Anda di halaman 1dari 2

Dalam sepuluh tahun terakhir, banjir telah menjadi bencana yang terjadi di Indonesia (tercatat

108 kali, terhitung 33,3% dari semua kejadian (yaitu 324 kejadian)). Banjir di Indonesia merupakan
kombinasi faktor alam dan faktor manusia. Faktor utama banjir adalah curah hujan intensitas tinggi
yang berlangsung lama. Salah satu DAS di Kabupaten Bantaeng adalah DAS Tangnga yang
mencakup 21% luas wilayah Kabupaten Bantaeng. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui
morfometri DAS Tangnga dan untuk mengetahui zonasi rawan banjir DAS Tangnga. Jenis penelitian
ini merupakan deskriptif kuantitatif dengan menggunakan program analisis perangkat lunak sistem
informasi geografis (SIG), berupa analisis Overlay, faktor yang mempengaruhi banjir seperti
ketinggian, curah hujan, tekstur tanah, penggunaan lahan & kemiringan lereng. Berdasarkan hasil
pendugaan kerawanan banjir di DAS Tangnga, diperoleh empat tingkat kerawanan yaitu : tidak
rawan memiliki luas sebesar 896 hektar atau 10.85% dari total luas meliputi Kecamatan Uluere,
bantaeng, dan Sinoa, cukup rawan memiliki luas 4339 hektar atau 52.54% dari total luas yang
meliputi Kecamatan Bantaeng, Sinoa, Uluere, dan Eremerasa, rawan memiliki luas 1661 hektar atau
20.12% dari total wilayah yang meliputi kecamatan Uluere, Bantaeng, Eremerasa, Sinoa, dan
Bissappu, & sangat rawan memiliki luas sebesar 1362 hektar atau 16.49% dari total luas meliputi
Kecamatan Bissappu, Bantaeng, dan Eremerasa.

