Introduction to
Advertising
Inco Hary Perdana, S.Ikom., M.Si. & Arindra Karamoy, S.E., M.Si.
Page | 1
PERTEMUAN 4
POKOK BAHASAN
Advertising & Society
DESKRIPSI
Pertemuan ini membahas bagaimana hubungan antara periklanan dengan masyarakat,
serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi periklanan.
DAFTAR PUSTAKA
Frith, Katherine Toland., and Barbara Mueller. 2003. Advertising and Societies: Global Issues. New
York: Peter Lang Publishing, Inc.
Lee, Monle., and Carla Johnson. 2004. Principles of Advertising: A Global Perspective. New York:
The Haworth Press.
Pardun, Carol J. 2014. Advertising and Society: An Introduction. West Sussex: John Wiley & Sons,
Inc.
Shimp, Terence A. 2010. Advertising, Promotion, & Other Aspects of Integrated Marketing
Communications, 8th Edition. Ohio: South-Western Cengage Learning
Periklanan sering kali mendapat tuduhan membawa pengaruh buruk pada masyarakat. Namun
demikian perlu dipahami bahwa periklanan sendiri dipengaruhi oleh berbagai macam elemen yang
ada di masyarakat. Periklanan tumbuh dalam sebuah lingkungan dan jika lingkungan itu berubah
maka periklanan juga akan berubah. Periklanan adalah bagian dari lingkungan itu dan lingkungan itu
adalah masyarakat.
Lingkungan periklanan terdiri dari kekuatan-kekuatan ekonomi, sosial, teknologi serta sering
kali berhubungan dengan politik. Setiap terjadinya perubahan pada kekuatan-kekuatan tersebut
Page | 2
dapat menjadi ketidakpastian dan juga ancaman bagi periklanan. Ketika terjadi perubahan dalam
masyarakat maka mau tidak mau periklanan juga harus beradaptasi terhadap perubahan tersebut.
Lee & Johnson (2004) mengatakan para pembuat iklan – dalam hal ini advertiser dan juga
advertising agency – menanggapi lingkungan dalam dua cara yaitu reaktif dan proaktif.
Tanggapan reaktif akan dilakukan saat para pembuat iklan merasa tidak dapat
mengendalikan elemen-elemen yang menyebabkan perubahan. Tanggapan ini berupa penyesuaian
diri dengan kondisi yang ada, serta tidak memaksakan cara-cara lama. Hal ini dilakukan untuk
menghindari gejolak di masyarakat dan membuat merek atau perusahaan yang diiklankan tidak
dibenci dan ditinggalkan. Sebagai contoh, ketika muncul aturan bahwa minuman beralkohol tidak
diperbolehkan lagi beriklan pada media massa maka para pembuat iklan akan mengganti cara-cara
tersebut dengan cara yang diperbolehkan dan fokus pada segmen tertentu saja.
Sedangkan tanggapan proaktif akan dilakukan saat para pembuat iklan beranggapan bahwa
mereka memliki sejumlah kendali dalam perubahan. Tanggapan ini justru akan menghasilkan
lingkungan yang lebih kondusif terhadap bisnis dan bukan tidak mungkin menjadi sebuah peluang
baru. Sebagai contoh, rokok kategori mild justru muncul pada akhir tahun 80-an saat masyarakat
mulai sadar akan dampak negatif dari rokok. Industri rokok menurun, iklan juga menurun. Kemudian
dengan munculnya rokok kategori mild yang dianggap lebih ringan industri rokok kembali tumbuh
begitu juga dengan periklanannya.
Selama puluhan tahun periklanan banyak diserang dengan isu-isu yang terjadi di masyarakat.
Terutama masalah etika yang batasannya masih sangat abu-abu dan multi tafsir. Shimp (2010)
mengatakan beberapa kritik terhadap periklanan antara lain:
1. Iklan dianggap tidak jujur dan menipu; masyarakat banyak yang beranggapan bahwa iklan
tidak jujur dan melakukan penipuan dalam aktivitasnya. Faktanya adalah beberapa iklan
memang menipu dan bermain-main pada regulasi baik dari pemerintah maupun dari asosiasi
periklanan sendiri. Namun tidak dapat dibuktikan bahwa semua iklan melakukan penipuan.
