TEORI RALAT
A. Pendahuluan
Faktor penyebab timbulnya ralat dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu ralat
sistematik (systematic error), ralat rambang (random error), dan ralat kekeliruan
pengukuran. Ketiga jenis ralat itu diuraikan sebagai berikut.
1. Ralat sistematik
Ralat kelompok ini bersifat tetap, dapat dibuang dan pada umumnya disebabkan oleh
faktor-faktor berikut ini.
a. Faktor alat, misal karena: kalibrasi alat, nilai skala, kondisi alat yang berubah,
pengaruh alat terhadap besaran yang diukur.
1
b. Faktor pengamatan, misal karena: ketidak cermatan pengamat dalam membaca,
yang disebabkan pada saat membaca kepala terlalu miring ke kanan atau ke kiri,
sehingga nilai terbaca bergeser dari nilai yang sebenarnya.
c. Kondisi fisis pengamatan, misal karena kondisi fisis pada saat pengamatan tidak
sama dengan kondisi fisis pada saat peneraan alat, sehingga mempengaruhi
penunjukan alat.
d. Metoda pengamatan, ketidak tepatan pemilihan metoda akan mempengaruhi hasil
pengamatan, misal sering terjadi kebocoran besaran fisis seperti panas, cahaya
dan sebagainya.
2. Ralat rambang
Setiap pengukuran atau pengamatan berulang untuk suatu besaran fisis yang tetap
ternyata menghasilkan nilai yang berbeda. Ralat yang terjadi pada pengukuran
berulang ini disebut sebagai ralat rambang atau ralat kebetulan atau ralat random.
Faktor-faktor penyebab ralat rambang adalah sebagai berikut.
a. Salah tafsir, misal penafsiran terhadap harga skala terkecil oleh pengamat
berbeda dari waktu ke waktu.
b. Kondisi fisis yang berubah (fluktuatif) misal karena suhu atau tegangan listrik
ruang yang tidak stabil.
c. Gangguan, misal karena ada medan magnet yang kuat mempengaruhi
penunjukan meter-meter listrik.
d. Definisi, misal karena penampang pipa tidak bulat betul maka penentuan
diameter pipa akan menimbulkan ralat.
2
Berdasarkan uraian di atas, dapat dimengerti bahwa ralat selalu muncul pada setiap
pengukuran, yang disebabkan oleh keterbatasan alat ukur baik pada alat ukur itu
sendiri maupun pada pengukuran. Usaha yang dapat dilakukan adalah memperkecil
ralat itu, sehingga diperoleh hasil yang teliti dan dapat dipercaya.
Dalam pengukuran dikenal istilah estimasi, yaitu usaha untuk memperkecil ralat dan
kalau mungkin membuangnya sama sekali. Estimasi ralat sistematis dilakukan
dengan melakukan cheking pada alat ukur dan membetulkan penunjukan skala,
check nilai terbaca, atau pilih metoda analisis yang benar. Ralat rambang diestimasi
dengan pengukuran berkali-kali. Ralat kekeliruan tindakan merupakan ralat yang
disebabkan perilaku pengukur.
Pengukuran besaran dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pada
pengukuran besaran secara langsung benda diukur dan langsung diperoleh hasil
ukurnya, misal pada pengukuran diameter pensil dengan jangka sorong. Pada
pengukuran tidak langsung hasil ukur yang dicari melalui hitungan dari besaran yang
diukur langsung, misal pada pengukuran volume pensil yang dilakukan dengan
mengukur diameter pensil dengan jangka sorong dan panjang pensil dengan mistar.
Ralat pengukuran langsung terjadi karena pengamatan dan merupakan ralat rambang.
Ralat pengukuran tidak langsung terjadi karena ralat rambang dari setiap jenis
pengamatan secara langsung, ralat ini menyebabkan ralat yang merambat. Semakin
banyak parameter yang diukur langsung, maka ralat hasil ukur semakin besar.
Keadaan ini disebabkan oleh perambatan tiap-tiap ralat oleh setiap pengukuran
langsung yang menyumbang ralat hasil pada pengukuran tidak langsung. Penyebab
ralat pada pengukuran adalah sebagai berikut.
1. Ralat pengamatan
Bila pengamatan atau pengukuran dilakukan beberapa kali pada besaran yang diukur
secara langsung, hasilnya dapat berbeda-beda. Sebagai contoh pengukuran yang
dilakukan k kali dengan hasil pengukuran ke i adalah xi (i=1,2,3,…k). Nilai terbaik
atau yang mungkin benar adalah nilai rerata dari hasil uji itu, dilambangkan dengan
x́, yang memenuhi persamaan:
3
k
xi x1 + x 2 + x3 + …+ x k
x=∑
i=1 = (1.1)
k
k
Selisih atau penyimpangan antara nilai ukur ke i dengan nilai ukur rerata disebut
deviasi (dengan lambing x), sehingga:
Deviasi merupakan penyimpangan terhadap nilai terbaik dari nilai terukur yang
bersangkutan (xi). Dikenal pula istilah deviasi standar, yang didefinisikan sebagai
akar rerata kuadrat deviasinya (x) atau
k k
√ √
2
x= ∑ ( xi ) ∑ ( x i−x )2 (1.3)
i=1 i=1
−¿
k (k −1) k (k −1)
x x
x r= , atau x r = . 100 (1.4)
x x
Selanjutnya harga atau nilai dari suatu pengukuran (x) dapat ditulis:
4
Tabel 1.1. Data hasil pengukuran panjang batang
x r=
√ ∑ ( x i )2
i=1
k ( k −1 )
=
√ 0.0036
10 ( 10−1 )
x = x± x = (47,490 ± 0,007) cm
0,007
Dengan ketelitian 100% - . 100% = 99,989%
47,490
2. Ralat perambatan
5
Seringkali besaran fisis diukur langsung, tetapi dihitung dari unsure-unsurnya,
sebagai contoh volume kubus dihitung dari sisi-sisi yang diukur, kecepatan dihitung
dari jarak yang ditempuh dibagi dengan waktu yang diperlukan untuk menempuh
jarak tersebut. Pada pengukuran sisi kubus, setiap sisi memberikan ralat, maka pada
hasil hitungan volumenya pun timbul ralat sebagai perpaduan ralat oleh sisi yang
diukur secara langsung. Ralat yang timbul sebagai hasil hitungan ini dinamakan ralat
perhitungan atau ralat rambatan. Nilai terbaik tergantung pada nilai terbaik variabel
unsurnya.
