Anda di halaman 1dari 15

Pengukuran dan Ralat

(Ketidakpastian) Pada Pengukuran

I. PENGUKURAN
Pengamatan suatu gejala pada umumnya belumlah lengkap jika belum
memberikan informasi yang kuantitatif. Proses memperoleh informasi yang
sedemikian ini memerlukan PENGUKURAN suatu sifat fisis. Lord Kelvin
mengatakan bahwa pengetahuan kita barulah memuaskan hanya jika kita dapat
mengatakannya dalam bilangan.
PENGUKURAN adalah suatu teknik untuk menyatakan suatu sifat fisis dalam
bilangan sebagai hasil membandingkannya dengan suatu besaran baku yang diterima
sebagai SATUAN.
Dalam melakukan pengukuran, harus diusahakan agar sekecil mungkin
menimbulkan gangguan pada sistem yang sedang diamati. Misalnya bila dilakukan
pengukuran terhadap batang logam, maka diusahakan tidak terjadi gangguan dari luar
yang mempengaruhi sistem logam tersebut (dengan berubahnya panjang batang
logam). Kecuali perubahan sistem tersebut memang dikehendaki dalam pengukuran.
Umumnya didalam pengukuran dibutuhkan instrumen sebagai suatu cara fisis untuk
menentukan suatu besaran (kuantitas) atau variabel.
II. RALAT (KETIDAKPASTIAN) PADA PENGUKURAN
Konsep utama dalam pengukuran adalah setiap pengukuran harus sekaligus
menentukan ralatnya (ketidakpastiannya). Tanpa menyatakan ralat, suatu hasil
pengukuran tidak banyak memberi informasi mengenai besaran yang diukur, mutu
alat ukur dan ketelitian pengukurannya. Ralat suatu hasil pengukuran dapat
memberikan informasi mengenai tingkat kepercayaan akan hasil pengukuran, mutu
alat yang digunakan dan ketelitian pengukuran tersebut. Sehingga sebelum
melakukan percobaan-percobaan lainnya, harus dipelajari bagaimana menentukan
nilai ralat, cara-cara menyatakannya dan cara menuliskan / melaporkan hasil
pengukuran yang wajar („angka berarti atau angka penting‟ yang digunakan).

A. Cara Penulisan Hasil Ukur Yang Benar


Apabila hasil ukur dinyatakan dengan ̅ dan ralatnya dinyatakan dengan x,
maka cara penulisan yang benar adalah :
x = (̅  x ) satuan ………………………………… (1a)
atau
x = ̅ satuan  x % ……………………………… (1b)
dengan :
 x 
x % =    x 100 % ……………………………. (1c)
 x 

B. Penggunaan Notasi Ilmiah


Hasil pengukuran yang diperoleh dengan jumlah digit lebih dari 3, sebaiknya
ditulis dalam bentuk perkalian 10 pangkat n → (10n) dan jumlah angka di belakang
koma untuk hasil ukur dan ralat harus sama.
Contoh :

Diperoleh hasil pengukuran ( X ) = 1205 cm dan hasil ralat (X) = 1 cm, maka
bukan dinyatakan dengan :
X = (1205  1) cm (X) salah , tetapi dengan :
X = (12,05  0,01 ) .102 cm () benar
Sama yaitu 2 digit
C. Penyebab Terjadinya Ralat
Ralat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Adanya nilai skala terkecil (nst)
2. Adanya ralat bersistem
3. Adanya ralat acak
4. Keterbatasan pada pengamat

Ad. 1. Adanya Nilai Skala Terkecil (nst)


