Tema:
“Melalui PISA Kita Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa”
Penerbit :
IndoMS Wilayah Sumatera Bagian Selatan
Jalan Srijaya Negara Kampus Unsri Bukit Besar Palembang 30139
Telp/Fax : 0711-363265
E-mail : semilokanasional2018@gmail.com
PROSIDING
Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA
Tema:
“Melalui PISA Kita Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa”
ISBN : 978-623-90050-0-9
Steering commiittee:
Prof. Dr. Zulkardi,M.I.Komp., M.Sc.
Prof. Dr. Ratu Ilma Indra Putri., M.Si.
Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc.
Organizing commiittee:
Jeri Araiku, M.Pd.
Tria Gustiningsih, M.Pd.
Meryansumayeka, S.Pd., M.Sc.
Nurjannah, M.Pd.
Malalina, M.Pd.
Rini Herlina, M.Pd.
Chika Rahayu, M.Pd.
Eka Fitri Puspa Sari, M.Pd.
Anggi Arini, S.Pd.
Elis Muslimah Nuraida, S.Pd.
Nur Aziza, S.Si.
Editor:
Prof. Dr. Zulkardi,M.I.Komp., M.Sc.
Prof. Dr. Ratu Ilma Indra Putri., M.Si.
Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc.
Drs. Enang Ahmadi, M.Pd.
Scristia. M.Pd.
Elika Kurniadi, S.Pd., M.Sc.
Weni Dwi Pratiwi, S.Pd., M.Sc.
Tria Gustiningsih, M.Pd.
Malalina, M.Pd.
Nurjannah, M.Pd.
Reviewer:
Prof. Dr. Zulkardi,M.I.Komp., M.Sc.
Prof. Dr. Ratu Ilma Indra Putri., M.Si.
Dr. Darmawijoyo
Dr. Rully Charitas Indra Prahmana, S.Si., M.Pd.
Dr. Somakim, M.Pd.
Dr. Yusuf Hartono, M.A.
Ranni Permatasari, M.Pd.
Arvin Efriani, M.Pd.
Penerbit :
IndoMS Wilayah Sumatera Bagian Selatan
Jalan Srijaya Negara Kampus Unsri Bukit Besar Palembang 30139
Telp/Fax : 0711-363265
E-mail : semilokanasional2018@gmail.com
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa izin tertulis dari penerbit
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayah yang telah diberikan kepada kita semua sehingga prosiding Seminar
Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA dengan tema “Melalui PISA Kita
Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa” dapat terealisasi dengan baik. Prosiding ini
memuat artikel yang telah diseminarkan pada tanggal 15 desember 2018
diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan pembelajaran
khususnya pada pembelajaran matematika.
Seminar ini bertujuan untuk mendidik siswa master pada tingkat tinggi di
bidang Matematika dan ilmu pengetahuan lain. Selain itu, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kompleksitas permasalahan dalam dunia
pendidikan terutama pendidikan matematika menuntut semua komponen untuk
secara terus-menerus dan berkesinambungan melakukan penelitian dan terobosan-
terobosan yang inovatif pada pembelajaran matematika.
Pada kesempatan ini, kami selaku panitia mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya dan meberikan reward setinggi-tingginya kepada peneliti,
sponsor, undangan dan para peserta lainnya yang telah ikut mensukseskan
Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA.
Semoga Prosiding ini dapat bermanfaat serta menambah khasanah baik
untuk para akademisi maupun pendidik di bidang matematika dan pendidikan.
KETUA INDOMS
iii
DAFTAR ISI
No Judul Halaman
ANALISIS KEMAMPUAN SPASIAL MATEMATIKA
PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI
1. PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS 1-7
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
Nyimas Inda Kusumawati
IMPLEMENTASI STUDENTS CENTERED
LEARNING DALAM PEMBELAJARAN
2.
MATEMATIKA
8-15
Scristia, Weni Dwi Pratiwi
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR TURUNAN
FUNGSI BERBASIS TEORI APOS BERBANTUAN
3.
GEOGEBRA
16-25
Sangkot Samosir, Darmawijoyo, Yusuf Hartono
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI
MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN
4.
SOAL MODEL PISA KONTEKS KELAPA
26-34
Amel Utari, Zulkardi
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR HIMPUNAN
BERBASIS PENDEKATAN PENDIDIKAN
5. MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DENGAN 35-42
MEMANFAATKAN KALENDER BEKAS
Edwar
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI
MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN
6.
SOAL TIPE PISA KONTEKS OCCUPATIONAL
43-51
Ismel Dwi Pratiwi, Zulkardi
SOAL HOTS MATEMATIKA TIPE ANALISIS
7. UNTUK SMP 52-59
Amalia Ansari, Somakim, Darmawijoyo, Ning Eliyati
SOAL HOTS TIPE ANALISIS (C-4) KAITANNYA
DENGAN KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA
8.
SMA
60-68
Jeki Gusdinata, Somakim
DESAIN PEMBELAJARAN MATERI GEOMETRI
MENGGUNAKAN KONTEKS RUMAH ADAT
9.
SUMATERA SELATAN
69-79
Arbella Sri Marleny Mardin, Somakim
ANALISIS KONSEPSI GURU MATEMATIKA
SEKOLAH MENENGAH TERHADAP HIGH ORDER
10.
THINKING SKILL (HOTS)
80-91
Indaryanti, Scristia, Meryansumayeka, Febrian
SOAL HOTS TIPE ANALISIS (C-4) UNTUK SISWA
11. MENENGAH ATAS 92-98
Yastri Nopalia, Somakim
12. KONTEKS “KESEHATAN” PADA PEMBELAJARAN 99-104
iv
No Judul Halaman
MATEMATIKA SMP MATERI SISTEM
PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL
Nila Pitriana, Darmawijoyo, Ely Susanti
SOAL HOTS TIPE EVALUASI UNTUK SMP
13.
Risnawati Putri, Somakim, Darmawijoyo, Ning Eliyati 105-111
SOAL HOTS TIPE ANALISIS (C-4) UNTUK
14. SEKOLAH MENENGAH PERTAMA 112-119
Iftitah Primasanti, Somakim, Darmawijoyo, Ning Eliyati
PENDESAINAN HYPOTHETICAL TRAJECTORY
(HLT) UNTUK PERKALIAN MATRIKS DENGAN
15.
KONTEKS BELANJA
120-125
Hasdwi Yusherlly, Cecil Hiltrimartin
PENGGUNAAN KONTEKS KOMAT UNTUK
MEMBANTU SISWA DI KELAS XI MEMAHAMI
16.
OPERASI PADA MATRIKS
126-139
Ilham Martadinata, Somakim
PENGGUNAAN TANGRAM PADA MATERI
PECAHAN DALAM MEMBANGUN KEMAMPUAN
17. REPRESENTASI GEOMETRI 140-150
Andini, Ilham Martadinata, Ira Ismerelda, Johan, Somakim,
Ely Susanti
DESAIN SOAL PISA UNCERTAINTY AND DATA
KONTEKS DATA STATISTIKA BPS PROVINSI
18.
SUMATERA SELATAN
151-163
Elisa Mayang Sari, Ratu Ilma Indra Putri
BLENDED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN
19.
Marhamah 164-168
PENGEMBANGAN LKPD MATA PELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS PENDEKATAN
20.
KONTEKSTUAL UNTUK SMP KELAS VIII
169-178
Ira Ismerelda, Yusuf Hartono
PENGEMBANGAN MEDIA KOTAK AJAIB
MENGENAL POLA BILANGAN MELALUI
21.
GAMBAR/BENDA
179-186
Ira Ismerelda, Yusuf Hartono
PENGEMBANGAN LKPD DENGAN PENDEKATAN
SAINTIFIK UNTUK MENUMBUHKAN
22. KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMAHAMAN 187-199
KONSEP MATEMATIS
Ahmad Nasrudin, Tina Yunarti, Undang Rosidin
DESAIN HLT HUBUNGAN SUDUT PUSAT,
PANJANG BUSUR, DAN LUAS JURING
23. LINGKARAN DENGAN KONTEKS GAME 200-208
TERRAZONE
Eka Septiani, Somakim
RESPON SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN
24.
MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL
209-214
v
No Judul Halaman
PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE
Mia Utari, Indrie Noor Aini
PRINSIP DAN TUJUAN PENILAIAN KELAS
25. Silvia Fitriani, Ratu Ilma Indra Putri, Zulkardi, Nyimas 215-219
Aisyah
PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA PISA
26. MENGGUNAKAN KONTEKS PAKET DATA 220-225
Poppy Trianti Rahayu, Ratu Ilma Indra Putri
PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA TIPE
PISA MENGGUNAKAN KONTEKS PERENCANAAN
27.
Agyta Meitrilova, Ratu Ilma Indra 226-235
Putri
KONTEKS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT UNTUK
PEMBELAJARAN SISTEM KOORDINAT
28. KARTESIUS 236-245
Amalia Agustina, Efri Irwansyah, Eka Septiani, Sholihatun
Nisa’, Sri Utami, Somakim, Ely Susanti
DESAIN PEMBELAJARAN MATERI PERKALIAN
MENGGUNAKAN SEJARAH PERKALIAN MESIR
KUNO
29.
Agyta Meitrilova, Arbella Sri Marleny Matdin, Dewi 246-252
Oktarina, Hasdwi Yusherlly, Poppy Trianti Rahayu, Tri
Suendang, Somakim, Ely Susanti
ANALISIS MISKONSEPSI MATEMATIS SISWA
DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY
30.
OF RESPONSE INDEX
253-260
Rika Mulyati Mustika Sari, Nurul
DESAIN SOAL PISA MATERI POLA BILANGAN
31. DENGAN KONTEKS KERAJINAN RAJUTAN 261-269
Andini, Ratu Ilma Indra Putri
DESAIN SOAL PISA OPERASI PENJUMLAHAN
BILANGAN BULAT MENGGUNAKAN KONTEKS
32.
PERMAINAN GERPAK TUYUL
270-279
Ariska Agustina, Ratu Ilma Indra Putri
KONSEP PEMBAGIAN BERDASARKAN SEJARAH
PERADABAN MESIR KUNO UNTUK SISWA SD
33.
Elisa Mayang Sari, Ariska Agustina, Dinda Mahardika, M. 280-285
Budi Tulis Setiawan, Somakim, Ely Susanti
ANALISIS HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
DENGAN MENERAPKAN PEMBELAJARAN TIPE
34.
THINK PAIR SHARE
286-293
Rahmi, Laina
PENTINGNYA KREATIVITAS GURU DALAM
MENGEMBANGKAN SOAL MATEMATIKA
35.
DISKRIT TIPE PISA
294-307
Amalia Agustina, Zulkardi
36. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN 308-314
vi
No Judul Halaman
KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS
TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI DAN
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA
KELAS XI MIPA SMAN 1 LEMBAH GUMANTI
Villia Anggraini, Hafizah Delyana Desra Permida
DESAIN PEMBELAJARAN MATERI BANGUN
RUANG SISI DATAR MENGGUNAKAN TEKNIK
37. PROBING-PROMPTING UNTUK MENDUKUNG 315-331
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
Lidya Cahyani
ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA DALAM
PENGEMBANGAN SOAL PEMODELAN
38.
MATEMATIKA
332-339
Elika Kurniadi, Darmawijoyo, Scristia, Puji Astuti
KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA SISWA
KELAS IX DITINJAU DARI PROSES
39. MATEMATIKA BERDASARKAN FRAMEWORK 340-351
PISA 2015
Restu Sri Rahayu, Zulkardi
KEMAMPUAN PEMBUKTIAN MATEMATIS
MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA
40.
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
352-359
Ety Septiati, Eka Fitri Puspa Sari
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MELALUI
PENDIDIKAN STEM (SCIENCE, TECHNOLOGY,
41.
ENGINERING, MATHEMATICS)
360-369
Eva Susanti
IMPLEMENTASI E-LEARNING PADA MATA
KULIAH MATEMATIKA DISKRIT UNTUK
42.
MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
370-379
Meilani Safitri
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN
43. KONSEP KPK DENGAN PMRI 380-386
Malalina, Rika Firma Yenni
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS
KOMPUTER PADA MATERI LAJU REAKSI DI SMA
44.
MUHAMMADIYAH 2 PALEMBANG
387-398
Maefa Eka Haryani, Nopi Eni
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT
TEAMS ACHIEVEMEN DIVISIONS (STAD) UNTUK
45.
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA
399-409
Lili Rahmawati
REFORMASI PEMBELAJARAN PPKn MELALUI
PENERAPAN LESSON STUDY FOR LEARNING
46.
COMMUNITY (LSLC)
410-427
Umi Chotimah
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA PADA
47.
TEKS PROSEDUR BERBASIS PjBL DI KELAS IX.5
428-438
vii
No Judul Halaman
SMPN 1 PALEMBANG
Erdes Maboti, Praisa Jopalina
UPAYA MENINGKATKAN KINERJA GURU
MELALUI SUPERVISI AKADEMIK DI SMP
48.
NEGERI 28 PALEMBANG
439-450
Prima Iswarti
PENGEMBANGAN MODUL “MORFOMETRIK DAN
IDENTIFIKASI KURA-KURA” PADA MATA
49.
KULIAH STRUKTUR HEWAN
451-456
Mareta Widiya, Reny Dwi Riastuti, Yuli Febrianti
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS
50. PROYEK DALAM MATA KULIAH BERBICARA 457-462
Aswadi Jaya, Hermansyah, Evi Rosmiyati
PENGEMBANGAN MODUL MATA KULIAH
51. PRAKTIKUM TIK BERBASIS PRODUK 463-470
Dewi Pratita, Ikbal Barlian
ANALISIS KEMAMPUAN MAHASISWA MENULIS
LATAR BELAKANG MASALAH MELALUI
52.
PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
471-478
Tria Gustiningsi
PENGEMBANGAN PROFESIONAL PENDIDIK
53. MATEMATIKA MELALUI SISTEM LSLC 479-488
Rini Herlina R
THE KWLH STRATEGY TO IMPROVE STUDENTS’
READING COMPREHENSION ACHIEVEMENT ON
54.
RECOUNT TEXT
489-496
Erida Tambunan, Faridah, Rita Inderawati
PENGGUNAAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP
KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA
55.
KELAS VIII SMP
497-509
Rika Firma Yenni, Malalina
KAIN TENUN TIMOR: SEBUAH PERSEMBAHAN
ETNOMATEMATIKA MASYARAKAT
56. PERBATASAN UNTUK PEMBELAJARAN 510-520
MATEMATIKA SEKOLAH
Hermina Disnawati, Selestina Nahak
ENHANCING TEACHING MATERIALS: USING
LOCAL STORIES AS AUTHENTIC READING
57.
TEXTS FOR SECONDARY SCHOOL STUDENTS
521-532
Nurul Fitriyah Almunawaroh, Kuntum Trilestari
PEMBINAAN MAHASISWA PRAKTIKAN P4
BERBASIS LESSON STUDY DI SMP NEGERI
58.
TANJUNG RAJA
533-543
Marion
SOAL HOTS TIPE ANALISIS UNTUK SMA
59.
Baidil, Somakim 544-551
60. PEMBELAJARAN HUBUNGAN SUDUT PUSAT, 552-557
viii
No Judul Halaman
PANJANG BUSUR, DAN LUAS JURING
LINGKARAN MENGGUNAKAN KONTEKS KUE
ADAT PALEMBANG
Sukiri Yono, Zulkardi
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI
MATEMATIKA SISWA PADA KELOMPOK KECIL
61.
DI SMP N 14 PALEMBANG
558-565
Lia Sulistiyani, Zulkardi
ix
ISBN: 978-623-90050-0-9
Abstract
Mathematical spatial ability is the ability to analyze the forms of 2-dimensional or 3-dimensional geometric
objects. Tests of mathematical spatial ability are often found in Academic Basic Ability Tests or Academic
Potential Tests. This shows that spatial ability is an academic basic ability that everyone must have. In this
study, researchers analyzed how the level of spatial ability of mathematics possessed by fourth semester
students of mathematics education study program. The purpose of this research is to determine the level of
spatial ability of mathematics possessed by fourth semester students of mathematics education study
programs. This type of research is descriptive qualitative research because it describes the results obtained by
students in working on spatial ability tests. The data source of this research is all students of the fourth
semester mathematics education study program FKIP UMP contains 22 students. Data analysis is done by
analyzing the level of spatial ability of students. Based on the results of the spatial ability analysis students
obtained a percentage of the ability of 49,26% or categorized as "sufficient". Based on the results of the
study, the researchers suggested that students further hone the level of their spatial mathematical abilities in
order to have better spatial abilities.
Abstrak
Kemampuan spasial matematika merupakan kemampuan menganalisis bentuk-bentuk objek geometri 2
dimensi ataupun 3 dimensi. Uji kemampuan spasial matematika sering ditemui pada Tes Kemampuan Dasar
Akademik (TKDA) atau Tes Potensial Akademik (TPA). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan spasial
merupakan kemampuan dasar akademik yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Dalam penelitian ini, peneliti
menganalisis bagaimana tingkat kemampuan spasial matematika yang dimiliki oleh mahasiswa semester
empat program studi pendidikan matematika. Tujuan dalam penelititan ini untuk mengetahui tingkat
kemampuan spasial matematika dimiliki oleh mahasiswa semester empat program studi pendidikan
matematika. Jenis penelitian ini ialah penelitian deskriptif kualitatif karena mendeskripsikan hasil yang
diperoleh mahasiswa dalam mengerjakan tes kemampuan spasial. Sumber data penelitian ini ialah seluruh
mahasiswa program studi pendidikan matematika semester IV FKIP UMP yang berjumlah 22 mahasiswa.
Analisis data yang dilakukan yaitu menganalisis tingkat kemampuan spasial mahasiswa. Berdasarkan hasil
analisis kemampuan spasial mahasiswa diperoleh persentase kemampuan sebesar 49,26% atau dikategorikan
―cukup‖. Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti menyarankan agar mahasiswa lebih mengasah tingkat
kemampuan spasial matematikanya agar dapat memiliki kemampuan spasial yang lebih baik.
Cara Menulis Sitasi: Kusumawati, N.I. (2018). Analisis Kemampuan Spasial Matematika pada Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Palembang. Dalam Zulkardi et.al. (Ed),
Melalui PISA Kita Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA
(hal. 1-7). Palembang, Indonesia.
Kemampuan spasial merupakan kemampuan mengamati objek geometri berupa bangun dua
dimensi atau tiga dimensi. Mengamati yang dimaksud adalah mengenali dan menganalisis
perubahan objek tersebut dalam berbagai keadaan dan sudut pandang yang berbeda, kemudian
merepresentasikannya. Kemampuan spasial adalah kemampuan dalam proses kognitif seseorang
1
2 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
untuk merepresentasikan dan memanipulasi benda ruang berikut hubungan dan transformasi
bentuknya. Kemampuan penalaran spasial matematis mengacu kepada kemampuan peserta didik
dalam membuat kesimpulan baik secara lisan maupun tulisan dalam mempresentasikan atau
memanipulasi suatu objek melalui proses berfikir secara logis .
Hal tersebut yang mendasari kemampuan spasial termasuk didalam kemampuan dasar
akademik. Sehingga tes kemampuan spasial sering ditemui didalam soal-soal tes kemampuan dasar
akademik (TKDA) atau tes Potensial Akademik (TPA). Tes Potensi Akademik atau TPA
merupakan tes psikologi yang digunakan untuk mengukur pencapaian intelektual seseorang.
Karena berhubungan dengan kualitas intelektual, maka tinggi rendahnya nilai TPA seseorang
sering dihubungkan dengan tinggi rendahnya tingkat kecerdasan. TPA menyangkut tiga bidang
yaitu tes verbal, tes angka dan tes figural. Tes figural berfungsi mengukur kegesitan dan
kematangan mental seseorang berurusan dengan gambar, simbol dan diagram. Tes ini meliputi tes
logika diagram atau spasial. TKDA/TPA biasanya dilakukan pada saat penerimaan mahasiswa baru
atau penerimaan pegawai baru terutama dalam tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Karenanya,
kemampuan spasial merupakan salah satu tolak ukur kecerdasan yang penting untuk dimiliki setiap
orang.
Menurut Maier (Siswanto & Kusumah, 2017) menyatakan bahwa kemampuan spasial
terdiri dari lima elemen/kategori:
1. Spatial Perception yaitu kemampuan mengamati suatu bangun ruang atau bagian-bagian
bangun ruang yang diletakkan posisi horizontal atau vertikal.
2. Visualization yaitu kemampuan untuk menunjukkan aturan perubahan atau perpindahan
penyusun suatu bangun baik tiga dimensi ke dua dimensi ataupun sebaliknya.
3. Mental Rotation yaitu kemampuan untuk memutar benda dua dimensi dan tiga dimensi secara
tepat dan akurat.
4. Spatial Relation yaitu kemampuan memahami susunan dari suatu objek dan bagiannya serta
Analisis Kemampuan Spasial Matematika pada Mahasiswa . . . Kusumawati, N.I. 3
METODE
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan hasil
yang diperoleh mahasiswa semester IV prodi pendidikan matematika FKIP UMP dalam
menyelesaikan soal tes kemampuan spasial. Subjek dalam penelitian ini ialah seluruh mahasiswa
semester IV Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMP yang berjumlah 22 orang. Data
dikumpulkan berdasarkan hasil jawaban mahasiswa terhadap soal tes yang terdiri dari 25 soal
dengan masing-masing kategori kemampuan spasial matematika terdiri dari 5 soal.
Soal tes yang diberikan diambil dari instrumen yang dibuat Hafidzin (2017) yang telah
valid. Instrumen yang dibuat oleh Hafidzin merupakan modifikasi dari instrumen Prabowo dan
Ristiani (2011). Soal tes berbentuk soal pilihan ganda yang menyajikan gambar-gambar geometri
bangun ruang kubus dan balok. Jawaban mahasiswa diberi skor, dianalisis dan dideskripisikan
berdasarkan lima kategori kemampuan spasial matematika.
Tes dilakukan pada tanggal 28 Juni 2018. Soal sebanyak 25 soal dibagikan kepada 22
orang mahasiswa semester IV Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMP. Penskoran
dilakukan dengan cara memberi nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawaban
yang salah. Hasil dari penskoran dikelompokkan ke dalam lima kategori kemampuan spasial
matematika kemudian dipersentasekan.