Secara matematik, besaran V berhubungan dengan variabelnya (x,y,z) sehingga V=
V(x,y,z). Maka nilai terbaiknya adalah V = (x , y , z), sedangkan deviasi standar
reratanya dirumuskan sebagai:
2 2 2
V V V
V =
√( ) ( ) ( ) z
x
2
x+
y
2
y +
z
2
(1.6)
6
V
= yz = (3,22)(2,57) = 8,2754
x
V
= xz = (5,12)(2,57) = 13,1564
y
V
= xy = (5,12)(3,22) = 16,4864
z
Deviasi reratanya adalah:
V = √ ( 8,2754 )2 ( O ,02 )2 + ( 13,1564 )2 ( 0,01 )2 + ( 16,4864 )2 ( 0,01 )2 = 0,5643
Contoh 2.
Tentukan jarak titik api lensa (f) yang diukur secara langsung. Jarak benda ke lensa
(o) dan jarak bayangan ke lensa (b). Hasil pengukuran langsung adalah o =
1 1 1
( 20,1 ±0,2 ) cm, hubungan antara f, o ,dan b adalah: = + , atau
f o b
o,b ( 20,1 ) ( 25,5 )
f= = = 11,24 cm
o+b ( 20,1 )+ ( 25,5 )
f 2 2 f 2 2
Deviasi standar rerata dari f adalah: f =
√( )o
o+
b ()
b,
f b2 ( 25,5 )2
() = =
o ( o+b )2 ( 20,1+25,5 )2
=0,3128
f o2 ( 20,1 )2
() = =
b ( o+b )2 ( 20,1+25,5 )2
=0,1943
D. Metoda Grafik
Analisis data dengan metoda grafik lebih praktis dan memudahkan pandangan.
Keadaan ini disebabkan karena dengan melihat grafik secara sekilas, letak benar atau
7
salah analisis sudah dapat diketahui, sehingga tidak perlu banyak kalimat yang harus
dibaca. Pada pembuatan grafik perlu diperhatikan dasar-dasar sebagai berikut.
1. Absis (sumbu datar = x) dipilih sebagai besaran sebab, ordinat (sumbu tegak = y)
sebagai besaran akibat. Pemilihan besaran absis dan ordinat harus bersesuaian
dengan keadaan yang paling menguntungkan, misalnya dapat menghapus ralat
sistematis.
2. Persamaan yang digunakan harus persamaan linear.
3. Nilai skala (sumbu x dan sumbu y) dipilih bulat dan memberikan kemiringan
garis (slope) pada kisaran antara 30° dan 60°.
4. Gunakan minimal 10 titik data, setiap titik data ditulis dengan jelas, serta nilai
ralat di setiap titik data (misalnya berarah y) digambar sebagai garis ke atas dan
ke bawah dari titik data tersebut.
5. Garis ditarik melalui titik-titik data yang paling mungkin (tidak setiap titik harus
dilalui). Slope ketidakpastian ditarik dari titik data paling menyimpang di kedua
ujung data dan dihubungkan dengan titik tengah (pusat) data. Kedua garis itu
memberi makna bahwa siapa pun yang menarik garis selalu antara garis yang
paling mungkin dan garis ketidakpastian.
6. Garis yang melalui titik-titik data yang paling mungkin menghasilkan slope yang
paling mungkin, sedangkan garis yang melalui ujung titik data grafik yang paling
menyimpang menghasilkan slope ketidakpastian. Slope yang paling mungkin dan
slope ketidakpastian digunakan untuk menentukan nilai ukur yang dituju yang
paling mungkin dan ketidakpastiannya.
8
BAB II
AVOMETER
A. Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan avometer adalah untuk memahami cara kerja avometer dan
menentukan daya guna avometer.
C. Landasan Teori
9
Multimeter yang sering digunakan pada umumnya menggunakan meter kumparan
putar sebagai meter indikatornya. Meter kumparan putar terdiri atas kumparan yang
dapat berputar dalam medan magnet bila kumparan itu dialiri arus listrik. Sebuah
pegas spiral berfungsi mengembalikan kumparan tersebut dengan keseimbangan.
Jika arus searah I melewati kumparan n lilitan yang berada didalam medan magnet
B, maka kumparan akan mengalami momen gaya sebesar:
M=N.B.A.I (2.1)
dengan:
M = momen gaya
N = jumlah lilitan
B = medan magnet
A = luas kumparan
I = arus listrik
Momen gaya ini dilawan oleh momen gaya pegas dan momen gaya redaman. Meter
kumparan putar yang digunakan pada multimeter pada umumnya mempunyai sifat
orde besar arus defleksi skala penuh (full scale deflection = fsd) 200, dan tahanan
300 hm. Multimeter tuas (saklar) pilihan fungsi untuk:
a. Arus searah DC m)
b. Tegangan arus searah V DC)
c. Tegangan arus bolak-balik (V AC)
d. Tahanan (hm)
D. Pelaksanaan Percobaan
Pada papan peraga tersedia sejumlah komponen listrik, seperti resistor, kapasitor,
dioda dan induktor.Sumber tenaga arus bolak-balik dengan frekuensi 50 Hz dan
sumber tegangan searah.Cara pengujian adalah sebagai berikut.
Pada pengujian ini tidak diperlukan sumber tegangan, sehingga posisi switch pada
keadaan off (lampu mati). Saklar multimeter pada posisi (ohm), dipilih skala
terbesar. Sebelum pengukuran dimulai, multimeter dalam keadaan nol, dengan cara
10
dihubungkannya probe merah dan hitam, kemudian memutar knob 0 adj sehingga
meter siap untuk mengukur tahanan (resistor). Jika pembacaan terlalu kecil atau
terlalu besar, maka diganti pada skala lain yang sesuai. Pada saat pemindahan skala,
sebelum diggunakan untuk mengukur, meter harus dalam keadaan nol.
Saklar pada posisi V DC diubah, dengan menggunakan skala terbesar. Sumber daya
pada papan peraga dihidupkan hingga lampu menyala. Tegangan DC diukur dengan
memasang probe hitam pada kutub negatif dan probe merah pada kutub positif. Lalu
tegangan yang terjadi dicatat.
Saklar multimeter diubah pada posisi DC (m), dipilih skala terbesar, kemudian
dibuat rangkaian seperti bagan dengan menghubungkan langsung probe merah
dengan kutub positif sumber.
Dibaca nilai arus yang lewat, bila pembacaan terlalu kecil atau terlalu besar maka
dipilih skala yang sesuai. Nilai arus dicatat sebagai I i. Setelah itu mengambil
multimeter lalu menghubungkan antara titik a dan b dengan kabel. Melalui
penggunaan multimeter ini, tegangan pada kutub-kutub diukur, sebelumnya saklar
dipindahkan pada posisisi VDC. Lalu dicatat nilai atau hasil tegangan, misal sebesar
V 1, dari besaran tersebut nilai tahanan yang terpasang dapat dihitung kembali ( R1
),dengan rumus:
R1
R= V
1
(2.2)
11
4. Penggunaan multimeter sebagai voltmeter AC
Saklar multimeter diubah pada posisisi AC, dipilih skala terbesar. Dipilih skala yang
lain bila pembacaan terlalu kecil atau terlalu besar. Pengukuran tegangan AC ini
berfungsi untuk menghitung induktansi dengan Layout sebagai berikut.
V 32−V 12−V 22
cos ¿ (2.4)
2 V 1V 2
Sehingga:
V1
C = 2RV farrad (2.5)
2 sin❑
dengan
f = frekuensi listrik (50 Hz)
R= tahanan
Dengan cara yang sama kapasitas dari kapasitor yang lain dapat dihitung.
12
Gambar 2.3.Untaian RL
V a = V 1 , V b = V 2 , V a = V 3diukur, dengan beda fase 0, maka V 1 dengan V 2 adalah
b c c
RV 2 sin❑
L = V .2 f (2.5)
1
1. Percobaan Ohmmeter
2. Percobaan Voltmeter DC
Tabel 2.2. Percobaan Voltmeter DC
I II III Volt
No
Volt Volt Volt (rata-rata)
1 14,5 14,513 14,5 14,5
V 1 + V 2 +V 3
Rata−rata( V 0 )=
3
14 ,5+14 ,5+14 , 5
= =14 ,5
3
3. Percobaan Amperemeter DC
Mencari nilai R digunakan rumus :
V
R=
I
V 11,2
R 1= = =56000
I 1
0,2 x
1000
V 11,9
R 2= = =47600
I 1
0,25 x
1000
V 12,9
R 3= = =25800
I 1
0,5 x
1000
V 14,1
R4 = = =4548,39
I 1
3,1 x
1000
V 14,3
R 5= = =1588,89
I 1
9x
1000
V 14,9
R6 = = =541,818
I 1
27,5 x
1000
V 14,9
R7 = = =331,111
I 1
45 x
1000
14
1 11,2 11,2 11,2 0,20 0,20 0,20 56000
2 11,9 11,9 11,9 0,25 0,25 0,25 47600
3 12,9 12,9 12,9 0,50 0,50 0,50 25800
4 14,1 14,1 14,1 3,10 3,10 3,10 4548,39
5 14,3 14,3 14,3 9,00 9,00 9,00 1588,89
6 14,9 14,9 14,9 27,50 27,50 27,50 541,818
7 14,9 14,9 14,9 45,00 45,00 45,00 331,111
R(Ω) Kesalahan
No
Hasil Pengamatan Hasil Perhitungan Relatif
1 58000 56000 -3,571%
2 47000 47600 1,261%
3 28000 25800 -8,527%
4 5000 4548,39 -9,929%
5 1850 1588,89 -16,433%
6 500 541,82 7,718%
7 220 331,11 33,557%
4. Percobaan Voltmeter AC
a. Menghitung besar nilai θ dengan persamaan
V 32 −V 12 −V 22 132−0,12−5,12
cos θ 1= = =140,1765
2 V 1V 2 2× 0,1× 5,1
15
θ1=error
V 32 −V 12−V 22 132−02−5,452
cos θ 2= = =error
2 V 1V 2 2× 0 ×5,45
θ2=error
16
V1 6
C 5= =
2 πfR V 2 sinθ 2× π × 50× 4548,39 ×11 × sin 84,7840°
¿ 3,8351.10−7 farrad
V1 0
C 6= =
2 πfR V 2 sinθ 2 × π × 50× 4548,39 ×13 × sinθ
¿ error
V1 5
C 7= =
2 πfR V 2 sinθ 2× π × 50× 4548,39 ×10 × sin63,8961 °
¿ 3,8986.10−7 farrad
17
4 12,25 1,4 13 60,3322o 7,0509.10−6 1,4384
5 6 11 13 84,7840o 3,8351.10−7 26,4464
6 0 13 13 error error error
7 5 10 13 63,8961 ° 3,8986.10−7 26,0156
F. Pembahasan
Berdasarkan hokum ohm bahwa arus yang melewati logam sebanding dengan
tegangan sehingga semakin besar hambatan maka semakin kecil arus untuk suatu
tegangan. Besar kapasitas berbanding lurus dengan tegangan (V). Hasil perhitungan
R dengan menggunakan rumus dan hasil R dari hasil percobaan di labortorium
mempunyai hasil yang berbeda. Hal ini dikarenakan faktor ketelitian dari pengamat
dan alat ukur yang digunakan di dalam percobaan di laboratorium.
