Anda di halaman 1dari 207

ISSN : 2549-3655

Prosiding
SEMINAR Penelitian Bidang IPA 2017
Pembelajaran Berbasis Inkuiri di Sekolah
Sebagai Upaya Peningkatan Profesionalisme
Guru dan Tenaga Kependidikan IPA

7-8 November 2017


Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Makalah-makalah dalam prosiding ini telah dipresentasikan pada
Seminar Penelittian Bidang IPA 2017
pada tanggal 7-8 November 2016
di SEAMEO QITEP in Science

Penanggung Jawab
Prof. Triyanta, Ph.D

Peninjau
Dr. R. Indarjani
Lili Indarti, M.Hum.

Penyunting
Lukman Nulhakim

Dipublikasikan oleh

Cara mengutip pada prosiding ini:


Penulis makalah, A., & Penulis makalah, B. (Tahun). “Judul makalah”. Makalah ini telah dipresentasikan pada Seminar
SEAQIS Research Grants 2016, SEAMEO QITEP in Science, 7-8 November 2017 (hal.). Bandung.
KATA PENGANTAR

Prof. Triyanta, Ph.D.


Direktur SEAMEO QITEP in Science

P uji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam atas segala rahmat dan
karunia yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
mengenai pembelajaran berbasis inkuiri di sekolah sebagai upaya peningkatan profesionalisme
guru dan tenaga kependidikan IPA pada tanggal 7-8 November 2017 di SEAMEO Regional Centre for
QITEP in Science dapat dilaksanakan.
Kegiatan seminar ini merupakan rangkaian akhir dari kegiatan penelitian bidang IPA tahun 2017, yang
berjumlah 30 judul penelitian. Penelitian dilakukan secara tim maupun individu oleh pendidik dan
tenaga kependidikan penerima dana hibah yang telah diseleksi terlebih dahulu dari berbagai daerah di
Indonesia. Prosiding ini berisi hasil penelitian para penerima dana hibah penelitian bidang IPA tahun
2017.
Atas nama SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science, kami menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak atas bantuan dan kerjasama yang mendukung keberhasilan kegiatan penelitian bidang IPA,
acara Seminar Penelitian Bidang IPA 2017 dan terwujudnya buku prosiding ini.
Pertama kepada penilai pada seleksi proposal antara lain, Dr. Harry Firman, Dr. Anna Ratna Wulan,
Dr. Setiya Utari dan Dr. Irma Rahma dari FPMIPA UPI, Dr. Indrawati dari PPPPTK IPA, serta Dr. R.
Indarjani sebagai Deputi Program SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science. Tidak lupa kami
menyampaikan terima kasih kepada para pembahas ketika seminar antara lain, Dr. Harry Firman dan
Dr. Setiya Utari dari FPMIPA UPI, Dr. Indrawati dan Dr. Eneng Susilawati dari PPPPTK IPA, serta
Dr. Sparisoma Viridi dari FMIPA ITB yang telah memberikan saran dan masukan kepada para peneliti
pada saat kegiatan seminar.
Kedua kepada Dr. R. Indarjani sebagai Deputi Program dan Lili Indarti, M.Hum. sebagai Deputi
Administrasi yang telah meninjau Prosiding Seminar Penelitian Bidang IPA 2017.
Ketiga kepada Bapak/Ibu penerima hibah dana hibah penelitian bidang IPA 2017 yang telah melakukan
dan melaporkan kegiatan penelitian pembelajaran berbasis inkuiri di sekolah sebagai upaya peningkatan
profesionalisme guru dan tenaga kependidikan IPA.
Keempat kepada Divisi Research development and IBSE Capacity Building selaku penanggung jawab
program penelitian bidang IPA, Dra. Tati Setiawati, M.M.Pd. sebagai kepala divisi, Lukman Nulhakim,
M.Pd dan Haidar Helmi, S.T. sebagai staf yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pemikirannya demi
suksesnya pelaksanaan penelitian, kegiatan seminar maupun editor buku prosiding ini.
Terakhir kepada seluruh staf SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science yang telah mendukung
dan membantu kegiatan Seminar.

