Anda di halaman 1dari 22

ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN-ELEMEN URBAN DESAIN DI KAWASAN BONEBOLANGO

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
YUSNAN MOKOAGOW
SULAEMAN
RYAN APRIANDHIKA
JUNIAR PUTRI SALSABILLAH RAHIM
IIN KRISTIANI MOODUTO
REVY REVANZA IDRUS
MUHAMMAD REZKY KURRAHMAN
PUTRI FARAH QURRATU'AIN
NOVIANA K. LALIYO
NATASYA BULUMUNGO
MUH. NAQI ABDUL IZZAH IHSAN
MOHAMAD SYAHRIL DAUD

A TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ELEMEN-ELEMEN URBAN
DESAIN DI KAWASAN BONEBOLANGO” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Heryati, S.T.,
M.T. Pada mata kuliah Arsitektur Kota. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang elemen urban desain bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 16 Juni 2021

Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 5
C. Tujuan ........................................................................................................................ 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................................................... 6
A. KATEGORI SIGNAGE ............................................................................................. 7
B. SKEMA WARNA SIGNAGE .................................................................................... 8
C. PEMAHAMAN FAKTOR MANUSIA ...................................................................... 8
D. FAKTOR PSIKOLOGIS .......................................................................................... 10
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................. 14
A. Elemen-elemen dari urban design Bone Bolango ........................................................ 14
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................... 21
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 21
B. Saran ........................................................................................................................ 21
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kabupaten Bone Bolango adalah sebuah kabupaten di Provinsi

Gorontalo, Indonesia. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran Kabupaten

Gorontalo tahun 2003. Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri

atas 4 wilayah kecamatan, yaitu: Bone Pantai, Kabila, Suwawa, dan Tapa.

Kabupaten Bone Bolango memiliki proporsi wilayah kurang lebih 16,24% dari luas

wilayah Provinsi Gorontalo. Wilayah Kabupaten Bone Bolango ini dilalui oleh

beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS terbesar yang melalui wilayah tersebut

adalah DAS Bone dan DAS Bulango.

Dimana Kecamatan yang dilalui adalah Kecamatan Suwawa, Kecamatan Kabila

dan Kecamatan Tapa. Luas DAS ini adalah ± 265.000 Ha dengan panjang sungai utama

100 Km yang bermuara ke Teluk Tomini. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan air

bersih kebutuhan sehari-hari masyarakat, diperoleh melalui air tanah galian dengan

kedalaman 5-10 meter. Kabupaten Bone Bolango terdiri dari 18 kecamatan, 5

kelurahan, dan 160 Desa. Pada tahun 2017, Luas wilayahnya mencapai 1.984,31 km²

dan jumlah penduduk 160.154 jiwa dengan sebaran penduduk 81 jiwa/km².

Berada di di suatu daerah kita sering memperhatikan sebuah struktur dan tata

tata ruang lingkungan pada kawasan tersebut dengan memperhatikan fasilitas-fasilitas

umum. Lalu bagaimana personal yang diharapkan dari sebuah hunian kota? Dan sejauh

manakah daerah kabupaten Bone Bolango dalam memperhatikan sebuah kata ruang

lingkungan kawasan kota maupun daerah? Mulai dari transformasi massal yang akan

menyebabkan pengguna kendaraan meningkat pada akhirnya menimbulkan kemacetan

lalu munculnya suatu polusi udara, bagaimana tata guna lahan terbuka hijau di suatu
daerah dan fasilitas-fasilitas lainnya yang tentu saja masih banyak contoh persoalan

lainnya yang tidak kita sadari.

B. Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan urban design dalam suatu kawasan perkotaan

ataupun daerah Kecamatan?

 Apa saja elemen-elemen urban design?

 Apa saja permasalahan perubahan design di Gorontalo dan apa saja potensi-

potensi urban design di Gorontalo.

C. Tujuan
 dapat menjelaskan maksud dan tujuan dari suatu urban design

 Dapat memberikan uraian elemen-elemen dari urban design

 Berikan penjelasan tentang permasalahan dan potensi-potensi urban design di

Gorontalo
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada masa sekarang ini signage sering diartikan secara harfiah sebagai tanda.

