharaan & peningkatan kebugaran jasmani (istirahat yg cukup, asupan


yg bergizi dan sehat)

 Farmakologi

 Antihistamin oral : terapi pertama utk gejala ringan

• Cetirizine (10 mg PO 1x/hari)


• Fexofenadin (120 mg 1x/hari)

• Loratadine (10 mg PO 1x/hari)

 Kortikosteroid intranasal : utk gejala sedang/berat/persisten (selama 1 bulan)

• Beclomethasone (168-336 ug/hari)

• Budesonide (252 ug/hari)

• Fluticasone (100-200 ug/hari)

 Dekongestan intranasal (penggunaan dibatasi utk <5 hari utk mencegah rinitis
`medikamentosa) : diberikan jika obstruksi nasal.

• Pseudoefedrin

• Oksimetazolin

• Fenilepinefrin

8. Komplikasi dan Prognosis


 Komplikasi
1. Polip hidung
2. Otitis media difus pada anak
3. Rinosinusitis

 Prognosis 
Baik jika ditangani secara baik
VIII. KESIMPULAN
Dapat kami simpulkan, bahwa dari pembahasan yang kami terima ialah
pemicu(kasus) ini merujuk ke Rhinitis Alergi

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Price, Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005
2. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Ed 6. Jakarta : EGC,
2011. 210-223 h.
3. https://emedicine.medscape.com/article/134825-differential
4. http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/AI02_Rintis-
Alergi.pdf
5. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkla3ee3f0afa2full.pdf

Anda mungkin juga menyukai