Setiap alat ukur mempunyai skala terkecil yang merupakan keterbatasannya.
Karena itu hasil pengukuran dengan membaca skala pada alat ukur hanya dipastikan
hingga batas (jumlah angka) tertentu saja Inilah salah satu sumber ralat yang tidak
terelakkan.
Misal :
a. Pengukuran panjang batang dengan sebuah penggaris plastik biasanya hanya
dapat memberikan hasil pasti sampai nilai skala terkecilnya (nst) yaitu 1
millimeter.
b. Sedangkan pada jangka sorong yang dibantu dengan nonius yang
memungkinkan kita membaca hingga 0,05 mm, maka nst-nya = 0,05 mm.
c. Pada mikrometer mempunyai alat bantu yang memungkinkan kita membaca
hingga 0,01 mm, maka nst-nya 0,01 mm.
Tinjau kembali point (a), jika panjang batang yang diukur dengan penggaris
plastik lebih dari 10,2 cm tetapi kurang dari 10,3 cm, kita dapat menambahkan satu
angka lagi pada 10,2 cm misalnya 10,26 cm. Angka 6 terakhir, diperoleh hanya
dengan kira-kira (ditaksir) saja, tidak pasti, jadi mengandung ketidakpastian/ralat.
a. Bila pengukurannya langsung hanya sekali saja, maka hasil ralat (X)
dinyatakan dengan :
X = ½ x nst …………………………………………….. (2)
(persamaan (2) umum dipakai pada semua alat, walaupun ada juga yang
memakai X = 1/5 x nst ).
Jadi pada penggaris plastik karena nst-nya 1mm, maka 1 mm x ½ = 0,5 mm =
0,05 cm. Sehingga panjang batang diatas dapat dinyatakan dengan : X =
(10,26  0,05) cm
b. Bila pengukurannya sebanyak n kali, maka hasil ralat (X) dicari dengan
Standart Deviasi. Berdasarkan banyaknya pengulangan yang mungkin
dilakukan terhadap sebuah pengukuran besaran fisis, maka terdapat 2
klasifikasi penggunaan standart deviasi.
A. Bila n  10, memakai persamaan :

X 
 ( X i  X )2 ……………………………………. (3)
(n  1)

Contoh : Dilakukan pengukuran panjang batang sebanyak 3 kali (n=3)


X1 = 1,55 cm ; X2 = 1,5 cm ; X3 = 1,45 cm, maka

 1,55  1,5  1,45


X  = 1,5 cm
3

( X 3  1,5) 2  ( X 2  1,5) 2  ( X 1  1,5) 2


X 
(3  1)

(1,45  1,5) 2  (1,5  1,5) 2  (1,55  1,5) 2


X 
2
= 0,05 cm
Sehingga panjang batang tersebut: X = (1,50  0,05) cm.

B. Bila n relatif besar ( n  30) dipakai persamaan :

X 
 ( X i  X )2 ………………………………………… (4)
n

Ad. 2. Adanya Ralat Bersistem


Ralat bersistem dapat disebut sebagai kesalahan bersumber pada kesalahan alat,
diantaranya :
- Kesalahan Kalibrasi
Yaitu pembubuhan nilai pada garis skala saat pembuatannya. Sehingga untuk
memperoleh hasil yang lebih baik, jika mungkin maka dilakukan pengkalibrasian
ulang dengan cara memerlukan alat standart yang penunjukkannya jauh lebih
terjamin kebenarannya caranya dengan membuat catatan (atau grafik) yang
menyatakan berapa hasil bacaan alat standart untuk setiap angka yang ditunjukkan
oleh alat yang digunakan.
Misal : terbaca arus 2,5 A, sedangkan hasil kalibrasinya sesuai dengan 2,8 A
pada alat standar, maka digunakan sebagai hasil pengukuran adalah 2,8 A.

- Kesalahan Titik Nol


Disebabkan tergesernya penunjukkan nol yang sebenarnya, dari garis nol pada
skala. Pada alat ukur yang baik, kesalahan ini dapat dikoreksi dengan memutar
tombol pengatur kedudukan (penunjukkan) jarum agar dimulai dengan menunjuk
tepat nol. Jika tidak ada tombol pengaturnya, maka harus dicatat penunjukkan
awal jarum tersebut dan kemudian mengoreksi semua hasil bacaan ( pengamatan)
skala dengan kesalahan titik nol tersebut.
Misal : jarum penunjuk amperemeter yang seharusnya menunjukkan angka 0
Ampere pada saat tidak ada arus, ternyata menunjukkan angka 0,5
Ampere. Maka harus ada koreksi titik nol sebesar (- 0,5 )Ampere.
Jadi : arus sebenarnya = arus yang terbaca + koreksi titik nol

- Kesalahan Alat Lainnya


Misalkan melemahnya pegas yang digunakan sebagai komponen alat ukur,
gesekan yang terjadi pada alat-alat yang bergerak dan lainnya yang semuanya
dapat dikoreksi dengan mengkalibrasi ulang alat yang akan digunakan.

- Kesalahan Pada Arah Pandang Membaca Nilai Skala


Cara membaca penunjukkan jarum yang agak jauh dari skala artinya ada jarak
antara jarum dan garis-garis skala, maka hal ini akan menjadi sumber kesalahan
yang disebut sebagai PARALAKS (arah pandang).
Ad.3. Adanya Ralat Acak
Ralat ini ditimbulkan oleh kondisi lingkungan yang tidak menentu yang
menggangu kerja alat ukur. Penyebabnya antara lain gerakan molekul udara (gerak
BROWN), fluktuasi tegangan listrik, bising (noise) elektronik, yang semuanya sering
diluar kemampuan kita untuk mengendalikannya. Untuk mengatasi gerakan molekul
udara, maka pengukuran dapat dilakukan di ruang yang tertutup (mengurangi
pengaruh angin), sedang fluktuasi tegangan listrik dapat diatasi dengan memakai
sumber tegangan yang berkualitas tinggi yang menjamin tidak terjadi fluktuasi yang
tinggi, dan lain sebagainya.

