TEORI RALAT
A. Tujuan
Tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui nilai ukur dari benda yang diukur
dengan hasil yang benar benar tepat.
B. Pendahuluan
Nilai kisaran hasil ukur adalah ( x= x±∆x ). Nilai ini ada di antara x minimum
nilai ∆x yang kecil. Hasil pengukuran disebut baik, bila dalam pengukuran itu
∆x
diperoleh ralat relatif bernilai kecil.
x
1
C. Faktor Penyebab Timbulnya Ralat
Faktor penyebab timbulnya ralat dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu ralat
sistematik (systematic error), ralat rambang (random error), dan ralat kekeliruan
pengukuran. Ketiga jenis ralat itu diuraikan sebagai berikut:
1. Ralat Sistematik
Ralat kelompok ini bersifat tetap, dapat dibuang dan pada umumnya disebabkan oleh
faktor-faktor berikut ini.
a. Faktor alat, misal karena : kalibrasi alat, nilai skala, kondisi alat yang berubah,
pengaruh alat terhadap besaran yang diukur.
b. Faktor pengamatan, misal karena ketidakcermatan pengamat dalam membaca,
yang disebabkan pada saat membaca kepala terlalu miring ke kanan atau ke kiri,
sehingga nilai terbaca bergeser dari nilai yang sebenarnya.
c. Kondisi fisis pengamatan, misal karena kondisi fisis pada saat pengamatan tidak
sama dengan kondisi fisis pada saat peneraan alat, sehingga mempengaruhi
penunjukan alat.
d. Metoda pengamatan, ketidaktepatan pemilihan metoda akan mempengaruhi hasil
pengamatan, misal sering terjadi kebocoran besaran fisis seperti panas, cahaya,
dan sebagainya.
2. Ralat Rambang
Setiap pengukuran atau pengamatan berulang untuk suatu besaran fisis yang tetap
ternyata menghasilkan nilai yang berbeda. Ralat yang terjadi pada pengukuran
berulang ini disebut sebagai ralat rambang atau ralat kebetulan atau ralat random.
Faktor-faktor penyebab ralat rambang adalah sebagai berikut.
a. Salah tafsir, misal penafsiran terhadap harga skala terkecil oleh pengamat berbeda
dari waktu ke waktu.
b. Kondisi fisis yang berubah (fluktuatif) misal karena suhu atau tegangan listrik
ruang yang tidak stabil.
c. Gangguan, misal karena ada medan magnet yang kuat mempengaruhi penunjukan
meter-meter listrik.
2
d. Definisi, misal karena penampang pipa tidak bukat betul maka penentuan
diameter pipa akan menimbulkan ralat.
D. Perhitungan Ralat
Berdasarkan uraian di atas, dapat dimengerti bahwa ralat selalu muncul pada setiap
pengukuran, yang disebabkan oleh keterbatasan alat ukur baik pada alat ukur itu
sendiri maupun pada pengukuran. Usaha yang dapat dilakukan adalah memperkecil
ralat itu, sehingga diperoleh hasil yang teliti dan dapat dipercaya.
Dalam pengukuran dikenal istilah estimasi, yaitu usaha untuk memperkecil ralat dan
kalau mungkin membuangnya sama sekali. Estimasi ralat sistematis dilakukan
dengan melakukan checking pada alat ukur dan membetulkan penunjukan skala,
check nilai terbaca, atau pilih metoda analisis yang benar. Ralat rambang diestimasi
dengan pengukuran berkali-kali. Ralat kekeliruan tindakan diestimasi melalui mawas
diri. Ralat kekeliruan tindakan merupakan ralat yang disebabkan perilaku pengukur.
Pengukuran besaran dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pada
pengukuran besaran secara langsung benda diukur dan langsung diperoleh hasil
ukurnya, misal pada pengukuran diameter pensil dengan jangka sorong. Pada
pengukuran tidak langsung hasil ukur yang dicari melalui hitungan dari besaran yang
diukur langsung, misal pada pengukuran volume pensil yang dilakukan dengan
mengukur diameter pensil dengan jangka sorong dan panjang pensil dengan mistar.
Ralat pengukuran langsung terjadi karena pengamatan dan merupakan ralat rambang.
Ralat pengukuran tidak langsung terjadi karena ralat rambang dari setiap jenis
3
pengamatan secara langsung, ralat ini menyebabkan ralat yang merambat. Semakin
banyak parameter yang diukur langsung, maka ralat hasil ukur semakin besar.
