Anda di halaman 1dari 21

HEMORAGI

MAKALAH

Diajukan kepada Dosen Pengajar Ibu Lisbet Octovia Manalu, S.kep., Ners ,.
M.kep untuk Memenuhi Salah satu Tugas kelompok pada Mata Kuliah Maternitas

Semester 3

Disusun Oleh:

Reva Nuraeni 1118007


Synda Geniya Risma A 1118014
Ratih Mulyaningsih 1118028

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN TINGKAT II


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah Subhaanahu wa Ta’aala, Tuhan sekalian alam yang
telah Menganugerahkan limpahan rahmat serta cinta-Nya, Tuhan Sang Pemilik
ilmu yang telah Mencurahkan ilmu yang tiada berbatas serta Merizqikan
pemahaman ilmu kepada kita. Dan dengan Kehendak-Nya, penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hemoragi”. Tanpa Kuasa-Nya, tiada
daya dan upaya dalam diri kita.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata
kuliah Maternitas semester 3 program studi S1 Keperawatan di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Rajawali Bandung, dengan dosen pengampu Ibu Lisbet Octovia
Manalu, S.Kep., Ners ,. M.Kep.
Makalah yang kami susun ini membahas tentang Antepartum
haemorrhage/ pendarahan sebelum melahirkan, Jenis-jenis ante partum
Hemorrhage (pendarahan sebelum melahirkan), Penatalaksanaan Perawatan-
Hemoragi Pascapartum, syok hemoragi, hingga perawatan yang seharusnya
dilakukan.

Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat adanya dukungan dari


pihak pengampu, oleh karenanya pada kesempatan ini kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengajar Maternitas Ibu Lisbet
yang telah memberikan arahan serta dorongan dan motivasi sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT melimpahkan
pahala yang berlipat ganda atas segala kebaikannya. Aamiin yaa Rabbal
‘Aalamiin.
Bandung, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Fisik................................................................................. 3
B. Tanda-Tanda Vital................................................................................ 3
1. Tekanan Darah................................................................................ 5
2. Denyut Nadi................................................................................... 6
3. Respirasi/Pernapasan...................................................................... 7
4. Suhu Tubuh.................................................................................... 8
C. Sistem Urine....................................................................................... 11
D. Glukosa Darah.................................................................................... 13
E. Laporan Hasil Pengamatan................................................................. 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................... 25
B. Saran................................................................................................... 26

