Anda di halaman 1dari 95

MODUL PRAKTIKUM

KONSEP GEOLOGI

Disusun Oleh :

Prof. Dr. Ir.Edi Sutriyono. M.Sc.


Dr. Budhi Kuswan Susilo. S.T.,M.T.
Harnani, S.T., M.T.
Elisabet Dwi Mayasari, S.T., M.T.
Tim Asisten

LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIKA DAN PETROLOGI


PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

1
2017
MODUL PRAKTIKUM

KONSEP GEOLOGI

Disusun Oleh :

Prof. Dr. Ir.Edi Sutriyono. M.Sc.


Dr. Budhi Kuswan Susilo. S.T.,M.T.
Harnani, S.T., M.T.
Elisabet Dwi Mayasari, S.T., M.T.
Tim Asisten

LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIKA DAN PETROLOGI


PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2
2017

3
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan kenikmatan yang besar,
yakni nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga penyusunan Modul praktikum
Geologi Dasar dapat diselesaikan. Modul ini adalah panduan pembelajaran bagi
asisten dan praktikan selama pelaksanaan praktikum “Konsep Geologi” di
Laboratorium Geologi Dinamik dan Petrologi, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Sriwijaya.

Panduan pembelajaran meliputi ketentuan peserta, materi pembelajaran, dan


evalResponsii kegiatan praktikum Konsep Geologi. Peserta adalah mahasiswa tahun
pertama dan mahasiswa yang mengulang. Materi pembelajaran dimulai dari acara
pertama, yakni ”Mineralogi” hingga acara ketujuh belas yakni “Responsi”. Pada proses
pembelajaran dilakukan dua kali evalResponsii, yakni Ujian Tengah Semester (acara
VII), dan Responsi (acara XVI).

Pada akhirnya penggunaan Modul ini diharapkan dapat meningkatkan dan


memperbaiki proses pembelajaran praktikum Konsep Geologi. Dengan demikian,
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam setiap acara praktikum dapat dipahami dan
dikResponsiai oleh setiap praktikan.

Palembang, Juli 2017


Ketua Laboratorium
Geologi Dinamik dan Petrologi

Dr. Ir. Endang Wiwik Dyah Hastuti, MSc.

4
ACARA I
MINERALOGI

1.1 KOMPETENSI
Kompetensi pada mata acara mineralogi adalah sebagai berikut:
1) Praktikan dapat mengidentifikasi beberapa jenis mineral dengan pendekatan
sifat-sifat fisiknya;
2) Praktikan dapat mengenali mineral-mineral sebagai material penyusun batuan.

1.2 MATERI PRAKTIKUM

Pengertian mineral secara umum adalah padatan yang terbentuk karena kristalisasi
yang terjadi secara alami dan merupakan bukan berasal dari zat organik. Berdasarkan
pengertian ini, maka kristalisasi mineral berhubungan dengan pendinginan magma.

Proses pembentukan mineral terjadi secara perlahan-lahan mengikuti perubahan


tekanan (P) dan temperatur (T) di alam. mineral yang terbentuk dapat berasal dari (1)
pendinginan magma untuk mineral-mineral pembentuk batuan beku, (2) Presipitasi
kimiawi atau biokimiawi untuk mineral pembentuk batuan sedimen, dan (3)
Metamorfosis yang mengubah mineral yang sudah terbentuk terlebih dahulu supaya
stabil pada kondisi lingkungan yang baru (perubahan P dan T).

Magma yang naik ke permukaan bumi akan mengalami penurunan T dan P. Kondisi ini
menyebabkan lingkungan pembentukan mineral berubah menjadi dangkal hingga
muncul ke permukaan. Implikasi perubahan tersebut adalah terbentuk deret mineral –
untuk lebih jelas dipelajari pada deret reaksi Bowen (Bowen reaction series). Deret
mineral akan memperlihatkan variasi komposisi pembentuk mineral secara kimiawi.
Komposisinya sangat erat hubungannya dengan asal magmanya.

Presipitasi kimiawi terutama berkaitan dengan evaporasi air laut, ataupun presipitasi
pada kondisi jenuh CaCO3 berupa mud carbonate yang mengikat partikel seperti
mineral, cangkang binatang, atau pecahan karang. Mineral utamanya adalah
kelompok mineral karbonat, seperti anhydrite, calcite, dolomite, dll.

Metamorfisis adalah proses yang mengubah mineral menjadi mineral baru. Mineral
yang terbentuk dapat menjadi mineral baru, atau justru masih mineral lama namun
memiliki sifat fisik yang lebih keras dari kondisi sebelumnya. Misalkan Andalusite
terubah menjadi kyanite, quartz terubah menjadi quartz (pada kondisi baru), dan
calcite (batuan sedimen) menjadi calcite (pada kondisi baru).

5
1.2.1 Sifat – sifat Mineral

Mineral dapat menunjukkan sejumlah sifat baik secara fisik, kimiawi dan optis. Namun
saat ini diberikan pengenalan singkat tentang mineral dari aspek fisiknya. Sifat-sifat
tersebut terdiri dari :

1) Warna (Color)

Warna yang terlihat dipengaruhi oleh datangnya sinar yang mengenai


permukaan. Sinar yang datang sebagian dipantulkan (refleksi) dan sebagian
lagi akan diserap (absorbsi) oleh mineral.

Suatu mineral dapat menunjukkan warna mineral bervariasi. Hal ini karena
perbedaan komposisi kimia atau pengotoran pada mineral. Warna asli mineral
sering disebut sebagai warna idiokromatik. Misalnya sulfur berwarna kuning,
magnetite berwarna hitam, pyrite berwarna kuning loyang. Sedangkan warna
akibat pengotoran disebut sebagai warna allokromatik. Misalnya halite yang
dapat berwarna abu-abu, kuning, coklat gelap, merah muda, biru, dll. , atau
quartz yang aslinya tidak berwarna dapat berubah warna menjadi violet, merah
muda, coklat-kehitaman, dll.

2) Perawakan kristal (crystal habits)

Mineral memiliki bentuk kristal yang bervariasi. Karenanya dijumpai berbagai


sistem kristal. Namun, untuk memndapatkan mineral yang memiliki bidang
kristal yang sempurna sangat jarang. Pada proses di alam seringkali terjadi
gangguan yang menghambat pertumbuhan kristal. Karena itu bidang-bidang
kristal tidak jelas sehingga kesulitan untuk mengkategorikan ke dalam sistem
kristalografinya. Oleh karena itu mineral dikenali dari perawakan kristal, yakni
bentuk khas dari mineral. Pengenalan perawakan kristal dapat menentukan
penamaan jenis mineral.

Pearl (1975) membagi perawakan kristal menjadi elongated habits, flattened


habits dan rounded habits. Elongated habits adalah mineral yang menunjukkan
perawakan yang meniang atau menyerabut. Flattened habits menunjukkan
perawakan yang melembar-lembar. Sedangkan rounded habits menunjukkan
perawakan yang membundar atau membutir.

3) Kilap (Luster)

Suatu mineral dapat terkena sinar cahanya akan memberikan kilap mineral.
Nilai indeks bias yang tinggi maka akan semakin besar jumlah jumlah cahaya

6
yang dipantulkan. Ada tiga kilap yang umum. Pertama, kilap metalik/logam
(metallic luster). Kilap ini memiliki indeks bias sama dengan 3 atau lebih.
Contoh galena, native metal sulphide, dan pyrite. Kedua, Kilap sub-metalik
(sub-metallic luster). Biasanya kilap ini memiliki ineks bias antara 2,6 s.d 3.
Contoh, cuprite (n=2,85), Cinnabar (n=2,90), Hematite (n=3,00), dan Alabandite
(n=2,70). Ketiga, kilap bukan logam (non-metallic luster). Umumnya mineral
dengan warna terang dan dapat dibiaskan. Indeks bias biasanya kurang
dari 2,5. Untuk kilap ini banyak jenisnya, yakni sbb.:

a) Kilap kaca (vitreous luster).

Kilap ini ditimbulkan oleh permukaan kaca atau gelas. Misal quartz,
sulphates, garnet, leucite, corundum.

b) Kilap Intan (adamantine luster)

Kilap yang snagat cemerlang. Misal diamond, cassiterite, sulphur,


sphalerite, zircon, rutile.

c) Kilap Lemak (greasy luster)

Kilap seperti lemak. Misalnya, nepheline yang sudah teralterasi, dan halite
yang sudah teroksidasi.

d) Kilap Lilin

Kikap seperti lilin. Misal serpentine, dan carargyrite.

e) Kilap Sutra (silky luster)

Kilap menyerupai sutra biasanya dijumpai pada mineral yang berorientasi


paralel atau berserabut. Misal asbestos, selenite (variasi dari gypsum),
hematite, dan serpentine.

f) Kilap Mutiara (pearly luster)

Kilap yang timbul oleh mineral transparan yang bentuknya melembar-


lembar dan menyerupai mutiara. Misal talc, mica dan gypsum.

g) Kilap tanah (earthy luster).

Kilap menyerupai tanah. Bila kena cahaya biasanya tidak dipantulkan.


Sering disebut juga kilap buram (dull luster). Misal kaoline, diatomea,
monmorilonite, pyrolusite, chalk.

7
4) Kekerasan

Beberapa mineral dikenali dari kekerasan dari mineralnya. Kekerasan


(hardness) yang dimaksud adalah kemampuan mineral terhadap abrasivitas.
Adapun urutan mineral-mineral berikut menandakan tingkat kekerasan dari
mineral tersebut (Tabel 1).

Penentuan kekerasan mineral secara relatif dapat ditentukan secara


sederhana. Beberapa pendekatan misalnya adalah sebagai berikut :

a) Kuku jari manusia H=2,5 d) Kawat Tembaga H=3


b) Pecahan Kaca H = 5,5 e) Pisau Baja H = 5,5
c) Kikir Baja H = 6,5 f) Lempeng baja H=7
Cara penggunaan alat di atas sebenarnya merupakan pendekatan untuk
menentukan kekerasan suatu mineral. Misal, suatu mineral tidak dapat digores
oleh kuku jari manusia, namun tergores oleh kawat tembaga, maka
interpretasinya adalah mineral tersebut memiliki kekerasan antara 2,5 dan 3.

Tabel 1. Skala kekerasan menurut Fredrich Mohs


Skala Mineral Rumus Kimia
1 Talk (Mg3Si4)10(OH)2
2 Gypsum CaSO4.2H2O)
3 Calcite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite Ca5(PO4)3F
6 Orthoclase K(AlSi3O8)
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO4(FOH)2
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C

5) Gores (streak)

Warna dari serbuk mineral adalah gores. Mineral yang digoreskan pada
lempeng porselin kasar akan meninggalkan warna goresan. Warna gores dapat
sebagai penentu mineral tertentu.

Mineral dengan warna terang cenderung punya warna gores putih atau tidak
berwarna. Contohnya adalah quartz, gypsum dan calcite.

Mineral dengan warna gelap atau mineral non-logam memberikan warna yang
lebih terang dari warna aslinya. Misal leucite berwarna abu-abu mempunyai
gores putih. Dolomite berwarna kuning – merah jambu mempunyai gores putih.

8
Namun ada mineral dan juga gores suatu mineral yang lebih gelap dari warna
aslinya. Misal, pyrite berwarna kuning loyang mempunyai gores hitam. Copper
berwarna merah tembaga mempunyai gores hitam. Hematite berwarna abu-
abu kehitaman mempunyai gores merah.

Walaupun begitu ada juga warna gores mineral yang sama dengan warna
aslinya. Misal, Cinnabar mempunyai warna asli dan gores merah. Magnetite
mempunyai warna asli dan gores hitam. Lazurite mempunyai warna dan gores
biru.

Sebagai perhatian, mineral yang dapat digores biasanya memiliki kekerasan


kurang dari 6. Namun, gores pada mineral yang lebih keras dapat ditentukan
dengan cara menumbuknya menjadi bubuk halus/tepung.

6) Belahan (cleavage)

Mineral mengalami tekanan sehingga retak yang permukaannya mengikuti


struktur kristalnya. Retakan demikian disebut sebagai belahan. Jenis belahan
ada lima. Pertama, belahan sempurna. Mineral mudah membelah melalui
bidang yang rata dan sukar membelah kecuali melalui bidangnya. Misal calcite,
muscovite, galena, dan halite. Kedua, belahan baik. Mineral mudah mengalami
pecah melalui bidang belah ataupun memotong bidang belah. Misal feldspar,
augite, hyperstene. Ketiga, belahan jelas (distinct). Bidang belahan terlihat jelas
namun sukar membelah. Misal staurolite, scapolite, hornblende, anglesite,
feldspar, dan scheelite. Keempat, belahan tidak jelas (indistict), Mineral
menunjukkan bidang belahan yang masih nampak jelas, tapi kemungkinan
membentuk belahan dan pecahan sama besar. Misalnya beryl, platinum,
corundum, gold, magnetite. Kelima, belahan tidak sempurna (imperfect). Tidak
jelas permukaan bidang belahan, namun kalau pecah akan melalui bidang
yang tidak rata. Misal, apatite, cassiterite, native sulphur.

7) Pecahan

Mineral dapat mengalami retak atau pecah, namu pecahannya tidak beraturan.
Terdapat enam pecahan. Pertama, pecahan conchoidal yaitu pecahan yang
menyerupai pecahan botol, atau mengulit bawang. Misal quartz, cerrusite,
zircon, obsidian. Kedua, pecahan hackly yaitu seperti pecahan besi runcing-
rucing tajam kasar tak beraturan atau seperti bergerigi. Misal, gold, silver,
platinum, cooper. Ketiga, even (datar) yaitu pecahan dengan permukaan
bidang pecah kicil-kecil dengan bidang pecahan masih mendekati bidang datar.

9
Misal muscovite, biotite, talc. Keempat, pecahan uneven yaitu pecahan yang
menunjukkan bidang pecahan kasar dan tidah beraturan. Kebanyakan mineral
memiliki pecahan ini. Misal, calcite, rutile, marcasite, rhodonite, chromite,
pyrolusite, goethite dan orthoclase. Kelima, pecahan splintery yaitu pecahan
yang hancur kecil-kecil dan tajam menyerupai benang atau berserabut. Misal
fluorite, anhydrite, antigorite dan serpentine. Keenam, pecahan earthy yaitu
pecahan mineral yang hancur seperti butir-butir tanah. Misal kaoline, biotite,
muscovite dan talc.

8) Ketahanan (tenacity)

Tingkat ketahanan mineral untuk hancur atau melentur. Brittle adalah mineral
yang mudah hancur. Misalnya calcite dan quartz. Elastic adalah mineral mudah
dibentuk, namun dapat kembali ke posisi semula. Misalnya muscovite dan
hematite tipis. Flexible yaitu mineral yang dapat dibentuk, namun tidak dapat
kembali ke bentuk semula. Misalnya talc dan gypsum. Malleable yaitu mineral
yang dapat dibelah menjadi lembaran-lembaran. Misalnya gold, dan silver.
Sectile yaitu mineral yang dapat dipotong dengan pisau. Misal gypsum dan
cerargyrute. Ductile yaitu dapat dibentuk menjadi tipis. Misal olivine, dan
copper.

9) Berat Jenis (specific gravity)

Berat jenis menunjukkan densitas suatu mineral. Nilainya dapat ditentukan


secara sederhana. SG = W1/(W3-W2), dimana SG adalah berat jenis, W1
adalah berat butir mineral saat ditimbang, W2 adalah berat gelas ukur yang
diisi air, dan W3 adalah W2 ditambah berat mineral yang dimasukkan
kedalamnya.

10) Rasa dan Bau

Rasa (taste) hanya dipunyai oleh beberapa mineral tertentu, misalnya :

a) Astringet adalah rasa yang dimiliki oleh sejenis logam;

b) Sweetist astringet adalah rasa seperti tawas;

c) Saline adalah rasa yang dimiliki garam;

d) Alkaline adalah rasa seperti soda;

e) Bitter adalah rasa garam pahit;

f) Cooling adalah rasa sendawa (asam nitrat);

10
g) Sour adalah rasa seperti belerang.

Bau (odor) kadang kala hadir ketika mineral dipanaskan atau diberikan
penambahan asam sehingga bau mineral akan mencirikan mineral tertentu,
misalnya :

a) Alliaceous adalah bau seperti bawang, yakni proses pereaksian dari


arsenopyrite, dan dimiliki pula oleh senyawa arsenite karena proses
pemanasan;
b) Horse radish adalah bau dari lobak kuda yang menjadi busuk, misal biji
selenite yang dipanasi;
c) Sulphourous adalah bau dari reaksi pyrite atau pemanasan minerall
yang mengandung sulfida;
d) Bituminous adalah seperti bau aspal (bitumen);
e) Fetid adalah bau dari asal sulfida atau seperti telur busuk;
f) Argillaceous adalah bau lempung basah seperti serpentine dan
pyrargillite dipanasi.

11) Reaksi dengan Asam

Sejumlah mineral akan bereaksi ketika diberi tetesan HCL. Calcite yang ditetesi
HCL akan bereaksi mengeluarkan gelembung-belembung dari gas CO 2. Sedangkan
pada mineral sulfida akan terbentuk gelembung dari gas H2S.

Selain sifat-sifat di atas, masih banyak sifat mineral antara lain yaitu
kemagnetan. Pengenalan mineral juga seringkali menggunakan pendekatan assosiasi
mineral, atau kadang mineral di jumpai tunggal.

1.2.2 Mineral Pembentuk Batuan

Mineral memiliki kehadiran penting di dalam batuan. Kumpulan mineral pada batuan
beku, batuan sedimen kristalin dan batuan metamorf menentukan komposisi dari jenis
batuannya.

1) Mineral pada Batuan Beku

Mineral pembentuk batuan beku dengan mudah dikenali secara sederhana dari
warna relatifnya. Mineral dapat memiliki kecenderungan berwarna gelap (Mafic
minerals) dan berwarna terang (felsic minerals). Mineral gelap contohnya antara lain:
olivine, pyroxene, amphibole dan micca. Sedangkan contoh untuk mineral terang
adalah quartz, feldspar, dan feldspatoid. Mineral di atas adalah mineral utama. Artinya,
kehadirannya dalam batuan sangat menentukan penamaan jenis batuan. Perhatikan

11
pula deret reaksi Bowen di atas yang dapat digunakan untuk menentukan asosiasi
mineral pembentuk jenis batuan beku tertentu. Misal, kehadiran mineral olivine akan
dominan pada peridotite, sedikit pada basalt, namun tidak dijumpai pada granite.

Deret Reaksi Bowen adalah suatu skematik proses yang menjelaskan hubungan
antara penurunan temperatur dan pembentukan mineral. Mineral yang terbentuk dibagi
atas dasar cara terbentuknya, apakah secara menerus (continue) atau tidak menerus
(discontinue). Dari deret tidak menerus muncul mineral olivine, pyroxene, amphibole,
dan biotite. Sementara pada deret menerus terbentuk kelompok mineral plagioclase
(anorthite, bytownite, labradorite, andesine, oligoclase, albite). Kedua deret di atas
terbentuk bersamaan. Kemunculan setiap mineral sangat bergantung pada kondisi
pembentukannya, yakni asal magma dan derajat temperatur pendinginan. Selanjutnya
disusul oleh mineral K-feldspar, muscovite, dan quartz (Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Deret reaksi Bowen

2) Mineral pada Batuan Sedimen

Mineral pembentuk batuan sedimen dapat berasal dari mineral rombakan dari
batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. Selain mineral rombakan, maka
mineral pembentuk batuan sedimen dapat berasal dari presipitasi kimiawi secara
langsung.

Adapun contoh mineral-mineral rombakan sebagai pembentuk batuan sedimen


yaitu: quartz, micca, feldspar (asal batuan beku); calcite, dolomite, anhydrite (asal
batuan sedimen) dan garnet (asal pecahan dari batuan metamorf). Namun pada
batuan sedimen, dapat pula satu jenis mineral (mono-mineral) mendominasi batuan
karena langsung dari presipitasi kimiawi. Misalnya calcite yang mendominasi pada
limestone (batugamping). Contoh lain adalah dolomite yang dominan pada dolostone.

12
3) Mineral pada Batuan Metamorf

Mineral yang membentuk batuan metamorf adalah mineral asal batuan beku,
batuan sedimen dan batuan metamorf yang terubah karena proses metamorfosis.
Proses metamorfisme mengubah mineral menjadi kondisi berikut, yaitu pertama,
terbentuk mineral baru, dan/atau kedua, membentuk mineral yang sama namun
memiliki sifat yang berbeda karena menyesuaikan kondisi lingkungan yang baru.

