Pada dasarnya antara UU No 3 Tahun 2020 dan UU No 4 Tahun 2009 tidak terlalu
terdapat perbedaan yang sangat kontras dan signifikan secara terminologi dan aturan yang
berlaku,namun perbedaan sangat mencolok pada sanksi yang diberikan guna mempertegas
terlaksanaanya kaidah pertambangan yang baik termasuk melakukan reklamasi dan
pascatambang. Pada UU No 4 Tahun 2009 Pasal 39 Ayat 2 dikatakan “IUP Operasi Produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b wajib memuat ketentuan sekurang-
kurangnya: lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang dana jaminan reklamasi
dan pascatambang “ hal ini menunjukan telah adanya jaminan reklamasi tambang yang di
berikan kepada pemerintah sebagai jaminan finansial seandainya pemegang IUP tidak
melakukan reklamasi dan pascatambang. Dengan adanya dana jaminan finansial
pasacatambang dan reklamasi itu pemerintah dapat memerintah pihak ke 3 untuk
melaksanakan kegiatan reklamasi dan pasca tambang pada IUP tersebut. ( Pasal 100 Ayat 2
UU No 4 Tahun 2009),namun berbeda dengan regulasi yang ada pada UU No 3 Tahun
2020,disana dikatakan bahwa “Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir
dan tidak melaksanakan: a. Reklamasi dan/atau Pascatambang; dan/atau b. penempatan
dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang,dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah). (Pasal 161 B Ayat 1)”. Kita dapat melihat pada UU No 3 Tahun 2020
,pemegang IUP sangat wajib langsung melakukan reklamasi dan pascatambang,dan jika
hanya memberikan jaminan reklamasi dan pascatambang di awal saja namun tidak melakukan
nya langsung akan mendapat denda sebesar angka terbilang pada pasal 161 B tersebut.
Dengan jabaran UU No 4 tahun 2009 dan UU No 3 Tahun 2020 di atas kita dapat
melihat bahwa pada UU No 3 Tahun 2020 dilakukan perkuatan sanksi dan aturan yang
berlaku kepada pemegang IUP dan IUPK guna terlaksannya Good Mining Practice yang salah
satu komponen nya adalah terlaksannya reklamasi dan pasca tambang,bersamaan dengan
kegiatan penambangan itu di lakukan,dan jika tidak di lakukan dikenakan sanksi dan
hukuman yang berlaku. Perubahan perkuatan aturan reklamasi dan pasca tambang ini di
perjelas kembali pada ketentuan umum UU No 3 Tahun 2020 yang berbunyi “Sebagai
penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, terdapat materi muatan baru yang ditambahkan
dalam Undang-Undang ini yaitu: penguatan kebijakan terkait pengelolaan lingkungan hidup
pada kegiatan usaha Pertambangan, termasuk pelaksanaan Reklamasi dan
Pascatambang. Jadi perubahan yang terlihat dari kedua undang-undang tentang mineral dan
batubara itu adalah
Perkuatan terhadap regulasi dan sanksi (sanksi lebih mengikat dan jelas0
Memberikan desain pascatambang sebelum pemerintah memberikan
IUP/IUPK
Regulasi tentang pascatambang dan reklamasi lebih ketat dan mengusahakan
tercapainya kegiatan penambangan yang baik dan benar,termasuk komitmen
perushaan dalam melaksanakan reklamasi dan pascatambang
Dalam UU No 3 Tahun 2020,untuk pelaksanaan reklamasi dan pascatambang pemegang IUP/IUPK
harus memastikan keseimbangan ekosistem dimana yang terdapat dalam pasal 99 ayat 1-3 yang
berbunyi “Dalam pelaksanaan Reklamasi yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan,
pemegang IUP atau IUPK wajib: a. memenuhi keseimbangan antara lahan yang akan dibuka dan
lahan yang sudah direklamasi; dan b. melakukan pengelolaan lubang bekas tambang akhir
dengan batas paling luas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” . Dengan
demikian ekosistem hasil pascatambang juga harus di kontrol agar sesuai dengan keadaan yang
diminta oleh pihak pemerintah, hal yang sama pada lubang void (lubang tambang pada highwall final
yang terisi air ) harus bervolume tidak lebih dari peraturan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah.
Namun pada UU No 4 Tahun 2009 belum ada regulasi yang spesifik seperti ini,hanya menuntut
dilakukanya pasca tambang dan reklamasi saja.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN