Anda di halaman 1dari 12

BENTANG : Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

Akreditasi SINTA 4 (Kemenristek-BRIN No. 85/M/KPT/2020) Vol. 8 No. 2. Juli 2020, pp: 87-98 87
Available online http://jurnal.unismabekasi.ac.id/index.php/bentang p-ISSN: 2302-5891 e-ISSN: 2579-3187

Penggunaan CSS-Mortar Busa Sebagai Alternatif


Pemilihan Tipe Konstruksi Jalan Layang
terhadap Biaya Konstruksi

Hinawan Teguh Santoso

Program Studi Konstruksi Jalan dan Jembatan, Politeknik Pekerjaan Umum


Jl. Prof. Sudarto, Kecamatan Tembalang, Semarang, Indonesia

Korespondensi; e-mail: hteguhsantoso@gmail.com

ABSTRAK

Research Article
Pembangunan jalan layang yang sedianya bertujuan untuk mengurai kemacetan pada simpang
sebidang jalan raya/kereta api, justru kadang memperparah kemacetan yang ada pada masa
konstruksinya. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode dan teknologi konstruksi jalan layang yang
dapat meminimalkan kemacetan dan durasi konstruksi yang pendek. CSS-Mortar Busa merupakan
teknologi baru yang diperkenalkan oleh Pusjatan, Balitbang Kementerian PUPR, pada tahun 2016
yang mana telah diaplikasikan pada pembangunan jalan layang Antapani Kota Bandung.
Diperlukan studi mengenai perbandingan biaya konstruksi teknologi ini terhadap teknologi struktur
jalan layang yang lazim digunakan, yaitu PCI-Girder. Pengumpulan data meliputi data perencanaan
dan DED, inventarisasi item dan volume pekerjaan, serta harga satuan pekerjaan. Selanjutnya
dilakukan proses perhitungan biaya konstruksi dari alternatif tipe konstruksi yang diusulkan.
Perhitungan biaya konstruksi dilakukan menggunakan perangkat Analisa Harga Satuan Pekerjaan
(AHSP) yang dikembangkan oleh Ditjen Bina Marga dengan mengacu pada Spesifikasi Umum 2010
Revisi 3. Hasil studi menunjukkan bahwa dengan penggunaan alternatif tipe konstruksi CSS-Mortar
Busa dapat mereduksi biaya konstruksi jalan layang sebesar 44,7% bila dibandingkan dengan tipe
konstruksi PCI-Girder. Dengan demikian, konstruksi CSS-Mortar Busa dapat digunakan sebagai
alternatif pengganti konstruksi jalan layang/jembatan yang lebih efisien.

Kata kunci: CSS-Mortar Busa, PCI-Girder, Jalan Layang, Biaya Konstruksi

ABSTRACT

The elevated road construction which is originally intended to overcome congestion at the intersection
of the highway/train, actually sometimes worsen the congestion that exists during the construction
period. Therefore, a new construction method and technology is needed to minimize the congestion and
provide a short construction period. CSS-Mortar Foam is a new technology introduced by the Research
Center of the Ministry of PUPR (Pusjatan) in 2016 which has been applied to the construction of the
Antapani flyover in Bandung. A study is needed to compare the construction cost of this technology with
the technology of the overpass structure which is commonly used, namely PCI-Girder. Data collection
process in this study are planning and DED data, inventory of work items and volumes, and the unit
price. The next step is the construction-costs calculation process of the proposed alternative-construction
types. The calculation of construction costs was carried out using the Work Unit Price Analysis (AHSP)
which is developed by the Directorate General of Highways based on the third revision of 2010 General
Specifications. The results showed that the alternative CSS-Mortar Foam construction types was able to
reduce the construction costs of flyovers by 44.7% compared to the PCI-Girder construction type. Thus,
CSS-Mortar Foam construction can be used as a more efficient alternative for flyovers/bridges
construction.

Keywords: CSS-Mortar Foam, PCI-Girder, Flyover, Construction Costs

Received: March,18,2020 ; Revised: April,20,2020; Accepted: May,30,2020; Available Online: July,01,2020

