Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERTUKARAN GAS
DOSEN : Ns. M. SYIKIR S.Kep

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

ALYA ANDRIANI
NURUL UMI EFENDI
SRI WAHYUNI
NORASMAH.B.Muh YUNUS
BESSE KADJORA IDRIS

6.
7.
8.
9.

MAHMUD R
DESY PUSPITASARI
FADILAH HUSANDRA
HENNI TASIK BINTOEN

Kelompok II
Keperawatan / semester III

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI


POLEWALI MANDAR
PRODI S1 KEPERAWATAN
2014-2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan MAKALAH

yang berjudul

PERTUKARAN GAS tepat pada waktunya.


Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pengrjaan makalah ini.
Penulis juga menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang membangun agar penulis
dapat berbuat lebih banyak di kemudian hari. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Polewali , 7 november 2014
Penyusun:kelompok II

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pernapasan pada manusia terjadi di lingkungan yang
berudara bebas, yang mana di lingkungan tersebut terdapat
banyak kandungan oksigen daripada karbondioksida sehingga
ketika manusia bernapas tidak membutuhkan banyak energi.
Berbeda bagi makhluk yang hidup di lingkungan air, misalnya
ikan. Ikan lebih sulit memperoleh oksigen karena harus melalui
proses pemilahan dengan air, yang mana molekul air lebih padat
daripada molekul udara sehingga membutuhkan energi yang
lebih banyak.
Pernapasan atau respirasi mempunyai fungsi utama yaitu
pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida dengan
mekanisme yang melibatkan banyak bagian-bagian dari tubuh.
B. Rumusan masalah
1. Mekanisme Gas berpindah mengikuti penurunan gradien
tekanan.
2. Mekanisme Oksigen masuk dan CO2 keluar dari darah di
paru secara pasif mengikuti penurunan gradian tekanan
parsial.
3. Mekanisme

Faktor

di

luar

gradien

tekanan

parsial

mempengaruhi kecepatan perpindahan gas.


4. Mekanisme Pertukaran gas melintasi kapiler sistemik juga
5.
6.
7.
8.

mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.


Mekanisme Ventilasi (Pertukaran Gas) Pulmonalis
Transportasi O2 dan CO2
Faktor yang Mempengaruhi Difusi Gas
Kapasitas Difusi Membrana Respirasi

C. Tujuan/ manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan
tentang pertukaran gas
2. Bagi Pembaca

pengetahuan

dan

sistem

respirasi

Memberikan wawasan tentang pertukaran gas serta dapat


menambah

dan

meningkatkan

wawasan

pengetahuan

khususnya sistem respirasi

BAB II
PEMBAHASAN
A. PERTUKARAN GAS
a).Gas berpindah mengikuti penurunan gradien tekanan.
Tujuan akhir bernapas adalah secara terus menerus

menyediakan pasokan 02 segar untuk diserap oleh darah ftan


mengeluarkan CO2 dari darah. Darah berfungsi sebagai sistem
transportasi untuk 02 dfcn CO2 antara paru San jaringan,
dengan

sel

jaringan

mengekstraksi

O2

dari

ftdarah

dan

mengeliminasi CO2 ke dalamnya.Pertukaran , di tingkat kapiler


paru dan kapiler jaringan terjadi lui difusi pasif sederhana O2
dan CO2 mengikuti nurunan gradien

tekanan parsial. Tidak

terdapat sme transportasi aktif bagi kedua gas tersebut. |Marilah


kita membahas apa yang dimaksud dengan iien tekanan parsial
dan bagaimana gradien tersebut
Udara atmosfer normal yang kering adalah campuran sgas yang mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% 02,
dengan persentase CO2, uap H2O, gas lain, dan itan hampir
dapat diabaikan. Secara bersama-sama.gas ini menghasilkan
tekanan atmosfer total sebesar ||[60 mmHg pada ketinggian
permukaan laut. Tekanan 1 ini setara dengan jumlah tekanan
setiap gas dalam uran tersebut.Tekanan yang ditimbulkan oleh
gas fentu berbanding lurus dengan persentase gas tersebut
campuran udara total. Setiap molekul gas, berapa- ukurannya,
menimbulkan besar tekanan yang sama; contoh,
molekul

N2

sebuah

menimbulkan i yang sama besarnya dengan yang

ditimbulkan i sebuah molekul O2. Karena 79% udara terdiri dari


^ N2> 79% dari 760 mmHg tekanan atmosfer, atau 600 mmHg,
ditimbulkan oleh molekul N2. Demikian juga, karena O2 mewakili
21% atmosfer, 21% dari tekanan atmosfer 760 mmHg, atau 160
mmHg, ditimbulkan oleh O2 (Gbr. 13-25). Setiap tekanan yang
secara independen ditimbulkan oleh gas tertentu di dalam
campuran gas dikenal sebagai tekanan parsial, yang dinyatakan
sebagai P^.Dengan demikian, tekanan parsial C^ di udara
atmosfer, Po, dalam keadaan normal adalah 160 mmHg. Tekanan
parsial CO2 di atmosfer, Pcoj, dapat diabaikan, yaitu 0,3 mmHg.

