Prosiding
SEMINAR Penelitian Bidang IPA 2017
Pembelajaran Berbasis Inkuiri di Sekolah
Sebagai Upaya Peningkatan Profesionalisme
Guru dan Tenaga Kependidikan IPA
Penanggung Jawab
Prof. Triyanta, Ph.D
Peninjau
Dr. R. Indarjani
Lili Indarti, M.Hum.
Penyunting
Lukman Nulhakim
Dipublikasikan oleh
P uji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam atas segala rahmat dan
karunia yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
mengenai pembelajaran berbasis inkuiri di sekolah sebagai upaya peningkatan profesionalisme
guru dan tenaga kependidikan IPA pada tanggal 7-8 November 2017 di SEAMEO Regional Centre for
QITEP in Science dapat dilaksanakan.
Kegiatan seminar ini merupakan rangkaian akhir dari kegiatan penelitian bidang IPA tahun 2017, yang
berjumlah 30 judul penelitian. Penelitian dilakukan secara tim maupun individu oleh pendidik dan
tenaga kependidikan penerima dana hibah yang telah diseleksi terlebih dahulu dari berbagai daerah di
Indonesia. Prosiding ini berisi hasil penelitian para penerima dana hibah penelitian bidang IPA tahun
2017.
Atas nama SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science, kami menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak atas bantuan dan kerjasama yang mendukung keberhasilan kegiatan penelitian bidang IPA,
acara Seminar Penelitian Bidang IPA 2017 dan terwujudnya buku prosiding ini.
Pertama kepada penilai pada seleksi proposal antara lain, Dr. Harry Firman, Dr. Anna Ratna Wulan,
Dr. Setiya Utari dan Dr. Irma Rahma dari FPMIPA UPI, Dr. Indrawati dari PPPPTK IPA, serta Dr. R.
Indarjani sebagai Deputi Program SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science. Tidak lupa kami
menyampaikan terima kasih kepada para pembahas ketika seminar antara lain, Dr. Harry Firman dan
Dr. Setiya Utari dari FPMIPA UPI, Dr. Indrawati dan Dr. Eneng Susilawati dari PPPPTK IPA, serta
Dr. Sparisoma Viridi dari FMIPA ITB yang telah memberikan saran dan masukan kepada para peneliti
pada saat kegiatan seminar.
Kedua kepada Dr. R. Indarjani sebagai Deputi Program dan Lili Indarti, M.Hum. sebagai Deputi
Administrasi yang telah meninjau Prosiding Seminar Penelitian Bidang IPA 2017.
Ketiga kepada Bapak/Ibu penerima hibah dana hibah penelitian bidang IPA 2017 yang telah melakukan
dan melaporkan kegiatan penelitian pembelajaran berbasis inkuiri di sekolah sebagai upaya peningkatan
profesionalisme guru dan tenaga kependidikan IPA.
Keempat kepada Divisi Research development and IBSE Capacity Building selaku penanggung jawab
program penelitian bidang IPA, Dra. Tati Setiawati, M.M.Pd. sebagai kepala divisi, Lukman Nulhakim,
M.Pd dan Haidar Helmi, S.T. sebagai staf yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pemikirannya demi
suksesnya pelaksanaan penelitian, kegiatan seminar maupun editor buku prosiding ini.
Terakhir kepada seluruh staf SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science yang telah mendukung
dan membantu kegiatan Seminar.
i
PENDAHULUAN
M eningkatkan mutu pendidikan merupakan tugas dari setiap instansi yang terkait dalam dunia
pendidikan. Salah satu cara adalah dengan meningkatkan budaya meneliti dan menulis di
kalangan pendidik dan tenaga kependidikan. SEAMEO Regional Centre for QITEP in
Science (SEAQIS) sebagai salah satu pusat yang mendapat mandat untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dan pengembangan keprofesian pendidik dan tenaga kependidikan direkomendasikan
untuk melaksanakan kegiatan penelitian oleh Rapat Dewan Pembina (Governing Board Meeting-GBM)
ke-3 tahun 2012 dan ke-4 tahun 2013. Berkaitan dengan itu, SEAQIS berusaha untuk melakukan
aktivitas penelitian baik secara mandiri maupun bekerjsama dengan pihak lain serta mendorong
kalangan pendidik dan tenaga kependidikan untuk melakukan kegiatan-kegiatan penelitian.
Mulai tahun 2015, SEAMEO QITEP in Science mendorong para guru IPA dan tenaga kependidikan
untuk melakukan kegiatan penelitian melalui Hibah Penelitian (Research Grants). Kegiatan penelitian
ini difokuskan pada penelitian pendidikan yang mengimplementasikan pembelajaran IPA Berbasis
Inkuiri sesuai dengan kegiatan utama (niche) dari SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
yang dinyatakan pada 2nd Fiscal Year Development Programme 2015/2019. Tema hibah penelitian
untuk tahun 2017 adalah “Pembelajaran Berbasis Inkuiri di Sekolah Sebagai Upaya Peningkatan
Profesionalisme Guru dan Tenaga Kependidikan IPA”. Sebanyak 30 judul penelitian dibiayai oleh
SEAMEO QITEP in Science dengan masing-masing judul mendapatkan hibah dana sebesar 5 juta
rupiah.
Rangkaian kegiatan penelitian ini dilakukan selama sembilan bulan dimulai dengan seleksi pengajuan
proposal hingga laporan penelitian dan seminar oleh para penerima Hibah Penelitian 2017. Penawaran
Hibah Penelitian dimulai pada bulan Maret 2017 secara terbuka melalui laman SEAMEO QITEP in
Science. Sebanyak 152 proposal penelitian dari pendidik dan tenaga kependidikan dari berbagai jenjang
diterima SEAMEO QITEP in Science. Seleksi dilakukan dalam beberapa tahap, yakni seleksi berkas
proposal dan pendukung, seleksi urgensi dan relevansi dari proposal sesuai tema dan niche dari
SEAMEO QITEP in Science, dan kemudian penilaian proposal. Proses ini melibatkan beberapa pakar
dari SEAMEO QITEP in Science, Universitas Pendidikan Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan
PPPPTK IPA Bandung. Kegiatan penelitian oleh penerima dilakukan selama 6 bulan dari bulan Mei
hingga Oktober.
Pada akhir penelitian, para penerima Hibah Penelitian memberikan laporan penelitian baik dalam
bentuk tulisan laporan lengkap maupun tulisan singkat karya ilmiah, dan melakukan seminar di
SEAMEO QITEP in Science. Kegiatan seminar dilakukan pada tanggal 7-8 November 2017 dengan
dihadiri oleh pembahas dari Universitas Pendidikan Indonesia, PPPPTK IPA Bandung dan Direktur
SEAMEO QITEP in Science.
Prosiding ini memuat hasil penelitian dari para pemenang Hibah Penelitian 2017 dan diterbitkan dengan
maksud agar hasil penelitian para penerima Hibah Penelitian ini dapat disebarluaskan ke kalangan yang
lebih luas. Dengan demikian diharapkan prosiding ini dapat menjadi acuan para pendidik dan tenaga
kependidikan untuk meningkatkan kegiatan penelitian dan meningkatkan kualitas belajar dan mengajar
IPA.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Pendahuluan ii
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PINTER DENGAN BUDI 64-69
PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI ROGOMULYO 02
Eka Yudha Ardiyanto
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR ISI
161-167
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI KELANGSUNGAN
HIDUP MAKHLUK HIDUP MELALUI PEMBUATAN CERITA BERGAMBAR DENGAN
PEMBELAJARAN IPA BERBASIS INKUIRI DI KELAS IX SMPN 36 BANDUNG
Nurhayati
v
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
E-mail: agussatria18@yahoo.com
ABSTRACT
The use of picture explanation is not very effective in learning nerve cell and reflex motion mechanism because
it doesn’t provide a complex visualization. Therefore it is necessary to use the 3 dimensional learning models in
order that the nerve cell structure and reflex motion mechanism can be visualized in detail to improve students’
understanding of the materials. Method used in this research was classroom action research. The participants
of this research were consisted of 17 male students of the 9th grade of Bahtera Insani Islamic Junior High
School, Bintan regency, Kepulauan Riau. The research was divided into two sessions. In the first session, the
researcher used pictures and in the second session the researcher used the 3 dimensional media. Based on data
analysis, the researcher found that the students’ understanding of the materials in the first session was 12%
because the object in the pictures was not well observed. Moreover, the process of the reflex motion which
explained the interaction stages was difficult to visualize. Meanwhile in the second sessions, the students’
understanding increased to 100% because the object of nerve cell and reflex motion mechanism was real. Based
on the research, learning process in the second session that used 3 dimensional reflex motion mechanism plus
could increase the students’ understanding on the nerve cell and the mechanism of reflex motion materials. It
was indicated by the percentages of students understanding up to 88% compared to the first session.
ABSTRAK
Penggunaan media gambar sejauh ini kurang efektif dalam pembelajaran struktur sel saraf dan mekanisme
gerak refleks karena tidak memberikan visualisasi secara kompleks. Sehingga perlu digunakan model
pembelajaran 3 dimensi agar struktur sel saraf dan mekanisme gerak refleks dapat divisualkan secara detil
dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi tersebut. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan terhadap 17 siswa di kelas IX SMPIT
Bahtera Insani. PTK ini terdiri atas 2 tahapan yaitu siklus I yang menggunakan media gambar dan siklus II
yang menggunakan media model 3 dimensi plus. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data pada siklus I yaitu
ketuntasan belajar siswa 12% karena dengan menggunakan media gambar file ppt 1 dimensi, objek kurang
teramati secara kompleks. Selain itu, gerak refleks yang menerangkan tahapan interaksi sulit untuk divisualkan
prosesnya. Sedangkan pada siklus II, ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 100% karena sel saraf dan
mekanisme gerak refleks nyata objeknya. Sehingga dapat disimpulkan, tahapan siklus II dengan menggunakan
model sel saraf dan mekanisme gerak refleks 3 dimensi plus mampu meningkatkan pemahaman siswa pada
materi pembelajaran sel saraf dan mekanisme gerak refleks dengan persentase peningkatan pemahaman
sebesar 88% dari hasil siklus I.
M. Agus Satria 1
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Menurut Sutrisno (2010), proses sel saraf dan mekanisme gerak refleks 3
pembelajaran di sekolah pada umumnya dimensi plus dan melakukan penelitian
menampilkan visualisasi dalam bentuk gambar tindakan kelas (PTK).
maya ataupun gambar cetak yang merupakan
media satu dimensi. Media tersebut cukup A. Populasi.
efektif tetapi siswa kurang dapat memahami Populasi dalam penelitian ini
mekanisme dari saraf dan mekanisme gerak adalah siswa kelas IX yang ada di
refleks yang memperlihatkan hubungan neuron- SMPIT Bahtera Insani Kabupaten
neuron. Untuk lebih memahamkan siswa Bintan Kepulauan Riau.
terhadap materi tersebut maka perlu dibuat
media yang lebih jelas menggambarkan B. Sampel Penelitian
struktur kompleks saraf dan mekanisme gerak Sampel dalam penelitian ini
refleks yaitu dengan membuat model saraf dan adalah 17 orang siswa kelas IX yang
mekanisme gerak refleks 3 dimensi plus. ada di SMPIT Bahtera Insani
Media pembelajaran menjadi salah satu Kabupaten Bintan Kepulauan Riau.
komponen penting dalam mencapai
kerbehasilan dalam pembelajaran. Media C. Waktu
pembelajaran adalah sesuatu yang dapat Penelitian ini dilakukan selama
dijadikan sebagai sarana penghubung untuk tiga bulan. Bulan pertama yaitu bulan
menyampaikan pesan yang harus dicapai siswa juli dilakukan pembuatan media
dalam kegiatan belajar. Banyak media untuk pembelajaran 3 dimensi plus. Pada
menunjang kegiatan belajar dan salah satu bulan selanjutnya yaitu bulan
media pembelajaran paling efektif bagi siswa september dilakukan pengambilan data
adalah media tiga dimensi. Selama ini pihak di SMPIT Bahtera Insani kelas IX
sekolah jarang menyediakan media 3 dimensi putra. Bulan Oktober dilakukan
tersebut karena harganya yang relatif mahal. penyusunan laporan hasil penelitian.
Dengan adanya masalah tersebut, maka
seorang guru dituntut lebih kreatif dan inovatif D. Pembuatan Model Sel
dalam menciptakan media pembelajaran Saraf dan Mekanisme Gerak Refleks
memberikan kemudahan bagi siswa dalam Alat-alat yang digunakan untuk
memahami pelajaran. Hal ini karena tuntutan membuat model saraf dan mekanisme
kompetisi sudah menjadi dinamika. gerak refleks 3 dimensi plus ini adalah
Guru dituntut merancang pembelajaran sebagai berikut: mesin bor listrik, glue
yang kreatif dan inovatif guna kelancaran gun, pisau stainless, gergaji besi,
proses kegiatan belajar mengajar. Oleh karena gergaji kayu, gunting, obeng, kuas cat,
itu untuk memahamkan siswa SMP mengenai dan alat penyemprot cat. Adapun bahan
materi saraf dan mekanisme gerak refleks maka yang dibutuhkan adalah: Tempurung
perlu dibuat model pembelajaran sarafdan kelapa gading, biji ketapang, serabut
mekanisme gerak refleks dengan menggunakan kelapa, bonggol jagung, kain terplak,
bahan yang sederhana sehingga akan lebih tempurung kelapa, kawat, amplas, cat
ekonomis tetapi tetap dapat menampilkan minyak, dinamo 12 volt, baterai, solasi
struktur secara terperinci. Misalnya dengan hitam, kabel listrik, kardus, cat minyak,
menggunakan biji-bijian, bonggol, dan limbah karet, selang Air Conditioner (AC),
anorganik. Segala sesuatu yang baru, dan lem batang.
sederhana, realistis, unik dan bermanfaat tentu Cara pembuatan model sel saraf dan
akan menarik perhatian siswa sehingga mekanisme gerak refleks 3 dimensi
membuat mereka memperhatikan setiap materi adalah sebagai berikut:
yang disampaikan dan materi mengenai saraf
dan mekanisme gerak refleks pun akan mudah Struktur neuron
dipahami. 1. Bonggol jagung muda dipotong 10 cm,
lalu diberi lubang pada bagian tengahnya
Metode Penelitian menggunakan potongan selang AC, dicat
Metode yang dilakukan pada karya tulis semprot untuk dijadikan sel schwann .
ini adalah penelitian dengan membuat model
M. Agus Satria 2
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
M. Agus Satria 3
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
M. Agus Satria 4
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
M. Agus Satria 5
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
model sel saraf dan mekanisme gerak refleks 3 rata-rata kelas yang diperoleh kelas IX putra
dimensi plus dan soal uji tes siklus II. adalah 83 dengan ketuntasan belajar siswa
Pembelajaran siklus II dilakukan pada adalah 100%. Seluruh siswa memperoleh nilai
waktu yang sama yaitu tanggal 04 September di atas KKM 60 dangan nilai tertinggi 95 dan
2017 terhadap 17 orang siswa kelas IX Ikhwan nilai terendah 65. Dari hasil uji tersebut dapat
(putra) namun pada jam ketujuh dan kedelapan. diketahui bahwa hasil uji siklus II menunjukan
Pada tahapan ini peneliti mengawali dengan hasil yang sengat memuaskan.
memberikan apersepsi dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Tabel 3. Hasil Penilaian Siklus II
Selanjutnya peneliti malakukan pendekatan
inkuiri terbimbing untuk materi saraf dengan N Nama Siswa Skor Ketun
menggunakan model sel saraf 3 dimensi plus.
o Siklus tasan
Dengan media ini, siswa dapat mengamati
langsung wujud sel saraf. Siswa dapat II (%)
menunjukan langsung bagian-bagian dari sel 1 Ahmad Dani 90 90
saraf dan mengoperasikan mekanisme gerak 2 Alfintian Mebi Pratama 80 80
refleks. 3 Anugrah Pratama 85 85
Penggunaan media 3 dimensi ini 4 Ardi Hendri 80 80
mampu menigkatkan antusias belajar siswa 5 Dody Dwi Prayogo 75 75
dikarenakan memberikan pengalaman belajar
6 Fachruddin Arrozi 65 65
langsung kepada siswa. Sebagaimana yang
diungkapkan Moedjiono (1992) bahwa media 7 Faiz Ar-rachman 70 70
sederhana tiga dimensi memiliki kelebihan- 8 Hafizh Amirul Hizyam 90 90
kelebihan, yaitu: memberikan pengalaman 9 La ode Ilham 80 80
secara langsung, penyajian secara kongkrit dan 10 Muhammad Naufal 95 95
menghindari verbalisme, dapat menunjukkan Hakim
obyek secara utuh baik konstruksi maupun cara
11 Muhammad Ridho 85 85
kerjanya, dapat memperlihatkan struktur
organisasi secara jelas, dapat menunjukkan alur Maulana
suatu proses secara jelas. 12 Muhammad Risky 85 85
Dengan media tersebut, materi sel saraf Firdaus
dan mekanisme gerak refleks membuat siswa 13 Rasikh Khalil Pasha 90 90
mudah mengingat nama strukturnya dan 14 Teguh Gusti Erlangga 90 90
mampu menjelaskan fungsi-fungsinya karena 15 Trino Anggara 95 95
objeknya nyata. Selain itu siswa juga dapat
Yudyahartanto
melihat secara langsung mekanisme gerak
refleks yang melibatkan koneksi antar sel-sel 16 Arjuna Ramadhany 75 75
saraf, saraf pusat, dan otot. Syarif
Pada akhir pembelajaran peneliti 17 Raja Oktafiransyah 75 75
melakukan refleksi dengan mengajak siswa Nilai rata-rata siswa 83
menyimpulkan materi bersama-sama. Ketuntasan Belajar 100%
Selanjutnya siswa diberikan 10 soal uji siklus II
materi sel saraf dan mekanisme gerak refleks
Keterangan:
yang terdiri dari 5 soal pilihan ganda dan 5 sola
KKM = 60
esai. Menurut Jihad dkk (2012), untuk
* = Siswa Belum Tuntas
memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi
atau penilaian yang merupakan tindak lanjut
Penelitian ini dapat dikatakan
atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan
berhasil karena terjadi peningkatan nilai
siswa. Tes nilai hasil belajar harus dilakukan
hasil belajar siswa yang diindikasikan
bersama-sama dalam kondisi yang seragam,
dengan meningkatnya kemampuan dalam
baik secara sendiri-sendiri maupun kelompok.
menjawab soal uji siklus yang diberikan
Hasil uji siklus II disajikan dalam Tabel 3
setelah selesai penyampaian materi. Selain
Berdasarkan hasil uji siklus II yang
itu terjadi peningkatan nilai hasil belajar
telah dilakukan dapat diketahui bahwa nilai
M. Agus Satria 6
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
siswa pada akhir penelitian yang kelas IX Putra di SMPIT Bahtera Insani
diindikasikan dengan naiknya ketuntasan yang menerangkan bahwa telah terjadi
belajar klasikal siswa tersebut sekurang- peningkatan hasil uji siklus dengan
kurangnya 85% dari seluruh jumlah siswa pembelajaran yang menggunakan model sel
mencapai nilai 60 keatas (Depdikbud 1997 saraf dan mekanisme gerak reflesks 3
dalam Widyaningrum 2010). dimensi.
Berikut adalah grafik perbandingan
pembelajaran siklus I dan siklus II siswa
M. Agus Satria 7
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Materi Pembelajaran Struktur dan Fungsi [7] Sudrajat, A. 2008. Media Pembelajaran.
Membran Plasma Melalui Model Tiga http: //akhmadsudrajat.wordpress.com
Dimensi”. PKM-P. Yogyakarta: Universitas /2008 /01 /12/media tiga pembelajaran/.
Ahmad Dahlan. (Laporan Penelitian) (Artikel Online)
[2] Campbell, N.A., Reece, J.B., Taylor, M.R., [8] Moedjiono. 1981. Media pendidikan III:
Simon, E, J. 2006. Biology Concept and Cara pembukaan media pendidikan.
Connection. San Francisco. Benjamin Jakarta: P3G. Depdikbud. (Buku)
Cumming: 80-82. (Buku)
[3] Anonim. 2013. Anatomi Fisisolgis Sistem [9] Fitriani, dkk. 2015.” Pengaruh model
Saraf. http://staff.unila.ac.id/ gnugroho/ pembelajaran auditory Intellectually
files/ 2013/11/ anatomi- fisiologi-sistem- repetition terhadap hasil Belajar
saraf. pdf. Diakses 11 April 2017. (Artikel matematika siswa di tinjau dari
Online) Kedisiplinan siswa”. PKM-P. Jakarta:
[4] Ibrahim, H., dkk. 2001. Media Universitas Muhammadiyah Jakarta. (Jurnal
pembelajaran: Bahan sajian program Online)
pendidikan akta mengajar. Malang: IKIP [10] Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2012.
UM. (Buku) Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
[5] Criticos, C. 1996. Media selection. Plomp, Presindo. (Buku)
T., & Ely, D. P. (Eds.): International [11] Widyaningrum, T. 2010. Peningkatan
Encyclopedia of Educational Technology, Prestasi Belajar Biologi Melalui E-
2nd edition. New York: Elsevier Science, Learning dan Pemberian Quis Terhadap
Inc. (Buku) Hasil Belajar Mahasiswa Pendidikan
[6] Prawiradilaga, D. A. 2008. Prinsip Disain Biologi Universitas Ahmad Dahlan.
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Proseeding Seminar Nasional. Yogyakarta:
Media Group. (Buku) UAD. (Buku)
M. Agus Satria 8
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
ABSTRACT
The quality of education at SMA N Probur which includes the left, the outer and the front (3T) areas is still very
low. Lack of instructional media limits teachers to be able to deliver material well. Learning goes monotonic
and tends to be boring. Application of learning with discovery inquiry based on HDPro Tens (Hologram Digital
Solar Projector) is a learning activity where students are guided to seek and find their own, to investigate
themselves about a concept of science so that knowledge and skills possessed by students is not the result of
remembering a set of facts and theories but rather the result of their own findings through the help of HDPro
Tens interactive media. This research is designed as a classroom action research. Specific objectives are to be
achieved to improve the quality of biology learning by applying HDPro Tens interactive media based inquiry-
based learning inquiry. The result of student interest analysis after the application of HDPro Tens based inquiry
disqovery increased to 100% compared to the previous which only 15%. Classical completeness which
previously only 35% increased to 67%. In terms of liveliness students get a score of 4.5 with student activation
criteria as much as 16 - 19 students from 21 students actively involved in learning. While the assessment of
social skills and character criteria is very good. Based on that, the application of HDPro Tens based inquiry
disqovery can improve the quality of biology learning.
ABSTRAK
Kualitas pendidikan di SMA N Probur yang termasuk didaerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T) masih
sangat rendah. Kurangnya media pembelajaran membatasi guru untuk dapat menyampaikan materi dengan
baik. Pembelajaran berlangsung monoton dan cenderung membosankan. Penerapan pembelajaran dengan
discovery inquiry berbasis HDPro Tens (Hologram Digital Proyektor Tenaga Surya) merupakan kegiatan
pembelajaran dimana siswa dibimbing untuk mencari dan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri tentang
suatu konsep sains sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki siswa bukan hasil mengingat
seperangkat fakta dan teori-teori melainkan hasil dari temuan mereka sendiri melalui bantuan media interaktif
HDPro Tens. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas (classroom action research). Tujuan
khusus khusus yang ingin dicapai untuk meningkatkan kualitas pembelajaran biologi dengan penerapan
pembelajaran disqovery inquiry berbasis media interaktif HDPro Tens. Hasil analisis minat belajar siswa
setelah penerapan disqovery inquiry berbasis HDPro Tens meningkat menjadi 100% dibanding sebelumnya
yang hanya 15%. Ketuntasan klasikal yang sebelumnya hanya 35% meningkat menjadi 67%. Dari sisi keaktifan
siswa mendapatkan skor 4.5 dengan kriteria keaktifan siswa sebanyak 16 – 19 siswa dari 21 siswa terlibat aktif
dalam pembelajaran. Sedangkan dari penilaian ketrampilan sosial dan karakter kriteria sangat baik.
Berdasarkan hal tersebut maka penerapan disqovery inquiry berbasis HDPro Tens dapat meningkatkan
kualitas belajar biologi.
Arif Darmadiansyah 9
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Arif Darmadiansyah 10
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
media pembelajaran lain, hal ini dapat dilihat 2. Sekurang-kurangnya ≥ 65% siswa tuntas
pada Tabel 1. KKM
Arif Darmadiansyah 11
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Arif Darmadiansyah 12
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Arif Darmadiansyah 13
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
jaringan seluler yang hampir tidak bisa ajar yang digunakan. Model Disqovery Inquiry
digunakan untuk mengakses internet menjadi mendorong siswa untuk mencari tau, menggali
kendala utama saat ingin berinovasi mencari rasa ingin tahu dan memberikan kesempatan
solusi permasalahan yang ada didalam kelas. siswa untuk menemukan sendiri hal-hal baru
Menurut W.S Winkel [4] bahwa minat diartikan yang didapat. Hal ini sesuai dengan Sanjaya
sebagai kecenderungan subjek yang menetap, (2011: 208) [6] yang menyatakan bahwa
untuk merasa tertarik pada bidang studi atau metode inkuiri dapat memberikan ruang kepada
pokok bahasa tertentu dan merasa senang untuk siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mempelajari materi itu. Jadi menurut mereka. Sehingga suasana belajar tidak
pendapatnya, kecenderungan dan kesadaran monoton atau konvensional yang hanya terjadi
subjek yang sudah menetap dalam dirinya akan satu arah. Selain itu model Disqovery Inquiry
menyebabkan timbulnya minat dan merasa walaupun memberikan kesempatan yang luas
senang mempelajari materi yang telah kepada siswa untuk menggali informasi dan
diberikan. menemukan hal baru tidak akan keluar dari
Penilaian hasil belajar siswa menunjukkan pembahasan pokok kompetensi dasar yang
bahwa 35% siswa mencapai KKM (yang ingin dicapai. Hal ini dikarenakan adanya
mendapatkan nilai lebih dari 70) sebelum tahapan Verification sebelum dipublikasikan
penerapan model Disqovery Inquiry berbasis hasil diskusi kelompok didepan kelas. Artinya
HDProTens mata pelajaran biologi materi sebelum presentasi hasil diskusi siswa
animalia sub bab invertebrata. Banyaknya melakukan bentuk konfirmasi kepada guru
siswa yang tidak tuntas disebabkan karena mengenai hal-hal baru yang ditemukan melalui
siswa tersebut memiliki riwayat belajar yang pengamatan maupun diskusi yang dilakukan.
rendah, minat belajar yang rendah dan pada Hal ini sesuai dengan (Sofa, 2008) [7] yang
siswa tersebut termasuk dalam kelompok siswa menyatakan bahwa Verification digunakan
yang memiliki tingkat kognitif rendah. sebagai pembuktian benar atau tidaknya
Pada siklus I penerapan model Disqovery temuan/ hal baru yang harus dibuktikan dengan
Inquiry berbasis HDProTens mendapat respon data atau sumber daya pendukung lainnya.
yang cukup baik dari siswa. Hal ini terlihat dari Hasil belajar siswa pada siklus I terlihat
lonjakan keberminatan siswa dalam belajar terjadi kenaikkan ketuntasan klasikal sebesar
biologi materi animalia sub bab invertebrata 57,14% yang sebelumnya hanya sebesar 35%.
sebesar 85% siswa minat dan sangat berminat Kenaikkan ini merupakan kenaikkan terbesar
dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan dibandingkan dengan progres siklus yang lain.
pada siklus II dan siklus III keberminatan siswa Sebesar 22% kenaikkan ketuntasan klasikal.
dalam belajar biologi materi animalia sub bab Pada siklus II juga terjadi kenaikkan sebesar
invertebrata sebesar 100% siswa sangat 14% menjadi 71,43% ketuntasan klasikalnya.
berminat dan minat dalam mengikuti Namun pada siklus III malah terjadi penuruan
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena persentase ketuntasan klasikal sebesar 5%
penerapan model Disqovery Inquiry berbasis menjadi 66.67%. Dari ketiga siklus didapat
HDProTens merupakan penggabungan model nilai akhir setelah penerapan model
yang menitikberatkan pada siswa sebagai pusat pembelajaran Disqovery Inquiry berbasis
belajar dan media visualisasi yang menarik dan HDProtens sebesar 66,67% ketuntasan klasikal
interaktif dalam pembelajaran. Adanya secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa
penemuan hal-hal baru saat pembelajaran penelitian tindakan kelas dengan penerapan
menumbuhkan rasa ingin tahu, motivasi dan model pembelajaran Disqovery Inquiry
minat belajar siswa. Minat dapat timbul dari berbasis HDProtens mencapai tolak ukur
situasi belajar. Hal ini sependapat dengan keberhasilan yakni sekurang-kurangnya 65%
Singgih . D (2003) [5] yang menyatakan bahwa ketuntasan klasikal secara umum. Minat yang
minat akan timbul dari suatu yang diketahui, tinggi, motivasi dan suasana pembelajaran yang
dan kita bisa mengetahui sesuatu itu melalui menarik dan menyenangkan akan
belajar. Karena itu semakin banyak belajar mempermudah siswa dalam belajar, sehingga
tercipta suasana belajar semakin luas pula pemahaman siswa terhadap materi menjadi
bidang minatnya. lebih baik. Hasil ini senada dengan Adri (2007)
Siswa tertarik mencoba hal baru, ketika menyatakan bahwa media berupa teknologi
guru memberikan kesempatan seluas-luasnya animasi, simulasi dan visualisasi, siswa
untuk menggali informasi dari media dan bahan mendapatkan informasi yang lebih real dari
Arif Darmadiansyah 14
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
informasi yang bersifat abstrak sehingga akan [3] Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan
dapat mengembangkan aspek kognitifnya. Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama
Pengalaman belajar siswa dalam Widya
menerapkan pembelajaran dengan model [4] W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran.
Disqovery Inquiry secara tidak langsung Jakarta: Grasindo, 1996, cet 4, h 188
membawa perubahan mindset siswa [6] Sanjaya, Wina H. 2011. Strategi
sebelumnya. Karena sekolah masih kekurangan Pembelajaran Berorientasi Standar
sarana dan prasarana termasuk buku dan bahan Proses Pendidikan. Prenada Media.
bacaan, biasanya guru cenderung memberikan Jakarta.
kesempatan siswa untuk mencatat terlebih [7] Sofa, 2008. Metode Ceramah dalam
dahulu materi yang akan disampaikan. Dengan Pembelajaran.
pendekatan yang berbeda dari sebelumnya dan http://massofa.wordpress.com. Diakses
menerapkan siswa sebagai objek utama sumber pada tanggal 24 Maret 2013
belajar di kelas membuka potensi diri siswa [8] Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan
yang sebelumnya tidak terlihat. Hal ini sesuai Kontekstual dalam Pembelajaran Abad
dengan Hosnan (2014: 344) [8] yang 21. Ghalia Indonesia. Bogor.
menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri
menekankan kepada pengembangan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor secara
seimbang, sehingga pembelajaran inkuiri ini
dianggap lebih bermakna.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
disampaikan kesimpulan sebagai berikut.
Terjadi kenaikkan minat belajar siswa
sekurang-kurangnya 85% keberminatan siswa
dalam penerapan model pembelajaran
Disqovery Inquiry berbasis HDPro Tens.
Minat belajar siswa setelah penerapan
model pembelajaran Disqovery Inquiry berbasis
HDPro Tens sebesar 100% sangat berminat dan
minat dalam pembelajaran.
Terjadi kenaikkan hasil belajar siswa
sekurang-kurangnya 65% ketuntasan klasikal
siswa dalam penerapan model pembelajaran
Disqovery Inquiry berbasis HDPro Tens.
Hasil belajar siswa setelah penerapan
model pembelajaran Disqovery Inquiry berbasis
HDPro Tens sebesar 66, 67% ketuntasan
klasikal secara umum meningkat dibanding
sebelumnya sebesar 35%.
Daftar Pustaka
[1] Sri Anitah. 2009. Media Pembelajaran.
Surakarta : UNS Press
[2] Balcaen P. 2008. Developing Critically
Thoughtful, Media-Rich Lessons in
Science: Process and Product. Electronic
Journal of e-learning. Vol. 6 Issue
3:161-17. available at
http://www.ejel.com/volume_6_Issue_3:1
61-17 [accessed, 22 mei 2016].
Arif Darmadiansyah 15
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
PENINGKATAN SIKAP KREATIVITAS SISWA DENGAN
MENERAPKAN PENDEKATAN INKUIRI MELALUI
PEMBELAJARAN IPA TERPADU MODEL CONNECTED UNTUK
KELAS VII-A SMPN 1 SOROMANDI
ABSTRACT
Creativity is an ability that needs to be owned and developed in students. The process of learning in the
classroom shows most of the students are still lack of creativity, especially creative attitude (nonaptitude). To
overcome this, learning is needed by using Inquiry approach through Integrated Science learning model
connected. This study aims to improve students' creativity through Integrated Science learning model connected
with Inkuiri approach. This research is a Classroom Action Research (CAR). CAR was conducted two cycles,
each cycle consisting of two meetings. The subjects of this study were students of class VII-A SMPN 1
Soromandi which amounted to 20 students, consisting of 11 male students and 9 female students. Methods of
data collection research include: observation, attitude scale, and product. Data analysis techniques used are
quantitative and qualitative analysis techniques. The results showed that there was an increase of creativity by
using Inkuiri approach through integrated IPA learning model connected. Based on the average of observation
result 5 indicator of creativity of cycle I is 53,68%, increase in cycle II is 69,47%. Data result of creativity scale
creativity scale of student which included creative in cycle I is 84,21%, increase in cycle II is 89,47%. As well as
the average data of the product result (work) of students in the first cycle of 68, increased in cycle II of 80.47.
ABSTRAK
Kreativitas merupakan kemampuan yang perlu dimiliki dan dikembangkan pada siswa. Proses pembelajaran di
kelas menunjukkan sebagian besar siswa masih kurang berkembangnya kreativitas terutama sikap kreatif
(nonaptitude). Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Inkuiri
melalui pembelajaran IPA Terpadu model connected. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas
siswa melalui pembelajaran IPA Terpadu model connected dengan pendekatan Inkuiri. Penelitian ini merupakan
penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ini dilaksanakan dua siklus, setiap siklus terdiri atas dua pertemuan.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-A SMPN 1 Soromandi yang berjumlah 20 siswa, yang terdiri atas
11 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Metode pengumpulan data penelitian meliputi: observasi, skala
sikap, dan produk. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kreativitas dengan menggunakan pendekatan Inkuiri melalui
pembelajaran IPA Terpadu model connected. Berdasarkan rata-rata hasil observasi 5 indikator kreativitas
siklus I adalah 53,68%, meningkat pada siklus II adalah 69,47%. Data hasil skala sikap kreativitas siswa yang
termasuk kreatif pada siklus I adalah 84,21%, meningkat pada siklus II adalah 89,47%. Serta data rata-rata
hasil produk (karya) siswa pada siklus I sebesar 68, mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 80,47.
Arif Gumelar 16
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
SMP/MTs menggunakan IPA Terpadu kemajemukan sebanyak 3 siswa (15 %), 4)
(integrated science) dan bukan yang terpisah- siswa berani mengambil resiko sebanyak 4 siswa
pisah sebagai mata pelajaran fisika, biologi, (20 %), dan 5) siswa memiliki sifat menghargai
dan kimia. sebanyak 5 siswa (25 %).
Mulai Juli 2016, kurikulum 2013 Permasalahan tersebut perlu mendapat
diberlakukan secara nasional. SMP Negeri 1 perhatian oleh peneliti. Guru perlu
Soromandi merupakan salah satu sekolah yang memperhatikan peningkatan kreativitas dalam
ditunjuk oleh Dinas Pendidikan kabupaten pembelajaran IPA. Hal ini disebabkan bahwa
Bima sebagai sekolah yang menyelenggarakan pada dasarnya manusia mempunyai potensi
kurikulum 2013. Sepuluh orang guru telah untuk menjadi kreatif. Mengembangkan
mengikuti pelatihan kurikulum 2013. kreativitas dalam pembelajaran merupakan salah
Persiapan implementasi kurikulum 2013 di satu cara untuk mendongkrak kualitas
sekolah cukup baik. pembelajaran. Kreativitas penting dikembangkan
Kenyataan di lapangan menunjukkan dan dipupuk pada siswa (Utami Munandar,
keterlaksanaan kurikulum 2013 di sekolah 1992: 45).
belum maksimal. Bahwa pembelajaran IPA Berdasarkan latar belakang masalah
terpadu belum sepenuhnya seperti yang tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan
diharapkan. Berdasarkan hasil diskusi dengan yaitu bagaimanakah meningkatkan kreativitas
beberapa guru IPA di SMPN 1 Soromandi, siswa dengan pendekatan Inkuiri melalui
mengeluhkan mengajar IPA dengan latar pembelajaran IPA Terpadu model connected
belakang pendidikan yang tidak sesuai yaitu kelas VII-A SMPN 1 Soromandi tahun pelajaran
biologi maupun fisika. Pelaksanaan 2016/2017?
pembelajaran IPA terpadu di kelas masih Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk
terpisah-pisah sehingga cenderung sebagai meningkatkan kreativitas siswa kelas VII-A
mata pelajaran fisika, kimia, dan biologi. SMPN 1 Soromandi tahun pelajaran 2016/2017
Dengan demikian, Menurut Paul Suparno melalui pembelajaran IPA terpadu model
(dalam Arif Gumelar, 2011: 2) siswa connected dengan pendekatan Inkuiri.
memahami IPA bukan sebagai satu kesatuan Manfaat penelitian ini adalah meningkatkan
melainkan terpisah-pisah antara biologi, fisika, kreativitas siswa dalam mengikuti proses
dan kimia. pembelajaran sehingga siswa menjadi pribadi
Kondisi siswa kelas VII-A SMP Negeri 1 yang kreatif. Bagi Guru dapat
Soromandi tahun pelajaran 2016/2017 dalam Menumbuhkembangkan budaya meneliti bagi
kesehariannya mengikuti proses pembelajaran guru-guru dalam rangka perbaikan dan
siswa terlihat monoton yaitu berbicara sendiri penyempurnaan kualitas pembelajaran di kelas.
(mengobrol), jarang mengajukan pertanyaan Serta bagi Sekolah Sebagai inovasi dan
yang berbobot ataupun mengajukan gagasan, kebijakan pendidikan yang dapat diterapkan di
sulit mengungkapkan pendapat dan malu- sekolah.
malu, cenderung diam saat diberi kesempatan
untuk bertanya atau berpendapat, cenderung Metode Penelitian
berani menjawab secara bersama-sama dan Penelitian ini merupakan Penelitian
sebaliknya tidak berani kalau menjawab Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
sendiri atau diminta untuk angkat tangan, yang terdiri dari perencanaan tindakan,
jawaban yang disampaikan siswa masih pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
terpaku pada textbook dan sama, sulit untuk Penelitian ini dilaksanakan dua siklus, setiap
bekerja sendiri dan selalu minta bimbingan siklus terdiri atas dua pertemuan.
guru. Keadaan yang demikian, menunjukkan Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-
bahwa siswa tersebut kurang kreativitasnya. A SMPN 1 Soromandi yang berjumlah 20
Berdasarkan hasil pengamatan oleh siswa, yang terdiri atas 11 siswa laki-laki dan 9
peneliti dengan menggunakan indikator siswa perempuan.
kreativitas menurut Utami Munandar, Teknik pengumpulan data a d a l a h
rendahnya kreativitas siswa dapat diamati dari: d e n g a n observasi, skala sikap, dan produk.
1) siswa memiliki rasa ingin tahu sebanyak 5 Instrumen penelitian meliputi lembar observasi
siswa (25 %), 2) siswa mampu bersifat keterlaksanaan pembelajaran, lembar observasi
imajinatif sebanyak 4 siswa (20 %), 3) indikator kreativitas, angket kreativitas, dan lembar
siswa merasa tertantang oleh penilaian produk siswa. Instrumen pembelajaran
Arif Gumelar 17
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
meliputi peta kompetensi, RPP, dan LKS yang dengan KD pendukung yaitu 3.3 memahami
disusun secara IPA Terpadu model connected. konsep campuran dan zat tunggal (unsur dan
Teknik analisis data yang digunakan senyawa), sifat fisika dan kimia, perubahan
adalah teknik analisis kuantitatif dan fisika dan kimia dalam kehidupan sehari-hari.
kualitatif. Keterlaksanaan pembelajaran IPA Terpadu
model connected pada kegiatan proses
Hasil dan Pembahasan pembelajaran tidak secara terpisah-pisah tetapi
Pembelajaran dengan menerapkan secara holistik (menyeluruh).
pendekatan Inkuiri melalui lima tahapan Pengamatan kreativitas (nonaptitude) siswa
pembelajaran, yaitu a) merumuskan masalah, yang diamati selama proses pembelajaran
b) merumuskan hipotesis, c) mengumpulkan berlangsung yang dilaksanakan oleh observer
data, d) menguji hipotesis, dan e) merumuskan (guru IPA). Adapun data hasil observasi
kesimpulan (Kemdikbud, 2016: 41). kreativitas siswa dapat dilihat pada gambar 2.
Adapun hasil observasi secara kuantitatif Berdasarkan data hasil tindakan siklus I dan
dengan menerapkan pendekatan Inkuiri yang siklus II, indikator rasa ingin tahu sebesar 52,63
diperoleh persentase keterlaksanaan %, bersifat imaginatif sebesar 47,36 %,
pembelajaran pada setiap siklus yaitu dari tertantang oleh kemajemukan sebesar 57,89 %,
siklus I dan II sebagaimana yang ditunjukkan berani mengambil resiko sebesar 52,63 %, dan
oleh gambar 1. sifat menghargai sebesar 57,89 %. Hal ini
menunjukkan ada peningkatan sikap kreativitas
siswa setelah diberi tindakan pendekatan Inkuiri
melalui pembelajaran IPA Terpadu model
100 connected.
95 Analisis siklus I menunjukkan ada
peningkatan yang belum tercapai. Hal ini
90
berdasarkan indikator keberhasilan yang
85 97.82
ditentukan sebesar 60 % tiap-tiap indikator
80 84.77 sikap kreativitas. Hasil dari siklus I
menunjukkan di bawah 60 %.
75
Pada siklus II mengalami peningkatan,
Siklus I indikator rasa ingin tahu sebesar 52,63 %
Siklus II
meningkat menjadi 73,68 %. Indikator bersifat
Gambar 1. Grafik keterlaksanaan pembelajaran imaginatif sebesar 47,36 % meningkat menjadi
63,16 %. Indikator tertantang oleh
Dari grafik di atas terlihat bahwa dari kemajemukan sebesar 57,89 % meningkat
siklus I ke siklus II terjadi peningkatan menjadi 68,42 %. Indikator berani mengambil
pelaksanaan pembelajaran. Persentase resiko sebesar 52,63 % meningkat menjadi 68,42
peningkatan pelaksanaan pembelajaran dengan %. Dan indikator sifat menghargai sebesar 57,89
pendekatan STM yang dilaksanakan guru % meningkat menjadi 73,68 %.
dengan semua tahapan pendeakatan Inkuiri. Analisis siklus II mengalami peningkatan
Pada siklus I dan II berturut-turut guru berhasil yang signifikan dan telah tercapai sesuai
melaksanakan tahapan pendekatan STM indikator keberhasilan > 60 %. Penerapan
sebesar 84,77 % dan 97,82 %. metode brainstorming yang membawa
Pembelajaran IPA Terpadu model keberhasilan siklus II.
connected adalah suatu pembelajaran yang
membelajarkan sebuah kompetensi dasar,
konsep-konsep pada kompetensi dasar tersebut
dipertautkan dengan konsep pada kompetensi
dasar yang lain dalam IPA yang terdiri fisika,
biologi, dan kimia (Tim IPA Terpadu, 2009:
4).