Sebenarnyasignage bukan suatu kata yang benar-benar ada. Pada awalnya, kata

signage digunakan oleh Paul Arthur, seorang pelopor “way finding” (penemuan

jalan). Kata signage keluar ketika Paul Arthur mendiskripsikan “mindset” (cara

berpikir), bahwa masalah komunikasi tempat, arah, kawasan dan lain-lain dalam suatu

lingkungan tidak harus dilakukan secara verbal, namun dapat dipecahkan dengan

menempatkan suatu tanda (sign). Pembahasan mengenai signage tercakup dalam

keilmuan Environmental Graphic Design yang merupakan salah satu bagian dari

keilmuan Desain Grafis yang khusus membahas dan merancang masalah signage.

Signage adalah suatu tema konsisten yang meliputi seluruh area dari suatu lingkungan

berikut suasana yang dibangunnya.

Signage harus mampu memberikan jawaban atas berbagai keperluan yang

timbul dari masalah berbagai perbedaan bahasa dan persepsi pengamat.Signage harus

dapat dimengerti melalui persepsi warna, visual, maupun verbalnya. Berbagai macam

signage telah dirancang untuk mengomunikasikan tempat, arah dan informasi

lingkungan, baik untuk keperluan lokasi lingkungan dalam (misal: interior gedung

perkantoran, rumah sakit, sekolah, museum, dll), maupun lokasi lingkungan luar

(misal: jalan raya, kompleks perumahan, tempat rekreasi, dll). Adapun sistem

perancangan dan penggunaannya secara umum, seperti standar grafis, material dan

penempatan, diatur dengan standardisasi internasional yang disepakati berbagai

belahan negara di dunia. Khusus mengenai signage jalan raya, pada tahun 1968 di

Konvensi “Road Sign and Signals”, Wina, Austria, telah disepakati sistem umum

signage jalan raya yang diberlakukan di 52 negara di dunia. Namun untuk penerapan
detailnya, masing-masing negara memiliki regulasi yang berbeda. Hal ini dapat dilihat

misalnya pada sistem pengukuran yang digunakan setiap negara (contoh: Amerika

dengan sistem mil, Indonesia dengan sistem meter), pembagian detail kategori

signage, serta penggunaan bahasa.

A. KATEGORI SIGNAGE
Seiring dengan perkembanganya jaman, pengategorian signage jalan raya atau

rambu lalu lintas dikelompokkan menjadi sebagai berikut. Pertama, Oriental Signage.

Signage ini bersifat melokasikan pengguna dalam sebuah lingkungan dan

menginformasikan keberadaan tempat secara jelas dan berupa peta secara

keseluruhan. Kedua, Informational Signage. Signageini memberikan informasi berupa

instruksi tentangyang boleh dan tidakboleh dilakukan. Ketiga, Directional Signage.

Signage yang berfungsi mengarahkan; merupakan navigasi yang paling

penting.Meskipun bukan yang paling utama dalam sign system, cukup memengaruhi

keseluruhan fungsi signage.Signage ini bersifat menunjukkan secara harfiah (misal:

ke kiri, ke kanan, atas, bawah), yang secara umum menngunakan simbol anak panah.

Keempat, Identificational Signage,yang menunjukkan identitas suatu gedung atau

lokasi. Kelima, Stationary Signage; signage peraturan untuk menginformasikan

larangan khusus pada suatu tempat yang biasanya digunakan khusus oleh pemilik atau

pengelola suatu tempat.

Peraturan atau larangan ini dimaksudkan untuk tindakan pencegahan dan

perlindungan dari suatu bahaya tertentu,seperti peringatan hukum, peraturan

keamanan, traffic control devices, pintu keluar darurat, dansebagainya. Keenam,

Ornamental signage. Tujuan utama dari signage ini adalahuntuk menambah estetika

dari suatu bangunan atau tempat, hingga dapat menghasilkan efek yang mengesankan

pada suatu lingkungan.Contohnya adalah umbul-umbul, spanduk, bendera, dll.


