Anda di halaman 1dari 11

Manfaat penting tidak mungkinnya paru

dikosongkan secara total adalah bahwa bahkan


selama upaya ekspirasi maksimal, pertukaran gas
masih dapat terus berlangsung antara darah yang
mengalir melalui paru dan udara alveolus yang
tersisa. Akibatnya, kandungan gas darah yang
meninggalkan paru untuk disalurkan ke jaringan
tetap konstan di sepanjang siklus pernapasan.
Sebaliknya, jika paru terisi dan dikosongkan
secara total setiap kali bernapas, jumlah O2 yang
diserap dan CO2 yang dikeluarkan akan sangat
berfluktuasi. Keuntungan lain bahwa paru tidak
dapat dikosongkan secara total setiap kali
bernapas adalah berkurangnya kerja bernapas.
Ingat embali bahwa upaya untuk
mengembangkan alveolus yang sudah setengah
terbuka jauh lebih kecil daripada alveolus yang
kolaps.

Volume dan Kapasitas Paru

 Volume tidal (VT): Volume udara yang masuk


atau keluar paru selama satu kali bernapas.
Nilai rerata pada kondisi istirahat = 500 mL.
 Volume cadangan inspirasi (VCI): Volume
udara tambahan yang dapat secara maksimal
dihirup di atas volume tidal istirahat. VCI
dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma, otot
interkostalis eksternal, dan otot inspirasi
tambahan. Nilai rerata = 3000 mL.
 Kapasitas inspirasi (KI): Volume udara istirahat. lebih menguntungkan untuk meningkatkan
maksimal yang dapat dihirup pada akhir volume tidal daripada kecepatan bernapas karena
ekspirasi tenang normal (KI = VCI + VT). Nilai adanya ruang mati anatomik,
rerata = 3500 mL.
 Volume cadangan ekspirasi (VCE): Volume Ruang Mati Anatomik
udara tambahan yang dapat secara aktif
dikeluarkan dengan mengontraksikan secara
maksimal otot-otot ekspirasi melebihi udara
yang secara normal dihembuskan secara pasif
pada akhir volume tidal istirahat. Nilai rerata =
1000 mL.
 Volume residu (VR): Volume udara minimal
yang ter-tinggal di paru bahkan setelah
ekspirasi maksimal. Nilai rerata = 1200 mL.
 Kapasitas residu fungsional (KRF): Volume
udara di paru pada akhirnya ekspirasi pasif
normal (KRF = VCE + VR). Nilai rerata = 2200
mL. Kapasitas vital (KV): Volume udara
maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu Tidak semua udara yang dihirup hingga ke tempat
kali bernapas setelah inspirasi maksimal. pertukaran gas di alveolus. Volume saluran napas
Subjek pertama-tama melakukan inspirasi penghantar pada orang dewasa rerata adalah 150
maksimal lalu ekspirasi maksimal (KV = VCI + mL. Volume ini dianggap sebagai ruang maati
VT + VCE). KV mencerminkan perubahan anatomik karena udara di dalam saluran
volume maksimal yang dapat terjadi pada paru. penghantar ini tidak berguna untuk pertukaran.
Nilai rerata = 4500 mL. Ruang mati anatomik sangat memengaruhi efisiensi
 Kapasitas paru total (KPT): Volume udara ventilasi paru. Pada efeknya, meskipun 500 mL
maksimal yang dapat dtampung oleh paru udara masuk dan keluar setiap kali bernapas,
(KPT = KV + VR). Nilai rerata = 5700 mL. hanya 350 mL yang benar-benar dipertukarkan
Volume ekspirasi paksa dalam satu detik antara atmosfer dan alveolus karena 150 mL
(VEP1): Volume udara yang dapat menempati ruang mati anatomik.
dihembuskan selama detik pertama ekspirasi
dalam suatu penentuan KV. Biasanya VEP1 Ventilasi Alveolus
berkisar 80% dari KV; yaitu, dalam keadaan
normal 80% udara yang dapat dihembuskan ventilasi alveolus—volume udara yang
secara paksa dari paru yang telah dipertukarkan antara atmosfer dan alveolus per
mengembang maksimal dapat dihembuskan menit—lebih penting daripada ventilasi paru.
dalam satu detik. Pengukuran ini menunjukkan
laju aliran udara paru maksimal yang dapat
dicapai.

