Anda di halaman 1dari 17

Laboratorium Mineralogi Petrologi

Jurusan Teknik Lingkungan


Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

ACARA 5
BATUAN PIROKLASTIK
5.1 Dasar Teori
5.1.1 Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik merupakan sebuah jenis batuan vulkanik klastik
yang diciptakan oleh urutan proses yang berkaitan dengan letusan gunung
api. Material penyusun tersebut terendapkan dan terbatukan sebelum
mengalami transportasi (reworked) oleh air atau es (Williams, 1982). Pada
umumnya, erupsi gunung api mengeluarkan magma yang bersifat eksplosif
atau magma yang dilemparkan ke udara melalui lubang kepundan dan
membeku dalam berbagai ukuran mulai dari debu hingga bongkah dari
material yang bersifat padat, cair ataupun gas yang terdapat dalam perut
gunung api.
5.1.2 Penyusun Batuan Piroklastik
Material penyusun batuan piroklastik dikelompokkan sebagai berikut :
1) Kelompok Juvenil (Essential)
Bila material penyusun langsung dari magma terdiri dari padatan, atau
partikel tertelan dari suatu cairan yang mendingin dan kristal.
2) Kelompok Cognate (Accesory)
Bila material penyusunnya dari material hubungan yang berasal dari
letusan sebelumnya, dari gunung api yang sama atau tubuh vulkanik yang
lebih tua dari dinding kawah.
3) Kelompok Accidental (bahan asing)
Bila material penyusunnya merupakan bahan hamburan yang berasal dari
batuan non gunung api atau batuan dasar berupa batuan beku, sedimen
ataupun metamorf sehingga mempunyai komposisi yang beragam
(Suharwanto, 2023).
5.1.3 Klasifikasi Batuan Piroklastik
Menurut (Williams, 1982) , pengklasifikasian material piroklastik
dapat dikelompokan berdasarkan ukurunnya. Pengklasifikasin tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Bomb gunung api. Defenisi bomb ialah gumpalan-gumpalan lava yang

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-1


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

ukuran lebih besar dari 64 mm, dan sebagian atau semuanya plastis pada
waktu tererupsi.
b. Block Gunung Api (Volcanic Block), merupakan batuan piroklastik
yang dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari fragmen batuan yang sudah
memadat
lebih dulu dengan ukuran lebih besar dari 64 mm.
c. Lapilli berasal dari bahasa latin yaitu lapillus, nama untuk hasil erupsi
eksplosif gunungapi yang berukuran 2mm- 64mm. Selain dari atau
fragmen batuan kadang-kadang terdiri dari mineral-mineral augit,
olivine dan plagioklas. Bentuk khusus lapilli yang terdiri dari jatuhan
lava diinjeksi dalam keadaan sangat cair dan membeku diudara,
mempunyai bentuk membola atau memanjang dan berakhir dengan
meruncing.
d. Debu Gunungapi adalah batuan piroklastik yang berukuran 2mm-1/256
mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat erupsi.
Eksplosif Namun ada juga debu gunung api yang teriadi karena proses
penggesekan pada waktu erupsi gunung api. Debu gunungapi masih
dalam keadaan belum terkonsolidasi.
5.1.4 Struktur Batuan Piroklastik
Seperti halnya batuan vulkanik lainnya, batuan piroklastik
mempunyai struktur vesikuler, skoria dan amigdaloidal. Selain itu batuan
jenis ini juga mengalami proses pengendapan, sehingga struktur sedimen
seperti laminasi,perlapisan dan graded bedding juga dapat terbentuk. Jika
klastika pijar dilemparkan ke udara dan kemudian terendapkan dalam
kondisi masih panas, memiliki kecenderungan mengalami pengelasan antara
klastika satu dengan lainnya. Struktur tersebut dikenal dengan pengelasan
atau welded.
Struktur batuan piroklastik hampir sama dengan batuan beku, namun
karena batuan piroklastik mempunyai ukuran skala kecil maka hanya
terdapat beberapa struktur seperti :
a) Masif, merupakan struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang
kenampakannya seragam.