Pada tema pencemaran lingkungan, KD
utamanya yaitu 3.8 menganalisis terjadinya
pencemaran lingkungan dan dampaknya bagi
ekosistem. KD utama 3.8 dapat dipertautkan
Arif Gumelar 18
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
80
70
% Jumlah Siswa
60
50
40
30
20
10
0
Rasa Bersifat Tertanta Berani Sifat
ingin imaginati ng oleh mengam menghar
tahu f kemajem bil resiko gai
ukan
Pra tindakan 25 20 15 20 15
Siklus 1 52.63 47.36 57.89 52.63 57.89
Siklus 2 73.68 63.16 68.42 68.42 73.68
Arif Gumelar 19
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Arif Gumelar 21
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Arna Fera
SMPN 30 Padang, Jl. Baru Andalas No. 15 Padang Timur. Kota Padang. SUMBAR
E-mail :arnafera@gmail.com
ABSTRACT
The low understanding of concepts, motivation and student learning activities on science subjects affect the
learning outcomes. Less active attitude, less student-centered classes, and the number of comics found in student
bags. The low interest of reading students to textbooks lessons. The bad impact is the mastery of the concepts
and mastery of their learning 60%, therefore used commercially shaped materials and LKS in the form of Puzzle
and match that will make students become active. Puzzle and match is a combination of 2 methods. Puzzle
method using the picture while the match looking for answers from the question so that students are easier to
find answers and children are motivated to do the problem. The type of this research is classroom action
research carried out for two cycles. The results show that there is an increase in motivation from teacher and
student ratings from motivated to highly motivated. The activity of students reading comics on cycles 1 and 2 is
active with the value of 74.23% to 75.75% in cycle 2. Group activity also increases from cycle 1 and cycle 2.
Student learning outcomes also increase from cycle 1 as much as 82% unfinished classically become thoroughly
classical with 87.1% complete value.
Keywords: Comic, LKS puzzle and match -Student Activity
ABSTRAK
Rendahnya pemahaman konsep, motivasi dan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPA berpengaruh
terhadap hasil belajar. Sikap kurang aktif, kelas kurang berpusat pada siswa, dan banyaknya ditemukan komik
dalam tas siswa. Rendahnya minat baca siswa terhadap buku teks pelajaran. Dampak buruknya adalah
penguasaan konsep dan ketuntasan belajar mereka 60%, oleh karena itu digunakanlah bahan ajar berbentuk
komik dan LKS yang berbentuk Puzzle dan match yang akan membuat siswa menjadi aktif. Puzzle dan match ini
merupakan gabungan 2 metode. Metode Puzzle menggunakan gambar sedangkan match mencari jawaban dari
pertanyaan sehingga siswa lebih mudah mencari jawabannya dan anak termotivasi untuk mengerjakan soal.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dilaksanakan selama dua siklus. Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan motivasi dari penilaian guru dan siswa dari termotivasi menjadi sangat
termotivasi. Aktivitas siswa membaca komik pada siklus 1 dan 2 tergolong aktif dengan nilai 74,23% menjadi
75,75% pada siklus 2. Aktivitas kelompok juga meningkat dari siklus 1 dan siklus 2. Hasil belajar siswa juga
meningkat dari siklus 1 sebanyak 82% belum tuntas secara klasikal menjadi tuntas secara klasikal dengan nilai
ketuntasan 87,1 %.
Arna Fera 24
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Hasil analisis angket oberver menunjukkan yang dilengkapi dengan latihan mampu
bahan ajar komik serta LKS berbentuk Puzzle mengukur ketercapaian indikator pembelajaran.
and Match pada siklus 1 mendapat nilai rata-
rata 82,34% dikategorikan termotivasi dan Aktivitas Individu
pada siklus 2 mendapat nilai 91,73%
dikatagorikan sangat termotivasi pada proses
pembelajaran. Ini berarti bahwa bahan ajar
komik serta LKS berbentuk Puzzle and Match
dapat membantu dan memudahkan guru dalam
memberikan penjelasan yang benar terhadap
konsep-konsep IPA kepada siswa. Selama ini,
kebanyakan guru-guru dalam memberikan
materi pembelajaran dan mendudukkan konsep
yang benar pada siswa hanya menggunakan
catatan yang diberikannya.
Berdasarkan aspek ketertarikan siswa
dengan nilai 78,16% pada siklus 1 dan 90,63 Diagram 3. Aktivitas Siswa Membaca komik
dengan kategori termotivasi dan sangat
termotivasi. Ini disebabkan gambar dan warna Diagram 3 menampilkan data aktivitas
pada komik serta LKS yang berbentuk Puzzle dari 33 siswa SMP 30 Padang yang telah
and Match dapat memancing minat belajar mengikuti proses pembelajaran menggunakan
siswa. Aspek proses penggunaan komik dan bahan komik dan LKS berbentuk Puzzle and
LKS berbentuk Puzzle and Match juga Match, dari keempat aktivitas yang diukur
dikatagorikan termotivasi pada siklus 1 dan didapatkan rata-rata pada siklus 1 adalah 74,23
sangat termotivasi pada siklus 2 dengan nilai % dengan tergolong kategori aktif, pada siklus 2
86,11% dan 93,06%, ini disebabkan oleh karena didapatkan rata-rata 75,25% Maka dapat
bahan ajar komik mudah dibaca dan LKS disimpulkan proses pembelajaran katagori
berbentuk Puzzle and Match mudah digunakan. akktif. Berarti adanya peningkatan aktivitas
Sesuai dengan pendapat Hurlock (1980:9)(1) siswa dari siklus 1 ke siklus 2. Dan ini berarti
Komik mudah digunakan dan mudah dibaca, pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar
bahkan anak yang kurang mampu membaca komik dan LKS berbentuk Puzzle and Match
dapat memahami arti dari gambarnya. dapat meningkatkan aktivitas siswa SMP 30
Pemahaman konsep dan materi dengan nilai Padang.
85,00% pada siklus 1 dan 87,50 pada siklus 2 Aktivitas siswa yang diamati adalah
dengan kategori termotivasi, serta waktu yang aktivitas siswa SMP 30 sebayak 33 orang,
diperlukan dalam pelaksanaan media komik ini selama proses pembelajaran merupakan salah
dengan nilai 75,00% pada siklus1 dan 87,50 satu informasi mengenai tanggapan siswa
pada siklus 2 dengan kategorikan termotivasi. tentang media yang digunakan. Aktivitas siswa
Ini berarti bahan komik dan LKS berbentuk merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi
Puzzle and Match dapat membantu guru untuk selama proses belajar mengajar. Menurut
mengalokasikan waktu dalam menyampaikan Sriyono (dalam Yasa, 2008: 1)(6), “aktivitas
materi sesuai dengan tuntutan kurikulum. adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik
Menurut Trianto (210: 235)(1) salah satu secara jasmani atau rohani. Kegiatan-kegiatan
keuntungan penggunaan bahan ajar dan lembar yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah
kerja siswa adalah menimbulkan persepsi akan pada proses belajar seperti bertanya,
sebuah konsep yang sama. Seorang guru mengajukan pendapat, mengerjakan tugas-
profesional diharuskan dapat membuat dan tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan
mengembangkan bahan ajar sendiri. Hal ini bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta
bermanfaat untuk memperoleh bahan ajar yang tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan”.
sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan belajar Aspek aktivitas siswa yang diamati oleh
siswa, tidak tergantung kepada buku teks, dan pengamat selama proses pembelajaran dengan
media pembelajaran yang ada. Aspek evaluasi menggunakan komik dan LKS berbentuk Puzzle
dengan nilai 87,50% pada siklus 1 dan 100% and Match dalam penelitian ni antara lain.
pada siklus 2 dengan kategori termotivasi dan Membaca komik dengan serius, mengajukan
sangat termotivasi, karena bahan ajar komik pertanyaan, menjawab pertanyaan dan
menanggapi pertanyaan.
Arna Fera 25
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Berdasarkan hasil pengamatan observer, dengan aktif berpikir dan tidak pasif
siswa SMP 30, pada siklus 1 sebanyak 96,96% (mendengarkan saja).
dan sebanyak 100% pada siklus 2 membaca
komik dengan serius dan termasuk kategori Aktivitas Kelompok
sangat aktif. Keseriusan siswa membaca komik Aktivitas kelompok dapat dilihat secara
ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: rinci pada lampiran 12 dan 13 serta secara
(1) komik merupakan bahan ajar yang baru ringkas pada tabel 5.
bagi siswa disekolah tersebut (2) komik
memiliki alur cerita yang butuh keseriusan Tabel 1. Aktivitas Kelompok pada Siklus 1 dan 2
membacanya agar bisa memahami cerita yang Siklus 1 Siklus 2
ada didalam komik tersebut; (3) gambar dan N
Kel Katego Katego
warna komik yang bisa memancing minat baca o Jmh Jlh
ri ri
siswa. artinya bahan ajar komik mampu
memancing minat siswa dan memotivasi siswa 1 1 13 Cukup 15 Cukup
untuk belajar. Sesuai dengan pendapat Hurlock 2 2 23 Hebat 24 Hebat
(1980:9)(1) gambar dalam komik berwarna-
3 3 17 Baik 19 Baik
warni dan cukup sederhana dan dimengerti
anak-anak sehingga dapat memancing minat 4 4 17 Baik 22 Hebat
siswa untuk membacanya. 5 5 14 Cukup 17 Baik
Aktivitas yang kedua yang diamati 6 6 15 Baik 16 Baik
adalah aktif mengajukan pertanyaan. Siswa
yang bertanya pada pada siklus 1 sebanyak 7 7 16 Cukup 16 Baik
72,72% dan pada siklus 2 63,63% tergolong 8 8 18 Baik 19 Baik
kategori aktif, walaupun mengalami penurunan.
Hal ini dapat disebabkan siswa telah mengerti Jika dilihat dari penilaian kelompok dari data
materi yang diajarkan pada saat siswa membaca yang diperoleh terlihat adanya peningkatan
komik. Bertanya adalah cara untuk tingkat aktivitas siswa dalam kerja kelompok.
mengungkapakan rasa keingintahuan akan Dari data yang diperoleh terlihat adanya
jawaban yang tidak atau belum diketahui. Rasa peningkatan partisipasi siswa dalam kelompok
ingin tahu merupakan dorongan atau yang diperoleh dari observasi. Adapun
rangsangan yang efektif untuk belajar dan peningkatan tersebut terlihat pada 2 siklus, yaitu
mencari jawaban (Suhito, 1987; dalam Riyanto, pada siklus I, dari 8 kelompok yang terbentuk 1
2009)(1). Kegiatan bertanya di kelas adalah kelompok tergolong kelompok hebat, 4
aktivitas yang penting dalam proses belajar kelompok baik dan 3 Kelompok cukup,
mengajar. Bukan hanya bagi guru, namun juga kemudian meningkat cukup pesat pada siklus II,
bagi para siswa. Aktivitas di kelas adalah pada siklus ke II terdapat 2 kelompok hebat, 5
pertanda bahwa kegiatan belajar mengajar di kelompok baik dan 1 kelompok cukup, tetapi
dalam kelas itu ada. Aktivitas ketiga yaitu pada setiap kelompok terdapat peningkatan nilai
aktivitas menjawab pertanyaan. Aktivitas ini masing-masing kelompok. Hasil refleksi dari
memperoleh nilai 69,69% pada siklus 1 dan siklus 1 belum maksimalnya aktivitas kerja
73,73% pada siklus 2 tergolong kategori aktif. kelompok pada siswa disebabkan guru kurang
Aktivitas keempat aktivitas menangapi jawaban mempedulikan dan memberi teguran pada siswa
pertanyaan. Aktivitas ini pada siklus 1 yang mengganggu temannya pada saat kerja
memperoleh nilai 57,57% dan pada siklus 2 kelompok. Selain itu siswa juga belum terbiasa
memperoleh nilai 66,66%, tergolong kategori belajar mengerjakan LKS didalam kelompok
aktif. Aktifitas menjawab pertanyaan terkait yang mengharuskan siswa untuk berbagi
dengan aktifitas bertanya, dengan adanya mengetahuan antara siswa dan siswapun masih
aktivitas tanya jawab ini memperlihatkan kaku dalam menggunakan bahan ajar komik.
suasana di kelas akan lebih hidup karena Kekurangan-kekurangan tersebut dijadikan
sambutan kelas lebih baik, disebabkan siswa dasar untuk melaksanakan siklus 2 sehingga
tidak hanya mendengarkan saja. Dengan tanya setelah pelaksanaan tindakan pada siklus 2
jawab partisipasi siswa lebih besar dan berusaha yaitu menggunakan bahan ajar komik dan
mendengarkan pertanyaan guru dengan baik dan mengerjakan LKS dalam bentuk Puzzle and
mencoba untuk memberikan jawaban yang Match dalam kelompok maka terjadilah
tepat, sehingga siswa menerima pelajaran peningkatan aktivitas kelompok pada masing-
masing kelompok.
Arna Fera 26
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Bambang Setiawan
SMAN 5 Kota Bima, Bima
e-mail : bambangbima35@gmail.com
ABSTRACT
This research based on the an optbimal achievement of student's learning outcomes, especially for the
abstract physicconcept. Its resulted caused from the learning process that still used teacher centered method,
lack of use of learning media, and the students not participate in contructing their knowledge. In this
research, the problem solved by using learning media in it form of magnetic pendulum with inquiry learing
for improvement of student'slearning outcomes. The study in this research is only about the Lorentz
Force for XII grade students of physic lesson in SMAN 5 Kota Bima and it done with classrom action
research model. The target of student's learning outcomes are 70% for classical completeness with minimal
value of mastrey is 65. The implementation of this research is conducted within two cycle with varying
learning outcomes. In 1st cycle, the student's learning outcome are 50% for classical completeness with
average performance is 60.45, while in 2nd cycle learning outcomes achieved are 77,3% for classical
completeness with average performance is 66.59. Based research result can be conclude that inquiry
learning model can increase the learning outcomes of physic the XII grade students of SMAN 5 Kota Bima.
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh tidak optimalnya capaian hasil belajar siswa, khususnya untuk materi-
materi yang bersifat abstrak. Ketidak optimalan hasil belajar ini diakibatkan oleh proses pembelajaran yang
masih berpusat pada guru, kurangnya pemanfaatan media belajar, dan kurang dilibatkannya pengalaman
siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Untuk mengatasi hal tersebut dalam penelitiannya peneliti
memanfaatkan media pembelajaran berupa media peraga bandul magnetik yang diseting pada
pembelajaran inquiry dengan harapan terjadinya peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian ini dibatasi
pada materi Gaya Lorentz untuk pelajaran Fisika di Kelas XII SMAN 5 Kota Bima dengan model penelitian
tindakan kelas. Target pencapaian peningkatan hasil belajar adalah 70% nilai ketuntasan klasikal dengan
ketuntasan minimal 65. Pelaksanaan penelitian berlangsung dalam 2 (dua) siklus dengan perubahan hasil
belajar yang bervariasi. Pada siklus I hasil belajar yang dicapai 50 % nilai ketuntasan klasikalnya dengan
rata-rata capaian 60,45, sedangkan pada siklus II hasil belajar yang dicapai 77,3 % nilai ketuntasan
klasikalnya dengan rata-rata capaian 66,59. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan media
peraga bandul magnetik pada model pembelajaran inquiry dapat meningkatkan hasil belajar Fisika siswa
kelas XII SMAN 5 Kota Bima.
pemerolehan dan pembentukan konsep yang direncanakan mulai bulan Juli September
terjadi pada diri siswa. Pemerolehan dan 2017. Objek penelitian yang diamati adalah
pembentukan konsep pada siswa dapat hasil belajar kognitif siswa dengan target
dipercepat dengan berbagai cara salah satunya ketercapaian nilai ketuntasan klasikal sebesar
dengan menggunakan media pembelajaran. 75 %.
Selain itu, keberhasilan sebuah proses Data yang dikumpulkan berupa data
pembelajaran juga ditentukan oleh model atau kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif
pendekatan pembelajaran yang digunakan. berupa deskripsi perencanaan, penyusunan
Karakteristik materi pelajaran perlu instrumen, tindakan observasi/evaluasi, dan
diperhatikan, sebagai contoh materi Gaya refleksi. Sedangkan data kuantitatif berupa
Lorentz pada pelajaran Fisika kelas XII SMA prestasi belajar siswa setelah melakukan tes
merupakan materi yang bersifat abstrak, tertulis. Data mengenai proses belajar siswa
sehingga dalam penyajian materi tersebut dalam pembelajaran dikumpulkan melalui
perlu dilakukan pendekatan tertentu, salah observasi. Instrumen yang dipakai dalam
satunya dengan memanfaatkan penggunaan pengumpulan data ini adalah lembar observasi
media alat peraga. yang berisikan indikator perilaku siswa.
Pada kenyataannya guru sering Pengamatan proses belajar/aktivitas belajar
mengesampingkan penggunaan media siswa dilaksanakan pada saat pembelajaran di
pembelajaran. Beberapa alasan yang terungkap kelas. Data hasil belajar siswa dikumpulkan
dikarenakan dalam penggunaan media butuh melalui tes hasil belajar sedangkan data
waktu, tenaga dan biaya untuk tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran
mempersiapkannya. Di samping itu masih dikumpulkan dengan angket.
seringnya guru menggunakan model Dalam penelitian ini dilakukan dengan 2
pembelajaan konvensional yang terfokus pada (dua) siklus dengan tiap siklus terdiri dari
guru (teacher centre), sementara paradigma perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
pendidikan saat ini siswa menjadi pusat dari refleksi.
pembelajaran tersebut (student centre). Akibat
dari hal tersebut pencapaian hasil belajar siswa
tidak optimal.
Bambang Setiawan 30
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Bambang Setiawan 31
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
ABSTRACT
This study aims to describe students' learning motivation and analyze students' ability in designing problem
solving of environmental pollution through EDP learning. This research uses descriptive method and involving
60 high school students in West Bandung regency. Students are divided into two groups: EDP 1 and EDP 2.
EDP 1 determines the tools and materials they will need in accordance with the proposed solution while the
EDP 2 selects the tools and materials provided in the student worksheet. The results showed that the ability to
design a problem solving through the learning of Engineering Design Process (EDP) in EDP 1 class tended to
be superior in the ability to determine problem solution and ability to make prototype model of tool. The EDP 2
tends to be superior to the ability to identify problems. While the ability to design a prototype model tool and
redesign prototype model tools tend to be equally good in EDP 1 and EDP 2. The analysis of perceptions shows
that students in EDP 1 has a higher learning motivation than students EDP class 2. Learning about
environmental pollution based EDP motivates students to always innovate, be creative, and can stimulate the
ability to solve environmental pollution problems
Keywords: Engineering Design Process (EDP), motivation, students' ability in designing problem solving.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan motivasi belajar siswa dan menganalisis kemampuan siswa
dalam merancang pemecahan masalah pencemaran lingkungan melalui pembelajaran EDP. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dan melibatkan 60 siswa SMA di Kabupaten Bandung Barat. Siswa dibagi
menjadi dua kelompok penelitian yaitu kelompok EDP 1 dan kelompok EDP 2. Kelompok EDP 1 menentukan
sendiri alat dan bahan yang akan mereka butuhkan sesuai dengan solusi yang diajukan sedangkan kelompok
EDP 2 memilih alat dan bahan yang disediakan di dalam LKS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan merancang suatu pemecahan masalah melalui pembelajaran Engineering Design Process (EDP)
pada kelas EDP 1 cenderung lebih unggul pada kemampuan menentukan solusi permasalahan dan kemampuan
membuat model prototype alat. Kelas EDP 2 cenderung lebih unggul pada kemampuan mengidentifikasi
masalah. Sedangkan pada kemampuan mendesain model prototype alat dan mendesain ulang model prototype
alat cenderung sama baik di kelas EDP 1 maupun EDP 2. Hasil analisis terhadap persepsi menunjukkan bahwa
siswa pada kelas EDP 1 memiliki motivasi belajar lebih tinggi dibandingkan siswa kelas EDP 2. Pembelajaran
tentang pencemaran lingkungan berbasis EDP memotivasi siswa untuk selalu berinovasi, berkreasi, dan dapat
merangsang kemampuan memecahkan masalah pencemaran lingkungan.
Kata kunci: Engineering Design Process (EDP), motivasi, kemampuan merancang pemecahan masalah
Cece Sutia 32
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Cece Sutia 33
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
atau kriteria penilaian untuk pendidikan prototipe alat. Data kelompok ini merupakan
rekayasa[5]. data yang diambil dari kemampuan kinerja
siswa. Selain itu, pada penelitian ini juga
Metode Penelitian terdapat data mengenai motivasi dan persepsi
Penelitian ini menggunakan metode siswa mengenai penerapan EDP dalam
deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah pembelajaran di kelas.
suatu metode penelitian yang ditujukan untuk Kemampuan pertama yang diukur dalam
menggambarkan fenomena yang berlangsung penelitian ini adalah kemampuan
pada saat ini atau saat yang lampau [6]. mengidentifikasi masalah. Kemampuan
Penelitian ini menggambarkan profil siswa mengidentifikasi masalah diukur berdasarkan
saat merancang suatu pemecahan masalah jawaban siswa dalam lembar kerja siswa
pencemaran lingkungan melalui Engineering (LKS) yang kemudian dilakukan penilaian
Design Procces (EDP). Peneliti dengan rubrik. Ada 6 indikator dalam
mendeskripsikan setiap profil siswa pada kelas kemampuan mengidentifikasi masalah ini,
EDP 1 dan EDP 2. Hal ini dimaksudkan yaitu: 1) mengidentifikasi permasalahan
supaya temuan dalam proses penelitian dapat banjir; 2) mengidentifikasipermasalahan status
digambarkan secara komprehensif. mutu air sungai; dan 3) mengidentifikasi
Penelitian ini melibatkan 60 siswa SMA di permasalahan pencemaran akibat limbah
Kabupaten Bandung Barat yang dibagi ke domestik; 4) rumusan masalah dibuat dalam
dalam dua kelas. Kelas EDP 1 menentukan kalimat tanya; 5) rumusan masalah minimal
sendiri alat dan bahan yang akan mereka terdiri dari 2 variabel; dan 6) rumusan masalah
butuhkan sesuai dengan solusi yang diajukan sesuai dengan inti permasalahan. Berikut
sedangkan kelas EDP 2 memilih alat dan merupakan perbandingan hasil persentase rata-
bahan yang disediakan di dalam LKS. rata kemampuan mengidentifikasi masalah
Kemampuan merancang suatu pemecahan kelas EDP 1 dan EDP 2 yang mengacu pada
masalah dalam penelitian ini meliputi lima rubrik (Gambar 1).
tahapan utama yaitu: kemampuan 97 100 97 97 97 100 97
100
mengidentifikasi masalah, kemampuan 90 80 80
menentukan solusi, kemampuan mendesain 80
67
70
model prototipe alat, kemampuan membuat
Persentase (%)
60 53
model prototipe alat, dan kemampuan 50
mendesain ulang. Kemampuan merancang 40
27
30
suatu pemecahan masalah diukur dengan 20
EDP 1
menggunakan instrumen lembar observasi, 10
0 EDP 2
rubrik pensekoran dan soal pilihan ganda. 1 2 3 4 5 6
Sedangkan motivasi belajar dan persepsi siswa Indikator Mengidentifikasi Masalah
diukur dengan menggunakan angket dan
wawancara. Data yang didapatkan kemudian Gambar 1. Perbandingan Persentase Frekuensi
diolah dengan mengubahnya ke dalam bentuk Siswa yang Mencapai Kemampuan
persentase dan ditafsirkan dengan Mengidentifikasi Masalah
menggunakan kategorisasi menurut
Koentjaraningrat [7]. Berdasarkan jenis permasalahannya, dapat
dilihat bahwa pada permasalahan 2 yaitu status
Hasil dan Pembahasan mutu air sungai merupakan permasalahan yang
Data pada penelitian ini terdiri dari data persentase frekuensi siswa yang
secara individu dan data kelompok. Data ketercapaiannya paling rendah jika
individu pada tahapan EDP meliputi dibandingkan dengan permasalahan banjir dan
kemampuan mengidentifikasi masalah, permasalahan pencemaran yang disebabkan
kemampuan menemukan solusi dan oleh limbah domestik (Gambar 1). Hal
kemampuan mendesain model prototipe alat. tersebut didukung oleh pernyataan siswa yang
Data individu tersebut merupakan data yang menyebutkan bahwa mengidentifikasi masalah
diambil dari kemampuan kognitif siswa. banjir dan permasalahan pencemaran yang
Sedangkan data kelompok pada tahapan EDP disebabkan oleh limbah domestik dianggap
meliputi kemampuan membuat model lebih mudah dibandingkan dengan
prototipe alat dan mendesain ulang model permasalahan mutu air. Hal ini dikarenakan
Cece Sutia 34
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
beberapa siswa masih belum paham mengenai kajian teori; 4) hipotesis sesuai dengan
permasalahan mutu air. Berdasarkan hasil rumusan masalah; 5) hipotesis dibuat dalam
wawancara, siswa mengaku bahwa mereka kalimat tanya; 6) hipotesis menunjukkan
tidak mengenal istilah mutu. hubungan dua variabel. Berikut merupakan
Gambar 1 menunjukkan juga bahwa masih perbandingan rata-rata kemampuan siswa
terdapat siswa yang membuat rumusan dalam menentukan solusi permasalahan yang
masalah tidak dalam bentuk kalimat tanya, mengacu pada rubrik (Gambar 2).
tidak mengandung 2 variabel dan sesuai 97 100 97 97 100 97 97
dengan inti permasalahan. Kemampuan 100
80 80 80
membuat rumusan masalah penting dimiliki 80 67
Persentase (%)
60
siswa mengingat rumusan masalah adalah 60
gambaran awal untuk menentukan solusi yang 40 EDP 1
tepat. Pada saat mengidentifikasi masalah 20 EDP 2
desainer perlu mengajukan pertanyaan untuk 0
menentukan permasalahan, menentukan 1 2 3 4 5 6
kriteria untuk solusi yang berhasil, dan Indikator Menentukan Solusi
mengidentifikasi hambatan[4]. Ada
kesepakatan umum bahwa penyelesaian karya Gambar 2. Perbandingan Frekuensi Siswa yang
desain yang berhasil, memerlukan perhatian Mencapai Kemampuan Menemukan
yang cermat untuk mengumpulkan informasi Solusi
yang diperlukan untuk memahami
masalahnya. Membuat rumusan masalah Pada tahap menentukan solusi siswa tidak
merupakan salah satu bentuk mengajukan hanya dituntut untuk menentukan solusi dari
pertanyaan untuk menentukan permasalahan, berbagai solusi yang ada, namun siswa juga
menentukan kriteria untuk solusi dan dituntut untuk membuat hipotesis. Pada
mengidentifikasi hambatan. penelitian ini, peneliti memasukkan
Secara keseluruhan rata-rata persentase kemampuan siswa dalam merumuskan
frekuensi siswa yang mencapai kemampuan hipotesis ke dalam kemampuan menentukan
mengidentifikasi masalah di kelas EDP 2 lebih solusi karena hipotesis berhubungan dengan
unggul jika dibandingkan dengan kelas EDP 1 solusi yang diajukan siswa. Hipotesis ini
yaitu mencapai 74% dan 91%. Hal tersebut mencakup beberapa indikator, yaitu hipotesis
dikarenakan pada setiap indikator mengacu/sesuai dengan rumusan masalah,
mengidentifikasi masalah kelas EDP 2 yang hipotesis dibuat dalam kalimat pernyataan dan
mendominasi persentase frekuensi siswa yang hipotesis menunjukkan hubungan dua/antar
mencapai kemampuan pada setiap indikator variabel.
yang ada. Dimana kelas EDP 2 mendominasi Berdasarkan Gambar 2 persentase
tiga indikator yaitu pada permasalahan banjir, frekuensi ketercapaian siswa dalam
permasalahan mutu air sungai, dan merumuskan hipotesis yang mengacu/sesuai
permasalahan pencemaran yang disebabkan dengan rumusan masalah pada kelas EDP 1
oleh limbah domestik. Sedangkan kelas EDP 1 mencapai 97% sedangkan pada kelas EDP 2
hanya mendominasi dua indikator yaitu pada mencapai 80%. Persentase frekuensi
rumusan masalah dalam kalimat tanya dan ketercapaian siswa dalam merumuskan
rumusan masalah sesuai dengan inti hipotesis yang dibuat dalam kalimat penyataan
permasalahan. pada kelas EDP 1 mencapai 97% sedangkan
Kemampuan kedua yang diukur dalam pada kelas EDP 2 100%. Persentase frekuensi
penelitian ini adalah menemukan solusi. ketercapaian siswa dalam merumuskan
Kemampuan menemukan solusi diukur hipotesis yang menunjukkan dua/antar
berdasarkan jawaban siswa dalam LKS yang variabel pada kelas EDP 1 dan EDP 2
kemudian dilakukan penilaian dengan rubrik mencapai 97%. Hal ini menunjukkan bahwa
dimana kemampuan menemukan solusi kelas EDP 1 lebih unggul membuat hipotesis
permasalahan ini meliputi kemampuan yang sesuai dengan rumusan masalah, ini
menemukan solusi dan membuat hipotesis terbukti adanya keselarasan dengan temuan
yang terdiri dari 6 indikator yaitu 1) solusi pada tahap mengidentifikasi masalah
sesuai dengan permasalahan; 2) alasan khususnya dalam membuat rumusan masalah
berhubungan dengan fungsi; 3) melakukan kelas EDP 1 memang lebih unggul jika
Cece Sutia 35
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
dibandingkan dengan EDP 2. Hal ini selaras 97 100 100 100 100 100 97100
dengan pendapat yang menyatakan bahwa 100 90
90
hipotesis dimaksudkan sebagai langkah 77
80
analisis EDP yang memungkinkan siswa untuk
Persentase (%)
70
mulai membuat keterkaitan antara 60
prototipenya, solusi akhir dan hasil pengujian 50
34 EDP 1
40
prototipenya [2]. 30
27
EDP 2
Secara keseluruhan rata-rata persentase 20
frekuensi siswa yang mencapai kemampuan 10
0
menentukan solusi pada kelas EDP 1 lebih
1 2 3 4 5 6
unggul jika dibandingkan dengan kelas EDP 2
Indikator Mendesain Model Prototipe Alat
yaitu berturut-turut mencapai 91% dan 84%.
Hal tersebut dikarenakan pada setiap indikator
Gambar 3. Perbandingan Persentase Frekuensi
kemampuan menemukan solusi kelas EDP 1
Siswa yang Mencapai Kemampuan
yang cenderung unggul. Dimana kelas EDP 1 Mendesain Model Prototipe Alat
mendominasi 3 indikator yaitu alasan
berhubungan dengan fungsi dari solusi yang Gambar 3 menunjukkan bahwa rata-rata
dipilih, dalam menentukan solusi melakukan kemampuan mendesain model prototipe alat
kajian teori terlebih dahulu, hipotesis yang tidak ada perbedaan pada kelas EDP 1dan
diajukan sesuai dengan rumusan masalah. kelas EDP 2 yaitu dengan persentase mencapai
Sedangkan kelas EDP 2 hanya mendominasi 2 85%.Walaupun pada bagian ini peneliti
indikator yaitu solusi sesuai dengan masalah membedakan petunjuk praktikum pada LKS
dan hipotesis dibuat dalam kalimat pernyataan. khusunya pada bagian alat dan bahan, namun
Kemampuan ketiga yang diukur adalah secara keseluruhan pada tahapan ini rata-rata
kemampuan mendesain model prototipe alat kemampuan mendesain model prototype alat
pemecahan masalah. Kemampuan ini diukur ini menunjukkan tidak adanya perbedaan. Hal
berdasarkan jawaban siswa dalam lembar kerja tersebut dikarenakan kedua kelas ini masih
siswa (LKS) yang kemudian dilakukan menggunakan model pembelajaran yang sama
penilaian dengan rubrik. Kemampuan hanya petunjuk pada LKSnya saja yang
mendesain model prototipe alat ini terdiri dari berbeda dan pembelajaran yang digunakannya
kemampuan menentukan alat dan bahan dan juga berpusat pada siswa. Selain itu karena
cara kerja. Ada 6 indikator dalam kemampuan EDP itu merupakan model pembelajaran yang
mendesain model prototipe alat ini, yaitu: 1) berbasis hands-on-mind-on yang memasuki
Desain/rancangan yang diajukan sesuai ukuran pembelajaran yang lebih besar
dengan solusi; 2) mengetahui jumlah/ukuran daripada buku teks dan praktik di kelas saat
alat dan bahan yang digunakan; 3) menuskan ini. EDP memberikan kesempatan terbuka
fungsi alat dan bahan; 4) prosedur berurutan kepada siswa untuk mengintegrasikan konsep
sesuai dengan solusi; 5) cara kerja dibuat matematika dan sains serta menerapkan
dalam diagram alur; 6) cara kerja disertai pemahaman mereka dalam proyek yang
gambar rancangan. Pada tahapan inilah yang memiliki implikasi bagi kehidupan mereka dan
membedakan antara kelas EDP 1 dan kelas kehidupan masyarakat [8].
EDP 2. Pada tahapan ini, kelas EDP 1 sama Kemampuan mendesain model prototipe
sekali tidak disediakan petunjuk untuk alat yang sesuai dengan solusi yang diajukan
memilih alat dan bahan yang akan digunakan. cenderung lebih bagus pada kelas EDP 1
Peneliti hanya menyediakan tabelnya saja. dengan persentase 97% sedangkan kelas EDP
Sedangkan pada kelas EDP 2 peneliti 2 dengan persentase 77%. Hal tersebut
menyediakan petunjuk berupa nama alat dan dikarenakan kelas EDP 1 pada tahapan ini
bahan, jumlah bahan yang kemudian akan tidak diberikan petunjuk mengenai alat dan
dipilih oleh siswa pada kelas EDP 2. Berikut bahan yang digunakan pada praktikum
merupakan perbandingan persentase rata-rata penyaringan air yang akan dilakukan sehingga
kemampuan mendesain model prototipe alat kelas EDP 1 ini lebih aktif lagi mencari alat
kelas EDP 1 dan EDP 2 yang mengacu pada dan bahan yang sesuai dengan solusi yang
rubrik (Gambar 3). diajukan. Tahap mendesain model prototipe
alat adalah strategi untuk memilih solusi yang
Cece Sutia 36
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
mungkin dan dapat menjadi alat kunci untuk dikarenakan ketercapaian dalam lembar
mengukur kebutuhan selama definisi masalah. observasi juga sama yaitu 100%.
Banyak sekali pertimbangan yang harus Kemampuan keempat yang diukur adalah
dipikirkan dalam menentukan alat dan bahan kemampuan membuat dan menguji alat
yang akan dibutuhkan serta cara kerja yang prototipe. Kemampuan ini diukur berdasarkan
akan dilakukan. Desainer dapat mendesain jawaban siswa dalam LKS, produk yang
model prototipe alat sesuai dengan solusinya dibuat siswa, dan air yang dihasilkan yang
[2]
. kemudian dilakukan penilaian dengan rubrik
Capaian terendah di kedua kelas baik kelas dimana kemampuan membuat dan menguji
EDP 1 maupun kelas EDP 2 adalah tahapan model prototipe alat ini meliputi kemampuan
cara kerja yang dibuat dalam diagram alur. membuat hasil pengamatan, air yang
Persentase frekuensi ketercapaian cara kerja dihasilkan, model prototipe alat yang dibuat
dalam bentuk diagram alur pada kelas EDP 1 dan membuat kesimpulan. Pada tahap ini
mencapai 27% sedangkan kelas EDP 2 siswa sebelumnya diminta untuk
mencapai 34%. Rendahnya capaian di kedua mendiskusikan model prototipe alat mana
kelas ini diakibatkan siswa memang belum yang akan dibuat secara berkelompok. Berikut
terbiasa membuat diagram alur kerja dan merupakan perbandingan rata-rata
belum memahami bagaimana cara kemampuan siswa dalam membuat dan
membuatnya. Siswa kemungkinan terbiasa menguji model prototipe alatpemecahan
membuat cara kerja secara berurutan masalah yang mengacu pada rubrik (Gambar
disebutkan satu persatu. 4).
Dilihat keberagaman rancangan/desain
yang diajukan oleh siswa, kelas EDP 1 lebih
beragam jika dibandingkan dengan kelas EDP
2. Pada kelas EDP 1 ada 8 jenis rancangan
yang diajukan dan pada kelas EDP 2 ada 7
jenis rancangan yang diajukan. Berdasarkan
hasil temuan pada tahap sebelumnya yaitu
menentukan solusi menunjukkan bahwa kelas
EDP 1 80% melakukan kajian teori terlebih
dahulu terhadap permasalahan yang ada
sedangkan pada kelas EDP 2 hanya 60%.
Keberagaman rancangan yang diajukan siswa
selaras dengan hasil temuan pada tahap
menentukaan solusi. Pada kelas EDP 1 dan
EDP 2 rancangan yang paling banyak diajukan Gambar 4. Perbandingan Persentase Frekuensi
yaitu penyaringan dengan kain katun dengan Kelompok yang Mencapai
persentase 33% dan 30%. Hal ini sesuai Kemampuan Membuat dan Menguji
dengan pernyataan sebelumnya bahwa Model Prototype Alat
mendesain model prototipe alat memerlukan
adanya pemikiran, sehingga memicu siswa Semua kelompok pada kelas EDP 1 dan
untuk inisiatif dan inovatif dalam berpikir. EDP 2 sama-sama melakukan 3x percobaan
Seseorang yang sering mendesain maka akan dan melakukan pengulangan, namun dalam
memunculkan inovasi terbaru[9]. Setelah siswa menuliskan hasil pengamatan secara objektif
mengajukan rancangan/desainnya masing- tidak semua kelompok melakukannya pada
masing kemudian berdiskusi kelompok untuk kelas EDP 1 dan EDP 2. Pada kelas EDP 1 dan
menentukan rancangan/desain kelompok yang EDP 2 yang menuliskan hasil pengamatan
akan dipakai untuk menuju ke tahapan secara objektif mencapai 83%. Artinya masih
berikutnya (membuat dan menguji model ada kelompok yang menuliskan hasil
prototype alat). Secara keseluruhan rata-rata pengamatan secara tidak objektif. Air yang
perbandingan persentase frekuensi siswa yang dihasilkan pun pada kelas EDP 1 ada 3
mencapai kemampuan mendesain model kelompok yang menghasilkan air
prototipe alat ini kelas EDP 1 dengan kelas bening/jernih diantaranya kelompok 2, 5 dan 6
EDP 2 sama yaitu mencapai 85%. Hal tersebut dengan persentase frekuensi ketercapaianya
yaitu 50% sedangkan air yang dihasilkan air
Cece Sutia 37
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
bening/jernih pada kelas EDP 2 hanya ada 1 pengembangan gagasan dan prototipe/produk
kelompok yaitu kelompok 6 dengan persentase berdasarkan hasil refleksi dan melalukan
frekuensi ketercapaiannya yaitu 17%. Hal desain ulang untuk memperbaiki kesalahan
tersebut sebagian besar disebabkan karena alat pada desain model prototipe alat yang
dan bahan yang digunakan dalam sebelumnya.
pelaksanannya tidak sesuai dengan model
100 100 100 100 100 100
prototipe alat yang diajukan pada tahapan
100
mendesain model prototipe alat. Namun model
Persentase (%)
80
prototipe alat yang dibuat oleh kelompok 60
masing-masing kelas EDP 1 dan kelas EDP 2 40 EDP 1
termasuk mudah digunakan, mudah ditemui, 20 EDP 2
dan harganya terjangkau karena alat dan bahan 0
tersebut diambil dari barang-barang yang 1 2 3
sudah tidak terpakai seperti botol air mineral
Indikator Mendesain Ulang
bekas, kerikil, pasir, dan lain sebagainya.
Dalam menyimpulkan pun pada kelas EDP 1
Gambar 5. Perbandingan Persentase Frekuensi
lebih baik dibandingkan kelas EDP 2 hal
Siswa yang Mencapai Kemampuan
tersebut terlihat pada kelas EDP 1 dalam Mendesaain Ulang
menyimpulkan ada beberapa kelompok yang Hasil tes kognitif menunjukan bahwa
menyimpulkannya tidak hanya dari hasil kelas EDP 1 lebih tinggi rata-rata penguasaan
pengamatan saja tetapi disesuaikan juga konsepnya jika dibandingkan dengan kelas
dengan rumusan masalah sedangkan pada EDP 2 yaitu 71 dan 66. Sama halnya dengan
kelas EDP 2 hanya berdasarkan pada hasil rata-rata kemampuan membuat dan menguji
pengamatan saja, tidak ada kelompok yang model prototipe alat, rata-rata pada kelas EDP
menyesuaikan kesimpulannya dengan rumusan 1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas
masalah. EDP 2. Hal tersebut dikarenakan adanya
Kemampuan kelima yang diukur adalah kesinambungan antara kemampuan membuat
kemampuan mendesain ulang. Kemampuan ini model prototipe alat dengan pengetahuan
diukur melalui penilaian rubrik dimana konsep siswa. Temuan tersebut selaras dengan
kemampuan mendesain ulang model prototype hasil penelitian sebelumnya yang
alat pemecahan masalah ini meliputi 3 indiktor dikemukakan oleh Julie bahwa pemodelan
yaitu: 1) kemampuan melakukan refleksi; 2) dapat dilihat sebagai 'kendaraan' untuk belajar
mengembangkan gagasan dan dan menerapkan konten matematika dan sains
prototype/produk berdasarkan hasil refleksi; [10]
.
dan 3) mendesain ulang pembuatan produk. Hampir seluruh siswa menyatakan
Berikut merupakan perbandingan rata-rata pembelajaran tentang pencemaran lingkungan
kemampuan siswa dalam mendesain ulang berbasis EDP memotivasi siswa untuk selalu
model prototipe alatpemecahan masalah yang berinovasi dan berkreasi sedangkan pada kelas
mengacu pada rubrik (Gambar 5). EDP 2 sebagian besar siswa menyatakan
Berdasarkan Gambar 5 persentase pembelajaran tentang pencemaran lingkungan
frekuensi siswa yang mencapai kemampuan berbasis EDP memotivasi siswa untuk selalu
mendesain ulang model prototipe alat pada berinovasi dan berkreasi (Tabel 1). Hal
kelas EDP 1 dan EDP 2 mencapai 100% tersebut sesuai dengan temuan sebelumnya
artinya semua kelompok pada kelas EDP 1 dan pada kemampuan mendesain model prototipe
EDP 2 sudah mampu melakukan refleksi. alat, bahwa keberagaman desain/rancangan
Maksud refleksi disini yaitu sudah mengetahui siswa yang paling tinggi terdapat pada kelas
apa kekurangan kelebihan dari model EDP 1. Pada kelas EDP 1 yaitu 8 jenis
prototype alat yang dibuat oleh tiap kelompok. desain/rancangan sedangkan pada kelas EDP 2
Pada kegiatan refleksi ini tiap kelompok yaitu 7 jenis desain/rancangan.
menyadari kesalahan dari desain model Pada pernyataan pembelajaran tentang
prototipe alat tersebut sehingga memiliki pencemaran lingkungan berbasis EDP dapat
keinginan untuk mengembangkan gagasan memicu untuk belajar memecahkan masalah
dan prototipe/produk berdasarkan hasil pencemaran lingkungan pada kelas EDP 1
refleksi. Pada kelas EDP 1 dan EDP 2 masing- hampir seluruh siswa menyatakan
masing kelompok sudah melakukan
Cece Sutia 38
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Cece Sutia 39
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Cece Sutia 40
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Dani Setiawan
SMP Negeri 1 Bulakamba, Jl. Cipugur – Banjaratmat Kec. Bulakamba, Kabupaten Brebes
E-mail: dani.setiawan@ymail.com
ABSTRACT
This study aims to increase the ICT literacy and analytical thinking skills of class VIII-A students of SMPN 1
Bulakamba on the digestive system through blended learning with the inquiry / discovery learning model. The
study was conducted with a classroom action research procedure consisting of two cycles. Each cycle includes
four stages: planning, action, observation, and reflection. The data collection was done through (1) non-test
techniques using ICT literacy and (2) test techniques using question sheet of digestive system with a level of
analytical thinking skills. ICT literacy data and analytical thinking skills are analyzed descriptively. The results
showed that the implementation of blended learning with inquiry/discovery learning model can increase the ICT
literacy and analytical thinking skill of class VIII-A students on digestive system.
Keywords: blended learning, inquiry/discovery learning, ICT literacy, analytical thinking skills, digestive
system
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan literasi TIK dan keterampilan berpikir analitis peserta didik kelas
VIII-A SMPN 1 Bulakamba pada materi sistem pencernaan melalui blended learning dengan model
inquiry/discovery learning. Penelitian dilakukan dengan prosedur penelitian tindakan kelas yang terdiri dari
dua siklus. Tiap siklus meliputi empat tahapan,yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Pengumpulan data dilakukan dengan (1) teknik nontes menggunakan angket literasi TIK dan (2) teknik tes
menggunakan lembar soal sistem pencernaan dengan level keterampilan berpikir analtis. Data literasi TIK dan
keterampilan berpikir analitis dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
blended learning dengan model inquiry/discovery learning dapat meningkatkan literasi TIK dan keterampilan
berpikir analitis peserta didik kelas VIII-A SMPN 1 Bulakamba pada materi sistem pencernaan.
Kata kunci: blended learning, inquiry/discovery learning, literasi TIK, keterampilan berpikir analitis, sistem
pencernaan
Dani Setiawan 41
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
literasi TIK oleh peserta didik, seperti yang dalam pemecahan masalah, sebelum langkah
terjadi pada peserta didik di SMPN 1 menyelidiki, merencanakan, dan implementasi.
Bulakamba. Masih banyak peserta didik Laporan TIMSS 2015 menunjukkan bahwa
kesulitan mengerjakan tugas proyek yang pelajar Indonesia masih perlu penguatan
membutuhkan keterampilan pemanfaatan TIK. kemampuan mengintegrasikan informasi,
Hal ini terlihat dari produk tugas makalah yang menarik simpulan, serta menggenalisir
dikumpulkan oleh peserta didik tampak identik pengetahuan yang dimiliki ke hal-hal lain.
dan sama persis. Peserta didik tidak Pelajar Indonesia yang diuji masih lemah dalam
mengerjakan sendiri tugas makalah yang menjawab soal yang dikembangkan dari
diberikan, tetapi dikerjakan oleh petugas beberapa sumber. Hal ini menunjukkan bahwa
warung internet (warnet). Kondisi seperti ini kemampuan analitis pelajar Indonesia perlu
perlu disikapi guru dengan memberikan ditingkatkan. Kondisi yang sama juga terjadi
kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih pada peserta didik di kelas VIII SMPN 1
mengerjakan tugas proyek yang memanfaatkan Bulakamba. Salah satu faktor penyebab masih
TIK secara mandiri, tanpa bergantung kepada rendahnya keterampilan berpikir analisis
orang lain. peserta didik adalah proses pembelajaran belum
Setiap guru memiliki kesempatan yang memberikan kesempatan peserta didik berlatih
sama untuk terlibat dalam membekali peserta keterampilan berpikir analitis. Oleh karna itu,
didik dengan literasi TIK. Pembelajaran dalam upaya untuk meningkatkan keterampilan
jaringan (online) dapat dijadikan sebagai cara berpikir analitis peserta didik dapat ditempuh
alternatif dalam membekali dan membiasakan dengan memberikan kesempatan berlatih
peserta didik memanfaatkan TIK untuk berpikir analitis.
kepentingan pembelajaran. Penggunaan kelas Upaya membekali peserta didik dengan
maya dalam pembelajaran IPA juga harus literasi TIK dapat dilakukan melalui
memperhatikan hakikat pembelajaran IPA, pembelajaran online atau e-leaning. Hasil
yaitu menekankan pengalaman belajar langsung penelitian Eliana, Senam, Wilujeng, &
melalui proses inquiri. Peserta didik juga perlu Jumadi[6] menunjukkan bahwa pembelajaran
difasilitasi untuk berlatih mengembangkan IPA melalui e-learning dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis sesuai dengan literasi TIK. Sedangkan upaya melatih
tuntutan kompetensi dasar (KD). keterampilan berpikir analitis peserta didik
Salah satu KD mata pelajaran IPA aspek dapat dilakukan melalui pembelajaran langsung
pengetahuan yang harus dikuasai peserta didik melalui inquiry/discovery learning. Langkah
kelas VIII adalah: “menganalisis sistem inquiry/discovery learning meliputi lima
pencernaan pada manusia dan memahami langkah, yaitu: (1) merumuskan pertanyaan, (2)
gangguan yang berhubungan dengan sistem merencanakan, (3) mengumpulkan dan
pencernaan, serta upaya menjaga kesehatan menganalisis data, (4) menarik simpulan, dan
sistem pencernaan”[3]. KD tersebut menuntut (5) aplikasi dan tindak lanjut[7]. Kemdikbud
peserta didik memiliki keterampilan berpikir RI[7] menyebutkan bahwa salah satu tujuan
kritis analitis. Analisis merupakan salah satu inquiry/discovery learning adalah untuk
aspek keterampilan berpikir kritis yang perlu membantu peserta didik mengembangkan
dilatihkan kepada peserta didik[4]. keterampilan berpikir secara analitis. Hasil
Kemampuan menganalisis sangat penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
membantu dalam mengambil kesimpulan yang berbasis inquiry[8] dan discovery learning[9]
benar. Serangkaian proses penemuan ilmu berpengaruh terhadap peningkatan
selalu melewati tahap menganalisis data untuk keterampilan berpkir kritis peserta didik.
mendapatkan kesimpulan yang valid. Hal ini Berdasarkan keunggulan pembelajaran
bisa dilihat dari serangkaian proses keilmuan online dalam meningkatkan literasi TIK dan
yang terdiri dari merumuskan masalah, inquri/discovery leaning dalam meningkatkan
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, keterampilan berpikir yang dilakukan peneliti
menganalisis data, dan menarik simpulan[5]. sebelumnya, maka untuk meningkatkan literasi
Kemampuan menganalisis juga dapat TIK dan keterampilan berpikir analitis peserta
membantu peserta didik dalam menyelesaikan didik kelas VIII SMPN 1 Bulakamba dengan
masalah. Tawil & Liliasari[4] menjadikan materi sistem pencernaan akan dilakukan
analisis masalah sebagai langkah pertama melalui pembelajaran yang mengkombinasikan
Dani Setiawan 42
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
pembelajaran online dan pembejaran tatap mengelola kelas maya pada web
muka (blended leaning) dengan model www.edmodo.com; (3) menyiapkan media,
inquiry/discovery learning. Pembelajaran alat, dan bahan yang dibutuhkan untuk
online dilakukan melalui kelas maya kelas kegiatan pembelajaran; dan (4) memberikan
maya edmodo (www.edmodo.com). Hasil pelatihan dan pengenalan kelas maya
yang diharapkan setelah peserta didik edmodo kepada peserta didik.
mengikuti pembelajaran melalui adalah blended 2) Pelaksanaan Tindakan. Tahap pelaksanaan
leaning dengan inquiry/discovery learning merupakan tahap menerapkan blended
adanya peningkatan literasi TIK dan learning dengan model inquiry/discovery
keterampilan berpikir analitis peserta didik learning pada pembelajaran. Kegiatan
pada materi sistem pencernaan. utama yang diterapkan yaitu: (1)
Merumuskan Pertanyaan, dilakukan dengan
Metode Penelitian memberikan kesempatan kepada peserta
didik dalam mengidentifikasi masalah yang
Lokasi dan Waktu Penelitian
berkaitan dengan materi sistem pencernaan;
Penelitian dilakukan di kelas VIII-A SMPN
(2) Merencanakan, dilakukan dengan
1 Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
membimbing peserta didik merencanakan
Penelitian akan dilaksanakan pada semester
prosedur pengumpulan dan analisis data
gasal tahun pelajaran 2017/2018 mulai bulan
untuk menjawab pertanyaan yang
Juli sampai dengan bulan Oktober 2017.
dirumuskan; (3) Mengumpulkan dan
Prosedur Penelitian Menganalisis Data, dilakukan dengan
Prosedur penelitian tindakan kelas memfasilitasi peserta didik secara
dilakukan melalui empat tahap kegatan utama, berkelompok mengumpulkan informasi
yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan tentang topik sistem pencernaan; (4)
evaluasi/refleksi[10]. Penelitian tindakan kelas Menyimpulkan, dilakukan dengan
dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri memfasilitasi peserta didik untuk
dari empat tahap kegiatan utama, yaitu: menyimpulkan informasi yang diperoleh
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dengan memperhatikan hasil verifikasi; (5)
dan refleksi. Alokasi waktu setiap siklus terdiri Penerapan dan Tindak Lanjut, dilakukan
dari 10 jam pelajaran. Prosedur penelitian dengan memberikan kesempatan kepada
tindakan yang dilakukan ditunjukkan pada peserta didik untuk menjawab beberapa
Gambar 1. pertanyaan yang disediakan pada kelas
maya edmodo (diskusi online). Screenshot
pertanyaan dan jawaban peserta didik pada
kelas maya edmodo dapat dilihat pada
Gambar 2.
3) Observasi. Observasi dilakukan untuk
memotret perkembangan literasi TIK dan
keterampilan berpikir analitis peserta didik
pada materi sistem pencernaan.
4) Refleksi. Refleksi dilakukan untuk melihat
kekurangan dan kelebihan dari tindakan
yang telah dilakukan serta melihat
Gambar 1. Prosedur Penelitian perkembangan hasil belajar yang telah
Masing-masing tahap penelitian tiap siklus dicapai. Hasil refleksi digunakan untuk
secara singkat diuraikan sebagai berikut. memperbaiki rencana tindakan yang akan
1) Perencanaan. Kegiatan yang dilakukan pada dilakukan pada siklus berikutnya.
tahap perencanaan di antaranya adalah: (1)
menyusun perangkat pembelajaran yang
meliputi RPP dan LK; (2) membuat dan .
Dani Setiawan 43
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Gambar 2. Screenshot Penerapan dan Tindak Lanjut Melalui Diskusi Nutrisi Pada Kelas Maya Edmodo
Dani Setiawan 44
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
memperoleh nilai >= 70 setelah tindakan pada username dan pasword kelas maya edmodo
siklus I dan siklus 2 mengalami peningkatan. pada buku catatan; (2) memotivasi peserta didik
untuk aktif pada kelas maya edmodo dengan
Berdasarkan grafik yang disajikan pada menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
Gambar 3 dapat diketahui penguasaan TIK oleh disajikan pada kiriman penerapan dan tindak
peserta didik mengalami peningkatan. lanjut; (3) memotivasi peserta didik untuk
Demikian juga dengan penguasaan peserta mengerjakan latihan soal (kuis) yang disajikan
didik terhadap aspek literasi TIK. Namun di kelas maya; (4) meminta peserta didik untuk
demikian, jika memperhatikan ketercapaian semangat berlatih membuat laporan praktikum
target pada tiap siklus dapat diketahui bahwa menggunakan perangkat TIK seperti microsoft
target baru tercapai setelah siklus II. word; (5) membuat lembar diskusi dan lembar
Pencapaian rata-rata nilai literasi TIK pada kerja yang dilengkapi dengan space untuk
siklu I baru mencapai 63,73 dan jumlah peserta menulis rumusan pertanyaan dan beberapa
yang memperoleh nilai >= 70 baru 61%. pertanyaan.
Salah satu faktor yang menyebabkan belum Langkah perbaikan yang dilakukan peneliti
tercapainya target pada siklus I di antaranya berdampak positif terhadap partisipasi peserta
adalah penerapan blended learning dengan didik pada pembelajaran online. Partisipasi
model inquiry/discovery learning relatif baru peserta didik pada kelas maya siklus II
diterapkan di kelas VIII-A SMPN 1 mengalami peningkatan jika dibandingkan
Bulakamba. Peserta didik belum terbiasa dengan siklus I. Hasil observasi pasrtisipasi
memanfaatkan perangkat TIK berbasis internet peserta didik pada kelas maya siklus II
untuk mendukung kebutuhan belajar. Hasil diperoleh informasi bahwa 36 peserta didik
observasi partisipasi peserta didik pada kelas sudah berhasil bergabung ke kelas maya, 31
maya diperoleh informasi bahwa pada siklus I peserta didik aktif memberikan pendapat dan
terdapat 27 peserta didik yang berhasil jawaban pertanyaan diskusi (penerapan dan
bergabung ke kelas maya, 22 peserta yang aktif tindak lanjut), 22 peserta didik yang berhasil
memberikan pendapat dan jawaban pertanyaan mengunggah laporan LK, dan 27 peserta didik
diskusi (penerapan dan tindak lanjut), 8 peserta yang mengerjakan latihan soal. Data tersebut
didik yang berhasil mengunggah laporan LK, menunjukkan peserta didik yang aktif di kelas
dan 10 peserta didik yang mengerjakan latihan maya sudah mengalami peningkatan jika
soal. Data tersebut menunjukkan peserta didik dibandingkan dengan siklus I. Namun
yang aktif di kelas maya masih belum optimal. demikian, peserta didik masih perlu diarahkan
Pada siklus II penerapan blended learning untuk berlatih memanfaatkan perangkat TIK
dengan model inquiry/discovery learning sudah dalam pembelajaran. Penguasaan aspek
mengalami perbaikan. Peneliti sudah mencoba mengelola dan mengkomunikasikan oleh
memperbaiki kekurangan yang ditemukan pada peserta didik masih belum optimal seperti
siklus I. Langkah perbaikan dilakukan peneliti grafik pada Gambar 4.
pada pembelajaran siklus II antara lain (1)
meminta peserta didik untuk menuliskan
Dani Setiawan 45
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Grafik yang disajikan pada Gambar 4 dengan jumlah peserta yang memperoleh nilai
menunjukkan literasi TIK peserta didik tiap >= KKM baru 61 %. Peningkatan keterampilan
aspek pada setiap siklus sudah mengalami berpikir analitis juga masih termasuk kategori
peningkatan. Pada akhir siklus II sebagian rendah dengan nilai <g> 0,25.
besar peserta didik sudah terampil pada aspek Salah satu faktor yang menyebabkan belum
akses, mengintegrasi, menevaluasi, dan tercapainya target pada siklus I di antaranya
membuat. Aspek literasi TIK yang masih perlu adalah penerapan blended learning dengan
dilatih lagi yaitu aspek mengelola dan inquiry/discovery learning belum berjalan
mengkomunikasikan. Penguasaan literasi TIK optimal. Seperti diuraikan pada pembahasan
oleh peserta didik pada aspek mengelola baru sebelumnya, penerapan blended learning
mencapai 64% dan aspek mengkomunikasikan dengan inquiry/discovery learning yang
baru mencapai 67%. menuntut penguasaan perangkat TIK relatif
Peningkatan Keterampilan Berpikir Analitis baru diterapkan di kelas VIII-A SMPN 1
Penerapan tindakan blended learning Bulakamba. Peserta didik belum terbiasa
dengan inquiry/discovery learning pada siklus I memanfaatkan perangkat TIK berbasis internet
dan siklus II juga dapat membantu untuk mendukung kebutuhan belajar.
meningkatkan keterampilan berpikir analitis Partisipasi peserta didik pada kelas maya juga
peserta didik pada materi sistem pencernaan. masih relatih rendah. Hasil observasi keaktifan
Gambar 5 menunjukkan pencapaian rata-rata peserta didik pada kelas maya menunjukkan
nilai keterampilan berpikir analitis dan bahwa pada siklus I peserta didik yang aktif
persentase jumlah peserta didik yang mencapai memberikan pendapat dan jawaban pertanyaan
nilai >=70 pada pra tindakan, siklus I, dan diskusi (penerapan dan tindak lanjut) hanya 22
Siklus II. peserta. Peserta didik yang mengerjakan latihan
soal hanya 10 peserta. Faktor lain yang
berpengaruh adalah langkah inquiry/discovery
learning pada siklus I masih ada yang belum
berjalan optimal. Berdasarkan hasil observasi
pembelajaran pada pertemuan ke-2 dan ke- 3
diperoleh informasi bahwa langkah
merumuskan pertanyaan belum berjalan
optimal. Aktivitas merumuskan pertanyaan
oleh peserta didik belum terlihat hasilnya
karena LK yang disediakan oleh peneliti belum
memberikan space untuk menuliskan rumusan
pertanyaan yang dibuat.
Gambar 5 Grafik Rata-rata Nilai Keterampilan
Berpikir Analitis dan Persentase Peserta Pada siklus II penerapan tindakan blended
Didik Dengan Nilai >=70 learning dengan inquiry/discovery learning
sudah mengalami perbaikan. Seperti yang
Berdasarkan grafik pada Gambar 5 dapat sudah diuraikan pada pembahasan sebelumnya,
diketahui bahwa pencapaian rata-rata nilai perbaikan yang dilakukan oleh peneliti di
keterampilan berpikir analitis peserta didik dan antaranya adalah (1) meminta peserta didik
jumlah peserta didik yang memperoleh nilai >= untuk menuliskan username dan pasword kelas
70 setelah tindakan pada siklus I dan siklus 2 maya edmodo pada buku catatan; (2)
mengalami peningkatan. memotivasi peserta didik untuk aktif pada kelas
maya edmodo dengan menjawab pertanyaan-
Data yang disajikan pada Gambar 4 dan pertanyaan yang disajikan pada kiriman
Tabel 2 menunjukkan bahwa penerapan penerapan dan tindak lanjut; (3) memotivasi
blended learning dengan inquiry/discovery peserta didik untuk mengerjakan latihan soal
learning dapat membantu meningkatkan (kuis) yang disajikan di kelas maya; (4)
keterampilan berpikir analitis peserta didik meminta peserta didik untuk semangat berlatih
pada materi sistem pencernaan. Namun membuat laporan praktikum menggunakan
demikian, pencapaian hasil pada siklus I belum perangkat TIK seperti microsoft word; (5)
mencapai target yang ditetapkan. Rata-rata nilai membuat lembar diskusi dan lembar kerja yang
tes peserta didik pada siklus I baru mencapai 66
Dani Setiawan 46
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
dilengkapi dengan space untuk menulis [2] Restiyani, R., Juanengsih, N., & Herlanti,
rumusan pertanyaan dan beberapa pertanyaan. Y. 2014. “Profil Pemanfaatan Teknologi
Langkah perbaikan yang dilakukan peneliti Informasi Dan Komunikasi (TIK) Sebagai
berdampak positif terhadap hasil belajar peserta
Media dan Sumber Pembelajaran Oleh
didik. Berdasarkan Gambar 8, rata-rata nilai
hasil tes pada siklus II mecapai 71,22 dan Guru Biologi”. EDUSAINS, VI (01): 50-
peserta didik yang memperoleh nilai >= KKM 66.
mencapai 75%. Peningkatan keterampilan [3] Mendikbud RI. 2016. “Peraturan Menteri
berpikir peserta didik termasuk kategori Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24
sedang. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan
tindakan blended learning dengan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada
inquiry/discovery learning pada siklus II dapat
Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar
membantu meningkatkan keterampilan berpikir
analitis peserta didik. dan Menengah”.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil [4] Tawil, M., & Liliasari. 2013. Berpikir
penelitian yang dilakukan oleh Uswatun & Kompleks dan Implementasinya dalam
Rohaeti[8] dan Lestari, Sudarti, & Supriadi[9]. Pembelajaran IPA. Makasar: Badan
Penerapan pembelajaran berbasis inquiry oleh Penerbit UNM.
Uswatun & Rohaeti[8] dan penerapan discovery [5] Gay, L., Mills, G. E., & Airasian, P. 2012.
learning oleh Lestari, Sudarti, & Supriadi [9]
Educational Research: Competencies for
berpengaruh positif terhadap peningkatan
keterampilan berpkir kritis peserta didik. Analysis and Applications. Boston:
Kemdikbud RI [7] menyebutkan bahwa salah Pearson.
satu tujuan inquiry/discovery learning adalah [6] Eliana, E. D., Senam, Wilujeng, I., &
untuk membantu peserta didik mengembangkan Jumadi. 2016. “The Effectiveness of
keterampilan berpikir secara analitis. Project-Based E-Learning to Improve ICT
Simpulan Literacy”. Jurnal Pendidikan IPA
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Indonesia (JPII), 5(1): 51-55.
penerapan bllended learning dengan model [7] Kemdikbud RI. 2016. Panduan
inquiry/discovery learning dapat membantu Pembelajaran untuk Sekolah Menengah
meningkatkan literasi TIK dan keterampilan Pertama. Jakarta: Direktorat Pembinaan
berpikir analitis peserta didik kelas VIII-A Sekolah Menengah Pertama Kementerian
SMPN 1 Bulakamba pada materi sistem Pendidikan dan Kebudayaan.
pencernaan.
[8] Uswatun, D. A., & Rohaeti, E. 2015.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan “Perangkat Pembelajaran IPA Berbasis
kepada SEAMEO QITEP In Science yang telah Inkuiri Untuk Meningkatkan Critical
memberikan bantuan dana penelitian melalui Thinking Skills dan Scientific Attitude
program SEAQIS Research Grants tahun 2017. Siswa”. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 1
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada (2): 138-152.
Guru IPA di SMPN 1 Bulakamba, Bpk. [9] Lestari, T. W., Sudarti, & Supriadi, B.
Sumarno, S.Pd.,M.M., Ibu Dian Lestari, M.Pd.,
2015. “Pengaruh Model Pembelajaran
dan Ibu Sjamsiatun Sjah, S.Pd. yang telah
memberikan bantuan serta saran perbaikan Discovery Learning disertai Media Kartu
selama melakukan penelitian. Masalah terhadap Kemampuan Berpikir
Daftar Pustaka Kritis Siswa dan Hasil Belajar Siswa
[1] Kereluik, K., Mishra, P., Fahnoe, C., & dalam Pembelajaran IPA di SMPN 10
Terry, L. 2013. “What Knowledge Is of Jember”. ARTIKEL ILMIAH
Most Worth: Teacher Knowledge for 21st MAHASISWA, II (1): 1-4.
Century Learning”. Journal of Digital
Learning in Teacher Education, 29 (4):
127-140.
Dani Setiawan 47
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Da’watul Khoiroh
SMPN 5 Bangkalan, Jl. Cempaka 33, Bangkalan
E-mail: dawatulkhoiroh@gmail.com
ABSTRACT
This research is a classroom action research that aims to improve the concept mastery and critical thinking
skills of VIIH class students SMPN 5 Bangkalan on substance and its characteristics. This research was
conducted in the steps of the Kurt Lewin Model classroom action research cycle, which consists of four stages,
namely action plan, action, observation, and reflection. Student’s concept mastery in guided inquiry learning
has increased from Cycle I, with classical completeness was 82.14% and average gain was 0.76, in Cycle II,
classical completeness increased to 85.71% and the average gain was 0.78, and in Cycle III, classical
completeness increased to 92.86% and an average gain was 0.80. Likewise, students' critical thinking skills, in
Cycle I, average gain was 0.73 (g-high), in Cycle II the average gain increased slightly to 0.74, and in Cycle III
the average gain increased to 0.81. Thus, the hypothesis in this research action can be accepted, that with the
application of guided inquiry learning, the students’ concept mastery and critical thinking skills of class VIIH
SMPN 5 Bangkalan on the substance and its characteristics will increase. This can certainly be an input for
teachers to apply guided inquiry learning to other materials or even to other subjects.
Keywords: Guided Inquiry Learning, Concept Mastery, and Critical Thinking Skills.
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIIH SMPN 5 Bangkalan pada materi pokok zat dan karakteristiknya.
Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan tahapan dan siklus penelitian tindakan kelas Model Kurt Lewin, yang
terdiri dari empat tahap, yaitu rencana tindakan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penguasaan konsep siswa
setelah melalui pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan dari Siklus I, dengan ketuntasan
klasikal sebesar 82,14 % dan rata-rata gain sebesar 0,76, pada Siklus II, ketuntasan klasikal meningkat menjadi
85,71 % dan rata-rata gain sebesar 0,78, dan pada Siklus III, ketuntasan klasikal meningkat menjadi 92,86 %
dan rata-rata gain sebesar 0,80. Begitu juga keterampilan berpikir kritis siswa, pada Siklus I, rata-rata gain
sebesar 0,73 (g-tinggi), pada Siklus II rata-rata gain mengalami sedikit peningkatan menjadi 0,74, dan pada
Siklus III rata-rata gain meningkat menjadi 0,81. Dengan demikian, hipotesis tindakan dalam penelitian ini
dapat diterima, yaitu bahwa dengan penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing, maka penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIIH SMPN 5 Bangkalan pada materi pokok zat dan karakteristiknya
akan mengalami peningkatan. Hal ini tentu bisa dijadikan masukan bagi guru untuk menerapkan pembelajaran
inkuiri terbimbing pada materi lain atau bahkan pada mata pelajaran yang lain.
Kata kunci: Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Penguasaan Konsep, dan Keterampilan Berpikir Kritis.
Da’watul Khoiroh 48
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
demikian, inkuiri juga membantu siswa menguasai konsep yang telah diajarkan hingga
mencapai tujuan produk yang penting, yaitu masih membutuhkan proses remedial 2 (dua)
mencari hubungan antar ide yang berbeda, hingga 3 (tiga) kali untuk mencapai ketuntasan.
karena kebanyakan materi ajar mengandung Oleh karena itu, pembelajaran inkuiri
topik yang berisi sebab akibat. Hasilnya, siswa terbimbing memungkinkan untuk dapat
merumuskan suatu generalisasi, yang diterapkan di SMP, termasuk SMP Negeri 5
sebenarnya beberapa generalisasi lebih valid Bangkalan. Melalui pembelajaran ini, peserta
dari generalisasi yang lain. Bersamaan dengan didik tidak hanya memperoleh pengalaman dan
peningkatan proses berpikir siswa, keterampilan yang dapat diterapkan sendiri
kemampuannya menilai validitas generalisasi dalam kehidupan sehari-hari, namun juga
akan berkembang. Hal ini menunjukkan eratnya memberi harapan kepada peserta didik untuk
hubungan antara tujuan produk dan tujuan memahami konsep-konsep IPA secara
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berpikir mendalam, sehingga proses pembelajaran
kritis (Kardi, 2003)[2]. menjadi lebih bermakna. Dengan demikian
Dengan inkuiri, siswa juga belajar harapan untuk meningkatkan penguasaan
memecahkan masalah secara mandiri dan konsep dan keterampilan berpikir kritis bagi
keterampilan berpikir kritis karena mereka peserta didik lebih terbuka lebar.
harus selalu menganalisis dan menangani Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
informasi. Menurut Scriven & Paul (1992)[3], peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
berpikir kritis merupakan proses intelektual tentang “Upaya Meningkatkan Penguasaan
yang dengan aktif dan terampil Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
mengkonseptualisasi, menerapkan, Kelas VIIH SMPN 5 Bangkalan Melalui
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi
informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan Pokok Zat dan Karakteristiknya”.
dari pengamatan, pengalaman, refleksi, Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
penalaran, atau komunikasi, untuk memandu maka masalah pada penelitian ini dirumuskan
keyakinan dan tindakan. Tahap-tahap dalam sebagai berikut:
pembelajaran inkuiri akan mampu melatihkan 1. Bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran
keterampilan berpikir kritis siswa, yang pada inkuiri terbimbing di kelas VIIH SMPN 5
akhirnya dapat meningkatkan penguasaan Bangkalan pada materi pokok zat dan
konsep. karakteristiknya?
Berdasarkan teori perkembangan 2. Apakah melalui pembelajaran inkuiri
intelektual Piaget, siswa SMP (usia 11 – 15 terbimbing dapat meningkatkan penguasaan
tahun) berada pada tahap operasi formal awal, konsep siswa kelas VIIH SMPN 5
sehingga pembelajaran yang mungkin Bangkalan pada materi pokok zat dan
diterapkan bukanlah pembelajaran inkuiri karakteristiknya?
murni, melainkan menggunakan pembelajaran 3. Apakah melalui pembelajaran inkuiri
inkuiri terbimbing. Dalam hal ini, guru terbimbing dapat meningkatkan
berperan sebagai fasilitator dan memberikan keterampilan berpikir kritis kelas VIIH
bantuan seperlunya. SMPN 5 Bangkalan pada materi pokok zat
Fakta di lapangan menunjukkan dan karakteristiknya?
pembelajaran IPA lebih bersifat teacher- 4. Bagaimanakah respon siswa setelah
centered. Peserta didik hanya mempelajari IPA pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas
sebagai produk, menghafalkan konsep, teori VIIH SMPN 5 Bangkalan pada materi
dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pokok zat dan karakteristiknya?
pembelajaran yang berorientasi pada tes atau Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ujian. Di samping itu, dalam kegiatan ini adalah:
pembelajaran masih ada peserta didik yang 1. Untuk mengetahui keterlaksanaan
hanya diberi pengetahuan secara lisan atau pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas
ceramah sehingga peserta didik menerima VIIH SMPN 5 Bangkalan pada materi
pengetahuan secara abstrak (hanya pokok zat dan karakteristiknya.
membayangkan) tanpa mengalami sendiri. 2. Untuk mengetahui peningkatan penguasaan
Misalnya di kelas VIIH, setiap pembelajaran, konsep siswa kelas VIIH SMPN 5
siswa masih mengalami kesulitan dalam Bangkalan pada materi pokok zat dan
Da’watul Khoiroh 49
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Refleksi
secara deskriptif, yakni dengan menggunakan
Siklus 2
Observasi
ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal.
(Jumlah % semua indikator)
Pelaksanaan
Tindakan
% Ketuntasan individual
(Jumlah indikator)
(Jumlah siswa yang tuntas)
Rencanaan Tindakan
% Ketuntasan klasikal x100%
Refleksi (jumlah seluruh siswa)
Siklus N
Observasi
Pelaksanaan
Tindakan
Tes keterampilan berpikir kritis dilakukan
melalui pretest dan posttest, yang berbentuk
Gambar 1. Tahapan dan Siklus Penelitian Tindakan soal uraian (essay). Teknik yang digunakan
Kelas Model Kurt Lewin (Suyanto dkk,
adalah teknik Normalized gain, dimana
2005) [4]
untuk mengetahui nilai g (Normalized gain)
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – dari masing-masing siswa dengan rumus
September 2017. Lokasi penelitian bertempat di Hake (Savinainen & Scott, 2002) [5]sebagai
SMP Negeri 5 Bangkalan, Jl. Cempaka 33 berikut:
Bangkalan, dengan subyek penelitian sebanyak
Da’watul Khoiroh 50
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Da’watul Khoiroh 51
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari hasil
penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan
ini adalah bahwa melalui pelaksanaan
Gambar 2. Grafik Ketuntasan Klasikal Hasil Tes pembelajaran inkuiri terbimbing, penguasaan
Penguasaan Konsep. konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa
kelas VIIH SMP Negeri 5 Bangkalan pada
Gambar 3 berikut menunjukkan grafik materi pokok zat dan karakteristiknya
peningkatan pada hasil tes keterampilan mengalami peningkatan.
berpikir kritis siswa dari Siklus I hingga Siklus
III.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
SEAMEO QITEP In Science atas kesempatan
yang diberikan kepada peneliti untuk
mendapatkan hibah penelitian tahun 2017, yang
berupa dukungan finansial dan keikutsertaan
dalam kegiatan publikasi atau diskusi yang
bermanfaat bagi peneliti pada khususnya.
Da’watul Khoiroh 52
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
ABSTRACT
The background of this research was the lack of experiment learning of vocational student. This caused
the lack of scientific process skill and critical thinking skill. Scientific thinking skill not only build motoric
skill but also guide and train the student to think criticaly. Considering the interest of the student doing
their work at the workshop, researcher design learning oriented by planing and design project to train
critical thinking skill. Student often use cellular phone secretly, it will distract their concentration , but in
this case teacher must decide what to do wisely, whether she would forbide the use of cell phone in the
class or use it as learning tool. The reseacher decide to use it as learning tool on hands on activity
project to train and increase critical thinking skill by optimizing the using of camera in cellular phone.
The learning process will bring so much fun for the student and also increase the critical thinking skill.
The research use one group pre test post test to see the differences of ctitical thinking skill level before
and after learning process. The result of the research shows improvement on the critical skill level of the
student after learning process until reach the relational stage. the conclusion of the research is learning
process oriented with planing and design project by optimizing the using of cellphone camera will
increase the dritical thinking skill level.
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan di lapangan bahwa lulusan SMK kurang sekali melakukan
eksperimen, sehingga proses berpikir sains dan berpikir kritisnya pun kurang. Keterampilan berpikir sain
tidak hanya membentuk keterampilan motorik tetapi juga kognitif yang nantinya akan membimbing dan
melatih siswa siswa untuk berpikir kritis. Melihat minat siswa yang bersemangat saat melakukan kerja
bengkel maka peneliti merancang pembelajaran yang berorientasi pada merancang dan mendesain
proyek. Alasan berikutnya mengapa telepon selular? hal ini terkait seringnya siswa secara sembunyi-
sembunyi menggunakan teleponnya selama pembelajaran berlangsung, hal ini akan mengganggu
konsentrasi siswa pembelajaran. Dalam hal ini guru dituntut bijaksana dalam memutuskan apakah akan
menghilangkan peran telepon selular dalam pembelajaran atau malah akan mengoptimalkan alat
tersebut. Oleh sebab itu maka peneliti akan mengoptimalkan pembelajaran yang menekankan hands on
activity dan menggunakan telepon selular. Muncullah pembelajaran dengan planing and design alat
yang berorientasi pada pengoptimalan penggunaan kamera telepon selular dengan harapan bahwa
pembelajaran ini akan membawa dampak meningkatnya taraf berpikir kritis siswa serta memberikan
suasana belajar yang lebih menyenangkan bagi siswa. Penerapan pembelajaran yang dikembangkan
pada penelitian ini menggunakan metode one group pretest posttest design. Hasil penelitian
menunjukkan ada peningkatan taraf berpikir kritis sesudah pembelajaran dibandingkan sebelum
pembelajaran. Ketuntasan berpikir kritis mencapai taraf berpikir kritis sesuai dengan taksonomi solo
termasuk dalam kriteria relational. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
berorientasi planing and design alat dengan menggunakan kamera telepon selular adalah baik untuk
diterapkan dalam pembelajaran guna meningkatkan taraf berpikir kritis siswa.
Deasy Irawati 54
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Deasy Irawati 55
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
be justified (having good supporting evidence). 5. Beri siswa model peran pemikir yang positif
Menurut Ennis (1993) Critical thinking is dan kritis. Misalnya dengan mengundang ke
reasonable reflective thinking focused on dalam kelas tokoh-tokoh intelektual yang
deciding what to believe or do. Berpikir kritis terkenal memiliki pemikiran posotif dan
dipengaruhi beberapa faktor, seperti latar sangat kritis untuk menunjukkan kepada
belakang kepribadian, kebudayaan, dan juga siswa bagaimana cara berpikir efektif.
emosi seseorang. Berpikir kritis berarti melihat 6. Guru harus mampu menjadi model peran
secara skeptisal terhadap apa yang telah pemikir yang positif bagi siswa. guru harus
dilakukan dalam kehidupan. Berpikir kritis juga memperlihatkan bahwa ia adalah seorang
berarti usaha untuk menghindarkan diri dari ide pemikir yang aktif, positif, kritis, serta selalu
dan tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan. ingin tahu (Desmita, 2009).
Cara mengajarkan keterampilan berpiir
kritis Santrock (2008) dalam Desmita (2009) Metode
mengajukan beberapa pedoman bagi guru dalam Penelitian ini termasuk jenis Pre test
membantu peserta didik mengembangkan dan post testgroup design. Subjek implementasi
keterampilan berpikir kritis, yaitu: penelitian pada 4 kelas pada kelas XI yang
1. Guru harus berperan sebagai pemandu diambil secara acak. Penelitian dilaksanakan di
siswa dalam menyusun pemikiran SMK Negeri 3 Buduran Sidoarjo pada semester
mereka sendiri. Guru yang berperan ganjil 2017-2018.Pada penelitian ini digunakan
sebagai pemandu dalam membantu model pengembangan Dick and Carey (1985).
siswa menyusun pemikiran mereka
sendiri harus menghargai pertanyaan Hasil dan Pembahasan
siswa, memandang siswa sebagai
pemikir yang membawa teori baru Di bawah ini adalah grafik peningkatan
tentang dunia, memahami sudut kemampuan berpikir kritis siswa pre test dan
pandang siswa, mendorong siswa post test. Dibandingkan sebelum pembelajaran
malakukan elaborasi jawabannya, dan nampak adanya peningkatan taraf berpikir kritis
memperkuat rasa ingin tahu siswa. siswa sesuai dengan yang tertera pada grafik.
Guru tidak boleh memandang pikiran
siswa sebagai wadah kosong dan
menganggap dirinya berperan sebagai
penuang informaasi ke pikiran siswa,
terlalu mengandalkan buku wajib, dan
hanya mencari jawaban yang benar
untuk memvalidasi pembelajaran siswa.
2. Menggunakan pertanyaan yang berbasis
pemikiran. Dalam pertanyaan berbasis
pemikiran, guru mengajukan
pertanyaan yang menstimulasi
pemikiran dan diskusi. Pertanyaan-
pertanyaan berbasis pemikiran yang Grafik 5.1 Penilaian Produk Berpikir Kritis
dimasukkan dalam pengajaran akan
membantu siswa mengkonstruksi Dari grafik tampak adanya peningkatan kriteria
pemahaman terhadap suatu topik secara berpikir kritis siswa dari sebelum pembelajaran
lebih mendalam. dibandingkan setelah pembelajaran. Hal ini juga
3. Bangkitkan rasa ingin tahu intelektual disebutkan dalam Alfi (2011) menyatakan
siswa. Dorong siswa untuk bertanya bahwa hasil belajar keterampilan berpikir kritis
merenungkan, menyelidiki, dan menunjukkan bahwa rata-rata taraf berpikir
meneliti. siswa mencapai berpikir kritis setelah dilakukan
4. Libatkan siswa dalam perencanaan dan pembelajaran yang melibatkan siswa secara
strategi. Bekerjasamalah dengan siswa aktif. Ada 20% dari siswa pada kelompok uji
dalam menyusun rencana, menentukan coba belum mencapai berpikir kritis namun
tujuan, mencari arah yang tepat dan sudah menunjukkan peningkatan taraf berpikir
mencapai hasil. kritis daripada saat sebelum pembelajaran. Hal
Deasy Irawati 56
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
senada juga disebutkan Rehorek (2004:498) terhadap materi ajar yang bisa dilihat dari hasil
pada riset yang berdasarkan laboratoriun sains, angket respon siswa. Hal ini menyebabkan
perkembangan kemampuan proses sains ketuntasan belajar juga tinggi. Menurut Nur
menyebabkan siswa mampu membangun dan (2008) ketertarikan siswa terhadap materi ajar
memecahkan masalah, berpikir kritis, merupakan motivasi intrinsik. Sesuai teori
memutuskan dan menemukan jawaban dari rasa motivasi bahwa ketertarikan ini akan
ingin tahunya bukan hanya mengingat konsep. meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Qing
(2010:1434) menyatakan bahwa ada
peningkatan berpikir kritis saat pendekatan
pembelajaran secara aktif dilakukan,seperti
inkuiri.
Deasy Irawati 57
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
meningkatkan kesenangan dalam belajar, letaknya, tidak bergeser dari kamera telepon,
meningkatkan keberhasilan dalam belajar bisa saja memakai jepit rambut, lakban serta
bahkan meningkatkan prosentase kedatangan isolasi. Baterai telepon juga harus diperhatikan
mereka di kelas, gangguan pembelajaran karena jangan sampai habis sebelum selesai
penggunaan telepon selular dalam kelas tidak pengambilan gambar. Kamera telepon sering
teramati. (Tessier, 2013) juga mengembun, biasanya terkena air dari
manipulasi objek.
grafik kemampuan proses tampak Siswa harus diberikan pengertian tetap
bahwa seluruh siswa telah melampaui nilai 75 menjaga kelestarian alam dan tidak membunuh
untuk keseluruhan tugas kinerja. Rincian tugas binatang pada saat pengambilan gambar, dalam
kinerja lainnya nampaknya mudah dilakukan kegiatan ini pun siswa dilatih mentalnya sebab
oleh siswa, hal ini berkaitan dengan rincian sering pula ditertawakan orang karena
tugas kinerja tersebut dilakukan siswa juga di pengambilan gambar yang dianggap konyol.
bengkel mereka masing-masing. Siswa terlihat Harus diwaspadai pula jangan sampai siswa
berminat dengan cara pembelajaran yang tersengat atau digigit binatang yang berbahaya
dilakukan hal ini terlihat dari tingginya akibat mengganggu kelangsungan hidup
ketuntasan siswa serta ketercapaian tiap rincian binatang binatang kecil yang dijadikan objek
tugas belajar. Hal senada juga diungkapkan oleh foto. Indeks bias lensa mempengaruhi hasil foto,
Ryan dan Quinn dalam Kasbool (1998:104) kejernihan lensa juga mempengaruhi. Saat
melaporkan bahwa perkuliahan yang pengambilan gambar, tangan siswa gemetar
memberikan tugas melengkapi perancangan sehingga gambar buram.
spesifik meningkatkan jumlah siswa yang Siswa belum terbiasa mengambil gambar obyek
tertarik pada mata kuliah tersebut serta kecil dan bergerak, sehingga siswa memerlukan
meningkatkan hasil evaluasi siswa. pelatihan sebelum melakukan kegiatan.
Pencahayaan juga sering menjadi masalah. Hal
ini disebabkan fokus terlalu dekat sehingga
menghalangi cahaya yang masuk.
Pada saat pembuatan alat mikroskop
sederhana siswa tidak memperhatikan jenis
lensa yang digunakan. Beberapa mampu
memberikan inovasinya pada alat tersebut tetapi
yang lainnya memerlukan bimbingan lebih
lanjut untuk membuat alat yang mempunyai
Grafik 5.5 Penilaian Psikomotor Berpikir Kritis fungsi yang sempurna.Kekurangan pencahayaan
pada alat bisa diatasi dengan cara pemberian
Hambatan dan Tindak Lanjut cahaya dari lampu semipermanen bertenaga
baterai ataupun memakai adaptor.
Siswa belum mampu menguasai kamera Pembelajaran dengan melibatkan
seluler mereka, hal ini disebabkan oleh telepon selular pada dasarnya membuat
kurangnya eksplorasi fungsi kamera selular pembelajaran student-centered semakin
terutama pada fungsi exposure serta angle yang mungkin, karen hal ini memungkinkan siswa
tepat untuk mendapatkan pencahayaan yang mengakses dan mentransferkan informasi yang
tepat. Fokus pada lensa tambahan hanya mereka butuhkan dalam membangun keahlian
terpusat pada tengah, terbatas depth of field nya, serta pengetahuan yang mereka butuhkan
hal ini menyebabkan tangkapan gambar yang sehingga nantinya tujuan pembelajaran akan
fokus hanya bagian tengah layar telepon selular tercapai (Valk, 2010), dalam hal ini peneliti
sehingga sekitarnya kabur. Lensa tambahan berusaha mengguanakan fitur kamera pada
sangat pendek fokusnya, sehingga akan susah kamera selular sehingga siswa dapat
untuk mengambil gambar dari obyek yang mempelajari karakteristik lensa serta kamera
hidup atau bergerak. telepon selular sehingga tujuan pembelajaran
Hal yang harus diperhatikan saat optik mampu dikuasai oleh siswa.
pengambilan gambar adalah, persiapan alat Pembuatan alat tepat guna seperti ini
sederhana yang bisa dipakai untuk menyanggah membuat siswa lebih kreatif dan mampu
kedudukan lensa tambahan supaya tetap berpikir lebih kreatif untuk memanfaatkan
Deasy Irawati 58
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
bahan bahan bekas pakai sehingga barang memanfaatkan fitur kamera telepon selular
barang tersebut masih mempunyai fungsi lanjut mampu meningkatkan kemampuan berpikir
yang lebih berguna daripada sebelumnya. kritis siswa.
