Anda di halaman 1dari 38

NAMA : DENI DWI PUTRA

NIM : 171910501048

JUDUL : PENGARUH POLA JARINGAN JALAN SEBAGAI PEMBENTUK ZONE MODEL STRUKTUR
BANYUWANGI

i
MORFOLOGI KOTA

PENGARUH POLA JARINGAN JALAN SEBAGAI PEMBENTUK ZONE


MODEL STRUKTUR BANYUWANGI

Di Kerjakan Oleh :

Deni Dwi Putra (171910501048)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

2018

ii
DAFTAR ISI
JUDUL...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v

KATA PENGANTAR.............................................................................................vi

RINGKASAN.......................................................................................................vii

BAB I PENDAHULAN...........................................................................................1

1.1. Latar Belakang..........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3. Tujuan........................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4

2.1. Teori Morfologi.........................................................................................4

2.1.1. Teori Konsentris (Concentric Theory)...............................................4

2.1.2. Teori Sektoral (Sector Theory)...........................................................4

2.1.3. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory).....................................5

2.1.4. Teori Konsektoral (Tipe Eropa).........................................................5

2.1.5. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)............................................5

2.1.6. Teori Poros.........................................................................................6

2.1.7. Teori Historis......................................................................................6

2.2. Ruang Lingkup Morfologi Koridor...........................................................6

2.2.1. Teori figure ground............................................................................6

2.2.1. Pola Massa dan Ruang.......................................................................6

2.2.2. Tekstur Perkotaan...............................................................................7

2.2.3. Tipologi Solid (Massa) dan Void (Ruang)..........................................8

2.2.4. Teori Linkage.....................................................................................9

2.2.5. Linkage Visual..................................................................................10

iii
2.2.6. Linkage Kolektif..............................................................................11

BAB III METODE PENULISAN..........................................................................12

3.1. Metode Penelitian Deskriptif...................................................................12

3.2. Objek Penelitian......................................................................................13

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................13

3.4. Teknik Pengumpulan Data......................................................................13

3.5. Data dan Jenis Data.................................................................................14

3.6. Metode Pengumpulan Data.....................................................................14

3.7. Metode Analisis Data..............................................................................16

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................18

4.1. Aspek Pola Jaringan Jalan.......................................................................18

4.2. Pola Struktur Ruang Banyuwangi...........................................................19

4.2.1. Bentuk Struktur Ruang Kota Banyuwangi Di tinjau dari pusat


pelayanan (Retail)...........................................................................................19

4.3. Zone Model Di Banyuwangi...................................................................20

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................22

LAMPIRAN PETA................................................................................................23

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola Konfigurasi Massa Bangunan (Solid) Dan Ruang Terbuka
(Void).....................................................................................................................7

Gambar 2.2 Tekstur Konfigurasi Massa Bangunan Dan Lingkungan...................8

Gambar 2.3 Tipologi Masa Bangunan (Blok).......................................................8

Gambar 2.4 Elemen Linkage Kolektif...................................................................11

Gambar 2.5 Peta Pusat Aktivitas...........................................................................18

Gambar 2.6 Peta Pola Struktur Kota.....................................................................19

Gambar 2.7 Peta Zone Model................................................................................20

v
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah pada mata kuliah
Morfologi Kota dengan dengan baik. Makalah ini berjudul “Pengaruh Pola
Jaringan Jalan Sebagai Pembentuk Zone Model Struktur Banyuwangi”

Penulis menyadari makalah ini dapat terwujud berkat bantuan dan


dorongan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis sampaikan
banyak terima kasih, kepada :

1. Bapak Ivan Agusta Farizkha S.T, M.T dan Ibu Dr. Rr. Dewi Junita K.
S.T.,M.T. selaku Dosen pengajar pada mata kuliah Morfologi Kota.

2. Kepada Orang Tua yang tidak henti-hentinya memberikan semangat,


motivasi moril dan materiil serta do’anya dalam tugas makalah ini.

Tiada yang sempurna tanpa adanya kesalahan oleh Karena itu, penulis
harapkan kritik dan saran dari semua pihak perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhir kata, semoga penulis laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
bagi perkembangan ilmu teknologi di masa yang akan datang.

