Anda di halaman 1dari 5

I.

TEORI KESALAHAN

A. Tujuan.
Mempelajari kesalahan pengukuran, ketelitian dan ketepatan.
B. Bahan dan Alat
1. Jangka Sorong ( Kaliper )
2. Mikrometer.
3. Silinder Logam.
4. Gelas Ukur.
5. Benng
C. Teori.
Setiap pengukuran akan selalu mengandung kesalahan. Kesalahan ini dapat terjadi
akibat alat ukur yang digunakan maupun kesalahan pembacaan ( kesalahan
manusia ). Pada beberapa alat ukur biasanya dicantumkan kesalahan relatif ( dalam
persen ) dari nilai pengukuran. Misalnyta kesalahan stopwatch sebesar 5 %. Maka bila
kita mengukur waktu selama 1 jam atau 60 menit akan terjadi kesalahan sebesar 3 menit.
Nilai yang sebenarnya berada pada selang antara ( 57 menit – 63 menit ). Sebaliknya
bila pengukuran selama 20 detik maka kesalahan yang dibuat hanya 1 detik dan hasil
pengukuran tersebut dapat kita tuliskan sebagai berikut :
( 20 ± 1 ) detik.
Namun dengan demikian pada beberapa alat ukur tidak dicantumkan tingkat kesalahan
yang mungkin terjadi misalnya alat-alat seperti penggaris, jangka sorong, mikrometer
dan termometer. Untuk itu perlu dibuat perjanjian untuk menetapkan tingkat kesalahan
yang mungkin terjadi.
Perjanjian I.
Pada pengukuran tunggal, kesalahan alat ditetapkan sebesar setengah skala terkecil dari
alat ukur.
Sebagai contoh, mistar biasanya mempunyai skala terkecil 1 mm = 0,1 cm. Oleh sebab
itu pengukuran tunggal dengan alat ini berdasarkan perjanjian I akan mempunyai
kesalahan :
( ½ x 0,1 cm ) = 0,05 cm.
Angka taksiran dan angka pasti.
Dalam pembacaan skala perlu diketahui bilangan-bilangan yang merupakan angka-angka
pasti dan sebuah bilangan yang merupakan angka taksiran ( bilangan terkecil ).
Sebagai contoh, jika didapatkan hasil pengukuran seperti berikut :
623,57
Bilangan-bilangan 623 dan 5 merupakan angka-angka pasti ( meskipun istilah pasti ini
sebenarnya juga mengandung keragu-raguan ), yang langsung dibaca dari skala alat ukur.
Sedangkan angka 7 merupakan angka taksiran yang didapat dengan membagi skala
terkecil secara kira-kira menjadi sepuluh bagian. Dalam hal ini dapat dipastikan bahwa
skala terkecil alat adalah 0,1 satuan.
Contoh lain yang dapat dikemukakan disini misalnya seperti terlihat pada Gambar 1.
A B

0 1 2 3

Gambar 1 : Pengukuran panjang benda dengan alat ukur mistar

Pada Gambar 1 panjang benda AB diukur dengan mistar didapat pembacaan sebesar
( 2,77 cm ).
Angka 2 dan angka 7 pertama merupakan angka-angka pasti yang langsung dapat dibaca
pada mistar tersebut. Sedangkan angka 7 yang kedua merupakan angka taksiran yang
didapat dengan membagi skala terkecil antara 2,70 sampai 2,80 yaitu 0,10. Mungkin saja
pengukur yang lain mendapatkan angka 2,76 ataupun 2,78 . Oleh sebab itulah angka
terakhir tersebut dikenal sebagai angka taksiran atau angka yang mengandung kesalahan.
Berdasarkan perjanjian I maka kesalahan dari alat pengukur tersebut adalah :
( ½ x 0,1 cm ) = 0,05 cm.
sehingga pengukuran tersebut ( dengan angka taksiran 7 ) adalah ;
( 2,77 ± 0,05 ) cm.
Akibatnya selang pembacaan kita berada antara :
( 2,72 sampai 2,82 )
Dan angka 2,76, 2,77 dan 2,78 masih berada dalam selang. Angka 2,77 oleh sebab itu
disebut angka yang dapat dipercaya dan selang 2,72 – 2,92 disebut sebagai selang
kepercayaan. Namun bila dituliskan sebagai 2, 770 atau 2,771 nilai-nilai tersebut sulit
dipercaya. Hal ini disebabkan bahwa si pengukur menaksir sampai 1/100 skala terkecil
yang mustahil dilakukan pada mistar tersebut.
Angka 0 dan 1 disebut sebagai angka yang tidak dapat dipercaya.
Perlu diperhatikan bahwa jumlah desimal dari hasil pengukuran menyatakan besarnya
tingkat ketelitian. Penaksiran atau angka hasil pengukuran tidak boleh melebihi tingkat
ketelitian alat. Oleh sebab itu desimal nilai pengukuran (x ) harus sama dengan
desimal kesalahan ( ∆x ).
( x ± ∆x ) satuan seperti pada ( 2,77 ± 0,05 ) cm.
Jika terdapat faktor pengalian ( misalnya 10n ; n = bilangan ) maka angka tersebut dapat
dikeluarkan dari dalam kurung.
( 2,77 ± 0,05 ) cm. = ( 277 ± 5 ) 10-2 cm
= ( 277 ± 0,005 ) 10 cm
( 3.000 ± 10 ) kg = ( 300 ± 1 ) 10 kg
dan sebagainya
Perjanjian II
Pada pengukuran berulang, kesalahan dapat dicari dengan menggunakan cara statistik,
misalnya simpangan baku ( Standard Deviation, SD ) atau kesalan baku ( Standard Error ,
SE ).
Pengukuran berulang misalnya mengukur tebal lapisan serta diameter lingkaran untuk
meyakinkan bahwa pengukuran di suatu tempat tidak berbeda dengan tempat yang lain.
Bila nilai berbeda maka nilai yang didapat merupakan nilai rata-rata.
X1