Keadaan ini disebabkan oleh perambatan tiap-tiap ralat oleh setiap pengukuran
langsung yang menyumbang ralat hasil pada pengukuran tak langsung. Penyebab
ralat pada pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Ralat pengamatan
Bila pengamatan atau pengukuran dilakukan beberapa kali pada besaran yang diukur
secara langsung, hasilnya dapat berbeda-beda. Sebagai contoh pengukuran yang
dilakukan k kali dengan hasil pengukuran ke i adalah xi (i=1,2,3,….k). Nilai terbaik
atau mungkin benar adalah nilai rerata dari hasil uji itu, dilambangkan dengan 𝑥̅ ,
yang memenuhi persamaan :
∂x= xi -x (1.2)
Deviasi merupakan penyimpanan terhadap nilai terbaik dari nilai terukur yang
bersangkutan (𝑥 ). Dikenal pula istilah devisi standar, yang didefinisikan sebagai
akar rerata kuadrat deviasinya ∆𝑥 atau
∑ ( ) ∑ ( )
∆x = ( )
= ( )
(1.3)
∆x ∆x
∆xr = , atau ∆xr = . 100% (1.4)
x x
Selanjutnya harga atau nilai dari suatu pengukuran (x) dapat ditulis :
x=x±∆x (1.5)
Nilai pengukuran sering kali dinyatakan sebagai ketelitian atau disebut juga
kecermatan, yaitu 1-∆xr atau 100%-∆xr % . Ketelitian dapat dianggap sebagai
4
jaminan akan keberhasilan hasil pengukuran. Perhatikan contoh berikut ini. Sebatang
logam diukur panjangnya 10 kali dengan hasil ukur sebagai berikut.
Tabel 1.1 Data Hasil Pengukuran Panjang Batang
Pengukuran Nilai terukur Deviasi Kuadrat
Ke 𝑥 𝜕𝑥 = 𝑥 − 𝑥̅ Deviasi
(cm) (cm) (𝜕𝑥 )
1 47,51 +0,02 0,0004
2 47,49 0,00 0,0000
3 47,48 -0,01 0,0001
4 47,50 +0,01 0,0001
5 47,47 -0,02 0,0004
6 47,49 0,00 0,0000
7 47,48 -0,01 0,0001
8 47,46 -0,03 0,0009
9 47,53 +0,04 0,0016
10 47,49 0,00 0,0000
Dari tabel diperoleh informasi bahwa k=10, ∑ki=1 xi =474,90 , ∑ki=1(∂xi )2 =0,0036.
∑ki=1 xi
Sehingga nilai terbaiknya adalah x = 47,490 cm
k
Sedangkan deviasi standarnya adalah :
x = x±∆x = (47,490±0,007) cm
0,007
Dengan ketelitian 100% - . 100% = 99,986%
47,490
2. Ralat perambatan
Seringkali besaran fisis diukur langsung, tetapi dihitung dari unsur-unsurnya, sebagai
contoh volume kubus dihitung dari sisi-sisi yang diukur, kecepatan dihitung dari
jarak tempuh dibagi dengan waktuyang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut.
Pada pengukuran sisi kubus, setiap sisi memberikan ralat, maka pada hasil hitungan
volumenyapun timbul ralat sebagai perpaduan ralat oleh sisi yang diukur secara
5
langsung. Ralat yang timbul sebagai hasil hitungan ini dinamakan ralat perhitungan
atau ralat rambatan. Nilai terbaik tergantung pada nilai terbaik variabel unsurnya.
Secara matematik, besaran V berhubungan dengan variabelnya (x,y,z) sehingga
V=V(x,y,z). Maka nilai terbaiknya adalah V=V(x,y,z) , sedangkan deviasi standar
reratanya dirumuskan sebagai:
2 2 2 2 2 2
∂V ∂V ∂V
∆V = ∆x + ∆y + ∆z (1.6)
∂x ∂y ∂z
∂V
parsial variable V terhadap y, merupakan turunan parsial variable V terhadap z.
∂z
∂V
= xy = (5,12)(3,22) = 16,4864
∂z
Deviasi reratanya adalah:
6
Kesimpulan hasil ukur volume kotak adalah V = (42,37) ± (0,5643) cm
Contoh 2.
Tentukan jarak titik api lensa ( f ) yang diukur secara langsung. Jarak benda ke lensa
(o) dan jarak bayangan ke lensa (b). Hasil pengukuran langsung adalah o = (20,1) ±
0,2) cm, b =(25,5 ± 0,4) cm. Hubungan antara f, o, dan b adalah = + , atau
o.b (20,1)(25,5)
f= = ( )+( = 11,24 cm
o+b 20,1 25,5)
2 2
∂f 2 ∂f 2
Deviasi standar rerata dari f adalah : ∆f = ∆o + ∆b , dengan
∂o ∂b
2 2
∂f o (20,1)
= 2 = 2 = 0,1943
∂b (o+b) (20,1+25,5)
E. Metoda Grafik
Analisis data dengan metoda grafik lebih praktis dan memudahkan pandangan.
