Anda di halaman 1dari 21

Satrya Indrawangsa

ACX ‘15

Gaseous Exchange in The Lungs

1 • Gas exchange between alveoli and blood takes place by diffusion


• Diffusion occurs:
– High concentration to low
– Until the concentration is equalized
– Across respiratory membrane

2. Tekanan udara total pada setinggi permukaan laut adalah 760


mmhg atau 1 atmosfer, kemudian makin dalam permukaannya
atau lautnya maka tekanannya makin tinggi (hiperbarik), makin
ke atas seperti pada saat naik pesawat maka tekanannya makin
rendah / makin hipobarik.
3. Tekanan masing-masing gas disebut tekanan parsial. Tekanan
parsial O2 (PO2), tekanan parsial CO2 (PCO2) ,tekanan parsial
nitrogen.
4. Hukum Dalton yang mengakomodasi tekanan parsial tadi
Partial Pressures of Respiratory Gases mengatakan bahwa tekanan parsial suatu gas di dalam
Atmosphere Alveoli campuran beberapa gas itu sebanding dengan persentase gas
Gas
(mmHg) (mmHg) tersebut di dalam campuran tadi. Contohnya O2 salah satu
pembentuk udara, persentase oksigen di udara kurang lebih 21%,
O2 159 104 maka tekanan parsial oksigen di udara tadi yaitu 21% x 760
mmHg jadinya 160 mmHg atau 159 mmHg, kemudian CO2, H2o
CO2 0,3 40 sekian , nitrogen ya kalau persentasenya 78% ya 78% kali 760
mmHg
H2O 3,5 47

1
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

5. Difusi sangat bergantung pada gradient tekanan. Perbedaan tekanan parsial di kedua sisi yaitu
antara alveolus dengan kapiler. Jadi makin tinggi perbedaannya maka makin tinggi kecepatan
difusinya, makin rendah perbedaannya maka semakin sulit terjadinya difusi.
Sehingga ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya difusi atau yang mempengaruhi
komponen oksigen ini, antara lain :
1. Bisa karena penambahan suatu gas lain di udara. Sebenarnya udara itu terdiri dari O2, CO2,
H2O dan nitrogen, tapi tiba-tiba ada gas lain atau zat x yang masuk , maka dia akan mengurangi
persentase masing-masing gas dalam udara tsb, terutama yang kita perlukan yaitu oksigennya,
jadi kalau oksigennya rendah ini akan menyebabkan hipoksia. Contohnya pada keracunan
karbonmonoksida, di dalam mobil contohnya setiap saat CO (karbonmonoksida) masuk terus
maka persentase O2, CO2, H2O, dan nitrogen ini akan digeser menjadi lebih rendah, sehingga
oksigen mungkin tidak lagi 21% bisa saja dia jadi 20%. Hal itu saja sudah mengurangi tekanan
parsial oksigennya, belum lagi sifat CO yang sangat atraktif terhadap oksigen, dalam kondisi
sama saja CO itu sifat atraktifnya sama dengan O2 jadi nanti akan terjadi persaingan antara
keduanya yang menyebabkan kita kekurangan O2 dan berakhir pada hipoksia.
2. Yang bisa menurunkan lagi kalau tekanan udara total turun, dari 760 jadi 500 maka tekanan
parsial oksigen akan turun, salah satu contohnya apabila kita berada di ketinggian contohnya
setinggi 5000 meter dengan tekanan parsial 500 mmHg maka tekanan parsial oksigennya akan
berubah dari 21% x 500 mmHg menjadi 100.

Konsentrasi & Tekanan Parsial Gas pada Udara Ekspirasi Normal


Gas Udara (%) Udara (%) Udara di (%) Udara (%)
atmosfer lembab alveolus ekspirasi
(mmHg) (mmHg) (mmHg) (mmHg)
N2 597,0 78,62 563,4 74,09 569,0 74,9 566,0 74,5

O2 159,0 20,84 149,3 19,67 104,0 13,6 120,0 15,7

CO2 0,3 0,04 0,3 0,04 40,0 5,3 27,0 3,6

H2O 3,7 0,50 47,0 6,20 47,0 6,20 47,0 6,20

Total 760,0 100,0 760,0 100,0 760,0 100,0 760,0 100,0

6. Begitu kita inspirasi maka udara ini akan ada di alveolus. Pada alveolus O2 tidak lagi sebesar 159
tetapi menjadi 100/104, tekanannya sangat turun dia, jadi kenapa dia bisa turun ? oleh karena di paru-
paru itu terdapat udara residu. Udara residu itu udara yang O2nya sudah diambil. Udara residu ini
dianggap sebagai udara yang setengah miskin, kemudian udara yang baru kita hirup ini dianggap kaya
maka kekurangannya akan diambil. Kalau tidak ada udara residu maka PO2 ini akan tetap 159 tetapi
begitu kita ekspirasi maka tekanannya akan menjadi 0. Jadi pada saat kita inspirasi dan ekspirasi
tenang terdapat functional residual capacity yang akan mempertahankan tekanannya tetap konstan.
CO2 dalam udara residu selalu tinggi karena udara residu itu dalam prosesnya nanti akan
ditambahkan CO2 dari udara yang berasal dari kapiler paru. kalau H2O ketika sampai di alveoli dia akan
meningkat, ini dikarenakan sistem respirasi kita ini memiliki fungsi unitifikasi yaitu fungsi menambahkan
komponen uap air, sehingga komponen uap air jadi meningkat.