Sebagai contoh perubahan pada kondisi pertama yaitu mineral olivine terubah
menjadi asbestos, dan mineral hornblende membentuk serpentine. Sedangkan,
perubahan pada kondisi kedua yaitu mineral calcite tetap calcite, dan quartz tetap
menjadi quartz.

Setidaknya terdapat lima kelompok mineral yang membentuk ketiga jenis batuan, yaitu
mineral ferromagnesian silicates, Non-ferromagnesian silicates, carbonates, sulfates,
dan halides. Kelima kelompok mineral tersebut dijelaskan komposisi yang
membangunnya dan kemungkinan keterdapatnya pada jenis batuan tertentu (Tabel 2).

Tabel 1. Mineral utama dalam batuan


MINERAL KOMPOSISI KEJADIAN UTAMA
Ferromagnesian Silicates:
Olivine (Mg,Fe)2SiO4 Batuan beku
Pyroxene group Ca,Mg,Fe, Al silicate
Augite (sangat umum) Batuan beku dan
Amphibole group Hydrous Na, Ca, Mg, Fe, Al metamorf
Hornblende (sangat silicate
umum) Hydrous K,Mg,Fe silicate Batuan beku & metamorf
Biotite Semua jenis batuan
Nonferromagnesian
silicates: SiO2 Semua jenis batuan
Quartz
Potassium feldspar group KalSi3O8 Semua jenis batuan
Orthoclase, microcline Variasi dari CaAl2SiO8–NaAlSi3O3 Semua jenis batuan
Plagioclase feldspar group Hydrous K, Al silicate Semua jenis batuan
Muscovite Bervariasi Tanah dan batuan
Clay mineral group sediment
Carbonates:
Calcite CaCO3 Batuan sedimen
Dolomite CaMg(CO3)2 Batuan sediment
Sulfates:
Anhydrite CaSO4 Batuan sedimen
Gypsum CaMg(CO3)2 Batuan sediment
Halides:
Halite NaCl Batuan sediment

13
1.2 URAIAN TUGAS

Tugas memberikan pengetahuan dan melatih praktikan agar mampu mendeskripsi


berbagai mineral dengan tujuan memberikan kompetensi kognitif, psikomotorik dan
afektif.

a) Praktikan diminta mengidentifikasi minimal 5 jenis mineral dengan


menggunakan Lembar Deskripsi Mineral untuk mendeskripsi contoh mineral
yang berbeda. mineral atas contoh-contoh mineral menurut sifat fisiknya secara
megaskopis;
b) Praktikan diminta menggambar contoh mineral dan mewarnainya sesuai
dengan contoh mineral yang ditentukan asisten.
c) Praktikan diminta mendeskrisi mineral secara yang telah digambar secara
megaskopis sesuai dengan lembar kerja yang ada.
d) Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih
mendeskripsi mineral.

14
ACARA II
BATUAN BEKU

2.1. KOMPETENSI
Kompetensi pada mata acara batuan beku adalah sebagai berikut:
1) Praktikan dapat mengenali ciri-ciri batuan beku dan membedakannya dengan
jenis batuan lainnya, seperti batuan sedimen/piroklastik dan batuan metamorf;
2) Praktikan dapat memberi penamaan jenis batuan beku;
3) Praktikan mampu memahami hubungan tekstur dengan kemungkinan genesa
batuan beku.

2.2. MATERI PRAKTIKUM

Batuan adalah bagian dari kerak bumi yang tersusun dari kumpulan satu jenis mineral
atau lebih. Jenis batuan dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu batuan beku (igneous
rocks), batuan sedimen (sedimentary rocks) dan batuan metamorf (metamorphic
rocks).

2.2.1. Daur Batuan

Ketiga jenis batuan tersebut memiliki pertautan yang erat. Pertautan tersebut
dijelaskan dalam daur batuan (Gambar 2.1). Bermula dari magma sebagai larutan
silikat pijar yang mengalami pendinginan dan kristalisasi membentuk mineral yang
menyusun batuan beku.

Batuan beku dan termasuk dua jenis batuan lain yakni batuan sedimen dan batuan
metamorf yang telah terbentuk terlebih dahulu (pre-existing rocks) mengalami
pelapukan kimiawi dan fisik sehingga pecahan batuan mudah untuk dierosi dan
ditrasportasi terutama oleh media air dan kemudian mengendap sebagai sedimen di
suatu cekungan. Sedimen kemudian mengalami diagenesis, yakni proses simultan
yang antara lain melibatkan proses kompaksi dan sementasi sehingga menjadikan
sedimen menjadi kompak membentuk batuan sedimen.

Batuan sedimen bersama batuan beku dan batuan metamorf dapat mengalami
perubahan lingkungan sehingga terjadi penambahan tekanan dan temperatur akibat
proses metamorfosis membentuk batuan metamorf. Selanjutnya, penambahan panas
terutama pada daerah subduksi, dimana lempeng samudara menyusup di bawah
lempeng benua menyebabkan batuan mengalami peleburan (melting).

15
Gambar 2.1 Daur Batuan

2.1.2. Batuan Beku

Secara ringkas, batuan beku terbentuk dari pendinginan magma. Magma yang berada
di dalam bumi dapat mengalami pergerakan naik yang disebut intrusi magma (magma
intrusion). Batuan yang terbentuk sebelumnya baik itu batuan beku, sedimen atau
metamorf dapat diterobos oleh intrusi magma. Perubahan lingkungan menyebabkan
magma mulai mendingin di bawah permukaan. Batuan yang terbentuk pada kondisi ini
disebut sebagai batuan beku pluton (plutonic rocks) atau sering disebut juga sebagai
batuan beku intrusif.

Magma yang menerobos dapat mencapai permukaan. Manifestasi dari capaian


magma mencapai permukaan ditunjukkan sebagai aktivitas gunungapi (volcanic
activity). Magma lelehan yang mengalir keluar dari kepundan disebut sebagai lava.
Lava yang mendingin membentuk batuan beku ekstrusif.

Intrusi batuan beku merupakan massa batuan yang terbentuk ketika magma
mengalami pendinginan di bawah permukaan bumi. Intrusi biasanya diklasifikasikan
berdasarkan ukuran, bentuk dan hubungannya dengan batuan yang lebih tua yang
mengelilinginya. Tubuh intrusi batuan beku yang penting adalah batholiths, stocks,
dikes, sills dan laccoliths (Gambar 2.2).

16
Gambar 2.2 Blok diagram menunjukkan berbagai tipe pluton (intrusi batuan beku).
Beberapa pluton memotong lapisan batuan samping (discordant) dan ada
juga yang paralel dengan lapisan batuan samping (concordant) (Monroe &
Wicander, 1997).

Batholiths adalah massa batuan kristalin berukuran butir kasar, umumnya


berkomposisi granitik dan merupakan tubuh batuan terbesar di kerak bumi. Contoh,
Idaho batholit tersingkap selResponsi ~ 41.000 km2.

Stocks adalah tubuh intrusi dengan daerah singkapan yang kurang dari 10 km 2.
Umumnya berkomposisi granitik dengan tekstur porphyritic dengan massa dasar
berbutir halus. Kebanyakan terdapat deposit perak, emas, timah, zinc dan tembaga
diendapkan pada rekahan dan membentuk veins yang melResponsi dari stock hingga
batuan disekitarnya.

Dikes adalah bentuk aktivitas batuan beku yang sempit, tabular. Dike terbentuk ketika
magma masuk kedalam rekahan disekitar batuan samping kemudian mendingin. Lebar
dikes dapat sekitar beberapa centimeter hingga ratusan meter. Dike terbesar diketahui
di Zimbabwe dengan panjang 600 km dan lebar rata-rata 10 km.

Sill adalah bentuk tabular yang paralel dan concordant terhadap perlapisan. Magma
yang naik selalu mengikuti daerah yang kurang resisten. Jika jalur yang dilewatinya
seperti bidang perlapisan, maka magma akan menerobos diantara lapisan. Sill dapat
berukuran centimeter hingga ratusan meter tebalnya dan dapat melResponsi hingga
beberapa kilometer. Sill dapat terlihat seperti aliran lava yang tertimbun yang berada
didalam sekuen batuan sedimen. Bagaimanapun sill merupakan intrusi sehingga
berbeda dengan lava yang tertimbun oleh sedimen diatasnya. Perhatian harus

17
difokuskan pada daerah kontak untuk mendapatkan bukti-bukti intrusi, seperti
ditemukannya alterasi dan rekristalisasi pada batuan disekitarnya dan bukti inclusion
berupa block atau potongan batuan samping.

Laccoliths adalah bentuk lensa dengan bagian dasar datar dan bagian atas yang
mengkurva. Biasanya bertekstur porfiritik (porphyritic texture).

2.1.3. Klasifikasi Batuan Beku

Batuan yang terbentuk sesuai dengan komposisi magmanya. Komposisi magma


menentukan komposisi batuan. Selain itu kecepatan pendinginan magma sangat
berpengaruh terhadap tekstur batuan. Pendingian magma menyebabkan kristalisasi
dari berbagai mineral yang sesuai dengan kondisinya. Urutan kristalisasi membentuk
mineral pada deret menerus dan tidak menerus dapat dipelajari pada deret reaksi
Bowen yang sudah dibahas pada pertemuan pertama.

Batuan beku dapat diklasifikasi berdasarkan tekstur dan komposisinya (Gambar 2.3).
Variasi komposisi dapat dilihat perubahannya secara horizontal, sedangkan variasi
tekstur dapat dilihat perubahannya secara vertikal.

Gambar 2.3 Klasifikasi batuan beku yang umum digunakan didasarkan pada tekstur
dan komposisi (Hamblin & Christiansen, 1995).

Penamaan batuan tertera pada tabel tersebut seperti rhyolite, andesite, dan basalt
untuk jenis batuan yang genesanya berkaitan dengan magma ekstrusif. Sedangkan
batuan granite, diorite, gabbro dan peridotite adalah berkaitan dengan magma intrusif.

Temperatur pada saat kristalisasi menentukan terbentuknya jenis mineral dan


assosiasi mineralnya. Kristalisasi memunculkan mineral yang tertentu sesuai dengan
kondisi komposisi asal magma. Pada magma basa terbentuk mineral-mineral yang

18
cenderung berwarna gelap. Sedangkan pada magma asam cenderung membentuk
mineral-mineral berwarna terang (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Diagramatik temperatur kristalisasi terhadap pembentukan mineral

Kecepatan pendinginan dapat mempengaruhi kristalisasi terutama pada pertumbuhan


kristal (crystal growth). Pendinginan yang perlahan di bawah permukaan bumi
cenderung memberikan kesempatan untuk terbentuknya kristal dengan ukuran yang
relatif kasar. Kondisi ini memberikan membentuk tekstur faneritik (phaneritic texture).

Pada pendinginan yang berlangsung cepat tidak punya cukup waktu untuk kristal
tumbuh sehingga terbentuk kristal yang relatif halus. Ini terutama pada aktivitas
magma ekstrusif. Kondisi yang demikian membentuk tekstur afanitik (aphanitic
texture). Pada aktivitas magma yang ekplosif ke permukaan, sering kali tidak cukup
waktu untuk membentuk kristal sehingga yang terbentuk adalah gelas (glass).

Pendingian magma dapat pula mengalami pendinginan perlahan yang kemudian


berubah mengalami pendinginan cepat. Magma yang semula perlahan-lahan
membentuk kristal yang relatif kasar, kemudian tiba-tiba dilingkungi oleh kristal halus
atau bahkan gelas kalau pendinginan sangat cepat. Kondisi ini akan memberikan
gambaran percampuran antara ukuran kristal kasan dan ukuran kristal halus dan atau
gelas. Kondisi yang demikian membentuk tekstur porfiritik (porphyritic texture).

Selain itu magma yang eksplosif menyebabkan semburan ke udara sehingga terjadi
pendinginan magma yang membentuk pecahan batuan (volcanic bomb dan block)
hingga abu vulkanik. Akumulasi dari jenis material ini membentuk tuff. Pada umumnya,

19
tuff menunjukkan perlapisan seperti batuan sedimen, walaupun secara komposisi
adalah batuan beku.

2.3. URAIAN TUGAS

Pembelajaran di laboratorium dan memberikan pengetahuan dan melatih praktikan


agar mampu mendeskripsi batuan beku hingga penamaan sehingga kompetensi
kognitif, psikomotorik dan afektif dapat dicapai.

a) Praktikan diminta mengidentifikasi minimal 5 jenis batuan beku.;

b) Praktikan diminta menggambar batuan beku yang berbeda menggunakan


Lembar Deskripsi Batuan Beku;

c) Praktikan melakukan deskripsi untuk contoh batuan beku yang berbeda


menggunakan Lembar Deskripsi Batuan Beku dan berlatih memberikan
penamaan batuan atas contoh-contoh batuan beku dengan pendekatan tektur
dan komposisi batuan secara megaskopis;

d) Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih


mendeskripsi batuan beku.

20
ACARA III
BATUAN SEDIMEN DAN BATUAN PIROKLASTIK

3.1 KOMPETENSI
Kompetensi pada mata acara batuan sedimen adalah sebagai berikut:
1) Praktikan dapat mengenali ciri-ciri batuan sedimen, sehingga mempunyai
kemampuan untuk membedakannya dengan jenis batuan lainnya, seperti
batuan beku dan batuan metamorf;
2) Praktikan dapat membedakan jenis batuan sedimen berdasarkan teksturnya,
sehingga mampu menggolongkannya kedalam batuan sedimen klastik dan
batuan sedimen non-klastik;
3) Praktikan dapat memahami klasifikasi batuan sedimen, sehingga dapat
memberikan penamaan berdasarkan pengamatan megaskopis;
4) Praktikan dapat mengenali-ciri ciri batuan piroklastik yang memiliki kemiripan di
lapangan dengan batuan sedimen;
5) Praktikan dapat memahami klasifikasi batuan piroklastik, sehingga dapat
memberikan penamaan berdasarkan pengamatan megaskopis.

3.2 MATERI PRAKTIKUM


Pada acara ini diberikan dua jenis batuan, yakni batuan sedimen dan batuan
piroklastik. Batuan sedimen dan piroklastik memiliki perbedaan berdasarkan asal
material pendukung batuan. Batuan sedimen berasal dari material rombakan yang
tersedimentasi, sedangkan batuan piroklastik erat kaitannya dengan aktivitas vulkanik
terutama jatuhan piroklastik (pyroclastic falls) dan aliran piroklastik (pyroclastic flows).

3.2.1 BATUAN SEDIMEN (Sedimentary Rocks)

Batuan sedimen terbentuk di permukaan bumi. Pembentukan batuan sedimen


melibatkan banyak proses seperti pelapukan terhadap batuan yang ada sebelumnya
(pre-existing rocks), pengangkutan material menjauhi daerah sumber, pengendapan
material tererosi kedalam laut atau pada lingkungan sedimen lainnya. Kemudian
sedimen terubah menjadi batuan sedimen baru. Kondisi di atas menjelaskan
terbentuknya batuan sedimen klastik. Namun ada juga batuan sedimen non-klastik,
yakni batuan sedimen yang terbentuk dari presipitasi secara kimiawi.

Cara mudah menentukan batuan sedimen adalah memperhatikan kenampakan


perlapisan padanya. Suatu sikuen batuan sedimen dapat mencapai ketebalan ribuan
meter. Sebagian dari batuan sedimen tersingkap di permukaan bumi.

21
Singkapan batuan memberikan banyak informasi tentang sejarah masa lampau. Selain
mempelajari jenis batuan sedimen yang meliputi komposisi dan tekstur batuan
sedimen, juga dapat dipelajari kandungan fosil di dalam batuan sedimen. Batuan
sedimen merupakan sedimen yang telah mengalami kompaksi dan sementasi
sehingga membentuk tubuh batuan yang padat (Hamblin dan Christiansen, 1995).
Sedimen dapat berasal dari berbagai sumber, yakni:

1) Fragmen-fragmen mineral dan batuan lain, seperti gravel dalam kanal sungai,
pasir pada daerah pantai dan lumpur (mud) di laut.
2) Precipitasi (precipitation) kimia, seperti garam pada danau air asin (saline lake)
dan calcium carbonate di laut dangkal.
3) Material organik, seperti coral reefs dan vegetasi di suatu rawa-rawa.

Raymond (1995) membagi tiga kategori material utama yang mencirikan berbagai jenis
batuan sedimen, yaitu:

1) Fragmen silika dan butiran yang terkait dengannya.


2) Precipitasi kimia dan biokimia, terutama material karbonat tertentu.
3) Allochems, fragmen asal batuan yang terbentuk oleh precipitasi kimia dan
biokimia.

3.2.1.1. Struktur Sedimen

Batuan sedimen umumnya memperlihatkan kenampakan berlapis. Kenampakan ini


adalah bagian dari ekspresi yang diberikan oleh struktur sedimen yang
pembentukannya berkaitan dengan mekanisme transportasi sedimen. Gambaran
tersebut adalah struktur sedimen primer (primary sedimentary structures) yang
memberikan berbagai informasi kunci tentang kondisi ketika sedimen terakumulasi.
Sejumlah bentuk struktur sedimen antara lain adalah perlapisan (stratification), silang
siur (cross-bedding), perlapisan bersusun (graded bedding), gelembur gelombang
(ripple mark) dan rekah kerut (mud crack).

Perlapisan memiliki ketebalan yang bervariasi. Terbentuknya perlapisan dipengaruhi


oleh rejim alirannya. Pada aliran dengan energi yang besar berpeluang membentuk
perlapisan sedimen tebal. Namun, pada aliran dengan aliran yang relatif tenang atau
perlahan berpeluang membentuk perlapisan sedimen tipis (Tabel 3.1).

Tabel 3.1. Klasifikasi perlapisan (Ingram, 1954 op.cit. Raymond,1995)


Ketebalan Perlapisan Penamaan Lapisan
Bed (lapisan)
> 300 cm (> 3 m) Massive

22
Ketebalan Perlapisan Penamaan Lapisan
100 – 300 cm Perlapisan sangat tebal
30 – 100 cm Perlapisan tebal
10 – 30 cm Perlapisan sedang
3 – 10 cm Perlapisan tipis
1 – 3 cm Perlapisan sangat tipis
Lamina
0,3 – 1 cm Laminasi tebal
< 0,3 cm (< 3 mm) Laminasi tipis

3.2.1.2. Tekstur Sedimen

Batuan sedimen memiliki tekstur klastik dan kristalin (non-klastik). Tekstur klastik
merupakan tekstur utama di dalam batuan sedimen. Kenampakan tekstural yang
penting meliputi ukuran butir (grain size), bentuk butir (grain shape), pemilahan
(sorting) dan hubungan antar butiran (intergrain relationship).

Tekstur klastik adalah kenampakan klastika yang saling menyatu. Epiclastic texture
adalah tekstur sedimen yang terbentuk di permukaan (epi~ = permukaan) yang mana
butiran terakumulasi bersama.

Kategori ukuran butir yang biasa digunakan adalah yang dibuat oleh Wentworth (1922)
(Tabel 3.2). Deskripsi batuan juga konsen pada pemilahan butiran. Jika semua butiran
memiliki kesamaan ukuran butiran, maka sedimen tersebut disebut sebagai terpilah
sangat baik (very well sorted). Pada kondisi sebaliknya disebut sebagai terpilah sangat
buruk (very poorly sorted). Tingkatan pemilahan dalam sketsa tekstur menunjukkan
kontribusi butiran di dalam batuan sedimen (Lewis, 1984 dan Compton, 1962 op.cit.
Raymond, 1995). Pettjohn (1975) op.cit. Raymond (1995) mendefinisikan pemilahan
sebagai distribusi nilai rata-rata butiran di dalam batuan.

Tekstur kristalin (crystalline) pada batuan sedimen dibagi dalam tiga kategori
(Raymond, 1995, Gambar 3.1):

1) Tekstur kristalin yang berkaitan dengan precipitasi kimia dan biokimia, biasanya
berasosiasi dengan kelompok batuan asal precipitasi misalnya batugamping
(limestone). Contoh: equigranular-mozaic dan equigranular-sutured.
2) Tekstur kristalin dalam bentuk semen (cement) yang biasa terdapat pada
kelompok batuan asal silikaklastik dan kelompok batuan asal fragmen. Contoh:
equigranular-mozaic, equigranular-sutured, poikilotopic, syntaxial (semen baru
tumbuh dengan kesamaan orientasi dengan butiran yang ada) dan comb-
structured hingga fibrous-drussy, radial-fibrous dan spherulitic textures.