Copyright@2020. Universitas Islam 45


88 BENTANG Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

1. PENDAHULUAN
Salah satu faktor pendukung pertumbuhan ekonomi adalah tersedianya infrastruktur yang
memadai, diantaranya adalah sektor transportasi yang secara langsung berperan dalam
menggerakkan roda perekonomian. Proses pembangunan infrastruktur sektor transportasi yang
saat ini sedang gencar dilakukan oleh pemerintah, antara lain: pelabuhan, bandar udara, kereta api
dan jalan, termasuk di dalamnya jembatan. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di
Indonesia saat ini mengalami kemajuan yang signifikan. Hal tersebut sesuai dengan Rencana
Strategis (Renstra) Ditjen Bina Marga tahun 2015 – 2019 (Kementerian PUPR, 2015), yaitu: (a)
preservasi jalan nasional sepanjang 47.017 km, (b) pembangunan jalan baru sepanjang 2.650 km,
(c) peningkatan kapasitas jalan nasional sepanjang 3.073 km, (d) pembangunan jembatan
sepanjang 29.859 m, (e) penggantian jembatan sepanjang 19.951 m, (f) pembangunan jalan tol
sepanjang 1.000 km, (g) dukungan jalan daerah untuk pengembangan kawasan.
Terkait dengan target pemenuhan Renstra tersebut, Ditjen Bina Marga sebagai instansi
pemerintah yang mempunyai tugas penyediaan, monitoring, evaluasi dan pemeliharaan
infrastruktur jalan, perlu melakukan terobosan teknologi konstruksi di bidang jalan dan jembatan
agar lebih efektif dan efisien, tentu saja dengan tidak mengurangi kualitas dan performanya.
Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia banyak ditemui di kota besar. Namun,
salah satu permasalahan yang lazim ditemui di kota-kota besar adalah kemacetan. Masalah
kemacetan ini diakibatkan karena volume lalu lintas yang ada tidak sebanding dengan kapasitas
jalan yang ada. Selain itu, adanya pasar tumpah, parkir liar di badan jalan, persimpangan sebidang,
baik dengan kereta api maupun persimpangan antar jalan, semakin memperparah terjadinya
kemacetan. Beberapa solusi yang telah diberikan pemerintah untuk mengurai kemacetan itu,
antara lain: penyediaan transportasi berbasis angkutan massal, pembangunan jalan layang pada
simpang sebidang, penertiban pasar dan parkir liar, dan sebagainya.
Pembangunan jalan layang yang sedianya bertujuan untuk mengurai kemacetan justru
kadang memperparah kemacetan pada saat konstruksinya. Kendala keterbatasan lahan dan proses
konstruksi jalan layang pada jalan eksisting yang sebelumnya digunakan untuk lalu lintas
memerlukan suatu metode dan teknologi untuk meminimalkan kemacetan dengan waktu
konstruksi yang pendek. Oleh karena itu, pada tahun 2016 diperkenalkan teknologi baru oleh
Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan (Pusjatan), Balitbang Kementerian PUPR, berupa Teknologi
”Corrugated Mortarbusa Pusjatan (CMP)” atau juga dikenal dengan ”Struktur Baja
Bergelombang dan Mortar Busa (CSS-Mortar Busa)”.
Metode konstruksi baja bergelombang sebenarnya telah dikembangkan di luar negeri sejak
tahun 1900-an. Berdasarkan pengalaman lebih dari 1000 proyek konstruksi di Korea Selatan,
aplikasi struktur baja bergelombang ini dapat menghemat biaya konstruksi sekitar 20-40% (Rhee,
2014, pada Aldiamar, et.al, 2015). Di Indonesia, teknologi ini pertama kali dikenalkan pada
pembangunan jalan layang (fly over) Antapani, Kota Bandung, Jawa Barat. Selain FO Antapani,
teknologi CSS-Mortar Busa ini juga telah dilaksanakan pada pembangunan 4 flyover di
Kabupaten Brebes dan Tegal pada tahun 2017, serta pembangunan FO Manahan di Kota
Surakarta pada tahun 2018. Pada pembangunan flyover Dermoleng di Kabupaten Brebes,
penggunaan CSS-Mortar Busa memberikan hasil 60-70% lebih efisien dari segi biaya serta 50%
lebih cepat dalam masa konstruksi dibandingkan konstruksi konvensional (Winurseto, 2018).
Teknologi baja struktur bergelombang dan timbunan ringan-mortar busa (CSS-Mortar
Busa) di Indonesia pertama kali diteliti, dikembangkan dan diaplikasikan oleh Pusat Jalan dan
Jembatan (Pusjatan), Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian PUPR sejak tahun 2015,
termasuk penyusunan standar rujukan dan pedomannya. Saat ini, penggunaan material struktur
baja bergelombang dan mortar busa dapat merujuk pada pedoman dan spesifikasi khusus interim
sebagai berikut: (a) SE Menteri PUPR nomor 41/SE/M/2015 tanggal 18 Mei 2015 tentang
Pedoman Pelaksanaan Timbunan Material Ringan Mortar-Busa untuk Konstruksi Jalan, (b) SE
Menteri PUPR nomor 42/SE/M/2015 tanggal 18 Mei 2015 tentang Pedoman Perencanaan Teknis
Timbunan Material Ringan Mortar-Busa untuk Konstruksi Jalan, (c) SE Menteri PUPR nomor
44/SE/M/2015 tanggal 18 Mei 2015 tentang Pedoman Perancangan Campuran Material Ringan

Hinawan Teguh Santoso


Penggunaan CSS-Mortar Busa … 89

dengan Mortar-Busa untuk Konstruksi Jalan, (d) SE Menteri PUPR nomor 46/SE/M/2015 tanggal
18 Mei 2015 tentang Pedoman Spesifikasi Material Ringan dengan Mortar-Busa Untuk
Konstruksi Jalan, (e) Surat Dirjen Bina Marga nomor JB1001-Db/450 tanggal 26 Mei 2017
tentang Persetujuan dan Penyampaian Spesifikasi Khusus Interim Material Ringan-Mortar Busa
dan Struktur Baja Bergelombang. Berikut ini disampaikan perbedaan antara Struktur Baja
Bergelombang dengan Mortar Busa.

