ACX ‘15
1
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
5. Difusi sangat bergantung pada gradient tekanan. Perbedaan tekanan parsial di kedua sisi yaitu
antara alveolus dengan kapiler. Jadi makin tinggi perbedaannya maka makin tinggi kecepatan
difusinya, makin rendah perbedaannya maka semakin sulit terjadinya difusi.
Sehingga ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya difusi atau yang mempengaruhi
komponen oksigen ini, antara lain :
1. Bisa karena penambahan suatu gas lain di udara. Sebenarnya udara itu terdiri dari O2, CO2,
H2O dan nitrogen, tapi tiba-tiba ada gas lain atau zat x yang masuk , maka dia akan mengurangi
persentase masing-masing gas dalam udara tsb, terutama yang kita perlukan yaitu oksigennya,
jadi kalau oksigennya rendah ini akan menyebabkan hipoksia. Contohnya pada keracunan
karbonmonoksida, di dalam mobil contohnya setiap saat CO (karbonmonoksida) masuk terus
maka persentase O2, CO2, H2O, dan nitrogen ini akan digeser menjadi lebih rendah, sehingga
oksigen mungkin tidak lagi 21% bisa saja dia jadi 20%. Hal itu saja sudah mengurangi tekanan
parsial oksigennya, belum lagi sifat CO yang sangat atraktif terhadap oksigen, dalam kondisi
sama saja CO itu sifat atraktifnya sama dengan O2 jadi nanti akan terjadi persaingan antara
keduanya yang menyebabkan kita kekurangan O2 dan berakhir pada hipoksia.
2. Yang bisa menurunkan lagi kalau tekanan udara total turun, dari 760 jadi 500 maka tekanan
parsial oksigen akan turun, salah satu contohnya apabila kita berada di ketinggian contohnya
setinggi 5000 meter dengan tekanan parsial 500 mmHg maka tekanan parsial oksigennya akan
berubah dari 21% x 500 mmHg menjadi 100.
6. Begitu kita inspirasi maka udara ini akan ada di alveolus. Pada alveolus O2 tidak lagi sebesar 159
tetapi menjadi 100/104, tekanannya sangat turun dia, jadi kenapa dia bisa turun ? oleh karena di paru-
paru itu terdapat udara residu. Udara residu itu udara yang O2nya sudah diambil. Udara residu ini
dianggap sebagai udara yang setengah miskin, kemudian udara yang baru kita hirup ini dianggap kaya
maka kekurangannya akan diambil. Kalau tidak ada udara residu maka PO2 ini akan tetap 159 tetapi
begitu kita ekspirasi maka tekanannya akan menjadi 0. Jadi pada saat kita inspirasi dan ekspirasi
tenang terdapat functional residual capacity yang akan mempertahankan tekanannya tetap konstan.
CO2 dalam udara residu selalu tinggi karena udara residu itu dalam prosesnya nanti akan
ditambahkan CO2 dari udara yang berasal dari kapiler paru. kalau H2O ketika sampai di alveoli dia akan
meningkat, ini dikarenakan sistem respirasi kita ini memiliki fungsi unitifikasi yaitu fungsi menambahkan
komponen uap air, sehingga komponen uap air jadi meningkat.
2
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
3
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
The rate of diffusion across
membrane is inversely proportional to
8. Factors (Fick’s law): the membrane thickness
– The large of surface area
– The thickness of the membrane
– Partial pressure gradient
– Solubility of the gas
• Luas permukaan, makin luas permukaan maka makin cepat proses difusi, misal kita exercise
alveolus akan makin banyak terbuka sehingga menambah luas permukaan.
Luas permukaan bisa berkurang karena peristiwa pengangkatan paru, 1 lobus hilang saja sudah
berkurang, apalagi 1 paru seperti pada pneumothorax 1 paru itu tidak berfungsi. pengangkatan
satu paru (luas berkurang ½) , emfisema (dinding alveolus banyak hancur, sehingga luas
berkurang sampai 5x lipat)
• Tebalnya membrane berbanding terbalik dengan difusi, makin tebal permukaan membran
maka semakin sulit difusi.