B. SKEMA WARNA SIGNAGE
Secara umum, negara-negara belahan dunia, termasuk Indonesia mengadopsi

sistem skema warna signage jalan raya sistem Amerika sebagai berikut:Merah dengan

putih untuk tanda berhenti dan tindakan terlarang, seperti dilarang parkir, dilarang

masuk, dilarang berhenti, dll; Hijau denga huruf putih untuk tanda informasi, seperti

arah, jarak dan tempat-tempat; Cokelat dengan putih untuk tanda tempat

bersejarah,daerah ski dan tempat berkemah; Biru dengan putih tempat layanan seperti

rumah sakit, rest area, bensin, penginapan, dll; Putih dengan hitam (atau merah) untuk

tanda peraturan Signage dan Penerapannya ….. (Dyah Gayatri Puspitasari; James

Darmawan) 479 seperti batas kecepatan, dll; Kuning dengan huruf atau simbol hitam

untuk tanda peringatan seperti jalan menurun, tanjakan, percabangan jalan, dll.

C. PEMAHAMAN FAKTOR MANUSIA


Setiap sudut pandang atau persepsi dari pengguna jalan dan tanggapannya

terhadap tanda dikondisikan oleh karakteristik khusus manusia secara biophysics-

psyche, socio culture, spiritual cosmologis transcendental dengan kelima inderanya.

Oleh karena itu, setiap perancangan harus mengacu pada apa yang disebut sebagai

faktor manusia. Faktor Fisik Wilayah Penglihatan secara Normal (Normal Field of

Vision) Ilmu pengetahuan mengindikasi bahwa wilayah penglihatan normal atau

sudut pandang yang sesuai untuk tanda berada pada sudut pandang 60o . Area di luar

sudut pandang tadi tidak efisien karena akan terlihat kurang detail. Ketika benar

adanya bahwa wilayah penglihatan dapat diperluas dengan menengokkan atau

mendongakkan kepala, rata-rata pengguna jalan menolak untuk memberikan usaha

yang lebih demi melihat sesuatu di luar sudut pandangnya. Sebagai contoh, bila

sebuah tanda diletakkan pada langit-langit yang tinggi sehingga garis pandang

penglihatan dari mata pengguna jalan hingga titik horisontalnya mencapai lebih dari

30o , hal ini akan mempersulit atau berlebihan. Umumnya, para pengguna jalan tidak
memiliki kebiasaan untuk mendongakkan kepala mereka untuk melihat tanda, mereka

juga tidak akan menggerakkan kepala mereka di luar kebiasaan 480 HUMANIORA

Vol.4 No.1 April 2013: 475-490 untuk melihat sesuatu secara khusus di luar sudut

pandang mereka. Konsistensi dari ketinggian tanda yang dibuat pada sistem akan

mempermudah pengguna jalan untuk melihat untuk mencari informasi di berbagai

tempat.

a. Ketajaman Visual (Visual Acuity)

Pengguna jalan mengamati berdasarkan kemampuan mereka untuk melihat

secara jelas.

b. Kecepatan Membaca (Reading Rate)

Dari semua kemampuan umum membaca, ada begitu banyak kecepatan

membaca dari masing-masing pengguna jalan. Dari seseorang dengan kecepatan

membaca sekitar 125 kata per menit, hingga 500-600 kata per menit.Faktor-faktor

seperti umur, kepandaian, dan pendidikan memengaruhi kecepatan membaca. Rata-

rata kecepatan membaca pada umumnya adalah 250 kata per menit. Berdasarkan pada

kecepatan membaca ini, tanda sebagai pengantar atau penyampai pesan yang hanya

dapat dilihat sepersekian detik saja, sebaiknya tidak memuat lebih dari enam sampai

delapan item singkat.

c. Keterbacaan (Legibility)

Studi tentang jarak mengindikasi bahwa di bawah cahaya matahari normal,

seseorang dengan kemampuan melihat 20/20 dapat melihat huruf setinggi 1 inci (25

milimeter) sesuai dengan standar tabel Snellen yang digunakan oleh optometris pada
jarak 50 kaki (15 meter). Akan tetapi, laboratorium ideal seperti ini harus dimodifikasi

untuk keterbacaan desain tanda.

d. Ketinggian Kata (Letter Heights)

Di dalam menentukan salinan ketinggian huruf untuk tanda khusus kendaraan

melibatkan faktor-faktor tambahan: terutama kecepatan laju kendaraan dan waktu

yang dibutuhkan untuk mengenali dan membaca tanda.

