Anda di halaman 1dari 15

Jenis Kegiatan : 

 F6 - Upaya Pengobatan Dasar

Dokter Pendamping      :  Rumintang Margareta Aprilani

Judul Lap. Kegiatan      :  pelaksanaan poliklinik lansia di puskesmas muara kumpeh

PESERTA HADIR

  Masyarakat
LATAR BELAKANG

Balai Pengobatan lansia merupakan salah satu jenis pelayanan di Puskesmas muara kumpeh. BP lansia
merupakan tempat untuk melyani pemeriksaan umum oleh dokter yang meliputi observasi, diagnosa,
pengobatan, rehabilitasi medik tanpa tinggal diruang inap pada sarana kesehatan Puskesmas.

Balai Pengobatan Umum di Puskesmas muara kumpeh melayani pasien dari usia >45 tahun. Sebagian
besar penyakit yang di keluhkan oleh pasien yaitu hipertensi, diabetes mellitus dan osteoarthritis. Jika
ada pasien yang memerlukan pemeriksaan laboratorium sederhana biasanya kita menyarankn untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana yang meliputi : HB, asam urat, GDS, Kolesterol Total.

PERMASALAHAN

1. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai waktu yang tepat untuk mencari pertolongan
medis.

2. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dalam lingkungan rumah.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Dalam pelayanan ini akan dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pengobatan, dan edukasi pasien
tentang penyakit yang dideritanya. Sedangkan pasien yang tidak bisa ditangani di Puskesmas muara
kumpeh akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.

PELAKSANAAN

Telah dilakukan kegiatan poliklinik umum di Puskesmas muara kumpeh selama periode Oktober 2019 -
Februari 2020. Pemeriksaan meliputi anamnesis tentang gejala utama seperti demam, nyeri kepala,
batuk, sesak, mual muntah, nyeri ulu hati, nyeri perut, nafsu makan, berak encer, gatal, serta keluhan
penyerta. Kemudian dilakukan anamnesis tentang riwayat penyakit, faktor risiko, riwayat keluarga, dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Setelah anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis berupa
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Dan jika diperlukan, dilakukan pemeriksaan penunjang
laboratorium.

MONITORING & EVALUASI


· Pada anamnesis, didapatkan keluhan terbanyak pasien yang datang berobat ke poliklinik umum
yaitu nyeri ulu hati, demam, batuk, dan sakit kepala.

· Dari anamnesis tersebut dengan keluhan nyeri ulu hati, paling banyak dengan diagnosis akhir
dyspepsia, keluhan demam, batuk paling banyak dengan diagnosis ISPA, dan keluhan sakit kepala paling
banyak dengan diagnosis hipertensi.

· Pasien yang dirujuk ke rumah sakit sebagian besar adalah pasien yang tidak dapat ditangani di
Puskesmas seperti tumor, katarak, dan trauma.

Jenis Kegiatan :  F6 - Upaya Pengobatan Dasar

Dokter Pendamping      :  Rumintang Margareta Aprilani

Judul Lap. Kegiatan      :  ASMA BRONKIAL

PESERTA HADIR

  Masyarakat
LATAR BELAKANG

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup
masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu
penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. Asma merupakan penyakit
inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di
negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia
Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah
dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut
disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan
Global Initiative for Asthma (GINA).

Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius diseluruh dunia. Prevalensi asma
menurut laporan Word Health Organization (WHO) tahun 2013, saat ini sekitar 235 juta penduduk dunia
terkena penyakit asma. Behavioral Risk Factor Surveillance Survey (BRFSS) tahun 2002 – 2007
melaporkan di Florida prevalensi asma dewasa sebanyak 10,7%. Asma menurut Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 1986 menduduki urutan ke lima dari 10 penyebab kesakitan. Penderita asma Indonesia
sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6%.

Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu pertama yang
akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan,
salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana
sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya
mencegah terjadinya serangan asma.
PERMASALAHAN

Identitas Pasien

Umur : 58 tahun

Pekerjaan : Swasta

Tanggal Periksa :19 Maret 2015

II. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Sesak Nafas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang mulai dirasakan 4 jam yang lalu.Keluhan dirasakan terus
menerus, tidak berkurang dengan istirahat maupun perubahan posisi. Pasien masih dapat berbicara
dalam bentuk kalimat, masih dapat berjalan sendiri. Pasien belum mengkonsumsi obat untuk mengatasi
keluhannya. Biasanya pasien mengkonsumsi salbutamol bila sesak timbul.

