LAPORAN AKHIR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1. Mampu menggunakan beberapa alat ukur dasar.
2. Mampu melakukan dan menentukan ketidakpastian pada pengukuran
tunggal dan berulang.
3. Mengerti arti Angka Berarti
1.4 ALAT-ALAT
1. Mistar
2. Voltmeter
3. Amperemeter
4. Stopwatch
5. Termometer
6. Jangka Sorong
7. Mikrometer
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI PENUNJANG
Dalam melakukan percobaan, pengetahuan tentang Teori Ketidakpastian
sangat penting. Dengan teori tersebut kita dapat memberikan penilaian
yang wajar dari percobaan kita. Jelas bahwa hasil percobaan kita tidak
dapat diharapkan tepat sama dengan hasil riset, di mana hasil benar adalah
xo. Namun, selama harga xo berada pada
xo -ΔX < xo < xo +ΔX (1)
dengan:
xo = nilai terbaik , sebagai pengganti nilai benar
𝚫x = kesalahan pada hasil pengukuran yang disebabkan oleh kesalahan
alat, pengamat, waktu dan lain-lain.
maka percobaan kita sungguh-sungguh mempunyai arti dan dapat
dipertanggung- jawabkan.
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 1. Skala Utama Suatu Alat Ukur dengan nst = 0,25 Satuan
0 5 10
0 7 8 9
0 5 10
0 7 8 9
Apabila menggunakan KTP Relatif maka hasil pengukuran dilaporkan sebagai berikut:
X = x + KTP relatif x 100% (4)
Sedangkan untuk menyakan deviasi hasil pengukuran dapat dipakai deviasi standard
nilai rata-rata sampel, yaitu:
Δx = sx = n Σ x )- Σ
(6)
2
n (n -1)
Contoh:
Diameter x sekeping mata uang diukur 10 kali menggunakan jangka sorong. Sampel
yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
x = 11,7 ;11,8 ; 11,9 ; 12,0 ; 12,0 ; 12,0 ; 12,0 ; 12,0 12,3 ; 12,3 mm.
Angka desimal terakhir dalam bilangan ini adalah taksiran.
Berapakah x + Δx menurut pengukuran ini?
Jawab:
Untuk memudahkan perhitungan, data dituangkan dalam bentuk tabel, dan
perhitungan dilakukan dengan kalkulator.
i xi xi 2
1 11,7 136,89
2 11,8 139,34
3 11,9 141,61
4 12,0 144,00
5 12,0 144,00
6 12,0 144,00
7 12,0 144,00
8 12,0 144,00
9 12,3 151,29
10 12,3 151,29
Perhitungan:
120,0
x= = 12
10
Dengan memasukkan harga-harga tadi ke persamaan (3) kita akan mendapatkan:
Δx =
102 (10 -1)
x + Δx = (12,00 + 0,07)
Jika x hanya diukur sekali saja hasilnya mungkin (12 + 0,5) mm
Interval x = (11,5 - 12,5) tampak memang mencakup seluruh nilai pada tabel diatas.
Namun berkat pengulangan, kita dapat mengetahui xo dengan baik. Selang
ketidakpastian menjadi x = (12 + 0,07) mm atau dari 11,93 mm sampai dengan 12,07
mm.
Inilah hasil jerih payah kita mengadakan pengukuran berulang. Arti statistik
ketidakpastian disini adalah: Kita cukup yakin benar (keyakinan 68%, belum mencapai
100 %) bahwa nilai benar xo ada selang yang sempit (11,93 - 12,07) mm itu atau dengan
kata lain, kita cukup yakin simpangan x terhadap xo tidak lebih dari 0,07 mm (lihat
Gambar.4).
11,93 12,07
KTP Relatif menyatakan pengertian ketelitian pengukuran. Semakin kecil KTP Relatif,
semakin besar ketelitian dalam pengukuran tersebut.
ΔI 0,07
= x 100% untuk arus kedua.
