JPPP
LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
Penerbit
Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Ganesha
Pembina
Prof. Dr. I Nyoman Sudiana, M.Pd (Rektor Undiksha)
Prof. Dr. I Gusti Putu Suharta, M.Si (PR I Undiksha)
Pemimpin Redaksi
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M. Si.
(Ketua Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Ganesha)
Dewan Redaksi
Prof. Dr. I Nyoman Sudana Degeng, M.Pd (UM)
Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, M.S (Unud)
Prof. Dr. I Nyoman Sudyana, M.Sc (Unpar)
Dr. Ir. Dwi Sulisworo, M.Si (UAD)
Prof. Dr. Sukadi. M. Pd., M. Ed. (Undiksha)
Drs. I Wayan Muderawan, M. Si., Ph. D. (Undiksha)
Dr. I Gusti Agung Nyoman Setiawan, M.Si (Undiksha)
Dr. Ida Bagus Nyoman Sudria, M.Sc (Undiksha)
Dr. I Gede Budasi, M. Ed. (Undiksha)
Dr. Made Tegeh, M. Pd. (Undiksha)
Putu Agus Mayuni, S.Pd., M. Pd. (Undiksha)
Wayan Artana Yasa, S. Pd., M. Pd. (Undiksha)
Putu Indah Rahmawati, M.Bis (Undiksha)
Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd (Undiksha)
Bendaharawan
Dra. Ni Ketut Wirati
Alamat Redaksi
Jl. Udayana 12C, 81116, Singaraja
Telepon (0362)22928, Fax. (0362)22928
E-mail: lemlitundiksha@yahoo.com
http://www.lemlit-undiksha.co.nr
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan ISSN 1979-7109
WACANA
Pembaca yang budiman, penerbitan JPPP oleh Lembaga Penelitian
Universitas Pendidikan Ganesha kali ini merupakan penerbitan yang
kesebelas. Kehadiran JPPP ini diharapkan dapat mengoptimalkan kinerja
Lembaga Penelitian, khususnya dalam upaya menyebarluaskan ilmu
pengetahuan dan teknologi hasil penelitian melalui publikasi ilmiah secara
berkala.
Penerbitan JPPP dilaksanakan tiga kali setahun, yaitu April, Agustus,
dan Desember. Pada penerbitan kesebelas ini, ditampilkan tujuh artikel
dengan judul-judul artikel dan penulisnya adalah sebagai berikut. (1)
Pengembangan model pelatihan penelitian tindakan kelas reflektif berbasis
kompetensi (Peneliti: Putu Kerti Nitiasih, Ni Nyoman Padmadewi, & L. P.
Artini). Implikasi penelitian, bahwa model pelatihan penelitian tindakan
kelas reflekstif merupakan alternatif cara peningkatan profesionalisme guru.
(2) Pengembangan model pelatihan lesson study untuk meningkatkan
profesionalisme guru penjasorkes pendidikan dasar di Provinsi Bali
(Peneliti: I Nyoman Kanca & Made Agus Wijaya). Implikasi penelitian,
bahwa model pelatihan lesson study dapat diacu sebagai alternatif
peningkatan profesionalisme guru penjasorkes pendidikan dasar. (3)
Pengembangan modul software multimedia interaktif untuk meningkatkan
pemahaman konsep dan hasil belajar fisika siswa SMA (Peneliti: I Nyoman
P Suwindra, Rai Sujanem, & Iwan Suswandi). Implikasi penelitian, bahwa
modul fisika multimedia interaktif yang telah memenuhi syarat layak dan
efektif tepat digunakan sebagai alternatif fasilitas belajar fisika untuk
meningkatkan pemahaman konsep dan hasil belajar siswa. (4)
Pengembangan bahan ajar berbasis kearifan lokal untuk mata pelajaran
sains SMP (Peneliti: I Wayan Sukra Warpala, I Wayan Subagia, & I Wayan
Suastra). Implikasi penelitian, bahwa bahan ajar berbasis kearifan lokal yang
kontekstual yang telah memenuhi persyaratan validitas, praktis, dan efektif
tepat digunakan sebagai fasilitas pendukung proses pembelajaran sains yang
lebih kondusif. (5) Evaluasi diri berbasis assesmen portopolio untuk
meningkatkan kemampuan menulis siswa (Peneliti: Ni Luh Putu Eka
Sulistia Dewi). Implikasi penelitian, bahwa evaluasi diri hendaknya
diberdayakan dalam pembelajaran menulis dalam rangka memperbaiki dan
menghasilkan kemandirian, keterbukaan, dan keobyektifan dalam
bekerjasama, sehingga diperoleh produk tulisan yang lebih berkualiatas. (6)
Pengembangan perangkat pembelajaran matematika berpendekatan tematik
untuk meningkatkan kompetensi kritis, kreatif, dan produktif siswa
(Peneliti: Ni Nyoman Parwati, I Gusti Putu Sudiarta, & I Wayan Puja
Astawa). Implikasi penelitian, bahwa dalam memilih tema-tema yang
relevan dengan materi matematika, dalam pembelajaran dapat dilakukan
dengan memberdayakan budaya lokal yang mengandung pendidikan budi
pekerti. (7) Pengaruh usia dan strategi berbahasa: sebuah studi pragmatik
tentang kesantunan berbahasa pada para penutur Bbahasa Indonesia
(Peneliti: I. G. A. Lokita Purnamika Utami & I P. N. Wage Myartawan).