Hasil analisis data, diperoleh bahwa kemampuan spasial mahasiswa untuk kategori spasial
perception adalah sebesar 45,488% dikategorikan ―cukup‖, untuk kategori spasial visualization
adalah sebesar 69,06 dikategorikan ―baik‖, untuk kategori mental rotation adalah sebesar
42,742 dikategorikan ―cukup‖, untuk kategori spatial relation adalah sebesar 42,724
dikategorikan ―cukup‖, dan untuk kategori spatial orientation 47,27 dikategorikan ―cukup‖.
4 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
Berikut tabel persentase hasil jawaban mahasiswa per kategori kemampuan spasial.
60
40
20
0
Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5
Dari hasil tes diperoleh deskripsi hasil jawaban mahasiswa adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada mahasiswa yang mampu menjawab semua soal dengan benar. Paling sedikit
mahasiswa mampu menjawab 6 soal, paling banyak menjawab 19 soal dan rata-rata
mahasiswa menjawab 12 soal dari 25 soal yang diberikan.
2. Dari kelima kategori yang diujikan diperoleh skor terbesar pada kategori spasial
visualization yaitu kemampuan untuk menunjukkan aturan perubahan atau perpindahan
penyusun suatu bangun baik tiga dimensi ke dua dimensi ataupun sebaliknya.
3. Skor terendah diperoleh pada kategori spatial relation yaitu yaitu kemampuan memahami
susunan dari suatu objek dan bagiannya serta hubungannya satu sama lain.
berdasarkan tabel kriteria tingkat kemampuan maka kemampuan spasial mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika UMP masuk dalam kriteria ―cukup‖. Hasil dari analisis data, terdapat
beberapa soal yang dijawab dengan sangat baik yaitu soal-soal yang masuk dalam kategori spatial
visualization. Salah satu bentuk soalnya ditunjukkan seperti gambar 2.
Objek A B C D E
Soal ini berhubungan dengan jaring-jaring kubus dan balok. Pelajaran mengenai jaring-
Analisis Kemampuan Spasial Matematika pada Mahasiswa . . . Kusumawati, N.I. 5
jaring kubus dan balok pernah dipelajari pada masa sekolah menengah pertama. Mahasiswa
mampu menjawab soal ini karena mahasiswa terbiasa mendapatkan materi jaring-jaring kubus dan
balok di bangku sekolah. Sehingga kemampuan spasial mahasiswa dalam menjawab spasial
visualization masuk dalam kriteria ‗baik‘.
Di samping itu, terdapat soal yang sangat sulit dijawab oleh mahasiswa yaitu soal yang
termasuk dalam kategori mental rotation. Salah satu bentuk soalnya ditunjukkan dalam gambar 3.
Gambar manakah dibawah ini yang identik dengan gambar pada kolom objek?
Objek A B C D E
Gambar 3. Salah Satu Bentuk Soal Mental Rotation (Prabowo & Ristiani, 2011)
Pelajaran yang menyangkut rotasi terhadap bangun tiga dimensi jarang ditemui dalam
pelajaran di sekolah maupun dalam tingkat perguruan tinggi. Sehingga mahasiswa belum terlatih
untuk berpikir secara mental rotation. Mahasiswa kesulitan dalam membayangkan atau
mendeskripsikan suatu bentuk tiga dimensi yang dilihat dari berbagai sudut pandang. Hal itulah
yang menyebabkan kemampuan spasial mental rotation mahasiswa masuk dalam kriteria ‗cukup‘.
Hasil analisis secara umum menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan mendeskripsikan
objek-objek yang rumit dan jarang atau belum pernah mereka pelajari. Kemampuan spasial yang
dimiliki mahasiswa tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh
dari penelitian Mahmud Al Hafidzin (2017). Dalam penelitian Mahmud terhadap siswa kelas IX di
SMP Negeri 03 Pulau Beringin diperoleh kemampuan spasial siswa masuk dalam kriteria ‗cukup‘.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan usia dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh besar pada
peningkatan kemampuan spasial peserta didik. Hal ini dipengaruhi oleh pembelajaran di tingkat
sekolah sering mengesampingkan penguatan terhadap kemampuan spasial matematika peserta
didik, bahkan sampai pada jenjang perguruan tinggi.
mendapat perhatian khusus pada pembelajaran di sekolah bahkan pada tingkatan perguruan tinggi.
Dari 5 kategori kemampuan spasial hanya kemampuan visualization yang ada pada pelajaran
geometri yaitu pada pelajaran jaring-jaring bangun tiga dimensi. Tetapi, tidak serta merta
kemampuan visualization setiap siswa adalah baik. Hasil prariset yang dilakukan oleh Astuti dkk
pada 22 april 2016 menunjukkan bahwa dari 36 siswa hanya terdapat 2 siswa yang mampu
menggambar jaring-jaring balok dengan benar. Hasil prariset ini menunjukkan kemampuan spasial
visualization siswa yang masih rendah.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan spasial matematika
mahasiswa semester IV program studi pendidikan matematika FKIP UMP pada kategori Spatial
Perception, Spatial Visualization, Mental Rotation, Spatial Relation dan Spatial Orientation yang
tergabung di dalam kemampuan spasial dengan objek yang berbentuk bangun dua dimensi dan tiga
dimensi dinyatakan masuk kriteria ―cukup‖. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan spasial
mahasiswa masih rendah. Sedangkan, mahasiswa selayaknya berada pada usia yang matang dalam
berpikir.
Mengingat kemampuan spasial sangat penting bagi mahasiswa terutama saat mereka lulus
dan akan melamar kerja, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan spasial
untuk mahasiswa. Mahasiswa dapat mempelajarinya secara otodidak melalui buku atau jaringan
internet. Mahasiswa dapat juga diberikan pelatihan khusus guna mempelajari kemampuan spasial
matematik. Oleh karena itu, sangat disarankan penelitian lanjutan yang mengembangkan instrumen
untuk melatih kemampuan spasial bagi mahasiswa.
Analisis Kemampuan Spasial Matematika pada Mahasiswa . . . Kusumawati, N.I. 7
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, dkk. (2016). Kemampuan Penalaran Spasial Matematis Siswa dalam Geometri di Sekolah
Menengah Pertama.
Hafidzin, M.A. (2017). Analisis Kemampuan Spasial Siswa pada Geometri Kubus dan Balok di
kelas IX SMP Negeri 03 Pulau Beringin. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Palembang:
Universitas Muhammadiyah Palembang.
Prabowo, A & Ristiani, E. (2011). Rancang Bangun Instrumen Tes Kemampuan Keruangan
Pengembangan Tes Kemampuan Keruangan Hubert Maier dan Identifikasi Penskoran
Berdasar Teori Van Hielle. Jurnal Kreano (Online), Volume 2, No. 2, hlm. 72-
87.(https://journal.unnes.ac.id) diakses 10 juni 2017.
Siswanto, R. D & Kusumah Y. S. (2017). Peningkatan Kemampuan Geometri Spasial Siswa SMP
melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Geogebra. Jurnal Penelitian dan
Pembelajaran Matematika (JPPM). (Online), Volume 10, No. 1, hlm. 42-
51.(http://jurnal.untirta.ac.id) diakses 22 November 2018.
Abstract
This research aims to implement the Student centered Learning (SCL) approach in mathematics learning. The
results of this study were lesson plan and student worksheetthat werevalid and practical for SPLTV material
in high school with the SCL approach using Problem Based Learning. The subjectsof this study were high
school teachers. Lesson Plan and student worksheetdidnot have a potential effect on the implementation of
the SCL approach with the PBL model in mathematics learning. Students are only actively discussing, but
the lesson plan that was designed could not emerge the indicator of the SCL approach in mathematics
learning, which is challengingproblem for students and the generalizations made are still inductive.
Keyword: SCL, Mathematics Learning
Abstrak
Penelitian ini bertujuaan untuk mengimplementasikan pendekatan Students centered Learning (SCL) dalam
pembelajaran matematika. Penelitian ini menghasilkan RPP dan LKPD untuk Materi SPLTV di SMA dengan
pendekatan SCL menggunakan Problem Based Learning yang valid dan praktis. Subyek dalam penelitian ini
adalah guru SMA. RPP dan LKPD belum memiliki efek potensial terhadap keterlaksanaan pendekatan SCL
dengan model PBL dalam pembelajaran matematika. Siswa hanya aktif berdiskusi, namun RPP yang
dirancang ternyata belum memunculkan indikator pendekatan SCL dalam pembelajaran matematika yaitu
masalah yang menantang bagi siswa dan generalisasi yang dilakukan masih bersifat induktif.
Cara Menulis Sitasi: Scristia, & Pratiwi, D.P. (2018). Implementasi Students Centered Learning dalam
Pembelajaran Matematika. Dalam Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA Kita Tingkatkan Kualitas Guru dan
Siswa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA (hal. 16-25). Palembang, Indonesia.
SCL sesuai dengan prinsip teori belajar konstruktivis yang dikembangkan oleh (Piaget, 1983) dan
(Vygotsky, 1978), yaitu memusatkan proses pembelajaran kepada perubahan perilaku peserta didik
itu sendiri dan dialami langsung untuk membentuk konsep dan pemahaman. Seperti yang
diungkapkan oleh (Elliot, S.N., et al 2000); (Ormrod 2000); (Westwood, 2008) bahwa landasan
pemikiran dari SCL ialah teori belajar konstruktivis. Untuk menjalankan amanat ini, pada setiap
tingkatan pendidikan Pemerintah telah mencanangkan Kurikulum Pendidikan Nasional CBSA,
kemudian Kurikulum Tingkat Kesatuan Pendidikan (KTSP), serta sekarang Kurikulum 2013 yang
pada hakekatnya melaksanakan prinsip-prinsip konstruktivisme dari setiap silabus yang disusun.
Kurikulum yang ditawarkan oleh pemerintah jelas berfokus kepada siswa aktif, dan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan tuntutan yang dijelaskan dalam UU dan
PP. Tetapi, berdasarkan fakta lapangan tentang pelaksanaan pembelajaran selama ini yang di
peroleh dari hasil-hasil kajian mengenai SCL di Indonesia secara tegas menunjukkan bahwa masih
terdapat berbagai permasalahan tentang SCL seperti yang dinyatakan oleh (Sutiarso, 2000);
8
Implementasi Students Centered Learning dalam Pembelajaran. . . Scistia & Pratiwi, W.D. 9
(Suryadi, 2005); (Syaban, 2009); (Tahmir, 2008); (Mulyana, 2009) mendapati bahwa pembelajaran
masih berpusat pada guru, dan guru hanya memindahkan pengetahuan kepada peserta didik. Hasil
kajian yang didapati oleh (Ardhana, W., Kaluge, 2005); (Natajaya, I N., Santyasa, I W. & Anggan
Suhandana, 2008); (Santyasa, 2014) mendapati bahawa proses pembelajaran masih cenderung
berpusat kepada guru.
Jika kita kembali ke definisi matematika itu sendiri menurut para ahli Johnson dan Rising
dalam Russeffendi (1992); James dan James (1976); Russeffendi (1988) mendefinisikan bahwa
matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-
aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum,
karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif,
karena proses mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu
pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran yang dipakai
adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah
metode induktif dan eksperimen. Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat
dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus
dapat dibuktikan dengan cara deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau
dalil itu dapat diterima kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif. (Ruseffendi, 1988).
METODE
Tujuan penelitian ini yaitu implementasi SCL dalam pembelajaran matematika. Untuk
mencapai tujuan ini, diperlukan perangkat pembelajaran SCL yang telah dikembangkan oleh
peneliti. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan mengacu
kepada Model ADDIE (Analysis, Design, Develovment, Implementation, Evaluation. Evaluasi
Formatif yang digunakan menurut Tessmer (1998:16), langkah-langkah evaluasi penelitian
pengembangan ditunjukkan pada gambar 1.
10 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
expert review
ono-to-one
evaluation
Dan akan dilihat bagaimana keterlaksanaanya dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini
yang diamati adalah guru matematika SMA yang mengajar dengan perangkat pembelajaran SCL
yang telah dikembangkan. Data yang dikumpulkan oleh peneliti dalam kajian ini merupakan data
empiris lapangan yaitu observasi, wawancara, catatan lapangan dan pengumpulan dokumen. Data
yang diperoleh selama wawancara membantu peneliti dalam pengkajian mengenai bagaimana SCL
diterapkan oleh dengan menggunakan perangkat yang ada.
Peneliti akan terlibat langsung melakukan observasi terhadap guru saat melaksanakan
pembelajaran dengan pendekatan SCL di kelas. Observasi ini memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk mengamati guru dalam proses pelaksanaan SCL. Sehingga, peneliti mendapatkan
bahasan yang mendalam mengenai bagaimana keterlaksanaanya dengan dibandingkan perangkat
yang telah dikembangkan.
Untuk melihat efek potensial RPP dan LKPD, peneliti menggunakan lembar observasi
aktivitas guru dengan cara mencentang indikator SCL menggunakan PBL yang muncul pada saat
guru melaksanakan pembelajaran menggunakan RPP dan LKPD yang telah disusun. Guru sebagai
fasilitator dalam SCL sudah terlaksana, hal ini dilihat dari ketepatan siswa menjawab LKPD dan
keaktifan siswa berdiskusi dalam kelompoknya, semua anggota aktif dalam membaca
permasalahan untuk mencari informasi yang diketahui dari permasalahan tersebut.
4. Soal memuat logik, penalaran, pengujian konjektur, dan informasi yang masuk akal.
5. Menuntut penggunaan lebih dari satu strategi untuk mencapai solusi yang benar.
Implementasi Students Centered Learning dalam Pembelajaran. . . Scistia & Pratiwi, W.D. 11
Tabel 1. Kemunculan Indikator Pendekatan SCL dalam Pembelajaran Matematika oleh Guru
Indikator Pembelajaran 1 Pembelajaran 2
Masalah yang menantang bagi siswa
Penyelesaian masalah memuat keteraturan pola
Generalisasi harus berdasarkan pembuktian deduktif
Soal memuat logik, penalaran, pengujian konjektur,
dan informasi yang masuk akal.
Menuntut penggunaan lebih dari satu strategi untuk
mencapai solusi yang benar.
Menuntut adanya proses pengambilan keputusan
Bangka. Dan validator mengatakan bahwa permasalahan ini sesuai dengan materi SPLTV. Dan
pada LKPD pertemuan kedua, konteks yang digunakan adalah uang logam. Hal ini juga sesuai
dengan materi penyelesaian SPLTV, karena siswa diminta untuk menentukan nilai dari masing-
masing uang logam, atau dalam matematika disebut dengan menentukan nilai dari variabel.
Nieveen (1999) menyatakan bahwa suatu perangkat pembelajaran dapat dikatakan praktis
jika perangkat dapat diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya dalam kategori minimal
baik. Perangkat juga dikatakan baik jika mendapat respon yang baik dari guru dan siswa. Validator
(dosen teman sejawat dan guru) mengatakan bahwa LKPD ini sudah sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa kelas X SMA. Kemudian LKPD protipe 1 yang telah valid (hasil uji tahap
expert review dan one to one) direvisi lagi hingga menghasilkan LKPD prototipe 2 yang akan
diujicobakan kepada 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 2 siswa pada tahap small group.
LKPD hasil ujicoba pada tahap ini kemudian direvisi berdasarkan komentar-komentar siswa dan
hasil observasi selama siswa mengerjakan LKPD. Kepraktisan LKPD juga dinilai dari wawancara
siswa mengenai langkah-langkah penyelesaian dalam LKPD yang kelihatannya panjang tapi
sebenarnya mudah untuk dipahami dan sangat membantu siswa dalam menyelesaikan tiap-tiap
langkah penyelesaiannya. Setelah diujicobakan pada tahap small group, LKPD direvisi kembali
hingga menghasilkan LKPD prototipe 3. LKPD prototipe 3 merupakan hasil revisi dari tahap small
group, sehingga LKPD ini dikatakan praktis. Sebagian siswa juga mengatakan bahwa gambar yang
disajikan dalam LKPD ini menarik perhatian dan hampir semua petunjuk pada setiap langkah
penyelesaian masalah dapat diikuti siswa dengan baik dan benar. LKPD prototipe 3 ini selanjutnya
diujicobakan pada tahap field test untuk melihat efek potensial LKPD.
Berdasarkan hasil observasi aktivitas guru terhadap keterlaksanaan pendekatan SCL dalam
pembelajaran matematika, dapat dikategorikan dalam kategori cukup. Dikategorikan cukup karena
siswa memang telah berdiskusi aktif dalam kelas dengan baik, serta dapat mengikuti petunjuk
dalam LKPD dengan baik namun ada beberapa aktivitas yag tidak dilakukannya, yaitu guru
memulai dengan induktif.
KESIMPULAN
1. RPP dan LKPD yang dikembangkan dikategorikan sebagai LKPD yang valid. Kevalidan ini
dilihat dari hasil validasi LKPD dari segi konten, konstruk dan bahasa pada tahap expert
review.
2. LKPD dikategorikan sebagai LKPD yang praktis. Kepraktisan ini dilihat dari hasil validasi
dengan validator pada tahap expert review yang mengatakan bahwa LKPD ini sudah sesuai
dengan tingkat perkembangan siswa kelas X SMA. Kepraktisan ini juga dilihat dari hasil uji
coba pada tahap small group, yang mana siswa sudah bisa menggunakan LKPD tersebut
dengan dibantu langkah-langkah peyelesaian yang ada. Kepraktisan LKPD juga dinilai dari
Implementasi Students Centered Learning dalam Pembelajaran. . . Scistia & Pratiwi, W.D. 13
hasil wawancara dengan siswa mengenai langkah-langkah penyelesaian dalam LKPD yang
kelihatannya panjang tapi sebenarnya mudah untuk dipahami dan sangat membantu siswa
dalam menyelesaikan tiap-tiap langkah penyelesaiannya.
3. RPP dan LKPD belum memiliki efek potensial terhadap keterlaksanaan pendekatan SCL
dengan model PBL dalam pembelajaran matematika. Siswa hanya aktif berdiskusi, namun
RPP yang dirancang ternyata belum memunculkan indikator pendekatan SCL dalam
pembelajaran matematika yaitu masalah yang menantang bagi siswa dan generalisasi yang
dilakukan masih bersifat induktif.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, W., Kaluge, L. & P. (2005) ‗Pembelajaran inovatif untuk pemahaman dalam belajar
matematika dan sains di SD, SLTP, dan di SMU‘. Ditjen Dikti. Depdiknas.
Collins, J. W., & O‘Brien, N. P. (2003) Greenwood Dictionary of Education. Eds. Westport, CT:
Greenwood.
Harmon & Harumi. (1996). School Improvement in an Era of Change. London; Cassell.
Kemdikbud. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
81A Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Kemdikbud.
Khun, T. S. (1993) Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains. Jakarta: Rosda Karya.
Lea, S. J., Stephenson, D. & Troy, J. (2003) ‗Higher education students‘ attitudes to student-
centred learning: Beyond ―educational bulimia‖‘, Studies in Higher Education, 28(3), pp.
321–334.
Lincoln, Y., & Guba, E. (1985). Naturalistic Inquiry. New York: Sage.
Machemer, P. L. & Crawford, P. (2007) ‗Student Perceptions of Active Learning in a Large Cross-
Disciplinary Classroom‘, Active Learning in Higher Education, 8(1), pp. 9–30. doi:
14 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
10.1177/1469787407074008.
Natajaya, I N., Santyasa, I W. & Anggan Suhandana, G. (2008) ‗Pengembangan model pelatihan
untuk pembinaan profesi guru dan pengaruhnya terhadap perolehan belajar siswa‘,
Lembaga Penelitian Undiksha.
Novotná, J. et al. (2014) ―Problem Solving in School Mathematics Based on Heuristic Strategies‖,
Journal on Efficiency and Responsibility in Education and Science, Vol. 7, No. 1, pp. 1-6,
online ISSN 1803-1617, printed ISSN 2336-2375, doi: 10.7160/eriesj.2013.070101.
O‟Neill, G. & McMahon, T. (2005) Student-centred learning. In O‟Neill, Moore and McMullin.
Eds. Dublin: AISHE.
Peter, W. (2008) What teachers need to know about learning difficulties. Camberwell, Vic.: ACER
Press.
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan SPG,
Bandung : Tarsito.
Tahmir, S. (2008) ‗Model pembelajaran resik sebagai strategi mengubah paradigma pembelajaran
matematika di SMP yang teachers oriented menjadi stuudent oriental‘. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Depdiknas, pp. 1–35.
Vygotsky, L. (1978) Interaction between learning and development. In M. Gauvain & M. Cole
(Eds.). Readings on the Development of Children. New York: Scientific American Books.
Westwood, P. (2008) ‗What Teachers Need to Know about Learning Difficulties‘, p. 105. doi:
9364.
ISBN: 978-623-90050-0-9
Abstract
This research is aimed at the development of (1) produce derivative teaching material based APOS theory
assited Geogebra valid and practical, (2) determining the potential effect on learning outcomes of students in
SMA Negeri 2 Palembang . The research methods consists of two stages : (1) preliminary, includes analysis
and design of activity sheet, (2) formative study include self evaluation, expert review, one to one and small
group and field test. The subject were the eleven grade students of class XI IPA 1 SMA Negeri 2 Palembang.
The data was collected by way of walkthrough and test. All data colected were analyzed descriptively. Based
om the results of the data analysis, it was concluded that : (1) This research has resulted in a product form of
derivative teaching material based APOS theory assited Geogebra practically valid. Valid based on expert
review. Pracical based on one to one and small group, (2) derivative teaching material based APOS theory
assited Geogebra has developed potencial effect of learning outcomes of students
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk (1) Menghasilkan bahan ajar
turunan fungsi berbasis Teori APOS berbantuan Geogebra yang valid dan praktis; (2) Mengetahui efek
potensial terhadap hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Palembang. Metode penelitian ini terdiri dari 2 tahap
yaitu (1) preliminary, meliputi tahap analisis dan desain LAS dan (2) formative study meliputi tahap self
evaluation, expert review, one to one dan small group serta field test. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas
XI IPA 1 SMA Negeri 2 Palembang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara walkhtrough dan tes. Semua
data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan
bahwa (1) penelitian ini menghasilkan suatu produk berupa bahan ajar turunan fungsi berbasis Teori APOS
yang valid dan praktis. Valid berdasarkan expert review. Praktis berdasarkan one to one dan small group; (2)
Bahan ajar turunan fungsi berbasis Teori APOS berbantuan Geogebra yang dikembangkan memiliki efek
potensial terhadap hasil belajar peserta didik
Cara Menulis Sitasi: Samosir, S., Darmawijoyo, & Hartono, Y. (2018). Pengembangan Bahan Ajar Turunan
Fungsi Berbasis Teori Apos Berbantuan Geogebra. Dalam Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA Kita Tingkatkan
Kualitas Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA (hal. 16-25). Palembang,
Indonesia.
