Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Torsio testis merupakan keadaan gawat darurat berupa rotasi atau terputarnya
korda spermatika beserta isinya yang mengakibatkan penyumbatan aliran darah
testis.. Torsio testis merupakan kondisi penyebab akut skrotum yang paling
sering. Insiden torsio testis adalah 1 dari 4000 laki-laki sebelum usia 25 tahun.
Torsio testis dapat terjadi pada usia berapapun, paling sering pada usia 12-16
tahun; sisi sebelah kiri lebih sering. Median usia pasien torsio testis adalah 15
tahun.
Penyebab torsio testis belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya torsio testis yaitu, kriptorkismus, hidrokel, gubernaculum
yang tidak terbentuk, spasme m. cremaster, posisi transversal (condong ke
anterior) dari testis terhadap skrotum, mesorchim yang panjang dan sempit, dan
kecenderungan mesorchim melekat pada salah satu kutub testis
Diagnosis torsio testis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat.
Sekitar 2/3 pasien yang dicurigai menderita torsio testis dengan dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Pencitraan harus dilakukan hanya dalam kasus yang samar-samar dimana
kecurigaan untuk torsi testis rendah. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk
membedakan torsio testis dengan keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan
menggunakan stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, skintigrafi testis, dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang kesemuanya bertujuan untuk menilai
aliran darah ke testis.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Torsio testis merupakan keadaan gawat darurat berupa rotasi atau terputarnya
korda spermatika beserta isinya yang mengakibatkan penyumbatan aliran darah
testis. Sebagian besar kasus akut skrotum pada anak-anak adalah torsio testis, oleh
sebab itu seorang anak laki-laki dengan nyeri skrotum akut harus diasumsikan
torsio korda spermatika sampai terbukti tidak.1

2.2. Epidemiologi
Kejadian torsio testis adalah 3,8 per 100.000 laki-laki yang lebih muda dari
18 tahun. Sekitar 10% sampai 15% dari penyakit akut skrotum pada anak-anak,
dan 42% anak laki-laki menjalani operasi torsio testis. Insiden torsio testis adalah
1 dari 4000 laki-laki sebelum usia 25 tahun.3 Torsio testis dapat terjadi pada usia
berapapun, paling sering pada usia 12-16 tahun; sisi sebelah kiri lebih sering.
Median usia pasien torsio testis adalah 15 tahun.

2.3. Etiologi
Banyak kelainan anatomi bawaan dari testis dan adneksa telah dianggap
sebagai faktor yang bertanggung jawab atas penyebab torsi. Itu termasuk
hypermobile testis, koneksi longgar dan abnormal antara testis dan adnexae, dan
polyorchidopathia. Biasanya, testis ditangguhkan dalam posisi vertikal, tetapi
testis terletak di sepanjang bidang horizontal menyebabkan meningkatnya insiden
torsio, terutama torsio intermiten subklinis.
Testis cryptorchid telah lama dikenal menyebabkan torsi dan ditunjukkan
dalam studi eksperimental dan laporan kasus. Tumor testis dan torsio spermatokel
merupakan predisposisi yang menguntungkan torsi. Penempelan korda spermatika

2
anomali, bifurkasi, dan korda pendek telah dihipotesiskan mempengaruhi
kecenderungan torsio. Beberapa kelainan tunika vaginalis seperti tunika vaginalis
yang luas, “deformitas bel genta” (mesenterium testis yang rusak), dan investasi
yang tinggi dari tunika dianggap berkontribusi terhadap testis.
Faktor lain yang dihipotesiskan untuk meningkatkan risiko torsi adalah
skrotum tebal, globus minor memanjang (tubuh epididimis), trombosis pleksus
vena pampiniformis, mobilitas berlebihan vas deferens, hiperaktif refleks
cremasteric, gubernaculum testis salah terbentuk, hamartoma vaskular, dan
pembedahan skrotum sebelumnya dan orkidopeksi. Selain faktor-faktor
predisposisi ini, aktivitas otot dalam bentuk renang, skating, aktivitas seksual,
tiba-tiba melenturkan paha, dan angkat berat, telah dilaporkan menimbulkan torsi
pada orang dewasa muda. Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa
sindrom saluran Mullerian yang persisten dapat berkontribusi pada perkembangan
torsio. Laporan menunjukkan bahwa torsi lebih mungkin terjadi di daerah
beriklim dingin terutama di tempat dengan suhu di bawah 15ºC dan lebih kecil
kemungkinannya terjadi pada kondisi panas dan musim panas.

