RTRW Kabupaten Tulungagung Tahun 2012-2032
RTRW Kabupaten Tulungagung Tahun 2012-2032
BUPATI TULUNGAGUNG,
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
69. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
70. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan
2.000 km persegi beserta kesatuan ekositemnya.
Bagian Kedua
Lingkup Wilayah dan Muatan
Pasal 2
(1) Wilayah Kabupaten Tulungagung terdiri atas 19 (sembilan belas)
kecamatan dengan luas wilayah 1.055,65 Km2 (seribu lima puluh
lima koma enam puluh lima kilometer persegi).
(2) Luas tiap kecamatan di Kabupaten meliputi:
a. Kecamatan Besuki seluas 82,16 (delapan puluh dua koma enam
belas) Km2;
b. Kecamatan Bandung seluas 41,96 (empat puluh satu koma
sembilan puluh enam) Km2;
c. Kecamatan Pakel seluas 36,06 (tiga puluh enam koma nol enam)
Km2;
d. Kecamatan Campurdarat seluas 39,56 (tiga puluh sembilan koma
lima puluh enam) Km2;
e. Kecamatan Tanggunggunung seluas 117,73 (seratus tujuh belas
koma tujuh puluh tiga) Km2;
f. Kecamatan Kalidawir seluas 97,81 (sembilan puluh tujuh koma
delapan puluh satu) Km2;
g. Kecamatan Pucanglaban seluas 82,94 (delapan puluh dua koma
sembilan puluh empat) Km2;
h. Kecamatan Rejotangan seluas 66,49 (enam puluh enam koma
empat puluh sembilan) Km2;
i. Kecamatan Ngunut seluas 37,70 (tiga puluh tujuh koma tujuh
puluh) Km2;
j. Kecamatan Sumbergempol seluas 39,28 (tiga puluh sembilan koma
dua puluh delapan) Km2;
k. Kecamatan Boyolangu seluas 38,44 (tiga puluh delapan koma
empat puluh empat) Km2;
l. Kecamatan Tulungagung seluas 13,67 (tiga belas koma enam
puluh tujuh) Km2;
m. Kecamatan Kedungwaru seluas 29,74 (dua puluh sembilan koma
tujuh puluh empat) Km2;
n. Kecamatan Ngantru seluas 37,03 (tiga puluh tujuh koma nol tiga)
Km2;
o. Kecamatan Karangrejo seluas 35,54 (tiga puluh lima koma lima
puluh empat) Km2;
p. Kecamatan Kauman seluas 30,84 (tiga puluh koma delapan puluh
empat) Km2;
q. Kecamatan Gondang seluas 44,02 (empat puluh empat koma nol
dua) Km2;
r. Kecamatan Pagerwojo seluas 88,22 (delapan puluh delapan koma
dua puluh dua) Km2; dan
s. Kecamatan Sendang seluas 96,46 (sembilan puluh enam koma
empat puluh enam) Km2.
16
Pasal 3
Muatan RTRW meliputi:
a. tujuan, kebijakan dan strategi rencana tata ruang wilayah;
b. rencana struktur ruang wilayah;
c. rencana pola ruang wilayah;
d. penetapan kawasan strategis;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah;
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah; dan
g. hak, kewajiban, dan peran masyarakat.
BAB II
AZAS, VISI DAN MISI
Bagian Kesatu
Azas Penataan Ruang
Pasal 4
Penataan ruang kabupaten berlandaskan azas keterpaduan, keserasian,
keselarasan dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan
keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan,
perlindungan kepentingan hukum, kepastian hukum dan keadilan serta
akuntabilitas.
Bagian kedua
Visi dan Misi Penataan Ruang
Pasal 5
(1) Visi penataan ruang kabupaten adalah terwujudnya ruang wilayah
Kabupaten Tulungagung sebagai sentra pertanian yang unggul dan
berdaya saing.
(2) Misi penataan ruang kabupaten adalah:
a. Mewujudkan penyediaan lahan dalam peningkatan kegiatan
produk utama dan yang berdaya saing;
b. Mewujudkan penyediaan sarana dan prasarana berbasis
pengembangan prasarana wilayah yang mendukung agribisnis,
industri dan pariwisata;
c. Mewujudkan pengembangan dan peluang investasi produktif
berbasis potensi lokal; dan
d. Mewujudkan daya saing daerah melalui pengembangan agribisnis
yang didukung oleh pariwisata dan industri ramah lingkungan.
17
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH
Bagian kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 6
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 7
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 8
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
Bagian Kedua
Sistem Pusat Kegiatan
Paragraf 1
Umum
Pasal 10
Paragraf 2
Sistem Perkotaan
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Paragraf 3
Sistem Perdesaan
Pasal 14
(1) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b
dilakukan dengan membentuk Pusat :
a. Pelayanan Lingkungan (PPL);
22
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
Paragraf 1
Umum
Pasal 15
Paragraf 2
Sistem Prasarana Utama
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 huruf b meliputi:
a. penataan dan pengaturan trayek angkutan kota dengan menetapkan
hirarki trayek berdasarkan klasifikasi jenis trayek;
b. peningkatan perkembangan pelayanan angkutan; dan
c. pembangunan halte yang dilalui trayek regional di setiap wilayah
perkotaan.
Pasal 20
Rencana sistem jaringan transportasi perkeretaapian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf b meliputi:
a. pengembangan prasarana transportasi kereta api dan konservasi rel
mati;
b. pengembangan jalur perkeretaapian ganda jalur Kota Malang –
Perkotaan Kepanjen – Kota Blitar – Perkotaan Tulungagung – Kota
Kediri – Perkotaan Kertosono;
c. peningkatan sistem keamanan dan keselamatan perlintasan kereta
api; dan
d. peningkatan sarana dan prasarana serta penataan kawasan sekitar
stasiun kereta api meliputi:
1. Kecamatan Ngantru sebagai stasiun barang;
2. Kecamatan Tulungagung sebagai stasiun penumpang;
3. Kecamatan Sumbergempol sebagai stasiun penumpang:
4. Kecamatan Ngunut sebagai stasiun penumpang; dan
5. Kecamatan Rejotangan sebagai stasiun penumpang.
Paragraf 3
Sistem Prasarana Lainnya
Pasal 21
Pasal 22
(2) Jaringan pipa gas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berada di Kecamatan Tulungagung.