I 12,00
Boleh dikatakan, bahwa kedua diketahui dengan ketelitian yang kira-kira 10 kali lebih
besar daripada arus pertama.
Variabel
yang Operasi Hasil Ketidakpastian
dilibatkan
Pengurangan q=a–b Δq = a – Δb
a + Δ a
Perkalian r=axb
b + Δb
S= !
Pembagian "
Pangkat t=an
2.2.2 Voltmeter
Voltmeter adalah alat/perkakas untuk mengukur besar tegangan listrik dalam suatu
rangkaian listrik. Voltmeter disusun secara paralel terhadap letak komponen yang
diukur dalam rangkaian. Alat ini terdiri dari tiga buah lempengan tembaga yang
terpasang pada sebuah bakelite yang dirangkai dalam sebuah tabung kaca atau
plastik. Lempengan luar berperan sebagai anode sedangkan yang di tengah sebagai
katode. Umumnya tabung tersebut berukuran 15 x 10cm (tinggi x diameter).
2.2.3 Amperemeter
Amperemeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik yang ada
dalam rangkaian tertutup. Amperemeter biasanya dipasang berderet dengan elemen
listrik. Cara menggunakannya adalah dengan menyisipkan amperemeter secara
langsung rangkaian.
2.2.4 Stopwatch
Stopwatch (jam sukat) adalah alat yang digunakan untuk mengukur lamanya waktu
yang diperlukan dalam kegiatan.Jam sukat ada dua macam, yaitu jam sukat analog
dan jam sukat digital/bergana. Jam sukat analog memiliki batas ketelitian 0,1sekon
sedangkan jam sukat digital memiliki batas ketelitian hingga 0,01. Cara
menggunakan jam sukat dengan memulai menekan tombol di atas dan berhenti
sehingga suatu waktu detik ditampilkan sebagai waktu yang berlalu. Kemudian
dengan menekan tombol yang kedua pengguna dapat menyetel ulang jam sukat
kembali ke nol. Tombol yang kedua juga digunakan sebagai perekam waktu.
2.2.5 Termometer
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu. (temperatur),
ataupun perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari bahasa Latin thermo yang
berarti panas dan meter yang berarti untuk mengukur. Prinsip kerja termometer ada
bermacam-macam, yang paling umum digunakan adalah termometer air raksa.
Termometer memiliki ketidakpastian 0,5ºC
2.2.6 Jangka Sorong
Jangka sorong adalah alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai seperseratus
milimeter. Terdiri dari dua bagian, bagian diam dan bagian bergerak. Pembacaan
hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun
alat. Sebagian keluaran terbaru sudah dilengkapi dengan display digital. Pada versi
analog, umumnya tingkat ketelitian adalah 0.05mm untuk jangka sorang dibawah
30cm dan 0.01 untuk yang di atas 30cm.
-untuk mengukur suatu benda dari sisi luar dengan cara diapit
-untuk mengukur sisi dalam suatu benda yang biasanya berupa lubang (pada pipa,
maupun lainnya) dengan cara diulur
-untuk mengukur kedalamanan celah/lubang pada suatu benda dengan
cara"menancapkan/menusukkan" bagian pengukur. Bagian pengukur tidak terlihat
pada gambar karena berada di sisi pemegang
2.2.9 Nonius
Untuk membantu mengukur dengan lebih teliti melebihi yang ditunjukkan oleh NST,
maka digunakan nonius. Skala nonius akan meningkatkan ketelitian pembacaan alat
ukur. Umumnya terdapat suatu pembagian sejumlah skala utama dengan sejumlah
skala nonius yang akan menyebabkan garis skala titik nol dan titik maksimum skala
nonius berimpit dengan skala utama.
Cara membaca skalanya adalah sebagai berikut:
1. Baca posisi 0 dari skala nonius pada skala utama
2. Angka decimal (dibelakang koma) dicari dari skala nonius yang berimpit dengan
skala utama.