D. FAKTOR PSIKOLOGIS
A. Hubungan Dasar Bentuk (Figure-Ground Relationship)

Para psikolog mengacu pada hubungan dasar bentuk. Mereka membicarakan

mengenai bentuk dan pola dilihat berdasarkan latar belakangnya. Bentuk digambarkan

oleh sisi, dan sisi merupakan persepsi dari garis batas/kontur. Apapun yang

berpengaruh terhadap persepsi jelas dari garis batas/kontur akan memberikan efek

pula untuk pengenalan objek. Konsep dasar bentuk juga berkaitan dengan jarak

negatif antara huruf ke huruf memberikan pengaruh pada persepsi dan pengenalan

bagi huruf dan bentuk. Pada saat memahami proses membaca, kita secara sadar

menyusun huruf-huruf tersebut menjadi kata-kata. Kita juga mempelajari bagaimana

memisahkan seluruh kata-kata tersebut berdasarkan bentuknya. Para psikolog

menyebutnya ‘pengisian persepsi’ (perceptual filling in) atau ‘pengaturan bentuk’

(figural organization). Apabila huruf-huruf dikumpulkan bersama sehingga 482

HUMANIORA Vol.4 No.1 April 2013: 475-490 mereka saling berdekatan atau

terpisah secara berlebihan, jarak negatif dapat memengaruhi titik tertentu yang

pengenalan terhadap sebuah kata secara keseluruhan akan berantakan.


B. Implikasi Warna (Implications of Color)

Para individu biasanya memiliki pertimbangan yang beragam pada

kemampuan mereka untuk memisahkan dan mengingat warna. Kemungkinan hanya

ada enam warna yang berbeda, tidak termasuk putih dan hitam – merah, kuning, biru,

hijau, tangerine/oranye, cokelat – yang dapat dipisahkan dengan mudah dan diingat

oleh orang normal. Di luar dari keterbatasannya, warna dapat digunakan sebagai

elemen kedua untuk mengidentifikasi atau sebagai alat/sarana untuk mengirimkan

tanda/sandi (coding) pada situasi tertentu dimana jumlah warna yang digunakan

sangat terbatas.Sebagai contoh, warna biasanya digunakan untuk mewarnai kolom

atau dinding pada lahan parkir untuk mempermudah identifikasi tingkat atau lantai

yang berbeda. Aplikasi penanda ini tidak membutuhkan ingatan warna ketika

digantikan oleh angka dan huruf.

Warna dapat membangkitkan mood atau perasaan tertentu; kualitas warna yang

positif ini biasanya banyak digunakan pada grafis dinding, desain interior, dan

pencahayaan. Warna-warna tertentu dapat menjadi cara yang memberikan pengaruh

kuat pada tanda; seseorang telah dikondisikan untuk memahami bahwa warna-warna

tertentu, merah misalnya, merupakan pertanda dari bahaya atau darurat karena

pengalaman dari mesin api, lampu merah yang berkedip, atau tanda lalu lintas. Warna

merah digunakan sebagai latar belakang dari tanda berhenti hampir di semua negara,

warna merah telah dikondisikan sebagai penanda untuk perintah ‘berhenti’ (stop),

namun tidak dapat digunakan secara khusus sendiri untuk tempat berhenti. Sama

kasusnya dengan reaksi kita melihat warna kuning sebagai warna peringatan, mungkin

karena kita sudah terbiasa melihatnya selama bertahun-tahun digunakan sebagai tanda

lalu lintas dan tanda di wilayah konstruksi.


Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi

Ada sejumlah faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi bagaimana

seseorang akan memahami tanda khusus. Yang terpenting adalah bahwa hal ini

berkaitan dengan kualitas, intensitas, dan warna dari cahaya sekitarnya yang jatuh

pada tanda tersebut; gangguan secara fisik dari garis penglihatan antara pengamat dan

tanda; serta lingkungan visual yang ada di belakang atau sekitar tanda tersebut.

