Anda di halaman 1dari 74

ISSN: 1907-6967

METODIK DIDAKTIK
Jurnal Pendidikan Ke-SD-an
Vol.13, No.1, Juli 2017
PENERAPAN MODEL SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V DI
SEKOLAH DASAR
Suko Pratomo, Tati Sumiati, Risqa Mursilah

MENUMBUHKAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI ATIKAN PURWAKARTA


PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Hayani Wulandari

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP


SISWA KELAS V PADA MATERI GAYA DAN PEMANFAATANNYA
Yuyu Hendawati, Cici Kurniati

PENERAPAN MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DALAM


PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN SOSIAL SISWA KELAS IV SDN DAWUAN TIMUR II
Gina Sonia, Sofyan Iskandar, Srie Mulyani

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING


(CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
ENERGI GERAK DALAM PEMBELAJARAN IPA SEKOLAH DASAR
Lia Yulindaria, Isah Cahyani

PENGARUH PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT(CPA) TERHADAP


PENCAPAIAN KEMAMPUAN SPATIAL SENSE (KSS) SISWA SD
Hafiziani Eka Putri, Ratna Julianti, Nahrowi Adjie, Nur Endah Suryani

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH


UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL IPS SISWA SEKOLAH
DASAR
Rina Siti Rohmah, Suhaedah, Srie Mulyani

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E


TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SD DALAM
PEMBELAJARAN IPA
Ani Rosani, Idat Muqodas, Suci Utami Putri

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


KAMPUS PURWAKARTA
SUSUNAN PERSONALIA
“METODIK DIDAKTIK”: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an

Pelindung
Direktur UPI Kampus Purwakarta
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta

Penanggung Jawab
Drs. Mamad Kasmad, M.Pd.
(Ketua Program Studi PGSD UPI Kampus Purwakarta)

Ketua Dewan Redaksi


Dr. H. Agus Muharam, M.Pd.
(Wakil Direktur UPI Kampus Purwakarta)

Mitra Bestari
Dr. Yumiati, M.Si. (Universitas Terbuka)
Dr. A. Gumawang Jati, M.A. (Institute Tekhnologi Bandung)
Dr. Mamat Ruhimat, M.Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia)
Dr. Nur Arifah Drajati, M.Pd. (Universitas Negeri Surakarta)
Dr. Vismaia S. Damaianti, M.Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia)
Dr. Suci Utami Putri, M.Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia)
Indah Nurmahanani, S.S., M.Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia)
Dr. Azizah Abdullah (Universiti Utara Malaysia)

Penyunting Pelaksana
Dr. Hafiziani Eka Putri, M.Pd. (Ketua)
Finita Dewi, S.S., M.A. (Wakil Ketua)
Suprih Widodo, S.Si., M.T. (Anggota)
Idat Muqodas, M.Pd. (Anggota)
Hayani Wulandari, M.Pd. (Anggota)

Tata Usaha
Siti Aisyah, S.Sos

Alamat Redaksi/Distributor
UPI Kampus Purwakarta
Jl. Veteran no. 8 Purwakarta Jawa Barat
Telp. (0264) 200395
ISSN: 1907-6967

METODIK DIDAKTIK
Jurnal Pendidikan Ke-SD-an
Vol.13, No.1, Juli 2017

DAFTAR ISI
Halaman

PENERAPAN MODEL SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM)


UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF
SISWA KELAS V DI SEKOLAH DASAR
Suko Pratomo, Tati Sumiati, Risqa Mursilah (1-13)

MENUMBUHKAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI ATIKAN


PURWAKARTA PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Hayani Wulandari (8-14)

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP PEMAHAMAN


KONSEP SISWA KELAS V PADA MATERI GAYA
DAN PEMANFAATANNYA
Yuyu Hendawati, Cici Kurniati (15-25)

PENERAPAN MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)


DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA KELAS IV
SDN DAWUAN TIMUR II
Gina Sonia, Sofyan Iskandar, Srie Mulyani (26-32)

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND


LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA MATERI ENERGI GERAK DALAM PEMBELAJARAN IPA
SEKOLAH DASAR
Lia Yulindaria, Isah Cahyani (33-41)

PENGARUH PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT(CPA)


TERHADAP PENCAPAIAN KEMAMPUAN SPATIAL SENSE (KSS) SISWA SD
Hafiziani Eka Putri, Ratna Julianti, Nahrowi Adjie, Nur Endah Suryani (42-52)

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE


MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL
IPS SISWA SEKOLAH DASAR
Rina Siti Rohmah, Suhaedah, Srie Mulyani (53-59)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING


CYCLE 7E TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SD
DALAM PEMBELAJARAN IPA
Ani Rosani, Idat Muqodas, Suci Utami Putri (60-68)
PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada yang Mahagafur, Allah ‘Azza wa Jalla
karena berkat rahmat dan ridla-Nya, METODIK DIDAKTIK: Jurnal Pendidikan
Ke-SD-an yang berisi hasil penelitian atau hasil pengkajian yang setara
penelitian edisi Juli 2017 ini yakni Volume 12 Nomor 2 dapat diterbitkan. Salawat
serta salam semoga senantiasa tercurah kepada uswatun hasanatun, Nabi
Muhammad Saw., keluarga, sahabat, hingga kita sebagai umatnya yang baik.
Pada edisi kali ini, kami sajikan tujuh buah artikel yakni Kajian tentang
PENERAPAN MODEL SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V DI
SEKOLAH DASAR (Suko Pratomo, Tati Sumiati, Risqa Mursilah),
MENUMBUHKAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI ATIKAN PURWAKARTA
PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Hayani Wulandari), PENERAPAN
METODE EKSPERIMEN TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS V
PADA MATERI GAYA DAN PEMANFAATANNYA (Yuyu Hendawati, Cici
Kurniati), PENERAPAN MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DALAM
PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN SOSIAL SISWA KELAS IV SDN DAWUAN TIMUR II (Gina
Sonia, Sofyan Iskandar, Srie Mulyani), PENERAPAN PENDEKATAN
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI GERAK DALAM
PEMBELAJARAN IPA SEKOLAH DASAR (Lia Yulindaria, Isah Cahyani),
PENGARUH PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT(CPA) TERHADAP
PENCAPAIAN KEMAMPUAN SPATIAL SENSE (KSS) SISWA SD (Hafiziani Eka Putri,
Ratna Julianti, Nahrowi Adjie, Nur Endah Suryani), PENERAPAN MODEL
COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN SOSIAL IPS SISWA SEKOLAH DASAR (Rina Siti Rohmah,
Suhaedah, Srie Mulyani), PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
LEARNING CYCLE 7E TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
SD DALAM PEMBELAJARAN IPA (Ani Rosani, Idat Muqodas, Suci Utami Putri).
Tidak lupa, Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih dan
pengharagaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Direktur dan Sekertaris Direktur UPI Kampus Purwakarta yang telah
merestui penerbitan jurnal ini.
2. Ketua Program Studi PGSD UPI Kampus Purwakarta yang telah
membimbing dan mendorong terbitnya jurnal ini.
3. Para penulis artikel baik yang dimuat maupun yang tidak, dan
4. Rekan-rekan civitas akademika UPI Kampus Purwakarta yang telah
membantu penerbitan jurnal ini.

Akhir kata, mudah-mudahan apa yang disajikan pada jurnal edisi ini dapat
bermanfaat bagi civitas pendidikan pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Purwakarta, Januari 2017

Dewan Redaksi
Ketentuan Penulisan Artikel

1. Artikel harus bertemakan permasalahan seputar pengajaran ke-SD-an,


metode penelitian, keterampilan guru SD, atau keterampilan yang menunjang
calon guru SD.
2. Artikel diangkat atau didasarkan pada hasil penelitian atau hasil pengjadian
yang setara dengan penelitian
3. Artikel haruslah naskah asli dan belum pernah di muat dalam media apapun.
4. Artikel ditulis dengan menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar
atau bahasa inggris.
5. Artikel ditulis menggunakan word processing dengan ketentuan; jarak 1 spasi,
jenis huruf “Arial” ukuran 11, dan maksimal artikel 20 halaman.
6. Artikel dikirim sebanyak dua rangkap dalam bentuk hard copy (print out) dan
soft copy dikirimkan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum penerbitan (Januari
dan Juli) Kepada Tim Redaksi METODIK DIDAKTIK: Jurnal Pendidikan Ke-
SD-an dengan alamat UPI Kampus Purwakarta Jln. Veteran No 8 Purwakarta,
Tlp. (0264) 200395.
7. Setiap naskah yang masuk akan dikaji terlebih dahulu oleh tim penyunting ahli
yang memiliki kepakaran dalam bidangnya masing-masing. Jika dapat
diterima, naskah dapat diubah oleh tim penyunting tanpa mengubah esensi
isinya.

Sistematika Penulisan Artikel

Artikel ditulis dengan sistematika seperti berikut.

1. Judul
2. Nama Penulis (tanpa gelar akademik)
3. Institusi
4. Abstrak
5. Kata Kunci
6. Pendahuluan
7. Kajian Teoretik
8. Metode Penelitian (jika berupa hasil penelitian)
9. Pembahasan
10. Kesimpulan dan Saran
11. Daftar Rujukan
12. Riwayat Penulis
PENERAPAN MODEL SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V DI SEKOLAH DASAR

Suko Pratomo1, Tati Sumiati2, Risqa Mursilah3

e-mail : sukopratomo60@gmail.com, sumiatitati5@gmail.com,


risqa.mursilah95@student.upi.edu

ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya keterampilan berpikir kreatif siswa kelas VB SDN
Cikampek Timur I, hal ini dibuktikan dengan pengujian instrumen soal keterampilan berpikir
kreatif yang mencakup lima indikator keterampilan berpikir kreatif. Keterampilan berpikir kreatif
adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa. Salah satu model pembelajaran
yang dapat digunakan dalam meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa adalah dengan
menerapkan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) yang di dalamnya
terdapat lima fase atau tahapan. Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VB SDN Cikampek Timur I yang berjumlah 20 siswa. Adapun tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah: 1)Aktivitas belajar siswa kelas VB SDN Cikampek Timur I dengan
menggunakan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran IPA;
2)Peningkatan keterampilan berfikir kreatif siswa kelas VB SDN Cikampek Timur I setelah
menggunakan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran IPA. Metode
penelitan yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilakukan sebanyak 3
siklus dengan hasil peningkatan yang signifikan pada persentase Ketuntasan Belajar Siswa
Klasikal (KBSK) setiap siklusnya. Hasil nilai rata-rata N-Gain keterampilan berpikir kreatif siswa
kelas VB SDN Cikampek Timur I termasuk kedalam kategori sedang pada setiap siklusnya. Hal
ini dibuktikan dengan adanya perbandingan skor pretest dan posttest yang mencakup lima
indikator keterampilan berpikir kreatif dan indikator pembelajaran. Adanya peningkatan pada
hasil posttest setiap siklusnya dipengaruhi oleh aktivitas siswa yang mengalami peningkatan
yang signifikan pada setiap siklusnya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat direkomendasikan
bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dapat digunakan sebagai model
pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa.

Kata kunci : Sains teknologi masyarakat, keterampilan berpikir kreatif.

A. PENDAHULUAN merancang dan membuat suatu karya yang


Ilmu pengetahuan tidak bersifat statis di dasari dari konsep IPA yang dapat
tetapi mengikuti perkembangan zaman. digunakan untuk memcahkan masalah yang
Ilmu pengetahuan alam adalah salah satu terjadi di lingkungan siswa.
mata pelajaran yang dipelajari di sekolah Penerapan IPA harus dilakukan secara
dasar. Depdiknas (dalam Mulyasa, 2011, benar agar tidak berdampak buruk terhadap
hlm. 110) “Ilmu pengetahuan alam lingkungan serta adanya penggunaan sains
diperlukan manusia untuk diperlukan dalam yang berkaitan dengan lingkungan,
kehidupan sehari-hari untuk memenuhi teknologi dan masyarakat yang diarahkan
kebutuhan manusia melalui pemecahan pada pengalaman belajar siswa untuk
masalah-masalah yang dapat menghasilkan suatu karya. Hal ini berkaitan
dikategorikan”. Dalam hal ini siswa sekolah dengan salah satu keterampilan yang harus
dasar perlu diberikan pembelajaran yang dimiliki oleh siswa yaitu keterampilan untuk
menerapkan sains, lingkungan, teknologi berpikir kreatif.
dan masayarakat yang bertujuan untuk Menurut Munandar (dalam Sulaeman,
membimbing dan mengarahkan siswa untuk 2011, hlm. 14) “Kreativitas merupakan

1
kemampuan untuk menghasilkan ide-ide dikemukakan isu-isu atau masalah yang
baru dengan cara mebuat kombinasi, ada di masyarakat yang dapat digali dari
membuat perubahan, atau mengaplikasikan individu”. Beranjak dari isu-isu atau masalah
ide-ide yang ada pada wilayah yang yang terjadi di masyarakat, siswa didorong
berbeda”. Dapat diartikan bahwa berpikir untuk mengembangkan keterampilannya
kreatif adalah aktivitas berpikir agar muncul untuk memecahkan masalah tersebut dan
kreativitas pada seseorang, atau berpikir dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-
untuk menghasilkan hal yang baru bagi hari. Tujuan dari model pembelajaran Sains
dirinya. Dalam penelitian ini, peneliti Teknologi Masyarakat (STM) menurut
menggunakan lima indikator yang Widodo (2007, hlm. 62) “menjadikan
dikemukakan oleh Sulaeman (2016, hlm. individu peduli pada lingkungan sekitar dan
15-16) yaitu terdapat lima indikator peduli pada isu-isu yang berkembang di
keterampilan berpikir kreatif, diantaranya lingkungannya serta mampu mengatasi isu-
adalah 1) keterampilan berpikir lancar isu tersebut dengan menerapkan
(fluency) ; 2) keterampilan berpikir luwes pengetahuannya”. Penerapan model Sains
(flexibility); 3) keterampilan berpikir orisinil Teknologi Masyarakat (STM) sangat
(Originality); 4) keterampilan berpikir merinci diperlukan siswa sekolah dasar untuk
(elaboration); 5) keterampilan berpikir menerapkan sejak dini sikap peduli
mengevaluasi (evaluation). terhadap lingkungan dan mampu mengatasi
Berdasarkan hasil observasi, uji masalah yang yerjadi di lingkungannya
instrument soal keterampilan berpikir kreatif dengan menerapkan pengetahuan yang
dan wawancara guru kelas VB SDN telah dimilikinya.
Cikampek Timur I menunjukan rata-rata Dalam penerapan model Sains
siswa kelas VB SDN Cikampek Timur I Teknologi Masyarakat (STM) dengan tujuan
termasuk dalam siswa yang memiliki untuk meningkatkan keterampilan berpikir
keterampilan berfikir kreatif tergolong kreatiif mencakup lima fase atau tahapan
rendah. Hal ini dibuktikan dengan pengujian menurut Poedjadi (2010, hlm. 126) “tahap
instrumen berbentuk soal yang meliputi lima apersepsi, tahap pembentukan konsep,
indikator berfikir kreatif, rata-rata siswa tidak tahap aplikasi konsep atau penyelesaian
dapat mengungkapkan berbagai macam masalah, tahap pemantapan konsep, dan
gagasan dan ide untuk memecahkan tahap evaluasi”. Peneliti menggunakan
masalah yang terjadi di lingkungan sekitar instrument soal yang digunakan untuk
siswa, terdapat beberapa faktor yang mengukur peningkatan keterampilan
menyebabkan kemampuan berpikir kreatif berpikir kreatif dengan lima indikator. Dari
siswa tergolong rendah, diantaranya karena kelima indikator tersebut peneliti membuat
tidak ada dorongan kepada siswa untuk instrimen soal yang di dalamnya mencakup
mengungkapkan berbagai gagasan serta kelima indikator keterampilan berpikir
memberikan suatu solusi untuk suatu tersebut dengan mengacu kepada indikator
masalah serta siswa tidak dituntut untuk pembelajaran dan jenjang kognitif yang
membuat suatu karya yang nyata untuk dikemukakan oleh Taksonomi Bloom yang
pemecahan masalah yang terjadi di mencakup C2 sampai C5.
lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas perlu dikaji
Menurut Poedjiadi (2010, hlm. 124) lebih jauh mengenai model pembelajaran
“Model Sains Teknologi Masyarakat (STM) Sains Teknologi Masyarakat (STM)
mengembangkan kemampuan kognitif, terhadap peningkatan keterampilan berpikir
afektif dan psikomotor yang dibentuk dalam kreatif siswa sekolah dasar. Dalam
diri siswa, dengan tujuan dapat diterapkan penelitian ini peneliti membahas hal-hal
dalaam kehidupan sehari-hari”. Poedjiadi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
(2010, hlm. 126) “Kekhasan dari model yang dapat menumbuhkan sikap peduli dan
Sains Teknologi Masyarakat (STM) adalah tanggap tehadap isu-isu atau masalah yang
pada tahap pendahuluan dengan berkembang di masyarakat dengan

2
mengaplikasikan pengetahuan yang telah untuk memperoleh data mengenai
dimilikinya. peningkatan keterampilan berpikir kreatif
siswa kelas VB SDN CIKAMPEK TIMUR I
B. METODE yang telah disampaikan dalam
Metode penelitian yang digunakan dalam pembelajaran, keterampilan berpikir kreatif
penelitian ini adalah penelitian tindakan siswa dapat dilihat dari ketuntasan belejar
kelas. Menurut Carr dan Kemmis (dalam peserta didik setelah pembelajaran.
Kusumah dan Dwitagama, 2012, hlm. 8) Observasi sebagai alat pengumpulan data
“Penelitian tindakan kelas adalah suatu selama tindakan (proses tindakan).
bentuk penelitian refleksi diri (self reflective) Soal tes keterampilan berpikir kreatif
yang dilakukan oleh para partisipan dalam dibuat dalam bentuk isian (essay) sebanyak
situasi sosial untuk memperbaiki 15 soal dengan pembagian 5 soal di setiap
rasionalitas dan kebenaran”. Dari siklusnya. Soal tes yang dibuat berpedoman
pemaparan tersebut penelitian tindakan pada 5 indikator keterampilan berpikir
kelas ini dilakukan oleh peneliti yang kreatif meliputi 1) keterampilan berpikir
berperan sebagai guru dalam upaya untuk lancar (fluency) ; 2) keterampilan berpikir
memperbaiki pembelajaran sehingga luwes (flexibility); 3) keterampilan berpikir
menghasilkan perubahan yang lebih baik orisinil (Originality); 4) keterampilan berpikir
dalam hasil pembelajaran yang dilakukan merinci (elaboration); 5)keterampilan
oleh siswa. berpikir mengevaluasi (evaluation) serta
Dalam penelitian tindakan kelas ini jenjang kognitif Taksonomi Bloom (C2
peneliti menggunakan desain penelitian sampai C5).
yang dikemukakan oleh Kemmis dan Penskoran dalam tes keterampilan
McTaggart (dalam Kusumah dan Dwitagma, berpikir kreatif didasarkan pada panduan
2012, hlm. 20-21) mengemukakan bahwa penskoran dengan menggunakan skala
“komponen penelitian tindakan kelas Likert yakni dengan kategori skor 1-4
mencakup perencanaan, tindakan, dengan kategori yang berbeda disetiap
pengamatan dan refleksi”. perolehan skornya.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan Menurut Sugiyono (2011, hlm. 135)
pada kelas VB SDN Cikampek Timur I Penskoran dengan skala Likert dapat
dengan jumlah subjek penelitian 20 siswa menggunakan kategori sebagai berikut:
yang terdiri dari 11 siswa perempuan dan 9 1 = Sangat Tidak Baik
siswa laki-laki. Dalam pelaksanaan 2 = Tidak Baik
penelitian perlu adanya instrument 3 = Baik
penelitian, menurut Sugiyono (2015, hlm. 4 = Sangat Baik
191) mengemukakan bahwa “instrumen Menurut Sugiyono (2014, hlm.308)
dalam penelitian tindakan digunakan untuk mengemukakan bahwa “teknik
mengumpulkan data sebelum ada tindakan pengumpulan data merupakan langkah
(pretest), selama tindakan (proses yang paling utama dalam penelitian, karena
pelaksanaan tindakan) dan setelah ada tujuan utama penelitian adalah
tindakan (posttest)”. Dalam penelitian ini mendapatkan data”. Teknik pengumpulan
terdapat dua instrumen penelitian yaitu tes data yang digunakan dalam penelitian ini
untuk mengumpulkan data sebelum ada adalah observasi dan dokumntasi.
tindakan (pretest) dan setelah ada tindakan Observasi yang dilakukan dalam
(posttest) untuk mengukur peningkatan penelitian ini adalah observasi partisipatif.
keterampilan berpikir kreatif dan observasi Menurut Stainback, S (dalam Sugiyono,
untuk megumpulkan data selama tindakan 2014, hlm. 311) mengemukakan bahwa
atau selama proses pelaksanaan tindakan. “dalam observasi partisipatif, peneliti
Instrument yang digunakan dalam mengamati apa yang dikerjakan orang,
penelitian ini adalah tes dan observasi. Tes mendengarkan apa yang mereka ucapkan,
keterampilan berpikir kreatif diperlukan dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka”.

3
Dari pemaparan tersebut, peneliti hasil perolehan nilai terendah memperoleh
menggunakan observasi partisipatif dengan skor 65.
tujuan mengamati aktivitas belajar siswa B. SIKLUS II
dan aktivitas mengajar peneliti yang Data hasil perolehan posttest siklus II
berperan sebagai guru. dengan materi alat penyaring air sederhana
Menurut Sugiyono (2014, hlm. 326) memperoleh sederhana memperoleh jumlah
mengemukakan bahwa “dokumen skor ketuntasan belajar individual 1.505,
merupakan catatan peristiwa yang sudah dengan rata-rata 75.25 dengan persentase
berlalu”. Dokumentasi yang digunakan ketuntasan belajar diatas KKM (70)
dalam penelitian ini mencakup berkas yang sebanyak 85% dari 20 siswa memperoleh
berkaitan dengan penelitian dan foto-foto skor rata-rata N-Gain 0.486 dengan kriteria
ketika dilaksanakannya penelitian sedang. Jumlah peserta didik yang berhasil
menggunakan model pembelajaran STM mencapai KKM (70) sebanyak 17 orang
(Sains Teknologi Masyarakat (STM)). peserta didik dari 20 orang peserta didik.
Analisis data pada penelitian ini adalah Hasil perolehan nilai tertinggi dengan skor
mengenai bagaimana cara mengetahui 85 dan hasil perolehan nilai terendah
hasil peningkatan keterampilan berpikir memperoleh skor 65.
kreatif siswa SDN CIKAMPEK TIMUR I C. SIKLUS III
dengan cara menghitung data yang telah Data hasil perolehan posttest siklus III
diperoleh pada saat penerapan siklus dengan materi kegiatan manusia yang
penelitian tindakan kelas. Data yang dapat dapat mempengaruhi daur air dan
diukur atau dihitung ialah hasil belajar yang menghemat air yang diikuti oleh 20 orang
mengacu pada indikator keterampilan siswa memperoleh jumlah skor ketuntasan
berpikir kreatif. Menurut Trianto (2012, hlm. belajar individual 1555, dengan rata-rata
63) “Dalam menentukan ketuntasan belajar 77.75 dengan persentase ketuntasan
siswa digunakan instrumen tes yang belajar diatas KKM (70) sebanyak 90% dari
meliputi produk, proses dan psikomotor”. 20 orang peserta didik dengan skor rata-
rata N-Gain 0.4615 dengan kriteria sedang.
C. HASIL PENELITIAN DAN Jumlah peserta didik yang berhasil
PEMBAHASAN mencapai KKM (70) sebanyak 18 orang
Penelitinan tindakan kelas yang dilakukan peserta didik dari 20 orang peserta didik.
dalam penelitian ini sebanyak 3 siklus. Hasil perolehan nilai tertinggi dengan skor
Dalam setiap pelaksanaan siklus mencakup 95 dan hasil perolehan nilai terendah
2 pertemuan yang dilakukan sebanyak 2 memperoleh skor 65.
jampembelajaran dengan alokasi waktu Dari hasil pemaparan diatas dapat
2x35 menit. Pada pelaksanaan siklus I disimpulkan bahwa penelitian telah
dengan materi pertemuan pertama manfaat dinyatakan selesai dengan dilakukannya III
air dan pertemuan kedua daur air. siklus. Hal ini dibuktikan dengan hasil
A. SIKLUS I kegiatan observasi guru dan siswa sudah
Data hasil perolehan posttest siklus I dinyatakan berhasil karena telah mencapai
dengan materi manfaat air dan daur air persentase 90% dengan kategori sangat
memperoleh skor ketuntasan belajar baik dan penelitian sudah dinyatakan
individual 1.505, dengan rata-rata 75.25 berhasil dengan perolehan skor Ketuntasan
dengan persentase ketuntasan belajar Belajar Siswa Klasikal (KBSK) sudah
diatas KKM (70) sebanyak 75% dari 20 mencapai 90% dengan kategori sangat
orang peserta didik serta rata-rata skor N- baik.
Gain 0.433. Jumlah peserta didik yang
berhasil mencapai KKM (70) sebanyak 15 D. PEMBAHASAN
orang dari 20 orang peserta didik. Hasil Berdasarkan analisis data yang
perolehan nilai tertinggi dengan skor 90 dan tercantum pada setiap siklusnya
menunjukkan adanya peningkatan hasil dari

4
keterampilan berpikir kreatif setelah sederhana dan siklus III materi kegiatan
kegiatan pembelajaran yang menerapkan manusia yang mempengaruhi daur air dan
model pembelajaran Sains Teknologi menghemat air. Da hasil perolehan skor
Masyarakat (STM). Keterampilan berpikir pretest dan posttest dapat dilihat dari
kreatif siswa kelas V SDN Cikampek Timur I ketuntasan belajar pada setiap siklusnya.
pada siklus I materi manfaat air dan daur air Berikut data yang dipaparkan dalam bentuk
memperoleh jumlah skor keseluruhan masih grafik, ialah:
rendah dan mengalami peningkatan di
siklus II dengan materi alat penyaring air
100% 85% 90%
75%
80%
60% Pretest
40%
15% 10% 15% Posttest
20%
0%
SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III
(Sumber: Hasil perolehan pretest dan posttest KBSK siklus I, II, dan III)
Gambar 4.3
Grafik Hasil Perolehan Pretest dan Posttest
Ketuntasan Belajar Siswa Klasikal (KBSK)
Data tersebut sangat jelas Peningkatan N-Gain siswa didasarkan
menunjukkan bahwa adanya ketuntasan pada hasil pretest dan posttest dari
belajar siswa klasikal (KBSK) sudah setiap siklus. Nilai rata-rata perolehan
melampaui 85% atau dinyatakan tuntas N-Gain pada setiap siklus dapat dilihat
(Trianto, 2012, hlm. 241). Peningkatan pada Gambar 4.5
pencapaian pada penelitian ini dilihat
melalui perhitungan N-Gain.
Peningkatan N-Gain
0,5
0,486
0,4615
0,433
0,4
Rata-rata N-Gain

Siklus I Siiklus II Siklus III

(Sumber: Hasil perolehan N-Gain siswa pada siklus I, II dan III)


Gambar 4.5
Garafik Peningkatan N-Gain

Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa batang Gain 0.4615. Berdasarkan rata-rata
yang berwarna merah menunjukkan hasil perolehan nilai N-Gain pada siklus I, II dan
perolehan rata-rata N-Gain pada siklus I III dapat disimpulkan bahwa peningkatan
dengan nilai 0.433 dengan kriteria sedang, keterampilan berpikir kreatif siswa pada
pada batang yang berwarna biru kelas VB SDN Cikampek Timur I tergolong
menunjukkan nilai N-Gain siklus II yang pada kategori sedang.
mengalami peningkatan yang signifikan Dari pemaparan di atas membuktikan
dengan nilai rata-rata N-Gain 0.486 kategori bahwa adanya peningkatan persentase
sedang dan pada batang yang berwarna Ketuntasan Belajar Siswa Klasikal (KBSK)
kuning menunjukkan rata-rata nilai N-Gain pada setiap siklus setelah dilakukannya
siklus III yang memperoleh nila rata-rata N- pembelajaran dengan model Sains

5
Teknologi Masyarakat (STM) sehingga dengan perolehan persentase 85%
dapat mencapai Ketuntasan Belajar Siswa dengan perolehan nilai tertinggi 85 dan
Klasikal (KBSK) 90%. Maka dapat nilai terendah 65 dengan jumlah 17
disimpulkan bahwa dengan penerapan siswa yang telah mencapai KKM (70),
model pembelajaran Sains Teknologi kemudian pada siklus III terus
Masyarakat (STM) dapat meningkatkan mengalami peningkatan yang signifikan
keterampilan berpikir kreatif siswa kelas VB dengan perolehan persentase 90%
SDN Cikampek Timur I. dengan perolehan nilai tertinggi 95 dan
nilai terendah 65 dengan jumlah 18
E. SIMPULAN DAN SARAN siswa yang telah mencapai KKM (70).
Berdasakan hasil temuan dan pembahasan Berdasarkan rata-rata perolehan nilai N-
penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: Gain pada siklus I, II dan III dapat
1. Dengan penerapan model pembelajaran disimpulkan bahwa peningkatan
STM (ains Teknologi Masayarakat) keterampilan berpikir kreatif siswa pada
aktivitas belajar siswa dalam kelas VB SDN Cikampek Timur I
pembelajaran IPA secara bertahap tergolong pada kategori sedang.
mengalami peningkatan. Pada siklus I, Dalam pelaksanaan dengan
aktivitas siswa memperoleh persentase menerapkan model pembelajaran Sains
79.18% dengan kategori baik, kemudian Teknologi Masyarakat (STM) sebaiknya
mengalami peningkatan pada siklus II penelitian selanjutnya mempersiapkan
memperoleh persentase 82% dengan waktu lebih banyak dalam menggunakan
kategori baik, dan terus mengalami model ini, karena dalam setiap tahapan
peningkatan yang signifikan pada siklus atau fase dalam model ini perlu adanya
III dengan perolehan persentase 90% pengkajian materi lebih dalam sehingga
dengan kategori sangat baik. Hal ini siswa lebih memahami materi yang
membuktikan bahwa dengan disampaikan dan dapat mencapai tujuan
diterampkannya model pembelajaran pembelajaran yang telah ditentukan.
STM (Sains Teknologi Masayarakat)
pada pembelajaran IPA dapat DAFTAR RUJUKAN
meningkatkan aktivitas belajar siswa Kusumah, W., & Dwitagma, D. (2012).
dan antusiasme siswa VB SDN Mengenal Penelitian Tindakan Kelas.
Cikampek Timur I. Jakarta: Indeks.
2. Berdasarkan hasil data yang diperoleh Mulyasa, E. (2011). Kurikulum Tingkat
sebelum dilakukannya pembelajaran Satuan Pendidikan. Bandung: PT
dengan menerapkan model Remaja Rosdakarya.
pembelajaran STM (Sains Teknologi Poedjiadi, A. (2010). Sains Teknologi
Masayarakat) (pretest), rata-rata Masyarakat. Bandung:PT Remaja
perolehan skor pretest siswa masih Rosdakarya Offset.
rendah, dengan dilakukannya Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
pembelajaran yang menerapkan model Pendidikan. Bandung: ALFABETA.
pembelajaran Sains Teknologi Sugiyono. (2014). Metode Penelitian
Masyarakat (STM) perolehan skor rata- Kombinasi (Mixed Methods).
rata postest siswa kelas VB SDN Bandung: ALFABETA.
Cikampek Timur I mengalami Sugiyono. (2015). Metode Penelitian
peningkatan. Pada siklus I memperoleh Tindakan Komprehensif. Bandung:
persentase 75% dengan perolehan nilai ALFABETA.
tertinggi 90 dan nilai terendah 65 Sulaeman, M. (2016). Aplikasi Project
dengan jumlah 15 siswa yang telah Based Learning (APBL) untuk
mencapai KKM (70), kemudian setelah Membangun Keterampilan Berpikir
dilaksanakannya siklus II mengalami Kritis dan Kreatif Siswa (MKBKKS).
peningkatan persentase yang signifikan Depok, Jawa Barat:Bioma.