Struktur Baja Bergelombang (CSS)


Merujuk pada Spesifikasi Khusus Interim Struktur Baja Bergelombang (Bina Marga,
2017), yang dimaksud dengan baja struktur bergelombang adalah (a) Pelat baja yang
kekakuannya diperkuat oleh bentuk bergelombang atau korugasi, sehingga modulus plastisnya
dapat meningkat. (b) Sambungan yang digunakan untuk pekerjaan baja struktur bergelombang
ini mengunakan metode tumpang tindih (lapped). (c) Logam struktur harus meliputi: baja struktur
bergelombang, mur dan baut untuk sambungan, dudukan rel baja (base chanel) struktur
bergelombang, urethane sealant yang dipasang pada area baut serta sambungan, dan topi/tutup
karet yang dipasang baut. (d) Mutu baja struktur bergelombang yang digunakan pada
pekerjaan harus seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.
Bina Marga (2017) memberikan persyaratan bahan dan mutu untuk baja struktur
bergelombang sebagai berikut :

a) Baja Bergelombang
Bahan baja struktur bergelombang harus mempunyai sifat mekanis baja dan dibuat lembaran
baja seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Bahan Baku Baja Struktur Bergelombang
Spesifikasi Khusus Interim Skh-1.7.22
Material Lembaran Kuat Tarik Minimum Tegangan Leleh Minimum
Baja (MPa) (MPa)
SS400 400 245
SS490 490 285
SS540 540 400
SS590 590 450
Sumber: Ditjen Bina Marga (2017)

Baja struktur bergelombang mempunyai beberapa ukuran korugasi dan penggunaan


harus sesuai dengan Gambar Rencana atau sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
Penggunaan baja struktur bergelombang bisa sebagai saluran drainase, jembatan, jalan lintas
bawah, jalan lintas atas dan juga terowongan. Profil struktur dan tipe baja struktur bergelombang
yang dapat digunakan ditunjukkan pada Gambar 1.

Keterangan:
d (depth) : kedalaman
p (pitch) : panjang antara dua
puncak lengkungan
r (radius) : jari-jari lengkungan
t (thickness) : ketebalan
Sumber: Ditjen Bina Marga (2017)

Gambar 1. Profil Struktur Baja Bergelombang


Pengaruh bentuk gelombang (korugasi) akan meningkatkan modulus elastisitas bahan
sebesar 10-50 kali (Rhee, 2014, pada Aldiamar, et.al, 2015), sehingga kekakuan plat dalam
menahan beban juga meningkat bila dibandingkan dengan plat baja datar. Sebagai ilustrasi,
perbedaan karakteristik dan kekakuan dalam menerima beban antara plat baja biasa dengan
baja struktur bergelombang dapat dilihat pada Gambar 2.

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187


Vol. 8 No. 2, Juli 2020, 87-98
90 BENTANG Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

b) Lapisan Pelindung
Semua komponen baja struktur bergelombang harus digalvanisasi dengan sistem pencelupan
panas sesuai dengan AASHTO M 111M/m 111-04 Standard Specification for Zinc (Hot-Dip
Galvanized) Coatings on Iron and Steel Products atau ASTM A123M Specification for Zinc
(Hot-Dip Galvanized) Coatings on Iron and Steel Products.

Sumber: Posco & Pyungsan (2016)

Gambar 2. Ilustrasi Struktur Baja Bergelombang


c) Baut dan Mur
Persyaratan baut mengacu pada standar ASTM F568M class 8.8 atau setara, sedangkan
persyaratan mur mengacu pada ASTM A563M class 12 atau setara. Pelapis zinc mengacu pada
standar A153M atau B695 class 55. Minimal diameter baut dan mur adalah M20. Jumlah baut
dan mur yang disediakan lebih banyak 5% dari jumlah total kebutuhan.
d) Baut Angkur dan Mur
Persyaratan baut angkur mengacu pada ASTM F568M class 4.6 atau setara, sedangkan mur
mengacu pada ASTM A563M class 5 atau setara. Pelapis zinc mengacu pada standar A153M
atau B695 class 55. Minimal diameter baut dan mur adalah M20.
e) Dudukan Rel (Base Channel)
Persyaratan bahan dudukan rel mengacu pada SKh-1.7.22.2.1. Lubang baut pada dudukan rel
terletak pada bagian tengah dengan posisi terletak secara vertikal. Spasi jarak antar lubang
baut pada dudukan rel sama dengan atau perkalian terhadap jarak antar puncak tipe CSS yang
digunakan, akan tetapi tidak boleh lebih dari 600mm.
f) Urethane Sealent dan Topi/Tutup Karet
Mempunyai elastisitas dan ketahanan yang baik. Mempunyai adhesi yang kuat jika
diaplikasikan pada bahan metal. Paking dipasang untuk menghindarkan kerusakan galvanis
akibat gesekan pada saat pemasangan/perakitan pada bagian sambungan. Topi/tutup karet
digunakan sebagai pelindung pada bagian mur yang sudah terpasang seperti yang ditunjukan
pada Gambar 3.