Ad.4. Keterbatasan Pada Pengamat


Sumber ralat yang tidak boleh dianggap ringan adalah keterbatasan pada si
pengamat. Artinya sekalipun alat tersebut bermutu tinggi maka belum menjamin hasil
pengukuran yang bermutu pula. Karena faktor pengamat sangat menentukan. Apalagi
jika pengamat kurang trampil menggunakan alat lebih-lebih alat canggih yang
melibatkan banyak komponen yang harus diatur atau kurang tajam mata pengamat
dalam membaca skala yang halus. Dengan kata lain, pengamat merupakan sumber
kesalahan atau ralat (ketidakpastian).

D. Cara Mendapatkan Ralat


Cara mendapatkan ralat, dibedakan menjadi 2 macam :
1. Bila hasil ukur dari pengukuran langsung, terdiri dari :
a. Pengukuran langung hanya sekali
b. Pengukuran sebanyak n kali
(Nomer 1 telah dibahas di atas)
Maka hasil yang diperoleh adalah hasil ralat (X) baik pada point a atau b yang
disebut RALAT MUTLAK. Ralat mutlak hanya memberikan informasi
mengenai mutu alat ukur yang digunakan, namun belum mengungkapkan mutu
pengukuran. Untuk menyatakan ketelitian pengukuran yang menggambarkan
mutu pengukuran, digunakan :
 X 
Ralat Relatif / Ralat Nisbi (I) =    x 100 % (5)
 X 

Contoh 1:
Sebuah batang A yang panjangnya sekitar 1 meter bila diukur dengan penggaris
biasa dapat memberikan hasil :
LA = (1,0000  0,0005) meter
Bila alat yang sama digunakan untuk mengukur batang B yang panjangnya
sekitar 10 cm hasilnya :
LB = (10,00  0,05) centimeter
Terlihat bahwa kedua hasil di atas mempunyai :
Ralat mutlak XA = XB = X = 0,05 cm = 0,0005 m
Sedangkan ketelitian pengukuran antara kedua batang tersebut digunakan Ralat
Relatif :
 
X  0,0005 
Batang A   A    x100 %  0,05%
   1,0000 
 XA 

 X 
 0,05 
Batang B   B    x100 %  0,5%
 X  10,00 
 B 
Terlihat bahwa mutu hasil pengukuran XA lebih baik dari XB.
Jadi kesimpulannya : “Semakin kecil hasil ralat relatif, maka semakin tinggi
ketelitian (mutu) pengukuran “.
Contoh 2 : HASIL PENGUKURAN PANJANG BATANG LOGAM

2
Ulangan Panjang (x) x - x̅ (x - x̅ )
(m) (m)
1 20,1 +0,1 0,01
2 20,0 0,0 0,00
3 20,2 +0,2 0,04
4 19,8 -0,2 0,04
5 19,9 -0,1 0,01

Rata-rata x̅ = 20,0 ∑(x x̅ )


 x  x 
2

Ralat Mutlak x  ; di mana n jumlah pengukuran


n  1

0,10
 = 0,025 = 0,16 m
5  1

x
Ralat Relatif / nisbi (I) : x100%  0,8%
x
Keseksamaan (K) = 100% - I
= 99,2 %

2. Bila hasil ukur diperoleh tidak langsung


Hasil ukur yang diperoleh tidak langsung disebut sebagai ralat tak langsung
didapat dari beberapa percobaan yang adakalanya suatu besaran tersebut tidak
dapat diukur secara langsung, melainkan diturunkan dari besaran lain yang dapat
diukur secara langsung. Besaran yang tidak dapat diukur secara langsung adalah
suatu besaran yang tidak dapat dilakukan pengukuran kuantitas besaran yang
bersangkutan secara langsung didalan suatu alat ukur.
Contoh : rapat massa () dari suatu balok

Ralat tak langsung dibedakan menjadi :

a. Ralat asal nilai skala terkecil

Dinyatakan dengan ; bila Z = Z(X,Y)



X = ( X  X )

Y = ( Y  Y )
dan X , Y dengan ½ x nst, maka :