2.4. Patogenesis
Testis awalnya berkembang retroperitoneally, berdekatan dengan ginjal. Pada
sekitar bulan ketiga kehidupan intrauterine, testis gubernaculum berkembang dan
memanjang dari tuberkulum genital ke kutub inferior testis melalui kanalis
inguinalis. peritoneum kemudian mengelilingi testis membentuk mesenterium,
mesorchium. Bagian gubernaculum yang inferior dan utama menempel pada
kantong kulit skrotum, dan bagian minor yang superior menghilang
Torsi intratunicalis atau intravaginalis merupakan torsi yang terjadi paling
umum, terjadi karena terdapat lilitan abnormal dari spermatic cord karena testis
berotasi di dalam tunica vaginalis. Mesorchium yang panjang dan sempit
menyebabkan testis terletak horizontal dan bukan vertikal seperti testis yang
normal. Lama-kelamaan, mesorchium yang pendek melekat pada keseluruhan
panjang epididimis dan membebaskan pergerakan testis di dalam tunica vaginalis
tapi mencegah torsi menyeluruh (complete torsion). Testis yang tergantung
berhubungan dengan spermatic cord yang tinggi yang terletak horizontal sehingga

3
testis dapat berputar karena pergerakan atau kontraksi cremasteric. Variasi langka
torsi intratunicalis adalah torsi dengan adanya pemisah antara testis dan
epididimis, menyebabkan terjadinya torsi diantara struktur-struktur ini. Hal ini
umum terjadi pada testis yang tidak tergantung / turun.2
Torsi ekstratunicalis atau ekstravaginalis merupakan torsi yang terjadi
lebih jarang dan terbatas pada periode prenatal. Selama turunnya gubernaculums
dan testis ke dalam scrotum, terdapat bidang areola yang bebas di sekitar stuktur-
struktur bergerak. Inilah yang menyebabkan seluruh testis dan spermatic cord
berputar. Pergerakan dari testis ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
torsi tipe extravaginal. Penggabungan yang inadekuat testis ke dinding skrotum
biasanya dapat didiagnosa pada hari ke 7-10 kelahiran.2,3
Setelah periode newborn, torsi testis hampir selalu berhubungan dengan
bell-clap per deformity. Terjadi perlekatan yang kurang kuat dari tunika vaginalis
dengan otot dan fascia yang membungkus funikulus spermatikus. Akibatnya,
testis menjadi lebih leluasa untuk berotasi di dalam tunika vaginalis, sehingga
disebut juga torsi tipe intravaginal. Insidensi torsi testis yang tinggi pada masa
pubertas mengacu pada pembesaran yang tiba-tiba dari testis berhubungan dengan
peningkatan kadar hormon testosteron yang merupakan faktor predisposisi.2
Mesenterium abnormal diantara testis dan suplai darahnya dapat
menyebabkan torsi jika testis lebih lebar daripada mesenterium tersebut.
Kontraksi otot-otot yang berhubungan dengan sperma memendekkan spermatic
cord dan mungkin menginisiasi torsi testis.2,3
Torsi terjadi saat testis berotasi diantara 90 dan 180 derajat,
membahayakan aliran darah menuju testis dan yang berasal dari testis. Torsi
lengkap biasanya terjadi ketika testis berputar 360 derajat atau lebih; torsi
sebagian terjadi dengan derajat rotasi yang lebih kecil. Derajat rotasi dapat
mencapai 720 derajat. Torsi testis tidak selalu menyebabkan nekrosis jika jumlah
putaran sedikit atau testis tidak berputar kembali ke arah yang berlainan secara
spontan. Pada remaja, nekrosis terjadi 24 jam setelah gejala timbul tapi dapat
terjadi juga sesedikit 2 jam.2,3
Berputarnya testis menyebabkan aliran vena terhambat dan vena menjadi
kendur juga dengan terjadinya iskemi arteri dan infark testis. Derajat torsi yang

