HEMORAGI
HEMORAGI
MAKALAH
Diajukan kepada Dosen Pengajar Ibu Lisbet Octovia Manalu, S.kep., Ners ,.
M.kep untuk Memenuhi Salah satu Tugas kelompok pada Mata Kuliah Maternitas
Semester 3
Disusun Oleh:
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Subhaanahu wa Ta’aala, Tuhan sekalian alam yang
telah Menganugerahkan limpahan rahmat serta cinta-Nya, Tuhan Sang Pemilik
ilmu yang telah Mencurahkan ilmu yang tiada berbatas serta Merizqikan
pemahaman ilmu kepada kita. Dan dengan Kehendak-Nya, penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hemoragi”. Tanpa Kuasa-Nya, tiada
daya dan upaya dalam diri kita.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata
kuliah Maternitas semester 3 program studi S1 Keperawatan di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Rajawali Bandung, dengan dosen pengampu Ibu Lisbet Octovia
Manalu, S.Kep., Ners ,. M.Kep.
Makalah yang kami susun ini membahas tentang Antepartum
haemorrhage/ pendarahan sebelum melahirkan, Jenis-jenis ante partum
Hemorrhage (pendarahan sebelum melahirkan), Penatalaksanaan Perawatan-
Hemoragi Pascapartum, syok hemoragi, hingga perawatan yang seharusnya
dilakukan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemeriksaan Fisik................................................................................. 3
B. Tanda-Tanda Vital................................................................................ 3
1. Tekanan Darah................................................................................ 5
2. Denyut Nadi................................................................................... 6
3. Respirasi/Pernapasan...................................................................... 7
4. Suhu Tubuh.................................................................................... 8
C. Sistem Urine....................................................................................... 11
D. Glukosa Darah.................................................................................... 13
E. Laporan Hasil Pengamatan................................................................. 17
A. Kesimpulan......................................................................................... 25
B. Saran................................................................................................... 26
LAMPIRAN........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia menurut departemen kesehatan
tahun 2002 adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh
dibanding dengan sasaran Indonesia sehat 2010 dimana sasaran angka
kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan infeksi.
Perdarahan menyebabkan 25% kematian ibu di dunia berkembang dan yang
paling banyak adalah perdarahan pasca salin. Diperkirakan ada 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita
mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut
terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.
Terdapat beberapa kasus kegagalan dalam penanganan pasca salin,
contohnya kegagalan untuk menilai gambaran klinis, perkiraan kehilangan
darah yang tidak adekuat, pengobatan yang tertunda, kurangnya kerja tim
multidisiplin dan kegagalan untuk mencari bantuan adalah beberapa
masalah yang penting untuk diperhatikan.
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi
ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan,
atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu,
tersedianya sarana dan perawatan sarana yang memungkinkan, penggunaan
darah dengan segera merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri
yang layak. Setiap wanita hamil dan nifas yang mengalami pendarahan,
harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk selanjutnya dapat
diberi pertolongan dengan tepat. Mengingat komplikasi yang sangat fatal
dapat terjadi akibat keterlambatan penanganan perdarahan pasca salin,
pengenalan dini dan penanganan segera dan tepat terhadap adanya tanda-
tanda perdarahan pasca salin akibat atonia uteri akan menyelamatkan
penderita dari kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Antepartum haemorrhage?
2. Apa saja pengaruh Antepartum haemorrhage bagi fetus dan ibu?
3. Apa saja jenis-jenis Antepartum haemorrhage?
4. Apa saja jenis-jenis dan gejala placenta praevia?
5. Penangan apa yang dibutuhkan pada placenta praevia?
6. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan pada Antepartum
haemorrhage jenis placenta praevia?
7. Apa yang dimaksud dengan Placental abruption?
8. Apa saja jenis-jenis placental abruption ?
9. Apa saja penanganan serta bagaimana observasi yang tepat untuk
dilakukan?
10. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan pada Antepartum
haemorrhage jenis placental abruption?