23
3) Tekstur kristalin terbentuk karena pengkristalan kembali (recrystallized) akibat
ubahan secara diagenetik dan biasanya dijumpai pada kelompok batuan asal
precipitasi dan kelompok batuan asal fragmen. Contoh: equigranular-mozaic
dan equigranular-sutured.

Tabel 3.2. Kelas ukuran Wentworth dan Skala (modifikasi dari Wentworth (1922),
Krumbein (1934) dan McManus (1963) op.cit. Raymond (1995)

Nama Batuan
Skala
ø Nama Ukuran Butir kelompok Tekstur
Wentworth
silikaklastik
Boulder (Bongkah)
-8 256 mm
Cobbles (Berangkal)
-6 64 mm Gravel Conglomerate Epiclastic
Pebbles (Kerakal) Breccia Ruditic
-2 4 mm
Granules (Kerikil)
-1 2 mm
Pasir sangat kasar
0 1 mm
Pasir Kasar
1 ½ mm
Pasir Sedang Sand (pasir) Sandstone Epiclastic
2 ¼ mm (Arenite, Arenitic
Wacke)
Pasir halus
3 1/8 mm
Pasir sangat halus
4 1/16 mm
Silt (Lanau) Siltstone, Shale Epiclastic
8 1/256 mm Mud (lumpur) Mudstone Lutitic
Clay (Lempung) Claystone

Gambar 3.1 Sketsa sejumlah textur pada batuan sedimen. (a). Equigranular-
mozaic texture. (b) Equigranular-sutured textured texture, (c) Comb
structure sebagai semen pada batuan bertekstur epiklastik (d) fibrous-
drussy texture sebagai semen pada batuan bertekstur epiklastik. (e)
Radial-fibrous texture sebagai semen pada batuan bertekstur epiklastik. (f)
Spherulitic texture (g) Poikilotopik texture (Raymond, 1995).

24
Gambar 3.2 Tingkat Pemilahan butiran dari klasifikasi Lewis (1984) dan
Compton (1962) op.cit. Raymond (1995).

Terdapat sifat kebundaran dan kebulatan pada batuan sedimen klastik. Kedua sifat
tersebut dapat menjelaskan mekanisme transportasi sedimen secara implisit (Gambar
3.3).

Pembolaan (sphericity) butiran adalah suatu pengukuran butiran secara menyeluruh


untuk mendekatkan terhadap bentuk menyerupai bola (sphere). Butiran yang membola
(spherical) memiliki tingkat pembolaan yang tinggi (high sphericity). Sebaliknya bentuk
rod-shape dan tabular memiliki pembolaan yang rendah (low sphericity).

Kebulatan (roundness) adalah suatu pengukuran bentuk kurvatur atau lengkung dari
tepi butiran. Butiran dengan bentuk yang menyudut (sharp) dan bergerigi (jagged)
disebut dengan istilah very angular (sangat menyudut). Sebaliknya bentuk yang mulus
(smooth) dengan tepian yang membulat disebut dengan istilah well-rounded
(membulat baik). Estimasi visual terhadap kebulatan butiran dilakukan untuk
pengamatan contoh setangan (hand-spacimen) dan kerja petrografi mikroskopik
menggunakan komparator bentuk butir.

25
Gambar 3.3 Bentuk butiran secara relatif menggambarkan derajat pembolaan dan
kebulatan suatu butiran sedimen (Power, 1953 op.cit. Raymond, 1995)

3.2.1.3. Klasifikasi Batuan Sedimen

Batuan sedimen umumnya diklasifikasikan berdasarkan tekstur dan komposisinya.


Batuan ini secara umum dapat dibagi menjadi dua kelompok yang mudah dikenali,
yaitu:

1) Kelompok batuan klastik (clastic rocks) yang terbentuk dari pecahan-pecahan


batuan lain (fragmental), dan
2) kelompok batuan bukan klastik (non-clastic rocks) atau kristalin yang meliputi
batuan asal kimia dan batuan asal organik.

Batuan klastik diklasifikasi berdasarkan dominasi ukuran partikel penyusun batuan.


Contoh batuannya dari yang berukuran butir kasar hingga berbutir halus adalah
konglomerat (conglomerate), batupasir (sandstone), batulanau (siltstone) dan serpih
(shale). Gunakan skala Wentworth pada Tabel 3.2 untuk memberikan penamaan
batuan sedimen silika klastik.

Tekstur klastika juga digunakan untuk sebagian limestone. Pembagiannya dapat


menjadi calsirudite untuk ukuran butir gravel (> 2 mm), calcarenite untuk ukuran butir
sand (pasir) dan calcilutite untuk ukuran butir mud (campuran silt dan clay).

Batuan yang berasal dari proses kimiawi ini termasuk dalam kelompok batuan dengan
tekstur kristalin yang telah dibahas di atas. Contoh batuannya adalah batugamping
(limestone), dolostone, rock salt dan gypsum. Namun yang paling banyak dijumpai
adalah limestone (batugamping).

26
Limestone pada umumnya dijumpai bukan klastik dengan komposisi utama calcium
carbonate (CaCO3). Berasal dari proses kimiawi dan organik, atau sering disebut
biokimia. Limestone dapat dikelompokkan menjadi lebih detil lagi dengan varietas yang
sangat banyak. Tetapi, kelompok utamanya biasanya terdiri dari skeletal limestone
yakni batugamping dengan banyak kandungan fosil, oolitic limestone yaitu
batugamping dengan komponen ooid, dan microcrystalline limestone yaitu
batubamping yang didominasi oleh lumpur karbonat (carbonate mud). Pada limestone
kehadiran fosil berkaitan dengan peran tanaman dan binatang invertebrata yang
mengekstraksi calcium carbonate dari air laut dan menggunakannya untuk
mengkonstruksi shell (cangkang) dan bagian keras lainnya.

Selain itu batubara (coal) adalah batuan sedimen yang tersusun oleh jejak organisme
yang tertekan. Batubara berasal dari lingkungan rawa-rawa dimana kondisi sirkulasi air
tidak lancar sehingga mengalami kekurangan oksigen. Akibatnya adalah material
organik terakumulasi lebih cepat dari pembusukannya.

3.2.2 BATUAN PIROKLASTIK

Batuan piroklastik dijumpai di lapangan. Batuan ini adalah produk letusan gunung api.
Selain lava (batuan dari magma yang mengalir di permukaan), terdapan batuan yang
terbentuk dari fragmen asal letusan gunung api dengan variasi ukuran fragmen. Ini
sebagai penentu dalam penamaan batuan piroklastik (Gambar 3.4).

Gambar 3.4. Klasifikasi batuan piroklastik: a) batuan berdasarkan tipe material;


b) batuan berdasarkan ukuran material.

Material piroklastik di alam dapat dijumpai sebagai batuan (terkonsolidasi) dan sebagai
sedimen (tidak terkonsolidasi/lepas-lepas). Istilah sedimen untuk batuan piroklastik
adalah sinonim dengan tephra (Tabel 3.3).

27
Tabel 3.3 Klasifikasi fragmen, sedimen dan batuan piroklastik (after
Schmid, 1981)
Fragment Pyroclastic Pyroclatic Pyroclastic
size (mm) fragment sediments rocks
> 64 Bomb, block Bomb tephra Agglomerate
Block tephra Pyroclastic
breccia
2 – 64 Lapillus Lapilli tephra Lapillistone
0.032 – 2 Coarse ash Coarse ash Coarse tuff
grain
< 0.032 Fine ash grain Fine ash Fine tuff

Material piroklastik dalam batuan berdasarkan prosentasenya menentukan dalam


penamaan batuan. Karenanya material piroklastik dapat bercampur dengan sedimen
silikaklastik. Batuan diklasifikasi menjadi batuan piroklastik, tuffaan dan batuan
sedimen volkaniklastik (Tabel 3.4).

Tabel 3.4. Klasifikasi batuan vulkaniklastik mengandung lebih dari 10% volcanic debris
(berdasarkan Schmid, 1981).
Avarage
Pyroclastic
fragment size Tuffites Volcaniclastic sedimentary rocks
rocks
(mm)
Agglomerat
Tuffaceous-
> 64 pyroclastic
conglomerat Volcaniclastic-conglomerate
breccia
e
2 – 64 lapillistone
Tuffaceous-
0.032 – 2 Coarse tuff Volcaniclastic-sandstone
sandstone
Tuffaceous-
< 0.032 Fine tuff Volcaniclastic-mudstone
mudstone
Amount of
pyroclastic 100 – 75% 75 – 25% 25 – 0%
material

3.3 URAIAN TUGAS


Pembelajaran di laboratorium dan memberikan pengetahuan dan melatih praktikan
agar mampu mendeskripsi batuan sedimen dan piroklastik dengan tujuan memberikan
kompetensi kognitif, psikomotorik dan afektif.
a) Praktikan diminta mengidentifikasi minimal 5 jenis batuan sedimen dan
piroklastik.;
b) Praktikan diminta menggambar batuan sedimen dan piroklastik yang berbeda
menggunakan Lembar Deskripsi Batuan Sedimen dan Piroklastik;

28
c) Praktikan melakukan deskripsi untuk contoh batuan sedimen dan piroklastik
yang berbeda menggunakan Lembar Deskripsi Batuan sedimen dan piroklastik
dan berlatih memberikan penamaan batuan atas contoh-contoh batuan
sedimen dan piroklastik dengan pendekatan tektur dan komposisi batuan
secara megaskopis;

d) Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih


mendeskripsi batuan sedimen dan piroklastik.

29
ACARA IV
BATUAN METAMORF

4.1 KOMPETENSI
Kompetensi pada mata acara batuan metamorf adalah sebagai berikut:
1) Praktikan dapat membedakan antara batuan metamorf dengan batuan lainnya,
seperti batuan beku dan batuan sedimen/piroklastik;
2) Praktikan dapat menentukan jenis batuan metamorf, hingga penamaan
batuannya.

4.2 MATERI PRAKTIKUM


Batuan metamorf (metamorphic rocks) dicirikan dengan kenampakan foliation
(berlapis) karena penjajaran mineral pada tekstur kristalin. Kata meta bermakna
perubahan, sedangkan kata morpho bermakna bentuk. Dengan demikian,
metamorfosis adalah proses yang mengubah bentuk mineral asal dari batuan beku,
batuan sedimen atau batuan metamorf menjadi mineral yang stabil pada kondisi baru.

4.2.1 Metamorfisme

Metamorfisme (metamorphism) menyebabkan perubahan secara tekstural, mineralogi


atau keduanya yang terjadi diantara dua kondisi. Pertama adalah kondisi diagenesis-
weathering (pada batas bagian bawah), dan kedua pada kondisi melting (pada batas
bagian atas). Pada perubahan tekstur dapat terjadi tanpa disertai dengan perubahan
komposisi mineral, yaitu terjadi kataklasis (cataclasis) dan rekristalisasi
(recrystallization).

Kataklasis adalah proses penghancuran butiran batuan. Biasanya pada zona sesar.
Sedangkan rekristalisasi adalah proses pengorganisasian kembali pola kristal (crystal
lattice) dan hubungan antar butiran melalui perpindahan ion dan deformasi pola tanpa
disertai penghancuran butiran. Proses in umum terjadi pada monomineralic rocks
seperti pure limestone, quartz arenite atau dunite. Selain itu terdapat proses
neokristalisasi (neocrystalization), yaitu proses yang menghasilkan bentuk mineral
baru yang sebelumnya tidak hadir pada batuan metamorf.

Penyebab utama metamorfisme adalah perubahan temperatur, tekanan dan


komposisi. Perubahan ini menyebabkan rekristalisasi pada batuan (Hamblin &
Christiansen, 1995).

Temperatur menjadi faktor sangat penting pada metamorfisme. Ketika temperatur


meningkat, maka mineral batuan menjadi tidak stabil dan bereaksi dengan mineral lain

30
membentuk kumpulan mineral baru yang stabil dalam kondisi baru. Adapun sumber
panas dapat berasal dari: 1) Peningkatan tekanan sesuai dengan kedalaman; 2)
Peluruhan radioaktif; 3) deformasi; dan 4) magma migrasi.

Tekanan tinggi (high pressure) pada kedalaman tertentu juga menyebabkan


perubahan penting dalam sifat fisik batuan. Tekanan yang tinggi cenderung untuk
mengurangi rongga pori dengan ditempatkannya sejumlah mineral atau dapat pula
mendorong reaksi yang menghasilkan mineral baru.

Perubahan temperatur dan tekanan dapat mengubah mineral andalusite. Pada


peningkatan temperatur maka andalusite dapat terubah menjadi sillimanite. Namun,
pada kondisi tekanan yang tinggi, maka andalusite dapat terubah menjadi kyanite
(Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Diagram fase Andalusite, Sillimanite dan Kyanite. Bentuk stabil dari
perubahan Al2SiO5 menyesuaikan perubahan temperatur dan tekanan
(Hamblin & Christiansen, 1995).

Pada metamorfosis tidak terjadi perpindahan atau pun penambahan material kimia
dari massa batuan. Pada kristalisasi disertai dnegan perubahan komposisi kimia
dimana terjadi pelepasan dan penambahan ion atau atom tertentu termasuk
pelepasan air dan karbon dioksida. Sebagai contoh, calcite (CaCO3) dan lempung
[Al2Si2O5(OH)4] akan terurai dan melepaskan larutan H2O dan CO2 pada temperatur
tinggi. Jika atom terurai dari struktur kristal suatu mineral, maka larutan ini selanjutnya
akan menuju ke tempat lain. Atom tersebut berpindah sepanjang larutan di dalam
rongga pori (pore spaces) dan sepanjang batas butiran. Kristal asal akan terurai,
struktur kristal baru yang stabil pada kondisi temperatur dan tekanan baru akan
terbentuk. Hal ini menjelaskan adanya fluida aktif di dalam proses metamorfosis.

31
Reaksi kimia lain dapat terjadi, seperti metasomatism yaitu proses yang membawa ion
dari sumber diluar dan menghasilkan komposisi yang keseluruhan mineralnya
berbeda. Umumnya terkait dengan magmatic intrusion. Magma yang menerobos naik
membawa material terlarut dalam fuida pori yang kemudian masuk ke dalam batuan
samping (country rocks) sehingga membentuk mineral baru yang stabil pada
lingkungan kimia baru. Banyak endapan bijih metalik yang terbentuk melalui proses ini.
Dikarenakan pentingnya air panas dalam pembentukan bijih, maka proses ini lebih
dikenal sebagai ubahan hidrotermal (hydrothermal alteration).

4.2.2 Jenis Metamorfisme

Metamorfisme dapat dikelompokkan berdasarkan agen dominan dan cakupan daerah


atau volume batuan yang terdampak oleh metamorfisme. Pengelompokan yang umum
adalah metamorfisme dibagi menjadi tipe lokal dan regional. Metamorfisme lokal
adalah metamorfisme yang mempengaruhi volume batuan relatif kecil (kurang dari 100
km3). Sedangkan metamorfisme regional mengenai ribuan kilometer kubik batuan
(Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Tipe metamorfisme Lokal dan Regional

Agen dominan Lokal Regional

Tekanan (pressure) - Statik

Deviatoric stress Dinamika lokal Dinamika regional

Temperatur Kontak – Tekanan rendah -


(LP)

Fluida aktif secara kimiawi Metasomatik lokal Metasomatik regional


(termasuk alterasi)

Temperatur + Tekanan + Kontak- Tekanan Dinamotermal


deviatoric stress + Fluida Menengah (MP)
aktif secara kimiawi
Kontak-Tekanan Tinggi
(HP)

Berdasarkan agen dominannya, maka akan terbentuk berbagai sub-tipe. Ketika


temperatur dominan, metamorfisme terjadi secara lokal dan disebut sebagai
metamorfisme kontak (contact metamophism), karena metamorfisme mengenai batuan
samping (country rocks) pada atau dekat dengan massa batuan beku yang
menerobos. Pada lokasi yang dangkal, terbentuk kondisi tekanan rendah (LP = low

32
pressure). Namun pada lokasi yang lebih dalam dapat menyebabkan metamorfisme
kontak tekanan medium (MP = medium pressure) dan tekanan tinggi (HP = high
pressure). Namun kondisi HP biasanya jarang ditemukan, karena temperatur tinggi
biasanya menyertai tekanan tinggi pada kedalaman.

Deviatoric stress biasanya menyebabkan metamorfisme regional. Pada kondisi lokal


biasanya terjadi sepanjang zona sesar. Metamorfisme regional terjadi pada mantel dan
jalur pengunungan, terutama pada komplek akresi pada batas lempeng konvergen.

Tekanan dapat menyebabkan metamorfisme juga pada skala regional. Metamorfisme


yang demikian disebut sebagai metamorfisme statik (static metamorphism). Jenis
metamorfisme ini terjadi pada kedalaman dimana terbebani oleh sedimen yang sangat
tebal di kontinen, cekungan busur depan (forearc basin), palung dan pada prisma
sedimen sepanjang batas kontinen pasif (passive continental margin).

Peran fluida aktif secara kimiawi menyebabkan metamorfisme yang disebut sebagai
metasomatisme. Perubahan kimiawi mendominasi. Metasomatisme terjadi dekat
dengan batuan plutonik. Biasanya ditunjukkan dengan terjadi alterasi (alteration) yang
sering berassosiasi dengan endapan bijih. Adapun metasomatisme regional masih
menjadi perdebatan. Sebagian geologist menganggap terjadi berkaitan dengan proses
granitisasi.

Metamorfisme dinamotermal adalah tipe metamorfisme yang terdistribusi secara


lResponsi. Metamorfisme ini terjadi sebagai kombinasi dari tekanan dan temperatur.
Pada sejumlah literatur istilah regional dan dinamotermal sering diguntakan bergantian
(interchangeably). Namun itu adalah praktek terdahulu dimana metamorfisme
dikenalimenjadi dua tipe, termal (kontak) dan regional (dinamotermal) (Harker, 1932
dalam Raymond, 1995).

4.2.3 Klasifikasi batuan metamorf

Batuan metamorf secara sederhana berdasarkan tekstur dan komposisinya dibagi


dalam dua kelompok. Pertama, batuan dengan tekstur planar, disebut juga foliasi
(foliation). Kedua, batuan tanpa foliasi dan memiliki tekstur granular.

1) Batuan Terfoliasi (Foliated Rocks)


Batuan akan bereaksi terhadap perubahan akibat tekanan, temperatur dan
fluida kimia aktif. Masing-masing butiran akan saling menyesuaikan dan
mengkristal kembali. Pertumbuhan mineral baru dalam kondisi tekanan terakhir
menjadi penting. Butiran akan mengalami perkembangan menjadi terorientasi
secara planar. Struktur planar terbentuk karena tersusun oleh sekumpulan

33
mineral pipih seperti mica dan chlorite atau dari peselingan lapisan dengan
komposisi berbeda.
Jenis batuan metamorf dengan kenampakan foliasi memperlihatkan tekstur
yang halus menjadi semakin kasar. Berikut adalah urut-urutan batuan metamorf
terfoliasi sebagai berikut:

a) Slate (batu sabak)

Slate adalah batuan metamorf berbutir sangat halus dan biasanya


dihasilkan dari batuan asal serpih (shale) yang mengalami metamorfisme
derajat rendah (low-temperature & low-pressure). Biasanya memiliki foliasi
yang sangat bagus yang disebut sebagai slaty cleavage. Slaty cleavage
dihasilkan dari penjajaran (alignment) yang paralel dari mineral pipih seperti
mica, chlorite dan talc. Mineral-mineral ini hanya dapat diamati
menggunakan mikroskop karena ukurannya yang terlalu kecil.

b) Phyllite

Phyllite adalah batuan metamorf dengan komposisi yang sama dengan


slate. Mineral mikaan (micaceous minerals) berukuran lebih besar dan
memberikan kilap yang jelas pada bidang foliasi batuan. Mineral berukuran
besar merupakan hasil dari temperatur dan tekanan yang lebih tinggi
dibanding yang dialami oleh slate.

c) Schist

Schist merupakan batuan terfoliasi yang berbutir sedang hingga kasar.