Gas-gas yang larut dalam cairan, misalnya darah atau


cairan tubuh lain, juga dianggap menimbulkan tekanan parsial.
Jumlah gas yang akan larut dalam darah ber-gantung pada daya
larut (solubilitas) gas dalam darah dan tekanan parsial gas
dalam udara alveolus tempat darah terpajan. Karena daya larut
O2 dan CO2 dalam darah konstan, jumlah O2 dan CO2 yang
larut dalam darah kapiler paru berbanding lurus dengan P02 dan
PCO2 alveolus.Tekanan parsial alveolus dari suatu gas tertentu
dapat dianggap "menahan" gas tersebut dalam larutan darah.
Apabila, seperti pada kasus O2, tekanap parsial suatu gas
dalam alveolus lebih tinggi daripada tekanan parsial gas
tersebut dalam ctarah yang memasuki kapUer paru, tekanan
parsial alveolus'yang lebih tinggi mendorong lebih banyak O2
masuk ke dalam darah.Oksigen ber-difusi dari alveolus dan larut
dalam

darah

sampai

Po2

darah

setara

dengan

Pqj

alveolus.Sebaliknya, apabila tekanan parsial suatu gas dalam


alveolus lebih rendah daripada tekanan parsialnya di darah
seperti yang terjadi pada CO2tekanan parsial alveolus yang
lebih rendah menyebabkan sebagian CO2 keluar dari larutan
(jadi, tidak lagi terlarut) dalam darah.Setelah keluar dari larutan,
CO2 berdifusi ke dalam alveolus sampai PCO2 darah setara
dengan P^ alveolus.Perbedaan tekanan parsial antara darah
paru dan udara alveolus tersebut dikenal sebagai gradien
tekanan parsial.Suatu gas selalu berdifusi mengikuti penurunan
gradien tekanan parsial dari daerah dengan tekanan parsial
tinggi ke daerah dengan tekanan parsial rendah, serupa dengan
difusi mengikuti penurunan gradien konsentrasi.
b).Oksigen masuk dan CO2 keluar dari darah di paru
secara pasif mengikuti penurunan gradian tekanan
parsial.
Komposisi udara alveolus tidak sama dengan udara
atmosfer yang dihirup karena dua alasan.Pertama, segera

setelah udara atmosfer memasuki saluran per-napasan, udara


tersebut mengalami kejenuhan H2O akibat pajanan ke saluran
pemapasan yang lembab. Uap air juga menimbulkan tekanan
parsial seperti gas lain-nya. Pada suhu tubuh, tekanan parsial
uap H2O adalah 47 mmHg. Pelembaban (humidifikasi) udara
yang

masuk

pada

dasarnya

menyebabkan

"pengenceran"

tekanan parsial gas-gas yang masuk sebesar 47 mmHg, karena


jumlah tekanan parsial harus sama dengan tekanan atmosfer
sebesar 760 mmHg. Pada udara lembab, PH2o = 47 mmHg, PN2
= 563 mmHg, dan P02 = 150 mmHg.
GAMBA.R 13-25

Konsep Tekanan Parsial Tekanan parsial yang

ditimbul-kan oleh tiap-tiap gas dalam suatu campuran setara


dengan tekanan total dikali komposisi fraksional gas dalam
campuran tersebut.

Kedua, P02 alveolus juga lebih rendah daripada P02


atmosfer

karena

udara

inspirasi

segar

tercampur

dengan

sejumlah besar udara lama yang berada di paru dan .ruang-mati


pada akhir ekspirasi sebelumnya (kapasitas residual fungsional).
Hanya sekitar sepertujuh udara alveolus total yang diganti oleh
udara

segar

dari

atmosfer

setiap

kali

bernapas.