Berbohong, menipu, dan bentuk kecurangan lainnya dapat terjadi di mana saja dan tidak
hanya dalam periklanan.
Page | 3
Gambar
4.1 Iklan
dianggap
tidak jujur
dan
menipu
2. Iklan bersifat manipulatif; kritik ini menunjukkan bahwa iklan mempunyai kekuatan untuk
mempersuasi dan mempengaruhi orang untuk berperilaku sesuai dengan tujuan iklan
tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa iklan membujuk konsumen untuk membeli produk
dan merek tertentu. Namun harus digarisbawahi bahwa persuasi tidaklah sama dengan
manipulasi. Persuasi adalah hal yang umum dan sah dilakukan dalam aktivitas komunikasi
antar manusia dan dapat dilakukan tidak hanya di dalam iklan.
3. Iklan bersifat ofensif dan berselera buruk; beberapa hal yang menjadi dasar kritik ini adalah iklan
dengan ide-ide bodoh, seks dalam iklan, serta demo produk yang menjijikkan. Sering pula iklan
memperlihatkan visual vulgar yang secara umum menghina integensia manusia. Namun
demikian, gambar-gambar dan ide buruk juga tidak hanya muncul dalam iklan namun juga
muncul dalam bentuk visual lain seperti film maupun acara televisi. Artinya presentasi ofensif
Page | 4
dan selera buruk yang harus dikritisi adalah penggunaannya dalam media massa, dan tidak
hanya dalam iklan.
4. Iklan menciptakan dan memperkuat stereotip; iklan dianggap sering kali menampilkan
kelompok tertentu dengan ciri-ciri yang mudah ditebak. Seperti penggambaran orang Arab
pelit, orang Jawa lelet ataupun orang Papua yang masih primitif. Sosok perempuan juga
sering digambarkan hanya sebagai ibu rumah tangga atau obyek seksual. Tampilan ini
dianggap melakukan stereotyping tanpa dilandasi oleh data-data dan fakta di lapangan.
Page | 5
5. Iklan membuat orang membeli barang yang tidak diperlukan; dengan persuasinya iklan
dianggap mempengaruhi konsumen untuk melakukan hal-hal yang tidak diperlukannya.
Namun hal ini masih menjadi perdebatan karena orang mempunyai keputusan mutlak
apakah mau membeli ataupun tidak.
Globalisasi membuat dunia menjadi semakin dekat dan tanpa batas. Dalam ekonomi, globalisasi
dapat dikatakan sebagai suatu proses perusahaan untuk mencari keuntungan tambahan pada
negara-negara di luar negara asalnya. Hal ini memengaruhi banyak hal dalam kehidupan manusia.
Kehidupan dalam hal ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan juga termasuk dalam hal
berkomunikasi. Semuanya berubah karena faktor globalisasi dan teknologi.
Kini, manusia yang berjauhan dengan menggunakan teknologi yang sama, yaitu Internet,
dapat menjadi dekat. Jika sebelum ada teknologi Internet, untuk berhubungan antara Jakarta-
Page | 6
Bandung saja membutuhkan cukup banyak biaya. Misalnya, jika menggunakan telepon, kita harus ke
Wartel (warung telekomunikasi) untuk melakukan hubungan telepon. Kita harus membayar jasa
wartel tersebut dalam jumlah tertentu. Jika tidak menggunakan wartel, kita dapat menggunakan
kartu telepon. Itu pun kita harus beli, kemudian harus mengantri telepon kartu. Karena telepon
kartu saat itu peminatnya cukup banyak. Banyak yang harus kita keluarkan untuk berkomunikasi
pada saat Internet belum lahir. Saat Internet lahir, semuanya seakan mudah. Komunikasi menjadi
begitu cepat, dapat dilakukan kapan saja, dan dengan biaya yang relatif murah.