Foliasi hasil dari penjajaran mineral pipih, seperti mica, chlorite, talc dan
hematite. Kenampakan seperti itu dikenal sebagai schistosity. Seringkali
hadir pula mineral tambahan seperti quartz, feldspar, garnet, amphibole
dalam jumlah yang signifikan. Schist hasil dari intensitas metamorf yang
lebih tinggi dari yang dialami slate. Asal batuannya sangat variatif seperti
basalt, granite, shale dan tuff.

d) Gneiss

Gneiss adalah batuan metamorf yang granular, berbutir kasar dengan


foliasi hasil dari perselingan lapisan antara mineral gelap dan mineral
terang, disebut sebagai gneissic layering. Komposisi gneiss umumnya
sama dengan granite. Mineral utamanya adalah quartz, feldspar dan
ferromagnesian. Feldspar umumnya melimpah bersama dengan quartz

34
membentuk interlocking grains. Mica, amphibole dan mineral gelap lainnya
membentuk dark layers. Biasanya lembaran gneiss sangat bergelombang
(high contorted) dan seringkali dijumpai rekahan yang memotong layer atau
bidang foliasi. Gneiss terbentuk selama metamorf regional derajat tinggi
dimana proses ini berada pada kondisi temperatur dan tekanan yang relatif
tinggi.

2) Batuan tidak terfoliasi (Nonfoliated Rocks)

Batuan seperti batupasir (sandstone) dan batugamping (limestone) dengan


komposisi dominan satu mineral akan mengkristal dalam dimensi yang sama
(equidimensional). Metamorfisme pada batuan seperti ini tidak menghasilkan
foliasi yang kuat walaupun butiran mica tersebar sepanjang batuan sehingga
dapat dikatakan terorientasi paralel. Mineral pada batuan tidak terfoliasi.
Artinya, orientasi pada massa batuan ini tidak memperlihatkan perkembangan
foliasi yang kuat sehingga teksturnya disebut granular, istilah lain untuk
sebutan tidak terfoliasi (nonfoliated).

Jenis batuan metamorf dengan kenampakan non-foliasi memperlihatkan


kecenderungan yang mono mineral. Berikut adalah contoh dari batuan
metamorf tidak terfoliasi sebagai berikut:

a) Quartzite

Quartzite adalah batupasir (sandstone) kaya quartz yang termetamorfkan.


Dikatakan tidak terfoliasi karena butiran quartz sebagai penyusun utama
tidak membentuk kristal pipih. Quartzite murni berwarna putih atau terang,
tetapi kadangkala muncul oksida besi dan mineral lainnya dengan berbagai
variasi warna seperti merah, coklat, hijau dan warna lainnya (Monroe &
Wicander, 1997).

b) Marble (marmer)

Marble adalah berasal dari limestone atau dolomite. Calcite sebagai mineral
penyusun utama berbentuk equidimensional sehingga batuan tidak
terfoliasi. Butirannya yang besar saling mengunci (interlocked) dengan
kompak membentuk batuan yang sangat padat (Monroe & Wicander, 1997).

Marble murni berwarna putih, tetapi kebanyakan marble mengandung


pengotor (impurities) yang memberikan kesan gores garis yang cukup
banyak sehingga mempengaruhi warna marble. Itulah mengapa kita

35
seringkali menemukan marble bervariasi warnanya seperti putih, hijau,
merah, coklat dan hitam. Kebanyakan marble terbentuk karena
metamorfisme regional pada zona diantara schists dan phyllite.

c) Amphibolite
Amphibolite adalah batuan metamorf dengan komposisi kaya amphibole
dan plagioclase. Mica, quartz, garnet dan epidote juga dapat hadir.
Amphibolite hasil dari metamorfisme basalt, gabbro dan batuan lain yang
kaya besi dan magnesium. Beberapa amphibolite memperlihatkan
perkembangan foliasi ketika mica atau mineral pipih lainnya cukup
melimpah.

d) Hornfels

Hornfels adalah batuan metamorf tidak terfoliasi berbutir halus yang sangat
keras dan padat. Butirannya biasanya mikroskopik dan sangat menyatu
(welded) menjadi mozaik yang teratur. Mineral pipih seperti mica memiliki
orientasi acak dan muncul mineral temperatur tinggi. Hornfels biasanya
berwarna gelap dan kelihatannya seperti basalt, rijang gelap (flint) atau
batugamping berbutir halus. Batuan ini hasil dari metamorfisme disekitar
intrusi batuan beku yang mengalami rekristalisasi sebagian atau
keseluruhan pada batuan disekelilingnya. Batuan asalnya biasa shale
walaupun lava, schist dan batuan lain bisa saja berubah menjadi hornfels.

4.2.4 Sumber Material dari Batuan Metamorf

Asal batuan metamorf merupakan proses yang sangat rumit dan banyak sekali
masalah dalam interpretasi. Satu batuan dapat terubah menjadi berbagai batuan
metamorf karena intensitas metamorfisme yang bertambah. Contoh, shale terubah
menjadi slate, schist atau gneiss. Hal ini menunjukkan peningkatan derajat metamorfik
(Gambar 4.2). Selain itu, berbagai asal batuan dapat terubah menjadi batuan
metamorf (Gambar 4.3).

36
Gambar 4.2 Metamorfisme pada shale dapat berubah sesuai dengan tahapan proses
tergantung dari intensitas temperatur dan tekanan. Shale dapat terubah
menjadi slate, schist atau gneiss (Hamblin & Christiansen, 1995).

Gambar 4.3. Diagram asal-mResponsial batuan metamorf


(Hambline & Christiansen, 1995).

4.3 URAIAN TUGAS

Pembelajaran di laboratorium memberikan pengetahuan dan melatih praktikan agar


mampu mendeskripsi batuan metamorf sehingga kompetensi kognitif, psikomotorik
dan afektif dapat dicapai.
a) Praktikan diminta mengidentifikasi minimal 5 jenis batuan metamorf.;
b) Praktikan diminta menggambar batuan metamorf yang berbeda menggunakan
Lembar Deskripsi Batuan Metamorf;
c) Praktikan melakukan deskripsi untuk contoh batuan metamorf yang berbeda
menggunakan Lembar Deskripsi Batuan Metamorf atas contoh-contoh batuan
dengan mengobservasi struktur, tekstur dan komposisi batuan metamorf hingga
mampu memberikan penamaan batuan metamorf dengan pendekatan tektur dan
komposisi batuan secara megaskopis;
d) Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih
mendeskripsi batuan beku.

37
ACARA V
PENGENALAN FOSIL

5.1 KOMPETENSI
Kompetensi pada mata acara pengenalan fosil adalah sebagai berikut:
1) Praktikan dapat mengenali ciri-ciri fosil makro dan fosil mikro.
2) Praktikan dapat membedakan jenis fosil makro dan fosil mikro.
3) Praktikan dapat memahami memberikan penamaan berdasarkan pengamatan
megaskopis;

5.2 MATERI PRAKTIKUM


5.2.1 Pengertian Fosil
Fosil adalah sisa atau jejak/bekas hewan maupun tumbuhan yang hidup pada
masa lampau yang terawetkan / tertimbun secara alamiah. Batas antara masa lampau
dan masa kini adalah pada awal Holosen (kira-kira 11.000 tahun yang lalu). Fosil
dalam “Paleontologi” terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Fosil Makro/besar (Macrofossil)


dapat dilihat dengan mata biasa (megaskopis), contoh : paleontologi vertebrata.

2. Fosil Mikro/kecil (Microfossil)


hanya dapat dilihat dengan bantuan alat mikroskop (mikroskopis) , contoh :
paleontologi invertebrata : Protozoa, Colentarata, Echinodermata, Porifera,
Bryozoa, Brachiopoda, Moluska.

5.2.2 Pengawetan Fosil


Paleontologi adalah bagian dari ilmu geologi yang menguraikan penyelidikan dan
interpretasi fosil. Ahli paleontologi menggunakan fosil untuk banyak hal, antara lain:
1. Untuk menentukan umur relatif suatu batuan
2. Untuk menentukan keadaan lingkungan dan ekologi yang ada ketika batuan
yang mengandung fosil tersebut terbentuk.

Paleontologi banyak membantu ahli geologi memahami sejarah masa lalu bumi
melalui penyelidikan fosil. Suatu kehidupan dapat menjadi fosil melalui proses yang
diebut proses pemfosilan. Proses ini merupakan proses dimana terekamnya data-
data kehidupan suatu organisme atau perubahan-perubahan yang terjadi pada
saat organisme tersebut mati, dan terkubur, serta terawetkan dengan baik dalam
suatu tubuh batuan sedimen (berbutir halus), baik berupa sebagian atau seluruh
kehidupan organisme tersebut.

5.2.3 Syarat-syarat terbentuknya Fosil

38
 Mempunyai bagian yang keras
 Segera terhindar dari proses-proses kimia (oksidasi & reduksi)
 Tidak menjadi mangsa binatang lain
 Terendapkan pada batuan yang berbutir halus >>> agar tidak larut
 Terawetkan dalam batuan sedimen
 Terawetkan dalam waktu geologi (minimal 500.000 tahun)

5.2.4 Jenis-jenis Fosil


Berdasarkan tipe pengawetan, fosil dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Fosil tidak terubah
Semua bagian organisme/hewan terawetkan, baik yang lunak maupun yang
keras, misal : ikan di Fort Worth, Texax,Amerika Serikat

2. Fosil yang mengalami perubahan


Perubahan dapat berupa:
a. Permineralisasi
Bagian keras yang porous yang asli terawetkan, tetapi beberapa unsur
mineral sekunder mengisi ruang antar sel. Sebagian besar tulang-tulang
vertebrata dan cangkang-cangkang invertebrata terawetkan dalam bentuk ini.
Akibat dari penambahan mineral sekunder, fosil-fosil menjadi lebih berat dan
awal dariada bagian keras yang asli yang tidak terubah. Contoh : dinosaurus
dan mamalia.
b. Replacement (Penggantian)
Mineral sekunder mengganti semua material fosil asli. Hasilnya adalah
jiplakan fosil asli yang hampir sempurna. Contoh : fosil kayu di Southem Utah
yang seluruhnya tergantikan oleh silika.
c. Rekristalisasi
Dalam proses ini setiap butiran yang sangat halus dari material asli dari
bagian yang keras mengalami reorganiasi (penyusunan kembali) kedalam
kristal-kristal yang lebih besar dari material yang sama. Biasanya tidak ada
material baru yang masuk maupun keluar dan tidak ada perubahan bentuk
luar dari bagian yang keras, namun biasanya struktur dalam bagian yang
keras biasanya rusak.

3. Fosil berupa fragmen


Fosil berupa fragmen-fragmen, dan fragmen-fragmen tersebut dapat terubah
maupun tak terubah.

4. Fosil berupa jejak atau bekas


Tidak semua fosil terawetkan dalam bentuk yang siap dikenal, sering hanya
bukti-bukti tidak langsung dari jejak fosil yang ada untuk diinterpretasikan.
a. Mold, Cast dan Imprint
Bila bagian keras dari hewan semuanya terlarutkan, lobangnya tinggal dalam
batuan yang melingkupinya, cetakan tersebut diebut Mold. Bila yang tercetak
bagian luar disebut External Mold, sedang bila bagian dalam disebut Internal

39
mold. Mold dapat terisi oleh material sekunder membentuk jiplakan yang
secara kasar sama dengan fosil asli. Cetakan tersebut disebut Cast. Bila yang
tercetak bagian luar disebut External cast, sedang bila bagian dalam disebut
Internal cast. Imprint biasanya terbentuk bila organisme tercetak di dalam
sedimen yang halus seperti pasir halus atau lumpur dan akhirnya lepas.
b. Track, Trail dan Burrow
Track dan Trail terbentuk karena perpindahan organisme di atas permukaan
sedimen-sedimen lunak. Track adalah jejak berupa tapak, sedangTrail adalah
jejak berupa seretan. Burrow adalah jejak dari organisme penggali. Lobang
atau galian ditinggalkan oleh organisme sering terawetkan oleh pengisian
lobang bagian dengan sedimen komposisi yang berbeda.
c. Coprolite
Coprolite adalah fosil yang berupa kotoran hewan. Kotoran ini digunakan oleh
ahli geologi untuk menentukan tempat hidupnya, apa makanannya, dan
ukuran relatifnya.
d. Fosil Kimia
Jejak asam organik seperti yang dijumpai dalam sedimen Pra Kambrium
dipandang sebagai fosil kimia.

Karena fosil merupakan sisa organisme, maka fosil juga diklasifikasikan seperti
klasifikasi organisme dalam biologi. Tetapi karena fosil hanya diwakili oleh bagian yang
keras, maka klasifikasi fosil terutama didasarkan pada faktor-faktor morfologi bagian
yang keras tersebut.

5.2.4 Kegunaan mempelajari fosil


1. Menentukan Umur Relatif Batuan
Kemunculan fosil dari zaman ke zaman selalu berbeda, sehingga fosil
dapatdigunakan untuk menentukan umur relatif suatu batuan sedimen. Fosil Indeks:
fosil yang kemunculannya sangat spesifik mewakili suatu zaman, contoh:Ammonit
pada Trias. Syarat-syarat fosil indeks: Memiliki penyebaran lateral yang lResponsi,
kisaran umurnya pendek dan mudah dikenali (Gambar 5.1).

40
Gambar 5.1. Skala waktu geologi berdasar kemunculan fosil

Gambar 5.2. Penentuan umur berdasarkan kehadiran fosil indeks pada vertebrata

41
2. Melakukan Korelasi
Korelasi adalah menghubungkan dua atau lebih satuan batuan
berdasarkan kesamaan umur.
Biostratigrafi adalah menyusun suatu satuan batuan berdasarkan
kesamaan kandungan fosilnya. Dalam perkembangannya satuan biostratigrafi sering
identik dengan umur dari batuan itu sendiri.

Gambar 5.3. Korelasi satuan batuan berdasarkan kehadiran fosil Trilobita

3. Menentukan Lingkungan Pengendapan


Organisme dalam hidupnya dibatasi oleh suatu lingkungan, dimana organisme
tersebut dapat beradaptasi. Dengan demikian fosil dapat dipergunakan untuk
menentukan lingkungan pengendapan. Syarat: fosil terendapkan pada lingkungan
dimana dia hidup (bioconoese ), lingkungan hidupnya sempit dan mudah
dikenali. Lingkungan Pengendapan : Darat, meliputi gurun, sungai, danau, dan
sebagainya. Sedangkan laut, meliputi: pantai, rawa, laut dangkal (neritik) dsb.

Gambar 5.4. Lingkungan pengendapan fosil berdasarkan kedalaman

42
4. Mengetahui Paleoklimatologi
Selain lingkungan hidup, organisme juga dipengaruhi oleh iklim sebagai salah satu
unsur lingkungan. Contoh: Koral biasanya hidup pada iklim tropis - sub tropis.

5.2.5 URAIAN TUGAS


Pembelajaran di laboratorium memberikan pengetahuan dan melatih praktikan agar
mampu mendeskripsi fosil sehingga kompetensi kognitif, psikomotorik dan afektif
dapat dicapai.
a) Praktikan diminta menggambar ulang minimal 8 (delapan) fosil makro dan
mikro yang sudah tersedia pada Lembar Kerja Fosil;

b) Praktikan diminta mengobservasi dan mendeskripsi jenis-jenis fosil dan


karakteristik fosil hingga mampu memberikan penamaan fosil;

c) Praktikan diminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih


menggambar struktur geologi.

ACARA VI
PENGENALAN STRATIGRAFI

6.1 KOMPETENSI

Kompetensi pada mata acara pengenalan stratigrafi adalah sebagai berikut:


Praktikan dapat mengenali prinsip-prinsip stratigrafi yang terdapat pada gambar.
1) Praktikan dapat membaca kolom stratigrafi mencakup hubungan antar
batuan, umur, kontrol struktur geologi dan sejarah geologinya.
2) Praktikan dapat menjelaskan sejarah terbentuknya perlapisan batuan mulai
dari yang tua ke yang muda secara stratigrafi.

6.2 MATERI PRAKTIKUM

Hal terpenting untuk memahami batuan adalah memperhatikan bentuk kontak antar
satuan batuan yang dipelajari dalam ilmu stratigrafi. Stratigrafi dalam arti lResponsi
adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan kejadian (genesa) macam-macam
batuan di alam dengan ruang dan waktu, sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu
pemerian batuan (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan kejadian geologi Nicolas
Steno (1969) dalah sebagai berikut:

a) Prinsip Superposisi (Nicolas Steno, 1669)


Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi tempat diendapkannya

43
sedimen, lapisan yang paling tua akan diendapkan paling bawah, kecuali pada
lapisan-lapisan yang telah mengalami pembalikan. (Gambar 6.1).

Gambar 6.1 Umur relatif batuan sedimen

b) Hukum Datar Asal (Original Horizontality) (Nicolas Steno, 1669)


Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh gravitasi
akan membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi dari pernyataan
ini adalah lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah proses
pengendapan. (Gambar 6.2). Pengecualian : Pada keadaan tertentu (lingkungan
delta, pantai, batugamping, terumbu, dll) dapat terjadi pengendapan miring yang
disebut Kemiringan Asli (Original Dip) dan disebut Clinoform.

Gambar 6.2 Pola hubungan satuan batuan di permukaan bumi


dan kedudukan struktur geologinya.

c) Azas Pemotongan (Cross Cutting) (A.W. R. Potter dan H. Robinson, 1977)


Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah berusia lebih
muda dari batuan yang diterobosnya.

44
Gambar 6.3 Pola cross cutting

d) Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity) (Nicolas Steno, 1669)


Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan berkesinambungan sampai
batas cekungan sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan
bidang kesamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi.
Dalam keadaan normal suatu lapisan sedimen tidak mungkin terpotong secara
lateral dengan tiba-tiba, kecuali oleh beberapa sebab yang menyebabkan
terhentinya kesinambungan lateral (Gambar 6.4), antara lain:

Gambar 6.4. Kesinambungan lateral

- Pembajian
Menipisnya suatu lapisan batuan pada tepi cekungan sedimentasinya

Gambar 6.5 Penipisan Lapisan Sedimen pada Tepian Cekungan

- Perubahan Fasies
Perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan yang sama, atau
perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama (menjemari).

45
Gambar 6.6 Penghilangan Lapisan Secara Lateral

- Pemancungan atau Pemotongan karena Ketidakselarasan


Dijumpai pada jenis ketidakselarasan Angular Unconformity di mana urutan batuan di
bawah bidang ketidakselarasan membentuk sudut dengan batuan diatasnya.
Pemancungan atau pemotongan terjadi pada lapisan batuan di bawah bidang
ketidakselarasan. (Gambar 6.7).

Gambar 6.7 Pola sebaran baruan pada daerah lembah

Pola perlapisan batuan dapat menunjukkan kelompok batuan yang berbeda waktu
pengendapannya. Satu seri pengendapan sedimen dapat terganggu karena deformasi
tektonik, sehingga batuan itu terangkat dan tererosi. Sedimentasi menyebabkan
hadirnya seri pengendapan berikutnya yang menutupi seri pengendapan sebelumnya.
Kadangkala membentuk kontak menunjukkan ketidakselarasan menyudut (angular
unconformity) di antara kedua seri pengendapan tersebut (Gambar 6.8).

46
Gambar 6.8 Ketidakselaran menyudut sebagai kontak antara
dua seri pengendapan sedimen.

Pola ketidakseralasan itu merupakan bentuk permukaan erosi pada seri batuan
sebelumnya. Jenis batuan yang menutupnya dapat batuan atau endapan kwarter
seperti endapan sungai dan batuan piroklastik.
Untuk menetukan satuan stratigrafi, perlu mempelajari mengenai umur batuan. Berikut
ini urut-uratan umur berdasarkan skala waktu geologi (Gambar 6.9)

47
Gambar 6.9. Skala waktu geologi
6.3 URAIAN TUGAS

Pembelajaran di laboratorium memberikan pengetahuan dan melatih praktikan agar


mampu mengenali prinsip-prinsip stratigrai menjelaskan hubugan antar lapisan batuan,
sejarah geologinya, sehingga tercapai kompetensi kognitif, psikomotorik dan afektif
bagi setiap praktikan.
a) Praktikan diminta berlatih membaca strtigrafi yang ada pada Lembar Kerja
Pengenalan Stratigrafi ;
b) Praktikan belajar menentukan dan mendeskripsi stratigrafi.
c) Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai praktikum
pengenalan stratigrafi.

