PADA BANGUNAN
ISTANA–ISTANA KEPRESIDENAN
DISUSUN OLEH :
ERRICA MAHDALIA
20143124731250009
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul KOMUNIKASI ARSITEKTUR PADA BANGUNAN ISTANA NEGARA.
Adapun makalah ini tentang ISTANA NEGARA yang berkomunikasi melalui gaya
arsitekturnya. penulis juga menuliskan istana-istana yang ada di Indonesia sebagai tambahan
pengetahuan tentang istana. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
member saran dan kritik kepada penulis sehingga penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat memberikan
wawasan dan inpirasi terhadap pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB II
ISI
2.1 PENGERTIAN ISTANA-ISTANA NEGARA …………………………
2.2 SEJARAH ISTANA-ISTA NEGARA ..………………………………
2.2.1 ISTANA NEGARA …………………………………………..
2.2.2 ISTANA MERDEKA ………………………………………..
2.2.3 ISTANA BOGOR …………………………………………..
2.2.4 ISTANA CIPANAS …………………………………………
2.2.4 ISTANA CIPANAS …………………………………………
2.2.6 GEDUNG AGUNG …………………………………………
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ……………………………………………………………
3.2 SARAN …………………………………………………………………….
DAFTAR PUSAKA
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
arsitektur) berlangsung antara arsitek atau perancang (sebagai pembentuk sandi) dan
pengguna atau masyarakat sebagai pembuka atau penerima sandi. Sedangkan bangunan atau
lingkungan berperan sebagai salurannya. Dengan merujuk kepada pengertian representasi
yang telah dijelaskan, maka diketahui bahwa terjadi dalam dua tahap. Pertama adalah proses
mewakili, yaitu proses arsitek yang mengambil simbol-simbol tertentu dari konteks sebagai
sumber pesan yang ingin disampaikan lewat desainnya yang diharapkan mampu
merepresentasikan masyarakat setempat. Sedangkan yang kedua adalah proses terwakili,
yang merupakan proses penerimaan masyarakat terhadap karya representasi dari arsitek
tersebut. Sejauh mana masyarakat merasa terepresentasikan dari hasil representasi yang telah
dilakukan oleh si arsitek.
1. Gambar Presentasi
Gambar presentasi atau gambar arsitektur memang dibuat untuk keperluan showcase.
Oleh sebab itu, ia sengaja dibuat tampak seindah mungkin. Bahkan, tak jarang gambar ini
mendapat sentuhan efek dramatis agar lebih tampak impresif. Tujuannya, tentu agar menarik
perhatian dan menunjukkan pesona dari arsitektur itu sendiri.
6
Gambar 1. Gambar tampak pada suatu bangunan
Sumber : Kompasiana.com
Meskipun demikian, aspek informatif dari gambar tetap harus diperhatikan, karena
gambar arsitektur tidak sama dengan lukisan yang cukup indah saja, tapi harus bersifat
informatif juga bagi yang mengamati. Misalnya gambar denah, meskipun dalam denah
presentasi tidak selalu jelas manampilkan, misalnya, posisi kolom atau material dinding,
gambar tersebut tetap harus dapat menunjukkan dengan baik jenis ruang, sirkulasi, dsb.
2. Gambar Teknik
7
demikian, tidak seperti halnya gambar presentasi yang memang mengedepankan keindahan,
gambar teknik sangat menekankan ketepatan dan kelengkapan gambar.
Gambar arsitektur sendiri ada bermacam, seperti denah, tampak, potongan, site plan,
&lay out. Berikut adalah penjelasan mengenai gambar-gambar tersebut beserta pengertian
atau definisinya.
Denah
Denah adalah tampak atas bangunan yang seolah-olah dipotong secara horizontal
setinggi 1m dari ketinggian 0.00 bangunan tersebut. Bagian atas bangunan yang terpotong
dihilangkan sehingga bagian lantainya yang terlihat. Level (ketinggian) 0.00 ditentukan oleh
arsitek.
Pada gambar denah presentasi, ada yang menggambar bagian dinding yang terpotong
dengan diblok warna hitam, sementara kolom diberi warna putih atau warna kontras lain
untuk pembedaan. Ada juga yang menggambar dinding hanya dengan satu warna saja.
Sementara, pada gambar teknik, karena digunakan untuk pekerjaan lapangan, bagian yang
terpotong tersebut perlu dilengkapi dengan notasi material sebagai pedoman pengerjaan.