Dengan

demikian, pada akhir inspirasi, kurang dari 15% udara di


alveolus yang merupakan udara segar. Akibat humidifikasi dan
rendah-nya tingkat pertukaran udara alveolus, Po2 alveolus ratarata adalah 100 mmHg, dibandingkan dengan P02 atmosfer
sebesar 160 mmHg.
Masuk akal apabila ada anggapan bahwa Po2 alveolus
akan meningkat selama inspirasi dengan datangnya udara segar
dan akan menurun selama ekspirasi. Namun, fluktuasi kecil P02,
hanya beberapa mmHg, terjadi karena dua alasan. Pertama,
setiap kali bernapas hanya sebagian kecil dari udara alveolus
total yang dipertukar-kan. Volume udara inspirasi ber-P02-tinggi
yang relatif kecil dengan cepat tercampur dengan udara yang
ter-tahan di alveolus yang jumlahnya jauh lebih besar dan
memiliki Po2 lebih rendah.Dengan demikian, O2 dalam udara
inspirasi hanya dapat meningkatkan sedikit P02 alveolus total.
Bahkan peningkatan kecil Po2 ini akan hilang karena sebab lain.
Oksigen secara terus menerus berpindah melalui proses difusi
pasif mengikuti pe-nurunan gradien tekanan parsial dari alveolus
ke dalam darah. Oksigen yang tiba di alveolus dalam udara
inspirasi hanya menggantikan O2 yang berdifusi ke luar alveolus
dan masuk ke dalam kapiler paru.Dengan demikian, P02
alveolus tetap konstan sekitar 100 mmHg sepanjang siklus
pernapasan.

Karena

P02

darah

paru

berada

dalam

keseimbangan dengan P02 alveolus, P02 darah juga akan berada


dalam kisaran yang cukup konstan pada angka tersebut.
Karenanya, selama siklus inspirasi jumlah O2 dalam darah yang

tersedia untuk jaringan tidakbanyak berubah-ubah.


Situasi serupa dalam arah berlawanan berlaku untuk
CO2.Karbon dioksida, yang secara terus menerus diproduksi oleh
jaringan tubuh sebagai produk sisa metabolisme, secara konstan
ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik.Di kapiler paru,
CO2 berdifusi mengikuti penurunan gradien tekanan parsial dari
darah ke dalam alveolus dan kemudian dikeluarkan dari tubuh
melalui ekspirasi. Seperti O2, Pco2 alveolus relatif konstan
sepanjang siklus pernapasan, tetapi dengan angka yang lebih
rendah,

yaitu

40

mmHg.

Ventilasi

secara

terus

menerus

mengganti P02 alveolus, sehingga tekanan gas tersebut relatif


tinggi, dan secara terus menerus mengeluarkan CO2, sehingga
PC02 alveolus relatif rendah.Dengan demikian, gradien tekanan
parsial antara alveolus dan darah dapat dipertahankan, sehingga
O2 dapat masuk ke darah dan CO2 keluar dari darah.
Darah yang masuk ke kapiler paru adalah darah vena ,
sistemik yang dipompa ke paru melalui arteri pulmonalis. Darah
ini, yang baru kembali dari jaringan tubuh, mengandung O?yang
relatif rendah dengan P02J 40 mmHg, dan relatif mengandung
banyak CO2, dengan I PCo2 46 mmHg. Pada saat mengalir
melalui kapiler-| kapiler paru, darah ini terpajan ke udara alv
(Gbr. 13-26).Karena P02 alveolus 100 mmHg tinggi daripada Po2
darah yang masuk ke paru 40 mmHg), O2 berdifusi mengikuti
penurunan gradfe tekanan parsial dari alveolus ke dalam darah
samp tidak lagi terdapat gradien.Pada saat meninggal' kapiler
paru, darah memiliki P02 setara dengan alveolus, yaitu 100
mmHg.Gradien tekanan parsial untuk CO2 memiliki arah yang
berlawanan. Darah yg masuk kekapiler paru memiliki Pco2 46
mmHg

sementara

dioksida berdifusi dari darah ke dalam

alveolus PC02 berada dalam keseimbangan dengan Pco2 alveS

Dengan demikian, darah yang meninggalkan kapileff memiliki


Pc02 40 mmHg. Sewaktu melewati paru, menyerap O2 dan
menyerahkan

CO2

hanya

dengan Proses

difusi

mengikuti

penurunan gradien tekanan parsial yang terdapat antara darah


dan alveolus. Setelah meninggaljan paru, darah, yang sekarang
memiliki P02 100 mmHg dan Pco2 40 mmHg, kembali ke jantung
untuk kemudian di pompa ke jaringan tubuh sebagai darah arteri
sistemik.
GAMBAR 13-26