Penggunaan lensa yang mempunyai jari
jari kelengkungan yang berbeda beda Ucapan Terima Kasih
mempengaruhi jarak dari tiap fokus lensa, Tentu
juga kualitas kejernihan lensa akan juga Terimakasih kepada Qitep In Science
mempengaruhi kualitas gambar yang dihasilkan. atas program research grant yang telah
Tentunya kualitas gambar yang mendanai penelti melakukan penelitian ini.
dihasilkan dari mikroskop yang dibuat ini jauh Terimakasih kepada SMKN 3 Buduran Sidoarjo
dari mikroskop yang ada di pasaran, tetapi dari yang telah memberikan kesempatan penelkti
pengalaman merencanakan dan merancang melakukan penelitian ini.
mikroskop ini siswa mampu mempelajari
prinsip kerja alat optik terutama mikroskop. Daftar Pustaka
Dari latar belakang dan harapan di atas
maka guru hendaknya dapat menemukan, 1. Anderson, Jonathan. 2010. ICT
merancang dan melaksanakan pembelajaran Transforming Education. Bangkok:
sains yang sesuai dengan prinsip –prinsip kunci UNESCO Bangkok
yang diajukan oleh (Reisser, 2007) sebagai 2. Anglin, Gary J. (edit). 2011. Instructional
berikut: Technology: Past, Present, and Future,
1. fokus pada pemahaman penguasaan konsep Third Edition. Santa Barbara: Libraries
yang mendalam Unlimites
2. menciptakan lingkungan belajar yang 3. Archambault. (2008). The Effect of
berpusat pada siswa Developing Kinematics Concepts
3. menggunakan teknologi untuk Graphically problem Solving Tecniques.
menciptakan lingkungan, menyediakan Arizona: Arizona State University.
peralatan baru untuk para siswa dan 4. Baker, R. (2000). Undergraduate agriculture
meningkatkan pemahaman mereka. student learning styles and critical thinking
4. mendesain transfer belajar abilities: is there a relationship? Journal of
5. melakukan kajian belajar dalam setting agriculture education , 41 (3), 2-12.
dunia nyata bukan di laboratorium 5. Ciri-ciri Perilaku Produktif.
http://resthoe.blogspot.com/2013/03/ciri-
Dari beberapa kondisi yang telah ciri-perilaku-produktif.html
disebutkan menjadi landasan yang tepat bagi 6. D.I Yulianti, D. Y. (2011). Pembelajaran
guru untuk memilih pembelajaran merancang Fisika Berbasis Hands On Activities untuk
dan merencanakan alat yang dituangkan dalam Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis
suatu proyek dengan menggunakan piranti dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
terkini yang menjadi pendamping siswa dalam SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia ,
melakukan aktifitas rutin sehari –hari. Karena 7, 23-27.
itulah pembelajaran yang berorientasi pada 7. Ennis, R. H. (1993). Critical Thinking
merencanakan dan merancang mikroskop Assesment. Theory into Practice , 32, 180.
dengan pengoptimalan kamera telepon selular 8. http://c.ymcdn.com/sites/aect.site-
akan sangat tepat untuk menjawab tantangan ym.com/resource/resmgr/AECT_Document
kondisi masa depan, terutama dalam melatih s/ AECT_Standards_adopted7_16_2.pdf
berpikir kritis siswa karena dalam pembelajaran
yang aktif siswa mengambil informasi seiring 9. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerja_Sama_E
dengan mengerjakan proyek (Valk, 2010) konomi_Asia_Pasifik
10. http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Per
Simpulan dagangan_Dunia
11. Ibrahim, C. a. (2009). An experiment
Berdasarkan hasil analisis dan inusing SMS to Support learning new
pembahasan dapat disimpulkan bahwa english words. British Journal of
pembelajaran yang berorientasi pada Educational Technology, , 78-91.
merencanakan dan merancang alat dengan
Deasy Irawati 59
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Deasy Irawati 60
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Dedy Iswanto
SMK Diponegoro Lebaksiu, Jalan Raya Dukuhlo – Lebaksiu Kabupaten Tegal
ABSTRACT
The aim of this research is to describe the increase of problem solving in GMB through inquiry learning with
the help of interactive television for class X students of SMK Diponegoro Lebaksiu. The method of research is
classroom action research. The steps are planning, acting, observing and reflecting. The results are the
implementation of inquiry learning with the help of interactive television can improve problem solving skills
of students in GMB matter. It has proven with the increase of learning results from 47% to 64% at first cycle
and reach 78% at second cycle.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan besarnya peningkatan kemampuan pemecahan masalah
fisika pada materi Gerak Melingkar Beraturan melalui Strategi Pembelajaran Inkuiri berbantuan media TV
Interaktif pada siswa kelas X SMK Diponegoro Lebaksiu. Prosedur penelitian berbentuk Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) yang terdiri dari beberapa siklus. Dengan langkah-langkah penelitian tersebut terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa
penerapan strategi pembelajaran Inkuiri berbantuan media TV Interaktif dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah fisika materi Gerak Melingkar Beraturan pada siswa kelas X TKR 2 SMK Diponegoro
Lebaksiu tahun pelajaran 2017/2018. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan hasil belajar dengan
penerapan strategi pembelajaran Inkuiri berbantuan media TV Interaktif dari ketuntasan klasikal 47% pada
kondisi awal menjadi 64% pada siklus I, dan menjadi 78% pada siklus II.
Kata kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah, Strategi Pembelajaran Inkuiri, media TV Interaktif
Dedy Iswanto 62
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil pada siklus II. Untuk lebih jelasnya, berikut
belajar dengan penerapan strategi pembelajaran disajikan grafik peningkatan aktivitas dan hasil
Inkuiri berbantuan media TV Interaktif dari belajar fisika dari kondisi awal, siklus I, dan
ketuntasan klasikal 47% pada kondisi awal siklus II.
menjadi 64% pada siklus I, dan menjadi 78%
Dedy Iswanto 63
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
ABSTRACT
Science learning in 4th SD Negeri Rogomulyo 02is not optimal yet because it has not oriented on process skill
and has not used interesting media. This has an impact on the low motivation and student learning outcomes.
The results of daily IPA test show that there are 63% unfinished and only 37% of students who complete in
learning in reaching limited score 60. On the basis of that fact, researchers solve problems through PINTER
(Learning Inquiry of Integrated Character) with BUDI (Digital Book) in an effort improve the science learning
outcomes of fourth graders of Rogomulyo 02 State Elementary School. The general purpose of this research is
to describe the application of learning through PINTER with BUDI in improving science learning outcomes of
fourth graders of Rogomulyo 02 State Element. The specific objectives of this research are 1) learning science
through PINTER with BUDI on students, 2) knowing the character values in science learning through PINTER
with BUDI in grade 4th SD Negeri Rogomulyo 02, 3) improving science learning outcomes through PINTER
with BUDI in fourth grade students of SD Negeri Rogomulyo 02 The research design is carried out by
classroom action research through e the four stages of planning, action, observation, and reflection. This
research was conducted in 3 (three) cycles. The conclusion of this research is science learning through PINTER
with BUDI can improve teacher skill, student character and student learning result.
Keywords: teacher skills, character, learning outcomes, PINTER, BUDI
ABSTRAK
Pembelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Rogomulyo 02 belum optimal karena belum berorientasi pada
keterampilan proses dan belum menggunakan media yang menarik. Hal tersebut berdampak pada rendahnya
motivasi dan hasil belajar siswa. Hasil ulangan harian IPA menunjukkan bahwa terdapat 63 % yang tidak
tuntas dan hanya 37 % siswa yang tuntas dalam pembelajaran dalam mencapai KKM 60. Atas dasar kenyataan
itu, peneliti memecahkan masalah melalui PINTER (Pembelajaran Inkuiri Terintegrasi Karakter) dengan BUDI
(Buku Digital) sebagai upaya meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Rogomulyo 02. Tujuan
umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran melalui PINTER dengan BUDI
dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Rogomulyo 02. Tujuan khusus penelitian ini
yaitu: 1) meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA melalui PINTER dengan BUDI pada siswa,
2) mengetahui nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPA melalui PINTER dengan BUDI pada siswa kelas IV
SD Negeri Rogomulyo 02, 3) meningkatkan hasil belajar IPA melalui PINTER dengan BUDI pada siswa kelas
IV SD Negeri Rogomulyo 02. Rancangan penelitian dilaksanankan dengan penelitian tindakan kelas melalui
empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 (tiga)
siklus. Simpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran IPA melalui PINTER dengan BUDI dapat
meningkatkan keterampilan guru, karakter siswa dan hasil belajar siswa.
Eka Yudha 65
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Eka Yudha 66
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Eka Yudha 67
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Simpulan
100 Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas
90 dalam pembelajaran IPA melalui PINTER
80
70 dengan BUDI pada siswa kelas IV SDN
60
50 Rogomulyo 02 dapat disimpulkan sebagai
40
30 berikut:
20
10 1. Keterampilan guru dalam pembelajran IPA
0 melalui PINTER dengan BUDI dapat
Pra Siklus Siklus I Siklus II Siklus III
ditingkatkan, hal ini dibuktikan dengan
hasil observasi pada tiap siklus yaitu siklus
Gambar 3. Peningkatan hasil belajar Pra SIklus, I skor 28 dengan kriteria baik, siklus II skor
Siklus I, II, dan III 32 dengan kriteria baik dan siklus III skor
37 dengan kriteria sangat baik.
Pada pra siklus ketuntasan belajar hanya 2. Karakter siswa dalam pembelajaran IPA
mencapai 37 % atau 7 dari 19 siswa, dengan melalui PINTER dengan BUDI dapat
rerata nilai 63. Hal inilah yang melatar ditingkatkan, hal ini dibuktikan dengan
belakangi dilaksanakan penelitian ini. Pada hasil observasi tiap siklus menunjukkan
siklus I terjadi kenaikan ketuntasan belajar pada siklus I skor 23,2 dengan kriteia
menjadi 58 % atau 11 dari 19 siswa dengan cukup, siklus II skor 25 dengan kriteria
rerata 55. Karena belum mencapai indikator baik, dan siklus III skor 28,8 dengan
keberhasilan ketuntasan minimal sebesar 85 kriteria baik.
%, maka dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II 3. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA
terjadi peningkatan menjadi 79 % atau 15 dari melalui PINTER dengan BUDI dapat
19 siswa, dengan rerata nilai 67. Meskipun ditingkatkan, siklus I ketuntasan belajar
sudah terjadi peningkatan pada siklus II, akan sebesar 58 % (11 dari 19 siswa) dengan rerata
tetapi belum mencapai ketuntasan minimal nilai 55, siklus II sebesar 79 % (15 dari 19
Eka Yudha 68
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
siswa) dengan rerata 67, dan siklus III sebesar [2] Arikunto, Suharsimi dkk. 2009.
89 % (17 dari 19 siswa) dengan rerata 72. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :
Sesuai hasil penelitian di atas, maka hipotesis Bumi Aksara
tindakan terbukti bahwa penerapan PINTER
[3] Damayanti, Ida dan Mintohari. 2014.
dengan BUDI dalam pembelajaran IPA dapat
Penerapan Model Inkuiri untuk
meningkatkan keterampilan guru, karakter
Meningkatkan Hasil Belajar Mata
siswa dan hasil belajar siswa kelas IV SDN
Pelajaran IPA Sekolah Dasar. (Artikel
Rogomulyo 02.
hasil penelitian diunduh dari
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/article
Ucapan Terima Kasih
/15812/18/article.pdf pada pukul 18.45
Ucapan terima kasih, peneliti tanggal 14 April 2017.
sampaikan kepada Seameo Qitep in Science [4] Darmansyah. 2006. Teknik Belajar yang
yang telah memberikan hibah untuk Menyenangkan. Jakarta : Rineka Cipta
melaksanakan penelitian tindakan kelas di
SDN Rogomulyo 02. Selain itu, terima kasih [5] Djaafar.2001. Belajar dan Pembelajaran
juga peneliti haturkan kepada kepala SDN . Jakarta Erlangga
Rogomulyo 02 yang telah memberikan izin [6] Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar
untuk melaksanakan penelitian dan rekan- Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara
rekan guru yang telah membantu jalannya
penelitian. [7] Kustandi, Cecep dan Bambang Sutjipto.
2011. Media Pembelajaran. Jakarta:
Daftar Pustaka Ghalia Indonesia
[1] Aqib, Zaenal dkk. 2010. Penelitian
Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Media
Eka Yudha 69
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
ABSTRACT
The results of the 4th grade of SDN RRI Cisalak have not fulfilled the minimum standard capability value, due
to the teacher centered learning process and only using the written appraisal. In the 2013 Curriculum the
student centered and Authentic assessment. The study aimed to improve the grade 4 learning process and its
assessment. The learning strategy used inquiry-based learning, with the development of authentic assessment
instruments. The research was conducted at SDN RRI Cisalak, Depok. The research subjects of 4B students
amounted to 30 students. The research design used Classroom Action Research. The result of the research
proved the result of learning the cognitive aspect and the students' learning completeness in each cycle there
was improvement. Pre learning cycle average score 61,83 <70 (KKM) and learning completeness 30% <85%,
cycle 1 average score 77,50 and mastery learning 73% <85%, cycle 2 average score 82,33 and mastery
learning 83%, and 3rd cycle average score 88.50 and 100% complete learning. Thus the increase in the
competence of students before and after inquiry-based learning N-Gain = 0.70 is included in the high category.
Assessment of learning outcomes of students' awareness toward the environment around pre-cycle schools
average score of 7.83 (starting notice) and cycle 1, 2 , 3 there is an increase in average score of 9.30 (cultivate).
Cycle 2 student activity in pratikum composting seen from aspects of discipline, cooperation, responsibility, and
caring average of good category.Cycle 3 student activity in pratikum plant red ginger average average score of
good category.Assisting result of learning skill average of 82,2 and mastery learning 100% It is concluded that
inquiry-based learning with development of authentic assessment instrument can improve process and study
result of science subject to the care of 4th grade living creature at SDN RRI Cisalak.
Keywords: inquiry based learning, authentic assessment, learning process, student learning outcomes
ABSTRAK
Hasil belajar siswa kelas 4 SDN RRI Cisalak belum memenuhi nilai standar kemampuan minimal, disebabkan
proses pembelajaran teacher centered dan hanya menggunakan penilaian tertulis. Dalam Kurikulum 2013
menggunakan pendekatan student centered dan Penilaian Autentik. Tujuan penelitian untuk memperbaiki
proses pembelajaran kelas 4 dan penilaiannya. Strategi pembelajaran yang digunakan pembelajaran berbasis
inkuiri, dengan pengembangan instrumen penilaian autentik. Penelitian dilaksanakan di SDN RRI Cisalak,
Depok. Subyek penelitian siswa kelas 4B berjumlah 30 siswa. Rancangan Penelitian menggunakan Penelitian
Tindakan Kelas. Hasil penelitian membuktikan hasil belajar aspek kognitif dan ketuntasan belajar siswa
masing-masing siklus ada peningkatan. Pra siklus hasil belajar nilai rata-rata 61,83<70 (KKM) dan ketuntasan
belajar 30 %<85 %, siklus 1 nilai rata-rata 77,50 dan ketuntasan belajar 73 %< 85 %, siklus 2 nilai rata-rata
82,33 dan ketuntasan belajar 83 %, dan siklus 3 nilai rata-rata 88,50 dan ketuntasan belajar 100 %. Dengan
demikian peningkatan kompetensi siswa sebelum dan sesudah pembelajaran berbasis inkuiri N-Gain =0,70
termasuk kategori tinggi.Penilaian hasil belajar sikap kepedulian siswa terhadap lingkungan sekitar sekolah
pra siklus rata-rata skor 7,83 (mulai terlihat ) dan siklus 1, 2, 3 ada peningkatan rata-rata skor 9,30
(membudaya ). Siklus 2 aktivita siswa dalam pratikum pembuatan kompos dilihat dari aspek
kedisiplinan,kerjasama, tanggung jawab, dan peduli rata-rata kategori baik.Siklus 3 aktivitas siswa dalam
pratikum menanam jahe merah rata-rata kategori baik. Penilaian hasil belajar keterampilan skor rata-rata
82,2 dan ketuntasan belajar 100 %. Disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dengan pengembangan
instrumen penilaian autentik dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA tema peduli terhadap makhluk
hidup kelas 4 di SDN RRI Cisalak.
Kata Kunci: pembelajaran berbasis inkuiri, penilaian autentik, proses belajar, hasil belajar siswa
Pendahuluan
Eko Agusnehing 70
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Latar belakang penelitian ini, sesuai proses dan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD,
Standar Nasional Pendidikan pada pasal 19, meningkatkan kompetensi guru dalam
ayat 1 mengamanatkan bahwa proses membuat penilaian yang holistik meliputi
pembelajaran pada satuan pendidikan domain kognitif, afektif, dan psikomotor
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, dengan menggunakan penilaian autentik.
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta Keutamaan penelitian ini
didik. Namun, kenyataannya proses meningkatnya proses dan hasil belajar IPA
pembelajaran yang dilakukan oleh banyak guru TemaPeduli terhadap makhluk hidup Subtema
saat ini cenderung berpusat pada guru (teacher- Ayo Cintai Lingkungan Siswa Kelas IV di
centered) sehingga siswa menjadi pasif. Siswa SDN RRI Cisalak dengan menerapkan
kurang diberi kesempatan untuk mencari dan pembelajaran yang berbasis inkuiri ,dan
menemukan konsep-konsep IPA yang sedang menggunakan pengembangan instrumen
dipelajari serta tidak banyak diberi kesempatan penilaian autentik. Hasil Belajar yang
untuk memecahkan sendiri. Hal ini berdampak diharapkan adanya perubahan pengetahuan
pada hasil belajar yang rendah. Selain itu, guru (kognitif ) siswa dapat menjelaskan perbedaan
dalam menilai hanya menggunakan penilaian sampah organik dan sampah nonorganik serta
tertulis ( paper and pencil test )untuk menilai menjelaskan pentingnya menjaga lingkungan.
aspek kognitif saja. Perubahan sikap (afektif), siswa dapat
Jadi, dari kenyataan ini, maka perlu membuang sampah dengan memilah antara
dibuat penelitian tindakan kelas (PTK) untuk sampah organik dan nonorganik. Perubahan
memperbaiki proses pembelajaran IPA dan Psikomotor, siswa melalui percobaan dapat
memperbaiki cara penilaian yang digunakan. mengaplikasikan pengetahuannya tentang
Tujuan Penelitian ini untuk meningkatkan pengelolaan sampah organik menjadi sesuatu
proses dan hasil belajar pada pembelajaran IPA yang bermanfaat, yaitu membuat pupuk
tema peduli terhadap makhluk hidup subtema kompos cair
ayo cintai lingkungan siswa kelas IV di SDN Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini
RRI Cisalak. adalah diperolehnya temuan empiris yang dapat
Berdasarkan latar belakang yang telah memberikan kontribusi; Memperbaiki proses
diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi pembelajaran IPA dengan menggunakan
masalah sebagai berikut; rendahnya aktivitas pembelajaran berbasis inkuiri yang dapat
belajar, rendahnya hasil belajar siswa dalam mengembangkan berpikir kritis siswa, dan
pembelajaran IPA, dan penilaian belum efektif pembelajaran lebih bermakna karena dikaitkan
dan efisien dalam proses maupun setelah dengan dunia nyata lingkungan sekitar siswa.
pembelajaran, hanya menilai domain kognitif Meningkatkanya proses aktivitas belajar siswa
sehingga domain afektif dan domain yang akan berdampak pada meningkatnya hasil
psikomotor belum dilaksanakan secara belajar IPA. Meningkatnya kompetensi guru
maksimal. dalam kegiatan pembelajaran dengan
Permasalahan yang akan diteliti; menggunakan model pembelajaran yang sesuai
Apakah penerapan pembelajaran berbasis untuk pembelajaran IPA (sains ), salah satunya
inkuiri dalam pembelajaran IPA Tema Peduli adalah pembelajaran yang berbasisi inkuiri.
terhadap Makhluk Hidup Subtema Ayo Cintai Meningkatnya kompetensi guru untuk
Lingkungan dapat meningkatkan proses dan melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar
hasil belajar siswa kelas IV di SDN RRI yang komprehensif dengan menggunakan
Cisalak? .Bagaimana cara meningkatkan proses pengembangan instrumen penilaian autentik.
dan hasil belajar siswa kelas IV dengan Memecahkan masalah praktis pelaksanaan
menggunakan pengembangan instrumen pendidikan di sekolah yaitu siswa menemukan
penilaian autentik dalam pembelajaran IPA solusi dari masalah sampah yang ada di
Tema Peduli terhadap Makhluk Hidup Subtema lingkungan sekitar sekolah, dengan membuat
Ayo Cintai Lingkungan di SDN RRI Cisalak? pengelolaan sampah organik menjadi pupuk
Tujuan khusus penelitian ini; melalui kompos cair.
pembelajaran berbasis inkuiri untuk Untuk mendukung penelitian ini,
meningkatkan kualitas pembelajaran IPA di SD memerlukan studi literatur tentang hakikat
(Sekolah Dasar), meningkatkan keterampilan pembelajaran berbasis inkuiri, pengembangan
proses berpikir kritis siswa, meningkatkan instrumen penilaian autentik, proses dan hasil
Eko Agusnehing 71
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
belajar, keterampilan proses sains ( IPA ) tema (pengamatan ). Penilain keterampilan dengan
peduli terhadap makhluk hidup. Pembelajaran penilaian proyek.
berbasis inkuiri merupakan suatu pendekatan Hasil dari pengukuran penilaian
pembelajaran yang menggunakan masalah autentik di atas, maka guru dapat melihat
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa perkembangan proses dan hasil belajar siswa
untuk belajar tentang berpikir kritis, yang telah dilaksanakan dalam pembelajaran
keterampilan pemecahan masalah serta untuk inkuiri. Menurut Benjamin S.Bloom (dalam
memperoleh pengetahuan dan konsep yang Asep Jihad dan Abdul Haris, 2008:14) tiga
essensial dari materi kehidupan (Nurhadi dan ranah (domain) hasil belajar yaitu kognitif,
Senduk, 2003:43). Hal ini sesuai dengan afektif, dan psikomotor. Ketiga aspek
pendapat Wina Sanjaya (2009 ; 191-193) kemampuan itu dapat dicapai melalui kegiatan
strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian pembelajaran. Sebagaimana pendapat
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada Abdurrahman (dalam Asep Jihad dan Abdul
proses berpikir secara kritis dan analitis untuk Haris, 2008:14) hasil belajar adalah
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari kemampuan yang diperoleh anak setelah
suatu masalah yang dipertanyakan. Secara melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri
umum proses pembelajaran dengan merupakan suatu proses dari seseorang yang
menggunakan pembelajaran inkuiri dapat berusaha untuk memperoleh suatu bentuk
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : perubahan perilaku yang relatif menetap.
Orientasi, merumuskam masalah, merumuskan Sedangkan proses belajar dapat diartikan
hipotesis, mengumpulkan data, menguji sebagai tahapan perubahan pada perilaku
hipotesis dan merumuskan kesimpulan. kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi
Dalam Implementasi pembelajaran dalam diri siswa.
berbasis inkuiri, guru perlu mengembangkan Berdasarkan uraian di atas maka dapat
instrumen penilaian untuk mengukur disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
kompetensi siswa. Pengembangan instrumen perubahan perilaku yang cenderung menetap
merupakan pengembangan alat untuk menilai. dari ranah kognitif, sikap dan psikomotor.
Menurut Wiggins ( dalam Ridwan Abdullah Perubahan perilaku siswa diperoleh setelah
Sani : 22-23) mengenalkan istilah penilaian terjadinya kegiatan pembelajaran yang
autentik untuk menentang penilaian yang dilakukan dengan mengalami, menjelajahi,
bersifat umum di sekolah, seperti isian singkat, menelusuri dan menemukan sendiri sebuah
tes PG, dan tes sejenisnya, penilaian autentik konsep melalui keterampilan proses sains ( IPA
menurut Wiggins (1993) bentuk penilaian yang ).
melibatkan peserta didik dalam persoalan yang Keterampilan proses sains dalam
berguna atau pertanyaan penting sehingga pembelajaran Tema Peduli Terhadap Makhluk
peserta didik harus menggunakan pengetahuan Hidup di kelas IV mengembangkan kompetensi
untuk menunjukkan kinerja secara aktif. Akan yang meliputi aspek kognitif, afektif dan
tetapi, guru harus dapat menetukan jenis psikomotor. Hal ini sejalan Penilaian dalam
penilaian autentik yang akan digunakan untuk Kurikulum 2013 dengan Permendikbud No. 66
penilaian. Sebagaimana Hasil penelitian Yuni tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Aspek
Pantiwati (2016) menjelaskan jenis asesmen yang dinilai tergantung pada Standar
autentik bervariasi, guru perlu menyesuaiakan Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti
apa kriteria dan aspek yang akan diukur agar (KI), dan Kompetensi Dasar ( KD ).
penilaian bermakna sehingga dapat Kompetensi Inti mencakup aspek kompetensi
menggambarkan kemampuan siswa. sebagai berikut :
Pengembangan instrumen yang Kemendikbud dalam Buku Guru
digunakan dalam penelitian ini, instrumen tes SD/MI kelas IV Tema 3 peduli terhadap
dan non tes. Instrumen tes dengan jenis tes makhluk hidup dan sub tema 3 ayo cintai
tertulis. Dalam tes tertulis guru memberikan lingkungan di kelas IV ( 2014: vii )
butir-butir pertanyaan kepada siswa untuk kompetensi Inti ( KI ) yang akan dicapai dalam
mengetahui ketercapaian kompetensi dari pembelajaran IPA meliputi; K2 (sosial) , K2 (
tujuan pembelajaran. Instrumen non-tes pengetahuan ), dan K3 ( keterampilan ) sebagai
mengembangkan penilaian sikap melalui berikut :
penilaian antar teman dan observasi
Eko Agusnehing 72
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
KI 2 :Memiliki perilaku jujur, disiplin, dengan penilaian proyek. Penilaian ini menjadi
tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya umpan balik dari proses pembelajaran berbasis
diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, inkuiri yang sudah dilaksanakan guru dan
guru, dan tetangganya. mengumpulkan informasi hasil belajar siswa.
KI 3 :Memahami pengetahuan faktual Jadi, dapat disimpulkan berdasarkan
dengan cara mengamati (mendengar, melihat, kajian teoritis, maka proses dan hasil belajar
membaca dan menanya) dan menanya siswa akan meningkat dengan implementasi
berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, pembelajaran berbasis inkuiri diukur melalui
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan pengembangan instrumen penilaian autentik.
benda-benda yang dijumpainya di rumah,
sekolah, dan tempat bermain. Metode Penelitian
KI 4 :Menyajikan pengetahuan faktual Subjek Penelitian adalah siswa kelas
dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, IV B SDN RRI Cisalak Semester ganjil tahun
dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang 2017/2018 dengan melibatkan sebanyak 30
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan siswa terdiri dari 16 laki-laki dan 14
yang mencerminkan perilaku anak beriman dan perempuan. Penelitian ini ditujukan untuk
berakhlak mulia. perbaikan pembelajaran IPA tema peduli
Kompetensi Inti di atas dijabarkan terhadap makhluk hidup Subtema ayo cintai
lebih terperinci lagi dalam Kompetensi Dasar lingkungan. Penelitian ini dilakukan di SDN
dan Indikator sebagaimana terdapat dalam RRI Cisalak yang beralamat di Jl. Raya Jakarta-
Kemendikbud dalam Buku Guru SD/MI kelas Bogor Km.34, Kelurahan Cisalak, Kec.
IV Tema 3 peduli terhadap makhluk hidup dan Sukmajaya, Kota Depok. Adapun Jadwal /
sub tema 3 ayo cintai lingkungan di kelas IV Waktu Penelitian dilaksanakan Juli s.d
(2014:128) kompetensi Dasar (KD) yang akan Oktober 2017.
dicapai dalam pembelajaran IPA meliputi; 3.8. Dalam penelitian tindakan kelas ini uji
Memahami pentingnya upaya keseimbangan instrumen yang digunakan dengan uji Validasi
dan pelestarian sumber daya alam di isi. Menurut Sukardi (2007:123) validasi isi
lingkungannya. 4.8.Melakukan kegiatan upaya ialah derajat dimana sebuah tes mengukur
pelestarian sumber daya alam bersama orang- cakupan substansi yang ingin di ukur. Validasi
orang di lingkungannya. isi menunjukkan sejauhmana instrumen
Setelah guru mengimplementasikan tersebut mencerminkan isi yang
pembelajaran berbasis inkuiri pada dikehendaki.Validasi suatu instrumen harus
pembelajaran Sains ( IPA ) tema peduli diusahakan agar mencakup semua indikator
terhadap makhluk hidup subtema ayo cintai yang hendak diukur. Dari hasil validasi dengan
lingkungan diharapkan dapat memberi motivasi ahli ,item-item yang terdapat dalam instrumen
kepada siswa untuk berpikir kritis dan analitis. penilaian K13 valid, dan dapat digunakan untuk
Siswa yang termotivasi untuk belajar IPA, penelitian. Untuk memperoleh validasi isi
maka siswa akan mudah memahami konsep instrumen ini peneliti berkonsultasi dengan dua
IPA. Pemahaman konsep IPA yang baik akan orang validator yang kompeten di bidangnya.
meningkatkan proses dan hasil belajar, dan Dua orang tersebut yaitu instruktur nasional
mengubah sikap siswa menjadi lebih baik dari dan instruktur daerah Kurikulum 2013.
sebelumnya serta dapat menerapkannya dalam Desain Penelitian yang digunakan adalah
kehidupan sehari-hari. Penelitian Tindakan Kelas (Action Research),
Bentuk dan cara penilaian yang bertujuan untuk memperbaiki dan
diterapkan guru juga memberi pengaruh meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
penting bagi proses pembelajaran inkuiri yang Adapun prosedur kerja dalam PTK menurut
dilaksanakan oleh guru. Salah satu bentuk Kemmis dan Mc Taggart (dalam Zainal Aqib,
penilaian yang sesuai dengan pembelajaran 22-23:2008) merupakan suatu siklus spiral
berbasis inkuiri dan konsep dalam kurikulum mulai dari empat komponen meliputi;
2013 adalah penilaian autentik. Jenis penilaian perencanaan, Aksi/tindakan, observasi, dan
autentik yang digunakan untuk mengukur refleksi. Sesudah adanya refleksi, kemudian
domain kognitif tes tertulis, domain sikap diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang
penilaian antar teman dan Observasi dilaksanakan dalam bentuk siklus 1,2,3, dan
(pengamatan) serta domain keterampilan seterusnya.
Eko Agusnehing 73
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Eko Agusnehing 74
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Tabel 1 Klasifikasi Interpretasi N-Gain Aktivitas siswa terutama sikap kepedul ian
Besar Persentase Interpretasi siswa terhadap lingkungan sekitar sekolah pra
g > 0,7 Tinggi tindakan ( sebelum pelaksanaan pembelajaran
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang berbasis inkuiri) mendapat skor 7,83 kategori
g < 0,3 Rendah C ( mulai terlihat ) dan setelah pelaksanaan
Pendekatan kualitatif menurut pembelajaran berbasis inkuiri pada siklus 1
Musfiqon (2012) yaitu “prosedur penelitian skor 9,3 kategori A (membudaya).
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- Aktivitas siswa pada pelaksanaan
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pembelajaran berbasis inkuiri siklus 2 dalam
perilaku yang diamati”. Analisis kualitatif praktikum pembuatan kompos cair penilaian
digunakan untuk menganalisis data yang sikap siswa dilihat dari aspek kedisiplinan,
menunjukkan aktivitas yang terjadi selama kerjasama, tanggung jawab, dan peduli. Sikap
proses pembelajaran berlangsung. Data tersebut kedisiplinan siswa diperoleh 22 siswa ( 73 % )
diperoleh dari lembar pengamatan aktivitas kategori baik, sikap kerjasama siswa diperoleh
peserta didik dan guru. 27 siswa ( 90 % ) kategori baik, sikap
tanggung jawab diperoleh 24 siswa ( 80 % )
Tabel 2 Kriteria Aktivitas Guru dan Siswa kategori baik, dan sikap peduli siswa terhadap
Kriteria Skor Keterangan lingkungan diperoleh 26 siswa ( 87 % )
1 Kurang Baik kategori baik. Hal ini dapat digambarkan dalam
2 Cukup Baik grafik di bawah ini :
3 Baik
4 Sangat Baik
Eko Agusnehing 75
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sikap
kepedulian siswa terhadap lingkungan sekitar
sekolah baik, setelah penerapan pembelajaran
berbasis inkuiri dengan menggunakan
pengembangan instrumen penilaian autentik
Eko Agusnehing 76
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
pada tema peduli terhadap makhluk hidup mudah memahami materi yang disampaikan
subtema ayo cintai lingkungan. oleh pendidik.
Aktivitas siswa dalam proses belajar
dilihat dari aspek kedisiplinan, kerjasama, Ucapan Terima Kasih
tanggung jawab, dan peduli mendapat rata-rata Penulis ingin mengucapkan terima
telah mencapai lebih dari 85 % kategori Baik. kasih kepada semua pihak di SDN RRI Cisalak,
Sehingga ada peningkatan pada hasil belajar Depok yang telah memberikan dukungan dan
siswa. Hasil pre tes pra tindakan ( sebelum sarannya, serta penyelenggara pendanaan
pembelajaran berbasisi inkuiri ) skor rata-rata Seaqis Research Grants 2017, SEAMEO
61,83 dengan ketuntasan 30 % atau 9 siswa QITEP in Science
dari 30 siswa yang. Hasil Post tes siklus 3 (
setelah pembelajaran berbasis inkuiri ) Daftar Pustaka
memperoleh skor rata-rata 88,50 dengan
ketuntasan 100 % atau 30 siswa dari jumlah [1] Aqib, Zainal. 2008. Penelitian Tindakan
seluruh 30 siswa. Peningkatan hasil belajar Kelas, Bandung: Yrama Widya.
siswa secara klasikal yang dihitung dari [2] Djaali dan Pudji Muljono. 2008.
membandingkan dengan skor pre test siklus 1 Pengukuran dalam Bidang Pendidikan,
dengan skor post tes pada siklus 3 adalah 0,70 Jakarta: PT.Grasindo.
yang menurut klasifikasi N-Gain masuk [3] Fajar, Arnie. 2002. Portofolio dalam
kategori tinggi. Pembelajaran, Bandung: PT Remaja
Hasil belajar psikomotor ( keterampilan ) Rosdakarya.
siswa juga ada peningkatan dalam menerapkan [4] Farid, Miftah. 2013. Upaya Meningkatkan
pengetahuan yang diperoleh siswa. Hal ini Keterampilan Menulis Karangan pada Mata
dibuktikan dalam praktikum pembuatan Pelajaran Bahasa Indonesia kelas V SDN-1
kompos cair dan menanam jahe merah nilai Pahandut Sebrang Kota Palangkaraya:
hasil belajar keterampilan bahwa 30 siswa ( Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
100 % ) tuntas belajar IPA dengan skor rata- [5] Hart, Diane. 1994. Authentic Assessment A
rata 82,2. Oleh karena, hasil belajar handbook for Educators. California, New
keterampilan siswa telah mencapai ketuntasan York: Addison Wesley Publishing
100 % > 85 %. Company.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan [6] http://www.informasi pendidikan.com
bahwa dapat dibuktikan yaitu penerapan Pengertian Proses Belajar, Juli 2013 di
pembelajaran berbasis inkuri dengan unduh 28 Maret 2017)
menggunakan penilaian autentik dapat [7] Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008.
meningkatkan proses dan hasil belajar siswa Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Multi
kelas IV B di SDN RRI Cisalak. Prassindo.
Dari hasil penelitian yang telah [8] Kemendikbud. 2017. Hands-Out Bahan
dilakukan maka diberikan rekomendasi, secara Pelatihan Materi Pokok Kebijakan dan
teoritis bagi pengembangan keilmuan, Dinamika Perkembangan Kurikulum 2013
penelitian ini memberikan sumbangan tentang [9] Kemendikbud. 2016. Buku Siswa SD/MI
pelaksanaan pembelajaran IPA yang Kelas IV Tema 3 Peduli Terhadap Makhluk
menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri Hidup Buku Tematik Terpadu Kurikulum
dan pengembangan instrumen penilaian 2013.
autentik sehingga para pendidik dapat [10] Kemendikbud. 2016. Buku Guru
menerapkan model pembelajaran yang lebih SD/MI Kelas IV Tema 3 Peduli Terhadap
memudahkan siswa dalan menguasai materi Makhluk Hidup Buku Tematik Terpadu
pelajaran. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian Kurikulum 2013.
dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian [11] Kunandar.2014.Penilaian Autentik (
selanjutnya. Secara Praktis, bagi pihak sekolah, Penilaian Hasil Belajar Peserta Dididk
penelitian ini menjadi referensi dalam berdasarkan Kurikulum 2013), Jakarta:
meningkatkan kreatifitas dan pengetahuan Rajawali Pers
dalam memilih model pembelajaran untuk [12] Majid, Abdul. 2014. Penilaian Autentik
diterapkan di sekolah sehingga siswa dengan Proses dan Hasil Belajar, Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Eko Agusnehing 77
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Eko Agusnehing 78
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
ABSTRACT
The purpose of this study are to examine the scientific attitude and ability of students' science literacy on heat
energy subject through ethnoinquiry assisted scaffolding techniques. The focus of this research are temperature,
conductivity, and substance change due to temperature byobserving them in daily life. Ethnoinquiryteaching
and learning doing bymaking Adi Purwo batik, Clorot cake, Lompong cake, Dam-daman game and modification
of Pinball game. To overcome the lack of ethnoinquiry learning, when all students are not able to implement
ethnoinquiry, the teacher applies the scaffolding technique by modeling, bridging, contextualizing, representing
the text, constructing the scheme, and developing metacognitive. The background of the research coming from
deep concern about how Indonesian cultural, specially local cultures of Purworejo becamefade away because of
globalization process. Other reason is we want to researchers about the difficulties that students have, while
constructing their knowledge and the most effective way to improve scientific attitudes and literacy skills of
science.This research is a classroom action research with 3 cycles, each cycle 3 times meeting. The subjects
were 25 students of grade 6 SDN Kemiri, Purworejo. This research using observation of scientific attitude, and
documentation to collect the data. The science literacy ability of studentsweremeasured using the Scientific
Literacy Test (TOSLS) adapted from Gormally et al. The results showed that the use of ethnoinquiryteaching
and learningassisted by scaffolding techniques increased the attitude of students from prasiklus 43,7 (K), 1st
cycles 1 meeting 50.1 (C), second meeting 51.3 (C), third meeting 53.5 (C) , and cycle II, first meeting 72.8 (B),
second meeting 79.6 (B), third meeting 83.1 (SB). Literacy ability of student science also increased from 43,11
(K), cycle I was 70,67 (B), cycle II 78,22 (B)
Keywords : ethnoinquiry , scaffolding techniques, heat energy, scientific attitude, science literacy ability
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah menelaah sikap ilmiah dan kemampuan literasi sains siswa pada materi energi panas
melalui pembelajaran etnoinkuiri berbantuan teknik scaffolding.Fokus materi penelitian adalah suhu, sifat
hantaran, dan perubahan benda akibat pengaruh suhu melalui pengamatan serta mendeskripsikan aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran etnoinkuiri dilakukan melalui pembuatan batik Adi Purwo, Kue
Clorot, Kue Lompong, Permainan Dam-daman dan Pinball modifikasi. Untuk mengatasi kekurangan
pembelajaran etnoinkuiri ketika tidak semua siswa mampu melaksanakannya, maka guru menerapkan teknik
scaffolding dengan modeling, bridging, contextualizing, re-presenting text, schema building, dan developing
metacognitive. Latar belakang penelitian merupakan keprihatinan terhadap semakin terkikisnya nilai budaya
bangsa terutama budaya daerah lokal disertai rasa penasaran peneliti akan kesulitan yang dihadapi siswa
ketika mengkonstruksi pengetahuan sehingga sikap ilmiah dan kemampuan literasi sains siswa rendah serta
cara paling efektif untuk meningkatkannya. Penelitian merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan 3 siklus,
setiap siklus 3 kali pertemuan.Subjek penelitian adalah 25 siswa kelas VI SDN Kemiri, Purworejo.Metode
pengumpulan data meliputi tes kemampuan literasi sains, observasi sikap ilmiah, serta dokumentasi.
Kemampuan literasi sains siswa diukur menggunakan Test of scientific Literacy Skills (TOSLS) yang diadaptasi
dari Gormallyet all. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode etnoinkuiri berbantuan teknik
scaffolding meningkatkan sikap ilmiah siswa dari prasiklus 43,7 (K), siklus I pertemuan 1 sebesar 50,1 (C),
pertemuan kedua 51,3 (C), pertemuan ketiga 53,5 (C), dan siklus II, pertemuan pertama 72,8 (B), pertemuan
kedua 79,6 (B), pertemuan ketiga 83,1(SB). Kemampuan Literasi sains siswa juga meningkat dari 43,11 (K),
siklus I sebesar 70,67 (B), siklus II 78,22 (B)
Kata kunci : Etnoinkuiri, Teknik Scaffolding, Energi Panas, Sikap Ilmiah, Kemampuan Literasi Sains
Indikator dari sikap ilmiah siswa tersebut menghitung nilai akhir dengan cara membagi
diturunkan menjadi pernyataan pada observasi. skor yang diperoleh dengan skor maksimum
Observasi tersebutlah yang akan digunakan dikalikan 100% kemudian mengkategorikan
untuk menguji tingkat sikap ilmiah siswa dalam menjadi 4 kategori yaitu kurang, cukup, baik,
proses penelitian tindakan kelas. Data hasil dan sangat baik.
observasi sikap ilmiah disajikan sebagai berikut:
Kemudian siswa yang masuk dalam kategori sains siswa, instrument yang dipakai adalah
sangat baik dan baik dianggap memenuhi pengembangan alat tes Test of Scientific Literacy
ketercapaian penelitian dan disajikan dalam Skill (TOSLS) yang diadaptasi dari Gormally et
bentuk persentase.Untuk kemampuan literasi all (2011), berupa:
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini ilmiah dan kemampuan literasi sains siswa.Data
adalahketercapaian sikap ilmiah berupa yang dipaparkan berupa data hasil observasi
peningkatan persentase sikap ilmiah siswa sikap ilmiah siswa dan hasilskor tes
minimal baik sebanyak 75% dari semua siswa kemampuan literasi sains.
yang hadir, sedangkan indikator ketercapaian
kemampuan literasi sains siswa diperoleh dari 1.1 Sikap Ilmiah
hasil tes evaluasi siswa. Kemampuan literasi Data hasil sikap ilmiah siswa diperoleh dari 3
sains siswa menunjukkan nilai ketercapaian aspek, yaitu sikap ingin tahu, sikap berfikir
apabila mencapai skor pada kategori baik kritis, dan sikap berfikiran terbuka dan kerja
(62,25-81,25) sebanyak 75% dari semua siswa sama yang dijabarkan menjadi sepuluh
yang mengikuti pembelajaran. indikator dan tujuh kali diobservasi, yaitu pada
Hasil dan Pembahasan prasiklus, siklus I (pertemuan satu, dua, dan
tiga) dan siklus II (pertemuan satu, dua, dan
Pada penelitian ini, penulis memaparkan data tiga).
yang berhubungan dengan perpaduan metode
etnoinkuiri dan teknik scaffolding materi energi Berikut data yang diperoleh:
panas sebagai upaya meningkatkan sikap
Sikap ilmiah siswa meningkat seiring setiap proses yang dilewatinya. Hipotesis
dilakukannya tindakan perbaikan. Dari 43,7% jawaban divalidasi dengan hasil analisis data
(kurang) pada tahap prasiklus menjadi 83,1% yang diperoleh selama percobaan berlangsung.
(sangat baik) pada siklus II pertemuan 3. Sikap Konteks ketiga berupa percobaan pembuatan
ilmiah siswa meningkat 39,4%. kue lompong dan keterkaitannya dengan benda
hantaran panas (benda konduktor
1.2 Kemampuan literasi sains isolator).Siswa mengelompokkan alat dan
Data kemampuan literasi sains siswa bahan yang digunakan pada percobaan menjadi
diperoleh dari hasil tes pada setiap tahapan kelompok konduktor dan
penelitian.Tes disusun dengan acuan indikator isolator.Pengelompokan bukan berdasarkan
dalam pengembangan alat tes Test of Scientific rekaan, tetapi jawaban siswa berbasis pada
Literacy Skills (TOSLS) yang diadaptasi dari bukti-bukti yang diobservasi dan terukur pada
Gormally et all (2011). Hasil tes kemampuan percobaan pembuatan kue lompong.
literasi sains siswa dalam penelitian adalah: Konteks keempat adalah belajar energi panas
melalui permainan dam-daman dan
pinball.Pengkaitan materi energi panas dengan
permainan dam-daman dan pinball dilakukan
dengan memodifikasi aturan permainan. Pada
permainan dam-daman, setiap siswa akan
menggerakkan bidaknya, siswa harus
menjawab pertanyaan yang didapat dari kartu
tanya yang telah diperoleh dari tindakan
perbaikan. Kartu tanya merupakan jawaban atas
ketidakmampuan siswa bertanya secara
langsung pada guru. Sesuai karakteristik siswa
SD yang belajar sambil bermain, mencari tahu
Gambar 2. Grafik Kemampuan Literasi Sains sambil melakukan, maka permainan merupakan
media yang tepat untuk menjembatani daerah
Berdasarkan grafik, terlihat jika aspek Zone of Proximal Development siswa,
kemampuan literasi sains siswa meningkat, dari menjembatani tingkat perkembangan aktual dan
43,11 (K) pada prasiklus menjadi 78,11 (B) tingkat perkembangan potensial. Scaffolding
pada siklus II. yang diberikan guru selama proses
pembelajaran akanmenjembatani daerah
Peningkatan aspek sikap ilmiah dan kemampuan menyelesaikan tugas secara
kemampuan literasi sains siswa kelas VI SDN mandiri dengan daerah ketidakmampuan
Kemiri Purworejo pada materi energi panas menyelesaikan tugas secara mandiri (Vygotsky
dengan penerapan metode etnoinkuiri dalam Galloway, 2006. Keempat konteks
berbantuan teknik scaffolding disebabkan: penelitian merupakan wujud nyata penerapan
teknikscaffolding yang dimulai dari proses
1. Siswa antusias mencari jawaban perencanaan, berlanjut pada proses
Konteks penelitian dekat dengan kehidupan pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik
sehari-hari siswa yaitu dalam ruang lingkup scaffolding yang digunakan adalah modeling
budaya masyarakat setempat.Konteks (memberikan penjelasan, peringatan, dorongan
penelitian berupa pembuatan batik Adi Purwo (motivasi), penguraian masalah dan pemberian
untuk materi perubahan energi panas. Siswa contoh sebelumnya).Tipe modeling banyak
antusias mencari jawaban atas perubahan digunakan pada fase orientasi dengan
energi panas apa saja yang terjadi pada proses menyajikan pertanyaan atau masalah
pembuatan batik Adi Purwo.