(3) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas:
a. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang
meliputi:
1. PLTA Niyama berada di Kecamatan Besuki; dan
2. PLTA Wonorejo berada di Kecamatan Pagerwojo.
b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) yang
meliputi:
1. Kecamatan Pucanglaban;
2. Kecamatan Pagerwojo; dan
3. Kecamatan Sendang.
c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang
meliputi:
1. Kecamatan Tanggunggunung;
2. Kecamatan Sendang;
3. Kecamatan Pagerwojo;
4. Kecamatan Bandung;
5. Kecamatan Besuki; dan
6. Kecamatan Pucanglaban.
d. pengembangan biogas kotoran ternak yang meliputi:
1. Kecamatan Sendang;
2. Kecamatan Pagerwojo;
3. Kecamatan Kalidawir; dan
4. Kecamatan Rejotangan.
(4) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. pengembangan SUTET yang melalui Kecamatan Besuki -
Kecamatan Bandung - Kecamatan Pakel - Kecamatan Boyolangu -
Kecamatan Sumbergempol -Kecamatan Tulungagung - Kecamatan
Kedungwaru - Kecamatan Ngantru - Kecamatan Ngunut; dan
b. pengembangan SUTT yang melalui Kecamatan Besuki - Kecamatan
Bandung - Kecamatan Pakel - Kecamatan Boyolangu - Kecamatan
Sumbergempol - Kecamatan Tulungagung - Kecamatan
Kedungwaru - Kecamatan Ngantru -Kecamatan Ngunut.
Pasal 23
(2) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. pelestarian sungai dengan konsep pengelolaan terpadu pada
Wilayah Sungai (WS) Brantas sebagai WS strategis nasional;
b. pengelolaan 163 (seratus enam puluh tiga) Daerah Irigasi (DI) di
wilayah Kabupaten;
c. peningkatan sarana dan prasarana pendukung jaringan irigasi;
d. perlindungan terhadap sumber mata air dan daerah resapan air;
e. pengembangan cek dam pada kawasan potensial;
f. mencegah terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi;
g. rehabilitasi dan pemeliharaan kerusakan jaringan irigasi; dan
h. pembangunan dan perbaikan pintu air.
(3) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. rehabilitasi / pemeliharaan embung dan atau bendungan di
wilayah Kabupaten Tulungagung;
b. pembangunan embung dan/atau bendungan di wilayah:
1. Kecamatan Kalidawir;
2. Kecamatan Kauman;
3. Kecamatan Tanggunggunung;
4. Kecamatan Pucanglaban;
5. Kecamatan Boyolangu; dan
6. Kecamatan Campurdarat.
c. normalisasi / perbaikan sungai terhadap kawasan rawan banjir.
(4) Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b
tercantum dalam Lampiran II Peraturan Daerah ini.
Pasal 24
Pasal 25
(1) Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf d terdiri atas:
a. jaringan persampahan;
28
b. jaringan drainase;
c. jaringan air minum; dan
d. sistem pengelolaan limbah.
(2) Jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan
kabupaten;
b. pengembangan sistem pengelolaan sampah secara sanitary
landfill di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Segawe yang berada di
Kecamatan Pagerwojo;
c. pengembangan TPS (Tempat Penampungan Sementara) pada
wilayah perkotaan;
d. pengelolaan sampah dengan cara komposting; dan
e. pengelolaan sampah melalui prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
(3) Jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pengembangan sistem drainase pada jalan arteri dan kolektor
primer pada pusat permukiman;
b. penyusunan rencana induk sistem drainase wilayah Kabupaten
dan rencana penanganan kawasan rawan banjir;
c. mengembangkan saluran drainase di setiap blok kawasan
terbangun;
d. mengembangkan sumur resapan pada wilayah perkotaan; dan
e. koordinasi pengelolaan saluran drainase khususnya pada saluran
drainase permanen di kawasan perkotaan.
(4) Jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. pengembangan air minum meliputi:
1. Kecamatan Karangejo;
2. Kecamatan Gondang;
3. Kecamatan Ngantru;
4. Kecamatan Bandung;
5. Kecamatan Besuki;
6. Kecamatan Pakel;
7. Kecamatan Campurdarat;
8. Kecamatan Kalidawir;
9. Kecamatan Ngunut; dan
10. Kecamatan Rejotangan.
b. pengembangan Water Sanitary Low Income Communities (WSLIC)
dan Himpunan Penduduk Pengguna Air Minum (HIPPAM)
meliputi:
1. Kecamatan Sendang;
2. Kecamatan Pagerwojo;
3. Kecamatan Pucanglaban;
4. Kecamatan Tanggunggunung;
5. Kecamatan Besuki;
6. Kecamatan Kalidawir; dan
7. Kecamatan Bandung.
c. pemanfaatan potensi air tanah dan air telaga di wilayah selatan.
29
Pasal 26
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 27
(2) Peta rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000
tercantum dalam lampiran III merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar telaga atau waduk;
d. kawasan sekitar mata air;
e. sempadan irigasi; dan
f. RTH kawasan perkotaan.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa kawasan daratan sepanjang tepian pantai dengan jarak
sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat seluas kurang lebih 582 (lima ratus delapan puluh dua)
hektar meliputi:
a. Kecamatan Besuki;
b. Kecamatan Tanggunggunung;
c. Kecamatan Kalidawir; dan
d. Kecamatan Pucanglaban.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa sempadan berjarak sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di
dalam kawasan perkotaan dan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
meter di luar kawasan perkotaan seluas kurang lebih 662 (enam
ratus enam puluh dua) hektar berada di seluruh wilayah kabupaten.