Jember, 24 Mei 2018

vi
RINGKASAN

PENGARUH POLA JARINGAN JALAN SEBAGAI PEMBENTUK ZONE


MODEL STRUKTUR BANYUWANGI

Morfologi terdiri dari dua suku kata, yaitu morf yang berarti bentuk dan logos
yang berarti ilmu, Sedangkan kota merupakan kawasan pemukiman yang secara
fisik ditunjukan oleh kumpulan rumah – rumah yang mendominasi tata ruangnya
dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara
mandiri. Secara Umum morfologi kota merupakan ilmu terapan yang mempelajari
tentang sejarah terbentuknya pola suatu kota atau ilmu yang mempelajari tentang
perkembangan suatu kota. Bentuk morfologi kawasan tercermin pada pola tata
ruang, bentuk arsitektur bangunan, serta elemen – elemen fisik kota. Carmona et
al (2003: 61) menjelaskan bahwa “morfologi adalah studi mengenai form dan
shape. Form berarti bentuk yang dapat diamati dan merupakan konfigurasi dari
beberapa objek, sementara shape adalah fitur geometrik atau bentuk eksternal dan
outline dari sebuah benda.” Banyuwangi merupakan salah satu kota yang
memiliki perkembangan dari segi struktur dan aksesbilitas sehingga dalam
perkembangan tersebut Banyuwangi memiliki zone modelnya yang terbangun.
Zone model merupakan gambaran dari karakteristik yang dimiliki oleh wilayah
perkotaan yang selalu mengalami perkembangan. Zone model memiliki beberapa
teori seperti Teori kosentrik, Teori Sektoral, Teori Lipat Ganda, Teori Guttenberg,
dan Teori Tempat Sentral Walter Christaller. Zone model merupakan aspek
penting yang harus di ketahui oleh pemerintah karena hal ini dapat mengkibatkan
perkembangan kota menurut aksesbilitas maupun pusat pelayananya. Dalam
melakukan pengidentifikasian zone model di Kota Banyuwangi di lakukan dengan
teknik pengumpulan data Snow Ball, Sehingga data yang di dapat akan lebih
banyak.

Kata Kunci : Jaringan Jalan, Struktur, Zone Model

vii
BAB I
PENDAHULAN
1.1. Latar Belakang

Morfologi terdiri dari dua suku kata, yaitu morf yang berarti bentuk dan
logos yang berarti ilmu, Sedangkan kota merupakan kawasan pemukiman
yang secara fisik ditunjukan oleh kumpulan rumah – rumah yang
mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk
mendukung kehidupan warganya secara mandiri. Secara Umum morfologi
kota merupakan ilmu terapan yang mempelajari tentang sejarah
terbentuknya pola suatu kota atau ilmu yang mempelajari tentang
perkembangan suatu kota. Bentuk morfologi kawasan tercermin pada pola
tata ruang, bentuk arsitektur bangunan, serta elemen – elemen fisik kota.
Carmona et al (2003: 61) menjelaskan bahwa “morfologi adalah studi
mengenai form dan shape. Form berarti bentuk yang dapat diamati dan
merupakan konfigurasi dari beberapa objek, sementara shape adalah fitur
geometrik atau bentuk eksternal dan outline dari sebuah benda.”

Perkembangan suatu kota dapat di lihat dari beberapa dasar teori seperti
morfologi kota, struktur kota, dan image kota. Struktur kota adalah pola atau
wujud yang terbangun dari sebaran kegiatan perkotaan atau komponen
pembentuk kota. Struktur kota di pengaruhi olleh beberapa hal seperti pola
jaringan jalan, daya dukung lahan, sebaran sumber daya alam,
kebijaksanaan pemerintah dan lain lain. Menurut Danang Endarto, Hal. 209
“Teori Tentang Struktur Ruang Kota Ialah Hubungan interaksi antara
manusia dengan lingkungannya mengakibatkan adanya pola penggunahan
lahan yang beraneka ragam. Hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi
lahan yang berbeda-beda sehingga menuntut manusia yang
mengggunakannya harus menggunakan cara penggunaan yang berbeda pula.
Penggunaan alam sekitar harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang
meliputi keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial dan keadaan dari segi
ekonomi. Nah, sehubungan dengan hal ini, munculah beberapa teori seperti
teori konsentris, sektoral, inti ganda, konsektoral, poros dan historis.” Salah

1
satu kota yang berkembang dari aspek struktur kotanya ialah kota
banyuwangi di kawasan simpang lima dan taman Sritanjung.”

Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur,


Indonesia. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur pulau Jawa, di
kawasan Tapal Kuda, dan berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara,
Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan
Kabupaten Bondowoso di barat. Kabupaten Banyuwangi merupakan
kabupaten terluas di Jawa Timur sekaligus menjadi yang terluas di Pulau
Jawa, dengan luas wilayahnya yang mencapai 5.782,50 km2, atau lebih luas
dari Pulau Bali (5.636,66 km2).

Perkembangan Kota banyuwangi di pengaruhi oleh beberapa hal salah


satunya ialah struktur kota. Struktur kota di banyuwangi di pengaruhi oleh
aspek pola jaringan jalan, sehingga membentuk zone model dari kota
Banyuwangi. Pola jaringan jalan yang paling berpengaruh terletak di daerah
utara yaitu Alun – Alun Sritanjung sedangkan dari selatan yaitu pusat
pemerintahan (Bappeda).

Zone model merupakan gambaran dari karakteristik yang dimiliki oleh


wilayah perkotaan yang selalu mengalami perkembangan. Zone model
memiliki beberapa teori seperti Teori kosentrik, Teori Sektoral, Teori Lipat
Ganda, Teori Guttenberg, dan Teori Tempat Sentral Walter Christaller. Zone
model Banyuwangi tercipta oleh perkembangan Aspek Pola Jaringan Jalan,
yang dimana dalam menurut Sigit Dishub, 2018 “ Pola jaringan jalan di
rubah disebabkan keinginan membentuk citra kota dan membantu
kemudahan masyarakat untuk mengakses ke beberapa tempat”. Oleh Karena
itu di sangat penting untuk melihat perkembangan kota melalui model zone.