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa praktik fisika dasar ini
bertujuan untuk menambah pengetahuan / ilmu tentang alat avometer kepada
mahasiswa. Agar dapat diaplikasikan didunia kerja. Dan berdasarkan percobaan
diatas dapat dilihat bahwa tahanan R dalam percobaan Amperemeter DC dari
pertama sampai terakhir, semakin besar V dan I maka akan semakin kecil tahanannya
(R).
H. Daftar Pustaka
18
BAB III
TRANSFORMATOR
A. Tujuan Percobaan
19
Gambar 3.1. Alat Uji Transformator
C. Landasan Teori
Cara kerja tranformator dapat dijelaskan dengan gambar 3.2. Tranformator tersusun
oleh kumparan primer dan sekunder yang dililit pada susunan pelat besi lunak yang
disebut teras transformator (tranformer core).
Arah Arus
Sesaat
20
Kumparan primer, dengan jumlah lilitan Np, adalah tempat daya listrik diberikan ke
transformator. Kumparan sekunder, dengan jumlah lilitan Ns, adalah tempat daya
listrik diambil dari transformator oleh beban.
Kalau kumparan primer dihubungkan dengan sumber daya, maka pada teras akan
dibangkitkan fluks medan magnet. Karena kumparan sekunder juga meliliti teras,
maka kumparan ini juga meliliti fluks medan magnet yang dibangkitkan oleh
kumparan primer.
Fluks medan magnet pada teras nilainya selalu berubah-ubah sesuai dengan
perubahan arus primer, sehingga pada kumparan sekunder dibangkitkan tenaga gerak
listrik (tgl) induksi (Hukum Faraday). Besarnya tgl ini sebanding dengan jumlah
lilitan. Sehingga kalau tegangan kumparan primer Vp dan sekunder Vs, maka secara
ideal berlaku persamaan sebagai berikut.
V s Ns
Faktor lipat tegangan¿ = (3.1)
V p Np
dengan :
Vs = tegangan sekunder
Vp = tegangan primer
Ns = jumlah lilitan sekunder
Np = jumlah lilitan primer
Pada umumnya kumparan sekunder suatu transformator tidak hanya satu, tetapi
terdiri atas beberapa kumparan. Besar tegangan tiap kumparan sebanding dengan
jumlah lilitan tiap-tiap kumparan. Transformator yang ideal adalah transformator
yang tidak memiliki kerugian daya. Berarti bahwa daya yang diberikan pada
kumparan primer = daya yang diberikan oleh kumparan sekunder atau memenuhi
persamaan berikut.
V p . I p=V s . I s (3.2)
atau dapat ditulis sebagai :
V p . I p cos θ p =V s . I s cos θ s (3.3)
dengan :
Ip = arus primer
Is = arus sekunder
21
p
cos = faktor daya primer
Np
2
K t =I p r p + { Ns }
2
r s =I p Rtp (3.5)
atau
Ns
2
K t =I s r s + { 2
}
r =I s Rts
Np p
(3.6)
Dengan Rtp dan Rts masing-masing adalah tahanan tara primer dan skunder, serta
memenuhi persamaan :
Np
Rtp =r p +( )r s
Ns
Ns
Rts =r s +( )r
Np p
Rtp
Nilai dapat dihitung dengan membuat kumparan sekunder dihubung pendek.
Saat itu tegangan masuk Vp serta arus Ip memenuhi persamaan :
Vp
Rtp ¿
I 2p
22
Vp
Impedansi tara primer dinyatakan sebagai Z p = sehingga reaktansinya dapat
Is
Daya guna (efisiensi) transformator secara teoritis dapat dihitung dengan η yang
merupakan daya dapat dipakai dibagi daya yang diberikan oleh sumber, dengan
hubungan:
V p I p cos θ p
η=
V p I p cos θ p + I p2 Rtp + rugiteras
atau
V s I s cos θs
η=
V s I s cos θ s+ I s2 Rts + rugiteras
Pada umumnya, besar Vs tergantung pada beban, jika Vso merupakan tegangan
sekunder tanpa beban, sedangkan Vsb tegangan sekunder dengan beban penuh,
selanjutnya didefinisikan sebagai faktor regulasi (R) dengan:
Vso Vsb
R
Vsb
Secara teoritis faktor regulasi (R) dapat dihitung dengan mengukur tegangan
kumparan primer dan sekunder pada saat kumparan sekunder tanpa beban.
