UNIVERSITAS HALUOLEO
OZAENA
OLEH:
K1A115159
Pembimbing
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : K1A151159
Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian THT-
Mengetahui,
Pembimbing
A. Pendahuluan
dengan atropi mukosa hidung progresif, krusta, fetor dan perluasan rongga
hidung. Rhinitis atropi dibagi 2 tipe yaitu rhintis atropi primer dan rhinitis
atropi sekunder. Rinitis atropi primer disebut juga ozaena (bahasa Yunani
yang berarti bau busuk) (Hayati dan Dwi, 2010). Rhinitis atropi primer
pada wanita usia muda dan prepubertas, dengan perbandingan antara wanita
B. Anatomi Hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
Pada bagian dalam hidung terdapat rongga yang disebut cavum nasi.
Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan
dan kiri. Lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan
cavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai
Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea
septum nasi yang dibentuk oleh osteum yang dilapisi oleh periosteum dan
bagian
tulang terdiri dari lamina perpendicularis os ethmoid, os vomer, crista
inferior, meatus medius, dan meatus superior. Pada meatus inferior terdapat
muara sinus frontal, sinus maxilla, dan sinus ethmoid anterior. Pada meatus
superior terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sphenoid (Adams
dkk, 1997).
terlihat nyata diatas concha media dan inferior serta bagian bawah septum
pada hidung luar dan sistem syaraf otonom. Ganglion sfenopalatina, guna
mengontrol diameter vena dan arteri hidung dan juga produksi mukus yang
Gambar 2. Inervasi saraf pada hidung. A. Invervasi saraf pada dinding lateral. B.
Invervasi saraf pada dinding medial
C. Fisiologi Penghidu
dkk, 2017) :
1. Fungsi respirasi
anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media lalu turun ke bawah ke
lendir. Pada musim panas, udara hamper jenuh oleh uap air, sehingga
pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. Suhu udara yang melalui
epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. Partikel
debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan
b) silia, c) palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut
refleks bersin.
2. Fungsi penghidu
konka superior dan sepertiga batas atas septum. Partikel bau dapat
mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lender atau bila
pisang atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal
3. Fungsi fonetik
bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (n, m, ng)
rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk
aliran udara.
5. Refleks nasal
pankreas.
D. Histologi Hidung
duktus alveolaris dan alveoli) yang berguna untuk tempat pertukaran gas
silindris bersilia yang dikenal sebagai epitel respiratorik, dimana epitel ini
glikoprotein musin.
c. Sel sikat (brush cells), tipe sel silindris yang lebih jarang tersebar
Rongga hidung terdiri atas dua struktur yaitu vestibulum dan fossa
lagi dan beralih menjadi epitel respirasi sebelum memasuki fossa nasalis
Pada fossa nasalis terdapat tiga tonjolan bertulang yang disebut concha.
Concha superior ditutupi oleh epitel olfaktorius sementara concha media dan
concha inferior ditutupi oleh epitel penghidu khusus (Junqueira dkk., 2004).
Di dalam lamina propria concha terdapat pleksus vena besar yang dikenal
2004).
khusu membran mukosa konka superior yang terletak di atap rongga hidung.
Pada manusia, luasnya sekitar 10 cm2 dengan tebal sampai 100 mikrometer.
Epitel ini merupakan epitel bertingkat silindris yang terdiri atas tiga jenis sel
a. Sel-sel basal, yaitu sel kecil, sferis atau berbentuk kerucut dan
penghidu dan memudahkan akses zat pembau yang baru (Junqueira dkk.,
2004).
Gambar 4. Epitel penghidu (Junqueira dkk., 2004)
E. Definisi Ozaena
Ozaena atau rinitis atrofi adalah penyakit hidung kronis yang ditandai
kerak kering yang berbau busuk, dan terdapat perluasan di rongga hidung
yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau
F. Epidemiologi
dekade pertama sampai dekade keenam dan sering terjadi pada wanita.