Implikasi penelitian, bahwa variabel usia hendaknya mendapat perlakuan
yang layak dan proporsional, ada baiknya ketika merumuskan tingkat
kesantunan sebuah pertuturan variabel usia juga ada di dalamnya.
Demikian wacana ini dikemukakan untuk dapat digunakan sebagai
bahan renungan ilmiah bagi para pembaca yang budiman. Selamat
membaca.
DAFTAR ISI
iii Wacana
V Daftar Isi
252-266 Pengembangan model pelatihan penelitian tindakan kelas
reflektif berbasis kompetensi
Putu Kerti Nitiasih, Ni Nyoman Padmadewi, & L. P. Artini
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FBS Undiksha
267-281 Pengembangan model pelatihan lesson study untuk
meningkatkan profesionalisme guru penjasorkes pendidikan
dasar di Provinsi Bali
I Nyoman Kanca & Made Agus Wijaya
Jurusan Penjaskesrek FOK Undiksha
282-299 Pengembangan modul software multimedia interaktif untuk
meningkatkan pemahaman konsep dan hasil belajar fisika
siswa SMA
I Nyoman P Suwindra, Rai Sujanem, & Iwan Suswandi
Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Undiksha
300-314 Pengembangan bahan ajar berbasis kearifan lokal untuk mata
pelajaran sains SMP
I Wayan Sukra Warpala, Jurusan Pendidikan Biologi, I Wayan
Subagia, Jurusan Pendidikan Kimia, &
I Wayan Suastra, Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Undiksha
315-328 Evaluasi diri berbasis assesmen portopolio untuk
meningkatkan kemampuan menulis siswa
Ni Luh Putu Eka Sulistia Dewi, Jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris FBS Undiksha
329-345 Pengembangan perangkat pembelajaran matematika
berpendekatan tematik untuk meningkatkan kompetensi kritis,
kreatif, dan produktif siswa
Ni Nyoman Parwati, I Gst. Putu Sudiarta, & I Wayan Puja
Astawa, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Undiksha
346-361 Pengaruh usia dan strategi berbahasa: sebuah studi pragmatik
tentang kesantunan berbahasa pada para penutur Bbahasa
Indonesia
I.G.A. Lokita Purnamika Utami & I P. N. Wage Myartawan
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FBS Undiksha
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah memberikan kontribusi dalam
meningkatkan mutu pendidikan, khususnya untuk pembelajaran sains
pada jenjang SMP melalui pengembangan bahan ajar berbasis kearifan
lokal. Bahan ajar yang dikembangkan terdiri atas tiga bagian pokok,
yaitu materi ajar, prosedur pembelajaran, dan cara penilaian hasil
belajar. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuestioner,
wawancara, observasi, penggunaan angket sebagai lembar validasi,
dan studi dokumentasi. Data dianalisis secara deskriptif dan
dibandingkan dengan kriteria yang ada. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa bahan ajar berbasis kearifan lokal memberikan
kontribusi yang positif untuk peningkatan pemahaman konsep dan
kinerja ilmiah siswa. Di samping itu, diperoleh bahan ajar berbasis
kearifan lokal berwawasan kontekstual, yang valid, praktis, dan efektif
untuk mendukung proses pembelajaran sains.
Abstract
This research aims to give contribution in improving education quality,
especially for the science instruction in junior high school level
through development of local wisdom-based learning material. The
learning material that has been developed consists of content learning
material, instructional procedure, and assessment method. Data have
been collected by questioner, interview, observation, validation sheet,
and documentations study. Data were analyzed descriptively and
compared with the existing criteria. The result show that the learning
material has been developed gives positive contribution for improving
concept understanding and students’ scientific skill. Besides that, it has
been obtained the contextual-based learning material that valid,
practice, and effective to support the science teaching learning process.