Selanjutnya digunakan persamaan :
Ns
V p−V s
R Np V −V p
¿ = s
Vs Vp
D. Pelaksanaan Percobaan
23
Beban
Trafo
24
1,2−28,5
R 2= =−0,9579
28,5
1,7−37,4
R 3= =−0,9545
37,4
2,3−48,8
R4 = =−0,9529
48,8
NS
Menentukan nilai
NP
NS V s
=
NP V p
NS 0,9
= =0,0407
NP 22,1
NS 1,2
= =0,0421
NP 28,5
NS 1,7
= =0,0454
NP 37,4
NS 2,3
= =0,0471
NP 48,8
25
1,6−35
R 1= =−0,9542
35
2,8−55,8
R 2= =−0,9498
55,8
4,5−86,2
R 3= =−0,9478
86,2
6,7−124,7
R4 = =−0,9463
124,7
NS
Menentukan nilai
NP
NS V s
=
NP V p
NS 1,6
= =0,0457
NP 35
NS 2,8
= =0,0502
NP 55,8
NS 4,5
= =0,0522
NP 86,2
NS 6,7
= =0,0537
NP 124,7
26
1−22,6
R 1= =−0,9557
22,6
2,2−46,2
R 2= =−0,9524
46,2
3,5−68,5
R 3= =−0,9489
68,5
4,8−92,4
R4 = =−0,9481
92,4
6,2−116,1
R 5= =−0,9466
116,1
NS
Menentukan nilai
NP
NS V s
=
NP V p
NS 1
= =0,0442
NP 22,6
NS 2,2
= =0,0476
NP 46,2
NS 3,5
= =0,0511
NP 68,5
NS 4,8
= =0,0519
NP 92,4
NS 6,2
= =0,0534
NP 116,1
a. Menghitung Zp
Vp
Zp=
Is
22,6
Zp1= =779,3103
0,029
46,2
Zp2= =190,9091
0,242
68,5
Zp3= =223,8562
0,306
92,4
Z p 4= =249,7297
0,370
27
116,1
Zp5= =2668,9655
0,0435
b. Menghitung Rtp
Rp = 34,5 Ohm
Rs = 0,7 Ohm
Ns
Rtp =R p + ( ) R
Np s
c. Menghitung Kt
K t =I 2p Rtp
K t 4=0,0322 ×34,5363=35,3652.10−3
K t 5 =0,0392 × 34,5374=52,5314.10−3
Vp Ip Vs Is R NS Rtp Zp
No
(Volt) (Ampere) (Volt) (Ampere) (Ohm) NP (Ohm) (Ohm)
1 22,6 0,008 1,0 0,029 -0,9557 0,0442 34,5309 779,3103
2 46,2 0,018 2,2 0,242 -0,9524 0,0476 34,5333 190,9091
3 68,5 0,025 3,5 0,306 -0,9489 0,0511 34,5358 223,8562
4 92,4 0,032 4,8 0,370 -0,9481 0,0519 34,5363 249,7297
5 116,1 0,039 6,2 0,435 -0,9466 0,0534 34,5374 2668,9655
28
F. Pembahasan
Hubungan kemagnetan antara kumparan primer dan skunder yaitu kumparan primer
sebagai tempat daya listrik yang diberikan kepada trafo, sedangkan kumparan
sekunder adalah sebagai tempat tempat daya listrik yang diambil dari trafo oleh
beban, dalam hal ini jika kumparan primer dihubungkan kesumber maka keteras
akan dibangkitkan fliks medan magnet yang dibangkitkan nilainya selalu berubah-
ubah sesuai dengan perubahan arus primer. Sehingga pada kumparan sekunder
dibangkitkan tenaga sekunder.
Hubungan antara kedua rumus regulasi pada umumnya besarnya V s tergantung pada
beban, jika Vs merupakan tegangan sekunder tanpa beban sedangkan Vab tegangan
V s −V ab
= .
sekunder dengan beban penuh selanjutnya dapat didefinisikan (R). R V ab
G. Kesimpulan
H. Daftar Pustaka
29
BAB IV
MEDAN MAGNET BUMI
A. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan medan magnet bumi adalah untuk memahami asas kerja
magnetometer serta menentukan intensitas horisontal dari magnet bumi dengan
magnetometer.
30
1. Alat medan magnet bumi.
2. Stopwatch.
C. Landasan Teori
Jika sebuah batang magnet yang bermomen magnet M , berada di dalam ruang
31
Jika J merupakan momen kelelembaman batang magnet maka berlaku hubungan
sebagai berikut.
d2 φ
τ =J =−MHsinφ (4.2)
d t2
Jika φ < 1, maka sinφ ≈ φ (dalam radian), dan persamaan dituliskan dalam bentuk :
d2 φ
J =−MHφ=−Dφ (4.3)
dt 2
atau
d2φ D
+ φ=0 (4.4)
dt 2 J
Jika batang magnet diganggu dari posisi kesetimbangannya dan kemudian berayun
bebas, maka periode ayunan batang magnet (T) adalah :
J J 1
T 2=4 π 2 =4 π 2 = (4.5)
D MH GH
atau
1 M
=G (4.6)
4 π2 J
Selanjutnya batang medan magnet kecil akan digetarkan di dalam medan magnet
magnet bumi dan sebuah medan H dari sebuah kumparan yang berarus. Kuat
persamaan
H r =H +H e . Pada keadaan ini He selalu kita anggap positif,
sedangkan H adalah positif atau negatif bila searah atau berlawanan arah dengan
32
Mengacu pada persamaan (4.5), maka satuan dari G adalah (Acm -1). Selanjutnya
dibuat perjanjian bahwa i adalah positif bila H dan He searah atau negatif bila
berlawanan arah. Keadaan ini dibagi menjadi 3 yaitu :
1. i > 0,H > 0, medan kumparan H dan medan bersama He adalah searah.
−H e l
2. i> dan 0 > H > -He, medan kumparan berlawanan arah dengan medan
n
−H e l
magnet bumi. Jadi H searah dengan medan magnet bumi. Untuk i= , maka
n
H + He = 0, jadi medan magnet bumi tepat senilai dan berlawanan arah dengan
medan kumparan. Pada saat itu periode ayun batang magnet adalah tak
terhingga.
−H e l
3. i< dan H < He. Kondisi ini menunjukkan medan kumparan berlawanan
n
arah dan harga mutlaknya lebih besar dari medan magnet bumi, sehingga medan
magnet bersama juga berlawanan arah dengan medan magnet bumi.
Akibat adanya perubahan dari 2 ke 3, batang magnet berputar 180°. Jika dipandang
terhadap batang magnet, maka keadaan ini sesuai dengan pemutaran kedua medan
sebesar 180°. Terjadi pembalikan arah arus dalam kumparan, sehingga pada
dan (
H +H e ) sekarang negatif, maka persamaan (4.5) menjadi 2 kelompok berikut
ini.
1. Keadaan 1 dan 2 :
1
T 2= (4.8)
G(H + H e )
2. Keadaan 3 :
1
T 2= (4.9)
G(H + H e )
33
Pada keadaan x0 adalah harga x saat i = 0, selanjutnya dengan persamaan (4.8) dan
(4.9) diperoleh kaitan untuk keadaan 1 dan 2 sebagai berikut :
x=ai+ x 0 (4.11)
Sedangkan untuk keadaan 3 dinyatakan dengan :
x=−(ai+ x 0) (4.12)
1
Sehingga untuk semua keadaan, x (¿ ) adalah berbanding linear terhadap i.
T2
Pekerjaan selanjutnya adalah menghitung tetapan yang ada dan x, kemudian
membuat grafik x sebagai fungsi i, dan menghitung nilai He.