6
Trianto. (2012). Panduan Lengkap
Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research) Teori dan Praktik.
Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.
Widodo, A., Wuryastuti, S., & Margaretha.
(2007). Pendidikan IPA di SD.
Bandung: UPI PRESS.

7
MENUMBUHKAN PENDIDIKAN KARAKTER
MELALUI ATIKAN PURWAKARTA PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Hayani Wulandari
UPI Kampus Purwakarta
e-mail: hayaniwulandari@upi.edu

ABSTRAK

Pendidikan karakter sangatlah penting dimiliki oleh anak usia dini untuk meningkatkan
kesadaran anak untuk berprilaku baik. Pendidikan karakter memberikan arah dan cara
pandang kepada setiap orang untuk membangun dan mengasah kembali sikap-sikap yang
sudah dimiliki oleh setiap orang untuk dimunculkan kembali dalam kehidupan sehari-hari. Atikan
Purwakarta sebagai suatu pandangan dalam kearifan lokal yang dibangun atau dibuat oleh
Bupati Purwakarta untuk dilaksanakan di sekolah-sekolh yang ada di Kabupaten Purwakarta.
Penguatan kajiannya dalam penyelenggaraan pendidikan berkarakter di Kabupaten
Purwakarta ini meliputi rangkaian kegiatan pembinaan dan pengasuhan pelajar di dalam dan di
luar sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah guna mengembangkan potensi diri,
mental, spiritual, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat,
bangsa dan negaranya. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai perkembangan anak usia dini
dengan karakteristiknya, berbagai cara yang dapat membantu implementasi atikan Purwakarta
untuk menumbuhkan pendidian karakter. Data diperoleh dari studi literatur, dan dokumentasi.
Artikel ini menyimpulkan bahwa melalui Atikan Purwakarta dapat menumbuhkan berbagai
pendidikan karakter anak usia dini.

Kata kunci: Pendidikan karakter, Atikan Purwakarta, Pendidikan Anak Usia Dini

A. PENDAHULUAN (Kamil,2017). Alat teknologi ini sudah


Pendidikan karakter adalah diberikan oleh orang tua dari anak usia 2
pendidikan yang dibangun kembali dalam tahun. Biasanya orang tua menganggap
rangka penguatan jati diri setiap manusia bahwa dengan diberikan gadget ini
Indonesia untuk dapat menjadi pribadi- membuat anak-anak menjadi lebih tenang
pribadi yang berbudi luhur dan memiliki dan terkontrol dan orang tua tidak lelah
kepekaan terhadap kebaikan (Nuh, 2013). mengawasi anak-anaknya yang biasanya
Pergaulan dan kemajuan teknlogi bergerak dengan aktif (Handayani, 2017).
memberikan pengaruh yang besar bagi Orang tua mengganggap normal bila
anak-anak saat ini (Gunarsa,2008). keadaan anak-anak dapat duduk dengan
Dampak pengaruhnya ada yang memiliki tenang tidak berkeringat ataupun
nilai positif dan nilai negatif. Pengaruh melakukan gerak yang membahayakan
lingkungan pergaulan dan teknologi ini tidak seperti terjatuh, terbentur, tersandung dan
dapat di bendung, karena manusia akan lain lainnya. Pandangan seperti itu dapat
selalu mengikuti alur yang ada dan dikatakan pemikiran yang instan. Hal ini
pengaruhnya sangat besar terhadap dianggap memberikan kemudahan dan
hubungan sosial dan budaya di masyarakat kesenangan bagi anak dan orang tua
(Nuswantoro,2015). karena sudah menjadi kebiasaan
Keadaan yang terjadi saat ini dari dilingkungan masyarakat.
pengaruh tersebut bila dilihat saat ini salah Hal-hal tersebut di atas memberikan
satunya adalah anak-anak sudah dampak yang kurang baik bagi anak-anak
diperkenalkan dengan alat-alat teknologi, diantaranya: 1. anak merasa sudah
contohnya adalah penggunaan gadget terpuaskan belajar dengan membaca

8
informasi dari gadget, padahal banyak tersosialisasi dengan baik, maka
pengetahuan yang didapatkan anak diluar Pendidikan Karakter Purwakarta sudah
gadget, 2. anak-anak mudah mendapatkan berjalan kurang lebih 4 tahun.
informasi atau kebutuhan apapun dengan
menggunakan gadget, dengan seperti ini B. KAJIAN PUSTAKA
memberikan celah kepada anak-anak
memberikan kemudahan yang 1. Pendidikan karakter
mengakibatkan mereka tidak dapat Menurut Aunillah (2011, hlm. 18-
bertahan bila mengalami kesulitan, 3. anak- 19) mengemukakan bahwa, “ Pendidikan
anak menjalin pertemanan yang semakin karakter adalah sebuah sistem yang
mudah dan luas, namun pertemanan menanamkan nilai-nilai karakter pada
tersebut tidak memiliki hubungan yang peserta didik, mengandung komponen
mendalam secara fisik dan emosional, 4. pengetahuan, kesadaran individu, tekad,
anak-anak yang sering menggunakan serta adanya kemauan dan tindakan
gadget akan mengalami potensi melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap
pengurangan konsentrasi pada saat belajar, Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
5. anak-anak akan jadi malas menulis manusia, lingkungan maupun bangsa,
karena tergantung gadget, kemampuan sehingga akan terwujud insan kamil”.
menulisnya akan tidak berproses dengan Selanjutnya Samani, Muchlas dan
baik (Tridhonanto, 2010) . Hariyanto (2011, hlm. 43) mengemukakan
Berdasarkan fenomena di atas, bahwa, “Pendidikan karakter adalah proses
dalam artikel ini akan dibahas tentang hal- pemberian tuntunan kepada peserta didik
hal yang dapat dilakukan agar anak-anak untuk menjadi manusia seutuhnya yang
penerus bangsa ini memiliki karakter yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran,
baik, untuk itu salah satu langkah yang raga, serta rasa, dan karsa”. Kedua
diperlukan adalah atikan yang telah pendapat tersebut memiliki substansi yang
dilaksanakan di Kabupaten Purwakarta sama mengenai makna dari pendidikan
untuk membentuk pendidikan karakter karakter yang bertujuan untuk membentuk
anak-anak . sebuah generasi yang bijak dan intelek
Pembangunan karakter tidak didasarkan pada nilai-nilai moral dan
terlepas dari perhatian dan usaha yang ketuhanan sehingga dapat berprilaku arif
dilakukan disetiap daerah di Indonesia, untuk dirinya sendiri maupun di dalam
salah satunya di kabupaten Purwakarta, masyarakat.
Provinsi Jawa Barat. Perhatian yang besar Makna dari pendidikan karakter
dalam menjaga karakter masyarakatnya juga berhubungan dengan dengan sikap
untuk selalu mewarnai dan memaknainya kebangsaan yang dimiliki seorang individu.
dengan pendidikan karakter bermuatan Sebagaimana dikemukakan oleh Ramli
lokal, maka Bupati Purwakarta H. Dedi (Asmani, 2011,hlm.32) yang menyatakan
Mulyadi bersama dengan jajarannya mulai bahwa tujuan dari pendidikan karakter
menyebarkan ide tentang Pendidikan adalah membentuk pribadi anak, supaya
karakter Purwakarta dikalangan instansi, menjadi manusia yang baik, warga
dinas terkait dan masyarakat dari tahun masyarakat, dan warga negara yang baik
2012. bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara
Tahun 2014 menjadi gebyar umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang
sosialisasi pendidikan karakter di banyak dipengaruhi oleh budaya
Purwakarta. Di setiap Instansi diwajibkan masyarakat dan bangsanya. Lebih lanjut
untuk dapat menyampaikan sosialisasi lagi, Ramli mengatakan bahwa pendidikan
tersebut pada saat Pembina upacara karakter di Indonesia harus bersumber dari
menyampaikan amanatnya. Setelah budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam
rangka membina generasi muda”.

9
Dari pendapat Ramli di atas, dapat e. Hari Jumat, nyucikeun diri, mengandung
disimpulkan bahwa untuk mewujudkan makna mendekatkan diri kepada Tuhan
generasi yang memiliki nilai-nilai Yang Maha Kuasa;
kebangasaan yang baik, maka pelaksanaan f. Hari Sabtu dan Minggu, betah di imah,
pendidikan karakter harus mengandung makna mencintai rumah
mengintegrasikan nilai-nilai budaya yang sebagai tempat bernaung keluarga.
ada di Indonesia. Hal ini tentu saja Pendidikan formal di Purwakarta
memberikan tantangan tersendiri karena diharuskan untuk menjalankan Pendidikan
Negara Indonesia memiliki keragaman Karakter Purwakarta. Pendidikan formal
budaya yang sangat tinggi. Integrasi nilai- terbagi beberapa jenjang salah satunya
nilai budaya lokal yang berlandaskan pada adalah Pendidikan Anak Usia Dini.
azas ketuhanan yang maha esa merupakan Pendidikan di PAUD merupakan lembaga
solusi alternatif untuk melaksanakan yang dikelola dan diatur oleh pemerintah
keseragaman pendidikan karakter pada yang bergerak di bidang pendidikan yang
setiap jenjang pendidikan sehingga upaya diselenggarakan secara formal. Pemberian
perwujudan bangsa yang berkarakter materi yang bersifat lokal diberikan dan
menjadi lebih mudah dicapai. disesuaikan dengan daerah masing-masing.
Untuk Kabupaten Purwakarta, di
2. Atikan Purwakarta setiap sekolahnya harus menjalankan
pendidikan karakter salah satunya
Tahun 2014 menjadi gebyar menjalankan pasal 5 ayat 2 yang sesuai
sosialisasi pendidikan karakter di dengan peraturan bupati. Dalam hal ini
Purwakarta. Di setiap instansi sekolah harus terus mensosialisasikan dan
diwajibkan untuk dapat menyampaikan menjalankannya kepada anak-anak dan
sosialisasi tersebut pada saat pembina sivitas akademik lainnya, agar mereka
upacara menyampaikan amanatnya. dapat memahami dan melaksanakannya
Tahun 2015, terbitlah Peraturan Bupati dengan pemahaman terhadap latar
Purwakarta Nomor 69 Tahun 2015 belakang ditegakkanya nilai atau aturan
tentang Pendidikan Karakter. Di tersebut.
dalamnya terdapat XIV Bab dan 35
pasal. Salah satu yang akan dijadikan
bahan kajian adalah pada pasal 5 ayat 2 3. Pendidikan Anak Usia Dini
berisi, 7 (tujuh) Poe Atikan Pendidikan
Purwakarta Istimewa atau 7 (tujuh) Hari Penyelenggaraan pendidikan anak
Ajaran Pendidikan Purwakarta Istimewa, prasekolah telah diatur dalam Undang-
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Undang Sistem Pendidikan Nasional
meliputi nilai sebagai berikut: (UUSPN) Nomor 2 Tahun 1989 dan
Peraturan Pemerintah (PP)Nomor 27 Tahun
a. Hari Senin, ajeg nusantara, mengandung 1990 tentang Pendidikan Anak Prasekolah.
makna menumbuhkan rasa kebangsaan UUSPN dibuat oleh pemerintah merupakan
atau cinta tanah air; wujud dari kepedulian kepada anak-anak
b. Hari Selasa, mapag di buana, prasekolah (3-6 tahun) yang merupakan
mengandung makna memperluas awal dari pengenalan pendidikan anak usia
wawasan terhadap dunia; dini. Konsep pendidikan anak usia dini terus
c. Hari Rabu, maneuh di sunda, dikaji hingga lebih dari 15 tahun hingga
mengandung makna kembali pada jati menemukan gagasan baru pada tahun
diri sebagai orang sunda; 2003 yaitu dengan konsep PAUD.
d. Hari kamis, nyanding wawangi, PAUD menurut UU Republik
mengandung makna memberikan ruang Indonesia Nomor 21 tahun 2003 tentang
untuk kebebasan berekspresi; Sistem Pendidikan Nasional (SPN)
dijelaskan bahwa PAUD adalah suatu

10
upaya pembinaan yang ditujukan kepada baik dari keluarga, masyarakat, sekolah,
anak sejak lahir sampai dengan usia enam dan pihak Dinas terkait.
tahun yang dilakukan melalui pemberian PAUD sebagai salah satu jenjang
rangsangan pendidikan untuk membantu pendidikan yang melaksanakan peraturan
pertumbuhan dan perkembangan jasmani Bupati tersebut, maka secara langsung
dan rohani agar anak memiliki kesiapan anak-anak PAUD dan guru terlibat dalam
dalam memasuki pendidikan selanjutnya. atikan Purwakarta, yang setiap harinya
Konsep PAUD yang sederhana memiliki tema dalam mengantarkan anak-
adalah ingin memberikan penawaran anak belajar disekolah. Atikan memiliki arti
kepada masyarakat mengenai pentingnya yaitu pendidikan.
pengembangan dan pengetahuan tentang Selanjutnya dapat dilihat uraian
perkembangan dan prilaku anak usia dini. yang lebih lengkap tentang 7 Poe Atikan
Selajutnya berbagi pengalaman serta teori Purwakarta sebagai berikut:
tentang kejadia-kejadian yang sering a. Senin: Ajeg Nusantara
muncul dari sikap dan tingkah laku pada Ajeg dalam bahasa Indonesia artinya tegak,
anak usia dini. sehingga konsep pembelajaran mengenai
Ajeg Nusantara memiliki pengertian Negara
C. PEMBAHASAN kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini
Pendidikan karakter dimunculkan yang tersusun dari hamparan bumi
guna menangkis pengaruh pengaruh yang nusantara memiliki kekayaan dari berbagai
kurang baik bagi perkembangan yang latar belakang.
terjadi pada generasi muda terutama anak- b. Selasa: Mapag Buana
anak (Purwandari, 2008). Pemerintah Mapag artinya menjemput, buana artinya
maupun masyarakat berupaya agar dunia. Secara harfiah, mapag buana berarti
karakteristik anak-anak tetap dapat terjaga menyiapkan diri kita dari berbagai hal untuk
dan dapat memiliki nilai-nilai yang sesuai menjemput datangnya peradaban dunia
dengan adat ketimuran (Holilah,2016). yang semakin modern. Dalam falsafah
Salah satu cara yang dilakukan oleh sunda sering kita dengar,mi indung ka
Pemerintah Kabupaten Purwakarta adalah waktu, bapa ka zaman.
dengan dimunculkannya Peraturan Bupati c. Rabu: Maneuh di Sunda
Purwakarta Nomor 69 Tahun 2015 tentang Maneuh berarti diam atau tinggal, Sunda
Pendidikan Karakter. Di dalamnya terdapat tentu adat budaya yang mendiami tanah
XIV Bab dan 35 pasal. Pajajaran, sebagai wilayah Propinsi Jawa
Salah satu yang akan dijadikan Barat dan Banten, termasuk di dalamnya
bahan kajian adalah pada pasal 5 ayat 2 Kabupaten Purwakarta. Maneuh di Sunda
berisi, 7 (tujuh) Poe Atikan Pendidikan berarti menegaskan kita yang tinggal di
Purwakarta Istimewa atau 7 (tujuh) Hari Purwakarta harus mengenal jati dirinya,
Ajaran Pendidikan Purwakarta Istimewa, budaya leluhurnya, yang dengan budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Sunda itu, kita menjadi bangsa sebagai
meliputi nilai sebagai berikut: bangsa Indonesia yang majemuk.
a. Hari Senin, ajeg nusantara, d. Kamis: Nyanding Wawangi (hari Estetis)
b. Hari Selasa, mapag di buana Pengetahuan siswa yang sudah mengenal
c. Hari Rabu, maneuh di sunda jati diri budayanya, membuka cakrawala
d. Hari kamis, nyanding wawangi nusantara dan telah mengarungi dunia,
e. Hari Jumat, nyucikeun diri maka ia akan naik pada tingkatan
f. Hari Sabtu dan Minggu, betah di imah. selanjutnya sebagai siswa yang siap hidup
Pelaksanaan 7 Poe Atikan merdeka, belajar tampa batas, membuka
Purwakarta ini dilakukan dari jenjang PAUD jendela ilmu dengan kemampuan dirinya
sampai dengan Sekolah Menengah Umum. sendiri.
Untuk itu pelaksanaanya memerlukan e. Jumat: Nyucikeun Diri
dukungan dan kerjasama dari semua pihak,

11
Nyucikeun diri (mensucikan diri) berarti serta ikat kepala. Permainan yang dilakukan
nganterukeun diri (mengantarkan diri) kita lebih mengarah kepada permainan
pada kesucian. Kesucian yang dimaksud tradisionl yang ada di Sunda seperti
adalah kesucian hati, jiwa dan pikiran kita bermain congklak, engrang, engklek,gobak
agar tetap terjaga , selalu dekat dengan sodor, dll.
Tuhannya. Kamis dijadikan hari berkarya, anak-
f. Sabtu dan Minggu: Betah di Imah anak diberikan kebebasan dalam
Hari Sabtu dan Minggu siswa melakukan menentukan imajinasinya dalam
pembelajarn di rumah. Sabtu dan Minggu menggambar, menulis puisi menyanyi,
betah di imah dan para guru tidak mengguanakn alat music ataupun menari.
memberikan tugas apapun kepada siswa. Setiap kegiatan harus disesuaikan dengan
Siswa betah bersama orang tua melakukan tema yang akan dilakukan pada
kegiatan bersama. pembelajaran saat itu. Kebebasan imajinasi
(Sumber: TK Negeri Pembina Purwakarta) anak-anak tetap dalam arahan dan
Pelaksanaan yang telah dilakukan di bimbingan guru.
sekolah-sekolah di Purwakarta khususnya Di sekolah anak dan guru laki-laki
di TK Negeri Pembina Purwakarta dihari Jumat menggunakan baju koko dan
diantaranya sebagai berikut: sarung . Hal ini dilakukan agar supaya
Setiap hari Senin anak-anak diajak anak-anak lebih memahamai bahwa Jumat
untuk mengikuti upacara bendera serta merupakan hari paling baik, mulia, waktu
menggunakan Bahasa Indonesia dengan paling mustajab untuk berdoa. Untuk itu
baik dan benar. Pemahaman kecintaan anak-anak diperkenalkan dengan pakaian
terhadap tanah air dilakukan dengan anak yang disesuaikan untuk sholat Jumat. Anak-
belajar bersama dengan saling membantu anak dipagi hari bersama-sama melakukan
dalam menyelesaikan beberapa permainan sholat Dhuha.
yang dilakukan disekolah. Hari Sabtu dan Minggu adalah
Di hari Selasa anak-anak waktu keluarga mendidik anak-anak
diperkenalkan pembelajaran menggunakan tersebut di rumah masing-masing. Orang
komputer dan penggunaan in fokus dalam tua ikut serta mengarahkan, mendampingi
pembelajarannya. Anak-anak dibawa anak-anak dalam berbagai aktivitas yang
kedalam informasi yang luas melalui dilakukan di rumah bersama oaring tuanya.
internet hingga pada akhirnya anak-anak 7 poe atikan Purwakarta ini
dapat memahami apa saja yang terjadi di menghantarkandan mengarahkan anak-
luar sana. anak untuk dapat kembali memahami
Usaha yang dilakukan oleh pihak dasar-dasar nilai yang baik dan sudah ada
sekolah di hari rabu salah satunya anak- dari masa lalu. Semuanya dapat dilakukan
anak dan guru menggunaan pakaian adat dengan kesungguhan hati dan keyakinan
sunda seperti anak perempuan dalam menjalankannya terutama adanya
menggunakan kebaya dan samping, anak tuntutan kebijakan pemerintah daerah untuk
lelaki menggunakan baju dan celana pangsi turut serta melaksanakannya.

12
Materi Pembelajaran PAUD

Guru

Silabus & RPP


Anak-anak
yang
Anak Usia Dini memiliki
kecerdasan
dan
Berbasis memiliki
Atikan Kegiatan Pembelajaran di PAUD karakter
Purwakarta yang
berbudi
pekerti
luhur

Gambar 1. Kerangka Pemikiran 7 Poe Atikan Purwakarta

D. KESIMPULAN Seperti nilai religious, nilai moral, dan nilai


Pendidikan pada hakekatnya adalah estetik.
merupakan proses belajar manusia yang Semuanya dapat terlaksana bila
sedang mengalami perubahan untuk adanya kerjasama dan keinginan yang kuat
menjadi lebih maju dan berkembang dari semua kompoten seperti keluarga,
menjadi pribadi yang memiliki karakteristik masyarakat, guru , sekolah dan dinas
dan nilai-nilai yang baik. Proses pemerintahan terkait untuk membentuk
pembelajaran tersebut didapatkan dari manusia Indonesia yang unggul.
lingkungan sekitarnya seperti lingkungan Kabupaten Purwakarta telah
keluarga, masyarakat, dan sekolah. malaksanakan hal tersebut dengan
Pendidikan haruslah tidak hanya dimasukkannya kebijakan Bupati yang lebih
memuat tentang kemampuan kognitif , dikenal dengan 7 Peo Atikan Purwakarta
afektif dan psikomotornya saja, namun dalam rangka pembentukan karakter di
pendidikan nilai haruslah diperhatikan dan sekolah-sekolah. Diharapkan agar anak-
diberdayakan dengan sungguh-sungguh. anak di Kabupaten Purwakarta tidak hanya

13
cerdas secara akademik, namun memiliki Kehidupan Sehari-Hari”. Diss. IAIN
karakter yang berbudi luhur. Raden Intan Lampung.
Nuh, Mohammad. 2013. Menyemai Kreator
Peradaban. Serambi Ilmu Semesta.
DAFTAR RUJUKAN Nuswantoro, Universitas Dian.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. “Buku 2015."Kebudayaan Dan Masyarakat."
Panduan Internalisasi Pendidikan Peraturan Pemerintah (PP).1990. Nomor
Karakter di Sekolah”. Jogjakarta: DIVA 27.” Pendidikan Anak Prasekolah”.
Press. Purwandari, Eny. 2008."Character Building:
Aunillah, Nurla Isna. 2011.”Panduan Pengaruh Pendidikan Nilai terhadap
Menerapkan Pendidikan Karakter di Kecerdasan Emosi Anak."
Sekolah”. Jogjakarta: Laksana. Undang-Undang Sistem Pendidikan
Gunarsa, Singgih D.2008. “Psikologi Nasional (UUSPN).1989.Nomor 2.
Perkembangan Anak Dan Remaja”. BPK Tridhonanto, Al. 2010.” Meraih Sukses
Gunung Mulia. Dengan Kecerdasa Emosional”. Elex
Handayani, Tri. 2017. “Efektivitas Layanan Media Komputindo.
Konseling Kelompok Dengan Teknik Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011.
Manajemen Diri Untuk Mengurangi “Konsep dan Model Pendidikan
Kecanduan Game Online Peserta Didik Karakter”. Bandung: Remaja
Kelas Viii Smp Negeri 11 Bandar Rosdakarya.
Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017”.
Diss. IAIN Raden Intan Lampung. RIWAYAT PENULIS
Holilah, Mina. 2016. "Kearifan Ekologis Hayani Wulandari adalah Dosen Pengampu
Budaya Lokal Masyarakat Adat Cigugur Mata Kuliah Seni Tari di UPI Kampus
Sebagai Sumber Belajar Ips." Jurnal Purwakarta. Gelar Sarjana dan Magister
Pendidikan Ilmu Sosial 24.2 : 163-178. Seni Diperolehnya dari UPI. Saat ini Ia
Kamil, Muhammad Faris. 2017.“Pengaruh sedang menyelesaikan Pendidikan S3 Seni
Gadget Berdampak Kepada Kurangnya di UPI. E-mail: hayaniwulandari@upi.edu.
Komunikasi Tatap Muka Dalam

14
PENERAPAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA
KELAS VPADA MATERI GAYA DAN PEMANFATANNYA

Yuyu Hendawati1, Cici Kurniati2

yuyuhendawati@upi.edu, cici.kurniati.@student.upi.edu

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep siswa


mengenai materi gaya dalam pelajaran IPA. Hal ini dikarenakan metode
pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi dan tidak menggunakan
media dalam pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan penjelasan dari
guru, akibatnya siswa kesulitan dalam memahami materi pelajaran yang
disampaikan sehingga pencapaian hasil belajar masih rendah. Tujuan
penelitian ini untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi
gaya dan mengetahui aktivitas yang terjadi selama pembelajaran dengan
menerapkan metode eksperimen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas dengan mengadaptasi desain penelitian
Kemmis dan Mc. Taggart. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap
siklus terdiri dari empat tahap kegiatan yaitu, perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN
Legokhuni dengan jumlah 30 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan tes dan observasi. Berdasarkan data hasil penelitian dengan
menerapkan metode eksperimen diperoleh hasil yang cukup memuaskan. Hal
ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan klasikal yang mengalami
peningkatan. Pada siklus I sebesar 66,7% meningkat menjadi 86,7% pada
siklus II. Selain itu aktivitas siswa dalam proses pembelajaran juga mengalami
peningkatan pada setiap siklusnya. Dari data di atas, disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA di SD dengan menerapkan metode eksperimen dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan aktivitas belajar siswa.