2
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

Udara yang kita berikan saat CPR itu 120 tekanannya

7. Respirasi Eksterna dan Interna

Udara yang berada di alveoli , PO2 100/104,


PCO2 40 ini dianggap udara baru yang kaya
akan oksigen , maka alveoli ini akan kontak
dengan kapiler paru, dimana udara pada
kapiler paru ini berasal dari jantung kanan
arteri pulmonalis dimana darah dari jantung
kanan ini didapat dari sistem vena seluruh
tubuh (vena cava). Udara dari kapiler paru
yang baru bertemu dengan alveoli ini kaya
akan CO2 (PCO2nya 46), sedangkan miskin
O2 (PO2nya 40), sehingga sesuai hukum
pertukaran gas, udara itu berdifusi dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah, maka O2 dari alveolus mengalir ke kapiler paru , sedangkan CO2 nya
dari kapiler paru ke alveolus. Ini yang disebut dengn respirasi eksterna.
Kemudian begitu darah masuk ke vena pulmonalis kemudian ke jantung kiri kemudian ke sistem
aorta - arteri seluruh tubuh - sampai di kapiler jaringan. Pada kapiler jaringan, darah ini akan kontak
dengan sel jaringan sekitarnya, dimana pada sel jaringan sekitar itu O2nya rendah karena O2nya
digunakan terus, sedangkan CO2nya tinggi karena diproduksi terus, hal ini dikarenakan adanya
metabolisme sel, salah satunya yaitu C6H12O6 + O2 (rendah karena digunakan terus) lalu menghasilkan
CO2 (tinggi karena diproduksi terus) + H2O + energy / ATP, sehingga di kapiler jaringan yang baru
mendapatkan darah dari arteri itu PO2nya tinggi yaitu 100, PCO2nya rendah kurang dari 40, maka O2nya
mengalir dari kapiler jaringan ke sel jaringan (karena di sel jaringan PO2 lebih rendah dari PO2 di
kapiler), sedangkan CO2 mengalir dari sel jaringan ke kapiler jaringan (karena di sel jaringan PCO2nya
lebih tinggi dari PCO2 di kapiler). ini yang disebut respirasi interna.
Sehingga darah dari hasil difusi gas antara kapiler jaringan dan sel jaringan ini kaya akan CO2 dan
rendah O2. Kemudian darah yang kaya akan CO2 dan rendah O2 ini akan dialirkan ke vena cava lalu ke
jantung kanan ke arteri pulmonalis kembali lagi ke alveolus, dan begitu seterusnya.
Bagaimana O2 dan CO2 ini ditransport di dalam sistem sirkulasi ? apakah dia berikatan ? apakah
dia terlarut ? sebagian besar dia terikat bukan terlarut, terutama O2 ini berikatan dengan hemoglobin,
dia ditransport dengan cara terikat dengan Hb, sehingga O2 kelarutannya di dalam cairan ini sangat kecil
0,02 ml/ 100 ml, sehingga tidak mungkin mengandalkan dia terlarut dengan mengabaikan peranan
hemoglobin, sehingga kalau ada air beroksigenasi tinggi itu tidak ada gunanya karena kelarutannya juga
sangat rendah.

3
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
The rate of diffusion across
membrane is inversely proportional to
8. Factors (Fick’s law): the membrane thickness
– The large of surface area
– The thickness of the membrane
– Partial pressure gradient
– Solubility of the gas
• Luas permukaan, makin luas permukaan maka makin cepat proses difusi, misal kita exercise
alveolus akan makin banyak terbuka sehingga menambah luas permukaan.
Luas permukaan bisa berkurang karena peristiwa pengangkatan paru, 1 lobus hilang saja sudah
berkurang, apalagi 1 paru seperti pada pneumothorax 1 paru itu tidak berfungsi. pengangkatan
satu paru (luas berkurang ½) , emfisema (dinding alveolus banyak hancur, sehingga luas
berkurang sampai 5x lipat)
• Tebalnya membrane berbanding terbalik dengan difusi, makin tebal permukaan membran
maka semakin sulit difusi.
Ketebalan membrane respirasi bertambah pada beberapa kondisi, salah satunya pada edema
adanya cairan pada membrane interstitial maupun di dalam alveolus, fibrosis paru, pneumoni
(peradangan pada jaringan paru)
Hipoksia tidak hanya terjadi karena gangguan kecepatan difusi, disamping itu juga terjadi
penurunan kemampuan ventilasi, karena banyak cairan pada edema ,pada fibrosis itu
elastisitasnya yang berkurang , sehingga kemampuan pengembangan paru juga berkurang jadi
jumlah udara berkurang, kecepatan difusi jadi berkurang, ma terjadilah hipoksia
• Perbedaan gradient tekanan parsial di kedua sisi, makin tinggi perbedaan gradient tekanan
maka semakin cepat difusi
• Kelarutan gas memang sifat asal gas, O2 memang sulit larut.