Berdasarkan Permendikbud No 64 Tahun 2013, salah satu kompetensi dalam pembelajaran turunan
adalah menggunakan konsep turunan untuk memahami kecenderungan dalam laju perubahan serta
menggunakannya dalam pemodelan. Pokok bahasan turunan dalam kurikulum 2013 dipelajari di
kelas XI meliputi pengertian turunan, sifat-sifat turunan fungsi aljabar, penerapan turunan fungsi
aljabar, nilai–nilai stasioner, fungsi naik dan fungsi turun, persamaan garis singgung dan garis
normal. Orton, 1983 dalam Makonye (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
Students‟procedural knowledge in routine differentiation was adequate; but that students had
underdeveloped conceptual understanding of the derivative. Ini menjelaskan bahwa pengetahuan
16
Pengembangan Bahan Ajar Turunan . . . Samosir, S., Darmawijoyo, & Hartono, Y. 17
prosedur siswa mengenai diferensial sudah memadai, tetapi pemahaman konsep diferensial yang
siswa miliki kurang berkembang
Banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami grafik dari turunan (Asiala et al.,
1997; Orhun, 2012) serta sulit dalam memahami konsep turunan (Maharaj, 2013) dan memberikan
arti terhadap turunan itu sendiri (Bezuidenhout, 1998; Hauger 2000). Salah satu penyebab
kegagalan siswa dalam mempelajari nilai ekstrim dikarenakan siswa memiliki skema yang lemah
terhadap turunan sehingga siswa tidak dapat menghubungkan konsep yang terkait dalam
menemukan penyelesaian permasalahan berkaitan dengan nilai maksimum dan minimum (Burn,
2014).
Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mencapai kompetensi di atas, penulis merasa perlu
untuk mengembangkan suatu bahan ajar turunan yang ditujukan untuk membantu siswa
mengkonstruksi konsep turunan sekaligus melatih kemampuan pemahaman konsep matematika
siswa. Salah satu teori belajar matematika yang dapat membantu siswa mengkonstruksi
pemahamannya pada suatu konsep matematika adalah teori APOS (Action-Process-Object-
Schema)(Dubinsky & Mc.Donald, 2001)
Teori APOS diperkenalkan oleh Ed Dubinsky pada tahun 1991. APOS Theory proposes
that an individual has to have appropriate mental structures to make sense of a given mathematical
concept. The mental structures refer to the likely actions, processes, objects and schema required
to learn the concept. Menurutnya, teori ini menjelaskan bagaimana seseorang menggunakan
struktur kognitif yang dimilikinya dalam mengkonstruk pengetahuan melalui tahap aksi, proses,
objek dan skema (Brijlall & Ndlovu, 2013). Lebih lanjut disebutkan bahwa teori APOS mampu
membuat seseorang untuk mengembangkan jalan pikirannya sehingga konsep matematika yang
abstrak dapat diasimilasi dan dipelajari (Neagher, et al, 2006; Brijlall & Ndlovu, 2013). Bahkan
menurut Maharaj (2013) memfokuskan pembelajaran matematika pada tahap aksi, proses dan
objek dapat membuat pembelajaran matematika lebih bermakna
Dari hasil penelitian Azhari (2005), pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan teori
APOS membangun pemahaman siswa terhadap konsep fungsi. Selanjutnya dari hasil penelitian
Arnawa (2005), pembelajaran berdasarkan teori APOS meningkatkan kemampuan membuat
pembuktian dalam aljabar abstrak
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ―Pengembangan
Bahan Ajar Turunan Fungsi Berbasis Teori APOS berbantuan Geogebra‖.
18 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
METODE
Subjek dan Waktu Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Palembang tahun
pelajaran 2017/2018 dengan jumlah siswa 41 orang, terdiri dari 19 laki-laki dan 22 perempuan di
semester genap pokok bahasan turunan fungsi
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah design research tipe development study (Plomp,T,.&
Nieveen,N.2017). Dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan bahan ajar Nilai Ekstrim Fungsi
berbasis Teori APOS berbantuan Geogebra yang valid dan praktis. Prosedur utama pengembangan
bahan ajar ini menggunakan alur formative evaluation sedangkan langkah-langkah penelitian
menggunakan model pengembangan ADDIE (Branch 2009).
Implementation
Mengkondisikan Pembelajaran
Evaluation
Gambar 3.1 Tahapan Pengembangan Model ADDEI (Modifikasi Suwansumrit, Dkk, 2011)
Pada tahap pengembangan, LAS sudah dirancang dalam bentuk blueprint, diwujudkan
dalam bentuk prototype awal. Kemudian dilakukan evaluasi formative. Evaluasi formative
digunakan untuk kebutuhan perbaikan terhadap bahan ajar atau LAS yang sedang dikembangkan.
Pengembangan blueprint LAS atau desain LAS yang telah dibuat, dievaluasi dengan menggunakan
tahap formative evaluation yang disajikan dalam bentuk diagram alur (Tessmer, 1993; Zulkardi,
2006)
Pengembangan Bahan Ajar Turunan . . . Samosir, S., Darmawijoyo, & Hartono, Y. 19
1. Expert Reviews
Pada tahap ini, prototype I di uji oleh pakar di luar Universitas Sriwijaya melalui surat
elektronik (e-mail) atau mails review . Validasi LAS ditinjau dari isi/konten, konsep/konstruk,
dan bahasa secara tepat. Sebagai bukti validasi diperoleh printout/printscreen balasan dari
expert melalui e-mail dan dokumen yang telah dikomentari oleh pakar akan dilampirkan.
Selanjutnya hasil validasi akan direvisi untuk di ujicobakan
2. One to one
Prototype LAS akan di ujicobakan terhadap 3 orang siswa berkemampuan tinggi, sedang dan
kurang dan juga teman sejawat. Hal ini dapat dilakukan dengan harapan dapat mengetahui
kevalidan LAS secara konten dan bahasa melalui pengamatan, angket, dan video. Hasil
ujicoba ini dianalisis sehingga menghasilkan saran saran untuk revisi
3. Revice
Saran-saran serta hasil pengamatan, angket serta video terhadap siswa dan teman sejawat
dijadikan dasar untuk merevisi LAS. Revisi pada tahap ini mengikuti saran yang diperoleh
dari uji pakar
4. Small Grup
LAS yang sudah direvisi diuji cobakan kepada sekelompok siswa yang terdiri dari 4-6 orang
siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Palembang. Hal ini diharapkan dapat melihat kepraktisan
prototype LAS melalui dokumen, pengamatan, angket dan video. Hasil uji coba ini dianalisis
dan dibahas sehingga menghasilkan saran-saran untuk revisi
5. Revice
Saran-saran serta hasil kerja siswa dijadikan dasar untuk merevisi prototype LAS materi nilai
fungsi
20 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
6. Field test
Pada tahap ini, LAS yang telah valid dan praktis diimplementasikan dalam satu kelas siswa di
kelas XI IPA SMA Negeri 2 Palembang. Hasil pada tahap ini di analisis untuk mengetahui
efek potensial dari LAS dan saran saran untuk penelitian selanjutnya
Hasil Penelitian
Hasil pengembangan Lembar Aktivitas Siswa (LAS)
Pengembangan LAS ini melalui beberapa tahapan, yaitu :
a. Preliminary study
1. Anaisis
Pada tahap ini menetapkan masalah dan alternatif‘ solusi. Sebelum mengembangkan bahan
ajar, peneliti melakukan analisis masalah atau kebutuhan siswa, menganalisis karakter
siswa subjek, sumber belajar yaitu buku teks yang digunakan siswa dan sumber belajar
lain, analisis kurikulum, KI dan KD yang berkaitan dengan kajian materi penelitian yaitu
turunan fungsi
2. Desain
Pada tahap ini menetapkan kompetensi, metode, media dan evaluasi hasil belajar.
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya peneliti membuat rancangan
(blue print) bahan ajar yang akan dikembangkan yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), ringkasan materi yang akan diajarkan, media yang digunakan, LAS berbasis Teori
APOS dan instrument penilaian
b. Formative Study
1. Self Evaluation
Setelah melalui tahapan persiapan dan pendesainan, hasil desain bahan ajar (prototipe)
dievaluasi oleh diri sendiri. Hasil dari self evaluation ini adalah prototype 1
Kegiatan 1
1. Letakkan sembarang titik yang terletak pada kurva (misalnya titik )menggunakan mode
2. Letakkan satu titik lain (misalnya titik )), buat garis yang melalui A dan B dengan
3. Geserlah posisi titik B dengan absis mendekati absis titik A dengan menggunakan
3. Small Group
Berdasarkan komentar dan saran pakar serta komentar one to one maka prototype I direvisi
sehingga menghasilkan prototype II yang kemudian diujicobakan pada siswa dengan pembelajaran
kelompok kecil (small group) yang beranggotakan 4 orang siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2
Palembang, yang bukan subjek penelitian. Hasil uji coba small group di dapatkan saran dan
komentar siswa untuk merevisi protoype 2. Tidak terjadi perubahan yang signifikan pada protoype
2.Hasil perbaikan pada tahap small group diperoleh prototype III dan LAS telah dapat dikatakan
praktis
4. Field Test
Setelah diperoleh prototype III yang valid dan praktis, maka dilakukan tahap field test
untuk melihat efek potensial bahan ajar yang dibuat. Field test dilakukan selama 3 kali, tanggal
sampai dengan tanggal .Siswa yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA
Negeri 2 Palembang, dengan jumlah 41 siswa, yang dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari
5-6 orang dengan kemampuan berbeda beda .
Pada pertemuan perama dilakukan proses pembelajaran yang bertujuan menentukan
gradien garis singgung kurva. Dimulai dengan menginformasikan tujuan pembelajaran dan
pendekatan yang digunakan yaitu teori APOS melalui LAS berbantuan Geogebra
Pada pertemuan pertama ini, pada tahap action (aksi) dilakukan dengan bantuan Geogebra
menggambar kurva . Siswa tidak mengalami kendala, karena sudah pernah menggunakan
aplikasi Geogebara di jenjang sebelumnya. Pada tahap process (proses) kamammpuan tiap
kelompok sudah cukup baik karena sudah terbiasa menggunakan aplikasi Geogebra. Pada tahap
object (objek) kemampuan siswa semakin baik, hanya saja terkadang mengalami kesulitan ketika
menggeser suatu titik mendekati titik kedua untuk mengamati perubahan gradien garis singgung.
Pada saat akhir pelajaran siswa diberikan latihan, schema (skema) yang terbentuk pada siswa sudah
cukup baik seperti yang terlihat dari hasil latihan mereka untuk kurva yang lain
Pengembangan Bahan Ajar Turunan . . . Samosir, S., Darmawijoyo, & Hartono, Y. 23
Pembahasan
1. Bahan ajar yang valid dan praktis
Proses pengembangan bahan ajar yang telah dilakukan terdiri dari tiga tahap besar,
preliminary, prototyping (expert review, one to one, dan small group) dan Field Test. Pada tahap
protoyping dan proses revisi berdasarkan saran validator dan komentar siswa, diperoleh bahan ajar
berupa lembar aktivitas siswa (LAS) yang dikembangkan berdasarkan pembelajaran dengan
menggunakan Teori APOS dapat dikatakan valid dan praktis
Valid tergambar dari hasil penilaian validator, dimana validator menyatakan baik
berdasarkan konten, (sesuai silabus K13, dan indikator – indikator pada materi turunan fungsi), dan
konstruk (sesuai dengan langkah-langkah Teori APOS).
Dari hasil revisi berdasarkan komentar dan saran siswa pada small group menunjukkan
LAS yang dikembangkan praktis. Kepraktisan LAS dilihat dari proses pembelajaran siswa, dimana
semua kelompok dapat menggunakan LAS yang diberikan. LAS yang telah dibuat dimulai dari
suatu masalah, pemberian bantuan berupa langkah – langkah yang mengiring siswa melalui
pertanyaan – pertanyaan sehingga sampai pada kesimpulan untuk menemukan suatu definisi atau
konsep. Mudah digunakan sesuai alur pikiran siswa, mudah dibaca, tidak menimbulkan penafsiran
ganda dan dapat digunakan oleh semua siswa.
LAS yang dikategorikan valid dan praktis, diuji cobakan pada subjek penelitian yaitu siswa
kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Palembang selama tiga kali pertemuan. Pada pelaksanaannya siswa
dibagi dalam 7 kelompok dan diberikan LAS yang telah dikembangkan kemudian tiap kelompok
membaca, berdiskusi dan melakukan aktivitas – aktivitas yang ada pada LAS untuk menyelesaikan
permasalahan yang diberikan dan di akhir pembelajaran siswa diberikan latihan secara individu.
24 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
Pada pertemuan pertama, siswa diberi LAS 1 materi penanaman konsep bahwa gradien
garis singgung kurva sama dengan turunan pertama fungsi yang juga adalah
Pada pertemuan kedua, siswa diberi LAS materi penanaman konsep bahwa grafik fungsi
akan naik pada saat , stasioner pada saat dan grafik akan turun pada saat
Pada petemuan ketiga diadakan tes akhir, berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan
diperoleh kesimpulan bahwa LAS yang telah diberikan pada siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2
Palembang mempunyai efek potensial. Data hasil tes siswa kemudian dianalisis untuk mendapatkan
kategori penilaian hasil belajar.
Kesimpulan
Penelitian ini telah menghasilkan suatu produk Bahan Ajar Turunan Fungsi Berbasis Teori
APOS Berbantuan Geogebra. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa LAS
yang dikembangkan dalam penelitian ini, dikategorikan valid, praktis dan memiliki efek potensial
terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Palembang
1. LAS yang dikembangkan dalam penelitian ini dikategorikan valid dan praktis. Valid
tergambar dari penilaian validator, dimana semua validator menyatakan baik berdasarkan
konten (sesuai kurikulum untuk pokok bahasan turunan fungsi), dan konstruk (sesuai
dengan teori APOS). Praktis tergambar dari hasil uji coba di lapangan, dimana semua
siswa dapat menggunakan LAS dengan baik
2. Berdasarkan proses pengembangan diperoleh bahwa prototype LAS yang dikembangkan
telah memiliki efek potensial terhadap hasil belajar siswa
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan sebagai
berikut:
1. Bagi siswa, agar dapat menggunakan LAS yang telah dikembangkan dengan menggunakan
Teori APOS berbantuan Geogebra dalam upaya memperkaya pengalaman belajar
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar maupun kemamampuan siswa dalam
menggunakan Geogebra
2. Bagi guru matematika, agar dapat menggunakan LAS yang telah dikembangkan sebagai
alternatif sumber belajar dalam upaya memperkaya variasi pembelajaran matematika
Pengembangan Bahan Ajar Turunan . . . Samosir, S., Darmawijoyo, & Hartono, Y. 25
3. Bagi peneliti lain, diharapkan agar dapat mengembangkan bahan ajar pada mateti
matematika yang lain
DAFTAR PUSTAKA
Asiala, et, al., (2001). The Development of Students’ graphical understanding of derivative
graphical.http://homepages.ohiodominican.edu/cottrilj/graph-deriv.pdf. Diakses
tanggal 27 Desember 2016
Dubinsky, E., & Mc. Donald, M.A.,(2001). APOS: A Contructivisist Theory of Learning in
Undergraduate Mathematics Education Research.http://www.math.kent.edu/-
edd/ICMIPaper.pdf. Diakses tanggal 27 Desember 2016
Abstract
The purpose of this paper is to discuss mathematical literacy using PISA model in the context of Coconut
Plants. This paper also discusses the way students overcome math problems in the context of coconut
plants. This research was conducted at SMP Negeri 14 Palembang with a sample of first grade of junior
high school students. This is a qualitative descriptive research which consists of two groups. Each groups
consists of students with low ability (SR), high ability (ST), and average ability (SS). The results of
analysis show that the students of SMP Negeri 14 Palembang who answer mathematical questions using
PISA model with the context of coconut plant mostly use the reasoning and argument ability as well as
communication ability.
Keywords: Mathematical literacy , PISA, Qualitative Descriptive Research
Abstrak
Tujuan tulisan ini adalah untuk membahas kemampuan literasi matematika siswa menggunakan soal model
PISA konteks Tanaman Kelapa. Makalah ini juga membahas tentang bagaimana kemampuan siswa dalam
mengatasi soal matematika dengan konteks tanaman kelapa. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 14
Palembang dengan sampel siswa SMP kelas IX. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif terdiri
dari 2 kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah (SR),
siswa berkemampuan tinggi (ST) dan siswa berkemampuan sedang (SS). Berdasarkan hasil analisi peneliti
menunjukan bahwa siswa SMP Negeri 14 Palembang dalam menjawab soal matematika model PISA
dengan konteks tanaman kelapa banyak menggunakan kemampuan reasoning and argument dan juga
kemampuan komunikasi.
Cara Menulis Sitasi: Utari, A. & Zulkardi. (2018). Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal Model Pisa Konteks Kelapa. Dalam Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA Kita Tingkatkan
Kualitas Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA (hal. 26-34). Palembang,
Indonesia.
Pendidikan ialah merupakan sarana yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber SDM
(Sumber Daya Manusia) dalam menjamin keberlangsungan pembangunan dalam suatu bangsa.
Bidang studi yang salah satunya mempunyai peranan penting didalam dunia pendidikan dan
menghadapi masalah kehidupan sehari-hari ialah matematika. Walaupun permasalahan itu tidak
semuanya termasuk permasalahan matematis, namun dalam hal ini matematika memiliki peranan
penting dalam menjawab permasalahan keseharian. Sejalan dengan pendapat yang diungkapkan
oleh Skemp (1971) bahwa ―mathematics is also a valuable and generalpurpose technique for
satisfying other needs. It is widely known to be an assential tool for science, technology, and
commerce; and for entry to many prefessions‖. Oleh sebab itu matematika menjadi mata pelajaran
yang wajib diberikan kepada semua siswa jenjang mulai dari sekolah dasar (SD) dalam membekali
26
Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa . . .Utari, A., & Zulkardi 27
siswa untuk kemampuan berfikir logis, sistematis, analitis , kreatif, dan kritis, serta kemampuan
bekerjasama.
Menurut Brown & McNamara (2005) menjelaskan prestasi belajar matematika adalah
sebagai berikut. ―Mathematical achievement is understood more in term of performance of
prescribed mathematical procedures. This is quantifiable through diagnostic testing, and broader
understanding is anchored around test indicators in a statistically defined environment‖. Maksud
dari pernyataan ini adalah prestasi matematika harus dipahami lebih dalam dhal kinerja prosedur
matematika yang telah ditentukan. Dalam hal ini bias diukur menggunakan tes diagnostik, dan
pemahaman lebih luas adalah berawal dari indikator tes dalam statistik yang didefinisikan oleh
lingkungan. Berdasarkan dari pendapat Brown & McNamara, maka pengukuran prestasi belajar
matematika bisa dilakukan menggunakan tes yang dibuat berdasarkan dari indikator-indikator yang
sesuai dengan kemampuan yang bias diukur.
Literasi matematika adalah suatu hal sangat penting. Seseorang bisa dianggap memiliki
tingkat literasi matematika jika ia mampu dan bisa menganalisis, serta bisa memberi alasan dan
bisa mengkomunikasikan pengetahuan dan keterampilan matematikanya secara efektif.
Kemampuan literasi matematika menurut OECD (2013) yaitu kemampuan dari suatu individu
dalam merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika kedalam beberapa konteks.
Sedangkan literasi matematika itu sendiri adalah gambaran kemampuan penalaran seseorang yang
menggunakan konsep dalam matematika, fakta, prosedur dan alat matematika dalam
menggambarkan, memprediksi fenomena/kejadian dan menjelaskan dalam kehidupan sehari-hari
(OECD, 2013). Menurut Ojose (2011) menjelaskan literasi matematika ialah merupakan
pengetahuan untuk mengetahui dan menggunakan dasar dalam matematika untuk kehidupan sehari-
hari. Pengertian diatas menunjukan bahwa seseorang yang mempunyai kemampuan literasi
matematika yang baik mempunyai kepekaan terhadap konsep matematika mana yang sesuai
dengan masalah yang sedang dihadapi. Pendapat lain menyebutkan bahwa literasi dalam konteks
matematika adalah kekuatan untuk menggunakan pemekiran matematika dalam memecahkan
masalah sehari-hari agar lebih siap menghadapi tantangan kehidupan (Steecey & Turner, 2015).
PISA adalah studi internasional yang dibuat dan diselenggarakan OECD (Organization for
Economic Cooperation and Development) dimana diselenggarakan setiap 3 tahun sekali untuk
mengukur kemampuan dan keterampilan siswa yang berada diusia 15 tahun (OECD, 2016).
Adapun kemampuan dan keterampilan dalam PISA yang dinilai mencakup empat jenis literasi
yaitu scientific literacy (literasi sains), reading literacy (literasi membaca), mathematical literacy
(literasi matematika), financial literacy (literasi keuangan) (OECD,2016). Menurut PISA level
dalam kemampuan literasi matematika siswa terdiri sebanyak 6 level yang dijelaskan pada tabel
berikut :
28 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
penyelesaian.
Level 1 Menjawab pertanyaan sesuai dengan konteks yang dikenal
serta kesemua informasi yang jelas dan relevan tersedia,
dengan pernyataan yang sangant jelas. Mengidentifikasi
informasi , dan melakukan cara yang umum sesuai dengan
intruksi yang jelas. Menunjukan satu tindakan yang sesuai
dengan simulasi yang telah diberikan.
(OECD, 2014)
Indonesia, yaitu sebanyak 98% ialah merupakan perkebunan dari rakyat (Thantiyo, 2010).
Indonesia terkhususnya kota Palembang banyak masyarakat yang memanfaatkan buah kelapa untuk
kehidupan sehari-hari dan disekitar objek penelitian dilakukan yaitu di SMP Negeri 14 Palembang
ada pusat jual buah kelapa muda yang sudah terkenal di Kota Palembang yaitu Simpang Dogan.