Kata Kunci: Metode Eksperimen, Pemahaman Konsep, Gaya dan


Pemanfaatannya

A. PENDAHULUAN jumlah 30 orang, diperoleh nilai rata-rata


54. Nilai ini masih jauh dari yang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diharapkan yaitu berdasarkan KKM yang
adalah salah satu mata pelajaran yang ditetapkan sekolah sebesar 69, hanya 7
diajarkan di sekolah dasar. Mempelajari siswa (23,3%) yang tuntas dari jumlah
IPA tidak hanya sekedar menghafal, tetapi keselurahan siswa kelas V sebanyak 30
juga harus memahami konsep-konsep 0rang.
materi pelajaran. Kondisi ini terjadi karena siswa
Berdasarkan hasil tes awal kesulitan dalam memahami materi
pemahaman konsep siswa pada pelajaran. Pembelajaran yang biasa
pembelajaran IPA tentang gaya, yang dilakukan masih belum dapat
dilakukan pada siswa kelas V dengan mengembangkan pemahaman konsep

15
siswa. Metode pembelajaran yang mengajarkan siswa dalam belajar suatu
digunakan kurang bervariasi dan tidak konsep materi yang dipelajari. Siswa
menggunakan media pembelajaran. terlibat aktif dalam pembelajaran dengan
Siswa hanya duduk mendengarkan mengikuti tahapan-tahapan pembelajaran.
penjelasan dari guru, akibatnya siswa Sehingga, siswa dapat menemukan
kurang dapat memahami materi pelajaran sendiri tentang konsep yang sedang
yang disampaikan dan perolehan nilai dipelajarinya sesuai dengan yang
hasil belajar siswa pun rendah. diperoleh dalam pembelajaran.
Salah satu cara mengajar guru yang
dapat membantu siswa memahami B. KAJIAN TEORITIK
konsep dari materi yang diajarkan yaitu 1. Metode Eksperimen
dengan belajar bermakna, artinya dengan Metode eksperimen menurut Sagala
cara mempraktekkan langsung materi (2005, hlm. 220) adalah “Cara penyajian
yang diajarkan. Sesuai dengan sebuah pelajaran yang mengarahkan siswa untuk
pendapatyang menyatakan bahwa IPA melakukan percobaan dengan mengalami
membahas tentang gejala-gejala alam sendiri apa yang sedang dipelajarinya.
yang disusun secara sistematis Metode eksperimen mampu menciptakan
berdasarkan pada hasil percobaan dan kondisi belajar yang dapat
pengamatan yang dilakukan oleh manusia mengembangkan kemampuan berpikir dan
(Samatowa, 2010, hlm. 03). Dengan kata kreativitas siswa secara optimal”.
lain, IPA tidak dapat dipisahkan dari Sedangkan Djamarah dan Zain
percobaan dan pengamatan. (2006, hlm. 84) mengungkapkan bahwa,
Salah satu alternatif untuk metode eksperimen adalah cara penyajian
membantu siswa memahami konsep pelajaran, dimana siswa melakukan
materi IPA tentang gaya dan percobaan dengan mengalami dan
pemanfaatnannya adalah dengan membuktikan sendiri sesuatu yang
menngunakan metode eksperimen dalam dipelajari. Dalam proses pembelajaran
pembelajaran. dengan metode eksperimen ini, siswa
diberi kesempatan untuk mengalami
Roestiyah (2008, hlm. 80) sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti
mengemukakan bahwa metode suatu proses, mengamati suatu objek,
eksperimen ialah cara mengajar, di mana menganalisis, membuktikan dan menarik
siswa melakukan percobaan tentang kesimpulan sendiri mengenai suatu objek,
sesuatu hal, diamati prosesnya, keadaan atau proses sesuatu. Dengan
laludituliskan hasil percobaan tersebut, demikian, siswa dituntut untuk mengalami
kemudian hasilnya dipresentasikan di sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba
kelas dan dilakukan evaluasi oleh guru. mencari suatu hukum atau dalil, dan
Sehingga dengan melakukan eksperimen, menarik kesimpulan atas proses yang
siswa lebih mudah memahami konsep dialaminya itu.
apa yang dipelajari karena mengalami Berdasarkan pengertian di atas,
sendiri sesuatu yang sedang dapat ditarik kesimpulan bahwa metode
dipelajarinya. Adapun tahapan-tahapan eksperimen adalah metode belajar
pelaksanaan metode eksperimen menurut mengajar yang sesuai untuk pembelajaran
Palendeng (dalam Hamdayama, 2014, IPA dengan memberikan kondisi belajar
hlm. 126) sebagai berikut: 1) percobaan kepada siswa agar dapat
awal, 2) pengamatan, 3) hipotesis awal, 4) mengembangkan kemampuan berpikir dan
verifikasi/ melakukan percobaan, dan 5) kreativitas secara optimal.
evaluasi.
Dengan menerapkan metode Tujuan metode eksperimen yaitu
eksperimen akan melatih dan agar siswa mampu mencari dan

16
menemukan sendiri berbagai jawaban kehidupan manusia; (3) Hasil-hasil
atau persoalan-persoalan yang percobaan yang berharga dapat
dihadapinya dengan mengadakan dimanfaatkan untuk kemakmuran umat
percobaan sendiri. Juga siswa dapat manusia.
terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah.
Dengan eksperimen siswa menemukan Sedangkan kekurangan dari
bukti kebenaran dari teori sesuatu yang metode eksperimen menurut Djamarah
sedang dipelajarinya.
Langkah-langkah eksperimen yang dan Zain (2006, hlm. 84), yaitu:
dikemukakan Ramyulis (2005, hlm. 250) (1) Metode ini lebih sesuai untuk bidang-
bidang sains dan teknologi; (2) Metode
sebagai berikut: ini memerlukan berbagai fasilitas
1) memberi penjelasan secukupnya peralatan dan bahan yang tidak selalu
tentang apa yang harus dilakukan dalam mudah diperoleh dan mahal; (3) Metode
eksperimen; 2) menentukan langkah- ini menuntut ketelitian, keuletan, dan
langkah pokok dalam membantu siswa katabahan; (4) Setiap percobaan tidak
dengan eksperimen; 3) sebelum selalu memberikan hasil yang diharapkan
eksperimen di laksanakan terlebih dahulu karena mungkin ada faktor-faktor tertentu
guru harus menetapkan: alat-alat apa yang yang berada diluar jangkauan
diperlukan, langkah-langkah apa yang kemampuan atau pengendalian.
harus ditempuh, hal-hal apa yang harus 2. Pemahaman Konsep
dicatat, dan variabel-variabel mana yang a. Pengertian Pemahaman Konsep
harus dikontrol; dan 4) setelah eksperimen Bloom (Widodo, 2006, hlm. 6)
dilakukan guru harus menentukan tindak mengemukakan bahwa, ‘comprehension
lanjut eksperimen contohnya : is understand the meaning, paraphrase a
mengumpulkan laporan mengenai concept’. Siswa dapat memahami ketika
eksperimen tersebut, mengadakan tanya mereka mampu membuat hubungan
jawab tentang proses, melaksanakan teks antara pengetahuan baru untuk
untuk menguji pengertian siswa. ditambahkan dan pengetahuan
Menurut Winataputra (Tsuraya, sebelumnya. Pengetahuan yang masuk
2013, hlm. 9) “Karakteristik metode didintegrasikan dengan model mental
eksperimen serta hubungannya dengan dan kerangka kognitif yang ada.
pengalaman belajar siswa, yaitu: 1) ada Pengetahuan konseptual memberikan
alat bantu yang digunakan; 2) ada tempat dasar untuk sebuah pemahaman.
untuk melakukan metode eksperimen; 3) Berdasarkan taksonomi Bloom,
ada pedoman (petunjuk kerja) untuk siswa; pemahaman merupakan jenjang kognitif
4) ada topik (materi pelajaran) yang C2.
dieksperimenkan; dan 5) ada temuan- b. Indikator Pemahaman Konsep.
temuan”. Anderson dan Krathwohl (2010,
Menurut Djamarah dan Zain (2006, hlm. 106) mengemukakan bahwa, “…
hlm. 84) kelebihan metode eksperimen dalam kategori memahami mencakup
tujuh proses kognitif, meliputi:
adalah sebagai berikut: menafsirkan (interpreting), memberikan
(1) Membuat siswa lebih percaya atas contoh (exemplifying),
kebenaran atau kesimpulan berdasarkan mengklasifikasikan (classifying),
percobaannya; (2) Dapat membina siswa meringkas (summarizing), menarik
untuk membuat terobosan-terobosan inferensi/ menyimpulkan (inferring),
baru dengan penemuan dari hasil membandingkan (comparing), dan
percobaannya dan bermanfaat bagi menjelaskan (explaining)”.

17
(1). Menafsirkan (interpreting), yaitu refleksi. Keempat komponen tersebut
mengubah dari suatu bentuk informasi ke dianggap sebagai satu siklus.
bentuk informasi lainnya, misalnya dari Penelitian dilakukan di SDN
kata-kata ke grafik atau gambar, atau Legokhuni, Kecamatan Wanayasa,
sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau Kabupaten Purwakarta. Subjek penelitian
sebaliknya, maupun dari kata-kata ke yaitu siswa kelas V berjumlah 30 siswa
kata-kata, misalnya meringkas atau dengan komposisi 13 siswa laki-laki dan
membuat paraphrase; 2) Memberikan 17 siswa perempuan.
contoh (exemplifying), yaitu memberikan Penelitian ini, menggunakan dua
contoh dari suatu konsep atau prinsip jenis instrumen, yaitu instrumen
yang bersifat umum. Memberikan contoh pembelajaran dan instrumen pengumpul
menuntut kemampuan mengidentifikasi data. Instrumen pembelajaran terdiri dari
ciri khas suatu konsep dan selanjutnya RPP dan Lembar Kerja Kelompok (LKK).
menggunakan ciri tersebut untuk Sedangkan instrumen pengumpul data,
membuat contoh; 3) Mengklasifikasikan terdiri dari lembar observasi dan juga
(classifying), yaitu mengenali bahwa lembar tes.
sesuatu (benda atau fenomena) masuk Pengumpulan data dilakukan dengan
dalam kategori tertentu; 4) Meringkas observasi dan tes.Observasi dilakukan
(summarizing), yaitu membuat suatu saat berlangsungnya kegiatan
pernyataan yang mewakili seluruh pembelajaran untuk mengukur aktivitas
informasi atau membuat suatu abstrak belajar siswa dan kinerja guru ketika
dari sebuah tulisan; 5) Menarik inferensi menggunakan metode eksperimen.
(inferring), yaitu menemukan suatu pola Sedangkan, tes dilakukan sebanyak 2 kali
dari sederetan contoh atau fakta; 6) dalam setiap siklus yaitu sebelum proses
Membandingkan (comparing), yaitu pembelajaran menggunakan metode
mendeteksi persamaan dan perbedaan eksperimen (pretes) dan evaluasi setelah
yang dimiliki dua objek, ide ataupun proses pembelajaran dengan
situasi; dan 7) Menjelaskan (explaining), menggunakan metode eksperimen
yaitu mengkonstruk dan menggunakan (postes).
model sebab-akibat dalam suatu sistem. Analisis data dalam penelitian ini
c. Materi Gaya dan Pemanfaatannya dilakukan dengan mengolah data yang
Berdasarkan Kurikulum Tingkat berasal dari lembar observasi dan lembar
Satuan Pendidikan 2006 (KTSP 2006) tes. Langkah analisis data dilakukan
dengan Standar Kompetensi (SK) sebagai berikut:
Memahami hubungan antara gaya, gerak, 1. Data hasil observasi aktivitas siswa
dan energi, serta fungsinya. Pada dan guru, didapat dengan pemberian
Kompetensi Dasar (KD) Mendeskripsikan skor pada lembar observasi. Skor yang
hubungan antara gaya, gerak dan energi digunakan adalah skala likert: 1 = tidak
melalui percobaan pada kelas V SD. baik, 2 = kurang baik, 3 = cukup baik, 4
= kurang baik, dan 5 = sangat baik.
C. METODE (Sugiyono, 2009, hlm.137)
Kemudian data skor yang diperoleh
Penelitian tindakan ini dikembangkan dihitung persentasenya dengan rumus
dengan menerapkan metode Penelitian berikut:
Tindakan Kelas (PTK). Desain penelitian
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
digunakan adalah desain penelitian yang 𝑁= 𝑥 100%
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
dilakukan oleh Kemmis dan Mc. Taggart
(Sudjana, 2006, hlm. 78)
yang terdiri dari empat komponen, yaitu
Keterangan:
perencanaan, tindakan, observasi, dan
10% - 29% = Sangat kurang

18
30% - 49% = Kurang dengan metode eksperimen dalam
50% - 69% = Cukup meningkatkan pemahaman konsep.
70% - 89% = Baik Sebelum melakukan penelitian, langkah
90% - 100% = Baik sekal
pertama yang dilakukan adalah melakukan
Apabila persentase observasi wawancara dengan guru kelas V dan
telah mencapai 70% ke atas, maka observasi untuk mengetahui data awal
tujuan pembelajaran telah berhasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 12
dicapai. April 2016 di SDN Legokhuni.
2. Data hasil tes pemahaman konsep Pada data awal didapat hasil
siswa, dihitung sebagai berikut. observasi dan wawancara diketahui bahwa
pembelajaran IPA tentang materi gaya di
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ kelas V SDN Legokhuni belum
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = × 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 menerapkan metode pembelajaran yang
(Aqib, dkk., 2010, hlm. 40) bervariasi. Cara mengajar guru hanya
Siswa dikatakan tuntas dengan metode ceramah yang didominasi
belajarnya apabila mencapai KKM oleh guru, lalu diselingi dengan tanya
yang ditentukan sekolah sebesar 69. jawab. Setelah itu, siswa mengerjakan
Selain menghitung skor total, dihitung soal latihan yang dibuat guru. Siswa belum
pula nilai rata-rata hasil tes siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, karena
menggunakan rumus berikut:
hanya duduk, dengar, catat, dan diam.
𝑥
𝑋= (Aqib, dkk., 2010, hlm. 40) Siswa cpat bosan dan kurang fokus pada
𝑁
Keterangan: pelajaran. Hal ini berakibat pada
X = Nilai rata-rata kurangnya pemahaman siswa pada
x = jumlah nilai seluruh siswa pembelajaran IPA tentang konsep gaya.
N = Jumlah siswa Hasil prestes pemahaman konsep gaya
Untuk menghitung ketuntasan siswa kelas V SDN Legokhuni sebelum
belajar siswa secara klasikal dapat tindakan disajikan dalam Tabel 1.
menggunakan cara sebagai berikut: Tabel 1. Persentase Hasil Pretes Siswa
𝑃 No KK Juml Persent Persenta
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟 . M ah ase se
= Sisw Ketuntas
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
× 100% a an
1. < 69 23 76,7 %
(Aqib, dkk., 2010, hlm. 40) 2. = 69 0 0%
23,3%
3.  69 7 23,3 %
Ketuntasan belajar klasikal Jumlah 30 100 %
dinyatakan berhasil apabila persentase Keterang Belum Tuntas
ketuntasan mencapai ≥ 85%. an
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 1. Dapat diketahui
bahwa sebelum dilakukan tindakan, dari
A. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan 36 siswa kelas V SDN Legokhuni yang
Pelaksanaan tindakan berupa mempu mencapai KKM 69 hanya 7 siswa
implementasi tindakan-tindakan yang telah atau 23,3%. Sedangkan yang belum
direncanakan sebelumnya berkaitan mencapai KKM sebanyak 23 siswa atau
76,7%.

19
akan dicapai hari itu yaitu memahami
konsep tentang gaya gravitasi dan
B. Temuan Pelaksanaan Tindakan
pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-
1. Siklus I
hari.
Pelaksanaan siklus I dilaksanakan
2) Kegiatan Inti
pada hari Senin, tanggal 18 April. Pokok
a) Tahap pecobaan awal, guru
bahasan gaya pada siklus I ini adalah
melakukan demonstrasi untuk
tentang gaya gravitasi, dengan tahapan
menampilkan masalah yang
sebagai berikut:
berkaitan dengan materi IPA yang
a. Tahap Perencanaan
akan dipelajari.
Sebelum diadakan pembelajaran
b) Tahap pengamatan, siswa
terlebih dahulu dibuat perencanaan
mengamati demonstrasi guru.
sebagai berikut:
c) Tahap hipotesis awal, yaitu siswa
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan
diharapkan merumuskan hipotesis
Pembelajaran (RPP). RPP dibuat
awal dari masalah yang
berdasarkan silabus dengan mengacu
didemonstrasikan guru.
kepada SK, KD, dan Indikator tentang
d) Tahap verifikasi/ melakukan
gaya gravitasi.
percobaan, pada tahap ini siswa
2) Mempersiapkan instrumen penelitian
bekerja dalam kelompoknya
yang akan digunakan, diantaranya:
masing-masing untuk melakukan
Lembar observasi aktivitas siswa
eksperimen dengan mengikuti
maupun guru, lembar kerja kelompok
langkah-langkah yang terdapat
yang digunakan pada saat siswa
dalam LKK, mengamati percobaan
melakukan percobaan, dan lembar tes
yang dilakukan, menjawab
pemahaman berupa soal pilihan ganda
pertanyaan arahan dalam LKK, dan
yang dibuat sesuai indikator
membuat kesimpulan dari hasil
pemahaman konsep yang diukur
percobaan yang dilakukan. Guru
dalam penelitian ini, yaitu menjelaskan,
mengawasi dan membimbing siswa
memberikan contoh, menafsirkan,
dalam melakukan eksperimen,
membandingkan, dan menyimpulkan.
sambil mengisi format penilaian
3) Mempersiapkan sumber, bahan ajar,
observasi yang telah disiapkan.
dan media yang sesuai dengan pokok
Setelah LKK selesai dikerjakan,
bahasan gaya gravitasi.
guru memberikan kesempatan
kepada setiap perwakilan
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
kelompok untuk melaporkan hasil
Pelaksanaan penelitian tindakan
percobaannya.
kelas siklus I dilaksanakan hari Senin, 18
e) Tahap evaluasi, guru memberikan
April 2016 dimulai pukul 07.20 s/d 08.30
postes kepada setiap individu. Nilai
WIB.Materi yang dibahas yaitu konsep
tes tersebut nantinya dijadikan
gaya gravitasi dengan menerapkan
sebagai bahan untuk merefleksi
metode eksperimen.
pembelajaran yang telah
1) Kegiatan Awal
dilaksanakan untuk perbaikan pada
Pada kegiatan awal, pembelajaran
siklus berikutnya.
dibuka oleh guru dengan kegiatan berdo’a
3) Kegiatan Akhir
dan absensi.Kemudian siswa dikondisikan
Guru dan siswa bersama-sama
untuk memulai pembelajaran. Guru
menyimpulkan materi yang telah dipelajari,
melakukan apersepsi untuk menggali
memberi penguatan positif, dan berdoa
pengetahuan awal siswa yang berkaitan
bersama untuk menutup pembelajaran.
dengan gaya gravitasi. Lalu guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yang
c. Observasi Tindakan Siklus I

20
Berdasarkan observasi pada pembelajaran, beberapa siswa masih
tindakan siklus I diperolah data aktivitas kesulitan dalam menyelesaikan soal tes
siswa dengan menerapkan metode pemahaman, dan siswa masih kurang
eksperimen yaitu sebagai berikut: serius dalam aspek mengajukan atau menjawab
dalam mengikuti pembelajaran 70%, pertanyaan. Sehingga dapat disimpulkan
mengamati demonstrasi guru 70,7%, bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
mengajukan pertanyaan 57,3%, dengan menggunakan metode eksperimen
mengutarakan jawaban, 59,3%, aktif sudah terjadi peningkatan dibandingkan
berpartisipasi dalam kelompok 69,3%, dengan sebelum adanya tindakan, akan
melakukan eksperimen sesuai dengan tetapi nilai pencapaian aktivitas siswa dan
langkah kerja 69,3%, menggunakan media guru serta hasil tes pemahaman konsep
pembelajaran 66%, mengamati percobaan siswa belum mencapai target yang
yang dilakukan 65,3%, aktif berdiskusi direncanakan sehingga masih perlu
dalam kelompok 66%, dan mengerjakan dilakukan perbaikan pada siklus II.
tes secara individu 74,7%. Berdasarkan
data tersebut, nilai rata-rata keseluruhan 2. Siklus II
aktivitas siswa dengan menerapkan Siklus II dilaksanakan pada hari
metode eksperimen mencapai 66,8% Rabu, tanggal 27 April. Kegiatan
artinya termasuk dalam kategori cukup. pembelajaran pada siklus II merupakan
Sedangkan, nilai pemahaman konsep upaya perbaikan dari siklus sebelumnya.
siswa setelah penerapan metode Pokok bahasan gaya pada siklus ke-II ini
eksperimen pada siklus I diuraikan adalah tentang gayagesek, dengan
sebagai berikut: indikator pemahaman tahapan sebagai berikut:
menjelaskan tercapai 70%, indikator a. Tahap Perencanaan
mencontohkan tercapai 70%, indikator 1) Menyusun RPP perbaikan untuk
menafsirkan tercapai 58,3%, indikator pembelajaran pada siklus II. RPP
membandingkan tercapai 73,3% dan dibuat berdasarkan silabus dengan
indikator menyimpulkan tercapai 76,7%. mengacu kepada SK, KD, dan
Dari hasil postes pemahaman konsep Indikator tentang gayagesek.
pada siklus I sudah memperoleh hasil 2) Mempersiapkan instrumen penelitian
yang cukup baik, hanya masih ada satu yang akan digunakan, diantaranya:
indikator pemahaman yang Lembar observasi aktivitas siswa
pencapaiannya kurang dari 70%. maupun guru, lembar kerja kelompok
Adapun nilai rata-rata hasil tes yang digunakan pada saat siswa
pemahaman konsep setelah melakukan percobaan, dan lembar tes
menggunakan metode eksperimen pada pemahaman berupa soal pilihan ganda
siklus I adalah sebesar 68,3 dengan yang dibuat sesuai indikator
ketuntasan klasikal sebeesar pemahaman konsep yang diukur
66,7%.Sementara itu, hasil pengamatan dalam penelitian ini, yaitu menjelaskan,
yang dilakukan untuk mengukur kinerja memberikan contoh, menafsirkan,
guru pada siklus I ini termasuk kategori membandingkan, dan menyimpulkan.
cukup dengan persentase 69,3% sehingga 3) Mempersiapkan sumber, bahan ajar,
masih perlu perbaikan pada siklus dan media yang sesuai dengan pokok
selanjutnya. bahasan gayagesek.

d. Refleksi Siklus I b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II


Berdasarkan hasil tes dan observasi Penelitian siklus II dilaksanakan hari
pada siklus I, diperoleh hasil refleksi dan Rabu, 27 April 2016. Materi yang dibahas
analisis sebagai berikut: siswa belum yaitu konsep gaya gesek dengan
sepenuhnya berpartisipasi aktif di dalam menerapkan metode eksperimen. Adapun

21
proses kegiatannya adalah sebagai pembelajaran yang telah
berikut: dilaksanakan untuk perbaikan pada
1) Kegiatan Awal siklus berikutnya jika target
Kegiatan awal, pembelajaran dibuka penelitian belum tercapai.
oleh guru dengan kegiatan berdo’a dan 3) Kegiatan Akhir
absensi kehadiran siswa. Kemudian siswa Menyimpulkan materi pelajaran yang
dikondisikan untuk siap mengikuti telah dipelajari, guru memberi penguatan
pembelajaran. Guru melakukan apersepsi positif, dan berdoa bersama untuk
untuk menggali pengetahuan awal siswa menutup pembelajaran.
yang berkaitan dengan gayagesek. Lalu
menyampaikan tujuan pembelajaran yang c. Observasi Tindakan Siklus II
akan dicapai pada hari itu yaitu memahami Berdasarkan observasi pada
konsep tentang gaya gesek dan tindakan siklus II diperolah data aktivitas
pemanfaatannya dalam kehidupan sehari- siswa dengan menerapkan metode
hari. eksperimen yaitu sebagai berikut: serius
2) Kegiatan Inti dalam mengikuti pembelajaran 77,3%,
a) Tahap pecobaan awal, guru mengamati demonstrasi guru 73,3%,
melakukan demonstrasi untuk mengajukan pertanyaan 64%,
menampilkan masalah yang mengutarakan jawaban 66%, aktif
berkaitan dengan materi IPA yang berpartisipasi dalam kelompok 72,7%,
akan dipelajari. melakukan eksperimen sesuai dengan
b) Tahap pengamatan, siswa langkah kerja 70%, menggunakan media
mengamati demonstrasi guru. pembelajaran 73,3%, mengamati
c) Tahap hipotesis awal, yaitu siswa percobaan yang dilakukan 68%, aktif
diharapkan merumuskan hipotesis berdiskusi dalam kelompok 68,7%, dan
awal dari masalah yang mengerjakan tes secara individu 79,3%.
didemonstrasikan guru. Berdasarkan data tersebut, nilai rata-rata
d) Tahap verifikasi/ melakukan keseluruhan aktivitas siswa dengan
percobaan, pada tahap ini siswa menerapkan metode eksperimen
bekerja dalam kelompoknya mencapai 71,3% artinya sudah termasuk
masing-masing untuk melakukan dalam kategori baik.
eksperimen dengan mengikuti Hasil nilai pemahaman konsep
langkah-langkah yang terdapat siswa setelah penerapan metode
dalam LKK, mengamati percobaan eksperimen pada siklus II diuraikan
yang dilakukan, menjawab sebagai berikut: indikator pemahaman
pertanyaan arahan dalam LKK, dan menjelaskan tercapai 78,9%, indikator
membuat kesimpulan dari hasil mencontohkan tercapai 75%, indikator
percobaan yang dilakukan. Guru menafsirkan tercapai 71,7%, indikator
mengawasi dan membimbing siswa membandingkan tercapai 75% dan
dalam melakukan eksperimen, indikator menyimpulkan tercapai 73,3%.
sambil mengisi format penilaian Dari hasil postes pemahaman konsep
observasi yang telah disiapkan. pada siklus II sudah memperoleh hasil
Setelah LKK selesai dikerjakan, yang baik, semua indikator pemahaman
guru memberikan kesempatan tercapai ≥ 70%.
kepada perwakilan kelompok untuk Adapun nilai rata-rata hasil tes
melaporkan hasil percobaannya. pemahaman konsep setelah
e) Tahap evaluasi, guru membagikan menggunakan metode eksperimen pada
soal postes kepada setiap individu. siklus II adalah sebesar 75,3 dengan
Nilai tes tersebut dijadikan sebagai ketuntasan klasikal sebeesar 86,7%.
bahan untuk merefleksi Sementara itu, hasil pengamatan yang

22
dilakukan untuk mengukur kinerja guru 2. Pemahaman konsep siswa terhadap
pada siklus II ini sudah termasuk kategori pembelajaran IPA materi gaya setelah
baik dengan persentase 82,7%. menerapkan metode eksperimen
mengalami peningkatan yang optimal
d. Refleksi Siklus II daripada siklus sebelumnya.
Berdasarkan hasil observasi setelah Berdasarkan hasil perbandingan nilai
melakukan tindakan pada siklus II tes pemahaman konsep gaya pada
diketahui bahwa penerapan metode siklus I dan siklus II. Hal ini dilihat dari
eksperimen untuk meningkatkan adanya peningkatan nilai rata-rata
pemahaman konsep siswa telah siswa dan ketuntasan siswa secara
menunjukkan hasil yang signifikan. Secara klasikal. Secara rinci dapat dilihat pada
keseluruhan terjadi peningkatan yang Tabel 2.
sangat baik dari siklus sebelumnya. Dalam
Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Tes
melakukan percobaan siswa sudah mulai
Pemahaman Siklus I dan Siklus II
terbiasa dan tidak terlihat ragu-ragu lagi,
Kriteria Siklus I Siklus II
sebagian besar siswa dapat
Nilai
menyelesaikan soal pemahaman dengan 20 40
Terendah
baik, siswa sudah mulai aktif dan berani
dalam mengajukan dan menjawab Nilai
100 100
pertanyaan, serta dilihat dari pencapaian Tertinggi
secara klasikal sudah mencapai 86,7%. Nilai Rata-
68,3 75,3
Dengan kata lain, penelitian dapat rata
dikatakan telah berhasil mencapai tujuan Jumlah
yang diharapkan dan tidak dilanjutkan siswa tuntas 20 26
pada siklus selanjutnya. KKM
Jumlah
C. Pembahasan Hasil Penelitian siswa belum 10 4
1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran tuntas
IPA materi gaya dengan menerapkan Persentase
66,7% 86,7%
metode eksperimen, berdasarkan hasil Ketuntasan
observasi yang telah dilakukan, dapat Berdasarkan tabel 2. dapat dilihat
dilihat adanya peningkatan nilai rata- terjadi peningkatkan dari siklus I ke siklus
rata aktivitas, yaitu pada siklus I II, nilai rata-rata siswa meningkat sebeesar
sebesar 66,8% dengan kategori 7 poin dari siklus I 68,3 pada siklus II
Cukup, kemudian meningkat pada menjadi 75,3. Selain itu, persentase
siklus ke II menjadi 71,3% artinya ketuntasan klasikalpun meningkat dengan
sudah termasuk dalam kriteris Baik. signifikan. Pada siklus I hanya66,7% lalu
Peningkatan ini terjadi karena adanya meningkat sebesar 20% pada siklus II
keterlibatan siswa dalam proses menjadi 86,7%. Sehingga dapat dikatakan
pembelajaran, siswa melakukan tujuan pembelajaran telah tercapai karena
percobaan sendiri, mengamti telah mencapai target ketuntasan klasikal
prosesnya, dan menuliskan hasil dari hasil tes pemahaman konsep siswa pada
percobaannya. Sejalan dengan tahap perencanaan yaitu sebesar 85%.
pengertian metode eksperimen Peningkatan tidak hanya dilihat dari
menurut Djamarah (2006, hlm. 84), nilai rata-rata dan persentase ketuntasan
“Metode eksperimen merupakan cara klasikal siswa, namun dilihat juga dari
penyajian pelajaran, dengan cara persentase pencapaian siswa terhadap
siswa melakukan dan membuktikan setiap indikator pemahaman konsep yang
sendiri apa yang dipelajari”. diukur dalam penelitian ini. Lebih jelas
dapat dilihat pada Tabel 3.
23
Tabel 3. Rekapitulasi Nilai Hasil Tes 1. Aktivitas siswa dalam proses
Pemahaman pada Tiap Indikator pembelajaran IPA materi gaya dan
Indikator Persentase pemanfaatannya dengan menerapkan
Pemahaman Siklus I Siklus II metode eksperimen menunjukkan
70% 78,9% adanya peningkatan. Hal ini terlihat
Menjelaskan dari aspek kemampuan merumuskan
Mencontohkan 70% 75% hipotesis, melakukan percobaan,
58,3% 71,7% mengamati percobaan, dan
Menafsirkan mengerjakan soal evaluasi yang telah
Membandingkan 73,3% 75% telah meningkat dari siklus I ke ssiklus
76,7% 73,3% II. Pada siklus I rata-rata nilai
Menyimpulkan persentase aktivitas siwa sebesar
Rata-rata 69,6% 74,8% 66,8% yang artinya termasuk dalam
kriteria Cukup, lalu pada siklus II
Berdasarkan Tabel 3. menunjukan meningkat menjadi 71,3% yang artinya
bahwa pada siklus pertama masih ada sudah termasuk dalam kriteria Baik.
indikator yang pencapaiannya kurang dari 2. Pemahaman konsep siswa pada
60%, sedangkan pada siklus kedua pembelajaran materi gaya dan
persentase pada setiap indikator pemanfaatannya setelah menerapkan
pemahaman konsep sudah melebihi 60% metode eksperimen mengalami
semua, sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan yang signifikan.
peningkatan pemahaman konsep pada Dibuktikan dengan nilai rata-rata hasil
setiap indikator dengan menerapkan postes dan persentase ketuntasan
metode eksperimen ini telah berhasil. klasikal siswa yang diperoleh dalam
Peningkatan ini menjadi bukti bahwa setiap siklusnya yang meningkat. Pada
metode eksperimen dapat digunakan siklus I nilai rata-rata siswa adalah 68,3
untuk meningkatkan pemahaman konsep dengan persentase ketuntasan klasikal
siswa pada pembelajaran IPA mengenai 66,7%. Pada siklus II nilai rata-rata
materi gaya di SD. Hal ini dikarenakan meningkat menjadi 75,3 dengan
dengan menggunakan metode eksperimen persentase ketuntasan 86,7%. Hal ini
siswa dilatih melatih dan diajarkan untuk mengindikasikan bahwa tujuan
belajar konsep suatu materi yang sedang pembelajaran yang telah direncanakan
dipelajari dengan cara melakukan telah tercapai yaitu mencapai
percobaan sendiri. Roestiyah (2008, hlm. ketuntasan klasikal ≥ 85%.
80) menegaskan bahwa “Metode Dengan demikian, dapat
eksperimen mempunyai tujuan supaya disimpulkan secara umum bahwa
siswa dapat mencari dan menemukan penerapan metode eksperimen dalam
bukti kebenaran dari teori tentang sesuatu pembelajaran IPA materi gaya dan
yang sedang dipelajarinya”. pemanfaatannya terbukti dapat
meningkatkan pemahaman konsep siswa.
D. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan DAFTAR RUJUKAN


kelas pada proses pembelajaran dengan
menerapkan metode eksperimen di kelas Anderson, L., dan Krathwohl, D. (2010).
V SD Negeri Legokhuni untuk Kerangka landasan untuk
meningkatkan pemahaman konsep siswa pembelajaran, pengajaran, dan
dalam pembelajaran IPA materi gaya yang assesmen. Yogyakarta: Pustaka
dilaksanakan sebanyak dua siklus, Belajar.
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

24
Aqib, dkk. (2010). Penelitian Tindakan
Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Depdiknas. (2006). Model kurikulum
tingkat satuan pendidikan SD dan MI.
Solo: Tiga Serangkai.