Pasien sudah merasakan keluhan tersebut sejak kecil. Keluhan timbul bila terpapar cuaca/udara dingin.
Sudah beberapa bulan keluhan tidak timbul. Namun dalam satu bulan terakhir keluhan beberapa kali
timbul. Serangan dapat terjadi dua kali dalam satu minggu, namun dalam satu hari hanya satu kali.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat hipertensi : disangkal

b. Riwayat DM : disangkal

c. Riwayat asma : (+)

d. Riwayat sakit jantung : disangkal

e. Riwayat alergi : (+) alergi udara dingin

4. Riwayat Kebiasaan

a. Riwayat merokok : disangkal

b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat hipertensi : disangkal

b. Riwayat DM : disangkal

c. Riwayat asma/alergi : (+) ibu pasien menderita asma


d. Riwayat sakit jantung : disangkal

III. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup.

2. Tanda Vital

a. Tensi : 130 / 90 mmHg

b. Nadi : 90 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.

c. Pernapasan : 28 x/menit

d. Suhu : 36,8 °C per axiler

3. Status Gizi

BB = 50 kg

TB = 150 cm

BMI = = 22,22 kg/m2 (normoweight)

4. Pulmo

Inspeksi

Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.

Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi intercostal
(-).

Palpasi

Statis : simetris

Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

Kanan : sonor

Kiri : sonor

Auskultasi

Kanan :Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (+), Wheezing (+) saat ekspirasi minimal.

Kiri:Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (+), Wheezing (+) saat ekspirasi minimal.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

1. DIAGNOSIS : Asma Bronkial


2. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi klinis dari penyakit
untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat
hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Global Initiative for Asthma(GINA,
2009) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2006) menganjurkan untuk melakukan
penatalaksanaan berdasarakan kontrol.

Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat dua faktor yang perlu
dipertimbangkan, yaitu:

1. Medikasi (non farmakologis dan farmakologis)

2. Pengobatan berdasarkan derajat

Terapi Non-farmakologis:

Terapi non farmakologis meliputi 2 komponen utama, yaitu:

- Kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan asma.

Berbagai pemicu serangan asma antara lain adalah debu, polusi, merokok, olah raga, perubahan
temperatur secara ekstrim, termasuk penyakit-penyakit yang sering mempengaruhi kejadian sama,
seperti rinitis, sinusitis, GERD, dan infeksi virus. Untuk memastikan alergen pemicu serangan pasien,
maka direkomendasikan untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien serta uji alergi pada kulit (skin
prick test).

- Edukasi pada pasien atau yang merawat mengenai berbagai hal tentang asma. Setelah jenis
alergen telah diketahui, pasien perlu diedukasi mengenai berbagai cara untuk mencegah dan mengatasi
saat terjadi serangan asma. Edukasi juga meliputi pengetahuan tentang patogenesis asma, bagaimana
mengenal pemicu asma dan mengenal tanda-tanda awal keparahan asma, cara penggunaan obat yang
tepat, dam bagaimana memonitor fungsi paru nya. Selain itu pasien diminta untuk melakukan fisioterapi
napas (senam asma), vibrasi dan atau perkusi toraks dan batuk yang efisien.

Terapi famakologis:

Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi, oral dan
parenteral. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung sampai ke jalan napas
dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Macam–macam pemberian obat inhalasi dapat
melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu (spacer), Dry powder inhaler (DPI), breath–
actuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma terdiri ataspengontrol (controllers) dan pelega (reliever).