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-2


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

b) Skoria, yaitu struktur batuan yang sangat banyak lubang – lubang gas
yang tidak beraturan.
c) Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang – lubang pada
batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas saat pembekuan.
d) Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral
lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit.
5.1.5 Tekstur Batuan Piroklastik
1. Derajat Pembundaran. Kebundaran adalah nilai membulat atau
meruncingnya bagian tepi butiran pada batuan klastika sedang sampai
kasar. Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya butiran
dimana sifat ini hanya bisa diamati pada batuan kasar dan dapat dilihat
dari bentuk batuan yang terdapat dalam batuan tersebut.
a. Well rounded (membudar baik)
Semua permukaan konveks, hampir equidimensional, speroidal.
b. Rounded (membundar)
Pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujung-ujung dan
tepi- tepi butiran bundar.
c. Sub rounded (membundar tanggung)
Permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung yang membundar.
d. Sub angular (menyudut tanggung)
Permukaan pada umumnya datar dengan ujung-ujung tajam.
e. Angular (menyudut)
Permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam.
2. Derajat Pemilahan (Sorting) Pemilahan adalah keseragaman ukuran
besar butir penyusun batuan klastika. Pemilahan adalah keseragaman
dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya bila semakin
seragam ukurannya dan besar butirnya maka pemilahan semakin baik.
Dalam pemilahan dipakai batasan – batasan sebagai berikut:
a. Pemilihan baik (well sorted)
b. Pemilihan sedang (moderated sorted)
c. Pemilihan buruk (poorly sorted)
3. Kemas (Fabric) Kemas terbagi menjadi dua yaitu :

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-3


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

a. KemasTerbuka Butiran tidak saling bersentuhan (mengambang


didalam matrik).
b. Kemastertutup Butiran saling bersentuhan satu sama lainnya
(Suharwanto, 2023).
5.1.6 Komposisi Batuan Piroklastik
1. Mineral - mineral Sialis (Silisium-alumunium) Mineral-mineral sialis
terdiri dari :
a) kwarsa (SiO2) yang hanya ditemukan pada batuan gunung api yang kaya
akan kandungan silika atau bersifat asam.
b) Feldspar, K-Feldspar, Na-Feldspar dan Ca-Feldspar.
c) Feldspathoid, merupakan kelompok mineral yang teriadi jika kondisi
larutan magma dalam keadaan tidak atau kurang jenuh akan kandungan
silika. 2. Mineral - mineral Ferromagnesia Merupakan kelompok mineral
yang kaya akan kandungan ikatan Fe-Mg cmsilikat dan kadang-kadang
disusul dengan Ca-silikat. Mineral - mineral tersebut hadir berupa
kelompok mineral :
a) Piroksen, merupakan mineral penting di dalam batuan gunungapi.
b) Olivin, mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan miskin silika.
3. Mineral Tambahan Mineral-mineral yang sering hadir contohnya
hornblende, magnetit, biotit, dan ilmenit (Suharwanto, 2023)
5.1.7 Acid Rain

Gambar 5.1 Acid Rain


(Sumber: Learning About Acid Rain, 2008)
Hujan asam adalah air hujan dengan pH (keasaman) 5,6 dimana air
murni berada dalam kesetimbangan dengan konsentrasi CO 2 global (350
ppm) di atmosfer. Pengaruh keasaman air hujan selain dipengaruhi oleh
unsur asam seperti SO42- , NO3- ,Cl- juga dipengaruhi unsur basa seperti NH3