Komunikasi yang menjadi semakin cepat dan terbuka ini ternyata tidak hanya membawa
kebaikan namun juga keburukan bagi manusia. Keburukan misalnya saja semakin tidak terkendalinya
orang dalam mengeluarkan pendapat. Masyarakat modern, termasuk kita di Indonesia, banyak yang
terlalu mudah untuk berkomentar atau membagikan konten-konten di media sosial dan internet. Itu
semua dilakukan tanpa memikirkan dampak apa yang akan diberikan oleh pihak lain, terutama pihak
penerima pesan kita tadi. Kesiapan mental dalam menerima teknologi internet dan media sosial
harus ditingkatkan lagi agar tidak semakin gaduh lagi pertemanan sosial di dunia dengan gaya
komunikasi baru ini.
Mengapa ini dapat terjadi? Salah satu alasannya adalah dunia global yang sudah cenderung
menjadi satu ini. Hingga segala nilai sosial budaya, politik, ekonomi tidak lagi ada batasnya. Siapa yang
memiliki kekuatan dalam teknologi dan dana, ia yang akan mampu menyebarkan nilai-nilainya ke dunia
baru melalui teknologi Internet. Perusahaan-perusahaan multinasional terutama dari Amerika Serikat dan
Eropa adalah pihak yang paling menguasai teknologi dan dana. Sehingga otomatis merekalah yang
memegang kendali dalam menyebarkan nilai, sekaligus produk dan jasa. Nilai yang mereka sebarkan,
apakah itu disengaja atau tidak, dapat tercermin dari iklan-iklan produk mereka. Coca-Cola dan
McDonald’s menjadi contohnya, baik produk dan juga iklan-iklannya menjadikan minuman cola dan
burger menjadi menu global yang ‘wajib’ disukai oleh semua orang di dunia.
Sering kali, nilai-nilai sosial budaya yang ada di dalam iklan produk atau jasa dari luar negeri
belum tentu sesuai dengan kepribadian bangsa. Ini yang sering menimbulkan perdebatan di dalam
industri pemasaran. Tugas dari departemen pemasaran suatu perusahaan menjadi makin berat
terutama karena mereka harus berhadapan dengan perbedaan budaya jika mereka beriklan di
negara lain. Dibantu dengan biro iklan mereka yang biasanya juga multinasional, perusahaan
multinasional perlu berhati-hati jika tidak ingin melakukan kesalahan dalam promosi atau beriklan.
Dari sini, kita akan coba membahas pertanyaan berikut ini: Apakah iklan itu baik atau buruk
bagi masyarakat? Dari pertanyaan ini, paling tidak ada tiga perdebatan yang muncul.
1. Debat penciptaan permintaan; Apakah iklan menciptakan permintaan produk yang padahal
sebenarnya tidak dibuuhkan orang? Contohnya smartphone. Bagi yang menganggap iklan itu
Page | 7
menciptakan permintaan untuk sesuatu yang tidak dibutuhkan akan mengatakan bahwa
iklan-iklan smartphone sangat berpengaruh menciptakan permintaan tadi. Nissa sudah
memiliki smartphone. Tidak ada masalah dengan smartphone-nya. TIdak rusak dan masih
berfungsi dengan baik semua fiturnya. Kemudian, di suatu sore, ia melihat iklan smartphone
keluaran Samsung terbaru. Efek dari iklan tersebut ia menjadi tertarik perhatiannya akan
produk tersebut. Saat itu pula ia langsung mencari tahu tentang produk tersebut. Semakin ia
tahu banyak tentang produk tersebut, ia semakin ingin memiliki smartphone itu. Padahal ia
juga sadar bahwa ia tidak ada kebutuhan untuk punya smartphone baru. Ilustrasi ini
menggambarkan bahwa iklan bisa memengaruhi audiens sehingga menimbulkan permintaan
dari produk atau jasa tersebut. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa iklan tidak serta
merta menciptakan permintaan. Karena pada akhirnya konsumen memiliki kuasa untuk
tidak tertarik pada iklan maupun produk tersebut.
Page | 8
ECONOMIC FORCES IN ADVERTISING
Walaupun banyak kritik terhadap iklan, namun dalam bidang ekonomi banyak hal yang dipengaruhi
oleh periklanan. Demikian pula kondisi ekonomi seringkali sangat berpengaruh terhadap perilanan.