9. Kecepatan Difusi GAS KOEFISIEN KELARUTAN

• D = ΔP x A x S
Oksigen 0,024
d x ƴ MW
• D = kecepatan difusi
• ΔP = perbedaan tekanan parsial di kedua Karbon dioksida 0,57
ujung jalur difusi
• A = luas penampang Karbon monoksida 0,018
• S = daya larut gas
• d = jarak difusi
Nitrogen 0,012
• MW = berat molekul gas tersebut

Helium 0,008

4
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

10. Kapasitas difusi membrane


• Kemampuan membran pernapasan dalam pertukaran gas antara darah paru dan alveolus
• Merupakan volume gas yang berdifusi melalui membran tiap menit pada setiap perbedaan
tekanan parsial 1 mmHg
• Pada laki-laki dewasa muda :
– saat istirahat = 21 ml/menit/mmHg
– saat kerja = meningkat sampai 65 ml/menit/mmHg
11. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas difusi membran :
1. Pembukaan sejumlah kapiler paru
2. Pertukaran yang lebih baik antara ventilasi alveolus dan perfusi kapiler alveolus dengan darah =
Rasio Ventilasi-Perfusi

12. Efek Rasio Ventilasi-Perfusi


Pembukaan sejumlah kapiler paru, pertukaran akan
• Konsep untuk memahami tentang pertukaran gas,
lebih baik ketika ventilasi dan perfusi itu match, ventilasi ini
terutama bila terjadi ketidakseimbangan ventilasi
dan aliran darah alveolus = Va/Q adalah udra yang masuk sedangkan perfusi ini adalah darah
• Va = ventilasi alveolus yang mengalir ke sirkulasi, antara ventilasi dan perfusi ini
• Q = aliran darah paru haruslah imbang, kalau diibaratkan ventilasi ini muatan,
• Bila Va normal, Q normal  Va/Q normal perfusi ini adalah busnya, antara muatan dan bus harus
• Bila Va = nol, Q masih ada sedikit perfusi  Va/Q imbang, kalau ventilasinya nol , seberapa banyak pun
= nol
perfusi ini maka difusi tidak akan terjadi. Atau sebaliknya
• Bila Va adekuat, Q = nol  Va/Q = tidak terhingga
• Pada rasio nol & tak terhingga  tidak terjadi ventilasinya adekuat tapi perfusi nol maka ratio ventilasi
pertukaran gas perfusi jadi bernilai tidak terhingga sehingga tidak terjadi
difusi, sehingga pada ratio nol dan ratio tak hingga ini tidak
terjadi difusi gas.

Va/Q = nol : tidak ada ventilasi alveolar (udara dalam alveolus seimbang dengan gas dlm darah)
• Va/Q tak terhingga : tidak ada aliran darah kapiler yang membawa O2 dari alveolus atau membawa CO2
ke alveolus. Udara yang diinspirasi tidak mengalami difusi
• Va/Q normal : difusi optimal (PO2 = 104 mmHg, PCO2 = 40 mmHg)
• Shunted blood : darah vena yang tidak teroksigenasi, pada saat tidak adanya ventilasi yang adekuat

• Va/Q abnormal pada perokok , terjadi karena :


– 1. sebagian bronkiolus kecil tersumbat, sehingga alveolus setelahnya tidak
terventilasi
– 2. pada daerah paru yang sebagian besar dindingnya rusak, tapi masih ada
ventilasi alveolus, sebagian ventilasinya menjadi tidak berguna karena aliran
yang tidak kuat untuk mengangkut gas-gas darah
– Perokok bertahun-tahun >>> obstruktif paru (beberapa keadaan menjadi lebih
berat dan terjadi udara yang terperangkap dalam alveolus / alveolar air
trapping)

5
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

13. Ventilation Perfussion Coupling


1. Facilitates eficient gas exchange
2. By maintaining alveolar airflow that is proportional to the
pulmonary blood flow

Ventilation (V)-perfusion (Q) matching


Ideal V/Q ratio = 1
Varies depending on the section of the lung

Pada ventilation perfusion kapiler ini ada respon fisiologis pada sistem respirasi yang melibatkan
pembuluh darah (vaskuler) dan bronkus. Ini penting utk mematchkan ventilasi dan perfusi, ada arteri
dan bronkus yang terlibat. Pada sistem respirasi pembuluh darah akan berespon terhadap tekanan O2
sedangkan bronkus merespon terhadap perubahan tekanan CO2, sehingga dua komponen disana
terlibat dalam mematchkan. Dimana kalau O2nya rendah maka arteri akan merespon dengan
melakukan vasokonstriksi, intinya kalau muatannya sedikit maka busnya juga sedikit, jika O2 tinggi
maka arteri akan vasodilatasi. Hal ini berbeda dengan sistem pembuluh darah di jaringan lain karena
kalau pada jaringan lain yang dibutuhkan adalah O2nya, kalau O2nya rendah maka pembuluh darah
pada jaringan lain akan vasodilatasi agar kebutuhan O2 pada jaringan itu tercapai. Jadi mekanisme
pembuluh darah ini akan berkebalikan, sangat berbeda, kalau di respirasi fungsinya mematchkan
sedangkan kalau pada jaringan lain fungsinya untuk memenuhi kebutuhan O2.

CO2 tinggi maka bronkus akan dilatasi , agar CO2nya dikeluarkan, begitu juga sebaliknya jika CO2nya
rendah maka akan terjadi bronkokonstriksi , perkara nanti akan jadi normal atau tidak itu urusan
belakangan, apabila tidak tercapai homeostasis maka akan jatuh pada kondisi disorder.