Ventilasi alveolus lebih kecil daripada


ventilasi paru karena adanya ruang mati.

Karena itu, pada bernapas tenang, ventilasi


alveolus adalah 4200 mL/mnt, sementara ventilasi
paru adalah 6000 mL/ mnt.

Pada volume tidal rerata 500 mL/napas dan Efek Pola Bernapas Pada Ventilasi Alveolus
kecepatan pernapasan 12 kali/menit, ventilasi paru
adalah 6000 ml atau 6 liter udara yang dihirup dan
dihembuskan dalam satu menit pada kondisi
Hasilnya adalah penurunan aliran udara ke alveolus
itu
Jika seseorang secara sengaja bernapas dalam
(misalnya, volume tidal 1200 mL) dan lambat
(misalnya kecepatan napas 5 kali/mnt), ventilasi
paru adalah 6000 mL/mnt, sama seperti ketika Efek O2 pada Otot Polos Arteriol Paru
bernapas tenang, tetapi ventilasi alveolus iika aliran darah lebih besar daripada aliran udara
meningkat menjadi 5250 mL/mnt dibandingkan ke suatu alveolus, kadar O2 di alveolus dan
angka istirahat sebesar 4200 mL/mnt. Sebaliknya, jaringan sekitar turun di bawah normal karena
jika seseorang sengaja bernapas secara dangkal darah yang banyak akan mengekstraksi lebih
(misalnya volume tidal 150 mL) dan cepat banyak O2 dari alveolus dibandingkan biasanya.
(frekuensi 40 kali/mnt), ventilasi paru akan tetap Penurunan lokal konsentrasi O2 menyebabkan
6000 mL/mnt; namun, ventilasi alveolus akan 0 vasokonstriksi arteriol paru yang mendarahi
mL/mnt. Pada hakikatnya, orang tersebut hanya
anayaman kapiler ini sehingga aliran darah
menghirup dan menghembuskan udara di ruang
berkurang untuk menyamai aliran udara yang
mati anatomik tanpa adanya pertukaran berguna
antara udara atmosfer dengan darah di alveolus. lebih kecil
Individu tersebut dapat secara sengaja melakukan
peningkatan konsentrasi O2 alveolus akibat
pola bernapas ini hanya untuk beberapa menit
aliran udara yang terlalu besar dibandingkan
sebelum kehilangan kesadarannya, pada saat pola
bernapas kembali normal. Kini menjadi jelas dengan aliran darah menyebabkan
manfaat melakukan secara refleks penambahan vasodilatasi paru, yang meningkatkan aliran
kedalaman bernapas dibandingkan dengan darah agar sesuai dengan aliran udara yang
kecepatan napas ketika ventilasi paru meningkat lebih besar
sewaktu berolahraga. Ini adalah cara paling efisien
untuk meningkatkan ventilasi alveolus. Ketika
volume

Kontrol lokal bekerja pada otot polos


saluran napas dan arteriol untuk
menyesuaikan aliran udara dan aliran
darah.
Efek CO2 pada Otot Polos Bronkiolus
Peningkatan lokal CO2 ini secara langsung
mendorong relaksasi otot polos bronkiolus,
menyebabkan dilatasi saluran napas yang berjalan
ke alveolus yang kurang mendapat udara tersebut.
Penurunan resistensi saluran napas yang terjadi
menebabkan peningkatan aliran udara (untuk DP
yang sama) ke alveolus yang bersangkutan
sehingga aliran udara menyamai aliran darahnya.

Penurunan lokal CO2 di suatu alveolus yang


menerima terlalu banyak udara dibandingkan aliran
darah akan secara langsung meningkatkan aktivitas
kontraktil otot polos saluran napas yang
bersangkutan, mempersempit saluran napas yang
mengaliri alveolus yang kelebihan udara tersebut.
Laju pertukaran gas berbanding lurus dengan luas
permukaan tempat pertukaran gas tersebut terjadi.
Selama olahraga, luas permukaan yang tersedia
untuk pertukaran dapat ditingkatkan untuk
meningkatkan pemindahan gas. Dalam keadaan
istirahat, sebagian kapiler paru biasanya tertutup

Faktor-faktor di luar gradien tekanan parsial


memengaruhi kecepatan pemindahan gas.