Ketebalan membrane respirasi bertambah pada beberapa kondisi, salah satunya pada edema
adanya cairan pada membrane interstitial maupun di dalam alveolus, fibrosis paru, pneumoni
(peradangan pada jaringan paru)
Hipoksia tidak hanya terjadi karena gangguan kecepatan difusi, disamping itu juga terjadi
penurunan kemampuan ventilasi, karena banyak cairan pada edema ,pada fibrosis itu
elastisitasnya yang berkurang , sehingga kemampuan pengembangan paru juga berkurang jadi
jumlah udara berkurang, kecepatan difusi jadi berkurang, ma terjadilah hipoksia
• Perbedaan gradient tekanan parsial di kedua sisi, makin tinggi perbedaan gradient tekanan
maka semakin cepat difusi
• Kelarutan gas memang sifat asal gas, O2 memang sulit larut.
• D = ΔP x A x S
Oksigen 0,024
d x ƴ MW
• D = kecepatan difusi
• ΔP = perbedaan tekanan parsial di kedua Karbon dioksida 0,57
ujung jalur difusi
• A = luas penampang Karbon monoksida 0,018
• S = daya larut gas
• d = jarak difusi
Nitrogen 0,012
• MW = berat molekul gas tersebut
Helium 0,008
4
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
Va/Q = nol : tidak ada ventilasi alveolar (udara dalam alveolus seimbang dengan gas dlm darah)
• Va/Q tak terhingga : tidak ada aliran darah kapiler yang membawa O2 dari alveolus atau membawa CO2
ke alveolus. Udara yang diinspirasi tidak mengalami difusi
• Va/Q normal : difusi optimal (PO2 = 104 mmHg, PCO2 = 40 mmHg)
• Shunted blood : darah vena yang tidak teroksigenasi, pada saat tidak adanya ventilasi yang adekuat
5
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
Pada ventilation perfusion kapiler ini ada respon fisiologis pada sistem respirasi yang melibatkan
pembuluh darah (vaskuler) dan bronkus. Ini penting utk mematchkan ventilasi dan perfusi, ada arteri
dan bronkus yang terlibat. Pada sistem respirasi pembuluh darah akan berespon terhadap tekanan O2
sedangkan bronkus merespon terhadap perubahan tekanan CO2, sehingga dua komponen disana
terlibat dalam mematchkan. Dimana kalau O2nya rendah maka arteri akan merespon dengan
melakukan vasokonstriksi, intinya kalau muatannya sedikit maka busnya juga sedikit, jika O2 tinggi
maka arteri akan vasodilatasi. Hal ini berbeda dengan sistem pembuluh darah di jaringan lain karena
kalau pada jaringan lain yang dibutuhkan adalah O2nya, kalau O2nya rendah maka pembuluh darah
pada jaringan lain akan vasodilatasi agar kebutuhan O2 pada jaringan itu tercapai. Jadi mekanisme
pembuluh darah ini akan berkebalikan, sangat berbeda, kalau di respirasi fungsinya mematchkan
sedangkan kalau pada jaringan lain fungsinya untuk memenuhi kebutuhan O2.
CO2 tinggi maka bronkus akan dilatasi , agar CO2nya dikeluarkan, begitu juga sebaliknya jika CO2nya
rendah maka akan terjadi bronkokonstriksi , perkara nanti akan jadi normal atau tidak itu urusan
belakangan, apabila tidak tercapai homeostasis maka akan jatuh pada kondisi disorder.
6
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
Bagaimana respon sistem respirasi kalau terdapat tumor di daerah bronkus ? Maka ini akan
menyebabkan ventilasinya terganggu, jadi pemasukan udara akan berkurang, otomatis oksigen
menurun maka yang berespon adalah pembuluh darah, pembuluh darah akan vasokonstriksi.
Selanjutnya adanya tumor ini akan menyebabkan kesulitan mengeluarkan udara ekspirasi maka
volume residu bertambah, CO2 meningkat maka bronkus akan dilatasi, dengan pembuluh darah
vasokonstriksi dan bronkodilatasi entah ujungnya normal atau tidak itu urusan belakangan, begitu dia
bertambah berat dengan respon tadi namun tanpa perbaikan maka akan terjadi kondisi ketoacidosis,
toksimia dll.