 Air flow restricted  O2 decreases  vasoconstriction


 High air flow  high O2  vasodilatation
 Air flow restricted  CO2 increases  broncodilatation
 High air flow  Low CO2  bronchoconstriction

6
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

Bagaimana respon sistem respirasi kalau terdapat tumor di daerah bronkus ? Maka ini akan
menyebabkan ventilasinya terganggu, jadi pemasukan udara akan berkurang, otomatis oksigen
menurun maka yang berespon adalah pembuluh darah, pembuluh darah akan vasokonstriksi.
Selanjutnya adanya tumor ini akan menyebabkan kesulitan mengeluarkan udara ekspirasi maka
volume residu bertambah, CO2 meningkat maka bronkus akan dilatasi, dengan pembuluh darah
vasokonstriksi dan bronkodilatasi entah ujungnya normal atau tidak itu urusan belakangan, begitu dia
bertambah berat dengan respon tadi namun tanpa perbaikan maka akan terjadi kondisi ketoacidosis,
toksimia dll.
Hiperventilasi itu napas cepat dan dalam, respon apa yang terjadi ? napas cepat dan dalam maka
menyebabkan O2 meningkat maka arteri vasodilatasi,di lain pihak karena udara ekspirasi dikeluarkan
juga maka CO2 juga rendah sehingga akan terjadi bronkontriksi, jadi responnya seperti itu.
Hiperventilasi sering digunakan saat diving, tarik nafas panjang lalu dikeluarkan atau dengan
hiperventilasi. Prinsipnya keinginan untuk bernafas itu secara tidak sadar, jadi kalau tahan nafas 10
menit itu pasti tidak bisa , pasti otomatis ingin bernafas. Keinginan untuk bernafas itu dirangsang oleh
keadaan PO2 yang rendah atau PCO2 yang tinggi, tapi dominan dirangsang oleh PCO2 yang tinggi , hal
ini akan merangsang pusat pernafasan untuk menyebabkan timbulnya keinginan untuk bernafas, kalau
kita tarik nafas dan ditahan maka o2 itu tinggi maka co2 tinggi , kalau co2 tinggi maka akan terjadi
ambang batas 46, sehingga lebih cepat terjadi keinginan untuk bernafas.
Kalau Hiperventilasi CO2nya sangat rendah O2nya banyak, sehingga utk mencapai nilai ambang
tanpa dia menimbulkan hypoxic drive, membutuhkan waktu yang cukup lama, dengan resiko O2
sebegitu rendahnya sedangkan pusat nafas belum terangsang, dia akan terangsang oleh CO2 yang tinggi,
maka otak akan mengalami kekurangan oksigen, berakhir pingsan ( sejujurnya aku tidak begitu mengerti
tentang yang ini)

7
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

FISIOLOGI PENYELAMAN DAN CEDERA YANG TERKAIT DENGAN PENYELAMAN

1. Overview
 Bali daerah tujuan wisata
 Diving/penyelaman
 7 juta di seluruh dunia dan 500.000 di antaranya melakukan pelatihan menyelam setiap
tahunnya.
 Penyelaman: aktivitas bawah permukaan air
 Dilakukan sejak lama
Tujuan:
 makanan, eksplorasi, olah raga, rekreasi, salvage, dll
2. Jenis –jenis Penyelaman:
 breath hold diving
 diving bell
 hard hat diving
 SCUBA
 Saturasi (Deep diving)

3. Diving accidents
 Kejadian meninggal akibat diving 40
kali lebih tinggi dari pada main sepak
bola maupun sky air (The Australian
Lung Foundation)
 1990s studi diving australasia 9%
meninggal karena asma (Divernet,
2007)
4. Pencegahan korban jiwa dan
kecelakaan
 Underwater Medicine/ Diving
Medicine/ Undersea and Hyperbaric
medicine
 Diving Medicine: diagnosis,
treatment, prevention akibat
masuk bawah air
◦ Prevention and treatment of diving
related injuries/illnesses
◦ Pre-employment/pre-placement
examinations
◦ Fitness for diving evaluations and
so on

8
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

5. Fitness to Dive

 Negatively impact their safety and well-being underwater


◦ Kelainan yang mempengaruhi kesadaran
◦ Kelainan yang mempengaruhi Boyle’s Law
◦ Kelainan yang menyebabkan ketidakmampuan mempertanggungjawabkan tindakan
 Asma:
◦ 4-7% divers di Amerika
◦ DAN (Divers Allert Network): kecelakaan tidak meningkat
◦ Bukan kontraindikasi absolut
 Tentukan jenis
 Fungsi paru
 Saat descent: Kesulitan bernafas
 Saat ascent: udara terjebak

6. Jenis Test
 Spirometri
 Peak flow test
 Bronchial agitasion test: debate
 Exercise test
 Post bronchial dilator test

7. FISIOLOGI PENYELAMAN
 Dalton's law, Boyle’s Law, and Henry's law

9
Satrya Indrawangsa
Hokum boyle : makin kita ACX ‘15
ke dalam menyelam
maka tekanan akan makin tinggi, setiap 10 meter/
33 kaki tekanan akan bertambah 1 atmosfer,
dengan bertambahnya tekanan maka volume akan
mengecil sehingga kesulitan untuk ekspansi.

