Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
A. TEORI RINGKAS
1. TEORI PENDAHULUAN

Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala dan perilaku alam


sepanjang bisa diamati oleh manusia baik dengan menggunakan panca
indera yang dimiliki maupun dengan alat ukur yang diciptakan oleh manusia
itu sendiri.

Pengukuran suatu besaran fisis dalam fisika senantiasa


dihinggapi dengan apa yang disebut sebagai ketidakpastian baik
dilakukan satu kali maupun dilakukan berulang-ulang. Misalnya x
adalah suatu besaran fisis tertentu yang nilai besarnya adalah x0 yang
akan diketahui melalui pengukuran, maka setiap kali dilakukan suatu
pengukuran pada besaran fisis tersebut akan berpeluang terjadi
penyimpangan dari nilai yang sebenarnya. Cotoh : suhu kamar,
kelembaban udara, arus listrik dalam rangkaian, masa kalorimeter dan
sebagainya.

Adapun sebab-sebab terjadinya penyimpanan ini antara lain adalah


adanya nilai skala terkecil (least count) yang ditimbulkan oleh keterbatasan
dari alat ukur yang digunakan.

1. Adanya nilai skala terkecil ( least count ) yag di timbulkan oleh


keterbatasan dari alat ukur yang digunakan
2. Adanya ketidakpastian bersistem, diantaranya :
a. Kesalahan kalibrasi
Pemberian nilai pada skala waktu alat diproduksi ternyata kurang
tepat.
b. Kesalahan titik nol

1
Sebelum digunakan untuk mengukur alat ukur telah menunjuk
pada suatu harga skala tertentu atau jarum tidak mau kembali pada
titik nol secara tepat.
c. Kesalahan pegas
Setelah sekian lama berfungsi, pegas melembek ataupun mengeras
dari keadaan semula.
d. Gesekan pada bagian-bagian alat yang bergerak
e. Paralaks (arah pandang) dalam membaca skala

3. Adanya ketidakpastian acak, diantaranya :


a. Gerak Brown molekul udara, gerak ini dapat mengganggu
penunjukan jarum alat ukur yang sangat halus.
b. Flutuasi tegangan jaringan listrik, mengganggu operasional alat-
alat listrik.

c. Bising elektronik, berupa gangguan pada alat ukur elektronik.


d. Sumber kesalahan acak sering berada diluar kendali dan dapat
menghasilkan simpangan positif maupun negatif secara acak,
terhadap nilai yang dicari.
4. Keterbatasan keterampilan pengamat
Alat ukur dewasa ini tidak jarang merupakan alat ukur yang sangat
kompleks pemakaiannya, sehingga menurut keterampilan yang tidak
sedikit dari si pemakai. Misalnya : Microskop, Osiloskop,
Spektrometer, Pecahan partikel dll. Dengan demikian akan timbul
masalah-masalah seperti: Apa saja yang harus diatur sebelumnya,
bagaimana cara pengoperasiannya, bagaimana membaca skalanya dll.
Demikian banyak yang harus diatur dan dipahami, sehingga
pengamat mudah sekali melakukan suatu kesalahan.

Kalau dipikir sejenak, haruslah diakui bahwa demikian banyak


sumber kesalahan, sehingga tidak mungkin dapat dihindari atau diatasi
semuanya dengan sekaligus setiap saat.

2
Berdasarkan asas teori pengukuran di atas, maka dapat dikatakan
bahwa nilai benar x0 tidak mungkin dapat diketahui secara tepat
melalui suatu eksperimen. Dari pengukuran yang dilakukan akan
senantiasa diperoleh nilai x yang tidak tepat sama dengan nilai x0 yang
sebenarnya.

2. NILAI SKALA TERKECIL (least count) ALAT UKUR

Setiap alat ukur memiliki skala berupa panjang atau busur atau
angka digital. Pada skala terdapat goresan besar dan kecil sebagai
pembagi, dibubuhi nilai tertentu. Secara fisik, jarak antara goresan kecil
bertetangga jarang kurang dari satu mm. Mengapa demikian? Ini
disebabkan karena mata manusia (tanpa alat bantu) agak sukar melihat
jarak kurang dari 1 mm dengan tepat. Nilai skala sesuai dengan jarak
terkecil itu, nilai skala terkecil (nst) dari alat ukur tersebut.