Pertukaran O2 dan C02 menembus Kapiler Paru

dan Sistemik yang Disebabkan oleh Gradien Tekanan Parsial


p02 alveolus relatif tetap tinggi dan PC02 alveolus relatif
tetap rendah karena sebagian udara alveolus ditukar dengan
udara atmosfer segar setiap kali bemapas. Sebaliknya, darah
vena sistemik yang memasuki paru relatif kurang mengandung
O2 dan banyak mengandung CO2, setelah melepaskan 02 dan
menyerap CO2 di tingkat kapiler sistemik Hal ini menciptakan
gradien tekanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler
paru yang menginduksi difusi pasif O2 ke dalam darah dan C02
keluar dari darah sampai tekanan parsial di darah dan alveolus
seimbang. Dengan demikian, darah yang meninggalkan paru
relatif

lebih

banyak

mengandung

O2

dan

lebih

sedikit

mengandung CO2 dibandingkan dengan tekanan parsial di sel-sel


jaringan pengkonsumsi O2 dan penghasil CO2.Akibatnya, gradien
tekanan parsial untuk pertukaran gas

di tingkat jaringan

mendorong perpindahan pasif O2 keluar dari darah dan masuk ke


sel untuk menunjang kibutuhan metabolisme sel tersebut serta
juga

mendorong

perpindahan

C02

ke

dalam

darah.Darah

kemudian kembali ke paru untuk sekali lagi terisi 0; dan


mengeluarkan CO2.Po2 dan ttOl arteri sistemik biasanya relatif
konstan setelah melakukan kese-imbangan dengan tekanan

parsial jHveolus, yang pada dasamya selalu tonstan. Sebaliknya,


P02 dan PCo2 vena sistemik berubah-ubah, bergantung padda
tingkat aktivitas metabolisme.
Melintasi kapiler paru:
Gradien tekanan parsial O2 dari alveolus ke darah = 60 mm Hg
(100 40)
Gradien tekanan parsial CO2 dari darah ke alveolus = 6 mm Hg
(46 - 40)
Melintasi kapiler sistemik:
Gradien tekanan parsial O, dari darah ke sel jaringan = 60 mm
Hg (100 40)
Gradien tekanan parsial CO2 dari sel jaringan ke darah = 6 mm
Hg (46 40)

S
el jaringan
Angka-angka adalah tekanan dalam mmHg.
Perhatikan bahwa darah yang kembali keparu dari jaringan
masih mengandung O2 (Po2 Darah vena sistemik = 40 mmHg)
dan bahwa darah yang keluar dari paru masih mengandung Co2.
Tambahan O2 yang diangkut dalam darah melebihi jumlah
normal yang diserahkan kejaringan mencerminkan cadangan O2
Yang dapat segera digunakan oleh sel-sel jaringan manakala

kebutuhan O2 mereka meningkat . karbon dioksida yang


menetap dalam darah bahkan setelah darah melewati paru
berperan penting pada keseimbangan asam basa tubuh karena
CO2 Menghasilkan asam karbonat . selain itu Pco2 arteri penting
untuk mengendalikan pernapasan . mekanisme ini akan dibahas
kemudian
Jumlah O2 yang diserap oleh paru sesuai dengan jumlah
yang diekstraksi dan digunakan oleh jaringan. Apbila .Jaringan
melakukan metabolisme secara jauh lebih aktif misalnya pada
saat berolahraga), lebih banyak O2 yang diekstraksi dari darah
di tingkat jaringan, sehingga P02 vena sistemik berkurang
menjadi lebih rendah daripada 40 mmHgmisalnya PO2 menjadi
30 mmHg. Sewaktu darah ini kembali ke paru, terbentuk gradien
P02 yang lebih besar daripada normal antara darah yang baru
datang dan udara alveolus. Perbedaan P02 antara alveolus dan
darah sekarang menjadi 70 mmHg (P02 alveolus 100 mmHg dan
P02 darah 30 mmHg), dibandingkan dengan gradien P02 normal
sebesar 60 mmHg (P02 alveolus 100 mmHg dan P02 darah 40
mmHg). Dengan demikian, lebih banyak O2 yang berdifusi dari
alveolus ke dalam darah mengikuti penurunan gradien tekanan
parsial

sebelum

P02

darah

setara

dengan

P02

alveolus.Peningkatan perpindahan O2 ke dalam darah ini menggantikan peningkatan jumlah O2 yang dikonsumsi, sehingga
penyerapan O2 sesuai dengan pemakaian O2 bahkan sewaktu
konsumsi O2 ditingkatkan. Pada saat yang sama ketika lebih
banyak O2 berdifusi dari alveolus ke dalam darah karena
peningkatan

gradien

tekanan

parsial,

ventilasi

terangsang

sehingga O2 dari atmosfer yang masuk ke alveolus lebih cepat


untuk mengganti O2 yang berdifusi ke dalam darah.
Demikian juga, jumlah C02 dari darah yang dipindah-kan

ke alvedlus sesuai dengan jumlah CO2 yang diserap di jaringan.