Henry’s Law
 Gas dissolve directly proportional partial
pressure

Feet M ATM mmHg Lung vol O2 Insp. Air (mmHg)


(ml)

Sea level 1 760 6000 159

33 10 2 1520 3000 318

66 20 3 2280 2000 477

99 30 4 3040 1500 636

133 40 5 3800 1200 795

166 50 6 4560 1000 954

200 60 7 5320 857 1113

300 90 10 7600 600 1590

400 120 13 9880 461 2068

500 150 16 12160 375 2545

600 180 19 14440 316 3022

10
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

8. Thoracic Squeeze

 Penurunan secara cepat ke kedalaman akan menimbulkan gaya kompresi yang hebat
 Pada saat kompresi volume paru di bawah 1-1,5 ltr, akan terjadi squeeze
 Rasio TLC:RLV di permukaan= 4:1
 Squeeze terjadi bila TLC>RLV atau TLC/RLV<1
 Unequalize bila TLC < RLV
 Prediksi RLV (liter)
 Laki-laki berat normal
 RLV = (0,022 x umur) + (0,0198 x tinggi) - (0,015 x BB) - 1,54
 Wanita berat normal
 RLV = (0,007 x umur) + (0,0268 x tinggi) - 3,42
 Overweight (laki dan wanita)
 (0,0167 x umur)+ (0,0130 x BB) + (0,0185 x tinggi) –3,34413

9. Diving reflex
 Bradikardi
 Penurunan COP
 Vasokonstriksi perifer
 Akumulasi laktat

10. Transport Gas


 1 gram Hg mampu membawa 1,34 ml O2
 15 gram Hg dalam 100 ml mampu membawa 20,1 ml O2
 Koefisien kelarutan dalam plasma: 0,0214 ml O2/100 ml plasma
 21% O2 tekanan 1 Ata 0,0045 ml O2/100 ml plasma
 100% O2 tekanan 1 Ata 2,14 ml O2/100 ml plasma
 100% O2 tekanan 3 Ata 6,42 ml O2/100 ml plasma

11. Jenis Cedera Penyelaman


 Hipoksia
 Keracunan CO2
 Keracunan CO
 Keracunan O2
 Tenggelam/nyaris tenggelam
 Barutrauma
 Hipothermia
 Nitrogen Narcosis
 Sengatan dan Gigitan hewan laut
 Decompression illness

11
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

12. EFFECTS OF DEPTH AND PRESSURE


 Faktor penyebab:
◦ Individu
◦ Lingkungan perairan
◦ Alat selam
12.1 Faktor Individu
 Fitness
 Training & experience
 Respon terhadap lingkungan
 Diving Refleks
 Gas-gas pernafasan
 Keseimbangan suhu
 Exhaustion
 Bouyancy
 Disorientasi
 Panik
12.2 Faktor Lingkungan perairan
 Kondisi perairan
 Ledakan di bawah air
 Sengatan/gigitan hewan laut

13. Jenis – jenis Cedera pada Penyelaman


13.1 Hipoksia
hipoksia : kekurangan oksigen konsekuensi logis dari penyelaman, terutama bila penyelaman itu
dilakukan dengan breathhold technic (tanpa alat), contohnya seperti tadi dia itu hiperventilasi dia
banyak mendapat kerja di bawah, tapi resikonya hipoksia, sampai di permukaan langsung pingsan ini
yang disebut shallow water blackout.
 Terjadi penurunan asupan oksigen
 Sering pada penyelaman tahan nafas
 Gejala: penurunan konsentrasi, penurunan kontrol motorik ekstremitas, kelelahan,
penurunan kesadaran
Hypoxia

Effects of Different Levels of Oxygen Partial Pressure

PO2 (atm) Application and Effect

<0.08 Coma to ultimate death

<0.08-0.10 Unconsciousness in most people

0.09-0.10 Serious signs/symptoms of hypoxia

12
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

0.14-0.16 Initial signs/symptoms of hypoxia

0.21 Normal environmental oxygen (sea level air)

0.35-0.40 Normal saturation dive PO2 level

0.50 Threshold for whole-body effects; maximum saturation dive


exposure

1.6 NOAA limit for maximum exposure for a working diver

2.2 Commercial/military “Sur-D” chamber surface decompression,


100% O2 at 40 fsw (12 msw) pressure

2.4 60% N2 / 40% O2 nitrox recompression treatment gas at six ata


(165 fsw/50 msw)

2.8 100% O2 recompression treatment gas at 2.8 ata (60 fsw/18 msw)

3.0 50/50 nitrox recompression treatment gas for use in the chamber
at six ata

13.2 Keracunan CO2


Timbul pada penggunaan closed circuit oxygen karena gagal
menyerap O2
Gejala: pusing, lemas, kehilangan kesadaran
Keracunan CO2, kalau scuban atau alat udara suplynya
rebreathing(udara yang dihirup dan dikeluarkan nnti itu dipakai
lagi ) tapi ada absorbentnya , CO2nya diserap , celakanya kalau
absorbent ini tidak dimaintenance dengan bagus sehingga CO2 ini
kita hirup lagi sehingga makin lama CO2nya makin tinggi

13.3 Shallow Water Blackout


 Hyperventilation lowers the amount of CO2 in the blood, resulting in the urge to breathe being
postponed
 Breath-hold divers diving too deep for too long use up oxygen, but do not feel the urge to
breathe,
 Upon ascent, reductions in ambient pressure reduce the partial pressure of oxygen in the body –
this hypoxic condition can cause unconsciousness