Bandung, Desember 2017

i
PENDAHULUAN

M eningkatkan mutu pendidikan merupakan tugas dari setiap instansi yang terkait dalam dunia
pendidikan. Salah satu cara adalah dengan meningkatkan budaya meneliti dan menulis di
kalangan pendidik dan tenaga kependidikan. SEAMEO Regional Centre for QITEP in
Science (SEAQIS) sebagai salah satu pusat yang mendapat mandat untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dan pengembangan keprofesian pendidik dan tenaga kependidikan direkomendasikan
untuk melaksanakan kegiatan penelitian oleh Rapat Dewan Pembina (Governing Board Meeting-GBM)
ke-3 tahun 2012 dan ke-4 tahun 2013. Berkaitan dengan itu, SEAQIS berusaha untuk melakukan
aktivitas penelitian baik secara mandiri maupun bekerjsama dengan pihak lain serta mendorong
kalangan pendidik dan tenaga kependidikan untuk melakukan kegiatan-kegiatan penelitian.
Mulai tahun 2015, SEAMEO QITEP in Science mendorong para guru IPA dan tenaga kependidikan
untuk melakukan kegiatan penelitian melalui Hibah Penelitian (Research Grants). Kegiatan penelitian
ini difokuskan pada penelitian pendidikan yang mengimplementasikan pembelajaran IPA Berbasis
Inkuiri sesuai dengan kegiatan utama (niche) dari SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
yang dinyatakan pada 2nd Fiscal Year Development Programme 2015/2019. Tema hibah penelitian
untuk tahun 2017 adalah “Pembelajaran Berbasis Inkuiri di Sekolah Sebagai Upaya Peningkatan
Profesionalisme Guru dan Tenaga Kependidikan IPA”. Sebanyak 30 judul penelitian dibiayai oleh
SEAMEO QITEP in Science dengan masing-masing judul mendapatkan hibah dana sebesar 5 juta
rupiah.
Rangkaian kegiatan penelitian ini dilakukan selama sembilan bulan dimulai dengan seleksi pengajuan
proposal hingga laporan penelitian dan seminar oleh para penerima Hibah Penelitian 2017. Penawaran
Hibah Penelitian dimulai pada bulan Maret 2017 secara terbuka melalui laman SEAMEO QITEP in
Science. Sebanyak 152 proposal penelitian dari pendidik dan tenaga kependidikan dari berbagai jenjang
diterima SEAMEO QITEP in Science. Seleksi dilakukan dalam beberapa tahap, yakni seleksi berkas
proposal dan pendukung, seleksi urgensi dan relevansi dari proposal sesuai tema dan niche dari
SEAMEO QITEP in Science, dan kemudian penilaian proposal. Proses ini melibatkan beberapa pakar
dari SEAMEO QITEP in Science, Universitas Pendidikan Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan
PPPPTK IPA Bandung. Kegiatan penelitian oleh penerima dilakukan selama 6 bulan dari bulan Mei
hingga Oktober.
Pada akhir penelitian, para penerima Hibah Penelitian memberikan laporan penelitian baik dalam
bentuk tulisan laporan lengkap maupun tulisan singkat karya ilmiah, dan melakukan seminar di
SEAMEO QITEP in Science. Kegiatan seminar dilakukan pada tanggal 7-8 November 2017 dengan
dihadiri oleh pembahas dari Universitas Pendidikan Indonesia, PPPPTK IPA Bandung dan Direktur
SEAMEO QITEP in Science.
Prosiding ini memuat hasil penelitian dari para pemenang Hibah Penelitian 2017 dan diterbitkan dengan
maksud agar hasil penelitian para penerima Hibah Penelitian ini dapat disebarluaskan ke kalangan yang
lebih luas. Dengan demikian diharapkan prosiding ini dapat menjadi acuan para pendidik dan tenaga
kependidikan untuk meningkatkan kegiatan penelitian dan meningkatkan kualitas belajar dan mengajar
IPA.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Pendahuluan ii

Daftar Isi iii-v


PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA SMP KELAS IX PADA MATERI SEL SARAF DAN
GERAK REFLEKSI MELALUI MEDIA SEL SARAF DAN MEKANISME GERAK REFLEKS 1-8
3 DIMENSI PLUS
M. Agus Satria

PENERAPAN ALAT PERAGA “SEPEDA PINTAR ENERGI” PADA PEMBELAJARAN 9-15


PERUBAHAN ENERGI BERBASIS INKUIRI TINGKAT SMP
Arif Darmadiansyah
PENINGKATAN KREATIVITAS DENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN INKUIRI
MELALUI PEMBELAJARAN IPA TERPADU MODEL CONNECTED UNTUK KELAS VII-A 16-21
SMPN 1 SOROMANDI
Arif Gumelar

PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN AJAR 22-27


BERBENTUK KOMIK DAN LKS BERBENTUK PUZZEL AND MATCH DI KELAS VIII
SMPN 30 PADANG
Arna Fera
PENGGUNAAN MEDIA PERAGA BANDUL MAGNETIK PADA MODEL PEMBELAJARAN
INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XII SMAN 28-31
5 KOTA BIMA
Bambang Setiawan
MOTIVASI BELAJAR SISWA SMA DAN KEMAMPUAN MERANCANG PEMECAHAN 32-40
MASALAH LINGKUNGAN MELALUI PEMBELAJARAN ENGINEERING DESIGN
PROCESS
Cece Sutia
UPAYA MENINGKATKAN LITERASI TIK DAN KETERAMPILAN BERPIKIR ANALITIS
PESERTA DIDIK SMP MELALUI BLENDED LEARNING DENGAN INQUIRY/DISCOVERY 41-47
LEARNING
Dani Setiawan
UPAYA MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR 48-53
KRITIS SISWA SMPN 5 BANGKALAN MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI
TERBIMBING
Da’watul Khoiroh
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DENGAN PEDE MENGGUNAKAN
PRORANSEL 54-60
Deasy Irawati
PENERAPAN STRATEGI INKUIRI BERBANTUAN MEDIA TV INTERAKTIF MATERI 61-63
GERAK MELINGKAR BERATURAN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH FISIKA PADA SISWA KELAS X SMK DIPONEGORO LEBAKSIU
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Dedy Iswanto

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PINTER DENGAN BUDI 64-69
PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI ROGOMULYO 02
Eka Yudha Ardiyanto

iii
DAFTAR ISI

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI DENGAN PENGEMBANGAN 70-78


INSTRUMEN PENILAIAN AUTENTIK UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS IV TEMA PEDULI TERHADAP MAKHLUK HIDUP DI SDN RRI
CISALAK
Eko Agusnehing Purwaningsih

PENERAPAN ETNOINKUIRI BERBANTUAN TEKNI SCAFFOLDING PADA MATERI


79-85
ENERGI PANAS TERHADAP SIKAP ILMIAH DAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS
Ernawati Setyo Nugraheni

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR IPA


86-90
PESERTA DIDIK KELAS 6 MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI
BERBANTUAN FLASH VIDEO
Fita Sukiyani

PENGGUNAAN MEDIA “BASKOM PUZZLE” BERBANTUAN PERMAINAN “HP


91-96
RANGKING 1” DAN ALAT PERAGA “K-TV” UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
IPA, KETERAMPILAN BERBICARA SERTA AKTIVITAS SISWA TEMA 3 KELAS IV B SDN
WONOSARI 03
Galih Suci Pratama

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 MELALUI MODEL INKUIRI PADA PEMBELAJARAN


97-104
IPA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
Hati Nurahayu

IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS 5E BERBANTUKAN VIRTUAL LAB UNTUK


105-112
MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
SISWA
Hendri Kurniadi

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POGIL BERBANTUAN MIND MAPPING UNTUK


113-120
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KREATIVITAS SISWA KELAS X TSM SMK
NEGERI 9 MALANG PADA MATERI LAMBANG UNSUR DAN STRUKTUR ATOM
Ika Budi Yuliastini