BAB III
PROSEDUR KERJA
• Geser Rahang Sejauh Ukuran Benda. Rahang yang tidak fix digeser sejauh
ukuran benda, setelah itu geser lagi ke arah benda dan pastikan tidak ada
jarak atau kedua rahang yang menyentuh dan menjepit benda.
• Kunci/Rapatkan Screw Lock Setelah posisi rahang sudah menyentuh
benda, langkah selanjutnya adalah mengunci screw lock. Tujuannya
adalah agar hasil ukuran yang di lakukan ini tidak berubah jika ada
getaran, tersenggol dan dapat kita kita catat dengan nilai yang sesuai
• Membaca Nilai Jangka Sorong Langkah selanjutnya adalah membaca nilai
yang ditunjukkan pada skala utama.
a). Baja
Baja (mm)
n L L2 T T2
1 21,68 470,02 11,44 130,87
2 21,56 464,83 11,54 133,17
3 21,75 473,06 11,53 132,94
4 21,45 460,10 11,63 135,26
5 21,66 469,16 11,50 132,25
6 21,41 458,39 11,54 133,17
7 21,69 470,46 11,56 133,63
8 21,61 466,99 11,59 134,33
9 21,72 471,76 11,52 132,71
10 21,61 466,99 11,46 131,33
Jumlah 216,14 4671,76 115,31 1329,67
a). Baja
4/5 7!87987:8,……76
L& = =
6 <
4/5 9!!,=:
L& = = = 21,193 mm
6 !"
>√647"! @A>47"! @
∆L = SL = 6" (6A!)
(!" × DD=!,DD)A(9!!,=:)"
∆L = SL = B !"" (!"A!)
(DEF!F,E)A(DEF!E,D=)
∆L = SL = B !"" (=)
!,!!
∆L = SL =√="" = √0,0012 = 0,034 𝑚𝑚
4G! !!1,:!
L& = = = 11,531 𝑚𝑚
6 !"
I>64G"! @A(4G!)"
∆L = ST = 6" (6A!)
B (!" × !:9=,EF)A(!!1,:!)"
∆T = ST = !"" (!"A!)
B (!:9=E,F)A(!:9=E,:=)
∆T = ST = !"" (=)
",:
∆T = ST =√="" = √0,00034 = 0,017 𝑚𝑚
a). Baja
• Interval Baja
L = L̅ + ∆L
L = 21,614 ± 0,034
L = (21,58 – 21,648) mm
T = T& + DT
T = 11,531 ± 0,017
T = (11,514 – 11,548) m
J7
KTP Relatif 1 K 2 × 100%
",":D
KTP Relatif = 9!,E!D × 100 %
KTP Relatif = 0,15%
JG
KTP Relatif = ( G ) × 100 %
","!F
KTP Relatif = !!,1:! × 100 %
KTP Relatif = 0,14 %
a). Baja
• Luas Baja
4.2.1.6 Menghitung nilai rata- rata 𝐱̅ dan ∆X
0,1
∆L = sL = √ = √0,0001 = 0,01 mm
900
∑T T +T +T T
L̅ = n i = 1 2 3n+ ,…………….. n
∑T 109,16
L̅ = n i = = 10 = 10,916 mm
(n∑Ti2 )–(∑Ti )2
∆T = sT = √
n2 (n−1)
(11917,2)–(11915,9)
∆T = sT = √
100(9)
1,3
∆T = sT = √900 = √0,0014 = 0,037 mm
b). kuningan
• Interval kuningan
L = L̅ L
L = 21,193 0,01
L = (21,183 – 21,203) mm
̅
T=T T
T = 10,916 0,037
T = (10,879 – 10,953) mm
0,01
KTP Relatif = 21,193 x 100%
KTP Relatif = 0,05%
T
KTP Relatif = ( ̅
T
) x 100%
0,037
KTP Relatif = x 100%
10,916
AB = 1 – log ( 0,0005)
AB = 1 – (-3,301)
AB = 4,301
T
AB = 1 – log ( T̅ )
0,037