Djamarah, S, B., dan Zain, A. (2006).


Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Hamdayama, J. (2014). Model dan Metode
Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia
K. Roestiyah, N. (2008). Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ramyulis. (2005). Langkah-langkah
metode eksperimen. Bandung:
Angkasa Bandung.

Sagala, S. (2005). Konsep dan makna


pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta.

Samatowa, U. (2010). Pembelajaran IPA


di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks.
Sudjana. (2006). Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Tsuraya, N, M. (2013). Penerapan metode
eksperimen untuk meningkatkan
pemahaman konsep siswa dalam
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Skripsi. Program Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, Kampus
Purwakarta.

Widodo, A. (2006). Taksonomi Bloom dan


Pengembangan Butir Soal. Buletin
Puspendik, 3 (2), hlm.18-29.

25
PENERAPAN MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DALAM
PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASARUNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN SOSIAL SISWA KELAS IV SDN DAWUAN TIMUR II
Gina Sonia MJ1, Sofyan Iskandar2, Srie Mulyani3

Gina.sonia.munawarotul@student.upi.edu

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Dawuan Timur II yang bertujuan untuk


Meningkatkan Keterampilan Sosial IPS Siswa Sekolah Dasar dengan
menerapkan Model Numbered Head Together (NHT). Latar belakang penelitian ini
mengacu pada studi pendahuluan yang telah dilakukan bahwa keterampilan
sosial siswa masih rendah, hal tersebut dapat dilihat dari perilaku siswa yang
masih belum baik selama proses pembelajaran berlangsung, berdasarkan data
lapangan yang sudah dilakukan, siswa memiliki sikap yang kurang baik seperti
siswa tidak memperhatikan penjelasan guru pada saat pembelajaran
berlangsung, tidak mendengarkan penjelasan guru dan siswa tidak menghargai
temannya ketika ada yang sedang berbicara di depan kelas, kemudian siswa
sering membuat keributan di dalam kelas dan tidak mau untuk mengerjakan
tugas. Salah satu solusi yang dianggap tepat adalah dengan menerapkan Model
Numbered Head Together (NHT) karena model ini dapat meningkatkan suatu
interaksi dan komunikasi siswa satu dengan yang lainnya, selain itu juga model
ini memiliki kelebihan yang lain yaitu dapat bekerja sama dan menghargai
pendapat orang lain, melatih siswa untuk bisa menjadi tutor sebaya, memupuk
rasa kebersamaan, membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan. Dan
model pembelajaran ini mengacu pada interaksi sosial sehingga pembelajaran
Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hubungan sosial
antarsiswa. Sehingga aktivitas siswa dapat meningkat baik secara individu
maupun kelompok. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), dengan desain penelitian Kemmis dan Mc. Taggart yang
terdiri dari empat tahapan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Instrumen yang digunakan yaitu Lembar observasi Aktivitas siswa dan
lembar observasi keterampilan sosial siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penerapan model Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan
keterampilan sosial siswa pada pembelajaran IPS. Hal tersebut dapat dilihat dari
peningkatan setiap siklusnya. Pada siklus 1 hasil keterampilan sosial siswa
memperoleh persentase sebesar 42%, pada siklus 2 meningkat menjadi 62%,
dan pada siklus ke 3 meningkat kembali sebesar 86%. Dengan demikian
kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan model Numbered Head
Together (NHT) dapat meningkatkan keterampilan sosial IPS siswa Sekolah
Dasar.

Kata Kunci: Numbered Head Together (NHT), Keterampilan Sosial.

26
A. PENDAHULUAN langsung bahwa pembelajaran
Salah satu tujuan institusional kooperatif tersebut dapat
pendidikan yakni mengharapkan mengajarkan siswa dalam hal
peserta didik untuk memiliki dan keterampilan sosial dan dengan
dapat mengembangkan pribadi yang model tersebutdapat meningkatkan
memiliki kesadaran terhadap nilai- keterampilan sosial siswa baik
nilai sosial dalam kehidupan sehari- secara langsung dalam
hari, yang artinya peserta didik pembelajaran serta setelah
diharapkan memiliki keterampialn pembelajaran.
sosial dalam hidup bermasyarakat, Dengan menggunakan model
baik itu keterampilan sosial yang Numbered Head Together (NHT) ini
harus ia tunjukan kepada keluarga, memiliki suatu perbedaan dengan
teman sebaya dan lingkungan model yang lainnya, Sehingga model
sekitarnya. Namun tujuan-tujuan ini merupakan suatu model yang
yang hendak dicapai dalam dapat meningkatkan suatu interaksi
pembelajaran pengetahuan sosial dan komunikasi siswa satu dengan
khususnya dalam keterampialn yang lainnya, selain itu juga model
sosial tersebut belum tercapai ini memiliki kelebihan yang lain yaitu
dengan baik. bisa membantu saling bertukar
Sedangkan kondisi nyata yang pikiran dan pendapat serta saling
ada di kelas IV SDN Dawuan Timur menghargai pendapat orang lain.
II dalam pembelajaran IPS Selain itu juga model pembelajaran
khususnya untuk keterampilan sosial ini mengacu pada interaksi sosial
siswa ini masih kurang baik. Di sehingga pembelajaran Numbered
karenakan berdasarkan data Head Together (NHT) dapat
lapangan yang sudah dilakukan, meningkatkan hubungan sosial
siswa memiliki sikap yang kurang antarsiswa. Dengan kelebihan yang
baik seperti siswa tidak terdapat dalam model ini, sesuai
mendengarkan guru, tidak dengan permasalahan yang terjadi
mendengarkan penjelasan guru dan di dalam kelas yang akan
siswa tidak menghargai temannya memperbaiki permasalahan
ketika ada yang sedang berbicara di tersebut. Berdasarkan dari uraian
depan kelas, kemudian siswa sering latar belakang tersebut, peneliti akan
membuat keributan di dalam kelas mencoba memperbaiki
dan tidak mau untuk mengerjakan pembelajaran IPS dengan
tugas. menggunakan model Numbered
Mengenai masalah yang Head Together (NHT). Penulis
diuraikan di atas, maka dari itu mengajukan penelitian yang berjudul
peneliti akan memperbaiki proses Penerapan Model Numbered Head
pembelajaran dengan menggunakan Together (NHT) dalam
model yang sesuai yaitu model Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.
kooperatif. Jadi, secara tidak

B. KAJIAN PUSTAKA pembelajaran kooperatif yang


1. Model Numbered Head dirancang untuk mempengaruhi pola
Together (NHT) interaksi siswa dan sebagai alternatif
Hamdayama (2014, hlm. 175) terhadap struktur kelas tradisional.
memberikan pengertian Model Numbered Head Together (NHT)
Pembelajaran Numbered Head pertama kali dikembangkan oleh
Together (NHT) yaitu: Model Spanser Kagen (1993) untuk
pembelajaran Numbered Head melibatkan lebih banyak siswa
Together (NHT) atau penomoran dalam menelaah materi yang
berfikir bersama merupakan jenis tercakup dalam suatu pelajaran dan

27
mengecek pemahaman mereka lain dalam bentuk tingkah laku,
terhadap isi pelajaran tersebut. maupun dalam bentuk
Dapat disimpulkan bahwa berkomunikasi dengan orang lain,
modelNumbered Head Together sehingga bermanfaat baik bagi
(NHT) Merupakan suatu model lingkungan keluarga maupun
pembelajaran yang mengacu pada lingkungan masyarakat sekitarnya.
belajar kelompok siswa, masing- Pentingnya keterampilan sosial
masing anggota memiliki bagian dimiliki oleh siswa akan
tugas pertanyaan dengan nomor menjadikannya individu yang dapat
yang berbeda - beda. dan model ini berprilaku sesuai dengan tuntutan
juga lebih mengacu pada interaksi lingkungan sosialnya, pada
sosial sehingga pembelajaran keterampilan sosial ini tidak datang
Numbered Head Together (NHT) dengan sendirinya perlu diajarkan
dapat meningkatkan hubungan atau dilatih melalui pendidikan IPS
sosial antar siswa.Denganbegitu dan proses belajar dengan
model mengenalkan lingkungan sosialnya,
inidapatmembuatsiswamenjadilebiha yang dekat dengan siswa, status
ktiflagidansalingmrnghargaipendapat dan peranannya sebagai makhluk
daritemannyasertabisameningkatkan sosial, keterampilan bekerja sama
kerjasamadalammenyelesaikanpers dan gotong royong di masyarakat
oalandengnacaraberdisukusi. dan di rumah. Keterampilan sosial
merupakan bagian dari psikomotor
2. Langkah- LangkahNumbered yang memiliki hubungan domain
Head Together (NHT) dengan kognitif dan afektif.indikator
Ibrahim (dalam Hamdayama keterampilan sosial yang
2014, hlm. 176-177) mengurutkan dikemukakan oleh Ulansari. I &
Model Numbered Head Together Yonata.digunakan dalam penelitian
(NHT)menjadi enam langkah ini yakni: “a) mendengarkan dengan
sebagai berikut: a) langkah pertama aktif; b)mengajukan pertanyaan; c)
persiapan; b)langkah kedua menyampaikan pendapat; d)kerja
penomoran dan pembentukan sama diskusi kelompok”.
kelompok; c)langkah ketiga setiap
siswa harus memiliki buku paket 4. Pembelajaran IPS
atau buku panduan; d) langkah Ilmu Pengetahuan Sosial
keempat diskusi masalah; e) (IPS) merupakan mata pelajaran
memanggil nomor anggota dan yang diajarkan dari sekolah dasar
pemberian jawaban; f) dan langkah sampai perguruan tinggi.dan
keenam memberi kesimpulan. merupakan bidang pengetahuan
yang digali dari kehidupan sehari-
3. Keterampilan Sosial hari masyarakat.
Mclntyre (dalam Kurniati 2016, Dengandemikiansiswadapatbelajarm
hlm.9) menyebutkan bahwa, engenaitentangkehidupansosial
‘keterampilan sosial anak meliputi dimasyarakatsekitarnyadanmenyada
hal-hal berikut ini: ‘a)Tingkah laku riperanyasebagaiwarganegara yang
dan interaksi positif dengan teman baik. Dan tujuan dari IPS adalah
lainnya; b) perilaku yang sesuai di mengembangkan siswa untuk
dalam kelas; c) cara-cara mengatasi menjadi warga negara yang memiliki
frustasi dan kemarahan; dan e) pengetahuan, sikap, kemampuan
cara- cara untuk mengatasi konflik dan keterampilan yang memadai
dengan yang lain’. untuk berperan serta dalam
Keterampilan sosial juga diartikan kehidupan demokrasi dimana konten
sebagai salah satu cara siswa untuk mata pelajarannya digali dan
melakukan interaksi dengan orang

28
diseleksi berdasarkan sejarah dan 4. Instrumen Penelitian
ilmu sosial. instumen-instrumen yang
digunakan adalah sebagai berikut:
C.METODE PENELITIAN a. Lembar observasi, digunakan
1. Jenis penelitian sebagai pengumpul data yang
Penelitian yang dilaksanakan berhubungan dengan aktivitas
bersifat melakukan perbaikan siswa, keterampilan sosial dan
pembelajaran. oleh karena itu, jenis guru dalam pembelajaran.
penelitian yang digunakan dalam b. Dokumentasi, digunakan untuk
penelitian ini adalah Penelitian mengetahui gambar-gambar
Tindakan Kelas (PTK), hal ini guru kegiatan belajar siswa selama
dapat meneliti sendiri terhadap proses pembelajaran
pembelajaran yang ia lakukan di berlangsung.
kelas sehingga guru dapat
memperbaiki praktek-praktek 5. Analisis Data
pembelajaran menjadi lebih efektif. a. Observasi
Dengandemikian guru Dataobservasiyang diperoleh
akanmerefleksisendirikurangnyapem diolah secarakualitatiflalu
belajaran yang dipresentasekan hasilnya
sudahdilakukandanmembuatperbaik kemudiandigunakan sebagai bahan
anpembelajaranuntukkedepannyase refleksi untuk memperbaiki
hinggapengajaannya yang pembelajaran selanjutnya. Setiap
dilakukanakantermotivasimenjadilebi aspek yang diobservasi mempunyai
hbaiklagi. kriteria nilai 1 sampai 4, dengan
kategori sebagai berikut:
2. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan di SD Rata-rata Skala 1 - 4 yaitu:
Negeri Dawuan Timur II Kecamatan 3,01 - 4,00 = Sangat Baik
Cikampek Kabupaten Karawang, 2,01 - 3,00 = Baik
Lebih tepatnya bertempat di tengah- 1,0 - 2,00 = Cukup Baik
tengah perumahan Perum Griya Sumber: Arikunto (2013)
Citra Persada. Subjek dalam Dan kriteria skala nilai dalam
penelitian ini adalah sebanyak 29 persentase berikut:
orang yang terdiri dari 20 siswa laki- Kriteria Skala Nilai
laki dan 9 siswa perempuan. Nilai Keterangan

3. Desain Penelitian 81 - 100% Sangat baik


Dalam penelitian ini peneliti
menggunakanModel Spiral Desain 61 - 81% Baik
Kemmis & McTaggart (Uno, dkk,
2012, hlm. 87) atau lebih dikenal 41 - 60% Cukup Baik
dengan model Spiral. Dalam
perencanaannya, kemmis < - 21% Kurang Baik
menggunakan sistem spiral refleksi
diri yang dimulai denganrencana, Nana Sudjana (2009)
tindakan, observasidan 4 = sangat baik
refleksiperencanaan kembali yang 3 = cukup baik
merupakan suatucarauntuk 2 = baik
memecahan permasalahan yang 1 = perlu bimbingan
terjadi selama penelelitian Untuk mendapatkan hasil nilai
berlangsung. observasi, cukup dengan rumus:
Tingkat keberhasilan =

29
b. Observasi Aktivitas Siswa
Jumlah skor yang didapatX100%
Jumlah skor tertinggi Hasil Observasi Aktivitas Siswa
SiklusPertama, Siklus Dua, dan
Setelah semua data skor siswa Siklus keTiga
terkumpul kemudian dicari rata-
ratanya keterampilan sosial seluruh Rekapitulasi Hasil Observasi
siswa, yang bertujuan untuk Aktivitas Siswa
mengetahui keterampilan sosial 100%
seluruh siswa.
Adapunmencari rata- 80%
ratanyadapatdihitungmenggunakan:
60%
Rata-rata =Jumlah skor seluruh
40%
siswa
Banyaknya siswa
20%

D.HASIL DAN PEMBAHASAN 0%


Pada penelitian ini terjadi 1 2 3
sebanyak tiga siklus, selama tiga
siklus adapeningkatan keterampilan
sosial siswa dalam pembelajaran Gambar di atasadanya kenaikan
IPS dengan penerapan model aktivitas siswa. Hasil observasi pada
Numbered Head Together (NHT). siklus pertamaini diperoleh nilai 56%
a. Observasi Aktivitas Guru dengan kategori cukup baik, dan
pada siklus keduadiperoleh nilai
Hasil Observasi Aktivitas Guru 68% dengan kategori baik, dan pada
Siklus Pertama, SikluskeDua, dan siklus ketiga diperoleh 86% dengan
Siklus keTiga kategori sangat baik.

Rekapitulasi Hasil Pembelajaran c. Keterampilan sosial siswa


100,00% Aktivitas Guru
80,00% Hasil Keterampilan Sosial Siswa
Siklus pertama, Siklus kedua, dan
60,00% Siklusketiga
40,00% Rekapitulasi Hasil
Keterampilan Sosial Siswa
20,00%
100%
0,00%
1 2 3 50%

0%
Gambar di atas adanya kanaikan 1 2 3
aktivitas yang dilakukanoleh guru. SIKLUS 1
Hasil observasi pada siklus pertama SIKLUS 3…
ini diperoleh nilai 60,7% dengan
kategori cukup baik, dan pada siklus Gambar di atas adanyakenaikan
kedua diperoleh nilai 76,1% dengan keterampilan sosial siswa Hasil
kategori baik, dan pada siklus ketiga observasi pada siklus pertama ini
diperoleh 9,28% dengan kategori didapat nilai 42% dengan kategori
sangat baik. cukup baik, dan pada siklus kedua
didapat nilai 62% dengan kategori

30
baik, dan pada siklus ketiga didapat dapat dilihat dari hasil rata-rata
86% dengan kategori sangat baik. yang diperoleh siswa setiap
siklusnya. Pada siklus pertama
E.KESIMPULAN diperoleh persentase dengan
Berdasarkan temuan dan kategori cukup baik, pada siklus
pembahasan tentang pembelajaran kedua didapat persentase dengan
IPS dengan model Numbered Head kategori baik dan pada siklus
Together (NHT)untuk meningkatkan ketigadengan mendapat persentase
keterampilan sosial IPS dengan kategori sangat baik.
siswasekolah dasar, maka diperoleh Artinya keterampilan sosial siswa
simpulan sebagai berikut: pada setiap siklusnya mengalami
peningkatan, dalam hal ini siswa
1. Aktivitas Guru dapat mendengarkan
Aktivitas Guru dalam dalam penjelasanguru,dapat mengajukan
proses pembelajaran dengan pertanyaan, dapat mengajukan
menerapkan model Numbered Head pendapatnya serta kerjasama
Together (NHT) mendapat respon diskusi dengan baik. Berdasarkan
baik, dilihat dari peningkatan hal tersebut,disimpulkanbahwa
aktivitas guru yang terjadi di setiap penerapan model Numbered Head
siklusnya. Pada siklus pertama Together (NHT) bisa digunakan
didapat persentase aktivitas untuk meningkatan keterampilan
gurudengan kategori cukup baik, sosial IPS siswa kelas IV di SDN
kemudian meningkat pada siklus Dawuan Timur II.
kedua dengan kategori baik. Dan
pada siklus ketiga, dengan kategori DAFTAR RUJUKAN
sangat baik. Arikunto, Suharsimi. (2013).
2. Aktivitas Siswa Prosedur Penelitian Suatu
Aktivitas siswa dalam proses Pendekatan Praktik. Jakarta. PT
pembelajaran dengan model Rineka Cipta
Numbered Head Together Departemen Pendidikan Nasional.
(NHT)mendapat respon yang bagus, (2007). Konsep Pengembangan
terlihatdari peningkatan aktivitas Model Integrasi.
siswa yang terjadi pada setiap Hamdayama, J. (2014). Model dan
siklusnya. Setiap individu dapat Metode Pembelajaran Kreatif
mengikuti pembelajaran IPS dengan dan Berkarakter. Jakarta: Ghlia
sangat antusias, Siswa mulai aktif Indonesia.
dalam kelompok, sehingga setiap Kurikulum Pendidikan Kecakapan
siswa yang ditunjuk nomornya untuk Hidup. Jakarta: Puskur
menyampaikan hasil diskusinya Baltimbang. Depdiknas
sudah siap. Pada siklus pertama Kurniati, E. (2016). Permainan
didapat persentase aktivitas siswa Tradisional dan Perannya dalam
dengan kategori cukup baik, Mengembangkan Keterampilan
kemudian meningkat pada siklus Sosial Anak Jakarta:
kedua dengan kategori baik. pada Prenadamedia Group.
siklus ketiga, dengan kategori Sudjana, N. (2009). Dasar- Dasar
sangat baik. Proses Belajar Mengajar.
3. Keterampilan Sosial Siswa Bandung: Sinar Baru
Keterampilan Sosial Siswa Algensindo
melalui penerapan modelNumbered Ulansari, & Yonata, (2012).
Head Together (NHT)dalampokok Keterampilan Sosial Siswa
bahasan koperasi dan Melalui Pembelajaran Kooperatif
kesejahteraan rakyat telah Tipe STAD. Journal.
mengalami peningkatan. Hal ini

31
Uno, H.B, & Dkk. (2011). Menjadi
Peneliti PTK Yang Profesional.
Jakarta: PT Bumi Aksara.

RIWAYAT PENULIS
Gina Sonia MJ adalah Mahasiswa
UPI Kampus Purwakarta yang
sedang menyelesaikan tugas akhir
sebagai syarat untuk memperoleh
sarjana Pendidikan pada Program
Studi S1 PGSD.Sofyan Iskandar dan
Srie Mulyani adalah dosen PSGD di
Universitas Pendidikan Indonesia
kampus Purwakarta Alamat yang
dapat di hubungi Jl. Veteran 08 UPI
Kampus Purwakarta.

32
PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
(CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
ENERGI GERAK DALAM PEMBELAJARAN IPA SEKOLAH DASAR
(Penelitian Tindakan Kelas Dilakukan Pada Siswa Kelas III SD Plus 2 Al-
Muhajirin Kecamatan Purwakarta Kabupaten Purwakarta)

Lia Yulindaria dan Isah Cahyani


e-mail:liayulindaria@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh proses pembelajaran IPA yang


monoton, yaitu mengunakan metode ceramah sehingga kurang melibatkan
aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran yang mengakibatkan siswa jenuh
dan kesulitan dalam memahami materi pelajaran sehingga hasil belajar siswa
rendah. Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
dijadikan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. CTL
mengutamakan pengalaman nyata, berfikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa
aktif, kritis dan kreatif, pengetahuan bermakna, dan kegiatannya bukan mengajar
tetapi belajar. Selain itu keunggulan lain yakni kegiatannya lebih kepada
pendidikan bukan pembelajaran, sebagai pembentukan manusia, memecahkan
masalah, siswa aktif guru mengarahkan, dan hasil belajar diukur dengan
berbagai alat ukur tidak hanya tes saja. Adapun tujuan penelitian yaitu : untuk
mengetahui aktifitas dan hasil belajar siswa kelas III SD Plus 2 Al-Muhajirin
setelah menerapkan pendekatan CTL. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian yang digunakan untuk memperbaiki
kualitas pembelajaran. Penelitian ini terdiri dari deskripsi awal, siklus satu dan
siklus dua. Masing-masing siklus meliputi beberapa tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen pengumpulan data
menggunakan tes hasil belajar siswa, angket dan lembar observasi. Hasil
penelitian menunjukan bahwa pada siklus I, siswa yang memdapatkan nilai
sesuai KKM (75) sebanyak 21 siswa dari 33 siswa dengan nilai rata-rata 77.87
dan daya serap klasikal sebesar 63.63%. Sedangkan pada siklus II, siswa yang
mendapat nilai sesuai KKM sebanyak 29 siswa dari 33 siswa dengan nilai rata-
rata 90.61 dan daya serap klasikal sebesar 93.94%. Aktivitas siswa meningkat
dari 66.99% di siklus I, menjadi 87.77 di siklus II. Demikian pula dengan respon
siswa terhadap pembelajaran mencapai 96.6% yang berarti dengan penerapan
pendekatan CTL pun dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam
pembelajaran IPA khususnya pada materi Energi Gerak.