11. Apa saja perawatan untuk hemoragi pascapartum?
12. Apa yang dimaksud dengan syok hemoragi?
13. Apa saja penatalaksanaan perawatan syok hemoragi?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Antepartum haemorrhage atau pendarahan sebelum
melahirkan
2. Mengetahui tentang pengaruh Antepartum haemorrhage bagi fetus dan
ibu
3. Mengetahui tentang jenis-jenis Antepartum haemorrhage
4. Mengetahui tentang jenis dan gejala placenta praevia
5. Mengetahui tentang penanganan yang dibutuhkan untuk pendarahan
jenis placenta praevia
6. Mengetahui tentang komplikasi apa yang dapat ditimbulkan pada
placenta praevia
7. Mengetahui tentang Antepartum haemorrhage jenis placental abruption
8. Mengetahui tentang jenis-jenis placental abruption
9. Mengetahui tentang penanganan serta bagaimana obsevasi yang tepat
untuk digunakan pada Antepartum haemorrhage jenis placental
abruption
10. Mengetahui apa saja komplikasi yang ditimbulkan pada Antepartum
haemorrhage jenis placental abruption
11. Mengetahui tentang perawatan hemoragi pascapartum
12. Mengetahui tentang syok hemoragi
13. Mengetahui tentang penatalaksanaan syok hemoragi
BAB II
PEMBAHASAN
Pendarahan vagina pada akhir usia kehamilan dibatasi dengan pemisahan plasenta
kaitannya dengan placenta praevia atau pemisahan pada plasenta.
Pendarahan tanpa rasa sakit pada vagina terjadi pada malam hari
Uterus tidak terasa lembut atau keras saat disentuh/pijat
Kepala fetus tidak mau menyembul
Terdapat malpresentasi
Posisi miring atau melintang
Posisi tidak stabil, umumnya terjadi pada multigravida
Diagnosa
Perkiraan
Jika pendarahan terjadi karena tekanan darah ibu yang rendah, laju
pernafasan dan detak jantung kemungkinan normal. Timbulnya pendarahan,
akibat;
Tanyakan pada ibu apakah aktivitas fetus normal. Cetak fetus yang
berlebihan atau terhenti adalah indikasi lain timbulnya fetal hypoxia.
Jika pendarahan atau fetus matang, pemeriksaan per vagina akan dilakukan
dibawah general anesthetic diruang operasi. Jika plasenta terasa, bedah caesar
akan dilakukan tanpa penundaan.
Pendarahan terungkap- darah mengalir ke bagian luar dan tak ada darah
yang terkumpul di belakang plasenta. Adapun kombinasi dari kedua situasi
tersebut, dimana sebagian darah mengalir melalui vagina dan yang lain bertahan
di belakang plasenta dikenal sebagai pendarahan campuran.
Pada tingkat yang lebih hebat dikaitkan dengan rasa sakit di bagian abdominal.
Uterus memiliki konsistensi yang kuat dan menjaga sentuhan abdomen.
Bagian-bagian fetus mungkin tidak tersentuh, jantung fetus misalnya tidak
mungkin terdengar dengan stetoskop fetus.
Penanganan
Observasi
Jika ibu belum berada dalam proses melahirkan dan usia kandungan
kurang dari 37 minggu, maka kemungkinan dia akan dirawat dibagian anternal
selama beberapa hari dan memperkirakan risiko-risiko yang kemungkinan akan
terjadi.
Para ibu yang telah memasuki usia kehamilan minggu ke-37 akan
memiliki amniotomy yang memengaruhi proses melahirkan. Pendarahan lanjutan
atau bukti yang membahayakan fetus, mengindikasikan perlunya dilakukan bedah
caesar.
Pemisahan moderat/menengah pada plasenta mungkin akan kehilangan
darah sebanyak 1000 ml, sedangkan dalam pemisahan plasenta berat kira-kira
akan kehilangan darah sebanyak 2000 ml atau lebih sirkulasi darah.