Untuk teknik penggambaran, bagian denah yang “terpotong” tadi digambar dengan garis
yang lebih tebal, sisanya digambar menggunakan garis yang lebih tipis.
8
Gambar 4. Denah Rumah
Sumber : Kompasiana.com
Fungsi denah sendiri antara lain untuk menunjukkan:
1. fungsi ruang
2. susunan ruang
3. sirkulasi ruang
4. dimensi ruang
5. letak pintu dan bukaan
6. isi ruang
7. fungsi utilitas ruang (air, listrik, AC, dll.) pada denah-denah tertentu.
Layout
Secara prinsip, lay out kurang lebih sama dengan denah, hanya saja ia digambarkan
mencakup area yang lebih luas. Jadi, tidak hanya menampilkan bangunan, gambar lay out
juga dilengkapi dengan lingkungan sekitar bangunan seperti misalnya taman, jalan, dan
bangunan-bangunan tetangga.
Kawasan
Gambar layout yang cakupannya sangat luas melebihi kota/desa/wilayah.
Site Plan
Site plan merupakan tampak atas bangunanbeserta lingkungan sekitarnya.
Tampak
Wujud luar fisik bangunan yang tampak secara dua dimensi. Gambar tampak dapat
digambar secara plain atau ditambah efek bayangan untuk mempertegas dimensi atau maju
mundurnya bidang pada bangunan.
9
Gambar 5. Tampak Bangunan
Sumber : architelago.blogspot.com
Potongan
Gambar dari suatu bangunan yang dipotong vertikal dan memperlihatkan isi atau
bagian dalam bangunan tersebut. Bagian bangunan yang dipotong serta arah pandangnya
disertakan dalam denah agar gambar keseluruhan dapat dibaca secara komprehensif.
10
Gambar 6. Potongan
Sumber : tsgbali.blogspot.com
Mendengar kata arsitektur tentunya yang akan terbayang dipikiran kita adalah suatu
bangunan gedung atau rumah yang telah berdiri megah. Hal tersebut tidaklah salah tetapi kata
arsitektur tidak terbatas hanya pada bangunan yang ada. Arsitektur memiliki pengertian yang
jauh lebih luas.
Bicara Arsitektur maka hal yang perlu diperhatikan adalah fisik dan non-fisik. Hal-hal
yang menyangkut fisik adalah suatu bentuk tata ruang yang dicptakan dan dapat terlihat
dengan jelas hasil karyanya. Sedangkan hal yang bersifat non-fisik lebih banyak berhubungan
kearah makna atau simbol yang dapat diketahui dari sejarah bangunan tersebut berdiri.
11
Suatu karya Arsitektur memiliki 6 prinsip dalam hal fisik :
1. Daya Tahan
Suatu rancangan harus mencakup daya tahan karena bagaimanapun suatu karya
arsitektur yang baik harus berdiri untuk jangka waktu yang lama bahkan tidak terbatas.
Konsep daya tahan bangunan terhadap berbagai gejala alam seperti gempa, banjir, cuaca, dan
lain sebagainya harus terpenuhi oleh Arsitek.
Sebagai contoh banyak karya arsitektur masa lampau yang tetap berdiri kokoh sejak
pembangunannya. Hal ini tentunya menjadi bukti bahwa setiap karya arsitektur telah
memenuhi unsur daya tahan terhadap gejala alam. Hampir tidak ditemukan bangunan yang
telah memenuhi standar arsitektur yang baik mengalami keruntuhan kecuali dari gejala atau
tindakan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri.
2. Utility ( Manfaat )
Suatu rancangan arsitektur harus memiliki nilai manfaat atau fungsional. Dengan
adanya nilai manfaat inilah suatu karya arsitektur bermula. Tanpa adanya fungsi yang hendak
didapatkan adalah mustahil suatu rancangan arsitektur bermula.
Sebagai contoh adalah di bangunnya berbagai gedung pencakar langit disatu kawasan,
seperti jalan Gatot Subroto, MH Thamrin, HR Rasuna Said, tentunya bukan tanpa sebab
banyaknya gedung-gedung yang ada berdiri. Dapat dipastikan terdapat kepentingan yang
dalam hal ini manfaat yang akan didapatkan, yaitu sebagai perkantoran atau tempat berbisnis
bagi berbagai kalangan, itulah yang disebut dengan utility dari sebuah kayra arsitektur.