Sekali lagi,

peningkatan ventilasi

peningkatan

aktivitas

akan

yang

ber-kaitan dengan

memastikan

bahwa

terjadi

peningkatan jumlah C02 yang disalurkan ke alveolus untuk


dikeluarkan ke atmosfer.
c).Faktor di luar gradien tekanan parsial mempengaruhi
kecepatan perpindahan gas.
Kita telah membahas difusi O2 dan C02 antara darah dan
alveolus

seolah-olah

merupakan

penentu

gradien

tekanan

satu-satunya

parsial

gas-gas

kecepatan

ini

difusi

mereka.IngaUah bahwa, menurut hukum difusi Fick, kecepatan


difusi suatu gas melintasi selembar jaringan juga ber-gantung
pada luas permukaan dan ketebalan membran yang harus
dilewati gas serta koefisien difusi gas tertentu (Tabel 13-6).
Dalam keadaan normal, perubahan kecepatan pertukaran gas
terutama ditentukan oleh perubahan gradien tekanan parsial
antara darah dan alveolus, karena pada keadaan istirahat faktor
lain ini relatif konstan.
Walaupun demikian, selama olahraga, luas permukaan
yang

tersedia

untuk

pertukaran

dapat

meningkat

secara

fisiologis untuk meningkatkan kecepatan pertukaran gas.Pada


keadaan istirahat, sebagian kapiler paru biasanya tertutup
karena tekanan sirkulasi paru, yang secara normal rendah, tidak
mampu membuka semua kapiler yang ada.Selama olahraga,
pada saat tekanan darah paru meningkat akibat peningkatan
curah jantung, banyak kapiler paru yang sebelumnya tertutup
menjadi terbuka. Hal ini meningkatkan luas permukaan darah
yang tersedia untuk proses pertukaran. Selain itu, selama
olahraga membran alveolus lebih teregang daripada normal
karena peningkatan tidal volume (bernapas lebih dalam).
Peregangan itu meningkatkan luas permukaanalveolus dan

menurunkan ketebalan membran alveolus. Secara kolektif,


perubahan-perubahan di atas meningkatkan pertukaran gas
selama olahraga.
Di pihak lain,

beberapa

menurunkan

luas

permukaan

menurunkan

kecepatan

keadaan
paru

pertukaran

patologis

dan,

pada

gas.

Luas

sangat

gilirannya,
permukaan

berkurang pada emfisema karena banyak dinding alveolus yang


lenyap, sehingga terbentuk ruang-ruang udara yang lebih besar
tetapi lebih sedikit (Gbr. 13-27).Ber-kurangnya luas permukaan
untuk

pertukaran

gas

juga

dapat

terjadi

akibat

adanya

atelekstasis paru serta akibat hilangnya sebagian jaringan paru


karena

pengangkatan

secara

bedahmisalnya

dalam

pengobatan kanker paru.


Pertukaran gas yang tidak adekuat juga dapat terjadi
apabila ketebalan sawar yang memisahkan udara dan darah
meningkat

secara

patologis.Apabila

kecepatan

pertukaran

gas

ketebalan

berkurang

karena

meningkat,
gas

harus

menempuh lintasan yang lebih jauh untuk berdifusi. Ketebalan


meningkat pada (1) edema paru, suatu penimbunan berlebihan
cairan interstisium di antara alveolus dan kapiler paru akibat
peradangan paru atau gagal jantung kongestif (karena gagal
jantung kiri, lihat h. 287), (2) fibrosis paru yang melibatkan
peng-gantian jaringan paru oleh jaringan fibrosa tebal sebagai
respons terhadap iritasi kronik tertentu, dan (3) pneumonia,
yang ditandai oleh penimbunan cairan peradangan di dalam
atau di sekitar alveolus. Biasanya pneumonia disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus, tetapi juga dapat terjadi dari aspirasi
(masuk

ke

jalan

napas)

secara

tidak

sengaja

makanan,

muntahan, atau bahan kimiawi.


Kecepatan perpindahan gas berbanding lurus dengan
koefisien difusi (D), suatu konstanta yang berkaitan dengan daya

larut gas tertentu di jaringan paru dan dengan berat molekulnya


(D sol/Vbm). Koefisien difusi untuk C02 adalah dua puluh kali
lebih besar dari 02, karena CO2 jauh lebih mudah larut dalam
jaringan tubuh daripada O2. Dengan demikian, kecepatan difusi
CO2 menembus membran pernapasan dua puluh kali lebih cepat
daripada kecepatan O2 untuk gradien tekanan parsial yang
sama. Perbedaan dalam koefisien difusi ini secara normal
diimbangi oleh perbedaan gradien tekanan parsial yang terdapat
untuk O2 dan CO2 melintasi membran kapiler alveolus. Gradien
tekanan parsial CO2 adalah 6 mmHg (Pco2 darah 46 mmHg;
PC02 alveolus 40 mmHg), dibandingkan dengan gradien tekanan
parsial O2 60 mmHg (Po2 di alveolus 100 mmHg; P02 di darah
40 mmHg).
Secara normal, diperkirakan terjadi pertukaran O2 dan
CO2

dalam

jumlah

setarasebesar

kuosien

per-ftapasan.