Komplikasi-komplikasi
Perawatan yang diberikan kepada wanita yang mengalami laserasi perineum sama
dengan perawatan yang dianjurkan untuk episiotomi, yaitu pemberian analgesia
yang dibutuhkan untuk meredakan nyeri dan kompres panas atau dingin sesuai
kebutuhan. Untuk menghindari cedera pada garis jahitan, seorang wanita dengan
laserasi derajat-ketiga atau keempat tidak diberi supositoria rektal pascapartum
atau enema rutin. Perhatian pada diet dan asupan cairan ditekankan, begitu juga
pada pemberian pelunak tinja peroral, yang akan membantu klien memperoleh
kembali defekasinya.
Syok Hemoragi
Hemoragi adalah suatu ancaman utama pada ibu selama siklus usia subur. Syok
hemoragi merupakan situasi kedaruratan dimana perfusi organ-organ tubuh
menjadi sangat terganggu dan kematian sapat terjadi. Terapi, agresif dibutuhkan
untuk mencegah akibat yang merugikan (misalnya, kematian seluler, beban cairan
berlebih, syok paru, toksisitas oksigen).
Ketika dokter tiba, perawat membantu dengan melakukan dan memantau upaya
meningkatkan perfusi jaringan. Untuk mempertahankan volume sirkulasi,
diperlukan pemberian volume cairan dalam jumlah besar. Selang intravena kedua
dipasang dengan menggunakan jarum berlubang besar. Perawat harus siap
membantu pemasangan kateter Swan-Ganz atau suatu kateter vena sentral jika
dibutuhkan. Kristaloid dalam jumlah besar (Ringer laktat atau normal saline)
meningkatkan volume plasma. Namun, larutan tersebut menurunkan tekanan
onkotik koloid (collid oncotic pressure[COP]). Seiring penurunan COP, risiko
edema pulmoner meningkat. Untuk mengompensasi hal ini, larutan koloid
(albumin) harus digunakan untuk menyeimbangkan efek volume dan COP
(Dorman, 1989). Perawat melanjutkan dengan memantau, mengkaji, dan mencatat
pernapasan, nadi, tekanan darah, kondisi kulit, haluaran urine, tingkat kesadaran,
dan parameter hemodinamika (CVP atau Swan-Ganz) untuk mengevaluasi
keefektifan penatalaksanaan yang telah dilakukan.
Tabel 21-8
Ringan Sedang Berat Menetap
pernapasan Cepat, dalam Cepat, menjadi Cepat, dangkal, Tidak teratur atau
dangkal dapat tidak jelas terlihat.
teratur.
Nadi Cepat, tonus Cepat, tonus Sangat cepat, Nadi di apeks
normal dapat normal, mudah kolaps, tidak teratur.
tetapi menjadi dapat tidak
lebih lemah taratur
Tekanan darah Normal atau Tekanan sistolik Tekanan sistolik Tidak ada yang
hipertensi 60 sampai 90 di bawah 60 mm dapat dipalpasi
mm Hg Hg
Kulit Sejuk dan pucat Sejuk, pucat, Dingin lembab, Dingin, lembab,
lembab, kulit di sianosis pada sianosis
lutut sianotik bibir dan kuku-
kuku jari
Status pernapasan yang efektif sangat penting, yakni tubuh secara mandiri
mengeluarkan kelebihan asam dengan meningkatkan frekuensi napas. Bantuan
ventilasi dengan memberikan oksigen dan/atau ventilasi mekanis dapat
diperlukan.
Frekuensi denyut jantung meningkat dan menjadi tidak teratur seiring bertambah
parahnya syok. Pada tahap dini syok selama masa hamil, tekanan darah sistolik
meningkat, sementara pada tahap lanjut syok, tekanan darah sistolik menurun.
Dalam kehamilan, tekanan darah bukan indikator yang sensitif bahwa syok akan
terjadi. Akibat peningkatan volume darah selama masa hamil, 30% darah dapat
hilang sebelum tanda-tanda syok muncul (Dorman,1989). Pola frekuensi denyut
jantung janin yang mengkhawatirkan biasanya muncul sebelum terjadi perubahan
tanda-tanda vital pada ibu.
Perfusi ke kulit dikorbankan dalam upaya tubuh mempertahankan aliran darah ke
jantung dan otak. Oleh Karena itu, kondisi kulit merupakan bukti yang berharga
untuk menunjukkan keparahan syok. Perawat mengkaji derajat iskemia atau
sianosis dasar kuku, kelopak mata, dan kulit di dalam mulut (mukosa bukal, gusi,
lidah). Perawat mencatat derajat kesejukan dan kelembaban kulit dengan
melakukan palpasi.