Menurut hukum difusi Fick, kecepatan difusi suatu karena tekanan sirkulasi paru yang rendah. Selama
gas melalui suatu lembaran jaringan juga olahraga, saat tekanan tekanan darah paru
bergantung pada luas permukaan dan ketebalan meningkat karena bertambahnya curah jantung,
membran yang harus dilewati oleh gas yang banyak kapiler paru yang semula tertutup menjadi
berdifusi serta konstanta difusi gas tersebut. terbuka. Hal ini meningkatkan luas perukaan darah
yang tersedia untuk pertukaran. Selain itu,
membran alveolus lebih teregang daripada normal.

Efek Ketebalan pada Pertukaran Gas

Dengan bertambahnya ketebalan, kecepatan


pemindahan gas berkurang karena gas
memerlukan waktu yang lebih lama untuk berdifusi
menembus ketebalan yang lebih besar.

Efek Konstanta difusi pada pertukaran Gas

Kecepatan pemindahan gas berbanding lurus


dengan konstanta difusi, yaitu suatu konstanta yang
berkaitan dengan kelarutan gas tertentu di jaringan
Efek Luas Permukaan pada pertukaran gas
paru dan dengan berat molekulnya (D a sol/ BM).
Konstanta difusi untuk CO2 adalah 20 kali lipat
daripada untuk O2 karena CO2 jauh lebih mudah
larut dalam jaringan tubuh dibandingkan O2.
Karena itu, kecepatan difusi CO2 menembus
membran pernapasan 20 kali lebih cepat
dibandingkan dengan O2 untuk gradien tekanan
parsial yang sama. Perbedaan dalam konstanta
difusi ini dalam keadaan normal mengimbangi
perbedaan dalam gradien tekanan parsial yang
terdapat untuk O2 dan CO2 menembus membran
kapiler alveolus

Makna bagian curam kurva O2-Hb

Po2 40 mm Hg, % saturasi Hb adalah 75%.


Darah tiba di kapiler jaringan dengan Po2 100
mm Hg dan saturasi Hb 97,5%. Karena Hb
hanya dapat mengalami saturasi 75% pada
Po2 40 mm Hg di kapiler sistemik, hampir
25% HbO2 harus berdisosiasi, menghasilkan
Hb tereduksi dan O2. O2 yang dibebaskan ini
dapat berdifusi mengikuti penurunan gradien
tekanan parsialnya dari sel darah merah
melalui plasma dan cairan interstisium ke
dalam sel jaringan.