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang, terutama untuk asma persisten, yang digunakan
setiap hari untuk menjaga agar asma tetap terkontrol (PDPI, 2006). Menurut PDPI (2006), pengontrol,
yang sering disebut sebagai pencegah terdiri dari:

1. Glukokortikosteroid inhalasi dan sistemik

2. Leukotriene modifiers
3. Agonis β-2 kerja lama (inhalasi dan oral)

4. Metilsantin (teofilin)

5. Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil Sodium)

Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat mengatasi bronkokonstriksi
dan mengurangi gejala – gejala asma. Prinsip kerja obat ini adalah dengan mendilatasi jalan napas
melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan
dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hipersensitivitas jalan napas. Pelega terdiri dari:

1. Agonis β-2 kerja singkat

2. Kortikosteroid sistemik

3. Antikolinergik (Ipratropium bromide)

4. Metilsantin

PELAKSANAAN

Terapi farmakologis dan nonfarmakologis yang diberikan adalah:

Pasien menolak dirujuk ke rumah sakit, diberikan terapi obat-obatan oral dan juga edukasi
kepada pasien.

- Terapi Oral:

R/ Dexametason tab 0,5mg No. X

S 3 dd 1 tab

R/ CTM tab 4mg No. VI

S 2 dd 1 tab

R/ Salbutamol tab 4mg No. X

S 3 dd 1 tab prn sesak

Edukasi yang diberikan kepada pasien:

1. Menghindari faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan asma, misalnya menghindari
udara dingin.

2. Olah raga yang mampu melatih otot-otot pernapasan seperti berenang dan senam secara rutin
1-2 kali/ minggu.
3. Istirahat yang cukup, konsumsi makanan yang bergizi dan buah-buahan.

4. Minum obat secara teratur dan kontrol secara rutin.

5. Segera datang ke IGD rumah sakit terdekat apabila keluhan sesak nafas tidak
berkurang/bertambah dengan pemberian obat.

MONITORING & EVALUASI

Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi dan follow up mengenai keluhan yang dialami
sudah berkurang atau belum. Dilakukan pemeriksaan pada kedua lapang paru untuk menilai apakah
masih ada wheezing. Ditanyakan apakah obat masih ada atau tidak. Pasien juga direncanakan untuk
dirujuk ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan spirometri agar dapat mengetahui fungsi paru,
prognosis dan penatalaksaan selanjutnya.

 Jenis Kegiatan :  F6 - Upaya Pengobatan Dasar


Dokter Pendamping      :  Rumintang Margareta Aprilani
Judul Lap. Kegiatan      :  DEMAM TYPHOID

PESERTA HADIR
  Masyarakat

LATAR BELAKANG

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella entericaserovar typhi (S
typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan infeksi yang disebut
demam paratifoid.Demam tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam enterik. Pada daerah
endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid. Demam tifoid juga masih menjadi topik
yang sering diperbincangkan.

Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan ketersediaan air bersih
dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara
berkembang.Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan
216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per
tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang
tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin,
dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000
populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.

Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan reservoir untuk Salmonella typhi.
Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan
selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Pada daerah
endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan musim hujan. Dosis yang
infeksius adalah 103-106 organisme yang tertelan secara oral. Infeksi dapat ditularkan melalui makanan
atau air yang terkontaminasi oleh feses. Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada
populasi yang berusia 3-19 tahun. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah
tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk
mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air
besar dalam rumah.
PERMASALAHAN

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit demam tifoid di masyarakat,
beberapa laporan menyebutkan bahwa kasus demam tifoid sangat sering ditemukan pada keadaan
lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi masyarakat yang tergolong rendah, tingkat
pendidikan yang rendah serta kualitas higienitas pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Keadaan
ini dapat mengakibatkan pengobatan yang diberikan tidak adekuat.
PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Cara dan strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah diadakan
kegiatan deteksi penyakit demam tifoid di poliklinik Puskesmas muara kumpeh. Dalam kegiatan tersebut
dilakukan screening penyakit terhadap pasien-pasien yang datang berobat di poliklinik, berdasarkan
tanda dan gejala yang sesuai dengan penyakit ini. Pasien-pasien yang tergolong dicurigai demam tifoid
kemudian diperiksakan darahnya. Jika hasil laboratorium mendukung,diberikan pengobatan yang sesuai
dan dibekali dengan cara penggunaan obat yang semestinya serta diedukasi dengan memberikan
penyuluhan perorangan kepada pasien mengenai demam tifoid terutama faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan kekambuhan penyakit ini. Meskipun dari hasil laboratorium tidak mendukung, tetapi
dari gambaran klinis sangat sesuai dengan demam tifoid, tetap diberikan terapi demam tifoid.