 Z   Z 
Z    X    Y (6)
 X   Y 
Contoh :
Suatu besaran dinyatakan dengan V = p,L,T. Bila p,L,T diperoleh dari
pengukuran tidak langsung ½ kali nst, maka diperoleh hasil :
 V 
   LT
 p  p , L ,T

 V   V 
   pT    pL
 L  p , L ,T  T  p , L ,T

maka :
V = LT (p) + pT (L) + pL (T) (7)
Apabila pada persamaan (7) masing-masing suku dibagi dengan V diperoleh
:
V p L T
   (8)
V p L T
b. Ralat asal standart deviasi
Bila X dan Y diperoleh dari standart deviasi, maka :

 Z   Z 
2 2

Z    (X )    (Y )
2 2
(9)
 X   Y 
Contoh :
Seperti pada contoh soal di atas V = pLT, maka
 V   V   V 
   LT ;    pT ;    pL
 p  p , L ,T  L  p , L ,T  T  p , L ,T

Jadi :


V  ( LT ) 2 (p) 2  ( pT ) 2 (L) 2  ( pL) 2 (T ) 2 
1/ 2

c. Ralat asal gabungan


Bila X dari ½ skala terkecil dan Y dari standart deviasi, maka untuk
mengubah ralat dari ½ skala terkecil ke standart deviasi harus dikalikan dengan
0,68 (atau 2/3). Karena tingkat kepercayaan (keyakinan) untuk standart deviasi
hanya 68 % (sedangkan tingkat kepercayaan /keyakinan pada ½ skala terkecil
sebesar 100 %).
Jadi :

 Z   Z 
2 2

Z    (0,68X )    (Y )
2 2
(10)
 X  
 Y
Contoh : Persamaan untuk rapat massa adalah
m
  mV 1
V
Massa benda = m diukur dengan ½ skala terkecil, sedangkan volume
benda = V diukur dengan standart deviasi, maka
   2    1
   mV ;   V
 V   m 
Jadi :

  V  (0,68m)   mV  (V )
1 2 2 2 2 2

III. ANGKA PENTING (ANGKA BERARTI)


Pengertian angka penting (angka berarti) adalah : banyaknya angka yang masih
layak dipercaya untuk menampilkan hasil ukur (termasuk 1 angka paling belakang
yang paling meragukan).
Misal :
Pengukuran panjang benda dengan penggaris biasa, diperoleh 12,15 cm
Skala terkecil alat / mistar diketahui adalah 1 mm, maka dari ̅ = 12,1 cm adalah
angka pasti, sedangkan 0,05 cm adalah angka meragukan. Jadi ̅ = 12,15 cm terdiri
4 angka penting.

3.1 Aturan Operasi Bilangan


a. Perkalian dan Pembagian
Aturan : faktor dengan angka penting paling sedikit menentukan jumlah angka
penting dalam jawaban.
(8,2239 )(2,7)(98,35) 2
Misal : A   7,79789 faktor yang menentukan !!
2764
= dibulatkan menjadi = 7,8 () benar !!

b. Penjumlahan dan Pembagian


Aturan : Jangan menyertakan hasil di belakang kolom pertama yang merupakan
angka yang meragukan
Misal : IV III II I kolom
3 5 7 ,1 angka yang diragukan !!
4 ,37
0 ,087
+
3 6 1 , 557 dibulatkan menjadi 361,6 () benar!

Satu indikasi bagi ketepatan pengukuran diperoleh dari banyaknya angka penting
(significant figure). Angka-angka penting tersebut memberikan informasi yang aktual
(nyata) mengenai kebesaran dan ketepatan pengukuran. Makin banyak angka-angka
yang penting, ketepatan pengukuran semakin besar.

Beberapa kriteria/aturan angka penting diberikan di bawah ini :


a. Semua angka bukan nol adalah angka penting.
Contoh: 1234 (4 angka penting)
b. Angka nol diantara angka bukan nol adalah angka penting.
Contoh : 1909,304 (7 angka penting).
c. Angka nol dibelakang angka bukan nol yang terakhir dan terletak di depan
tanda desimal adalah angka penting.
Contoh : 2210,5 (5 angka penting).
d. Angka nol dibelakang angka bukan nol yang terakhir dan terletak di
belakang tanda desimal adalah angka penting .
Contoh : 765,50 (5 angka penting).
e. Angka nol dibelakang angka bukan nol yang terakhir tetapi tidak dengan
tanda desimal adalah bukan angka penting.
Contoh : 9800 (2 angka penting, yaitu 9 dan 8 ) 9,8 x 103
f. Angka nol didepan angka bukan nol yang pertama dengan tanda desimal
adalah angka penting.
Contoh: 0,05 (3 angka penting).
g. Angka nol didepan angka bukan nol yang pertama adalah bukan angka
penting.
Contoh : 00243 ( 3 angka penting yaitu 2,4 dan 4)
Sedangkan untuk membulatkan hasil pengukuran berlaku aturan :
a. untuk angka <5 dibulatkan ke bawah
b. untuk angka >5 dibulatkan ke atas
c. untuk 5 dibulatkan ke bilangan genap terdekat,
contoh : 0,085 → 0,08