Keadaan ini disebabkan karena dengan melihat grafik secara sekilas, letak benar atau
salah analisis sudah dapat diketahui, sehingga tidak terlalu banyak kalimat yang
harus dibaca. Pada pembuatan grafik perlu diperhatikan dasar-dasar sebagai berikut:
1. Absis (sumbu datar = x) dipilih sebagai besaran sebab, ordinat (sumbu tegak =
y) sebagai besaran akibaat. Pemilihan besaran ansis dan ordinat harus
bersesuaian dengan keadaan yang paling menguntungkan, misalnya dapat
menghapus ralat sistematis.
2. Persamaan yang digunakan harus persamaan linier.
7
3. Nilai skala (sumbu x dan sumbu y) dipilih bulat dan memberikan kemiringan
garis (slope) pada kisaran antara 30° dan 60°.
4. Gunakan minimal 10 titik data, setiap titik data ditulis dengan jelas, serta nilai
ralat di setiap titik data (misalnya berarah y) digambar sebagai garis ke atas dan
ke bawah dari titik data tersebut.
5. Garis ditarik melalui titik-titik data yang paling mungkin (tidak setiap titik harus
dilalui). Slope ketidakpastian ditarik dari titik data paling menyimpang dikedua
ujung data dan dihubungkan dengan titik tengah (pusat) data. Kedua garis itu
member makna bahwa siapapun yang menarik garis selalu antara garis yang
paling mungkin dari garis ketidakpastian.
6. Garis yang melalui titik-titik data yang paling mungkin menghasilkan slope yang
paling mungkin, sedangkan garis yang melalui ujung titik data grafik yang
paling menyimpang menghasilkan slope ketidakpastian. Slope yang paling
mungkin dan slope ketidakpastian digunakan untuk menentukan nilai ukur yang
dituju yang paling mungkin dan ketidakpastiannya.
8
BAB II
AVOMETER
A. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan avometer ini adalah mengetahui cara kerja avometer sebagai alat
ukur kuat arus, tegangan, dan hambatan.
C. Landasan Teori
9
Jika arus searah I melewati kumparan dengan n lilitan yang berada di dalam medan
magnet B, maka kumparan akan mengalami momen gaya sebesar :
M = N.B.A.I (2.1)
Dengan: M = momen gaya
N = jumlah lilitan
B = medan magnet
A = luas kumparan
I = arus listrik
Momen gaya ini dilawan oleh momen gaya pegas dan momen gaya redaman. Meter
kumparan putar yang digunakan pada multimeter umumnya mempunyai sifat orde
besar arus defleksi skala penuh (full scale diflection = fsd) 200 µA dan tahanan
dalamnya 300 Ohm.Multimeter mempunyai tuas (saklar) pilihan fungsi untuk :
a. Arus searah (DC mA),
b. Tegangan searah (V.DC),
c. Tegangan bolak-balik (V.AC).
d. Tahanan (Ohm).
D. Pelaksanaan Percobaan
Pada papan peraga tersedia sejumlah komponen listrik, seperti resistor, kapasitor,
dioda dan induktor. Sumber tenaga arus bolak-balik dengan frekuensi 50 Hz dan
sumber tegangan searah. Cara pengujiannya adalah sebagai berikut.
Pada pengujian ini tidak diperlukan sumber tegangan, sehingga posisi switch
dibiarkan pada keadaan off (lampu mati). Saklar multimeter diputar pada posisi
(Ohm). Dipilih saklar terbesar. Sebelum dimulai pengukuran, multimeter harus
dibuat nol dengan jalan menghubungkan langsung probe merah dan hitam.
Kemudian knop “0 adj” diputar sehingga meter siap untuk mengukur tahanan
(resistor). Jika pembacaan terlalu kecil atau besar, dipindahkan pada saklar lain yang
sesuai. Pada saat pindah saklar, sebelum mengukur, meter harus dinolkan terlebih
dahulu.
10
2. Penggunaan Multimeter Sebagai Voltmeter DC
Saklar Multimeter diubah pada posisi V, DC, di pilih saklar terbesar. Sumber pada
papan peraga dihidupkan sehingga lampu menyala, dan tegangan DC diukur dengan
memasang probe hitam pada kutup negatif, dan probe merah pada kutup positip,
catat hasil pengamatan tegangan ini sebagai V0.