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI MELALUI AKTIVITAS LUAR KELAS


121-125
(OUTDOOR ACTIVITIES) DENGAN MEDIA PERANGKAT LUNAK TRACKER UNTUK
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR FISIKA PADA MATERI DINAMIKA
ROTASI PESERTA DIDIK KELAS XI IPA 5 DI MAN 2 KUDUS
Muhammad Miftakhul Falah

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI


126-133
PENERAPAN MODEL NOTE-TAKING PAIRS BERBANTUAN LOG BOOK DI SMKN 1
SAPTOSARI
Nanik Yuniastuti

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBASIS KEARIFAN


134-140
LOKAL BALI TRI PRAMANA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DI
PENDIDIKAN NON FORMAL
Ni Putu Ayu Hervina

PENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA


141-153
TIPE WEBBED DENGAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING
Nita Novianti

PEMANFAATAN ALAT PERAGA RUTAN (RUMAH ATOM) UNTUK MENINGKATKAN


154-160
MOTIVASI BELAJAR KIMIA MATERI STRUKTUR ATOM DAN SISTEM PERIODIK
Nixon Aylon Selly

iv
DAFTAR ISI

161-167
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI KELANGSUNGAN
HIDUP MAKHLUK HIDUP MELALUI PEMBUATAN CERITA BERGAMBAR DENGAN
PEMBELAJARAN IPA BERBASIS INKUIRI DI KELAS IX SMPN 36 BANDUNG
Nurhayati

PEMBELAJARAN DIFFERENTIATED SCIENCE INQUIRY DIPADU MIND MAP UNTUK


168-174
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Nur Miftahul Fuad

MODEL 5 E, AND IMPLEMENTATION OF ULTRAVIOLET SILK MEDIA BOX FOR


175-179
RESPONDING STUDENT LEARNING OBLIGATIONS IN LEARNING MATERIALS OF
PHOTOSYNTHESIS
Priya Santosa

PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP


180-183
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN MINAT WIRAUSAHA SISWA KELAS
XI PADA MATERI MINYAK BUMI
Yani Pinta

INOVASI MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN


184-190
KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA SMP
Yunita Dwi Febriastuti

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN PROYEK VIDEO PADA


191-196
MATERI LAJU REAKSI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR
SISWA DI KELAS XII MM 1 SMKN 1 AMUNTAI
Zubaidah

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP


197-200
SISWA SMK PADA TOPIK KOLOID
Herry Soesanto

v
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA SMP KELAS IX MELALUI


MEDIA SEL SARAF DAN MEKANISME GERAK REFLEKS 3
DIMENSI PLUS
M. Agus Satria, S.Pd 1) dan Mira Restuti, S.Pd2)
1)
SMPIT Bahtera Insani, Jalan Manggar Kp. Bugis, Bintan
2)
SMPIT Bahtera Insani, Jalan Manggar Kp. Bugis, Bintan

E-mail: agussatria18@yahoo.com

ABSTRACT

The use of picture explanation is not very effective in learning nerve cell and reflex motion mechanism because
it doesn’t provide a complex visualization. Therefore it is necessary to use the 3 dimensional learning models in
order that the nerve cell structure and reflex motion mechanism can be visualized in detail to improve students’
understanding of the materials. Method used in this research was classroom action research. The participants
of this research were consisted of 17 male students of the 9th grade of Bahtera Insani Islamic Junior High
School, Bintan regency, Kepulauan Riau. The research was divided into two sessions. In the first session, the
researcher used pictures and in the second session the researcher used the 3 dimensional media. Based on data
analysis, the researcher found that the students’ understanding of the materials in the first session was 12%
because the object in the pictures was not well observed. Moreover, the process of the reflex motion which
explained the interaction stages was difficult to visualize. Meanwhile in the second sessions, the students’
understanding increased to 100% because the object of nerve cell and reflex motion mechanism was real. Based
on the research, learning process in the second session that used 3 dimensional reflex motion mechanism plus
could increase the students’ understanding on the nerve cell and the mechanism of reflex motion materials. It
was indicated by the percentages of students understanding up to 88% compared to the first session.

Keywords: nerve cell, reflex motion and 3 dimensional models.

ABSTRAK

Penggunaan media gambar sejauh ini kurang efektif dalam pembelajaran struktur sel saraf dan mekanisme
gerak refleks karena tidak memberikan visualisasi secara kompleks. Sehingga perlu digunakan model
pembelajaran 3 dimensi agar struktur sel saraf dan mekanisme gerak refleks dapat divisualkan secara detil
dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi tersebut. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan terhadap 17 siswa di kelas IX SMPIT
Bahtera Insani. PTK ini terdiri atas 2 tahapan yaitu siklus I yang menggunakan media gambar dan siklus II
yang menggunakan media model 3 dimensi plus. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data pada siklus I yaitu
ketuntasan belajar siswa 12% karena dengan menggunakan media gambar file ppt 1 dimensi, objek kurang
teramati secara kompleks. Selain itu, gerak refleks yang menerangkan tahapan interaksi sulit untuk divisualkan
prosesnya. Sedangkan pada siklus II, ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 100% karena sel saraf dan
mekanisme gerak refleks nyata objeknya. Sehingga dapat disimpulkan, tahapan siklus II dengan menggunakan
model sel saraf dan mekanisme gerak refleks 3 dimensi plus mampu meningkatkan pemahaman siswa pada
materi pembelajaran sel saraf dan mekanisme gerak refleks dengan persentase peningkatan pemahaman
sebesar 88% dari hasil siklus I.

Kata Kunci: Sel saraf, gerak refleks,dan model 3 dimensi.

Pendahuluan sendiri sehingga respon yang hasilkan berifat


Saraf dan mekanisme gerak refleks otomatis tanpa mendapat kontrol dari otak.
adalah gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf Pada gerak refleks, impuls berjalan pendek atau
yang sederhana. Jalur saraf ini terbentuk singkat diawali dari reseptor penerima
hubungan antara neuron sensorik, interneuron, diteruskan ke saraf sensori kemudian menuju
dan neuron motorik. Saraf dan mekanisme ke saraf pusat diterima saraf penghubung, tanpa
gerak refleks terjadi sangat cepat dan bukan melalui kontrol otak, impuls diteruskan ke saraf
terjadi karena kesadaran maupun kemauan diri motorik dan berakhir pada efektor.