48
ACARA VII
PENGENALAN GEOLOGI STRUKTUR

7.1 KOMPETENSI
Kompetensi pada mata acara pengenalan geologi struktur adalah sebagai berikut:
1) Praktikan dapat memahami bahwa deformasi tektonik menyebabkan
konfigurasi kerak bumi;
2) Praktikan dapat menentukan jenis-jenis struktur geologi yang terbentuk karena
deformasi tektonik;
3) Praktikan dapat memahami struktur yang mengontrol terbentuknya cekungan
dan pegunungan.

7.2 MATERI PRAKTIKUM

Kerak bumi mengalami deformasi tektonik. Berbagai jenis struktur geologi mengontrol
orientasi batuan di kerak bumi membentuk struktur regional seperti cekungan dan
pegunungan.

7.2.1 Deformasi Kerak Bumi

Kerak bumi menunjukkan pergerakan yang kontinyu. Bukti tersebut diamati, misal
batuan sedimen yang mulanya terbentuk dibawah laut, sekarang tersingkap di
pegunungan yang tinggi. Adanya gempa bumi adalah indikasi dari pergerakan kerak
bumi. Misalkan gempa bumi di Aceh tahun 2006 yang telah menyebabkan pergerakan
pada kerak samudera, sehingga memicu terjadinya tsunami; atau dampak gempa
bumi di darat menyebabkan kerusakan infrastruktur hasil budidaya manusia di
permukaan bumi (Gambar 7.1).

(B)
(A)
Gambar 7.1. Bukti deformasi pada kerak bumi. (A) Pergeseran pada struktur
pemukuman dikarenakan gempa bumi. (B) Batuan sedimen terdeformasi
pada Canadian rockies (Hamblin & Christiansen, 1995).

7.2.2 Dip dan Strike

49
Sejumlah kenampakan kerak secara struktural sangatlah besar untuk dilihat dari satu
lokasi di permukaan bumi. Bentuk struktur geologi tersebut dikenali dari geometri
tubuh batuan yang ditentukan melalui pemetaan geologi (geological mapping).
Penentuan geometri itu memerlukan pengetahuan untuk menentukan kedudukan
struktur geologi.

Pada batuan yang tersingkap memerlukan observasi struktur geologi, selain tentu jenis
batuannya. Penentuan struktur bidang sangat menentukan yang mengetahui
kedudukan strike - sering disebut dalam istilah indonesia sebagai jurus, dan dip -
kemiringan dari bidang misalan bidang perlapisan, sesar, dan kekar.

Strike adalah arah suatu garis (ditentukan menggunakan kompas dan berpatokan
pada arah utara) yang terbentuk karena perpotongan antara bidang horizontal imajiner
dan bidang miring. Dip atau pada referensi lain ditulis lengkap sebagai dip angle yaitu
sudut dan arah inklinasi suatu bidang terhadap bidang horizontal imajiner. Penentuan
disepakati tegak lurus terhadap strike suatu konfigurasi strukturan di lapangan
sehingga didapatkan dip sebenarnya (true dip). Penentuan nilai strike dan dip
diperoleh dari bacaan pada kompas geologi (Gambar 7.2).

(B)
(A)

Gambar 7.2. (A) Konsep dip dan strike. (B) Sikuen lapisan miring yang
menggambarkan konfigurasi perlipatan dan hilangnya lapisan bagian atas
karena erosi (Hamblin & Christiansen, 1995).

7.2.3 Jenis Deformasi Tektonik


Deformasi tektonik bertanggung jawab terhadap perubahan kerak bumi secara
strukturan. Perubahan tersebut dapat berskala mikro sampai regional. Maksud
berskala mikro diekstrimkan contoh bahwa struktur geologi dapat dipelajari
menggunakan batuan mikroskop. Sedangkan berskala regional adalah membicarakan
ubahan batuan secara struktural dengan dimensi yang besar, misal terbentuknya bukit
barisan.

50
Pengenalan jenis deformasi setidaknya dikenali secara sederhana dari bentuk
ubahannya seperti perlipatan (folds), sesar (faults) dan kekar (joints atau fracture).
Ketidanya dapat hadir bersamaan mempengaruhi konfigurasi struktural di suatu
daerah.

1) Lipatan

Struktur tiga dimensi yang berukuran mikroskopis hingga ratusan kilometer lebar
membentang menunjukkan kenampakan perlipatan, kubah (dome) dan cekungan
(basin) besar disebut sebagai lipatan. Lipatan merupakan ekspresi ductile deformation
dari batuan pada kerak bumi. Lipatan bernilai penting secara ekonomik karena
perannya sebagai perangkap minyak dan gas bumi serta mengontrol sejumlah lokasi
endapan bijih.

Tiga jenis lipatan yang umum adalah monoklin (monoclines), antiklin (anticlines) dan
sinklin (synclines). Monoklin adalah lipatan sederhana dengan kemiringan (dipping)
landai atau hampir horisontal seperti lengkungan seperti tangga (steplike). Antiklin
adalah bentuk sederhana dengan lapisan melengkung keatas dan kedua sayap lipatan
(limbs) memperlihatkan kemiringan menjauh dari puncak lipatan (fold crest). Batuan
pada antiklin bila tererosi secara progresif, maka lapisan yang semakin tua berada
pada bagian dalam lipatan. Sinklin adalah lipatan sederhana yang kedua sayap lipatan
menuju ke sumbu lipatan. Batuan pada sinklin bila tererosi secara progresif, maka
lapisan yang muda berada pada sumbu lipatan (Gambar 7.3).

Untuk tujuan deskripsi dan analisis, lipatan secara sederhana dapat dibagi beberapa
bagian lipatan. Hinge plane adalah bidang imajiner yang membagi lipatan menjadi dua
bidang yang sama besar. Lebih presisi lagi, maka hinge plane berada pada
pelengkungan maksimum lipatan. Garis yang terbentuk oleh perpotongan hinge plane
dan bedding plane disebut hinge. Inklinasi kearah bawah dari hinge disebut sebagai
plunge (Gambar 7.4). Dengan demikian, plunging fold adalah suatu lipatan yang hinge-
nya telah mengalami inklinasi. Hinge plane seringkali disebut pula sebagai axial plane
(bidang sumbu).

Lipatan digambarkan sebagai lipatan simetri atau lipatan up-right apabila posisi axial
plane vertikal dan masing-masing dip dari sayap lipatan memiliki sudut yang sama.
Namun bila posisi axial plane tersebut miring, maka menjadi lipatan asimetri. Pada
overtuned folds, kedua sayap lipatan memiliki arah yang sama. Lipatan dengan axial
plane horizontal disebut sebagai recumbent folds. Overtuned folds dan recumbent

51
folds umumnya dijumpai pada barisan pegunungan yang terbentuk oleh kompresi
pada convergent plate boundaries.

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 7.3. Tatanama lipatan didasarkan pada geometri struktur secara tiga dimensi.
(A) monocline. (B) Anticline (C) Syncline. (D) Overtune anticline & syncline
(Hamblin & Christiansen, 1995).

Gambar 7.4. Hinge plane suatu lipatan merupakan bidang imajiner yang membagi
lipatan menjadi dua bagian sama besar. Garis yang terbentuk akibat
perpotongan antara hinge plane dan bedding plane disebut sebagai hinge.
Inklinasi kearah bawah dari hinge disebut sebagai plunge (Hamblin &
Christiansen, 1995).

Plunging fold adalah lipatan dengan sumbu lipatan yang memiliki inklinasi. Domes
(kubah) dan basins (cekungan) adalah bentuk membundar – oval yang masing-masing
sepadan dengan antiklin dan sinklin. Pada dome yang tererosi, maka bagian tertua
tersingkap pada bagian pusatnya. Semua lapisan pada dome memperlihatkan dip
yang menjauh dari titik pusat. Sebaliknya, semua lapisan pada basin memperlihatkan
dip yang menuju masuk ke titik pusat (Gambar 7.5).

52
(A) (B)

Gambar 7.5. Diagram blok (A) dome. (B) basin (Monroe & Wicander, 1997).

2) Sesar (Faults)

Pergeseran sepanjang sesar di permukaan bumi membentuk sesar. Pada tebing


ditepian jalan atau pada dinding lembah memperlihatkan bidang sesar (fault plane)
yang jelas. Lapisan yang bergeser dan mengalami offset mudah terlihat. Tiga tipe
dasar dari sesar yang dikenali, yakni 1) sesar normal (normal faults), 2) sesar naik
(thrust faults) dan 3) sesar mendatar (strike-slip faults).

a) Sesar Normal
Sesar normal adalah adanya pergeseran vertikal dan batuan diatas bidang
sesar (hanging wall) yang bergerak menuruni bidang sesar relatif terhadap
footwall. Sesar normal biasanya adalah terinklinasi curam antara 65 – 90 O.
Pergerakan vertikal ini menghasilkan cliff atau scrap (Gambar 7.6.).

Gambar 7.6. Normal fault. Hanging wall bergerak turun terhadap footwall
(Hamblin & Christiansen, 1995).

Sesar normal seringkali memperlihatkan bentuk susunan tangga atau seri fault
blocks. Bila ada blok yang turun diantara dua sesar normal disebut graben.
Sedangkan, Blok yang terangkat diantara dua sesar normal disebut sebagai
Horst.

b) Sesar Naik (thrust faults dan reverse faults)

Sesar naik dengan sudut kecil dimana hanging wall relatif naik diatas footwall
disebut sebagai thrust faults. Geolog membatasi untuk thrust fault memiliki fault
dip bersudut kurang dari 45O. Sedangkan bila bersudu lebih dari 45O, maka

53
disebut reverse faults. Thrust faults merupakan hasil dari pemendekan kerak
bumi dan biasanya berasosiasi dengan perlipatan intensif yang disebabkan
kompresi horizontal pada kerak bumi (Gambar 7.7.).

Gambar 7.7. Thrust fault. Hanging wall bergerak naik terhadap footwall
(Hamblin & Christiansen, 1995).

c) Sesar mendatar (strike-slip faults)


Sesar mendatar merupakan rekahan dengan sudut yang besar dengan
pergeseran secara horizontal dan paralel terhadap strike bidang sesar. Tidak
ada atau sedikit pergerakan vertikal sehingga tebing yang tinggi tidak dijumpai
sepanjang sesar mendatar. Sesar ini secara topografi diekspresikan oleh
kenampakan yang lurus memanjang dan adanya ketidakmenerusan pada jenis
bentangalam (landscape) dan pembelokan sungai tiba-tiba (Gambar 7.8.).

Gambar 7.8. strike-slip fault. Pergeseran secara horizontal (Hamblin &


Christiansen, 1995).

3) Rekahan (Joints)

Kenampakan struktural pada batuan yang tersingkap di permukaan bumi seperti


simple cracks, fractures dan dikenal sebagai joints. Rekahan tidak terjadi secara
random, melainkan sebagai dua set rekahan yang berpotongan pada sudut antara 45
hingga 90 derajat. Rekahan terkait pula dengan sesar dan lipatan.

Rekahan umumnya ditemukan pada batuan yang getas (brittle) seperti batupasir.
Rekahan terekspresi dalam, paralel dan mengontrol perkembangan sungai,
percabangan sungai dan aktivitas pelarutan.

54
Rekahan berasosiasi dengan rejim kompresi (compression) dan tarikan (tension).
Rekahan dapat bernilai ekonomi tinggi. Rekahan memberikan permeabilitas yang
penting bagi migrasi air tanah (groundwater migration) dan akumulasi minyak bumi
(petroleum). Jadi, analisis rekahan penting bagi eksplorasi dan pengembangan
sumber daya alam. Rekahan juga mengontrol pengendapan emas, perak, tembaga
dan endapan bijih lainnya. Larutan hidrotermal yang berasosiasi dengan intrusi batuan
beku bermigrasi sepanjang dinding rekahan (joint walls) membentuk mineral veins.

Pada proyek konstruksi seperti pembuatan bendungan (dam), terkait dengan


keberadaan sistem rekahan pada batuan, maka perlu diberikan perhatian ketika
membuat perencanaan proyek (project planning) karena terkait dengan kestabilan
bendungan.

7.2.4 Penyebab Deformasi Batuan

Diatas telah dibahas berbagai produk deformasi batuan seperti perlipatan dan
penyesaran. Tapi, mengapa deformasi dapat terjadi? Mengapa dijumpai lipatan yang
landai sedang ditempat lain terdapat lipatan kompleks? Pendek kata, apakah yang
sesungguhnya berperan sebagai pengontol utama bentuk dan jenis deformasi yang
dialami batuan?

Gaya (force) yang mempengaruhi suatu daerah disebut sebagai tegasan (stress). Hal
ini dipengaruhi oleh tekanan (pressure). Pengalaman keseharian memperlihatkan
pada kita bahwa suatu benda pada bila dikenai tegasan maka akan melengkung dan
akan retak atau patah bila tegasan yang mengenainya berlebihan. Itulah yang
menjelaskan bahwa tegasan yang berlebihan telah membuatnya terdeformasi dan
mempengaruhi resistensi alamiahnya terhadap deformasi. Batuan pun demikian, akan
terdeformasi bila merespon tegasan yang mengenainya (Gambar 7.9.).

Semua batuan di bumi telah mengalami berbagai tegasan yang mengenainya. Pada
beberapa sitResponsii, tegasan memiliki besaran yang sama pada semua arah,
kondisi ini bukanlah karena tegasan langsung (directed stress), kondisi ini dikenal
sebagai tekanan hidrostatik (hydrostatic pressure) yang terkait dengan pembebanan
yang dalam dari tubuh batuan. Contoh dari tegasan ini adalah tekanan yang kita alami
ketika kita menyelam di dalam air.

Pada berbagai tatanan tektonik, batuan mengalami tegasan langsung (directed stress)
sehingga batuan terdeformasi atau mengalami keterakan (strain) (Gambar 7.10).
Keterakan adalah tingkat perubahan bentuk dan volume yang dialami. Tubuh batuan
terubah bentuknya akan mengalami retakan yang membentuk rekahan dan kehilangan

55
kohesi (lose cohesion). Keadaan ini disebut sebagai deformasi getas (brittle
deformation). Sebaliknya, bila tubuh batuan mengalami deformasi permanen tanpa
disertai dengan terbentuknya rekahan atau kehilangan kohesi dikenal sebagai
deformasi lentur (ductile deformation).

Gambar 7.9. Besaran dan orientasi tegasan (stress) menentukan bentuk keterakan
(strain) atau deformasi yang dialami batuan. Hydrostatic pressure merupakan
tegasan yang sama pada semua arah. Tegasan ini memberikan perubahan
volume dan atau mineral tetapi tidak mengubah batuan. Directed pressure
merupakan tegasanyang terjadi tidak sama besar pada setiap arah.
Perubahan tidak pada volumenya melainkan pada bentuknya. Bila tegasan
melebihi kuat geser batuan, maka akan menyebabkan deformasi permanen
(Hamblin & Christiansen, 1995).

Bentuk deformasi yang terjadi sangat bergantung pada besaran tegasan, tingkat
tegasan yang mengenainya dan disertai temperatur atau tekanan disekitarnya. Kondisi
batuan sangat dikontrol oleh berbagai kondisi eksternal. Contoh, silinder marmer
mengalami deformasi di laboratorium dibawah kondisi tekanan terbatas tapi pada
temperatur yang sama dan tegasan dengan tingkat perbedaan yang sama. Mulanya
semua silinder berukuran sama, tapi setelah dikenai kompresi maka semua
mengalami pemendekan. Silinder yang terkena tegasan rendah terjadi pada keadaan
yang getas menghasilkan rekahan dan sesar. Sedangkan silinder yang terkena
tegasan tinggi pada keadaan yang lentur menyebabkan penyusunnya mengembang
dan mengkristal kembali (recystallized) sebagai respon terhadap tegasan yang
mengenainya. Temperatur yangmeningkan dapat menyebabkan batuan menjadi lebih
lentur.

Untuk memahami lebih baik tentang struktur batuan, maka perlu memahami orientasi
tegasan yang mengenai tubuh batuan (Gambar 7.11.). Tegasan kompresi
(compressional stress) cenderung untuk menekan tubuh batuan. Tegasan tarikan
(tensional stress) atau tarikan (tension) hadir bila tegasan yang mengenai menjauh
satu terhadap lainnya dan cenderung menarik tubuh batuan untuk saling terpisah.
Tarikan yang mengenai tubuh batuan pada kondisi tegasan hidrostatik, hal ini hampir
umum terjadi pada semua tubuh batuan disebut sebagai extension. Kompresi litosfer

56
menyebabkan pemendekan dan penebalan dan hasilnya seperti pada pembentukan
lipatan (pada batuan lentur) dan thrust fault pada batuan yang getas. Litosfer yang
mengalami ekstension memberikan efek pemanjangan yang diekspresikan pada
batuan getas dengan hadirnya sesar normal, sedang pada batuan yang lentur akan
membentuk pemanjangan dan penipisan.

Gambar 7.10. Sifat lentur (ductile) vs getas (brittle) batuan dikontrol oleh sejumlah
kondisi eksternal. Bila suatu silinder dikenai tegasan, maka silinder yang
getas akan terekahkan dan tersesarkan. Sedangkan silinder yang lentur akan
melakukan penyesuaian dan rekristalisasi sebagai respon terhadap tegasan
yang mengenainya (Hamblin & Christiansen, 1995).

(A) (B)

Gambar 6.11. Regim kompresi dan tarikan menghasilkan struktur batuan yang sangat
berbeda. (A) tegasan tarikan menyebabkan tubuh batuan merenggang dan
menghasilkan sesar normal yang diturun melalui ductile shear zone. (B)
tegasan kompresi menyebabkan pemendekan yang dimanifestasikan dengan
sesar naik dan lipatan (Hamblin & Christiansen, 1995).

7.3. URAIAN TUGAS


Pembelajaran di laboratorium memberikan pengetahuan dan melatih praktikan agar
mampu mengenali dan menggambar 3D

57
struktur Lipatan dan Sesar sehingga memberikan kompetensi kognitif, psikomotorik
dan afektif.
a) Praktikan diminta mengamati gambar-gambar yang tedapat pada Lembar Kerja
Geologi Struktur;

b) Praktikan mengeplot struktur geologi untuk satu lapisan yang terlipat, yakni
anticline, syncline, inclined anticline, plunging synclines ;

c) Praktikan mengeplot satu lapisan, yakni sesar normal, sesar mendatar kiri, sesar
mendatar kanan; dan sesar naik (jangan lupa menyertakan arah relatif
pergerakannya;

d) Praktikan menentukan berapa jumlah lapisan dari tiap gambar, nama struktur,
sumbu lipatan dan arah relatif pergerakannya;

e) Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih menggambar
struktur geologi.

58
ACARA VIII

PENGENALAN KOMPAS, GPS & ORIENTASI MEDAN

8.1 KOMPETENSI
Kompetensi pada mata acara pengenalan Kompas, GPS dan Orientasi Medan adalah
sebagai berikut:
1) Praktikan dapat menjelaskan 16 (enam belas) arah mata angin yang sering
digunakan untuk menunjukkan orientasi suatu struktur geologi;
2) Praktikan dapat menggunakan kompas untuk mengukur kedudukan struktur
bidang sehingga mendapatkan data strike, dip angle dan dip direction;
3) Praktikan dapat menggunakan kompas untuk menentukan azimuth, yakni
orientasi menuju satu arah tertentu dengan membuat sudut terhadap arah
utara geografis.
4) Praktikan dapat mengenali perangkat survei GPS dan dapat menggunakannya;
5) Praktikan dapat melakukan orientasi medan menggunakan berbagai peralatan
survei, seperti GPS, kompas dan peta.

8.2 MATERI PRAKTIKUM

Pengenalan kompas adalah diperlukan untuk memahami cara melakukan pengukuran


struktur geologi, terutama untuk mendapatkan data struktur bidang. Oleh karena itu
diperlukan pemahaman arah mata angin dan metoda pengenalan bagaimana
menggunakan kompas.

Setelah mengetahui penggunaan kompas dan peta topografi, maka sebagai


kelengkapan alat survei lapangan, maka GPS perlu dipelajari fungsi dan
penggunaannya. Banyak aplikasi yang dapat dilakukan dengan GPS, namun pada
pembelajaran di laboratorium, terutama diajarkan tentang orientasi medan dan
penentuan posisi di lapangan dan koordinatnya pada peta topografi menggunakan
GPS. Cara lain adalah menggunakan kompas dan peta topografi.