Walaupun volume tertentu darah menghabiskan tigk-perempat


detik melewati jaringan kapiler paru, P02 dan PC02 biasanya
sudah berada dalam keseimbangan jlengan tekanan parsial
alveolus pada saat darah sudah ftienjalani sepertiga lintasan
kapiler paru.Hal ini berarti tahwa dalam keadaan normal paru
memiliki cadangan %ifusi yang besar, suatu kenyataan yang
sangat penting selama kita berolahraga berat.Waktu yafhg
dipakai oleh darah untuk transit di kapiler paru berkurang
apabila ijiran darah paru meningkat seiring dengan peningkatan
Surah jantung yang menyertai olahraga. Walaupun waktu '
IJang tersedia untuk pertukaran gas memendek, P02 dan PC02
darah secara normal tetap mampu menyamai kadar Ijyeolus
karena adanya cadangan difusi paru tersebut.
Pada paru yang sakit, difusi mengalami gangguan akibat
penurunan luas permukaan atau penebalan sawar ah-udara.
Pada keadaan demikian, pertukaran O2 [ ^asanya jauh lebih

terpengaruh daripada pertukaran : karena koefisien difusi CO2


yang lebih besar. Pada t darah mencapai akhir jaringan kapiler
paru,

darah

ebut

kemungkinan

telah

lebih

berhasil

menyetarakan 2-nya dengan PC02 alveolus, daripada Po2-nya,


karena dapat berdifusi lebih cepat menembus sawar pasan. Pada
kelainan yang lebih ringan, difusi O2 CO2 mungkin adekuat
sewaktu dalam keadaan it, tetapi selama berolahraga, ketika
waktu transit i berkurang, gas-gas darah, terutama O2, mungkin
i mencapai keseimbangan dengan gas-gas alveolus i darah
meninggalkan paru.
d).Pertukaran

gas

melintasi

kapiler

sistemik

juga

mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.


seperti di kapiler paru, O2 dan CO2 berpindah antara 1
kapiler sistemik dan sel jaringan melalui proses.difusi pasif
mengikuti penurunan gradien tekanan parsial. Lihatlah kembali
Gambar 13-26. Darah arteri yang mencapai kapiler sistemik
pada

dasarnya

meninggalkan
keseluruhan

adalah

paru
sistem

darah

melalui
sirkulasi

yang

vena

sama

pulmonalis,

hanya

terdapat

dengan
karena
dua

yang
dari

tempat

pertukaran gas, yaitu kapiler paru dan kapiler sistemik. P02


arteri adalah 100 mmHg dan PC02 arteri adalah 40 mmHg; sama
seperti P02 dan Pco2 alveolus.
Sel secara terus menerus

mengkonsumsi

O2

dan

menghasilkan CO2 melalui metabolisme oksidatif. P02 sel


besarnya rata-rata 40 mmHg dan PC02-nya sekitar 46 mmHg,
walaupun angka-angka ini sangat bervariasi, bergantung pada
tingkat aktivitas metabolisme sel. Oksigen berpindah mengikuti
penurunan gradien tekanan parsial dari memasuki darah kapiler
sistemik (P02 = 100 mmHg) ke dalam sel-sel yang berdekatan
(P02 = 40 mmHg) sampai tercapai keseimbangan. Dengan
demikian, P02 darah vena yang meninggalkan kapiler sistemik

setara dengan P02 jaringan dengan rata-rata 40 mmHg.Situasi


yang berlawanan berlaku untuk CO2. Karbon dioksida dengan
cepat berdifusi ke luar sel (PC02 = 46 mmHg) untuk masuk ke
darah kapiler (PC02 = 40 mmHg) mengikuti penurunan gradien
tekanan parsial yang tercipta akibat produksi terus menerus
CO2. Perpindahan CO2 berlangsung terus sampai PCo2 darah
seimbang dengan Pco2 jaringan1.Dengan demikian, darah yang
meninggalkan kapiler sistemik memiliki Pco2 rata-rata 46
mmHg. Darah vena sistemik ini, yang secara relatif mengandung
sedikit O2 (P02 = 40 mmHg) dan banyak CO2 (PC02 = 46
mmHg), kembali ke jantung dan kemudian dipompa ke paru
untuk mengulangi siklus peredaran darah.
Semakin aktif suatu jaringan melakukan metabolisme,
semakin rendah P02 sel turun dan semakin tinggi PC02 sel
meningkat.Akibat peningkatan gradien tekanan parsial darah-kesel, lebih banyak O2 yang berdifusi dari darah ke dalam sel dan
lebih banyak CO2 yang keluar dengan arah berlawanan sampai
P02 dan PC02 darah men-i capai keseimbangan dengan sel-sel di
sekitarnya.Dengan demikian, jumlah O2 yang dipindahkan ke
sel dan jumlah CO2 yang dibawa ke luar sel bergantung pada
tingkat metabolisme sel.
Perhatikan bahwa difusi netto O2 pertama-tama terjadi
antara alveolus dan darah dan kemudian antara darah dan
jaringan akibat gradien tekanan parsial O2 yang tercipta oleh
penggunaan terus menerus O2 oleh sel dan penggantian terus
menerus O2 segar di alveolus oleh proses ventilasi alveolus.
Difusi netto CO2 berlangsung dengan arah berlawanan, pertama
antara jaringan dan darah dan kemudian antara darah dan
alveolus, akibat adanya gradien tekanan parsial CO2 yang
tercipta oleh pembentukan terus menerus CO2 di sel dan
pengeluaran terus menerus CO2 oleh alveolus melalui proses