Konteks kedua berupa percobaan pembuatan
kue clorot dan keterkaitannya dengan
perubahan wujud yang terjadi. Siswa
berkesempatan mencari dan menemukan
sendiri jawaban rumusan masalah melalui
percobaan sehingga siswa aktif menganalisis
ABSTRACT
The aim of this study is to improve the critical thinking skills and learning outcomes in science of 6 th grade
students of SD Negeri Sumber 1 Berbah on subject material the special features of plants and animals through
inquiry-based learning with flash video media.
This research is a Classroom Action Research. Data were collected through teacher observation techniques
(observation), self-assessment, peer-to-peer assessment, journal, interview, test (evaluation), and
documentation. Data analysis there are two that is qualitative and quantitative data analysis. Qualitative
analysis is used to provide information that describes the improvement of critical thinking skills and learning
outcomes, as well as the implementation of learning, while quantitative analysis is used to analyze the value of
critical thinking skills and learning outcomes of learners.
The learning action took place in 2 cycles. Each cycle consists of 4 activities such as planning, action,
observation, and reflection. During the learning activities the students participate very well. Students’ learning
activities were involving in group divisions, preparation of plants and animals to be observed, watching to flash
videos, observing, discussing, reporting, presentation and evaluation. The result of the research shows that
instructional based learning inquiry with flash video media on special feature of plant and animal has improved
critical thinking skills and learning outcomes of 6th grade students of SD Negeri Sumber 1 Berbah. The average
value of critical thinking skills of learners is 85 or B's worth and is categorized as good. Students who complete
the KKM into 18 students or 90% of the total number of learners as a whole.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar IPA peserta didik
kelas 6 SD Negeri Sumber 1 Berbah pada materi ciri khusus tumbuhan dan hewan melalui pembelajaran
berbasis inkuiri berbantuan media flash video.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Data dikumpulkan melalui teknik observasi guru
(pengamatan), penilaian diri, penilaian antar teman, jurnal, wawancara, tes (evaluasi), dan dokumentasi.
Analisis datanya ada dua yaitu analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk
memberikan informasi yang menggambarkan peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar, serta
pelaksanaan pembelajaran, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis nilai keterampilan
berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik.
Tindakan perbaikan pembelajaran berlangsung dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas 4 kegiatan yaitu
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung peserta didik aktif
mengikuti dengan baik. Kegiatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik mulai dari pembagian kelompok,
persiapan membawa tumbuhan dan hewan yang akan diamati, menyimak flash video, pengamatan, berdiskusi,
menyusun laporan, presentasi sampai evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis
inkuiri berbantuan media flash video pada materi ciri khusus tumbuhan dan hewan berhasil meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik kelas 6 SD Negeri Sumber 1 Berbah. Rata-rata nilai
keterampilan berpikir kritis peserta didik adalah 85 atau bernilai B dan masuk kategori baik. Peserta didik
yang tuntas KKM menjadi 18 peserta didik atau 90% dari total jumlah peserta didik secara keseluruhan.
Kata kunci: IPA, Inkuiri, Berpikir kritis, Hasil belajar, Flash video.
Fita Sukiyani 86
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Fita Sukiyani 87
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
yang kurang aktif di Siklus I, namun hal mengetahui berhasil tidaknya tindakan
tersebut diperbaiki dengan menjadi lebih aktif perbaikan pembelajaran yang ditempuh. Nilai
di Siklus II. Hal ini memang membuktikan berpikir kritis peserta didik adalah sebagai
bahwa pembelajaran berbasis inkuiri lebih berikut:
mengaktifkan peserta didik, sebab peserta
didik dikondisikan aktif selama proses Tabel 1. Nilai Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas 6
pembelajaran. Melalui pembelajaran berbasis Pra Siklus - Siklus II
inkuiri ini peserta didik terlibat secara
maksimal seluruh kemampuannya dalm Pra
Siklus I Siklus II
Rentang Siklus
Nilai
pencarian dan penyelidikan secara sistematis, No.
kritis, dan analogis sehingga peserta didik Nilai Pro Pro Pro
Jm Jm Jm
dapat merumuskan penemuannya sendiri (%) (%) (%)
dengan percaya diri. 1. 00 – 65 D 2 10 0 0 0 0
Selama pembelajaran berlangsung peneliti
melakukan observasi/ pengamatan aktivitas 2. 66 – 75 C 7 35 6 30 0 0
peserta didik untuk mengukur keterampilan
berpikir kritisnya. Agar hasil pengamatan 3. 76 – 85 B 9 45 10 50 12 60
optimal, peneliti juga melakukan
4. 86 - 100 A 2 10 4 20 8 40
pengamatannya ketika kegiatan pembelajaran
lain. Peneliti juga meminta tolong Guru
Pendidikan Agama Islam dan Guru Pendidikan Keterangan:
Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan untuk A = Sangat Baik
melakukan pengamatan ketika beliau-beliau B = Baik
ini mengajar di kelas peneliti. Hal ini sebagai C = Cukup
upaya peneliti agar hasil pengamatannya lebih D = Butuh bimbingan
akurat dan objektif. Jumlah total Grafiknya sebagai berikut:
pengamatannya terdapat 24 kali pengamatan
oleh guru dalam setiap siklus. 15
Selain itu peneliti juga mengajak peserta
10 12
Jumlah
Fita Sukiyani 88
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
peserta didik, sedangkan siklus II menjadi 12 media flash video pada materi ciri khusus
peserta didik. Pada data pra siklus, peserta tumbuhan dan hewan berhasil. Sebelum
didik yang bernilai A hanya terdapat 2 anak, tindakan hanya 4 peserta didik atau 20% saja
pada siklus I terdapat 4 peserta didik, yang tuntas KKM, namun setelah tindakan
sedangkan siklus II terdapat 8 peserta didik. hasil belajar peserta didik meningkat drastis
Maka berdasarkan temua tersebut, menjadi 13 peserta didik atau 65% pada siklus
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran I, dan 18 peserta didik atau 90% pada siklus II
IPA berbasis inkuiri berbantuan media flash yang telah tuntas KKM. Maka berdasarkan
video pada materi ciri khusus tumbuhan dan pengamatan dan hasil belajar peserta didik
hewan dinyatakan berhasil meningkatkan setelah mengerjakan soal evaluasi berpikir
keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas kritis, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
6 SD Negeri Sumber 1 Berbah. berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik
Selain mengukur keterampilan berpikir meningkat. Hal ini membuktikan bahwa
kritis, penelitian ini juga mengukur hasil tindakan yang diambil dengan menerapkan
belajar peserta didik. Hasil belajar diukur pembelajaran IPA berbasis inkuiri berbantuan
menggunakan soal evaluasi yang memuat soal- media flash video pada materi ciri khusus
soal berpikir kritis. Agar lebih mudah tumbuhan dan hewan berhasil. Dengan
mengamati perkembangan peserta didik demikian tidak dilanjutkan pada siklus
sebelum dan setelah tindakan, berikut ini selanjutnya.
peneliti sajikan rekapan nilainya mulai dari pra
siklus: Simpulan
Tabel 2. Nilai Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas 6 Tindakan perbaikan pembelajaran
Pra Siklus - Siklus II berlangsung dalam 2 siklus. Setiap siklus
terdiri atas 4 kegiatan yaitu perencanaan,
Pra tindakan, observasi, dan refleksi. Selama
Siklus I Siklus II
Rentang Siklus kegiatan pembelajaran berlangsung peserta
No.
Nilai Pro Pro Pro didik aktif mengikuti dengan baik. Kegiatan
Jm Jm Jm
(%) (%) (%) pembelajaran yang melibatkan peserta didik
1. 00 – 54 0 0 1 0 0 0 mulai dari pembagian kelompok, persiapan
2. 55 – 64 5 25 3 15 0 0 membawa tumbuhan dan hewan yang akan
3. 65 – 74 11 55 3 15 2 10 diamati, menyimak flash video, pengamatan,
berdiskusi, menyusun laporan, presentasi
4. 75 – 84 2 10 10 50 3 15
sampai evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan
5. 85 – 94 1 5 2 10 11 55 bahwa pembelajaran berbasis inkuiri
6. 95 - 100 1 5 1 5 4 20 berbantuan media flash video pada materi ciri
khusus tumbuhan dan hewan berhasil
Grafiknya sebagai berikut: meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan
hasil belajar peserta didik kelas 6 SD Negeri
12 Sumber 1 Berbah. Rata-rata nilai keterampilan
10 11 11 berpikir kritis peserta didik adalah 85 atau
8 10 bernilai B dan masuk kategori baik. Peserta
Jumlah
Fita Sukiyani 89
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Daftar Pustaka
Usman Samatowa. (2006). Bagaimana
Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar. Jakarta:
Depdikns (hal. 1).
Fita Sukiyani 90
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
ABSTRACT
Based on preliminary observation at SD Negeri Wonosari 03 Semarang found problems in learning material
animal animal The Concerned Concern of Living Beings. Learning outcomes, speaking skills and student
activities in grade IV B learning are still low. Therefore, there is a need for action to improve science learning
outcomes, student activities and speaking skills. One of them is using media "basin puzzle" aided game "HP
Ranking 1" and props "K-Tv". The formulation of research problem is the result of science learning, speaking
skill and student activity which still low in learning. This type of research is a classroom action research using a
scientific approach applied in two cycles. Each cycle consists of four stages, namely planning, implementation,
observation, and reflection. Research subjects are teachers and students of grade IV B SD Negeri Wonosari 03
Semarang. Data collection techniques use tests, observations / observations, field notes, and documentation.
The results showed that: The improvement of students' speaking skills is the average of cycle I 16,6 with good
category, on the average cycle II 17,1 with good category; (2) The increase of student learning activity on
learning process that is cycle I average 18,48 with good category, on cycle II average 22,40 with very good
category; (3) There is an increase of learning result that is cycle I average 73 and cycle II average 80,6. This
shows the percentage of learning mastery obtained in cycle I is 60% and in cycle II to 85%.
Keywords: "Puzzle Basin" media, "HP Ranking 1" games, "K-Tv" props "
ABSTRAK
Berdasarkan observasi awal di SD Negeri Wonosari 03 Semarang ditemukan masalah dalam pembelajaran
materi karakteristik hewan Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup. Hasil belajar, keterampilan berbicara dan
aktivitas siswa dalam pembelajaran kelas IV B masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan untuk
meningkatkan hasil belajar IPA, aktivitas siswa dan keterampilan berbicara. Salah satunya adalah
menggunakan media “baskom puzzle” berbantuan permainan “HP Ranking 1” dan alat peraga “K-Tv”.
Rumusan masalah penelitian adalah hasil belajar IPA, keterampilan berbicara dan aktivitas siswa yang masih
rendah dalam pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas menggunakan pendekatan
saintifik yang diterapkan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas IV B SD Negeri Wonosari
03 Semarang. Teknik pegumpulan data menggunakan tes, observasi/pengamatan, catatan lapangan, dan
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Adanya peningkatan keterampilan berbicara siswa yaitu
siklus I rata-rata 16,6 dengan kategori baik, pada siklus II rata- rata 17,1 dengan kategori baik; (2) Adanya
peningkatan aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran yaitu siklus I rata-rata 18,48 dengan kategori
baik, pada siklus II rata- rata 22,40 dengan kategori baik sekali; (3) Adanya peningkatan hasil belajar yakni
siklus I rata-rata 73 dan siklus II rata-rata 80,6. Hal ini ditunjukkan persentase ketuntasan belajar yang
diperoleh pada siklus I adalah 60% dan pada siklus II menjadi 85 %.
Kata kunci : media “Baskom Puzzle”, permainan “HP Ranking 1”, alat peraga “K-Tv”
hanya menggunakan media gambar seadanya permainan “Who Wants To be Winner”. Atas
padahal SD sudah memiliki perangkat dasar itu, peneliti menggabungkan dengan
pendukung seperti laptop, LCD, layar, dan permainan permainan “HP Ranking 1”.
sound system tetapi tidak pernah digunakan Permainan “HP Ranking 1” adalah permainan
dalam pembelajaran. Partisipasi peserta didik modifikasi dari game ranking 1 di trans tv dan
pun rendah yaitu cenderung pasif dan kurang “Who wants to be millionare” di RCTI dengan
konsentrasi karena peserta didik hanya menggunakan hiperlink power point.
mendengarkan penjelasan guru dan dibantu Permainan ini sangat menarik perhatian anak
dengan media gambar seadaanya, kemudian karena terdapat nilai kompetisi, berani dan
mengerjakan soal yang diberikan. transparan sehingga siswa belajar sambil
bermaianan.
Berdasarkan hasil ulangan tema 3
didapatkan hasil bahwa sebanyak 28 dari 40 Selain itu, pembelajaran saintifik dalam
siswa belum tuntas pembelajaran. Berarti IPA diharapkan dapat mencapai tahapan
terdapat 70 % siswa yang mengalami mengkomunikasikan. Keterampilan
ketidaktuntasan. Salah satu faktornya adalah mengkomunikasikan dalam kurikulum termuat
materi IPA yang cukup luas. Peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
sering merasa kesulitan dalam memahami Berdasarkan Standar Kompetensi dan
materi IPA. Padahal, dalam pendekatan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI dalam
saintifik kurikulum 2013 siswa diharapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor
mampu mengkomunikasikan materi 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan
pembelajaran. Berbagai macam hal tersebut pendidikan dasar dan menengah menyebutkan
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian bahwa salah satu tujuan mata pelajaran bahasa
tindakan kelas yang dapat memberikan Indonesia diajarkan di Sekolah Dasar yaitu agar
pemahaman siswa tentang materi IPA dan peserta didik memiliki kemampuan
memberikan keterampilan mengkomunikasikan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai
sesuai tahapan saintifik. dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulis, serta dapat menikmati dan
Kenyataan di lapangan materi IPA pada memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
kelas IV SD sangat memerlukan media untuk wawasan, memperhalus budi pekerti, serta
membuat konsep menjadi lebih konkret dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
mudah dipahami oleh peserta didik. Penelitian berbahasa.
ini akan menggunakan media komik yang
berbentuk buku saku (buku saku Dalam mengukur kemampuan
komik/baskom) dan diakhiri dengan puzzle. mengkomunikasikan perlu disiapkan proses
Berdasarkan hasil penelitian oleh Malik, A. dan pembelajaran yang inovatif dan memberikan
Daulay, P. (2013:1).Yang berjudul ruang ekspresi kepada siswa. Salah satunya
Pengembangan Model Pendidikan Antikorupsi menggunakan “K-Tv” (kardus televisi).
Melalui Media Komik Bagi Siswa Sekolah Pemanfaatan “K-Tv” menjadi alat peraga
Dasar menunjukkan bahwa 86,40% siswa dalam melatih kemampuan
sangat menyukai komik dan 86,40% sangat mengkomunikasikan siswa sangat bermanfaat.
menyenangi komik sebagai media Keunggulan dari “K-Tv” adalah ramah
pembelajaran pendidikan antikroupsi. Sehingga lingkungan, pemanfaatan barang bekas, alat
komik sangat tepat untuk menjadi media peraga yang menarik dan efisien.
pembelajaran untuk anak sekolah dasar.
Penggunaan media “Baskom Puzzle
Keberadaan “baskom puzzle” sebagai berbantuan permainan “HP Ranking 1” dan alat
media pembelajaran perlu didukung suatu peraga “ K-Tv” harapannya dapat memecahkan
proses pembelajaran yang baik. Salah satunya solusi hasil belajar IPA yang masih rendah dan
menggunakan permainan yang menarik dan keterampilan berbicara yang masih kurang di
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut SD Negeri Wonosari 03.
sesuai dengan hasil penelitian PTK Wahyudi
(2015) yang dapat meningkatkan hasil belajar Dari uraian diatas maka peneliti
matematika hingga 91,6 % menggunakan merumuskan “Penggunaan Media “Baskom
Puzzle” Berbantuan Permainan “Hp Rangking catatan lapangan dan dokumentasi digunakan
1” dan Alat Peraga “K-Tv” Untuk untuk mengukur keterampilan berbicara peserta
Meningkatkan Hasil Belajar IPA, Keterampilan didik dan aktivitas peserta didik dalam
Berbicara Serta Aktivitas Siswa Tema Peduli mengikuti proses pembelajaran.
Terhadap Makhluk Hidup Kelas IV B SDN
Wonosari 03” . Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka adalah analisis data kuantitatif dan kualitatif.
rumusan masalah penelitian tindakan kelas Analisis data kuantitatif dilakukan untuk
yang akan dilakukan sebagai berikut menganalisis hasil belajar siswa dengan cara
Bagaimanakah peningkatan hasil belajar IPA, mencari ketuntasan klasikal dan rata-rata hasil
aktivitas siswa dan keterampilan berbicara belajar. Analisis data kualitatif dilakukan untuk
siswa melalui penggunaan media “Baskom menganilisi hasil pengamatan aktivitas siswa
Puzzle” berbantuan game “Hp Ranking 1” dan keterampilan berbicara dengan cara ke
pada tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup rentang empat kategori yaitu baik sekali, baik,
kelas IV B SD Negeri Wonosari 03 tahun cukup dan kurang.
pelajaran 2016/2017? Berdasarkan perumusan
masalah maka tujuan penelitian tindakan kelas HASIL PENELITIAN
yang akan dilakukan adalah: 1) Untuk Dalam hasil penelitian akan dipaparkan
mendeskripsikan peningkatan hasil belajar, tentang hasil penilitian keterampilan berbicara,
aktivitas siswa dan keterampilan berbicara aktivitas siswa dan hasil belajar siswa.
siswa melalui penggunaan media “Baskom
Puzzle” berbantuan game “Hp Ranking 1” 1. Keterampilan Berbicara dan Aktivitas
pada tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup Siswa
kelas IV B SD Negeri Wonosari 03 tahun Berikut ini hasil aktivitas siswa dan
pelajaran 2016/2017. keterampilan berbicara siswa dalam
pembelajaran IPA pada tema lingkungan siklus
I dan siklus II.
METODE PENELITIAN
Tabel 3.1. Data Keterampilan berbicara dan
Desain Penelitian Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II
Desain penelitian ini adalah Desain Penelitian No Pencapaian Siklus I Siklus
Tindakan Kelas (PTK). Menurut Suyanto II
dalam Subyantoro (2009), PTK adalah suatu
bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan 1 Jmlah skor keterampilan 16,6 17,1
berbicara
melakukan tindakan tertentu agar dapat
memperbaiki dan atau meningkatkan praktik- 2 Jumlah rata-rata skor aktivitas 18,48 22,40
praktik pembelajaran di kelas secara siswa
profesional. Selanjutnya Arikunto, dkk
(2008:16) tahapan pelaksanaan PTK terdapat Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan
empat tahap penting yaitu perencanaan, bahwa jumlah skor keterampilan berbicara pada
pelaksanaan, observasi dan refleksi. siklus I sebesar 16,6 (baik) dan pada siklus II
menjadi 17,1.(baik) Sedangkan jumlah rata-rata
Subjek dan Objek Penelitian skor aktivitas siswa pada siklus I sebesar 18,48
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD (baik) dan pada siklus II menjadi 22,40 (baik
Negeri Wonosari 03 yang berjumlah 40 siswa sekali). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
dan guru sebagai peneliti. peningkatan pada keterampilan guru dan
Instrumen Pengumpulan Data aktivitas belajar siswa.
Instrumen pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah soal tes
tertulis, lembar observasi, catatan lapangan dan
dokumentasi. Soal tes tertulis digunakan untuk
mengukur hasil belajar peserta didik terhadap
pembelajaran yang telah dilewati. Tes ini
dilakukan di akhir siklus. Lembar observasi,
dalam kelompok, mendengarkan cerita siswa pada proses pembelajaran yaitu siklus I rata-
lain, 5)kegiatan motorik (Motor activities) yang rata 18,48 dengan kategori baik, pada siklus II
tampak dari siswa aktif bekerja dalam rata- rata 22,40 dengan kategori baik sekali.
melaksanakan penyelidikan/melaksanakan Hal ini ditunjukkan dari siswa bersemangat
tugas bersama kelompok, 6)Kegiatan mental mengikuti pembelajaran dikelas, siswa
(Mental activities) yang tampak dari mendengarkan informasi, siswa aktif bekerja
menanggapi penampilan siswa lain, 7)kegiatan dalam penyelidikan/melaksanakan tugas
menulis (Writing activities) yang tampak dari bersama kelompok, siswa ikut menyajikan,
siswa ikut menyajikan. siswa menganalisis dan mengevaluasi proses
Diperkuat dengan hasil penelitian dari pembelajaran berlangsung sudah tampak; (3)
Zhang (2005) yang meneliti “Instructional Adanya peningkatan hasil belajar yang
Video In E-Learning: Assessing The Impact Of diperoleh pada pembelajaran IPA dalam tema
Interactive Video On Learning Effectiveness”. lingkungan melalui Penggunaan media
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penting “Baskom” berbantuan permaianan “HP
untuk mengintegrasikan video pelajaran Ranking 1” dan alat peraga “K-Tv” yakni
interaktif dalam sistem e-learning terutama siklus I rata-rata 73 dan siklus II rata-rata 80,6.
untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan persentase ketuntasan
Relevansinya adalah sama-sama menggunakan belajar yang diperoleh pada siklus I adalah 60%
video dalam penelitian. Video digunakan dalam dan pada siklus II adalah 85%.
penelitian ini pada saat penayangan soal
melalui permainan “HP Ranking Ucapan Terima Kasih
1”Keterampilan Berbicara
Berdasarkan hasil penelitian Penulis mengucapkan terima kasih yang
keterampilan berbicara didapatkan siklus I sebesar-besarnya kepada (SEAMEO Regional
sebesar 16,6 (baik) dan pada siklus II menjadi Center For QITEP IN SCIENCE yang telah
17,1.(baik). Hal tersebut telah sesuai dengan memberikan The Reseacrh Grant 2017 untuk
aspek penilaian di dalam keterampilan penelitian ini
berbicara ditentukan dari 2 hal, yaitu faktor DAFTAR PUSTAKA
kebahasaan dan faktor non kebahasaan
(Nurgiyantoro, 1995: 152). Penilaian dari Arikunto, dkk. 2008. Penelitian Tindakan
faktor kebahasaan meliputi: (1) Tekanan, (2) Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Ucapan, (3) kosa kata, (4) struktur kalimat
sedangkan penilaian dari faktor non kebahasaan Fatra, M. 2008. Penggunaan KOMAT (Komik
meliputi: (1) keberanian, (2) kelancaran. Matematika) pada Pembelajaran
Ditambahkan menurut Suhartono (2005: 21) Matematika di MI. Jurnal Algoritma.
berbicara merupakan bentuk perilaku manusia 3(1):58-73. ISSN: 2302-7339
yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik. Hamalik, O. 2008. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Simpulan
Hobbs, R. 2006. “Non‐optimal Uses of Video
Berdasarkan hasil penelitian mengenai
In The Classroom”. Learning, Media
peningkatan kualitas pembelajaran IPA dalam
and Technology, Vol 31(1): 35-50.
tema lingkungan melalui Penggunaan media
Karsidi, R. 2005. Sosiologi Pendidikan.
“Baskom” berbantuan permaianan “HP
Surakarta : UNS Press dan LPP UNS.
Ranking 1” dan alat peraga “K-Tv” di SD N
Sekaran 02 Semarang, peneliti dapat menarik Kemendikbud. 2013. Permendikbud Nomor 65
kesimpulan sebagai berikut: (1) Adanya Tahun 2013 Tentang Standar Proses
peningkatan keterampilan berbicara siswa pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
proses pembelajaran yaitu siklus I rata-rata Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
16,6 dengan kategori baik, pada siklus II rata- Kebudayaan RI.
rata 17,1 dengan kategori baik yang
ditunjukkan dari tekanan, ucapan, kosakata, Malik, A. dan Daulay, P. 2013.
struktur kalimat, keberanian, kelancaran; (2) ―Pengembangan Model Pendidikan
Adanya peningkatan aktivitas belajar siswa Antikorupsi Melalui Media Komik
Bagi Siswa Sekolah Dasar‖. Jurnal Wahyudi. 2015. Penggunaan alat peraga
Sekolah dasar. 22 (1), “Pagertormaku” berbantuan game
http://journal.um.ac.id/index.php/jurna “Who Wants To be the Winner untuk
lsekolah-dasar/article/view/4227, meningkatkan kreatif matematis dan
diakses pada 20 november 2016. hasil belajar matematika pada siswa
smp 1 rakit.
Nurgiyantoro, B. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. https://sobirinblog.files.wordpress.com
Yogyakarta: Gadjah Mada University /2016/03/wahyudi-s-pd-
Press. i_221020152238271.pdf diakses pada
25 November 2016
Piaget, J. 2001. The Psychology of Intelligence
“Translated by Malcolm Piercy and Zhang, D., Zhou, L., Briggs, R., O.,
D.E Berlyne”. London & New York: Nunamaker, J., F. 2005.
Routledge Classics. “Instructional Video In E-Learning:
Assessing The Impact Of Interactive
Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Video On Learning Effectiveness’.
Semarang : Universitas Diponegoro. Information & Management 43: 15–
Suhartono. 2005. Pengembangan keterampilan 27.
bicara anak usia dini. Jakarta:
Depdiknas.
E-mail: nasrullahhati@gmail.com
ABSTRACT
This study aims to obtain information on student activity and improvement of student learning outcomes of
grade VII SMP Plus Al-Amanah. Classification Concepts Substances with sub-concepts in cycle I acid, alkaline,
and salt indicator, while cycle II on Natural Indicators. The study was conducted on students of class VIII D
consisting of 32 people and one teacher. The subject of the study was determined based on the consideration of
science teachers with the researchers. Model of learning using inquiry model. The data were obtained through
the student's preliminary test before the learning was conducted and the final test after the learning, the
observation activity and the teacher's activity during the learning of each cycle, pre test and post test to know
student learning outcomes (index gain) along with a questionnaire of student responses as long as given inquiry
model in the learning done in the classroom. Learning result evaluation tool used in the form of multiple choice
test to capture the improvement of student learning result about acid, alkaline and salt mixture. Based on the
result of learning analysis by implementing Curriculum 2013 through model of inquiry there is an increase of
82% (cycle I) and 89% (cycle II) activity, teacher's achievement in learning 79,31% (cycle I) to 96% (cycle II,
Improved Learning Outcomes in the Affective Sphere of 72% (cycle I) and 96% (cycle II), Cognitive Sphere
gained a gain index of 0.44 (cycle I medium category) to 0.64 (cycle II high category), Psychometric sphere of
75% (cycle I) to 86% (cycle II) Responses Learners of the inquiry model on acid, alkaline and saline learning
have a positive response like 92% IPA, prepare 85% lessons, understand the material 85%, be grateful for acid,
and salt in life as much as 97%, cooperate in the group by 88% .. Implementation of curriculum 2013 through
inquiry model can improve the activity and learning outcomes of learners.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi aktivitas siswa dan peningkatan hasil belajar siswa kelas
VII SMP Plus Al-Amanah . Konsep Klasifikasi Zat dengan sub konsep pada siklus I indikator asam, basa, dan
Garam, sedangkan siklus II tentang Indikator Alami. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII D yang terdiri
atas 32 orang dan satu orang guru. Subjek penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan guru IPA
bersama peneliti. Model pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri. Data diperoleh melalui tes awal
siswa sebelum pembelajaran dilaksanakan dan tes akhir setelah pembelajaran, Aktivitas observasi (Unjuk
kerja) siswa dan aktivitas (ketercapaian) guru selama pembelajaran tiap siklus, pre tes dan post tes untuk
mengetahui hasil belajar siswa (indeks gain) setiap siklus, beserta angket respon siswa selama diberikan
model inkuiri dalam pembelajaran yang dilakukan di kelas. Alat evaluasi hasil belajar yang digunakan berupa
tes pilihan ganda untuk menjaring peningkatan hasil belajar siswa mengenai campuran asam, basa, dan
garam. Berdasarkan hasil analisis pembelajaran dengan mengimplementasikan Kurikulum 2013 melalui model
inkuiri terjadi peningkatan aktivitas peserta didik sebesar 82% (siklus I) dan 89% (siklus II), ketercapaian guru
dalam pembelajaran 79,31% (siklus I) menjadi 96% (siklus II, Peningkatan Hasil Belajar pada Ranah Afektif
sebesar72% (siklus I) dan 96% (siklus II), Ranah Kognitif mendapatka indeks gain 0,44 (siklus I kategori
sedang) menjadi 0,64 (siklus II kategori tinggi), ranah Psikomotrik dari 75% (siklus I) menjadi 86% (siklus II).
Respon Peserta didik terhadap model inkuiri pada pembelajaran asam, Basa, dan Garam memiliki respon
positif menyukai IPA 92%, mempersiapkan pelajaran 85%, memahami materi 85%, bersyukur ada asam,
basa, dan garam dalam kehidupan sebesar 97%, melakukan kerjasama dalam kelompok sebesar 88%.
Implementasi kurikulum 2013 melalui model inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta
didik.
Kata Kunci : Implementasi Kurikulum 2013, Model Inkuiri, Aktivitas, Hasil Belajar
Hati Nurahayu 97
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Hati Nurahayu 98
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Hati Nurahayu 99
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
analisis data diuraikan sebagai berikut (1) kondusif sebagai acuan dalam melakukan
Pengelompokkan data. Data yang diperoleh tindakan selanjutnya.
dalam penelitian disusun menjadi data tes awal Penyimpulan. Menganalisis hasil aktivitas
dan tes akhir sebelum dan sesudah pembelajaran belajar siswa, aktivitas ketercapaian guru dalam
berlangsung setiap siklus. Kekurangan pembelajaran setiap siklus dan peningkatan hasil
diperbaiki pada siklus berikutnya. (2) belajar siswa berdasarkan data selisih tes setelah
Pemeriksaan keabsahan data. Untuk pembelajaran.
memperoleh data yang absah maka dilakukan Prosedur penelitian tindakan kelas
beberapa tindakan antara lain : (a). (Classroom Action Research) dilakukan secara
Menggunakan cara yang bervariasi untuk bersiklus yaitu perencanaan (yang diawali
memperoleh data yang sama. (b). Menggali data dengan refleksi awal), tindakan, pengamatan dan
dari sumber yang berbeda, yaitu guru dan siswa. observasi-refleksi-evaluasi. Apabila dalam
(c) melakukan pengecekan ulang data yang telah pelaksanaannya muncul masalah baru, maka
dikumpulkan untuk kelengkapannya.(d) peneliti dapat melakukan perencanaan ulang,
melakukan pengolahan data dan analisis ulang tindakan ulang, pengamatan ulang, dan refleksi
dari data yang terkumpul.(e) mempertimbangan ulang sehingga penelitian membentuk siklus
pendapat para ahli, guna pengecekan akhir yang bobotnya makin sempurna (Indrawati et
terhadap keabsahan data termasuk teman al, 2001:20)
sejawat. Refleksi Tindakan menurut Indrawati et.
Pentabelan data yang diperoleh dibuat al (2004 : 17) merupakan akhir suatu siklus
dalam bentuk tabel agar lebih memudahkan penelitian. Refleksi merupakan suatu kegiatan
dalam membaca hasil pengambilan data untuk analisis, sintesis, interpretasi, dan penjelasan
memperbaiki tahapan siklus berikutnya. (eksplanasi) terhadap semua informasi yang
Pentabelan dilakukan terhadap hasil observasi diperoleh dari penelitian.
kegiatan guru dan siswa pada saat pembelajaran, Rancangan penelitian adalah penelitian
serta terhadap angket pendapat siswa serta tindakan kelas. Penelitian ini terdiri dari dua
penilaian terhadap guru ketika mengajar. siklus. Prosedur atau langkah – langkah yang
Analisis Hasil Ulangan (Tes awal dan tes akan dilakukan dalam PTK mengacu pada
akhir). Analisis dilakukan terhadap model yang diadopsi dari Hopkins (1993 : 48).
peningkatan hasil belajar siswa pada setiap Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan
siklus. Siklus mana yang memiliki nilai tertinggi pokok yaitu, perencanaan, tindakan
dan faktor apa yang menyebabkan peningkatan pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
pembelajaran tersebut. Selanjutnya kegiatan itu berlangsung terus,
Penilaian peningkatan hasil belajar siswa namun ada modifikasi pada tahap perencanaan
pada setiap siklus (Gain) dapat digunakan rumus yaitu perbaikan perencanaan.
dari Meltzer (2002 :126).
Skor post test – skor pre test Hasil dan Pembahasan Psikomotorik
Gain = N Data Siklus Pening
Skor maks – skor pre test o I II katan
Keterangan :
1 Aktivitas 82% 88% 6%
Post Test = Tes akhir setiap siklus (Unjuk kerja) Siswa
Pre Test = Tes awal setiap siklus 2 Aktivitas (ketercapaian) 79% 96% 15 %
Nilai maksimum = nilai maksimum yaitu 100 guru dalam pembelajaran
Rentang normalisasi indeks gain kategori
3 Hasil Belajar
peningkatan hasil belajar sebagai berikut : a. Ranah afektif 72% 84% 12%
Rentang Kategori Peningkatan Hasil Belajar b. Ranah kognitif 0.44 0.64
0.80 – 1.00 Sangat Tinggi c. Ranah psikomotorik 75% 86%
Aktivitas Belajar
Peserta Didik
100
0 (a)
Siklus ISiklus II (b) (c)
Gambar 4.2 ( a) menghaluskan bahan indikator
On Task Off Task alami, (b) menentukan perubahan warna, (c)
menjemurkan kertas lakmus indikator alami
Aktivitas pesert didik On Task (kegiatan Proses pembuatan Kertas lakmus indikator
dalam pembelajaran) dan Off Task (kegiatan alami peserta didik melakukan kegiatan
yang dilakukan diluar pembelajaran) pada siklus serangkaian proses inkuiri mereka dapat
I diperoleh sebesar 82% dan siklus II sebesar menemuan lebih analitis, kreatif memiliki daya
88 % , terdapat peningkatan aktivitas siswa imajinasi tinggi dalam mengkreasikan sesuatu
sebesar 6 %. Perubahan yang terjadi merupakan dengan menggunakan pengetahuannya.
perbaikan dari siklus I , diantaranya : LKPD Sebgaimana menurut Anam dalam
(Lembar Kerja Peserta didik) alangkah baiknya Kemendikbud (2016:42) bahwa salah satu
dijelaskan terlebih dahuluagar peserta didik model pembelajaran inkuiri anak dapat real life
memahami apa yang akan dilakukan. LKPD skills, dimana peserta didik belajar tentang hal
yang diberikan setiap kelompok diberikan dua penting namun mudah diakukan,siswa didorong
lembar disetiap kelompok, sehingga tidak ada untuk melakukan bukan duduk diam dan
yang melakukan kegiatan diluar pembelajaran mendengaran.
karena dalam kelompok dapat membaca
kegiatan yang harus dilaksanakan pada Aktivitas Ketercapaian Guru dalam
percobaan indikator asam, basa dan garam Pembelajaran
dengan menggunakan kertas lakmus.Peingkatan Berdasarkan hasil observasi terhadap
aktivitas belajar terjadi saat pertemuan pada guru pada pembelajaran siklus I mengenai
siklus II pada saat melakukan kegiatan membuat konsep lihat grafik berikut!
kertas lakmus Indikator alami dari bahan kunyit
dan tanaman ungu. Peserta didik memiliki
aktivitas pembelajaran dengan dibimbing oleh
guru saat kegiatan berlangsung.
Dari grafik 4 terdapat peningkatan nilai indeks Tabel 2 Angket respon siswa terhadap model
gain sebesar 0.20 dari 0.44 kategori sedang inkuiri
(siklus No
I) menjadi 0.64 kategori tinggi ( Pertanyaan Persentase
siklus II). Hal ini disebabkan berhubungan (%)
dengan ketepatan guru dalam membawakan 1 Yang menyukai 91.41
model inkuiri dalam pembelajaran sehingga pelajaran IPA
anak dapat memahami materi sehingga potensi 2 Mempersiapkan 58
yang dimiliki anak semakin meningkat dari terlebih dahulu
model inkuiri yang dilakukan memiliki tema pelajaran yang akan
yang tidak terbatas, Sebagaimana menurut diterima
Anam dalam Kemendikbud (2016:42) Dengan 3 Materi dapat 85.2
dipahami
berbagai observasi dan eksperimen, peserta
didik memiliki peluang untuk melakukan
4 Bersyukur adanya 81
penemuan.. asam, basa, dan
Hasil psikomotorik berupa unjuk kerja garam dalam
diperoleh sebesar 75% (pada siklus I) dan 86% kehidupan
(pada siklus II) dengan peningkatan tersebut 5 Bekerjasama 88.3
berupa ketelitian menyiapkan alat dan bahan
praktikum. Adapun respon peserta didik yang diperoleh dari
angket mereka mengemukakan manfaat model
inkuiry diantaranya : (1)pembelajaran dengan
model inkuiri lebih menyenangkan, (2)
meningkatkan imajinasi pesera didik dapat
meningkat, (3) peluang mendapatkan
penemuan, arena kita diberi kebebasan dalam
memperoleh jawaban dari kegiatan yang telah
dilakukan.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis pada siklus I dan
siklus II, dapat disimpulkan : (1) berdasarkan
hasil observasi aktivitas siswa dan aktivitas
(ketercapaian) guru dalam pembelajaran ada
Grafik 5. Indeks Gain (peningkatan Hasil belajar peningkatan pada siklus berikutnya, seiring
peserta didik). dengan kemampuan guru dalam melaksanakan
Angket digunakan sebagai pelengkap untuk tindakan pembelajaran yang sesuai dengan
mengetahui respon peserta didik selama rencana tindakan.(2) ketercapaian guru dalam
menggunakan model inkuiri dalam belajar, pembelajaran sebagai fasilitator peserta didik
dilakukan dialam kegiatan awal setiap sangat menentukan terhadap keberhasilan. (3)
pembelajaran secara berkelompok, sehingga Pembelajaran yang dilaksanakan dapat
siswa memiliki informasi awal dari materi yang meningkatkan hasil belajar siswa dibantu
akan mereka terima di kelas dan pengaruhnya dengan menerapkan implementasi K13 melalui
terhadap aktivitas belajar mereka di dalam kelas. model inkuiri mereka dapat membuat kertas
Respon siswa yang diperoleh dari angket dapat lakmus dari indikator alami..
kita lihat tabel 4 berikut ini.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih terucapkan kepada lembaga
SEMEO QITEP yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian ini. Kepada panitia yang senantiasa
memotivasi kami menyelesaikan tugas
penelitian ini. Kepala sekolah SMP Plus al-
Amanah beserta rekan kerja juga peserta
didikku yang menginspirasi. Keluarga tercintaku
terutama suami yang senantiasa mendukung [7] Kemdikbud. (2014). Materi Pelatihan
penulis agar tetap konsisten di bidang Guru Implementasi Kurikulum 2013 . Jakarta
pendidikan yang penulis pegang. :Kemdikbud
[8] Kemdikbud. (2014). Buku Pegangan
Daftar Pustaka Guru elas VII Kurikulum 2013 . Jakarta
emdikbud
[1] Arikunto, S. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi [9] Kemdikbud. (2014). Buku Pegangan
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Siswa Kelas VIII Kurikulum 2013 . Jakarta
[2] Amir Hamzah Suleiman. 1988. Media Audio- :Kemdikbud
visual untuk Pengajaran dan Penyuluhan. [10] Milly R. Sonneman ,( 2002) Mahir
Jakarta : PT Gramedia. Hlm. 68 Berbahasa Visual, Bandung: Kaifa,. Hlm : 88
[3] Bawajir, D.(kamis, 19 Juni 2008). Peran [11] Nana Sudjana.(2007). Dkk, Media
Upaya Menigkatkan Kecerdasan Anak. Pengajaran, Bandung: Sinar Baru
Cirebon : Majalah Islam World. [12] Kemendikbud. 2016.Panduan
[4] Dahar, Ratna Willis (1998). Teori-Teori Pembelajaran untuk SMP. Jakarta
Belajar. Jakarta : Erlangga.
:Kemendikbud
[5] De Porter, dkk. 2000. Quantum Teaching.
Bandung : Kaifa
[6] Indrawati, dkk.(2001). Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action
Resesarch).Bandung : Depdiknas.
ABSTRACT
This study aims to implement inquiry-based learning with 5E learning cycle model assisted by virtual lab as
empirical evidence in an effort to improve the mastery of concept and critical thinking skills of students on the
electrochemical topic. The research used classroom action research method which carried out on three cycles.
In each cycle applied 5E learning cycle model consisting of engagement, exploration, explanation, elaboration,
and evaluation phases. In each cycle used different methods. The mastery of concept and critical thinking skills
of students were measured by paper test at each cycle. The level of implementation of the 5E learning cycle was
measured by observation of the implementation of the 5E cycle on each cycle. Student responses were captured
by questionnaire at the end of the third cycle. The level of implementation of 5E learning cycle in the first,
second, and third cycle was 89.17%; 96.00%; and 99.00% respectively. The students' mastery of concept
increased from the first to the third cycle, in a row it was 52.27%; 61.36%; and 75.00%. Students' critical
thinking skills in the first, second, and third cycle were 54,55%; 72.16% and 61.36%. Students agreed that
learning activities (54.55%) and virtual lab applications (72.73%) help in understanding the concept. The
results of this study indicate that the implementation of inquiry-based learning with 5E learning cycle model
assisted by virtual lab on the electrochemical topic improves the mastery of the concept.
Keywords: virtual lab, 5E learning cycle, concept mastery, critical thinking, electrochemistry
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan pembelajaran berbasis inkuiri dengan model siklus belajar
5E berbantukan virtual lab sebagai bukti empirik dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis siswa pada topik elektrokimia. Penelitian menggunakan metode penelitian tindakan
kelas (PTK) yang dilakukan sebanyak tiga siklus. Pada masing-masing siklus diterapkan model belajar siklus
5E yang terdiri dari fase engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation. Setiap siklus
menggunakan metode pembelajaran yang berbeda. Aspek penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis
siswa diukur dengan tes tertulis pada setiap siklus. Tingkat keterlaksanaan tahapan siklus belajar 5E diukur
dengan lembar observasi keterlaksanaan siklus 5E pada setiap siklus. Respon siswa dijaring melalui angket
pada akhir siklus ketiga. Tingkat keterlaksanaan tahapan siklus belajar 5E pada siklus pertama, kedua, dan
ketiga secara berturut-turut adalah 89,17%; 96,00%; dan 99,00%. Penguasaan konsep siswa meningkat dari
siklus pertama hingga siklus ketiga secara berturut-turut 52,27%; 61,36%; dan 75,00%. Kemampuan berpikir
kritis siswa pada siklus pertama, kedua, dan ketiga adalah 54,55%; 72,16% dan 61,36%. Siswa setuju bahwa
kegiatan pembelajaran (54,55%) dan aplikasi virtual lab (72,73%) membantu memahami materi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi siklus 5E berdasarkan pendekatan inkuiri berbantukan virtual
lab pada topik elektrokimia dapat meningkatkan penguasaan konsep.