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-4


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

dan CaCO3. Dampak dari transportasi dan industri akan mempengaruhi


konsentrasi CO2 di atmosfer (Budiwati.2009). Peningkatan emisi gas-gas
hasil pembakaran bahan bakar dan biomassa seperti karbondioksida (CO 2),
karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO 2), nitrogen oksida (NOx),
dinitrogen oksida (N2O), metana (CH4), hidrokarbon lain dan aerosol ke
udara akan mempengaruhi konsentrasi ozon (O3) dan berdampak pada
terjadinya hujan asam. Polutan seperti oksida sulfur (SO 2) dan oksida
nitrogen (NO2) melalui reaksi oksidasi akan berubah menjadi SO 3 dan NO3,
selanjutnya berubah menjadi senyawa sulfat dan senyawa nitrat (Budiawati,
2009). Emisi alkali (partikel debu dan gas NH 3) akan mempengaruhi
keasaman air hujan secara signifikan, dengan menetralkan beberapa faktor
asam. CO2 di atmosfer telah meningkat sejak revolusi industri dikarenakan
pertumbuhan dari aktivitas manusia yang cepat. Sejumlah CO2 di atmosfer
tidak hanya dipengaruhi oleh emisi CO2 antropogenik tetapi berasal dari
perubahan CO2 karena sistem karbon, biosfer daratan dan lautan. Variasi
secara spasial dan waktu dari CO 2 memberikan informasi tentang
karakteristik CO2 dikarenakan interaksi atmosfer, daratan dan laut.
Dalam air hujan nilai pH 5,6 adalah batas normal dari keasaman air
hujan, dimana air murni berada dalam kesetimbangan dengan konsentrasi
CO2 global (350 ppm) di atmosfer, dan pH 5,6 digunakan sebagai garis
batas untuk keasaman air hujan Peningkatan CO2 di atmosfer sebagai salah
gas rumah kaca berpotensi menyebabkan pemanasan global dan perubahan
iklim. Selain itu dapat mempengaruhi keasaman air hujan dalam indikasi pH
dikarenakan proses pencucian atmosfer oleh hujan (Budiawati, 2009).

5.1.8 Endapan Merapi Tua dan Muda

Gambar 5.2 Endapan Merapi tua dan muda


(Sumber : Satyana, 2005)

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-5


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

Volkanisme Kuarter di daerah Yogyakarta membentuk Gunung api


Merapi, yang materialnya dibagi menjadi Endapan Gunung api Merapi Tua
(Qmo) dan Endapan Gunung api Merapi Muda (Qmi). Hanya Endapan
Gunung api Merapi Muda yang sampai di daerah Godean dan Bantul. Salah
satu bahaya primer erupsi gunungapi adalah aliran piroklastik. Pada bulan
Desember 2020, sejak letusan Gunung Merapi menghasilkan ash plumes,
ash fall, dan aliran piroklastik selama Oktober 2019-Maret 2020, tingkat
aktivitas Gunung Merapi masih relatif tinggi. Oleh karena itu, simulasi
aliran piroklastik dilakukan sebagai salah satu upaya untuk bersiap
menghadapi erupsi suatu gunungapi terutama dalam menentukan zona atau
daerah yang berpotensi terdampak aliran piroklastik. Merapi adalah salah
satu gunungapi strato paling aktif dan berbahaya di Indonesia yang terletak
di daerah dengan densitas populasi tinggi yang secara administratif terletak
di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta dan sisanya berada di Kabupaten
Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Gunung Merapi terus menerus aktif selama waktu Holocene (Astari,
2022). Aliran piroklastik adalah aliran campuran material dari batuan
vulkanik lepas berasal dari erupsi gunung api yang mengalir mengikuti
bentuk morfologi, dengan pola sebaran aliran piroklastik hampir
sepenuhnya dikontrol oleh topografi, dan pergerakan alirannya akan
berhenti pada daerah yang relatif datar hingga datar (daerah kaki gunung).
Batuan piroklastik merupakan bentuk endapan lepasan yang sudah
mengeras, memadat, atau terkompresi. Aliran piroklastik dapat terjadi akibat
runtuhan tiang asap erupsi plinian, letusan langsung ke satu arah, guguran
kubah lava atau lidah lava dan aliran pada permukaan tanah (surge) (Astari,
2022).