Signage dan Penerapannya ….. (Dyah Gayatri Puspitasari; James Darmawan) 483

Untuk beberapa bagian terpenting, faktor-faktor lingkungan ini di luar kendali dari

desainer, akan tetapi mereka terkait dengan faktor-faktor desain yang sebenarnya

dapat dikendalikan. Pencahayaan buatan dapat digunakan untuk meningkatkan

persepsi tanda. Tanda dapat digantikan untuk meningkatkan garis pandang. Hampir

semua elemen desain dari tanda dapat dikurangi untuk meningkatkan keterbacaan

tanda, sebagai kompensasi untuk mengimbangi lingkungan visual yang kurang

memadai’.

Garis Penglihatan (Sight Lines)

Dasar dari faktor manusia lebih dipentingkan pada peletakan tanda tersebut

pada ketinggian penglihatan mata (eye-level) rata-rata. Hal ini jelas terlihat pada tanda

bagi pejalan kaki yang diletakkan sesuai dengan tingkat penglihatan mereka. Akan

tetapi, hal tersebut merupakan jawaban dasar untuk mempermudah masalah yang ada.

Hal yang terpenting adalah untuk mengingat bahwa tanda seharusnya diletakkan

untuk menghindari gangguan garis penglihatan normal. Seorang desainer harus

memiliki empati, mencoba untuk meletakkan dirinya di posisi pengamat/pengguna

tanda tersebut. Ia harus mempertimbangkan masalah tanda satu persatu sesuai dengan

kegunaannya. Beberapa pertanyaan yang harus dipertimbangkan adalah: Apakah


tanda tersebut dapat dilihat oleh orang lain secara umum di luar pengamat dengan

tinggi rata-rata? Apakah tanda tersebut dapat lihat dari sudut pandang tertentu hingga

garis penglihatan normal? Apakah tanda tersebut berada di luar wilayah penglihatan

normal? Apakah latar belakang dari tanda tersebut, bagaimana dengan lingkungan

sekitarnya, pencahayaannya? Apakah tanda-tanda lainnya atau ciri khas arsitektur di

sekitarnya akan memengaruhi garis penglihatan dari pengamat? Apakah pohon-pohon

atau unsur alam lainnya akan tumbuh dan berkembang sehingga nantinya akan

mengganggu tanda yang diletakkan di sana? Apakah kendaraan yang diparkir akan

mengganggu tanda yang dipasang tersebut pada waktuwaktu tertentu? Apakah tanda

dapat dilihat oleh baik pengemudi kendaraan maupun pejalan kaki dan dapat dibaca

oleh keduanya? (tingkat ketinggian penglihatan seorang pengemudi kendaraan

tentunya berbeda dengan pejalan kaki).


BAB III
PEMBAHASAN

A. Elemen-elemen dari urban design Bone Bolango


1. Open space di bone bolango

Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas

baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana

dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.

Identifikasi di bone bolango

Di kawasan bone bolango untuk ruang terbuka, khsuusnya ruang terbuka hijau

dapat dibilang cukup memadai dengan adanya fasilitas yang menunjang pemakainya.

Beberapa ruang terbuka hijau yang termasuk dalam kawasan bone bolango antara lain

adalah ruang terbuka hijau suwawa, ruang terbuka hijau kabila. Dua in rth in kami

jadikan contoh dari semua rth yg ada di bone bolango.

Gambar RTH Kabila Gambar RTH Suwawa


2. Preservasi di Bone Bolango

Preservasi yang dimaksud disini lebih merujuk ke konservasi yang memiliki

arti, Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi

berasal dari bahasa Inggris, conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan

1)Pelestarian dan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam secara bijaksana;

2)Pelestarian dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan, memastikan

bahwa habitat alami suatu area dapat dipertahankan, sementara keanekaragaman

genetik dari suatu spesies dapat tetap ada dengan mempertahankan lingkungan

alaminya.

Identifikasi Masalah Di Bone Bolango

Bone Bolango yang merupakan salah satu distrik dari provinsi dari Gorontalo

menyimpan banyak tempat wisata maupun tempat bersejarah. Dalam hal ini preservasi

atau (pelestarian) diperlukan untuk tetap menjaga kelestarian dari tempat tersebut.