3. NONIUS
Banyak alat ukur dilengkapi dengan nonius. Alat ini membantu alat
ukur berkemampuan besar, karena jarak antara dua garis skala bertetangga
seolah-olah menjadi lebih kecil. Biasanya pembagian skala utama dan
nonius adalah:
1 pembagian skala alat ukur = 10 bagian skala nonius.

4. ALAT UKUR DASAR


a. Jangka Sorong
Jangka sorong adalah satuan alat ukur panjang yang dapat
digunakan untuk menentukan dimensi dalam, luar dan kedalaman
benda yang diuji. Jangka sorong meningkatkan akurasi pengukuran
hingga 1/20 mm karena memiliki skala 1 mm = 20 skala nonius.

3
Ada tiga fungsi pengukuran panjang yang memakai jangka
sorong, yaitu:

1. Pengukuran panjang bagian luar benda.


2. Pengukuran panjang bagian rongga dalam benda.
3. Pengukuran kedalaman lubang dalam benda.
b. Micrometer Skrup
Micrometer skrup dipergunakan untuk mengukur panjang
benda yang memiliki ukuran maksimum sekitar 2,50 cm

5. KETIDAKPASTIAN PADA PENGUKURAN TUNGGAL


Ketepatan pengukuran adalah hal yang sangat penting dalam fisika
untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya. Namun demikian tidak ada
pengukuran yang absolute tepat, selalu ada ketidakpastian dalam setiap
pengukuran.

Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan hanya satu


kali saja, apapun alasannya. Keterbatasan skala alat antara lain merupakan
sebab mengapa setiap pengukuran dihinggapi ketidakpastian (ktp). Nilai
panjang x sampai dengan harga mm kita ketahui dengan pasti, bacaan
selebihnya adalah terkaan/ dugaan saja, maka bersifat sangat subyektif,
sehingga patut diragukan. Inilah ktp (∆) yang dimaksud, dan pada
pengukuran tidak diulang, orang biasa mengambil kebijaksanaansebagai
berikut x :

∆x = ½ nst (pengukura tunggal)

4
Untuk melaporkannya, cara yang lazim dipakai adalah :

x = (x ± ∆x)

dengan :

x adalah besaran fisis yang diukur,

x ± ∆x adalah hasil pengukuran beserta ktp-nya.

[x] adalah satuan besar x. (Gunakanlah sedapat mungkin satuan SI)

Penulisan hasil harusnya menggunakan angka signifikan yang


benar, angka di belakang koma dari kesalahan tidak boleh lebih dari angka
di belakang koma dari hasil rata-rata, apabila dijumpai bilangan sangat
besar atau kecil hendaknya digunakan bentuk eksponen dan satuan harus
selalu dituliskan.

Tabel 3. Penulisan yang benar dan salah

Contoh Penulisan Yang Salah Contoh Penulisan Yang Benar

F = (500000 ± 60000) N F = (50±6) x 104 N

I = (0,000003 ± 0,00000065) A I = (30 ± 7) x 10-7 A

Y = (990,2 ± 0,147) N/m² Y = (990,2 ± 0,1) N/m²

π = 22/7 π = 3,1415

6. KETIDAKPASTIAN PADA PENGUKURAN BERULANG

5
Bagaimana kalau pengukura berulang ? Adakah manfaat pada satu
pernyataan samar-samar saja. Pengulangan diharapkan akan memberi
pengulangan dan apa pula makna pengulangan tersebut ? Dalam usaha
mencari nilai benar dari x0 dengan mengadakan satu kali pengukuran
hasilnya hanya informasi lebih banyak tentang x0. Makin banyak suatu
nilai dihasilkan dalam pengukuran berulang makin yakin akan kebenaran
nilai tersebut. Ilmu statistika mengatakan :