Pendahuluan
Pembelajaran sains pada jenjang SMP mengalami beberapa
perubahan mendasar, yaitu diterapkannya ide pengintegrasian mata pelajaran
biologi dan fisika menjadi mata pelajaran sains, serta adanya introduksi
beberapa materi kimia secara eksplisit. Dengan demikian, mata pelajaran
sains yang dipelajari pada jenjang SMP saat ini terdiri atas tiga bidang ilmu
dasar, yaitu biologi, fisika, dan kimia. Perubahan isi mata pelajaran sains
tersebut membawa beberapa konsekensi pada pembelajaran sains yang
berhubungan dengan keberadaan guru sains pada jenjang SMP. Fakta
menunjukkan bahwa hampir tidak ada guru sains SMP yang mempunyai
latar belakang ilmu kimia. Lebih jauh, keadaan tersebut berdampak pada
eksistensi pembelajaran sains di sekolah.
Sejak diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
orientasi pembelajaran sains di sekolah juga mengalami perubahan.
Perubahan tersebut diawali dengan perubahan model pengembangan
kurikulum. Sesuai dengan hakikat KTSP, pengembangan kurikulum pada
tingkat satuan pendidikan dilakukan oleh guru atau sekelompok guru yang
meliputi pengembangan Silabus dan RPP (Permendiknas No. 41 Tahun
2007). Saat ini, Silabus dan RPP mata pelajaran sains dikembangkan oleh
guru sains yang ada di sekolah yang tidak memiliki pengetahuan sains yang
meliputi bidang ilmu pendidikan biologi, fisika, dan kimia. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa pengembangan Silabus dan RPP mata pelajaran
sains pada jenjang SMP belum dilakukan dengan baik. Hal tersebut
membawa konsekuensi pada pelaksanaan pembelajaran sains di kelas. Fakta
menunjukkan, pembelajaran sains pada jenjang SMP banyak dilakukan
secara parsial sesuai dengan penguasaan guru. Fakta lain menunjukkan
bahwa aspek kimia sebagai salah satu isi dari materi sains SMP sering luput
dari penekanan guru karena guru kurang menguasai bidang ilmu tersebut.
Sejalan dengan perubahan pengembangan kurikulum, orientasi
pembelajaran sains pada jenjang SMP juga mengalami perubahan. Pada
jenjang SMP, sains direkomendasikan untuk diajarkan secara terintegrasi.
Pengintegrasian pembelajaran sains SMP ditekankan pada model
pengintegrasian interdisiplin karena mata pelajaran sains SMP meliputi
bidang ilmu biologi, fisika, dan kimia. Pengintegrasian pembelajaran sains
secara interdisiplin menuntut kemampuan guru untuk mengembangkan
bahan ajar secara terintegrasi.
Isu krusial yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan mutu
pembelajaran sains adalah masalah bahan ajar. Salah satu penyebab kurang
budaya siswa mempunyai efek yang lebih besar di dalam proses pendidikan
daripada efek yang disumbangkan oleh pemberian materi pelajaran.
Dalam kaitannya dengan peranan lingkungan dalam pembelajaran,
disadari bahwa baik lingkungan fisik (alam) maupun lingkungan sosial
budaya yang dimiliki oleh masyarakat Bali memiliki berbagai potensi yang
dapat digali dan dikembangkan sebagai suplemen bahan ajar pendukung
pembelajaran sains di sekolah. Dari sisi lingkungan fisik (alam), di daerah
Bali terdapat berbagai flora, fauna, dan hasil-hasil teknologi masyarakat
yang belum diidentifikasi dan dikembangkan sebagai bahan ajar penunjang
pembelajaran sains. Dari sisi lingkungan sosial budaya, masyarakat Bali
memiliki berbagai tradisi, teknologi, kebiasaan hidup, nilai-nilai kehidupan
yang telah digunakan secara turun-temurun sebagai panduan dalam
mengarungi kehidupannya. Beberapa kebiasaan hidup maupun nilai-nilai
yang dimiliki tersebut hampir selalu hadir dalam kehidupan masyarakat Bali
dan bertahan secara berkelanjutan (suntainable). Dalam hal ini kearifan lokal
masyarakat Bali didefinisikan sebagai kemampuan-kemampuan
(kompetensi) yang dimiliki oleh masyarakat Bali yang telah terbukti
terlestarikan sampai saat ini. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat berupa
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dioperasionalkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan isu-isu sentral di atas, maka penelitian pengembangan
bahan ajar sains SMP berbasis kearifan lokal sangat urgen dilakukan. Sesuai
dengan kehendak penggunaan sumber belajar beragam perlu disampaikan
bahwa ”bahan ajar bukanlah buku ajar.” Bahan ajar adalah seperangkat
materi ajar yang disiapkan guru untuk dipelajari siswa sesuai dengan RPP
yang dibuat guru. Dalam bahan ajar ada dua komponen utama, yaitu materi
ajar yang akan dipelajari siswa (content) dan prosedur belajar yang harus
diikuti siswa (pedagogy). Dengan demikian, pengembangan bahan ajar
berbasis kearifan lokal menjadi sangat strategis dalam mendukung proses
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (developmental
research) yang bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran
berupa bahan ajar mata pelajaran sains SMP berbasis keareifan lokal. Model
pengembangan bahan ajar yang digunakan adalah Model Kemp (1977), yang
dilakukan dengan rancangan pengembangan seperti pada Gambar 01.