Dalam keadaan normal, Hb dalam darah vena


yang kembali ke paru memiliki saturasi 75%.
Jika sel jaringan melakukan metabolisme
dengan lebih aktif, Po2 darah kapiler sistemik mengalami saturasi lengkap oleh O2 sesuai
turun (sebagai contoh, dari 40 mm Hg dengan yang dimungkinkan oleh Po2 tersebut.
menjadi 20 mm Hg) karena sel-sel Pada Po2 normal 100 mm Hg, Hb mengalami
mengonsumsi O2 lebih cepat. Perhatikan saturasi 97,5%. Karena itu, dengan menyerap O2,
pada kurva bahwa penurunan 20 mm Hg Hb menjaga Po2 darah tetap rendah dan
pada Po2 ini menurunkan % saturasi Hb dari memperlama eksistensi gradien tekanan parsial
75% menjadi 30%; yaitu, HbO2 yang sehingga dapat terjadi pemindahan neto O2 dalam
jumlah besar ke dalam darah. Baru setelah Hb
menyerahkan O2-nya ke jaringan lebih
tidak lagi dapat menyimpan O2 tambahan (yaitu,
banyak sekitar 45% dari pada normal.
Hb telah mengalami saturasi sesuai Po2 tersebut)
penurunan normal 60 mm Hg Po2 dari 100 semua O2 yang dipindahkan ke dalam darah tetap
menjadi 40 mm Hg di kapiler sistemik larut dan langsung berkontribusi untuk Po2. Saat
menyebabkan sekitar 25% dari HbO2 total ini barulah Po2 darah cepat seimbang dengan Po2
menyerahkan O2-nya. Sebagai perbandingan, alveolus, dan menyebabkan pemindahan O2 lebih
penurunan lebih lanjut Po2 yang hanya 20 mm Hg lanjut terhenti,
menyebabkan bertambahnya HbO2 total yang Peran Hb di tingkat jaringan
menyerahkan O2-nya sebesar 45% karena
tekanan parsial O2 dalam rentang itu bekerja di Peningkatan Pco2 menggeser kurva O2-Hb ke
bagian curam kurva. Dalam kisaran ini, penurunan kanan. Po2 darah yang masuk ke kapiler sistemik
kecil Po2 kapiler sistemik sudah dapat secara jauh lebih besar daripada Po2 jaringan sekitar, O2
otomatis segera menyediakan O2 dalam jumlah segera berdifusi dari darah ke jaringan,
besar untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan menurunkan Po2 darah.
yang lebih aktif melakukan metabolism.
Ketika Po2 darah turun, Hb harus melepaskan
Hemoglobin mendorong perpindahan neto sebagian dari O2 yang dibawanya karena %
O2 di tingkat alveolus dan jaringan saturasi Hb berkurang. Sewaktu O2 yang
dibebaskan dari Hb larut dalam darah, Po2 darah
Peran Hb di tingkat Alveolus meningkat dan kembali melebihi Po2 jaringan
sekitar. Hal ini mendorong perpindahan lebih lanjut
Ketika darah vena sistemik masuk ke kapiler paru,
O2 keluar dari darah, meskipun jumlah total O2
Po2-nya jauh lebih rendah daripada Po2 alveolus,
dalam darah telah turun.
sehingga O2 segera berdifusi ke dalam darah,
meningkatkan Po2 darah. Segera setelah Po2 Hanya ketika Hb tidak lagi dapat membebaskan
darah naik, persentase Hb yang dapat berikatan O2 ke dalam larutan (ketika Hb telah
dengan O2 juga meningkat, seperti ditunjukkan membebaskan O2-nya semaksimal mungkin
oleh kurva O2-Hb. Karena itu, sebagian besar O2 sesuai Po2 di kapiler sistemik) barulah Po2 darah
yang telah berdifusi ke dalam darah berikatan
dengan Hb dan tidak lagi berperan
menentukan Po2. Karena O2
dikeluarkan dari larutan dengan
berikatan dengan Hb, Po2 turun ke
tingkat yang hampir sama dengan ketika
darah masuk ke paru, meskipun jumlah
total O2 dalam darah sebenarnya telah
bertambah. Karena Po2 darah kembali
lebih rendah daripada Po2 alveolus,
lebih banyak O2 yang berdifusi dari
alveolus ke dalam darah, hanya untuk
kembali diserap oleh Hb.

difusi neto O2 dari alveolus ke darah sebenarnya


terjadi secara terus-menerus hingga Hb
turun hingga serendah Po2 jaringan sekitar. Pada pembebasan O2 dari Hb untuk digunakan oleh
waktu ini, tidak ada lagi pemindahan O2 jaringan yang lebih aktif.