(4) Kawasan sekitar telaga atau waduk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c berupa kawasan sepanjang perairan berjarak
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi
seluas kurang lebih 429 (empat ratus dua puluh sembilan) hektar
meliputi:
a. waduk di Kecamatan Pagerwojo;
b. telaga di Kecamatan Bandung;
c. telaga di Kecamatan Pucanglaban;
d. telaga di Kecamatan Kalidawir; dan
e. telaga di Kecamatan Campurdarat.
(5) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d berupa kawasan berjarak sekurang-kurangnya 200 (dua ratus)
meter sekeliling mata air di luar kawasan permukiman dan 100
(seratus) meter sekeliling mata air di dalam kawasan permukiman
seluas kurang lebih 854 (delapan ratus lima puluh empat) hektar.
(6) Sempadan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
berupa kawasan sepanjang kanan-kiri saluran irigasi primer dan
sekunder berjarak sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman
saluran irigasi untuk saluran irigasi tidak bertanggul dan berjarak
sekurang-kurangnya sama dengan ketinggian tanggul untuk saluran
irigasi bertanggul.
(7) RTH kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f ditetapkan dengan proporsi paling sedikit 30 % (tiga puluh persen)
dari luas kawasan perkotaan seluas kurang lebih 8.980 (delapan ribu
sembilan ratus delapan puluh) hektar meliputi:
a. RTH publik meliputi hutan kota, taman kota, taman pemakaman
umum, dan jalur hijau dengan proporsi paling sedikit 20 % (dua
puluh persen); dan
b. RTH privat meliputi kebun dan halaman rumah atau gedung
milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan dengan
proporsi paling sedikit 10 % (sepuluh persen).
32
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 36
Pasal 37
m. Kecamatan Campurdarat;
n. Kecamatan Besuki; dan
o. Kecamatan Bandung.
Pasal 38
Pasal 39
g. Kecamatan Sumbergempol;
h. Kecamatan Campurdarat;
i. Kecamatan Rejotangan;
j. Kecamatan Pakel;
k. Kecamatan Ngunut;
l. Kecamatan Kalidawir;
m. Kecamatan Boyolangu;
n. Kecamatan Gondang;
o. Kecamatan Kauman;
p. Kecamatan Kedungwaru;
q. Kecamatan Tulungagung;
r. Kecamatan Pucanglaban; dan
s. Kecamatan Tanggunggunung.
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
7. Tiban;
8. Teater tradisional berupa ludruk, ketoprak, dan wayang; dan
9. Teater tutur seperti kentrung, jemblung, dan karawitan.
(4) Kawasan wisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. kolam renang meliputi:
1. kolam renang Tirto Kencono berada di Kecamatan
Kedungwaru;
2. kolam renang Srabah berada di Kecamatan Kauman;
3. kolam renang Widya Tirta berada di Kecamatan Tulungagung;
4. kolam renang Gudang Kapuk berada di Kecamatan
Tulungagung; dan
5. kolam renang resort Waduk Wonorejo berada di Kecamatan
Pagerwojo.
b. sentra industri marmer berada di wilayah:
1. Kecamatan Besuki; dan
2. Kecamatan Campurdarat.
c. pesanggrahan Argowilis berada di Kecamatan Sendang.
Pasal 44
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 huruf h terdiri atas:
a. permukiman perkotaan; dan
b. permukiman perdesaan.
(2) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas kurang lebih 8.448 (delapan ribu empat ratus empat puluh
delapan) hektar meliputi:
a. permukiman yang berada di Perkotaan Tulungagung; dan
b. permukiman perkotaan yang merupakan bagian dari ibukota
kecamatan.
(3) Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
seluas kurang lebih 15.033 (lima belas ribu tiga puluh tiga) hektar
meliputi:
a. kawasan permukiman perdesaan yang berada di wilayah
pegunungan, dataran rendah, dan pesisir; dan
b. kawasan perdesaan berbentuk kawasan agropolitan.
Pasal 45
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 36
huruf i terdiri atas:
a. kawasan pengembangan sektor informal;
b. kawasan pesisir; dan
c. kawasan pertahanan keamanan negara.
(2) Kawasan pengembangan sektor informal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kawasan perdagangan dan jasa skala regional di pusat Perkotaan
Tulungagung;
b. fasilitas regional meliputi:
1. Perkotaan Campurdarat;
2. Perkotaan Ngunut;
3. Perkotaan Karangrejo; dan
4. Perkotaan Bandung.
43
Pasal 46
Rencana penetapan kawasan andalan di Kabupaten Tulungagung
sebagaimana dimaksud pada pasal 27 ayat 1 huruf c yaitu Kawasan
Kediri-Tulungagung-Blitar dengan sektor unggulan pertanian,
perkebunan, industri, perikanan, dan pariwisata;
BAB VI
KAWASAN STRATEGIS
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya
alam dan atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (3) huruf c meliputi:
a. kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Air Niyama berada di Kecamatan
Besuki; dan
b. kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Air Wonorejo berada di
Kecamatan Pagerwojo.
Pasal 51
Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) huruf
d terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. sempadan pantai wilayah pesisir selatan;
c. sempadan sungai;
d. kawasan kars meliputi:
1. Kecamatan Besuki;
2. Kecamatan Tanggunggunung;
3. Kecamatan Kalidawir;
4. Kecamatan Pucanglaban;
5. Kecamatan Campurdarat; dan
6. Kecamatan Rejotangan.
46
Pasal 52
Kawasan strategis pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (3) huruf e terdiri atas :
a. PKL dan PKLp;
b. kawasan sekitar Jalan Lintas Selatan; dan
c. kawasan rawan bencana.
Pasal 53
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) huruf f terdiri atas :
a. Kecamatan Sendang;
b. Kecamatan Pagerwojo; dan
c. Kawasan pesisir selatan.
Pasal 54
(1) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten Tulungagung disusun
Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten dan Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten dan Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 55
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten merupakan indikasi
program utama yang memuat uraian program atau kegiatan, sumber
pendanaan, instansi pelaksana, dan tahapan pelaksanaan.