Mengingat ketidakpahaman masyarakat akan demam tifoid terutama cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah timbulnya penyakit ini maka diperlukan intervensi melalui penyuluhan yang lebih luas
terhadap warga masyarakat tidak hanya melalui perorangan yang datang berobat ke puskesmas.
PELAKSANAAN

Kegiatan ini diadakan di poliklinik Puskesmas muara kumpeh, pada hari Sabtu 28 Desember 2019,
ditemukan pasien laki – laki, 12 tahun datang dengan keluhan demam yang sudah dialami sejak 5 hari.
Demam dirasakan terutama pada sore sampai malam hari.Sebelumnya pasien sudah diberikan obat
penurun panas oleh ibunya, namun demamnya hanya turun setelah minum obat dan masih berulang.
Akhirnya pasien datang ke poliklinik Puskesmas muara kumpeh.

Berdasarkan anamnesa didapatkan pasien dengan keluhan: demam sejak 5 hari yang lalu, dirasakan
terutama pada sore hingga malam hari. Hal ini menyebabkan pasien tetap beraktivitas biasa (masuk
sekolah) pada pagi harinya. Selain itu pasien juga mengeluh sering nyeri perut, dan susah buang air
besar. Pada pemeriksaan fisis didapatkan anak tampak lemas dengan lidah kotor dengan tepi agak
hiperemis sedangkan tanda vital dalam batas normal. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat
ditegakkan diagnosis klinis demam tifoid.

Saat itu telah dilakukan pemeriksaan widal dengan hasil titer Salmonella typhi O meningkat 1/160 dan
titer yang lain negatif.Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan obat
antibiotik yaitu kloramfenikol, ditambah dengan paracetamol dan vitamin.

Dari anamnesis, ditemukan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingginya risiko kejadian demam
tifoid pada pasien ini seperti pasien sangat sering jajan makanan ringan di sekolahnya, ketidaktahuan
pasien dan keluarga terhadap tindakan yang harus dilakukan,serta tingkat higienitas pasien yang masih
rendah. Riwayat kekambuhan kepada pasien bisa diakibatkan karena tidak didukung oleh kesadaran dan
pengetahuan pasien untuk beristirahat di rumah.

Selain itu, pengobatan yang diberikan hanya bersifat simtomatik tidak bersifat kausatif sehingga
kemungkinan kekambuhan menjadi sangat besar. Selain medikamentosa, kami memberikan penyuluhan
mengenai pentingnya kebersihan pribadi dan lingkungan.

Pasien dan keluarganya, terutama ibu, kemudian diberi penjelasan dan penyuluhan secara personal
mengenai penyakit tersebut, faktor-faktor risiko yang perlu dihindari, dan tindakan-tindakan yang perlu
dilakukan untuk mencegah kekambuhan, serta bagaimana penggunaan obat yang semestinya.Untuk
selanjutnya, kami meminta keluarga pasien untuk turut meneruskan informasi dan pengetahuan
tersebut, misalnya kepada tetangga atau keluarga lainnya.

MONITORING & EVALUASI

• Keadaan pasien kami evaluasi 5 hari kemudian. Menurut ibu pasien, kondisi anaknya sudah
membaik. Pasien sudah tidak demam dan lemas. Meski begitu, pasien masih beraktivitas di rumah,
sampai betul-betul pulih dan bisa kembali bersekolah.

• Perilaku hidup bersih dan sehat juga sudah mulai dilakukan keluarga tersebut. Meskipun
keadaan rumah yang sumpek dan tidak rapi tidak bisa diubah secara tiba-tiba, namun setidaknya
keluarga tersebut sedikit-sedikit sudah mulai mengerti tentang cuci tangan, tidak jajan sembarangan,
tidak menumpuk piring dan pakaian kotor, dan sebagainya.