8.2.1 Arah Mata Angin


Pengenalan terhadap kompas geologi perlu didahului dengan pemahaman arah mata
angin. Hal ini penting untuk memahami orientasi kedudukan struktur geologi. Empat
arah utama terdiri dari uatara (north), selatan (south), barat (west) dan timur (east)
dimana orientasi utara-selatan adalah tegak lurus terhadap orientasi barat – timur.
Selanjutnya empat arah tersebut dapat dibagi menjadi lebih detil (Gambar 8.1).

59
Gambar 8.1 Enam belas arah mata angin

Antara utara dan barat terdapat tiga arah mata angin yaitu utara barat laut (north
northwest), barat laut (north west), dan barat barat laut (west northwest). Antara utara
dan timur terdapat arah utara timur laut (north northwest), timur laut (northwest), timur
timur laut (east north east). Antara selatan dan barat terdapat arah selatan barat daya
(south southwest), barat daya (southwest), barat barat daya (west southwest). Antara
selatan – timur terdapat arah selatan tenggara (south southeast), tenggara (southeast)
dan timur tenggara (east southeast). Dengan demikian, terdapat 16 arah mata angin
yang dapat digunakan untuk menentukan orientasi suatu struktur geologi.

8.2.2 Observasi Singkapan


Orientasi struktur geologi memerlukan obvervasi terhadap singkapan batuan.
Perhatikan kontak batuan dan struktur bidang dan struktur garis untuk mendapatkan
data struktur geologi. Khusus untuk struktur bidang memerlukan pengamatan
kedudukan struktur bidang (Gambar 8.2).

Gambar 8.2 Pengenalan orientasi struktur geologi

60
Pada struktur bidang, perhatikan bidang miring yang mungkin dapat berupa bidang
sesar, bidang kekar dan bidang perlapisan batuan. Data struktur yang diperlukan
adalah strike, dip direction dan dip angle.

Selain itu untuk kesepakatan, maka penentukan orientasi struktur bidang


menggunakan kaidah tangan kanan (right hand rule). Pengamatan dilakukan dengan
seksama dengan memperhatikan arah kemiringan bidang. Posisikan arah kemiringan
bidang sama dengan posisi kita menghadap struktur tersebut. Maksudnya tangan
kanan kita menunjukkan arah dari kemiringan struktur bidang (dip direction). Dengan
demikian, arah kita menghadap adalah arah dari strike (Gambar 5.3). Cara lain dengan
menggunakan kaidah tangan kiri, dimana tiga jari ditekuk untuk jari kelingking, jari
manis dan jari tengah, namun jari telunjuk dan ibu jari dibuka. Tunjuk ibu jari sesuai
dengan arah kemiringan, sehingga diketahui arah dari strikenya.

Gambar 8.3 Penggunaan kaidah tangan kanan


untuk menentukan strike dan dip angle.

8.2.3 Elemen Kompas

Kompas Brunton adalah salah satu jenis kompas dengan merek dagan Brunton.
Kompas ini digunakan oleh ahli geologi terutama untuk pemetaan geologi
(Gambar 8.4). Keistimewaan kompas ini adalah tersedianya ketersediaan klinometer
dan pembidik untuk mendapatkan data akurat. Penggunaannya pun mudah karena
dapat digunakan untuk menentukan arah asimut (azimuth) dengan pembidikan
setinggi pinggang atau selevel dengan mata. Kelebihan dari merek lain seperti Silva
adalah pada pengaturan leveling untuk pembidikan arah (Compton, 1985).

61
Gambar 8.4 Kompas geologi merek Brunton

Kompas Brunton memiliki tiga bagian utama, kotak (box), lengan pembidik (sighting
arm) dan penutupnya (lid) lengan, dan tutupnya. Pada bagian kotak itu terdapat
sebagian besar komponen seperti : jarum magnet untuk menentukan arak bidikan;
level (nivo) mata sapi (bull’s eye level) yang digunakan untuk menentukan posisi
kompas sudut horizontal.; level klinometer (clinometer) dan skalanya untuk
menentukan sudut vertikal (vertical angle); mekanisme redaman (damping
mechanism) untuk lebih efisien menstabilkan jarum; lift pin (pin pengunci) untuk
mengunci posisi jarum; sekrup kuningan pada bagian samping kompas untuk
menentukan sudut deklinasi; skala bacaan derajat untuk membaca arah azimut; Jarum
memiliki dua ujung, biasanya ujung utara berwarna putih, atau pada kompas lainnya
diberi label N. Sedangkan ujung selatan berwarna hitam. Pada belahan hemisfer utara
memiliki jarum magnet akan menunjukkan inklinasi dengan menunduk/kebawah.
Sedangkan pada belahan hemisfer selatan inklinasi jarun cenderung mendongak atau
ke atas. Oleh karena itu perlu pengaturan beban pada lengan bidik sehingga jarum
dapat berputar dengan baik untuk menentukan arah orientasi kedudukan bidang.

Penutup kompas dipasang pada kotak kompas menggunakan engsel. Pada penutup
tersebut terdapat cermin dan garis tengah dengan belang hitam benang dan jendela
oval yang bermanfaat menentukan bidikan yang presisi.

Pada lengan pembidik yang panjang yang melekat pada kotak kompas terdapat
lubang (slot) di bagian ujungnya yang digunakan untuk membaca objek linear), dan
bagian paling ujung (tip) yang dapat diatur kemiringannya berfungsi untuk
menyelaraskan garis pandang. Skala lingkaran kompas Brunton dirancang dalam dua
skala tradisional yaitu dengan sitem azimut tiga digit 000 o – 360o dan skala pada
sistem kwadran dengan dua dijit yaitu 0o pada sisi utara dan selatan dan 90 o pada sisi
barat timur atau sederhananya terdapat kwadran timur laut, tenggara, barat daya dan
barat laut yang punya besar 90o.

62
8.2.4 Prosedur Pengukuran Bidang

Pengukuran struktur bidang menggunakan kompas brunton pada singkapan batuan


pertama kali harus dapat menentukan kemana arah asimut untuk menentukan strike
dan dip struktur bidang menggunakan kaidah tangan kanan atau tangan kiri yang
sudah dijelaskan di atas (baca kembali penjelasan tentang observasi singkapan).
Setelah dilakukan prosedur pengukuran untuk mendapatkan data strike, dip angle dan
dip direction.

1) Pengukuran strike

Prosedur untuk mendapatkan data strike adalah dengan melakukan langkah-


langkah sebagai berikut (Gambar 8.5):

a) Arahkan lengan pembidik kompas ke arah azimuth, dimana arah kompas


paralel dengan arah memanjang (jurus) dengan bagian sisi East pada
kompas menempel pada bidang miring tersebut. Gunakan kaidah “right hand
rule”, sehingga posisi takan kanan kita sama arahnya dengan arah miring
bidang tersebut (dip direction), sementara mata kita dan sighting arm pada
kompas menatap atau membidik ke arah jurus didang miring (Gambar 5.3).
Gunakan pembacaan 0 - 360 derajat.

b) Atur posisi kompas hingga horizontal dengan cara memasukkan gelembung


pada bagian tengah dari nivo mata sapi;

c) Setelah mendapatkan posisi horizontal, tekan pin pengunci dan buat garis
pada bidang miring tersebut sebagai garis strike (strike-line);

d) Baca nilai azimuth yang ditunjukkan oleh jarum magnet sehingga diperoleh
data strike, misal arah jurus kemiringan menunjukkan arah 135 derajat, yang
berarti jurusnya memanjang menuju arah tenggara.

e) Catat data strike dengan notasi yang tepat, misal N135oE.

63
(a) (b)
Gambar 8.5 Seorang geolog sedang mengukur strike bidang miring (a); Pada
bidang miring yang tidak rata, hardboard diperlukan untuk meratakan
bidang, sehingga memudahkan pengukuran (b).

2) Pengukuran dip angle


Prosedur untuk mendapatkan data dip angle menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Perhatikan garis yang dibuat pada bidang miring, ketika mengukur strike-line.
2) Letakkan kompas brunton pada posisi tegak lurus terhadap garis tersebut
dengan menempelkan sisi west dari kompas. Cara mengecek tegak lurus
adalah dengan melihat kelurusan garis yang terpantul pada kaca kompas.
3) Gerakkan penggerak klinometer yang berada di bagian bawah kompas
tersebut sampai gelembung tepat di bagian tengah level klinometer atau nivo
tabung.
4) Lakukan pembacaan data dip angle dalam derajat. Misal, terbaca 65 derajat.
5) Catat dengan melanjutkan data strike, sehingga diperoleh, misal N125oE/65o

(a) (b)
Gambar 8.6 Seorang geolog sedang mengukur dip angle dengan menempelkan
sisi west yang tegak lurus terhadap strike-line (a); Atur clinometer di
bagian bawah kompas, hingga gelembung tepat di bagian tengah dari
nivo tabung (b).

3) Pengukuran dip direction.

Prosedur untuk mendapatkan data dip direction menggunakan langkah-langkah


sebagai berikut :

a) Perhatikan garis yang dibuat ketika mengukur strike.

64
b) Tempelkan bagian sisi belakang kompas sehingga lengan penunjuk
menunjuk azimuth. Pada posisi ini antara garis strike dan lengan pembidik
adalah tegak lurus.

c) Baca posisi jarum magnet dengan menentukannya pada kwadran NE, NW,
SE atau SW. Pada saat jarum menunjuk tepat N, S, W atau E sering disebut
due N (tepat lurus ke arah utara), due S, due W, atau due E.

d) Catat data tersebut melanjutkan data strike dan dip angle. Misal
N135oE/65oSW.

4) Penulisan Notasi

Penulisan notasi struktur bidang dapat dituliskan dalam dua sistem, yakni
sistem azimuth dan kwadran. Sistem azimuth mengacu pada ketentuan sudut
bukaan terhadap arah utara geografis adalah 0 – 360 derajat yang berputar
searah dengan perputaran jarum jam. Sistem kwadran mengacu pada
ketentuan sudut bukaan terhadap arah utara dan selatan, mengikuti kwadran
mata angin yakni NE (0 – 90 derajat); NW (0 – 90 derajat); SE (0 – 90 derajat)
dan SW (0 – 90 derajat).

Penggunaan sistem azimuth adalah familier digunakan dalam penulisan


laporan eksplorasi dan pertambangan di Indonesia. Sedangkan sistem kwadran
pada umumnya digunakan oleh geolog dari Filipina dan Amerika.

8.2.5 Pengenalan GPS

GPS adalah Geography Information System. GPS adalah perangkat sangat penting
dalam penentuan koordinat dan posisi pengambilan data (ground check).
Kemampuan GPS dapat menentukan posisi seseorang terhadap posisi bumi.

Mekanisme kerja alat GPS adalah sebagai alat reciever (penerima) pancaran satelit
untuk menentukan posisi (operator) di muka bumi, berdasarkan koordinat yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Penentuan jenis GPS didasarkan pada tingkat
kebutuhan dan akurasi data yang akan diambil. Beragam merek GPS antara lain MC
GPS, Leica, Trimbel, Mageland, Casio, Garmin, dan lainnya (Gambar 8.7).

Sinyal satelit yang diterima oleh GPS adalah berupa koordinat antara lain Geodetics
dan UTM. Geodetics adalah penentuan koordinat berdasarkan lintang (LU dan LS)
serta Bujur (BT dan BB). Wilayah Indonensia berada pada kedua posisi lintang
tersebut, namun hanya di Bujur Timur (BT) yang diambil dari titik 0 kota Greenwich

65
Inggris. UTM (Universe Trans Mercator) adalah penentuan koordinat berdasarkan
jarak (Bumi dibagi menjadi 60 Zona). Wilayah Indonesia Bagian Barat berada pada
Zona 46 – 49.

Gambar 8.7 Contoh GPS dengan merek Garmin - GPSmap 76Csx.

Keuntungan dan keunggulan GPS sebagai perangkat survei antara lain adalah:
1) GPS dapat digunakan baik pada siang maupun malam hari;
2) Tidak dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang buruk, seperti hujan ataupun kabut;
3) GPS menerima sinyal dari satelit-satelit GPS yang mempunyai ketinggian orbit
cukup tinggi, yaitu sekitar 20.000 km di atas permukaan bumi;
4) Jumlahnya satelit GPS relatif cukup banyak, yaitu 24 satelit;
5) Pemakaian sistem GPS tidak dikenakan biaya oleh pihak yang memilikinya
yaitu Departemen Pertahanan Keamanan, Amerika Serikat, setidaknya sampai
saat ini.
6) Alat penerima sinyal (receiver) GPS cenderung menjadi lebih kecil ukurannya,
lebih murah harganya, lebih baik kualitas data yang diberikannya, dan lebih
tinggi keandalannya (sejalan dengan kemajuan teknologi);
7) Pengumpul data (surveyor) GPS tidak dapat memanipulasi data pengamatan
GPS;
8) Penggunaan GPS lebih dari cukup untuk hanya berkepentingan mengetahui
posisi, jarak, lResponsi dan route;
9) GPS dapat ditambahkan peta topografi digital dengan tersedianya Slot memori
pada perangkat tersebut;
10) GPS sudah sangat maju secara teknologi karena dapat terkoneksi dengan
komputer (Gambar 8.8).

Penggunaan GPS ditentukan oleh kebutuhan penggunanya adalah sangat lResponsi


spektrumnya. Penggunaan GPS antara lain adalah sebagai berikut:
1) Militer
GPS untuk keperluan perang, seperti menuntun arah bom, atau mengetahui
posisi pasukan berada. Dalam perang GPS digunakan untuk menentukan
posisi kawan dan lawan, sehingga mampu menghindari salah target.

66
2) Navigasi
GPS dapat sebagai alat navigasi, seperti kompas. Beberapa jenis kendaraan
menggunakan GPS untuk keperluan navigasi dengan menambahkan peta,
sehingga pengendara dapat menentukan jalur terbaik untuk dilewati.
3) Sistem Informasi Geografis
Data GPS disertakan dalam pembuatan peta, seperti mengukur jarak
perbatasan, ataupun sebagai referensi pengukuran.
4) Sistem pelacakan kendaraan
GPS dapat digunakan sebagai pelacak kendaraan. Keberadaan GPS
membantu menentukan posisi kendaraan.
5) Pemantau gempa
GPS dengan akurasi tinggi dapat memantau pergerakan lempeng. Hasil
pemantauan digunakan untuk memperkirakan terjadinya gempa tektonik.

Gambar 8.8 GPS terkoneksi dengan komputer

Dasar Penggunaan GPS dalam penentuan posisi adalah sebagai berikut:


1) GPS sangat mudah digunakan dalam penentuan posisi;
2) GPS dalam penentuan posisi relatif tidak dipengaruhi oleh kondisi topografis;
3) Penentuan posisi dengan GPS tidak memerlukan adanya saling keterlihatan
antara satu titik dengan titik lainnya, seperti misalnya survei menggunakan
teodolit dengan metode-metode pengukuran terestris;
4) Penentuan posisi dengan GPS sangat dipengaruhi oleh responnya
menangkap sinyal dari satelit;
5) GPS mengacu pada datum global, yaitu WGS 1984 atau dengan kata lain
posisi yang diberikan oleh GPS mengacu pada datum yang sama. Karakterisitk
ini menguntungkan untuk kondisi Indonesia yang wilayahnya sangat lResponsi
dan terdiri dari banyak pulau. Contoh, suvei dan pemetaan di Jawa memiliki
posisi titik-titik yang datumnya sama dengan titik-titik yang diperoleh dari survei
dan pemetaan di Papua.
6) pengoperasian alat penerima GPS untuk penentuan posisi suatu titik relatif
mudah dan tidak mengeluarkan banyak tenaga dan waktu. Bandingkan dengan
alat survei lainnya, misal penggunaan teodolit, terutama pada kondisi medan
yang berat.

67
8.2.6 Orientasi Medan

Setiap kegiatan lapangan, maka sangat diperlukan kemampuan melakukan orientasi


medan sebelum melaksanakan kegiatan lapangan. Kegiatan lapangan yang dimaksud
adalah seperti pemetaan geologi, survei sipil, operasi militer, penjelajahan alam, dan
lainnya.

Hal yang paling penting harus diamati adalah memperhatikan tanda-tanda alam yang
dijumpai di lapangan. Tanda-tanda yang diamati antara lain yaitu puncak bukit atau
gunung, sungai dan jembatan, gawir (tebing), dan lainnya. Untuk administrasi, seperti
nama desa, atau kota kecamatan dapat ditanyakan kepada penduduk. Tanda yang
dikenali tersebut kemudian dicocokkan dengan peta topografi yang dibawa.

Dalam melakukan orientasi, maka perlu mengutarakan peta dnegan menggunakan


bantuan kompas. Hal ini merupakan cara/prosedur yang pertama kali harus dilakukan
bila kita akan melakukan orientasi medan. Langkah-langkah dalam melakukan
orientasi medan, yaitu:

1) Carilah tempat terbuka, sehingga tanda-tanda medan (alam) terlihat dengan


jelas;

2) Buka dan letakkan peta pada bidang datar;

3) Gunakan kompas di atas peta. Buat sampai arah utara kompas sama dengan
arah utara peta. Jika belum sama, maka putar peta sampai memberikan
kesesuaian dengan arah utara kompas;

4) Cari tanda alam yang paling menonjol, kemudian cocokkan dengan peta dan
beri tanda;

5) Cari tanda alam sebanyak mungkin, sehingga anda mempunyai


pengResponsiaan medan terhadap posisi anda di lapangan dan dapat
menentukan posisi anda di peta;

6) Plotting posisi anda di peta. Gunakan kompas untuk membidik satu tanda di
alam (misal puncak bukit), hingga diperoleh azimuth tertentu. Anda dapat
menentukan posisi anda dengan membuat back azimuth (arah kebalikan)
dengan menambahkan atau mengurangkannya dengan 180O;

7) Contoh, hasil bidikan kompas dari posisi anda ke puncak bukit diperoleh
azimuth 130°, maka back azimuth adalah 130O + 180O = 310O;

68
8) Gunakan busur derajat dan penggaris untuk membuat baris dari puncak bukit
ke posisi anda;

9) Lakukan prosedur yang sama seperti langkah 6 dan 7 untuk tanda alam lain
yang dikenali (minimal dua tanda alam);

10) Titik perpotongan dua garis adalah posisi anda di peta.

8.3 URAIAN TUGAS

Pembelajaran di laboratorium memberikan pengetahuan dan melatih praktikan agar


mampu menggunakan kompas dan GPS untuk menentukan koordinat lokasi dan
menentukan azimuth menggunakan kompas untuk membuat poligon tertutup,
sehingga memiliki kompetensi kognitif, psikomotorik dan afektif.
a) Praktikan mengenali elemen dan fungsi kompas dengan merek Brunton dan
dapat menggunakannya untuk mengukur orientasi atau kedudukan dari suatu
struktur bidang;

b) Praktikan diminta memberikan penamaan pada bagian-bagian kompas;

c) Praktikan melakukan pengukuran 4 (empat) contoh struktur bidang yaitu


pengukuran strike, dip angle, dip direction dan azimut (ditentukan asisten) dan
penulisan notasinya.

d) Praktikan diminta belajar mengenali perangkat GPS dan dapat melakukan


marking (penandaan) untuk menentukan posisi;

e) Praktikan diminta menggunakan kompas untuk menentukan azimuth dan back


azimuth;

f) Orientasi medan tidak memungkinkan untuk berlatih di sekitar kampus. Oleh


karena itu praktikan belajar membuat poligon poligon tertutup di sekitar kampus
Fakultas Teknik (berkelompok) menggunakan GPS dan Kompas);

g) Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih merekam
data poligon tertutup.

69
ACARA IX
PETA TOPOGRAFI:
Morfologi & Sifat Kontur

9. 1 KOMPETENSI
Kompetensi pada acara morfologi dan sifat kontur adalah sebagai berikut:
1) Praktikan mengenali elemen-elemen yang terdapat pada peta topografi;
2) Praktikan wajib memahami tentang morfologi yang digambarkan secara 2D
sebagai pola kontur;
3) Praktikan dapat membaca morfologi berdasarkan sifat-sifat kontur.

9.1 MATERI PRAKTIKUM

9.2.1 Peta Topografi

Roman muka bumi merupakan ekspresi morfologi akibat bentukan gaya endogen dan
eksogen. Ekspresi morfologi di alam diungkapkan dalam gambaran peta. Peta sebagai
gambaran miniatur 2D (2 dimensi) adalah ekspresi morfologi permukaan bumi yang
dilihat dari atas. Gambaran morfologi itu digambarkan pada peta topografi
(Gambar 9.1).