Saklar Multimeter diubah pada posisi DC (mA) dipilih skala terbesar. Rangkaian
dibuat seperti bagan dengan probe merah langsung dihubungkan kutup positif dari
sumber. Harga arus yang lewat dibaca, bila pembacaan terlalu kecil atau terlalu besar
dipilih skala lain yang sesuai.
a b
I
R1
Arus ini dicatat sebagai l1. Kemudian multimeter diambil, dihubungkan ke titik a dan
b dengan kabel. Melalui penggunaan multimeter itu diukur tegangan pada kutub-
kutub sumber, sebelumnya dipindah terlebih dahulu posisi V. DC, dicatat harga
tegangan ini, misalnya = V1. Dari besaran itu dihitung kembali nilai tahanan yang
terpasang (R1) dengan rumus :
V1
RI= (2.2)
I1
Saklar Multimeter diubah pada posisi AC, dipilih skala terbesar, bila pembacaan
terlalu kecil atau terlalu besar dipilih skala lain yang sesuai. Pengukuran tegangan
AC untuk menghitung kapasitas dan induktansi dengan layout sebagai berikut.
11
R
a b
Vab = V1, Vbc = V2, Vac = V3 diukur, maka beda fase antara V1 dengan V2 adalah
yang memenuhi hubungan :
2 2 2
V V1 V2
cos = 3
2V1V2 (2.4)
sehingga :
V1
C= farrad (2.5)
2. . f .R.V2 . sin
dengan
f = frekuensi listrik (50hz)
R = tahanan
Dengan cara yang sama kapasitas dan kapasitor yang lain dapat dihitung.
Saklar Multimeter diubah pada posisi AC, dipilih skala terbesar, bila pembacaan
terlalu kecil atau terlalu besar dipilih skala lain yang sesuai. Pengukuran tegangan
AC untuk menghitung kapasitas dan induktansi dengan Layout sebagai berikut.
Vab = V1, Vbc = V2, Vac = V3 diukur, dengan beda fase , maka V1 dengan V2
adalah yang memenuhi hubungan :
12
RV2 sin
L (2.6)
V1 2f
Vn
Dengan menggunakan rumus perhitungan hukum ohm : R = maka dapat
In
ditentukan besarnya R .
Rn =
13
11,967
R1 = = 43780
0,000273
12,467
R2 = = 47949
0,000260
13,600
R3 = = 31875
0,000427
14967
R4 = = 5684
0,002633
15,267
R5 = = 2006
0,007610
15,483
R6 = = 583
0,026567
15,833
R7 = = 186
0,085
R perhitungan R pengukuran
Kesalahan Relatif = x100%
R perhitungan
14
Tabel 2.4 Kesalahan Relatif
Kesalahan
No R Hasil Pengamatan Hasil Perhitungan
Relatif (%)
1 60100 43780 -27,15%
2 50050 47949 -4,20%
3 29310 31875 8,75%
4 5566 5684 2,11%
5 1878 2006 6,82%
6 504 583 15,64%
7 101 186 84,43%
4. Percobaan Voltmeter AC
V1 V2 V3 θ C L
No
Volt Volt Volt Derajat Farad Henry
1 2,510 5,120 7,210 0,711 0,0000546249 0,1856734
2 3,007 5,510 8,157 0,611 0,0000631394 0,1606350
3 4,800 3,257 11,213 - - -
4 6,000 5,310 12,253 - - -
5 5,590 7,417 12,310 0,664 0,0019405526 0,0052266
6 4,477 11,217 12,610 1,439 0,0021998542 0,0046105
7 5,133 8,917 12,557 0,969 0,0119388885 0,0008495
15
, , ,
Cos θ3 = = = 2,9457
. . . , ,
θ3 = arc cos 2,9334 = tidak dapat dihitung
, , ,
Cos θ4 = = = 1,3488
. . . , ,
θ4 = arc cos 1,3488 = tidak dapat dihitung
, , ,
Cos θ5 = = = 0,7873
. . . , ,
θ5 = arc cos 0,7827 = 38,0661º
, , ,
Cos θ6 = = = 0,1310