Kata kunci : Hasil belajar, Pendekatan CTL

A. PENDAHULUAN yang berkaitan dengan alam semesta.


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) IPA berhubungan dengan cara
atau sience adalah ilmu yang mencari tahu tentang alam secara
mempelajari tentang alam semesta, sistematis, sehingga IPA bukan hanya
yang mengungkapkan segala sesuatu penguasaan kumpulan pengetahuan

33
yang berupa fakta-fakta, konsep- beberapa temuan. Pertama siswa
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi kurang terlibat aktif dalam belajar
juga merupakan suatu proses khususnya pelajaran IPA. Kedua
penemuan yang teruji kebenarannya pembelajaran IPA masih berpusat
melalui suatu metode ilmiah. Seperti pada guru. Pembelajaran IPA masih
yang dikemukakan oleh Nash dalam menggunakan metode konvensional
Samantowa (2006: 2) menyatakan dimana guru sebagai pusat
bahwa IPA adalah “suatu cara atau pembelajaran (Teacher Centered) dan
metode untuk mengamati alam”. siswa sebagai pendengar yang baik.
Pendidikan IPA diharapkan Ketiga pada pelajaran IPA siswa
dapat menjadi wahana bagi siswa hanya diberikan catatan dan hafalan-
untuk mempelajari diri sendiri dan alam hafalan materi saja, tanpa adanya
sekitar. Sesuai dengan pendapat penggunaan media pembelajaran yang
Asy’ari (2007: 37) “dalam membuat suasana menjadi jenuh dan
pembelajaran IPA ditekankan agar monoton. Keempat hasil belajar belum
berorientasi pada siswa”. Untuk memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimial
pembelajaran IPA sendiri menekankan (KKM) SD Plus 2 Al-Muhajirin
adanya interaksi antara siswa dengan Purwakarta sebesar 75 untuk mata
obyek atau alam secara langsung. pelajaran IPA. Kelima pembelajaran
Oleh karena itu guru sebagai fasilitator belum menggunakan pendekatan
perlu menciptakan kondisi dan Contextual Teaching and Learning
menyediakan sarana agar siswa dapat (CTL). Sehingga pembelajaran pun
mengamati dan memahami obyek IPA. menjadi tidak bermakna dan belum
Hal ini sesuai dalam Kurikulum Tingkat berkonteks, yang pada akhirnya akan
Satuan Pendidikan (KTSP, 2006:111) berdampak buruk terhadap hasil
menyatakan bahwa: “mengembangkan belajar. Siswa menjadi tidak faham
pengetahuan dan pemahaman akan materi yang disampaikan guru
konsep-konsep ilmu pengetahuan karena dalam proses pembelajaran
alam (IPA) yang bermanfaat dan dapat tidak dikaitkan dengan kehidupannya
diterapkan dalam kehidupan sehari- sehari-hari peserta didik. Untuk itu,
hari”. agar dalam pembelajaran siswa dapat
Dalam mengelola kelas ikut berpartisipasi dan menjadikan
langkah awal yang perlu diketahui guru pembelajaran lebih bermakna serta
adalah dengan siapa atau siswa yang membuat mereka mau berfikir, maka
bagaimana yang akan dihadapi. Tanpa saya akan mencoba mengubah
paham tentang siswa yang akan pendekatan pembelajaran yang
difasilitasi, mustahil guru dapat memilih diberikan dengan menerapkan model
strategi pembelajaran yang tepat dan Contextual Teaching and Learning
materi pembelajaran yang sesuai. (CTL).
Dengan memberikan
pengalaman secara langsung kepada B. KAJIAN TEORITIK
siswa, siswa dapat mengembangkan Konsep dasar Contextual
kompetensi dan memperoleh Teaching and Learning (CTL) adalah
pengetahuan yang bermakna, agar sebuah proses pendidikan yang
mampu memahami alam sekitar serta bertujuan menolong siswa melihat
pengembangan yang lebih lanjut makna di dalam materi akademik yang
khususnya pada siswa Sekolah Dasar mereka pelajari dengan cara
(SD). menghubungkan subjek-subjek
Kenyataannya berdasarkan akademik dengan konteks dalam
observasi di lapangan, diperoleh kehidupan sehari-hari mereka, yaitu

34
dengan konteks keadaan pribadi, belajar siswa pada konsep bangun
sosial, dan kebudayaan mereka ruang melalui pendekatan Contextual
(Johnson, 2010:67). Teaching and Learning (CTL)
Berdasarkan pernyataan menunjukkan hasil yang baik. Begitu
tersebut, pembelajaran IPA di sekolah pula hasil penelitian yang dilakukan
dasar dengan menggunakan Yuliyanti (2013) terjadi peningkatan
Contextual Teaching and Learning hasil belajar siswa kelas IV yang
(CTL) akan dapat terasa signifikan dalam pembelajaran IPA
kebermaknaannya karena tentang materi perubahan lingkungan
pembelajaran tersebut mampu dan pengaruhnya terhadap lingkungan
mengaitkan antara materi yang dengan menggunakan pendekatan
diajarkan dengan situasi dunia nyata Contextual Teaching and Learning
siswa dan dapat mendorong membuat (CTL).
hubungan antara pengetahuan yang Berangkat dari latar belakang
dimilikinya dengan penerapan dalam masalah sebagaimana telah
kehidupan mereka sehari-hari sebagai diutarakan di atas, maka penulis
anggota keluarga dan masyarakat. memandang penting dan perlu untuk
Dengan konsep itu hasil pembelajaran melakukan penelitian dengan judul
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. “Penerapan Pendekatan Contextual
Proses pembelajaran dapat Teaching and Learning (CTL) untuk
berlangsung ilmiah dimana siswa Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
mengalami, bukan hanya mentranfer pada Materi Energi Gerak dalam
pengetahuan dari guru. Pembelajaran IPA Sekolah Dasar.”
Pendekatan yang paling cocok
dan paling efektif sesuai dengan C. METODE PENELITIAN
kondisi karakteristik sikap budaya di Lokasi penelitian ini adalah SD
Indonesia adalah pendekatan yang Plus 2 Al-Muhajirin yang beralamat Jln.
mencakup kesesuaian antara situasi Ipik Gandamanah nomor 33 Kampung
dan belajar siswa dengan situasi Sukamulya Kelurahan Ciseureuh
kehidupan nyata di masyarakat. Kecamatan Purwakarta Kabupaten
Dengan menggunakan ciri-ciri esensial Purwakarta
dari situasi kehidupan yang berbeda- Untuk itu penelitian akan
beda akan meningkatkan kemampuan mencoba menggunakan pendekatan
menalar, berprakarsa, dan berpikir Contextual Teaching and Learning
kreatif pada anak didik. Sehingga (CTL) sebagai salah satu upaya untuk
model belajar yang cocok khususnya memperbaiki dan meningkatkan hasil
pada pembelajaran IPA tentang energi belajar siswa kelas III di SD Plus 2 Al-
adalah belajar dengan pengamatan Muhajirin pada mata pelajaran IPA.
langsung (learning by doing) dengan Subjek penelitian adalah kegiatan
pendekatan Contextual Teaching dan pembelajara IPA pada materi energi
Learning (CTL). Keuntungan lain dari dengan melalui pendekatan CTL di
model pendekatan ini adalah kelas III Mina SD Plus 2 Al-Muhajirin
memperkuat daya ingat siswa dan yang berjumlah 33 orang, yang terdiri
biayanya sangat murah karena dari siswa laki-laki 18 orang dan siswa
menggunakan alat-alat dan media perempuan 15 orang. Objek penelitian
belajar yang ada di lingkungan peserta ini adalah aktifitas dan hasil belajar
didik sendiri. siswa kelas III Mina SD Plus 2 Al-
Penelitian terdahulu yang Muhajirin Purwakarta pada materi
relevan dilakukan oleh Ayu Larasati energi, khususnya energi gerak
(2010) tentang meningkatkan hasil

35
sebelum dan sesudah menggunakan siswa yang mengobrol dengan
pendekatan CTL. temannya dan ada juga siswa yang
Penelitian ini dianggap berhasil bercanda. Sesekali guru mengingatkan
jika terjadi peningkatan hasil belajar siswa agar memperhatikan penjelasan
peserta didik setelah menggunakan guru dan siswa pun diam sejenak.
pendekatan Contextual Teaching and Kemudian guru menugaskan siswa
Learning (CTL) dibandingkan dengan agar membaca buku IPA mengenai
proses belajar mengajar sebelumnya pokok bahasan energi. Setelah selesai
(pembelajaran tanpa menggunakan guru menanyakan apakah siswa sudah
pendekatan Contextual Teaching and mengerti atau belum dan siswa pun
Learning), dimana nilai KKM sebesar serempak menjawab sudah. Karena
75 dapat tercapai dengan nilai KKI siswa sudah mengerti semua, guru
85%. pun mengadakan tanya jawab dengan
Selain itu terjadi perubahan siswa tentang materi yang sudah
tingkah laku belajar siswa yang positif dibahas, ternyata hanya siswa yang
secara signifikan dimana respon dan pandai saja yang bisa menjawab dan
motivasi belajar siswa meningkat. Hal siswa lain lebih banyak diam. Karena
ini dapat terlihat pada aspek waktu hampir habis guru
kontruktivisme, bertanya, menemukan, menyimpulkan materi yang sudah
masyarakat belajar, pemodelan, dibahas dengan menjelaskan kembali
refleksi, dan penilaian autentik yang secara singkat kemudian mencatat di
tinggi. papan tulis dan siswa menyalin di buku
catatannya.
D. PEMBAHASAN Pada kegiatan akhir, guru
Objek penelitian yang dipilih mengadakan evaluasi untuk
adalah siswa kelas III Mina dengan mengetahui tingkat daya serap siswa
jumlah siswa 33 orang, yang terdiri dari terhadap materi yang sudah
siswa laki-laki 18 orang dan siswa disampaikan, nilai rata-rata kelas yang
perempuan 15 orang. Objek diperoleh hanya mencapai nilai 67.58
merupakan kelas yang homogen dengan siswa yang tuntas belajar
dimana kemampuan akademisnya hanya 7 orang atau 21.21% dari
beragam. Kelas ini merupakan kelas jumlah siswa seluruhnya.
teraktif dan sebagian guru merasa Dengan adanya hasil evaluasi
kerepotan untuk meng”handle”nya belajar siswa pada prasiklus tersebut,
sehingga penulis merasa tertantang menunjukan perlu adanya sebuah
untuk mengetahui pembelajaran perbaikan pembelajaran. Dengan
seperti apa yang efektif untuk kelas demikian penulis mengadakan sebuah
tersebut terutama pada mata pelajaran penelitian tindakan kelas demi
IPA. perbaikan pembelajaran dengan
Sebelum memulai pada menggunakan pendekatan CTL pada
pelaksanaan tindakan, penulis pembelajaran IPA pokok bahasan
menemukan masalah terhadap energi.
pembelajaraan pada saat melakukan 1. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
kegiatan prasiklus, dengan Siklus I dilakukan di SD Plus 2
pembelajaran yang hanya terpusat Al-Muhajirin pada hari Kamis tanggal
pada guru, siswa kurang fokus 18 Agustus 2014. Siklus I ini
terhadap materi yang disampaikan merupakan lanjutan dari prasiklus yang
oleh guru. Dalam keadaan seperti ini, hasil kegiatan belajar mengajarnya
sebagian siswa ada yang serius masih rendah. Adapun kegiatan yang
memperhatikan penjelasan guru, ada dilakukan pada siklus I dan siklus

36
berikutnya meliputi perencanaan, Tindakan yang ditempuh adalah
tindakan, observasi, dan refleksi. tindakan perbaikan pada siklus II.
Penulis dan guru mitra mempersiapkan Berdasarkan observasi
rencana pelaksaan pembelajaran (pengamatan) yang dilakukan ketika
dengan menggunakan pendekatan proses pembelajaran denagan
CTL. Kegiatan belajar mengajar pendekatan CTL rata-rata nilai aktivitas
disajikan dalam waktu 2x35 menit. siswa yang dicapai adalah 66.99%,
Guru membagi siswa dalam dengan rincian pada aspek
beberapa kelompok. Setiap kelompok konstruktivisme mencapai (85.61%),
terdiri dari 4 orang dan membagi LKS, aspek bertanya (80.30%), menemukan
alat dan bahan pada setiap kelompok (79.55), masyarakat bertanya
untuk melakukan percobaan sumber (59.09%), pemodelan (55.30%),
energi angin yang mengakibatkan tisu, refleksi (54.55) dan penilaian autentik
kertas dan kincir bergerak. Kemudian (54.55%).
guru dan siswa melakukan percobaan Setelah kegiatan pembelajaran,
membuat kincir angin, menjawab guru dan peneliti melakukan diskusi
pertanyaan di LKS dan tanya jawab dan mengevaluasi hasil kegiatan
mengenai hasil percobaan. Melalui pembelajaran. Adapun rata-rata hasil
bimbingan guru, siswa membuat belajar siswa dengan menggunakan
kesimpulan dari hasil diskusi pendekatan CTL sudah mengalami
kelompok. Guru dan siswa mengulas peningkatan dari 62.42 pada pra siklus
kembali kegiatan pembelajaran yang menjadi 77.27 pada siklus I, meskipun
telah dilakukan, serta membuat dalam pelaksanaannya masih perlu
kesimpulan tentang materi perbaikan. Selain itu, dapat dilihat juga
pembelajaran. Terakhir mengerjakan dari hasil penilaian observasi pada
soal tes yang telah disiapkan oleh saat proses pembelajaran berlangsung
guru. misalnya, hasil observasi aktivitas
Nilai permbelajaran IPA siklus I siswa memperoleh rata-rata 66.81. hal
yaitu nilai 40 tidak ada (0%), nilai 50 tersebut menunjukan bahwa nilai rata-
sebanyak 2 orang (6.06%), nilai 60 rata pada proses pembelajaran dan
sebanyak 3 orang (9.09%), nilai 70 hasil belajar siswa sudah cukup tetapi
sebanyak 7 orang (21.21%), nilai 80 masih perlu ditingkatkan kembali.
sebanyak 12 orang (36.36%), nilai 90 Untuk memperbaiki
sebanyak 6 orang (18.18%), nilai 100 permasalahan-permasalahan yang
sebanyak 3 orang (9.09%). Hasil terdapat pada siklus I maka peneliti
evaluasi pada tindakan siklus I, terlihat dan guru kelas berdiskusi mencari
bahwa rata-rata perolehan skor hasil solusi pemecahannya, sehingga
belajar siswa mencapai 77.87 dari 33 mendapatkan solusi sebagai berikut :
siswa yang mengikuti tes evaluasi 1) Melakukan perbaikan
tersebut. Skor hasil belajar siswa terhadap rencana
sudah mencapai Kriteria Ketuntasan pelaksanaan pembelajaran
Minimal (KKM) yang ditentukan yaitu sesuai dengan langkah-
75. Namun siswa yang tuntas belajar langkah CTL
hanya ada 21 orang siswa dari 33 2) Meningkatkan dan
siswa dengan persentase ketuntasan memvariasikan penggunaan
belajar hanya mencapai 63.63%. maka alat peraga
dari itu, perlu adanya tindakan 3) Mengembangkan cara
perbaikan karena hasil belajar siswa membangkitkan konsepsi
secara klasikal masih rendah. awal siswa dengan lebih

37
mengkaitkan materi terhadap Guru mengulas kembali kegiatan
kehidupan nyata pelajaran yang telah dilakukan,
4) Lebih meningkatkan keaktifan dengan meminta siswa untuk
siswa menyebutkan contoh energi yang
pernah dijumpai di sekitar lingkungan
2. Pelaksanaan Siklus II dan cara menghemat energi tersebut.
Siklus II dilaksanakan di SD Siswa menjawab pertanyaan tersebut
Plus 2 Al-Muhajirin, pada hari Senin dengan bergantian. Guru memberikan
tanggal 1 September 2014. Siklus II ini kesempatan kepada siswa untuk
merupakan lanjutan dari siklus I yang bertanya tentang materi yang diajarkan
hasil kegiatan belajar mengajarnya dan menjawab pertanyaan dari
masih memiliki kelemahan sehingga temannya. Kemudian guru dan siswa
peneliti ingin benar-benar mengadakan bersama-sama membuat kesimpulan
perbaikan, sampai pemahaman siswa tentang materi yang dipelajari dan
pada konsep energi dapat meningkat siswa mengerjakan soal tes yang
sesuai dengan yang diinginkan. diberikan oleh guru.
Pada tahap ini peneliti sebagai Nilai pembelajaran IPA siklus II
guru melakukan tindakan kelas yang yaitu nilai 50 tidak ada (0%), nilai 60
berdasarkan pada observasi dan tidak ada (0%), nilai 70 sebanyak 2
refleksi pada siklus I serta sesuai orang (6.06%), nilai 80 sebanyak 6
dengan perencanaan yang telah orang (18.18%), nilai 90 sebanyak 13
dibuat. Pelaksanaan tindakan pada orang (39.39%) dan nilai 100
siklus II dilaksanakan pada tanggal 1 sebanyak 12 orang (36.37%). Hasil
September 2014, peneliti dan guru evaluasi pada tindakan siklus II, terlihat
mempersiapkan rencana pelaksanaan bahwa rata-rata perolehan skor hasil
pembelajaran dengan menggunakan belajar siswa mencapai 90.61 dari 33
pendekatan CTL. Kegiatan belajar siswa yang mengikuti tes evaluasi
mengajar disajikan dalam waktu 2x35 tersebut. Rata-rata skor hasil belajar
menit. siswa sudah memenuhi daya serap
Guru membagi siswa dalam klasikal. Siswa yang tuntas belajar
beberapa kelompok setiap kelompok mencapai 31 orang siswa dari 33
terdiri dari 4 orang. Siswa duduk siswa dengan presentase ketuntasan
sesuai kelompoknya masing-masing, belajar klasikal mencapai 93.94%.
kemudian guru menjelaskan salah satu maka dari itu, tindakan perbaikan
penerapan energi seperti sumber dan dicukupkan sampai pada siklus II.
macam energi gerak tadi melalui Pada tahap ini, guru mitra
kegiatan demontrasi dengan cara bertindak sebagai observer mengamati
memperagakan bermain bola. Di sini pelaksanaan tindakan yang dilakukan
siswa yang dijadikan sebagai model, peneliti dalam kegiatan pembelajaran
kemudian siswa dan guru melakukan yang dimana pada saat pelaksanaan
tanya jawab mengenai kegiatan yang peneliti berperan sebagai guru kelas
dilakukan. selain itu guru kelas (observer)
Guru membagi LKS, alat dan mencatat hal-hal yang belum sesuai
bahan pada setiap kelompok untuk dengan apa yang telah direncanakan
melakukan percobaan sumber dan dengan memberikan skor terhadap
macam energi yang dihasilkan. Siswa aktivitas siswa belajar dan mengajar
melalui bimbingan guru kemudian guru yang kemudian akan diperoleh
melaporkan hasil percobaan dan data yang nantinya akan diolah dan
masing-masing kelompok dianalisis oleh peneliti.
menyimpulkan hasil diskusi.

38
Berdasarkan observasi E. KESIMPULAN DAN SARAN
(pengamatan yang dilakukan ketika Berdasarkan hasil penelitian
proses pembelajaran dengan tindakan kelas yang telah
pendekatan CTL), rata-rata nilai dilaksanakan, penerapan pendekatan
aktivitas siswa yang tercapai adalah Contextual Teaching and Learning
87.77%, dengan rincian pada aspek (CTL) dalam pembelajaran IPA tentang
konstruktivisme mencapai 94.70%, konsep energi di kelas III SD Plus 2 Al-
aspek bertanya 93.18%, menemukan Muhajirin dapat disimpulkan sebagai
94.42%, masyarakat belajar 91.67%, berikut :
pemodelan 83.33%, refleksi 79.55%, 1. Sebelum pelaksanaan tindakan,
dan penilaian autentik 79.55%. proses pelaksanaan pembelajaran
Setelah kegiatan IPA yang dilakukan dengan
pembelajaran dilaksanakan, guru mitra menggunakan metode ceramah,
dan penulis melakukan diskusi dan kemudian siswa melaksanakan
mengevaluasi hasil kegiatan post test untuk mengetahui tingkat
pembelajaran yang telah di lakukan keberhasilan pembelajaran,
dengan menganalisis terhadap proses keterlibatan siswa masih kurang,
pembelajaran dengan menggunakan dan siswa belum mendapat
pendekatan CTL pada siklus II, kesempatan untuk
ternyata hasil belajar siswa meningkat mengembangkan dan melatih
dibandingkan dengan siklus I, dengan sikap ilmiahnya. Proses
nilai rata-rata mencapai 90.61. Hasil pembelajaran dinilai kurang
obsrvasi aktifitas siswa pada saat menarik dan mengakibatkan
proses pembelajaran dengan proses pembelajaran serta hasil
menggunakan pembelajaran CTL pun belajar siswa tidak dapat tercapai
mengalami peningkatan menjadi dengan baik. Hasil rata-rata nilai
87.77. Hal ini dapat dilihat pada hasil pembelajaran IPA siswa pada pra
observasi aktivitas siswa belajar dan siklus adalah 67.58. Siswa yang
kegiatan belajar mengajar guru hampir mencapai daya serap siswa (KKM)
semua deskriptor tersebut muncul, atau sudah mencapai KKM
dengan kata lain penulisi menganggap individu berdasarkan hasil
bahwa hasil observasi aktivitas siswa, evaluasi adalah 7 orang atau
kegiatan mengajar guru, dan hasil 21.21% dari seluruh siswa
belajar siswa sangat memuaskan, sebanyak 33 orang. Dan yang
sehingga penulis akan mengakhiri belum mencapai KKM secara
penelitian ini di siklus II. individu ada 26 siswa atau
Hal ini membuktikan bahwa 78.79%. Berarti daya serap ideal
penggunaan pendekatan CTL dapat /kelas (KKI) baru mencapai
meningkatkan hasil belajar siswa 21.21%.
khususnya pada konsep energi gerak 2. Pada proses pembelajaran di
dan dapat di terapkan di Sekolah siklus I melalui pendekatan CTL
Dasar (SD). Respon siswa dan siswa mulai aktif dan tertarik
aktivitas guru pun terlihat sangat tinggi terhadap pembelajaran, namun
hal ini menunjukkan jika aktivitas siklus kesatu masih banyak
mengajar guru sangat baik dan tepat kekurangan. Berdasarkan hasil
dalam pemilihan model pembelajaran observasi pada siklus I dengan
maka siswa akan menyukai dan menerapkan pendekatan CTL
kemudian memahami proses dapat dilihat pada aspek
pembelajaran, begitu pula guru, materi, konstruktivisme mencapai
dan hasil belajarnya. (85.61%), aspek bertanya

39
(80.30%), menemukan (79.55%), siswa dilihat dari hasil tes sudah
masyarakat belajar (59.09%), mencapai ketuntasan klasikal,
pemodelan (55.30%), refleksi karena ketuntasan belajar secara
(54.55), dan penilaian autentik klasikal dapat dikatakan tercapai
(54.55%). Adapun persentase apabila KKI ≥ 85% (Depdiknas,
rata-rata aktivitas siswa pada 2006).
kegiatan pembelajaran siklus Dengan demikian dapat
kesatu yaitu 66.99% atau kategori disimpulkan bahwa pendekatan CTL
cukup. Dari hasil tersebut dapat dengan aktifitas guru yang optimal
disimpulkan masih kurangnya dapat meningkatkan respon siswa,
keaktifan siswa. Pada siklus kedua aktifitas dan hasil belajar siswa dalam
ada peningkatan yang sangat pembelajaran IPA di sekolah dasar.
signifikan dalam aktifitas siswa
yaitu aspek konstruktivisme
mencapai (94.70%), aspek DAFTAR RUJUKAN
bertanya (93.18%), menemukan
(92.42%), masyarakat belajar Ahmadi, dkk. (2003). Psikologi Belajar.
(91.67%), pemodelan (83.33%), Solo: Rineka Cipta.
refleksi (79.55%) dan penilain Ali, M. (1993). Strategi Penelitian
autetik (79.55%). Adapun Pendidikan. Bandung:
persentase rata-rata aktivitas Angkasa.
siswa kegiatan pembelajaran Arikunto, S. (2002). Prosedur
siklus kedua yaitu 87.77% atau Penelitian Suatu Pendekatan
kategori baik. Praktek. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
3. Setelah dilaksanakan penelitian Arikunto, S dkk. (2008). Penelitian
tindakan kelas, hasil belajar siswa Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi
meningkat mulai dari nilai hasil tes Aksara.
akhir siswa pada pra siklus yaitu Asy’ari. (2007). Penerapan
dengan nilai rata-rata siswa 67.58 Pendekatan Sains Teknologi
dengan ketuntasan hasil siswa Masyarakat. Jakarta:
adalah 21.21 %. Setelah dilakukan Depdiknas.
siklus kesatu, nilai rata-rata hasil Aqib, Z. (2009). Penelitian Tindakan
siswa 77.87 dan persentase Kelas untuk Guru SD, SLB, dan
ketuntasan hasil belajar siswa TK. Bandung: CV Yrama
meningkat menjadi 63.63%. Pada Widya.
siklus kedua, pelaksanaan BSNP. (2007). Pembelajaran Berbasis
pembelajaran dengan penerapan Kompetensi dan Kontekstual.
pendekatan CTL dikatakan cukup Jakarta: CV Karya Sarana
memuaskan. Hal tersebut terus Informasi
ditingkatkan dengan memperbaiki Depdiknas. Kurikulum 2006 Peraturan
kekurangan-kekurangan yang ada Menteri Pendidikan Nasional
pada siklus kesatu, hasil yang Republik Indonesia.
diperoleh pada siklus kedua Jakarta:BP. Dharma Bakti.
meningkat dengan nilai rata-rata Depdiknas.(2006). Model Kurikulum
kelas 90.61 dan ketuntasan hasil Tingkat Satuan Pendidikan SD
belajar siswa meningkat menjadi dan MI. Solo: Tiga Serangkai
93.94%. Siswa dikatakan tuntas Mandiri.
belajarnya secara klasikal apabila
KKI ≥ 85%. Berarti hasil belajar

40
Hamalik, 0.(2007). Proses Belajar Siregar, A.A. (2006). Deskripsi
Mengajar. Jakarta: Bumi Kurikulum Berbasis
Aksara. Kompetensi dan
Hermawan, A dkk. (2007). Metode Implementasinya Terhadap
Penelitian Pendidikan sekolah Kegiatan Belajar Mengajar.
dasar. Bandung: UPI Press Jakarta: PT Intimedia Cipta
Iskandar, S. (1996). Ilmu Pengetahuan Nusantara.
Alam.Bandung: UPI Press. Sudjana, N. (2005). Tuntuntan
Johnson, E. B. (2010). Contextual Penyusunan Karya Ilmiah
Teaching and Learning (Makalah-Skripsi-Tesis-
menjadikan Kegiatan Belajar Disertasi). Bandung: Sinar Baru
Mengajar Mengasyikan dan Algensindo.
Bermakna. Kaifa: Bandung. Syamsuddin, A. (2003). Psikologi
Kasbolah, K.(1999). Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Tindakan Kelas. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Depdikbud. Tim Bina Karya Guru. (2008). IPA SD
Basyir, N. A. (2011). Model untuk Sekolah dasar IV.
Pembelajaran Contextual Jakarta: Erlangga.
Teaching and Learning TR, Burhanuddin. (2007). Pendekatan,
(CTL).[online]. Tersedia: Metode, dan Teknik Penelitian
http://www.nasrunabasyir.co.cc/ Pendidikan. Purwakarta:
2011/02/model-pembelajaran- Program Pendidikan Guru
contextual-teaching.html.[29 Sekolah dasar Universitas
April 2011] Pendidikan Indonesia Kampus
Muslikah. (2010). Sukses Profesi Guru Purwakarta.
dengan Penelitian Tindakan
Kelas. Yogyakarta:
Interprebook. RIWAYAT PENULIS
Nurhadi. (2002). Pendekatan Lia Yulindaria, lahir di Kuningan
Kontekstual (Contextual pada tanggal 25 Juli 1974. Berlatar
Teaching And pendidikan:
Learning/CTL).[Online].  Sarjana Pendidikan Guru Sekolah
Tersedia: Dasar (PGSD) Unpas Bandung tahun
http://www.infoskripsi.com/Artik 2015
el-Penelitian/Penerapan-  Program Akta IV Sekolah Tinggi
Pendekatan-Kontekstual.html. Keguruan dan Ilmu Pendidikan di
[10 Januari 2010]. Purwakarta tahun 2003
Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran  Sarjana Pertanian (S1) Program Studi
Kontekstual dan Penerpannya Agronomi, Program Studi Kekhususan
dalam KBK Malang: UM Press. Perkebunan, Insitut Pertanian Bogor
Samantowa, U.(2006).Bagaimana di Bogor tahun 1998
Pembelajaran IPA di Sekolah  SMA Negeri 2 Cirebon Jurusan Biologi
Dasar. Jakarta: Depdiknas. di Cirebon tahun 1990 – 1993
Sanjaya, W.(2010). Strategi  SMP Negeri 1 Cirebon di Cirebon
Pembelajaran Berorientasi tahun 1987 - 1990
Standar Proses Pendidikan. Saat ini kuliah di Pascasarjana
Jakarta: Kencana. UPI Bandung dan bekerja sebagai
Setiawan, R. (2005). Psikologi Kepala Sekolah SD Plus 2 AL-
pendidikan. Bekasi: UNISMA. Muhajirin, E-mail yang dapat dihubungi
liayulindaria@mail.com.

41
PENGARUH PENDEKATAN CONCRETE-PICTORIAL-ABSTRACT (CPA)
TERHADAP PENCAPAIAN KEMAMPUAN SPATIAL SENSE (KSS) SISWA SD

Hafiziani Eka Putri1, Ratna Julianti2, Nahrowie Adjie3, Nur Endah Suryani4
e-mail:hafizianiekaputri@upi.edu, ratna.julianti@student.upi.edu

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pembelajaran dengan


pendekatan CPA terhadap pencapaian kemampuan spatial sense siswa Sekolah
Dasar (SD) jika ditinjau secara keseluruhan dan Kemampuan Awal Matematis
(KAM). Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan desain kontrol
pretes dan postes pada mata pelajaran Matematika dengan pokok bahasan
bangun ruang terhadap 74 siswa sekolah dasar di Kecamatan Cikampek
Kabupaten Karawang Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dengan dua kelompok
belajar; kelompok yang menggunakan pendekatan CPA sebagai kelompok
eksperimen, dan kelompok yang menggunakan pembelajaran konvensional
sebagai kelompok kontrol. Analisis data baik secara deskriptif maupun inferensial
menunjukkan bahwa pencapaian kemampuan spatial sense siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan CPA lebih baik dari siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional; baik ditinjau secara keseluruhan dan
tiap kelompok KAM.Dengan demikian, pembelajaran CPA dapat
mengembangkan kemampuan spatial sense siswa sekolah dasar.

Kata kunci: Pembelajaran dengan Pendekatan CPA, Kemampuan Spatial Sense


dan Siswa Sekolah Dasar.