Faktor-faktor di tingkat jaringan mendorong tempat CO2 pembentuk asam dikeluarkan dan
pelepasan O2 dari hemoglobin. lingkungan lokal lebih dingin. karena itu, afinitas
Hb terhadap O2 meningkat di lingkungan kapiler
Efek CO2 pada % saturasi Hb paru, memperkuat efek peningkatan Po2 dalam
pengikatan O2 ke Hb.
untuk Po2 tertentu, jumlah O2 dan Hb yang
berikatan lebih sedikit. Efek ini pentingkarena Pco2 Efek 2,3-bisfofogliserat pada % saturasi Hb
darah meningkat di kapiler sistemik sewaktu CO2
berdifusi menuruni gradien tekanan parsial dari sel suatu faktor di dalam sel darah merah juga dapat
ke dalam darah. Adanya CO2 tambahan di darah memengaruhi derajat pengikatan O2-Hb: 2,3-
pada efeknya menurunkan afinitas Hb terhadap bisfosfogliserat (BPG). Konstituen eritrosit ini, yang
O2 sehingga Hb membebaskan lebih banyak O2 di diproduksi sewaktu sel darah merah melakukan
tingkat jaringan dibandingkan jika hanya metabolisme, dapat berikatan secara reversibel
penurunan Po2 di kapiler sistemik yang dengan Hb dan mengurangi afinitasnya terhadap
merupakan faktor penentu % saturasi Hb. O2. menggeser kurva O2-Hb ke kanan,
meningkatkan pembebasan O2 sewaktu darah
Efek Asam pada % saturasi Hb mengalir melalui jaringan. Produksi BPG oleh sel
darah merah secara bertahap meningkat jika Hb di
Peningkatan keasaman juga menggeser kurva ke darah arteri terus-menerus mengalami ..............
kanan. Karena CO2 menghasilkan asam karbonat yaitu, ketika HbO2 arteri di bawah normal.
(H2CO3), darah menjadi lebih asam di tingkat Keadaan ini dapat terjadi pada orang yang tinggal
kapiler sistemik sewaktu darah menyerap CO2 dari di tempat tinggi atau pada mereka yang mengidap
jaringan. Penurunan afinitas Hb terhadap O2 yang tipe-tipe tertentu penyakit sirkulasi atau
terjadi karena peningkatan keasaman ini pernapasan atau anemia. Dengan membantu
menambah jumlah O2 yang dibebaskan di tingkat membebaskan O2 dari Hb di tingkat jaringan,
jaringan untuk Po2 tertentu. peningkatan BPG membantu ketersediaan O2 bagi
afinitas Hb terhadap O2 meningkat di lingkungan jaringan meskipun pasokan O2 arteri berkurang
kapiler paru, memperkuat efek peningkatan Po2 secara kronis.
dalam pengikatan O2 ke Hb.

Efek Bhor

Pengaruh CO2 dan asam pada pembebasan O2


dikenal sebagai efek Bohr. Baik CO2 maupun
komponen ion hidrogen (H+ ) asam dapat
berikatan secara reversibel dengan Hb di tempat
selain tempat pengikatan O2. Akibatnya adalah
perubahan struktur molekul Hb yang mengurangi
afinitasnya terhadap O2.

Efek suhu pada % saturasi Hb

Dengan cara serupa, peningkatan suhu


menggeser kurva O2-Hb ke kanan, menyebabkan
lebih banyak O2 yang dibebaskan pada Po2
tertentu. Otot yang berolahraga atau sel yang aktif
bermetabolisme menghasilkan panas.
Peningkatan suhu lokal meningkatkan
Hemoglobin memiliki afinitas yang jauh lebih besar
terhadap karbon monoksida dari pada terhadap 3. Sebagai bikarbonat. Sejauh ini cara yang paling
O2 penting untuk mengangkut CO2 adalah sebagai
bikarbonat (HCO3-), dengan 60% CO2 diubah
Ikatan CO dan Hb dikenal sebagai menjadi HCO3-
karboksihemoglobin (HbCO). Karena Hb
cenderung melekat ke CO, bahkan CO
dalam jumlah kecil dapat berikatan dengan
Hb dalam persentase besar, menyebabkan
Hb tidak tersedia untuk mengangkut O2.
Meskipun konsentrasi Hb dan Po2 normal,
kandungan O2 darah berkurang secara
serius. Untungnya, CO bukan merupakan
konstituen normal udara inspirasi. CO
adalah suatu gas beracun yang diproduksi
pada pembakaran tak-sempurna produk
karbon.