Hal tersebut dapat terangkum dalam beberapa hal di bawah ini:
1. Industri periklanan membuka lapangan pekerjaan mulai dari advertising agency sendiri
sampai pihak-pihak yang menjadi vendor seperti photographer, production house,
percetakan sampai dengan media. Media sendiri setengah dari bisnisnya mendapatkan
pemasukan dari iklan yang dipasang, tidak hanya dari konten yang mereka jual.
3. Industri periklanan juga membayarkan banyak uang terhadap pemerintah untuk membayar
pajak. Hal ini menjadi salah satu penghasilan negara yang cukup besar.
4. Menurunnya perekonomian atau resesi dalam sebuah negara juga dapat mengakibatkan
lesunya industri periklanan karena biaya iklan menurun dan daya beli masyarakat melemah.
Dalam kehidupan sosial, periklanan juga banyak mendapat pengaruh dan mempengaruhi
masyarakat. Iklan dapat merefleksikan bagaimana kondisi sosial yang sedang terjadi di masyarakat.
Iklan yang bodoh dan berselera buruk dapat diakibatkan kondisi masyarakat yang sama sehingga
masyarakat hanya mampu mencerna dan memahami jenis model iklan tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak para pembuat iklan berusaha mencari insight hal-hal
yang sedang tren di masyarakat sehingga kemudian hal tersebut dapat mereka jadikan ide dalam
iklan yang mereka buat. Seperti K-Pop ataupun penggunaan jingle iklan dari musik-musik yang
sedang tren dapat menjadi contoh hal ini. Vis-a-vis, iklan dan masyarakat dapat saling
mempengaruhi dan menciptakan nilai baru di masyarakat.
Istilah ‘think globally, act locally’ juga menjadi dasar merek-merek global harus memiliki
pemahaman terhadap budaya-budaya lokal dalam aktivitas komunikasi mereka. Merek global tidak
dapat mempertahankan hanya menggunakan pendekatan dari tempat asal mereka namun juga
harus memahami unsur lokalitas dari budaya tempat distribusi produk mereka. Iklan-iklan Coca-Cola
telah hadir dengan menggunakan pendekatan-pendekatan lokal di seluruh dunia. Ketika sebuah
merek gagal memahami lingkungan budaya lokal maka hal tersebut dapat menyebabkan
kesalahpahaman, kegagalan komunikasi dan kekegagalan tujuan pemasaran.
Page | 9
POLITICAL ADVERTISING
Iklan juga banyak dimanfaatkan oleh partai politik ataupun kegiatan-kegiatan yang berbau politik.
Terutama dalam pemilihan kepala daerah atau kepala negara, iklan menjadi salah satu ujung tombak
bagi para pemain di bidang politik. Iklan dalam aktivitas politik berfungsi kurang lebih sama dengan
iklan komersial produk atau jasa yaitu untuk memperkenalkan sosok, partai atau kandidat kepala
daerah kepada khalayak luas. Setelah sosok tersebut dikenal, iklan juga dapat digunakan sebagai alat
untuk memperkenalkan program-program dari politisi atau partai politik tersebut.
Iklan politik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) iklan yang menyerang. Jenis iklan ini dibuat
khusus untuk menyerang lawan politik. Tujuannya jelas untuk menurunkan kredibilitas dari lawan
politik tersebut. Pesan yang disampaikan biasanya menyerang lawan dengan segala kegagalannya,
kesalahannya, dan hal-hal lain yang dapat menjatuhkan lawan tersebut; (2) iklan advokasi. Jenis iklan
ini isi pesannya adalah menjual segala kebaikan dan kelebih dari seorang politisi atau sebuah partai
politik; dan (3) adalah tipe iklan perbandingan. Dalam iklan ini komunikasi yang ingin dibangun
adalah membandingkan. Politisi A akan membandingkan dirinya dengan politisi B. Tentunya sisi-sisi
positif dari dirinya akan ditonjolkan dibanding dengan lawannya. Sehingga audiens akan dapat
melihat perbedaan antara dua kandidat tersebut.