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana Pengaruh aspek pola jaringan jalan terhadap struktur kota
Banyuwangi ?
2) Bagaimana Zone Model Di kota Banyuwangi kawasan Simpang lima
dan taman sritanjung yang tercipta oleh perkembangan Aspek pola
jaringan jalan?

2
3) Bagaimana perkembangan Struktur (zone model) kota Banyuwangi
menurut Periodesasi?
1.3. Tujuan
1) Mengetahui Pengaruh aspek pola jaringan jalan terhadap struktur kota
Banyuwangi
2) Mengetahui Zone Model Di kota Banyuwangi kawasan Simpang lima
dan taman sritanjung yang tercipta oleh perkembangan Aspek pola
jaringan jalan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Morfologi
Kata Morfologi berasal dari bahasa Yunani yaitu morphos, yang berarti
bentuk atau form dalam bahasa inggris. Pengertian kata morfologi adalah
ilmu tentang bentuk atau the science of form, juga berarti mempelajari
bentuk (shape), forma (form), Struktur eksternal (external structure) atau
pengaturan (arrangement) (oxford, 1970). Teori morfologi kota
menjelaskan pentingnya melakukan kajian morfologi kota berdasarkan
beberapa teori sebagai berikut :
2.1.1. Teori Konsentris (Concentric Theory)

Teori tentang struktur ruang kota yang pertama adalah teori konsentris
yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest W. Burgess, seorang
sosiolog asal Amerika Serikat yang meneliti kota Chicago pada tahun
1920. Ia berpendapat bahwa kota Chicago telah mengalami
perkembangan dan pemekaran wilayah seiring berjalannya waktu dan
bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan itu semakin meluas
menjauhi titik pusat hingga mencapai daerah pinggiran. Zona yang
terbentuk akibat pemekaran wilayah ini mirip sebuah gelang yang
melingkar.

2.1.2. Teori Sektoral (Sector Theory)

Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral
yakni teori yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil
penelitiannya yang dilakukannya pada tahun 1930-an di kota Chicago.
Hommer Hoyt berpendapat bahwa unit-unit kegiatan di perkotaan
tidak menganut teori konsentris melainkan membentuk unit-unit yang
lebih bebas. Ia menambahkan bahwa daerah dengan harga tanah yang
mahal pada umumnya terletak di luar kota sedangkan harga tanah
yang lebih murah biasanya merupakan jalur-jalur yang bentuknya
memanjang dari pusat kota (pusat kegiatan) menuju daerah

4
perbatasan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah
ini.

2.1.3. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)

Teori inti ganda yakni teori yang dikemukakan oleh dua orang ahli
geografi yang bernama Harris dan Ullman pada tahun 1945. Mereka
berdua berpendapat bahwa teori konsentris dan sektoral memang
terdapat di perkotaan namun apabila dilihat lebih dalam lagi, maka
akan didapati kenyataan yang lebih kompleks. Kenyataan yang
kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang berkembang
akan tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai dengan kegunaan
sebuah lahan, misalnya adanya pabrik, universitas, bandara, stasiun
kereta api dan sebagainya. perdagangan kecil dan sebagainya yang
tentunya semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang kota.
Biasanya faktor keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar
belakangi munculnya inti-inti kota ini.

2.1.4. Teori Konsektoral (Tipe Eropa)

Teori konsektoral (tipe Eropa) yakni teori yang dikemukakan oleh


Peter Mann di Inggris pada tahun 1965. Peter Mann mencoba untuk
menggabungkan teori konsentris dan sektoral, akan tetapi disini teori
konsentris lebih ditonjolkan.

2.1.5. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)

Teori konsektoral (tipe Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan


oleh Ernest Griffin dan Larry Ford saat melakukan penelitian di
Amerika Latin pada tahun 1980. Teori ini bisa Anda lihat
gambarannya seperti pada gambar berikut.

5
2.1.6. Teori Poros

Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros
yakni teori yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori
ini menekankan bahwa jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh
yang sangat besar terhadap struktur ruang kota.

2.1.7. Teori Historis

Teori historis yang dikemukakan oleh Alonso adalah Teori yang


didasari atas nilai sejarah yang berkaitan dengan perubahan tempat
tinggal penduduk di kota tersebut. Kita bisa melihat gambaranya di
bawah ini.

2.2. Ruang Lingkup Morfologi Koridor


2.2.1. Teori figure ground

Teori tentang figure ground didapatkan melalui studi mngenai


hubungan tekstural antara bangunan (building mass) dan ruang
terbuka (open space). Sebaga bentuk solid (figure) serta open void
(ground). Trancik, Roger, (1986 : 97-106) mengemukakan bahwa teori
figure – ground berawal dari studi tentang hubungan perbandingan
lahan yang ditutupi bangunan sebagai massa yang padat (figure)
dengan ruang – ruang (void – void) terbuka (ground). Secara khusus
teori ini memfokuskan diri pada pemahaman pola, tekstur, dan poche
(tipologi – tipologi massa bangunan dan ruang tersebut)