4
dapat diterima testis mungkin berperan pada kelangsungan hidup testis. Selain
banyaknya derajat torsi, durasi torsi juga mempengaruhi tingkat terjadinya torsi
dan atrofi testis. Pada durasi torsi yang kurang dari 6-8 jam, masih ada
kemungkinan tidak terjadinya torsi testis. Jika durasi torsi terjadi dalam atau
melebihi 24 jam, pada kebanyakan pasien berkembang nekrosis testis.3

2.5. Diagnosis
2.5.1. Anamnesa
Gejala patognomonik torsio testis adalah nyeri testis unilateral hebat yang
mendadak disertai mual dan muntah. Mual muntah disebabkan refleks stimulasi
celiac ganglion, merupakan gejala penting penanda efek sistemik iskemik dalam
tubuh. Pasien mungkin juga memiliki gejala nonspesifik seperti demam atau
masalah kencing. Meskipun tidak ada faktor pencetus yang jelas, banyak pasien
menggambarkan sejarah trauma atau aktivitas fisik yang berat.
Keluhan nyeri mendadak dan hebat, baik saat istirahat, setelah aktivitas,
maupun setelah trauma. Pada anak, seringkali terlambat mencari pengobatan
karena beberapa faktor seperti; anak yang sulit mengeluh, orang tua yang tidak
waspada dan meremehkan gejala. Keluhan serupa dengan episode yang
intermitten merupakan tanda torsio testis intermitten.
2.5.2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit skrotum ipsilateral dapat indurated,
eritematosa, dan hangat, meskipun perubahan pada kulit di atasnya mencerminkan
tingkat peradangan dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Selain itu juga
ditemukan nyeri tekan, posisi testis yang abnormal, serta hilangnya refleks
kremaster. Posisi abnormal dari testis terjadi karena korda spermatika memendek
atau bengkok dan tidak rata; puntiran akan menarik testis menjadi lebih tinggi.
Pemeriksaan refleks kremaster dilakukan dengan menggores atau mencubit
paha bagian dalam dan akan ditemukan testis bergerak naik. Hasil positif
menandakan aliran darah testis yang baik. Jika ada torsio atau puntiran maka akan
negatif. Perbandingan sisi yang terkena dan tidak dapat membantu
menggambarkan temuan klinis yang abnormal, meskipun edema skrotum dan
ketidaknyamanan pasien dapat membatasi pemeriksaan fisik. Selain itu,
pemeriksaan tanda phren penting untuk membedakan antara torsio testis dan

5
orkitis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengangkat testis, jika nyeri tidak
hilang menandakan keadaan torsio.
Posisi torsio dapat diraba pada pemeriksaan fisik. Simpul korda dapat
terpalpasi dengan mengidentifikasi bagian atas testis dan kepala epididimis.

Gambar 1. Pembesaran skrotum kiri yang nyeri dan keras


2.5.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah Colour Doppler
Ultrasonografi (CDU) dan Radionuclide Scrotal Imaging (RNSI) untuk menilai
perfusi testis dan apakah testis masih viabel. CDU menunjukkan
“spiraling”(whirlpool) atau puntiran pembuluh pada topografi korda spermatika.
CDU torsio testis ditandai dengan pembesaran sferis, dan hipoekogenik testis
yang menandakan adanya gangguan aliran darah arteri dan vena testikular yang
ditandai dengan berkurang atau hilangnya warna Doppler. Adanya aliran tidak
dapat menyingkirkan torsio testis; durasi torsi, jumlah torsi pada korda spermatika
dan kekuatan belitan akan mempengaruhi pemeriksaan CDU. Kekurangan
pemeriksaan ini selain tergantung operator, adanya aliran darah perifer pada torsio
awal dan torsio-detorsio sering membingungkan. Gambaran torsio testis pada
USG yang sering ditemukan salah satunya adalah “whirlpool sign” yakni
perubahan arah dan terpuntirnya spermatic cord secara tiba-tiba di skrotum.
Sonografi skala abu-abu adalah alat yang sensitif untuk diagnosis patologi
intraskotal fokal dan juga dapat digunakan untuk membedakan penyakit testis dari