LAMPIRAN........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia menurut departemen kesehatan
tahun 2002 adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh
dibanding dengan sasaran Indonesia sehat 2010 dimana sasaran angka
kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan infeksi.
Perdarahan menyebabkan 25% kematian ibu di dunia berkembang dan yang
paling banyak adalah perdarahan pasca salin. Diperkirakan ada 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita
mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut
terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.
Terdapat beberapa kasus kegagalan dalam penanganan pasca salin,
contohnya kegagalan untuk menilai gambaran klinis, perkiraan kehilangan
darah yang tidak adekuat, pengobatan yang tertunda, kurangnya kerja tim
multidisiplin dan kegagalan untuk mencari bantuan adalah beberapa
masalah yang penting untuk diperhatikan.
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi
ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan,
atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu,
tersedianya sarana dan perawatan sarana yang memungkinkan, penggunaan
darah dengan segera merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri
yang layak. Setiap wanita hamil dan nifas yang mengalami pendarahan,
harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk selanjutnya dapat
diberi pertolongan dengan tepat. Mengingat komplikasi yang sangat fatal
dapat terjadi akibat keterlambatan penanganan perdarahan pasca salin,
pengenalan dini dan penanganan segera dan tepat terhadap adanya tanda-
tanda perdarahan pasca salin akibat atonia uteri akan menyelamatkan
penderita dari kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Antepartum haemorrhage?
2. Apa saja pengaruh Antepartum haemorrhage bagi fetus dan ibu?
3. Apa saja jenis-jenis Antepartum haemorrhage?
4. Apa saja jenis-jenis dan gejala placenta praevia?
5. Penangan apa yang dibutuhkan pada placenta praevia?
6. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan pada Antepartum
haemorrhage jenis placenta praevia?
7. Apa yang dimaksud dengan Placental abruption?
8. Apa saja jenis-jenis placental abruption ?
9. Apa saja penanganan serta bagaimana observasi yang tepat untuk
dilakukan?
10. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan pada Antepartum
haemorrhage jenis placental abruption?
11. Apa saja perawatan untuk hemoragi pascapartum?
12. Apa yang dimaksud dengan syok hemoragi?
13. Apa saja penatalaksanaan perawatan syok hemoragi?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Antepartum haemorrhage atau pendarahan sebelum
melahirkan
2. Mengetahui tentang pengaruh Antepartum haemorrhage bagi fetus dan
ibu
3. Mengetahui tentang jenis-jenis Antepartum haemorrhage
4. Mengetahui tentang jenis dan gejala placenta praevia
5. Mengetahui tentang penanganan yang dibutuhkan untuk pendarahan
jenis placenta praevia
6. Mengetahui tentang komplikasi apa yang dapat ditimbulkan pada
placenta praevia
7. Mengetahui tentang Antepartum haemorrhage jenis placental abruption
8. Mengetahui tentang jenis-jenis placental abruption
9. Mengetahui tentang penanganan serta bagaimana obsevasi yang tepat
untuk digunakan pada Antepartum haemorrhage jenis placental
abruption
10. Mengetahui apa saja komplikasi yang ditimbulkan pada Antepartum
haemorrhage jenis placental abruption
11. Mengetahui tentang perawatan hemoragi pascapartum
12. Mengetahui tentang syok hemoragi
13. Mengetahui tentang penatalaksanaan syok hemoragi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Antepartum haemorrhage/ pendarahan sebelum


melahirkan
Antepartum haemorrhage adalah pendarahan dari alat kelamin di akhir
kehamilan, setelah 28 minggu kehamilan sampai akhir tahap kedua proses
melahirkan.

pengaruh pada fetus

Kematian dan kehamilan fetus meningkat akibat timbulnya pendarahan


vagina dalam kahamilan.

Kematian dalam kandungan atau kehamilan sebelum dan sesudah


melahirkan atau kematian baru lahir dapat terjadi.

Pemisahan plasenta secara prematur dan terjadinya hypoxia berakibat pada


kelahiran bayi yang memiliki cacat jasmani dan mental.

Pengaruh terhadap ibu

Jika timbul pendarahan, disertai dengan shock/goncangan atau gumpalan,


pembekuan darah pada sistem vaskuler yang berkembang luas dan gagal ginjal.
Ibu kemungkinan akan meninggal atau mengalami sakit permanen.

Jenis-jenis antepartum Hemorrhage (pendarahan sebelum melahirkan)

Pendarahan vagina pada akhir usia kehamilan dibatasi dengan pemisahan plasenta
kaitannya dengan placenta praevia atau pemisahan pada plasenta.

6.4.1 placenta praevia

Plasenta baik secara parsial maupun keseluruhan tertanam dibagian bawah


uterus baik di dinding depan maupun belakang.
Bagian bawah uterus terus berkembang dan memanjang pada minggu ke-
12 kehamilan. Di minggu-minggu akhir, kondisi ini menyebabkan pemisahan
plasenta dan timbul pendarahan.

Kemunculan-placenta praevia terjadi 0,5% dari seluruh kehamilan.

Placenta praevia jenis ke-1

 Mayoritas plasenta berada di bagian atas uterus.