AB = 1 – log (10,916 )
AB = 1 – log ( 0,0034)
AB = 1 – (-2,468)
AB = 3,468
• Luas kuningan
̅̅̅̅̅̅
Luas = L̅ x T
̅
̅̅̅̅̅̅
Luas = 21,193 x 10,916
Luas = 231,342 mm2
̅̅̅̅̅̅
L T
Luas = ( ̅ + ̅̅̅̅̅̅
x Luas
L ̅)
T
0,01 0,037
Luas = (21,193 + 10,916) x 231,342
c). Alumunium
Alumunium (mm)
L P
x x2 x x2
21.3 453.69 12.33 152.03
21.92 480.49 12.28 150.80
21.29 453.26 12.24 149.82
21.3 453.69 12.32 151.78
21.33 454.97 12.3 151.29
21.92 480.49 12.33 152.03
21.34 455.40 12.25 150.06
21.86 477.86 12.33 152.03
21.34 455.40 12.19 148.60
21.37 456.68 12.32 151.78
214.97 4621.91 122.89 1510.22
c). Alumunium
∑L L +L +L L
L̅ = i = 1 2 3 + ,…………….. n
n n
∑L 214,97
L̅ = i = = 21,497 mm
n 10
(n∑Li 2 )–(∑Li )2
∆L = sL = √
n2 (n−1)
(46219,1)–(46212,1)
∆L = sL = √ 100(9)
7
∆L = sL = √ = √0,0078 = 0,09 mm
900
∑T T +T +T T
L̅ = n i = 1 2 3n+ ,…………….. n
∑T 122,89
L̅ = n i = = 10 = 12,289 mm
(n∑Ti2 )–(∑Ti )2
∆T = sT = √
n2 (n−1)
(15102,2)–(15101,9)
∆T = sT = √ 100(9)
0,3
∆T = sT = √900 = √0,0003 = 0,017 mm
c). Alumunium
• Interval alumunium
L = L̅ L
L = 21,497 0,09
L = (21,407 – 21,587) mm
̅
T=T T
T = 12,289 0,017
T = (12,272– 12,306) mm
0,09
KTP Relatif = 21,497 x 100%
KTP Relatif = 0,42%
T
KTP Relatif = ( ̅
T
) x 100%
0,017
KTP Relatif = x 100%
12,289
0,09
AB = 1 – log (21,497 )
AB = 1 – log ( 0,0041)
AB = 1 – (-2,387)
AB = 3,387
T
AB = 1 – log ( T̅ )
0,017
AB = 1 – log (12,289 )
AB = 1 – log ( 0,0014)
AB = 1 – (-2,853)
AB = 3,853
• Luas alumunium
̅̅̅̅̅̅ = L̅ x T
Luas ̅
̅̅̅̅̅̅
Luas = 21,497 x 12,289
̅̅̅̅̅̅ = 264,176 mm2
Luas
L T
Luas = ( L̅ + ̅)
T
x ̅̅̅̅̅̅
Luas
0,09 0,017
Luas = (21,497 + 12,289) x 264,176
a. baja
Baja (mm)
n P L T
x x2 x x2 x x2
1 38.30 1466.89 21.50 462.25 11.75 138.06
2 38.50 1482.25 21.85 477.42 11.85 140.42
3 38.35 1470.72 21.75 473.06 11.60 134.56
4 38.45 1478.40 21.60 466.56 11.75 138.06
5 38.40 1474.56 21.70 470.89 11.60 134.56
6 38.45 1478.40 21.50 462.25 11.70 136.89
7 38.40 1474.56 21.60 466.56 11.60 134.56
8 38.35 1470.72 21.75 473.06 11.65 135.72
9 38.50 1482.25 21.75 473.06 11.70 136.89
10 38.35 1470.72 21.63 467.86 11.60 134.56
Jumlah 384.05 14749.48 216.63 4692.98 116.80 1364.29
a). Baja
∑P P +P +P P
L̅ = n i = 1 2 3n+ ,…………….. n
∑P 384,05
L̅ = i = = 38,405 mm
n 10
(n∑Pi 2 )–(∑Pi )2
∆P = sP = √ n2 (n−1)
0.4
∆P = sP = √900 = √0,0004 = 0,02 mm
∑L L +L +L L
L̅ = n i = 1 2 3n+ ,…………….. n