Puncak insidensi terjadi pada umur 11-30 tahun (Sreedharan, dkk., 2015).
pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi
terjadi pada daerah tropis seperti India. Pada negara dengan prevalensi kasus
Amerika, total kasus yang ditemukan 242 kasus, dimana kasus ozaena ada
sebanyak 19% (45 kasus) dari total kasus, 25 kasus diantaranya adalah
penderita rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria, umur berkisar dari 10-37 tahun
G. Etiologi Ozaena
Etiologi yang tepat dari ozaena tidak diketahui meskipun banyak teori dan
1. Herediter
keluarga pada keluarga yang sama. Hal ini terlihat memiliki warisan
wanita usia dewasa muda dengan tingkat ekonomi dan sanitasi yang
3. Defisensi nutrisi
dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan lingkungan yang buruk serta
4. Infeksi
Infeksi bacterial kronik pada hidung atau sinus dapat menjadi penyebab
dari rhinitis atrofi primer. Hasil kultur pada kasus ozaena di Thailand
berkembangnya ozaena.
pembedahan
7. Terapi radiasi pada hidung dan sinus paranasal, umumnya segera
H. Patofisiologi Ozaena
seluruh bagian dari hidung. Epitelium respirasi normal (epitel torak bersilia)
infeksi sekunder akibat bakteri dapat menimbulkan bau. Pada lamina propia
dan submukosa terlihat infiltrasi sel kronik, granulosa dan fibrosis (Dutt dan
Kameswaran, 2005).
dan cacosmia dalam kasus ozaena; epistaksis dan dispnea atipikal yang
lebih jarang; sakit di akar hidung dengan sensasi penuh di bagian tengah
karena alasan berikut: melibatkan proses atrofi epitel olfaktorius dan sel
saraf bipolar dan serabut saraf; ada yang tidak mencukupi dan
daerah; dan mungkin ada kerak besar yang menghalangi aliran udara ke area
mereka mencium bau busuk. Perdarahan dan ulserasi pada mukosa dapat
terlihat apabila krusta sudah terpisah. Perforasi nasal septal dan saddle nose
deformity dapat terjadi akibat terapi yang kurang baik dan juga dapat terjadi
akibat adanya destruksi tulang hidung dan kartilago (Dutt dan Kameswaran,
2005).
1. Tingkat 1
sedikit.
2. Tingkat II
Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai garis,
bakteri yang diduga sebagai penyebab seperti Klebsiella ozaenae dari kultur
hitung jumlah leukosit bisa didapatkan leukositosis, hapusan darah tepi akan
hidung, penyerapan tulang dan atrofi mukosa konka inferior dan media
bersilia menjadi epitel kubik atau epitel gepeng berlapis, silia menghilang,
J. Tata Laksana
jika tidak menolong dapat dilakukan tindakan operasi (Soepardi dkk, 2017).
1. Pengobatan konservatif
dengan uji resistensi kuman, dengan dosis yang adekuat. Solusio dari
infeksi serta secret purulent dan krusta, dapat dipakai obat cuci
NaCl
NH4Cl
NaHCO3 aaa 9
Aqua ad 300 cc
Na bikarbonat 28,4 g
Na dibonat 28,4 g
NaCl 56,7 g
Setelah krusta diangkat dapat diberi obat tetes hidung antara lain :
dan
streptomisin 1 g + NaCl 30 ml diberikan tiga kali sehari, masing-
2. Tindakan operatif
Penutupan rongga hidung dapat dilakukan pada nares anterior atau pada
menutup kedua lubang hidung dan akan dibuka setelah 6 bulan atau
ozaena, kavitas hidung lebar dan udara yang masuk beserta dengan
Fibrin Glue)
K. Komplikasi
1. Perforasi septum
2. Faringitis
3. Sinusitis
4. Miasis hidung
L. Prognosis
(Dhingra, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Adams, G. L., Boies, L.R, Highler, P.A. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT
Braun, J.J., Christian D., Alessio I., dkk., 2014. Atrophic Rhinitis-Empty Nose
Otology-Rhinology 3(4).
Dhingra, P.L. Dhingra, S. 2014. Disease of Ear Nose and Throath and Head and
Habibuw A., Steward M., Ora L.P., 2016. Kesehatan Hidung pada Siswa Sekolah
Hayati, R., Dwi R.P., 2010. Tiga Kasus Rinitis Atrofi Primer (ozeana) Dalam Satu
Junqueira, L. Carlos, Carneiro, J. 2004. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Edisi 10.
Moore, E.J., Eugene B.K., 2001. Atrophic Rhinitis: A Review of 242 Cases.
Soepardi, E. Arsyad, Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti R. Dwi. 2017. Buku
Sreedharan, S.S., Vishnu P., Vijendra S.S., Panduranga M.K., 2015. A Clinical