2.2.1. Pola Massa dan Ruang

secara teoritik ada enam tipologi pola yang dibentuk oleh hubungan
massa dan ruang yaitu pola anguler, aksial, grid, kurva linier, radial
konsentris dan organis. Pola anguler adalah konfigurasi yang dibentuk
oleh massa dan ruang secara menyiku. Pola aksial adalah konfigurasi
massa bangunan dan ruang di sekitar poros keseimbangan yang tegak
lurus terhadap suatu bangunan monumentalis. Pola grid adalah

6
konfigurasi massa dan ruang yang dibentuk perpotongan jalan-jalan
secara tegak lurus. Pola kurva linier adalah konfigurasi massa
bangunan dan ruang secara linier (lurus menerus). Pola radial
konsentris adalah konfigurasi massa dan ruang yang memusat.
Sedangkan pola organis merupakan konfigurasi massa dan ruang yang

Gambar 2.1 Pola konfigurasi massa bangunan (solid) dan ruang terbuka (void).

Sumber : Markus Zahn, 2000


dibentuk secara tidak beraturan.

2.2.2. Tekstur Perkotaan

Tekstur merupakan derajat keteraturan dan kepadatan massa dan


ruang. Menurut variasi massa dan ruangnya, secara teoritik ada tiga
tipologi tekstur perkotaan yaitu (1) tekstur homogen ; konfigurasi
yang dibentuk oleh massa dan ruangnya yang relatif sama baik dari
ukuran, bentuk dan kerapatan, (2) tekstur heterogen ; konfigurasi yang
dibentuk oleh massa dan ruangnya yang ukuran, bentuk dan
kerapatannya berbenda, (3) tektur tidak jelas adalah konfigurasi yang
dibentuk oleh massa dan ruangnya yang ukuran, bentuk dan
kerapatannya sangat heterogen sehingga sulit mendefinisik nnya.

7
Gambar 2.2 Tekstur konfigurasi massa bangunan dan lingkungan.

Sumber : Markus zahn, 2000 : 81.

Kepadatan massa terhadap ruang merupakan bagian penting dalam


tekstur perkotaan, maka biasanya para perancang membagi tekstur
menjadi tipologi kepadatan yaitu (1) tipologi kepadatan tinggi (BCR >
70 %), (2) kepadatan sedang (BCR 50-70 %) dan (3) kepadatan rendah
(BCR < 50 %).

2.2.3. Tipologi Solid (Massa) dan Void (Ruang)

Sistem hubungan di dalam figure-ground mengenal dua kelompok


elemen, yaitu solid (massa bangunan) dan void (ruang). Secara teoritik
ada tiga elemen dasar yang bersifat solid serta empat elemen dasar
yang bersifat void. Tiga elemen solid (atau blok) adalah (1) blok
tunggal ; terdapat satu massa bangunan dalam sebuah blok yang
dibatasi jalan atau elemen alamiah (2) blok yang mendefinisi sisi ;
konfigurasi massa bangunan yang menjadi pembatas sebuah ruang dan
(3) blok medan ; konfigurasi yang terdiri dari kumpulan massa
bangunan secara tersebar secara luas.

Blok Tunggal Blok Sebagai Tepi Blok Medan

Gambar 2.3 : Tipologi Masa Bangunan (Blok)


Sumber : Zahnd (2000) dalam Weishaguna dan Syaodih (2004)
8
Elemen void (ruang) sama pentingnya, karena elemen ini mempunyai
kecenderungan untuk berfungsi sebagai sistem yang memiliki
hubungan erat tata letak dan gubahan massa bangunan. Secara teoritik
ada empat elemen void yaitu (1) sistem tertutup yang linear ; ruang
yang dibatasi oleh massa bangunan yang memanjang dengan kesan
terutup, biasanya adalah ruang berada di dalam atau belakang
bangunan dan umumnya bersifat private atau khusus seperti
brandgang (2) sistem tertutup yang memusat ; ruang yang dibatasi
oleh massa bangunan dengan kesan terutup, (3) sistem terbuka yang
sentral ; ruang yang dibatasi oleh massa dimana kesan ruang bersifat
terbuka namun masih tampak terfokus (misalnya alun-alun, taman
kota, dan lain-lain) dan (4) elemen sistem terbuka yang linear
merupakan tipologi ruang yang berkesan terbuka dan linear (misalnya
kawasan sungai dan lain-lain). Dalam literatur arsitektur, elemen
terbuka kadang-kadang juga diberikan istilah soft-space dan ruang
dinamis, sedangkan ruang tertutup dinamakan hard-space dan ruang
statis.

2.2.4. Teori Linkage

Fumihiko Maki dalam bukunya berjudul “Investigation into Collective


Form”, menyatakan bahwa linkage adalah kesatuan bentuk fisik pada
suatu kota. Teori ini menekankan pada hubungan satu elemen ke
elemen lainnya ; memperhatikan dan menegaskan hubungan-
hubungan dinamik sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric). Secara
teoritik linkage perkotaan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : linkage
visual, structural dan kolektif.