METODE
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif (Sugiyono, 2013).
Adapun menurut Judith Preissle pengertian kualitatif ―Qualitative reseach is a loosely defined
category of reseach design or models, all of wich elicit verbal, visual, taclite, alfactoy, and
gustatory data in the form of descriptive narrative like field notes, recordings or other tranciptions
from audio and videotapes and other written records and picture of film‖ (Cresswel, 1998).
Menurut Salim (2006) penelitian kualtatif menggunakan dan pengumpulan dari berbagai bahan
empiris dari (pengalaman pribadi, studi kasus, teks sejarah, interaksi, dan visual) yang mana
menggambarkan momen rutin dan juga problematis, serta makna dari kehidupan individual dan
kolektif (Prastowo, 2011).
Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengungkap fakta kejadian yang ada di lapangan dan
fokus pada pemecahan masalah yang ada sekarang. Bertujuan untuk menjabarkan atau
mendeskripsikan kecapaian indicator-indikator dari setiap level literasi matematis menggunakan tes
kemampuan literasi matematis level 2, level 3 dan level 4 serta menggunakan pedoman wawancara
dalam mengetahui ketercapaian indikator level literasi matematis yang tidak terlihat pada saat tes.
Instrumen utama pada penelitian ini ialah penelitian sendiri, tes kemampuan literasi,
matematis berupa tes tertulis uraian yang memuat soal sebanyak 6 butir literasi serta pedoman
wawancara.
Tes dari kemampuan literasi matematika siswa dilaksanakan pada hari senin, 12 November
2018 di SMP Negeri 14 Palembang dengan subjek 2 kelompok kecil yang masing-masing
kelompok terdiri dari 3 siswa. Setiap siswa terdiri dari siswa yang memiliki berkemampuan tinggi
(ST), siswa berkemampuan rendah (SR), siswa berkemampuan sedang (SS).
Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa . . .Utari, A., & Zulkardi 31
Kelapa gajah adalah golongan kelapa yang memiliki umur berbuah relatif muda sekitar 4-5
tahun.
Pertanyaan: Gambar diatas adalah penampang kelapa yang dipotong horizontal.Berapa luas
penampang kelapa tersebut?
Soal diatas dibuat bertujuan untuk mengaktifkan kemampuan bernalar siswa/i yang juga
melibatkan kemampuan-kemampuan lainya. Penalaran ini dimulai dari pengamatan bentuk
penampang kelapa yang kemudian diaplikasikan ke bentuk lingkaran. Pengamatan ini diharapkan
supaya siswa bisa membayangkan luas daerah mana yang harus dihitung dan bagian mana yang
ditandai.
Berdasarkan hasil dari analisis untuk siswa yang berkemampuan matematika tinggi (ST) terlihat:
Gambar 1. Jawaban Siswa yang Berkemampuan Tinggi (ST) pada Soal Butir 1
Untuk siswa yang berkemampuan tinggi mampu menyelesaikan soal butir 1. dapat dilihat
bahwa siswa melibatkan penalaran argumentasi dan kemampuan komunikasi dalam menjelaskan
32 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
strategi menyelesaikan yang ditempuhnya. Selain itu siswa tersebut juga menggunakan cara
penalaran dengan alur cara berpikir yang dibuatnya siswa/i sendiri. Langkah yang ditempuh ini
juga menunujukan bahwa siswa melibatkan proses berpikir bernalar. Pada saat wawancara, siswa/i
mengutarakan bahwa dari gambar yang yang tertera pada soal lumanyan jelas karena untuk
menjawab soal kita harus menalari penampang kelapa tersebut.
Gambar 2. Jawabaan Siswa yang Berkemampuan Sedang (SS) pada Butir Soal 1
Untuk siswa/i yang berkemampuan sedang tidak bisa menjawab soal dengan benar dan tepat .
Saat dilakukan wawancara, siswa/i mengatakan masih kebinggungan hubungan antara gambar 1
dan gambar 2 menurutnya keterangan gambar tidak terlalu jelas. Pada soal ini, SS belum bisa
mencapai indikator dan aspek dari proses literasi matematis hanya satu yakni kemampuan
komunikasi.
Analisis kemampuan literasi matematika pada siswa yang berkemampuan rendah (SR)
Untuk siswa yang berkemampuan rendah juga tidak bisa menjawab soal dengan tepat. Saat
dilakukan wawancara, ia mengatakan bahwa pertanyaannya mengecoh bingung dengan maksud
soal serta menurutnya soal butir ini sangat sulit. Tidak dapat terpikirkan mau menjawab apa.
Padahal jawabannya benar walau tidak menyelesaikan seluruhnya, SR belum dapat mencapai
Indikator dan dilihat dari proses literasi matematika siswa SR sudah memiliki aspek penalaran dan
argumentasi serta komunikasi
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisi peneliti menunjukan bahwa jawaban siswa dalam menjawab soal
matematika model PISA dengan konteks tanaman kelapa banyak menggunakan kemampuan
reasoning and argument dan juga kemampuan komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, T., & Mc Namara, O. (2005). New teacher identity and regulative government the
discursive formation of primary mathematics teacher eduacation. New York: Springer
Science Business Media, Inc.
Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing Among Five
Traditions. California: Sage Publication.
OECD. (2013). PISA 2012 assessment and analytical framework: mathematics, reading, science,
problem solving and financial literacy. German: OECD Publishing.
OECD. (2013). PISA 2015 Draft Mathematics Framework, (March 2013), 52.
OECD. (2014). ―PISA 2012‖ Result: What Student Know and Can Do”. OECD Publications, Vol
1. (Februari 2014: 5-61).
OECD. (2016). PISA 2015 Assessment And Analytical Framework: Science, Reading, Mathematic
And Financial Literacy. Paris: OECD.
OECD. (2016). PISA 2015 Result (Volume 1): Excellence and Equity in Education. Paris: OECD.
Ojose, B. (2011). Mathematics for literacy : Are We Able to put The MathematicsWe Learn Into
Everyday use?. Journal of Mathematics Education. Vol 4, No 1, 89-100, 2011.
Prastowo, Andi. (2011). Metode Penelitian Kualitatif : dalam Presfektif Rancangan Penelitian.
Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Skemp, R. R. (1971). The psycholology of learning mathematics. Baltimore, MD: Richard Clay
(The Causer Press) Ltd.
Stecey, K & Turner, R. (2015). Assessing Mathematical Literacy: The PISA Experience. Australia:
Springer.
Thantiyo, F. (2010). Analisa Kontribusi Nilai Tambah Industri VCO(Virgin Coconut Oil) Pada PT.
BUMI SARIMAS Indonesia di Sumatera Barat [Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas.
The Cornerstone Tech Prep. (1999). Teaching Mathematics Contextually. Texas: CORD.
UNESCO (2008) The EFA Global Monitoring Report. Education for All by 2015. Will we make it?
Paris: UNESCO.
Wardhani, S. (2011). Intrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan
TIMSS, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, P4TK,
Jogyakarta.
Widjaja, W. (2013). The Used of Contextual Problems Support Mathematical Learning. Journal on
Mathematics Education, 4(2), 151–159.
Zulkardi, & Putri, R.I.I. (2006). Mendesain Sendiri Soal Kontekstual Matematika. Prosiding
KNM13. Semarang. Diambil dari http://eprints.unsri.ac.id/610/
ISBN: 978-623-90050-0-9
Edwar
Program Doktor Pendidikan Matematika, Universitas Sriwijaya
Email: edwaryanto@yahoo.com
Abstract
This research was intended to produce the teaching material the set of used the math realistic education (MRE)
by taking advantage the calendar . The research is development which covers the priliminary , prototyping and
field test. The subject of this study is a student of class VIII SMPN 1 Martapura .Data analysis in walk through
was used in the study , documents , and tests . The results of the analysis data concluded that this study has been
produce the teaching material the set are valid and practical . Depicted by practical teaching materials ease of
use for teaching so students would do well , readable , understandable , and can be given and used by all
students .In addition , has the effect of teaching materials for the potential students .This can be seen from the
students ability is average 86,23.The development of effective teaching materials is also increasing the activity
of student learning , can be seen from the results of the analysis of activity during each observation to learning
by adopting for MRE whole avarege 2,99 indicators appear in any activity.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menghasilkan bahan ajar himpunan menggunakan pendekatan pendidikan matematika
realistik (PMR) dengan memanfaatkan kalender. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang
meliputi tahap priliminary, prototyping dan field test. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII SMPN 1
Martapura. Analisis data pada penelitian ini menggunakan walk through, dokumen, dan tes. Analisis data
menunjukkan, penelitian ini menghasilkan bahan ajar himpunan yang valid dan praktis. Valid tergambar dari
hasil penilaian validator yang menyatakan baik berdasarkan content (sesuai dengan kurikulum untuk materi
himpunan), konstruk (sesuai dengan EYD). Praktis tergambar dari bahan ajar yang mudah digunakan untuk
pembelajaran sehingga siswa bisa mengerjakannya, mudah dibaca, tidak menimbulkan penafsiran beragam, dan
dapat diberikan serta digunakan oleh semua siswa. Selain itu, bahan ajar ini juga memiliki efek potensial
terhadap hasil belajar siswa, terlihat dari nilai rata-rata siswa adalah 86,23 yang artinya sangat baik.
Pengembangan bahan ajar ini juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, hasil observasi menunjukkan
rata-rata tiap aktivitas selama mengikuti pembelajaran adalah 2,99.
Kata kunci : Pengembangan, PMR, Himpunan
Cara Menulis Sitasi: Edwar. (2018). Pengembangan Bahan Ajar Himpunan Berbasis Pendekatan Pendidikan
MatematikaRealistik (PMR) dengan Memanfaatkan Kalender Bekas. Dalam Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA
Kita Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA (hal. 35-42).
Palembang, Indonesia.
Pembelajaran adalah berbagai upaya sistematik dan sengaja untuk menciptakan kegiatan interaksi
edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (murid) dan pendidik (guru) yang melakukan
kegiatan membelajarkan (Sudjana, 2004 : 28). Hal ini merupakan aktualisasi kurikulum yang
menuntut keratifitas guru dalam menciptakan dan menumbuhkan aktifitas peserta didik sesuai dengan
rencana yang telah diprogramkan. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang
tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran
dihentikan, diubah metodenya atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu, guru harus mengawasi
35
36 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode ajar serta mengembangkan bahan
ajar.
Tujuan utama dari pembelajaran matematika menurut kurikulum satuan pendidikan
(Departemen Pendidikan Nasional, 2006) adalah mampu melakukan penalaran pola dan sifat, mampu
mengeneralisasi, menyusun bukti, menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Berdasarkan
tujuan tersebut maka pembelajaran matematika merupakan salah satu komponen dalam struktur
kurikulum yang menuntut peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan beragumentasi.
Guru merupakan komponen terpenting dalam pendidikan, jika tidak ada guru yang
berkualitas maka tidak mungkin pendidikan yang berkualitas dapat diselengggarakan. Oleh karena
itu, sudah selayaknya guru memiliki kompetensi yang berkualitas terkait dengan tugas dan tanggung
jawabnya. Hal ini diisyaratkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, bahwa guru
diharapkan dapat mengembangkan materi pembelajaran. Hal ini juga dipertegas melalui Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang
meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses hasil pembelajaran yang efektif dan efisien (BSNP, 2007 : 7).
Perencanaan proses pembelajaran meliputi pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk dikembangkan
sendiri. Salah satu komponen dalam RPP adalah sumber belajar, sehingga guru diharapakan untuk
mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar. Menurut Amri dan Ahmadi (2010 :
160) salah satu manfaat dari bahan ajar adalah mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru
sehingga siswa dapat belajar secara mandiri.
Mengingat pentingnya bahan ajar dalam proses pembelajaran maka pengembangan bahan ajar
sangat perlu dilakukan, terutama bahan ajar yang dapat mengakomodasi peserta didik yang lamban
menerima pelajaran sehingga dapat memberikan iklim yang lebih afektif bagi peserta didik. Banyak
sekali peserta didik yang kurang tertarik pelajaran matematika bahkan adapula siswa yang takut dan
benci dengan pelajaran matematika. Hal ini dapat disebabkan karena cara penyajian materi
matematika yang dipelajari kurang sesuai dengan kemampuan siswa sehingga hasil kegiatan belajar
kurang memuaskan.
Pembelajaran matematika harusnya dimulai dengan materi yang sesuai dengan situasi
(contextual problem). Sehingga peserta didik tertatik dengan matematika dan secara bertahap dapat
menguasi konsep matematika. Oleh karena itu, guru diharapkan dapat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya dalam pembelajaran
matematika (Depdiknas, 2006 : 416). Kondisi pembelajaran matematika di Indonesia saat ini, masih
angat abstrak sehingga matematika yang dipelajari di kelas dan di luar kelas seolah-olah terpisah
sehingga peserta didik cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika dalam kehidupan
sehari-hari (Suharta, 2002 : 451). Selain itu, Menurut Marpaung (2007 : 17) pendidikan tradisonal
Pengembangan Bahan Ajar Himpunan Berbasis Pendekatan Pendidikan Matematika . . . Edwar 37
dalam pembelajaran matematika di Indonesia belum berhasil mengembangkan rasa percaya diri pada
peserta didik, tetapi baru berhasil mengembangakan rasa takut terhadap matematika.
SMP N 1 Martapura sebagai tempat penelitian dalam kegiatan belajar matematika masih
menggunakan metode tradisional yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru. Oleh karena itu
peneliti menerapkan metode pembelajaran yang diharapkan mampu membuat peserta didik kritis dan
kreatif sehingga memamahi konsep matematika, yaitu dengan menggunakan pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik (PMR).
Dari uraian diatas peneliti, mencoba mendesain bahan ajar himpunan dengan Pendidikan
Matematika Realistik (PMR). PMR yang akan dilakukan peneliti memanfaatkan kalender bekas
sebagai bahan ajar himpunan. Penelitian ini menggunakan kalender bekas sebagai bahan ajar
dikarenakan kalender bekas merupakan limbah yang mudah didapatkan dan mengandung banyak
contoh-contoh bahan ajar himpunan yang ditemui oleh peserta didik sehari-hari. Contohnya, nama-
nama hari dan nama-nama bulan sehingga diharapkan dapat disukai dan dimengerti oleh peserta didik.
Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul ― Pengembangan Bahan Ajar Himpunan melalui
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dengan Memanfaatkan Kalender Bekas.
METODE
Subyek Penelitian dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 tahun pelajaran 2013/2014 pada siswa kelas VII
1 SMP Negeri 1 Martapura Ogan Komering Ulu Timur yang berjumlah 30 siswa yang terdiri dari 10
siswa laki laki dan 20 siswa perempuan.
38 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
Penelitian ini terdiri beberapa tahap, yaitu Preliminary, formative evaluation. dan field
(Gambar 1) ( (Tesmer (1998), Zulkardi (2006) ).
Expert Reviews
Self
Revise Revise
Priliminary Small Group Field Test
Evaluation
One-to-one
Preliminary
a. Persiapan
Pada tahap ini, peneliti mengadakan analisis Kurikulum Matematika pada pokok bahasan
Teori himpunan sesuai KTSP SMP tahun 2006, analisis materi pelajaran, analisis terhadap Buku
sekolah Elektronik (BSE) Matematika SMP, analasis siswa,penentuan tempat dan subyek penelitian ,
mengatur jadwal penelitian, serta menjalin kerjasama dengan Kepala SMP Negeri 1 Martapura Ogan
Komering Ulu Timur dan guru Matematika kelas VII yang juga diminta sebagai observer.
Formative evaluation
Formative evaluation terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu : self evaluation, expert review
dan one-to-one, small group dan field test.
a. Self evaluation
Self evaluation adalah penilaian peneliti terhadap prototipe materi ajar Teori Himpunan
untuk kelas VII SMP dengan pendekatan PMR yang dibuatnya.
Dalam penelitian ini, materi ajar divalidasi dengan teknik triagulasi oleh pakar dan teman
sejawat sebagai expert (ahli) berdasarkan content/isi, konstruk dan bahasa. Jika perangkat
pembelajaran dianggap belum valid maka harus direvisi kembali atas saran pakar atau teman sejawat
Validasi juga menggunakan teknik one-to-one evaluation (evaluasi satu-satu) yaitu teknik yang
menggunakan seorang atau beberapa orang sebagai sample, biasanya dilakukan terhadap dua sampai
empat orang secara bergantian.
c. Small Group
Pada Small Group, materi ajar diujicobakan pada sekelompok kecil siswa untuk mengevaluasi
dan melihat kepraktisannya.
Hasil dari small group diujiciobakan ke subjek penelitian dalam hal ini sebagai field test yaitu
kepada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Martapura Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yang
menjadi subjek penelitian. Produk yang diujicobakan pada field test tadi, haruslah produk yang telah
memenuhi kriteria kualitas. Akker mengemukakan bahwa tiga kriteria kualitas adalah : validitas,
kepraktisan dan efektivitas.
1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data validasi ahli dengan cara merevisi
berdasarkan walk trough atau catatan validator dan pemeriksaan dokumen materi ajar oleh validator
dan guru. Hasil dari analisis ini digunakan untuk merevisi materi ajar yang dibuat oleh
peneliti.Analisis deskriptif ini juga digunakan untuk menganalisis data kepraktisan materi ajar yang
didapat berdasarkan pengamatan dan temuan selama siswa small group melaksanakan aktivitas dan
mengerjakan soal-soal latihan.
PEMBAHASAN
Peneliti menggunakan kalender pada setiap aktivitas. Hal ini dikarenakan, benda-benda fisik
atau manipulative dalam pemodelan konsep-konsep matematika adalah alat bantu yang baik bagi
siswa dalam belajar matematika. Pembelajaran mengenai konsep himpunan dimulai dengan masalah
realistik dan selanjutnya melalui aktivitas siswa menjawab beberapa pertanyaan. Hal ini sesuai dengan
40 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
prinsip PMR yang pertama yaitu guided reivention. (penemuan kembali secara seimbang) melalui
progressive mathematizing (matematisasi progresif).
Pertemuan pertama diawali dengan konteks pada kalender siswa memperhatikan gambar
kalender yang telah disediakan, siswa antusias dalam proses pengamatan kalender tersebut, kemudian
mendiskusikannya, melalui pengamatan tersebut siswa dapat mengetahui kelompok nama-nama hari,
bulan dan angka. Tiap kelompok mendiskusikan jawaban dan pertanyaan yang terdapat pada Lembar
Kerja Siswa (LKS) dan akhirnya siswa menarik kesimpulan sesuai dengan pemahaman konsep
himpunan.
61-80 Baik 6 20 %
41-60 Cukup 0 0
Selain itu, selama proses pembelajaran peneliti dibantu oleh dua orang guru sebagai pengamat
aktivitas. Pembelajaran ini berlangsung dalam lima aktivitas. Dari hasil pengamatan tersebut terlihat
bahwa pengembangan bahan ajar ini juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, hasil observasi
menunjukkan rata-rata tiap aktivitas selama mengikuti pembelajaran adalah 2,99 (Tabel 2).
Pengembangan Bahan Ajar Himpunan Berbasis Pendekatan Pendidikan Matematika . . . Edwar 41
KESIMPULAN
Pada penelitian ini produk bahan ajar dikembangkan melalui pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik (PMR) dengan memanfaatkan kelender bekas dengan metode formative
evaluation (Tesmer, 1998; Zulkardi, 2006). Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa bahan ajar
yang dikembangkan valid, praktis dan memiliki efek potensial terhadap hasil belajar siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Martapura. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kemampuan siswa adalah 86,23
(sangat baik) dengan ketuntasan berdasarkan KKM sebesar 75. Hasil juga menunjukkan bahwa
penelitian ini efektif meningkatkan aktivitas belajar siswa, terlihat dari hasil analisis observasi tiap
aktivitas selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMR keseluruhan rata-
ratanya 2,99 indikator yang muncul dalam setiap aktivitas. Hasil yang positif dari penelitian ini
diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi penelitian pengembangan bahan ajar lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Akker, J. Van den. (1999). Principle and methods of development research. In J. van den akker, R.
branch, k. Gustafson, N. Nieveen & Tj. Plomp (Eds), Design Methodology and Development
Research. Dordrecht : Kluwer
BNSP. (2006). Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menegah. Jakarta : BNSP
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi SMP dan MTs. Jakarta
: Depdiknas.
Depdiknas, (2004). Pedoman Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Menengah. Jakarta : Depdiknas.
Haryono, G. (2011). Pengembangan Bahan Ajar Himpunan dengan Pendidikan Matematika Realistic
Indonesia (PMR) Di SMP 1 Sungai Selan. Tesis. Palembang : Program Pasca Sarjana Unsri.
Marpaung, Y. (2001). Prospek RME untuk Pembelajaran Matematika di Indonesia. Makalah Disajikan
Tanggal 24 Februari 2001 Pada Seminar Nasional Realistic Mathemathic Education (RME),
Di Jurusan Matematika FMIPA, UNESA.
42 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
Menteri Pendidikan Nasional, (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta : Depdiknas.
Tessmer, Martin. (1993) .Conducting Formative Evaluations. Londo Philadhelphia : Kogan Page.
Zulkardi & Ilma. (2006). Mendesain sendiri soal kontekstual matematika. (Online), (http :
//:www.PMR.or.id) diakses 10 oktober 2013.
ISBN: 978-623-90050-0-9
Abstract
The purpose of this study was to determine the students' mathematical literacy seen from students solving the
PISA type problem with an Occupational context. This research is a type of qualitative descriptive research.
The subjects in this study were class IX students of SMP Negeri 14 Palembang with high, medium, and low
math ability categories. Students complete mathematical questions in the type of PISA Occupational context
and the results are then analyzed, supported by observations as long as students complete questions,
interview students and mathematics teachers. The results of the study show that students' mathematical
literacy that arises when solving mathematical problems, namely communication skills, mathematical ability,
choosing strategies, reasoning and arguments; and the ability to use language and symbolic, formal and
technical operations.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui literasi matematika siswa dilihat dari siswa
menyelesaian soal tipe PISA dengan konteks Occupational. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas IX SMP Negeri 14 Palembang dengan
kategori kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Siswa menyelesaikan soal matematika tipe
PISA konteks Occupational dan hasilnya kemudian dianalisis, dengan didukung hasil observasi selama
siswa menyelesaikan soal, wawancara dengan siswa dan guru matematika. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa literasi matematika siswa yang muncul pada saat memecahkan masalah matematika yaitu
kemampuan komunakasi, matematisasi, memilih strategi, penalaran dan argumen; dan kemampuan
menggunakan bahasa dan operasi simbolis, formal, dan teknis.