Gambar 01
Rancangan pengembangan bahan ajar
Hasil
Hasil Analisis KTSP dan pelaksanaannya dalam pembelajaran
Sebagai bagian dari analisis kebutuhan dalam penelitian ini, telah
dilakukan analisis KTSP dan pelaksanaan pembelajaran yang terkait dengan
materi pokok makhluk hidup dan pelestarian alam, teknologi tepat guna,
materi dan fungsinya, serta teknologi pangan. Hasilnya dideskripsikan
seperti pada Tabel 01.
Tabel 01
Hasil analisis KTSP
Standar
Kompetensi Dasar Pokok Bahasan
Kompetensi
Memahami sistem Mengidentifikasi struktur dan Akar
dalam kehidupan fungsi jaringan tumbuhan Batang
tumbuhan Bunga
Buah
Memahami saling Menentukan eksosistem dan • Ekosistem
ketergantugan saling hubungan antar • Saling
dalam ekosistem komponen ekosistem. Ketergantungan
Mengidentifikasi pentingnya • Pelestarian
keanekaragaman makhluk Keanekaragaman
hidup dalam pelestarian Hayati
ekosistem.
Memprediksi pengaruh • Pengaruh Manusia di
kepadatan populasi manusia Dalam Ekosistem
terhadap lingkungan.
Mengaplikasikan peran • Pengaruh Manusia di
manusia dalam pengelolaan Dalam Ekosistem
lingkungan untuk mengatasi
pencemaran dan kerusakan
lingkungan.
Memahami konsep Mendeskripsikan konsep bunyi • Bunyi (Sifat-
penerapan getaran, dalam kehidupan sehari-hari sifatnya, Cepat
gelombang, dan Rambat Bunyi,
optika dalam Hukum Marsenne,
produk teknologi Nada Bunyi,
sehari-hari Resonansi, dan
Pemantulan bunyi)
Memahami wujud Mendeskripsikan konsep massa • Zat dan Wujudnya
zat dan jenis dalam kehidupan sehari- (Massa jenis zat)
perubahannya hari
Memahami Mendeskripsikan bahan kimia • Pengolahan Pangan
kegunaan bahan alami dan bahan kimia buatan • Pengawetan Pangan
kimia dalam dalam kemasan yang
kehidupan terdapat dalam bahan makanan
Tabel 02
Potensi kearifan lokal untuk mendukung pembelajaran Sains
dan
Pemantulan
bunyi)
Materi dan Fungsinya • Zat dan • Nandusin (pembuatan minyak
Mendeskripsikan Wujudnya kelapa secara tradisional pada
konsep massa jenis (Massa jenis masyarakat Bali)
dalam kehidupan zat)
sehari-hari
Teknologi Pangan • Pengolahan • Pembuatan produk makanan
Mendeskripsikan Pangan tradisional Bali (Pembuatan
bahan kimia alami tape ketan, Sere colek,
dan bahan kimia • Pengawetan pembuatan tempe, kepel,
buatan dalam Pangan • Aktivitas pengawetan secara
kemasan yang tradisional (Fermentasi,
terdapat dalam dengan zat kimia alami,
bahan makanan punapi, cacah, pindang, telur
asin, dan abon ayam)
Tabel 03
Hasil tinjauan ahli dan user
Berdasarkan Tabel 03, dapat disampaikan bahwa dua ahli dan dua
user (guru) menyatakan draf bahan ajar berkategori sangat layak dari segi
aspek materi. Sedangkan dari segi aspek penyajian, satu ahli dan dua guru
menyatakan sangat layak, hanya satu ahli yang menyatakan layak untuk
dilakukan ujicoba lanjutan.