M. Agus Satria 1
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Menurut Sutrisno (2010), proses sel saraf dan mekanisme gerak refleks 3
pembelajaran di sekolah pada umumnya dimensi plus dan melakukan penelitian
menampilkan visualisasi dalam bentuk gambar tindakan kelas (PTK).
maya ataupun gambar cetak yang merupakan
media satu dimensi. Media tersebut cukup A. Populasi.
efektif tetapi siswa kurang dapat memahami Populasi dalam penelitian ini
mekanisme dari saraf dan mekanisme gerak adalah siswa kelas IX yang ada di
refleks yang memperlihatkan hubungan neuron- SMPIT Bahtera Insani Kabupaten
neuron. Untuk lebih memahamkan siswa Bintan Kepulauan Riau.
terhadap materi tersebut maka perlu dibuat
media yang lebih jelas menggambarkan B. Sampel Penelitian
struktur kompleks saraf dan mekanisme gerak Sampel dalam penelitian ini
refleks yaitu dengan membuat model saraf dan adalah 17 orang siswa kelas IX yang
mekanisme gerak refleks 3 dimensi plus. ada di SMPIT Bahtera Insani
Media pembelajaran menjadi salah satu Kabupaten Bintan Kepulauan Riau.
komponen penting dalam mencapai
kerbehasilan dalam pembelajaran. Media C. Waktu
pembelajaran adalah sesuatu yang dapat Penelitian ini dilakukan selama
dijadikan sebagai sarana penghubung untuk tiga bulan. Bulan pertama yaitu bulan
menyampaikan pesan yang harus dicapai siswa juli dilakukan pembuatan media
dalam kegiatan belajar. Banyak media untuk pembelajaran 3 dimensi plus. Pada
menunjang kegiatan belajar dan salah satu bulan selanjutnya yaitu bulan
media pembelajaran paling efektif bagi siswa september dilakukan pengambilan data
adalah media tiga dimensi. Selama ini pihak di SMPIT Bahtera Insani kelas IX
sekolah jarang menyediakan media 3 dimensi putra. Bulan Oktober dilakukan
tersebut karena harganya yang relatif mahal. penyusunan laporan hasil penelitian.
Dengan adanya masalah tersebut, maka
seorang guru dituntut lebih kreatif dan inovatif D. Pembuatan Model Sel
dalam menciptakan media pembelajaran Saraf dan Mekanisme Gerak Refleks
memberikan kemudahan bagi siswa dalam Alat-alat yang digunakan untuk
memahami pelajaran. Hal ini karena tuntutan membuat model saraf dan mekanisme
kompetisi sudah menjadi dinamika. gerak refleks 3 dimensi plus ini adalah
Guru dituntut merancang pembelajaran sebagai berikut: mesin bor listrik, glue
yang kreatif dan inovatif guna kelancaran gun, pisau stainless, gergaji besi,
proses kegiatan belajar mengajar. Oleh karena gergaji kayu, gunting, obeng, kuas cat,
itu untuk memahamkan siswa SMP mengenai dan alat penyemprot cat. Adapun bahan
materi saraf dan mekanisme gerak refleks maka yang dibutuhkan adalah: Tempurung
perlu dibuat model pembelajaran sarafdan kelapa gading, biji ketapang, serabut
mekanisme gerak refleks dengan menggunakan kelapa, bonggol jagung, kain terplak,
bahan yang sederhana sehingga akan lebih tempurung kelapa, kawat, amplas, cat
ekonomis tetapi tetap dapat menampilkan minyak, dinamo 12 volt, baterai, solasi
struktur secara terperinci. Misalnya dengan hitam, kabel listrik, kardus, cat minyak,
menggunakan biji-bijian, bonggol, dan limbah karet, selang Air Conditioner (AC),
anorganik. Segala sesuatu yang baru, dan lem batang.
sederhana, realistis, unik dan bermanfaat tentu Cara pembuatan model sel saraf dan
akan menarik perhatian siswa sehingga mekanisme gerak refleks 3 dimensi
membuat mereka memperhatikan setiap materi adalah sebagai berikut:
yang disampaikan dan materi mengenai saraf
dan mekanisme gerak refleks pun akan mudah Struktur neuron
dipahami. 1. Bonggol jagung muda dipotong 10 cm,
lalu diberi lubang pada bagian tengahnya
Metode Penelitian menggunakan potongan selang AC, dicat
Metode yang dilakukan pada karya tulis semprot untuk dijadikan sel schwann .
ini adalah penelitian dengan membuat model