 Jenis Kegiatan :  F6 - Upaya Pengobatan Dasar


Dokter Pendamping      :  Rumintang Margareta Aprilani
Judul Lap. Kegiatan      :  PELAKSANAAN POLIKLINIK UMUM DI PUSKESMAS muara kumpeh

PESERTA HADIR
  Masyarakat

Pembangunan kesehatan mempunyai visi “Indonesia sehat“, diantaranya dilaksanakan melalui


pelayanan kesehatan oleh puskesmas dan rumah sakit. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan
di satu atau sebagian wilayah kecamatan.

Puskesmas sebagai upaya pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Salah satu upaya kesehatan wajib dalam puskesmas
berupa upaya pengobatan dasar yang ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan jenis
kelamin dan golongan umur.

Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan
yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan
ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang
memberi manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebutdapat dicapai dengan
melakukan pengobatan yang rasional.
Adapun tujuan pengobatan dasar ini adalah meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan
masyarakat di Indonesia, yaitu terhentinya proses perjalanan penyakit yang diderita oleh seseorang,
berkurangnya penderitaan karena sakit, mencegah dan berkurangnya kecacatan, serta merujuk
penderita ke fasilitas diagnosis dan pelayanan yang lebih canggih bila perlu
PERMASALAHAN

-Derajat kesehatan perorangan dan masyarakat di Puskesmas muara kumpeh

-Pentingnya pengobatan rasional melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis yang holistik.

PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

Pemilihan Intervensi

Oleh karena latar belakang di atas, maka diperlukan suatu upaya anamnesis dan pemeriksaan fisis
secara menyeluruh dan teliti pada setiap pasien yang datang ke poliklinik umum, serta pemeriksaan
penunjang jika diperlukan.
PELAKSANAAN

Telah dilakukan kegiatan poliklinik umum di Puskesmas muara kumpeh selama periode Oktober 2019 -
Februari 2020. Pemeriksaan meliputi anamnesis tentang gejala utama seperti demam, nyeri kepala,
batuk, sesak, mual muntah, nyeri ulu hati, nyeri perut, nafsu makan, berak encer, gatal, serta keluhan
penyerta. Kemudian dilakukan anamnesis tentang riwayat penyakit, faktor risiko, riwayat keluarga, dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Setelah anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis berupa
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Dan jika diperlukan, dilakukan pemeriksaan penunjang
laboratorium.
MONITORING & EVALUASI

· Pada anamnesis, didapatkan keluhan terbanyak pasien yang datang berobat ke poliklinik umum
yaitu nyeri ulu hati, demam, batuk, dan sakit kepala.

· Dari anamnesis tersebut dengan keluhan nyeri ulu hati, paling banyak dengan diagnosis akhir
dyspepsia, keluhan demam, batuk paling banyak dengan diagnosis ISPA, dan keluhan sakit kepala paling
banyak dengan diagnosis hipertensi.

· Pasien yang dirujuk ke rumah sakit sebagian besar adalah pasien yang tidak dapat ditangani di
Puskesmas seperti tumor, katarak, dan trauma.

  Jenis Kegiatan :  F6 - Upaya Pengobatan Dasar

Dokter Pendamping      :  Rumintang Margareta Aprilani

Judul Lap. Kegiatan      :  Hipertensi Grade II


PESERTA HADIR

  Masyarakat

LATAR BELAKANG

Proporsi penyebab kematian karena penyakit kardiovaskuler tahun 1986, 1992,

1995 dan 2001 cenderung meningkat. Faktor risiko penyakit Kardiovaslerantara lain

merokok, obesitas, diet rendah serat tinggi lemak dengan akibat gangguan kadar lemak

dalam darah, dan kurangnya olah raga. Diperoleh data bahwa di Indonesia terdapat 28 %

perokok pada usia 10 tahun ke atas, kurang aktivitas fisik merupakan proporsi terbanyak

yaitu 92% dari penduduk usia 15 tahun ke atas di pulau Jawa dan Bali terutama untuk

kelompok perempuan. Overweight dan obesitas lebih tinggi prevalensinya pada

perempuan dan cenderung meningkat dengan bertambahnya umur.

Sedangkan angka penderita Hipertensi kian hari semakin mengkhawatirkan,

seperti yang dilansir oleh The Lancet tahun 2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa

di dunia menderita Hipertensi. Angka ini terus meningkat tajam, diprediksikan oleh

WHO pada tahun 2025 nanti sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia yang menderita

hipertensi.

Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan

kematian dini, hipertensi berakibat terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit

cerebrovaskuler. Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang,

sering disebut sebagai the killer disease karena penderita tidak mengetahui kalau dirinya

mengidap hipertensi. Penderita datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat

Hipertensi. Hipertensi juga dikenal sebagai heterogeneouse group of disease karena dapat

menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur, sosial dan ekonomi. Kecenderungan

berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi dan globalisasi memunculkan

sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kesakitan hipertensi.


PERMASALAHAN
Permasalahan:

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. BS

Umur : 57 tahun

Alamat : Semanggi 02/04

Pekerjaan : Pensiunan

Tanggal Periksa : 4 November 2014

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 4 November 2014

1. Keluhan Utama

Pusing

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan pusing sejak 2 hari yang lalu. Pusing

dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh leher terasa kencang sehingga

pasien tidak bisa tidur. Pasien merupakan pasien rutin pengobatan hipertensi

sejak 1 tahun yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat hipertensi : (+) sejak 5 tahun yang lalu

b. Riwayat DM : disangkal

c. Riwayat sakit jantung : disangkal

d. Riwayat mondok : disangkal

e. Riwayat asma/alergi : disangkal

4. Riwayat Kebiasaan

a. Riwayat merokok : (+) sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu

b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

III. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 November 2014

1. Keadaan Umum : Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup.

2. Tanda Vital
a. Tensi : 170 / 100 mmHg

b. Nadi : 85 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.

c. Pernapasan : 16 x/menit

d. Suhu : 37,2 °C per axiler

3. Status Gizi

BB = 72 kg TB = 165 cm
PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI

1. DIAGNOSIS : Hipertensi Stage II

2. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana pengendalian hipertensi dilakukan dengan pendekatan:

a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi

kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan

publik, serta dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat

mengenai prilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi.

b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan

aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko menjadi lebih buruk dan

menghindari terjadi rekurensi faktor risiko.

c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang

diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan

berkurang dengan dilakukannya pengembangan manajemen kasus dan

penanganan kegawatdaruratan disemua tingkat pelayanan dengan melibatkan

organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan

dalam pengendalian hipertensi.

d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk

dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi

yang fatal dapat diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi

kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program dan

pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan.


PELAKSANAAN
Terapi Non-farmakologis:

Pengendalian faktor risiko yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya

hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha

sebagai berikut :

a. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan

b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh

c. Ciptakan keadaan rileks dan melakukan olah raga teratur

d. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol

Terapi famakologis:

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka

kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin

menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai

dengan obat tunggal , masa kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat

berikutnya mungkin dapat ditarnbahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi.

Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan

respon penderita terhadap obat anti hipertensi.

Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :

a. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi

b. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan

harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.

c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi.

d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan

seumur hidup.

Terapi farmakologis yang diberikan adalah:

- Terapi Oral:

R/ Amlodipin 10 mg No. XXI

S 1 dd 1 tab

Edukasi yang diberikan kepada pasien:

a. Menjelaskan kepada pasien bahwa hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat
sembuh namun dapat dikontrol dengan modifikasi gaya hidup dan obat

b. Mengontrol faktor risiko, antara lain menurunkan kelebihan berat badan, mengurangi

asupan garam sehari-hari, menciptakan keadaan rileks, melakukan olah raga teratur

c. Meminum obat secara teratur dan kembali kontrol sebelum obat habis

d. Rujukan dilakukan bilamana terapi yang diberikan di pelayanan primer belum dapat

mencapai sasaran pengobatan yang diinginkan atau dijumpai komplikasi penyakit

lainnya akibat penyakit hipertensi.


MONITORING & EVALUASI

Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah keluhan yang

dialami sudah berkurang atau belum. Memeriksa tekanan darah pasien. Ditanyakan

apakah obat masih ada atau tidak. Jika tekanan darah masih belum memenuhi sasaran

setelah beberapa kali pengobatan dan modifikasi gaya hidup yang tepat atau ditemukan

komplikasi dari hipertensi, maka pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis.

Anda mungkin juga menyukai