Tabel 04
Penilaian kepraktisan dan keefektifan bahan ajar
oleh guru dan siswa
4 3 2 1
Indikator
G S G S G S G S
A. KEPRAKTISAN BAHAN
AJAR
1.Kesesuaian dengan SK 2 - 8 10 - - - -
2. Kesesuaian dengan KD 2 - 8 10 - - - -
3. Kesesuaian dengan Tujuan 10 10 - - - - - -
Pembelajaran
4. Dukungan sumber belajar 2 - 8 5 - 5 - -
5. Kesesuaian dengan alokasi waktu 3 - 7 5 - 5 - -
B. KEEFEKTIFAN BAHAN AJAR
1. Peningkatan aktivitas mental
Tidak ada - - - - - - -
Ada (pilih skornya) 10 2 - 8 - - - -
2. Peningkatan aktivitas praktek
Tidak ada - - - - - - - -
Ada (pilih skornya) - 4 10 6 - - - -
3. Peningkatan hasil belajar 2 10 8 - - - -
Tanggapan/respon guru dan siswa Tuliskan pendapat Anda:
terhadap implementasi Guru memberikan respon positif
pembelajaran terhadap penggunaan bahan ajar
berbasis kearifan lokal
Siswa memberikan respon positif
terhadap penggunaan bahan ajar
berbasis kearifan lokal dan ingin
gurunya menerapkan pembelajaran
berbasis kearifan lokal
Keterangan: G = guru; S = siswa; 1 = sangat tidak sesuai/mendukung; 2 = tidak
sesuai/medukung; 3 = sesuai/mendukung; 4 = sangat sesuai/mendukung.
Pembahasan
Melalui ujicoba dengan PTK diperoleh hasil bahwa bahan ajar yang
digunakan untuk mengorientasikan pembelajaran sains dapat meningkatkan
pemahaman konsep dan kinerja ilmiah siswa. Hal ini terjadi karena secara
konseptual teoretik proses pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan
paradigma student center. Artinya bahwa siswa sebagai subyek dalam
melakukan aktivitas belajar, siswa dibelajarkan sesuai dengan pengetahuan
awal yang dimilikinya, dan menggunakan sumber belajar yang ada di
lingkungannya atau berlatar belakang sosial budayanya.
Pembelajaran berbasis kearifan lokal juga menjadikan pembelajaran
lebih menarik dan menyenangkan, yang memungkinkan terjadinya
penciptaan makna secara kontekstual berdasarkan pada pengetahuan awal
siswa sebagai seorang masyarakat dalam budayanya sendiri. Pembelajaran
berbasis kearifan lokal juga dapat mengubah lingkungan belajar menjadi
lingkungan yang menyenangkan, yang memungkinkan guru dan siswa
berpartisipasi aktif berdasarkan budaya yang sudah mereka kenal, sehingga
dapat diperolah hasil belajar yang optimal.
Integrasi pengetahuan/teknologi sains yang berbasis kearifan lokal
(indigenous science) ke dalam pembelajaran sains memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya, mengakomodasi-
kan konsep atau keyakinan yang dimiliki siswa yang berakar pada sains
tradisional sehingga mampu mendorong siswa untuk aktif dalam
pembelajaran, meningkatkan kreativitas siswa, menciptakan pembelajaran
yang efektif, dan suasana pembelajaran menjadi lebih kondusif. Hal ini
dibuktikan dari analisis yang telah dilakukan terhadap respon yang diberikan
siswa, ditemukan bahwa respon siswa berkategori sangat positif. Siswa
setuju dan senang dengan implementasi bahan ajar berbasis kearifan lokal,
karena tidak membosankan dan setiap usaha yang mereka lakukan merasa
dihargai.