13
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

13.4 Keracunan CO
 Karena kebocoran pada gas buang kompresor udara
 Gejala: sakit kepala, lemas, pingsan, meninggal
Keracunan CO (karbonmonoksida) hati-hati kalau air suply menggunakan selang, selang ini hasil
pembakaran mesin, saat menghasilkan udara tiba-tiba asap dari hasil pembakaran mesin ini
akan masuk ke selangnya, CO ini tidak berbau , tidak berasap tpi berefek fatal

13.5 Keracunan O2
 Penyelaman dengan O2 murni
 Menyelam terlalu lama dan kedalaman lebih dari 10 meter (>1,6 ATA)
 Keracuanan oksigen/ oxygen toxicity terjadi kalau air supplynya itu oksigen murni, makin
dalam maka PO2 makin tinggi
 Gejala: lapang pandang menyempit, tinitus, mual, twitching, iritabel, pusing, kejang

13.6 Tenggelam/nyaris tenggelam


◦ Tenggelam: tersumbatnya jalan nafas mengakibatkan kematian dalam 24 jam setelah terendam
◦ Nyaris tenggelam: kecelakaan yang mengakibatkan selamatnya korban dalam >24 jam setelah
terendam air
◦ Tenggelam dalam air tawar/air laut

13.7 Barotrauma
◦ Terjadi karena GRAVE: gas filled space, rigid wall, ambient pressure change, vascular
penetration, enclosed space
◦ Sering mengenai telinga, wajah, sinus, gigi, paru, lambung
◦ Terjadi squeeze (pengkerutan) sehingga timbul perdarahan
◦ kalau org tenggelam hati-hati kalu ada sinusitis, infeksi gigi, karena kalau ada pembekakan
jaringan, timbunan cairan atau ada gas disitu akan menyebabkan saat dia menyelam akan ada
dekompresi, pembuluh darah disana akan pecah, bisa ada bleeding di telinga , sinus, gusi

13.8 Hipothermia
◦ Suhu inti < 35oC
◦ Hilangnya panas badan 30 kali lebih cepat dari pada di udara
◦ Gejala: kram, amnesia, tremor, kulit dingin, delirium, hipokinesia, tonus otot meningkat,
sianosis, menggigil, takikardi, takipneu, hilang kesadaran
◦ karena di bawah laut suhu lebih rendah , jadi kalau mau diving itu physical fitness ini diperbaiki,
olahraga , cegah dehidrasi , tidak alkohol.

13.9 Nitrogen narcosis


◦ In the 1930s this “rapture of the deep” was linked to nitrogen in the air breathed under higher
pressures. Known as nitrogen narcosis, this condition occurred because nitrogen has anesthetic
properties that become progressively more severe with increasing air pressure.

14
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

◦ Pemakaian nitrogen 79% di kedalaman >30 meter


◦ Gejala: seperti mabuk alkohol, kurang konsentrasi, halusinasi, kejang, hilang kesadaran
◦ Gejala berkurang bila naik
◦ ada gas yang dipakai itu campuran udara oksigen murni, ada yang campuran nitrogen oksigen,
kalau menggunakan gas dengan nitrogen menyelam terlalu dalam kemungkinan akan
mengalami efek euphoria (disarankan menyelam 2 orang)
13.10 Gigitan hewan laut
13.11 Decompression Sickness (DCS)
◦ Thalmann and colleagues:Type I symptoms 106 cases of Type I as compared to 37 cases of Type
II DCS
◦ In the navy, the incidence of DCS is variously reported between 0.01% and 1.25%
◦ Symptoms influenced by the depth of the dive and the bottom time of the dive, the inert gas
breathed, the adequacy of decompression, and the delay to presentation
◦ Decompression sickness gejala bervariasi , nyeri otot dan sendi biasa, bagaimana membedakan
stroke dengan dcs apalagi kalau kejadiannya di daerah pinggir (tidk ada CT scan dll) . 95% terjadi
dalam 3 jam pertama , sisanya terjadi dalam 6 jam pertama dan itu sudah potensial , sangat
penting melakukan anamnesis pada jam-jam ini.

Jumlah pasien DCS di Rumah Sakit Sanglah periode 2009-2011 (Hyperbaric Chamber Department,
2011 dalam Bayu, 2012)
DCS
Tahun Jumlah
Laki Perempuan

2009 20 13 33

2010 25 24 49

2011 15 7 22

Jumlah 60 44 104
 Ascent terlalu cepat
 95% timbul <3 jam setelah penyelaman
 DCS:
– DCS tipe I
– DCS tipe II
– AGE
 DCS tipe 1:
nyeri tangan, kaki, gatal dan keunguan pada kulit, cutis marmorata, bengkak pada kelenjar
getah bening
 DCS tipe II:
– Terjadi 1 jam setelah menyelam – 36 jam

15
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

– gejala neurologis: lemah, mati rasa, kelumpuhan, sensasi tertusuk jarum, tinitus, vertigo,
gangguan fungsi otak; gejala pulmoner: batuk, takipneu, sakit dada, nyeri substernal, tersedak,
dyspneu
– AGE: perubahan kesadaran dalam 10 menit disertai bingung, gangguan visus, vertigo,
hemiplegia