1.) Hasil n kali pengulangan pengukuran besaran x sebutlah x1, x2, x3,…., xn.
Adalah merupakan suatu sampel dari populasi besaran x.
2.) Nilai terbaik yang mendekati nilai x0 yang dapat diambil dari sampel x
adalah nilai rata-rata sampel :

x 1+ x 2 + x 3+..+ x n 1 n
x́= = ∑ xi
n n i=1

3.) Karena x bukanlah x0 , maka padanya terdapat suatu penyimpangan

atau ketidakpastian. Ketidakpastian pada nilai rata-rata sampel x

menyatakan deviasi hasil pengukuran (∆x) dapat digunakan deviasi

standar nilai rata-rata sampel, yakni :

1
s= √n ∑ x12−¿ ¿ ¿ ¿
n

Hasil pengukuran dapat ditulis sebagai berikut :

x=x́ ± ∆ x =x́ ± S n

Besaran nilai yang dipakai sebagai ∆x pengukuran berulang,.

Kesalahan pengukuran sering kali dinyatakan dalam :

6
Kesalahan relative : (dapat juga dinyatakan dalam persen)
a.

Kesalahan mutlak : ∆x
b.

7. ANGKA BERARTI

Perhatikan, misalkan penulisan hasil pengukuran diameter sebuah

keping logam D = (12,00 ± 0,06)mm dan D = 12,0 ± 0,6)mm. Yang

pertama menyatakan bahwa nilai besar diameter ada dalam selang (11,94

– 12,6)mm. sedangkan yang kedua mempunyai makna nilai benar berada

dalam selang (11,4 ± 12,6)mm. Dikatakan bahwa diameter pertama

diketahui dengan 4 angka berati, , sedangkan yang kedua mempunyai 3

angka berarti, semakin banyak angka berarti semakin tepat

pengukurannya.

B. ALAT DAN BAHAN

ALAT DAN BAHAN JUMLAH

Jangka sorong 1 buah

Micrometer skrup 1 buah

Kelereng Ukuran
3

7
C. METODE PERCOBAAN

1. Sebelum melakukan praktekum, praktekum terlebih dahulu

menyediakan alat dan bahan praktekum serta batu-batu sebanyak 5 buah

dengan ukuran yang berbeda.

2. Langkah selanjutnya hitunglah diameter luar batu dengan

menggunakan jangka sorong secara bergantian sebanyak 5 kali

pergantian batu.

3. Setelah selesai menghitung diametet batu, kemudian tulis data

dari hasil pengukuran sebagai bahan laporan.

4. Langkah selanjuynya hitunglah diameter batu dengan

menggunakan micrometer skrup sebanyak 5 kali pergantian.

Serta mengambil data sebagai bahan laporan.

8
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perolehan Data
Jangka Sorong Micrometer
Secrup
a. Kelereng Besar a. Kelereng Besar

No Diameter
Diameter
1 2,50 cm
2 2,66 cm
3 2,48 cm
No
1 20,55 mm
2 20,55 mm
3 20,15 mm

b. Kelereng Sedang b. Kelereng

No Diameter No Diameter
1 1,70 cm 1 20,55 mm
2 1,70 cm 2 12,85 mm
3 1,70 cm 3 12,84 mm

3 Kelereng Sedang c. Kelereng

No Diameter
No Diameter
1 12,30 mm
1 1,61 cm
2 12,06 mm
2 1,68 cm
3 11,73 mm
3 1,74 cm 9
4 kelereng kecil d. Kelereng

No Diameter
Diameter

1 0, 67 cm
2 0, 67 cm
3 0,67 cm
No
1 3,10 mm
2 3,11 mm
3 3,12 mm
B. Pengolahan Data
1. Jangka Sorong
a. Kelereng Besar

No Di(cm) Di 2(cm)

1 2, 50 cm 6,28 cm

2 2,66 cm 7,09 cm

3 2, 48 cm 6,16 cm

∑N=3 ∑DI=7, 64 ∑ D 2=19,53

∑ Xi 7,69
D́ =
n
= 3 = 2,56
1 n. ∑ X i2−(∑ Xi)2
△D =
n √ 2
n−1

= 1 3.19,53−(7,64)
3 √ 3−1

10
1 58,59−58,36
3
=

1 0,23
2
=
1
3 2√
= . 0,115
3
= 0,038
D = D́ ± △D
= (2,56 ± 0,038)
△D
Kesalahan relatif = x 100%