Perawat mengukur haluaran urine setiap jam. Haluaran urine yang buruk (kurang
dari 30 ml perjam) dapat mengindikasikan perburukan syok atau ketidakadekuatan
terapi cairan, peningkatan haluaran mengindikasikan perbaikan kondisi wanita
tersebut.
Hasil yang diperoleh dari CVP mengukur fungsi (misalnya, tekanan darah)
jantung kanan. Nilai normal memiliki rentang antara 1 dan 7 cm H2O (Clark,
dkk., 1989). Nilai yang menurun atau rendah mengindikasikan ketidakadekuatan
volume darah atau hipovolemia. Nilai yang menigkat atau tinggi mengindikasikan
kerusakan kontraktilitas jantung. Metode yang lebih teliti untuk mengevaluasi
status hemodinamika dan fungsi jantung ialah penggunaan kateter Swan-Ganz
(PA), suatu kateter arteri pulmoner (AP) lumen ganda yang mengukur fungsi
jantung sisi kanan dan kiri. Dengan menggembungkan balon pada ujung kateter,
seseorang dapat mengukur baji arteri pulmoner (pulmonary artery wedge pressure
[PAWP]), suatu indikator fungsi jantung sisi kanan. Pada pasien dengan gangguan
hemodinamika, kemampuan untuk mengavaluasi fungsi jantung sisi kiri sangat
penting. Gagal jantung sisi-kiri mendahului gagal jantung sisi-kanan sampai 12
jam. Nilai normal memiliki rentang antara 6 dan 10 mm Hg selama masa hamil
(Clark, dkk., 1989). Karena edema pulmoner dapat terjadi pada wedge pressure
bayi yang lebih rendah selama masa hamil, penggunaan kateter AP menghasilkan
informasi yang lebih bermanfaat daripada data yang diperoleh hanya dengan CVP.
Ansietas dapat menjalar. Sikap tenang, percaya diri, serta pemberian penjelasan
yang sederhana merupakan aspek penting perawatan.
Pemberian cairan secara agresif dan penggantian darah bukan tanpa risiko.
Dua puluh empat jam setelah periode syok adalah waktu yang kritis. Perawat
mengobservasi adanya beban cairan berlebih, syok paru, dan toksisitas oksigen.
(tabel 21-10).
Reaksi terhadap transfuse dapat muncul setelah pemberian darah atau komponen
darah. Bahkan dalam suatu kondisi kedaruratan, setiap komponen darah harus
diperiksa sesuai protocol rumah sakit . komplikasi yang terjadi meliputi reaksi
hemolitik, reaksi febril, reaksi alergi, sirkulasi berlebihan, dan embolisme udara.
Transfusi cepat dengan menggunakan darah yang sebelumnya dibekukan dapat
membuat jantung menjadi dingin dan mengakibatkan aritmia dan henti jantung.
Harus diingat bahwa darah yang terbendung kekurangan. Kalsium, sehingga
meningkatkan risiko aritmia dan pendarahan lebih jauh.
TABEL 21-9 Penggantian Faktor Pembekuan
Infus dan faktor Kebutuhan Risiko Hasil akhir yang
diharapkan
Plasma beku-segar; Faktor pembekuan Hepatitis B, HIV Fibrinogen
factor-faktor hilang meningkat sampai
pembekuan 10 mg/dl perunit
darah yang
diinfuskan
Kriopresipital; I, Konsentrasi Hepatitis, HIV Fibrinogen
V, VII, XIII fibrinogen <50 meningkat 2
mg/dl konsentrasi sampai 5 mg/dl
50.000/mm³ harus sampai 10 mg/dl
dicari per unit darah
yang diinfusikan
Konsentrat <20.000/mm³ Isoimunisasi resus Hitung trombosit
trombosit, pada wanita Rh- meningkat 7500
trombosit negatif mm³ per unit
darah yang
diinfuskan