∑L 216,63
L̅ = n i = 10 = 21,663 mm
(n∑Li 2 )–(∑Li )2
∆L = sL = √
n2 (n−1)
(46929,8)–(46928,5)
∆L = sL = √
100(9)
1,3
∆L = sL = √900 = √0,0014 = 0,037 mm
∑T T +T +T T
L̅ = i = 1 2 3 + ,…………….. n
n n
∑T 116,80
L̅ = i = = = 11,68 mm
n 10
(n∑Ti2 )–(∑Ti )2
∆T = sT = √
n2 (n−1)
(13642,9)–(13642,2)
∆T = sT = √ 100(9)
0,7
∆T = sT = √ = √0,00078 = 0,028 mm
900
4.2.2.3 Menghitung Interval dan KTP Relatif
a). Baja
• Interval Baja
̅
P=P P
P = 38,405 0,02
P = (38,385 – 38,425) mm
L = L̅ L
L = 21,663 0,037
L = (21,626 – 21,7) mm
̅
T=T T
T = 11,68 0,028
T = (11,652 – 11,708) mm
AB = 1 – log ( 0,0005)
AB = 1 – (-3,301)
AB = 4,301
L
AB = 1 – log ( L̅ )
0,037
AB = 1 – log ( )
21,663
AB = 1 – log ( 0,0017)
AB = 1 – (-2,769)
AB = 3,769
T
AB = 1 – log ( T̅ )
0,028
AB = 1 – log (11,68 )
AB = 1 – log ( 0,0023)
AB = 1 – (-2,638)
AB = 3,638
• Luas Baja
̅̅̅̅̅̅ = L̅ x T
Luas ̅
̅̅̅̅̅̅
Luas = 21,663 x 11,68
0,037 0,028
Luas = ( + ) x 253,023
21,663 11,68
• Volume Baja
̅ x L̅ x T
v=P ̅
v = 9717,38
P L T
volume = ( P
+ L
+ ̅
T
) x volume
volume = 46,643
V = volume volume
V = 9717,38 46,643
b. kuningan
Kuningan (mm)
n P L T
x x2 x x2 x x2
1 41.84 1750.59 21.82 476.11 10.94 119.68
2 41.86 1752.26 21.86 477.86 11.12 123.65
3 41.86 1752.26 21.86 477.86 11.00 121.00
4 41.90 1755.61 21.82 476.11 10.98 120.56
5 41.82 1748.91 21.80 475.24 11.14 124.10
6 41.86 1752.26 21.84 476.99 11.20 125.44
7 41.88 1753.93 21.86 477.86 11.12 123.65
8 41.78 1745.57 21.84 476.99 11.22 125.89
9 41.88 1753.93 21.90 479.61 11.12 123.65
10 41.78 1745.57 21.88 478.73 11.20 125.44
Jumlah 418.46 17510.89 218.48 4773.36 111.04 1233.08
b). kuningan
∑P P +P +P P
L̅ = i = 1 2 3 + ,…………….. n
n n
∑P 418,46
L̅ = i = = 41,846 mm
n 10
(n∑Pi 2 )–(∑Pi )2
∆P = sP = √ n2 (n−1)
(10 x 17510,89)–(418,46)2
∆P = sP = √
102 (10−1)
(175108,9)–(175108,7)
∆P = sP = √
100(9)
0.2
∆P = sP = √ = √0,0002 = 0,014 mm
900
∑L L +L +L L
L̅ = n i = 1 2 3n+ ,…………….. n
∑L 218,48
L̅ = n i = 10 = 21,848 mm
(n∑Li 2 )–(∑Li )2
∆L = sL = √
n2 (n−1)
(47733,6)–(47733,5)
∆L = sL = √
100(9)
0,1
∆L = sL = √ = √0,0001 = 0,01 mm
900
∑T T +T +T T
L̅ = i = 1 2 3 + ,…………….. n
n n
∑T 111,04
L̅ = n i = = 10 = 11,104 mm
(n∑Ti2 )–(∑Ti )2
∆T = sT = √
n2 (n−1)
(10 x 1233,08)–(111,04)2
∆T = sT = √
102 (10−1)
(12330,8)–(12329,8)
∆T = sT = √ 100(9)
1
∆T = sT = √900 = √0.001 = 0.031 mm
b). kuningan
• Interval kuningan