0,038
=
2,56
x 100%
= 1,48%

b. Kelereng Sedang Putih

No Di(cm) Di 2(cm)

1 1,70 cm 2,91 cm

2 1,70 cm 2,90 cm

3 1,70 cm 2,91 cm

∑N=3 ∑DI = 5,11 cm ∑ D2 = 8,72 cm

∑ Xi 5,11
D́ =
n
= 3 = 1,70
1 n. ∑ X i2−(∑ Xi)2
△D =
n √ n−1
2
= 1 3 . 8,72−(5,11)
3 √ 3−1

1 26,16−26,11
=
3√ 2

11
1 0,05

1
=
3 2 √
= . 0,025
3
= 0,008
D = D́ ± △D
= ( 1,70 ± 0,008 )
△D
Kesalahan relatif = x 100%

0,008
=
1,70
x 100%
= 0,47%

c. Kelereng Sedang Warna

No Di(cm) Di 2(cm)

1 1,61 cm 2,59 cm

2 1,68 cm 2,82 cm

3 1,74 cm 3,02 cm

∑N=3 ∑DI = 5,03 cm ∑ D2= 8,43 cm

∑ Xi 5,03
D́ =
n
= 3 = 1,67
1 n. ∑ X i2−(∑ Xi)2
△D =
n √ n−1
2
= 1 3 . 8,43−(5,03)
3 √ 3−1

1 25,29−25,30
=
3√ 2

12
1 0,01

1
=
3 2 √
= .0,005
3
= 0,001
D = D́ ± △D
= ( 1,67 ± 0,001 )
△D
Kesalahan relatif = x 100%

0,001
=
1,67
x 100%
= 0,05%

d. Kelereng Kecil

No Di(cm) Di 2(cm)

1 0,67 cm 0, 45 cm

2 0,67 cm 0,45 cm

3 0,67 cm 0,45 cm

∑N=3 ∑DI = 2,03 cm ∑ D2 = 1,35 cm

∑ Xi 2,03
D́ =
n
= 3 = 0,67
1 n. ∑ X i2−(∑ Xi)2
△D =
n √ n−1
2
= 1 3 . 2,03−(1,35)
3 √ 3−1

1 6,09−1,82
=
3 √
1 4,27
2
=
3 √2

13
1
= . 2,13
3
= 0,71

N Di (mm) (Di)2

1 20,55 mm 422,30 mm
2 20,55 mm 422,30 mm
3 20,15 mm 406,02 mm
∑n=3 ∑Di=61,25 mm ∑Di2=1250,62 mm

D = D́ ± △D
= ( 0,67 ± 0,71 )
△D
Kesalahan relatif = x 100%

0,71
=
0,67
x 100%
= 1,05%

B. Micrometer skrup
a. Kelereng Besar

∑ X 1 61,25
D́ = = = 20,41
n 3

2
1 n. ∑ X i2−( ∑ X 1 )
ΔD =
n √ n−1

1 3.1250,62−(61,25)2
= 3 √ 3−1

14
1 3751,86−3751,56
=
3 √ 2

1
= 3 √ 0.3

1
= . 0,54
3

= 0,18

D = D́ ± ΔD

=(20,41 ± 0,18)

ΔD
Kesalahan Relatif = × 100%

0,18
=
20,41
× 100%

= 0,88%

b. Kelereng sedang (berwarna)

N Di (mm) (Di)2

1 12,30 151,29
2 12,06 145,44
3 11,73 137,59
∑n = 3 ∑Di = 36,09 ∑Di2 = 434,32

∑X1 36,09
D́ =
n
= 3
= 12,03

2
1 n. ∑ X i2−( ∑ X 1 )
ΔD =
n √ n−1

15
1 3.434,32−(36,09)2
=
3 √ 3−1

1 1302,96−1302,48
= 3
√ 2

1
= 3 √ 0,48

1
= . 0,69
3

= 0,23

D = D́ ± ΔD

=( 12,03 ± 0,23 )