1,3
Dosen
2,4
Mahasiswa

42
A. PENDAHULUAN spasial sense siswa harus
dikembangkan dengan baik hal ini
Matematika adalah ilmu yang
diharuskan karena KSS sangat
sangat berperanpenting dalam
berguna dalam memahamisifat-sifat
kemajuan peradaban manusia
dan relasi dalam geometri yang
dewasa ini. Matematika juga
dapat dignakan untuk memecahkan
memiliki banyak peran dalam
masalah matematika serta
kemajuan IPTEK melalui berbagai
masalahdalam keseharian. Oleh
cabang ilmu yang dimiliki, salah
karena itu, dapat disimpulkan bahwa
satunya yaitu geometri. Oleh karena
KSSmerupakan kemampuan yang
itu, matematika sangat penting untuk
penting untuk dimiliki siswa.
diperkenalkan dengan baik dariusia
Kenyataan mengenai
dini karena manfaatnya akan terus
pentingnya KSS berbanding terbalik
terasa seiring perkembangan
dengan kemampuan siswa yang
zaman. Geometri memiliki kaitan
kurang dalam pemahaman materi
yangsangat erat dengan bangun
geometri. Hal ini sejalan dengan
ruang dan benda-benda dalam
analisisTrends in International
keseharian. Geometri dan berbagai
Mathematics and Science Study
konsep di dalamnya menduduki
(TIMSS) tahun 2015, dengan
posisi khusus di dalam kurikulum
sasaran populasi siswa kelas 4
matematika. Geometri memiliki
SD/MI, Indonesia berada pada
kaitan yang erat sekali dengan
peringkat ke-45 dari 50 negara
Kemampuan Spatial Sense (KSS).
peserta. Salah satu pokok bahasan
Gardner (2004) menyebutkan bahwa
yang sulit bagi siswa Indonesia
KSS merupakan salah satudari 8
adalah Geometri. Dari hal tersebut,
kecerdasan majemuk (multiple
terlihat jelas bahwa siswa Indonesia
intelligences)yang dimiliki manusia
masih sangat kurang dalam
antara lain Linguistik, matematis-
kemammpuan menyelesaikan soal-
logis, spasial, kinestetis-jasmani,
soal geometri.
musikal, intrapersonal, interpersonal,
Kurangnya kemampuan
dan naturalis.
siswa Indonesia dalam
National Council of Teachers
menyelesaikan soal geometri dapat
of Mathematics (NCTM,
disebabkan karena kurangan KSS
2000)menetapkan 5 standar isi
siswa SD di Indonesia. Kurangnya
dalam matematika, yang salah
KSS ini sejalan dengan penelitian
satunya yaitu geometri. Selain itu,
yang telah dilakukan oleh Saptini
terdapat unsur penggunaan
(2016) yang menyatakan bahwa
visualisasi, penalaran spatial dan
kemampuan siswa SD dalam
pemodelan. di dalam geometri. Hal
mengerjakan permasalahan
ini menandakan bahwa KSS
geometri masih rendah. Hal ini
merupakan tuntutan kurikulum yang
didasarkan atas studi pendahuluan
sangat perlu dikembangkan dengan
yang telah dilakukan Saptini di salah
sebaik-baiknya dalam pembelajaran.
satu sekolah dasar mengenai
Dalam kurikulum nasional, dimulai
volume bangun ruang. Rendahnya
tingkat SD hingga perguruan tinggi
KSS siswa membuat peneliti tertarik
dituntut untuk menguasai materi
untuk melakukan kajian lebih jauh
geometri ruang dan geometri bidang
tentang pengaruh penerapan
yang berkaitan erat dengan
pendekatan CPA terhadap
kemampuan spatial sense. Hal ini
pencapaian KSS Siswa di SD.
sejalan dengan hal yang telah
B. KAJIAN TEORI
dikemukakan oleh NationalAcademy
of Science (2006) bahwa Dalam pembelajaran
kemampuan dan penginderaan matematika, hambatan yang sering

43
terjadi di dalam kelasyaitu yang hanya melibatkan penggunaan
kurangnya alat peraga yang angka dan simbol dalam
dignakann guru dalam pebelajaran memecahkan masalah matematika.
matematika sehingga siswa sulit Sejalan dengan hal tersebut Witzel
untuk memahami konsep (2005) mengemukakan bahwa CPA
pembelajaran yang abstrak. Sejalan merupakan pendekatan tiga fase
dengan hal tersebut, Hasil survey yang berawal dari penggunaan
Programme for International Student benda konkret yang dimanipulasi,
Assessment (PISA) 2000/2001 setelah tahap tersebut dilanjutkan
(dalam Suwaji, 2008) menunjukkan dengan gambar yang dimanipulasi
bahwa siswa lemah dalam geometri, yang mana benda tersebut masih
khususnya dalam ;pemahaman memiliki keterkaitan dengan benda
ruang dan bentuk. Setelah dilakukan konkrit pada fas esebelumnya, fase
wawancara terhadap siswa, terakhir yaitu pembelajaran dengan
diketahui penyebab siswa tidak menggunakan notasi abstrak seperti
menyukai matematika karena simbol dan angka. Mengajar siswa
pembelajarannnya tidak menarik dan melalui tiga tahap belajar ini telah
kurang bergairah. Hal ini terbukti bermanfaat bagi siswa yang
dikarenakan pembelajaran yang memiliki kesulitan dalam
konvensional sehingga lebih pembelajaran matematika. Melalui
berpusat pada guru (Teacher penjelasan di atas, dapat
centered) juga minimnya alat peraga disimpulkan bahwa CPA merupakan
yang digunakann dalam pendekatan yang memiliki tahapan-
pembelajaran matematika di kelas. tahapan yang cocok untuk
Dari permasalahan siswa meningkatkan kemampuan spatial
yang dijelaskan di atas terdapat satu sense. Hal ini sejalan dengan hasil
pendekatan yang dirasa cocok untuk penelitian yang telah dilakukan oleh
meningkatkan kemampuan spatial Putri (2017)bahwa pendekatan CPA
sense siswa SD yaitu pendekatan dapat menguntungkan semua siswa,
Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) karena telah terbukti sangat efektif
atau Concrete-Representasi- dengan siswa yang memiliki
Abstract (CRA). Pendekatan CPA kesulitan matematika. Mereka telah
dipilih karena memiliki tahapan yang mengalami matematika dalam
sesuai dengan tahap perkembangan berbagai bentuk dari objek nyata,
kognitif siswa SD. Pendekatan CPA bergambar dan akhirnya ke simbol.
adalah pendekatan instruksional tiga Pendekatan CRA sangat
langkah yang sangat efektif dalam bermanfaat bagi siswa sekolah
mengajarkan konsep matematika. menengah yang memiliki kesulitan
Langkah pertama disebut tahap dengan pelajaran matematika. Salah
konkret. Hal ini dikenal sebagai satunya adalah penelitian yang
tahap "melakukan" dengan dilakukan oleh Witzel, Mercer, dan
melibatkan objek berupa benda Miller (2003) berupa penggunaan
nyata (fisik) yang dimanipulasi untuk pendekatan CRA untuk
memecahkan masalah matematika. mengembangkan keterampilan
Pictorial (semi-konkret) adalah dasar matematika siswa dengan
langkah berikutnya. Hal ini dikenal kesulitanbelajar. Siswa diajarkan
sebagai tahap "melihat" dengan untuk memecahkan persamaan
melibatkan penggunaan gambar aljabar baik menggunakan
untuk mewakili objek dalam pendekatan CRA atau pendekatan
memecahkan masalah matematika. tradisional. Penelitian ini melibatkan
Langkah terakhir dalam pendekatan 37 siswa dari masing-masing kelas.
ini disebut tahap abstrak. Hal ini Hasil penelitian tersebut menunjukan
dikenal sebagai tahap "simbolis" bahwa kedua kelompok

44
menunjukkan peningkatan setelah dari kelompok eksperimen dan 37
diberikan perlakuan selama empat siswa dari kelompok kontrol. Para
minggu, kelompok yang menerima siswa dalam kelompok eksperimen
pendekatan CRA secara signifikan menerima pembelajaran
mengungguli kelompok yang menggunakan pendekatan CPA,
menerima pendekatan tradisional. sedangkan siswa pada kelompok
Kemampuan spatial sense kontrol menerima pembelajaran
merupakan kemampuan yang dengan pendekatan konvensional.
sangat penting untuk dikembangkan Penelitian ini merupakan
siswa. Hal ini sudah ditekankan penelitianquasi eksperiment
oleh National Council of Teachers (penelitian semu) dengan desain
of Mathematics (NCTM) di Amerika kontrol pretest dan posttest pada
Serikat yang telah memasukkan mata pelajaran Matematika dengan
KSSsebagai salah satu kompetensi pokok bahasan bangun ruang
penting untuk ditingkatkan serta terhadap 74 siswa sekolah dasar di
dikembangkan dalam pelajaran kecamatan Cikampek Kabupaten
geometri, termaktub dalam Pre- Karawang Jawa Barat.
college Mathematicss Educational Pengumpulan data. Ada dua jenis
Standards (NCTM, 2000). Gardner data dalam penelitian ini, kuantitatif
(Harmony dan Theis, 2012) dan data kualitatif. Data kuantitatif
mengemukakan bahwa diperoleh dari skor tes Kemampuan
kemampuan spasial adalah Awal Matematis (KAM), skor tes
kemampuan keruangan yang dapat KSSyang didapat dari hasil
dikatakansebagai kemampuan posttestKSS. Data kualitatif
untuk memvisualisasikan gambar diperoleh dokumentasi proses
dan kemampuan mengenalbenda pembelajaran dengan menerapkan
serta bentuk dengan pendekatan CPA. Skor pencapaian
tepat,seseorang yang memiliki KSS KSS dikategorikan berdasarkan
dapat melihat dan mengenali kelompok KAM (tinggi, sedang, dan
perubahan suatu benda dalam rendah). Kelompok KAM pada kedua
pikirannya sertadapat kelompok (eksperimen dan kontrol)
menggambarkan suatu hal atau diukur berdasarkanhasil tes KAM
benda bentuk nyata dalam pikiran yang dilakukan pada awal
berdasarkan apa yang dilihatnya, pertemuan sebelum diberikannya
memiliki kepekaan terhadap perlakuan.
keseimbangan, garis, relasi, warna, Analisis data. Analisis data dalam
ruang dan bentuk,serta dapat penelitian ini dilakukan dengan dua
mengungkapkan data dalam suatu cara antara lain; analisis deskriptif
grafik. dan analisis inferensial. Analisis
Indikator spatial senseyang deskriptif, menurut Sugiyono (2012),
digunaakan dalam penelitiann ini berfungsi untuk menjelaskan atau
anatara lain: 1) mengidentifikasi dan memberikan gambaran tentang
mengklasifikasikan gambar subjek yang diteliti melalui data yang
geometri; 2) menginterpretasikan dikumpulkan dari sampel atau
dan menggambarkan benda-benda populasi. Analisis deskriptif
tiga dimensi; dan 3) menerapkan pencapaianKSSsiswa didasarkan
pemahaman tentang keliling, luas, pada rata-rata dari skor posttest.
volume, dan ukuran sudut. Pencapaian KSS siswa ditentukan
dalam tiga kriteria pencapaian yaitu
C. METODE PENELITIAN rendah, sedang, dan tinggi.
Penentuan ketiga kriteria ini disusun
Sampel. Sampel dalam penelitian ini
dengan menggunakan aturan
adalah 74 siswa; terdiri dari 37 siswa
pengelompokan yang dikemukakan

45
oleh Arikunto (2012) yang tersaji Penilaian Acuan Normatif (PAN)
dalam Tabel 1. (Suherman dan Kusumah, 1990).
Rekapitulasi hasil analisis
Tabel 1. Kriteria Pencapaian skor posttest KSS siswa
Kemampuan Spatial Sense berdasarkan pembelajaran secara
keseluruhan disajikan pada Tabel 3.
Kriteria
Interval Pencapaian
Pencapaian
𝑥 ≥ 𝑥̅ + 𝑠𝑑. (0,7) Tinggi
Tabel 3. Rekapitulasi Skor
𝑥̅ − 𝑠𝑑. (0,7) ≤ 𝑥 Posttest KSS Siswa berdasarkan
Sedang
< 𝑥̅ + 𝑠𝑑. (0,7) Pembelajaran
𝑥 < 𝑥̅ + 𝑠𝑑. (0,7) Rendah Skor
Post Pembela
Ter Ter ̅)
(𝒙 Sd
KSS jaran
(dimodifikasi dari Arikunto, 2012) kecil besar
Keterangan: SMI
CPA
Konvens
12 24 15,97 2,30

x : Skor yang diperoleh tiap siswa 24 7 18 11,32 2,94


ional
𝑥̅ : Rata-rata skor siswa secara (Keterangan: SMI = Skor Maksimum Ideal)

keseluruhan Data pada Tabel 3


Sd : Standar deviasi (simpangan memperlihatkan bahwa pencapaian
baku) KSS siswa yang mendapatkan
Analisis inferensial data pembelajaran dengan pendekatan
dalam penelitian ini dilakukan CPA lebih tinggi dari siswa yang
melalui uji statistik. Jika data mendapatkan pembelajaran
terdistribusi berdistribusi normal dan konvensional. Pencapaian KSS
homogen, uji statistik hipotesis akan siswa yang mendapatkan
dilakukan dengan menggunakan uji pembelajaran dengan pendekatan
parametrik (t-test). Jika data CPA berada pada kriteria tinggi,
berdistribusi normal, tetapi tidak sedangkan pencapaian KSS siswa
homogen, t-test juga akan dilakukan; yang mendapatkan pembelajaran
Namun, jika data tidak berdistribusi konvensional berada pada kriteria
normal, pengukuran statistik akan sedang.
dilakukan menggunakan uji non- Rekapitulasi hasil analisis
parametrik (uji Mann-Whitney). skor posttest KSS berdasarkan
pembelajaran ditinjau dari kelompok
D. HASIL DAN PEMBAHASAN KAM dapat dilihat pada Tabel 4.

Pencapaian KSS siswa


dilihat dari rata-rata skor posttest. Tabel 4. Rekapitulasi Skor
Posttest KSS Siswa berdasarkan
1. Hasil Penelitian Pembelajaran ditinjau dari
Kelompok KAM
Posttest KSS (SMI=24)
Rekapitulasi hasil Skor
Kelompok Pembel
perhitungan untuk menentukan KAM ajaran
Ter Ter ̅
𝒙 Sd
kecil besar
kriteria pencapaian KSS dapat dilihat CPA 16 24 19,33 4,16
pada Tabel 2. Tinggi Konven 10 18 14,40 2,88
sional
Tabel 2. Kriteria Pencapaian KSS CPA 13 20 16,05 1,99
Sedang Konven 7 14 11,09 2,12
Siswa sional
Interval Skor Kriteria SMI CPA 12 18 15,08 1,66
Pencapaian Pencapaian Rendah Konven 7 13 9,56 1,79
𝑥̅ ≥ 15,46 Tinggi sional
10,19 < 𝑥̅ < 15,46 Sedang 24
𝑥̅ ≤ 10,19 Rendah
(SMI = Skor Maksimum Ideal) Berdasarkan Tabel 4 dapat
Pencapaian KSS siswa dilihat bahwa pencapaian KSS siswa
dikelompokkan dengan untuk setiap kelompok KAM yang
menggunakan kriteria gabungan mendapatkan pembelajaran dengan
Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan pendekatan CPA lebih tinggi dari

46
siswa yang mendapat pembelajaran Untuk mendukung hasil analisis
konvensional. Pada kelompok KAM deskriptif, analisis inferensial
tinggi dan sedang, pencapaian KSS dilakukan dengan menggunakan uji
siswa untuk kelompok KAM tinggi statistik. Hipotesis yang digunakan
yang mendapatkan pembelajaran dalam uji inferensial perbedaan
dengan pendekatan CPA berada siswa dalam pecapaianKSS adalah
pada kriteria tinggi, sedangkan untuk sebagai berikut:
kelompok KAM tinggi yang H0:𝜇1 = 𝜇2 Tidak erdapat perbedaan
mendapatkan pembelajaran pencapaianKemampua
konvensional berada pada kriteria n Spatial Sense (KSS)
sedang. Pada kelompok KAM siswa yang mendapat
rendah, pencapaian KSS siswa pembelajaran dengan
untuk kelompok KAM rendah yang penerapan pendekatan
mendapatkan pembelajaran CPA CPA dan siswayang
berada pada kriteria sedang. mendapat
Sedangkan, kelompok KAM rendah pembelajaran
yang mendapatkan pembelajran konvensional ditinjau
konvensional berada pada kriteria secara keseluruhan.
rendah. Tabel 4 juga H1:𝜇1 > 𝜇2 Pencapaian
memperlihatkan bahwa pada kedua Kemampuan Spatial
kelompok pembelajaran (CPA dan Sense(KSS) siswa
konvensional) pencapaian KSS yang mendapat
siswa kelompok KAM tinggi lebih pembelajaran dengan
tinggi dari kelompok KAM sedang penerapan pendekatan
dan KAM rendah. Begitupun CPA lebih tinggi dari
pencapaian KSS siswa pada siswayang mendapat
kelompok KAM sedang lebih tinggi pembelajaran
dari kelompok KAM rendah. Dengan konvensional ditinjau
demikian, pembelajaran dengan secara keseluruhan.
pendekatan CPA dapat lebih Kriteria pengujian: Jika p-
mengembangkan KSS siswa pada value (sig. 1-arah) lebih besar dari
setiap kelompok KAM dibandingkan 0,05 maka H0 diterima, dan dalam
dengan pembelajaran konvensional. hal lainnya H0 ditolak.
Berikut ini disajikan gambar untuk Rekapitulasi hasil uji
lebih memperjelas perbedaan perbedaan rata-rata pencapaian
pencapaian KSS siswa berdasarkan KSS siswa berdasarkan
kelompok pembelajaran ditinjau dari pembelajaran ditinjau secara
kelompok KAM. keseluruhan disajikan pada Tabel
19,33 5.
Rata-rata Pencapaian KSS

20 16,05
14,4 15,08 Tabel 5.Uji Mann-Whitney
15 11,09
9,56 Pencapaian KSS Siswa
10 berdasarkan Pembelajaran
Siswa

5 ditinjau secara Keseluruhan


U
0 Pembelaja p-value
Mann- Z Ket.
Tinggi Sedang Rendah ran (sig)
Whitney
Kelompok KAM CPA
Ada
159,500 -5,707 0,000
Konvensio Perbedaan
CPA Konvensional nal

Gambar 1. Pencapaian KSS Siswa Berdasarkan hasil


berdasarkan Pembelajaran perhitungan pada Tabel 5, dapat
ditinjau dari Kelompok KAM dilihat bahwa untuk rata-rata

47
pencapaian KSS p-value(sig.1-arah) Tabel 7 di atas menunjukkan
lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak. bahwa untuk setiap kelompok KAM
Artinya jika ditinjau secara tinggi, sedang dan rendah untuk
keseluruhan, pencapaian KSS siswa data pencapaian KSS siswa
yang mendapatkan pembelajaran seluruhnya memiliki nilai p-value
dengan pendekatan CPA lebih baik (sig.2-arah) lebih besar dari 0,05
secara signifikan daripada siswa maka H0 diterima.Oleh karena itu,
yang mendapatkan pembelajaran dapat disimpulkan bahwa varians
konvensional. kedua populasi homogen.
Rekapitulasi hasil uji Selanjutnya, akan dilakukan uji
normalitas data pencapaian dan perbedaan rata-rata dengan uji-t
KSS siswa ditinjau dari kelompok untuk keseluruhan kelompok KAM
KAM dapat dilihat pada Tabel 6. tersebut.
Hipotesis yang digunakan
Tabel 6. Uji Normalitas Data untuk uji perbedaan rata-rata
Pencapaian KSS Siswa ditinjau pencapaian dan KSS siswa ditinjau
dari Kelompok KAM dari kelompok KAM (tinggi, sedang
Shapiro-Wilk
Kelompok
Pembelajaran
p-value dan rendah) dijabarkan sebagai
KAM Statistik df (sig.2-
arah)
berikut.
Tinggi
CPA 0,923 3 0,463 Hipotesis uji perbedaan rata-rata
Konvensional 0,861 10 0,078
CPA 0,929 21 0,130
pencapaian KSS untuk kelompok
Sedang
Konvensional 0,953 11 0,683 KAM tinggi:
CPA 0,967 13 0,860
Rendah
Konvensional 0,918 16 0,157
H0:𝜇1𝑇 = 𝜇2𝑇 Tidak ada perbedaan
pencapaian
Berdasarkan Tabel 6 nampak Kemampuan Spatial
bahwa data pencapaian KSS pada Sense (KSS) siswa
kedua pembelajaran di setiap yang mendapat
kelompok KAM memiliki p-value pembelajaran dengan
(sig.2-arah) lebih besar dari 0,05 pendekatan CPA dan
sehingga H0 diterima, artinya data siswa yang mendapat
berdistibusi normal. Untuk itu perlu pembelajaran
dilakukan uji homogenitas varians konvensional ditinjau
untuk data pencapaian dan KSS dari kelompok KAM
pada kedua pembelajaran untuk tiap tinggi.
kelompok KAM. H1: 𝜇1𝑇 > 𝜇2𝑇 Pencapaian
Uji homogenitas varians Kemampuan Spatial
pencapaian dan KSS dilakukan Sense (KSS) siswa
dengan uji Levene. Rekapitulasi yang mendapat
hasil uji homogenitas varians pembelajaran dengan
pencapaian dan KSS siswa ditinjau pendekatan CPA lebih
dari kelompok KAM dapat dilihat baik dari siswa yang
pada Tabel 7. mendapat
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Uji pembelajaran
Homogenitas Varians Pencapaian konvensional ditinjau
KSS Siswa ditinjau dari Kelompok dari kelompok KAM
KAM tinggi.
Kelompok
p-value Hipotesis uji perbedaan rata-rata
Pembelajaran n Fhitung (sig.2-
KAM
arah)
pencapaian KSS kelompok KAM
Tinggi
CPA 3
0,537 0,479
sedang:
Konvensional 10
CPA 21
H0: 𝜇1𝑆 = 𝜇2𝑆 Tidak ada perbedaan
Sedang 0,061 0,852
Konvensional 11 pencapaian
CPA 13
Rendah
Konvensional 16
0,331 0,586 Kemampuan Spatial
Sense (KSS) siswa

48
yang mendapat KSS siswa berdasarkan
pembelajaran dengan pembelajaran ditinjau dari kelompok
pendekatan CPA dan KAM (tinggi, sedang, dan rendah)
siswa yang mendapat dapat dilihat pada Tabel 8.
pembelajaran
konvensional ditinjau Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Uji
dari kelompok KAM Perbedaan Rata-rata Pencapaian
sedang. KSS Siswa ditinjau dari Kelompok
H1:𝜇1𝑆 > 𝜇2𝑆 Pencapaian KAM
Kelom p-value
Pembel Rata-
Kemampuan Spatial pok
KAM
ajaran rata
thitung df ttabel (sig.1-
arah)
Ket

Sense (KSS) siswa CPA 19,333


H0
Tinggi 2,380 11 2,201 0,0185
yang mendapat Konven
sional
14,400 ditolak

pembelajaran dengan CPA 16,048


H0
Sedang 6,554 30 2,042 0,000
pendekatan CPA lebih Konven
sional
11,091 ditolak

baik dari siswa yang CPA 15,077


H0
Rendah 8,534 27 2,051 0,000
mendapat Konven
sional
9,562
ditolak

pembelajaran
konvensional ditinjau Berdasarkan datapada Tabel
dari kelompok KAM 8, dapat dilihat semuap-value (sig.1-
sedang. arah) untuk pencapaian KSS pada
Hipotesis uji perbedaan rata-rata tiap kelompok KAM lebih kecil dari
pencapaian KSS kelompok KAM 0,05, maka H0 ditolak. Oleh karena
rendah: itu, dapat disimpulkan bahwa
H0: 𝜇1𝑅 = 𝜇2𝑅 Tidak ada perbedaan pencapaian KSS siswa yang
pencapaian mendapat pembelajaran dengan
Kemampuan Spatial pendekatan CPA lebih baik secara
Sense (KSS) siswa signifikan dari siswa yang mendapat
yang mendapat pembelajaran konvensional.
pembelajaran dengan Dengan demikian, dapat
pendekatan CPA dan disimpulkan bahwa pencapaian KSS
siswa yang mendapat siswa yang mendapat pembelajaran
pembelajaran dengan pendekatan CPA lebih baik
konvensional ditinjau secara signifikan dari siswa yang
dari kelompok KAM mendapat pembelajaran
rendah. konvensional, jika dilihat secara
H1: 𝜇1𝑅 > 𝜇2𝑅 Pencapaian keseluruhan dan kelompok KAM
Kemampuan Spatial (tinggi, sedang, rendah).
Sense (KSS) siswa
yang mendapat 2. Pembahasan
pembelajaran dengan
pendekatan CPA lebih Temuan menunjukkan bahwa
baik dari siswa yang pencapaian Kemampuan Spatial
mendapat Sense (KSS)siswa yang mendapat
pembelajaran pembelajaran dengan pendekatan
konvensional ditinjau CPA lebih tinggi secara signifikan
dari kelompok KAM dari siswa yang mendapat
rendah. pembelajaran konvensional, jika
Kriteria pengujian: Jika p- dilihat secara keseluruhan dan
value (sig.1-arah) lebih besar dari kelompok KAM (tinggi, sedang,
0,05 maka H0 diterima, dan dalam rendah).Hal ini sejalan dengan hasil
hal lainnya H0 ditolak. penelitian Witzel (2005) yang
Rekapitulasi hasil uji menyimpulkan bahwa siswa yang
perbedaan rata-rata pencapaian belajar memecahkan transformasi

49
persamaan aljabar melalui dibandingkan dengan siswa pada
pendekatan CPA memperoleh hasil kelompok pembelajaran
lebih tinggi daripada siswa yang konvensional.Siswa yang
menerima pengajaran tradisional. mendapatkan pembelajaran CPA
Selanjutnya, hasil penelitian terlihat lebih leluasa dalam
American Institutes for Research menggambar dibandingkan
(dalam Yuliawaty, 2011) kelompok konvensional yang lebih
menyebutkan bahwa, siswa yang terlihat kesulitan dalam menggambar
belajar dengan menggunakan benda berbagai bentuk bangun ruang.
konkret, representasi mentalnya Akan tetapi, hal ini tidak terjadi
berkembang lebih tepat dan lebih langsung dalam pertemuan pertama.
komprehensif; sering menunjukkan Pada pertemuan pertama, siswa di
motivasi lebih dan prilaku kelas eksperimen pun terlihat
mengerjakan tugas dengan baik; kesulitan dalam memvisualisasikan
memahami ide-ide matematis, dan berbagai bentuk bangun ruang.
lebih baik dalam menerapkan ide-ide Akan tetapi pada setiap pertmuan
untuk situasi kehidupan. semakin terlihat perkembangan
Temuan ini merujuk pada kemampuan spatial sense siswa.
tahapan pendekatan CPA yangs Temuan ini sejalan dengan
sesuai dengan tahap perkembangan pendapat Riccomini (2010) yang
kognitif siswa usia sekolah dasar. mencatat bahwa jika seorang siswa
Polya (dalam Suwangsih dan belum menguasai konsep/
Tiurlina, 2009) berpendapat bahwa keterampilan dalam salah satu tahap
strategi yang memanfaatkan benda- (konkrit, pictorial, atau abstrak) pada
benda konkret, dan kemudian pendekatan CPA, guru harus
mengganti objek dengan model mengulang belajar pada tahap
sederhana, seperti gambar, dapat terakhir yang belum dipahami siswa.
mengembangkan keterampilan kesulitan siswa pada awal-awal
visualisasi siswa dalam belajar pertemuan juga dapat diakibatkan
memecahkan masalah matematika. karena siswa belum terbiasa dengan
Strategi dan metode pengajaran pendekatan baru yang diterapkan
yang sesuai dengan pendekatan dalam pembelajaran, hal ini sejalan
CPA. Sebagaimana dinyatakan oleh dengan Brunner (dalam Yumiati,
Riccomini (2010), unsur-unsur 2015) menunjukkan bahwa dalam
penting dari belajar CPA terdiri dari melaksanakan pengajaran baru /
tiga bagian: (1) belajar dengan metode pembelajaran di kelas, guru
memanipulasi benda konkrit, dengan akan menghadapi kesulitan karena
menggunakan benda-benda konkrit siswa perlu waktu untuk beradaptasi
yang sesuai; (2) belajar dari dengan situasi baru yang mereka
manipualsi gambar (berdasarkan hadapi.
benda konkrit sebelumnya), Pencapaian KSS tertinggi
menggunakan gambar yang sesuai; dicapai oleh siswa dengan KAM
dan (3) menggunakan pendekatan tinggi; diikuti oleh siswa dengan
yang tepat untuk memfasilitasi siswa KAM sedang dan KAM rendah. Hal
untuk tingkat pemahaman konsep ini tidak mengherankan karena dari
abstrak, karena tidak mudah hasil observasi dan
memahami perubahan dari gambar dokumentasikegiatan belajar
ke notasi abstrak (simbol/angka) menggunakan CPA mengungkapkan
tanpa arahan dari guru. bahwa siswa dengan KAM Tinggi
Berdasarkan pembelajaran di lebih aktif dalam menyelesaikan
kelas, siswa yang mendapatkan tugas-tugas yang diberikan kepada
pembelajaran CPA lebih atusias mereka dalam lembar kerja
salam menerima pelajaran kelompok. Mereka sering memimpin

50
diskusi kelompok untuk pendekatan pengajaran untuk
menyelesaikan LKK. Dalam mengembangkan Kemampuan
presentasi dan diskusi, para siswa Spatial Sense (KSS) siswa.
KAM tinggi lebih aktif dalam Meskipun tidak ada satu pendekatan
memberikan pendapat mengenai yang terbaik untuk digunakan dalam
solusi dari masalah matematika. kelas heterogen, hasil penelitian ini
Sejalan dengan situasi tersebut, menunjukkan bahwa pencapaian
Arends (dalam putri 2015) rasa spasial siswa yang menerima
menyatakan, kemampuan siswa pelajaran dengan pendekatan CPA
untuk belajar ide-ide baru tergantung lebih baik secara signifikan daripada
pada pengetahuan awal mereka; siswa yang belajar dalam
untuk menguasai konsep pendekatan konvensional.
matematika, siswa perlu menguasai
konsep-konsep dasar matematika DAFTAR PUSTAKA
yang terkait dengan materi yang Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar
akan dipelajari. Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Dari pembahasan ini, dapat PT. Bumi Aksara.
disimpulkan bahwa pendekatan CPA Gardner, H. (2003). Kecerdasan
dapat digunakan sebagai salah satu Majemuk : Teori dalam
cara untuk mengembangkan Praktek. Alih bahasa : Arvin
Kemampuan Spatial Sense (KSS) Saputra. Batam : Interaksara
siswa. Harmony, J., & Theis,R. (2012).
Pengaruh Kemampuan
E. KESIMPULAN Spasial Terhadap Hasil Belajar
Dengan demikian, dapat Matematika Siswa Kelas VII
disimpulkan bahwa pencapaian KSS SMP Negeri 9 Kota Jambi.
siswa yang mendapat pembelajaran Jurnal Edumatica. Vol.2, No. 1.
dengan pendekatan CPA lebih baik Litbang Kemendikbud. 2015. Survei
secara signifikan dari siswa yang Internasional TIMSS
mendapat pembelajaran http://litbang.kemendikbud.go.i
konvensional, jika dilihat secara d/index.php/survei-
keseluruhan dan kelompok KAM internasional-timss/tentang-
(tinggi, sedang, rendah). Pada timss).
kelompok KAM tinggi dan sedang, National Academy of Science
pencapaian KSS siswa untuk (2006). Learning to Think
kelompok KAM tinggi yang Spatially. Washington DC: The
mendapatkan pembelajaran dengan National Academics Press
pendekatan CPA berada pada NCTM. (2000). Using the NCTM
kriteria tinggi, sedangkan untuk 2000 Principles and Standards
kelompok KAM tinggi yang with The Learning from
mendapatkan pembelajaran Assessment materials.
konvensional berada pada kriteria [Online]. Tersedia:
sedang. Pada kelompok KAM http://www.wested.org/lfa/NCT
rendah, pencapaian KSS siswa M2000.PDF[25 Nopember
untuk kelompok KAM rendah yang 2016].
mendapatkan pembelajaran CPA Riccomini, P. J. (2010). CRA
berada pada kriteria sedang. Math Instruction:
Sedangkan, kelompok KAM rendah Systematically Connecting
yang mendapatkan pembelajran Concrete to
konvensional berada pada kriteria
Representation to
rendah.
Pendekatan CPA dapat
Abstract. Prosiding
digunakan sebagai alternatif dari Seminar pada MTSS