Sumber: Ditjen Bina Marga (2017)


Gambar 3. Penempatan Urethane Sealent dan Topi Karet pada Sambungan

Hinawan Teguh Santoso


Penggunaan CSS-Mortar Busa … 91

g) Sertifikat
Semua komponen baja struktur bergelombang yang dipasok harus disertai sertifikat dari pabrik
yang menyatakan bahwa bahan tersebut diproduksi sesuai dengan formula standar dan
memenuhi semua ketentuan dalam pengendalian mutu dari pabrik pembuatnya. Sertifikat
harus menunjukkan semua hasil pengujian sifat-sifat fisik bahan baku. Sertifikat juga harus
menunjukkan keterangan nama pembuat, ketebalan lapisan pelindung (zinc), berat lapisan
pelindung, dan komposisi elemen baja bergelombang.

Mortar Busa
Merujuk Spesifikasi Khusus Interim Material Ringan Mortar Busa (Bina Marga, 2017),
yang dimaksud dengan bahan material ringan mortar-busa adalah bahan adukan (mortar) yang
merupakan campuran dari pasir, semen, air dan busa (foam) yang memiliki sifat memadat sendiri
(self compacted) dan berfungsi sebagai bahan pengganti tanah; memiliki kekuatan tekan bebas
(UCS) dan densitas kering material campuran sesuai Tabel 2.

Tabel 2. Kekuatan Tekan Minimum (umur 14 hari) Material Ringan


Spesifikasi Khusus Interim Skh-1.7.21
Densitas Kering Kekuatan Tekan Minimum
Keterangan
No Maks (gr/cm3) (UCS)
kPa kg/cm2
1 0.8 2000 20 Lapis pondasi
2 0.6 800 8 Lapis pondasi bawah
Sumber: Ditjen Bina Marga (2017)

Tabel 3. Persyaratan Peralatan untuk Material Mortar Busa


Spesifikasi Khusus Interim Skh-1.7.21
No Peralatan Persyaratan
1 Alat pembangkit busa  Terdiri dari alat pembangkit busa dan kompresor
(foam generator)  Kapasitas minimum : alat pembangkit busa adalah 0.2 MPa dan kompresor
adalah 0.6 MPa
2 Alat pencampur dan  Harus diaduk di suatu central mixing plant (stationary mixer) tipe wet mix
penghampar  Dilengkapi alat penimbang, alat pengontrol kelembapan dan kadar air pasir
sesuai spesifikasi SNI 03-4433-1997
 Dapat menggunakan jenis truck mixer, transit mixer atau concrete mixer
dengan poros yang berputar (bukan drum pengaduk yang berputar),
dengan kecepatan putaran maksimum 60 rpm
3 Timbangan  Harus memiliki ketelitian 0.5% sampai dengan 1%
 Percobaan pencampuran (job mix trial), timbangan dengan kapasitas
2kg/10kg dengan ketelitian 0.1gr
 Harus dikalibrasi sesuai ketentuan yang berlaku
4 Gelas ukur cairan busa  Gelas ukur kapasitas 10cc, 20cc, 500cc
5 Alat penakar  Harus sesuai dengan SNI 03-6414-2002
(penimbang & pengukur)  Alat penakar semen
6 Tangki air  Mempunyai kapasitas yang cukup memadai dan laik pakai
7 Peralatan angkut  Dapat menggunakan truck mixer / transit mixer
8 Pompa beton  Dapat menggunakan concrete pump bila tidak bisa dijangkau truck mixer
9 Alat perata  Meratakan permukaan material ringan setelah penghamparan
10 Alat uji tekan  Uji tekan bebas menggunakan alat uji UCS
11 Alat uji kekentalan  Uji kekentalan campuran menggunakan kerucut abram
12 Alat penunjang  Cawan, stopwatch, sendok mortar, pisau, papan plastik/kaca ukuran 40x40
cm/lebih, penggaris, cetakan silinder (mould) dia. 100mm, tinggi 200mm
Sumber: Ditjen Bina Marga (2017)

Mortar busa tersebut harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam Spesifikasi
Interim, yaitu persyaratan bahan dan peralatan. Persyaratan peralatan tersaji pada Tabel 3, dan
persyaratan bahan tersaji pada Tabel 4.

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187


Vol. 8 No. 2, Juli 2020, 87-98
92 BENTANG Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

Tabel 4. Persyaratan Bahan untuk Material Mortar Busa


Spesifikasi Khusus Interim Skh-1.7.21
No Bahan Persyaratan
1 Semen Harus sesuai SNI 15-2049-2004, SNI 15-7064-2004, SNI 15-0302-2004
2 Agregat halus  Harus memenuhi gradasi yang telah ditetapkan dalam spesifikasi interim
(pasir)  Tidak mengandung lumpur, tanah liat dan material gembur lebih dari 4% (SNI 03-
6819-2002)
 Bebas dari arang, benda-benda dari kayu, serta kotoran lain yang tidak dikehendaki
3 Cairan Busa  Harus dapat menghasilkan gelembung dengan nilai berat isi sebesar 0.075 – 0.085
t/m3
4 Air  Harus sesuai dengan spesifikasi SNI 03-6861-2002
Sumber: Ditjen Bina Marga (2017)

3. METODE PENELITIAN
Pada penelitian terkait pemilihan alternatif tipe konstruksi pembangunan jalan layang ini,
digunakan studi kasus pembangunan flyover Antapani di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Adapun tahapan penelitian dimulai dengan kajian pustaka dan pengumpulan data, meliputi: data
perencanaan dan DED, inventarisasi item dan volume pekerjaan, serta harga satuan pekerjaan.
Selanjutnya dilakukan proses perhitungan biaya konstruksi dari alternatif tipe konstruksi yang
diusulkan. Perhitungan biaya konstruksi dilakukan menggunakan perangkat Analisa Harga
Satuan Pekerjaan (AHSP) yang dikembangkan oleh Ditjen Bina Marga dengan mengacu pada
Spesifikasi Umum 2010 Revisi 3. Langkah akhir berupa pembahasan terhadap perbandingan hasil
perhitungan biaya konstruksi dan penarikan kesimpulan serta rekomendasi dari kajian yang
dilakukan. Langkah-langkah penelitian dijelaskan menggunakan bagan alir pada Gambar 4.