M. Agus Satria 2
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

2. Biji mangga dan biji alpukat dicat dan 1. Siklus I


dibentuk menjadi badan sel saraf . a.Perencanaan
3. Biji mangga dan biji alpukat dipasang 1) Membuat skenario pembelajaran yang
potongan kabel pendek untuk membentuk akan diterapkan.
dendrit yang bercabang dengan 2) Menyusun instrumen penelitian yang
menggunakan lem tembak. terdiri atas instrumen perangkat pembelajaran
4. Selang AC/Kabel sebagai akson dan instrumen monitoring.
dipotong 30 cm kemudian dimasukkan ke
bagian tengah bonggol-bonggol jangung b. Pelaksanaan
sampai ujung biji mangga, kemudian diberi Pada pertemuan I (dalam waktu 80 menit)
perekat dengan lem tembak. yang perlu dilakukan peneliti adalah:
5. Ujung lainnya pada akson dibuat 1) Menyampaikan materi mengenai sistem
bercabang menggunakan potongan kabel saraf dan tanpa menggunakan model, hanya
pendek yang dibalut solasi listrik dengan gambar.
6. Bagian sinapsis dan ujung dendrit sel 2) Memberikan soal-soal mengenai sel
saraf lain dihubungkan dengan solasi. saraf dan gerak refleks.
7. Sel saraf yang dibentuk antara lain sel c. Mengevaluasi hasil pengerjaan soal oleh
saraf sensorik, motorik, dan konektor. siswa pada siklus I.
Sumsum tulang belakang
1. Bentuk gambar sumsum tulang d. Refleksi
belakang pada permukaan triplek. Pembelajaran pada siklus I dianalisis untuk
2. Potong bagian yang digambar sumsum dilakukan perbaikan yang diterapkan pada
tulang belakang. siklus selanjutnya. Peneliti mengamati hal-
3. Buat alur saraf sensorik, saraf hal yang kurang untuk dicari pemecahannya
konektor, dan saraf motorik. demi perbaikan pembelajaran pada siklus
Reseptor dan efektor selanjutnya.
1. Rangkai beberapa spons cuci piring 2. Siklus II
menggunakan kardus dan lem sehingga a. Perencanaan
membentuk reseptor kulit. Pada siklus kedua ini langkah-langkah
2. Bentuk potongan kardus menyerupai perencanaan tindakan adalah sama.
otot polos, lalu di cat. b. Pelaksanaan
Rancangan gerak refleks. Pelaksanaan kegiatan ini sesuai skenario
1. Hubungkan masing-masing kabel pembelajaran siklus II yang telah
(akson dan dendrit) satu dan lainnya, lalu mendapatkan rekomendasi dari hasil
isoalsi listrik. refleksi siklus I, secara rinci
2. Pasang dinamo pada bagian jaringan pelaksanaannya sebagai berikut: Pada
otot sehingga memungkinkan terjadinya pertemuan I (dalam waktu 80 menit) yang
gerakan perlu dilakukan peneliti adalah
3. Pasang baterai pada bagian reseptor menyampaikan materi mengenai saraf dan
yang telah terhubung dengan kabel mekanisme gerak refleks dengan
listrik dan sakelar. menggunakan model dan pendekatan
inkuiri.
Cara Pengambilan Data c. Mengevaluasi hasil pengerjaan soal oleh
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan siswa pada siklus II
kelas. Menurut Depdiknas (1999) dalam
Widyaningrum (2010) model penelitian yang d. Refleksi
digunakan mengacu pada model cyclical Seluruh data yang diperoleh selama kegiatan
dengan 4 tahapan yaitu: merencanakan, berlangsung dianalisis dan diolah. Hasil dari
melakukan tindakan serta mengamati dan refleksi siklus II ini selanjutnya dibandingkan
merefleksi. Penelitian ini bersifat siklik yang dengan hasil pada siklus I, sehingga dapat
berarti tindakan berikutnya diusahakan lebih digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil
baik dari tindakan sebelumnya. belajar siswa.
Prosedur penelitiannya adalah sebagai berikut:

M. Agus Satria 3
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

3. Instrumen Penelitian evaluasi pada siklus pertama pertama dan


Instrumen yang digunakan dalam penelitian kedua yang dicirikan dengan ketuntasan
ini, meliputi: belajar individu dan ketuntasan belajar
1) Model sel saraf dan mekanisme gerak klasikal.
refleks 3 dimensi plus.
2) Soal-soal mengenai saraf dan Hasil dan Pembahasan
mekanisme gerak refleks. Penelitian ini dilaksanakan di SMPIT
Bahtera Insani, Kabupaten Bintan terhadap
4. Indikator Keberhasilan 17 siswa putra SMPIT Bahtera Insani kelas
Indikator keberhasilan pada penelitian ini IX pada mata pelajaran IPA Terpadu dengan
adalah adanya peningkatan nilai hasil pokok bahasan sel saraf dan mekanisme
belajar siswa pada akhir penelitian yang gerak refleks. Penelitian ini dilakukan
diindikasikan dengan ketuntasan belajar melalui dua tahapan yaitu siklus I dan siklus
klasikal yaitu bila prestasi belajar siswa II yang dilaksanakan pada tanggal 04
tersebut sekurang-kurangnya 85% dari September 2017. Siklus I dilaksanakan pada
seluruh jumlah siswa mencapai nilai 60 ke jam kesatu dan kedua, sedangkan siklus II
atas Depdikbud (1997) dalam pada jam ketujuh dan kedelapan. Berikut
Widyaningrum (2010). adalah hasil penelitian yang telah disajikan
dalam Tabel 1.
5. Teknik Analisis Data
1. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan analisis statistik deskriptif.
Untuk mengetahui peningkatan prestasi
belajar siswa diketahui berdasarkan hasil

Tabel 1. Rekapitulasi Penilaian Siklus 1 dan Siklus II


No Nama Siswa Skor Ketuntasan Skor Ketuntasan(
Siklus I (%) Siklus II %)
1 Ahmad Dani 40* 40 90 90
2 Alfintian Mebi Pratama 20* 20 80 80
3 Anugrah Pratama 40* 40 85 85
4 Ardi Hendri 40* 40 80 80
5 Dody Dwi Prayogo 30* 30 75 75
6 Fachruddin Arrozi 20* 20 65 65
7 Faiz Ar-rachman 55* 55 70 70
8 Hafizh Amirul Hizyam 40* 40 90 90
9 La ode Ilham 50* 50 80 80
10 Muhammad Naufal Hakim 40* 40 95 95
11 Muhammad Ridho Maulana 30* 30 85 85
12 Muhammad Risky Firdaus 45* 45 85 85
13 Rasikh Khalil Pasha 80 80 90 90
14 Teguh Gusti Erlangga 50* 50 90 90
15 Trino Anggara Yudyahartanto 65 65 95 95
16 Arjuna Ramadhany Syarif 50* 50 75 75
17 Raja Oktafiransyah 50* 50 75 75
Ketuntasan Belajar 12% 100 %
Keterangan:
KKM = 60
* = Siswa Belum Tuntas

1. Siklus I Rencana Perangkat Pembelajaran (RPP)


Pada awal kegiatan ini, peneliti tentang sistem saraf (mekanisme gerak refleks)
menyusun perangkat pembelajaran yang berupa dan instrumen penelitian. Kegiatan penyusunan