Sebagai contoh preservasi untuk tempat wisata adalah Benteng Ulantha,

merupakan benteng buatan yang dijadikan sebagai tempat wisata.dengan adanya

preservasi dapat menjaga kondisi dari benteng tersebut agar tidak rusak ditangan yang

tidak bertanggung jawab.

Adapun Contoh lainnya adalah pantai Kurenai yang masih termasuk dalam

distrik Bone Bolango.merupakan salah satu Kawasan wisata di bone bolango,dengan


adanya preservasi diharapkan dapat menjaga kelestarian tempat ini agar tetap dapat

bertahan dalam beberapa waktu kedepan.

Gambar Benteng Ulantha Gambar Pantai Kurenai

3. Land Use ( Tata guna lahan )

Lahan adalah permukaan bumi tempat berlangsungnya berbagai aktivitas dan

merupakan sumber daya alam yang terbatas, dimana pemanfaatannya memerlukan

penataan, penyediaan, dan peruntukan secara berencana untuk maksud-maksud

penggunaan bagi kesejahteraan masyarakat.

Tata Guna Lahan (land use planning) adalah pengaturan penggunaan lahan.

Dalam tata guna lahan dibicarakan bukan saja mengenai penggunaan permukaan

bumi, tetapi juga mengenai penggunaan permukaan bumi dilautan. Tata Guna Lahan

menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah struktur dan pola pemanfaatan

tanah, baik yang direncanakan maupun tidak, yang meliputi persediaan tanah,

peruntukan tanah, penggunaan tanah dan pemeliharaannya.

Menurut Lindgren , penggunaan lahan (land use) mempunyai arti sama dengan

lahan yaitu merupakan tempat tinggal, lahan usaha, lapangan olah raga, rumah sakit

dan areal pemakaman. Berikut beberapa contoh Tata Guna Lahan yang ada di Kab.

Bone Bolango
Lapangan Tapa, (Tapa Bone Bolango)

Lahan Persawahan. (Jalan Sabes Bone Bolango)

Lahan Perkebunan, (Jalan ByPass Tilongkabila Kab. Bone Bolango)


4. Pedestrian ways

Pedestrian ways atau yang dikenal dengan jalur pejalan kaki, istilah ini mulai

bermunculan pada masa pemerintahan Yunani kuno yang berasal dari kata pedos yang

berarti kaki yang sering diartikan sebagai pejalan kaki. Tidak hanya itu, pedestrian

juga dapat diartikan sebagai sirkulasi atau perpindahan orang dari satu tempat ke

tempat lain dengan berjalan kaki. Pedestrian ways merupakan salah satu elemen

penting dalam sebuah kota terutama kota-kota besar. Menurut Rubenstein, 1987 (

dalam tesis Widodo, Mulyadi, 2001, jalur pejalan kaki pada jalan Pandanaran

Semarang ) dituliskan tujuan berjalan kaki dapat dikelompokan sebagai berikut:

Berjalan kaki untuk menuju ke tempat kerja atau perjalanan fungsional, jalur

pedestrian dirancang untuk tujuan tertentu seperti untuk melakukan pekerjaan bisnis,

makan, minum, dan pergi ke dan dari tempat kerja.

Jalur pedestrian adalah ruang luar yang digunakan untuk kegiatan penduduk kota

sehari-hari. Contohnya untuk kegiatan berjalan-jalan, melepas lelah, duduk santai

dapat juga sebagai tempat kampanye, upacara resmi dan sebagai tempat berdagang.

Fungsi ruang publik bagi pejalan kaki antara lain untuk bergerak dari satu bangunan

ke bangunan yang lain, dari bangunan ke open space yang ada atau sebaliknya, atau

dari suatu tempat ke tempat yang lainya di sudut kawasan ruang public (Doddy

Dharmawan, 2004).
Ruang pejalan kaki dalam konteks kota dapat berperan untuk menciptakan

lingkungan manusiawi. Digorontalo sendiri terutama dikabupaten bone bolango juga

terdapat banyak pedestrian ways seperti di area Malioboro, Center Point,dll. Dalam

pembahasan mengenai pedestrian ways kali ini saya hanya akan membahas dua objek

pedestrian ways yang ada di Gorontalo terutama di kabupaten bone bolango, yaitu

pedestrian ways di area Malioboro dan juga center point.