9
2.2.5. Linkage Visual

Istilah ‘linkage visual’ dapat dirumuskan sebagai dua atau lebih


banyak fragmen kota dihubungkan menjadi satu kesatuan secara
visual. Edmund Bacon, membahas teori ini secara mendalam.
Teorinya mengemukakan kasus-kasus yang menunjukkan dampak
elemen-elemen visual di dalam sejarah kota. Artinya elemen-elemen
tersebut sudah lama dikenal dan dapat dipakai baik di dalam skala
makro besar maupun skala makro kecil, yaitu kota secara keseluruhan
maupun kawasan dalam kota, karena sebuah linkage yang visual
mampu menyatukan daerah kota dalam berbagai skala. Pada dasarnya
ada dua pokok perbedaan linkage visual, yaitu:

a. Linkage yang menghubungkan zona netral;


b. Linkage yang mengutamakan satu zona;

Selanjutnya akan diperkenalkan lima elemen linkage visual yang


menghasilkan hubungan secara visual, yakni garis, koridor, sisi,
sumbu, dan irama. Setiap elemen memiliki ciri khas atau suasana
tertentu yang akan digambarkan satu persatu. Bahan-bahan dan
bentuk-bentuk yang dipakai dalam sistem penghubunganya dapat
berbeda. Namun, perlu ditekankan bahwa dengan merancang lanskap
(yang sering dianggap sebagai dekorasi perkotaan), akan sangat
efektif bila menghubungkan fragmen dan bagian kota dengan cara
linkage visual.

Elemen garis menghubungkan secara langsung dua tempat dengan


satu deretan massa. Untuk massa tersebut bisa dipakai sebuah deretan
pohon yang memiliki rupa massif. Elemen koridor yang dibentuk oleh
dua deretan massa (bangunan atau pohon) membentuk sebuah ruang.
Elemen sisi sama dengan elemen garis, menghubungkan dua kawasan
dengan satu massa. Walaupun demikian, perbedaannya dibuat secara
tidak langsung, sehingga tidak perlu dirupakan dengan sebuah garis

10
yang massanya agak tipis, bahkan hanya merupakan sebuah wajah
yang massanya kurang penting. Elemen tersebut bersifat massif di
belakang tampilannya, sedangkan di depan bersifat spasial. Elemen
sumbu mirip dengan elemen koridor yang bersifat spasial. Namun
perbedaan ada pada dua daerah yang dihubungkan oleh elemen
tersebut, yang sering mengutamakan salah satu daerah tersebut.
Elemen irama menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan
ruang. Elemen tersebut jarang diperhatikan dengan baik, walaupun
juga memiliki sifat yang menarik dalam menghubungkan dua tempat
secara visual.

2.2.6. Linkage Kolektif


Tipe spatial linkage yang diungkapkan oleh Fumihiko Maki secara
kolektif adalah (1) Compositional Form ; ruang sebagai penghubung
bentuk yang letak tersebarnya, (2) Megaform : berbentuk massa besar
memanjang, ada awalan dan akhiran, merupakan satu kesatuan besar,
open ended dan (3) Group Form : berkelompok-kelompok dan
masing-masing kelompok dihubungkan oleh jalur pedestrian.
Merupakan hasil akumulasi tata bangunan secara incremental
sepanjang sistem sirkulasi dan organik.

Bentuk Komposisi Bentuk Mega Bentuk Kelompok

Gambar 2.4 : Elemen Linkage Kolektif

Sumber : Zahnd (2000) dalam Weishaguna dan Syaodih


(2004)

11
BAB III
METODE PENULISAN

3.1. Metode Penelitian Deskriptif

Metode merupakan cara untuk mengungkapkan kebenaran yang objektif.


Kebenaran tersebut merupakan tujuan, sementara metode itu adalah cara.
Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkapkan
benar-benar berdasarkan bukti ilmiah yang kuat. Oleh karena itu, metode
dapat diartikan pula sebagai prosedur atau rangkaian cara yang secara
sistematis dalam menggali kebenaran ilmiah. Sedangkan penelitian dapat
diartikan sebagai pekerjaan ilmiah yang harus dilakukan secara
sistematis, teratur dan tertib, baik mengenai prosedurnya maupun dalam
proses berfikir tentang materinya (Nawawi dan Martini dalam Prastowo,
2011).

Furchan (2007) menyatakan bahwa metode penelitian merupakan strategi


umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan
untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Dengan kata lain, metode
penelitian merupakan suatu cara yang harus dilakukan oleh peneliti
melalui serangkaian prosedur dan tahapan dalam melaksanakan kegiatan
penelitian dengan tujuan memecahkan masalah atau mencari jawaban
terhadap suatu masalah. Penelitian pada hakikatnya merupakan
penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah.

Metode penelitian deskriptif adalah salah satu metode penelitan yang


banyak digunakan pada penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan
suatu kejadian. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011)
“penelitian desktiptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk
memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi
saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah
secara aktual”. Sedangkan, Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa

12
metode penelitian deskriptif adalah sebuah metode yang berusaha
mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau
hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang
berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan
yang sedang berlangsung.

Dari kedua pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa metode penelitian


deskriptif adalah sebuah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan,
menginterpretasikan sesuatu fenomena, misalnya kondisi atau hubungan
yang ada, pendapat yang berkembang, dengan menggunakan prosedur
ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual. Dengan demikian, penulis
beranggapan bahwa metode penelitian deskriptif sesuai dengan penelitian
yang dilaksanakan oleh penulis. Karena dalam penelitian ini, penulis
berusaha mendeskripsikan sebuah masalah atau fenomena yang terdapat
pada novel Bocchan karya Natsume Souseki.