M. Agus Satria 4
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

RPP bermaksud untuk merumuskan tujuan memberikan visualisai struktur dan


pembelajaran, batasan konsep materi, dan mekanisme gerak refleks secara baik,
langkah-langkah penyajian materi. Adapun sehingga siswa mengalami kesulitan dalam
isntrumen penelitian yang digunakan pada memahami materi. Hasil yang diperoleh dari
pembelajaran siklus I berupa penyajian materi pembelajaran siklus I akan dievaluasi,
sistem saraf dengan menggunakan media file kemudian dilakukan perbaikan pembelajaran
ppt dan soal uji tes siklus I. pada siklus II.
Pembelajaran siklus I dilakukan pada
tanggal 04 September 2017 terhadap 17 orang Tabel 2. Hasil Penilaian Siklus 1
siswa kelas IX Ikhwan (putra) pada jam
pertama dan kedua. Pada tahapan ini peneliti No Nama Siswa Skor Ketun
menyampaikan materi sesuai sekenario Siklu tasan
pembelajaran yang tertuang dalam RPP. sI (%)
Materi sel saraf dan mekanisme gerak saraf
1 Ahmad Dani 40* 40
divisualisasikan melalui gambar-gambar
untuk menjelaskan struktur dan tahapan 2 Alfintian Mebi Pratama 20* 20
mekanisme terjadinya gerak refleks pada 3 Anugrah Pratama 40* 40
tubuh. Setelah penjelasan materi, selanjutnya 4 Ardi Hendri 40* 40
dilakukan diskusi dan tanya jawab. 5 Dody Dwi Prayogo 30* 30
Pada akhir pembelajaran dilakukan 6 Fachruddin Arrozi 20* 20
kegiatan refleksi untuk mengajak siswa
7 Faiz Ar-rachman 55* 55
menyimpulkan secara bersama-sama dengan
bimbingan guru. Selanjutnya siswa diberikan 8 Hafizh Amirul Hizyam 40* 40
10 soal uji siklus 1 materi sel saraf dan 9 La ode Ilham 50* 50
mekanisme gerak refleks yang terdiri dari 5 10 Muhammad Naufal 40* 40
soal pilihan ganda dan 5 sola esai. Menurut Hakim
Jihad dkk (2012), untuk memperoleh hasil 11 Muhammad Ridho 30* 30
belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian Maulana
yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk
12 Muhammad Risky 45* 45
mengukur tingkat penguasaan siswa.
Pemberian soal uji siklus I ini betujuan untuk Firdaus
mengetahui hasil belajar siswa sehingga dapat 13 Rasikh Khalil Pasha 80 80
diketahui tingkat pemahaman mereka 14 Teguh Gusti Erlangga 50* 50
terhadap materi yang telah disajikan pada 15 Trino Anggara 65 65
siklus I. Yudyahartanto
Berdasarkan hasil uji siklus I yang 16 Arjuna Ramadhany 50* 50
telah dilakukan dapat diketahui bahwa rata-
Syarif
rata kelas yang diperoleh adalah 44 dengan
ketuntasan belajar siswa adalah 12% (lihat 17 Raja Oktafiransyah 50* 50
Tabel 2). Pada uji siklus I ini siswa yang Nilai rata-rata siswa 44
tuntas berjumlah 2 orang (12%) orang Ketuntasan Belajar 12%
sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah
15 (88%) orang. Penentuan tuntas atau Keterangan:
tidaknya siswa mengacu pada kriteria KKM = 60
ketuntasan minimal (KKM) pelajaran IPA * = Siswa Belum Tuntas
yaitu dengan skor 60. Sehingga dapat
diketahui berdasarakan hasil uji siklus I Siklus II
menunjukan tingkat pemahaman siswa dalam Persiapan kegiatan pada siklus II sama
materi sel saraf dan mekenisme gerak rafleks dengan kegiatan pada siklus I, hanya saja
masih sangat rendah. instrumen yang akan digunakan berbeda dari
Tingkat pemahaman yang rendah dari sebelumnya. Adapun istrumen penelitian yang
uji siklus I sangat dipengaruhi dari digunakan pada pembelajaran siklus II berupa
penggunaan media pembelajaran. Media file
ppt dan gambar ternyata belum mampu