ΔD
Kesalahan Relatif = × 100%

0,23
= × 100%
12,03

= 1,91%

c. Kelereng sedang (putih)

N Di (mm) (Di)2

1 12,55 157,50
2 12,85 165,12
3 12,84 164,86
∑N = 3 ∑Di = 38,24 ∑Di2 = 487,48

∑X1 38,24
D́ =
n
= 3
= 12,74

16
2
1 n. ∑ X i2−( ∑ X 1 )
ΔD =
n √ n−1

1 3.487,48−(38,24)2
=
3 √ 3−1

1 1462,44−1462,29
= 3
√ 2

1
= 3 √ 0,075

1
= . 0,27
3

= 0,09

D = D́ ± ΔD

=( 12,74 ± 0,09)

ΔD
Kesalahan Relatif = × 100%

0,09
= × 100%
12,74

= 0,70%

d. Kelereng kecil

N Di (mm) (Di)2
1 3,10 9,61
2 3,11 9,67
3 3,12 9,73
∑N = 3 ∑Di = 9,33 ∑Di2 = 29,01

17
∑X1 9,33
D́ =
n
= 3
= 3,11

2
1 n. ∑ X i2−( ∑ X 1 )
ΔD =
n √ n−1

1 3.29,01−(9,33)2
=
3 √ 3−1

1 87,03−87,04
= 3
√ 2

1
= 3 √i

D = D́ ± ΔD

1
=(3,11 ± i)
3√

ΔD
Kesalahan Relatif = × 100%

1
√i
= 3 × 100%
3,11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan menggunakan kedua alat ukur (jangka sorong dan mikrometer


sekrup) terdapat hasil pengukuran yang berbeda, dan dikarenakan terdapat
beberapa faktor yang bisa menimbulkan kesalahan. Diantaranya :

18
kesalahan dalam membaca hasil pengukuran pada alat ukur, kesalahan
paralaks, dll. Tapi untuk menanggulangi hal-hal semacam itu didalam
perhitungan mencari diameter digunakan rumus : D=D ± ∆ D
dimana

mencari D nya menggunakan persamaan D =


∑x dan
n
1
∆ D=
n
√ n ∑ x2 – ¿ ¿ ¿ dan untuk mencari angka berarti digunakan
∆D
persamaan x 100% . Sehingga di peroleh data, sebagai berikut ini
D

a. Jangka sorong
1. Dari hasil pengukuran kelereng besar memperoleh hasil 1,48%
2. Dari hasil pemgukuran kelereng sedang berwarna memperoleh
hasil 0,05%
3. Dari hasil pengukuran kelereng sedang putih memperoleh hasil
0,47%
4. Dari hasil pengukuran kelereng kecil memperoleh hasil 1,05%
b. Mickometer skrup
1. Dari hasil pengukuran kelereng besar memperoleh hasil 0,88%
2. Dari hasil pemgukuran kelereng sedang berwarna memperoleh
hasil 1,91%
3. Dari hasil pengukuran kelereng sedang putih memperoleh hasil
0,70%
1
√i
4. Dari hasil pengukuran kelereng kecil memperoleh hasil 3 ×
3,11
100%

B. Saran
 Didalam praktek kita dihadapkan oleh benda-benda yang mudah
pecah/rusak, oleh karena itu para praktikan diharapkan agar
menjaga benda-benda dimulai pada saat pengambilan alat/benda
praktek pada tempatnya. Selain dari pada itu didalam melakukan
praktek kita harus menjaga kebersihan alat/bahan praktek maupun
ruangan yang digunakan untuk praktek.

19
 Melihat dari kondisi ruangan dan jumlah praktikan yang
membludak, kami sarankan agar ditahun yang akan datang ruangan
praktikum dapat diperluas
 Alat/bahan praktikum sebaiknya ditambah untuk kelancaran
praktek, sehingga tugas praktek yang dilakukan dapat dengan
mudah terlaksana.

20

Anda mungkin juga menyukai