Hiperventilasi itu napas cepat dan dalam, respon apa yang terjadi ? napas cepat dan dalam maka
menyebabkan O2 meningkat maka arteri vasodilatasi,di lain pihak karena udara ekspirasi dikeluarkan
juga maka CO2 juga rendah sehingga akan terjadi bronkontriksi, jadi responnya seperti itu.
Hiperventilasi sering digunakan saat diving, tarik nafas panjang lalu dikeluarkan atau dengan
hiperventilasi. Prinsipnya keinginan untuk bernafas itu secara tidak sadar, jadi kalau tahan nafas 10
menit itu pasti tidak bisa , pasti otomatis ingin bernafas. Keinginan untuk bernafas itu dirangsang oleh
keadaan PO2 yang rendah atau PCO2 yang tinggi, tapi dominan dirangsang oleh PCO2 yang tinggi , hal
ini akan merangsang pusat pernafasan untuk menyebabkan timbulnya keinginan untuk bernafas, kalau
kita tarik nafas dan ditahan maka o2 itu tinggi maka co2 tinggi , kalau co2 tinggi maka akan terjadi
ambang batas 46, sehingga lebih cepat terjadi keinginan untuk bernafas.
Kalau Hiperventilasi CO2nya sangat rendah O2nya banyak, sehingga utk mencapai nilai ambang
tanpa dia menimbulkan hypoxic drive, membutuhkan waktu yang cukup lama, dengan resiko O2
sebegitu rendahnya sedangkan pusat nafas belum terangsang, dia akan terangsang oleh CO2 yang tinggi,
maka otak akan mengalami kekurangan oksigen, berakhir pingsan ( sejujurnya aku tidak begitu mengerti
tentang yang ini)
7
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
1. Overview
Bali daerah tujuan wisata
Diving/penyelaman
7 juta di seluruh dunia dan 500.000 di antaranya melakukan pelatihan menyelam setiap
tahunnya.
Penyelaman: aktivitas bawah permukaan air
Dilakukan sejak lama
Tujuan:
makanan, eksplorasi, olah raga, rekreasi, salvage, dll
2. Jenis –jenis Penyelaman:
breath hold diving
diving bell
hard hat diving
SCUBA
Saturasi (Deep diving)
3. Diving accidents
Kejadian meninggal akibat diving 40
kali lebih tinggi dari pada main sepak
bola maupun sky air (The Australian
Lung Foundation)
1990s studi diving australasia 9%
meninggal karena asma (Divernet,
2007)
4. Pencegahan korban jiwa dan
kecelakaan
Underwater Medicine/ Diving
Medicine/ Undersea and Hyperbaric
medicine
Diving Medicine: diagnosis,
treatment, prevention akibat
masuk bawah air
◦ Prevention and treatment of diving
related injuries/illnesses
◦ Pre-employment/pre-placement
examinations
◦ Fitness for diving evaluations and
so on
8
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
5. Fitness to Dive
6. Jenis Test
Spirometri
Peak flow test
Bronchial agitasion test: debate
Exercise test
Post bronchial dilator test
7. FISIOLOGI PENYELAMAN
Dalton's law, Boyle’s Law, and Henry's law
9
Satrya Indrawangsa
Hokum boyle : makin kita ACX ‘15
ke dalam menyelam
maka tekanan akan makin tinggi, setiap 10 meter/
33 kaki tekanan akan bertambah 1 atmosfer,
dengan bertambahnya tekanan maka volume akan
mengecil sehingga kesulitan untuk ekspansi.