 Kemungkinan terjadi persalinan vagina
 Sedikit kehilangan darah
 Ibu dan fetus berada dalam kondisi baik

Placenta praevia jenis ke-2

 Plasenta secara parsial berada di uterus bagian bawah di dekat servical os


(marginal placenta pravia)
 Persalinan vaginal mungkin terjadi, terutama jika plasenta ditanam secara
anterior.
 Kehilangan darah dalam porsi sedang.
 Fetal hypoxia akan muncul

Placenta praevia jenis ke-3

 Plasenta berada di tengah-tengah bagian dalam serviks.


- Pendarahan akan timbul terutama ketika bagian bawah merentang dan
 Serviks mulai terhapus/ tak terlihat serta membesar pada akhir kehamilan
- Persalinan vaginal sangat tepat

Placenta jenis ke-4

 Plasenta berada ditengah serviks internal os dan sepertinya akan


menimbulkan pendarahan.
 Persalinan melalui vagina tidak disarankan.
- Bedah caesar perlu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan
fetus.

Tanda dan gejala placenta praevia

 Pendarahan tanpa rasa sakit pada vagina terjadi pada malam hari
 Uterus tidak terasa lembut atau keras saat disentuh/pijat
 Kepala fetus tidak mau menyembul
 Terdapat malpresentasi
 Posisi miring atau melintang
 Posisi tidak stabil, umumnya terjadi pada multigravida

Diagnosa

 Menggunakan scanning ultrasonic akan memperkuat keberadaan placenta


praevia dan menetapkan tingkatannya.
 Warna darah merah terang, menunukkan pendarahan segar.

Perkiraan

Jika pendarahan terjadi karena tekanan darah ibu yang rendah, laju
pernafasan dan detak jantung kemungkinan normal. Timbulnya pendarahan,
akibat;

 Tekanan darah dan laju detak jantung meningkat.


 Napas cepat
 Warna kulit ibu memucat, dingin, dan lembab
 Tidak diupayakan pemeriksaan vaginal
Perkiraan kondisi fetus

Tanyakan pada ibu apakah aktivitas fetus normal. Cetak fetus yang
berlebihan atau terhenti adalah indikasi lain timbulnya fetal hypoxia.

Penangan pada placenta praevia

Penanganan pada placenta praevia tergantung pada:


 Jumlah pendarahan
 Kondisi ibu dan fetus
 Tahap kehamilan

Penanganan konservatif sangat tepat jika terjadi sedikit pendarahan,


sedangkan kondisi ibu dan fetus baik.

 Wanita dirawat di rumah sakit setidaknya sampai pendarahan terhenti.


Pemeriksaan speculum (pemeriksaan menggunakan alat yang berguna
untuk memperbesar mulut atau jalan di dalam tubuh) akan
dikesampingkan.
 Ultrasound scans dilakukan berulang pada jarak tertentu untuk mengamati
posisi placenta kaitannya dengan cervical os.

Jika pendarahan atau fetus matang, pemeriksaan per vagina akan dilakukan
dibawah general anesthetic diruang operasi. Jika plasenta terasa, bedah caesar
akan dilakukan tanpa penundaan.

Jika perawat/bidan sadar bahwa jika dicapai persalinan vaginal, ada


kemungkinan bahaya pendarahan postpartum, karena plasenta telah berada di
bagian bawah.

Penanganan aktif – timbulnya pendarahan vaginal mengharuskan persalinan


segera dengan jalan bedah caesar. Ini akan dilakukan dalam unit dengan fasilitas
ruang khusus, terutama bayi yang lahir secara prematur.
Komplikasi-komplikasi

 Post partam haemorrhage (pendarahan pasca-melahirkan). Bayi baru lahir


seharusnya diberi obat-obatan oxytoxic.