Dalam sebuah jalur pedestrian pasti memiliki sarana dan prasarana tersendiri

yang akan menunjang kegiatan masyarakat, sarana dan prasarana yang dimaksud

disini seperti marka untuk penyebrangan atau zebra cross, jalur hijau atau tanaman

peneduh, lampu penerangan,dan tempat duduk.

A. Malioboro

Malioboro merupakan salah satu ruang terbuka yang memiliki jalur pedestrian bagi

para masyarakat kota Gorontalo terutama masyarakat bone bolango.

Gambar diatas merupakan beberapa gambaran kondisi dari pedestrian ways yang ada

dimalioboro. Jalur ini merupaka jalur pedestrian yang bagus dan juga bermanfaat bagi
banyak orang, namun berdasarkan syarat dari kebutuhan sarana dan prasarana jalur

pedestrian ini masih belum baik, sebab jalur yang digunakan untuk pejalan kaki malah

disalah gunakan oleh para pedagang kaki lima sebagai tempat berjualan, hal ini yang

menyebabkan para pejalan kaki harus turun ke bagian jalan raya sebab jalur pedestrian

nya tertutupi oleh pedagang kaki lima. Dari masalah diatas kita bisa mengambil

kesimpulan bahwa sebaiknya pemerintah memberikan space bagi para pedagang kaki

lima untuk berjualan agar jalur tersebut tidak terganggu bagi pejalan kaki untuk

melakukan aktivitasnya dan juga pedagang kaki lima dapat diuntungkan karena

memiliki tempat untung berjualan.

B. Center Point

Center point sendiri juga merupakan tempat yang sering dikunjungi oleh warga kota

Gorontalo, di center point ini juga terdapat jalur pedestrian untuk masyratakatnya agar

dapat beraktivitas dengan baik dan juga tidak mengganggu aktivitas jalan raya.

Permasalahan disini hampir mirip dengan malioboro bedanya pemerintah

menyediakan solusi buat para pedagang kaki lima yaitu memberikan gerobak

berjualan, namun ini tidak efisien sebab menutup jalur pedestriannya, namun disisi

lain lagi ada baiknya sebab para pedagang jadi lebih tertata.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dan survei langsung yang kami lakukan mengenai 8

elemen urban design di Bone bolango, maka dapat kita simpulkan bahwa penataan

kawasan di kab. Bone Bolango sudah cukup baik. Terlebih kab. Bone Bolango

sebagian besarnya merupakan pedesaan yang belum banyak terdapat gedung-gedung

tinggi. Hal ini memungkinkan bagi pemerintah maupun badan swasta untuk lebih

mudah membangun sarana2 publik untuk menunjunjang aktifitas masyarakat.

Namun di balik hal itu, masih banyak masyarakat awam yang tidak tau menahu

mengenai peraturan baik dari segi larangan parkir hingga kurangnya kedisiplinan

masyarakat dalam hal mematuhi rambu-rambu lalu lintas (signance), sikap acuh tak

acuh masalah sampah hingga pedagang kaki lima yang menyalah fungsikan trotoar

yang harusnya menjadi area pejalan kaki menjadi tempat untuk berjualan.

B. Saran
Saya berharap kita generasi muda, pemerintah, masyarakat maupun

badan swasta dapat saling bekerja sama salam hal mewujudkan keamanan

dan kenyamanan dalam melakukan aktifitas sehari hari. Hal ini dapat di

mulai dengan hal-hal sederhana seperti menerapkan kedisiplinan dalam

diri masing.

Pemerintah membangun fasilitas umum dan kita sebagai masyarakat turut

menjaga dan merawatnya.


Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi

https://lingkunganhidup.co/konservasi-sumber-daya-alam/

https://i1.wp.com/dulohupa.id/wp-content/uploads/2021/05/SUasana-Pantai-Kurenai-yang-sepi-
pengunjung.jpeg?fit=1280%2C957&ssl=1

https://www.celebes.co/wp-content/uploads/2020/08/Melihat-Senja-di-Ketinggian-Menara-
Benteng-Ulanta.jpeg

Anda mungkin juga menyukai