Henry’s Law
Gas dissolve directly proportional partial
pressure
10
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
8. Thoracic Squeeze
Penurunan secara cepat ke kedalaman akan menimbulkan gaya kompresi yang hebat
Pada saat kompresi volume paru di bawah 1-1,5 ltr, akan terjadi squeeze
Rasio TLC:RLV di permukaan= 4:1
Squeeze terjadi bila TLC>RLV atau TLC/RLV<1
Unequalize bila TLC < RLV
Prediksi RLV (liter)
Laki-laki berat normal
RLV = (0,022 x umur) + (0,0198 x tinggi) - (0,015 x BB) - 1,54
Wanita berat normal
RLV = (0,007 x umur) + (0,0268 x tinggi) - 3,42
Overweight (laki dan wanita)
(0,0167 x umur)+ (0,0130 x BB) + (0,0185 x tinggi) –3,34413
9. Diving reflex
Bradikardi
Penurunan COP
Vasokonstriksi perifer
Akumulasi laktat
11
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
12
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
2.8 100% O2 recompression treatment gas at 2.8 ata (60 fsw/18 msw)
3.0 50/50 nitrox recompression treatment gas for use in the chamber
at six ata
13
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
13.4 Keracunan CO
Karena kebocoran pada gas buang kompresor udara
Gejala: sakit kepala, lemas, pingsan, meninggal
Keracunan CO (karbonmonoksida) hati-hati kalau air suply menggunakan selang, selang ini hasil
pembakaran mesin, saat menghasilkan udara tiba-tiba asap dari hasil pembakaran mesin ini
akan masuk ke selangnya, CO ini tidak berbau , tidak berasap tpi berefek fatal
13.5 Keracunan O2
Penyelaman dengan O2 murni
Menyelam terlalu lama dan kedalaman lebih dari 10 meter (>1,6 ATA)
Keracuanan oksigen/ oxygen toxicity terjadi kalau air supplynya itu oksigen murni, makin
dalam maka PO2 makin tinggi
Gejala: lapang pandang menyempit, tinitus, mual, twitching, iritabel, pusing, kejang
13.7 Barotrauma
◦ Terjadi karena GRAVE: gas filled space, rigid wall, ambient pressure change, vascular
penetration, enclosed space
◦ Sering mengenai telinga, wajah, sinus, gigi, paru, lambung
◦ Terjadi squeeze (pengkerutan) sehingga timbul perdarahan
◦ kalau org tenggelam hati-hati kalu ada sinusitis, infeksi gigi, karena kalau ada pembekakan
jaringan, timbunan cairan atau ada gas disitu akan menyebabkan saat dia menyelam akan ada
dekompresi, pembuluh darah disana akan pecah, bisa ada bleeding di telinga , sinus, gusi
13.8 Hipothermia
◦ Suhu inti < 35oC
◦ Hilangnya panas badan 30 kali lebih cepat dari pada di udara
◦ Gejala: kram, amnesia, tremor, kulit dingin, delirium, hipokinesia, tonus otot meningkat,
sianosis, menggigil, takikardi, takipneu, hilang kesadaran
◦ karena di bawah laut suhu lebih rendah , jadi kalau mau diving itu physical fitness ini diperbaiki,
olahraga , cegah dehidrasi , tidak alkohol.
14
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
Jumlah pasien DCS di Rumah Sakit Sanglah periode 2009-2011 (Hyperbaric Chamber Department,
2011 dalam Bayu, 2012)
DCS
Tahun Jumlah
Laki Perempuan
2009 20 13 33
2010 25 24 49
2011 15 7 22
Jumlah 60 44 104
Ascent terlalu cepat
95% timbul <3 jam setelah penyelaman
DCS:
– DCS tipe I
– DCS tipe II
– AGE
DCS tipe 1:
nyeri tangan, kaki, gatal dan keunguan pada kulit, cutis marmorata, bengkak pada kelenjar
getah bening
DCS tipe II:
– Terjadi 1 jam setelah menyelam – 36 jam
15
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
– gejala neurologis: lemah, mati rasa, kelumpuhan, sensasi tertusuk jarum, tinitus, vertigo,
gangguan fungsi otak; gejala pulmoner: batuk, takipneu, sakit dada, nyeri substernal, tersedak,
dyspneu
– AGE: perubahan kesadaran dalam 10 menit disertai bingung, gangguan visus, vertigo,
hemiplegia
The role of Nitrogen , which comprises 78% of atmospheric gas and is biologically inert, is the
gas which leads to pathology as it follows the gas laws in the vessels and organs of a scuba
diving human. As a diver breathing air from a tank descends, the increased pressure causes
more nitrogen to enter his tissues than was present at the surface. If enough nitrogen enters
into solution and the diver returns to the surface too quickly, the excess gas will not have a
chance to be eliminated ("blown off") gradually through the lungs. The nitrogen will then come
out of solution and go into a gas phase--bubbles, which form in the blood and tissues of the
body. These bubbles account for the clinical entity that we call decompression sickness (DCS).