Kata kunci: virtual lab, siklus belajar 5E, penguasaan konsep, berpikir kritis, elektrokimia
Subjek dalam penelitian yaitu siswa kelas penguasaan konsep siswa, pencapaian
XII di salah satu SMK di Cianjur tahun ajaran keterampilan berpikir kritis siswa dan respon
2017/2018 pada topik elektrokimia, dengan siswa.
jumlah siswa 37 orang. Adapun instrumen yang Validasi isi
digunakan pada penelitian ini lembar validasi, Berdasarkan persamaan Lawshe, nilai
tes tertulis untuk mengukur penguasaan konsep minimum CVR berdasarkan jumlah validator
dan keterampilan berpikir kritis siswa, lembar untuk 5 orang validator adalah 0,736 [18]. Hasil
observasi keterlaksanaan. CVR menunjukkan bahwa 24 butir soal pilihan
Lembar validasi digunakan untuk meminta ganda untuk mengukur penguasaan konsep dan
pendapat dari 5 orang guru kimia mengenai 24 butir soal pilihan ganda untuk mengukur
kesesuaian indikator dengan soal tes tertulis keterampilan berpikir kritis siswa untuk semua
yang dikembangkan untuk mengukur siklus memiliki nilai CVR 1,00 yang artinya
penguasaan konsep dan keterampilan berpikir memenuhi nilai minimun dan soal-soal tersebut
kritis siswa. Data yang diperoleh kemudian dinyatakan valid.
dianalisis dengan menggunakan pendekatan Walaupun semua validator menyatakan
content validity ratio (CVR). CVR digunakan valid, namun terdapat beberapa catatan yang
untuk mengukur indeks keshahihan menjadi masukan perbaikan terkait adanya soal
berdasarkan validasi isi secara kuantitatif [22]. dengan kunci jawaban yang salah ataupun tidak
Adapun rumus CVR adalah: adanya pilihan jawaban yang tepat. Beberapa
redaksi kalimat baik pada kalimat pertanyaan,
pilihan jawaban maupun indikator
menimbulkan berbagai tafsiran serta sedikit
(1) membingungkan, serta beberapa soal memiliki
pilihan jawaban yang mirip sehingga
Keterangan: dikhawatirkan akan menimbulkan kebingungan
ne : jumlah ahli yang setuju pada saat siswa menjawab. Hasil validasi
N : jumlah semua ahli yang memvalidasi tersebut menjadi masukan dan bahan perbaikan
Adapun tes tertulis yang digunakan adalah untuk semua butir soal yang perlu diperbaiki
berupa 8 butir soal pilihan ganda dengan lima sebelum digunakan sebagai instrumen.
pilihan jawaban untuk mengukur aspek
penguasaan konsep siswa serta 8 butir soal Gambaran umum tingkat keterlaksanaan
pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban siklus belajar 5E pada kegiatan pembelajran
untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siklus 1, 2 dan 3
siswa yang diberikan pada akhir masing- Pada setiap siklus pembelajaran digunakan
masing siklus. model belajar siklus 5E yang terdiri dari fase
Lembar observasi keterlaksanaan engagement, exploration, explanation,
digunakan untuk melihat tingkat keterlaksanaan elaboration, dan evaluation. Untuk menilai
fase-fase dalam siklus belajar 5E yang keterlaksanaan setiap fase, masing-masing fase
dijabarkan ke dalam beberapa indikator pada dijabarkan ke dalam beberapa indikator yang
setiap masing-masing fase siklus 5E[23]. Lembar diukur melalui pengamatan oleh dua orang
observasi diisi oleh dua orang observer dengan observer dalam bentuk kuantitatif berupa nilai 2
kriteria nilai keterlaksanaan 0-2. Angket jika indikator yang diberikan dapat terlaksana
digunakan untuk mengetahui respon siswa dengan sangat baik; 1 jika indikator yang
terhadap kegiatan pembelajaran dengan siklus diberikan tidak sepenuhnya terlaksana dengan
belajar 5E aplikasi virtual lab yang digunakan. baik; dan nilai 0 jika indikator yang diberikan
Angket terdiri dari 15 pernyataan dengan empat tidak terlaksana. Hasil penilaian tingkat
pilihan jawaban tingkat persetujuan siswa. keterlaksanaan indikator-indikator untuk setiap
fase siklus belajar 5E pada semua siklus
Hasil dan Pembahasan pembelajaran disajikan pada Tabel 1.
Pemaparan terkait hasil penelitian untuk
seluruh siklus yang diimplementasikan dan
pembahasannya akan dibagi menjadi lima
bagian meliputi: validasi isi, gambaran umum
keterlaksanaan siklus 1, 2 dan 3, pencapaian
Tabel 1. Tingkat keterlaksanaan indikator-indikator untuk setiap fase siklus belajar 5E pada setiap
siklus pembelajaran
Tingkat Keterlaksanaan (%)
Indikator
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
Fase Engagement
Guru meningkatkan minat/motivasi siswa untuk belajar 100,00 100,00 100,00
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
merangsang rasa ingin tahu siswa
Guru mengecek pengetahuan siswa sebelumnya 100,00 100,00 100,00
Guru memberikan contoh/permasalahan yang kontekstual 100,00 100,00 100,00
Guru memberikan gambaran tentang materi yang akan 100,00 100,00 100,00
dipelajari
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase engagement 100,00 100,00 100,00
Fase Exploration
Siswa mendapatkan pengalaman belajar melalui fenomena 50,00 50,00 75,00
yang dijelaskan oleh guru yang sesuai dengan konsep yang
dipelajari
Siswa diberi kesempatan untuk secara aktif melakukan 100,00 50,00 100,00
kegiatan belajar (minds-on) melalui pengumpulan
data/informasi untuk memecahkan masalah yang diberikan
oleh guru (siklus 1) atau Siswa diberi kesempatan untuk
secara aktif merancang dan melakukan eksperimen atau
praktikum (siklus 2 dan 3)
Siswa diberi pertanyaan yang merangsang kemampuan 100,00 100,00 100,00
berpikir siswa serta untuk mengecek konsep yang telah
terbentuk (siklus 1) atau Siswa diberi kesempatan untuk
secara aktif menyusun dan melakukan pengujian hipotesis
(siklus 2 dan 3 )
Siswa diberi kesempatan untuk secara aktif melakukan - 100,00 100,00
pengumpulan data/informasi untuk memecahkan masalah
yang diberikan oleh guru (siklus 2 dan 3)
Siswa diberi pertanyaan yang merangsang kemampuan - 100,00 100,00
berpikir siswa serta untuk mengecek konsep yang telah
terbentuk (siklus 2 dan 3)
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase exploration 83,33 80,00 95,00
Fase Explanation
Siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil dari 100,00 100,00 100,00
kegiatan belajar sebelumnya
Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, menyanggah 75,00 100,00 100,00
atau memberikan jawaban baik terhadap pendapat atau
pertanyaan dari kelompok lain maupun dari guru
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase explanation 87,50 100,00 100,00
Fase Elaboration
Siswa diberikan kesempatan untuk menerapkan dan 100,00 100,00 100,00
memperluas konsep dan keterampilan yang baru didapat ke
dalam situasi yang baru yang diajukan oleh guru melalui
proses diskusi
Siswa diberikan penjelasan untuk mengeneralisasi konsep 75,00 100,00 100,00
yang didapatkan serta untuk mengarahkan siswa pada
konsep yang benar
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase elaboration 87,50 100,00 100,00
Fase Evaluation
Siswa diberikan kesempatan untuk menyimpulkan konsep 75,00 100,00 100,00
yang didapat dari pembelajaran yang telah dilakukan
Siswa diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan 100,00 100,00 100,00
secara tertulis
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase evaluation 87,50 100,00 100,00
Rata-rata tingkat keterlaksanaan siklus belajar 5E pada 89,17 96,00 99,00
Tabel 1. Tingkat keterlaksanaan indikator-indikator untuk setiap fase siklus belajar 5E pada setiap
siklus pembelajaran
Tingkat Keterlaksanaan (%)
Indikator
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
setiap siklus pembelajaran
berpikir kritis siswa untuk setiap siklus lab mudah untuk digunakan, bahkan 45,45%
disajikan dalam Tabel 3. siswa sangat setuju bahwa tampilan dari
aplikasi virtual lab yang diberikan sangat
Tabel 3. Persentase keterampilan berpikir menarik. Sebanyak 72,73% siswa setuju bahwa
kritis siswa aplikasi virtual lab yang diberikan sesuai dan
Rata-rata nilai keterampilan membantu dalam memahami materi
Siklus
berpikir kritis (%) pembelajaran yang diajarkan dan 63% siswa
setuju bahwa percobaan berbasis virtual lab
1 54,55 dapat menambah keyakinan dalam mengambil
dan menentukan jawaban. Maka tidak heran
2 72,16
jika 54,55% siswa berpendapat bahwa materi
3 61,36 pembelajaran yang diajarkan dapat dengan
mudah dipahami dengan menggunakan bantuan
Dari data Tabel 3 tampak bahwa virtual lab.
pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa Pada tahapan evaluasi, sebanyak 45,45%
tiap siklus berbeda. Ada peningkatan siswa sangat setuju bahwa soal-soal yang
pencapaian penguasaan konsep dari siklus 1 ke diberikan menuntut untuk berpikir secara kritis.
siklus 2, meskipun masih di bawah indikator Secara keseluruhan penguasaan konsep siswa
keberhasilan yang ditetapkan. Akan tetapi, hanya 62,88% dan keterampilan berpikir kritis
pada siklus 3 terlihat adanya penurunan siswa hanya 62,69%. Rendahnya nilai ini dapat
pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa. dimungkinkan karena siswa merasa soal-soal
Hal ini dimungkinkan disebabkan oleh yang diberikan sangat sulit dan
kompleksitas materi pada siklus 3. membingungkan (54,55%) dan soal-soal yang
diberikan tidak relevan dengan materi
Respon Siswa Terhadap Model Pembelajaran pembelajaran yang telah diajarkan (54,55%).
Siklus 5E Secara keseluruham respon siswa terhadap
Secara umum, respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran sangat positif. Begitu
pembelajaran dengan menggunakan model juga respon siswa terhadap aplikasi virtual lab
belajar siklus 5E berdasarkan pendekatan yang digunakan. Akan tetapi, soal-soal yang
inkuiri berbantukan virtual lab pada topik digunakan harus diperbaiki lebih lanjut.
elektrokimia pada keseluruhan siklus sangat Simpulan
positif. Pembelajaran berbasis inkuiri dengan
Siswa sangat setuju bahwa permasalahan model siklus belajar 5E berbantukan virtual lab
yang diberikan pada awal kegiatan berhasil dilaksanakan dengan 3 siklus
pembelajaran mendorong rasa keingintahuan pembelajaran. Fase-fase pembelajaran pada
siswa. Hal ini sejalan dengan hasil observer siklus belajar 5E telah terlaksana dengan baik
dimana indikator “Guru meningkatkan dengan tingkat keterlaksanaan untuk setiap
minat/motivasi siswa untuk belajar dengan siklus masing-masing 89,17%; 96,00%; dan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang 99,00%. Penguasaan konsep siswa terbukti
merangsang rasa ingin tahu siswa” pada fase meningkat dari siklus 1 hingga siklus 3 yaitu
engagement terlaksana 100%. Lebih dari 40% secara berturut-turut 52,27%; 61,36%; dan
siswa setuju bahwa kegiatan pembelajaran yang 75,00%. Keterampilan berpikir kritis siswa
dilakukan memberi kesempatan untuk meningkat dari siklus 1 yaitu 54,55% hingga
menemukan jawaban dari permasalahan yang siklus 2 yaitu 72,16% tetapi menurun pada
ada secara mandiri, memberi kesempatan untuk siklus 3 karena kompleksitas materi yaitu
mengemukakan pendapat, mendorong untuk 61,36%. Kegiatan pembelajaran dan aplikasi
berpikir secara kritis, serta yang paling penting virtual lab yang digunakan direspon secara
bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan positif oleh siswa. Sebanyak 54,55% siswa
membantu dalam memahami materi setuju bahwa kegiatan pembelajaran membantu
pembelajaran yang diajarkan (54,55%). memahami materi. Begitu pula dengan aplikasi
Adapun respon siswa terhadap aplikasi virtual lab yang digunakan, 72,73% siswa
virtual lab yang diberikan, menunjukkan setuju bahwa aplikasi tersebut dapat membantu
bahwa 72,73% setuju bahwa aplikasi virtual memahami materi.
Abstract
The curriculum of chemistry learning in vocational high school requires students to master basic science concepts,
but the process and scope must support skills development that is the main objective of vocational high school.
Therefore it is necessary to apply the learning that can improve the mastery of concepts as well as creativity of
students, one of them with POGIL learning assisted mind mapping. The purpose of this study were to describe
how the application of learning model POGIL assisted mind mapping on learning element symbol and atomic
structure can improve learning outcomes and creativity of students of class X TSM SMK Negeri 9 Malang. This
type of research is a classroom action research conducted in two cycles, each cycle 3 times a meeting. The results
showed that learning POGIL assisted mind mapping can improve student learning and creativity. This can be
seen from the average score of students' learning outcomes in cycle I to cycle II has increased from 78.7 to 83.1.
Student learning completeness in the classical also increased from 76%, to 88%. In the second cycle students'
learning completeness has been classically achieved. The average score of student creativity in cycle I to cycle II
also increased from 69.6 to 85.8. It is therefore suggested that POGIL and mind mapping learning can be applied
to other chemicals.
Abstrak
Kurikulum pembelajaran kimia di SMK menuntut siswa agar dapat menguasai konsep-konsep dasar ilmu
pengetahuan, namun proses dan cakupannya harus mendukung pengembangan keterampilan yang menjadi
tujuan utama SMK. Oleh karena itu perlu diterapkan pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan konsep
sekaligus kreativitas siswa, salah satunya dengan pembelajaran POGIL berbantuan mind mapping. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan model pembelajaran POGIL berbantuan mind
mapping pada pembelajaran lambang unsur dan struktur atom dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas
siswa kelas X TSM SMK Negeri 9 Malang. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan
dalam dua siklus, masing-masing siklus 3 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
POGIL berbantuan mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa. Hal ini terlihat dari
nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I ke siklus II mengalami peningkatan dari 78,7 menjadi 83,1.
Ketuntasan belajar siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan yaitu dari 76%, menjadi 88%. Pada siklus
II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Skor rata-rata kreativitas siswa pada siklus I ke siklus
II juga mengalami peningkatan dari 69,6 menjadi 85,8. Dengan demikian disarankan agar pembelajaran POGIL
dan mind mapping dapat diterapkan pada materi kimia yang lain.
2. Siswa yang tuntas 19 dan ketuntasan belajar mencapai 76% atau ada
(Nilai minimal 75) 19 orang dari 25 siswa sudah
3. Persentase ketuntasan belajar 76% tuntas belajar.
Data hasil penilaian kreativitas siswa Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus
berdasarkan penilaian terhadap mind mapping pertama secara klasikal siswa belum tuntas
yang dibuat oleh siswa pada siklus I didapatkan belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥
nilai rata-rata pembuatan mind mapping sebesar 75 hanya sebesar 76% lebih kecil dari
69,6. Sedangkan nilai kreativitas berdasarkan persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
kategori seperti yang tercantum pada Tabel 2 sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa
berikut: masih belum terbiasa dengan pembelajaran
POGIL berbantuan mind mapping. Untuk itu
Tabel 2 Hasil Penilaian Kreativitas Berdasarkan diperlukan tindakan selanjutnya pada siklus II
Mind Mapping Pada Siklus I dengan menyusun rencana perbaikan.
No. Kategori Nilai Jumlah Siswa Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I,
1. A- 1 maka pada siklus II direncanakan tindakan
2. B+ 6 sebagai berikut:
3. B 13 1) Merevisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
4. C 5 (RPP) tentang struktur atom. Pada siklus II ini
ada sedikit perbedaan pada teknik mengajar
Refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran guru. Guru meminta siswa untuk membuat
dan hasil belajar siswa dilakukan oleh peneliti mind mapping pada tahap penutup sebagai
dan pengamat setelah siklus I selesai. Selama kesimpulan dari pembelajaran yang telah
pelaksanaan pembelajaran di siklus I, ada dilakukan dan memberikan hadiah bagi siswa
beberapa catatan penting yang disampaikan dari yang membuat mind mapping paling baik, hal
hasil observasi dan evaluasi oleh peneliti dan ini bertujuan agar siswa bersungguh-sungguh
pengamat, antara lain: dalam belajar dan membuat mind mapping.
1) Ada beberapa orang siswa yang tidak dapat Dengan demikian diharapkan siswa lebih
berperan sesuai dengan tugas dalam banyak belajar sehingga hasil belajar serta
kelompoknya. kreativitasnya bisa lebih baik.
2) Ada beberapa anggota kelompok yang aktif 2) Menyusun LKS struktur atom sesuai dengan
dalam diskusi kelompok serta memiliki langkah-langkah pembelajaran POGIL
kemampuan memimpin diskusi sehingga berbantuan mind mapping.
kelompok tersebut dapat menyelesaikan LKS 3) LKS diberikan kepada siswa satu hari
dengan baik, tetapi ada juga sebagian anggota
sebelum pembelajaran berlangsung dan
kelompok lain yang pasif.
meminta siswa untuk mempelajarinya.
3) Dalam membuat mind mapping pada
4) Menyiapkan soal ulangan harian siklus II
pertemuan pertama banyak siswa yang masih
tentang materi struktur atom, bentuk soal
kesulitan karena kurang faham cara uraian, penskoran serta rubrik penilaian.
membuatnya. Data hasil belajar kognitif siswa berdasarkan
4) Memerlukan perhatian khusus terhadap hasil ulangan harian siswa pada siklus II
beberapa siswa karena pada saat diskusi dan disajikan pada Tabel 4.3 berikut.
saat membuat mind mapping kurang fokus
pada kegiatan pembelajaran dan cenderung
mengganggu temannya.
[7] Purbosari, P.M. 2013. Pembelajaran Kimia Science and Mathematics, 108(7): 298-312.
Menggunakan Model TGT dengan Media [20] Seyihoglu, A. & Kartal, A. 2010. The Views
Animasi Berbasis Flash Video Interaktif of The Teachers About The Mind Mapping
Ditinjau dari Kemampuan Memori dan Technique in The Elementary Life Science
Kreativitas. Jurnal Inkuiri, 2: 225-268. and Social Studies Lessons Based on The
[8] Hanson, D.M. 2006. Instructor’s Guide to Constructivitivist Method. Educational
Process Oriented Guided Inquiry Learning. Sciences: Theory and Practice. 10(30): 637-
Listle, IL: Pacific Crest. 1656, (Online). http://eric.ed.gov. Diakses
[9] Moog, R.S., & Spencer, J.N. 2008. POGIL: tanggal 21 September 2016.
An Overview. Washington DC: Oxford [21] Sutarni, M. 2011. Penerapan Model Mind
University Press. Mapping dalam Meningkatkan Soal Cerita
[10] Widyaningsih, S.Y. 2012. Model MFI dan Bilangan Pecahan. Jurnal Pendidikan
POGIL ditinjau dari aktivitas belajar dan Penabur (Online), 16 (10).
kreativitas siswa terhadap prestasi belajar. [22] Mulyana, E. 2003. Kurikulum Berbasis
Jurnal Inkuiri. 1(3):266-275 Kompetensi: Konsep, Karakteristik,
Implementasi dan Inovasi. Bandung: PT.
[11] Villagonzalo. E.C. 2014. Process Oriented
Remaja Rosdakarya.
Guided Inquiry Learning: An Effective
[23] Rostikawati, R.T. 2006. Mind Mapping
Approarch in Enhancing Students’ dalam Metode Quantum Learning
Academic Performance. DLSU Research Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar
Conggress. dan Kreativitas Siswa. (Online),
https://www.dlsu.edu.ph/conferences/dlsu_ http://www.wordpress.com, diakses tanggal
research_congress/2014/_pdf/procedings/L 21 Januari 2016.
LI-I-007-FT.pdf. Diakses tanggal 7 Maret [24] Windura, S. 2016. Mind Map Langkah Demi
2016. Langkah. Jakarta: PT. Elex Media
[12] Maulidiawati, Soeprodjo. 2014. Keefektifan Komputindo.
Pembelajaran Kooperatif dengan POGIL
Pada Hasil Belajar. Journal Unnes:
Chemistry in Education. 3 (2):163-169.
[13] De Gale, S. & Boiselle, L.N. 2015. The
Effect of POGIL on Academic Performance
and Academic Confidence. Science
Education International, 26 (1): 56-61.
[14] Buzan, Tony. 2012. Buku Pintar Mind Map.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
[15] Zampetakis, Leonidas A and Tsironis,
Loukas. 2007. Creativity development in
engineering education: the case of mind
mapping. Journal of Management
Development. 26(4): 370-380.
[16] Lawson, AE.1999. What Should Students
Learn About the Nature of Science and How
Should We Teach It?. Journal of College
Science Teaching. 401-411.
[17] Farrell, J.J., Moog, R.S., & Spencer, J.N.
1999. A Guided Inquiry General Chemistry
ABSTRACT
The problem of this study is whether the inquiry learning model through outdoor activities with tracker software
media can improve the students’ motivation and learning outcomes of physics subject on rotationdynamics
materialat XI IPA 5 MAN 2 Kudus in the academic year of 2017 / 2018. The study was designed in two cycles.
Each cycle consisted of four stages ranging from planning, execution, observation, and reflection. The findings
showed that (1) thestudents’ learning motivation increased after learning with inquiry learning model through
outdoor activities with media tracker software. The learning motivation between the initial condition and cycle
II increased 18.5 points or 27%. (2) the students' learning outcomes increased after learning with inquiry
learning model through out-of-class activities with media tracker software. In terms of theknowledge outcomes,
compared to the initial conditions, there was an increase of 11.25 points on cycle II or an increase of 15%.
Meanwhile, the average value of skill learning outcomes, compared to the initial conditions, there was an
increase of 10 points on cycle II or 13% increase. This showed that the inquiry learning model through outdoor
activities with media software tracker succeeded in improving learners' learning outcomes.
Keywords: learning model, inquiry, outdoor activities, tracker, motivation, learning outcomes
ABSTRAK
Masalah dari penelitian ini adalah apakah model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar kelas (outdoor
activities) dengan media perangkat lunak tracker dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar fisika pada
materi dinamika rotasi peserta didik pada peserta didik kelas XI IPA 5 MAN 2 Kudus tahun pelajaran
2017/2018. Penelitian ini dirancang dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Motivasi belajar
peserta didik meningkat setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar
kelas (outdoor activities) dengan media perangkat lunak tracker. Peningkatan motivasi belajar antara kondisi
awal dan siklus II terjadi peningkatan 18,5 angka atau meningkat 27%. (2) Hasil belajar peserta didik
meningkat setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar kelas (outdoor
activities) dengan media perangkat lunak tracker. Untuk hasil belajar pengetahuan, jika dibandingkan antara
kondisi awal terjadi peningkatan 11,25 angka terhadap siklus II atau terjadi kenaikan 15%. Sedangkan nilai
rata-rata hasil belajar keterampilan, jika dibandingkan antara kondisi awal terjadi peningkatan 10 angka
terhadap siklus II atau terjadi kenaikan 13%. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri melalui
aktivitas luar kelas (outdoor activities) dengan media perangkat lunak tracker dalam meningkatkan hasil
belajar peserta didik.
Kata Kunci: model pembelajaran, inkuiri, outdoor activities, tracker, motivasi, hasil belajar
yaitu melalui eksperimen [6]. Sains sangat mengedepankan metode ceramah. Hal inilah
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari untuk yang menyebabkan hasil belajar fisika siswa
memenuhi kebutuhan manusia melalui belum maksimal.
penyelesaian masalah (problem solving) dan Untuk meningkatkan penguasaan
aktivitas berbasis inkuiri. Hal ini menuntut konsep fisika sangat diperlukan metode dan
pembelajaran sains seharusnya memberikan media pembelajaran yang relevan. Berkenaan
kesempatan kepada peserta didik untuk dengan hal tersebut, terasa tidak sesuai jika
mengumpulkan data dan membuat kesimpulan pembelajaran hanya menitikberatkan pada
yang terkait dengan kehidupan mereka sehari- penguasaan materi tanpa disertai usaha guru
hari [11]. memberikan kesempatan siswa untuk
Pemahaman konsep-konsep fisika yang melakukan pengamatan dan kajian langsung.
baik seharusnya akan mempermudah siswa Pentingnya melakukan pembelajaran melalui
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) perbuatan langsung (learning by doing) yang
yang telah ditetapkan sekolah yaitu 75. Namun melibatkan siswa secara fisik dan mental
berdasarkan fakta dan data yang ada bahwa emosional[8]. Dengan demikian, metode dan
nilai siswa kelas XI IPA 5 MAN 2 Kudus yang media sangat membantu siswa untuk
peneliti ampu masih jauh dari harapan. Hasil memahami materi pelajaran. Berdasarkan latar
rata-rata ulangan harian sebesar 72,08 dan belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
siswa yang telah tuntas belajar sebesar 59%. melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan
Kenyataan lain dalam kegiatan belajar Model Pembelajaran Inkuiri Melalui Aktivitas
mengajar fisika, umumnya siswa Luar Kelas (Outdoor Activities) dengan Media
menampakkan sikap kurang bergairah, Perangkat Lunak Tracker untuk Meningkatkan
kurang bersemangat, dan kurang siap Motivasi dan Hasil Belajar Fisika pada Materi
menerima pelajaran sehingga motivasi belajar Dinamika Rotasi Peserta Didik Kelas XI IPA 5
siswa juga sangat rendah. Ditandai dengan di MAN 2 Kudus Tahun Pelajaran 2017/2018”.
persentase motivasi belajar siswa hanya sebesar Adapun tujuan dari penelitian ini,
67%. Motivasi siswa yang rendah dikarenakan antara lain: (1) Untuk mengetahui model
pembelajaran yang masih terpusat kepada guru, pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar
kegiatan di laboratorium yang minim kelas (outdoor activities) dengan media
menyebabkan pembelajaran mengedepankan perangkat lunak tracker dapat meningkatkan
metode ceramah. Hal inilah yang menyebabkan motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik
hasil belajar fisika siswa belum maksimal. pada materi dinamika rotasi peserta didik kelas
Beberapa kegiatan guru dan siswa XI IPA 5 di MAN 2 Kudus tahun pelajaran
dalam pembelajaran sebagai berikut: (1) guru 2017/2018.
menerangkan materi pembelajaran dan siswa
dengan serius mendengarkan pembelajaran Metode Penelitian
guru; (2) guru bertanya kepada siswa tentang Waktu penelitian ini dilakukan selama
pembelajaran yang telah dijelaskan, 4 bulan, yaitu dari bulan Juli 2017 sampai
sedangkan siswa menjawab pertanyaan guru; bulan Oktober 2017. Tempat penelitian ini
(3) pemanfaatan media hanya digunakan guru adalah kelas XI IPA 5 MAN 2 Kudus pada
untuk membantu pembelajaran; (4) alat-alat semester gasal tahun pelajaran 2017/2018
praktikum di laboratorium masih terbatas yang berjumlah 32 peserta didik terdiri dari 6
jumlahnya sehingga pelaksanaan eksperimen anak laki-laki dan 26 anak perempuan.
sangat jarang; (5) pembelajaran fisika juga Sedangkan, objek dalam penelitian ini adalah
sangat jarang menggunakan media berbasis motivasi belajar fisika dan hasil belajar fisika.
Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK); Dilihat dari bentuk data, ada dua
(6) siswa lebih banyak aktivitas belajar di kelas macam data, yaitu data kuantitatif dan
dengan penjelasan materi terpusat pada guru; kualitatif. Data hasil belajar peserta didik
(7) banyak siswa yang tidak termotivasi saat merupakan data kuantitatif. Data hasil
pelaksanaan pembelajaran. Uraian di atas pengamatan dan angket motivasi belajar
menunjukkan bahwa motivasi siswa yang peserta didik merupakan data kualitatif. Sumber
rendah dikarenakan pembelajaran yang masih data berasal dari 2 sumber yaitu sumber data
terpusat kepada guru, kegiatan di laboratorium primer berupa hasil ulangan harian (post test)
yang minim menyebabkan pembelajaran
dan sumber data sekunder berupa hasil fisika. Hal ini dikarenakan karena guru
observasi dan angket. mengajarkan fisika lebih banyak menggunakan
Dilihat dari banyaknya data ada 6 metode ceramah. Kegiatan eksperimen di
yaitu (1) data motivasi belajar peserta didik laboratorium sangat jarang dilakukan karena
pada kondisi awal; (2) data hasil belajar keterbatasan fasilitas. Peneliti menggunakan
peserta didik pada kondisi awal; (3) data model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas
motivasi belajar peserta didik pada siklus I; luar kelas (outdoor activities) dengan media
(4) data hasil belajar peserta didik pada perangkat lunak tracker dalam pembelajaran
siklus 1; (5) data motivasi belajar peserta fisika khususnya pada materi dinamika rotasi.
didik pada siklus II; dan (6) data hasil belajar Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
peserta didik pada siklus 2. pembelajaran tersebut berdampak pada
Validasi data kreativitas belajar motivasi dan hasil belajar fisika peserta didik.
menggunakan metode triangulasi, maksudnya
untuk menetapkan suatu faktor memerlukan Motivasi Belajar Fisika
lebih dari satu sumber informasi. Sumber Model pembelajaran inkuiri melalui
tersebut terdiri dari peneliti itu sendiri, aktivitas luar kelas (outdoor activities) dengan
kolaborator serta siswa. Validasi hasil belajar media perangkat lunak tracker mampu
dilakukan dengan membuat kisi-kisi sebelum meningkatkan motivasi belajar peserta didik
soal disusun. karena dalam tahapan-tahapan pembelajaran
Indikator yang menjadi tolok ukur dapat mengaktifkan seluruh aspek motivasi
keberhasilan penelitian ini adalah (1) 80% yang diobservasi. Berikut diuraikan beberapa
siswa mencapai rerata skor motivasi belajar temuan tentang hasil pengamatan dan angket
lebih besar dari 3,00 (kualifikasi baik). Skor motivasi belajar peserta didik.
lebih besar dari 3,00 merupakan skor a. Ketertarikan terhadap kegiatan
motivasi belajar dalam skala maksimum 5; pembelajaran
(2) 80% siswa memperoleh nilai hasil belajar Pembelajaran inkuiri mendorong siswa untuk
≥ 75. Nilai 75 merupakan nilai ketuntasan berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
minimal (KKM) mata pelajaran fisika kelas XI bersifat objektif, jujur, dan terbuka serta
IPA 5, sedangkan 80% adalah ketercapaian memberikan kesempatan kepada siswa untuk
ideal yang diharapkan dalam penelitian ini. belajar sendiri dan dapat mengembangkan
Penelitian ini dilakukan bakat dan kecakapan individunya. Keterlibatan
menggunakan metode penelitian tindakan siswa dalam belajar akan meningkatkan
kelas yang terdiri dari 2 siklus. Tindakan ketertarikan peserta didik terhadap
dalam setiap siklus saling berkaitan erat. pembelajaran. Ketertarikan terhadap mata
Siklus I dan II masing-masing berlangsung pelajaran ini menjadi modal awal dalam
pada 3 pertemuan (6 jam pelajaran). Variabel melaksanakan pembelajaran. Ketertarikan
yang diteliti adalah pemanfaatan model siswa terhadap pembelajaran seiring dengan
pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar berbagai variasi yang diberikan pada siklus 1
kelas (outdoor activities) dengan media maupun siklus II.
perangkat lunak tracker sebagai penyebab
serta motivasi belajar dan hasil belajar sebagai b. Upaya yang dilakukan untuk mencapai
akibat. keberhasilan
Tahapan-tahapan dalam tiap siklus Tahapan pembelajaran inkuiri
terdiri atas (1) membuat perencanaan menuntut siswa harus melalui tahapan
tindakan (planning); (2) melaksanakan pembelajaran inkuiri mulai dari penentuan
tindakan sesuai yang direncanakan (acting); masalah, merumuskan masalah, membuat
(3) melaksanakan pengamatan terhadap hipotesis, mengumpulkan data, menguji
tindakan yang dilaksanakan (observing); (4) hipotesis dan menarik kesimpulan.
menganalisis dengan deskriptif komparatif Tahapan ini menjadi tantangan
dilanjutkan dengan refleksi terhadap hasil tersendiri bagi peserta didik untuk
pengamatan tindakan (reflecting). menyelesaikan seluruh tahapan yang ada.
Hasil dan Pembahasan Melalui kerja kolaboratif, peserta didik akan
Permasalahan dalam penelitian ini bekerja sama dalam proses pembelajaran dan
adalah rendahnya motivasi dan hasil belajar mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Ketekunan dan kegigihan peserta peningkatan 18,5 angka atau meningkat 27%.
didik juga terlihat sepanjang pembelajaran Hal ini menunjukkan efektifitas penggunaan
melalui pencarian referensi dan penggunaan model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas
ICT melalui perangkat lunak tracker. luar kelas (outdoor activities) dengan media
perangkat lunak tracker dalam meningkatkan
c. Rasa percaya diri selama pembelajaran motivasi belajar peserta didik.
Model inkuiri menekankan bertapa
pentingnya sebuah proses belajar. Peserta akan 1. Hasil Belajar Fisika
dihargai ketika melakukan setiap tahap Hasil belajar fisika yang diperoleh
pembelajaran inkuiri. Rasa percaya diri terlihat dari nilai tes tertulis juga menunjukkan
pada saat evaluasi yang ditunjukkan kesiapan peningkatan dari kondisi awal, siklus I dan
dalam menghadapi ulangan harian dan antusias siklus II. Untuk hasil belajar pengetahuan pada
terhadap tugas-tugas yang diberikan. keadaan awal 72,08 masih berada di bawah
. KKM. Sedangkan hasil belajar keterampilan
Tabel 1. Motivasi belajar kondisi awal, siklus I pada keadaan awal 72,8 juga masih di bawah
dan siklus II KKM. Dengan demikian dibutuhkan remidial
Kondisi Siklus I Siklus teaching dan remidial testing untuk mencapai
awal (%) (%) II (%) nilai KKM. Sehingga nilai rata-rata hasil
belajar di atas KKM pada siklus berikutnya.
Observasi 67 77 87 Peningkatan hasil belajar peserta didik dapat
dilihat pada tabel 10.
Angket 69 78 86
Tabel 2. Perbandingan hasil belajar peserta
Rata-rata 68 77,5 86,5
didik
Data motivasi belajar pada tabel 1 dapat Kondisi Siklus Siklus
divisualisasikan pada gambar 1. awal I II
75,8 pada siklus I dan meningkat menjadi [5] Liewellyn, D. 2002. Inquire Within:
82,8 pada siklus II. Jika dibandingkan antara Implementing Inquiry-Based Science
kondisi awal terjadi peningkatan 10 angka Standards. California: Corwin Press,
terhadap siklus II atau terjadi kenaikan 13%. Inc
Hal ini menunjukkan bahwa model [6] Ozmen, H. 2011. Turkish primary
pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar students' conceptions about the
kelas (outdoor activities) dengan media particulate nature of matter. International
perangkat lunak tracker dalam meningkatkan Journal of Environmental & Science
hasil belajar peserta didik. Education, Vol. 6, No. 1, January 2011,
99-121.
Simpulan [7] Sardiman, A.M. 2000. Interaksi dan
Motivasi belajar peserta didik Motivasi Dalam Belajar Mengajar.
meningkat setelah dibelajarkan dengan model Jakarta
pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar [8] Starnes, Bobby Ann. 1999. The Foxfire
kelas (outdoor activities) dengan media Approach to Teaching and Learning:
perangkat lunak tracker. Peningkatan motivasi John Dewey, Experiential Learning, and
belajar antara kondisi awal dan siklus II terjadi the Core Practices. ERIC Digest.
peningkatan 18,5 angka atau meningkat 27%. [online],
Hasil belajar peserta didik meningkat (https://www.ericdigests.org/1999-
setelah dibelajarkan dengan model 3/foxfire.htm, diakses tanggal 7 Juli
pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar 2017)
kelas (outdoor activities) dengan media [9] Sudibyo, E, Budi Jatmiko, Wahono
perangkat lunak tracker. Untuk hasil belajar Widodo. 2016. Pengembangan Instrumen
pengetahuan, jika dibandingkan antara kondisi Motivasi Belajar Fisika: Angket. Jurnal
awal terjadi peningkatan 11,25 angka terhadap Penelitian Pendidikan IPA. JPPIPA,
siklus II atau terjadi kenaikan 15%. Sedangkan Vol.1 No.1 2016
nilai rata-rata hasil belajar keterampilan, jika [10] Sudjana.2005. Metode Statistika Edisi
dibandingkan antara kondisi awal terjadi ke-6. Bandung : Tarsito
peningkatan 10 angka terhadap siklus II atau [11] Suryawati, Kamisah Osman, T.Subahan
terjadi kenaikan 13%. Mohd Meerah. 2010. The effectiveness
of RANGKA contextual teaching and
Ucapan Terima Kasih learning on students’ problem solving
Terima kasih kepada SEAMEO Qitep skills and scientific attitude. Procedia
in Science yang telah menyelenggarakan dan Social and Behavioral Sciences 9 (2010)
mensponsori kegiatan Research Grants 2017. 1717–1721.
Selanjutnya terima kasih kepada seluruh civitas [12] Vincencia S. 2006. Permainan Kreatif
MAN 2 Kudus sehingga penelitian ini dapat untuk Outbound dan Training. Andy
terselenggara dengan baik. Offset: Bandung.
[13] Zaini, H. dkk. 2007. Strategi
Daftar Pustaka Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.
Nanik Yuniastuti,S.Pd.Si
SMKN 1 Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi DIY
e-mail: nanik.yuniastuti@gmail.com
ABSTRACT
This study aims to find out how the learning model of Note-Taking Pairs using Log Book can improve the
activity and learning achievement of science students of class XII in SMKN 1 Saptosari. This Classroom Action
Research is following the Kemmis and Taggart syntax, consists of: 1) planning, 2) implementation, 3)
observation, and 4) reflection. The stages of model Note-Taking Pairs using Log Book are: identify academic
ability, create team, provide related problems, solve problems and put it in Log Book. The result showed that
there was an increase of activity score from cycle 1 to cycle 2, that is, the actively involved in learning record
indicators increase 9.1 points, actively in solving the problem indicators increase 8.1 points,; and
complete group tasks on time increase 6.1 points. The average score of learning outcomes before action was
69.09, after action rose to 79.55, and when UTS became 85.98. Percentage mastery learning outcomes rose
from before action 45.45%, after action to 69,70%, increasing at UTS test to 100%. The percentage of
non-completion decreased from 54.55% down to 30.30% after the 1st and 2nd cycle actions, decreasing on
the UTS test to 0%. Implementation of model Note-Taking Pairs using Log Book in science can improve
students activity and learning achievement
Keywords: classroom action research, note-taking pairs, log book, learning achievement, activity
memahami gaya belajar peserta didik adalah dan mengoreksi kesalahan, serta saling
dalam rangka menciptakan proses membantu untuk mengembangkan catatan-
pembelajaran dialogis, yaitu pembelajaran catatan yang lebih informatif pada saat
yang berlangsung interaktif dan melibatkan kegiatan pembelajaran berlangsung. Barkley
aktivitas peserta didik. (2012:205) menjelaskan bahwa pembelajaran
Secara garis besar, permasalahan yang model Note-Taking Pairs mempunyai beberapa
bersumber dari peserta didik kelas XII TAVA keunggulan, diantaranya adalah :
di SMKN 1 Saptosari adalah : 1. Membiasakan peserta didik
1. Data nilai kognitif kelas XII TAVA mengumpulkan informasi
pada tahun pelajaran sebelumnya (saat secara berpasangan dan
peserta didik kelas XI) menunjukkan 14 belajar saling membantu
peserta didik mempunyai nilai rata- dalam satu tim.
2. Peserta didik mengetahui
rata 79,93, sedang sisanya 19 peserta
kesalahan mereka pada saat
didik mempunyai nilai rata-rata 61,58,
bekerja sama membuat
sehingga terdapat selisih nilai sebesar catatanyang lebih informatif.
18,35 poin (nilai KKM 75). 3. Membiasakan peserta didik
2. Peserta didik dengan kemampuan mengerjakan tugas yang
akademik rendah cenderung kurang aktif, diberikan guru.
sering mencontek pekerjaan teman, malas Selain mengadopsi model pembelajaran Note-
bertanya, kurang bersemangat mencari Taking Pairs dalam kegiatan pembelajaran,
sumber literasi. penulis juga melakukan inovasi dalam
3. Peserta didik dengan kemampuan penerapannya, yaitu memanfaatkan Log Book
akademik tinggi cenderung lebih dominan sebagai pengganti buku catatan. Hasil akhirnya,
dalam kegiatan pembelajaran. model pembelajaran yang diterapkan penulis di
4. Kolaborasi antara peserta didik kelas XII TAVA adalah Note-Taking Pairs
berkemampuan akademik tinggi dengan berbantuan Log Book. Implementasi model
yang berkemampuan akademik rendah pembelajaran Note-Taking Pairs berbantuan
dirasa masih sangat kurang. Log Book di dalam kelas secara umum
Sedangkan masalah yang bersumber terangkum sebagai berikut :
dari guru antara lain adalah :
1. Tim terdiri dari 2 orang, yang
1. Selama proses pembelajaran IPA mana peserta didik
berlangsung, guru kurang mampu berkemampuan akademik tinggi
memantau perkembangan kognitif peserta berperan sebagai tutor dan
didik secara berkelanjutan, terutama berpasangan dengan peserta
peserta didik yang berkemampuan didik yang berkemampuan
akademik rendah. akademik rendah.
2. Komunikasi intensif dengan peserta didik 2. Kerja sama tim dikembangkan
berkemampuan akademik rendah dirasa dalam hal memecahkan masalah
untuk menyelesaikan tugas yang
masih kurang.
diberikan oleh guru.
3. Strategi pembelajaran sebelumnya kurang 3. Seluruh hasil diskusi peserta
melibatkan peserta didik berkemampuan didik dituangkan dalam Log
akademik tinggi untuk bekerja sama secara Book.
optimal dengan peserta didik yang 4. Guru memantau perkembangan
berkemampuan akademik rendah. akademik peserta didik melalui
Log Book.
Berangkat dari permasalahan tersebut, .
penulis mencoba mencari solusi melalui inovasi Metode Penelitian
kegiatan pembelajaran kolaboratif model Note- Subjek dalam penelitian pembelajaran model
Taking Pairs. Esensi dari pembelajaran model Note-Taking Pairs berbantuan Log Book ini
Note-Taking Pairs adalah memberikan kegiatan adalah guru IPA kelas XII dan peserta didik
terstruktur kepada peserta didik secara kelas XII SMK Negeri 1 Saptosari jurusan
berpasangan, untuk mendapatkan dan Teknik Audio Video sebanyak 33 orangTeknik
Audio Video A sebanyak 33 orang. Jenis
mengumpulkan informasi, saling memeriksa
penelitian yang dilakukan adalah Penelitian
Nanik Yuniastuti 127
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan Pelaksanaan penelitian tindakan kelas untuk
kelas ini mengikuti sintaks dari Kemmis dan menerapkan model pembelajaran Note-Taking
Taggart, yang meliputi empat tahapan dasar Pairs berbantuan Log Book pada materi
yang saling terkait dan berkesinambungan, interaksi makhluk hidup adalah sebagai
yaitu: 1) perencanaan (planning), 2) berikut:
pelaksanaan (acting), 3) pengamatan 1. Siklus I
(observing), dan 4) refleksi (reflecting). a. Perencanaan
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini Langkah-langkah dalam tahap
meliputi: perencanaan atau persiapan tindakan
1. Data kualitatif, meliputi data keaktifan adalah:
dari hasil observasi respon peserta didik 1) Menyusun perangkat pembelajaran
saat mengikuti kegiatan pembelajaran. yang meliputi Silabus, RPP,
2. Data kuantitatif, meliputi data hasil perangkat soal, dan instrument
belajar yang diperoleh dari tugas dan penilaian.
ulangan harian. 2) Menyusun lembar observasi
Teknik pengumpulan data meliputi: keaktifan peserta didik dan lembar
1. Observasi, dilakukan dalam observasi keterlaksanaan
rangka pembelajaran dengan model Note-
a. Mengamati respon peserta didik Taking Pairs berbantuan Log Book.
selama kegiatan pembelajaran, 3) Identifikasi kemampuan akademik
hasilnya dituangkan ke dalam lembar peserta didik berdasarkan nilai
observasi keaktifan peserta didik. kognitif sebelumnya untuk
b. Mengamati kegiatan pembelajaran membentuk tim kerja yang terdiri
yang dilakukan guru seusai dari peserta didik kemampuan
sintaks dalammodel pembelajaran akademik rendah dan tinggi.