Berdasarkan hasil pelaksanaan focus group discussion, diperoleh
hasil bahwa guru dan siswa berpendapat bahan ajar yang dikembangkan
memiliki tingkat keterlaksanaan yang sesuai dan dapat mendukung
peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Pandangan yang disampaikan oleh guru dan siswa tersebut secara
konseptual teoretik memiliki alasan. Secara umum menurut Aikenhead &
Jegede (1999), pengaruh latar belakang budaya yang dimiliki siswa terhadap
proses pembelajaran sains ada dua macam. Pertama, pengaruh positif akan
muncul jika materi pada pembelajaran sains di sekolah (yang sedang
dipelajari) selaras dengan pengetahuan (budaya) siswa sehari-hari. Pada
keadaan ini proses pembelajaran mendukung cara pandang siswa terhadap
alam sekitarnya. Proses pembelajaran yang seperti ini disebut deengan proses
inkulturasi (inculturation). Sebaliknya yang kedua, proses pembelajaran
sains di kelas menjadi ‘pengganggu’ ketika materi pembelajaran sains tidak
selaras dengan latar belakang budaya yang sudah mengakar pada diri siswa,
serta guru berusaha untuk memaksakan kebenaran materi pelajaran sains
dengan cara memarjinalisasikan pengetahuan siswa sebelumnya.
Secara empirik juga tergambar bahwa pembelajaran sains berlatar
belakang budaya (berbasis kearifan lokal) sangat membantu penguasaan
konsep/keterampilan. bahwa keberhasilan proses pembelajaran sains di
sekolah sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang dimiliki oleh
siswa atau masyarakat. Jika pembelajaran sains harmonis dengan kehidupan
sehari-hari siswa, maka pembelajaran sains akan semakin mudah dipahami
oleh siswa. Hal ini karena pembelajaran sains dianggap sebagai transmisi
budaya (cultural transmission) sehingga proses pembelajaran di kelas dapat
diibaratkan sebagai proses perolehan budaya oleh siswa dari sumber belajar.
Wahyudi (2003) menyatakan bahwa latar belakang budaya siswa
mempunyai efek yang lebih besar di dalam proses pendidikan daripada efek
yang disumbangkan oleh pemberian materi pelajaran. Dengan kata lain, efek
dari proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di kelas oleh guru dan
siswa ‘kalah’ oleh efek budaya masyarakat yang telah diserap oleh siswa dan
dibawa ke dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Di sisi lain,
Suastra (2005; 2006) menyatakan bahwa banyak kearifan lokal masyarakat
Bali (dalam bentuk dokumen atau praktik perilaku masyarakat sehari-hari)
bersinergi dengan pembelajaran sains di sekolah. Pengintegrasian kearifan
lokal Bali dalam pembelajaran sains akan menjadi sumber inspirasi dan
mendukung proses belajar mengajar sains di sekolah.
Berdasarkan kajian teoretik dan empirik tersebut, jelaslah bahwa
bahan ajar berbasis kearifan lokal yang sudah dikembangkan akan
memberikan kontribusi yang optimal bagi peningkatan aktivitas belajar
siswa, yang nantinya bermuara kepada perbaikan hasil belajarnya.
Keyakinan ini didasari oleh proses pengembangan bahan ajar tersebut
mengacu kepada konsepsi teoretik dan empirik keterkaitan materi sains
dengan kearifan lokal yang ada selama ini.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, pengembangan bahan ajar
yang diujicoba melalui PTK memberikan kontribusi pada peningkatan
pemahaman konsep dan kinerja ilmiah siswa. Kedua, bahan ajar berbasis
kearifan lokal memiliki kepraktisan dan keefektifan yang sesuai dan dapat
mendukung proses pembelajaran (peningkatan aktivitas dan hasil belajar).
Berdasarkan hasil penelitian ini, terutama terkait dengan kendala-
kendala yang dihadapi, ada beberapa saran yang disampaikan sebagai
berikut. Pertama, agar proses pembelajaran berlangsung lebih variatif dan
kontekstual, guru sebaiknya mengaitkan materi sains dengan kearifan lokal
yang relevan. Kedua, pengintegrasian konsep kearifan lokal yang dipilih
harus mempertimbangkan kemajemukan latar belakang budanya siswa.
Ketiga, untuk mengoptimalkan kinerja masing-masing individu siswa,
sesekali waktu sebaiknya mengakomodasi pola interaksi individu dengan
pemberian tugas mandiri tidak terstruktur. Keempat, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut melalui quasi eksperimen untuk mengetahui apakah
bahan ajar yang dikembangkan comparable dengan bahan ajar tradisional
yang ada/digunakan selama ini.
Daftar Rujukan
Aikenhead, G. S., & Jegede, O. J. 1999. Cross-cultural science education: A
cognitive explanation of a cultural phenomenon. Journal of Research
in Science Teaching. 36(3). 269-287.