(2) Arahan pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. perwujudan rencana struktur ruang;
b. perwujudan rencana pola ruang; dan
c. perwujudan rencana kawasan strategis.
(3) Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan
meliputi:
a. Tahap I (tahun 2013-2017);
b. Tahap II (tahun 2018-2022);
c. Tahap III (tahun 2023-2027); dan
d. Tahap IV (tahun 2028-2032).
(4) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun berdasarkan atas
kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek
mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah.
(5) Untuk mendukung perwujudan RTRW dan kinerja pembangunan
daerah dilakukan optimalisasi pemanfaatan pengelolaan aset-aset
pemerintah dan daerah, serta pencadangan lahan pada lokasi
strategis.
47
Bagian Kedua
Perwujudan Rencana Struktur Ruang
Pasal 56
Perwujudan rencana struktur ruang wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf a meliputi:
a. perwujudan pusat kegiatan; dan
b. perwujudan sistem prasarana.
Pasal 57
Pasal 58
Bagian Ketiga
Perwujudan Rencana Pola Ruang
Pasal 59
(1) Perwujudan rencana pola ruang wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf b meliputi:
a. perwujudan kawasan lindung; dan
b. perwujudan kawasan budi daya.
(2) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. delineasi terhadap kawasan lindung di Kabupaten;
b. penyusunan peraturan bupati mengenai kawasan lindung di
Kabupaten;
c. penetapan sempadan kawasan lindung;
d. pemantauan dan pengendalian kawasan lindung; dan
e. pengelolaan kawasan hulu sungai dan daerah aliran sungai (DAS)
Brantas secara terpadu.
(3) Perwujudan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. kawasan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan pengembangan sektor informal.
(4) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a mencakup kegiatan:
a. koordinasi, inventarisasi, dan penyusunan rencana strategis
pengembangan hutan produksi; dan
b. peningkatan kualitas hutan dan lingkungan dengan
pengembangan obyek wisata alam yang berbasis pada
pemanfaatan hutan.
(5) Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
mencakup kegiatan:
a. koordinasi, inventarisasi, dan penyusunan rencana strategis
penanganan dan pemanfaatan lahan kritis pada kawasan budi
daya; dan
b. penanganan, pemantauan, dan evaluasi penanganan lahan kritis.
(6) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c terdiri atas:
a. peruntukan tanaman pangan mencakup kegiatan:
1. penyusunan kebijakan revitalisasi pertanian;
2. monitoring dan evaluasi revitalisasi pertanian;
3. pengembangan agropolitan dan agroindustri di Kecamatan
Sendang, Kecamatan Karangrejo, dan Kecamatan Pagerwojo;
4. pengembangan komoditas unggulan; dan
5. peningkatan sistem irigasi sederhana menjadi irigasi teknis.
52
Bagian Keempat
Perwujudan Rencana Kawasan Strategis
Pasal 60
(1) Perwujudan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (2) huruf c mencakup:
a. kawasan strategis ekonomi;
b. kawasan strategis sosial budaya;
c. kawasan strategis pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi;
d. kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan
e. kawasan strategis pengendalian ketat.
(2) Kawasan strategis ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a mencakup kegiatan pengembangan kawasan:
a. agropolitan;
b. minapolitan;
c. pertambangan;
54
d. industri; dan
e. pariwisata.
(3) Kawasan strategis sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b mencakup kegiatan:
a. pelestarian budaya dan kesenian daerah; dan
b. pengembangan budaya untuk pariwisata.
(4) Kawasan strategis pendayagunaan sumber daya alam dan atau
teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa
pengembangan kawasan penyangga sekitar PLTA Niyama di
Kecamatan Besuki dan PLTA Wonorejo di Kecamatan Pagerwojo.
(5) Kawasan strategis fungsi dan daya lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d mencakup kegiatan:
a. koordinasi, inventarisasi, dan penyusunan rencana strategis
penanganan kawasan strategis fungsi dan daya lingkungan hidup;
b. pelestarian kawasan; dan
c. pengembangan masyarakat sadar lingkungan melalui pelibatan
masyarakat dalam menjaga kawasan.
(6) Kawasan strategis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e berupa kawasan pengendalian ketat mencakup kegiatan:
a. pengembangan perkotaan yang termasuk PKL dan PKLp;
b. penyusunan rencana strategis kawasan sekitar Jalan Lintas
Selatan; dan
c. penyusunan rencana induk mitigasi bencana kabupaten.
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 61
(1) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilakukan
melalui penetapan:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. arahan pengenaan sanksi.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah menghasilkan lokasi yang
terdapat indikasi penyimpangan ruang dan rekomendasi kebijakan
dalam rangka pembinaan dan penertiban penataan ruang untuk
mencapai tujuan RTRW Kabupaten.
(3) Penyelenggaraan Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), secara teknis dilaksanakan oleh SKPD yang
berwenang dalam koordinasi BKPRD Kabupaten.
(4) BKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaporkan hasil
pengendalian pemanfaatan ruang kepada Bupati secara berkala
sesuai dengan ketentuan.
(5) Pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat skala regional
Provinsi Jawa Timur harus mendapatkan izin Gubernur.
55
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 62
Paragraf 2
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf e meliputi hal-hal yang
diperbolehkan dan hal-hal yang dilarang.
(2) Hal-hal yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
b. mendirikan bangunan untuk mendukung pengelolaan sumber
daya air;
c. melakukan pendirian bangunan dengan syarat untuk menunjang
fungsi rekreasi, pengelolaan badan air, dan/atau pemanfaatan air.
(3) Hal-hal yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. mendirikan bangunan yang mengganggu fungsi lindung kawasan;
b. mendirikan bangunan di dalam sempadan sumber air, sempadan
sungai, sempadan waduk, sempadan embung, dan sempadan
jaringan irigasi.
Pasal 69
Pasal 70
Pasal 71
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Kawasan Lindung
Pasal 72
2. larangan untuk :
a) mendirikan bangunan pada kawasan sempadan sungai;
dan
b) melakukan kegiatan yang mengancam kerusakan dan
menurunkan kualitas sungai.
62
Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Kawasan Budidaya
Pasal 73
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budi daya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan pengembangan sektor informal.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan
produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu:
a. pembolehan untuk melakukan :
1. aktivitas reboisasi dan rehabilitasi hutan;
2. pelestarian hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca
sumber daya kehutanan;
3. pendirian bangunan dengan syarat menunjang kegiatan
pemanfaatan hasil hutan; dan
4. pengembangan obyek wisata dengan syarat berbasis pada
pemanfaatan hutan.
b. larangan untuk melakukan pengembangan kegiatan budi daya
yang mengurangi luas hutan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan
rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu:
a. pembolehan untuk:
1. mendirikan bangunan untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan hasil hutan; dan
2. melakukan usaha peningkatan kualitas hutan dan
lingkungan dengan pengembangan obyek wisata alam.
b. larangan untuk melakukan pemanfaatan ruang yang dapat
mengganggu merusak hutan rakyat.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman
pangan, yaitu:
1. dapatnya melakukan:
a) aktivitas pendukung pertanian;
b) pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan
syarat sesuai dengan rencana rinci tata ruang; dan
c) pengembangan kegiatan industri terpadu dengan syarat
tidak merubah zonasi utama.
65
2. larangan untuk :
a) melakukan aktivitas budi daya yang mengurangi luas
kawasan sawah beririgasi;
b) melakukan aktivitas budi daya yang mengurangi atau
merusak fungsi lahan dan kualitas tanah;
c) mendirikan bangunan pada kawasan sawah irigasi yang
terkena saluran irigasi;
3. melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan
setelah ditetapkan.
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian
hortikultura meliputi:
1. dapatnya mendirikan rumah tinggal dengan syarat sesuai
dengan rencana rinci tata ruang;
2. dapatnya pemanfaatan ruang untuk permukiman petani; dan
3. dapatnya pengembangkan kegiatan industri terpadu dengan
syarat tidak merubah fungsi zonasi utama.
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan yaitu:
1. dapatnya melakukan :
a) pengembangan budi daya tumpang sari dengan peternakan
dan perikanan; dan
b) alih fungsi lahan dengan syarat memiliki nilai ekonomi
lebih tinggi dan memiliki kemampuan penyerapan tenaga
kerja yang lebih luas.
2. larangan untuk melakukan melakukan peremajaan secara
bersamaan untuk mengurangi erosi lapisan atas tanah.
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peternakan yaitu:
1. dapatnya melakukan pengembangan budi daya tumpang sari
dengan perikanan; dan
2. dapatnya melakukan pengembangan peternakan skala besar
dengan syarat berada di luar kawasan permukiman.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu:
a. dapatnya melakukan :
1. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau
nelayan dengan kepadatan rendah;
2. pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau
kawasan sabuk hijau;
3. pemanfaatan ruang di sekitar PPI dengan syarat mendukung
fungsi PPI.
b. larangan untuk menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai
dengan ketentuan perundangan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yaitu:
a. larangan untuk melakukan kegiatan yang mengganggu kawasan
sekitarnya; dan
b. dapatnya melakukan pengembangkan kegiatan industri terpadu
dengan syarat tidak merubah fungsi zonasi utama.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yaitu:
a. kewajiban untuk mengembangkan IPAL;
b. dapatnya untuk :
66
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Paragraf 1
Umum
Pasal 74
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1)
huruf b adalah proses administrasi dan teknis yang harus dipenuhi
sebelum kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk menjamin
kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang
meliputi:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT);
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 75
(2) Setiap orang atau badan hukum yang memerlukan tanah dalam
rangka penanaman modal wajib memperoleh izin pemanfaatan ruang
dari Bupati.
(3) Pelaksanaan prosedur izin pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh
instansi yang berwenang dengan mempertimbangkan rekomendasi
dari BKPRD.
Paragraf 2
Izin Prinsip
Pasal 76
(1) Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a
adalah surat izin yang diberikan oleh pemerintah dan/atau
pemerintah daerah untuk menyatakan suatu kegiatan secara prinsip
diperkenankan untuk diselenggarakan atau beroperasi.
(2) Izin prinsip dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis
permohonan izin lainnya, yaitu izin lokasi, izin penggunaan
pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lainnya.
Paragraf 3
Izin Lokasi
Pasal 77
(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b
adalah izin yang diberikan kepada pemohon untuk memperoleh
ruang yang diperlukan dalam rangka melakukan aktivitasnya.
(2) Izin lokasi diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk luas 1 ha sampai 25 (dua puluh lima) hektar diberikan izin
selama 1 (satu) tahun;
b. untuk luas lebih dari 25 (dua puluh lima) hektar sampai dengan
50 (lima puluh) hektar diberikan izin selama 2 (dua) tahun; dan
c. untuk luas lebih dari 50 (lima puluh) hektar diberikan izin selama
3 (tiga) tahun.
Paragraf 4
Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah
Pasal 78
(1) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 74 ayat (1) huruf c berupa izin pemanfaatan lahan untuk suatu
kegiatan diberikan berdasarkan izin lokasi.
(2) Izin penggunaan pemanfaatan tanah diberikan kepada setiap orang
dan/atau korporasi/badan hukum yang akan melakukan kegiatan
pemanfaatan lahan.
(3) Izin penggunaan pemanfaatan tanah diperuntukkan bagi kegiatan
yang memanfaatkan lahan untuk suatu kegiatan.
69
Paragraf 5
Izin Mendirikan Bangunan
Pasal 79
Paragraf 6
Izin Lainnya
Pasal 80
Bagian Keempat
Ketentuan Pemberian Insentif dan
Disinsentif
Pasal 81
Paragraf 1
Bentuk Insentif
Pasal 82
(2) Insentif dapat berupa insentif fiskal dan atau insentif non fiskal.
(3) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. kompensasi;
b. imbalan;
c. sewa ruang; dan
d. kontribusi saham.
(4) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa:
a. pembangunan dan pengadaan prasarana;
b. kemudahan prosedur perizinan; dan
c. penghargaan.
(5) Pemberian kompensasi diberikan pada kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang.
Pasal 83
Paragraf 2
Bentuk Disinsentif
Pasal 84
Bagian Kelima
Arahan Pengenaan Sanksi
Pasal 85
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf
d sebagai salah satu cara dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Arahan sanksi dikenakan pelaku pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana atau
melangar ketentuan umum peraturan zonasi;
b. pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan
RTRW Kabupaten;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
d. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; dan
e. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur
yang tidak benar.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN
MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 86
Pasal 87
Pasal 88
(1) Untuk menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) huruf b didasarkan
pada hak atas dasar pemilikan, penguasaan atau pemberian hak
tertentu yang dimiliki masyarakat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, hukum adat, dan kebiasaan atas ruang pada
masyarakat setempat.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang melembaga pada
masyarakat secara turun temurun dapat dilanjutkan sepanjang telah
memperhatikan faktor daya dukung lingkungan, estetika, struktur
pemanfaatan ruang wilayah yang dituju, serta dapat menjamin
pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, seimbang, dan
berkelanjutan.
Pasal 89
(1) Pengajuan keberatan, gugatan, dan tuntutan pembatalan izin, serta
hak memperoleh penggantian atas kegiatan pembangunan terkait
pelaksanaan RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
86 ayat (2) huruf c adalah hak masyarakat untuk:
a. mengajukan keberatan, tuntutan pembatalan izin, dan
penghentian kegiatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten dan
rencana rincinya;
b. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan RTRW Kabupaten menimbulkan kerugian;
c. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten kepada
penjabat yang berwenang; dan
d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
RTRW Kabupaten dan rencana rincinya.
(2) Tata cara pengajuan keberatan, gugatan, dan tuntutan pembatalan
izin, serta hak memperoleh penggantian atas kegiatan pembangunan
terkait pelaksanaan RTRW Kabupaten dilaksanakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
73
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 90
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93
Pasal 94
BAB X
KELEMBAGAAN
Pasal 95
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 96
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 64 ayat (1), Pasal 65 ayat (3),
Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68 ayat (3), Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72,
Pasal 73, dan Pasal 74 ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada
perseorangandan atau korporasi yang melakukan pelanggaran.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
bentuk:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
75
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan
sanksi adminstratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 97
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 98
(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan rencana
Tata Ruang sehingga mengakibatkan perubahan fungsi ruang,
kerugian terhadap harta benda, atau kerusakan barang, dan / atau
kematian orang dikenai sanksi pidana.
(2) Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang
berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN - LAIN
Pasal 99
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun yaitu
tahun 2012 – 2032 dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial
provinsi yang di tetapkan dengan peraturan perundang-undangan,
RTRW kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
76
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 100
(1) Izin pemanfaatan ruang yang telah diterbitkan dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan
masa berlakunya.
(2) Izin pemanfaatan ruang yang telah diterbitkan dan tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
a. untuk yang belum melaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan
Daerah ini;
b. untuk yang sudah melaksanakan pembangunannya,
pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa
berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini selambat-lambatnya 3 (tiga)
tahun setelah diberlakukan; dan
c. untuk yang sudah melaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak.
(3) Pemanfaatan ruang yang diselenggarakan tanpa izin dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini akan
ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
(4) Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah
ini akan difasilitasi penerbitan izinnya.
BAB XVI
KETENTUAN PE NUTUP
Pasal 101
Pasal 102
Ditetapkan di Tulungagung
pada tanggal
BUPATI TULUNGAGUNG,
HERU TJAHJONO
78
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG
NOMOR TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2012-2032
I. UMUM
Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan
harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga
diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna
dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup
yang berkelanjutan, tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan
tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung
dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai
akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan sub
sistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada.
Karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem
yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang
nasional secara keseluruhan, pengaturan penataan ruang menuntut
dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu
berarti perlu adanya suatu kebijakan tentang penataan ruang yang dapat
memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang.Seiring dengan
maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat
pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan.Dengan demikian, pemanfaatan
ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.
Sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, dan dirasakan adanya penurunan kualitas ruang pada sebagian
besar wilayah, menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan,
demokrasi, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang
yang baik, pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan
wewenang yang semakin besar dalam penyelenggaraan penataan ruang
sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga
keserasian dan keterpaduan antar daerah, serta tidak menimbulkan
kesenjangan antar daerah dan kesadaran dan pemahaman masyarakat
yang semakin tinggi terhadap penataan ruang yang memerlukan
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang
agar sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas,maka diperlukan Rencana
Tata Ruang Wilayah yang sistematis,yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Tulungagung tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Tulungagung.
79
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Tujuan penataan ruang daerah merupakan arahan perwujudan ruang
wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang.
Penataan ruang di Kabupaten Tulungagung untuk mewujudkan
pengembangan agropolitan, industri dan pariwisata sekaligus
memeratakan kesenjangan perkembangan di Kabupaten
Tulungagung.
Pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan industri dan
pengembangan pariwisata akan menjadi sektor andalan
pembangunan daerah hingga 20 tahun mendatang.
Pasal 7
Kebijakan penataan ruang wilayah daerah merupakan arah tindakan
yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang
wilayah kabupaten.
Huruf a
Agropolitan yang mandiri dan ramah lingkungan merupakan
konsep pengembangan agropolitan dimana berdasarkan pada
keswadayaan dan berkelanjutan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Struktur pusat pelayanan yang bersinergi adalah konsep
pengembangan pusat kegiatan yang saling berhubungan dan
berhirarki.
Huruf e
Cukup jelas
80
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 8
Strategi penataan ruang wilayah daerah merupakan penjabaran
kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten ke dalam langkah-
langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pasal 9
Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran
sistem perkotaan wilayah kabupaten dan jaringan prasarana wilayah
kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasi wilayah
kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang
meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan
kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan
sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau
waduk dari daerah aliran sungai. Dalam rencana tata ruang wilayah
kabupaten digambarkan sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten
dan peletakan jaringan prasarana wilayah yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan pengembangan dan pengelolaannya
merupakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten.
Rencana struktur ruang wilayah kabupaten memuat rencana struktur
ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang terkait dengan
wilayah kabupaten yang bersangkutan.
Pasal 10
Huruf a
Sistem perkotaan adalah rencana susunan kawasan perkotaan
sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang
menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang
membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi
fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten.
Sistem perkotaan dibentuk karena adanya gejala
ketidakseimbangan perkembangan pembangunan dalam jangka
panjang. Sehingga perlunya untuk membentuk suatu keserasian
perkembangan kegiatan pembangunan antar wilayah yang lebih
merata melalui dua sasaran yaitu:
a. Mengendalikan perkembangan pusat-pusat kegiatan di
kawasan yang sudah berkembang;
b. Mendorong perkembangan pusat-pusat kegiatan di kawasan
yang belum berkembang sesuai dengan fungsinya dan
mengurangi kesenjangan.
Huruf b
Sistem pedesaan adalah sistem pengaturan ruang pelayanan pada
wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi
81
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan merupakan penjabaran
dari RTRW pada suatu kawasan terbatas, ke dalam rencana
pengaturan pemanfaatan yang memiliki dimensi fisik mengikat dan
bersifat operasional.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Sesuai dengan SK Menteri Pekerjaan Umum Nomor
630/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan
dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai
Jalan Arteri dan Jalan Kolektor 1.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Angka 1
Terminal Penumpang, adalah prasarana transportasi
jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan
penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda
transportasi serta pengaturan kedatangan dan
pemberangkatan kendaraan umum.
82
Angka 2
Terminal Barang, adalah prasarana transportasi jalan
untuk keperluan membongkar dan memuat barang
serta perpindahan intra dan/atau antar moda
transportasi.
Angka 3
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Huruf a
Konservasi rel mati adalah menghidupkan kembali rel mati pada
masa mendatang sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jaringan pipa gas yang dimaksud adalah jaringan pipa gas
perkotaan.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro
(PLTMH) adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang
mengubah energi potensial air menjadi kerja mekanis,
memutar turbin dan generator untuk menghasilkan daya
listrik skala kecil, yaitu sekitar 5-100 kW.
Huruf c
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), adalah pembangkit
yang memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber
penghasil listrik.
83
Huruf d
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik
atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk
diantaranya; kotoran manusia dan hewan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Pembagian sistem jaringan SDA sesuai dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 16/KPTS/M/2009 tentang Pedoman
Penyusunan RTRW Kabupaten
Ayat (2)
Kriteria dan penetapan wilayah sungai sesuai dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 A tahun 2006.
Jaringan irigasi sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 390 Tahun 2007.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
TPA dengan metode open dumping adalah menumpuk sampah
terus hingga tinggi tanpa dilapisi dengan lapisan geotekstil dan
saluran lindi.
Sistem controlled landfill merupakan peningkatan dari open
dumping. Untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang
ditimbulkan, sampah ditimbun dengan lapisan tanah setiap tujuh
hari. Dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi
pemanfaatan lahan dan kestabilan permukan TPA, maka
dilakukan juga perataan dan pemadatan sampah.
Sanitary Landfill adalah sistem pengelolaan sampah yang
mengembangkan lahan cekungan dengan syarat tertentu meliputi
jenis dan porositas tanah.
Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui
proses pembusukan yang terkontrol atau terkendali
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Limbah Non B3 adalah limbah yang sifatnya tidak berbahaya dan
beracun serta tidak merusak lingkungan.
84
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Pola ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi
lindung maupun budidaya yang belum ditetapkan dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi.
Pola ruang wilayah kabupaten dikembangkan dengan sepenuhnya
memperhatikan pola ruang wilayah yang ditetapkan dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi.
Rencana pola ruang wilayah kabupaten memuat rencana pola ruang
yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah nasional dan
rencana tata ruang wilayah Provinsi yang terkait dengan wilayah
Kabupaten yang bersangkutan
Rencana pola ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan:
1. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten
2. daya dukung dan daya tamping lingungan hidup wilayah
kabupaten
3. kebutuhan rungan untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi
dan lingkungan; dan
4. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Kawasan hutan lindung di Kabupaten Tulungagung mengacu kepada
Peta Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Jawa Timur sesuai
dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor
417/KPTS-II/1999.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penetapan garis sempadan pantai sesuai dengan Keppres Nomor
32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Ayat (3)
Penetapan garis sempadan sungai sesuai dengan Permen PU
Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah
Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai.
Ayat (4)
Penetapan garis sempadan telaga atau waduk sesuai dengan
Permen PU Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan
Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan
Bekas Sungai dan berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
85
Ayat (5)
Penetapan garis sempadan mata air sesuai dengan Permen PU
Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah
Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai
dan berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung.
Ayat (6)
Sempadan Irigasi ditentukan berdasarkan Standar Perencanaan
Irigasi sebagai berikut:
1. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul
Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul jaraknya
diukur dari tepi
luar parit drainase di kanan dan kiri saluran irigasi.
Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama
dengankedalaman saluran irigasi.
Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman
kurangdari satu meter, jarak garis sempadan sekurang-
kurangnyasatu meter.
2. Garis sempadan saluran irigasi bertanggul
Garis sempadan saluran irigasi bertanggul diukur dari sisi
luar kakitanggul.
Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama
denganketinggian tanggul saluran irigasi.
Untuk tanggul yang mempunyai ketinggian kurang dari satu
meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnya
satumeter.
3. Garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing
Garis sempadan saluran irigasi yang terletak pada
Lereng/tebing mengikuti kriteria sebagai berikut :
o diukur dari tepi luar parit drainase untuk sisi lereng
diatas saluran.
o diukur dari sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng
dibawah saluran.
Jarak garis sempadan untuk sisi lereng di atas saluran
sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman
saluranirigasi.
Jarak garis sempadan untuk sisi lereng di bawah saluran
sekurang-kurangnya sama dengan ketinggian
tanggulsaluran irigasi.
4. Garis sempadan saluran pembuang irigasi
Garis sempadan saluran pembuang irigasi tak bertanggul
jaraknya diukur dari tepi luar kanan dan kiri saluran
pembuang irigasi dan garis sempadan saluran pembuang
irigasi bertanggul diukur dari sisi luar kaki tanggul.
Garis sempadan saluran pembuang irigasi jaraknya diukur
dari sisi/tepi luar saluran pembuang irigasi atau sisi/tepi
luarjalan inspeksi.
86
Pasal 37
Kawasan hutan produksi di Kabupaten Tulungagung mengacu kepada
Peta Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Jawa Timur sesuai
dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor
417/KPTS-II/1999.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Klasifikasi pertanian berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
: 41/Permentan/OT. 140/9/2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan
Peruntukan Pertanian.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) adalah tempat para
nelayan mendaratkan hasil tangkapannya atau merupakan
pelabuhan dalam skala yang lebih kecil.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Penggolongan pertambangan berdasarkan PP nomor 22 Tahun
2010 tentang Wilayah Pertambangan.
Bond Clay atau Ball Clay digunakan sebagai bahan baku
pembuatan keramik. Mineral ini merupakan sejenis lempung yang
tersusun oleh mineral kaolinit, yang terdiri dari kaolin, lit, kwarsa,
dan mineral lain yang mengandung karbon.
Bondelay merupakan salah satu bahan pembuatan keramik.
Feldspar merupakan batuan vulkanik yang banyak mengandung
tufa dengan komposisi batuan laterik sehingga batuan ini disebut
dengan tufa laterik yang kaya akan mineral ortoklas dan silika.
Felspar juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan keramik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
88
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
1. Siraman Pusaka Kyai Upas
Kyai Upas adalah nama pusaka Kabupaten Tulungagung
secara turun temurun diakui sebagai lambang
kebesaran. Pusaka ini setiap tahun pada hari jumat legi
bulan Suro (Muharam) dimandikan secara sakral.
Dimitoskan oleh masyarakat Tulungagung bahwa pusaka
ini dapat mempengaruhi kehidupan sehari – hari berupa
berkah, rejeki, panjang umur dan keselamatan. Upacara
ini dimulai dengan arak – arakan dari pendopo
Kabupaten menuju pendopo Kanjengan. Sesampainya di
Kanjengan disambut dengan gamelan Monggang.
Upacara siraman dengan prosesi tertentu dengan
berbagai macam sesaji. Banyak pengunjung yang
menyasikan, berebut sisa air siraman tersebut untuk
mendapatkan berkahnya. Setelah siraman diadakan
beberapa hiburan diantaranya tembang mocopat, wayang
kulit dan kesenian tradisional lainnya.
2. Temanten Kucing
Merupakan upacara adat mengawinkan sepasang kucing
yang dilaksanakan setiap tahunnya,berlokasi di air
terjun Coban Kromo untuk irigasi di daerah setempat
setiap tahunnya.
5. Jaranan
Tarian ini memiliki gerakan yang agresif, energik dan
dinamis. Berkembang pesat di daerah Tulungagung saat
ini dan merupakan induk dari semua jenis jaranan
Tulungagung.
89
6. Reog Tulungagung
Tarian reog Khas Tulungagung yang dimainkan oleh 6
(enam) orang sekaligus dengan “Udheng Gilig” (kostum
khusus) sebagai pengikat kepala. Akhir – akhir ini tarian
ini berkembang pesat dan digemari masyarakat
Tulungagung.
7. Tiban
Tarian sakral untuk mendatangkan hujan, di masyarakat
pendukungnya tetesan darah akibat permainan Tiban
adalah lambang perjuangan yang gigih dalam mencari
air,dalam hal ini hujan. Ritual ini biasanya diadakan
pada musim kemarau.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud Islamic Centre adalah lembaga keagamaan yang
dalam fugsinya sebagai pusat pembinaan dan pengembangan agama
Islam, yang berperan sebagai mimbar pelaksanaan dakwah dalam
era pembangunan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
91
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Perwujudan budidaya Kawasan Industri berupa hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam merencanakan suatu kawasa industri
mencakup:
1. Pra Kelayakan Pengembangan Kawasan Industri;
2. Penyusunan Perizinan;
3. Penyusunan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan; dan
4. Penyusunan Perencanaan Desain (Masterplan) Kawasan
Industri.
Pendirian Kawasan Industri mengacu kepada PP Nomor 24 Tahun
2009 tentang Kawasan Industri dan Kepmen Perindustrian Nomor
35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
adalah ketentuan yang diperuntukan sebagai alat penertiban
penataan ruang, meliputi ketentuan umum peraturan zonasi,
ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif,
serta arahan pengenaan sanksi dalam rangka perwujudan rencana
tata ruang wilayah kabupaten.
92
Pasal 62
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan
ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona
peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
Penyusunan ketentuan umum peraturan zonasi disusun berdasarkan
rencana rinci dan diprioritaskan pada kawasan-kawasan strategis
yang berpotensi menjadi kawasan cepat berkembang, kawasan yang
berpotensi terjadi konflik pemanfaatan, dan kawasan yang
memerlukan pengendalian secara ketat.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait
dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang,
amplop ruang, dan kualitas ruang.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
93
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk
perizinan skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi,
sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan
diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala
besar / kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang
dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan.
Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling
berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan
penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang
dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah
memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam
mendukung perwujudan rencana tata ruang.
Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan
untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang
melalui penetapan nilai jual obyek pajak (NJOP) dan nilai jual kena
pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Hak dan Kewajiban masyarakat sesuai dengan PP Nomor 69 Tahun
1996 tentang Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Serta Bentuk Dan
Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
Peran Serta Masyarakat sesuai dengan PP nomor 68 Tahun 2010
tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam
Penataan Ruang.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
94
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.