Note-Taking Pairs 4) Prakondisi peserta didik untuk
c. berbantuan Log Book, dengan mengikuti kegiatan pembelajaran
bantuan kolaborator. IPA dengan model Note-Taking
2. Tes tulis untuk mengetahui hasil belajar Pairs berbantuan Log Book.
peserta didik setelah melaksanakan
pembelajaran model Note-Taking b. Pelaksanaan Tindakan
Pairs berbantuan Log Book. Tahapan kegiatan pembelajaran
3. Dokumentasi untuk memberikan mengacu pada sintaks model
gambaran jalannya kegiatan pembelajaran pembelajaran Note-Taking Pairs
model Note- Taking Pairs berbantuan berbantuan Log Book meliputi:
Log Book. Penelitian tindakan kelas ini
mengikuti sintaks PTK menurut 1) Konfigurasi pasangan tim yang
Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart terdiri dari peserta didik
(Wibawa, 2004: 15) : berkemampuan akademik tinggi
berkemampuan akademik rendah.
2) Kegiatan pemaparan materi
pembelajaran oleh guru sesuai
dengankompetensi yang akan dicapai.
3) Kegiatan menyusun catatan yang
dilakukan oleh masing-masing
anggota tim secara individu.
4) Kegiatan diskusi tim dalam rangka
memecahkan masalah yang diberikan
oleh guru, hasilnya dituangkan dalam
Log Book.
5) Kegiatan presentasi hasil diskusi
yang telah dituliskan dalam Log
Book.
Gambar 2. Bagan model PTK menurut Kemmis- 6) Ulangan harian dilakukan setelah
Taggart implementasi model pembelajaran
selesai, untuk mengetahui hasil belajar peserta didik pada lembar observasi. Pengisian
peserta didik. lembar observasi dilakukan dengan cara
menuliskan angka 1 sampai 3, sesuai dengan
c. Observasi atau pengamatan frekuensi kemunculan perilaku sesuai dengan
Tahapan pengamatan difokuskan indikator yang telah ditetapkan. Kriteria untuk
padakeaktifan peserta didik dalam mengikuti setiap skor adalah: 1= jarang sekali muncul,
kegiatan pembelajaran, serta peningkatan hasil 2= muncul, 3= sering muncul
belajar peserta didik. Observasi juga dilakukan
oleh kolaborator untuk mengamati Analisis data kognitif dalam penelitian ini
keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan diolah dengan teknik analisis deskriptif
model Note-Taking Pairs berbantuan Log kuantitatif. Teknik ini dilakukan dengan cara
Book. mendeskripsikan dan menggambarkan data
d. Refleksi yang telah terkumpul tanpa bermaksud
Refleksi merupakan tahapan untuk memproses membuat kesimpulan yang sifatnya general
data yang didapat setelah kegiatan (Sugiyono, 2013:208). Kriteria ketuntasan
pengamatan. Hasil refleksi digunakan sebagai minimal yang telah disepakati di sekolah
dasar untuk masuk ke tahap revisi dan adalah 75. Peserta didik dikategorikan
perencanaan ulang. tuntas apabila memperoleh nilai lebih besar
atau sama dengan 75, sedangkan predikat
2. Revisi dan perencanaan ulang tidak tuntas untuk nilai kurang dari 75.
Tindakan yang dilakukan adalah revisi
terhadap permasalahan yang dijumpai pada
tindakan sebelumnya,selanjutnya dibuat Hasil dan Pembahasan
perencanaan ulang. Tindakan selanjutnya
adalah melaksanakan siklus II dengan sintaks
Data hasil pengamatan keaktifan peserta didik
yang sama dengan siklus I.
pada siklus 1 menurut tabel berikut
menunjukkan skor
Siklus II, meliputi kegiatan perencanaan,
rendah.Namun,setelamendapat tindakan pada
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
siklus 2, indikator tersebut mengalami
peningkatan yaitu pada indikator A2-4, A2-5,
Instrumen yang digunakan adalah:
dan A2-6. Indikator tersebut adalah terlibat
a. Instrumen pelaksanaan kegiatan
pembelajaran aktif dalam menyusun catatan pembelajaran,
1) Silabus dan Rencana terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah,
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan menyelesaikan tugas tugas kelompok tepat
2) Lembar Kegiatan peserta didik (LK) waktu. Persentase keaktifan rata-rata peserta
3) Soal evaluasi didik pada siklus I (pertemuan ke-4) adalah
4) Lembar observasi keterlaksanaan sebesar 91,5%, sedangkan pada siklus II
pembelajaran (pertemuan ke-9) persentasenya rata-ratanya
5) Lembar observasi penilaian mencapai 93,5%, atau mengalami kenaikan
keaktifan (sikap) sebesar 2 poin. Secara rinci, data persentase
6) Lembar penilaian hasil belajar keaktifan peserta didik pada siklus I dan II
Analisis data keaktifan (sikap) diukur dari dapat dilihat pada tabel berikut :
total skor yang diperoleh masing-masing
ABSTRACT
This study aims to find out: 1) to improve students' learning outcomes 2) description of science learning results
in students with the implementation of guided inquiry learning model based on Tri Pramana concept. This type
of research is a classroom action research. The population of this study is the students of class X Paket C
Equivalent of SMA PKBM Widya Aksara amounting to 30 people in the first semester of the academic year
2017/2018. Student learning outcomes data were collected with multiple choice tests. The data collected were
analyzed using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive analysis. The results of this study in
the first cycle is the average learning outcomes reached 77.6% and on the second cycle average learning
outcomes reached 89.8%. So it can be interpreted in guided inquiry model based on Tri Prama can improve
science learning results.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) meningkatkan hasil belajar IPA siswa 2) deskripsi hasil belajar
IPA pada siswa dengan penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis konsep Tri Pramana. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X Paket C Setara
SMA PKBM Widya Aksara yang berjumlah 30 orang semester I tahun pelajaran 2017/2018. Data hasil belajar
IPA siswa dikumpulkan dengan tes pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis
statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini pada siklus I yaitu rata-rata hasil
belajar mencapai 77,6 % dan pada siklus II rata-rata hasil belajar mencapai 89,8 %. Jadi dapat
diinterpretasikan model inkuiri terbimbing berbasisi Tri Prama dapat meningkatkan hasil belajar IPA.
lebih komprehensif, (2) memperluas wawasan keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada
siswa dalam ilmu pengetahuan, (3) enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan
memperhatikan karakteristik siswa secara refleks, keterampilan gerakan dasar,
khusus, (4) menciptakan suasana demokratis kemampuan perseptual, keharmonisan atau
dalam pembelajaran sehingga siswa dapat ikut ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan
menentukan rencana bersama guru tentang gerakan ekspresif dan interpretatif. Namun,
topic yang akan dibahas, dan (5) pengajaran dalam penelitian ini hasil belajar yang akan
unit disesuaikan dengan tingkat perkembangan, diteliti hanya hasil belajar ranah kognitif. Hasil
minat, dan bakat peserta didik sehingga belajar ranah kognitif ini akan diukur dengan
pembelajaran akan lebih bermakna. Sedangkan menggunakan instrumen berupa tes pilihan
untuk model inkuiri terbimbing berbasis Tri ganda dan esai. Mata pelajaran yang digunakan
Praman ini memiliki keunggulan dari model dalam penelitian ini adalah mata pelajaran IPA.
lain yaitu pada proses pembelajaran inkuiri Berdasarkan latar belakang diatas maka
akan diselipkan kearifan local bali Tri Pramana peneliti mengajukan proposal penelitian
tersebut, sehingga selain hasil belajar IPA siswa berjudul Penerapan Model Pembelajaran
meningkat, siswa di pendidikan nonformal juga Inkuiri Terbimbing Berbasis Kearifan
akan otomatis melestarikan budaya local yang Lokal Bali Tri Pramana Untuk
saat ini semakin tergerus oleh globalisasi. meningkatkan Hasil Belajar IPA di
Selain itu keunggulan berikutnya adalah siswa pendidikan non formal. Penelitian ini
akan lebih mengasah kemampuan dan bertujuan untuk 1) meningkatkan hasil belajar
keterampilan mendengar dan berbicara (sabda IPA siswa 2) deskripsi hasil belajar IPA pada
pramana), kemampuan dan keterampilan siswa dengan penerapan model pembelajaran
mengamati dalam praktikum (pratyaksa inkuiri terbimbing berbasis konsep Tri
pramana), dan kemampuan dan keterampilan Pramana.pada siswa kelas X semester I tahun
dalam menalar dalam menarik kesimpulan pelajaran 20172018 di PKBM Widya Aksara.
(anumana pramana). Keunggulan yang paling
utama adalah dapat memepermudah proses Metode Penelitian
belajar mengajar di lingkungan pendidikan non
formal yang terkesan memeiliki karakteristik Penelitian ini berjenis Penelitian
siswa yang beraneka ragam. Mempermudah Tindakan kelas (PTK). Hopkins dalam
disini maksudnya adalah karena Inkuiri Tri Komalasari, (2010), merumuskan penelitian
Pramana ini menekankan konsep bahwa tindakan kelas sebagai penelitian yang
seorang sisiwa bias memeperoleh pengetahuan mengkombinasikan prosedur penelitian dengan
dengan berbagai cara, tidak hannya dengan tindakan subtantif, suatu tindakan yang
mendengarkan guru di kelas, melainkan juga dilakukan dengan disiplin inkuiri, atau suatu
dengan pengamatan dan penalaran. Oleh karena usaha seseorang untuk memahami apa yang
itu dengan penerapan inovatif inkuiri terjadi, sambil terlibat dalam sebuah prosedur
terbimbing berbasis Tri Pramana ini, hasil perbaikan dan perubahan. Sedangkan
belajar IPA dapat meningkat, sehingga pada Suhardjono (Komalasari, 2010), mengatakan
akhirnya akan bermuara pada peningkatan mutu bahwa peneltian tindakan kelas adalah peneltian
pendidikan. yang dilakukan oleh guru, bekerja sama dengan
Menurut Sudjana (2006), hasil belajar peneliti lainnya (atau dilakukan sendiri oleh
dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah, yaitu guru yang bertindak sebagai peneliti) di kelas
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah atau di sekolah tempat dia mengajar dengan
psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan penekanan pada penyempurnaan atau
hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam peningkatan proses dan praktis pembelajaran.
aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan Langkah-langkah penelitian tindakan
evaluasi. Ketiga aspek pertama disebut kognitif kelas ini meliputi: tahap persiapan, diagnostik,
tingkat rendah dan tiga aspek berikutnya perencanaan tindakan kelas, untuk memecahkan
termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif maslah. Prosedur penelitian tindakan kelas ini
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima yakni: (1) perencanaan (Planning), (2)
aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, pelaksanaan tindakan kelas (Action), (3)
penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah Observasi (Observation) dan refleksi
psikomotor berkenaan dengan hasil belajar
Ni Putu Ayu Hervina 136
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
(reflection) dalam setiap siklus Hopkins Tabel 2. Hasil Penelitian Pada Siklus I dan
(Arikunto, 2010). Siklus II
siswa disebabkan oleh beberapa faktor. (2008), yang menemukan bahwa penerapan
Pertama, penerapan model siklus belajar model siklus belajar PSA dalam pembelajaran
PratyaksaSabda-Anumana Pramana (PSA) sains di Pendidikan non formal mampu
yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur. mendorong siswa untuk aktif dan kreatif dalam
Penerapan model siklus belajar berbasis Tri belajar, serta menumbuh kembangkan suasana
Pramana yang dilaksanakan sesuai dengan belajar yang menyenangkan. Selanjutnya,
prosedur sangat berperan penting meningkatkan faktor kedua adalah guru memberikan
hasil belajar IPA siswa. Penerapan model siklus kesempatan menjawab kepada siswa dengan
belajar berbasis Tri Pramana (PSA) pada tahap menunjuk nomor urut siswa ketika siswa
Pratyaksa (pengamatan langsung), membuat kurang berminat untuk menjawab pertanyaan
siswa berminat mengikuti proses pembelajaran yang diajukan guru maupun pertanyaan yang
karena siswa dapat memanipulasi benda konkrit datang dari siswa. Dengan menunjuk nomor
dengan menggunakan panca inderanya. urut siswa, siswa akan mengeluarkan pendapat
Selanjutnya, dalam proses pembelajaran dari pengetahuan yang didapat dari menemukan
memungkinkan siswa menemukan sendiri sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Melalui
konsep-konsep yang dipelajari (Sabda). menunjuk nomor urut siswa, diharapkan minat
belajar dari siswa meningkat. Adanya minat
Pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan yang tinggi akan menumbuhkan motivasi pada
tersebut dihubungkan dengan pengetahuan diri siswa. Rasa senang mengikuti proses
yang telah didokumentasikan dalam berbagai pembelajaran membuat siswa termotivasi
bahan pustaka tanpa harus selalu tergantung dalam belajar. Hal ini sesuai dengan konsep
pada guru. Proses ini akan menghasilkan motivasi yang diungkapkan oleh Uno
internalisasi dan retensi konsep yang lebih kuat (2008:27), bahwa “tingkah laku seseorang yang
setelah fakta-fakta yang diperoleh dicocokkan merasa senang terhadap sesuatu, apabila ia
dengan sumber belajar (Anumana). Siswa menyenangi kegiatan itu, maka termotivasi
menjadi lebih tertantang untuk belajar dan untuk melakukan kegiatan tersebut”. Motivasi
berusaha menyelesaikan semua permasalahan dari dalam diri siswa merupakan hal yang
IPA yang ditemui, sehingga pengetahuan yang sangat penting untuk dimiliki oleh masing-
diperoleh akan lebih bermakna bagi siswa. masing siswa. Hal tersebut sejalan dengan Uno
Penggunaan siklus belajar PSA akan membuat (2008) bahwa semakin tinggi motivasi siswa
siswa lebih memahami keterpaduan antara dalam belajar, maka hasil belajar siswa juga
konsep praktis dan teoritis. Proses akan semakin tinggi. Ketiga, penggunaan
pembelajaran ini akan membuat pemahaman media pembelajaran sebagai sarana
siswa terhadap suatu materi akan lebih memanipulasi benda konkrit pada tahap
mendalam dan diingat lebih lama, sehingga Pratyaksa sangat mempengaruhi peningkatan
hasil belajar mereka meningkat. Hal tersebut hasil belajar IPA siswa. Media pembelajaran
sejalan dengan pendapat Subagia dan Wiratma dapat mempermudah siswa memahami materi
(2007) yang menyatakan bahwa pemilihan pembelajaran. Belajar menggunakan media
siklus belajar PSA dapat meningkatkan pembelajaran dapat menimbulkan kesan
kemampuan analisis dan berpikir kritis dalam menyenangkan bagi siswa. Kemudahan dan
proses pembelajaran, sehingga pemahaman kesan ini menyebabkan siswa menjadi
siswa menjadi lebih baik. Lebih lanjut, termotivasi untuk belajar, sehingga siswa dapat
penerapan model siklus belajar berbasis Tri berperan aktif selama kegiatan pembelajaran.
Pramana juga memberikan kesempatan kepada Dengan demikian, media pembelajaran dapat
siswa untuk mengikuti pembelajaran aktif. membantu siswa memahami pembelajaran
Pembelajaran aktif menyebabkan kegiatan dengan mudah, dapat mengaktifkan siswa
belajar menjadi lebih baik dan menyenangkan, dalam pembelajaran, dan dapat memotivasi
sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa siswa sehingga memiliki kegairahan untuk
untuk belajar. Jika siswa sudah aktif maka belajar. Pendapat ini sejalan dengan Sadiman
mereka akan merasa senang dengan kegiatan (2005) yang menyatakan bahwa media
belajar yang terjadi, sehingga belajar menjadi pembelajaran memiliki kegunaan, yaitu: (1)
bermakna. memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbalistis; (2) mengatasi keterbatasan
Pernyataan di atas didukung oleh penelitian ruang, waktu, dan daya indera; (3) penggunaan
yang telah dilakukan oleh Subagia dan Wiratma media pembelajaran secara tepat dan bervariasi
Ni Putu Ayu Hervina 138
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas X
hal ini media pembelajaran berguna untuk PKBM WIDYA AKSARA, Kecamatan Banjar,
menimbulkan kegairahan belajar, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2017/2018
memungkinkan interaksi yang lebih langsung
antara anak didik dengan lingkungan dan Simpulan
kenyataan, memungkinkan anak didik belajar
sendiri-sendiri menurut kemampuan dan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas
minatnya. Faktor terakhir adalah pemberian yang dilakukan di kelas X PKBM WIDYA
penghargaan (reward). Pemberian penghargaan AKSARA, penerapan model inkuiri terbimbing
kepada siswa dapat memotivasi siswa untuk berbasis Tri Pramana dapat meningkatkan hasil
lebih aktif selama pembelajaran. Penghargaan belajar IPA siswa kelas kelas X PKBM
yang diberikan dapat berupa tepuk tangan, WIDYA AKSARA, Kecamatan Banjar,
pujian, ataupun pemberian hadiah. Reward Kabupaten Buleleng tahun pelajaran
digunakan sebagai bentuk motivasi atau sebuah 2017/2018. Pada siklus I, ratarata hasil belajar
penghargaan untuk hasil atau prestasi yang IPA siswa adalah 77,3 persentase rata-rata
baik. Dalam kegiatan belajar mengajar, reward adalah 77,6% dengan predikat cukup. Pada
dapat mendorong siswa meningkatkan siklus II, terjadi peningkatan rata-rata hasil
usahanya dalam kegiatan belajar dan dapat belajar menjadi 89,5 dengan persentase rata-
meningkatkan hasil belajarnya. Hal tersebut rata 89,8% (predikat tinggi). Selisih
sejalan dengan pendapat Hurlock (1978:86) peningkatan hasil belajar pada siklus I dan
bahwa “penerapan reward di bangku siklus II adalah 12,2%.
pendidikan dasar adalah bentuk motivasi yang
berorientasi pada keberhasilan belajar atau
prestasi anak”. Keberhasilan penelitian ini Ucapan Terimakasih
didukung pula oleh beberapa penelitian yang
relevan. Terimakasih kepada SEAQIS RG 2017 yang
sudah memeberikan kesempatan untuk
Penelitian yang mendukung adalah hasil mengikuti kegiatan ini. Terimakasih juga
penelitian yang dilakukan oleh Ariestini (2012) kepada lembaga PKBM Widya Aksara
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan yang (termasuk civitasnya) yang terus menjadi
signifikan hasil belajar IPA antara kelompok lembaga Pendidikan non formal. Tidak lupa
siswa yang dibelajarkan menggunakan model juga ucapan trimakasih yang sebesar-besarnya
siklus belajar berdasarkan konsep Tri Pramana untuk keluarga (suami dan anak) dan sahabat
dan kelompok siswa yang mengikuti proses yang mendukung saya terkait penelitian ini,
pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV termasuk Bapk Prof. Dr. I Wayan Sadia yang
semester II X Kecamatan Buleleng Kabupaten sellau mendukung dan membimbing saya dalam
Buleleng. Skor rata-rata untuk kelompok menyelesaikan penelitian ini.
eksperimen adalah 15,9 dan skor rata-rata
kelompok kontrol adalah 11,9. Hal ini berarti, Daftar Pustaka
skor rata-rata kelompok eksperimen lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian lain Abimanyu, S. 2008. Strategi Pembelajaran 3
yang juga mendukung adalah penelitian yang SKS. Jakarta: Dikjen Pendidikan Tinggi
dilakukan Utama (2013) mengungkapkan bahwa Depdiknas.
terdapat perbedaan yang signifikan pada
Arikunto, S. dkk. (2010). Penelitian Tindakan
keterampilan berpikir kritis antara kelompok
Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
siswa yang dibelajarkan dengan model siklus
belajar berbasis Tri Pramana dengan kelompok Atmaja. 2010. Etika Hindu. Surabaya:
siswa yang dibelajarkan dengan pengajaran Paramita.
langsung, dengan thit> ttab (thit = 5,51 > ttab =
2,00). Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian Depdiknas. 2004. Pedoman pembelajaran
ini dikatakan telah berhasil karena kriteria yang tuntas. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan
ditetapkan sebelumnya telah terpenuhi. Pertama.
Jadi, dapat diinterpretasikan bahwa penerapan Lapono, Nabisi, dkk. 2009. Belajar dan
model siklus belajar berbasis Tri Pramana dapat Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Ni Putu Ayu Hervina 139
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Nita Novianti
Guru IPA, SMPN 6 Sukabumi, Jl. Pelda Suryanta 96 Sukabumi
Email : nitanovianti1302@gmail.com
Abstract
This research is based on students' science process skill which is still low in learning integrated science. It can be
seen from the average science past examination in 2016/2017 is 59.48 (still low) at school, the ability of
learners in performing stringing tools and experimenting independently which is still difficult in the Class IX
practice exams in 2016/2017 at Junior High School number 6 of Sukabumi. In addition, the lack of participants
who follow the scientific paper contest shows that the interest of learners in the science process is still low. The
purpose of this research is to analyze the effort of improving the students' science process skill in learning
integrated science type of webbed with the waste theme using inquiry approach. The study used one class VII
which was randomly selected at Junior High School number 6 of Sukabumi using two learning cycles which were
seen as enhancement from learning outcomes. The results showed that there has been an increase in the student’s
science process skills in observing, classifying, predicting, designing, measuring, and communicating, that seen
of test results and observation of learning activities. The results of science process skills test showed that the
students who beyonds the KKM (scoring of minimal) is 67% in the first cycle of learning, and the students who
beyonds the KKM is 77,5% in the second cycle of learning .
Keywords: inquiry approach, learning of integrated science type webbed , science process skill
Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi oleh keterampilan proses sains peserta didik masih rendah dalam pembelajaran
IPA terpadu Hal ini terlihat dari rata-rata Ujian Nasional IPA di sekolah tahun pelajaran 2016/2017 adalah
59,48 (masih rendah), kemampuan peserta didik dalam melakukan merangkai alat dan melakukan percobaan
secara mandiri masih sulit pada ujian praktik kelas IX tahun pelajaran 2016/2017. Hal lainnya adalah
minimnya peserta yang mengikuti lomba karya ilmiah menunjukkan bahwa ketertarikan peserta didik dalam
proses sains masih rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis upaya meningkatkan
keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran IPA tipe webbed tema pemanfaatan sampah dengan
menggunakan pendekatan inkuiri. Penelitian menggunakan satu kelas VII yang dipilih secara acak di SMP
Negeri di Kota Sukabumi dengan menggunakan dua siklus belajar. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi
peningkatan keterampilan proses sains siswa pada mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, merancang,
mengukur, dan mengkomunikasikan yang dilihat dari hasil tes dan observasi aktivitas pembelajaran. Hasil tes
keterampilan proses sains menunjukkan bahwa nilai siswa yang telah mencapai KKM pada siklus pertama
67%, dan terjadi peningkatan menjadi 77,5% setelah siklus kedua.
.
Kata kunci : pendekatan inkuiri, pembelajaran IPA tipe webbed ,keterampilan proses.
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the utilization of RUTAN props in improving the motivation of learning
atomic structure and periodic element system in chemistry. The research was conducted for 36 students of class
X IPA of SMA Negeri 2 Kupang in school year 2017/2018. This research is a class action research with 4 (four)
steps; they are planning, implementation, data collection and reflection. Research data was obtained through
multi methods of questionnaire, observation, documentation, and test results learning. The results showed that:
(1) Student learning motivation in cycle 1 was 84,70% (good) and it increased in cycle 2 which equal to 88,31%
(very good); (2) The result of observation of student learning activity was very good, which equal to 76,74% in
cycle 1 and increased in cycle 2 which equal to 79,40%; (3) The average value of the test increased from 69.44
in cycle 1 to 85.69 in cycle 2, while the learning completeness classically in cycle 1 of 53.13% increased to
91.67%. The result of this research can be concluded that: (1). Rutan prop can be used as teaching media to
help students to learn atomic structure material and periodic system through direct experience such as;
concrete experience in making and using rutan prop as a learning media. (2). Rutan prop can improve and
motivate students of X IPA-3 to learn atomic structure material and periodic element system through learning
process as 84,70 % (good) in cycle 1 and it increases as 88,31% (excellent) in cycle 2
ABSTRAK
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan alat peraga Rutan dalam meningkatkan motivasi
belajar kimia materi struktur atom dan sistem periodik unsur. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2
Kupang, kelas X IPA3 TP. 2017/2018 pada 36 orang. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan
4 langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data dan refleksi. Data Penelitian diperoleh melalui
multi metode yaitu kuesioner, observasi, dokumentasi, serta tes hasil belajar. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: (1) Motivasi belajar siswa pada siklus 1 84,70% (baik) meningkat pada siklus 2 sebesar 88,31% (sangat
baik); (2) Hasil observasi kegiatan belajar siswa sangat baik sebesar 76,74% pada siklus 1 meningkat pada
siklus 2 sebesar 79,40%; (3) Nilai rata-rata tes meningkat dari 69,44 pada siklus 1 menjadi 85,69 pada siklus 2,
sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus 1 sebesar 53,13% meningkat menjadi 91,67%. Hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1). Alat Peraga Rutan (Rumah Atom) dapat menjadi media pembelajaran
untuk membantu siswa mempelajari materi struktur atom dan system periodic melalui pengalaman langsung
berupa pengalaman konkrit membuat dan memanfaatkan alat peraga Rutan sebagai media untuk belajar, 2).
Alat peraga Rutan (rumah atom) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X IPA 3 pada materi struktur
atom dan system periodic unsur melalui pembelajaran sebesar 84,70% (kategori baik) pada siklus 1 dan
meningkat menjadi 88,31% (kategori sangat baik) pada siklus 2.
siswa secara baik sehingga siswa menjadi dicapai. Sedangkan Sardiman (2010)
termotivasi dalam belajar, maka guru menyatakan bahwa motivasi belajar adalah
diharapkan dapat menciptakan suasana keseluruhan daya penggerak yang ada pada diri
pembelajaran yang memungkinkan mendorong siswa yang menimbulkan kegiatan belajar
terbukanya komunikasi dengan siswa. Sekarang sehingga dapat menjamin keberlangsungan
ini masih banyak siswa yang memiliki belajar dan dapat memberikan arah dalam
kesadaran akan tujuan belajar yang rendah pada belajar guna mencapai tujuan belajar. Jadi
mata pelajaran kimia karena mempelajari kimia dapat dikatakan bahwa motivasi belajar
dianggap sulit dan abstrak. Hal ini yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang
menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk dapat menimbulkan tingkat persistensi dan
belajar, sehingga masih banyak siswa belum antusiasmenya dalam melaksanakan suatu
dapat mendalami materi pembelajaran yang kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri
diajarkan guru, siswa belum termotivasi untuk individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun
menyelesaikan pelajaran yang diberikan guru. dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seorang siswa akan timbul motivasi untuk Motivasi belajar bisa diartikan sebagai
belajar dikarenakan merasakan suatu dorongan secara psikologis (atau hasrat) pada
kebutuhan, maka perbuatan belajar tadi harus diri siswa untuk melakukan suatu aktivitas
diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu. belajar. Seorang siswa jika di dalam dirinya
Motivasi belajar merupakan penggerak untuk tidak ada motivasi (motivasi intrinsic) maka
mencapai hasil belajar yang baik (Sardiman, siswa tersebut tidak akan mau belajar mandiri.
2010). Keberhasilan proses belajar mengajar dapat
Menjawab permasalahan yang ditemui dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukkan
di atas, maka alat peraga Rutan (Rumah Atom), oleh para siswa pada saat melakukan kegiatan
yang diinspirasi dari model kompleks Rutan belajar mengajar sebagai berikut :
yang dilustrasikan sebagai kompleks 1. Minat dan perhatian siswa terhadap
perumahan memiliki nomor blok, nomor rumah pelajaran
dan alamat, dan orang atau electron yang 2. Semangat siswa untuk melakukan tugas-
menempati orbital. Hal ini tentunya dapat tugasbelajarnya
menjadi referensi atau sesuatu yang nyata untuk 3. Tanggung jawab siswa dalam mengerjakan
membawa siswa dalam suasana pembalajaran tugas-tugas belajaranya
yang riil. Dengan demikian materi kimia 4. Reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap
khususnya struktur atom dan system periodic stimulasi yang diberikan guru
yang abstrak dapat dipelajari dengan cara 5. Rasa senang dan puas dalam mengerjakan
sederhana menggunakan ilustrasi riil dalam tugas yang diberikan
kehidupan di sekitar kita, dengan demikian Motivasi dipandang berperan dalam
diharapkan pemanfaatan alat peraga Rutan ini belajar karena motivasi mengandung nilai-nilai
dapat: (1) membantu siswa dalam mempelajari sebagai berikut :
materi struktur atom dan system periodic; (2) 1. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kegagalan perbuatan belajar siswa. Belajar
materi struktur atom dan system periodic tanpa motivasi kiranya sulit untuk berhasil.
2. Pengajaran yang bermotivasi pada
Motivasi dan Peranannya dalam Belajar hakikatnya adalah pengajaran yang
Motif berasal dari bahasa latin yaitu disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan,
“movere” yang yang dalam bahasa inggris to motif, minat yang dimiliki oleh siswa.
move berarti adalah kata kerja yang artinya 3. Pengajaran yang bermotivasi membentuk
menggerakkan. Motivasi itu sendiri dalam aktivitas dan imaginitas pada guru untuk
bahasa inggris adalah motivation yaitu sebuah berusaha secara sungguh-sungguh mencari
kata benda yang artinya penggerakan. Maslow cara-cara yang sesuai dan serasi guna
dan Mc. Donald (dalam Rakhim, 2016) membangkitkan dan memelihara motivasi
menyatakan bahwa motivasi adalah perubahan belajar siswa.
energy yang terdapat pada seseorang yang 4. Penggunaan motivasi dalam mengajar
ditandai dengan adanya keinginan untuk bukan saja melengkapi prosedur mengajar,
mencapai sebuah tujuan. Keinginan tersebut tetapi juga menjadi faktor yang
akan menggerakan aktivitas fisik seseorang menentukan pengajaran yang efektif.
demi tercapainnya sebuah keinginan yang ingin
Alat Peraga, Tujuan dan Manfaat kelas dan d). memungkinkan mengajar lebih
Pengertian Alat Peraga yang dikutip sistematis dan teratur.
dari Said, F el, (2011) adalah sebagai berikut: Dalam proses pembelajaran dikelas
a) Wijaya dan Rusyan (1994) mendefinisikan terdapat beberapa alasan yang mendukung
bahwa alat peraga adalah media pendidikan perlunya alat peraga digunakan sebagai berikut
yang berperan sebagai perangsang belajar :
dan dapat menumbuhkan motivasi belajar 1. Membantu dalam pembelajaran sehingga
sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam penyampaian konsep
mencapai tujuan belajar; 2. Alat praktikum yang dimiliki sekolah tidak
b) Sudjana (2002), alat peraga adalah suatu lengkap
alat yang dapat diserap oleh mata dan 3. Alat bantu standar/pabrikasi yang ada di
telinga dengan tujuan membantu guru agar sekolah tidak mencukupi.
proses belajar mengajar siswa lebih efektif 4. Alat bantu standar/pabrikasi ada yang
dan efisein; rusak atau tidak dapat digunakan.
c) Nasution (1985), alat peraga pendidikan 5. Sekolah tidak/belum memiliki alat bantu
adalah alat pembantu dalam mengajar agar standar/pabrikasi.
efektif dan; 6. Sejalan dengan tuntutan kurikulum, tujuan
d) Faizal (2010), alat peraga sebagai suatu desain dan pembuatan alat adalah untuk :
instrumen audio maupun visual yang a) Meningkatkan motivasi siswa dalam
digunakan untuk membantu proses belajar;
pembelajaran menjadi lebih menarik dan b) Meningkatkan pemahaman siswa
membangkitkan minat siswa dalam terhadap konsep yang dipelajarinya;
mendalami suatu materi. c) Menyadarkan adanya keterkaitan
Dari beberapa pendapat di atas, maka konsep dengan kehidupan sehari-hari.
alat peraga merupakan segala sesuatu yang 7. Memberi variasi
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan Rutan (rumah atom) merupakan alat
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian peraga sederhana yang merupakan hasil kreasi.
dan kemauan peserta didik sehingga dapat Alat peraga ini dapat dibuat menggunakan
mendorong terjadinya proses belajar pada diri bahan dari papan bekas atau kardus bekas atau
siswa. Alat peraga digunakan untuk stirofoam. Alat peraga Rutan dibuat seperti
menjelaskan konsep pembelajaran dari materi kompleks Rutan yang di dalamnya ditemukan :
yang bersifat abstrak menjadi nyata sehingga a). alamat yaitu blok s, blok p, blok d dan blok
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian f; b). tipe rumah yaitu dibuat berbeda sesuai
dan minat peserta didik yang menjurus kearah dengan jumlah orbital yang dimiliki atom pada
terjadinya proses pembelajaran. sub kulit s, p, d, f dan electron-elektron yang
Tujuan dan manfaat alat peraga adalah, akan mengisi orbital diibaratkan seperti orang
alat peraga pendidikan bertujuan a). agar proses yang mendiami kamar dengan ketentuan kamar
pendidikan lebih efektif dengan jalan tipe apa saja dipakai maksimal 2 orang.
meningkatkan semangat belajar siswa; Dalam pembelajaran, penulisan
b). memungkinkan lebih sesuai dengan konfigurasi elektron untuk atom berelektron
perorangan, dimana para siswa belajar dengan banyak didasarkan pada aturan pengisian
banyak kemungkinan sehingga belajar elektron ke dalam orbital-orbital dikenal
berlangsung sangat menyenangkan bagi dengan prinsip Aufbau (Aufbau), aturan Hund,
masing-masing individu; c). agar belajar lebih dan prinsip larangan Pauli. Cara pengisian
cepat segera bersesuaian antara kelas dan diluar elektron pada subkulit dan penyusunan alat
peraga Rutan digambarkan seperti berikut:
n
=
7n
=
6
n
=
5
n
=
4
n
=
3
n
=
2n
=
1
(a) (b)
Keterangan: (a). Tingkat-tingkat energy subkulit electron periode ke-1 sampai ke-7
(b). Cara membangun/membuat Rutan untuk distribusi electron pada subkulit
Kegiatan belajar siswa dalam belajar selain menentukan ketuntasan belajar analisis
dipakai rentang nilai 1–4 sebagai berikut: Nilai rata-rata tiap akhir siklus dan analisis
Indikator Skor ketuntasan belajar secara klasikal untuk
Sangat Baik 4 mengetahui peningkatan hasil belajar di tiap
Baik 3 siklus.
Cukup 2 1. Nilai Rata-rata
Kurang 1
X
X (Arikunto, 2006)
Sumber : Hadi (1998) dalam Ulfaira dkk
N
Hasil observasi aktivitas siswa secara Dimana : X = nilai rata – rata siswa
klasikal dihitung atau dipersentase untuk ∑X = jumlah nilai siswa
mendapatkan nilai rata-rata dengan N = jumlah siswa
menggunakan rumus:
jumlah skor 2. Ketuntasan Belajar secara Klasikal
% NR x 100 % Ha NS x 100%
Skor maksimal KB
sil Perhitungan nilai rata-rata dari N
Kegiatan belajar belajar siswa secara (Arikunto, 2006)
klasikal kemudian di analisis Dimana :
menggunakan kriteria penilaian sebagai KB = Ketuntasan belajar secara
berikut : klasikal
No Kriteria Persentase NS = jumlah nilai seluruh siswa
penilaian N = jumlah siswa
1 Sangat 76% < NR ≤ Ketuntasan belajar secara klasikal tercapai
Baik 100% apabila persentase siswa yang tuntas belajar
2 Baik 51% < NR ≤ atau siswa yang memperoleh nilai lebih dari
75% atau sama dengan 70 jumlahnya lebih besar
3 Cukup 26% < NR ≤ atau sama dengan 75 % dari jumlah seluruh
Baik 50% siswa di dalam kelas
4 Kurang 0% < NR ≤ 25%
Baik Hasil dan Pembahasan
Sumber : Hadi (1998) dalam Ulfaira dkk Motivasi belajar merupakan salah satu
penentu keberhasilan siswa dalam kegiatan
c. Penilaian Hasil Belajar belajarnya. Dalam kegiatan belajar, motivasi
Tes Hasil Belajar digunakan untuk dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
menentukan seberapa baik siswa penggerak di dalam diri siswa yang dapat
menguasai bahan pelajaran yang diberikan. menimbulkan kegiatan belajar, yang kemudian
Tes dilakukan pada akhir siklus dapat menjamin kelangsungan dari kegiatan
pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa belajar dan memberikan arah pada kegiatan
dihitung dengan menggunakan rumus : belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
dapat tercapai.
Skor yang diperoleh siswa
Nilai x 100 Sisw Berdasarkan hasil penelitian diatas baik
Skor maksimal siklus I dan siklus II diperoleh gambaran bahwa
a yang memperoleh nilai kurang dari 70 pemanfaatan alat peraga Rutan dalam rangka
dinyatakan mengalami kesulitan belajar dan meningkatkan motivasi belajar siswa pada
siswa yang memperoleh nilai lebih dari atau siklus 1 dan siklus 2 sebagai berikut:
sama dengan 70 dinyatakan telah tuntas belajar,
ABSTRACT
This action research is one of the effort helping students class IX B in understanding materi Kelangsungan
Hidup Makhluk Hidup (Survival of living beings material). The action conducting through strory picture with
inquiru based learning. Considering students lack of students comprehension and the result then this research
were conducted it having two cycles, first and second cycle. In each cycle consist of planning, preparation,
excecution, observation and reflection. The data consist of student activity, the post test and the students
reflection. The college werw involved to keep the validity of the research. On the first cycle is the score were
75,47 on average with the completion 64,71 %, the activity of all students were high. Showing an improvment
almost in all aspect, however it hasn’t complete the indicators. New method need to conduct, observing method
and urging student to ask. The result on second cycle show score on 78,03 on average with the completion
79,41 % and again the activity of all students were high. As the performance indicators to sum up the research
were succesful ( the treatment improve the students score)
Keyword : story picture, inquiry based learning, Materi Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup ( Survival of
living being material.
ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini merupakan upaya membantu mengatasi kesulitan siswa kelas IX B dalam
memahami materi Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup. Tindakan yang dilakukan yaitu melalui pembuatan
cerita bergambar dengan pembelajaran IPA berbasis inkuiri. Penelitian dilatarbelakangi keprihatinan peneliti
terhadap rendahnya kemampuan siswa pada materi sebelumnya dan pada tahun sebelumnya. Penelitian
dilaksanakan dalam dua siklus yaitu siklus pertama dan siklus kedua. Pada tiap siklus terdapat tindakan utama
meliputi perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Data yang dikumpulkan terdiri dari
keaktifan siswa saat melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas melalui pengamatan yang terdapat dalam
Lembar Observasi, hasil tes tertulis di setiap akhir siklus dan respon siswa yang terdapat dalam angket. Untuk
menjamin validitas, maka dilakukan validasi oleh rekan sejawat yang memiliki kompetensi. Hasil penelitian
pada siklus I yaitu perolehan nilai siswa mencapai rata – rata 75,47 dengan presentasi ketuntasan 64,71%,
respon siswa memperlihatkan partisipasi dari seluruh siswa. Meskipun terdapat peningkatan proses
pembelajaran, namun belum memenuhi indikator kinerja. Perbaikan meliputi perubahan metode pengamatan
dan lebih aktif mendorong siswa untuk bertanya. Adapun hasil penelitian pada siklus II perolehan rata – rata
nilai 78,03 dan presentase ketuntasan belajar 79,41%, aktivitas siswa saat pembelajaran pun dalam kategori
baik dan respon siswa positif dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan indikator kinerja dan hipotesis
diterima. (perlakuan mampu meningkatkan hasil belajar siswa)
Kata Kunci: Cerita bergambar, Pembelajaran Berbasis Inkuiri, Materi Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup
Pendahuluan
Nurhayati 161
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan fasilitator dan motivator dalam pembelajaran
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, yang mengedepankan pada konsep PAIKEM
dan negara. (Sisdiknas, 2003). Berdasarkan yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
Tujuan Pendidikan Nasional, potensi peserta efektif dan menyenangkan dengan
didik diharapkan agar menjadi manusia yang menggunakan variasi metode, variasi media dan
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang model pembelajaran yang dapat mendukung
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, ketercapaian proses pembelajaran.
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung Salah satu kegiatan pembelajaran yang
jawab. dapat meningkatkan aktivitas peserta didik
dalam belajar adalah melalui model ataupun
Pembelajaran IPA pada jenjang Sekolah strategi pembelajaran yang melibatkan peserta
Menengah Pertama (SMP) memberikan didik untuk menemukan konsep sains melalui
landasan melalui pengalaman dan prosesnya kegiatan pengamatan langsung, mengumpulkan
untuk mempelajari IPA di tingkat yang lebih data berdasarkan hasil pengamatan dan dapat
tinggi dan menekankan pada penerapannya menginterferensikan hasil pengamatan menjadi
dalam kehidupan sehari – hari. Pembelajaran suatu konsep sains.
IPA di SMP merupakan keterpaduan dari tiga
disiplin ilmu yaitu Biologi, Fisika, dan Kimia Salah satu pembelajaran yang dapat
sehingga mata pelajaran IPA yang dipelajari melibatkan partisipasi aktif dari peserta didik
merupakan IPA terpadu. Dalam mempelajari dalam kegiatan pembelajaran yaitu melalui
IPA, seluruh peserta didik diharapkan memiliki pembelajaran berbasis inkuiri. Pembelajaran
kemampuan untuk mengembangkan berbasis inkuiri menekankan pada pembelajaran
keterampilan proses sains yang melibatkan yang mengutamakan proses penemuan dalam
seluruh panca indera melalui pengamatan untuk kegiatan pembelajarannya untuk memperoleh
memperoleh suatu konsep, prinsip, ataupun pengetahuan yang meliputi beberapa tahapan
teori dan kemampuan berpikir logis, objektif yaitu tahap orientasi, tahap merumuskan
melalui teknik mencatat dan menghitung yang masalah, tahap merumuskan hipotesis, tahap
baik dalam menginterpertasikan suatu data menguji hipotesis dan tahap merumuskan
dengan harapan peserta didik dapat dilatih kesimpulan.
untuk memiliki kemampuan akan literasi sains
yang tinggi. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) yang dilakukan di sekolah umumnya 1. Bagaimanakah hasil belajar
masih didominasi oleh pembelajaran dengan peserta didik terhadap pembelajaran
menggunakan metode – metode ceramah yang IPA melalui pembuatan cerita
terpusat pada guru (teacher centered). Hal ini bergambar dengan pembelajaran
menjadikan pembelajaran sains lebih berbasis inkuiri di kelas IX SMP
berorientasi pada produk bukan pada proses Negeri 36 Bandung pada materi
untuk menghasilkan produk. Guru kurang Kelangsungan Hidup Makhluk
membangun pengalaman belajar peserta didik Hidup?”
karena beranggapan bahwa peserta didik akan 2. Bagaimanakah aktivitas peserta didik
belajar lebih efisien dengan cara penyajian
terhadap pembelajaran IPA melalui
yang diorganisasikan oleh guru. Kenyataan ini
menyebabkan peserta didik kurang aktif dan
pembuatan cerita bergambar dengan
ikut berpartisipasi dalam kegiatan belajar pembelajaran berbasis inkuiri di kelas
mengajar untuk menemukan konsep secara IX SMP Negeri 36 Bandung pada
ilmiah. Hal ini berkorelasi pada rendahnya hasil materi Kelangsungan Hidup Makhluk
belajar peserta didik. Hidup?”