3. Keindahan
Karya Arsitektur akan terasa lebih lengkap jika pemenuhan akan unsur keindahan
terpenuhi, hal ini penting sebagai acuan menilai secara visual tentang apa yang ditampilkan
sebagai hasil dari suatu karya arsitektur, sehingga dunia arsitektur perlu memahami etika dan
estetika untuk mengejar suatu keindahan proporsional bagi seluruh pihak yang dapat melihat
tanpa terkecuali.
Suatu karya arsitektur juga dapat dikaitkan secara non-fisik, lebih kepada pemaknaan.
Disinilah simbol-simbol dari berbagai bangunan yang berdiri memiliki sejarah ataupun tanda
secara futuristik, berkaitan dengan itu maka ada beberapa hal yang menjadi simbol.
12
4. Kekuasaan
Pada simbol ini suatu bangunan hasil karya arsitektur lebih di identikan dengan
penunjukan kepentingan dan kekuasaan bagi pihak yang mendiami atau merebut bangunan
tersebut. Untuk masa sekarang hal tersebut hanya sebagai tanda bahwa bangunan yang
identik dengan simbol kekuasaan diartikan sebagai tempat kekuasaan itu didapatkan,
contohnya Istana Negara dan Gedung MPR DPR sebagai simbol kekuasaan bangsa Indonesia
5. Demokrasi
Pada simbol ini, suatu karya arsitektur dimaknai sebagai lahirnya atau berdirinya
paham demokrasi yang marak belakangan ini diberbagai Negara, termasuk Indonesia, pada
kesempatan kali ini, karya arsitektur tidak hanya mencakup karya bangunan yang berdiri,
akan tetapi juga mencakup wilayah dalam ruang lingkup sekitar bangunan karya arsitektur
yang ada, contohnya kebebasan berpendapat di bundaran Hotel Indonesia.
6. Ekonomi
Pada simbol ekonomi, suatu karya arsitektur memiliki makna sebagai kawasan atau
tempat kegiatan ekonomi berputar dan berlangsung, pada kesempatan kali ini karya arsitektur
yang ada dianggap sbagai pusat kekuatan ekonomi suatu wilayah atau Negara, sebagai contoh
Gedung Bursa Efek Indonesia sebagai simbol pergerakkan ekonomi di pasar modal.
Dengan demikian kita sudah mengerti jika karya arsitektur tidak hanya sebatas hasil
kreasi seorang arsitek, yang diwujudkan kedalam bentuk nyata suatu bangunan, tetapi lebih
lagi memiliki maksud yang luas dari segi pemaknaan, karena dari sanalah suatu karya
arsitektur memiliki nilai komunikatif yang sangat efektif, karena mengandung pesan bagi
seluruh orang tanpa adanya keterbatasan penguasaan bahasa.
Istana Negara dibangun tahun 1796 untuk kediaman pribadi seorang warga negara
Belanda J.A van Braam. Pada tahun 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia
Belanda dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur
Jendral Belanda. Karenanya pada masa itu istana ini disebut juga sebagai Hotel Gubernur
Jendral.
13
Gambar 7. Istana Negara
Sumber : satupedang.blogspot.com
Pada mulanya bangunan yang berarsitektur gaya Yunani kuno itu bertingkat dua,
namun pada tahun 1848 bagian atasnya dibongkar, dan bagian depan lantai bawah dibuat
lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah
yang bertahan sampai sekarang, tanpa perubahan yang berarti. Luas bangunan ini lebih
kurang 3.375 meter persegi.
Sesuai dengan fungsi istana ini, pajangan serta hiasannya cenderung memberi suasana
sangat resmi. Bahkan kharismatik. Ada dua buah cermin besar peninggalan pemerintah
Belanda, disamping hiasan dinding karya pelukis - pelukis besar, seperti Basoeki Abdoellah.
Banyak peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara. Diantaranya ialah
ketika Jendral de Kock menguraikan rencananya kepada Gubernur Jendral Baron van der
Capellen untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya
dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol. Juga saat Gubernur Jendral Johannes van de Bosch
menetapkan sistem tanam paksa atau cultuur stelsel. Setelah kemerdekaan, tanggal 25 Maret
1947, di gedung ini terjadi penandatanganan naskah persetujuan Linggarjati. Pihak Indonesia
diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Dr. Van Mook.
Istana Negara berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, diantaranya
menjadi tempat penyelenggaraan acara - acara yang bersifat kenegaraan, seperti pelantikan
pejabat - pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah, dan rapat kerja nasional,
pembukaan kongres bersifat nasional dan internasioal, dan tempat jamuan kenegaraan.
14
Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik
Indonesia, sudah lebih kurang 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan
Istana Negara sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan Negara.
15
BAB II
ISI
Istana Negara merupakan Istana Kepresidenan yang terletak di Jalan Veteran, Jakarta
Pusat. Istana Negara juga terletak satu kompleks dengan Istana Merdeka yang letaknya di
bagian selatan Istana ini. Dengan total luas keseluruhannya mencapai 68,000 m², kompleks
ini meliputi 3 bangunan penting lainnya seperti Bina Graha, Wisma Negara, dan
kantor Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. Yang menjadi perbedaan antara
kedua Istana ini yaitu Istana Negara menghadap ke arah Jalan Veteran, sedangkan Istana
Merdeka menghadap ke arah Medan Merdeka.
Indonesia tercatat memiliki enam istana kepresidenan yakni : Istana Negara, Istana
Merdeka di Jakarta, Istana Bogor di Bogor, Istana Cipanas di Cipanas, Istana Tampaksiring
di Bali dan Istana Gedung Agung di Yogyakarta.
Dari Sejarahnya, Istana Merdeka, Istana Negara, Gedung Agung, Istana Cipanas, dan
Istana Bogor dibangun pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Istana Tampaksiring dibangun
pada masa Presiden Soekarno.
16
Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri, ruang kerja presiden pindah di Istana
Negara dengan alasan karena Bina Graha berada di Jalan Veteran yang lalu lintasnya ramai
sehingga mengganggu, selain pertimbangan keamanan. Bina Graha sendiri diubahfungsinya
menjadi Museum Istana. Untuk kediamannya, Presiden Megawati memilih tinggal di
kediamannya di Jalan kebagusan atau Jalan Teuku Umar.
Istana Bogor jarang digunakan sebagai tempat kantor kepresidenan. Pernah digunakan
ketika ada acara acara kenegaraan seperti Konfrensi Tingkat Tinggi APEC 1996. Sedangkan
Istana Cipanas, Istana Tampaksiring dan Gedung Agung digunakan sebagai tempat
peristirahatan atau acara acara informal kenegaraan.
Pada awalnya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu bangunan, yaitu Istana
Negara. Gedung yang mulai dibangun 1796 pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan selesai 1804 pada masa pemerintahan Gubernur
JenderalJohannes Siberg ini semula merupakan rumah peristirahatan luar kota milik
pengusaha Belanda, J A Van Braam. Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan
nama Harmoni memang merupakan lokasi paling bergengsi di Batavia Baru.
Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821)
oleh pemerintah kolonial untuk digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat
tinggal para gubernur jenderal bila berurusan di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal
waktu itu kebanyakan memang memilih tinggal di Istana Bogor yang lebih sejuk. Tetapi
17
kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri
pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu.
Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan
Banteng belum selesai. Tapi setelah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk
kantor pemerintah.
Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung
yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-
Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di antaranya menjadi saksi ketika sistem tanam
paksa atau cultuur stelsel ditetapkan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch.
Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia
diwakili oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diwakili oleh H.J. van Mook.
Pada mulanya bangunan seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Kuno ini bertingkat
dua. Tapi pada 1848 bagian atasnya dibongkar; dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih
besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang
bertahan sampai sekarang tanpa ada perubahan yang berarti.
Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van
Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, Istana tersebut
dinamakan Paleis te Koningsplein atau Istana Gambir yang kemudian dikenal dengan
nama Istana Merdeka setelah Indonesia merdeka.
Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, saat ini Istana Negara menjadi tempat
penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, antara lain seperti pelantikan pejabat-
pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat
nasional dan internasional, serta jamuan yang bersifat kenegaraan.
18
Gambar 9. Istana–Istana Kepresidenan
Sumber : www.hdesignideas.com
Dari Sejarahnya, Istana Merdeka, Istana Negara, Gedung Agung, Istana Cipanas, dan
Istana Bogor dibangun pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Istana Tampaksiring dibangun
pada masa Presiden Soekarno.
Istana Bogor jarang digunakan sebagai tempat kantor kepresidenan. Pernah digunakan
ketika ada acara acara kenegaraan seperti Konfrensi Tingkat Tinggi APEC 1996. Sedangkan
19
Istana Cipanas, Istana Tampaksiring dan Gedung Agung digunakan sebagai tempat
peristirahatan atau acara acara informal kenegaraan.
2.2 SEJARAH
1. ISTANA NEGARA
Istana Negara dan Istana Merdeka yang berada di satu kompleks di Jalan Medan
Merdeka Utara, Jakarta, merupakan dua buah bangunan utama yang luasnya 6,8 hektare (1
hektare = 1 hektometer persegi = 10000 meter persegi) dan terletak di antara Jalan Medan
Merdeka Utara dan Jalan Veteran, serta dikelilingi oleh sejumlah bangunan yang sering
digunakan sebagai tempat kegiatan kenegaraan.
20
Gambar 11. Tapak Istana Negara
Sumber : Google Map
Dua bangunan utama adalah Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen
Nasional (Monas)(Jalan Medan Merdeka Utara) dan Istana Negara yang menghadap ke
Sungai Ciliwung (Jalan Veteran). Sejajar dengan Istana Negara ada pula Bina Graha.
Sedangkan di sayap barat antara Istana Negara dan Istana Merdeka, ada Wisma Negara.
Pada awalnya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu bangunan, yaitu
Istana Negara. Gedung yang mulai dibangun 1796 pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan selesai 1804 pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Johannes Siberg ini semula merupakan rumah peristirahatan luar kota milik
pengusaha Belanda, J A Van Braam.
Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang
merupakan lokasi paling bergengsi di Batavia Baru. Pada tahun 1820 rumah peristirahatan
van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821) oleh pemerintah kolonial untuk digunakan
sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila
berurusan di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal waktu itu kebanyakan memang
memilih tinggal di Istana Bogor yang lebih sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun
ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu.
Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan
Banteng belum selesai. Tapi setelah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk
kantor pemerintah. Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting
terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van
21
den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di antaranya menjadi saksi
ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditetapkan Gubernur Jenderal Graaf van den
Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak
Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diwakili oleh H.J. van Mook.
Pada mulanya bangunan seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Kuno ini
bertingkat dua. Tapi pada 1848 bagian atasnya dibongkar; dan bagian depan lantai bawah
dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848
inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa ada perubahan yang berarti.
Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, saat ini Istana Negara menjadi tempat
penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, antara lain pelantikan pejabat-pejabat
tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional
dan internasional, dan jamuan kenegaraan. Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru
pada kaveling yang sama, yang waktu itu dikenal dengan nama Istana Gambir.
Istana yang diarsiteki Drossares pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi
saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat
(RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Waktu itu RI diwakili oleh Sri
Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diwakili A.H.J Lovinnk, wakil
tinggi mahkota Belanda di Indonesia.
Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan Bendera
Indonesia dinaikkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-
tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih
dinaikkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah
kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Sejak saat itu Istana
Gambir dinamakan Istana Merdeka.
Sehari setelah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949
Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk pertama kalinya
mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada 1950.
22
Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik
Indonesia, sudah lebih dari 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan
Istana Merdeka sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan negara.
Bangunan seluas 2.400 m2 itu terbagi dalam beberapa ruang. Yakni serambi depan,
ruang kredensial, ruang tamu/ruang jamuan, ruang resepsi, ruang bendera pusaka dan teks
proklamasi. Kemudian ruang kerja, ruang tidur, ruang keluarga/istirahat, dan pantry (dapur).
Sepeninggal Presiden Soekarno, tidak ada lagi presiden yang tinggal di sini, kecuali Presiden
Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Istana Negara dibangun tahun 1796 untuk kediaman pribadi seorang warga negara
Belanda J.A van Braam. Pada tahun 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia
Belanda dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur
Jendral Belanda. Karenanya pada masa itu istana ini disebut juga sebagai Hotel Gubernur
Jendral.
Pada mulanya bangunan yang berarsitektur gaya Yunani kuno itu bertingkat dua,
namun pada tahun 1848 bagian atasnya dibongkar, dan bagian depan lantai bawah dibuat
lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah
yang bertahan sampai sekarang, tanpa perubahan yang berarti. Luas bangunan ini lebih
kurang 3.375 meter persegi.
Sesuai dengan fungsi istana ini, pajangan serta hiasannya cenderung memberi suasana
sangat resmi. Bahkan kharismatik. Ada dua buah cermin besar peninggalan pemerintah
Belanda, disamping hiasan dinding karya pelukis - pelukis besar, seperti Basoeki Abdoellah.
23
Banyak peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara. Diantaranya ialah ketika
Jendral de Kock menguraikan rencananya kepada Gubernur Jendral Baron van der Capellen
untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam
menghadapi Tuanku Imam Bonjol. Juga saat Gubernur Jendral Johannes van de Bosch
menetapkan sistem tanam paksa atau cultuur stelsel. Setelah kemerdekaan, tanggal 25 Maret
1947, di gedung ini terjadi penandatanganan naskah persetujuan Linggarjati. Pihak Indonesia
diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Dr. Van Mook.
Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik
Indonesia, sudah lebih kurang 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan
Istana Negara sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan Negara.
(Istana Kepresidenan RI, Sekretariat Presiden RI,2004)
2 .ISTANA MERDEKA
Istana Merdeka adalah tempat resmi kediaman dan kantor Presiden Indonesia yang
terletak satu kompleks dengan Istana Negara dan Bina Graha. Letaknya menghadap ke
Taman Monumen Nasional (Monas) Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.
Istana dengan luas sekitar 2.400 m² ini dibangun pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dalam kaveling yang sama dengan Istana Rijswijk
yang mulai sesak. Awalnya bernama Istana Gambir.
24
Gambar 13. Tampak Istana Merdeka
Sumber : Google Map
25
Gambar 15. Detail Denah Istana Merdeka
Sumber : http://nailafithria.blogspot.co.id/
26
Istana yang diarsiteki Drossaers ini pada awal masa pemerintahan Republik Indonesia
(RI) sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Waktu itu RI
diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diwakili A.H.J.
Lovink, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia.
Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan Bendera
Indonesia dinaikkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-
tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih
dinaikkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah
kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Sejak saat itu Istana
Gambir dinamakan Istana Merdeka.
Sehari setelah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949
Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk pertama kalinya
mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada 1950.
Tercatat selain Presiden Sukarno, yang mendiami istana ini adalah Presiden
Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
3. ISTANA BOGOR
Istana Bogor merupakan salah satu dari enam Istana Presiden Republik Indonesia
yang mempunyai keunikan tersendiri dikarenakan aspek historis, kebudayaan, dan faunanya.
Salah satunya adalah keberadaan rusa-rusa yang didatangkan langsung dari Nepal dan tetap
terjaga dari dulu sampai sekarang.
27
Gambar 17. Istana Bogor
Sumber : nytraveler.net
28
Walaupun berbagai kegiatan kenegaraan sudah tidak dilakukan lagi, khalayak umum
diperbolehkan mengunjungi secara rombongan, dengan sebelumnya meminta izin ke
Sekretaris Negara, c.q. Kepala Rumah Tangga Kepresidenan.
4. ISTANA CIPANAS
Profil istana Cipanas - Istana Kepresidenan Cipanas terletak di antara jalur Jalan
Raya Jakarta dan Bandung melalui puncak. Terletak sekitar 103 kilometer dari Jakarta, atau
sekitar 20 kilometer dari kota Kabupaten Cianjur. Istana Cipanas berada di desa Cipanas,
kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, di kaki Gunung Gede, Jawa Barat, pada ketinggian
1.100 meter dpl. Bangunan istana berdiri di atas areal lebih kurang 26 hektar, dengan luas
bangunan sekitar 7.760 meter persegi.
Istana Cipanas dibangun sebagai tempat peristirahatan dan persinggahan. Halamannya
terbagi dalam dua areal, yakni areal taman istana dan areal hutan istana. Dalam areal hutan
istana hingga tahun 2001, menurut katalog Pertama Daftar Tanaman Koleksi Istana
Kepresidenan Cipanas terbitan Istana Kepresidenan Cipanas, yang bekerja sama dengan
Kebun Raya Cibodas, LIPI, tercatat sebanyak 1.334 spesimen, 171 spesies, 132 marga ( yang
14 nomor di antaranya diketahui nama marganya), serta 61 suku. Istana Kepresidenan terdiri
dari sebuah bangunan induk, enam buah paviliun, sebuah gedung khusus, dan dua buah
bangunan yang lain, yaitu penampungan sumber air panas dan sebuah masjid.
29
Gambar 21. Tapak Istana Cipanas
Sumber : Google Map
Bangunan Induk, yang secara resmi disebut Gedung Induk Istana Kepresidenan
Cipanas, berdiri di atas areal seluas 982 meter persegi. Sesuai dengan namanya, gedung ini
merupakan gedung yang paling besar jika dibandingkan dengan gedung-gedung lainnya yang
ada di kompleks istana ini. Gedung Induk merupakan gedung peristirahatan Presiden dan
Wakil Presiden beserta keluarganya.
Gedung Induk Istana Kepresidenan Cipanas, sesuai dengan fungsinya, terdiri dari
ruang tamu, ruang tidur, ruang kerja, ruang rias, ruang makan. Dan serambi belakang. Secara
khusus ruang tamunya berupa bangunan panggung yang berlantaikan kayu. Salah satu
dinding lorong utama Gedung Induk dipajangi dengan sebuah lukisan karya Soejono D.S.,
yang dibuatnya pada tahun 1958; lukisan ini dikenal dengan nama Jalana Seribu Pandang.
30
Nama tersebut diabadikan kepada lukisan itu karena keistimewaannya sendiri, yaitu bahwa
dari arah mana pun lukisan itu di pandang mata memandang. Lukisan Jalan Seribu Pandang
tersebut judul aslinya adalah Jalan Menuju Kaliurang.
Sekalipun dibangun secara bertahap, enam buah paviliun istana akhirnya berdiri di
sekitar Gedung Induk, tepatnya di halaman belakang gedung ini. Keenam buah paviliun
tersebut diberi nama Paviliun Yudistira, Paviliun Bima, Paviliun Arjuna, Paviliun Nakula,
Paviliun Sadewa, dan Paviliun Abimanyu. Di samping itu juga terdapat dua bangunan lainnya
yang diberi nama Paviliun Tumaritis I dan Paviliun Tumaritis II, yang lokasinya agak
terpisah dari sekitar Gedung Induk dan keenam paviliun itu.
Gedung Bentol terletak di belakang Gedung Induk, gedung ini amat mungil karena
bangunannya memang jauh lebih kecil daripada Gedung Induk dan keenam paviliunnya.
Namun, gedung ini berdiri lebih tinggi daripada bangunan-bangunan yang lain, termasuk
Gedung Induk. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa gedung ini memang berada di lereng
gunung. Seperti telah dikemukakan, gedung ini amat unik; namanya Gedung Bentol. Gedung
ini merupakan produk dua arsitek anak bangsa, yang bernama R.M. Soedarsono dan F
Silaban.
Di bagian belakang Gedung Induk, masih terdapat beberapa bangunan. Namun, yang
paling besar peranannya terhadap keberadaan Istana Kepresidenan Cipanas adalah sumber
mata air panas yang mengandung mineral itu. Maslahatnya bagi kesegaran dan kebugaran
raga memang sangat alami. Oleh karena itu, untuk menampung limpahan air dari sumber
alam tersebut didirikan dua buah bangunan pemandian. Bangunan yang satu dikhususkan
untuk mandi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, sedang bangunan satunya
yang lebih besar disediakan untuk rombongan yang menyertai Presiden atau Wakil Presiden.
Baik dalam bangunan pemandian yang pertama maupun yang kedua, perabotannya berkaitan
dengan keperluan mandi.
Tidak jauh sebelum Gedung Pemandian itu tampak sebuah danau terbuka yang berdiri
di atas kolam pemancingan ikan. Selain itu, di sebelah kiri halaman belakang Gedung Induk
juga terdapat sebuah bangunan masjid bernama Masjid Baiturrahim serta beberapa rangkaian
bangunan kecil lainnya sebagai ruang perkantoran istana ini. Di samping itu, di sisi sebelah
kiri Gedung Induk tampak Rumah Kebun, tempat pembibitan dan perancangan taman bunga
dan taman hutan istana. Sebenarnya bangunan induk istana ini pada awalnya adalah milik
pribadi seorang tuan tanah Belanda yang dibangun pada tahun 1740. Sejak masa
31
pemerintahan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff, bangunan ini dijadikan
sebagai tempat peristirahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Beberapa bangunan yang terdapat di dalam kompleks ini antara lain Paviliun
Yudistira, Paviliun Bima dan Paviliun Arjuna yang dibangun secara bertahap pada 1916.
Penamaan ini dilakukan setelah Indonesia Merdeka, oleh Presiden Sukarno. Di bagian
belakang agak ke utara terdapat “Gedung Bentol”, yang dibangun pada 1954 sedangkan dua
bangunan terbaru yang dibangun pada 1983 adalah Paviliun Nakula dan Paviliun Sadewa.
Sebuah peristiwa penting yang pernah terjadi di istana ini setelah kemerdekaan adalah
berlangsungnya sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soekarno pada 13 Desember
1965, yang menetapkan perubahan nilai uang dari Rp 1.000,- menjadi Rp 1,-.