M. Agus Satria 5
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

model sel saraf dan mekanisme gerak refleks 3 rata-rata kelas yang diperoleh kelas IX putra
dimensi plus dan soal uji tes siklus II. adalah 83 dengan ketuntasan belajar siswa
Pembelajaran siklus II dilakukan pada adalah 100%. Seluruh siswa memperoleh nilai
waktu yang sama yaitu tanggal 04 September di atas KKM 60 dangan nilai tertinggi 95 dan
2017 terhadap 17 orang siswa kelas IX Ikhwan nilai terendah 65. Dari hasil uji tersebut dapat
(putra) namun pada jam ketujuh dan kedelapan. diketahui bahwa hasil uji siklus II menunjukan
Pada tahapan ini peneliti mengawali dengan hasil yang sengat memuaskan.
memberikan apersepsi dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Tabel 3. Hasil Penilaian Siklus II
Selanjutnya peneliti malakukan pendekatan
inkuiri terbimbing untuk materi saraf dengan N Nama Siswa Skor Ketun
menggunakan model sel saraf 3 dimensi plus.
o Siklus tasan
Dengan media ini, siswa dapat mengamati
langsung wujud sel saraf. Siswa dapat II (%)
menunjukan langsung bagian-bagian dari sel 1 Ahmad Dani 90 90
saraf dan mengoperasikan mekanisme gerak 2 Alfintian Mebi Pratama 80 80
refleks. 3 Anugrah Pratama 85 85
Penggunaan media 3 dimensi ini 4 Ardi Hendri 80 80
mampu menigkatkan antusias belajar siswa 5 Dody Dwi Prayogo 75 75
dikarenakan memberikan pengalaman belajar
6 Fachruddin Arrozi 65 65
langsung kepada siswa. Sebagaimana yang
diungkapkan Moedjiono (1992) bahwa media 7 Faiz Ar-rachman 70 70
sederhana tiga dimensi memiliki kelebihan- 8 Hafizh Amirul Hizyam 90 90
kelebihan, yaitu: memberikan pengalaman 9 La ode Ilham 80 80
secara langsung, penyajian secara kongkrit dan 10 Muhammad Naufal 95 95
menghindari verbalisme, dapat menunjukkan Hakim
obyek secara utuh baik konstruksi maupun cara
11 Muhammad Ridho 85 85
kerjanya, dapat memperlihatkan struktur
organisasi secara jelas, dapat menunjukkan alur Maulana
suatu proses secara jelas. 12 Muhammad Risky 85 85
Dengan media tersebut, materi sel saraf Firdaus
dan mekanisme gerak refleks membuat siswa 13 Rasikh Khalil Pasha 90 90
mudah mengingat nama strukturnya dan 14 Teguh Gusti Erlangga 90 90
mampu menjelaskan fungsi-fungsinya karena 15 Trino Anggara 95 95
objeknya nyata. Selain itu siswa juga dapat
Yudyahartanto
melihat secara langsung mekanisme gerak
refleks yang melibatkan koneksi antar sel-sel 16 Arjuna Ramadhany 75 75
saraf, saraf pusat, dan otot. Syarif
Pada akhir pembelajaran peneliti 17 Raja Oktafiransyah 75 75
melakukan refleksi dengan mengajak siswa Nilai rata-rata siswa 83
menyimpulkan materi bersama-sama. Ketuntasan Belajar 100%
Selanjutnya siswa diberikan 10 soal uji siklus II
materi sel saraf dan mekanisme gerak refleks
Keterangan:
yang terdiri dari 5 soal pilihan ganda dan 5 sola
KKM = 60
esai. Menurut Jihad dkk (2012), untuk
* = Siswa Belum Tuntas
memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi
atau penilaian yang merupakan tindak lanjut
Penelitian ini dapat dikatakan
atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan
berhasil karena terjadi peningkatan nilai
siswa. Tes nilai hasil belajar harus dilakukan
hasil belajar siswa yang diindikasikan
bersama-sama dalam kondisi yang seragam,
dengan meningkatnya kemampuan dalam
baik secara sendiri-sendiri maupun kelompok.
menjawab soal uji siklus yang diberikan
Hasil uji siklus II disajikan dalam Tabel 3
setelah selesai penyampaian materi. Selain
Berdasarkan hasil uji siklus II yang
itu terjadi peningkatan nilai hasil belajar
telah dilakukan dapat diketahui bahwa nilai

M. Agus Satria 6
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

siswa pada akhir penelitian yang kelas IX Putra di SMPIT Bahtera Insani
diindikasikan dengan naiknya ketuntasan yang menerangkan bahwa telah terjadi
belajar klasikal siswa tersebut sekurang- peningkatan hasil uji siklus dengan
kurangnya 85% dari seluruh jumlah siswa pembelajaran yang menggunakan model sel
mencapai nilai 60 keatas (Depdikbud 1997 saraf dan mekanisme gerak reflesks 3
dalam Widyaningrum 2010). dimensi.
Berikut adalah grafik perbandingan
pembelajaran siklus I dan siklus II siswa

Grafik 1. Perbandingan Ketuntasan Belajar Siklus I dan


Siklus
Berdasarkan data yang diperoleh dari Grafik 1 gerak refleks 3 dimensi plus memiliki efektifitas
dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan meningkatkan pemahaman belajar siswa kelas IX
model sel saraf dan mekanisme gerak refleks 3 putra SMPIT Bahtera Insani pada materi sel saraf
dimensi telah memberikan peningkatan dan gerak refleks.
ketuntasan belajar siswa sampai 88%.
Presentase peningkatan tersebut diperoleh Ucapan Terimakasih
dengan melihat hasil ketuntasan belajar siswa Terimakasih yang mendalam ucapkan
dari 12% (siklus I) menjadi 100% (silklus II). kepada pihak yang telah mendukung kegiatan ini
Pembelajaran model 3 dimensi dapat seperti rekan - rekan guru, siswa SMPIT Bahtera
memberikan efek positif dibandingkan
Insani dan yayasan Bahtera Insani terutama
pembelajaran yang menggunakan media
gambar-gambar file ppt. Dengan demikian SEAQIS melalui Kementerian Pendidikan dan
pembelajaran model sel saraf dan mekanisme Kebudayaan yang telah menanggung sepenuhnya
gerak refleks 3 dimensi plus dinyatakan layak penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan
untuk digunakan pada pembelajaran sel saraf lancar.
dan mekanisme gerak refleks di SMP kelas IX.
Daftar Pustaka
Simpulan
Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan dapat [1] Sutrisno, Eko. 2010. “Peningkatan
disimpulkan bahwa model sel saraf dan mekanisme Pemahaman Siswa SMA Kelas XI pada

M. Agus Satria 7
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Materi Pembelajaran Struktur dan Fungsi [7] Sudrajat, A. 2008. Media Pembelajaran.
Membran Plasma Melalui Model Tiga http: //akhmadsudrajat.wordpress.com
Dimensi”. PKM-P. Yogyakarta: Universitas /2008 /01 /12/media tiga pembelajaran/.
Ahmad Dahlan. (Laporan Penelitian) (Artikel Online)