Ada kalanya pendarahan tak terkendali terus berlanjut, sehingga memerlukan


bedah caesar untuk memindahkan sebagian atau seluruh uterus.
 Shock pada ibu
 Kematian pada ibu
 Fetal hypoxia kaitannya dengan pemisahan plasental.
 Kematian janin

6.4.2 placental abruption

Placental abruption adalah pemisahan plasenta yang terjadi secara


prematur, kondisi ini normal terjadi pada minggu ke-28 kehamilan. Etiologi
terhadap jenis pendarahan ini tidak selalu jernih, tetapi terkadang berkaitan
dengan kehamilan yang memengaruhi timbulnya hipertensi atau preduksian secara
tiba-tiba ukuran uterus. Trauma langsung terhadap abdomen dalam mngeluarkan
plasenta secara parsial jarang terjadi. Placental abruption merupakan peristiwa
pendarahan yang bersifat kebetulan dan hanya 2% dari seluruh pendarahan
kehamilan yang ada. Pemisahan parsial pada plasenta menyebabkan pendarahan
dari maternal venous sinuses dalam bantalan plasental. Pendarahan berikutnya
berlanjut untuk memisahkan plasenta kepada tingkat yang lebih besar atau lebih
kecil.

Jenis-jenis placental abruption

Darah yang hilang dari placental abruption mungkin didefinisikan sebagai


pendarahan yang terungkap, pendarahan tersembunyi atau campuran keduanya.
Selanjutnya pengklasifikasian alternatif, didasarkan pada tingkat
separasi/pemisahan dan oleh karenanya berkaitan dengan kondisi ibu dan bayi
apakah mengalami pendarahan ringan, sedang atau berat.

Pendarahan tersembunyi adalah:

 Darah bertahan dibelakang placenta


 Ibu memiliki tanda-tanda dan gejala hypovolaemic shock (goncangan
akibat menurunnya volume sirkulasi darah di dalam tubuh).
 Penyebab pembesaran uterus dan rasa sakit yang sangat parah.
 Uterus tampak lebam dan mengalami edema.

Pendarahan terungkap- darah mengalir ke bagian luar dan tak ada darah
yang terkumpul di belakang plasenta. Adapun kombinasi dari kedua situasi
tersebut, dimana sebagian darah mengalir melalui vagina dan yang lain bertahan
di belakang plasenta dikenal sebagai pendarahan campuran.

Perkiraan kondisi ibu

Kemungkinan ada riwayat kehamilan yang memengaruhi terjadinya


hipertensi, external cephalic version/ versi kepala bagian luar. Jika ada pemisahan
plasental setelah kelahiran bayi kembar pertama atau hilangnya sejumlah besar
cairan amniotic/selaput terdalam yang melingkupi embrio selama pecah ketuban
aminiotic.

Jika kehilangan darah terjadi;

Pada tingkat yang lebih hebat dikaitkan dengan rasa sakit di bagian abdominal.
Uterus memiliki konsistensi yang kuat dan menjaga sentuhan abdomen.
Bagian-bagian fetus mungkin tidak tersentuh, jantung fetus misalnya tidak
mungkin terdengar dengan stetoskop fetus.

Penanganan

 Banyak wanita dengan riwayat suggestive of placenta abruption sangat


membutuhkan pertolongan medis. Segera kirim ke unit konsultasi
kandungan setelah dilakukan pengamanan infuse darah ke pembuluh vena
dalam (securing interavenous infusion).
 Rasa sakit memperburuk shock yang dialami sehingga harus dikurangi.
 Pemberian infuse ke pembuluh darah vena bagian dalam

Observasi

 Tanda vital harus dicatat


 Keluaran saluran kencing harus diperkirakan secara akurat
 Asupan cairan harus dicatat secara akurat
 Jika fetus hidup, maka detak jantung fetus harus dimonitor secara terus-
menerus.
 Kemunduran kondisi ibu atau fetus harus dilaporkan segera kepada dokter
kandungan.

Jika ibu belum berada dalam proses melahirkan dan usia kandungan
kurang dari 37 minggu, maka kemungkinan dia akan dirawat dibagian anternal
selama beberapa hari dan memperkirakan risiko-risiko yang kemungkinan akan
terjadi.