Cara Menulis Sitasi: Pratiwi, I.D. & Zulkardi. (2018). Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa
dalam Menyelesaikan Soal Tipe PISA Konteks Occupational. Dalam Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA Kita
Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA (hal. 43-51).
Palembang, Indonesia.
Matematika sebagai ilmu dasar memegang peranan yang penting dalam pengembangan sains dan
teknologi, karena matematika adalah sarana berpikir untuk menumbuh kembangkan daya nalar,
cara berpikir logis, sistematis dan kritis (Hobri, 2008). Matematika adalah suatu cara untuk
menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia dan berkaitan dengan cara
menggunakan informasi (Hasratuddin, 2014). Bersesuaian dengan tujuan pembelajaran matematika
di Indonesia yang termuat dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006) tertulis mata
pelajaran matematika tingkat SMP/MTs matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut:
43
44 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
4).Salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap peningkatan literasi matematika siswa di
Indonesia, Kemendikbud menunjuk Tim PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) untuk
mensosialisasikan soal PISA melalui kegiatan yang disebut Kontes Literasi Matematika (KLM)
(Sembiring, 2001: 16).
Hasil studi PISA tahun 2015 pada literasi matematika, Indonesia berada pada peringkat 62
dari 70 negara dengan skor 386 (OECD, 2016). Melihat posisi sangat rendah tersebut, tentu sangat
memprihatinkan. Mengingat bahwa matematika adalah prediktor kuat terhadap kesuksesan
seseorang di masa muda, berpengaruh terhadap kemampuan untuk berpartisipasi di perkuliahan,
serta harapan terhadap penghasilan di masa depan (OECD). Survey terbaru yang dilakukan oleh
OECD juga menemukan bahwa kemampuan dasar dalam matematika berdampak besar terhadap
peluang kehidupan seorang individu.
Pada kenyataannya, kesulitan yang dialami siswa dalam pengerjaan soal-soal situasi tipe
PISA dikarenakan kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke
dalam kalimat matematika. Hal tersebut juga didukung oleh peran guru dalam pembelajaran
dimana mereka tidak menyadari bahwa kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa selama ini
disebabkan oleh perannya dalam proses pembelajaran matematika. Guru hanya sekedar
mengajarkan rumus-rumus dan latihan soal saja, tanpa menghubungkan soal situasi kehidupan
sehari-hari dengan konsep matematika. Akibatnya, siswa mengalami kebingungan dan membuat
kesalahan-kesalahan yang sama apabila diberikan soal tipe PISA ke tingkat selanjutnya.
Melihat paparan fakta tersebut, tentu penting bagi Indonesia untuk memperbaiki skor pada
PISA di tahun-tahun berikutnya. Untuk perbaikan tersebut, peneliti tertarik untuk menganalisis
literasi matematika siswa dalam memecahkan soal tipe PISA dengan konteks Occupational
(pekerjaan). Kegiatan tersebut akan memberikan gambaran mengenai literasi matematika siswa
dalam memecahkan soal tipe PISA.
Literasi matematika melibatkan 7 kemampuan matematika yang harus dimiliki oleh siswa
dan melatarbelakangi proses literasi matematis siswa (OECD,2016), yaitu :
1. K1
Communication (Komunikasi)
Communication (Komunikasi) yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah. Siswa
merasakan adanya beberapa tantangan dan dirangsang untuk mengenali dan memahami
masalah. Membaca, mengkode dan menginterpretasikan pernyataan, pertanyaan, tugas atau
benda yang memungkinkan siswa untuk membentuk mental dari model situasi yang
merupakan langkah penting dalam memahami, menjelaskan, dan merumuskan masalah.
Selama proses penyelesaian masalah, perlu diringkas dan disajikan. Kemudian setelah solusi
ditemukan, maka pemecah masalah perlu untuk mempresentasikan solusi yang didapatkan,
dan melakukan justifikasi terhadap solusinya.
46 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
2. K2
Mathematizing (Matematisasi)
Mathematizing (Matematisasi) yaitu kemampuan untuk mengubah permasalahan dari dunia
nyata ke bentuk matematika ataupun sebaliknya. Istilah matematisasi digunakan untuk
menggambarkan kegitan matematika dasar yang terlibat dalam bentuk mentransformasi
masalah yang didefinisikan dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk matematis (yang
mencakup struktur, konsep, membuat asumsi, dan atau merumuskan model), atau
menafsirkan, mengevaluasi hasil matematika atau model matematika dalam hubungannya
dengan masalah kontekstual.
3. K3
Representation (Representasi)
Representation (Representasi) yaitu kemampuan untuk menyajikan kembali suatu
permasalahan matematika. Pada kemampuan representasi ini, siswa merepresentasikan
hasilnya baik dalam bentuk grafik, tabel, diagram, gambar, rumus, persamaan, deskripsi
tekstual, dan materi yang konkrit.
4. K4
Reasoning and Argument (Penalaran dan Argumen)
Reasoning and argument (Penalaran dan argumen) yaitu kemampuan menalar dan memberi
alasan. Kemampuan ini melibatkan kemampuan siswa untuk bernalar secara logis untuk
mengeksplorasikan dan menghubungkan masalah sehingga mereka membuat kesimpulan
sendiri, memberikan pembenaran terhadap solusi mereka.
5. K5
Devising Strategies for solving Problems (Memilih strategi untuk memecahkan masalah)
Devising strategies for solving problems (Memilih strategi untuk memecahkan masalah) yaitu
kemampuan menggunakan strategi memecahkan masalah. Kemampuan ini melibatkan siswa
untuk mengenali, merumuskan, dan memecahkan masalah. Hal ini ditandai dengan
kemampuan dalam merencanakan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah
secara matematis.
6. K6
Using symbolic, formal and technical language and operation (Menggunakan bahasa
simbolik, formal dan tenik, serta operasi)
Using symbolic, formal and technical language and operation (Menggunakan bahasa
simbolik,formal, dan teknik, serta operasi) yaitu kemampuan menggunakan bahasa simbol,
bahasa formal dan bahasa teknis. Hal ini melibatkan kemampuan siswa untuk memahami,
menginterpretasikan, memanipulasi, dan menggunakan simbol-simbol matematika dalam
pemecahan masalah.
Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa . . . Pratiwi, I.D.,& Zulkardi 47
7. K7
Using mathematic Tools (Menggunakan alat-alat matematika)
Using mathematic tools (Menggunakan alat-alat matematika) yaitu kemampuan menggunakan
alat-alat matematika, misalnya dalam pengukuran. Hal ini melibatkan kemampuan siswa
dalam menggunakan alat-alat matematika seperti, kalkulator, alat ukur, komputer, dan lain-
lain.
METODE
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Subjek penelitian adalah siswa kelas IX SMP Negeri 14 Palembang sebanyak 6 orang siswa.
Dengan tiga kategori kemampuan berbeda yaitu siswa berkemampuan tinggi, siswa berkemampuan
sedang, dan siswa berkemampuan rendah. Instrumen pengumpulan data berupa soal PISA dengan
konteks pekerjaan, analisis data yang dilakukan adalah wawancara dan mengobservasi hasil
jawaban siswa.
Peneliti menganalisis hasil tes yang merupakan analisis deskriptif dilihat dari aspek literasi
matematis yang muncul dari hasil temuan selama siswa mengerjakan soal matematika tipe PISA
konteks Pekerjaan pada 6 subjek penelitian. Aspek yang diperoleh kemudian dicocokkan untuk
mengetahui kemampuan literasi matematis siswa. Adapun 6 subjek penelitian diberi simbol ST1
dan ST2 untuk siswa dengan kemampuan matematika tinggi, SS1 dan SS2 untuk siswa dengan
kemampuan matematika sedang, dan SR1 dan SR2 untuk siswa dengan kemampuan matematika
rendah.
Berdasarkan hasil tes dan wawancara maka didapatkan hasil analisis terhadap 6 subjek
sebagai berikut:
Gambar 1. Soal No 1
Pada gambar 1 merupskan soal dengan konteks pekerjaan, yaitu pemilik sebuah kafe yang
mendapatkan pesanan kopi dengan budget Rp.200.000. Siswa di minta untuk membantu pemilik
kopi memilih kopi apa saja yang akan di sediakan dengan budget tersebut dan ketentuan-ketentuan
lainnya agar mendapatkan untung maksimal.
Untuk jawaban ST2, kemampuan menggunakan bahasa simbolik, formal, dan teknik
operasi (K6), dilihat dari proses perhitungan yang sudah benar yaitu keuntungan maksimal yang
didapatkan pemilik cafe sebesar Rp.4000. Namun pada lembar jawaban siswa tidak dijelaskan
mengapa dia memilih jenis kopi tersebut.
Tetapi pada saat wawancara, ST2 mampu memberikan alasan mengapa dia memilih 3 jenis
kopi tersebut. (K4)
P : ― darimana dapatnya 2 moccachino, 5 doubel espresso, dan 5 ice americano?‖
ST2 : ―2 moccachino dari ketentuan soal, edangakan 5 double espresso dan 5 ice americano saya
ambil dari harga yang termurah karena yang diminta agar sisa budget/keuntungan
maksimal‖.
Pada gambar 3 dapat dilihat SS1 hanya menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanya
oleh soal saja. Sedangkan untuk gambar 4, yaitu kertas coretan siswa, bisa dilihat siswa
menghitung harga kopi yang telah ditentukan terlebih dahulu yaitu 2 kopi jenis moccachino.
Kemudian SS1 mencoba-coba kopi apa saja yang akan disediakan agar keuntungan maksimal. Hal
ini diketahui juga dari hasil wawancara dengan SS1.
50 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
SR2 pada saat diwawancara juga menjawab bahwa tidak mengerti dengan maksud soal.
Kemudian peneliti mengarahkan untuk membaca kembali soal dengan hati-hati dan menayakan apa
yang diketahui dan ditanya oleh soal.
SR2 : ―berarti yang ditanya ini kopi-kopi nya ya bu?misal 2 kopi moccachino, 6 kopi hazzelnut, 4
kopi americano?‖ 12 kan bu dan 3 jenis kopinya?‖
SR2 : ―supaya sisa budget maksimal, sisa dari Rp.200000 tadi ya bu?‖
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, jawaban untuk siswa berkemampuan tinggi
menyelesaikan soal dengan 5 kemampuan literasi, siswa berkemampuan sedang dengan 3
kemampuan literasi, dan siswa kemampuan rendah dengan 1 kemampuan literasi. Kemampuan
literasi matematika yang selalu muncul adalah kemampuan kemampuan penalaran dan argumen;
dan kemampuan menggunakan bahasa dan operasi simbolis, formal, dan teknis.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Matematika Sekolah Dasar dan
Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.Hayat B. & Yusuf S. (2010).
Bencmark
Hobri. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jember : Center for Society Studies(CSS). 2008.
Hasratuddin. Pembelajaran Matematika Sekarang Dan Yang Akan Datang Berbasis Karakter.
Jurnal Didaktik Matematika. Vol 1 (2): 30-42. 2014.
OECD. (2016). PISA 2015 Result (Volume 1): Excellence and Equity in Education. Paris: OECD.
Sembiring. (2001). Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-hasil Studi
Internasional. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
ISBN: 978-623-90050-0-9
Abstract
This research aims to produce valid and practical higher order thinking skill (HOTS) math problems for
junior high school students and see the potential effects of the questions developed on junior high school
mathematics literacy abilities. This research was conducted in two stages, namely the preliminary stage
(preparation) and the formative evaluation phase which included self evaluation, prototyping (expert reviews
and one-to-one, and small group). The subjects of this study were students of Palembang State Middle
School 1. The results of the study showed that the mathematical instrument in the form of a HOTS type
consisting of 9 items of description included material aspects, constructs and languages were declared valid
and practical and were feasible to use.
Keywords: Development, Higher Order Thinking Skills (HOTS), Middle School Mathematics
Abstrak
Penilitian berikut bertujuan menghasilkan soal-soal matematika tipe (HOTS) SMP yang praktis dan valid
serta melihat efek potensial dari soal–soal yang telah dikembangkan terhadap kemampuan literasi
matematika siswa SMP. Ada dua tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu tahap preliminary
(persiapan) dan tahap formative evaluation yang meliputi self evaluation, prototyping (expert reviews dan
one-to-one, dan small group). Subjek dari penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Palembang. Hasil dari
penelitian menunjukkan instrumen soal matematika berupa soal tipe HOTS yang terdiri dari 9 butir soal
uraian meliputi aspek materi, konstruk dan bahasa dinyatakan valid dan praktis serta layak untuk digunakan.
Kata kunci: Pengembangan, Higher Order Thinking Skills (HOTS), Matematika SMP
Cara Menulis Sitasi: Ansari, A., dkk. (2018). Soal HOTS Matematika Tipe Analisis untuk SMP. Dalam
Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA Kita Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional
dan Lokakarya PISA (hal. 52-59). Palembang, Indonesia.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting di dalam dunia pendidikan.
Akan tetapi, mayoritas siswa masih kerap mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal
terkait suatu matateri. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan siswa dalam menggunakan
penetahuan matematika yang mereka miliki dalam memecahkan masalah nyata selalu menjadi
concern dalam dunia pendidikan..
Kemampuan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi yang masih rendah merupakan
salah satu alasan para pendidik dan peneliti untuk terus mengupayakan perbaikan salah satunya
dengan mengembangkan soal berpikir tingkat tinggi. Hal ini juga turut dikemukakan oleh Stein &
Henningsen (1997, p.524) menyatakan bahwa banyak diskusi dan perhatian yang difokuskan pada
keterbatasan pemahaman konseptual siswa, termasuk pemikiran, penalaran dan kemampuan
pemecahan masalah dalam matematika.
Salah satu penyebabnya adalah siswa belum terlatih mengerjakan soal-soal yang
membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, dikarenakan pemberian latihan soal-soal rutin
52
Soal HOTS Matematika Tipe Analisis untuk SMP . . . Ansari, dkk. 53
(Somakim, 2011). Selain itu, menurut (Sudianto, Darmawijoyo & Purwoko, 2009), berdasarkan
pengalaman di lapangan penulis menemukan mayoritas yang diajarkan di sekolah merupakan
masalah-masalah tertutup, yang dalam penyelesaiannya, prosedur yang digunakan hampir dapat
dikatakan standar.
Lewy, Zulkardi, dan Aisyah (2009) dalam penelitiannya memberikan saran supaya para
guru memakai soal-soal pada level kemampuan berpikir tingkat tinggi sebab soal-soal tersebut
memberikan efek potemsial pada hasil tes kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Sejalan dengan Permendikbud No.81a tahun 2013 tentang implementasi kurikulum yang
mengatakan bahwa peserta didik memerlukan kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis dan
kreatif. Menurut kemendikbud (2017), salah satu hal yang harus dimunculkan dalam penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran adalah higher order thinking skill (HOTS). Higher Order of
Thinking Skill (HOTS) merupakan kemampuan berpikir logis, reflektif, metakognitif, kritis, dan
berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Oleh karenanya, berdasarkan
uraian di atas, peneliti ingin mengembangkan soal matematika tipe analisis menggunakan
karakteristik HOTS untuk SMP.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi telah dimiliki siswa, bila siswa mampu berpikir kritis,
berpikir kreatif, memecahkan masalah, mengambil keputusan, , melakukan visualisasi, memiliki
kemampuan belajar secara mandiri dan reasoning (SCANS, 1991). Keterampilan HOTS dapat
terlihat pada gambar 1.
Berpikir Kritis
Memecahkan Masalah
Mengambil Keputusan
Menurut Kings, Goodson, dan Rohani (2013), HOTS adalah kemampuan untuk berpikir
yang bukan hanya membutuhkan kemampuan mengingat, tetapi juga kemampuan yang lebih
tinggi. HOTS termasuk dalam berpikir kritis, logis dan kreatif. Kemampuan tersebut aktif ketika
seseorang dihadapkan pada suatu masalah, ketidakpastian, pertanyaan atau dilema.
Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, tipe soal yang dapat dikategorikan soal HOTS
adalah soal yang menuntut kemampuan tingkat tinggi dalam penyelesaiannya. Berdasarkan
kemampuan kognitif pada taksonomi bloom, soal yang mengharuskan siswa untuk berpikir tingkat
54 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
tinggi saat menyelesaikan soal terdapat pada level C4, C5 dan C6. Kemampuan tersebut dapat
dilihat pada tabel 1.
Taksonomi C1 C2 C3 C4 C5 C6
Revisi
(Mengi- (Memahami) (Mengaplika- (Mengana- (Mengeva- (Menciptakan)
ngat) sikan) lisis) luasi)
Indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam ranah taksonimi bloom adalah analisis,
evaluasi dan mencipta. (1) analisis (menganalisis) adalah yaitu kemampuan siswa dalam
mendeteksi bagaimana suatu materi atau bagian saling berhubungan satu sama alinnya. Adapun
yang dapat termasuik dalam kategori menganalisis adalah membedakan; ketika siswa dapat
membedakan bagian mana yang saling berhubungan dari materi yang diberikan, mengorganisasi;
ketika siswa bisa menentukan suatu materi apakah cocok dengan permasalahan yang diberikan dan
menghubungkan; ketika siswa dapat menentukan inti dari materi yang diberikan.
(2) mengevaluasi adalah membuat suatu keputusan berdasarkan suatu kriteria tertentu,
mengecek arau pun mengkritik. Mengecek disini berarti siswa dapat mengidentifikasi kebenaran
atau kesalahan terhadap prosedur yang sedang diterapkan atau pun materkait materi yang
diberikan, sedangkan mengkritisi adalah ketika siswa dapat mendeteksi ketidakserasian antara
keputusan dengan prosedur masalah yang diberikan, memberikan pendapat dan sebagainya.
(3) mencipta yaitu ketika siswa dapat menempatkan suatu komponen secara bersama-
sanma untuk membentuk suatu keseluruhan yang koheren atau membuat sesuatu seperti menyusun
Soal HOTS Matematika Tipe Analisis untuk SMP . . . Ansari, dkk. 55
suatu penemuan berdasarkan hipotesis berdasarkan kriteria yang telah diberikan, menentukan suatu
cara untuk membuat rancangan dan menyelesaikan tugas yang diberikan dan menghasilkan dengan
membuat suatu produk sesuai dengan deskripsi yang diberikan.
METODE
Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah pengembangan design research tipe
development study (Akker, 2006). Tujuan penelitian tipe ini adalah menghasilkan soal HOTS
matematika tipe analisis untuk siswa SMP. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2018/2019 di SMP Negeri 1
Palembang. Instrumen pengumpulan data berupa Walkthrough, tes, observasi dan wawancara.
Ada dua tahap dalam teknik pengumpulan data, yaitu walkthrough, tes, obeservasi dan
wawancara. (1) Walkthrough dilakukan dengan pakar pada saat expert review, (2) Tes dilakukan
guna mendapatkan data tentang hasil tes siswa dalam mengerjakan soal matematika berpikir tingkat
tinggi (HOTS) di SMP saat uji coba, (3) Observasi, (4) Wawancara dilakukan kepada siswa setelah
siswa mengerjakan soal matematika berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Hasil Penelitian
Pembahasan
Tahap one to one dilakukan secara parallel dengan tahap expert review. Pada tahap ini
siswa juga berperasn sebagai validator untuk prototipe 1. Tahap ini dilaksanakan pada tanggal 9
November 2018, dimana peneliti mengujikan soal-soal pada prototipe 1 kepada 3 orang siswa kelas
VIII.4 SMP Negeri 1 Palembang. Pada tahap ini peneliti mengujicobakan soal kepada 3 orang
siswa dengan masing-masing memmiliki kemampuan tinggi (FF ), sedang (RS ) dan rendah (RB ).
Hal ini bertujuan untuk mengamati respon dan kesulitan siswa pada saat mengerjakan setia butir
soal yang dikembangkan. Peneliti disini hanya bertindak sebagai fasilitator yang mengawasi dan
membantu apabila siswa menghadapi kendala dalam menjawab soal.
Dari tahap ini diperoleh analisis jawaban siswa dan observasi peneliti untuk mengetahui
kendala siswa saat penyelesaian soal. Berikut merupakan hasil analisis jawaban siswa setelah tahap
one to one.
Soal 1
Soal HOTS Matematika Tipe Analisis untuk SMP . . . Ansari, dkk. 57
Pada soal 1, ketiga siswa memahami soal dengan baik. Bahasa dan struktur kalimat yang
digunakan pada soal juga bisa dimengerti, tidak menimbulkan penafsiran ganda serta gambar yang
digunakan juga cukup jelas sehingga siswa tidak mengalami kesulitan yang berarti. Hanya saja ada
pertanyaan yang terlewatkan, yaitu pada saat diminta untuk mengurutkan data Negara peringkat
dari yang teringgi ke terendah berdasarkan data yang disajikan.
Setelah proses validasi expert review dan one to one selesai, peneliti melakukan revisi soal
di prototipe 1 berdasarkan hasil analisis dan komentar pakar. Hasil revisi dari prototipe 1 disebut
prototipe 2. Peneliti memilih untuk merevisi beberapa soal yang dianggap kurang cocok untuk
dijadikan soal HOTS, merevisi soal yang memiliki tingkat atau level yang tidak sesuai.
Peneliti memasukkan soal di atas karena berdasarkan kesimpulan hasil validasi dari expert
dan siswa bahwa soal tersebut sudah layak untuk diuji cobakan dan sesuai dengan karakteristik
HOTS C4 tipe analisis. Kemudian peneliti melakukan tahap small group dengan mnegujicobakan
soal yang sama. Hasil jawaban siswa dapat kita lihat pada gambar 3.
Dari jawaban siswa tersebut dapat kita lihat bahwa soal HOTS tipe anallisis yang telah
dihasilkan dapat dikatakan valid dan praktis, karena siswa tidak mengalami kesulitan dalam
menjawab soal. Siswa yang jawabannya ada kekurangan, berdasarkan hasil wwancara ternyata
mengalami kesulitan bukan karena soal (struktur, bahasa, konteks atau konten) melainkan siswa
belum terbiasa dalam mengerjakan soal tipe HOTS, sehingga mereka memumbutuhkan waktu yang
lebih lama untuk menganalis dan menemukan solusi dalam pemecahan masalah.