3.2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini yaitu struktur pola ruang yang berada di
banyuwangi khususnya di kawasan alun – alun sritanjung dan simpang
lima Banyuwang. Pengidentifikasian ini bermaksud untuk mengetahui
Pengaruh Aspek Pola jaringan jalan terhadap perkembangan pembentuk
Zone Model di kabupaten Banyuwangi.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Banyuwangi dan penelitian ini dilaksanakan


selama 3 Minggu yaitu, bulan Mei 2018 sampai dengan bulan Mei 2018

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan oleh penulis dalam pengumpulan data pada


penelitian ini adalah metode snowball yang dimana penulis melakukan
wawancara terhadap beberapa orang untuk mendapatkan informasi yang
sesuai dengan keinginanya, sehingga tercapai pada titik dimana penulis
dapat menarik kesimpulan dari penelitian yang di lakukanya.

13
3.5. Data dan Jenis Data

Dalam suatu penelitian harus disebutkan dari mana data diperoleh


sebagaimana yang dinyatakan oleh (Arikunto 2002:129). Data adalah
sekumpulan informasi, fakta-fakta, atau simbol-simbol yang
menerangkan tentang keadaan objek penelitian. Sedangkan data yang
sudah didapat akan dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data dimana diperoleh secara langsung dari


Survey langsung ke Lapangan di daerah alun – alun sritanjung dan
kawasan sekitarnya. Data primer dalam penelitian ini diperoleh
dengan wawanca

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh


peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro
dan Supomo, 1999: 147). Sumber data sekunder dalam penelitian ini
diperoleh dari, literatur-literatur, serta informasi lain yang
mendukung penelitian ini. Data ini digunakan untuk mendukung data
primer.

3.6. Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan pada jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif maka


teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan analisis
dokumen, observasi, dan wawancara. Teknik dan cara ini diperlukan
unntuk mengumpulkan dan mengolah data yang didapat dari lapangan
sehingga diharapkan penelitian ini berjalan dengan lancer dan sistematis.
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data menggunakan metode
observasi, wawancara dan dokumentasi.

14
1. Observasi

Pengamat berperan serta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu


sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari
kelompok yang diamatinya (Moleong, 2007: 176). Observasi atau
pengamatan merupakan salah satu teknik penelitian yang sangat
penting. Pengamatan itu digunakan karena berbagai alasan.
Pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara
berperan serta, pada pengamatan tanpa peran serta pengamat hanya
melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Teknik
observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
mengamati struktur pola ruang Banyuwangi

2. Wawancara

Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik penelitian


yang sangat penting. Pengamatan itu digunakan karena berbagai
alasan. Pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui
cara berperan serta, pada pengamatan tanpa peran serta pengamat
hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan.
Teknik wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah
mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah
menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan
tertulis yang alternatif jawabannnya pun telah disiapkan. Supaya
setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama, maka
diperlukan training kepada calon pewawancara (Sugiyono, 2009:
73).

15
3. Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang


Struktur pola ruang kawasan Banyuwangi. Dokumentasi digunakan
untuk mempelajari berbagai sumber dokumentasi terutama yang
berada di Kawasan itu sendiri dan didukung oleh sumber- sumber
yang representatif. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian
sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai
sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan
untuk meramalkan (Moleong, 2007: 217). Dokumen digunakan
untuk keperluan penelitian menurut Guba dan Licoln dalam
Moleong (2007: 217), karena alasan-alasan yang dapat
dipertanggung jawaban seperti : 1) Dokumen dan rekaman
digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan
mendorong, 2) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian, 3)
Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena
sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir, dan berada
dalam konteks, 4) rekaman relatif murah dan tidak sukar dipoeroleh,
tetapi dokumen harus dicari dan ditemukan dengan teknik kajian isi,
6) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih
memperluas ilmu pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

3.7. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisi data model interaktif yang


dikemukakan oleh Miles & Huberman, yaitu di mulai dari tahapan
pengumpulan data dilanjutkan dengan reduksi data, display data dan
tahapan terakhir yaitu penarikan kesimpulan. Di mulai dari pengumpulan
data, yaitu peneliti berusaha mendapatkan data- data yang relevan dari
informan untuk dapat dijadikan sebagai landasan dalam meneliti tentang
tema yang sudah ditentukan oleh peneliti sebelum penelitian dimulai.
Reduksi data yaitu pengumpulan data, yaitu peneliti berusaha
mendapatkan data-data yang relevan dari informan untuk dapat dijadikan

16
sebagai rujukan maupun landasan dalam penelitian tentang tema yang
sudah ditentukan oleh peneliti sebelum penelitian dilakukan.

Teknik selanjutnya yaitu display data, di mana peneliti mengolah data


yang masih berbentuk setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk
tulisan dan sudah memiliki alur untuk tema yang jelas kedalam matriks
yang selanjutnya akan digunakan untuk menarik satu kesimpulan.