X2

X3

X4

x 1 + x2 + x 3 + x 4 xi
Diameter rata−rata= x́ = = ; n=4
4 n

Simpangan baku ( SD ) dapat dicari dengan mencari akar-akar dari ragam


2

Ragam=
√ ( x i−x )
n−1
2

SD=
√∑ ( xi −x́ )
n−1
Kesalahan baku ( SE ) adalah :
SD
SE= atau SE= √ SD
√n
Perlu diperhatikan bila kesalahan yang ditentukan dengan SD atau SE lebih kecil dari
kesalhan alat yang digunakan ( melebihi ketelitian alat ), maka kesalahan yang digunakan
haruslah kesalahan alat.
Hasil pengukuran x
Keasalahan alat d
Kesalahan baku SE
Bila SE > d maka ( x + SE )
Bila SE < d maka (x+d )
Kesalahan berdasarkan perjanjian II ini juga dapat dicari secara sederhana dengan nilai
rata-rata sebagai berikut :
( x i− x́ )
S=
n
Bila S lebih kecil dari kesalahan alat, maka gunakan kesalahan alat seperti pada SE di
atas.
Perambatan Kesalahan.
Kesalahan akan merambat ( bertambah besar ) bila dua buah hasil pengukuran yang
mengandung kesalahan atau lebih digabungkan ( dijumlahkan, kurang, bagi, kali atau pangkat
) untuk mendapatkan nilai gabungan tersebut. Misalnya pengukuran panjang yang melebihi
panjang mistar harus dilakukan lebih dari satu kali kemudian dijumlahkan sebagai panjang
tersebut.
Pengukuran 1 AB = ( 1,00 ± 0,05 ) cm
Pengukuran 2 BC = ( 5,68 ± 0,05 ) cm
Maka panjang AC = AB + BC
= ( 1,00 + 5,68 ) cm = 6,68 cm
Sedangkan kesalahan AC = ∆ AC = | ∆ AB | + | ∆ BC |
= 0,05 + 0,05 = 0,10
Jadi AC = ( 6,68 ± 0,10 ) cm
Karena desimalnya harus sama, maka
AC = ( 6,7 ± 0,1 ) cm
Secara umum perambatan kesalahan dapat dituliskan secara matematik sebagai berikut :
P = f ( x1 , x2 , x3, ………………………, xn ).
∆ x1 = x1 : ∆ x2 = x2 : ∆ x3 = x3 : ………………….: ∆ xn = xn
δP δP δP
Kesalahan P=|δ P|=
| | | |
δ x1
|δ x 1|+
δ x2
|δ x 2|+ …
| |
δ xn
|δ x n|
Sebagai Contoh :
Luas = Lebar x Panjang
A = l x P

|δ A|= | δδAl ||δ l|+|δδ Ap ||δ p|


¿| p . δ l|+|l . δ p|

|δAA|=| p .Aδ l|+|l. δA A|=|δll|+| δpp|


| ΔAA |=| Δll|+| Δpp|
Berikut adalah ringkasan perambatan kesalahan
Bentuk Hubungan Kesalahan
Z= x + y |∆ z|=|∆ x|+|∆ y|
Z= x - y |∆ z|=|∆ x|+|∆ y|

Z= x.y |∆Zz|=|∆xx|+|∆yy|
D. Metode Percobaan.
∆z ∆x ∆ y
Z= x/y
1. Hitunglah Volume Silinder dengan dua cara | Z |: | x | | y |
= +

a. Menggunakan pengukuran diameter (∆dz ) dengan ∆ x mikrometer dan pengukuran panjang


( px ) dengan jangka sorong ( kaliper ).| Z |=n .| x |
n
Z=

V = Axp
= π ( d/2 )2. p
= ( ¼ ) π d2 . p
Lakukan pengukuran diameter d dan p masing-masing 3 kali. Tentukan kesalahan
berdasarkan konvensi I dan II atau dengan perhitungan selisih (∆ ) dari nilai rata-rata
dikurangi dengan nilai setiap pengukuran dengan hasil nilai mutlak.
b. Menggunakan Gelas Ukur.
Masukkan silinder logam ke dalam gelas ukur yang telah diisi air dan telah dibaca
volumenya (V1). Jika setelah silinder tersebut volume air menjadi (V2), maka volume
silinder :
V = V2 - V1
Tentukan kesalahan ∆V

2. Hitunglah π ( phi )
- Lakukan pengukuran keliling silinder ( K ) masing-masing 3 kali dengan menggunakan
benang dan meteran/mistar.
- Lakukan pengukuran diameter ( d ) dengan jangka sorong ( kaliper ) masing-masing 5
kali
π = K/d
Tentukan kesalahan ∆π

Anda mungkin juga menyukai