Para ibu yang telah memasuki usia kehamilan minggu ke-37 akan
memiliki amniotomy yang memengaruhi proses melahirkan. Pendarahan lanjutan
atau bukti yang membahayakan fetus, mengindikasikan perlunya dilakukan bedah
caesar.
Pemisahan moderat/menengah pada plasenta mungkin akan kehilangan
darah sebanyak 1000 ml, sedangkan dalam pemisahan plasenta berat kira-kira
akan kehilangan darah sebanyak 2000 ml atau lebih sirkulasi darah.

Komplikasi-komplikasi

 Coagulations defects (pembekuan cacat)


 Gagal ginjal dan gagal pituitari
 Postpartum haemorrhage/pendarahan sesudah melahirkan
 Kematian fetus di dalam kandungan.

Penatalaksanaan Perawatan-Hemoragi Pascapartum

Perdarahan pascapartum dapat dengan cepat menjadi syok. Dengan demikian,


perawat harus mengkaji wanita dengan cermat dan secara keseluruhan. Riwayat
wanita harus ditinjau kembali untuk menemukan factor-faktor yang akan
mempredisposisi perdarahan pascapartum (kotak 21-10) warna, jumlah, dan, jika
memungkinkan, sumber perdarahan harus dikaji. Tanda-tanda vital bukan
indikator syok yang dapat dipercaya dalam periode pascapartum awal karena
volume darah meningkat pada periode ini. Pengkajian meliputi suatu evaluasi
distensi kandung kemih karena kandung kemih yang distensi mencegah kontraksi
uterus.

Perawatan segera pada wanita yang mengalami perdarahan pascapartum meliputi


pengkajian tanda vital dan konsistensi uterus saat oksitosin diberikan, penjelasan
tentang rasional prosedur dan pentingnya tindakan segera diberikan kepada
pasien.

Perawatan yang diberikan kepada wanita yang mengalami laserasi perineum sama
dengan perawatan yang dianjurkan untuk episiotomi, yaitu pemberian analgesia
yang dibutuhkan untuk meredakan nyeri dan kompres panas atau dingin sesuai
kebutuhan. Untuk menghindari cedera pada garis jahitan, seorang wanita dengan
laserasi derajat-ketiga atau keempat tidak diberi supositoria rektal pascapartum
atau enema rutin. Perhatian pada diet dan asupan cairan ditekankan, begitu juga
pada pemberian pelunak tinja peroral, yang akan membantu klien memperoleh
kembali defekasinya.

Perawatan wanita yang mengalami inversi uterus berfokus pada upaya


menstabilkan segera status perdarahan. Apabila uterus telah digeser secara
manual, tindakan harus dilalakukan dengan hati-hati setelah bayi lahir untuk
menghindari masase fundus yang agresif.

Syok Hemoragi

Hemoragi adalah suatu ancaman utama pada ibu selama siklus usia subur. Syok
hemoragi merupakan situasi kedaruratan dimana perfusi organ-organ tubuh
menjadi sangat terganggu dan kematian sapat terjadi. Terapi, agresif dibutuhkan
untuk mencegah akibat yang merugikan (misalnya, kematian seluler, beban cairan
berlebih, syok paru, toksisitas oksigen).