Sebagian besar CO2 diangkut dalam darah


sebagai bikarbonat

1. Larut secara fisik. Seperti O2 yang larut,


jumlah CO2 yang larut secara fisik dalam
darah bergantung pada Pco2. Karena CO2
lebih larut dibandingkan O2 dalam air
plasma, proporsi CO2 yang larut secara fisik
dalam darah lebih besar daripada O2. Meskipun Pergeseran klorida
demikian , hanya 10% kandungan CO2 total darah
yang terangkut dengan cara ini pada tinkat Pco2 Sewaktu reaksi ini berlangsung, HCO3 - dan H+
vena sistemik normal. mulai menumpuk di dalam sel darah merah di
kapiler sistemik. Membran sel darah merah
2. Terikat ke hemoglobin. Sebanyak 30% CO2 memiliki karier HCO3 - -CI yang secara pasif
berikatan dengan Hb untuk membentuk karbamino mempermudah difusi ion-ion ini dalam arah
hemoglobin (HbCO2). Karbon dioksida berikatan berlawanan menembus membran. Membran relatif
dengan bagian globin Hb, berbeda dari O2, yang impermeabel terhadap H+ . Karena itu, HCO3 - ,
berikatan dengan bagian heme. Hb tereduksi bukan H+ , berdifusi menuruni gradien
memiliki afinitas lebih besar terhadap CO2 konsentrasinya keluar eritrosit menuju plasma.
dibandingkan HbO2. Karena itu, dibebaskannya
O2 dari Hb di kapiler jaringan mempermudah Efek Haldane
penyerapan CO2 oleh Hb.
pembebasan O2 meningkatkan ketersediaan
Hb untuk menyerap CO2 dan H+ yang
dihasilkan oleh CO2, dikenal sebagai efek
Haldane. Karena hanya H+ yang bebas dan
larut yang menentukan keasaman suatu
larutan, darah vena akan jauh lebih asam dari
pada darah arteri seandainya Hb tidak
membersihkan sebagian besar H. yang
dihasilkan di tingkat jaringan. Perhatikan
bagaimana Hb membebaskan O2 dan
penyerapan CO2 dan H+ yang dihasilkan CO2
bekera secara sinkron pada tingkat jaringan.
Peningkatan CO2 dan H+ menyebabkan
peningkatan pelepasan O2 dari Hb oleh efek Po2 darah arteri harus turun di bawah 60 mm Hg
Bohr; peningkatan pelepasan O2 dari Hb, (penurunan >40%) sebelum kemoreseptor perifer
sebaliknya, menyebabkan peningkatan berespons dengan mengirim impuls aferen ke
penyerapan CO2 dan H+ oleh Hb melalui efek neuron inspiratorik medula dan secara refleks
Haldane. meningkatkan ventilasi. Karena Po2 arteri turun di
bawah 60 mm Hg hanya pada keadaan tak-lazim
penyakit paru berat atau penurunan Po2 atmosfer,
hal ini tidak berperan dalam pengaturan normal
pernapasan.

fungsi primer ventilasi adalah menyediakan cukup


O2 untuk diserap oleh darah. Namun, ventilasi
tidak perlu ditingkatkan hingga Po2 arteri di bawah
60 mm Hg karena adanya batas keamanan %
saturasi Hb yang dihasilkan oleh bagian datar
kurva O2-Hb. Hemoglobin masih tersaturasi 90%
pada Po2 arteri 60 mm Hg, tetapi % saturasi Hb
turun drastis jika Po2 turun di bawah tingkat ini.

Efek langsung penurunan mencolok PO2 pada


pusat pernapasan

Kecuali di kemoreseptor perifer, tingkat aktivitas di


semua jaringan saraf menurun pada keadaan
kekurangan O2. Jika saja tidak terjadi intervensi
stimulatorik kemoreseptor perifer ketika Po2 arteri
turun sangat rendah, akan timbul lingkaran setan
yang berakhir pada penghentian pernapasan.
Penekanan langsung pusat pernapasan oleh Po2
arteri yang sangat rendah akan semakin
mengurangi ventilasi, yang akan menyebabkan
penurunan Po2 arteri yang makin besar, yang
kemudian akan semakin menekan pusat
pernapasan hingga ventilasi berhenti dan terjadi
kematian.