 The role of Nitrogen , which comprises 78% of atmospheric gas and is biologically inert, is the
gas which leads to pathology as it follows the gas laws in the vessels and organs of a scuba
diving human. As a diver breathing air from a tank descends, the increased pressure causes
more nitrogen to enter his tissues than was present at the surface. If enough nitrogen enters
into solution and the diver returns to the surface too quickly, the excess gas will not have a
chance to be eliminated ("blown off") gradually through the lungs. The nitrogen will then come
out of solution and go into a gas phase--bubbles, which form in the blood and tissues of the
body. These bubbles account for the clinical entity that we call decompression sickness (DCS).
 Berdasarkan Hukum Dalton dengan peningkatan tekanan udara maka akan meningkatkan tekan
parsial masing-masing gas, cth gas nitrogen sebetulnya gas inert, sulit bereaksi dan sulit larut
dalam jaringan, tapi ketika tekanannya tinggi saat menyelam maka dia akan terlarut dalam
jaringan dan bahayanya saat naiknya, apabila kita naik terlalu cepat naik ke permukaan, maka
dia blm sempat melepaskan diri secara alamiah , sehingga dia akan membuat gelembung,
gelembung inilah yang berbahaya, jadi gelembung ini kalau dia menyumbat di otot rangka dan
sendi ya efeknya dia nyeri saja, tapi begitu dia menyumbatnya nanti di pembuluh darah di otak
ya gejalanya akan seperti stroke dan apabila menyumbatnya di medulla spinalis maka akan
terjadi kelumpuhan di bagian bawah, kemudian kalau di pembuluh darah di paru maka akan
timbul emboli paru, sehingga gejala decompression sickness ini bervariasi mulai dari ringan
sampai berat. DCS yang mengenai otak, medulla spinalis dan pembuluh darah paru ini
menimbulkan kegawatdaruratan.
 Refleks pada penyelaman bayi itu bagus, nanti kita bisa lihat diving pada bayi, bayi itu refleksnya
bagus, bayi kalau tenggelam itu menyelam dan naik dengan tenang, dia mungkin sudah
mendapatkan refleks ini dari lahir , dia mampu membedakan air itu masuknya ke saluran
pernafasan atau ke saluran pencernaan , tapi kalau kita itu biasanya panic, dan air masuk ke
saluran pernafasan

14.

16
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

 Prevention. Important questions for divers include "how quickly should I rise?”
◦ Gunakan Tabel dekompresi
◦ Prebreathing NBO dan HBO

15

16. Pressure Related Problems


(indirect)

Decompression sickness
– Nitrogen partial pressures
– Solubility
Nitrogen narcosis
Oxygen toxicity

17

17
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

Respiratory Changes on High Altitude

• High altitude  effect on human body


1
• Untuk mencapai homeostasis
• Mempertahankan supply oxygen untuk respirasi seluler
• Altitude is defined on the following scale High (2,438 - 3,658 meters), Very High 3,658 - 5,487
meters), and Extremely High (5,500 or more meters)

• Ketika ketinggian bertambah, konsentrasi yang tersisa masih sama tetapi jumlah molekul oxygen
setiap bernafas menjadi berkurang. Pada ketinggian 12,000 kaki (3,658 meters) tekanan
barometric hanya mencapai 483 mmHg

3500 meter, sangat tinggi 5200 metermakin tinggi


suatu tempat maka tekanan barometernya akan
semakin rendah, bedanya kalau penyelaman ada
hukumnya yaitu tiap penuruan 10 meter nambah 1
atmosfer, tetapi kalau ketinggian sangat bergantung
kepada tempat , jadi kalau mau ngukur harus bawa
altimeter

2. Immediate Responses to Altitude

• Orang yang baru datang ke ketinggian mengalami penyesuaian fisiologis yang cepat dalam usaha
untuk mengkompensasi udara yang lebih tipis dan untuk menghadapi pengurangan PO2
di alveolar
• Respon penting :
– Meningkatkan respiratory drive agar terjadi hyperventilasi
– Meningkatkan aliran darah saat beristirahat dan saat melakukan submaximal exercise

Respon meningkatkan hypoxic drivenya sehingga terjadilah hiperventilasi kemudian terjadi hipoksia dengan 18
eritropoiesis yang meningkat dalam jangka panjang, dalam jangka waktu singkat itu biasanya dengan
hiperventilasi utk meningkatkan ventilasi dan peningkatan aliran darah melalui perfusi
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

3. Oxygen loading at altitude


Kurva disosiasi oxyhemoglobin berbentuk S dan persentase saturasi
hemoglobin dengan oksigen hanya mengalami sedikit perubahan sampai
pada ketinggian 3048 m.
Pada ketinggian 1981 m, PO2 pada alveolar mengalami penurunan dari sea
level dimana yang awalnya tekanannya 100 mm Hg menjadi 78 mmHg,
tetapi konsentrasi Hb yang tersaturasi dengan oksigen masih tetap 90%

Tekanan O2 sangat rendah, bahkan lebih rendah dari tekanan O2 saat kita
di dataran biasa, kalau diperhatikan berarti tekanan O2 di alveolar jauh
sangat rendah saat kita berada di ketinggian