Keterangan gambar :
S : Kumparan berbentuk solenoida
Rg : Tahanan geser
K : Komutator
E : Sumber daya arus searah
A : Amperemeter
Gambar 4.2. Setup Percobaan Medan Magnet Bumi
D. Pelaksanaan Percobaan
34
5. Langkah nomor 3 dan 4 dilakukan dengan mengubah arus dari nol naik dengan
menggeser Rg.
6. Panjang kumparan diukur dan jumlah lilitan dihitung.
n = 536 lilitan
l = 33,5 cm
1 cm =16 lilitan
1. Keadaan Positif
Tabel 4.1. Percobaan Medan Magnet Bumi Keadaan Positif
10 T T I 1 I2 1
Rg .I
(detik) (detik) (Ampere) T2 (Ampere) T2
2. Keadaan Negatif
Tabel 4.2. Percobaan Medan Magnet Bumi Keadaan Negatif
10 T T I 1 I2 1
Rg .I
(detik) (detik) (Ampere) T2 (Ampere) T2
Mati 16,33 1,633 0 0,3750 0 0
1 17 1,700 0,024 0,3460 5,76.10–4 8,3040.10–3
2 17,067 1,7067 0,033 0,3433 10,89.10–4 11,3289.10–3
3 18,5 1,850 0,044 0,2922 19,36.10–4 12,8568.10–3
4 20,33 2,033 0,052 0,2419 27,04.10–4 12,5788.10–3
5 16,67 1,667 0,063 0,3598 39,69.10–4 22,6674.10–3
35
6 15,67 1,567 0,072 0,4072 51,84.10–4 29,3184.10–3
Ʃ 121,567 12,1567 0,288 2,3654 154,58.10–4 97,0543.10–3
1 1
N . Σ __ . I−ΣI . Σ __
T2 T2
a=
N . ΣI 2 −(ΣI )2
−3
6×133 , 1599. 10 −0 , 293×2, 9922
a= =−6 ,1452
6×164 , 17 .10−4 −(0 ,293 )2
l X0
G=a H e=
n dan G
16
G=−6 ,1452 =−0 ,1834
536 (m.cm-1)-1 S2
0 ,7988
H e= =−4,3555
−0 ,1834 (Acm-1)
G perc−G Lit
| |×100 %
Kesalahan Literatur = G Lit
−0, 1834−5,7×10−5
| |×100%=−321854 ,386%
Kesalahan literatur = 5,7×10−5
36
b. Tabel Kuadrat Terkecil Negatif ( - )
1 1
ΣI 2 . Σ __ −ΣI . Σ __ . I
T2 T2
X 0=
N . ΣI 2−(ΣI )2
−4 −3
154 ,58 . 10 ×2 , 3654−0 , 288×97 , 0543 . 10
X 0= =0 , 8785
6×154 , 58.10−4 −(0 , 288)2
1 1
N . Σ __ . I−ΣI . Σ __
T2 T2
a=
N . ΣI 2 −(ΣI )2
−3
6×97 ,0534 . 10 −0 , 288×2, 3654
a= =−10 ,0892
6×154 , 58. 10−4 −(0 , 288 )2
l X0
G=a H e=
n dan G
16
G=−10 , 0892 =−0 ,3012
536 (m.cm-1)-1 S2
0 ,8785
H e= =−2 ,9167
−0 ,3012 (Acm-1)
G perc−G Lit
| |×100%
Kesalahan Literatur = G Lit
−0, 3012−5.7×10−5
| |×100%=−528521,0526 %
Kesalahan Literatur = 5.7×10−5
F. Pembahasan
Dari hasil percobaan yang dilakukan di laboratorium untuk medan magnet positif
37
pada medan magnet negatif (-) diperoleh H e : −2,9167 (Acm-1) dan G :
−0,3012 (m.cm-1)-1 S2. Sehingga pada medan magnet positif (+) nilai He lebih
kecil dan nilai G lebih besar dari pada medan magnet negatif (-).
G. Kesimpulan
H. Daftar Pustaka
BAB V
KEKENTALAN ZAT CAIR
A. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan kekentalan zat cair adalah untuk memahami asas kerja
viskosimeter, memahami tentang kekentalan zat cair, serta dapat menentukan angka
kental dinamis dari suatu cairan.
38
Pengujian kekentalan zat cair menggunakan alat-alat sebagai berikut.
1. Viskosimeter Oswald
2. Bejana Gelas
3. Gelas Ukur
4. Stopwatch
5. Termometer
6. Hydrometer
7. Larutan yang diselidiki (NaCl)
8. Aquadest
Dalam kehidupan sehari-hari terlihat bahwa air memiliki sifat lebih mudah diaduk
dan cepat tertuang dibandingkan dengan minyak lincir. Minyak lincir lebih kental
dari pada air. Mengaduk dan menuang adalah menggerakan zarah-zarah dan lapisan
cairan terhadap sesamanya. Pada suatu cairan yang mengalir, lapisan-lapisan itu
begerak dengan kecepatan yang tidak sama sehingga saling berdesakan.
G v + dv
dy
39
G v
Gambar 5.1. Skema Gerakan Zat Cair
Gaya gesek G antara 2 lapisan zat cair yang mengalir, berbanding lurus dengan luas
lapisan A dan perubahan kecepatan dv serta berbanding terbalik dengan perubahan
jarak dy.
dv dv
G≃ A G=ηA
Sehingga dy , atau dapat ditulis dy (5.1)
dengan :
G = Gaya gesek
= Angka kental dinamis (viskositas)
A = Luas lapisan
dv = Perubahan kecepatan
dy = Perubahan jarak
newton detik
dalam mks adalah =¿ 10 poise.
m2
Besar tergantung pada temperatur dan faktor lain. Pada pengaliran melalui pipa
dyne
sepanjang 1 cm dan jari-jari tampang R cm, karena perbedaan tekanan p dapat
cm2
ditunjukkan bahwa volume cairan (dalam cm3) yang mengalir dalam waktu t detik
adalah :
π R2 pt
V¿ (5.2)
8
40
A
B Termostat
Cara kerja percobaan kekentalan adalah sebagai berikut. Cairan yang akan diperiksa,
dialirkan melalui pipa vertikal. Pipa ini berda di dalam termostat (Gambar 5.1).