Kesimpulan berisi tentang uraian dari jawaban yang peneliti ajukan pada
tujuan penelitian dengan berlandaskan hasil penelitian yang sudah
peneliti lakukan selama proses penelitian dan pada akhirnya peneliti
memberikan penjelasan simpulan dari jawaban pertanyaan penelitian
yang diajukan

17
BAB IV

PEMBAHASAN
4.1. Aspek Pola Jaringan Jalan
Morfologi kota Banyuwangi khususnya untuk teori struktur di pengaruhi
olleh beberapa hal sebagai berikut :
4.1.1. Pola Jaringan di Banyuwangi

Perkembangan pola Jaringan Jalan di banyuwangi disebabkan dari

Gambar 4.1 PETA PUSAT AKTIVITAS

Sumber : Arc Gis

beberapa jalur strategis untuk pertumbuhan ekonomi seperti


pelabuhan di daerah ketapang banyuwangi. Pelabuhan Ketapang
Banyuwangi merupakan Jalur Transit antara pulau jawa dengan pulau
Bali. Hal ini sesuai Teori tentang struktur ruang kota yakni teori poros
yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini
menekankan bahwa jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh
yang sangat besar terhadap struktur ruang kota. Dalam Gambar di atas
di tunjukan bahwa Pusat aktivitas penggunaan jalan terletak di dua

18
titik yaitu Alun – alun Sritanjung dan juga pusat pemerintahan
banyuwangi. Hal ini di karenaka didukungnya sektor pedagangan jasa
yang terletak di dekat pusat tersebut.

4.2. Pola Struktur Ruang Banyuwangi


4.2.1. Bentuk Struktur Ruang Kota Banyuwangi Di tinjau dari pusat
pelayanan (Retail).
Bentuk Struktur Ruang Kota Banyuwangi Di tinjau dari pusat
pelayanan (Retail) berupa group form. Group from merupakan Struktu

Gambar 4.2 PETA POLA STRUKTUR KOTA

Sumber : Arc Gis


ruang kota yang berkelompok dan masing-masing kelompok
dihubungkan oleh jalur pedestrian. Merupakan hasil akumulasi tata
bangunan secara incremental sepanjang sistem sirkulasi dan organik.
Hal ini dapat dilihat dari peta di atas yang menunjukan terjadi
pengelompokan di pusat perkotaan, yang di mana untuk
pengelompokan perdagangan dan jasa terletak tpat di sepanjang jalur
kota banyuwangi dan pengelompokan perumahan mengitari di
belakangnya.

19
4.3. Zone Model Di Banyuwangi

Gambar 4.3 PETA ZONE MODEL

Sumber : Arc Gis

Dari Peta di atas dapat di lihat bahwa Kota banyuwangi memiliki dua
pusat kosentrasi yang mana hal tersebut terletak di daerah sekitar alun
alun sritanjung dan pusat pemerintahan. Hal ini di dinamakan Teori
inti ganda, Teori inti ganda yakni teori yang dikemukakan oleh dua
orang ahli geografi yang bernama Harris dan Ullman pada tahun 1945.
Mereka berdua berpendapat bahwa teori konsentris dan sektoral
memang terdapat di perkotaan namun apabila dilihat lebih dalam lagi,
maka akan didapati kenyataan yang lebih kompleks. Kenyataan yang
kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang berkembang
akan tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai dengan kegunaan
sebuah lahan, misalnya adanya pabrik, universitas, bandara, stasiun
kereta api dan sebagainya. perdagangan kecil dan sebagainya yang

20
tentunya semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang kota.
Biasanya faktor keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar
belakangi munculnya inti-inti kota ini.

21
BAB V
PERIODISASI STRUKTUR ZONE MODEL BANYUWANGI

Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur,


Indonesia. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur pulau Jawa, di
kawasan Tapal Kuda, dan berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara,
Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan
Kabupaten Bondowoso di barat. Kabupaten Banyuwangi merupakan
kabupaten terluas di Jawa Timur sekaligus menjadi yang terluas di Pulau
Jawa, dengan luas wilayahnya yang mencapai 5.782,50 km2, atau lebih luas
dari Pulau Bali (5.636,66 km2).

Perkembangan Kota banyuwangi di pengaruhi oleh beberapa hal salah satunya


ialah struktur kota. Struktur kota di banyuwangi di pengaruhi oleh aspek pola
jaringan jalan dan juga tata guna lahanya, sehingga membentuk zone model
dari kota Banyuwangi. Pola jaringan jalan yang paling berpengaruh terletak di
daerah utara yaitu Alun – Alun Sritanjung sedangkan dari selatan yaitu pusat
pemerintahan (Bappeda).

Zone model merupakan gambaran dari karakteristik yang dimiliki oleh


wilayah perkotaan yang selalu mengalami perkembangan. Zone model
memiliki beberapa teori seperti Teori kosentrik, Teori Sektoral, Teori Lipat
Ganda, Teori Guttenberg, dan Teori Tempat Sentral Walter Christaller. Zone
model Banyuwangi tercipta oleh perkembangan Aspek Pola Jaringan Jalan,
yang dimana dalam menurut Sigit Dishub, 2018 “ Pola jaringan jalan di rubah
disebabkan keinginan membentuk citra kota dan membantu kemudahan
masyarakat untuk mengakses ke beberapa tempat”. Dalam perkembangan
banyuwangi mengalami tahapan perubahan zone model pada tahun,
perkembangan banyuwangi secara detailnya dapat di lihat dari map tahun
1915 hingga 1945 di bawah ini.