Mekanisme kompensasi fisiologis diaktifkan sebagai respons terhadap


perdarahan. Kelenjar adrenal melepaskan katekolamin, menyebabkan konstriksi
arteriol dan venul dikulit, paru-paru, saluran cerna, hati, dan ginjal. Aliran darah
yang ada beralih, ke otak dan jantung dan menjauhi organ-organ lain, termasuk
uterus. Apabila syok berlangsung lama, reduksi oksigenasi selular yang kontinu
mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asidosis. Asidosis (penurunan pH
darah) menyebabkan vasodilatasi arteriol dan vasokontriksi venul menetap. Pola
sirkular terjadi : perfusi menurun, anoksia jaringan meningkat, terbentuk edema,
dan akumulasi darah lebih jauh menurunkan perfusi. Terjadi kematian selular.
KOTAK 21-10
Faktor Risiko Hemoragi Pascapartum
Kelahiran sesaria
Kelahiran seorang bayi yang besar
Kelahiran yang dibantu forsep atau alat ekstrasi vakum
Distensi uterus berlebihan akibat hidramnion, gestasi multifetal, janin besar
Manipulasi intrauterine/pengeluaran plasenta secara manual
Laserasi jalan lahir
Pemberian magnesium sulfat selama persalinan atau selama pascapartum
Multiparitas
Hemoragi pascapartum sebelumnya
Abrupsio plasenta, fragmen plasenta yang tertahan
Persalinan yang diinduksi/diaugmentasi pitosin
Atoni uterus
Inversi uterus
Subinvolusi uterus

Penatalaksanaan Perawatan-Syok Hemoragi

Syok hemoragi sering terjadi dengan cepat. Namun, selama kehamilan,


peningkatan volume darah dapat menutupi tanda-tanda dini syok. Tanda dini syok
pada wanita hamil ialah takikardi ringan. Ketika status syok memburuk, frekuensi
denyut jantung terus meningkat disertai penurunan tekanan darah. Apabila wanita
masih hamil, terjadi suatu pirau darah dari plasenta. Pola frekuensi denyut jantung
yang mengkhawatirkan dapat merupakan tanda syok yang paling dini muncul.
Segera setelah wanita memperlihatkan tanda dan gejala syok (table 21-8), perawat
memberi bantuan dan peralatan. Perawat harus memiliki standing orders untuk
memulai pemberian cairan intravena dan harus mengetahui tipe infus yang akan
digunakan dan uji laboratorium yang akan dilakukan. Sambil menunggu
kedatangan dokter, perawat memastikan kepatenan jalan napas, yang meliputi
insersi jalan napas dan memfasilitasi pemberian oksigen. Perawat dapat
mengangkat salah satu panggul pasien untuk menghindari sindrom hipotensi
supine. Posisi Trendelenburg (dengan kepala di bawah dan kaki diangkat) tidak
dianjurkan karena posisi ini dapat mengganggu fungsi kardiopulmoner.

Ketika dokter tiba, perawat membantu dengan melakukan dan memantau upaya
meningkatkan perfusi jaringan. Untuk mempertahankan volume sirkulasi,
diperlukan pemberian volume cairan dalam jumlah besar. Selang intravena kedua
dipasang dengan menggunakan jarum berlubang besar. Perawat harus siap
membantu pemasangan kateter Swan-Ganz atau suatu kateter vena sentral jika
dibutuhkan. Kristaloid dalam jumlah besar (Ringer laktat atau normal saline)
meningkatkan volume plasma. Namun, larutan tersebut menurunkan tekanan
onkotik koloid (collid oncotic pressure[COP]). Seiring penurunan COP, risiko
edema pulmoner meningkat. Untuk mengompensasi hal ini, larutan koloid
(albumin) harus digunakan untuk menyeimbangkan efek volume dan COP
(Dorman, 1989). Perawat melanjutkan dengan memantau, mengkaji, dan mencatat
pernapasan, nadi, tekanan darah, kondisi kulit, haluaran urine, tingkat kesadaran,
dan parameter hemodinamika (CVP atau Swan-Ganz) untuk mengevaluasi
keefektifan penatalaksanaan yang telah dilakukan.