KESIMPULAN
Soal HOTS tipe analisis yang dikembangkan untuk anak SMP setelah divalidasi dan
diujicobakan, dinyatakan valid dan praktis untuk digunakan sebagai bahan latihan para siswa dalam
mengerjakan soal-soal HOTS. Karakteristik yang dibangun untuk soal ini adalah karakteristik
HOTS tipe analisis (C4). Kevalidan soal dapat dilihat dari segi konten dan konstruk, apakah soal
sudah sesuai dengan dominasi HOTS tipe analisis dan bahsa apakah sudah menggunakan bahasa
yang sesuai dengan EYD serta dapat dipahami siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, A. 2004. Design research in statistics education: On symbolizing and computer tools.
Utrecht, the Netherlands: CD Beta Press.
BSNP Indonesia, 2018. Penerapan Soal Model HOTS dalam Ujian Nasional Perlu Diimbangi dengan
Peningkatan Kemampuan Guru dan Siswa. Tersedia online: http://bsnp
indonesia.org/2018/04/21/penerapan-soal-model-hots-dalam-ujian-nasional-perlu-
diimbangi dengan-peningkatan-kemampuan-guru-dan-siswa/ (diakses 10 juli 2018).
De Lange. 2006. Mathematical Literacy for Living from OECD-PISA Perspective. Tsukuba
Journal of Educational Study in Mathematics 25, 13-35.
Dit. PSMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah. (2017). Panduan implementasi keterampilan
abad 21 kurikulum 2013 di SMA.
Info kemendikbud, 2017. Penting. Inilah perbedaan revisi k13 tahun 2017 dengan rpp k13 revisi
2016. Tersedia online: http://www.infokemendikbud.com/2017/07/penting-inilah-
perbedaan-revisi-k13.html (diakses 3 juli 2018).
Johar, Rahmah. 2012. Domain Soal PISA untuk Literasi Matematika. Jurnal Peluang, 1(1), 1-12.
Soal HOTS Matematika Tipe Analisis untuk SMP . . . Ansari, dkk. 59
Kemendikbud. 2017. Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS). Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
King, F.J., Goodson, L., Rohani, F. 2013. Higher Order Thinking Skills. Assesment evaluation
educational services program. A publication of the Educational Services Program.
Lewy, Zulkardi, dan Aisyah (2009). Pengembangan soal untuk mengukur kemampuan berpikir
tingkat tinggi pokok. Jurnal pendidikan matematika, 3(2).
Putri, R.I.I & Zulkardi. 2018. Soal HOTS matematika tipe PISA. (Konteks cabang olahraga
ASIAN GAMES).
Somakim, 2011. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa sekolah menengah
pertama dengan penggunaan pendidikan matematika realistik. Forum MIPA, 14(1), 42-48.
Sudianto, B., Darmawijoyo., Purwoko. 2009. Pengembangan soal matematika non rutin di SMA
Xaverius 4 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika, 3(2).
Susan M. Brookhart. 2010. How to Assess Higher-Order Thinking Skills in Your Classroom.
ISBN: 978-623-90050-0-9
Abstract
HOTS (High Order Thinking Skills) is a high level of competence in thinking (HOTS) is also the learning
demands of the 21st century, one of 21st century skills i.e. the ability of literacy. The purpose of this research
is to produce a valid HOTS practical problem and has the effect of potential. The method of this research is
to design research of type development studies (research development) with the preliminary stage or stages
of the preparation and formative evaluation(Tessmer, 1993; Zulkardi, 2006). The question of the HOTS has
been declared valid by the experts, then tested to some students. Research results showed the relevance of
math literacy abilities of students towards the settlement of the question of high order thinking (HOTS) type
analysis. The category includes students being able to solve problems of high order thinking (HOTS). Factors
that cause the students mistakenly in resolving problems such as the high order thinking is less
thorough/complete in reading matter, the difficulty of resolving a matter-based kontektual, a lack of
understanding of students against the question, the difficulty of changing the kebentuk math story problem.
Keywords: HOTS (High Order Thinking Skills), the ability of mathematical literacy
Abstrak
HOTS (High Order Thinking Skills) adalah kompetensi dalam berpikir tingkat tinggi (HOTS) juga
merupakan tuntutan pembelajaran abad 21, salah satu keterampilan abad 21 yakni kemampuan literasi.
Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan soal HOTS yang valid praktis dan memiliki efek potensial. Metode
penelitian ini adalah design research tipe development studies (penelitian pengembangan) dengan tahap
preliminary atau persiapan dan tahap formative evaluation (Tessmer, 1993; Zulkardi, 2006). Soal HOTS
dikembangkan berdasarkan framework C-4 (menganalisis), C-5 (evaluasi), dan C-6 (mencipta). Soal HOTS
tersebut telah dinyatakan valid oleh para pakar/ahli, kemudian diuji cobakan kepada beberapa orang siswa.
Hasil penelitian menunjukan kaitan dari kemampuan literasi matematika siswa terhadap penyelesaian soal
high order thinking (HOTS) tipe analisis. Siswa dikategorikan mampu menyelesaikan soal-soal high order
thinking. Faktor yang menyebabkan siswa keliru dalam menyelesaikan soal-soal high order thinking adalah
kurang teliti/lengkap dalam membaca soal, kesulitan menyelesaikan soal berbasis kontektual, kurangnya
pemahaman siswa terhadap soal, kesulitan mengubah soal cerita kebentuk matematika.
Kata kunci: HOTS (High Order Thinking Skills), kemampuan literasi Matematika
Cara Menulis Sitasi: Gusdinata, J. & Somakim (2018). Soal HOTS Tipe Analisis (C-4) Kaitannya Dengan
Kemampuan Literasi Matematika SMA. Dalam Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA Kita Tingkatkan Kualitas
Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA (hal. 60-68). Palembang, Indonesia.
Dalam kurikulum 2013 merupakan hasil revisi kurikulum sebelumnya dengan memperbaiki
beberapa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar agar sesuai dengan tuntutan pembelajaran
abad 21 (Syahlan 2015). Tuntutan pada abad 21 menuntut setiap individu mampu berpikir kritis,
kreatif, inovatif, bekerja sama, dapat berkomunikasi dengan baik, kolaborasi dan mampu
memecahkan masalah dalam menunjang produktivitas seseorang. Menurut hasil penelitian dari
CFEE Annual Research Digest 2016/2017 yang di salah satu bagian penelitiannya disimpulkan,
anak Indonesia masih belum siap dalam menyongsong abad 21. Anak Indonesia masih tertinggal
10 abad dari negara lain dalam menghadapi abad 21. Menurut CFEE Annual Research Digest juga
60
Soal HOTS Tipe Analisis(C-4) Kaitannya dengan Kemampuan Literasi . . . Gusdinata, J. & Somakim 61
berpendapat anak Indonesia baru siap pada abad 31 paparan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad
HOTS (High Order Thinking Skills) Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika seseorang
mendapat informasi baru dan disimpan kemudian diproses dan saling berkaitan atau menata ulang
atau memperluas informasi tersebut untuk mencapai tujuan atau menemukan kemungkinan
jawaban walaupun dalam kondisi yang ragu-ragu (Hidayati. A.U, 2017). Soal HOTS (High Order
Thinking Skills) dikembangkan berdasarkan level dalam taksnonomi Bloom revisi yakni
menggunakan framework C-4 (menganalisis), C-5 (evaluasi), dan C-6 (mencipta).
Literasi matematika diawali dengan dari permasalahan yang berasal dari dunia nyata.
Setelah itu kategorikan permasalahan ke dalam dua bagian, yaitu (1) kategori konteks, dan (2)
kategori matematis. Untuk pemecahan problematika kontekstual, seseorang harus menerapkan
beberapa konsep matematika yang relevan untuk solusi masalah ini. Aktivitas ini mengikutsertakan
kemampuan menerapkan pengetahuan dan keterampilan matematika, yang disebut PISA sebagai
kemampuan dasar matematika (Fundamental Mathematical Capabilities). Diawali dari
mengidentifikasi masalah kontektual, kemudian merumuskan masalah itu kebentuk matematika
berdasarkan konsep-konsep dan teorema-teorema yang terkait pada masalah. Sselanjutnya adalah
menggunakan strategi matematika untuk mendapatkan ‗penyelesaian matematika‘. Proses ini
menyertakan kegiatan seperti pengoprasikan, penalaran, dan berhitung. Penyelesaian matematika
yang dihasilkan kemudian diuraikan kembali dalam bentuk hasil yang berlaitan dengan
permasalahan sebelumnya. (OECD, 2013; Stacey, 2012).
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Design Research tipe Development
Study yang dibagi menjadi 2 tahap yaitu Preliminary atau persiapan dilakukan dengan menentukan
tempat dan subjek penelitian, mendesain instrumen soal yang terdiri dari kisi-kisi soal, kartu soal,
dan rubrik penskoran (Prototype awal) dan tahap Formative Evaluation melalui fase self
evaluation, expert reviews, one-to-one, small group¸dan field test (Tessmer, 1993; Zulkardi, 2006).
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA IT Al-Kautsar Lahat. Tekhnik
pengumpulan data yang digunakan yaitu analisis dokumen yang relevan, walk through, wawancara,
dan test.
62 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
Dalam penelitian ini untuk menghasilkan butir soal HOTS (High Order Thinking Skills)
Berpikir tingkat tinggi yang valid, praktis, dan memiliki efek potensial serta dikaitkan dengan
kemampuan literasi matematika yang sesuai dengan tuntutan pembelajaran abad 21 (21 st Century
Skill). Pembelajaran abad 21 terdiri atas kemampuan : Comunication (komunikasi), Collaboration
(kerja sama), Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan kerjasama), an Creativity
and Inovation ( daya cipta dan Inovasi). Soal HOTS (High Order Thinking Skills) yg didesain
menggunakan framework yang merujuk dari Taksonomi Bloom revisi yaitu level C-4
(menganalisis), C-5 (evaluasi), dan C-6 (mencipta). Berdasarkan Anderson & Krathwohl (2001)
dalam Kemendikbud ( 2017 ) dapat di kelompokkan bahwa Level 1 sampai 3 disebut dengan
kemampuan berpikir tingkat rendah (Low Order Thinking), sedangkan level 4 sampai 6 disebut
dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking) yang mencakup kemampuan
analisis, sintesis, evaluasi, dan kreativitas.
Dalam tulisan yang akan dibahas analisis soal HOTS (High Order Thinking Skills) pada
level C-4 (menganalisis) serta bagaimana kaitannya dengan kemampuan literasi matematika.
Penjelasan indikator yang menjadi tolak ukur kemampuan C-4 (menganalisis) Retnawati (2017)
dan kemampuan literasi matematika level 4 OECD (2014) adalah sebagai berikut :
Indikator Penjelasan
1. Berpikir/berbuat secara efisien dengan berbagai bentuk dalam situasi yang nyata tetapi
kompleks yang mungkin melibatkan pembatasan untuk membuat asumsi.
2. Memilih dan menyatukan representasi/gambaran yang berbeda, termasuk pada simbol,
mengaitkannya dengan kondisi nyata.
3. Menerapkankan berbagai kompetensinya yang minim dan menyatakan pendapat dengan
beberapa pandangan di konteks yang jelas.
4. Memberikan argumen dan mengkomunikasikannya disertai argumentasi berdasar pada
interpretasi/tafsiran dan tindakan mereka.
Soal yang didesain dikembangkan berdasarkan level C-4 (menganalisis), C-5 (evaluasi),
dan C-6 (mencipta) sebanyak 10 soal, namun yang akan dibahas disini hanya 2 soal dengan level
C-4 (menganalisis) dan dikaitkan dengan kemampuan literasi matematika. Pada tahap preleminary
dilakukan analisis silabus dan instrumen kurikulum 2013 serta dokumen lain yang relevan sehingga
diperoleh prototype awal berupa kisi-kisi soal, kartu soal, dan rubrik penskoran. Pada tahap Self
Evaluation peneliti mengevaluasi sendiri prototype awal. Pada tahap Expert Review penel peneliti
melakukan konsultasi kepada Dosen Universitas PGRI Palembang Dr.Destiniar, M.Pd, dan yang
kedua guru matematika SMA IT Al-kautsar Lahat yaitu ibu Efti Ayu Setya Pertiwi, S.Pd.
Untuk soal nomor 1 pendapat Dr.Destiniar, M.Pd hanya perbaiki gambar agar lebih
berwarna dan jelas, untuk soal nomor 8 tidak ada komentar. Sedangkan untuk Ibu Efti Ayu Setya
Pertiwi, S.Pd berpendapat untuk nomor 1 perbaiki gambar, dan nomor 8 sudah jelas.
Nomor
Soal Komentar
Soal
1 Dr.Destiniar, M.Pd
1. Perbaiki gambar.
64 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
8 Dr.Destiniar, M.Pd
1. Cukup jelas
Selanjutnya pada uji one to one dilakukan pada hari selasa 27 Desember 2018, bertempat di
ruang perpustakaan dengan 6 orang siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Seetelah
tes dilakukan dilakukan proses wawancara untuk mengetahui sejauh mana tercapainya indikator
level literasi matematika siswa yang tidak tampak pada hasil tes.
Tabel 4. Hasil Pekerjaan Siswa Uji One to One untuk Soal Nomor 1
Tabel 5. Hasil Pekerjaan Siswa Uji One-To One untuk Soal Nomor 8
Setelah uji coba one to one di lakukan uji coba small group yang dilaksanakan pada hari
sabtu 01 Desember 2018 diruang kelas dengan 2 kelompok siswa dengan masing-masing kelompok
terdiri dari tiga orang siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Setelah dilakukan uji
coba small group dilakukan proses wawancara. Berikut lembar jawaban siswa pada uji coba small
group, yang ditampilkan hanya 3 orang siswa.
Tabel 6. Hasil Pekerjaan Siswa Uji Small Group untuk Soal Nomor 1
Tabel 7. Hasil Pekerjaan Siswa Uji Small Group untuk Soal Nomor 8
Tahap terakhir adalah menentukan level kemampuan literasi matematika yang dicapai
masing-masing subjek indikator yang digunaakan adalah :membuat model matematika dalam
situasi yang konkret yang kompeleks . memilih dan menggabungkan representasi yang berbeda,
termasuk pada simbol, menghubungkannya dengan situasi nyata. menggunakan berbagai
keterampilannya yang terbatas dan mengemukakan alasan dengan beberapa pandangan di konteks
yang jelas. memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai argumentasi berdasar pada
interpretasi dan tindakan mereka (OECD, 2014).
Berdasarkan hasil analisis siswa dengan kemampuan rendah, siswa belum mampu
menyelesaikan beberapa soal yang sudah di berikan. Pada saat uji one to one siswa belum mampu
menyelsaikan soal nomor 1 hanya mampu mengidentifikasi soal tetapi belum mampu
menggunakan konsep matematika dalam penyelesaiannya. Untuk soal nomor 8 tidak dijawab.
Sedangkan uji coba small group terdapat kesalahan yang sama dengan saat uji one to one,
belum ada indikator yang terpenuhi. Berdasarkan hasil wawancara disimpulkan bahwa siswa
kesulitan memahami soal berbasis masalah, kurang mampu memahami soal,
Berdasarkan hasil analisis siswa dengan kemampuan sedang, siswa masih belum mampu
menyelesaikan soal yang sudah di berikan. Pada saat uji one to one penyelsaian soal nomor 1 hanya
mampu mengidentifikasi soal tetapi masih keliru dalam penggunaan rumus matematika dalam
penyelesaiannya. Untuk soal nomor 8 tidak dijawab.
Soal HOTS Tipe Analisis(C-4) Kaitannya dengan Kemampuan Literasi . . . Gusdinata, J. & Somakim 67
Sedangkan uji coba small group terdapat kesalahan dalam memahami soal, belum mampu
menafsirkan soal, belum ada indikator yang terpenuhi. Berdasarkan hasil wawancara disimpulkan
bahwa siswa kesulitan memahami soal cerita, bingung dalam menentukan rumus yang digunakan.
Berdasarkan hasil analisis siswa dengan kemampuan tinggi, siswa masih salah dalam
menterjemahkan soal cerita kebentuk trigonometri. Pada saat uji one to one penyelsaian soal nomor
1 kekeliruan terjadi dalam penggunaan rumus, kesalahan dalam membaca/memahami soal. Untuk
soal nomor 8 terjadi hal yang sama.
Sedangkan uji coba small group siswa sudah mampu mengidentifikasi soal berdasarkan
maalah yang ada, mampu menggunakan konsep utama yang akan di ukur, tapi terdapat kesalahan
dalam mengaitkan dengan konsep matematika yang berkaitan dengan penyelesaian. Sedangkan
untuk soal nomor 8 siswa telah mampu menggunakan konsep matematika yang didesain, terdapat
kesalahan dalam hasil akhir. Berdasarkan hasil wawancara beberapa faktor yang menjadi penyebab
kekeliruan adalah, belum mengerti konsep, belum mampu mengubah soal cerita kebentuk
matematika, belum terbiasa dengan soal cerita.
Indikator yang terpenuhi adalah membuat model matematika dalam situasi yang konkret
yang kompeleks, memilih dan menggabungkan representasi yang berbeda, termasuk pada simbol,
menghubungkannya dengan situasi nyata.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka disimpulkan bahwa: Siswa yang menjadi
subyek dalam penelitian ini (ditinjau dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, rendah) masih
belum terbiasa dengan soal-soal berbasis masalah yang membutuhkan pemikiran tingkat tinggi.
Masih terbiasa dengan soal bersifat hapalan dan penerapan dan sifatnya konkret, sehingga perlu ada
metode lain untuk melatih siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbasis masalah yang
membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi
Ditinjau pada tulisan ini, khususnya pada bagian pembahasan maka diperoleh saran
yaitu:Untuk melakukan penelitian yang sama, dibutuhkan soal kontekstual yang lebih bervariasi
dari berbagai konteks nyata, Dibutuhkan pembelajaran yang lebih bervariasi agar terbiasa dengan
soal-soal sejenis. Perlu strategi khusus dalam proses pembelajaran matematika berbasis HOTS,
untuk memperoleh peningkatan kemampuan literasi matematika.
68 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
DAFTAR PUSTAKA
Asmara. A.S,. S. B. Waluya, Rochmad. Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas X
Berdasarkan Kemampuan Matematika. Universitas Buana Perjuangan, Universitas Negeri
Semarang.
Anderson, L., & Krathwohl, D. A. 2001. Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing: A
Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman.
Kemendikbud. 2017. Modul Penyusunan soal Higher Order Thinking Skill (HOTS). Jakarta.
Kemendikbud.
OECD. 2014. PISA 2012 Assessment and Analytical Framework: Mathematics, Reading, Science,
Problem Solving and Financial Literacy. Paris: OECD Publishing.
OECD. 2017. How does PISA for Development measure mathematical Literacy. Paris. OECD
Retnawati. R,. 2017. Desain Pembelajaran Matematika Untuk Melatih Higher Order Thinking
Skill. Yogyakarta. Uny Press.
Stacey, K. (2010). Mathematical and Scientific Literacy Around The World. Journal of Science and
Mathematics Education in Southeast Asia, 33(1), 1-16.
Syahlan. 2015. Literasi Matematika Dalam Kurikulum 2013. Jurnal Penelitian, Pemikiran dan
Pengabdian. 3 (1). 36-41
Suryapuspitarini.B.K, Wardono, & Kartono, 2018, Analisis Soal-Soal Matematika Tipe Higher
Order Thinking Skill (HOTS) pada Kurikulum 2013 untuk Mendukung Kemampuan Literasi
Siswa, Prosiding Seminar Nasional Matematika
Abstract
Ethnomatematics is mathematics that grows and develops in a particular culture. This writing is to make a
study of mathematics education related to ethnomatematics in the traditional house of South Sumatra. The
purpose of this paper is to examine the interrelationships between mathematics and culture found in South
Sumatra traditional houses where the parts are geometric in shape and have ethnomatatics in them, so
ethnomatematics of traditional houses in South Sumatra as traditional houses are not forgotten and even
disappear over time. The result of this study is that there is the influence of learning geometry material using
the context of South Sumatra's traditional house on students' mathematics learning outcomes and is expected
to facilitate students and teachers in mathematics learning especially geometry material.
Abstrak
Etnomatematika merupakan matematika yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah kebudayaan tertentu.
Penulisan ini untuk membuat kajian pendidikan matematika yang berhubungan dengan etnomatematika pada
rumah adat Sumatera Selatan. Tujuan dari penulisan ini adalah mengkaji tentang keterkaitan antara
matematika dan budaya yang terdapat dalam rumah adat Sumatera Selatan dimana bagiannya berbentuk
geometris yang memiliki aspek matematis dan terdapat etnomatematikanya di dalamnya, sehingga
etnomatematika rumah adat Sumatera Selatan sebagai rumah adat tidak dilupakan bahkan hilang seiring
perkembangan zaman. Hasil dari kajian ini adalah terdapat pengaruh pembelajaran materi geometri
menggunakan konteks rumah adat Sumatera Selatan terhadap hasil belajar matematika siswa dan diharapkan
dapat memfasilitasi siswa dan guru dalam pembelajaran matematika khususnya materi geometri.
Cara Menulis Sitasi: Matdin, A.S.M. & Somakim. (2018). Desain Pembelajaran Materi Geometri
Menggunakan Konteks Rumah Adat Sumatera Selatan. Dalam Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA Kita
Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA (hal. 69-79).
Palembang, Indonesia.
Matematika dan budaya merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari,
karena budaya merupakan kesatuan yang utuh dan bersifat menyeluruh yang berlaku dalam suatu
masyarakat, sedangkan matematika merupakan pengetahuan yang digunakan manusia dalam
menyelesaikan masalah sehari-hari. Namun terkadang matematika dan budaya dianggap sebagai
sesuatu yang terpisah dan tidak berkaitan.
69
70 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
oleh latar budayanya, karena yang mereka lakukan berdasarkan apa yang mereka lihat dan rasakan.
Budaya mempunyai peran yang sangat besar pada perkembangan pemahaman individual, termasuk
pada pembelajaran matematika.