4. Acclimatization to Low PO2


• Increased pulmonary ventilation
• Increased numbers of red blood cells
• Increased diffusing capacity
• Increased vascularization of peripheral tissue
• Increased oxygen utilization by cells
5. ACUTE EFFECT OF HYPOXIA
• Drowsiness, lassitude, fatigue, headache, nausea, euphoria
• Seizures
• Coma
• Death
6. Hyperventilation
• Hyperventilasi akibat pengurangan arterial PO2 adalah respon penting yang harus terjadi bagi
mereka yang biasa hidup di daerah dataran rendah untuk menghadapi paparan saat mereka
pergi ke ketinggian
• Saat terinisiasi, “Hypoxic Drive” ini akan meningkat pada beberapa minggu dan akan terus
meningkat sampai setahun atau bisa lebih lama lagi bila mereka tinggal di ketinggian dalam
waktu yang lebih lama juga
7. Identification and Treatment of Altitude-Related Medical Problems
• Penduduk yang baru-baru saja tinggal dan bekerja pada ketinggian memiliki beberapa resiko
masalah kesehatan yang berhubungan dengan penurunan PO2 arterial
• Masalah ini biasanya menimbulkan gejala yang ringan dan bisa hilang dalam beberapa hari,
tergantung pada kecepatan pendakian dan tingkat keterpaparan
• 3 kondisi medis yang dapat mengancam orang-orang yang naik ke ketinggian :
• Acute mountain sickness (AMS), paling sering terjadi
• High-altitude pulmonary edema (HAPE), yang mana reverses kalau misalnya orang itu
kembali ke ketinggian yang lebih rendah dengan cepat

19
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

• High-altitude cerebral edema (HACE), kondisi yang berpotensi berakibat fatal apabila
tidak didiagnosis dan ditangani segera

8. Acute mountain sickness (AMS)


• Kebanyakan orang mengalami pengalaman yang tidak nyaman mengenai AMS pada beberapa
hari pertama di ketinggian 2500 m atau lebih tinggi lagi
• Dapat memburuk apabila melakukan olahraga pada beberapa jam pertama paparan
• Kemungkinan merupakan efek akut dari pengurangan saturasi oksigen di otak
• Hal ini paling sering terjadi pada mereka yang mendaki dengan cepat ke tempat yang lebih tinggi
tanpa mendapat aklimatisasi bertahap dan terlalu progresif saat turun dari ketinggian.
• Gejalanya biasanya muncul pada 4 sampai 12 jam dan menghilang dalam minggu pertama
• Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering terjadi, kemungkinan ini merupakan hasil dari
peningkatan cerebral hemodynamics akibat Hyperventilasi dalam jangka pendek

CONDITION SYMPTOMS

Acute Mountain Sickness (AMS) Severe headache, fatigue, irritability, nausea,


vomiting, loss of appetite, indigestion, flatulence,
generalized weakness, constipation, decreased
urine output with normal hydration, sleep
disturbances

High-altitude pulmonary edema (HAPE) Debilitating headache and severe fatigue,


excessively rapid breathing and heart rate, rales,
cough producing pink frothy sputum, bluish skin
colour (from low blood PO2); disruption of vision,
bladder, and bowel function, poor reflexes, loss of
coordination of trunk muscles, paralysis on one side
of the body

High-altitude cerebral edema (HACE) Staggered gait, dyspnea upon exertion, severe
weakness/fatigue, persistent cough with
pulmonary infection, pain or pressure in substernal
area, confusion, impaired mental processing,
drowsiness, ashen skin color, loss of consciousness
Acute mountain sickness (AMS)
• Menghilangnya sensasi haus dan penekanan rasa lapar yang berat bisa terjadi pada stage awal,
seringkali mengakibatkan pengurangan konsumsi energy sebanyak 40 % dan berkonsekuensi
menyebabkan hilangnya masa tubuh
9. High-altitude Pulmonary Edema (HAPE)
• Untuk alasan yang tidak diketahui, sekitar 2% dari orang-orang yang tinggal di ketinggian di atas
3000 m mengalami HAPE

20
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15

• Gejalanya muncul dalam 12-96 jam bergantung pada kecepatan pendakian


• Pada awalnya gejalanya tidak terlihat berat tetapi sindrom ini bisa berkembang menjadi
pulmonary edema dan retensi cairan di ginjal

10. Prevention and treatment of HAPE


• Prevention
– Mendakilah dengan pelan-pelan untuk individu yang rentan utk mengalami ini (rata-rata
meningkat saat sleeping altitude di ketinggian 300-350 m)
– Jangan lanjutkan mendaki ke tempat yang lebih tinggi lagi untuk orang yang mengalami
gejala AMS
– Turunlah jika gejala AMS tidak membaik setelah beberapa hari istirahat
– Dalam resiko tinggi hindari olahraga yang kuat saat aklimatisasi
– Nifedipine : 20 mg slow release formulation setiap 6 jam (or 30-60 mg sustained-release
formulation once daily) for susceptible individuals when slow ascent is impossible
• Treatment
– Descent by at least 1000 m (primary choice in mountaineering)
– Supplemental oxygen: 2-4 L/mnt (primary choice in areas with medical facilities)
– When 1 and/or 2 not possible:
• Administer 20 mg nifedipine slow-release formulation every 6 hours
• Use portable hyperbaric chamber
• Descent to low altitude as soon as possible
11. High-altitude Cerebral Edema
• HACE merupakan sindrom neuogenik yang berpotensi berakibat fatal yang merupakan
perkembangan dari Individu yang mengalami AMS setelah beberpa jam atau hari.
• HACE terjadi 1% pada orang-orang yang terpapar ketinggian di atas 2700 m, dapat terjadi
peningkatan intracranial pressure yang dapat menyebabkan coma dan kematian jika tidak
ditangani

21

Anda mungkin juga menyukai