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemilihan Alternatif Tipe Konstruksi
Dalam penelitian ini pemilihan alternatif tipe konstruksi jalan layang mengambil referensi
pada pembangunan jalan layang (flyover) Antapani di Kota Bandung pada tahun 2016.
Pembangunan jalan layang Antapani bertujuan untuk mengatasi kemacetan yang setiap hari
terjadi di persimpangan Jalan Terusan Jakarta dan Jalan Ibrahim Adjie. Terlebih lagi, kemacetan
semakin parah terjadi pada jam sibuk pagi dan sore hari, serta akhir pekan dan musim liburan.

Hinawan Teguh Santoso


Penggunaan CSS-Mortar Busa … 93

Pusjatan (2016) mengusulkan alternatif tipe konstruksi pada pembangunan jalan layang
Antapani menggunakan struktur CSS-Mortar Busa, dengan baja corrugated atau bergelombang
yang terdiri dari 3 bentang. Panjang untuk bentang tengah (utama) adalah 22 meter dengan tinggi
ruang bebas vertikal 5,1 meter dan lebar bentang lainnya (u-turn) adalah 9 meter dengan tinggi
ruang bebas vertikal 5,1 meter. Total panjang jalan layang Antapani adalah 320 meter dengan
lebar 9 meter. Data teknis tipe konstruksi alternatif 1 tersaji pada Tabel 5 dan Gambar 5.
Tabel 5. Data Teknis Tipe Konstruksi Alternatif 1
No Jenis Keterangan
1 Tipe Struktur Corrugated atau Armco
2 Panjang Total 320 meter
3 Lebar Jembatan 9 meter
4 Jumlah Lajur 2 Lajur 2 Arah
5 Lebar Lalu Lintas 6.50 meter
6 Lebar Bahu 2 x 0.75 meter
7 Jumlah bentang jembatan 3 bentang,
bentang utama: 1 x 22 meter dan
bentang samping: 2 x 11 meter
8 Tinggi bebas 5.1 meter
9 Oprit Mortar Busa
Sumber: Puslitbang Jalan dan Jembatan (2016)

Sumber: PT. Bukaka Teknik Utama (2016)

Gambar 5. Potongan Melintang Alternatif 1 FO Antapani

Sebagai perbandingan alternatif lain pemilihan konstruksi jalan layang, maka dipilih tipe
konstruksi yang lazim digunakan pada struktur jalan layang, yaitu PCI-Girder dengan panjang
total jalan layang dan lebar yang sama. Data teknis tipe konstruksi alternatif 2 tersaji pada Tabel
6 dan Gambar 6.
Tabel 6. Data Teknis Tipe Konstruksi Alternatif 2
No Jenis Keterangan
1 Tipe Struktur PCI-Girder
2 Panjang Total 320 meter
3 Lebar Jembatan 9 meter
4 Jumlah Lajur 2 Lajur 2 Arah
5 Lebar Lalu Lintas 6.50 meter
6 Lebar Bahu 2 x 0.75 meter
7 Jumlah bentang jembatan 7 bentang,
bentang utama: 1 x 40 meter dan
bentang samping: 6 x 30 meter
8 Tinggi bebas 5.1 meter
9 Oprit Timbunan Pilihan
Sumber: PT. Bukaka Teknik Utama (2016)

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187


Vol. 8 No. 2, Juli 2020, 87-98
94 BENTANG Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

Sumber: PT. Bukaka Teknik Utama (2016)

Gambar 6. Potongan Melintang Alternatif 2 FO Antapani

Asumsi yang digunakan dalam perbandingan item pekerjaan yang digunakan mengacu
pada Spesifikasi Umum 2010 Revisi 3 (Bina Marga, 2014), dimana beberapa divisi pekerjaan
dianggap mempunyai nilai yang sama yaitu: Divisi 1 mencakup umum, Divisi 6 mencakup
perkerasan aspal, Divisi 9 mencakup pekerjaan harian dan Divisi 10 mencakup pemeliharaan
rutin.
Perbandingan item pekerjaan pada tipe konstruksi Alternatif 1 (CSS-Mortar Busa) dan
Alternatif 2 (PCI-Girder) disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan Item Pekerjaan pada CSS-Mortar Busa dan PCI-Girder