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-6


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

5.2 Pembahasan
5.2.1 Batu Apung

Gambar 5.3 Batu Apung


(Sumber : Koleksi Pribadi, 2023)
Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium mengenai sampel
batuan yang diamati berwarna abu-abu. Batuan ini memiliki panjang 7,5
cm, lebar 5 cm, dan tinggi 5 cm. Batuan ini memiliki jenis piroklastik, dan
struktur batuannya skoria. Batuan pirosklastik ini mempunyai tekstur
dengan ukuran butir termasuk jenis debu. Batuan ini memiliki kemas
terbuka, dengan penilahan sedang dan kebundarannya membundar
(rounded). Batuan ini memiliki komposisi debu 83%, mineral sialis 17%.
Berdasarkan pengamatan dengan melihat ciri fisik suatu batuan dapat
disimpulkan bahwa batuan ini adalah batu apung. Batu apung merupakan
batuan vulkanik yang berpori, batu apung dibuat ketika magma mencair
jenuh gas meletus seperti layaknya minuman berkarbonasi dan mendingin
begitu cepat sehingga dihasilkan busa membeku menjadi gelas yang penuh
gelembung gas. Lubang pada buih dapat bulat, memanjang, atau berbentuk
tabung, tergantung pada aliran lava yang mengeras. Bahan kaca yang
membentuk batuapung bisa dalam bentuk benang, serat, atau partisi antara
cekungan. Memiliki kepadatan rendah karena banyak dipenuhi udara pori-
pori (Bonewitz, 2012). Batu apung ini berpori dan bisa mengapung di atas
air. Sifat batu batu apung yang ringan inilah yang membuat batuan ini
sering digunakan sebagai agregat ringan. Meskipun ringan, batu apung

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-7


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

memiliki kemampuan penyerapan air yang tinggi (Prakoso, 2018).


Persebaran batu apung paling banyak tersebar di daerah Kalimantan barat,
Nusa tenggara timur, dan Pulau Lombok. Ketersediaan potensi potensi batu
apung Indonesia yang tersebar di daerah Bengkulu, Lampung, Jawa Barat,
Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat,Bali, dan Ternate (Hendrawan, 2018).
Batu apung memiliki kegunaan yaitu sebagai penyekat ruangan
dalam bentuk lembaran untuk teknik bangunan basah, berfungsi pula
sebagai bahan isolasi panas atau suara. Dalam bidang lingkungan batuapung
dapat digunakan sebagai bahan penyaring berbagai alat khususnya bahan
poles untuk logam.. Batu apung memiliki porositas daya serap tinggi yaitu
sebesar 43% yang dimana porositas batu apung melebihi porositas dari bata
merah dan batako (Kumalawati, 2013).
Penggunaan batu pumice sebagai campuran mortar pada penyusunan
beton ringan yang mempunyai kuat tekan lentur yang baik. Menurut
Limbong (2014) dalam Miswar (2020), batu pumice dapat digunakan sebagai
bahan pembuatan beton ringan, karena mempunyai porositas tinggi, densitas
rendah, isothermal tinggi, dan tahan terhadap goncangan gempa.

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-8


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

5.2.2 Batu Tuff

Gambar 5.4
Batu Tuff
(Sumber : Koleksi
Pribadi, 2023)
Berdasarkan hasil pengamatan di
laboratorium mengenai sampel
batuan yang diamati berwarna putih. Batuan
ini memiliki panjang 14,5 cm, lebar
4 cm, dan tinggi 12 cm. Batuan ini memiliki jenis piroklastik, dan struktur
batuannya masif. Batuan pirosklastik ini mempunyai tekstur dengan ukuran
butir termasuk jenis debu. Batuan ini memiliki kemas tertutup, dengan
penilahan baik dan kebundarannya membundar (rounded). Batuan ini
memiliki komposisi debu vulkanik 91%, dan mineral sialis 9%. Berdasarkan
pengamatan dengan melihat ciri fisik suatu batuan dapat disimpulkan bahwa
batuan ini adalah batu tuff.
Tuff adalah endapan piroklastik berupa abu vulkanis dan bersifat
material detrital yang berasal dari proses pelapukan batuan gunung api
(Solihin, 2020). Tuff merupakan batuan berpori yang relatif lunak dan terbuat
dari abu dan sedimen lain yang dikeluarkan dari bentilasi vulkanik yang ada
lalu dipadatkan menjadi batuan dan dikenal sebagai tuff. Tuff berasal dari
magma yang keluar dari permukaan sebagai campuran gas panas dan partikel
pijar dandikeluarkan dari gunung api. Warna putih pada tuff terjadi karena
mengandung silika. Batuan ini memiliki struktur masif karena tidak
menunjukan adanya bekas gas-gas atau jejak fragmen lain. Tuff memiliki
ukuran butir 1/16 mm karena pendinginan magma yang cepat. Tuff dapat
bervariasi baik dalam tekstur atau komposisi kimia dan mineral karena variasi
dalam kondisi pembentukannya dan komposisi bahan nya yang dikeluarkan
(Bonewitz, 2012). Tuff biasa dijumpai di daerah Kecamatan Warung Kiara
Kabupaten Sukabumi, Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka, Kecamatan