Efek penurunan mencolok PO2 pada


kemoreseptor perifer
H+ yang konsentrasi H+ di CES otak, yang akibatnya
dihasilkan adalah penurunan ventilasi melalui penekanan
CO2 di otak kemoreseptor sentral. Dengan dibiarkannya CO2
dalam produksi metabolisme sel menumpuk, Pco2 arteri
keadaan serta Pco2 dan H+ CES otak kembali ke tingkat
normal.
normal
adalah Pengaruh kuat kemoreseptor sentral pada pusat
pengatur utama ventilasi. pernapasan merupakan penyebab mengapa Anda
tidak dapat secara sengaja menahan napas lebih
perubahan pada ventilasi alveolus memiliki dari sekitar semenit. Ketika Anda menahan napas,
dampak yang segera dan besar pada Pco2 arteri. CO2 yang diproduksi oleh proses metabolisme
Sebaliknya, perubahan pada ventilasi berefek kecil terus menumpuk di darah Anda dan kemudian
pada % saturasi Hb dan ketersediaan O2 bagi menyebabkan peningkatan konsentrasi H+ di CES
jaringan hingga Po2 arteri turun lebih dari 40%. otak Anda. Akhirnya, peningkatan Pco2-H+
Bahkan penyimpangan kecil Pco2 arteri dari nilai perangsang pernapasan ini menjadi sedemikian
normal akan memicu refleks signifikan pada kuat sehingga impuls eksitatorik kemoreseptor
ventilasi. Peningkatan Pco2 arteri secara refleks sentral "melindas" impuls inhibitorik volunter untuk
merangsang pusat pernapasan, meningkatkan pernapasan, menyebabkan pernapasan pulih
ventilasi untuk mengeliminasi kelebihan CO2 ke meskipun Anda mencoba menahannya. Bernapas
atmosfer. Sebaliknya, penurunan Pco2 arteri telah pulih jauh sebelum Po2 arteri turun ke kadar
secara refleks mengurangi dorongan bernapas. yang membahayakan yang memicu kemoreseptor
Penurunan ventilasi yang kemudian terjadi
menyebabkan CO2 produk metabolik menumpuk
sehingga Pco2 dapat kembali ke normal.

Efek peningkatan PCO2 pada kemoreseptor


sentral

Badan karotis dan aorta hanya berespons lemah


terhadap perubahan Pco2 arteri sehingga
keduanya berperan kecil dalam merangsang
secara refleks ventilasi sebagai respons terhadap
peningkatan Pco2 arteri. Hal yang lebih penting
dalam menghubungkan perubahan Pco2 arteri
dengan penyesuaian kompensatorik ventilasi
adalah kemoreseptor sentral, yang terletak di
medula di dekat pusat pernapasan. Kemoreseptor
sentral ini tidak memantau CO2 itu sendiri;
namun, reseptorreseptor ini peka terhadap
perubahan konsentrasi H+ yang diinduksi oleh
CO2 di cairan ekstrasel otak (CES) yang
membasahi mereka.