ventilasi alveolus.
e).Mekanisme Ventilasi (Pertukaran Gas) Pulmonalis
Paru-paru dapat membesar dan berkontraksi dengan 2
jalan :
1) Dengan gerakan turun naik diafragma akan memanjang dan
memperpendek rongga dada
2) Dengan pengangkatan dan penekanan tulang rusuk akan
mengangkat/memperbesar

dan

menurunkan/memperkecil

diameter anteroposterior rongga dada.


Pernafasan normal dilakukan hampir sempurna oleh gerakan
inspirasi (menghirup) diafragma. Selama inspirasi diafragma
menarik ke bawah permukaan bagian bawah paru-paru. Selama
ekspirasi (menghembus) diafragma berelaksasi dan mendorong
paru-paru

ke

belakang,

dinding

dada

dan

struktur

perut

mendorong paru-paru. Selama bernafas berat, dorongan ke


belakang tidak cukup kuat untuk menyebabkan respirasi cepat,
hal itu dapat dicapai dengan kontraksi urat perut yang
mendorong isi perut ke atas melawan diafragma bagian bawah.
Cara kedua untuk memperbesar paru-paru adalah dengan
meningkatkan/memperbesar ruangan dada melalui rib cage.
Hal itu akan memperbesar paru-paru karena dalam posisi
istirahat

secara

alamiah,

tulang

rusuk

miring

ke

bawah,

sehingga memungkinkan tulang dada bergerak ke belakang di


depan kolumnis spinalis. Namun, bila rib cage terangkat, tulang
rusuk langsung mengarah ke belakang. Dengan demikian, tulang
dada pada waktu itu bergerak ke belakang menjauhi spinosus
yang menyebabkan anteroposterior dada menjadi lebih besar
kira-kira 20% selama respirasi maksimum dibandingkan selama
ekspirasi.

Oleh

karena

itu,

berbagai

otot

tersebut

yang

mengangkat rongga dada dapat diklasifikasikan sebagai urat

daging inspirasi, dan urat daging yang menekan rongga dada


adalah urat daging ekspirasi.
f).Transportasi O2 dan CO2
Gas dapat mengaliri suatu tempat ke tempat lain dengan
jalan difusi dan hal ini selalu disebabkan oleh adanya perbedaan
tekanan dari satu tempat terhadap tempat lainnya. Jadi, O 2
berdifusi

dari

alveoli

ke

dalam

pembuluh

darah

kapiler

pulmonaris karena perbedaan tekanan yang dalam hal ini


tekanan O2 (PO2) di dalam alveoli lebih besar dibandingkan
dengan PO2 di dalam darah pulmonaris. Darah pulmonaris
diangkut melalui sirkulasi darah menuju berbagai jaringan perifir.
Di sana PO2 lebih rendah dalam sel dibandingkan dengan yang di
dalam darah arteri yang masuk ke dalam berbagai pembuluh
darah kapiler. Di situ lagi PO 2 jauh lebih tinggi dalam darah
kapiler menyebabkan O2 berdifusi ke luar dari pembuluh kapiler
dan seluruh cairan interstisial menuju sel.
Karena O2 dimetabolisasikan dengan makanan dalam sel
untuk membentuk CO2 maka tekanan CO2 (PCO2) meningkat
mencapai nilai tinggi dalam sel yang menyebabkan CO2 berdifusi
dari sel ke dalam jaringan kapiler. CO2 dalam darah diangkut ke
kapiler pulmonaris. CO2 itu berdifusi ke luar dari darah dan
menuju ke dalam alveoli karena PCO2 di dalam alveoli lebih
rendah dibandingkan dengan yang di dalam darah. Hal yang
mendasar di sini adalah bahwa angkutan O2 dan CO2 ke dan dari
berbagai jaringan tergantung dari difusi dan aliran darah secara
berturut-turut.