In the last ten years, flooding has become a disaster that has occurred in Indonesia (recorded
108 times, accounting for 33.3% of all events (324 events)). Floods in Indonesia are a combination of
natural factors and human factors. The main factor of flooding is high intensity rainfall that lasts a
long time. One of the watersheds in Bantaeng Regency is the Tangnga Watershed which covers 21%
of the area of Bantaeng Regency. This study aims to determine the morphometry of the Tangnga
watershed and to determine the flood-prone zoning of the Tangnga watershed. This type of research
is descriptive quantitative using geographic information system (GIS) software analysis program, in
the form of Overlay analysis, factors that influence flooding such as height, rainfall, soil texture, land
use & slope. Based on the results of the estimation of flood vulnerability in the Tangnga watershed,
there are four levels of vulnerability, namely: non-prone, which has an area of 896 hectares or
10.85% of the total area covering Uluere, Bantaeng, and Sinoa Districts, it is quite prone to have an
area of 4339 hectares or 52.54% of the total area covered. covers Bantaeng, Sinoa, Uluere, and
Eremerasa Districts, prone has an area of 1661 hectares or 20.12% of the total area which includes
the districts of Uluere, Bantaeng, Eremerasa, Sinoa, and Bissappu, & very prone has an area of 1362
hectares or 16.49% of the total area covering the Districts of Bissappu, Bantaeng, and Eremerasa.
Dalam sepuluh tahun terakhir, banjir telah menjadi bencana yang sering terjadi di Indonesia (tercatat
108 kali, terhitung 33,3% dari semua kejadian bencana besar (yaitu 324 kejadian)). Banjir di Indonesia
merupakan kombinasi faktor alam dan faktor manusia. Faktor utama banjir adalah curah hujan dengan
intensitas tinggi yang berlangsung lama. Faktor lain yang berkontribusi terhadap banjir adalah
pengawasan penggunaan lahan yang tidak efektif di daerah rawan banjir. Hal ini menunjukkan bahwa
perangkat tata ruang belum efisien dalam menangani banjir seperti yang ada di Indonesia. Untuk
mengetahui daerah mana saja yang termasuk dalam daerah rawan banjir di Indonesia, maka perlu
dilakukan analisis daerah rawan banjir (Hamdani dkk, 2014).
Pada musim hujan banjir dapat menimbulkan kerugian yaitu kerugian jiwa dan harta benda, pada
musim kemarau kekeringan dapat menyebabkan gagal panen. Situasi ini terjadi secara bergiliran dan
merupakan bencana rutin yang seringkali mengancam kehidupan masyarakat.
Sekitar tahun 1920-an, masyarakat terdampak bencana dan pemerintah bekerja lama untuk mengatasi
masalah banjir di Indonesia. Contoh pembangunan berbagai fasilitas pengendali banjir, saluran sungai
atau pintu gerbang. Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk mengendalikan banjir sampai batas tertentu,
bukan untuk melawan banjir besar (Luthfi, 2010b).
Kabupaten Bantaeng merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah
395,83 kilometer persegi dengan jumlah penduduk ± 178.699 jiwa. Wilayahnya terdiri dari 8 kecamatan,
meliputi 67 ruas jalan dan desa. Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak antara 5 o21'13" sampai
5o35'26" LS dan 119o51'42" sampai 120o05'27" BT, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gowa
dan Jeneponto, Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba, di utara berbatasan dengan
Kabupaten Jeneponto dan Sinjai , sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores. Kabupaten Bantaeng
terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan, berjarak 123 kilometer dari Kota Makassar dengan
waktu tempuh 2,5 jam. (SulselProv.go.id, 2018)
Cara menilai kerentanan dan wilayah rawan banjir di Kabupaten Bantaeng, perlu dilakukan
identifikasi kondisi fisik berupa database spasial yang terstruktur dengan baik sehingga dapat dengan
mudah dimutakhirkan, dianalisis, diaktifkan dan ditampilkan dalam bentuk peta. Selama ini informasi
mengenai data lokasi banjir masih dalam bentuk angka atau tabel yang belum dipetakan. Pembaca dapat
dengan mudah memperoleh data berupa angka dan tabel dari hasil penyajian, namun data ini memiliki
kekurangan karena tidak memberikan gambaran informasi tentang sebaran spasialnya. (Hamdani dkk,
2014).
Banjir merupakan salah satu bencana alam yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, khususnya pada
musim penghujan, atau banjir adalah meluapnya air sungai akibat jumlah air yang melebihi kapasitas
waduk sungai, yang menyebabkan sungai meluap dan membanjiri daratan di sekitarnya atau daerah yang
lebih rendah. Padahal, banjir merupakan fenomena “normal” yang sering terjadi, yang dihadapi hampir di
semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Karena sifatnya, air akan mengalir dan mencari tempat yang
lebih rendah. bencana seperti ini tidak dapat mengidentifikasi daerah perkotaan maupun pedesaan, dan
tentunya akan menimbulkan banyak kerugian materi dan korban jiwa.
Alasan terjadinya bencana ini bukan hanya karena manusia sering mengubah fungsi kawasan yang
semestinya mampu menyerap air, kawasan tersebut harus mampu menyerap perkebunan, pertanian
bahkan lahan industri, tetapi juga beberapa faktor alam yang dapat menyebabkan banjir, seperti
kemiringan suatu kawasan tertentu, dan kemampuan lapisan dalam tanah. Serap air hujan.
Dataran banjir adalah dataran rendah di sisi sungai dengan ketinggian yang landai. Karena dataran
banjir, aliran sungai lambat, membuat daerah rawan banjir karena luapan sungai dan curah hujan lokal.
Banjir biasanya terjadi, terutama di daerah yang dilintasi sungai (Yulaelawati, 2008). Berdasarkan uraian
di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Zonasi rawan banjir DAS Tangnga
Kabupaten Bantaeng menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)”.

Anda mungkin juga menyukai