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-9


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur, dan Kecamatan Cihampelas Kabupaten


Bandung yang belum dimanfaatkan oleh industri keramik baik industri kecil
menengah (IKM) maupun skala besar (Subari, 2015).
Tuff dapat dimanfaatkan sebagai bahan pondasi bangunan, semen
alam dan sebagai pembentuk keramik. Tuff digunakan sebagai bahan
campuran dalam pembuatan keramik bodi stoneware selain lempung dan
kuarsa. Tuff dapat dimanfaatkan untuk pembuatan keramik bodi stoneware
menggunakan felspar sebagai bahan pelebur, dengan cadangan lebih kecil
dibandingkan tuff (Subari, 2015). Saat ini umumnya tuf dimanfaatkan untuk
industri bahan bangunan dan kerajinan gerabah halus, selain itu tuf digunakan
untuk bahan campuran pembuatan semen alam yang disebut tras dan
termasuk dalam kelompok bahan galian diperuntukkan untuk bangunan, juga
dapat dijadikan bahan untuk pembuatan bata (Solihin, 2020).

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-10


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

5.2.3 Batu Obsidian

Gambar 5.5 Batu Obsidian


(Sumber : Koleksi Pribadi, 2023)
Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium mengenai sampel
batuan yang diamati berwarna hijau. Batuan ini memiliki panjang 4 cm, lebar
2,5 cm, dan tinggi 4 cm. Batuan ini memiliki jenis piroklastik, dan struktur
batuannya amorf. Batuan ini memiliki komposisi massa gelas 100%.
Berdasarkan pengamatan dengan melihat ciri fisik suatu batuan dapat
disimpulkan bahwa batuan ini adalah batu obsidian. Obsidian secara alamiah
tidak terbentuk di lingkungan kars. Obsidian merupakan batuan beku luar
(extrusive) yang berasal dari magma kental sehingga menghambat proses
pembentukan kristal di dalamnya (Rapp 2009, 85 dalam Fauzi, 2019). Oleh
sebab itu, asosiasi antara obsidian dan endapan produk gunung api tidak
mungkin bisa terpisahkan (Fauzi, 2019).Obsidian merupakan batuan gelas
vulkanik yang kerap dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan artefak
batu di Sumatra bagian selatan, khususnya di wilayah Jambi. Sejak pertama
kali dilaporkan adanya artefak batu obsidian di Sumatra. Wilayah Sumatra
bagian selatan yang mencakup Provinsi Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu,
dan Lampung telah sejak lama dikenal sebagai lokasi sumber batuan
obsidian. Wilayah di sekitar Danau Kerinci yang terletak di Dataran Tinggi
Jambi merupakan salah satu daerah yang diperkirakan menjadi sumber bahan
obsidian lokal bagi situs Paleometalik di kawasan tersebut. Sumber obsidian
lainnya diperkirakan berada di wilayah Merangin, tepatnya di Muara Panco,
yaitu daerah di antara Batang (sungai) Merangin dan Tabir. (Fauzi, 2019).

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-11


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

Obsidian telah digunakan untuk pisau dalam operasi, sebagai pisau


obsidian disusun dengan baik bermata banyak kali lebih tajam dari baja
berkualitas tinggi pisau bedah bedah, ujung tombak dari mata yang hanya
sekitar 3 nanometer tebal. Bahkan logam tajam pisau memiliki pisau,
bergerigi tidak teratur bila dilihat di bawah mikroskop cukup kuat ketika
diperiksa bahkan di bawah mikroskop elektron pisau obsidian masih mulus.
Obsidian juga digunakan untuk keperluan pajangan dan sebagai batu permata.
(Wijayanto, 2022).