3.2 Persamaan Untuk Banyaknya Angka Penting


Dalam menentukan nilai rata-rata ̅ dan standart deviasi x mungkin saja cara
penulisan seperti ini lebih memperlihatkan bahwa angka yang kedua telah
mengandung ketidakpastian atau ralat. Penulisan angka ketiga dan seterusnya tentulah
tidak berarti lagi. Bila diperoleh hasil pengukuran sebagai berikut :

X = (0,33  0,03) cm
= (0,033  0,003) dm
= (0,0033  0,0003) m
Didalam laporan ilmiah diutamakan menggunakan satu angka di depan koma sbb:

X = (3,3  0,3) x 10-1 cm
= (3,3  0,3) x 10-2 dm
= (3,3  0,3) x 10-3 m
Jumlah angka penting yang digunakan dapat pula dilihat dari ralat relatif, dinyatakan
dengan :
 X 
Banyaknya angka penting (AP) = 1 - log   …………………… (11)
 X 
 X 
Untuk   === > * sekitar 10 % digunakan 2 angka penting
 X 
* sekitar 1 % digunakan 3 angka penting
* sekitar 0,1 % digunakan 4 angka penting
Jadi : semakin banyak angka penting menunjukkan persentase ralat yang kecil
berarti semakin tepat hasil pengukuran.
IV. Membuat Grafik
Agar dapat digunakan sesuai dengan tujuan yaitu memberikan informasi maka
sebuah grafik harus memenuhi beberapa ketentuan di bawah ini:
1. Grafik harus dibuat pada kertas milimeter dan titik-titik pada grafik yang
menggambarkan hasil perhitungan/pengukuran diberi tanda yang jelas :
. , . , . , dst
2. Besarnya skala dan titik nol harus dibuat sedemikian rupa hingga grafiknya
mudah dibaca dan dimengerti. Artinya besarnya skala ordinat harus sama
dengan besar absisnya, sedang letak titik nol harus dipusat sumbu. (lihat gambar
1a dan 1b).
3. Pada grafik harus disertai keterangan-keterangan secara lengkap “mengenai
skala-skala dari absis dan skala-skala dari ordinat.
4. Jika kita mengharapkan garis lurus dari garik itu, maka garis yang ditarik harus
sedapat mungkin melalui titik-titik tersebut (lihat Gambar 2).
5. Apabila kita tidak yakin akan bentuk grafik, maka harus ditarik garis lengkung
penuh, (bukan garis patah) melalui hampir semua titik (lihat Gambar 3)
6. Berikanlah “interpretasi” dari grafik yang diperoleh tersebut misal : linier,
parabola, eksponensial, ada maksimum dan ada minimum
7. Bila kita hendak menggambarkan lebih dari satu grafik pada suatu gambar
sistem salib sumbu) maka untuk setiap titik pada masing-masing grafik kita beri
tanda yang berbeda.
Misal : pada Gambar 4, titik pada grafik y1 kita beri tanda . dan grafik y2
= f2 (x) kita beri tanda .
Gambar 1a (grafik salah)
y
5 Keterangan :
4
- Skala absis kurang tepat
3 - Grafik sulit dibaca
2
- Puncak grafik terlalu tajam, karena
dipaksakan melalui sumua titik
1
x
4 5 6 7 8 9 10

Grafik 1b (Grafik Benar)


y
5 Keterangan :
4 - Skala absis sudah benar
- Grafik muda dibaca
3
- Grafik tidak dipaksakan melalui semua
titik.
2

1
x
4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2
y
Keterangan gambar 2:
0.5 - grafik linier y = ax + b, dengan
0.4 demikian : a = tan 
0.3 - 1 cm skala absis = 1 skala x
0.2
- skala ordinat = 0,1 skala y.
0.1
x
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 3
y
006

005

004

003

002

001
2.8 x
0 1 2 3 4 5 6 8 9

Gambar 4 :
Y
3 y1 = f1(x)
y2 = f2(x)
2

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Anda mungkin juga menyukai