22
5.1. PETA BANYUWANGI TAHUN 1915

Pada gambar diatas menjelaskan bahwa kota Banyuwangi pada tahun 1915
memiliki perkembangan kota banyuwangi terpusat yaitu di daerah alun - alun
Sritanjung dan juga taman Belambangan, sehingga Banyuwangi pada masa itu
dapat di lihat sebagai kota yang memiliki zone model terpusat. Perkembangan
zone model dari kota Banyuwangi di pengaruhi oleh pusat kegiatan dan juga pola
jaringan jalan kota banyuwangi pada masa itu. Pusat kegiatan kota banyuwangi
berupa perdagangan jasa

23
24
25
5.2. PETA BANYUWANGI THUN 1926

GAMBAR 5.2 PETA BANYUWANGI TAHUN 1926


SUMBER : MAP LIBRARY

Pada Tahun 1926 Banyuwangi mulai mengalami perkembangan yang dimana


dapat dilihat bahwasanya kota banyuwangi mulai membentuk Group form di
daerah Jl. Ahmad Yani, Sehingga menyebabkan pemicu terbentuk zone model inti
ganda yang mana terletak di jalan utama tersebut. Hal lain yang menimbulkan
tumbuhnya kota Banyuwangi menjadi Inti ganda adalah perkembangan pesat dari
sektor perdagangan yang berada di sekitar Jl. Ahmad yani

5.3. PETA BANYUWANGI TAHUN 2018

Gambar 2.6 PETA POLA STRUKTUR KOTA


26
Sumber : Arc Gis
Perkembangan dari zone model di kota banyuwangi mulai terlihat jelas hal ini
dapat dilihat karena adanya perkembangan pusat kegiatan di daerah alun – alun
kota hinga lampu merah banyuwangi kota. Perkembangan pusat kegiatan ini dapat
dilihat dari bangunya pusat pemerintahan dan pelayanan baru di daerah sekitar Jl.
Ahmad yani.

27
BAB VI

KESIMPULAN

Dalam Melihat perkempbangan kota perlu kita tinjau dari zone model. Hal ini di
karenakan kondisi eksisting yang di ciptakan dari pemanfaatan zone model
tersebut. Dalam penganalisahan pola aspek jaringan jalan di kota banyuwangi
mengahsilkan zone model berupa Inti ganda, yang mana hal tersebut terletak di
Alun – alun Sritanjung dan pusat pemerintahan (BAPEDA) dan juga. Hal ini di
dukung oleh pola struktur ruangnya yang mana merupakan group form. Group
form di kota banyuwangi membantu untuk membentuk zone model inti ganda
yang mana berupa perdagangan dan jasa. Hal ini sesuai dengan teori ganda yang
berbunyi “Teori inti ganda yakni teori yang dikemukakan oleh dua orang ahli
geografi yang bernama Harris dan Ullman pada tahun 1945. Mereka berdua
berpendapat bahwa teori konsentris dan sektoral memang terdapat di perkotaan
namun apabila dilihat lebih dalam lagi, maka akan didapati kenyataan yang lebih
kompleks. Kenyataan yang kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah kota
yang berkembang akan tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai dengan
kegunaan sebuah lahan, misalnya adanya pabrik, universitas, bandara, stasiun
kereta api dan sebagainya. perdagangan kecil dan sebagainya yang tentunya
semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang kota. Biasanya faktor
keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar belakangi munculnya inti-inti kota
ini.”

28
LAMPIRAN PETA

29
30
Daftar Pustaka

Bageos, 2016, Banyuwangi Geograpic Information System, Diambil dari :


http://gis.banyuwangikab.go.id/FrontEnd/EsriMapView (24 Mei 2018)

Lynch, Kevin. (1969) The Image of The City. Cambridge, Massachusetts: MIT
Press.

Markus Zahnd, 1999, Perencanaan Kota Terpadu, Kanisius.diambil dari :


http://porakranjau.wordpress.com/2008/04/26/potensi-sektor-unggulan-sumatera-
barat-hinterland-bagi-daerah-lain-2

Paul D. Spreiregen, 1965, Urban Design, The Architecture of Town and Cities,
Mc. Graw Hill Book Company.

Raden Lord Shogun Kartono, 2018, Morfologi Kota, diambil dari :


https://www.scribd.com/doc/303844100/Morfologi-Kota (24 Mei 2018)

Spiro Kostof, 1991, City Shaped : Urban Pattern and Meanings Tough History,
London : Thames and Hudson, Ltd.

Tri Wahyuni, 2015, Pengertian Morfologi, Diambil dari :


https://dokumen.tips/documents/pengertian-morfologi-kota.html(24 Mei 2018)

Yunus, Hadi Sabari. (2000) Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Pelajar.

31

Anda mungkin juga menyukai