5.2.4 Batu Zeolit

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-12


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

Gambar 5.6 Batu Zeolit


(Sumber : Koleksi Pribadi, 2023)
Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium mengenai sampel
batuan yang diamati berwarna putih. Batuan ini memiliki panjang 16 cm,
lebar 9,5 cm, dan tinggi 9,5 cm. Batuan ini memiliki jenis piroklastik, dan
struktur batuannya masif. Batuan piroklastik ini mempunyai tekstur dengan
ukuran butir termasuk jenis debu. Batuan ini memiliki kemas tertutup,
dengan pemilahan baik dan kebundarannya membundar (rounded). Batuan
ini memiliki komposisi mineral zeolit 100%.
Berdasarkan pengamatan dengan melihat ciri fisik suatu batuan
dapat disimpulkan bahwa batuan ini adalah batu zeolit. Zeolit secara umum
merupakan material kristalin yang terbentuk di alam, berkomposisi hidro
alumino - silikat dengan ikatan alkali atau alkali tanah lemah, serta memiliki
struktur tetrahedra. Masing - masing struktur tersebut memiliki empat atom
yang dikelilingi oleh kation. Subduksi terjadi sejak jaman Eosen
menghasilkan rangkaian busur magmatik berupa batuan sebaran batuan
vulkano - plutonik yang berasosiasi dengan endapan logam maupun non
logam. Keterdapatan mineral zeolit umumnya berhubungan erat dengan
aktivitas vulkanik berupa batuan-batuan piroklastik kaya gelas vulkanik
(vitric tuff) yang teralterasi oleh proses hidrotermal (Kusdarto, 2008 dalam
Setiawan, 2020), dan atau proses sedimentasi dan pembebanan (diagenesis)
(Iijima, 1980 dalam Setiawan, 2020). Zeolit dapat terbentuk sebagai mineral
hasil ubahan pada suatu sistem panasbumi, membentuk zona secara vertikal
ataupun horizontal berdasarkan gradien komposisi alterasi dan suhu (Iijima,
1980 dalam Setiawan, 2020). Penyebaran paling luas terdapat di Jawa Barat,
Banten, Lampung, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Tapanuli
Utara (Kusdarto, 2008 dalam Setiawan, 2020 ).

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-13


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

Zeolit merupakan bahan galian non logam atau mineral industri


multi guna karena memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang unik,
diantaranya yaitu sebagai makanan dan obatobatan, penyerap, penukar ion,
penyaring molekul, pembuatan pupuk, penghilang bau, penjernih air, dan
lain-lain (Setiawan, 2020). Pemanfaatan zeolit dapat digunakan dalam
berbagai industri dan pertanian yang akhir-akhir ini berkembang cukup
pesat, dari bidang industri pemanfaatan batu zeolit dapat digunakan sebagai
filterisasi air dalam menyerap logam-logam penyebab kesadahan air dan
dalam bidang pertanian dapat digunakan sebagai pembenah tanah dan
mengefisiensikan unsur hara pada pupuk kandang (Kurniasih, 2017).
Hasil penelitian Kurniasih, W., dkk. (2017), batu zeolit dapat digunakan
sebagai media alternatif untuk aklimatisasi tanaman anggrek bulan
Phalaenopsis sp. hibrida. Kombinasi media zeolit + akar pakis memberikan
pengaruh terhadap pertambahan akar anggrek Phalaenopsis sp. hibrida pada
tahap aklimatisasi.