Astri Wahyuni, dkk (2013:2) menyatakan bahwa salah satu yang dapat menjembatani
antara budaya dan pendidikan matematika adalah etnomatematika. Istilah etnomatematika
diperkenalkan oleh seorang matematikawan Brazil pada tahun 1977 yang bernama D‘Ambrosio.
Secara bahasa, awalan ―ethno‖ diartikan sebagai sesuatu yang mengacu pada konteks sosial
budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan symbol, ―mathema‖ cenderung berarti
menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur,
mengklasifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan sedangkan ―tics‖ berasal dari techne, dan
bermakna sama seperti teknik. Dengan demikian etnomatematika memiliki pengertian lebih luas
dari hanya sekedar ethno (etnik) maka secara bahasa etnomatematika dapat didefinisikan sebagai
antropologi budaya (culture antropologi of mathematics) dari matematika dan pendidikan
matematika.
Etnomatematika merupakan matematika yang terdapat dalam suatu budaya tertentu. Dalam
budaya Sumatera Selatan yang terkenal dengan kerajaan sriwijayanya banyak etnomatematika yang
diterapkan dalam kehidupan sehari hari (Rini: 2018). Hubungan antara matematika dan budaya
khususnya rumah adat Sumatera Selatan, dimana bagian-bagiannya merupakan susunan teratur dari
bentuk geometris yang memiliki aspek matematis dan terdapat etnomatematika didalamnya,
Budaya tersebut merupakan sumber atau dasar dari matematika yang ada di Sumatera Selatan.
Rumah adat Sumatera Selatan yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan rumah khas daerah
lainnya di Indonesia tanpa disadari terdapat etnomatematika yang sangat jarang diketahui orang,
sehingga penulis tertarik dan berupaya untuk mengkaji lebih jauh terutama dalam rancang bangun
rumah adat dengan nilai etnomatematika secara lengkap dan lebih rinci. Dengan harapan bahwa
etnomatematika rumah adat khas Sumatera Selatan tidak dilupakan atau bahkan hilang seiring
dengan perkembangan zaman, dan dapat diintegrasikan pada kurikulum sampai pada rencana dan
pelaksanaan pembelajaran dikelas sehingga dapat lebih dipahami oleh peserta didik karena lebih
disesuaikan dengan konteks rumah adat Sumatera Selatan, sekaligus membantu peserta didik
meningkatkan kemampuan matematika dalam berbagai konteks, dapat berpikir secara matematis
menurut budaya dan tradisi mereka.
METODE
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah design research. Subjek
penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Muara Enim dan seorang guru yang mengajar di
kelas tersebut sebagai guru model.
Desain Pembelajaran Materi Geometri Menggunakan Konteks . . . Matdin, A.S.M. & Somakim 71
Pada tahap ini peneliti mengkaji literatur tentang konteks rumah adat Sumatera
Selatan, pendekatan PMRI, kurikulum dan metode design research sebagai landasan dalam
mendesain lintasan belajar.
Pada tahap ini, semua data yang diperoleh selama teaching experiment dianalisis.
HLT berfungsi sebagai acuan utama untuk menentukan hal-hal apa saja yang menjadi
fokus dalam melakukan analisis.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini untuk setiap tahap
diuraikan sebagai berikut:
Preliminary Design
Pada tahap preliminary design, teknik pengumpulan data yang digunakan antara
lain observasi kelas, wawancara dengan guru, dan kajian literature.
Pada tahap pilot experiment, teknik pengumpulan data yang digunakanantara lain
tes, observasi, wawancara, dokumentasi.
Teaching Experiment
pada pilot experiment yaitu tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Perbedaannya
terletak pada observasi yang terdiri dari observasi kelas dan observasi kelompok.
Design research merupakan penelitian kualitatif, maka teknik analisis data pada
penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan memperhatikan hasil pengumpulan data
yang dilakukan. Selain menganalisis hasil tes tertulis siswa, analisis data pada metode
design research ini dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan selama proses
pembelajaran dengan HLT yang telah didesain. Dalam retrospective analysis peranan HLT
yang telah dirancang dibandingkan dengan proses pembelajaran yang dilakukan siswa
sehingga dapat dilakukan penyelidikan dan dijelaskan bagaimana siswa memperoleh
konsep dasar dalam materi geometri.
Pengertian Etnomatematika
Dalam bidang matematika, etnomatematika masih merupakan kajian yang baru dan
berpotensi sangat baik untuk dikembangkan menjadi inovasi pembelajaran kontekstual sekaligus
mengenalkan budaya Indonesia kepada peserta didik. Budaya akan mempengaruhi perilaku
individu dan mempunyai peran yang besar pada perkembangan pemahaman individual, termasuk
pembelajaran matematika (Bishop 1991). Sebagaimana dikatakan Shirley (2008) bahwa sekarang
ini bidang etnomatematika dapat digunakan sebagai pusat proses pembelajaran dan metode
pembelajaran, walaupun masih relatif baru dalam dunia pendidikan.
Desain Pembelajaran Materi Geometri Menggunakan Konteks . . . Matdin, A.S.M. & Somakim 73
Sumatera Selatan yang telah sejak lama berkembang dan bahkan sempat menjadi pusat
perniagaan Nusantara di masa silam. Hilir mudik pelaut dan pedagang dari penjuru dunia yang
singgah di Sumatera Selatan sejak masa kekuasaan Kerajaan Sriwijaya telah banyak mempengaruhi
peradaban masyarakat di provinsi ini. Meskipun demikian, kearifan lokal dari suku aslinya mampu
menyaring budaya luar yang datang. Salah satu kearifan lokal tersebut misalnya bisa kita temukan
pada rumah adat Sumatera Selatan. Selain menjadi ikon budaya, di masa silam rumah adat
Sumatera Selatan juga berfungsi sebagai tempat tinggal masyarakat Suku daerah tersebut. Untuk
menunjang fungsi tersebut, rumah adat Sumatera Selatan dibagi menjadi beberapa bagian sesuai
dengan peruntukannya.
Salah satu cara yang ditawarkan oleh Adam (2004) adalah dengan memanfaatkan
pendekatan ethnomathematics sebagai awal dari pengajaran matematika formal yang sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta didik. Hal ini sejalan dengan tuntutan kurikulum 2013 yang
menekankan peserta didik mampu memecahkan masalah matematika berupa soal-soal cerita yang
bersifat kontekstual, sehingga suatu masalah matematika dapat berkaitan langsung dengan obyek
nyata. Selain itu, masalah matematika dapat melatih daya pikir peserta didik sehingga memiliki
kompetensi daya nalar yang baik, karena itu sudah semestinya pembelajaran matematika diinovasi
sehingga mampu memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah matematika yang bersifat
kontekstual. Marsigit (2016) kembali mengatakan salah satu aspek yang dapat dikembangkan untuk
inovasi pembelajaran adalah budaya lokal setempat. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran
dapat bermakna kontekstual jika dikombinasikan dengan budaya atau kearifan lokal. Agar dapat
merealisasikan pembelajaran tersebut, maka terlebih dahulu diperlukan identifikasi, peninggalan-
74 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
peninggalan budaya lokal yang berpotensi adanya keterkaitan dengan konsep-konsep dalam
matematika, seperti berupa adat istiadat, bangunan sejarah dan rumah adat. Pembelajaran
matematika yang bernuansa budaya akan memberikan kontribusi yang besar terhadap matematika
sekolah, karena sekolah merupakan institusi sosial yang berbeda dengan yang lain sehingga
memungkinkan terjadinya sosialisasi antara beberapa budaya.
Konsep barisan:
Kekongruenan
Rumah adat Empat Lawang
Desain Pembelajaran Materi Geometri Menggunakan Konteks . . . Matdin, A.S.M. & Somakim 75
Kekongruenan
76 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
Konsep barisan:
Pola barisan dari susunan tangga
pada lantai terbawah sampai lantai
teratas.
Kekongruenan
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa
pada rumah adat Sumatera Selatan terdapat banyak konsep etnomatematika seperti bidang datar
misalnya lingkaran, persegi, persegi panjang dan bangun ruang misalnya balok, kubus, trapesium,
78 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
limas terpancung, prisma dan sebagainya. Pola atau bentuk pada bagian-bagian rumah adat
Sumatera Selatan ini dapat menjadi alternatif sumber belajar matematika pada materi konsep
geometri, dan geometri tranformasi yang dapat menambah wawasan peserta didik mengenai
keberadaan matematika yang ada pada salah satu unsur budaya khususnya pada rumah adat
Sumatera Selatan yang mereka miliki, serta meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam
mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari dengan situasi dunia nyata. Sehingga mengenal
etnomatematika rumah adat menjadi budaya yang tidak dilupakan bahkan hilang seiring dengan
perkembangan zaman, dan dapat lebih dipahami oleh semua masyarakat terutama pada para
pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran matematika agar bisa lebih disesuaikan dengan
konteks Provinsi Sumatera Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bishop, J.A. (1991). The Symbolic Technology Calet Mathematics its Role in Education. Bullatin
De La Societe Mathematique De Belqique XLIII. Diunduh dari:
https://www.researchgate.net/publication/255590052.
D'Ambrosio, U. (2004). Peace, Social Justice and Ethnomatematics. The Montana Mathematics
Enthusiast, ISSN 1551-3440 Monograph 25-34. Diunduh dari:
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.503.9296&rep=rep1&type=pdf.
Rini, Herlina. (2018). Etnomatematika dalam Budaya Rumah Adat Palembang. Prosiding Seminar
Nasional Etnomatnesia ISBN: 978-602-6258-07-6. P 849-858. Diunduh dari:
http://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/etnomatnesia/article/view/2428.
Rosa, M., dan D.C. Orey. (2011). Ethnomathematics: The Cultural Aspects of Mathematics.
Revista Latinoamericana de Etnomatematica, 4 (2). 32 - 54. Diunduh dari:
https://www.google.com/search?q=Rosa%2C+M.%2C+dan+D.C.+Orey.+%282011%29.+Et
hnomathematics%3A+The+Cultural+Aspects+of+Mathematics.&ie=utf-8&oe=utf-
8&client=firefox-b-ab.
Shirley, L. (2008). Looks Back Ethnomathematics and Look Forward. Journal International
Congress of Mathematics Education. Diunduh dari:
https://scholar.google.com/scholar?cluster=1930143286814967528&hl=en&oi=scholarr.
Abstract
This research is a qualitative descriptive study that aims to analyze the conception of secondary school
teachers on HOTS. The subjects in the study were middle and high school mathematics teachers in
Palembang. To obtain data, three types of instruments were used, namely questionnaires, interviews, and
document analysis. There is a very sharp gap between the curriculum and the teacher's conception in
implementing it. The curriculum has undergone rapid and substantive changes, but the teacher's perspective
has not changed. The teacher thinks that difficult questions are included in the HOTS problem.
Keywords: HOTS, Mathematics Teacher‘s Conception
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis konsepsi guru
sekolah menengah terhadap soal HOTS. Subjek di dalam penelitian adalah guru-guru matematik SMP dan
SMA di kota Palembang. Untuk memperoleh data, digunakan tiga jenis instrumen, yaitu angket, wawancara,
dan analisis dokumen. Ada kesenjangan yang sangat tajam antara kurikulum dengan konsepsi guru dalam
mengimplementasikannya. Kurikulum sudah mengalami perubahan yang cepat dan substantif, tapi cara
pandang guru tidak berubah. Guru beranggapan bahwa soal yang sulit adalah termasuk dalam soal HOTS.
Cara Menulis Sitasi: Indaryanti, Scristia, & Meryansumayeka. (2018). Analisis Konsepsi Guru Matematika
Sekolah Menengah terhadap High Order Thinking Skill (HOTS). Dalam Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA
Kita Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA (hal. 80-91).
Palembang, Indonesia.
Menurut Anderson dan Krathwohl (2001), soal HOTS adalah soal yang merujuk pada
dimensi proses berpikir pada level menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi ide. Kemampuan-
kemampuan ini merupakan bagian dari kemampuan yang sangat penting untuk pencapaian
kompetensi abad ke-21 yang terdiri dari kemampuan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan
komunikatif yang sangat diperlukan untuk kebutuhan siswa dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari (Noer, 2009; Grifin & Care, 2015).
80
Analisis Konsepsi Guru Matematika Sekolah Menengah . . . Indaryanti, Scristia, & Meryansumayeka 81
bahwa mata pelajaran matematika diberikan kepada siswa untuk membekali siswa dengan
kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama,
memahami konsep matematika, menaalar, menyusun bukti dan menghubungkaitkan gagasan
matematika dengan simbol, tabel, gambar atau media lain untuk menjelaskan suatu situasi atau
masalah. Selanjutnya, di dalam Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) juga
dinyatakan bahwa pendekatan penyelesaian masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
matematika yang meliputi masalah tertutup dengan penyelesaian tunggal, masalah terbuka dengan
penyelesaian tidak tunggal dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Secara tersirat
peraturan ini menuntut penggunaan soal HOTS di dalam pembelajaran matematika di sekolah. Soal
HOTS merupakan jenis soal standar pada tes internasional.
Namun kenyatannya, di Indonesia sendiri penggunaan soal HOTS ini menjadi ramai pasca
pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tingkat SMA dan SMP tahun 2018,
Masyarakat Indonesia khususnya ahli pendidikan ramai memperdebatkan penggunaan soal HOTS
(High Order Thingking Skill) yang ada di dalam soal-soal UNBK matematika, mengingat
banyaknya keluhan siswa terhadap sulitnya soal-soal HOTS ini. Kondisi ini sebenarnya bukanlah
hal yang kontradiktif mengingat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal berpikir tinggi
matematika secara nasional dan internasional memang masih memprihatinkan. Mendikbud sendiri
memiliki alasan mengapa mulai menerapkan 20% soal-soal HOTS pada UNBK tahun ini. Menurut
Menteri, hal ini merupakan salah satu cara untuk mengejar ketertinggalan pendidikan Indonesia
dari negara-negara lain. Berdasarkan data prestasi pada hasil PISA pada tahun 2015, skor siswa
Indonesia pada bidang matematika hanya 386 yang masih terkategori rendah dan masih berada
pada level 3 kebawah (OECD, 2015).
Rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia ini secara umum
disebabkan karena siswa belum terbiasa dengan penyelesaian soal HOTS pada pembelajaran.
Berdasarkan data analisis hasil TIMSS 2015 menunjukkan bahwa siswa Indonesia cenderung
menguasai soal-soal yang bersifat rutin, komputasi sederhana, yang menekankan aspek ingatan dan
kurang melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. serta mengukur pengetahuan
terhadap fakta yang berkonteks keseharian (Jailani & Budiman, 2014; Tim Puspendik, 2016).
Kondisi ini diperparah dengan pembelajaran matematika saat ini lebih fokus pada kemampuan
prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan kelas monoton, low order thinking skill yang
bergantung pada buku paket dan lebih dominan menyelesaikan soal rutin serta pertanyaan tingkat
rendah (Lewy, 2009).
pemahaman (konsepsi) yang dimiliki guru, sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai misi
yang digariskan kurikulum. Tidak serasinya antara konsepsi guru terhadap standar penilaian
kurikulum 2013, merupakan salah satu faktor yang bisa saja menghambat terlaksananya penilaian
yang sesuai dengan standar penilaian kurikulum 2013 itu sendiri.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menganlissis
konsepsi guru sekolah menengah terhadap soal HOTS. Subjek di dalam penelitian adalah guru-
guru matematik SMP dan SMA di kota Palembang dengan kriteria (1) memiliki pengalaman guru
lebih dari atau sama dengan sepuluh tahun dan memiliki sertifikat pendidik; (2) direkomendasi
oleh Kepala Sekolah untuk bekerjasama dengan baik di dalam penelitian; (3) bersedia untuk
terlibat di dalam penelitian. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang
konsepsi guru sekolah menengah terhadap soal HOTS. Untuk memperoleh data ini, digunakan tiga
jenis instrumen, yaitu angket, wawancara, dan analisis dokumen. Pada tahap analisis data, peneliti
akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih dan memfokuskan pada hal-hal yang penting,
sesuai dengan indikator (Sugiyono, 2014).
b. Coding Data
Data yang diperoleh dari langkah di atas, kemudian dikelompokkan ke dalam tema (indikator)
tertentu dan diberi kode untuk melihat kesamaan pola temuan. Coding data diberikan
berdasarkan informasi yang diperoleh melalui tes, pengamatan, dan wawancara. Data
dikelompokkan ke dalam tema tertentu dan diberi kode untuk melihat kesamaan pola temuan.
c. Penyajian Data
Setelah data direduksi dan diberi kode, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel,
grafik, dan sejenisnya (Sugiyono, 2007),
d. Conclusion Drawing/verification
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi
(Miles and Huberman, 2014). Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,
dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
Analisis Konsepsi Guru Matematika Sekolah Menengah . . . Indaryanti, Scristia, & Meryansumayeka 83
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel (Sugiyono, 2007)
Penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap, seperti tergambar dalam alur
penelitian berikut:
Analisis Penulisan
Perencanaan Penelitian
Data Laporan
Memilih Kumpulkan
Membuat proposal subyek data :
penelitian
berdasarkan Dokumen,
Mengembangkan transkip
kriteria
instrumen wawancara,
hasil observasi
Koding data
Studi Pustaka Penyebaran
angket,
Bagian ini memuat hasil atau data penelitian, analisis data penelitian, jawaban dari
pertanyaaan penelitian, dan analisis terhadap temuan selama penelitian. Peneliti telah melakukan
wawancara terhadap peserta kajian sebanyak dua orang guru untuk memahami bagaimana
pemahaman guru terhadap penggunaan HOTS dalam pembelajaran. Kedua orang peserta yang
terlibat dalam kajian ini adalah dua buah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Palembang.
Analisis kajian dibuat berdasarkan transkripsi hasil observasi pengajaran di kelas dan
84 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
Dapatan kajian untuk setiap peserta kajian akan dibagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama akan membicarakan soalan kajian pertama tentang konsepsi terhadap HOTS. Bagian kedua
membicarakan pelaksanaan HOTS di kelas untuk menjawab soalan kajian kedua dan ketiga tentang
mengapa dan bagaimana pelaksanaan HOTS di dalam kelas.
Responden Pertama-Anin
Anin (bukan nama sebenarnya), adalah seorang guru wanita dari sebuah sekolah menengah
di Kota Palembang. Beliau berusia 28 tahun berkelulusan ijazah sarjana dan telah diberikan
perakuan untuk mengajar matematika. Beliau secara sukarela bersedia menjadi peserta kajian.
Observasi terhadap Anin melibatkan pengajaran Kelas Sebelas Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
SMA dengan pelajar sebanyak 35 orang. Observasi pengajaran dilakukan sebanyak 2 kali yang
melibatkan konsep Dimensi Tiga, Barisan dan Deret. Masing-masing sesi observasi dilengkapi
dengan wawancara prapengajaran dan pascapengajaran.
Konsepsi Anin tentang peranan penggunaan HOTS adalah, HOTS adalah soal pemecahan
masalah. Berdasarkan RPP yang dibuat Anin, juga tidak tampak bahwa soal yang dirancang Anin
adalah soal pemahaman masalah. Di RPP Anin memulai dengan memberikan Motivator yang
diperankan Anin hanya menyampaikan pentingnya materi. Hal ini didukung oleh wawancara
prapengajaran berikut:
“siswa itu kalo dikelas dak boleh kito yang ngasih materi, kito guru Cuma ngasih
motivasi be, guru kan motivator dikelas, jadi soal tuh langhsung dikasih gek
mereka dewek yang diskusikannyo, kito dampingin mereka be”(Anin-
Prapengajaran-1/01).
Ketika ditanya lebih lanjut apakah hanya dengan ucapan sudah cukup memberikan
motivasi kepada pelajar. Selanjutnya Anin merespon sebagai berikut:
Analisis Konsepsi Guru Matematika Sekolah Menengah . . . Indaryanti, Scristia, & Meryansumayeka 85
“Motivasi dengan soal-soal yang bentuknyo cak ini, kiro-kiro kagek beguno untuk
apo”(Anin-Prapengajaran-1/02).
Peranan guru dalam penggunaan HOTS yang dituliskan oleh Anin ternyata terbatas pada
memberikan soal pada siswa.
Pendapat Anin tersebut ternyata tidak jauh berbeda dengan yang terjadi saat proses
pembelajaran di kelas. Di awal pembelajaran Anin mengatakan: “ini ibu ada soal bagus, silahkan
kalian diskusikan bagaiman penyelesaiiannya, materi ini penting untuk kalian menyelesaikan soal-
soal di akhir nanti” (Anin-Pengajaran-1/01).
Peranan guru dalam menggunakan soal HOTS yang dituliskan oleh Anin ternyata masih
terbatas pada memberikan soal-soal biasa, pada wawancara prapengajaran-2 dilakukan konfirmasi
terhadap RPP yang dituliskan Anin. Selama wawancara prapengajaran-2, Pertanyaan yang sama
diberikan pada Anin “apa yang dimaksud Ibu mencari informasi dalam soal kepada siswa?”.
Respon Anin berbeda dengan respon sebelumnya: “Untuk mempersiapkan siswa menyelesaikan
soal” (Anin-Prapengajaran-2/01).
Untuk menimbulkan respon pelajar yang dimaksud Anin belum terlihat jelas, timbul
pertanyaan mengapa? Anin menjelaskan lebih terperinci, yaitu:
“agar siswa terbiasa dengan soal-soal, siswa harus diberi soal yang menantang
dan dikerjakan terlebih dahulu oleh siswa tanpa kita memberikan materi
diawalnyo.‖ (Anin-Prapengajaran-2/02).
G : Hari ini kita akan melanjutkan mengenai bab berikutnya iaitu Induksi
Matematik, sudah dibaca kemarin ? Sebelum kesini kita lihat dulu
tahu tidak penalaran. Penalaran induktif dan deduktif, di buku sudah
ada tau dibaca atau tidak, kemudian kita akan menggunakan induksi
matematik untuk membuktikan suatu pernyataan. Pernah dengar kata
penalaran, nalar apa nalar ?
86 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
S : Nyambung
(Anin-Pengajaran-2/01).
Di awal pembelajaran Anin mengajukan pertanyaan untuk mendorong rasa ingin tahu
pelajar. Pelajar yang perhatian motivasinya telah timbul nampak asyik dalam melakukan tugas,
semangat dan kualitas responnya tinggi, ada pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan, dan cepat
mereaksi terhadap pertanyaan-pertanyaan guru.