CSS-Mortar Ringan PCI-Girder Keterangan
Divisi Pekerjaan Tanah: Divisi Pekerjaan Tanah:
 Tidak ada pekerjaan timbunan  Ada pekerjaan timbunan tanah
tanah untuk oprit jembatan pada abutmen
Divisi Struktur : Divisi Struktur :
 Penggunaan struktur baja  Penggunaan struktur PCI-Girder
bergelombang dan pemasangan, dan pemasangan,
 Menggunakan timbunan ringan  Menggunakan pilar-pilar jembatan,
sebagai Oprit Jembatan,
 Tidak ada abutmen,  Ada abutmen,
 Fondasi,  Fondasi,  Jumlah struktur fondasi yang
dibutuhkan menggunakan
teknologi CSS-Mortar Busa
lebih sedikit
 Tidak ada Expansion Joint,  Ada Expansion Joint,
 Tidak ada perletakan Elastomerik,  Ada perletakan Elastomerik,

 Baja tulangan U-39 ulir,  Baja tulangan U-39 ulir,  Jumlah tulangan ulir yang
 Tidak ada Beton Diafragma,  Ada Beton Diafragma, dibutuhkan menggunakan
 Tidak ada Deck Slab.  Ada struktur Deck Slab. teknologi CSS-Mortar Busa
lebih sedikit
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2018)

Tabel 7 menunjukkan beberapa perbedaan item pekerjaan pada tipe konstruksi Alternatif 1
(CSS-Mortar Busa) dan Alternatif 2 (PCI-Girder) yang tentu saja akan berpengaruh pada biaya
yang dibutuhkan. Selanjutnya item-item pekerjaan tersebut diolah menggunakan software Analisa
Harga Satuan Pekerjaan yang merupakan perangkat tambahan dari Spesifikasi Umum 2010 yang
dikembangkan oleh Ditjen Bina Marga. Berikut ini disajikan perbandingan rekapitulasi biaya
untuk Alternatif 1 (CSS-Mortar Busa) dan Alternatif 2 (PCI-Girder) dalam Tabel 8 dan Tabel 9.

Hinawan Teguh Santoso


Penggunaan CSS-Mortar Busa … 95

Tabel 8. Rekapitulasi Biaya untuk Tipe Konstruksi Alternatif 1 (CSS-Mortar Busa)


No. Jumlah Harga
Uraian
Divisi Pekerjaan (Rupiah)
1 Umum 958.050.000,00
2 Drainase -
3 Pekerjaan Tanah 99.175.402,94
4 Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan -
5 Perkerasan Non Aspal -
6 Perkerasan Aspal 574.978.144,09
7 Struktur 19.493.364.304,97
8 Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor -
9 Pekerjaan Harian 316.018.693,79
10 Pekerjaan Pemeliharaan Rutin 89.592.644,93
(A) Jumlah Harga Pekerjaan (termasuk Biaya Umum dan Keuntungan) 21.531.179.190,71
(B) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) = 10% x (A) 2.153.117.919,07
(C) JUMLAH TOTAL HARGA PEKERJAAN = (A)+(B) 23.684.298.000,00
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2018)

Tabel 9. Rekapitulasi Biaya untuk Tipe Konstruksi Alternatif 2 (PCI-Girder)


No. Jumlah Harga
Uraian
Divisi Pekerjaan (Rupiah)
1 Umum 958.050.000,00
2 Drainase -
3 Pekerjaan Tanah 714.775.402,94
4 Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan -
5 Perkerasan Non Aspal -
6 Perkerasan Aspal 574.978.144,09
7 Struktur 36.299.291.266,04
8 Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor -
9 Pekerjaan Harian 316.018.693,79
10 Pekerjaan Pemeliharaan Rutin 89.592.644,93
(A) Jumlah Harga Pekerjaan (termasuk Biaya Umum dan Keuntungan) 38.952.806.111,79
(B) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) = 10% x (A) 3.895.280.611,18
(C) JUMLAH TOTAL HARGA PEKERJAAN = (A)+(B) 42.848.087.000,00
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2018)

Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 didapatkan perkiraan biaya pekerjaan jalan layang dengan
total panjang 320 meter dan lebar 9 meter, jika menggunakan tipe konstruksi PCI-Girder sebesar
Rp. 42.848.087.000,- sedangkan jika menggunakan tipe konstruksi CSS-Mortar Busa sebesar Rp.
23.684.298.000,-. Bila dihitung biaya per m2 untuk masing-masing tipe konstruksi jalan layang,
maka akan diperoleh besaran biaya seperti tersaji pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Perbandingan Harga Jembatan per m2


No Tipe Konstruksi Harga per m2
1 Alt. 1 (CSS-Mortar Busa) Rp. 8.223.714,-
2 Alt. 2 (PCI-Girder) Rp. 14.877.808,-

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa dengan penggunaan alternatif tipe konstruksi
CSS-Mortar Busa dapat mereduksi biaya konstruksi jalan layang sebesar 44,7% bila
dibandingkan dengan tipe konstruksi PCI-Girder.