Berdasarkan Hukum Dalton dengan peningkatan tekanan udara maka akan meningkatkan tekan
parsial masing-masing gas, cth gas nitrogen sebetulnya gas inert, sulit bereaksi dan sulit larut
dalam jaringan, tapi ketika tekanannya tinggi saat menyelam maka dia akan terlarut dalam
jaringan dan bahayanya saat naiknya, apabila kita naik terlalu cepat naik ke permukaan, maka
dia blm sempat melepaskan diri secara alamiah , sehingga dia akan membuat gelembung,
gelembung inilah yang berbahaya, jadi gelembung ini kalau dia menyumbat di otot rangka dan
sendi ya efeknya dia nyeri saja, tapi begitu dia menyumbatnya nanti di pembuluh darah di otak
ya gejalanya akan seperti stroke dan apabila menyumbatnya di medulla spinalis maka akan
terjadi kelumpuhan di bagian bawah, kemudian kalau di pembuluh darah di paru maka akan
timbul emboli paru, sehingga gejala decompression sickness ini bervariasi mulai dari ringan
sampai berat. DCS yang mengenai otak, medulla spinalis dan pembuluh darah paru ini
menimbulkan kegawatdaruratan.
Refleks pada penyelaman bayi itu bagus, nanti kita bisa lihat diving pada bayi, bayi itu refleksnya
bagus, bayi kalau tenggelam itu menyelam dan naik dengan tenang, dia mungkin sudah
mendapatkan refleks ini dari lahir , dia mampu membedakan air itu masuknya ke saluran
pernafasan atau ke saluran pencernaan , tapi kalau kita itu biasanya panic, dan air masuk ke
saluran pernafasan
14.
16
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
Prevention. Important questions for divers include "how quickly should I rise?”
◦ Gunakan Tabel dekompresi
◦ Prebreathing NBO dan HBO
15
Decompression sickness
– Nitrogen partial pressures
– Solubility
Nitrogen narcosis
Oxygen toxicity
17
17
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
• Ketika ketinggian bertambah, konsentrasi yang tersisa masih sama tetapi jumlah molekul oxygen
setiap bernafas menjadi berkurang. Pada ketinggian 12,000 kaki (3,658 meters) tekanan
barometric hanya mencapai 483 mmHg
• Orang yang baru datang ke ketinggian mengalami penyesuaian fisiologis yang cepat dalam usaha
untuk mengkompensasi udara yang lebih tipis dan untuk menghadapi pengurangan PO2
di alveolar
• Respon penting :
– Meningkatkan respiratory drive agar terjadi hyperventilasi
– Meningkatkan aliran darah saat beristirahat dan saat melakukan submaximal exercise
Respon meningkatkan hypoxic drivenya sehingga terjadilah hiperventilasi kemudian terjadi hipoksia dengan 18
eritropoiesis yang meningkat dalam jangka panjang, dalam jangka waktu singkat itu biasanya dengan
hiperventilasi utk meningkatkan ventilasi dan peningkatan aliran darah melalui perfusi
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
Tekanan O2 sangat rendah, bahkan lebih rendah dari tekanan O2 saat kita
di dataran biasa, kalau diperhatikan berarti tekanan O2 di alveolar jauh
sangat rendah saat kita berada di ketinggian
19
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
• High-altitude cerebral edema (HACE), kondisi yang berpotensi berakibat fatal apabila
tidak didiagnosis dan ditangani segera
CONDITION SYMPTOMS
High-altitude cerebral edema (HACE) Staggered gait, dyspnea upon exertion, severe
weakness/fatigue, persistent cough with
pulmonary infection, pain or pressure in substernal
area, confusion, impaired mental processing,
drowsiness, ashen skin color, loss of consciousness
Acute mountain sickness (AMS)
• Menghilangnya sensasi haus dan penekanan rasa lapar yang berat bisa terjadi pada stage awal,
seringkali mengakibatkan pengurangan konsumsi energy sebanyak 40 % dan berkonsekuensi
menyebabkan hilangnya masa tubuh
9. High-altitude Pulmonary Edema (HAPE)
• Untuk alasan yang tidak diketahui, sekitar 2% dari orang-orang yang tinggal di ketinggian di atas
3000 m mengalami HAPE
20
Satrya Indrawangsa
ACX ‘15
21