Page | 10
Gambar 4.7 Iklan politik Obama 2008
REGULATION IN ADVERTISING
Setiap negara mempunyai regulasi yang berbeda-beda dalam masalah periklanan. Di Indonesia,
beberapa regulasi yang mengatur masalah periklanan diatur dalam:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
Semua hal tersebut menjadi landasan pembuatan Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang wajib
dipahami dan dijalankan oleh semua stake holders yang terlibat. Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia (P3I) memiliki sebuah badan yang memantau jalannya EPI pada industri periklanan di
Indonesia dengan nama Badan Pengawas Periklan (BPP).
Page | 11
Shimp (2010) mengatakan bahwa regulasi penting untuk melindungi konsumen dan
kompetitor dari praktik bisnis yang curang (fraudulent), menipu (deceptive), dan tidak jujur (unfair)
yang dilakukan oleh beberapa perusahaan nakal. Apapun alasannya, regulasi membawa dampak
yang sangat signifikan dalam industri periklanan suatu negara. Regulasi sendiri dianggap dapat
menyelamatkan industri dari ketidakpercayaan publik pada periklanan itu sendiri.
Periklanan tidak hanya dapat digunakan untuk keperluan sebuah bisnis. Iklan dapat digunakan untuk
menyampaikan ajakan pada masyarakat tentang masalah-masalah sosial ataupun sejumlah masalah
yang sedang dihadapi dan mengancam kehidupan umum. Jenis iklan ini dikenal dengan istilah Iklan
Layanan Masyarakat (Public Service Announcement). Di beberapa negara mempunyai sebutan yang
berbeda namun dengan maksud yang sama. Seperti di Inggris dikenal dengan sebutan Public
Information Films (PIFs) atau di Hong Kong di kenal dengan sebutan Announcements in the Public
Interest (APIs).
Jenis iklan ini merupakan bentuk dari komunikasi publik untuk menyuarakan kebutuhan
sosial masyarakat. Latar belakang terciptanya jenis iklan ini karena kegelisahan publik dan
pemerintah dianggap gagal untuk mengembangkan kebijakan publik yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Iklan ini bertujuan untuk membangun kesadaran publik dan hanya bisa terjadi pada
negara-negara demokrasi sebagai bentuk partisipasi publik. Jenis iklan ini yang dilakukan pada
negara-negara otoriter lebih menyerupai sebuah propaganda dari pada iklan layanan masyarakat.
Iklan layanan masyarakat terbagi menjadi menjadi dua bentuk. Pertama, iklan layanan
masyarakat yang memang benar-benar diciptakan oleh masyarakat melalui Lembaga Swadaya
Masyarakat/LSM (Non-Government Organization/NGO) ataupun Civil Society Organization/CSO.
Bentuk ini biasanya memang membuat pesan-pesan yang berhubungan dengan masalah sosial yang
terjadi di masyarakat. Sedangkan bentuk kedua adalah iklan layanan masyarakat yang diciptakan
oleh pemerintah (government) ataupun korporasi komersil. Bentuk kedua ini biasanya berhubungan
dengan kepentingan dari organisasi. Pemerintah membuat iklan layanan masyarakat untuk
mengomunikasikan kebijakan-kebijakan publik yang telah mereka buat untuk masyarakat sedangkan
iklan layanan masyarakat yang dibuat oleh korporasi seringkali berhubungan dengan produk atau
jasa perusahaan tersebut.
Page | 12
Gambar 4.8 Iklan layanan masyarakat tentang bahaya rokok
Walaupun pada awalnya iklan layanan masyarakat berasal dari masyarakat, namun pada
akhirnya banyak perusahaan beranggapan bahwa jenis iklan tersebut penting bagi bisnis. Iklan
layanan masyarakat dianggap dapat membangun hubungan positif antara perusahaan dengan
masyarakat karena perusahaan juga peduli akan masalah sosial dan tidak hanya memikirkan
keuntungan. Iklan layanan masyarakat juga dianggap dapat meningkatkan citra perusahaan dan
menciptakan hubungan jangka panjang antara perusahaan dengan masyarakat sehingga pada
akhirnya masyarakat dapat menaruh kepercayaan pada perusahaan tersebut.
[end]
Page | 13