6
penyakit usus buntu. Sensitivitas rendah dan angka negatif palsu yang tinggi
membatasi penggunaan ultrasound skala abu-abu untuk diagnosis torsi testis.
Scrotoscopy di bawah anestesi lokal telah dilakukan pada tikus untuk
memvisualisasikan adanya torsi testis dengan pemeriksaan visual langsung. Dari
laporan awal, scrotoscopy tampak sederhana, akurat, cepat, dan invasif minimal.
CDU merupakan modalitas pencitraan terbaik untuk mengevaluasi awal
kelainan pada skrotum atau testis, termasuk torsio testis tetapi ternyata banyak
positif palsu dari CDU terutama pada torsio testis inkomplit sehingga dibutuhkan
modalitas lainnya seperti MRI.
Sebuah studi retrospektif di bagian urologi dan radiologi Universitas British
Columbia, Kanada melakukan pemeriksaan MRI pada 39 pasien torsio testis
mendapatkan bahwa MRI meniliki sensitivitas 100%, spesifisitas 93% dan nilai
prediksi negatif 96%. Tetapi penelitian ini hanya dilakukan pada torsio inkomplit.

Gambar 2. A, USG skrotum menggambarkan posisi testis kiri yang tranverse


abnormal dengan hidrokel reaktif minimal. B, USG Doppler menunjukkan
sedikitnya aliran darah ke testis kiri

7
.Gambar 3. “Whirlpool sign” dari spermatic cord yang terpuntir. (a) USG
transversal (tidak berwarna) menunjukkan pusaran pada spermatic cord yang terpuntir.
(b) USG Doppler menunjukkan berkurangnya aliran darah pada testis yang sama. (c)
USG longitudinal gambaran “whirlpool sign”. (d) USG Doppler transversal menunjukkan
penurunan aliran darah pada testis

Gambar 4. (a) Potongan aksial T2 dan (b) Gambaran T1-weighted MR yang


menunjukkan sinyal T2 tinggi yang homogen dan T1 intermediate yang homogen
pada kedua testis (yang ditunjuk panah). (c) Gambaran potongan aksial T1-weighted
MRI setelah pemberian gadolinium intravena yang menunjukkan penurunan
enhancement testis kiri (yang ditunjuk panah) dibandingkan dengan kanan. (d)

8
Gambaran potongan koronal T1-weighted MRI yang menunjukkan torsio spermatic
cord kiri (yang ditunjuk panah)

2.6. Tatalaksana
Pemulihan segera aliran darah ke testis iskemik sangat penting dalam kasus
torsi testis. Kombinasi pemberian kompres es pada skrotum dan blok tali pusat
memudahkan diagnosis fisik dan pengurangan nyeri sementara yang disebabkan
oleh torsi. Hipotermia lokal yang disebabkan oleh aplikasi kompres es mungkin
menunda cedera iskemik.
Detorsi Manual Detorsi secara manual dilakukan dengan sedasi intravena atau
anestesi korda spermatika. Detorsi dapat dilakukan dengan rotasi dari arah kadual
ke kranial dilanjutkan medial ke lateral, putaran sebesar 180 derajat atau sebanyak
3 putaran dilaporkan cukup. Detorsi dilanjutkan jika rasa nyeri tidak meningkat
dan tanpa tahanan. Keberhasilan detorsi ditandai dengan hilangnya keluhan nyeri.
Sekalipun detorsi manual berhasil, tetap dibutuhkan tindakan operatif yaitu
orkidopeksi segera, dan pemeriksaan biopsi.
Eksplorasi Surgikal. Tindakan operasi segera dibutuhkan dalam semua
kasus akut skrotum jika diagnosis sudah ditegakkan dengan DUS atau diagnosis
belum jelas, karena viabilitas testis sangat bergantung durasi torsio. Detorsi dalam
4-8 jam umumnya merupakan interval yang paling optimal untuk menyelamatkan
testis. Operasi setelah interval waktu tersebut kemungkinan besar adalah
orkiektomi dengan komplikasi penurunan fertilitas dan fungsi hormonal.
Pasien yang datang 24 jam setelah onset, tidak memerlukan operasi segera
melainkan operasi elektif. Eksplorasi surgikal tetap dilakukan dalam semua kasus
torsio testis. Pada eksplorasi, dilakukan derotasi surgikal korda spermatika dan
testis, beserta penilaian viabilitas testis setelah detorsi. Orkidektomi jika testis
nekrosis dan non viabel. Orkidektomi dilakukan dengan orkidopeksi testis
kontralateral. Jika testis viabel setelah detorsi, maka dilakukan orkidopeksi
bilateral. Orkidopeksi menjahit tunika albuginea ke otot dartos dengan benang
tidak diserap.8 Selain itu insisi tunika albuginea juga dilakukan untuk mencegah