Gambar 9.1 Morfologi di lapangan yang dituangkan dalam peta

Peta topografi adalah gambaran elevasi (ketinggain) bentang alam dengan datum
permukaan air laut sebagai elevasi 0 (nol) meter. Gambaran elevasi ini diekspresikan
dalam garis elevasi atau dikenal sebagai garis kontur (contour lines). Peta ini
digunakan secara lResponsi untuk berbagai aplikasi, misal untuk perencanaan tata
ruang dan wilayah, kemiliteran, eksplorasi, dan lainnya.

70
Elemen pada peta yang penting terdiri dari relief, drainase (pengaliran), budi daya
manusia, skala, orientasi peta, judul peta dan nomor lembar peta, dan legenda.

1) Relief

Relief adalah bentuk ketidakteraturan vertikal di permukaan bumi dalam ukuran


kecil sampai besar, misal bukit (hill), lembah (valley), pegunungan (mountain),
punggungan (ridge), gawir (scrap), dan lainnya.

2) Drainase

Drainase adalah pengaliran di permukaan bumi yang memperlihatkan pola


tertentu. Pengaliran di permukaan bumi dijumpai serti sungai, rawa, danau, dan
laut. Pada beberapa sungai menunjukkan pola yaang menunjukkan keseragaman
yang dikontrol oleh jenis batuan dasar, stratigrafi dan struktur geologi pada daerah
yang dilalui suatu sungai.

3) Budi daya manusia (culture)

Budi daya manusia adalah segala bentuk budi daya manusia, seperti
perkampungan, jalan, sawah/perkebunan, dan lainnya.

4) Skala

Skala adalah perbandingan antara jarak horizontal sebenarnya dengan jarak di peta.
Skala dapat dinyatakan dalam tiga hal, yaitu skala fraksi, skala verbal dan skala
grafis (Gambar 9.2).

Gambar 9.2 Contoh skala fraksi dan skala grafis.

a) Skala Fraksi, dinyatakan dengan perbandingan.

Contoh, skala 1 : 50.000 artinya 1 cm di peta sama dengan 50.000 cm


(500 meter = 0,5 km) di lapangan. Kelemahan skala ini adalah jika peta
mengalami pembesaran atau pengecilan, sehingga skala tidak lagi sesuai.

b) Skala Verbal, dinyatakan dengan ukuran panjang. Contoh, skala 1 cm = 10 km;


atau 1 cm = 5 km, dll. Skala ini secara esensial sama dengan skala fraksi.

71
c) Skala Grafis, dinyatakan dengan perbandingan jarak horizontal sesungguhnya
dengan jarak dalam peta yang ditunjukkan dengan garis. Kelebihan skala ini
tidak terpengaruh oleh pembesaran dan pengecilai peta.

5) Orientasi peta

Orientasi peta menunjukkan arah dari peta. Arah menunjukkan ke utara dikenal
dua, yaitu arah utara magnetik (MN) dan arah utara sebenarnya (TN). Arah MN
ditunjukkan oleh jarum magnet. Sedangkan, arah TM adalah arah utara geografis
atau sesuai dengan sumbu bumi. Sudut yang dibentuk antara TN dan MN disebut
sebagai deklinasi (Gambar 9.3).

Gambar 9.3 Sudut deklinasi di antara arah MN dan arah TN

6) Judul peta dan Nomor lembar peta

Judul peta menunjukkan nama daerah yang ada di dalam peta tersebut,
sedangkan nomor lembar peta adalah nomor dari peta berdasarkan sistem
pembagian peta yang disebut sebagai “quadrangle”.

7) Legenda

Suatu peta menggunakan banyak simbol atau tanda untuk mewakili berbagai
keadaan/kondisi di lapangan. Penjelasan atas simbol atau tanda yang digunakan
adalah tercakup dalam legenda. Legenda umumnya diletakkan pada sisi tepi peta
bagian bawah.

9.2.2 Sifat-Sifat Kontur

Morfologi pada peta topografi digambarkan dengan garis-garis kontur. Garis kontur
adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak pada ketinggian yang sama
dengan datum elevasi dari permukaan air laut. Beberapa sifat dari garis kontur adalah
sebagai berikut :

1) Garis kontur merupakan garis yang tertutup;

72
2) Nilai dari satu garis kontur dihitung dari ketinggian muka air laut rata-rata
dengan nilai 0 meter;
3) Garis kontur tidak bercabang;
4) Garis kontur tidak bertemu dengan garis kontur lainnya yang berbeda
elevasinya;
5) Garis kontur yang rapat menunjukkan morfologi lereng yang curam, sebaliknya
garis kontur yang renggang menunjukkan morfologi lereng yang landai;
6) Garis kontur tidak saling berpotongan satu dengan lainnya, kecuali pada lereng
yang menggantung atau over hanging cliff;
7) Garis kontur digambarkan membelok/menajam ke arah hulu bila memotong
suatu lembah sungai;
8) Garis kontur yang bergerigi menunjukkan suatu lembah yang tertutup atau
cekungan (bentuk depresi);
9) Garis kontur dengan harga setengah digambarkan dengan kontur terputus-
putus, dimana biasa ditemukan pada bagian puncak bukit.

Berkaitan dengan sifat-sifat kontur di atas, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :

Interval Kontur

Adalah Jarak vertikal antara garis kontur dengan garis kontur lainnya secara
berurutan. Dalam keadaan umum, jika tidak ada masalah-masalah khusus, interval
kontur ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Interval Kontur (IK) = (1/2000 X Skala Peta)

Kontur Indeks
Adalah garis kontur yang dicetak lebih tebal dari garis kontur yang lainnya, merupakan
kelipatan tertentu dari beberapa garis kontur biasa (umumnya kelipatan 5 atau 10 ).

Metode Intrapolasi
Suatu metode penentuan titik-titik yang mempunyai ketinggian tertentu berdasarkan
titik-titik yang telah diketahui dengan menganggap bahwa semua titik tersebut berada
pada suatu bidang yang beraturan.
Metode ini ada 4 cara yaitu :

a. Bila titik ketinggian bersesuaian dengan interval kontur, maka rumus yang
dipergunakan :
IK
X = x Y
(T2  T1 )
b. Bila titik ketinggian tidak bersesuaian dengan batas atas, maka rumus yang
dipergunakan :

73
(T2  Ta ) IK
a = x Y X = x (Y
(T2  T1 ) (Ta  T1 )

a)

c. Bila titik ketinggian tidak bersesuaian dengan batas bawah, maka rumus yang
dipergunakan :

(Tb  T1 ) IK
b = x Y X = x (Y
(T2  T1 ) (Tb  T2 )

b)

d. Bila titik ketinggian tidak bersesuaian sama sekali, maka rumus yang
dipergunakan :

(T2  Ta ) IK
a = x Y X = x (Y
(T2  T1 ) (Tb  Ta )

(a+b))

(Tb  T1 )
b = x Y
(T2  T1 )

Keterangan :
IK = Interval Kontur
T1 = Titik ketinggian terendah
T2 = Titik ketinggian tertinggi
Y = Panjang garis intrapolasi
X = Panjang garis penggal
TadanTb = Titik ketinggian yang tidak sesuai dengan interval kontur bagian atas dan
bawah

9.2.3 Pembuatan Peta Topografi

Peta topografi menggambarkan unsur-unsur penting, seperti bukit, lembah dan alur
sungai. Unsur tersebut menunjukkan relief morfologi yang memperlihatkan tinggi dan
rendahnya bentang alam terhadap datum (permukaan air laut). Ketinggian ditentukan
berdasarkan pengukuran menggunakan alat survei pengukuran ketinggian, seperti
teodolit, water pass, kompas, GPS, dan lain-lain.

74
Penggambaran kontur ditentukan berdasarkan intrapolasi dan ekstrapolasi terhadap
data pengukuran ketinggian. Kedua metode tersebut digunakan untuk menentukan
nilai ketinggian yang sesuai dengan interval konturnya. Nilai-nilai dengan ketinggian
yang sama dihubungkan sehingga diperoleh nilai garis kontur dengan nilai ketinggian
tersebut.

9.3 URAIAN TUGAS

Pembelajaran di laboratorium memberikan pengetahuan dan melatih praktikan agar


mendeskripsi morfologi dari peta topografi sehingga mempunyai kompetensi kognitif,
psikomotorik dan afektif.
a) Praktikan diminta menentukan skala yang digunakan untuk penggambaran Peta
Hahatonka dan Peta Stowe;

b) Praktikan diminta mengeblat (menjiplak) kontur dari Peta Hahatonka dan Peta
Stowe untuk setiap indeks kontur pada kertas kalkir (ukuran A4) menggunakan
pensil 2B;

c) Praktikan berlatih mendeskripsi morfologi dari Peta Hahatonka dan Peta Stowe
berdasarkan pembacaan sifat-sifat kontur;

Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih mengeblat
indeks kontur dan mendeskripsi morfologi dari peta Hahatonka.

75
ACARA X
INTERPRETASI PETA TOPOGRAFI

10.1 KOMPETENSI

Kompetensi pada mata acara pengenalan peta topografi adalah sebagai berikut:
1) Praktikan memiliki kemampuan menentukan skala penggambaran dari peta
topografi;
2) Praktikan memiliki kemampuan membuat penampang topografi;
3) Praktikan memiliki kemampuan melakukan analisa peta topografi.

10.2 MATERI PRAKTIKUM

Dua materi di dalam acara ini, yakni membuat penampang topografi dan belajar
melakukan analisa peta topografi. Penampang topografi akan penting dibutuhkan
dalam analisa peta topogafi. Kemampuan analisa peta topografi memberikan
pemahaman atas morfologi, dan memberikan penafsiran atas kemungkinan sebaran
batuan dan struktur yang berkembang di lapangan.

10.2.1 Penampang Topografi

Penampang topografi adalah profil dari permukaan bumi sepanjang garis penampang
(section line). Penampang dibuat dengan memproyeksi bidang vertikal dari titik-titik
potong kontur (ketinggian) dan garis potong. Pembuatan penampang sebaiknya
menggunakan skala horizontal dan vertikal yang sama.

Perhatikan istilah-istilah berikut:

1) Garis topografi (topographic line)

Garis ini adalah perpotongan antara permukaan bumi dengan suatu bidang
vertikal.

2) Garis dasar (base line)

Garis dasar di bawah garis ekspresi morfologi dengan nilai 0 meter (sering
digunakan) sebagai ketinggian permukaan laut.

3) Garis batas tepi (end line)

Garis ini tegak lurus terhadap garis dasar yang mendasari sisi kiri dan kanan
penampang. Nilai garis batas tepi menunjukkan ketinggian sesuai dengan
interval kontur.

76
Penampang topografi dikonstruksi dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut
(Gambar 10.1 dan 10.2):

1) Perhatikan elemen peta topografi, terutama garis kontur yang dipotong oleh
garis topografi untuk membuat profil.;

2) Ambil kertas yang digunakan untuk menandai nilai ketinggian pada titik
perpotongan baik berupa kontur, sungai, jalan, dll., sepanjang garis profil;

3) Pindahkan nilai ketinggian tersebut pada garis dasar;

4) Titik-titik yang diplot pada garis dasar kemudian diproyeksikan ke atas (vertikal)
mengikuti nilai ketinggian dengan mengacu pada nilai garis batas tepi
menggunakan skala normal, dimana H : V = 1 : 1;

5) Hubungkan titik-titik tersebut sehingga diperoleh penampang topografi.

Gambar 10.1 Langkah-langkah dalam pembuatan penampang topografi.

77
Gambar 10.2 Peta dan penampang topografi

10.2.2 Pola drainase

Pola drainase dapat digunakan untuk mendeterminasi tipe batuan. Enam pola
drainase antara lain pola drainase Dentritic, Parallel, Trellis, Rectangural, Angular, dan
Contorted (Gambar 10.3).

Dendritic Parallel Trellis

Rectangular Angular Contorted

Gambar 10.3 Pola drainase

78
Pola pengaliran trellis dan rectangular berkembang pada lapisan miring (dipping),
hadirnya retakan pada batuan sedimen; merupakan daerah yang baik untuk akuifer
(Selby, 1985). Drainase contorted berkembang pada batuan berlapis (folded rocks).
Selain itu, rekahan tarik yang mengandung air dan lembah di antara lapisan yang
berbeda kekerasan yang kadangkala berkembang dekat puncak dari lipatan. Drainase
annular sangat berkembang pada daerah vulkanik atau intrusi dengan aliran yang
mengikuti zora rekahan yang mengandung air. Drainase dendritic atau branching
dengan jumlah percabangan yang besar untuk jenis drainase di daerah batuan kristalin
yang impermeabel seperti gneiss dan berkembang di daerah yang didasari oleh
material yang homogen.

10.2.3 Analisa Peta Topografi

Analisa peta topografi dilakukan untuk melakukan kerja lapangan pendahuluan


sebelum pergi ke lapangan. Keadaan topografi dicerminkan oleh kontrol geologi, yakni
batuan dan struktur geologi. Analisa peta topografi dapat didasarkan atas interpretasi
pola dan sifat kontur; dan interpretasi pola pengaliran.

1) Interpretasi berdasarkan pola dan sifat kontur

Analisis ini perlu mengetahui bentuk morfologi, seperti jajaran perbukitan,


adanya offset morfologi, bentuk lembah, dan lain-lain. Bentuk morfologi
tersebut digunakan untuk interpretasi, misal kehadiran endapan aluvial sungai
atau batuan lunak seperti batulempung, napal dan sebagainya. Sedangkan
perbukitan yang bergelombang pada umumnya ditempati oleh batuan yang
berselang-seling, misalnya batupasir dan batulempung, atau breksi.

2) Interpretasi berdasarkan pola pengaliran

Analisis dengan pendekatan ini memberikan detil kemungkinan morfologi, jenis


batuan dan struktur geologi yang mengontrol perkembangan pola sungai.
Dengan demikian, pengenalan terhadap pola pengaliran dapat menganalisa
dan menginterpretasi kondisi geologi pendahuluan, sebelum melakukan kerja
pemetaan lapangan.

Arahan dalam membaca peta topografi, maka terlebih dahulu memahami elemen pada
peta sebagai berikut:
1) Isi peta dan tempat yang digambarkan melalui judul atau lokasi;
2) Lokasi daerah, melalui letak garis lintang dan garis bujur;
3) Arah, melalui petunjuk arah (orientasi).
4) Jarak atau lResponsi suatu tempat di lapangan, melalui skala peta;

79
5) Ketinggian tempat, melalui titik trianggulasi (ketinggian) atau melalui garis
kontur;
6) Kemiringan lereng, melalui garis kontur dan jarak antara garis kontur yang
berdekatan;
7) Sumber daya alam, melalui keterangan (legenda);
8) Kenampakan alam, misalnya relief, pegunungan/gunung, lembah/sungai,
jaringan lalu lintas, persebaran kota. Kenampakan alam ini dapat diketahui
melalui simbol-simbol peta dan keterangan peta.

Arahan untuk analisa/interpretasi peta topografi adalah sebagai berikut:


1) Peta yang banyak gunung/pegunungan dan lembah/sungai, menunjukkan
bahwa daerah itu berelief kasar;
2) Alur-alur yang lurus, menunjukkan bahwa daerah itu tinggi dan miring, jika alur
sungai berbelok-belok (berbentuk meander), menunjukkan daerah itu relatif
datar;
3) Pola (bentuk) pemukiman penduduk yang memusat dan melingkar,
menunjukkan daerah itu kering (sulit air), tetapi di tempat-tempat tertentu
terdapat sumber-sumber air.

10.3 URAIAN TUGAS

Pembelajaran di laboratorium memberikan pengetahuan dan melatih praktikan agar


mampu membuat penampang topografi dan melakukan analisa peta topografi
sehingga memberikan kompetensi kognitif, psikomotorik dan afektif.
a) Praktikan diminta menentukan skala penggambaran dari Peta Creek, End
Moraine dan Peta Woodson Mountain pada Lembar Kerja Interpretasi Peta
Topografi;

b) Praktikan diminta membuat penampang topografi berarah Barat Laut (BL) –


Tenggara (TG) dari Peta Creek, End Moraine dan Peta Woodson Mountain
(gunakan kertas milimeter blok);

c) Praktikan diminta berlatih melakukan analisa peta topografi daerah Peta Creek,
End Moraine dan Peta Woodson Mountain (gunakan lembar deskripsi!);

d) Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih melakukan
latihan seperti uraian tugas di atas.

80
ACARA XI
PENGENALAN CITRA

11.1KOMPETENSI

Mata acara pengenalan citra terutama ditekankan pada citra foto bukan pengenalan
citra non foto (satelit). Oleh karenanya, kompetensi yang diharapkan adalah sebagai
berikut:
1) Praktikan memahami teknik survei penginderaan jauh;
2) Praktikan belajar melakukan analisa foto udara dengan alat bantu stereoskop.

11.2MATERI PRAKTIKUM

Citra dapat dibedakan atas citra foto (photographyc image) atau foto udara dan citra
non foto (non-photographyc image). Citra foto sering disebut sebagai foto udara (aerial
photograph), sedangkan citra non foto diklasifikasikan berdasar spectrum yang
digunakan berkaitan dengan gelombang mikro, termal dan / atau wahana yang
digunakan (Satelit).

11.2.1 Citra Foto

Foto udara sebagai salah satu jenis citra yang direkam melalui survei udara dengan
pemotretan menggunakan pesawat pada suatu daerah tertentu berdasarkan aturan
fotogrametris tertentu (Gambar 11.1). Pada foto udara biasanya adalah pemotretan
tegak (vertikal), yaitu pemotretan objek dengan sumbu kamera udara yang sejajar
dengan arah gravitasi (Wolf, 1974).

Gambar 11.1 Contoh lembar citra foto udara

81
Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh data
dan informasi tentang suatu obyek serta keadaan di sekitarnya melalui suatu proses
pencatatan, pengukuran dan interpretasi bayangan fotografis (hasil pemotretan).

Perekaman foto udara juga memiliki skala. Pengertian detilnya adalah melakukan
perbandingan jarak pada foto udara dengan jarak di permukaan bumi. Rumus yang
digunakan adalah S = f/H, dimana keterangan S yaitu skala; f yaitu panjang fokus
lensa/kamera; dan h adalah tinggi terbang.

Citra foto adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan sensor kamera.
Klasifikasi citra foto dapat dibedakan atas beberapa hal, yaitu:

1) Spektrum Elektromagnetik.
Citra foto dapat dibedakan atas:

a) Foto ultra violet yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum
ultra violet dekat dengan panjang gelombang 0,29 mikrometer. Cirinya
tidak banyak informasi yang dapat disadap, tetapi untuk beberapa
obyek dari foto ini mudah pengenalannya karena kontrasnya yang
besar. Foto ini sangat baik untuk mendeteksi tumpahan minyak di laut,
membedakan atap logam yang tidak dicat, jaringan jalan aspal, dan
batuan kapur.

b) Foto ortokromatik yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan


spektrum tampak dari saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 – 0,56
mikrometer). Cirinya banyak obyek yang tampak jelas. Foto ini
bermanfaat untuk studi pantai karena filmnya peka terhadap obyek di
bawah permukaan air hingga kedalaman kurang lebih 20 meter. Baik
untuk survey vegetasi karena daun hijau tergambar dengan kontras.
c) Foto pankromatik yaitu foto yang menggunakan seluruh spektrum
tampak mata mulai dari warna merah hingga ungu. Kepekaan film
hampir sama dengan kepekaan mata manusia. Cirinya pada warna
obyek sama dengan kesamaan mata manusia. Baik untuk mendeteksi
pencemaran air, kerusakan banjir, penyebaran air tanah dan air
permukaan.

d) Foto infra merah asli (true infrared photo), yaitu foto yang dibuat dengan
menggunakan spektrum infra merah dekat hingga panjang gelombang
0,9 – 1,2 mikrometer yang dibuat secara khusus. Cirinya dapat
mencapai bagian dalam daun, sehingga rona pada foto infra merah

82
tidak ditentukan warna daun tetapi oleh sifat jaringannya. Baik untuk
mendeteksi berbagai jenis tanaman termasuk tanaman yang sehat atau
yang sakit.

e) Foto infra merah modifikasi, yaitu foto yang dibuat dengan infra merah
dekat dan sebagian spektrum tampak pada saluran merah dan
sebagian saluran hijau. Dalam foto ini obyek tidak segelap dengan film
infra merah sebenarnya, sehingga dapat dibedakan dengan air.