3. Bagaimanakah tanggapan peserta
Idealnya pembelajaran IPA yang didik terhadap pembelajaran IPA
dikembangkan saat ini adalah pembelajaran melalui pembuatan cerita bergambar
yang berpusat pada peserta didik (student
dengan pembelajaran berbasis inkuiri
centered), dimana guru hanya berperan sebagai
di kelas IX SMP Negeri 36 Bandung
Nurhayati 162
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Nurhayati 163
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Nurhayati 164
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Peneliti juga melaksanakan koordinasi ini sesuai dengan tafsiran data secara terperinci
dengan pengamat / observer untuk pada tabel sebelumnya dimana setiap peserta
pengambilan data pada siklus kedua agar didik diminta untuk menyiapkan bahan untuk
proses pengamatan dapat berjalan dengan studi literatur baik berupa buku sumber ataupun
lancar diantaranya pada tahapan pembuktian sumber lain yang relevan. Selain itu peserta
guru pun memperlihatkan contoh cerita didik pun diminta untuk terlibat secara aktif
bergambar ataupun mind mapping yang dalam pengumpulan data, dimana setiap
dimodifikasi dengan gambar yang dibuat anggota kelompok berbagi peran dalam
guru sebagai penguatan dalam pembahasan mengumpulkan data melalui pengamatan
materi. langsung di Kebun Binatang ataupun
melengkapi data di kelas dan partisipasi siswa
Siklus 2 dalam kegiatan presentasi di kelas.
Pembelajaran dengan menggunakan Kegiatan pembelajaran pada siklus kedua
pembelajaran berbasis inkuiri dilaksanakan diakhiri dengan pemberian tes tertulis untuk
melalui tahapan – tahapan (sintak) yang mengukur sejauh mana kemampuan kognitif/
dilaksanakan secara sistematis (berurutan). pengetahuan peserta didik pada materi
Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup (Seleksi
Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa dan Perkembangbiakan) dan ketuntasan hasil
terdapat perubahan yang signifikan dalam belajar peserta didik di kelas. Soal yang
keaktifan siswa, hal ini terlihat diantaranya diberikan dalam bentuk uraian dengan jumlah
pada tahap mengumpulkan data. Tahap yang sama seperti pada pertemuan pertama.
pembelajaran lain yang mengalami peningkatan
yang signifikan adalah menguji hipotesis. Hal
Tabel 4. Perbandingan Rata – rata Frekuensi Keaktifan Peserta didik saat Kegiatan Pembelajaran Berlangsung
Berdasarkan Tahapan Pembelajaran dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Inkuiri pada
Siklus Pertama dan Siklus Kedua
Siklus
No Tahapan Peningkatan
Pertama Kedua
1. Tahap orientasi 48,53 % 55,88 % 7,35%
2. Tahap merumuskan masalah 73,53 % 79,41 % 5,88 %
3. Tahap menyusun hipotesis 70,59 % 73,53 % 2,94 %
4. Tahap mengumpulkan data 70,59 % 85,29 % 14,70 %
5. Tahap menguji hipotesis 60,29 % 89,71 % 29,42 %
6. Tahap merumuskan 79,41 % 82,35 % 2,94 %
kesimpulan
Nurhayati 165
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Nurhayati 166
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Bagi Guru IPA SMP Se Kota Bandung. pada pembelajaran praktik kelistrikan
Departemen Pendidikan Nasional. otomotif SMK di Kota Yogyakarta”.
(8) Rustaman, N, 2005. “Perkembangan Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Vokasi.
Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri Volume 6, No 1, Februari 2016 (111-120)
Dalam Pendidikan Sains”. FPMIPA UPI (11) Wahyudi, Eko. 2015. Jurnal Lentera
(9) Sudjana, Nana. 2004. Dasar-dasar Proses Sains. Volume 5 Jilid I Mei 2015
Belajar Mengajar. Bandung :Sinar Baru (12) Widiasworo, Erwin.2017. Strategi &
Algensido Offset. Metode Mengajar Siswa di Luar Kelas
(10) Valiant Lukad Perdana Sutrisno dan (Outdoor Learning) Secara Aktif, Kreatif,
Budi Tri Siswanto.2016. “ Faktor – faktor Inspiratif dan Komunikatif. Yogyakarta :
yang mempengaruhi hasil belajar siswa Ar-Ruzz Media.
Nurhayati 167
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
ABSTRACT
Previous research has shown that inquiry learning and mind map can develop thinking skills. There are 4 levels
of inquiry learning, but teachers usually choose one level of inquiry to apply in the classroom, whereas each
level has advantages and disadvantages. For that reason Differentiated Science Inquiry model combined mind
map (DSIMM) was applied. DSIMM applied the four levels to accommodate differences in students' ability. This
research was a Classroom Action Research. The study was conducted in class VIID SMPN 2 Puncu at academic
year 2017/2018 with 3 cycles. Descriptive data analysis was done to the implementation of learning,
questionnaires, and test of critical thinking skills of students in cycles I, II, and III. The results of the study
shown that 1) the learning of DSIMM ran well, 2) the students became active, empowered their thinking skills,
fun, and motivated, and 3) there was an improvement of critical thinking skill score from pracyicle, cycle I,
cycle II, and cycle III. Even in cycle 3 clasicall students’ mastery learning was achieved.
ABSTRAK
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri dan mind map dapat mengembangkan
keterampilan berpikir. Terdapat 4 level pada pembelajaran inkuiri, namun guru biasanya memilih satu level
inkuiri untuk diterapkan di kelas, padahal masing-masing level memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk itulah
diterapkan model Differentiated Science Inquiry dipadu mind map (DSIMM) yang menerapkan keempat level
guna mengakomodasi perbedaan kemampuan siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas.
Penelitian dilakukan di kelas VIID SMPN 2 Puncu tahun pelajaran 2017/2018 dengan 3 siklus. Analisis data
dilakukan secara deskriptif terhadap keterlaksanaan pembelajaran, angket, dan hasil tes keterampilan berpikir
kritis siswa pada siklus I, II, dan III. Hasil penelitian menunjukkan 1) pembelajaran DSIMM terlaksana dengan
baik, 2) siswa menjadi aktif, memberdayakan keterampilan berpikir, senang, dan termotivasi atas penerapan
DSIMM, dan 3) ada peningkatan skor keterampilan berpikir kritis siswa dari prasiklus, siklus I, siklus II, dan
siklus III. Bahkan pada siklus 3 kentuntasan belajar siswa tercapai secara klasik
Kata kunci: differentiated science inquiry, mind map, keterampilan berpikir kritis
Terdapat 6 unsur dasar dalam berpikir umum menggunakan konten dari berbagai
kritis yang disingkat menjadi FRISCO[4]. bidang atau bersifat umum. Komite National
Focus, memfokuskan pertanyaan atau isu yang Academy of Education merekomendasikan
ada untuk membuat keputusan tentang apa untuk mengembangkan tes berpikir tingkat
yang diyakini. Reason, mengetahui alasan- tinggi yang spesifik untuk suatu subjek.
alasan yang mendukung atau menolak Beberapa kelebihan tes esai adalah (1) dapat
putusan-putusan yang dibuat berdasar situasi digunakan untuk menilai kemampuan berpikir
dan fakta yang relevan. Inference, membuat tingkat tinggi atau kemampuan berpikir kritis,
kesimpulan yang beralasan atau meyakinkan. (2) dapat mengevaluasi proses berpikir dan
Situation, memahami situasi dan selalu bernalar siswa, dan (3) memberikan
menjaga situasi dalam berpikir untuk pengalaman autentik [10].
membantu memperjelas pertanyaan (dalam F) Rubrik penilaian berpikir kritis telah
dan mengetahui arti istilah-istilah kunci, dikembangkan[1] dengan rentangan skor 0-5.
bagian-bagian yang relevan sebagai Rubrik tersebut dimodifikasi dari Illinois
pendukung. Clarity, menjelaskan arti atau Critical Thinking Essay Test yang
istilah yang digunakan. Overview, melangkah dikembangkan oleh Finken dan Ennis dengan
kembali dan meneliti secara menyeluruh format minimal structure. Asesmen yang
keputusan yang diambil. dimodifikasi ini dapat digunakan untuk
Berpikir kritis merupakan kemampuan menguji kemampuan berpikir kritis siswa
yang sangat esensial untuk kehidupan dan melalui tes esai. Format asesmen ini disusun
berfungsi efektif dalam semua aspek berdasarkan berbagai pertimbangan, di
kehidupan. Para pendidik telah lama antaranya bentuk soal tes yang sering
menyadari pentingnya kemampuan berpikir digunakan para pendidik di Indonesia. Rubrik
kritis sebagai salah satu output dari proses ini dapat dikembangkan dengan tujuan agar
pembelajaran. Dewasa ini, Partnership for 21st dapat digunakan dengan mudah, praktis, dan
Century Skills telah mengidentifikasi bahwa dapat mengakomodasi masing-masing
berpikir kritis menjadi salah satu dari beberapa indikator berpikir kritis secara efektif dan
kemampuan yang dibutuhkan untuk efisien.
menyiapkan siswa pada jenjang pendidikan Guru sebagai garda terdepan dalam
dan dunia kerja[7]. Kemampuan berpikir kritis pendidikan seharusnya mampu mengemban
yang dimiliki oleh lulusan dapat amanat dalam membelajarkan keterampilan
memungkinkan lulusan untuk memeriksa isu- berpikir kritis bagi siswa. Namun, berdasarkan
isu, membangun hubungan, membangun studi pendahuluan di kelas VIID SMPN 2
argumen, serta mengakui dan menghormati Puncu terungkap bahwa keterampilan berpikir
perspektif yang beragam [8]. ini masih rendah. Berdasarkan hasil tes
Terdapat beberapa tes terstandar untuk berpikir kritis dengan rentangan skor 0-100,
mengakses berpikir kritis. Salah satunya diperoleh skor rerata pada berpikir kritis yaitu
mengembangkan tes standar untuk menilai 21,89. Berdasarkan hasil angket, rendahnya
berpikir kritis, California Critical Thinking kedua keterampilan tersebut disebabkan oleh
Dispositions Inventory (CCTDI) dan Watson model pembelajaran yang diterapkan guru
Glaser Critical Thinking Appraisal (WGCTA) masih bersifat teacher centered, belum
[4]
. CCTDI terdiri dari 75 butir soal Likert. melibatkan keterlibatan siswa secara aktif.
WGCTA memiliki 80 butir soal. Meskipun Untuk itulah perlu dirancang pembelajaran
WGCTA memiliki beberapa teks berpikir yang melatihkan keterampilan berpikir
kritis dan mencakup isu mendalam terkait tersebut.
kehidupan sehari-hari, namun soalnya berupa Salah satu model pembelajaran yang
tes pilihan ganda. Namun, soal pilihan ganda banyak digunakan pada kelas IPA untuk
bisa saja terjadi bias tes, kurangnya valid, dan melatihkan keterampilan berpikir adalah
korelasi item yang rendah untuk penilaian[9]. pembelajaran yang berbasis inkuiri [11].
Tes untuk mengukur kemampuan berpikir Pernyataan ini dipertegas oleh [12] yang
kritis dapat dibedakan menjadi tes spesifik menyatakan bahwa pembelajaran IPA
untuk suatu topik dan tes yang umum (untuk seharusnya dapat meningkatkan keaktifan
semua topik). Tes berpikir kritis spesifik untuk siswa melalui inkuiri. Berbagai penelitian
suatu topik mengukur hanya satu topik atau telah membuktikan bahwa pembelajaran
subjek saja, sedangkan tes berpikir kritis inkuiri dapat melatihkan keterampilan berpikir
sedangkan persentase ketuntasan setiap siklus sejalan dengan hakikat keterampilan berpikir
disajikan pada Gambar 2. kritis sebagaimana yang disampaikan oleh[5]
yang menyatakan berpikir kritis sebagai
sebuah proses menurut langkah-langkah untuk
menganalisis, menguji, dan mengevaluasi
argumen. Selain itu, pembelajaran DSI yang
diterapkan dengan baik dapat mengaktifkan
siswa di dalam kelas, memberi peluang siswa
belajar suatu materi melalui eksplorasi
pertanyaan dan belajar bagaimana
mengembangkan hipotesis, membantu siswa
menciptakan pembelajaran yang sesuai
Gambar 1. Grafik rerata keterampilan berpikir keinginan mereka, memperoleh kedalaman
kritis siswa per siklus konsep suatu materi, menjadi pemikir kritis,
dan mampu berpikir tingkat tinggi[24].
Pada penelitian ini, pembelajaran inkuiri
terbukti cocok dalam pembelajaran IPA di
SMP. Hal ini disebabkan pembelajaran IPA
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA
Gambar 2. Grafik ketuntasan siswa siklus diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa
untuk mempelajari diri sendiri dan alam
Berdasarkan rerata keterampilan berpikir sekitar, serta prospek pengembangan lebih
kritis dapat diketahui pembelajaran model DSI lanjut dalam menerapkannya di dalam
dipadu mind map terbukti memberikan kehidupan sehari-hari. Proses
kontribusi yang signifikan terhadap pembelajarannya menekankan pada pemberian
keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini juga pengalaman langsung untuk mengembangkan
dapat diketahui dari kenaikan persentasi kompetensi agar menjelajahi dan memahami
ketuntasan klasikal siswa. Bahkan, pada siklus alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA
II seluruh siswa mendapatkan nilai diatas diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga
KKM sehingga ketuntasan klasikal telah dapat membantu siswa untuk memperoleh
tercapai. pemahaman yang lebih mendalam tentang
Model pembelajaran inkuiri yang alam sekitar.
diterapkan pada kelas DSI dipadu mind map Perpaduan inkuiri dengan mind map pada
terbukti dapat memberikan kontribusi yang pembelajaran IPA terbukti memberikan
signifikan untuk meningkatkan skor potensi paling tinggi untuk meningkatkan skor
keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian keterampilan berpikir kritis. Hal ini selain
ini sejalan dengan pernyataan [21] yang disebabkan adanya kontribusi pembelajaran
merekomendasikan guru untuk memfokuskan inkuiri terhadap keterampilan berpikir kritis,
pembelajaran aktif, terutama inkuiri sebagai mind map juga turut memperkuat kontribusi
solusi untuk mengatasi rendahnya kemampuan tersebut. Memadukan mind map pada masing-
berpikir kritis siswa. Penerapan pembelajaran masing tahap inkuiri akan mempermudah
inkuiri agar siswa terlibat dalam proses siswa dalam mengelola dan memahami
eksplorasi yang aktif dengan menggunakan informasi secara efektif dan sistematis.
keterampilan berpikir kritis dan logis[16]. Kemampuan dalam mengelola dan memahami
Beberapa penelitian lain membuktikan bahwa informasi menjadi kunci untuk mencapai 6
pembelajaran inkuiri mampu meningkatkan unsur berpikir kritis yaitu focus, reason,
skor keterampilan berpikir kritis[22] [23]. inference, situation, clarity, dan overview .
Kontribusi model pembelajaran inkuiri Pemaduan mind map pada sintaks inkuiri
terhadap skor keterampilan berpikir kritis ini terbukti tepat untuk meningkatkan
disebabkan sintaks dalam pembelajaran DSI keterampilan berpikir kritis siswa. Mind map
merupakan teknik yang potensial untuk meningkatkan hasil belajar siswa, (3)
mengaktifkan siswa untuk mensintesis dan melatihkan siswa untuk berpikir kritis, (4)
mengintegrasikan informasi bermakna serta tidak hanya berfokus tataran konseptual saja,
memperkaya pengalaman belajar guna namun siswa diajak praktik melalui
mengembangkan keterampilan berpikir percobaan-percobaan, (5) siswa mendapatkan
kritis[25].Pernyataan tersebut didukung oleh penugasan pembuatan mind map yang
beberapa penelitian terdahulu yang meningkatkan motivasi dalam belajar.
menunjukkan bahwa mind map terbukti Berdasarkan kajian angket juga dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis [26] dideskripsikan mengenai kelemahan model
[27] [28]
. DSI dipadu mind map. Kelemahan tersebut
Keterampilan berpikir kritis termasuk yaitu: (1) guru belum terbiasa pada awal-awal
dalam bagian dari self-regulated learning. Hal pembelajaran, (2) bagi siswa yang belum
ini berarti bila siswa memiliki keterampilan terbiasa, akan kesulitan dalam menerapkan
berpikir kritis yang baik, maka kemampuan level inkuiri, (3) waktu kadang tersita untuk
mengatur dirinya untuk belajar juga akan percobaan, dan (4) beberapa siswa kadang
semakin baik. Aspek-aspek dalam berpikir bingung dalam menemukan konsep.
kritis menyediakan umpan balik reflektif Berdasarkan kelemahan tersebut, dapat
sebagai bagian dari siklus belajar untuk disarankan sebagai berikut.
peningkatan kemampuan siswa [30]. 1. Model DSI dipadu mind map memang
Berpikir kritis berhubungan dengan bukan pembelajaran yang biasa dilakukan
kemampuan kemampuan berpikir tingkat pada kelas konvensional, baik pada mata
tinggi [31]. Berpikir kritis merupakan strategi pelajaran IPA maupun yang lainnya.
kognisi yang mampu meningkatkan peluang Banyak guru IPA yang belum benar-benar
hal yang ingin didapatkan[32]. Proses ini juga siap untuk menerapkan berbagai model
meliputi memecahkan masalah, merumuskan inkuiri, untuk itulah perlu pembiasaan
faktor-faktor yang berpengaruh, dalam menerapkannya. Bila guru dan siswa
mengkalkulasi berbagai macam kemungkinan, sudah terbiasa maka kesulitan ini dapat
dan membuat keputusan. Peningkatan teratasi.
kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh 2. Pembelajaran model DSI dipadu mind map
lulusan dapat memungkinkan lulusan untuk prinsipnya sama dengan pembelajaran
memeriksa isu-isu, membangun hubungan, inkuiri, yaitu membutuhkan persiapan
membangun argumen, serta mengakui dan pembelajaran yang cukup lama dan saat
menghormati perspektif yang beragam [21]. diimplementasikan terkadang menyita
Berdasarkan hasil uji lanjut terkait waktu. Untuk itu, perlu persiapan yang
keterampilan berpikir kritis pada model matang, memperhatikan ketersediaan alat
pembelajaran yang berbeda terungkap bahwa dan bahan untuk kegiatan percobaan, serta
baik pada model DSI dipadu mind map manajemen waktu yang baik.
maupun model DSI sama-sama berpotensi 3. Guru hendaknya dapat menjaga agar siswa
dalam memberdayakan keterampilan berpikir tetap tertarik dengan kegiatan percobaan
kritis siswa. Pembelajaran model DSI dipadu maupun aktivitas penemuan konsep agar
mind map tidak hanya unggul terhadap negatif penyelidikan yan dilakukan sesuai dengan
kontrol yang dalam penelitian ini yakni tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
pembelajaran konvensional, namun juga
unggul terhadap positif kontrol yaitu model Simpulan
pembelajaran DSI. Temuan tersebut 1. Sintaks pembelajaran model DSI dipadu
memberikan memberikan rekomendasi bahwa mind map dapat terlaksana dengan sangat
para guru dapat menggunakan model baik.
pembelajaran inkuiri terutama DSI dipadu 2. Model pembelajaran DSI dipadu mind map
mind map untuk meningkatkan keterampilan dapat meningkatkan keterampilan berpikir
berpikir kritis siswa. kritis siswa kelas VII D SMPN 2 Puncu
Berdasarkan hasil angket guru dan siswa, Kediri.
dapat dirangkum mengenai kelebihan model 3. Kelebihan model pembelajaran DSI dipadu
pembelajaran DSI dipadu mind map yaitu: (1) mind map yaitu: (1) pembelajaran yang
pembelajaran yang melatihkan siswa untuk melatihkan siswa untuk aktif, serta
aktif, kreatif, serta menyenangkan, (2) dapat menyenangkan, (2) tidak hanya berfokus
ABSTRACT
It is expected that the results of this penile can be useful for: Students, Skilled using simple experimental media,
Improving understanding of light ray material that is needed in photosynthesis activities, Build togetherness
among groups of students, resulting in the nature of mutual cooperation in performance: students, students, and
students of school employees during eskprimen activities. Teachers, Can help students overcome the difficulties
of learning about photosynthetic material, Can disseminate the efforts of innovative learning findings through a
scientific, characteristic, humanist, 5E-based model cycle to other colleagues. Educational Institutions, Produce
teacher research reports that can be used as reference material for other educators (teachers) to improve the
reliability of the quality of biology learning in general, and photosynthesis material in particular. The result for
the mastery of learning materials After the action with learning model 5 E accompanied by media box
ultraviolet rays of 78% results then this shows a significant increase, while the final result of the overall
mastery of the material that is 71% there are 11 students whose value is still below the standard the value of
SKBM / KKM biologi (73%) to increase the percentage of learning outcomes occurred positive reinforcement
on the aspects studied, the response of the students to the auxiliary media, after given the learning action model
5 E along with media box Photosynthesis student response increased to 82% (increased 48% )
ABSTRAK
Diharapkan hasil peneilitan ini dapat bermanfaat untuk: Siswa,Terampil menggunakan media percobaan
sederhana, Meningkatkan pemahaman materi sinar sinar yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan
fotosintesisa, Membangun kebersamaan antar kelompok siswa , sehingga timbul sifat kegotong royongan
dalam unjuk kerja: siswa –siswa, siswa-guru dan siswa karyawan sekolah pada waktu kegiatan eskprimen.
Guru, Dapat membantu para siswa mengatasi kesulitan belajar tentang materi fotosintesis, Dapat
mendesiminasikan upaya-upaya temuan inovasi pembelajaran melalui siklus model 5E yang berbasis saintifik,
berkarakter, humanis, pada rekan sejawat lain. Instansi Pendidikan, Menghasilkan laporan-laporan penelitian
guru yang dapat dijadikan bahan rujukan bagi para pendidik (guru) lain untuk meningkatkan keterandalan
kualitas pembelajaran biologi pada umumnya, dan materi fotosintesis khususnya. Hasil untuk penguasaan
materi belajar, Setelah diadakan tindakan dengan pembelajaran model 5 E disertai media kotak sinar
ultraviolet hasil perolehan 78% maka hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang siginfikan, sedang kan
hasil akhir keseluruhan penguasaan materi yaitu 71% ada 11 siswa yang nilainya masih dibawah standar nilai
SKBM/KKM biologi sebesar (73%) untuk peningkatan prosentase hasil belajar terjadi penguatan positif pada
aspek yang diteliti, respon siswa terhadp media bantu, setelah diberikan tindakan pembelajaran model 5 E
disertai media kotak Fotosintesis respon siswa meningkat menjadi 82% ( meningkat 48%)
memainkan peran yang berbeda –beda bagian dengan soal yang sama. Siswa dinilai
dari proses . Setiap siswa mengasumsikan kemapuan pengetahuannya,ketrampilan dan
peran dalam proses fotosintesis. Diantara kecakapannya.Data yang diambil meliputi
Peran adalah: matahari, tanaman, air, karbon penilaian proses pembelajaran dan penilaian
dioksida, energi, gula dan narator sebagai hasil belajar. Penilaian proses pembelajaran
dalang. Matahari bersinar di tengah ruangan. dilakukan selama proses pembelajaran
Tanaman dikelilingi oleh energi, air dan berlangsung dengan menggunakan lembar
karbon dioksida yang berjalan di sekitar pengamatan yang meliputi beberapa aspek
mereka dan kemudian duduk. Gula dan yaitu: keantusiasan, kerjasama dalam
oksigen kemudian mengambil giliran untuk kelompok, kontribusi, ketepatan waktu dan
berjalan di sekitar tanaman. Guru sebagai hasil kerja kelompok. Setiap aspek diberi skor
Narator menggambarkan proses seperti yang 1-4. skor 4, jika ≥75% siswa melaksanakan, 3
terjadi. Hewan (orang) juga dapat dimasukkan jika 51%-74% siswa melaksanakan, 2 jika
memberikan pelepasan /CO2 (karbon dioksida 26%-50% siswa melaksanakan, 1 jika ≤ 25%
dan menerima oksigen). Para siswa mungkin siswa melaksanakan. Penilaian Hasil
ingin mengulang proses berulang untuk Belajar dilakukan setelah 2 kali pertemuan
menunjukkan bagaimana hubungan terus berupa soal uraian yang berjumlah 5 soal.
berlanjut. Gunakan diagram dalam informasi Rentangan skor 1-20. Isian assessment ,
membantu mengatur permainan peran. Guru digunakan untuk mengetahui respon siswa
membantu menayangkan pada slide layar terhadap penerapan pembelajaran Model 5E
reaksi kimia dalam fotosintesis, akan dengan mengunakan media kotak sinar
membantu memperjelas proses. Pada akhir ultraviolet, biru, merah, kuning, putih pada
sesi eksplorasi guru membagikan kuesioner materi Fotosinesis. Untuk bahan refleksi
terkait kegiatan yang baru dilakukan siswa. pembelajaran di lab, guru, dilibatkan rekan
Tahap ketiga/langkah Explanation kegiatan sejawat selama kegiatan pembelajaran
proses belajar mengajar diskusi-informasi, membantu guru untuk: obervasi, dan mencatat
menggunakan bahan internet siswa diajak segala kegiatan guru dan mendokumentasikan
surfing situs web ,dengan aplikasi Powerpoint, pada form daftar periksa yang terdiri atas
guru menyampaikan informasi proses tahapan kegiatan Pra lab, Kegiatan Lab, dan Pasca
awal fotosintesis hingga proses fotossintesis Lab. Data dianalisis secara deskriptif
berakhir. Selesai kegiatan guru memberi tugas kualitatif. Nilai hasil tes dianalisis dengan cara
rumah para siswa untuk mendalami bacaan menghitung skor yang diperoleh siswa dibagi
materi terkait cahaya, sinar sinar yang skor maksimal dikali 100. Respon siswa
dibuthkan oleh daun untuk proses fotosintesis. dianalisis dengan
Tahap keempat/langkah Elaboration guru
membagikan perangkat pembelajaran siswa menggunakan rumus :P=F//N x 100 % P:
yang meliputi: form Hands-on /LKS siswa, Persentase, f;
seperangkat alat kotak sinar ultraviolet, kotak
sinar cahaya biru. Merah. Hijau, putih, frekuensi, N: jumlah responden
kuning, Siswa melakukan kegiatan praktikum, (Hidayati,2005). Data observasi kualitas
observasi, pendataan, pengukuran, analisis proses pembelajaran menggunakan rentangan
data, berdiskusi, mendokumentasikan skor 1-4. Kemudian setiap aspek dianalisis
kegiatan, dan menyimpulkan hasil praktikum dengan cara menjumlah skor dari seluruh
Sementara siswa melakukan kegiatan, guru kelompok. Selanjutnya untuk mengetahui
mengelaborasi, berkeliling tiap kelompok berhasil tidaknya model pembelajaran 5E
didatangi, membantu kesulitan kelompok, dan menggunakan media kotak sinar ultraviolet,
berbagi pengetahuan dengan kelompok untuk kotak sinar biru, merah, hijau, kuning, putih
mendiskusikan perbedaan hasil fotosintesis pada materi Fotosintesis dapat dilihat dari
dengan media sumber cahaya yang berbeda rata-rata hasil tes, yaitu membandingkan
antar kelompok, kegiatan elaborasi ditutup hasil pembelajaran model pembelajaran 5E
dengan pengumpulan datap-data, serta tiap dengan media kotak sinar ultraviolet, kotak
kelompok mempresentasikan hasil praktikum. sinar biru, merah, hijau, kuning, putih pada
Pada tahapan kelima/langkah Evaluation materi Fotosintesis pada kelas XII IPA 4
Setelah pembelajaran dilakukan 2 kali (kelas eksperimen) dengan kelas XII IPA I
pertemuan kedua kelas tersebut diberi tes (kelas kontrol). Jika rata-rata hasil tes kelas
Simpulan
ABSTRACT
The number of Indonesian unemployed increased mainly from high school graduates who did not continue to
universities and in the field they were deemed to have no skills. Therefore, schools should be able to give birth
to young entrepreneurs, namely by integrating entrepreneurship into learning materials. One of them is
chemistry with chemoentreprenurship oriented learning. Learning models that can be applied to enable
students to think critically, develop skills as well as application is guided inquiry learning. This study aims to
determine the improvement of learning outcomes and entrepreneurial interests of students with guided inquiry
learning model on the concept of petroleum. The research method used is Classroom Action Research which
consists of four stages: planning, follow-up, obeservation and reflection. This research has been conducted with
three cycles with data collection techniques with multiple choice test and questionnaire. Increased cognitive
learning outcomes can be seen from pretest with average learning outcomes 43.50, posttest I 56.75, posttest II
70 and posttest III 80. Then a questionnaire of pretrial entrepreneur interest is 0.15-0.55 (low and very low)
and posttest 0.65- 1.00 (high and very high). That is, guided inquiry learning chemoentrepreneurship
oriented can improve learning outcomes and entrepreneurial interests of students of class XI IPA on petroleum
materials.
ABSTRAK
Jumlah pengganguran Indonesia meningkat terutama dari tamatan SMA yang tidak melanjutkan ke
Perguruan Tinggi dan di lapangan mereka dianggap tidak memiliki skill. Oleh karena itu, sekolah harus mampu
melahirkan pewirausaha muda, yaitu dengan mengintegrasikan wirausaha kedalam materi pembelajaran.
Salah satunya kimia dengan pembelajaran berorientasi chemoentreprenurship. Model pembelajaran yang
dapat diterapkan untuk mengaktifkan siswa berfikir kritis, mengembangkan keterampilan sekaligus penerapan
adalah pembelajaran inkuiri terbimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
dan minat wirausaha siswa dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep minyak bumi.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari empat tahapan yaitu
perencanaan, tindak lanjut, obeservasi dan refleksi. Penelitian ini telah dilaksanakan dengan tiga siklus
dengan teknik pengumpulan data dengan tes pilihan ganda dan angket. Peningkatan hasil belajar kognitif
dapat dilihat dari pretest dengan rata-rata hasil belajar 43.50, posttest I 56,75, posttest II 70 dan posttest III 80.
Kemudian angket minat wirausaha pretes 0,15-0.55 (rendah dan sangat rendah) dan posttest 0.65-1.00
(tinggi dan sangat tinggi). Artinya, pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi chemoentrepreneurship
dapat meningkatkan hasil belajar dan minat wirausaha siswa kelas XI IPA pada materi minyak bumi.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, hasil
belajar naik pada setiap siklus dari 43,50
menjadi 80. Sedangkan berdasarkan hasil
angket, naik dari kriteria sangat rendah menjadi
kriteria tinggi dan sangat tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri
terbimbing berorientasi chemoenterpreneurship
dapat meningkatkan hasil belajar dan minat
wirausaha siswa kelas XI pada materi minyak
bumi.
ABSTRACT
This study was conducted to improve students' cognitive abilities through the implementation of innovation in
guided inquiry learning model. Innovation of learning model was done by combining the activity of argument in
the step of guided inquiry learning model. This research was conducted using a classroom action research
design with four stages, namely planning, implementation, observation and reflection. Multiple choice test was
used to measured the cognitive ablities. In addition, also used observation sheet to observe the learning
activities. The results showed that there was an increase the cognitive abilities of students in cycles I and II,
both classical and average score of class. Classically, in the first cycle, 82% of students was above the minimum
score criteria, while in cycle II increased to 86%. Based on the average class, in the first cycle reached the
average class of 84 and in the second cycle of 85. Generally, all stages of learning activities was accomplished
by teacher and students, especially in cycles II.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa melalui penerapan
inovasi model pembelajaran inkuiri terbimbing. Inovasi model pembelajaran dilakukan dengan
mengkombinasikan kegiatan argumentasi dalam tahapan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Penelitian ini
dilakukan menggunakan desain penelitian tindakan kelas dengan empat tahapan, yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian yaitu instrumen tes pilihan
berganda untuk mengukur kemampuan kognitif. Selain itu, juga digunakan lembar observasi untuk melakukan
pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan kemampuan kognitif siswa pada siklus I dan II baik secara klasikan maupun rata-rata kelas.
Secara klasikal, pada siklus I, sebesar 82% siswa lulus di atas kriteria ketuntasan minimal sedangkan pada
siklus II meningkat menjadi 86%. Dilihat dari rata-rata kelas, pada siklus I tercapai rata-rata kelas sebesar 84
dan pada siklus II sebesar 85. Secara umum, seluruh tahapan kegiatan pembelajaran dilaksanakan oleh guru
dan siswa terutama pada siklus II.
temukan pada siswa di dalam kelas peneliti. model pembelajaran inkuiri terbimbing
Peneliti melakukan studi pendahuluan di menggunakan setting kegiatan argumentasi.
sekolah dengan melihat capaian nilai siswa
terhadap batas nilai Kriteria Ketuntasan Metode Penelitian
Minimal (KKM). Batas nilai Kriteria Penelitian ini menggunakan desain
Ketuntasan Minimal (KKM) siswa yaitu sebesar penelitian tindakan kelas dengan 4 tahapan
73 dari rentang nilai antara 0 sampai 100. yang saling terkait dan bersinambungan: (1)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti, tahap perencanaan (planing), (2) tahap
hanya sebesar 35 % siswa yang mampu pelaksanaan (acting), (3) tahap pengamatan
mencapai hasil belajar untuk aspek kemampuan (observing), dan (4) tahap refleksi
kognitif di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (reflecting)[16].
(KKM). Sedangkan, 65% siswa lainnya berada Pada penelitian tindakan ini dirumuskan
di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) indikator keberhasilan penelitian, yaitu: (1)
tercapai ketuntasan belajar klasikal minimal
dengan rincian: 40% berada pada kisaran nilai
85%, yang artinya sebanyak 85% siswa di
50 – 72 dan 60% berada pada kisaran nilai 20 –
dalam kelas mendapatkan nilai tes kemampuan
49. Berdasarkan hal tersebut, peneliti sering kognitif sama dengan atau di atas nilai KKM;
melakukan remidial disetiap pokok bahasan (2) tercapai nilai rata-rata kelas minimal sebesar
yang diajarkan. nilai KKM. Jika kedua indikator keberhasilan
Oleh sebab itu, untuk mengatasi temuan tersebut tercapai, maka siklus penelitian akan
masalah tersebut, peneliti melakukan inovasi dihentikan. Gambar desain penelitian dapat
model pembelajaran inkuiri terbimbing. Inovasi dilihat pada Gambar 1.
yang dilakukan yaitu mengkombinasikan Instrumen yang digunakan dalam penelitian
tahapan model inkuiri terbimbing dengan ini yaitu instrumen tes pilihan berganda untuk
kegiatan argumentasi. Model pembelajaran mengukur kemampuan kognitif siswa. Tes
inkuiri terbimbing dipilih karena mampu diberikan setelah pemberian tindakan disetiap
membangun kemampuan kognitif siswa[5,6]. siklus penelitian.
Melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing, Analisa data kemampuan kognitif siswa
siswa dilatih untuk belajar bagaimana berpikir dilakukan dengan cara: (1) menghitung
dan bertindak seperti seorang ilmuan melalui ketuntasan individu di setiap siklus penelitian
kegiatan-kegiatan inkuiri[7,8,9]. dengan cara memberi skor dan nilai pada hasil
Inovasi model pembelajaran inkuiri tes setiap siswa sesuai dengan kriteria penilaian
terbimbing dengan kegiatan argumentasi, yang dibuat. Setiap siswa dalam proses belajar
diharapkan dapat menjadi penyokong agar lebih mengajar dinyatakan tuntas secara individu
efisien dalam meningkatkan kemampuan apabila siswa mampu memperoleh nilai di atas
kognitif siswa. Beberapa hasil penelitian nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu
menunjukkan bahwa kegiatan argumentasi sains sebesar 73 dari rentang 0 – 100; (2) menghitung
yang dilatihkan dalam kegiatan pembelajaran ketuntasan klasikal yang dicapai di setiap siklus
dapat lebih meningkatkan kemampuan penelitian, dengan menghitung rata-rata kelas;
[3,10,11,12,13]
penguasaan konsep . (3) menghitung nilai rata-rata kelas disetiap
Kegiatan argumentasi dilakukan dengan siklus.
melibatkan kemampuan kognitif maupun Selain instrumen tes, juga digunakan
afektif, yang dapat membantu siswa tidak hanya lembar observasi untuk mengamati aktivitas
pada aspek sosio-kultural dari sains tetapi juga guru dan siswa guna melihat gambaran
konsep dan proses dasar sains. Menurut keterlaksanaan tindakan yang dilakukan.
Duschl[14] dan Erduran[15], kegiatan argumentasi Observasi dilakukan oleh empat observer.
memfasilitasi siswa untuk melatihkan Analisis data keterlaksanaan pembelajaran
kemampuan kemampuan kognitif dan afektif dilakukan dengan cara: (1) menghitung jumlah
yang dapat digunakan untuk membantu jawaban “ya” dan “tidak” yang diisi oleh
memahamkan konsep dan proses dasar sains. observer; (2) menghitung persentase
Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan keterlaksanaan pembelajaran disetiap tahapan
dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran; (3) menganalisa
kognitif siswa SMP pada pembelajaran sains kolomketerangan yang diisi Oleh observer.
yang proses pembelajarannya menerapkan
Secara umum, hasil penelitian indikator keberhasilan penelitian poin (1), dan
menunjukkan bahwa model pembelajaran telah tercapai pada siklus 2. Indikator
guided inquiry yang dikombinasikan dengan keberhasilan penelitian untuk poin (1)
kegiatan argumentasi mampu meningkatkan mensyaratkan 85% siswa mencapai ketuntasan
kemampuan kognitif siswa. Data capaian belajar klasikal minimal. Tercapainya indikator
kemampuan kognitif dihitung secara klasikal keberhasilan penelitian di Siklus (2) tidak
dan juga rata-rata kelas, seperti pada Gambar 2 terlepas dari kegiatan evaluasi pembelajaran
dan 3. Hasil perhitungan dibandingkan dengan yang dilakukan setelah kegiatan pembelajaran
nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM), yaitu pada siklus I. Pemberian penghargaan di dalam
sebesar 73. pembelajaran, baik kepada individu maupun
Berdasarkan pada Gambar 2, persentase kelompok berdampak pada terlaksananya
capaian siswa yang berada di atas KKM sebesar kegiatan pembelajaran dengan baik oleh siswa.
82% untuk Siklus I dan 86% pada siklus II. Hal Siswa menjadi termotivasi untuk melaksanakan
ini berarti pada siklus I, belum tercapai kegiatan pembelajaran dengan lebih maksimal.
Zubaidah
zubaidahspd08@gmail.com
SMK Negeri 1 Amuntai
Abstract
This research is based on the number of students in class XI MM 1 SMK Negeri 1 Amuntai academic year
2016/2017 that daily test value is under predetermined KKM that is 70. mastery learning chemistry on
Thermochemical as much as 40% and of Equilibrium as much as 50%. The result of student learning is
influenced by the activity of students who lack of focus in learning. This study aims to improve student activities
and learning achievement through the implementation of guided inquiry model using video projects. The
research method used is classroom action research (Classroom Action Research). The subjects of this research
is 30 students of Grade at XII MM1 SMKN 1 Amuntai and its implementation time in the odd semester of the
academic year 2017/2018. Data collection techniques used are observation, and giving test questions to
determine learning outcomes. The result of this research showed that the application of guided inquiry’s method
is able to improve the activities and students learning achievement. The result of learning learned classically
increases from cycle I to cycle II. Can be seen from the student’s learning achievement cycle I as high as
73,33% to cycle II as high as 93,33%. Student activity also increased in cycle I with average 75,64% to 85,86%
in cycle II.
Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi oleh banyaknya siswa di kelas XI MM 1 SMK Negeri 1 Amuntai tahun
pelajaran 2016/2017 yang nilai ulangan harian berada di bawah KKM yang ditentukan yaitu 70. Ketuntasan
pembelajaran kimia pada pokok bahasan Termokimia sebanyak 40 % dan pokok bahasan Kesetimbangan
Kimia sebanyak 50 %. Hasil belajar siswa ini dipengaruhi oleh aktivitas siswa yang kurang fokus dalam
pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui
penerapan model inkuiri terbimbing menggunakan proyek video. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Subyek penelitian adalah 30 siswa kelas XII MM1
SMKN 1 Amuntai dan waktu pelaksanaannya pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dan memberikan soal tes untuk mengetahui hasil belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan inkuiri terbimbing menggunakan proyek video dapat
meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa kelas XII MM 1. Hasil ketuntasan belajar secara
klasikal meningkat dari siklus I ke siklus II. Hal ini dapat dilihat pada belajar siswa pada siklus I sebesar
73,33 % dan pada siklus II menjadi 93,33 % .Aktivitas Siswa juga mengalami peningkatan pada siklus I dengan
rata-rata 75,64 % menjadi 85,86 % pada siklus II.
Zubaidah 191
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Zubaidah 193
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
tindakan berikutnya sebagai perbaikan. Tabel 3 dan 80,27% pada pertemuan ke-3. Aspek
dan grafik 3 dibawah ini menunjukkan aktivitas siswa terus mengalami peningkatan.
perbandingan hasil siklus I dan siklus II pada Pada siklus II pencapaian rata-rata aktivitas
ketuntasan belajar klasikal. siswa telah mencapai kriteria keberhasilan
Tabel 4. Perbandingan Hasil Siklus I dan yang ditentukan yaitu mencapai rata-rata
Siklus II 81,08% pada pertemuan ke-1, 86,23% pada
Siklus Nilai rata- Ketuntasan pertemuan ke-2, dan 90,28 % pada pertemuan
rata Klasikal ke-3.
I 66,00 73,33 % Penerapan inkuiri terbimbing
II 80.00 93.33 % menggunakan proyek video dapat
meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas
Hal ini menunjukkan hasil belajar kognitif pada XII MM 1 SMK Negeri 1 Amuntai pada materi
siklus II dengan penerapan model laju reaksi. Hal tersebut dibuktikan dengan
pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I
proyek video sudah mengalami peningkatan, yaitu 66,00 dengan persentase ketuntasan
dan ketuntasan klasikalnya sudah memenuhi klasikal 73,33 %. Selanjutnya siklus II nilai
indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu rata-rata hasil belajar siswa adalah 80,00
sebesar 75%. dengan persentase ketuntasan klasikal 93,33%.
Hal ini menunjukkan hasil belajar kognitif pada
siklus II dengan penerapan model
pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan
proyek video sudah mengalami peningkatan,
dan ketuntasan klasikalnya sudah memenuhi
indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu
sebesar 75%.
Zubaidah 196
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMK PADA TOPIK KOLOID
Herry Soesanto
SMK Muhammadiyah Serui, Kabupaten Yapen, Papua
ABSTRACT
Generally, colloid system is one of easy concepts in chemistry and can be learnedthrough discussion, the
students believe the matter can be learned through remembering technique. The research is aimed to implement
inquiry model learning in colloid system topic. the research use quasy experimental method with class control
and the non-equivalent control group design with 23 students in controlled class and 25 students in
experimented class . The research showed inquiry learning can improved students understanding.
Tabel 4.1. Rata-Rata Pretes, Postes dan N-Gain pada Kelas Kontrol dan Eksperimen
Data pada tabel 4.1. menunjukkan bahwa kedua sistem koloid, dengan menghitung nilai N-Gainnya.
kelas memiliki kecenderungan yang tidak jauh Hasil penghitungan dari data pretes, postes dan N-
berbeda, kelas kontrol memiliki rata-rata 23,69 dan Gain tersebut selengkapnya tersaji pada tabel 4.1.
rata-rata untuk kelas eksperimen Menurut data dari tabel
25,00. Dengan data rata-rata pretes seperti itu dapat 4.1, ternyata rata-rata N-Gain untuk kelas kontrol
dianggap bahwa kedua kelas memiliki kemampuan sebesar 18,19 % dan rata-rata N-Gain kelas
yang sama sebelum pembelajaran dilakukan. eksperimen sebesar 27,66 %. Hal ini berarti secara
Setelah pembelajaran dilakukan dan diadakan umum skor pretes, postes dan data N-Gain kelas
postes ternyata terdapat perbedaan antara rata-rata kontrol dan kelas eksperimen tidak menunjukkan
hasil postes, yaitu untuk kelas kontrol 38,49 dan hasil yang jauh berbeda. Berdasarkan data rata-rata
rata-rata postes untuk kelas eksperimen 46,20 atau skor pretes, postes dan data N-Gain kelas kontrol
dengan selisih sebesar dan kelas eksperimen terdapat sedikit perbedaan,
7,51. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yaitu rata-rata skor postes dan data N-Gain kelas
sistem koloid dengan inquiri memberikan nilai eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-
dengan hasil yang berbeda dibandingkan dengan rata skor postes dan data N-Gain kelas kontrol.
pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil uji normalitas dengan One-
Dari hasil pretes dan postes dapat ditentukan Sample Kolmogorov-Smirnov Test program SPSS-
adanya peningkatan pemahaman siswa pada topik 16 terhadap data pretes, postes dan N-Gain pada
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes, Postes dan N-Gain