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187


Vol. 8 No. 2, Juli 2020, 87-98
96 BENTANG Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

Tantangan Penggunaan CSS-Mortar Busa di lapangan


a) Faktor Cuaca
Faktor cuaca sangat berpengaruh terhadap proses pekerjaan penghamparan mortar busa.
Pelaksanaan penghamparan mortar busa hanya pada saat kondisi cerah dengan suhu udara
serendah mungkin dan dijaga agar selalu di bawah 30C. Bila kondisi cukup ekstrim, dimana
suhu udara di atas 30C dan tingkat penguapan melampaui 1,0 kg/m2/jam, maka akan
mempercepat terjadinya penguapan air pada adukan mortar busa secara berlebihan sehingga
memicu keretakan (Bina Marga, 2014). Bila kondisi hujan atau udara penuh debu atau
tercemar maka penghamparan harus dihentikan. Tambahan air yang masuk pada adukan
mortar busa akan menyebabkan penurunan mutu mortar busa. Selain itu, butiran air hujan yang
langsung mengenai permukaan mortar busa yang belum mencapai umur akan menggerus
material dan menimbulkan keropos.
Solusinya yaitu dengan melindungi material dari paparan sinar matahari, hujan atau
angin secara langsung dengan menggunakan terpal atau plastik tebal pada masa perawatan
(curing) selama minimum 3 hari.
b) Faktor Kehilangan (Loose Factor)
Berdasarkan pengalaman pelaksanaan di lapangan diketahui bahwa faktor kehilangan
(loose factor) dari penggunaan material mortar busa berkisar antara 1,20 sampai dengan 1,30
(Gunawan, 2018). Faktor kehilangan tersebut didasarkan pada selisih antara tiket pengiriman
dari batching plant dan volume mortar busa terhampar di lapangan.
Salah satu penyebab tingginya faktor kehilangan tersebuat adalah lamanya waktu
pengiriman mortar busa dari batching plant ke lokasi penghamparan akibat kemacetan.
Material busa (foam) yang terbentuk dari foam agent yang dicampur air dan diaduk dengan
alat pengaduk (foam generator). Busa ini berfungsi untuk menjebak gelembung gas dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga ketika dicampurkan dengan mortar (air+semen+pasir)
akan terbentuk rongga-rongga udara dan terbentuklah material ringan berupa mortar busa. Bila
waktu antara pencampuran dan penghamparan cukup lama, maka busa (foam) tersebut tidak
lagi efektif menjebak udara. Sehingga material yang dihasilkan menjadi lebih padat dan
dibutuhkan volume yang lebih banyak untuk luasan area penghamparan yang sama.
Solusi untuk meminimalisir faktor kehilangan tersebut yaitu dengan membuat lokasi
batching plant sedekat mungkin dengan lokasi penghamparan. Selain itu, bila lokasi tidak
memungkinkan dapat juga dilakukan dengan pembuatan mortar biasa terlebih dahulu (tanpa
dicampur foam agent) di lokasi batching plant, kemudian diangkut menggunakan truk mixer
ke lokasi penghamparan. Pencampuran foam agent ke dalam adukan mortar dilakukan sesaat
sebelum dihampar sesuai dengan komposisi pada JMF (job mix formula).
c) Faktor Efisiensi Waktu
Metode penghamparan material mortar busa menggunakan metode papan catur dengan
ketebalan bertahap sampai ketebalan rencana tercapai (tebal setiap penghamparan mortar busa
adalah 20-30 cm). Penghamparan mortar busa di atas lapisan sebelumnya dilakukan setelah
masa perawatan (curing) minimal 3 hari atau telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Gambar 7. Metode Penghamparan Metode Papan Catur


Metode penghamparan yang berlapis-lapis setiap 20-30 cm dan sistem papan catur
tersebut yang harus dimasukkan dalam perhitungan waktu pelaksanaan pekerjaan mortar busa

Hinawan Teguh Santoso


Penggunaan CSS-Mortar Busa … 97

di lapangan. Keterbatasan lahan serta ketidakcermatan dalam manajemen pelaksanaan


penghamparan akan berakibat pada mundurnya waktu pelaksanaan pekerjaan. Metode
penghamparan mortar busa ini sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan timbunan
dilakukan dengan material konvensional. Timbunan konvensional dilakukan penghamparan
dan pemadatan secara berlapis setiap 30 cm, akan tetapi tidak menggunakan sistem papan catur
dan waktu curing seperti dalam penghamparan mortar busa.
d) Faktor Peralatan
Pekerjaan mortar busa, baik pada saat tahapan persiapan material, pencampuran,
pengangkutan dan penghamparan tentu akan melibatkan berbagai peralatan utama dan
peralatan penunjang. Peralatan utama yang dipersyaratkan pada unit pencampur mortar busa
antara lain : alat pembangkit busa (foam generator), alat pencampur (berupa central mixing
plant type wet ataupun concrete mixer), timbangan/alat penakar, tangki air, peralatan angkut
(truck mixer), pompa, peralatan perata dan peralatan pembuat tekstur. Peralatan penunjang
yang digunakan antara lain : ember, stopwatch, sendok mortar, pisau, ringflow (dia 80 mm,
tinggi 80 mm), papan plastik/kaca, penggaris, cetakan silinder (dia 100 mm, tinggi 200 mm)
dan pocket penetrometer.
Beberapa solusi atas kendala terkait dengan peralatan yang digunakan antara lain:
1) Untuk pekerjaan dengan volume besar dan waktu yang terbatas, serta lokasi pekerjaan yang
tidak memungkinkan, maka diperlukan stockyard material dan batching plant di luar area
pekerjaan. Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan peralatan angkut, jarak serta waktu
tempuh dari batching plant ke lokasi penghamparan.
2) Dalam hal mortar busa sudah mencapai ketinggian ± 2 meter dan lokasi yang tidak
terjangkau, maka harus digunakan alat bantu pengecoran, seperti concrete pump. Tidak
semua tipe alat concrete pump dapat digunakan untuk memompa mortar busa secara
maksimal sehingga diperlukan trial alat mana yang efektif. Sifat dari mortar busa yang
lengket dan berpori membuat kerja concrete pump tidak maksimal karena material tersebut
menempel pada dinding pipa. Sisa kerak mortar busa pada lubang pipa juga susah untuk
dibersihkan (dibutuhkan waktu untuk pembersihan pipa concrete pump sekitar ± 4 jam).
3) Peralatan compressor untuk foam generator (pembangkit busa/foam) cenderung cepat
rusak sehingga perlu pemeliharaan dan perbaikan secara berkala.
e) Dampak Lingkungan
Material utama penyusun mortar busa adalah semen, pasir, air dan foam agent. Pada
saat proses pencampuran adukan material tersebut dapat berpotensi menimbulkan pencemaran
udara, terutama debu dari bahan semen dan pasir di lokasi pencampuran (batching plant).
Selain itu, potensi pencemaran lingkungan juga diakibatkan oleh material sisa-sisa mortar
ringan yang tumpah di lokasi pencampuran, jalan akses, dan lokasi pekerjaan. Solusinya
adalah penerapan sistem manajemen keselamatan kerja dan lingkungan (SMK3L) secara ketat.