Tabel 21-8
Ringan Sedang Berat Menetap
pernapasan Cepat, dalam Cepat, menjadi Cepat, dangkal, Tidak teratur atau
dangkal dapat tidak jelas terlihat.
teratur.
Nadi Cepat, tonus Cepat, tonus Sangat cepat, Nadi di apeks
normal dapat normal, mudah kolaps, tidak teratur.
tetapi menjadi dapat tidak
lebih lemah taratur

Tekanan darah Normal atau Tekanan sistolik Tekanan sistolik Tidak ada yang
hipertensi 60 sampai 90 di bawah 60 mm dapat dipalpasi
mm Hg Hg
Kulit Sejuk dan pucat Sejuk, pucat, Dingin lembab, Dingin, lembab,
lembab, kulit di sianosis pada sianosis
lutut sianotik bibir dan kuku-
kuku jari

Haluaran urine Tidak ada Menurunkan Oliguria (kurang Anuria


perubahan sampai 10 dari 10 ml)
sampai 22 sampai anuria
ml/jam (orang
dewasa)
Tingkat Waspada, Terorientasi, Letargik, Tidak berespons
kesadaran terorientasi, murung atau bereaksi terhadap terhadap stimulus
ansietas difus kegelisahan stimulus yang berbahaya
meningkat berbahaya,
komatosa.
CVP Mungkin normal 3 cm H2O 0 sampai 3 cm
(1 sampai 7 cm H2O
H2O

Status pernapasan yang efektif sangat penting, yakni tubuh secara mandiri
mengeluarkan kelebihan asam dengan meningkatkan frekuensi napas. Bantuan
ventilasi dengan memberikan oksigen dan/atau ventilasi mekanis dapat
diperlukan.

Frekuensi denyut jantung meningkat dan menjadi tidak teratur seiring bertambah
parahnya syok. Pada tahap dini syok selama masa hamil, tekanan darah sistolik
meningkat, sementara pada tahap lanjut syok, tekanan darah sistolik menurun.
Dalam kehamilan, tekanan darah bukan indikator yang sensitif bahwa syok akan
terjadi. Akibat peningkatan volume darah selama masa hamil, 30% darah dapat
hilang sebelum tanda-tanda syok muncul (Dorman,1989). Pola frekuensi denyut
jantung janin yang mengkhawatirkan biasanya muncul sebelum terjadi perubahan
tanda-tanda vital pada ibu.
Perfusi ke kulit dikorbankan dalam upaya tubuh mempertahankan aliran darah ke
jantung dan otak. Oleh Karena itu, kondisi kulit merupakan bukti yang berharga
untuk menunjukkan keparahan syok. Perawat mengkaji derajat iskemia atau
sianosis dasar kuku, kelopak mata, dan kulit di dalam mulut (mukosa bukal, gusi,
lidah). Perawat mencatat derajat kesejukan dan kelembaban kulit dengan
melakukan palpasi.

Perawat mengukur haluaran urine setiap jam. Haluaran urine yang buruk (kurang
dari 30 ml perjam) dapat mengindikasikan perburukan syok atau ketidakadekuatan
terapi cairan, peningkatan haluaran mengindikasikan perbaikan kondisi wanita
tersebut.

Keadekuatan perfusi serebral dapat diperkirakan dengan mengevaluasi tingkat


kesadaran wanita. Pada tahap awal penurunan aliran darah serebral, wanita
mungkin mengeluh “melihat bintang” merasa pusing, atau merasa mual. Ia
mungkin merasa gelisah dan mengalami ortopnea. Seiring peningkatan hipoksia
serebral, wanita menjadi bingung dan bereaksi lambat atau tidak bereaksi sama
sekali terhadap stimulus. Suatu peningkatan sensorium merupakan indikator
perbaikan,