. . . , ,
θ6 = arc cos 0,1278 = 82,4726º
, , ,
Cos θ7 = = = 0,5660
. . . , ,
θ7 = arc cos 0,5734 = 55,5282º
V1
C =
2 . f .Rn.V2 . sin
𝑉 2,510
C1= 2𝜋.𝑓.𝑅 .𝑉1 .𝑠𝑖𝑛 𝜃 = 2 .𝜋.50.43,78.5,120.𝑠𝑖𝑛 40,7557º = 0,00005462 farad
1 2 1
𝑉 3,007
C2= 2𝜋.𝑓.𝑅 .𝑉1 .𝑠𝑖𝑛 𝜃 = 2 .𝜋.50.47,949.5,510.𝑠𝑖𝑛 35,0352º = 0,00006314 farad
2 2 2
𝑉 4,800
C3= 2𝜋.𝑓.𝑅 .𝑉1 .𝑠𝑖𝑛 𝜃 = 2 .𝜋.50.31,875.3,257.𝑠𝑖𝑛 𝜃 = Tidak dapat dihitung farad
3 2 3 3
𝑉 6,000
C4= 2𝜋.𝑓.𝑅 .𝑉1 .𝑠𝑖𝑛 𝜃 = 2 .𝜋.50.5,684.5,310.𝑠𝑖𝑛 𝜃 = Tidak dapat dihitung farad
4 2 4 4
𝑉 5,590
C5= 2𝜋.𝑓.𝑅 .𝑉1 .𝑠𝑖𝑛 𝜃 = 2 .𝜋.50.2,006.7,417.𝑠𝑖𝑛 38,0661º = 0,0019055 farad
5 2 5
16
𝑉 4,477
C6= 2𝜋.𝑓.𝑅 .𝑉1 .𝑠𝑖𝑛 𝜃 = 2 .𝜋.50.0,583.11,217.𝑠𝑖𝑛 82,4726º = 0,0022071
6 2 6
𝑉 5,133
C7= 2𝜋.𝑓.𝑅 .𝑉1 .𝑠𝑖𝑛 𝜃 = 2 .𝜋.50.0,186.8,917.𝑠𝑖𝑛 55,5282º = 0,01193889
7 2 7
RV2 sin
L
V1 2f
. . , . , . , º
L1 = =
. . . , . . .
= 0,1856734 Henry
. . , . , . , º
L2 = =
. . . , . . .
= 0,1606350 Henry
. . , . , .
L3 = =
. . . , . . .
= 0,0052266 Henry
. . , . , . , º
L6 = =
. . . , . . .
= 0,0046105 Henry
. . , . , . , º
L7 = =
. . . , . . .
= 0,0008495 Henry
17
F. Pembahasan
1. Berdasarkan hukum Ohm bahwa arus yang melewati logam sebanding dengan
tegangan sehingga semakin besar hambatan semakin kecil arus untuk suatu
tegangan.
2. Besar kapasitas sebanding dengan tegangan (Vi).
3. Hasil perhitungan R dengan menggunakan rumus V/I dan R hasil pengamatan
berbeda jauh dapat disebabkan oleh kurangnya ketelitian pada saat pengamatan
Angka yang menunjukkan ukuran pada multimeter yang sulit dibaca karena
terlalu kecil
G. Kesimpulan
1. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Hasil Percobaan maka Alat Uji Avometer
digunakan untuk mengetahui tahanan Resistor (Ohm), menentukan besarnya
tegangan (V, DC), menentukan arus searah (DC, mA), menetukan arus tegangan
bolak – balik (V, AC) dan mengetahui cara kerja Multimeter.
2. Semakin Besar Kapasitasnya maka kesalahan relatif belum tentu semakin besar
tergantung hasil pengamatan dan penghitungan.
3. Ketelitian sangat diperlukan dalam proses percobaan dan penghitungan laporan.
18
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM FISIKADASAR
UNIVERSITAS JANABADRA
PERCOBAN AVOMETER
II III II III
No. No.
volt volt volt
59,800 60,100 60,000 15,4 15,6 15,5
50,000 51,000 51,400
29,000 29,500 29,350
5,500 5,560 5,550
1,900 1925 1910
500 495 506
100 103 102
C. Percobaan Amperemeter DC
D. Percobaan voltmeter AC
V1 V2 V3
No.
I II III I II III I II III
1 2,50 2,52 2,51 5,10 5,15 5,11 7,20 7,22 7,21
2 3,02 3,02 2,98 5,50 5,51 5,52 8,15 8,16 8,16
3 4,82 4,75 4,83 3,24 3,27 3,26 11,21 11,23 11,20
4 9,53 9,46 9,51 5,30 5,31 5,32 12,25 12,24 12,27
5 5,61 5,54 5,62 7,40 7,42 7,43 12,30 12,31 12,32
6 4,4 4,52 4,51 11,25 11,22 11,18 12,61 12,59 12,63
7 5,1 5,1 5,2 8,90 8,92 8,93 12,55 12,56 12,56
Menyetujui Asisten Batas akhir laporan pertama: 2022
19