51
Symposium. Kansas: terhadap Peningkatan
MTSS. Kemampuan Representasi
Saptini, R. D. (2016). Penerapan Matematis, Spatial Sense, dan
Pendekatan Concrete- Self-Efficacy Mahasiswa Calon
Pictorial-Abstract untuk Guru Sekolah Dasar. Disertasi
Meningkatkan Kemampuan Doktor pada SPS UPI
Koneksi Matematis Siswa Bandung: Tidak diterbitkan.
Sekolah Dasar. Skripsi UPI. Yuliawaty, L. (2011). Pembelajaran
Tidak diterbitkan. Matematika dengan
Sugiyono. (2011). Metode penelitian Pendekatan CRA (Concrete-
Pendidikan pendekatan Representational-Abstract)
kuantitatif, kualitatif, dan R&D. untuk Meningkatkan
Bandung: Alfabeta. Kemampuan Pemahaman dan
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pemecahan Masalah
Pendidikan. Bandung: CV. Matematik Siswa SMP.
Alfabeta (Tesis). Sekolah
Suherman, E. dan Kusumah, Y.S. Pascasarjana, Universitas
(1990). Petunjuk Praktis Pendidikan Indonesia,
untuk Melaksanakan Bandung.
EvaluasiPendidikan Yumiati. (2015).Meningkatkan
Matematika. Bandung: Kemampuan Berpikir Aljabar,
Wijayakusumah 157. Berpikir Kritis Matematis, dan
Suwaji, U.T. 2008. Permasalahan Self-Regulated Learning Siswa
Pembelajaran Geometri Ruang Melalui Pembelajaran
SMP dan Alternatif CORE.(Disertasi). Sekolah
Pemecahannya. Yogyakarta: Pascasarjana, Universitas
Pusat Pengembangan dan Pendidikan Indonesia,
Pemberdayaan Pendidik dan Bandung.
Tenaga Kependidikan Witzel, B. S., Mercer, C. D., & Miller,
Matematika. M. D. (2003). Teaching
Suwangsih, E. dan Tiurlina. (2009). algebra to students with
Model Pembelajaran learning difficulties: An
Matematika. Bandung: UPI investigation of an explicit
Press. instruction model. Learning
Puspendik Kemendikbud. (2015). Disabilities: Research &
Hasil TIMSS 2015. [Online]. Practice, 18 (2), 121–131.
Tersedia:http://puspendik.kem Witzel, W. S. (2005).Using CRA to
endikbud.go.id/seminar/upoad/ Teach Algebra to Students
Rahmawati- with Math Difficulties in
Seminar%20Hasil%20TIMSS Inclusive Settings. A
%202015.pdf[27 Maret 2017] Contemporary Journal 3(2),
Putri, H. E. (2017). Pendekatan 49–60, 2005. [Online].
Concrete-Pictorial-Abstract Tersedia:https://ehis-
(CPA), Kemampuan- ebscohost-
kemampuan Matematis dan com.ezp.lib.unimelb.edu.au/ed
Rancangan Pembelajarannya. s/pdfviewer/pdfviewer?vid=7&s
Subang: Royyan Press. id=cd03d495-1f99-4ec2-90d5-
--------, H. E. (2015). Pengaruh 85ac8c67257b%40sessionmgr
Pendekatan Concrete- 115&hid=116[20 November
Pictorial-Abstract (CPA) 2016]

52
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL IPS SISWA SEKOLAH
DASAR
Rina Siti Rohmah1, Suhaedah2, Srie Mulyani3,
UniversitasPendidikan Indonesia KampusPurwakarta

e-mail: rinasitiromlah@student.upi.edu, suhaedah@upi.edu,


sriemulyani@upi.edu

ABSTRAK

Keterampilan sosial merupakan salah satu hal yang harus dimiliki oleh siswa
dalam pembelajaran IPS. Berdasarkan data dan fakta yang terdapat di lapangan
yaitu SDN Kertajaya 02, keterampilan sosial siswa sekolah dasar masih rendah,
maka dari itu perlu adanya upaya dalam hal meningkatkan keterampilan sosial
siswa sekolah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas
belajar siswa dan peningkatan keterampilan sosial siswa sekolah dasar dalam
pembelajaran IPS dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a
match yaitu model pembelajaran saling mencocokan soal dan jawaban dalam
suasana yang menyenangkan. Metode yang yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metodel penelitian tindakan kelas (PTK), yang terdiri dari proses
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Dari penelitian
yang telah dilaksanakan, data menunjukan adanya peningkatan yang terjadi
pada setiap siklusnya. Pada siklus I hasil pengamatan aktivitas siswa mencapai
53,5%, pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 71,25%, dan pada siklus
III mengalami peningkatan kembali menjadi 84,58%. Keterampilan sosial
siswapun mengalami peningkatan, pada siklus I keterampilan sosial siswa
mencapai 55,91%, pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 67,61%, dan
siklus III mengalami peningkatan kembali menjadi 84,43%. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah Penerapan Model Cooperative Learning tipe Make A Match
pada pembelajaran IPS dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa sekolah
dasar.

Kata kunci: Model Cooperative Learning Tipe Make A Match, Keterampilan


Sosial.

A. PENDAHULUAN Undang-undang nomor 20


Kualitas suatu bangsa sangat tahun 2003 tentang Sistem
ditentukan oleh faktor Pendidikan Nasional Pasal 3
pendidikan. Peran pendidikan menyatakan bahwa:
sangat penting untuk Pendidikan Nasional
menciptakan kehidupan yang berfungsi untuk
cerdas, damai, terbuka dan mengembangkan
demokratis. Oleh karena itu, kemampuan dan membentuk
pembaharuan pendidikan harus watak dan peradaban bangsa
selalu di lakukan untuk yang bermartabat dalam
meningkatkan kualitas rangka mencerdaskan
pendidikan nasional. kehidupan bangsa, bertujuan
Pembaharuan pendidikan untuk berkembangnya
dilakukan agar fungsi serta peserta didik agar menjadi
tujuan dari pendidikan nasional manusia yang beriman dan
tersebut dapat terwujud. bertakwa kepada Tuhan

53
Yang Maha Esa, berakhlak kemampuan berkomunikasi,
mulia, sehat, berilmu, cakap, bekerjasama dan
kreatif, mandiri, dan menjadi berkompetisi dalam
warga negara yang masyarakat tingkat lokal,
demokratis serta nasional, dan global.
bertanggung jawab.
Salah satu tujuan Ilmu
Meningkatkan kualitas Pengetahuan Sosial yang
pendidikan nasional tentunya harus dikemukakan di atas adalah
sejalan dengan peningkatan mengharapkan peserta didik menjadi
keterampilan-keterampilan yang seseorang yang memiliki kesadaran
harus dimiliki oleh setiap individu. terhadap nilai-nilai sosial dalam
Salah satu pembelajaran yang dapat kehidupan sehari-hari, itu berarti
meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik diharapkan mempunyai
nasional khususnya dalam salah keterampilan sosial dalam hidup
satu keterampilan yang harus dimiliki bermasyarakat. Baik itu
setiap individu adalah pembelajaran keterampilan sosial yang harus ia
IPS. Dalam pembelajaran IPS salah tunjukan terhadap keluarga, teman
satu keterampilan yang dapat di sebaya dan masyarakat
tingkatkan adalah keterampilan disekitarnya. Arens (dalam Izzati,
sosial, mengingat bahwa 2014, hlm 90) mengemukakan
keterampilan sosial sangat bahwa “keterampilan sosial adalah
diperlukan dalam kehidupan sehari- perilaku-perilaku mendukung
hari seorang individu. kesuksesan hubungan sosial dan
Tujuan pembelajaran Ilmu memungkinkan individu untuk
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah bekerja bersama orang lain secara
agar peserta didik mampu efektif”. Hal tersebut menyatakan
mengembangkan pengetahuan, dengan jelas bahwa keterampilan
pemahaman, dan kemampuan sosial harus dimiliki oleh setiap
analisis terhadap kondisi sosial individu untuk dapat hidup
masyarakat serta yang paling bermasyarakat dengan baik.
penting adalah setelah mempelajari Kemudian pentingnya
Ilmu Pengetahuan Sosial peserta keterampilan sosial juga
didik dapat hidup bermasyarakat dikemukakan oleh Supriatna dkk.
dengan baik dan salah satu caranya (2007, hlm. 46) yaitu ”keterampilan
yaitu dengan berinteraksi atau sosial perlu dikembangkan dalam
bersosialisasi dengan masyarakat pembelajaran karena banyaknya
sekitarnya. Depdiknas (2006) masalah-masalah sosial yang
menyatakan bahwa pengetahuan dihadapi oleh para peserta didik
sosial bertujuan untuk: dalam kehidupan sehari-hari”.
1) mengenal konsep-konsep Karena itu hendaknya keterampilan
yang berkaitan dengan sosial terus diasah sehingga siswa
kehidupan masyarakat dan dapat menyelesaikan masalah-
lingkungannya, 2) memiliki masalah dalam kehidupan sehari-
kemampuan dasar untuk harinya dengan benar.
berpikir logis dan kritis, rasa Namun tujuan-tujuan yang
ingin tahu, inkuiri, hendak dicapai dalam pembelajaran
memecahkan masalah, dan Pengetahuan Sosial khususnya
keterampilan dalam dalam keterampilan sosial tersebut
kehidupan sosial, 3) memiliki belum semuanya dapat tercapai.
komitmen dan kesadaran Berdasarkan hasil observasi yang
terhadap nilai-nilai sosial dan telah dilakukan, terdapat
kemanusiaan, 4) memiliki permasalahan-permasalahan dalam

54
pembelajaran Pengetahuan Sosial kehidupan bermasyarakat yang
untuk mencapai peningkatan dapat dinilai baik oleh masyarakat
keterampilan sosial peserta didik, dilingkungannya.
diantaranya peserta didik kurang Sehubungan dengan
aktif dalam mengemukakan permasalahan yang telah diuraikan,
pendapat, kurangnya keberanian maka untuk memecahkan masalah
peserta didik untuk mengajukan tersebut peneliti memilih
pertanyaan, tidak adanya interaksi menggunakan model pembelajaran
yang dilakukan peserta didik dalam kooperatif untuk meningkatkan
pembelajaran kelompok serta keterampilan sosial siswa Sekolah
kurangnya sosialisasi peserta didik Dasar (SD). Menurut Suprijono
dengan teman sejawat. Hal tersebut (2009, hlm. 54) “pembelajaran
terjadi karena terlihat bahwa guru kooperatif adalah falsafah mengenai
masih menekankan pembelajaran tanggung jawab pribadi dan sikap
yang bersifat teacher center, dimana menghormati sesama.” Jadi, secara
guru menjadi pusat pembelajaran tidak langsung bahwa pembelajaran
bukan siswa yang menjadi pusat yang kooperatif tersebut dapat
dalam pembelajaran tersebut. mengajarkan siswa dalam hal
Dilihat dari tujuan keterampilan sosial dan dengan
pembelajaran yang hendak dicapai penerapan pembelajaran kooperatif
dan materi dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan keterampilan
pada umumnya mempelajari tentang sosial siswa baik secara langsung
kehidupan bermasyarakat sehingga dalam pembelajaran maupun
ia dapat bersosialisasi dalam setelah pembelajaran.
kehidupannya di masyarakat. Salah satu pembelajaran
Dengan permasalahan- Cooperative Learning yang dapat
permasalahan yang ada di atas digunakan adalah tipe Make A
menjadikan suatu tujuan dari Match. Lie (2014, hlm. 55)
pembelajaran Ilmu Pengetahuan “Cooperative learning tipe make a
Sosial (IPS) tersebut belum dapat match adalah siswa mencari
terwujud, yang kemudian hal pasangan sambil belajar mengenai
tersebut terlihat dalam pengisian suatu konsep atau topik dalam
angket yang diberikan peneliti suasana yang menyenangkan.”
kepada siswa. Dengan demikian pembelajaran
Dari permasalah yang cooperative learning tipe make a
disebutkan di atas terdapat match adalah model pembelajaran
permasalahan mengenai kurangnya yang penerapannya secara
sosialisasi peserta didik dalam berkelompok sehingga pembelajaran
pembelajaran dengan teman di dalam kelas menjadi sangat
sejawat, hal tersebut menunjukan menyenangkan agar siswa dapat
bahwa harus adanya keterampilan memahami suatu permasalahan
sosial yang dimiliki peserta didik. atau materi yang diberikan.
Nurlaela (2011) mendefinisikan Berdasarkan uraian latar
“keterampilan sosial adalah perilaku belakang di atas maka peneliti akan
yang ditunjukan individu dalam melakukan penelitian tindakan kelas
berinteraksi dengan orang lain dengan judul Penerapan model
sehingga dapat diterima secara Cooperative Learning tipe Make A
positif di lingkungan sosialnya.” Match untuk meningkatkan
Artinya bahwa yang namanya Keterampilan Sosial IPS Sekolah
keterampilan sosial tersebut sangat Dasar.
diperlukan dalam pembelajaran B. KAJIAN PUSTAKA
sehingga keterampilan tersebut Definisi IPS diutarakan oleh
dapat mengantarkan siswa kepada Sardjyo (2009, hlm. 1.26) yang

55
menyatakan bahwa: “Pengertian IPS bekerja bersama orang lain secara
adalah bidang studi yang efektif”. Sementara itu pentingnya
mempelajari, menelaah, keterampilan sosial juga
menganalisis gejala dan masalah dikemukakan oleh Supriatna dkk.
sosial di masyarakat dengan (2007, hlm. 46) yaitu ”keterampilan
meninjau dari berbagai aspek sosial perlu dikembangkan dalam
kehidupan atau satu perpaduan”. pembelajaran karena banyaknya
Dengan pengertian IPS yang masalah-masalah sosial yang
diuraikan diatas dapat dikatakan dihadapi oleh para peserta didik
bahwa IPS merupakan wadah bagi dalam kehidupan sehari-hari”.
siswa untuk mempelajari kehidupan Karena itu hendaknya keterampilan
sosial yang ia butuhkan dalam sosial terus diasah sehingga siswa
kehidupan sehari-hari. dapat menyelesaikan masalah-
Dalam mempelajari Ilmu masalah dalam kehidupan sehari-
Pengetahuan Sosial di sekolah harinya dengan benar.
tentunya harus dengan model Sedangkan indikator yang
pembelajaran yang relevan dalam digunakan dalam penelitian ini
pembelajaran. Salah satu adalah indikator yang dikemukakan
pembelajaran yang relevan dengan olehMaryani (2011, hlm.20)
pembelajaran IPS pada materi mengemukakan bahwa indikator
pokok masalah sosial yang tepat keterampilan sosial meliputi:
adalah model cooperative learning a) Keterampilan dasar
tipe make a match, dimana dalam berinteraksi: berusaha saling
pembelajaran dengan menggunakan mengenal, ada kontak mata,
model cooperative learning tipe berbagi informasi atau
make a match siswa diajak belajar material; b) Keterampilan
dengan suasana yang komunikasi: mendengar dan
menyenangkan. Rusman (2014, hlm. berbicara secara bergiliran,
223) mengatakan bahwa melembutkan suara (tidak
“penerapan model Make A Match ini membentak), meyakinkan
dimulai dengan teknik, yaitu siswa orang untuk dapat
disuruh mencari pasangan kartu mengemukakan pendapat,
yang merupakan soal atau jawaban mendengarkan sampai orang
sebelum batas waktunya, siswa tersebut menyelesaikan
yang dapat mencocokan kartunya pembicaraanya;
diberi poin”. Dengan mencocokan c)Keterampilan membangun
kartu siswa satu dengan lainnya tim/kelompok: bekerjasama,
dalam pembelajaran siswa dapat saling menolong, saling
saling berinteraksi satu dengan yang memperhatikan; d)
lainnya. Keterampilan menyelesaikan
Dalam pembelajaran IPS, masalah: mengendalikan diri,
keterampilan sosial merupakan memikirkan orang lain, taat
sikap yang harus dimiliki oleh setiap terhadap kesepakatan,
siswa dimana keterampilan sosial mencari jalan keluar dengan
sangat dibutuhkan dalam kehidupan berdiskusi respek terhadap
sehari-hari dalam bermasyarakat pendapat yang berbeda.
setiap siswa diluar kehidupan
sekolahnya. Arens (dalam Izzati, C. METODE PENELITIAN
2014, hlm 90) mengemukakan Jenis penelitian yang
bahwa “keterampilan sosial adalah digunakan dalam penelitian ini
perilaku-perilaku mendukung adalah penelitian kualitatif yang
kesuksesan hubungan sosial dan bersifat deskriptif yang berbentuk
memungkinkan individu untuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

56
Desain penelitian yang digunakan peningkatan, baik itu dalam aktivitas
adalah desain model Kemmis dan belajarar siswa maupun
Mc Taggart (Mulyatiningsih, 2012, keterampilan sosial siswa khususnya
hlm. 70) yang memiliki tahapan dalam pembelajaran IPS dengan
perencanaan, tindakan, observasi materi masalah sosial. Penerapan
dan refleksi. Subjek penelitian terdiri model cooperative learning tipe
dari 20 siswa kelas IV SDN make a match dapat menjadikan
Kertajaya 02 Kecamatan Pebayuran siswalebih aktif dalam pembelajaran,
Kabupaten Bekasi. Adapun misalnya siswa mampu mengajukan
instrumen yang digunakan dalam pertanyaan, mengemukakan
penelitian adalah Observasi dan pendapat, mendangarkan orang lain
Dokumentasi untuk mengetahui serta berdiskusi dalam kelompok.
keterampilan sosial serta aktivitas Data hasil penelitian pada
siswa dengan menggunakan Model siklus I sampai dengan siklus III
Cooperative Learning tipe Make A mengalami peningkatan. Untuk lebih
Match. Secara lebih rinci jelas data aktivitas siswa dapat
pelaksanaan penelitian tindakan dilihat pada tabel di bawah ini:
kelas menggunakan model Kemmis Tabel 1. Aktivitas Siswa Tiap Siklus
dan Mc Taggart adalah sebagai Pelaksanaan Aktivitas
No
berikut: Tindakan siswa
1 Siklus I 53,5%
2 Siklus II 71,25%
3 Siklus III 84,58%
Berdasarkan tabel diatas
dapat dilihat bahwa aktivitas belajar
dalam mata pelajaran IPS siswa
dapat meningkat dengan penerapan
model cooperative learning tipe
make a match. Dalam penelitian
pada siklus I aktivitas belajar siswa
berada dalam persentase 53,5%,
dalam persentase tersebut aktivitas
belajar siswa masih rendah. Dalam
siklus II aktivitas belajara siswa
meningkat menjadi 71,25%.
Gambar 1. Kemudian pada siklus III aktivitas
Desain penelitian model Kemmis belajar siswa meningkat kembali
dan Mc Taggart (Mulyatiningsih, yaitu menjadi 84,58%.
2012, hlm. 70) 2. Keterampilan Sosial Siswa
Setelah Penerapan Model
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Cooperative Learning Tipe Make
1. Aktivitas Belajar Siswa dengan A Matc
Penerapan Model Cooperative Data hasil pengamatan atau
Learning tipe Make A Match observasi di dapat dalam siklus I
Penelitian ini dilaksanakan sampai dengan siklus III mengalami
dalam tiga sisklus, hal tersebut peningkatan dalam keterampilan
dikarenakan pencapaian sosial siswa kelas IV SDN Kertajaya
keterampilan sosial siswa telah 02 dengan menerapkan model
memenuhi syarat yang telah cooperative learning tipe make a
ditentukan begitupun dengan match. Dimana dalam pembelajaran
aktivitas belajar siswa. Hasil dari setelah menerapkan model
penelitian pada siklus I sampai cooperative learning tipe make a
dengan siklus II menunjukan adanya

57
match siswa menjadi lebih berani dengan pemberian tindakan yang
dalam mengajukan pertanyaan, bertahap dapat meningkat. Hal
siswa menjadi lebih percaya diri tersebut dapat dilihat dalam 3
dalam mengemukakan pendapat, siklus yang telah dilakukan oleh
siswa dapat mendengarkan orang peneliti, dimana dalam setiap
lain baik itu penjelasan materi dari tindakan yang dilakukan dalam
guru maupun pendapat yang satu siklus ke siklus lainnya
dikemukakan temannya dengan mengalami peningkatan. Dalam
baik, serta siswa dapat bekerjasama setiap tindakan pembelajaran
dengan temannya dengan baik. dengan penerapan model
Peningkatan keterampilan siswa cooperative learning tipe make a
dengan penerapan model match siswa dapat lebih saling
cooperative learning tipe make a menghargai dan berinteraksi
match dapat dilihat pada tabel dengan sangat baik, dimana
berikut: dalam pembelajaran tidak lagi
Tabel 2.Keterampilan Sosial Siswa terlihat pembelajaran yang stu
Tiap Siklus arah atau guru hanya mentrasfer
Pelaksanaan Keterampilan ilmu terhadap siswa akan tetapi
No
Tindakan Sosial sudah terlihat pembelajaran yang
1 Siklus I 55,91% dua arah dimana guru dan siswa
2 Siklus II 67,61% saling berinteraksi. Dalam
3 Siklus III 84,43% pembelajaran yang menggunakan
Dalamtabel diatas diperoleh model cooperative learning tipe
keterampilan sosial pada siklus I make a match siswa dapat lebih
dengan persentase 55,91% dimana berani dan percaya diri dalam
keterampilan sosial siswa masih pembelajaran misalnya dalam
kurang. Dalam siklus II keterampilan mengajukan pertanyaan dan
siswa meningkat menjadi 67,61% mengemukakan pendapat,
serta dalam siklus III menjadi lebih sehingga siswa dalam
meningkat yaitu persentasenya pembelajaran siswa dapat lebih
menjadi 84,43%. Sehinggga dalam aktif.
penelitian penerapan model 2. Peningkatan keterampilan sosial
cooperative learning tipe make a siswa setelah menggunakan
match telah terbukuti efekti model cooperative learning tipe
meningkatkan keterampilan sosial make a match. Dalam pemberian
siswa kelas IV SDN Kertajaya 02. tindakan yang bertahap
keterampilan sosial siswa dalam
E. KESIMPULAN pembelajaran IPS dapat
Berdasarkan penelitian meningkat, hal tersebut
tindakan kelas yang dilakukan dalam terlihatdari siswa yang dapat
tiga siklus dengan menggunakan berinteraksi dengan baik di dalam
penerapan model cooperative kelas. Pada saat pembelajaran
learning tipe make a match untuk berlangsung maupun setelah
meningkatkan keterampilan sosial selesai pembelajaran siswa
siswa kelas IV di SDN Kertajaya 02 terlihat dapat dengan berani
tahun ajaran 2016/2017 maka di untuk mengajukan pertanyaan-
dapat kesimpulan yang akan pertanyaan yang ia belum
dihabarkan sebagai berikut: ypahami, mengajukan pendapat,
mendengarkan pendapat orang
1. Aktivitas belajar siswa dalam lain dan juga dapat bekerjasama
pembelajaran IPS dengan dengan temannya. Sehingga
menerapkan model cooperative dalam pembelajaran yang
learning tipe make a match dilaksanakan keterampilan sosial

58
siswa dapat meningkat dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2003
menerapkan model cooperative Tentang Sistem Pendidikan
learning tipe make a match Nasional.
dibandingkan dengan sebelum
menerapkan model cooperative
learning tipe make a match.
DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Depdiknas.
Izzati, N. (2014). Pengaruh
Keterampilan Sosial terhadap
Kemampuan Matematis
Siswa. Jurnal Edueksos, 90.
Lie, A. (2014). Cooperative Learning:
Mempraktikan Cooperative
Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Jakarta: Grasindo.
Maryani, E. (2011). Pengembangan
Program Pembelajaran IPS
untuk Peningkatan
Keterampilan Sosial.
Bandung: Alfabeta.
Mulyatiningsih, E. (2012). Metode
Penelitian Terapan Bidang
Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Nurlaela. (2011). Efektivitas
Bimbingan Kelompok
Dengan Mneggunakan
Teknik Bermain Peran
Untuk Meningkatkan
Keterampilan Sosial Siswa
Sekolah Dasar. Universitas
Pendidikan Indonesia : Tidak
diterbitkan
Rusman. (2014). Model-Model
Pembelajaran:
Mengembangkan
Profesionalisme Guru.
Depok: RajaGrapindo
Persada.
Sardjyo, D. (2009). Pendidikan IPS
di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Supriatna, N. dkk (2007). Pendidikan
IPSdi SD. Bandung : UPI
PRESS.
Suprijono, A. (2009). Cooperative
Learning. Teori dan aplikasi
PAIKEM. Yogyakarta:
Pusaka Pelajar.

59
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SD DALAM PEMBELAJARAN IPA

Ani Rosani1, Idat Muqodas², Suci Utami Putri³

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Purwakarta
1
ani.rosani@student.upi.edu
2
Idatmuqodas@upi.edu
3
suciutami@upi.edu

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh temuan penelitian terdahulu yang


menujukkan masih terindikasinya pembelajaran IPA yang tidak memberikan
siswa kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
Pembelajaran IPA hanya sebatas menghafal teori, penyampaian materi dalam
bentuk permasalahan jarang diberikan, dan siswa kurang terlibat dalam
pembelajaran. Ini menyebabkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran IPA masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran learning cycle 7e
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA materi
cahaya dan sifatnya. Metode penelitian yang dipilih adalah kuasi eksperimen
dengan the nonequivalent control group design. Sampel yang digunakan
sejumlah 71 siswa yang terdiri dari siswa kelas VB dan VC di satu sekolah
dasar negeri di Kecamatan Cikampek Karawang. Penelitian ini menggunakan
instrumen tes berbentuk essay, lembar observasi aktivitas siswa dan guru.
Hasil uji beda rata – rata skor pretest menunjukkan sig.(2-tailed) > α (0,05),
artinya bahwa kelas eksperimen dan kontrol memilik kemampuan yang setara
sebelum adanya perlakuan. Sedangkan hasil uji beda rata – rata skor posttest
menunjukkan sig.(2-tailed) < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan signifikan antara siswa yang belajar IPA dengan
menerapkan model learning cycle 7e dan siswa yang belajar IPA tanpa
menerapkan model learning cycle 7e. N-gain kelas eksperimen menujukkan
rata – rata peningkatan dengan kategori sedang. Sedangkan n-gain kelas
kontrol menujukkan rata – rata peningkatan dengan kategori rendah.
Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran IPA dengan
menerapkan model learning cycle 7e lebih efektif meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa dibandingkan pembelajaran IPA tanpa menerapkan model
learning cycle 7e.