5.3 Kesimpulan

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-14


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang memiliki tekstur klastik


yang merupakan hasil dari serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan
gunung api. Batuan piroklastik adalah batuan yang dihasilkan dari proses
litifikasi bahan - bahan yang dihembuskan dari pusat vulkanik selama masa
crupsi yang memiliki sifat eksplosif dengan material penyusun dari asal yang
berbeda. Material penyusun batuan piroklastik dikelompokkan sebagai berikut
kelompok juvenil (essential), kelompok cognate (accesory) dan kelompok
accidental (bahan asing). Berdasarkan ukurannya material piroklastik dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu endapan piroklastik tak terkonsolidasi,
endapan piroklastik yang terkonsolidasi, dan batuan akibat lithfikasi endapan
piroklastik aliran. Struktur batuan piroklastik terdiri dari masif, vesikuler,
skoria, dan amigdaloidal. Tekstur batuan piroklastik terdiri dari ukuran butir,
pemilahan, kebundaran, kemas. Komposisi mineral batuan piroklastik terdiri
dari mineral-mineral sialis, mineral-mineral ferromagnesia dan mineral
tambahan. Contoh - contoh batuan piroklastik adalah batu apung, batu tuff,
batu obsidian, dan batu zeolit.

DAFTAR PUSTAKA

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-15


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

Astari, Dinar dkk. 2022. Pemetaan Zona Bahaya Aliran Piroklastik Gunung
Merapi, Jawa Tengah dan Sekitarnya menggunakan Aplikasi Titan2D.
Jurnal Geosains dan Teknologi. Vol 5. No 1
Budiwati, Tuti. 2009. Analisis Hujan Asam Dan CO2 Atmosfer. Yogyakarta:
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Boneswitz, Luiz Ronald. 2008. Rocks and Minerals: The Dedinitive Visual Guide.
London: Dorling Kindersley Limited.
Fauzi, Muhammad Rully dkk. 2019. Identifikasi Sumber Obsidian di Merangin dan
Sarolangun, Provinsi Jambi, Berdasarkan Analisis Portable X-Ray
Fluorescence Spectrometry (pXRF). Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi. Vol 37. No 2
Hendrawan, Hasan Bintang. 2018. Pemanfaatan Batu Apung Sebagai Substitusi
Parsial Agregat Halus Pada Beton Normal. Jurusan Teknik Sipili. Fakultas
Sains dan Teknologi. Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
Kumalawati, dkk. 2013. Analisis Pengaruh Penggunaan Abu Batu Apung Sebagai
Pengganti Filler Untuk Campuran Aspal. Jurnal Teknik Spili. Vol 2 No 2.
Kurniasih, Wiwin dkk. 2017. Pemanfaatan Batu Zeolit Sebagai Media Aklimatisasi
Untuk Mengoptimalkan Pertumbuhan Anggrek Bulan Hibrida. Jurnal
Bioma. Vol 6. No 2
Kusdarto. (2008). Potensi Zeolit di Indonesia. Jurnal Zeolit Indonesia, 7(2).
Miswar, K. (2020). Pemanfaatan Batu Apung Sebagai Material Beton Ringan.
Jurnal Teknik Sipil, 12(1).
Prakoso, Arie dkk. 2018. Analisis Kuat Geser Pada Pemanfaatan Batu Apung
Berlapis Cat Sebagai Alternatif Pengganti Agregat Kasar Pada Beton.
Jurusan Teknik Sipil. Universitas Brawijaya.
Setiawan, Iwan dkk. 2020. Geologi dan Petrokimia Endapan Zeolit Daerah Bayah dan
Sukabumi. Riset Geologi dan Pertambangan. Vol 30. No 1
Solihin. 2020. Potensi Sumber Daya dan Pemanfaatan Bahan Galian Tuff Di
Daerah Parungkujang. Jurnal Teknologi Vol 1. Edisi 35
Suharwanto. 2023. Buku Panduan Praktikum Mineralogi Petrologi. Yogyakarta :
Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknologi Mineral. UPN “Veteran”
Yogyakarta.

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-16


Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2022/2023

Subari dan widodo. 2015. Tuff Sebagai Bahan Pelebur Pada Pembuatan Kramik
Bodi Stonew Are. Riset Geologi dan Pertambangan. Vol 25. No 1
Wijayanto, Wahyudi. 2022. Geografi : Mengenal Batuan. Surabaya : Cv Media
Edukasi Creative
William C. Peters 1954, Exploration and Mining Geology, John Wiley & Sons, New
York.

GARRY FANGARO ZEBUA / 114220130 / PLUG 10 III-17

Anda mungkin juga menyukai