2) Sumbu Kamera

Sumbu kamera dapat dibedakan berdasarkan arah sumbu kamera ke


permukaan bumi, yaitu:
a) Foto foto tegak (ortho photograph), yaitu foto yang dibuat dengan
sumbu kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi.
b) Foto condong atau foto miring (oblique photograph), yaitu foto yang
dibuat dengan sumbu kamera menyudut terhadap garis tegak lurus ke
permukaan bumi. Sudut ini umumnya sebesar 10 derajat atau lebih
besar. Tapi bila sudut condongnya masih berkisar antara 1 – 4 derajat,
maka foto yang dihasilkan masih digolongkan sebagai foto tegak. Foto
condong masih dibedakan lagi menjadi:
i. Foto agak condong (low oblique photograph), yaitu apabila
cakrawala tidak tergambar pada foto.
ii. Foto sangat condong (high oblique photograph), yaitu apabila
pada foto tampak cakrawalanya.

Penginderaan jauh menggunakan foto udara memanfaatkan teknik stereoskopis untuk


mendapatkan informasi turunan dari serangkaian data foto udara, seperti ketinggian,
jarak, volume dan lain-lain. Alat yang mampu menghasilkan pandangan stereoskopis
pada foto udara bertampalan yaitu stereoskop (Gambar 11.2).

Penggunaan stereoskop pada foto udara memberikan pandangan gambar tiga dimensi
yang dapat diukur ketinggian atau kedalaman obyek tersebut. Pandangan tiga dimensi
muncul karena perpaduan dua gambar dengan sudut pandang yang berbeda. Dua
mata pengamat mendapatkan informasi dari gambar yang berada dibawahnya. Foto
udara dapat memberikan pandangan tiga dimensi dalam proses pengamatan
stereoskopis harus memenuhi syarat berikut:

1) Foto udara tersebut memiliki tampalan


2) Gambar dari foto udara tersebut memiliki sudut pengambilan yang berbeda
dalam satu jalur terbang yang sama
3) Foto yang diamati hendaklah memiliki skala yang sama

83
Gambar 11.2 Stereoskop cermin

Analisa citra foto udara adalah pengenalan dan interpretasi obyek, sebanding dengan
interpretasi peta topografi. Keberhasilan dalam interpretasi foto udara ditentukan oleh
kondisi sebagai berikut:

1) Banyak berlatih dalam melakukan interpretasi foto udara;


2) Kemampuan mengenali objek;
3) Mempunyai foto udara dengan kualitas baik.

Langkah-langkah dalam interpretasi foto udara yaitu:

1) Menyiapkan citra penginderaan jauh (citra foto udara);

2) Mengamati karakteristik citra tersebut dalam merekam obyek muka bumi


dengan menggunakan stereoskop;

3) Mengenali obyek bentang budaya dan obyek bentang alam (pengamatan


obyek sama dengan menganalisa peta topografi);

4) Produk interpretasi disajikan dalam kertas/plastik transparan;

5) Berikan deskripsri atas hasil interpretasi foto udara.

Interpretasi foto udara dilakukan secara konvensional memerlukan stereoskop dan


paralaks bar. Delapan unsur yang perlu diperhatikan dalam melakukan interpretasi foto
udara adalah sebagai berikut:

1) Rona atau warna

84
Gembaran tingkat kegelapan atau kecerahan atas tingkat kecerahan obyek
yang terekam pada foto udara. Rona dinyatakan dalam cerah, kelabu, kelabu
gelap, dan gelap.

2) Bentuk
Variabel yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Dinyatakan
dalam bentuk bulat, empat segi panjang, segitiga, dsb.

3) Ukuran
Atribut obyek pada foto udara yang antara lain berupa jarak, lResponsi,
kemiringan, isi dan tinggi obyek.

4) Tekstur
Frekuensi perubahan rona pada foto udara, atau pengulangan rona kelompok
obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur dinyatakan
dengan tingkatan kasar, sedang, dan halus.

5) Pola
Pola atau susunan keruangan memberikan ciri bagi obyek bentukan manusia
dan bagi beberapa obyek alamiah lainnya. Pola dinyatakan sebagai kompak,
teratur, tidak teratur, atau agak teratur (campuran).

6) Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang ada di daerah
yang gelap. Bayangan merupakan kunci interpretasi bagi beberapa obyek yang
justru lebih mudah dikenali dan lebih nampak dari bayangan, misalnya untuk
jenis vegetasi.

7) Situs
Situs bukan merupakan ciri obyek, melainkan dalam kaitan dengan lingkungan
sekitarnya, dimana lebih berfokus pada letak obyek terhadap lingkungan
sekitarnya. Misalnya situs pohon kopi terletak di tanah yang kering karena
tanaman kopi memerlukan pengatusan air yang baik.

8) Asosiasi
Keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Contohnya
stasiun kereta api berasosiasi dengan rel kereta api dan deretan gerbong
kereta api.

11.2.2. Citra Non Foto

85
Citra non foto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor bukan kamera. Citra non
foto dibedakan atas:

1) Spektrum elektromagnetik
Citra non foto dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum elektromagnetik
dibedakan atas:

a) Citra infra merah thermal, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum infra
merah thermal. Penginderaan pada spektrum ini berdasarkan atas beda
suhu obyek dan daya pancarnya pada citra tercermin dengan beda rona
atau beda warnanya.

b) Citra radar dan citra gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan
sektrum gelombang mikro. Citra radar merupakan hasil penginderaan
dengan sistem aktif yaitu dengan sumber tenaga buatan, sedang citra
gelombang mikro dihasilkan dengan sistem pasif yaitu dengan
menggunakan sumber tenaga alamiah.

2) Sensor
Citra non foto berdasarkan sensornya dapat dibagi menjadi:

a) Citra tunggal, yakni citra yang dibuat dengan sensor tunggal, yang
salurannya lebar.

b) Citra multispektral, yakni cerita yang dibuat dengan sensor jamak, tetapi
salurannya sempit, yang terdiri dari: Citra RBV (Return Beam Vidicon),
sensornya berupa kamera yang hasilnya tidak dalam bentuk foto karena
detektornya bukan film dan prosesnya non fotografik.

c) Citra MSS (Multi Spektral Scanner), sensornya dapat menggunakan


spektrum tampak maupun spektrum infra merah thermal. Citra ini dapat
dibuat dari pesawat udara.

3) Wahana

Citra non foto dapat dibagi atas dasar wahana yang digunakan, yaitu sebagai
berikut:
a) Citra dirgantara (Airbone image), yaitu citra yang dibuat dengan
wahana yang beroperasi di udara (dirgantara). Contoh: Citra Infra
Merah Thermal, Citra Radar dan Citra MSS. Citra dirgantara ini jarang
digunakan.

86
b) Citra Satelit (Satellite/Spaceborne Image), yaitu citra yang dibuat dari
antariksa atau angkasa luar. Citra ini dibedakan lagi atas
penggunaannya, yakni:a) Citra satelit untuk penginderaan planet.
Contoh: Citra Satelit Viking (AS), Citra Satelit Venera (Rusia).
c) Citra Satelit untuk penginderaan cuaca. Contoh: NOAA (AS), Citra
Meteor (Rusia).
d) Citra Satelit untuk penginderaan sumber daya bumi. Contoh: Citra
Landsat (AS), Citra Soyuz (Rusia) dan Citra SPOT (Perancis).
e) Citra Satelit untuk penginderaan laut. Contoh: Citra Seasat (AS), Citra
MOS (Jepang).

11.3URAIAN TUGAS

Pembelajaran di laboratorium memberikan pengetahuan dan berlatih melakukan


interpretasi menggunakan Citra Foto Udara, sehingga tercapai kompetensi kognitif,
psikomotorik dan afektif bagi setiap praktikan.
a) Praktikan berlatih mengenali lembar foto udara dan stereoskop;

b) Praktikan berlatih melakukan deskripsi/interpretasi foto udara;

Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti telah selesai berlatih mengenali
foto udara.

87
ACARA XII
PENGENALAN PETA GEOLOGI

12.1 KOMPETENSI

Kompetensi pada mata acara pengenalan peta geologi adalah sebagai berikut:
1) Praktikan dapat mengenali elemen-elemen penting yang tertera pada peta
geologi;
2) Praktikan dapat membaca peta geologi mencakup sebaran batuan, kontrol
struktur geologi dan sejarah geologinya.
3) Praktikan dapat menjelaskan sejarah terbentuknya perlapisan batuan mulai
dari yang tua ke yang muda.

12.1 MATERI PRAKTIKUM

Peta geologi adalah salah satu jenis peta tematik yang dibangun oleh kemampuan
interpretatif dari seorang geolog terhadap fenomena geologi yang direkamnya. Peta
geologi memberikan informasi umum kondisi geologi suatu daerah yang dapat
digunakan untuk berbagai keperluan, seperti penataan ruang dan wilayah, zonasi
daerah bencana geologi, potensi sumberdaya mineral dan energi, dan lainnya.

Komponen utama dalam peta geologi adalah simbol, warna dan notasi/label yang
bermakna menjelaskan elemen geologi yang direkam di dalam peta. Dengan
demikian, kemampuan observasi dan interpretasi terhadap data geologi adalah kunci
dalam penggambaran peta geologi (Gambar 12.1 dan 12.2).

88
Gambar 12.1 Informasi geologi digambarkan sebagai peta dan
penampang geologi (Bernknopf et al., 1993).

Peta topografi mendasari pembuatan peta geologi. Indeks kontur tergambar pada peta
geologi untuk memperlihatkan ekspresi morfologi. Pada peta geologi memberikan
informasi jenis batuan, struktur geologi dan lainnya menggunakan simbol, warna dan
pola (Gambar 12.2).

Gambar 12.2 Indeks kontur memberikan informasi morfologi


suatu daerah di dalam peta geologi.

Pembacaan peta geologi didasarkan atas simbol, warna dan notasi/label yang
mewakili unsur geologi di lapangan (data survei). Oleh karena itu, pembacaan harus

89
didasarkan oleh pengetahuan dasar untuk mengerti ragam batuan dan jenis struktur
geologi yang digambarkan dalam bentuk dua dimensi (2D).

Pola garis pada peta geologi bermakna banyak sekali. Garis dapat menandakan
kontak antara lapisan batuan, kekar, sesar, kedudukan lapisan batuan (Gambar 12.3).

Gambar 12.3 Simbol garis yang penting dipahami pada peta geologi

Tipikal batuan beku, batuan metamorf dan batuan piroklastik tidak menunjukkan pola
tertentu. Biasanya menunjukkan pola tidak beraturan. Berbeda dengan batuan
sedimen yang menunjukkan pola beraturan.

1. Pola kontak batuan sedimen dikontrol oleh struktur lipatan, sehingga kontak
antar lapisan batuan dapat menunjukkan pola paralel atau mengkurva. Struktur
lipatan tegak (upright folds), maka kontak antar batuan sedimen memberikan
pola perlapisan yang paralel. Struktur lipatan menunjam (plunging folds)
membentuk pola perlapisan yang mengkurva (bentuk lengkungan). Untuk
memudahkan memahami secara ruang, maka ragam batuan dan kedudukan
struktur menjadi kunci dalam pembacaan peta geologi. Pembacaan peta geologi
dapat dibantu dengan memperhatikan penampang geologinya. Pola struktur
geologi dan hubungan tua – muda dari ragam batuan dapat dengan mudah
dipahami. Pembacaan pada penampang geologi perlu memperhatikan aspek
morfologi permukaan, kontak lapisan batuan berdasarkan data permukaan, dan
rekonstruksi struktur geologi (Gambar 12.12).

90
Gambar 12.12 Penampang geologi

Pembacaan peta geologi untuk memahami sejarah geologi dengan mudah dapat
dipahami dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1) Kenali jenis dan pola batuannya, temukan pada legenda peta;

2) Perhatikan struktur geologinya;

3) Perhatikan gambaran vertikal peta geologi melalui penampang geologi;

4) Pahami hubungan poin 1, 2 dan 3 di atas untuk memahami urutan proses


pembentukan satuan batuan (tua – muda) dan proses geologi, seperti proses
tektonik, vulkanisme dan intrusi;

5) Tuliskan sejarah geologi.

12.2 URAIAN TUGAS

Pembelajaran di laboratorium memberikan pengetahuan dan melatih praktikan agar


mampu mengenali elemen peta geologi dan menjelaskan sejarah geologinya,
sehingga tercapai kompetensi kognitif, psikomotorik dan afektif bagi setiap praktikan.
a) Praktikan diminta berlatih membaca peta geologi yang dibagikan;
b) Praktikan belajar menentukan dan mendeskripsi :
i. Morfologi
ii. Ragam batuan (jenis atau formasi batuan);
iii. Jenis struktur geologi (sesar dan lipatan);
iv. Umur pembentukan batuan dan kejadian geologi seperti pengangkatan, intrusi,
letusan gunung api, dan seterusnya.
c) Praktikan menuliskan sejarah geologi dari lembar peta tersebut.
Praktikan diminta paraf asisten sebagai bukti telah selah berlatih menggambar
struktur geologi.

91
ACARA XIII
GEOLOGI LAPANGAN

13.1 KOMPETENSI

Kompetensi pada mata acara Geologi Lapangan adalah sebagai berikut:

1) Praktikan dapat melakukan pengamatan singkapan geologi di lapangan;

2) Praktikan memahami geologi dalam skala regional;

3) Praktikan dapat melakukan observasi, pengukuran dan perekaman data


geologi lapangan.

13.2 MATERI PRAKTIKUM

Geologi lapangan adalah pembelajaran geologi di luar kampus. Pada kegiatan ini,
setiap praktikan mendapatkan pengalaman lapangan mengenali singkapan geologi
melalui perjalanan lapangan geologi (geological fieldtrip). Sepanjang perjalanan
praktikan mendapatkan pengenalan terhadap fenomena geologi. Paling sedikit
terdapat empat aspek geologi yang dipelajari dalam kegiatan Geologi Lapangan, yakni
sebagai berikut:

1) Aspek Morfologi

Perubahan morfologi diamati sepanjang perjalanan. Perhatikan perubahan


morfologi, misal morfologi di daerah rendah menuju tinggian sepanjang
perjalanan dari Palembang menuju Pagaralam. Perubahan morfologi dikontrol
oleh ragam batuan dan struktur geologi. Hal ini dapat dilihat dengan melihat
bukti-bukti di lapangan. Selain itu, perubahan morfologi di lapangan secara
implisit menjelaskan proses-proses bumi yang mencakup proses endogen dan
eksogen.

2) Aspek Batuan

Pengamatan batuan dilakukan pada singkapan yang terbentuk karena proses


alami ataupun karena aktivitas manusia. Pembelajaran geologi diperoleh
dengan melakukan observasi singkapan hingga mampu mendeskripsi jenis
batuan, menemukan dimensi, mengerti proses deformasi yang terjadi. Ekspresi
morfologi singkapan memperlihatkan respon setiap jenis batuan terhadap
proses pelapukan yang mengenainya.

92
3) Aspek Struktur Geologi

Semua batuan yang tersingkap di permukaan bumi pernah mengalami


deformasi tektonik. Respon atas deformasi batuan ditunjukkan dengan
kehadiran berbagai jenis struktur geologi. Oleh karena itu, batuan didapati di
alam dalam orientasi struktur membentuk lipatan (folds), sesar (faults) dan
kekar (fractures). Orientasi tersebut dapat ditentukan sehingga dapat dianalisis
arah gaya yang bertanggungjawab membentuk deformasi batuan.

4) Aspek Sumberdaya Alam

Sumberdaya alam terutama mineral dan energi tidak dapat dilepaskan dari
kontrol ragam batuan dan jenis struktur. Beberapa contoh kehadiran
sumberdaya mineral dan energi yaitu keberadaan batubara dan migas di
cekungan Sumatera Selatan yang berasosiasi dengan kedua kontrol di atas;
peran Formasi Muara Enim sebagai satuan batuan yang mengandung
batubara; minyak dan gas bumi yang terperangkap di dalam batuan reservoir,
misal pada Formasi Talang Akar, Air Benakat dan Baturaja; nikel yang dijumpai
pada batuan basa - ultra basa; dan potensi lainnya.

13.3 URAIAN TUGAS

Kegiatan geologi lapangan adalah perjalanan lapangan geologi yang telah ditentukan
lintasannya sudah ditentukan. Pembelajaran di lapangan adalah sisi terapan dalam
pengamatan geologi pada kondisi sebenarnya. Pembelajaran ditentukan berdasarkan
Stasiun Pengamatan (SP) yang telah ditentukan. SP adalah singkapan yang
menunjukkan fenomena geologi yang jelas teramati di lapangan.

Tugas praktikan di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:

1) Praktikan diminta melakukan observasi, pengukuran dan perekaman data


lapangan pada setiap stasiun pengamatan;

2) Praktikan minimal mendapatkan data berikut:


a) Koordinat dan elevasi dan morfologi SP;
b) Jenis batuan dan struktur geologi yang diamati (termasuk dimensinya);
c) Potensi sumberdaya alam.

3) Praktikan meminta paraf asisten sebagai bukti mengerjakan tugas lapangan


dengan menuliskannya pada lembar deskripsi lapangan.

4) Praktikan menuliskan laporan dengan sistematika sebagai berikut:


a) Halaman Judul

93
b) Prakata
c) Sari (Abstrak)
d) Daftar Isi
e) Pendahuluan (Bab I)
f) Isi (Bab II)
g) Penutup (Bab III)

5) Halaman judul (cover) laporan dijilid langsung (buku) dengan menggunakan


kertas buffalo berwarna putih;

6) Format penulisan adalah sebagai berikut:


a) Kertas A4, 80 gram.

b) Format pengetikan dengan margin (batas tepi) tulisan sebelah kiri: 3,5
cm; kanan: 2,5 cm; atas: 3 cm; dan bawah: 2,5 cm. Penulisan
menggunakan font arial dengan ukuran 11.

94
ACARA XIV
RESPONSI

14. 1 KOMPETENSI

Kompetensi pada mata acara Responsi adalah sebagai berikut:

1) Praktikan dapat memahami pembelajaran praktikum acara I s.d. XIII;


2) Praktikan dapat menyelesaikan berbagai jenis soal ujian Konsep Geologi
sehingga dapat diukur tingkat pemahaman atas pengetahuan dan ketrampilan
yang telah dilatihkan selama pembelajaran di laboratorium dan di lapangan
geologi.

14.1 MATERI PRAKTIKUM


Lingkup pengetahuan dan ketrampilan diberikan pada acara I s.d XIII. Oleh karena itu,
praktikan diwajibkan mempersiapkan diri untuk mengikuti acara Responsi berupa ujian
tulis dan praktek. Ujian ini diberikan untuk mengukur tingkat pemahaman setiap
praktikan selama mengikuti acara I s.d XII.
Setiap praktikan wajib mengikuti Responsi. Apabila tidak mengikuti Responsi, maka
dianggap gugur dalam mengikuti praktikum, sehingga yang bersangkutan tidak
memperoleh nilai praktikum Konsep Geologi. Bagi yang mengajukan Responsi
Susulan, maka wajib baginya menjelaskan alasan yang tepat secara tertulis sebagai
udzur yang tidak dapat ditolak, seperti sakit keras, tugas membela Unsri/Kota
Palembang/Provinsi Sumatera Selatan/ Indonesai dalam suatu peristiwa penting.
Alasan tersebut disampaikan sebelum pelaksanaan Responsi. Namun, bilamana
alasan itu baru disampaikan setelah Responsi, maka tidak dapat diterima untuk
Responsi Susulan. Dosen yang menjabat sebagai Koordinator Laboratorium Konsep
Geologi yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan pembelajaran praktikum
yang memiliki hak dalam memberikan ijin bagi calon peserta Responsi Susulan.
Pelaksanaan Responsi Susulan hanya dapat dilakukan sebelum nilai kuliah Konsep
Geologi diserahkan ke bagian Akademik, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya.

14.3 URAIAN TUGAS


Praktikan wajib mengikuti Responsi tulis dan peraga untuk mengukur capaian
pemahaman terhadap materi acara I s.d XIII. Penilaian pada responsi ini didasarkan
atas jumlah jawaban benar dari kewajiban mengerjakan soal Responsi tulis dan
peraga dengan nilai maksimal yang mungkin dicapai adalah 100 untuk seluruh
jawaban benar.

95

Anda mungkin juga menyukai