P=̅
P P
P = 41,846 0,014
P = (41,832 – 41,86) mm
L = L̅ L
L = 21,848 0,01
L = (21,838 – 21,858) mm
̅
T=T T
T = 11,104 0,031
T = (11,073 – 11,135) mm
AB = 1 – log ( 0,0003)
AB = 1 – (-3,522)
AB = 4,522
L
AB = 1 – log ( L̅ )
0,01
AB = 1 – log (21,848 )
AB = 1 – log ( 0,0005)
AB = 1 – (-3,301)
AB = 4,301
T
AB = 1 – log ( T̅ )
0,031
AB = 1 – log ( )
11,104
AB = 1 – log ( 0,0027)
AB = 1 – (-2,568)
AB = 3,568
• Luas kumingan
̅̅̅̅̅̅
Luas = L̅ x T
̅
• Volume kuningan
v=̅
P x L̅ x T
̅
v = 10151,84
P L T
volume = ( + + ̅ ) x volume
P L T
volume = 36,546
V = volume volume
V = 10151,84 36.546
c. alumunium
Alumunium (mm)
n P L T
x x2 x x2 x x2
1 38.42 1476.10 21.96 482.24 12.50 156.25
2 38.00 1444.00 22.00 484.00 12.46 155.25
3 38.38 1473.02 22.10 488.41 12.42 154.26
4 38.36 1471.49 21.94 481.36 12.40 153.76
5 38.40 1474.56 21.90 479.61 12.40 153.76
6 38.34 1469.96 22.06 486.64 12.38 153.26
7 38.40 1474.56 22.10 488.41 12.40 153.76
8 38.40 1474.56 22.00 484.00 12.38 153.26
9 38.32 1468.42 21.94 481.36 12.40 153.76
10 38.26 1463.83 21.90 479.61 12.42 154.26
Jumlah 383.28 14690.50 219.90 4835.65 124.16 1541.58
b). Alumunium
∑P P +P +P P
L̅ = n i = 1 2 3n+ ,…………….. n
∑P 383,28
L̅ = n i = 10 = 38,328 mm
(n∑Pi 2 )–(∑Pi )2
∆P = sP = √
n2 (n−1)
(10 x 14690,50)–(383,28)2
∆P = sP = √ 102 (10−1)
(146905)–(146903,5)
∆P = sP = √ 100(9)
1,5
∆P = sP = √ = √0,0017 = 0,041 mm
900
∑L L +L +L L
L̅ = n i = 1 2 3n+ ,…………….. n
∑L 219,90
L̅ = i = = 21,990 mm
n 10
(n∑Li 2 )–(∑Li )2
∆L = sL = √ n2 (n−1)
(48356,5)–(48356,01)
∆L = sL = √ 100(9)
0,49
∆L = sL = √ 900 = √0,00054 = 0,023 mm
∑T T +T +T T
L̅ = n i = 1 2 3n+ ,…………….. n
∑T 124,16
L̅ = n i = = 10 = 12,416 mm
(n∑Ti2 )–(∑Ti )2
∆T = sT = √
n2 (n−1)
(10 x 1541,58)–(124,16)2
∆T = sT = √
102 (10−1)
(15415,8)–(15415,7)
∆T = sT = √
100(9)
0,1
∆T = sT = √900 = √0.0001 = 0.01 mm
c). alumunium
• Interval alumunium
P=̅
P P
P = 38,328 0,041
P = (38,287 – 38,369) mm
L = L̅ L
L = 21,990 0,023
L = (21,967 – 22,013) mm
̅
T=T T
T = 12,416 0,01
T = (12,406 – 12,426) mm
AB = 1 – log ( 0,00107)
AB = 1 – (-2,970)
AB = 3,970
L
AB = 1 – log ( L̅ )
0,023
AB = 1 – log (21,990 )
AB = 1 – log ( 0,00105)
AB = 1 – (-2,978)
AB = 3,978
T
AB = 1 – log ( T̅ )
0,01
AB = 1 – log ( 12,416 )
AB = 1 – log ( 0,00080)
AB = 1 – (-3,096)
AB = 4,096
• Luas alumunium
̅̅̅̅̅̅ = L̅ x T
Luas ̅
̅̅̅̅̅̅
Luas = 21,990 x 12,416