Bagian atas pipa membesar untuk menyimpan cairan yang akan diperiksa. Bila
waktu yang diperlukan untuk mengalir zat cair 1 dengan volume sesuai goresan A
sampai dengan B adalah t1, dan waktu untuk mengalirkan zat cair 2 dengan volume
yang sama adalah t2, maka :
s 1 t 1 s2 t 2 ❑1 s1 t 1
= atau ❑ = (5.3)
❑1 ❑2 2 s2 t 2
dengan :
s1 = berat jenis zat cair 1
s2 = berat jenis zat cair 2
Pada percobaan ini zat cair 1 adalah larutan garam (NaCl) dan zat cair 2 adalah air
murni (aquadest). Jadi dapat dibandingkan antara larutan NaCl dan aquadest.
Perbandingan ini dinamakan nisbi larutan, yaitu :
❑larutan Slarutan t larutan
nisbi ¿ ❑ = (5.4)
aquadest S aquadest t aquadest
Untuk mengetahui dinamis larutan (dL), harus diketahui dahulu nisbi larutan
seperti pada persamaan (5.4). Berdasarkan nisbi larutan tersebut dapat ditentukan
dinamis larutan dengan persamaan :
❑dL=❑nisbi .❑dA , dengan ❑dA=1,005. 10−2 poise (5.5)
41
Untuk setiap konsentrasi larutan dapat ditentukan dinamis larutan (dL).
D. Pelaksanaan Percobaan
a. Lama waktu yang dibutuhkan zat cair untuk mengalir kembali ke bawah dari
goresan A yang telah dihisap menuju ke goresan B.
t 1 +t 2+ t 3 40,9+ 40+39,8
∑taquadest : = =¿ 40,2333 detik
3 3
t 1 +t+ t 3 43+ 43+ 42,4
∑tlarutan1 : = =¿ 42,8000 detik
3 3
t 1 +t 2+ t 3 40,9+ 41+ 41
∑tlarutan2 : = =¿ 40,9670 detik
3 3
42
t 1 +t 2+ t 3 40+ 40,2+ 40,2
∑tlarutan3 : = =¿ 40,1333 detik
3 3
c. Menghitung η nisbi.
43
1,375 40,1333
d) nisbi larutan 3(25% Nacl + 75% aquadest)¿ × = 1,3716
1 40,2333
gr/cm3
F. Pembahasan
44
G. Kesimpulan
H. Daftar Pustaka
BAB VI
PEGAS
A. Tujuan Percobaan
45
Tujuan dari percobaan pegas adalah untuk memahami pengertian Hukum Hooke, dan
dapat mengukur tetapan pegas.
C. Landasan Teori
Berdasarkan Hukum Hooke, jika pada sebuah pegas diberi gaya F (Gambar 6.2)
maka pertambahan panjang pegas (∆x) akan sebanding dengan besar F. Hubungan
antara ∆x dan gaya F adalah sebagai berikut.
46
F=∆ x (6.1)
atau dengan memasukkan tetapan kesebandingan k maka persamaan (6.1) menjadi
F=k ∆ x (6.2)
Pegas dapat disusun secara seri maupun paralel. Analisis pegas susunan seri maupun
paralel, dilakukan dengan mendasarkan pada persamaan (6.2), dengan pertambahan
panjang pegas (∆x) sebanding dengan ( F=mg). Tetapan pegas ekivalen untuk
susunan seri (ks) oleh 2 pegas (k1 dan k2) adalah :
k1 . k2
ks¿ (6.3)
k 1 +k 2
Tetapan pegas ekivalen untuk susunan paralel (kp) oleh 2 pegas (k1 dan k2) adalah :
k p=k 1 +k 2 (6.4)
D. Pelaksanaan Percobaan
47
Gambar 6.2. Susunan Pegas Tunggal
Massa X ΔX
No. m2 Δx.m
(gr) (cm) (cm)
1 0 8 0 0 0
2 50 8.3 0.3 2500 15
3 60 8.5 0.5 3600 30
4 70 8.8 0.8 4900 56
48
5 80 9.8 1.8 6400 144
6 90 11 3 8100 270
7 100 12.6 4.6 10000 460
8 110 14.1 6.1 12100 671
9 120 15.4 7.4 14400 888
10 130 16.9 8.9 16900 1157
∑ 810 113.4 33.4 78900 3691
Pegas tunggal 1
10
9
8
7
6 f(x) = 0.07 x − 2.67
ΔX(cm)
R² = 0.78 ΔX(cm)
5
4 Linear (ΔX(cm))
3
2
1
0
0 20 40 60 80 100 120 140
m (gram)
49
∑ m2 . ∑ Δx−∑ m. ∑ m. Δx 78900 x33,4−810 x3691
a1 = a1 = =−2, 6670
N . ∑ m2 −( ∑ m)2 10 x78900−(810 )2
N . ∑ m. Δx−∑ m . ∑ . Δx 10 x3691−810 x 33, 4
b1 = b1 = =0 ,0742
N ∑ m2 −( ∑ m)2 10 x78900−(810 )2
g 9 , 81
K=− K=− =−132 , 2102 gr /det 2
b1 0 , 0742
b. Pegas 2
Tabel 6.2. Pegas Tunggal 2
Massa X ΔX
No. m2 Δx.m
(gr) (cm) (cm)
1 0 15 0 0 0
2 50 16 1 2500 50
3 60 16.6 1.6 3600 96
4 70 18 3 4900 210
5 80 19.6 4.6 6400 368
6 90 21.6 6.6 8100 594
7 100 23.8 8.8 10000 880
8 110 26.3 11.3 12100 1243
9 120 29 14 14400 1680
10 130 31.2 16.2 16900 2106
∑ 810 217.1 67.1 78900 7227
50
Pegas tunggal 2
18
16
14
12 f(x) = 0.13 x − 4.21
ΔX(cm)
10 R² = 0.83 ΔX(cm)
8 Linear (ΔX(cm))
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120 140
m (gram)
x1= 50, x2 = 60
y1 = 2,489, y2 = 3,829
y 2− y 1 3 ,829−2 , 489
M 1=
( )(
x 2−x 1
=
60−50 )
=0 ,134
−g −9 , 81
K= = =−73 , 2089 gr /det2
M 1 0 ,134
51
2. Konstanta Pegas Ganda
a. Pegas Susunan Seri
Massa X ΔX
No. m2 Δx.m
(gr) (cm) (cm)
1 0 28 0 0 0
2 50 30.1 2.1 2500 105
3 60 32.4 4.4 3600 264
4 70 34.5 6.5 4900 455
5 80 37.7 9.7 6400 776
6 90 41.6 13.6 8100 1224
7 100 45.7 17.7 10000 1770
8 110 49.6 21.6 12100 2376
9 120 53.5 25.5 14400 3060
10 130 57.3 29.3 16900 3809
∑ 810 410.4 130.4 78900 13839
Dari data hasil percobaan pegas dengan susunan seri, dapat dibuat sebuah grafik.