g).Faktor yang Mempengaruhi Difusi Gas

Prinsip

dan

formula

terjadinya

difusi

gas

melalui

membrana respirasi sama dengan difusi gas melalui air dan


berbagai jaringan. Jadi, faktor yang menentukan betapa cepat
suatu gas melalui membrana tersebut adalah :
1) Ketebalan membrana,
2) Luas permukaan membrana,
3) Koefisien difusi gas dalam substansi membrane
4) Perbedaan tekanan antara kedua sisi membrana.
Sering terjadi kecepatan difusi melalui membrana tidak
proporsional terhadap ketebalan membrana sehingga setiap
faktor yang meningkatkan ketebalan melebihi 2 3 kali
dibandingkan dengan yang normal dapat mempengaruhi secara
sangat nyata pertukaran gas pernafasan normal. Khusus pada
olahragawan,

luas

permukaan

membrana

respirasi

sangat

mempengaruhi prestasi dalam pertandingan maupun latihan.


Luas permukaan paru-paru yang berkurang dapat berpengaruh
serius terhadap pertukaran gas pernafasan. Dalam hal koefisien
difusi masing-masing gas kaitannya dengan perbedaan tekanan
ternyata CO2 berdifusi melalui membrana kira-kira 20 kali lebih
cepat dari O2, dan O2 dua kali lebih cepat dari N2. Dalam hal
perbedaan tekanan gas, tekanan gas parsial menyebabkan gas
mengalir melalui membrana respirasi. Dengan demikian, bila
tekanan

parsial

suatu

gas

dalam

alveoli

lebih

besar

dibandingkan dengan tekanan gas dalam darah seperti halnya


O2 , difusi terjadi dari alveoli ke arah dalam, tetapi bila tekanan
gas dalam darah lebih besar dibandingkan dengan dalam alveoli

seperti halnya CO2 maka difusi terjadi dari darah ke dalam


alveoli.

h).Kapasitas Difusi Membrana Respirasi


Kemampuan seluruh membrana respirasi untuk terjadinya
pertukaran gas antara alveoli dan darah pulmonaris dapat
diekspresikan dengan istilah kapasitas difusinya, yang dapat
didefinisikan

sebagai

volume

gas

yang

berdifusi

melalui

membrana tadi setiap menit untuk setiap perbedaan tekanan 1


mm Hg. Kapasitas difusi O2 laki-laki muda dewasa pada waktu
istirahat rata-rata 21 ml per menit per mm Hg. Rata-rata
perbedaan tekanan O2 menembus membrana respirasi selama
dalam keadaan normal yaitu dalam keadaan bernafas tenang
kira-kira 11 mm Hg. Peningkatan tekanan itu menghasilkan kirakira 230 ml O2 berdifusi normal melalui membrana respirasi
setiap

menit;

dan

itu

sama

dengan

kecepatan

tubuh

menggunakan O2. Di lain pihak, kapasitas difusi CO 2 belum


pernah dihitung karena kesukaran teknis. Sebenarnya sangat
penting diketahui kapasitas difusi yang tinggi dari CO 2 itu. Bila
tidak demikian maka membrana respirasi banyak mengalami
kerusakan. Akibatnya, kapasitasnya membawa O 2 ke dalam
darah sering tidak cukup sehingga menyebabkan kematian
seseorang jauh lebih cepat daripada ketidakseimbangan yang
serius dari difusi CO2.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mekanisme Pertukaran Gas Pulmonalis dengan cara kontraksi,
yaitu :
Dengan gerakan turun naik diafragma akan memanjang dan
memperpendek rongga dada
Dengan pengangkatan dan penekanan tulang rusuk akan
mengangkat/memperbesar

dan

menurunkan/memperkecil

diameter anteroposterior rongga dada.


2.

Pertukaran

oksigen

dengan

karbondioksida

melalui

mekanisme difusi, yaitu mekanisme transport yang mana zat


yang terlarut bergerak melintasi dinding pembuluh darah dan
aliran darah ke dalam cairan interestisial atau sebaliknya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :

Ketebalan membrana,
Luas permukaan membrana,
Koefisien difusi gas dalam substansi membrane
Perbedaan tekanan antara kedua sisi membrana

4. Kemampuan seluruh membrana respirasi untuk terjadinya


pertukaran gas antara alveoli dan darah pulmonaris dinamakan
kapasitas difusinya, yaitu volume gas yang berdifusi melalui

membrana setiap menit untuk setiap perbedaan tekanan 1 mm


Hg.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik
yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat
lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://namakumaro.blogspot.com/2010/05/pertukarangas-makalah-fisiologi-umum.html

brahm U,Betrica I,santoso fisiologi manusia:dari sel ke sistem,


jakarta:EGC,2011

Anda mungkin juga menyukai