Peningkatan konsentrasi H+ di CES otak secara


langsung merangsang kemoreseptor sentral, yang
pada gilirannya akan merangsang ventilasi perifer.
dengan merangsang pusat pernapasan melalui
koneksi-koneksi sinaptik. Setelah kelebihan CO2 Efek langsung peningkatan mencolok PCO2 pada
dikeluarkan, Pco2 arteri serta Pco2 dan pusat pernapasan
konsentrasi H+ CES otak kembali ke normal.
Sebaliknya, penurunan Pco2 arteri di bawah peningkatan progresif kadar Pco2 memicu
normal akan diikuti oleh penurunan Pco2 dan peningkatan upaya bernapas sebagai upaya untuk
mengeluarkan kelebihan CO2. Namun, menekan dorongan untuk bernapas dengan
peningkatan lebih lanjut Pco2 melebihi 70 hingga meningkatkan Po2 arteri dan melenyapkan
80 mm Hg tidak meningkatkan ventilasi lebih stimulus utama bernapas. Karena itu, terapi O2
lanjut, tetapi justru menekan neuron-neuron harus diberikan secara hati-hati pada pasien
pernapasan. Karena itu, CO2 harus dikeluarkan dengan penyakit paru kronik.
dan O2 disalurkan dalam lingkungan tertutup,
misalnya mesin anestesi sistem tertutup, kapal Penyesuaian ventilasi sebagai respons
selam, atau kapsul ruang angkasa. Jika tidak terhadap perubahan H+ arteri penting dalam
maka CO2 dapat mencapai kadar mematikan keseimbangan asambasa.
(penekanan pusat pernapasan atau asidosis
respiratori) Perubahan pada konsentrasi H+ arteri tidak dapat
memengaruhi kemoreseptor sentral karena tidak
Hilangnya sensitivitas terhadap PCO2 pada mudah melewati sawar darahotak. Namun,
penyakit paru kemoreseptor perifer badan karotis dan aorta
sangat peka terhadap fluktuasi konsentrasi H+ ,
Pada hipoventilasi berkepanjangan akibat penyakit berbeda dari sensitivitas mereka yang rendah
paru kronik tertentu, terjadi peningkatan Pco2 terhadap penyimpangan Pco2 arteri dan
bersamaan dengan penurunan mencolok Pco2. ketidakpekaan mereka terhadap Po2 arteri hingga
Pada sebagian besar kasus, peningkatan Pco2 teka nan parsial ini turun 40% di bawah normal.
(bekerja melalui kemoreseptor sentral) dan Setiap perubahan Pco2 arteri menyebabkan
penurunan Po2 (bekerja melalu kemoreseptor perubahan setara konsentrasi H+ darah dan CES
perifer) bersifat sinergistik; yaitu, efek stimulatorik otak. Perubahan H+ yang dipicu oleh CO2 di
kombinasi pada pernapasan yang ditimbulkan oleh darah arteri ini dideteksi oleh kemoreseptor perifer;
kedua masukan ini bersama-sama lebih besar hasilnya adalah stimulasi refleks terhadap ventilasi
daripada jumlah efek independen mereka. Namun, sebagai respons terhadap peningkatan
sebagian pasien dengan penyakit paru kronik konsentrasi H+ arteri dan penurunan ventilasi
berat kehilangan kepekaan mereka terhadap pada penurunan konsentrasi H+ arteri.
peningkatan Pco2 arteri. Pada peningkatan
pembentukan H+ berkepanjangan di CES otak, Namun, perubahan-perubahan ventilasi yang
akibat retensi kronik CO2, cukup banyak HCO3 - diprantarai oleh kemoreseptor perifer ini jauh
yang mungkin telah menembus sawar darah otak kurang penting dibandingkan dengan mekanisme
untuk menyangga, atau "menetralkan", kelebihan kemoreseptor sentral dalam menyesuaikan
H+ . Penambahan HCO3 - ini berikatan dengan ventilasi sehagai tanggapan terhadap perubahan
kelebihan H+ mengeluarkannya dari larutan konsentrasi H+ yang ditimibulkan oleh CO2.
sehingga tidak lagi ikut memben tukkonsentrasi H+ Kemoreseptor perifer tetap berperan besar dalam
bebas. Ketika konsentrasi HCO3 - CES otak menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap
meningkat, konsentrasi H+ CES otak kembali ke perubahan kon-sentrasi H+ arteri yang tidak
normal meskipun Pco2 arteri dan Pco2 CES otak berkaitan dengan fluktuasi Pco2.
tetap tinggi. Kemoreseptor sentral tidak lagi
menyadari peningkatan Pco2 karena H+ CES otak Pada banyak situasi, meskipun Pco2 normal,
normal. Karean kemoreseptor sentral tidak lagi konsentrasi H+ arteri berubah oleh penambahan
merangsang secara refleks pusat pernapasan atau pengurangan asam non-karbonat dari tubule.
sebagai respons terhadap peningkatan Pco2, Sebagai contoh, konsentrasi H+ arteri meningkat
dorongan untuk mengeluarkan CO2 pada pasien selama diabetes melitus yang tidak diobati karena
ini menjadi berkurang; yaitu, tingkat ventilasi meningkatnya asam-asam keto penghasil H+ di
mereka terlalu rendah untuk Pco2 arteri setinggi dalam darah. Peningkatan konsentrasi H+ arteri
itu. Pada para pasien ini, keadaan hipoksia secara refleks merangsang ventilasi melalui
menjadi pendorong utama ventilasi, berbeda dari kemoreseptor perifer. Sebaliknya, kemoreseptor
orang normal, ketika kadar Pco2 arteri merupakan perifer secara refleks menekan aktivitas
faktor dominan yang menentukan besar ventilasi. pernapasan sebagai respons hadap penurunan
Ironisnya, pemberian O2 kepada para pasien ini konsentrasi H+ arteri yang ditimbulkan eh sebab-
untuk mengatasi keadaan hipoksia dapat sangat sebab non-respirasi.

Anda mungkin juga menyukai