Selain menimbulkan rasa ingin tahu pelajar, pada pengajaran-2 Anin juga mengemukakan
ide-ide yang bertentangan dengan mengajukan masalah. Seperti petikan pengajaran-2 berikut:
“Cuba lihat ini, carilah informasi yang ada pada soal, dan diskusikan dengan
teman kalian utk menyelesaikannya?”
(Anin-Pengajaran-2/02).
Pada wawancara pascapengajaran-2, Anin masih belum memahami soal HOTS itu yang
seperti apa. Penggunaan HOTS yang dituliskan oleh Anin ternyata terbatas pada soal pemecahan
masalah. Pada wawancara prapengajaran-3 dilakukan konfirmasi terhadap soal yang dituliskan
Anin di LKS. Selama wawancara prapengajaran-3, pertanyaan yang sama diberikan pada Anin,
beliau mendiskusikan tentang bagaimana soal yang dapat menggali HOTS siswa di kelas. Anin
memandang bahwa guru dalam menggali HOTS siswa harus menggunakan soal pemcahan
masalah. Terlihat dari petikan wawancara ketika ditanya tujuan Anin memberikan soal pemechaan
masalah untuk mengajak siswa berdiskusi dengan temannya, berikut jawapan Anin:
“Pelajar akan berhasil dalam belajar, jika siswa sudha terbiasa dengan soal
pemecahan masalah” (Anin-Pascapengajaran-3/01).
Pendapat Anin tentang “keinginan untuk belajar menggunakan soal pemecahan masalah”
menunjukkan bahwa Anin memahami bahwa prinsip pertama dalam aktivitas pengajaran adalah
keinginan untuk mengguanakan soal tingkat tinggi yang dapat memancing siswa untuk berpikir dan
berdiskusi.
Anin mengganggap bahwa evaluasi yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran adalah
suatu bentuk motivasi guru kepada pelajar untuk lebih rajin belajar. Pemahaman Anin pada
pengajaran-2 masih sama pada saat prapengajaran dan pascapengajaran. Anin masih belum jelas
memahami evaluator, Anin hanya memahami bahwa sebagai evaluator Anin hanya berperan dalam
mengembangkan alat tes yang akan digunakan untuk mengevaluasi seberapa jauh pemahaman
pelajar terhadap materi.
Analisis Konsepsi Guru Matematika Sekolah Menengah . . . Indaryanti, Scristia, & Meryansumayeka 87
Namun ketika dalam pengajaran 2, Anin tidak menunjukkan bahwa ia telah memberikan
soal dengan karakteristik HOT, wawancara selanjutnya dilakukan konfirmasi terhadap pengajaran-
2, mengapa ibu meminta siswa untuk melakukan analisis pada soal, “kerana siswa menganalisis
sendiri soal yang diberikan, dan menganalisis jawabannya mengarah kemana” (Anin-
Pascapengajaran-4/04).
Dari percakapan tersebut dan dari pengajaran yang Anin lakukan, Anin keliru dalam
memahami soal HOT, soal HOT adalah soal yang memang mengarah pada kemampuan
menganalisis ke atas pada Taksonomi Bloom C4, C5 dan C6, namun ketika dilihat dokumen soal
yang Anin berikan pada siswa, soal tersebut bukan soal yang mengukur tentang kemampuan
analisis. Bukti ini menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan antara yang tertulis dan yang Anin
katakan tentang kemampuan C4, C5 dan C6 yang biasa ia ukur.
Respon Anin yanag terakhir telah menunjukkan bahwa Anin belum menggunakan soal
HOT dalam pembelajaran matematika, hal ini dikarenakan Anin belum memahami apa itu soal
HOT, soal yang seperti apa, dan berbentuk apa.
Responden Kedua-Anggun
Anggun (bukan nama sebenarnya), adalah seorang guru wanita dari sebuah sekolah
menengah di Kota Palembang. Beliau berusia 29 tahun berkelulusan ijazah sarjana dan telah
diberikan perakuan untuk mengajar matematika. Beliau secara sukarela bersedia menjadi peserta
kajian. Observasi terhadap Anggun melibatkan pengajaran Kelas Sebelas Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) SMA dengan pelajar sebanyak 30 orang. Observasi pengajaran dilakukan sebanyak 2 kali
yang dengan materi Logaritma dan Persamaan Trigonometri. Masing-masing sesi observasi
dilengkapi dengan wawancara prapengajaran dan pascapengajaran.
Konsepsi Anggun tentang penggunaan HOTS dalam pembelajaran adalah HOTS adalah
―kemampuan siswa menggunakan seluruh pemahaman konsep yang dimiliknya, penalara , critical
thinking, mengkomunikasikan dan beberapa kemampuan tingkat tinggi lainnya untuk menganalisis
suatu permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan cara rutin‖. Berdasarkan RPP yang
dirancang oleh Anggun, Anggun tidak merancang kemampuan akhir yang harus muncul pada siswa
adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi, tetapi kemampuan siswa dalam menyelesaikan
88 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
permasalahan terkait dengan materi yang telah dipelajari. Seperti pada cuplikan wawancara berikut
:
P : Tidak bisa diselesaikan dengan cara rutin juga merupakan makna bahwa
soal tersebut merupakan soal pemecahan masalah, jadi menurut ibu,
apakah sama dengan kita memberikan soal pemecahan masalah itu
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa?
Dari cuplikan tersebut, terlihat bahwa soal yang diberikan oleh guru Anggun sampai pada
tahap menganalisis, dan ketika dilihat pada saat pengajaran-1, Anggun menggunakan tabel grafik
fungsi untuk meminta siswa menganalisis sin, cos, dan tan.
Tampak bahwa dalam proses pembelajaran Indah telah mengajak siswa untuk terlibat
dalam proses pembelajaran, dengan diberikan stimulus melalui tabel grafik fungsi kemudian
meminta siswa untuk melakkukan analisis melalui pertanyaan-pertanyaan seputar grafik fungsi
yang ia berikan.
Pada wawancara prapengajaran-2, yang sebelumnya dilakukan analisis terhadap RPP dan
LKS yang dirancang oleh Indah, Indah menuliskan soal open ended. Berdasarkan hasil wawancara
dengan Indah :
P : Disini ibu menuliskan akan memberikan soal open ended pada siswa,
bagaimana cara ibu mengukurnya?
G : dengan memberikan soal cak di LKS ini, (sambil menunjukkan LKS), ado
pertanyaan yang “adakah cara lain” dan “Bagaimana jika fungsi....”
Analisis Konsepsi Guru Matematika Sekolah Menengah . . . Indaryanti, Scristia, & Meryansumayeka 89
(Anin-praPengajaran-2/01)
Untuk melihat bagaimana keterlaksanaan Anggun dalam menggunakan soal open ended
yang dimaksudnya, apakah yang dirancang dan yang dipahami Anggun terjadi kesesuaian. Berikut
petikan pengajaran-2 Anggun dengan pelajar:
pada wawancara pascapengajaran-2, Anggun telah memahami soal yang dapat menggali HOTS itu
seperti apa. Penggunaan HOTS yang dituliskan oleh Aggun ternyata tidak terbatas pada soal
pemecahan masalah saja.
Dari percakapan tersebut dan dari pengajaran yang Anggun lakukan, Anggun memahami
soal HOT adalah soal yang berorintasi pada pemecahan masalah, dan soal HOT adalah soal yang
memang mengarah pada kemampuan menganalisis ke atas pada Taksonomi Bloom C4, C5 dan C6.
KESIMPULAN
Ada kesenjangan yang sangat tajam antara kurikulum dengan konsepsi guru dalam
mengimplementasikannya. Kurikulum sudah mengalami perubahan yang cepat dan substantif, tapi
cara pandang guru tidak berubah. Guru beranggapan bahwa soal yang sulit adalah termasuk dalam
soal HOTS.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A
Revision of Bloom‘s Taxonomy of Educatioanl Objectives. New York: Addison Wesley
Longman, Inc.
Republik Indonesia.
de Lange, J. (1991). Assessment: No change without problems. Proc. Nas. Conf. on Assessment in
the Mathematical Sciences (Geelong: Victoria) pp 46-76
Gay, L. R., Mills, G. E. & Airasian, P. W. (2011) Educational research. competencies for analysis
and applications, tenth edition. New Jersey : Pearson.
Grifin, P., Care, E. (2015). Assesment and teaching 21st Century Skils. Melbourne: Springer
Lewy., Zulkardi., & Aisyah, N. (2009) Pengembangan Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan dan Deret Bilangan Di Kelas IX Akselerasi SMP
Xaverius Maria. Palembang : Jurnal Pendidikan Matematika, 3(2), 14-28.
Kemendikbud. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 20, Tahun 2016,
tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (2014). Qualitative data analysis (3 nd. ed.). Thousand Oaks:
Sage Publications.
Noer, H.S. (2009) . Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah. Seminar Nasional Pendidikan Matematika. P33 .
Yogyakarta
Tim Puspendik. (2016). Hasil TIMSS 2015 diagnosa hasil untuk perbaikan mutu dan peningkatan
capaian. Jakarta: Puspendik Balitbang. Available: HYPERLINK http://puspendik.
kemdikbud.go.id/seminar/upload/Rahmawati-Seminar%20 Hasil%20TIMSS%202 015.pdf
. Diakses pada 20 April 2018.
ISBN: 978-623-90050-0-9
Abstract
This study aims to generate a clear and comprehensive description of the students‘ misunderstanding in the
mathematical modeling courses after the lecturers are based on the design task. The method used is
descriptive qualitative and the subject of this study were 23 students of the 2017/2018 academic year who
took mathematics modeling courses. This research starts from the planning stage, namely the analysis of the
study of mathematical modeling material, design and validation of research instruments. Furthermore, the
implementation phase is taking observation data, interviews and field notes during lectures based on problem
development. The last stage of the research is data analysis. The data collection techniques in this study were
in the form of observations, interviews, and field notes. The results of this study were obtained
misunderstanding of students in interpreting assumptions and variables in mathematical modeling.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan deskripsi secara jelas dan menyeluruh terhadap kesalahan
mahasiswa dalam mengembangkan soal pemodelan matematika. Penelitian ini penting dikaji karena karena
dapat memberikan informasi untuk merancang perkuliahan pemodelan matematika yang lebih komprehensif .
Metode yang diguanakan adalah deskriptif kualitatif dan subjek penelitian ini adalah 23 mahasiswa tahun
akademik 2017/2018 yang mengikuti mata kuliah pemodelan matematika. Penelitian ini dimulai dari tahap
perencanaan yaitu analisis kajian materi pemodelan matematika, perancangan dan validasi instrument
penelitian . Selanjutnya, tahap pelaksanaan yaitu pengambilan data observasi, wawancara dan catatan
lapangan selama dilaksanakan perkuliahan berbasis pengembangan soal. Tahap terakhir penelitian yaitu
analisis data/ yang telah dikumpulkan. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa,
observasi, wawancara, dan catatan lapangan.Hasil dari penelitian ini adalah diperoleh deskripsi tentang
kesalahpamahan mahasiswa dalam memaknai asumsi dan variabel dalam mengkonstruksi soal pemodelan
matematika
Kata kunci: Penelitian Deskriptif, Perkuliahan Berbasis Pengembangan Soal, Kesalahan Mahasiswa
Cara Menulis Sitasi: Kurniadi, E., dkk. (2018). Analisis Kesalahan Mahasiswa dalam Pengembangan Soal
Pemodelan Matematika. Dalam Zulkardi et.al. (Ed), Melalui PISA Kita Tingkatkan Kualitas Guru dan Siswa.
Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya PISA (hal. 332-339). Palembang, Indonesia.
Dalam buku Guidelines for Assesment and Instruction in Mathematical Modeling Education
(GAIMME) mendefiniskan Pemodelan Matematika sebagai suatu proses penggunaan matematika
untuk menggambarkan (mewakili), menguraikan (analisis), membuat prediksi atau memberikan
wawasan fenomena dunia nyata. Singkatnya, aspek pendekatan terletak antara pemodelan dan
dunia nyata yaitu menggunakan bahasa matematika untuk mengukur dan menganalis dunia nyata,
menggunakan matematika untuk mengekplorasi dan mengembangkan pemahaman tentang masalah
dunia nyata, serta melakukan suatu interaksi proses pemecahan masalah dimana matematika
dipakai untuk menyelidiki dan memperdalam suatu pemahaman (COMAP&SIAM, 2016). Selain
332
Analisis Kesalahan Mahasiswa dalam Pengembangan Soal Pemodelan . . .Kurniadi, E., dkk. 333
itu, menurut Ang (2006) Pemodelan Matematika adalah proses pemahaman, menyederhanakan dan
memecahkan masalah kehidupan nyata dalam hal matematika.
Pemodelan matematika dianggap sebagai salah satu tujuan dari proses pentingnya
pendidikan matematika dalam hal memperkenalkan dan menjaga pendidikan matematika yang
relevan untuk perubahan pendidikan mengarah lebih baik (Eric,dkk :2015). Penerapan
pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari penggunaan model dan proses pemodelan
(Bahmaei, 2011). Terutama pada masalah matematika yang mengharuskan siswa terlibat aktif
dalam kelompok diskusi tentang fenomena dunia nyata atau "konteks realistis", dampak yang
dihasilkan tentu siswa haruslah pandai dalam menggunakan proses model agar mereka dapat
mengakses dunia nyata ke bentuk matematika. Hal ini dikarenakan siswa sangat sering berurusan
dengan masalah dalam konteks nyata yang hanya dapat diakses dan dimanipulasi jika
menggunakan model matematika. Camberlin & Coxbill (2012) mengatakan bahwa permasalahan
dunia nyata berdasarkan fenomena dan kegiatan kehidupan sekitar tidak terlepas dari proses
pemodelan matematika terutama bagi siswa, tanpa mereka sadari terkadang mereka telah
melakukan penghubungan antara matematika dan dunia nyata. proses pemodelan yang dilakukan
siswa inilah merupakan suatu jembatan bagi mereka mengkontruksikan permasalahan matematika
dengan kehidupan dunia nyata (Blum, W dkk., 2011).
Blum dan Niss (1991), menyatakan jika kegunaan pemodelan matematikaialah membantu
siswa memahami dunia secara lebih rinci, memotivasi pembelajaran matematika baik berbentuk
motivasi sederhana, konsep, formasi, ataupun kemampuan untuk memahami suatu permasalahan
dunia nyata, membuat siswa lebih berkontribusi dalam pengembangan berbagai macam kompetensi
matematika dan pola pikir yang tepat, serta membuat siswa lebih mudah dalam mengsketsakan
matematika antara dunia nyata dan matematika.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa peranan penting dari
pemodelan matematika dalam pembelajaran matematika di sekolah bagi siswa ialah (1) Membantu
siswa dalam memahami konteks realistik (dunia nyata) secara lebih rinci, (2) Memicu motivasi
siswa dalam pengembangan pola pikir yang lebih kompeten, (3) Membuat siswa melakukan suatu
interaksi dalam proses menghubungkan fenomena dunia nyata dengan matematika. Dari aspek
pendidikan matematika, pemodelan matematika memiliki peranan menjaga dan mempertahankan
pendidikan matematika secara relevan untuk perubahan pendidikan ke arah lebih baik.
Oleh sebab itu, kompetensi seorang guru matematika dalam memahami pembelajaran
menggunakan pendekatan pemodelan matematika sangat penting. Dalam penelitian ini, kompetensi
seorang calon guru dalam mengkonstruksi soal pemodelan matematika akan menjadi fokus
penelitian. Hal ini penting dikaji untuk mendapatkan gambaran kompetensi mahasiswa dalam
334 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
mendesain soal pemodelan matematika. Untuk mengkonstruksi soal pemodelan matematika, kita
dapat menggunakan rujukan dalam buku GAIMME sebagai berikut :
METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode
penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang mendeskripsikan keadaan yang sebenarnya di
lapangan. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan
menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi dan situasi yang dikatakan oleh
subjek penelitian. Subjek atau situasi penelitian tentang kejadian yang sedang berlangsung betul-
betul dipahami secara lebih mendalam dan terperinci. Penelitian deskriptif ini merujuk pada teori
Newman error analysis dalam menggali informasi berupa Pemahaman (Comprehension),
Transformasi (Transformation),Keterampilan Proses (Process Skill), dan pengkodean (Encoding).
Newman error analysis digunakan sebagai teori dalam melakukan wawancara untuk menggali
pemahaman yang lebih terkait kompentesi mahasiswa dalam mengkonstruksi soal pemodelan
matematika.
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang mengikuti perkuliahan pemodelan
matematika tahun akademik 2017/2018. Jumlah mahasiswa yaitu 23 orang semester enam Program
Studi Pendidikan Matematika FKIP Unsri. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah: 1)
Observasi digunakan untuk menilai tingkah laku atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat
diamati. Observasi digunakan untuk melihat mahasiswa selama mengikuti perkuliahan pemodelan
Analisis Kesalahan Mahasiswa dalam Pengembangan Soal Pemodelan . . .Kurniadi, E., dkk. 335
matematika berbasis pengembangan soal, 2)Wawancara digunakan untuk mengetahui hal – hal
dari responden yang lebih mendalam. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara berstruktur (structured interview). Wawancara dilakukan face to face yang bertujuan
untuk mengetahui kompetensi mahasiswa dalam mata kuliah pemodelan matematika berbasis
pengembangan soal, 3) Catatan Lapangan juga digunakan sebagai data pendukung.Catatan
lapangan (video rekaman) juga digunakan untuk melihat aktivitas mahasiswa selama wawancara.
Catatan lapangan (video rekaman) juga akan dianalisis secara deskriptif kualitatif yang dinarasikan.
Untuk tahapan dalam soal pemodelan matematika mulai dari masalah matematika
kemudian ditambah dengan label lalu menjadi soal cerita selanjutnya ditambahkan makna menjadi
soal aplikasi dan terakhir menambahkan interpretasi untuk menjadi soal pemodelan matematika
(GAIMME, 2016), mahasiswa merefleksikan tahapan tersebut sesuai dengan soal pemodelan yang
mereka buat masing-masing. Kompetensi mahasiswa terhadap tahapan konstruksi soal pemodelan
matematika mengalami kesulitan dalam memaknai arti interpretasi untuk menjadi soal pemodelan
matematika. Oleh sebab itu, perlu ada diskusi mendalam tentang makna interpretasi sehingga
membantu mahasiswa dalam mengkonstruksi soal pemodelan matematika dari soal aplikasi
(Widjaya,2013; Widyani, 2010).
Selain itu, terjadi kesalahpamahan dalam tahapan keterampilan proses dan pengkodean.
Sebagian besar mahasiswa tidak memahami asumsi dan variabel sebagai suatu yang bebas dalam
solusi penyelesaian soal pemodelan matematika. Mahasiswa tidak bisa membedakan antara
konstanta dan variabel sehingga dalam penyelesaian masih terdapat ketidaksesuaian dan
ketidaktepatan proses pemodelan matematika (Ebby, 2000). Berikut ini contoh kesalahan dalam
memaknai asumsi yang dialami oleh mahasiswa.
Analisis Kesalahan Mahasiswa dalam Pengembangan Soal Pemodelan . . .Kurniadi, E., dkk. 337
Ia ingin mengetahui berapa poin yang ia terima pada hari itu. Tentukan insentif yang ia
terima pada hari itu!
Membuat asumsi
Misal
banyaknya orderan yang ia terima
Pada pengerjaan mahasiswa di atas terlihat bahwa siswa membuat asumsi bahwa
dan sebagai suatu asumsi bukan sebagai variabel, sedangkan dan adalah
sebenarnya sebagai suatu variabel yang nilainya berubah-ubah. Membuat asumsi dan
mendefinisikan variabel adalah proses memilih objek yang dinilai penting dalam
permasalahan dunia nyata tersebut dan mengidentifikasi relasi di dalamnya. Kita menilai
objek yang penting dan mengabaikan objek yang tidak penting serta relasinya. Hasilnya
adalah bentuk ideal dari pertanyaan asli di dunia nyata
KESIMPULAN
Mata kuliah pemodelan matematika sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran di kelas
sehingga para guru dan calon guru yang dalam hal ini adalah mahasiswa FKIP dituntut mempunyai
kompetensi yang memadai. Salah satu kompetensi yang menunjang dalam memahami pemodelan
matematika adalah kemampuan untuk mengkonstruksi soal pemodelan matematika. Sebagian besar
siswa sudah membuat soal sesuai dengan tahapan soal dalam pemodelan matematika dan
memenuhi karakteristik soal pemodelan matematika salah satunya sebagai soal terbuka. Akan
338 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Lokakarya PISA 2018
tetapi, masih terdapat kesalahpahaman dalam memaknai asumsi dan variable dalam menyelesaikan
soal pemodelan matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Blum, W., & Ferri, R.B. (2009).Mathematical Modelling: Can It Be Taught And Learn? Journal of
Mathematical Modelling and Application, 2009:45-58.
Blum, W., & Niss, M. (1991). Applied Mathematical Problem Solving, Modelling, Applications,
and Links to Other Subjects – State Trends and Issues in Mathematics Instruction.
Educational Studies in Mathematics, 1991: 37–68.
Blum, W dkk. (2011). Trends in Teaching and Learning of Mathematical Modelling: ICTMA 14.
London : Springer
Cohen, Manion, & Morrison. (2007). Research Methods in Education. New York: Madison
Avenue.
COPAM & SIAM. (2016). GAIMME (Guidlines For Assesment & Instruction In Mathematical
Modelling Education). USA: COPAM, Inc. & SIAM.
Eric, C. C. M (2009). Mathematical Modelling as Problem Solving for Children in the Singapore
Mathematics Classrooms. Journal of Science Mathematics Education in Southeast Asia. 2009:
36-61.
Eric, dkk. (2015). A case Study on Developing a Teacher‟s Capacity in Mathematical Modelling.
Singapore: The Mathematics Educator. 2015: 45-47.
Ng,K.E.D. (2013). Teacher readiness in mathematical modelling: Are there difference between pre-
service and in-service teachers? In G. Stillman et al. (Eds.), Teaching mathematical
modelling: to research and practice,2013: 339-352.
Widyani M., (2010) ―Evaluating Teacher‘ Quality Improvement Policy in Indonesia (to meet the
UNESCO-EFA criteria)‖, Tesis master, tidak diterbitkan, Delft University of Technology,
Belanda