Sedangkan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, gedung ini hanya digunakan
sebagai tempat persinggahan pembesar-pembesar Jepang dalam perjalanan mereka dari
Jakarta ke Bandung ataupun sebaliknya. Gedung ini ditetapkan sebagai Istana Kepresidenan
dan digunakan sebagai tempat peristirahatan bagi Presiden atau Wakil Presiden beserta
keluarga setelah kemerdekaan, seperti halnya Camp David Amerika Serikat.
Istana Tampaksiring adalah istana yang dibangun setelah Indonesia merdeka, yang
terletak di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Nama
Tampaksiring berasal dari dua buah kata bahasa Bali, yaitu “tampak” dan “siring”, yang
masing-masing bermakna telapak dan miring. Konon, menurut sebuah legenda yang terekam
pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang
bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, namun sayangnya ia bersifat angkara
murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyatnya menyembahnya. Akibat dari
tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra marah dan mengirimkan bala tentaranya. Mayadenawa
pun lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan
memiringkan telapak kakinya.
Namun demikian, ia dapat juga tertangkap oleh para pengejarnya. Sebelumnya, ia
dengan sisa kesaktiannya berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan
banyak kematian para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air tersebut. Batara
Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun itu yang
kemudian bernama “Tirta Empul” (“air suci”). Kawasan hutan yang dilalui Raja
32
Mayadenawa dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya itu terkenal dengan nama
Tampaksiring.
33
6. GEDUNG AGUNG
Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di pusat
keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani dahulu dikenal Jalan Malioboro,
jantung ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan
Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 m
dari permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43.585 m².
34
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
A. Dari segi komunikasi arsitektur :
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam
arsitektur berlangsung dalam label representasi. Representasi ini mengandung dua poin besar,
yaitu kegiatan “mewakili” dan kegiatan “terwakili”. Proses ini dihubungkan oleh sebuah
media, yaitu bangunan. Dalam praktek arsitektur, arsitek merupakan si pembuat pesan yang
berusaha mewakili seseorang atau sekelompok orang. Sedangkan masyarakat merupakan
objek yang diwakili dari karya arsitektur tersebut. Dengan demikian, keberhasilan proses
representasi (komunikasi) dalam arsitektur ditentukan oleh kesesuaian pesan yang dikirim
oleh arsitek dan pesan yang diterima oleh masyarakat dari bangunan tersebut. Untuk
mengetahui hal ini, maka dibutuhkan studi tentang proses kreatif arsitek dalam merumuskan
kode (pesan) dalam bangunan yang dirancangnya dan juga studi tentang persepsi masyarakat
terhadap bangunan. Kesesuaian di antara keduanya akan menjadi sebuah bentuk alur
komunikasi yang baik di dalam dunia arsitektur.
3.2 SARAN
Saran saya adanya monument atau museum khusus untuk istana kepresidenan agar
masyarakat lebih mengenal sejarah-sejarah istana kepresidenan, karna memang istana
kepresidenan tidak sembarang orang dapat masu
35
DAFTAR PUSAKA
1. http://kapita-fikom-
untar.blogspot.co.id/search/label/Arsitektur%20dan%20Komunikasi
2. http://istananegara-indonesia.blogspot.co.id/
3. http://www.kompasiana.com/djuhdie/profil-singkat-6-istana-presiden-
ri_550ed61f813311b82dbc63cc
4. http://www.kompasiana.com/djuhdie/profil-singkat-6-istana-presiden-
ri_550ed61f813311b82dbc63cc
5. https://id.wikipedia.org/wiki/Istana_Negara
6. https://id.wikipedia.org/wiki/Istana_Presiden_Indonesia
7. Google Map
8. http://temuilmiah.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2015/11/TI2015-E-187-190-
Representasi-sebagai-Bentuk-Komunikasi-dalam-Arsitektur.pdf
9. http://www.gurusejarah.com/2013/03/profil-istana-cipanas.html
10. www.lahkokbisa.info
11. http://disimplivity.blogspot.co.id/
12. wartawan.istanapresiden.go.id
13. architelago.blogspot.com
14. tsgbali.blogspot.com
15. satupedang.blogspot.com
16. presidenri.go.id
17. www.wikimedia.org
18. www.hdesignideas.com
19. http://nailafithria.blogspot.co.id/
20. Merdeka.com
21. nytraveler.net
36