Kata kunci : learning cycle 7e, kemampuan berpikir kritis, pembelajaran IPA

A. PENDAHULUAN pelajaran yang memberikan


kesempatan berpikir kritis. Merujuk
IPA merupakan terjemahan dari pada pernyataan tersebut, hendaknya
Bahasa Inggris natural science yang proses pembelajaran IPA dapat
berarti ilmu pengetahuan alam (IPA), memfasilitasi siswa untuk berpikir
sehingga IPA bisa diartikan sebagai kritis sehingga siswa mampu
ilmu yang mempelajari segala sesuatu mengembangkan kemampuan
tentang alam. IPA secara formal mulai berpikir kritisnya. Berpikir kritis ini
diajarkan sejak SD. Samatowa (2006 penting dimiliki oleh siswa,
hlm. 3) berpendapat bahwa bila sebagaimana diungkap oleh Moore
diajarkan dengan cara yang tepat, dan Parker (dalam Molan, 2014, hlm.
maka IPA merupakan salah satu mata 12) bahwa membangun sikap kritis

60
dimaksudkan untuk membantu orang
lain dan diri kita sendiri untuk B. KAJIAN TEORITIK
mendapatkan pengetahuan dan
pemahaman yang tepa. Pernyataan Model pembelajaran ini terus
tersebut menegaskan bahwa mengalami perkembangan dari 3 fase
pentingnya berpikir kritis bagi siswa (3E) menjadi 5 fase (5E) hingga menjadi
adalah agar siswa memperoleh ilmu 7 fase (7E).
pengetahuan atau pemahaman yang 1. Model pembelajaran learning cycle 7E
sebenar – benarnya. ini dikembangkan oleh Arthur
Berdasarkan kajian penelitian Eisenkraft pada tahun 2003. Model
terdahulu, masih banyak ditemukan pembelajaran ini meliputi fase elicit
pembelajaran IPA yang tidak mendukung (menggali pengetahuan atau
berkembangnya kemampuan berpikir pemahaman awal siswa), engage
kritis siswa. Puspitasari (2016 hlm.3) (membangkitkan minat dan
menyebutkan bahwa kemampuan berpikir memfokuskan perhatian siswa),
kritis siswa di salah satu sekolah dasar di explore (penjelajahan atau
Purwakarta masih rendah karena penyelidikan), explain (menjelaskan),
pembelajaran IPA diajarkan sebagai elaborate (menerapkan), evaluate
materi hafalan. Selain itu, penyajian (mengevaluasi atau menilai),dan
materi dalam bentuk permasalahan extend (memperluas pengetahuan).
jarang diberikan kepada siswa. Inilah Secara lebih rinci Sumiyati, Sujana
yang mengakibatkan kemampuan berpikir dan Djuanda (2016 hlm. 43 – 44)
kritis siswa rendah. Itawanti (2015 hlm. 2) menjabarkan tahapan - tahapan
mengungkapkan hasil temuannya bahwa learning cycle 7e sebagai berikut:
dalam memecahkan suatu masalah atau Fase elicit, pada kegiatan ini guru
menjawab pertanyaan yang diajukan, memberikan apersepsi dengan
siswa belum mampu menjawab bertanya jawab terkait materi yang
menggunakan pemikiran yang kritis. akan disampaikan
Lebih lanjut Itawanti menerangkan bahwa 2. Fase engagment, pada fase ini guru
dalam pembelajaran IPA, siswa kurang mempertunangkan atau
aktif, kurang berpartisipasi, kurang menyelaraskan persepsi siswa
termotivasi, dan kurang terlibat dalam dengan konsep yang dibawa oleh
pembelajaran. Kurangnya kemampuan guru. Kegiatan guru pada fase ini
berpikir kritis siswa dalam pembelajaran ialah memberikan penjelasan materi
IPA diungkap pula oleh Juwita (2015 hlm. untuk mengklarifikasi persepsi siswa
3) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil yang masih salah. Guru memberikan
tes pra siklus pencapaian berpikir kritis, penjelasan tetapi tidak dibahas secara
sebagian besar siswa termasuk ke dalam lengkap. Guru mengundang
kategori berpikir kritis rendah. pengetahuan siswa dengan
Permasalahan – permasalahan mempertunjukkan kegiatan yang
yang diungkap di atas menunjukkan menarik sehingga siswa memiliki rasa
bahwa kemampuan berpikir kritis siswa ingin tahu dan tertarik untuk
dalam pembelajaran IPA masih rendah. mempelajari materi secara lebih lanjut
Oleh sebab itu, diperlukan suatu model 3. Fase exploration, pada kegiatan ini,
pembelajaran yang mendukung siswa diarahkan untuk
berkembangnya kemampuan berpikir mengeksplorasi pengetahuannya,
kritis siswa dalam pembelajaran IPA. yakni melalui kegiatan percobaan,
Terdapat berbagai model pembelajaran pengamatan, dan diskusi sehingga
yang dapat digunakan dalam terjadi proses pebentukan
pembelajaran IPA, satu diantaranya pengetahuan
adalah model pembelajaran learning 4. Fase explanation, kegiatan siswa
cycle. Penelitian ini menyelidiki pada fase ini ialah melaporkan hasil
peningkatan kemampuan berpikir kritis diskusi dan percobaannya dengan
siswa yang mendapatkan pembelajaran melakukan kegiatan persentasi. Siswa
dengan model learning cycle. dapat menambah pegetahuan

61
konsepnya dari gagasan-gagasan Kecamatan Cikampek Kabupaten
atau temuan-temuan yang diperoleh Karawang. Sampel yang digunakan terdiri
dari teman-temannya melalui dari 35 siswa kelas V B sebagai kelas
percobaan eksperimen dan 36 siswa kelas V C
5. Fase elaboration, pada kegiatan ini, sebagai kelas konstrol.
guru memberikan tugas untuk melatih Instrumen yang digunakan berupa
siswa dalam memecahakan tes kemampuan berpikir kritis dan lembar
permasalahan berdasarkan konsep observasi aktivitas siswa dan guru.
yang siswa peroleh Instrumen tes yang digunakan berbentuk
6. Fase evaluation, pada kegiatan ini, soal uraian. Soal - soal tes disusun
guru mengevaluasi siswa atas berdasarkan pokok bahasan cahaya dan
pengalamanpengalaman dan sifat-sifatnya yang dikembangkan
latihannya. Guru menilai perubahan- sedemikian rupa berdasarkan indikator
perubahan yang terjadi pada siswa kemampuan berpikir kritis. Lembar
atas pengetahuannya observasi digunakan untuk menjaring
7. Fase extend, pada kegiatan ini, guru data mengenai aktivitas guru dan siswa
memberikan penguatan konsep dalam pembelajaran IPA dengan
dengan memberikan contoh aplikasi menerapkan model pembelajaran
dan keterkaitan konsep dengan learning cycle 7E di kelas eksperimen.
konsep lain di dalam kehidupan Lembar obervasi ini diisi oleh observer
sehari-hari dengan mengamati aktivitas guru dan
Berpikir kritis dapat diartikan siswa selama proses pembelajaran
sebagai kecakapan untuk melakukan berlangsung.
pemikiran secara mendalam mengenai Analisis data tes kemampuan
sesuatu dengan merefleksi informasi – berpikir kritis siswa dilakukan dengan
informasi dari sumber informasi yang mengolah data hasil pretest dan posttest
terpercaya. Adapun kemampuan berpikir kelas eksperimen dan kelas kontrol
kritis dalam penelitian ini meliputi dengan melakukan uji statistik inferensial
kemampuan menginterpretasi yakni yakni uji normalitas, uji homogenitas dan
kemampuan untuk mengkategorikan, uji beda rata – rata. Analisis dilakukan
kemampuan menganalisis yakni terhadap skor pretest dan posttest secara
keampuan untuk mengidentifikasi, umum yang kemudian dilanjutkan dengan
kemampuan mengevaluasi yakni analisis terhadap skor pretest dan
kemampuan dalam mempertimbangkan, posttest pada setiap indikator berpikir
kemampuan menarik kesimpulan, kritis. Untuk melihat peningkatan
kemampuan memberikan penjelasan kemampuan berpikir kritis dilakukan
yakni kemampuan menghadirkan analisis terhadap n-gain kelas eksperimen
argumen, dan kemandirian yakni dan kontrol. Perhitungan uji statistik ini
kemampuan mengoreksi atau melakukan dilakukan dengan menggunakan bantuan
koreksi (Kowiyah, 2012, hlm.179). software SPSS versi 22.
Analisis lembar observasi aktivitas
C. METODE PENELITIAN siswa dan guru dilakukan dengan
menghitung persentase keterlaksanaan
Penelitian ini menggunakan model pembelajaran learning cycle 7e
metode kuasi eksperimen, karena dengan menggunakan rumus:
penelitian ini bertujuan untuk mencari 𝑛
Persentase aktivitas (%) = x 100%
pengaruh penerapan model learning cycle 𝑁
7E terhadap kemampuan berpikir kritis Keterangan :
siswa. Adapun desain yang digunakan n : skor perolehan
adalah nonequivalent control grup design, N : skor maksimal
dimana penentuan kelompok eksperimen D. HASIL DAN PEMBAHASAN
dan kelompok kontrol tidak secara Pelaksanaan penelitian ini dimulai
random melainkan langsung dipilih oleh tanggal 21 April 2017 hingga 09 Mei
peneliti. Penelitian ini dilaksanakan di 2017. Hasil perolehan data dari penelitian
satu Sekolah Dasar Negeri yang ada di

62
diolah menggunakan bantuan Software Indikator Uji Statistik Inferensial
SPSS Versi 22. Kemandirian Mann Whitney U (α =0,05)
Analisis statistik deskriptif skor Signifikansi 0,851
pretest kelas eksperimen dan kelas
Tidak terdapat
kontrol menunjukkan bahwa skor rata –
rata pretest kemampuan berpikir kritis Keterangan perbedaan
kelas eksperimen adalah sebesar 24,94. signifikan
Sedangkan skor rata – rata pretest Berdasarkan tabel di atas, dapat
kemampuan berpikir kritis kelas kontrol diperoleh informasi bahwa tidak terdapat
sebesar 25,13. Hasil uji beda rata – rata perbedaan signifikan pada setiap
skor pretest kelas eksperimen dan kelas indikator berpikir kritis. Sehingga dapat
kontrol menunjukkan bahwa skor disimpulkan bahwa kemampuan berpikir
signifikansi yang diperoleh = 0,915 > α = kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol
0,05. Artinya bahwa tidak ada perbedaan dalam keadaan setara.
kemampuan awal antara kelas Rata – rata posttest kemampuan
eksperimen dan kelas kontrol atau berpikir kritis kelas eksperimen adalah
kemampuan awal kelas eskperimen 34,31. Sedangkan skor rata – rata
maupun kelas kontrol dalam keadaan posttest kemampuan berpikir kritis kelas
setara. kontrol sebesar 30,11. Hasil uji beda rata
Adapun uji statistik inferensial – rata skor posttest kelas eksperimen dan
terhadap skor pretest kelas eksperimen kelas kontrol menujukkan bahwa skor
dan kelas kontrol pada setiap indikator signifikansi yang diperoleh = 0,017 < α =
kemampuan berpikir kritis. Hasil uji ini 0,05. Artinya bahwa ada perbedaan
ditunjukkan oleh tabel berikut : kemampuan berpikir kritis antara kelas
Tabel 1. Hasil Uji Statistik Inferensial eksperimen dan kelas kontrol setelah
Pretest Setiap Indikator Berpikir Kritis adanya pembelajaran IPA dengan model
Indikator Uji Statistik Inferensial pembelajaran learning cycle 7E di kelas
eksperimen dan pembelajaran IPA tanpa
Menganalisis Mann Whitney U (α =0,05)
model pembelajaran learning cycle 7E di
Signifikansi 0,282 kelas kontrol.
Tidak terdapat Untuk mengetahui pada indikator
Keterangan perbedaan berpikir kritis manasajakah perbedaan
signifikan signifikan itu terjadi, dilakukan analisis
Menginter- Mann Whitney U (α =0,05) inferensial terhadap skor posttest yang
pretasi Signifikansi 0,497 diperoleh siswa pada tiap indikatornya.
Tidak terdapat Hasil pengujian tersebut diperoleh data
Keterangan perbedaan sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Statistik Inferensial
signifikan
Posttest Setiap Indikator Berpikir Kritis
Menarik Mann Whitney U (α =0,05) Indikator Uji Statistik Inferensial
kesimpulan Signifikansi 0,836 Menganalisis Mann Whitney U (α =0,05)
Tidak terdapat Signifikansi 0,367
Keterangan perbedaan
Tidak terdapat
signifikan
Keterangan perbedaan
Memberi Mann Whitney U (α =0,05) signifikan
penjelasan Signifikansi 0,647 Menginter- Mann Whitney U (α =0,05)
Tidak terdapat pretasi Signifikansi 0,004
Keterangan perbedaan
Terdapat
signifikan
Keterangan perbedaan
Mengevaluasi Mann Whitney U (α =0,05) signifikan
Signifikansi 0,733 Menarik Mann Whitney U (α =0,05)
Tidak terdapat kesimpulan Signifikansi 0,967
Keterangan perbedaan
Tidak terdapat
signifikan Keterangan
perbedaan
63
Indikator Uji Statistik Inferensial dan mengarahkan siswa untuk membuat
signifikan hipotesis. Siswa kelas eksperimen
Memberi Mann Whitney U (α =0,05) antusias memperhatikan demonstrasi
yang dilakukan guru dan membuat
penjelasan Signifikansi 0,046
hipotesis atas pertanyaan yang
Terdapat diungkapkan guru berkaitan dengan apa
Keterangan perbedaan yang didemonstrasikan. Ini didukung oleh
signifikan pencapaian aktivitas siswa pada fase
Mengevaluasi Mann Whitney U (α =0,05) engage sebesar 85,71% dengan kategori
Signifikansi 0,040 sangat baik. Adapun pencapaian aktivitas
Terdapat guru pada fase ini adalah 91,67% dengan
Keterangan perbedaan kategori sangat baik.
signifikan Pada fase explore siswa kelas
eksperimen melakukan percobaan atau
Kemandirian Mann Whitney U (α =0,05)
pengamatan secara berkelompok. Setiap
Signifikansi 0,884 kelompok diberikan lembar kerja dan
Tidak terdapat bekerjasama melakukan percobaan atau
Keterangan perbedaan pengamatan sesuai dengan yang tertera
signifikan dalam lembar kerja. Setelah itu mereka
Berdasarkan tabel di atas, dapat mencatat hasil percobaan atau
diketahui bahwa setelah adanya pengamatannya dan berdiskusi untuk
perlakuan, terdapat perbedaan secara menjawab soal dalam lembar kerja. Siswa
siginfikan antara kemampuan berpikir juga diarahkan untuk menarik kesimpulan
kritis siswa kelas eksperimen dan kelas dari hasil percobaan atau
kontrol. Perbedaan signifikan ini terjadi pengamatannya. Sumiyati, Sujana, dan
pada indikator menginterpretasi, memberi Djuanda (2016 hlm. 44) mengungkapkan
penjelasan dan mengevaluasi. bahwa pada fase explore siswa diarahkan
Pada indikator menginterpretasi, untuk mengeksplorasi pengetahuannya
terdapat perbedaan signifikan antara melalui kegiatan percobaan, pengamatan,
kelas kontrol dan kelas eksperimen. Ini dan diskusi sehingga terjadi proses
didukung adanya fase engage dan pembentukkan pengetahuan. Adapun
explore di kelas eksperimen. Sumiyati, pembentukkan pengetahuan atau
Sujana, dan Djuanda (2016 hlm. 44) rekonstruksi pengetahuan merupakan
mengungkapkan bahwa pada fase suatu upaya untuk mengembangkan
engage atau engagement dapat dilakukan kemampuan berpikir kritis siswa. Susanto
dengan mengundang pengetahuan siswa (2013 hlm.129) yang menerangkan
melalui mempertunjukkan kegiatan yang bahwa upaya yang dapat dilakukan guru
menarik sehingga siswa memiliki rasa dalam mengembangkan kemampuan
ingin tahu dan tertarik untuk mempelajari berpikir kritis siswa adalah dengan
materi secara lebih lanjut. Sanrock (dalam memberi kesempatan untuk
Desmita, 2012, hlm. 160) mengkonstruksi pengetahuan oleh dirinya
mengungkapkan pula bahwa pedoman sendiri. Pada fase explore ini, siswa
yang dapat dilakukan guru untuk mampu bekerjasama dalam melakukan
membantu siswa dalam mengembangkan percobaan dan diskusi. Pencapaian
keterampilan berpikir kritisnya adalah aktivitas siswa pada fase ini adalah
dengan membangkitkan rasa ingin tahu 78,41% dengan kategori baik. Sedangkan
intelektual siswa. pencapaian aktivitas guru pada fase ini
Pada fase ini pembelajaran di adalah 87,5% dengan kategori sangat
kelas eksperimen menekankan pada baik.
memfokuskan perhatian dan Indikator lain yang terdapat
membangkitkan minat siswa yakni perbedaan signifikan ialah pada indikator
dengan melakukan demonstrasi, memberi penjelasan. Perbedaan ini
menayangkan video, memberikan dikarenakan siswa kelas eksperimen
kesempatan siswa untuk bertanya diberikan kesempatan untuk
mengenai apa yang didemonstrasikan, mengungkapkan atau menjelaskan

64
pengetahuannya melalui fase elicit, pertanyaan yang diajukan guru dan
explain, dan extend. Dalam pembelajaran antusias mendengarkan arahan guru
di kelas eksperimen, fase elicit dilakukan untuk pembelajaran berikutnya. Ini
dengan cara guru melakukan tanya jawab didukung oleh pencapaian aktivitas siswa
dengan siswa mengenai kejadian sehari – pada fase engage sebesar 89,04%
hari yang berkaitan dengan materi yang dengan kategori sangat baik. Adapun
dipelajari, dimana menurut Sanrock pencapaian aktivitas guru pada fase ini
(dalam Desmita, 2012, hlm. 160) bahwa adalah 87,5% dengan kategori sangat
pedoman yang dapat dilakukan guru baik.
untuk membantu siswa dalam Perbedaan yang signifikan
mengembangkan keterampilan berpikir terdapat pula pada indikator
kritis adalah dengan menggunakan mengevaluasi. Ini didukung oleh siswa
pertanyaan berbasis pemikiran, kelas eksperimen yang diberikan lebih
pertanyaan berbasis pemikiran yang banyak kesempatan untuk mengevaluasi
dimasukan dalam pengajaran akan pengetahuannya melalui fase elaborate
membantu siswa mengkonstruksi dan evaluate. Pada fase elaborate guru
pemahaman terhadap suatu topik secara menghadirkan persoalan baru dan siswa
lebih mendalam.Pencapaian aktivitas kelas eksperimen diarahkan untuk
siswa pada fase ini adalah 87,61% berdiskusi dan mengungkapkan
dengan kategori sangat baik. Sedangkan argumennya terhadap persoalan tersebut.
pencapaian aktivitas guru pada fase ini siswa juga diarahkan untuk menerima
adalah 83,3% dengan kategori sangat atau menyangkal argumen yang
baik. disampaikan teman. Pencapaian aktivitas
Fase explain dalam pembelajaran, siswa pada fase elaborate sebesar
dilakukan dengan kegiatan dimana siswa 78,09% dengan kategori baik dan
menjelaskan hasil penmemuannya atau pencapaian aktivitas guru pada fase ini
pengetahuan yang didapatnya pada fase adalah 88,89% dengan kategori sangat
explore. Pada fase ini siswa kelas baik. Begitupula pada fase evaluate dapat
eksperimen diminta untuk mengutarakan mengembangkan kemampuan berpikir
hasil percobaan atau pengamatannya kritis siswa, dimana pada fase ini siswa
pada guru atau kepada temannya. Pada kelas eksperimen diberikan kesempatan
fase ini siswa dapat menambah untuk mengevaluasi kembali
pengetahuannya dari penjelasan yang pengetahuan yang telah diperolehnya
disampaikan temannya dan penjelasan dengan cara melakukan koreksi terhadap
yang disampaikan guru. Namun, hipotesis yang telah dibuatnya pada fase
penyampaian atau presentasi hanya engage, siswa kelas eksperimen juga
dilakukan oleh perwakilan kelompok saja, diminta untuk mengisi soal – soal
dikarenakan keterbatasan waktu. Pada evaluasi, serta mengungkapkan
fase ini guru harus pandai mengelola kesulitannya pada saat pembelajaran.
kelas, karena pada fase ini suasana Namun masih terdapat siswa yang tidak
menjadi kurang kondusif ketika siswa mampu mengungkapkan kesulitannya
mempresentasikan hasil percobaan atau saat pembelajaran. Pencapaian aktivitas
pengamatannya di depan kelas. Data siswa pada fase ini sebesar 76,82%
hasil observasi menujukkan pencapaian dengan kategori baik dan pencapaian
aktivitas siswa pada fase ini adalah aktivitas guru pada fase ini adalah
76,19% dengan kategori baik. Sedangkan 89,58% dengan kategori sangat baik.
pencapaian aktivitas guru pada fase ini Setelah adanya perlakuan, baik
adalah 79,16,5% dengan kategori baik. kelas eksperimen maupun kelas kontrol
Pada fase extend guru mengalami peningkatan skor.
memperluas dan mengembangkan Berdasarkan uji perbedaan rata – rata
pengetahuan siswa dengan melakukan pada skor posttest kelas eksperimen dan
tanya jawab di akhir pembelajaran, guru kelas kontrol, diperoleh hasil bahwa
juga memberikan arahan untuk terdapat perbedaan kemampuan berpikir
pembelajaran berikutnya. Siswa kelas kritis antara siswa kelas eksperimen dan
eksperimen mampu merespon kelas kontrol setelah adanya perlakuan.

65
Untuk memberikan gambaran perbedaan Sujana, dan Djuanda (2016 hlm. 43)
signifikan pada masing – masing kelas, mengemukakan bahwa pembelajaran
dilakukan uji beda rata – rata skor pretest learning cycle 7e merupakan
dan posttest sehingga diperoleh informasi pembelajaran yang berbasis
bahwa skor signifikansi yang diperoleh konstruktivisme, dimana siswa belajar
kelas eksperimen = 0,000 < α = 0,05. mengkonstruksi pengetahuan
Artinya bahwa ada perbedaan berdasarkan pengalaman eksplorasinya
kemampuan berpikir kritis siswa kelas melalui kegiatan percobaan, pengamatan,
eksperimen antara sebelum perlakuan diskusi, dan tugas - tugas atau
(pretest) dan setelah perlakuan (posttest). pemecahan masalah. Sejalan dengan
Adapun skor signifikansi yang diperoleh Susanto (2013 hlm.129) yang
kelas kontrol = 0,004 < α = 0,05. Artinya menerangkan bahwa upaya yang dapat
bahwa ada perbedaan kemampuan dilakukan guru dalam mengembangkan
berpikir kritis siswa kelas kontrol antara kemampuan berpikir kritis siswa adalah
sebelum perlakuan (pretest) dan setelah dengan memberi kesempatan untuk
perlakuan (posttest). mengkonstruksi pengetahuan oleh dirinya
Untuk mengetahui kategori sendiri, tidak hanya menunggu transfer
peningkatan pada kelas eksperimen dan dari guru.
kontrol maka dilakukan perhitungan gain Hasil penelitian ini sejalan dengan
ternormalisasi (N-gain) terhadap rata – penelitian Dewi, Wibawa, dan Devi (2017
rata skor pretest dan posttest kelas hlm.132) yang menujukkan bahwa
eksperimen dan kelas kontrol. terdapat perbedaan kemampuan berpikir
Tabel 3. Hasil Pretest dan Postest Kelas kritis antara siswa yang dibelajarkan
Eksperimen dan Kontrol dengan model siklus belajar 7e (learning
Rata – cycle 7e) berbasis kearifan lokal dengan
Jumlah
Kelas Rata N- Kriteria siswa yang dibelajarkan dengan model
N-Gain
Gain konvensional. Dewi, Wibawa, dan Devi
Eksperimen 18,04 0,51 Sedang (2017 hlm.131) menunjukkan bahwa
Kontrol 9,99 0,27 Rendah model pembelajaran siklus belajar
Data n-gain yang telah (learning cycle) 7e membuat siswa
dipaparkan, mengindikasikan bahwa membangun konsep secara konstruktif,
terdapat perbedaan peningkatan yang akhirnya akan memberikan
kemampuan berpikir kritis siswa kelas konstribusi pada peningkatan
eksperimen dan kelas kontrol. Ini pemahaman konsep, selain itu model
diperkuat dengan adanya hasil uji pembelajaran siklus belajar juga dapat
perbedaan rata – rata n-gain (uji memberikan peluang kepada siswa untuk
nonparametrik) yang menunjukkan skor mengembangkan sikap ilmiah dan
signifikansi yang diperoleh adalah 0,000 < keterampilan proses. Kemampuan model
α = 0,05. Artinya bahwa ada perbedaan pembelajaran learning cycle 7e dalam
peningkatan kemampuan berpikir kritis mengembangkan keterampilan proses
antara kelas eksperimen dan kelas dibuktikan oleh temuan penelitian Fazri,
kontrol setelah adanya pembelajaran IPA Suhartono, dan Joharman (2017,
dengan model pembelajaran learning hlm.124) yang menunjukkan bahwa
cycle 7E di kelas eksperimen dan akibat penerapan model learning cycle 7e
pembelajaran IPA tanpa model dengan metode eksperimen diperoleh
pembelajaran learning cycle 7E di kelas hasil belajar kognitif dan keterampilan
kontrol. Merujuk pada hasil perhitungan n- proses sains (mengamati,
gain, peningkatan kemampuan berpikir menginterpretasikan, melakukan
kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi percobaan, dan mengkomunikasikan)
dibandingkan dengan peningkatan siswa yang mengalami peningkatan.
kemampuan berpikir kritis siswa kelas Penelitian lainnya yang
kontrol. Ini disebabkan pembelajaran mengungkapkan keberhasilan model
learning cycle 7e memberikan siswa pembelajaran learning cycle diungkapkan
kesempatan untuk mengkonstruksi oleh Santika, Gusrayani, dan Jayadinata
pengetahuannya sendiri. Sumiyati, (2016 hlm. 571) yang menyatakan bahwa

66
peningkatan keterampilan berpikir kreatif signifikan. Perbedaan tersebut terdapat
dengan perlakuan model pembelajaran pada indikator menginterpretasi, memberi
learning cycle lebih baik secara signifikan penjelasan, dan mengevaluasi.
daripada pembelajaran dengan perlakuan Terdapat perbedaan signifikan
model konvensional. kemampuan berpikir kritis siswa kelas
Begitupula dengan hasil penelitian eksperimen dan kelas kontrol antara
Susilawati, Adnyana, dan Swasta (2014) sebelum dan sesudah adanya perlakuan,
yang menujukkan bahwa terdapat dengan peningkatan (n-gain) kelas
perbedaan kemampuan pemahaman eksperimen dalam kategori sedang dan
konsep dan sikap ilmiah antara siswa peningkatan (n-gain) kelas kontrol dengan
yang dibelajarkan dengan model kategori rendah. Sehingga dapat
pembelajaran learning cycle 7e dengan dikatakan bahwa model pembelajaran
siswa yang dibelajarkan dengan model learning cycle 7e lebih effektiv
pembelajaran langsung, dimana dalam meningkatkan keampuan berpikir kritis.
meningkatkan pemahaman konsep,
model pembelajaran 7E memberikan hasil DAFTAR RUJUKAN
yang lebih baik dibandingkan dengan Desmita. (2012). Psikologi perkembangan
model pembelajaran langsung. peserta didik. Bandung: PT
Keberhasilan pembelajaran Remaja Rosdakarya
dengan menggunakan model learning Dewi, N. P. S. R., Wibawa, I. M. C., &
cycle 7e juga dirunjang oleh penggunaan Devi, N. L. P. L. (2017).
media pembelajaran yang efektif. Kemampuan berpikir kritis dan
Wiastuti, Suadyana, dan Kristintari (2014) keterampilan proses dalam
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pembelajaran siklus belajar 7e
yang signifikan pada hasil belajar IPA berbasis kearifan lokal. Jurnal
antara siswa yang dibelajarkan dengan Pendidikan Indonesia, 6 (1), hlm.
model learning cycle berbantuan media 125 – 133.
audio visual dan siswa yang dibelajarkan Fazri, R. N., Suhartono, & Joharman.
dengan pembelajaran konvensional. (2017). Penerapan model learning
cycle 7e dengan metode
E.KESIMPULAN eksperimen untuk meningkatkan
Setelah melakukan penelitian, pembelajaran IPA tentang gaya di
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan uji kelas V SD. Kalam Cendekia, 5
statistik perolehan skor pretest (sebelum (2.1), hlm. 120 – 125.
adanya perlakuan) kelas eksperimen dan Itawanti. (2015). Metode inkuiri untuk
kelas kontrol tidak menunjukkan adanya meningkatkan kemampuan
perbedaan kemampuan berpikir kritis. Ini berpikir kritis siswa kelas V pada
diperkuat hasil uji beda pada setiap materi gaya dan pemanfaatannya.
indikator yang menujukkan bahwa tidak (Skripsi). Universitas Pendidikan
ada perbedaan signifikan. Dapat Indonesia.
dikatakan bahwa kemampuan berpikir Juwita, W. (2015). Meningkatkan
kritis siswa kelas eksperimen dan kontrol kemampuan berprikir kritis pada
dalam keadaan setara. pembelajaran IPA SD melalui
Pencapaian kemampuan berpikir penerapan model pembelajaran
kritis siswa kelas eksperimen setelah berbasis maasalah. (Skripsi).
adanya pembelajaran IPA dengan Universitas Pendidikan Indonesia.
menerapkan model learning cycle 7e [Online] tersedia di:
lebih tinggi dibandingkan dengan kelas http://repository.upi.edu/17905/dia
kontrol setelah adanya pembelajaran IPA kses tanggal 15 Desember 2016
tanpa menerapkan model learning cycle Kowiyah. (2012). Kemampuan berpikir
7e. Berdasarkan uji statistik perolehan kritis. Jurnal Pendidikan Dasar, 3
skor posttest (setelah adanya perlakuan) (5), hlm. 175 – 179.
kelas eksperimen dan kelas kontrol Molan, B. (2014). Logika: Ilmu dan seni
menunjukkan adanya perbedaan berpikir kritis. Jakarta: PT Indeks
kemampuan berpikir kritis secara

67
Puspitasari, Y. (2016). Penerapan model
inkuiri untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa
dalam pembelajaran IPA di
sekolah dasar. (Skripsi).
Universitas Pendidikan Indonesia
Samatowa, U. (2006). Bagaimana
membelajarkan IPA di sekolah
dasar. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi
Direktorat Ketenagaan
Santika, A. M., Gusrayani, D., &
Jayadinata, A. K. (2016).
Penerapan model pembelajaran
learning cycle terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa
pada materi perubahan
lingkungan. Jurnal Pena Ilmiah, 1
(1), hlm. 571 – 580
Sumiyati, Y., Sujana, A., & Djuanda, D.
(2016). Penerapan model learning
cycle 7e untuk meningkatkann
hasil belajar siswa pada materi
proses daur air. Jurnal Pena
Ilmiah, 1 (1), hlm. 41 – 50
Susanto, A. (2016). Teori belajar dan
pembelajaran di sekolah dasar.
Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP
Susilawati, K., Adnyana, P. B., & Swasta,
I. B. J. (2014). Pengaruh model
siklus belajar 7e terhadap
pemahaman konsep biologi dan
sikap ilmiah siswa. E-Journal
Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha Program
Studi IPA, 4.

68

Anda mungkin juga menyukai