Grafik tersebut akan menggambarkan sebuah hubungan antara massa (gram) dengan
∆x= x – x0 (cm). Dan dilihat pula garis persamaan pada grafik tersebut.
Serta dari data hasil percobaan pegas dengan susunan seri, dapat dibuat pula sebuah
grafik yang menggambarkan sebuah hubungan antara massa (m) dengan ∆x.m.
52
Pegas seri
35
30
ΔX (cm) 25
20 f(x) = 0.25 x − 6.93
R² = 0.87 Δx(cm)
15
Linear (Δx(cm))
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120 140
m (gram)
Menghitung besar konstanta pegas seri dengan metode kuadrat terkecil dengan
persamaan y=0,246x – 6,930.
x1= 50, x2 = 60
y1 = 5,370, y2 = 7,830
y 2− y 1 7 , 830−5 , 370
M 1=
( x 2−x 1
=
)(
60−50
=0 ,246 )
−g −9 , 81
K= = =−39 , 8780 gr /det2
M 1 0 , 246
∑ m2 . ∑ Δx−∑ m. ∑ m. Δx
a1 =
N . ∑ m2 −( ∑ m)2
53
a. Pegas Susunan Paralel
Massa X ΔX
No. m2 Δx.m
(gr) (cm) (cm)
1 0 15 0 0 0
2 50 15.8 0.8 2500 40
3 60 16 1 3600 60
4 70 16.2 1.2 4900 84
5 80 16.5 1.5 6400 120
6 90 16.7 1.7 8100 153
7 100 17.1 2.1 10000 210
8 110 17.6 2.6 12100 286
9 120 18.4 3.4
14400 408
10 130 18.9 3.9 16900 507
11 140 19.9 4.9 19600 686
12 150 20.7 5.7 22500 855
13 160 21.9 6.9 25600 1104
14 170 23 8 28900 1360
15 180 24.3 9.3 32400 1674
16 190 25.6 10.6 36100 2014
17 200 26.8 11.8 40000 2360
18 210 28 13 44100 2730
19 220 29.3 14.3 48400 3146
20 230 30.5 15.5 52900 3565
∑ 2660 418.2 118.2 429400 21362
54
Pegas Paralel
18
16
14
12 f(x) = 0.07 x − 4.01
R² = 0.9
ΔX(cm)
10 ΔX(cm)
8 Linear (ΔX(cm))
6
4
2
0
0 50 100 150 200 250
m (gram)
Menghitung besar konstanta pegas paralel dengan metode kuadrat terkecil dengan
persamaan y=0,074x – 4,012
x1= 50, x2 = 60
y1 = -0,312, y2 = 0,428
y 2− y 1 0 , 428−(−0 ,312 )
M 1=
( x 2−x 1
=
)(
60−50
=0 , 074 )
−g −9 , 81
K= = =−132 ,5676 gr /det 2
M 1 0 , 074
2
∑ m . ∑ Δx−∑ m. ∑ m. Δx
a1 =
N . ∑ m2 −( ∑ m)2
55
F. Pembahasan
Jika sebuah gaya diberikan pada benda yang digantung vertikal, maka panjang benda
akan berubah. Jika besar perpanjangan Δl lebih kecil dibandingkan dengan panjang
benda, percobaan ini menunjukkan bahwa Δl sebanding dengan gaya yang diberikan
pada benda. Perbandingan ini dapat ditulis dalam persamaan :
F = k Δl
Keterangan :
F = Gaya yang menarik benda
K = Konstanta perbanding
Δl = Perubahan panjang
Hukum Hooke berlaku untuk hampir semua materi padat, tetapi hanya sampai suatu
batas tertentu. Karena jika gaya terlalu besar, maka benda akan meregang sangat
panjang dan akhirnya patah. Kurva dari persamaan diatas berupa garis lurus, dan
tidak ada satu hubungan sederhana antara F dan Δl. Tetapan pegas ekuivalen dari
susunan seri ( k s ) dan ( k p ) oleh kedua pegas yang memiliki tetapan pegas masing-
masing k1 dan k2 adalah :
1 1
k p= + ; k s =k 1 +k 2
k 1 k2
Dan dalam percobaan ini didapatkan tetapan pegas dengan perhitungan rumus di
atas, hal itu disebabkan karena faktor alat, pengamat, metode penelitian dan lain
sebagainya yang menyebabkan munculnya teori ralat.
G. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin berat massa yang
digantungkan pada sebuah pegas maka pertambahan panjangnya semakin besar. Dan
susunan sebuah pegas mempengaruhi pertambahan panjang pegasnya juga. Misalnya
56
disusun secara seri maka pertambahan panjangnya lebih besar dibandingkan dengan
yang pegas yang disusun secara paralel.
H. Daftar Pustaka
57
58