4. KESIMPULAN
Kesimpulan
Penggunaan Struktur Baja Bergelombang yang dikombinasikan dengan Mortar Busa (CSS-
Mortar Busa) dapat digunakan sebagai alternatif pengganti konstruksi jalan layang/jembatan yang
lebih efisien. Namun, tentu saja harus dipertimbangkan pemenuhan dari kriteria desain dan aspek-
aspek teknis lainnya. Penggunaan CSS-Mortar busa sebagai alternatif konstruksi jalan layang (fly
over) Antapani dapat mereduksi biaya konstruksi sebesar 44,7% bila dibandingkan dengan tipe
konstruksi PCI-Girder.
Keberhasilan penggunaan material mortar busa di lapangan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: faktor cuaca, faktor kehilangan, faktor efisiensi waktu, faktor
peralatan, serta dampak lingkungan. Faktor kehilangan (loose factor) material mortar busa cukup
tinggi, yaitu 1,20 – 1,30. Salah satu penyebabnya adalah jarak dan lamanya waktu pengangkutan,
sehingga foam agent tidak lagi bekerja secara efektif di dalam campuran mortar busa.

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187


Vol. 8 No. 2, Juli 2020, 87-98
98 BENTANG Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

Rekomendasi
a) Perlu dilakukan evaluasi dan kajian lebih lanjut terkait kekuatan dan durabilitas material
mortar busa terhadap beban yang bekerja, serta solusi perbaikan bila timbunan mortar busa
mengalami kerusakan, baik akibat beban lalu lintas, fatigue akibat repetisi beban lalu lintas,
penurunan tanah dasar (subgrade), maupun pengaruh lingkungan/cuaca.
b) Perlu evaluasi dan kajian lebih lanjut mengenai efisiensi biaya konstruksi dikaitkan dengan
faktor kehilangan (loose factor) material mortar busa, baik akibat metode kerja maupun jarak
& waktu pengangkutan dari batching plant ke lokasi pekerjaan.
c) Perlu adanya inovasi terkait metode pelaksanaan di lapangan dan alat bantu yang tepat,
sehingga target pemenuhan tepat mutu, waktu dan biaya dapat dicapai.

REFERENSI
Aldiamar, F., et.al. (2015). Kajian Perencanaan Struktur Baja Bergelombang Untuk Lintas Atas
dan Penanganan Longsoran Lereng Jalan. Bandung: Puslitbang Jalan dan Jembatan.
Aldiamar, F., Putra, H., dan Ariestianty, S.K. (2016). Teknologi Corrugated-Mortar Busa Pusjatan
(CMP). Bandung: Puslitbang Jalan dan Jembatan.
Bina Marga. (2014). Spesifikasi Umum 2010 Revisi 3. Ditjen Bina Marga, Jakarta.
Bina Marga. (2017). Spesifikasi Khusus Interim Seksi 7.21 Material Ringan-Mortar Busa dan
Seksi 7.22 Struktur Baja Bergelombang. Ditjen Bina Marga, Jakarta.
Bina Marga. (2017). Spesifikasi Khusus Interim Seksi 7.22 Struktur Baja Bergelombang. Ditjen
Bina Marga, Jakarta.
Gunawan, H.A. (2018). Presentasi Teknologi CMP - Keunggulan dan Tantangan yang Dihadapi
di Lapangan. Jakarta.
Kementerian PUPR. (2015). Rencana Strategis Kementerian PUPR Tahun 2015-2019. Jakarta.
PT. Bukaka Teknik Utama. (2016). Pembangunan Jembatan Layang Antapani, Jakarta.
Winurseto, W. S. (2018). Penerapan Teknologi Corrugated-Mortar Busa Pusjatan (CMP) Pada
Fly Over Dermoleng. Kurvatek. 03(2): 67-74.

Hinawan Teguh Santoso

Anda mungkin juga menyukai