0,023 0,01
Luas = (21,990 + 12,416 ) x 273,027
• Volume alumunium
v=̅
P x L̅ x T
̅
v = 10464,61
P L T
volume = ( + + ̅
) x volume
P L T
volume = 30,556
V = volume ± Ovolume
V = 10464,61 ± 30,556
4.3 ANALISA TEORITAS
Pengukuran adalah suatu teknik untuk menyatakan suatu sifat dalam bilangan
sebagai hasil membandingkannya dengan suatu besaran baku (standar) yang
diterima sebagai satuan. Setiap pengukuran selalu dianggap oleh
ketidakpastian.Sumber ketidakpastian disebabkan oleh adanya nilai skala terkecil
alat ukur, adanya ketidakpastian bersistem, dan keterbatasan pada pengamat.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengukuran, pertama
masalah ketelitian (presisi) dan kedua masalah ketepatan (akurasi).Presisi
menyatakan derajat kepastian hasil suatu pengukuran, sedangkan akurasi
menunjukkan seberapa tepat hasil pengukuran mendekati nilai yang
sebenarnya.Presisi bergantung pada alat yang digunakan untuk melakukan
pengukuran. Umumnya, semakin kecil pembagian skala suatu alat semakin presisi
hasil pengukuran alat tersebut.
Alat yang dapat digunakan dalam praktikum ini adalah alat ukur jangka sorong
dan mikrometer. Jangka sorong adalah salah satu alat ukur yang digunakan di
laboratorium dan di bengkel, dapat digunakan untuk mengukur dalam satuan
millimeter (mm) ataupun inci (in). Jangka sorong umumnya terdiri dari batang
pengukur yang terbuat dari baja antikarat yang dikeraskan, mempunyai rahang
ukur tetap pada salah satu ujungnya dan bagian yang bergerak yang mempunyai
rahang ukur dan skala nonius. Skala nonius digerakkan dalam satu bagian (unit)
sepanjang batang sampai kedua rahangnya bertemu benda kerja yang diukur.
Umumnya dua macam skala dibuat dalam batang, satu dalam millimeter (mm)
dan satunya lagi dalam inci (in). Bagian yang bergerak juga mempunyai dua
macam skala nonius yaitu dalam millimeter (mm) dan inci (in) mengikuti skala
dari batang. Skala nonius adalah skala yang kedua, pembagian garisnya lebih
pendek dari pembagian garis pada skala utama.
Setelah saya melakukan percobaan dan telah mendapatkan data-data, maka dapat
dianalisa bahwa, kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur dapat dilihat dari
NST (Nilai Skala Terkecil)-nya. Selain dari NST (Nilai Skala Terkecil), ada skala
lain yang dapat membantu ketelitian suatu alat ukur yang disebut skala nonius.