9
terjadinya sindrom kompartemen testis paska operasi. Pada eksplorasi surgikal,
1/3 kasus torsio testis ditemukan sudah mati dan dilakukan orkiektom
Pada testis yang diselamatkan, kerusakan testis tetap ditemukan disertai
penurunan ukuran testis. Pemeriksaan antibodi antrisperma dan inhibin B dapat
digunakan sebagai marker fungsi testis setelah operasi.8 Setelah eksplorasi atau
detorsi, testis ditutup dengan kasa hangat selama 10-15 menit dan menilai tanda-
tanda reperfusi testis.

Gambar 3. Testis Torsi dengan puntiran korda sperma divisualisasikan

2.7. Prognosis
Infertilitas merupakan konsekuensi jangka panjang yang harus diperhatikan.
Gangguan spermatogenesis akibat torsio testis akan mengurangi kualitas sperma.
Makin cepat diagnosis ditegakkan, <6 jam, prognosis dapat diselamatkannya
testis akan lebih baik. Penyebab orkidektomi terbanyak adalah terlambatnya
diagnosis. Angka orkidektomi adalah 9% pada <6 jam setelah onset dan 56% pada
>6 jam. Iskemi testis akan berujung pada atrofi testis. Setelah torsio, 36-39% laki-
laki akan memiliki konsentrasi sperma di bawah 20 juta/mL. Pada torsio
unilateral, testis kontralateral juga dapat terganggu karena cedera reperfusi-
iskemik setelah torsi-detorsi testis atau proses autoimun setelah ruptur barier
hematotestikular yang berujung pada formasi antibodi anti-sperma yang menjadi
penyebab atrofi dan infertilitas. Penurunan aliran darah terjadi juga pada testis
kontralateral. Preservasi testis dikatakan berbahaya bagi testis kontralateral.
Antibodi antisperma akan berkembang setelah torsio.

10
Pada kelompok usia perinatal, testis tidak dapat lagi diselamatkan, sedangkan
pada kelompok usia postnatal eksplorasi surgikal segera sangat diperlukan. Torsio
rekuren dapat terjadi beberapa tahun setelah orkiektomi dan orkidopeksi.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Torsio testis merupakan kasus gawat darurat pada anak dan remaja berupa
rotasi atau terputarnya korda spermatika beserta isinya yang mengakibatkan
penyumbatan aliran darah testis. Etiologinya belum pasti, namun terdapat
faktor predisposisi yang dicurigai dapat menimbulkan torsio testis. Diagnosis
yang cepat dan tepat diperlukan karena kecepatan intervensi sangat
mempengaruhi keselamatan testis. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ultrasonografi
Doppler menjadi pilihan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis torsio testis.
Satusatunya tatalaksana adalah detorsi. Detorsi terbagi menjadi manual dan
surgikal. Detorsi yang paling ideal adalah detorsi surgikal.

12
Daftar Pustaka

1. Kusumajaya, C.diagnosis dan Tatalaksan Torsio Testis dalam Cermin Dunia


Kedokteran. Jakarta.2018
2. Bandarkar AN, Blask AR. Testicular torsion with preserved flow: key
sonographic features and value-added approach to diagnosis. Pediatric
radiology. 2018 Feb 21:1-0.
3. Gotto GT, Chang SD, Nigro MK. MRI in the diagnosis of incomplete
testicular torsion. The British journal of radiology. 2010 May;83(989):e105-7
4. Sharp, V.J., Kieran K,.Arlen, A.M.Testicular Torsion: Diagnosis, Evaluation,
and Management dalam American Academy of Family Physicians.2013
5. Pentyala,S., Lee J,. Yalamanchi, P. Vitkun,S,.Khan A,.Testicular Torsion: A
Review dalam journal of Lower Genital Track Disease.2001.p38-47

13

Anda mungkin juga menyukai