Hasil yang diperoleh dari CVP mengukur fungsi (misalnya, tekanan darah)
jantung kanan. Nilai normal memiliki rentang antara 1 dan 7 cm H2O (Clark,
dkk., 1989). Nilai yang menurun atau rendah mengindikasikan ketidakadekuatan
volume darah atau hipovolemia. Nilai yang menigkat atau tinggi mengindikasikan
kerusakan kontraktilitas jantung. Metode yang lebih teliti untuk mengevaluasi
status hemodinamika dan fungsi jantung ialah penggunaan kateter Swan-Ganz
(PA), suatu kateter arteri pulmoner (AP) lumen ganda yang mengukur fungsi
jantung sisi kanan dan kiri. Dengan menggembungkan balon pada ujung kateter,
seseorang dapat mengukur baji arteri pulmoner (pulmonary artery wedge pressure
[PAWP]), suatu indikator fungsi jantung sisi kanan. Pada pasien dengan gangguan
hemodinamika, kemampuan untuk mengavaluasi fungsi jantung sisi kiri sangat
penting. Gagal jantung sisi-kiri mendahului gagal jantung sisi-kanan sampai 12
jam. Nilai normal memiliki rentang antara 6 dan 10 mm Hg selama masa hamil
(Clark, dkk., 1989). Karena edema pulmoner dapat terjadi pada wedge pressure
bayi yang lebih rendah selama masa hamil, penggunaan kateter AP menghasilkan
informasi yang lebih bermanfaat daripada data yang diperoleh hanya dengan CVP.

Ansietas dapat menjalar. Sikap tenang, percaya diri, serta pemberian penjelasan
yang sederhana merupakan aspek penting perawatan.

Terapi penggantian darah merupakan hal yang biasa dilalukan pada


penatalaksanaan hemoragi (table 21-9). Gejala klinis umum volume intravaskular
yang adekuat (hipovolemia) yang memerlukan penggantian darah meliputi hal-hal
tersebut.

1. Bukti hemoragi (kehilangan sejumlah besar darah secara eksternal atau


internal dalam waktu singkat)
2. Bukti syok hipovolemia (nadi meningkat, kulit dingin dan lembab,
pernapasan cepat, merasa gelisah, haluaran urine menurun)
3. Penurunan haemoglobin dan hematokrit dibawah kadar yang dapat
diterima selama trimester kehamilan atau status bukan-hamil.

Pemberian cairan secara agresif dan penggantian darah bukan tanpa risiko.

Dua puluh empat jam setelah periode syok adalah waktu yang kritis. Perawat
mengobservasi adanya beban cairan berlebih, syok paru, dan toksisitas oksigen.
(tabel 21-10).

Reaksi terhadap transfuse dapat muncul setelah pemberian darah atau komponen
darah. Bahkan dalam suatu kondisi kedaruratan, setiap komponen darah harus
diperiksa sesuai protocol rumah sakit . komplikasi yang terjadi meliputi reaksi
hemolitik, reaksi febril, reaksi alergi, sirkulasi berlebihan, dan embolisme udara.
Transfusi cepat dengan menggunakan darah yang sebelumnya dibekukan dapat
membuat jantung menjadi dingin dan mengakibatkan aritmia dan henti jantung.
Harus diingat bahwa darah yang terbendung kekurangan. Kalsium, sehingga
meningkatkan risiko aritmia dan pendarahan lebih jauh.
TABEL 21-9 Penggantian Faktor Pembekuan
Infus dan faktor Kebutuhan Risiko Hasil akhir yang
diharapkan
Plasma beku-segar; Faktor pembekuan Hepatitis B, HIV Fibrinogen
factor-faktor hilang meningkat sampai
pembekuan 10 mg/dl perunit
darah yang
diinfuskan
Kriopresipital; I, Konsentrasi Hepatitis, HIV Fibrinogen
V, VII, XIII fibrinogen <50 meningkat 2
mg/dl konsentrasi sampai 5 mg/dl
50.000/mm³ harus sampai 10 mg/dl
dicari per unit darah
yang diinfusikan
Konsentrat <20.000/mm³ Isoimunisasi resus Hitung trombosit
trombosit, pada wanita Rh- meningkat 7500
trombosit negatif mm³ per unit
darah yang
diinfuskan

Anda mungkin juga menyukai