Umumnya terdapat suatu pembagian sejumlah skala utama dengan sejumlah skala
nonius yang akan menyebabkan garis skala titik nol dan titik maksimum skala
nonius berhimpit dengan skala utama.
Saat percobaan, salah satu alat ukur yang menggunakan skala nonius adalah
jangka sorong. Jangka sorong memiliki ketelitian 0,05mm. Sehingga jangka
sorong sangat tinggi tingkat akurasinya bila digunakan untuk mengukur benda-
benda yang kecil bahkan sulit untuk diukur. Jangka sorong juga sangat efektif
karena dapat digunakan untuk mengukur panjang, tebal, diameter, dan kedalaman
benda.
BAB V
KESIMPULAN
3. Kertas grafik mm dapat juga dilihat sebagai alat ukur, berapakah nst-nya?
4. Perhatikan nonius pada jangka sorong dan mikrometer, tentukan nst alat ukur
itu
6. Baca suhu laboratorium, laporkan hasilnya dengan cara yang tepat, serta
berikan
interpretasinya!
7. Hitung A ± ∆A, kalau Aj = 10,1 ;10,2 ; 10,0 ;10,0 ; 9,8 ; 10,1 ; 9,8 ; 10,3 ; 9,7 ;
biasa, apabila dituntut ketelitian tidak kurang dari 10% pada hasilnya!
10. Tebal sebuah benda adalah 2 cm yang akan diukur dengen ketelitian 1%.
Dapatkah
b.ℼ ± 10 % d.ℼ ± 6 %
12. Kesalahan apakah yang terdapat pada penalaran Zo = 5,00 pada contoh
ketelitian?
JAWAB!
-Mikrometer = 0,01mm
-Termometer = 1°C
-Amperemeter = 0,01 A
-Stopwatch = 0,1s
2.dilakukan dengan melihat nilai satuan terkecilnya (nst) dan kalikan dengan cara
melihat berapa banyak angka di belakang koma dari alat tersebut
3. kertas mm dengan jarak antara dua garis terdekat 1 mm. Maka ∆𝑥 grafik = 0,5
mm, dan bila ukuran kertas grafik 10 x 10 cm, ketelitian terbesar (terbaik) yang
dapat di capai adalah (0,5x100)x 100% = 0,5 dengan demikian ketidakpastian
hasil perhitungan dengan ketelitian 0,1 % tidak dapat diplotkan pada kertas grafik
10 x 10 cm, maka digunakan kertas yang lebih besar misalnya 50 x 50
4. -Jangka sorong memiliki NST sebesar 0,05 mm dan NSTt-nya sebesar 0,1mm
- Mikrometer sekrup memiliki NST sebesar 0,01 mm dan NSTt-nya sebesar 0,5
mm
5.12,8 cm panjang
0,05 cm ∆𝑥
!
∆x NST = 2.∆x
"
= 2.0,05 cm
= 0,1 cm
6.untuk laporan suhu ruangan laboratorium yaitu 26°C yang berarti suhu di
ruangan itu tidak boleh dibawah ataupun diatas 26°C dikarenakan dapat
mempengaruhi nilai pengukuran atau kalibrasi beberapa besaran, salah satunya
besaran panjang dan massa
7. (10,1+10,2+10,0+10,0+9,8+10,1+9,8+10,3+9,7+10,0)
10
=10
∆x = Xmax-Xmin
= 10,3 – 9,7
= 0,3
- Nst 1 mm menjadi 0,1 cm jadi didapatkan nilai ketidakpastian (∆𝑥) yaitu ½ x nst
yang berarti nilainya 0,05 cm
12 ± 0,4%
Atau
X ± ∆𝑥
12 ± 0,05
10.belum
11. a.0,1%
b.1%
c.10%
d.6%
1 3 (3,14± 0,01)
10 2 (3,1 ± 0,1)
6 3 (3,14 ± 0,01)
12.belum
DAFTAR PUSTAKA