[2] Campbell, N.A., Reece, J.B., Taylor, M.R., [8] Moedjiono. 1981. Media pendidikan III:
Simon, E, J. 2006. Biology Concept and Cara pembukaan media pendidikan.
Connection. San Francisco. Benjamin Jakarta: P3G. Depdikbud. (Buku)
Cumming: 80-82. (Buku)
[3] Anonim. 2013. Anatomi Fisisolgis Sistem [9] Fitriani, dkk. 2015.” Pengaruh model
Saraf. http://staff.unila.ac.id/ gnugroho/ pembelajaran auditory Intellectually
files/ 2013/11/ anatomi- fisiologi-sistem- repetition terhadap hasil Belajar
saraf. pdf. Diakses 11 April 2017. (Artikel matematika siswa di tinjau dari
Online) Kedisiplinan siswa”. PKM-P. Jakarta:
[4] Ibrahim, H., dkk. 2001. Media Universitas Muhammadiyah Jakarta. (Jurnal
pembelajaran: Bahan sajian program Online)
pendidikan akta mengajar. Malang: IKIP [10] Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2012.
UM. (Buku) Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
[5] Criticos, C. 1996. Media selection. Plomp, Presindo. (Buku)
T., & Ely, D. P. (Eds.): International [11] Widyaningrum, T. 2010. Peningkatan
Encyclopedia of Educational Technology, Prestasi Belajar Biologi Melalui E-
2nd edition. New York: Elsevier Science, Learning dan Pemberian Quis Terhadap
Inc. (Buku) Hasil Belajar Mahasiswa Pendidikan
[6] Prawiradilaga, D. A. 2008. Prinsip Disain Biologi Universitas Ahmad Dahlan.
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Proseeding Seminar Nasional. Yogyakarta:
Media Group. (Buku) UAD. (Buku)

M. Agus Satria 8
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENERAPAN PEMBELAJARAN DISQOVERY INQUIRY BERBASIS


HDPro Tens (Hologram Digital Proyektor Tenaga Surya) UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS X
DI SMAN PROBUR
Arif Darmadiansah, S.Pd., Gr
SMAN Probur, Alor, NTT
Email : darmadiansah.arif@gmail.com

ABSTRACT

The quality of education at SMA N Probur which includes the left, the outer and the front (3T) areas is still very
low. Lack of instructional media limits teachers to be able to deliver material well. Learning goes monotonic
and tends to be boring. Application of learning with discovery inquiry based on HDPro Tens (Hologram Digital
Solar Projector) is a learning activity where students are guided to seek and find their own, to investigate
themselves about a concept of science so that knowledge and skills possessed by students is not the result of
remembering a set of facts and theories but rather the result of their own findings through the help of HDPro
Tens interactive media. This research is designed as a classroom action research. Specific objectives are to be
achieved to improve the quality of biology learning by applying HDPro Tens interactive media based inquiry-
based learning inquiry. The result of student interest analysis after the application of HDPro Tens based inquiry
disqovery increased to 100% compared to the previous which only 15%. Classical completeness which
previously only 35% increased to 67%. In terms of liveliness students get a score of 4.5 with student activation
criteria as much as 16 - 19 students from 21 students actively involved in learning. While the assessment of
social skills and character criteria is very good. Based on that, the application of HDPro Tens based inquiry
disqovery can improve the quality of biology learning.

Keywords: Disqovery Inquiry, Quality Learning, HDpro TENs.

ABSTRAK

Kualitas pendidikan di SMA N Probur yang termasuk didaerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T) masih
sangat rendah. Kurangnya media pembelajaran membatasi guru untuk dapat menyampaikan materi dengan
baik. Pembelajaran berlangsung monoton dan cenderung membosankan. Penerapan pembelajaran dengan
discovery inquiry berbasis HDPro Tens (Hologram Digital Proyektor Tenaga Surya) merupakan kegiatan
pembelajaran dimana siswa dibimbing untuk mencari dan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri tentang
suatu konsep sains sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki siswa bukan hasil mengingat
seperangkat fakta dan teori-teori melainkan hasil dari temuan mereka sendiri melalui bantuan media interaktif
HDPro Tens. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas (classroom action research). Tujuan
khusus khusus yang ingin dicapai untuk meningkatkan kualitas pembelajaran biologi dengan penerapan
pembelajaran disqovery inquiry berbasis media interaktif HDPro Tens. Hasil analisis minat belajar siswa
setelah penerapan disqovery inquiry berbasis HDPro Tens meningkat menjadi 100% dibanding sebelumnya
yang hanya 15%. Ketuntasan klasikal yang sebelumnya hanya 35% meningkat menjadi 67%. Dari sisi keaktifan
siswa mendapatkan skor 4.5 dengan kriteria keaktifan siswa sebanyak 16 – 19 siswa dari 21 siswa terlibat aktif
dalam pembelajaran. Sedangkan dari penilaian ketrampilan sosial dan karakter kriteria sangat baik.
Berdasarkan hal tersebut maka penerapan disqovery inquiry berbasis HDPro Tens dapat meningkatkan
kualitas belajar biologi.

Kata Kunci: Disqovery Inquiry, Kualitas Belajar , HDpro TENs.

Arif Darmadiansyah 9
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Pendahuluan ada sebelumnya tanpa harus mencari atau


Kualitas pendidikan di SMA N Probur membuktikan konsep tersebut. Selain itu, pada
yang termasuk didaerah tertinggal, terluar dan pembelajaran Biologi sebenarnya dapat
terdepan (3T) berbatasan langsung dengan dipahami dan digali oleh siswa melalui
Negara Timur Leste masih sangat rendah. pemanfaatan media pembelajaran secara
Minimnya fasilitas sarana dan prasarana maksimal. Menurut Sri Anitah (2009) “Media
penunjang kegiatan belajar mengajar (KBM) adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa
terutama media pembelajaran menjadi salah yang dapat menciptakan kondisi yang
satu faktor utama rendahkan kualitas belajar di memungkinkan siswa untuk menerima
sekolah. Kurangnya media pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan sikap” [1].
membatasi guru untuk dapat menyampaikan Dengan pengertian itu, maka guru, buku ajar,
materi dengan baik. Pembelajaran berlangsung serta lingkungan adalah media. Setiap media
monoton dan cenderung membosankan. merupakan sarana untuk menuju ke suatu
Sehingga berdampak pada hasil belajar yang tujuan. Di dalamnya terkandung informasi yang
tidak tuntas dan minat belajar yang rendah. Hal dapat dikomunikasikan kepada orang lain.
ini diperparah dengan tidak adanya aliran listrik Informasi ini mungkin didapatkan dari buku-
sehingga media pembelajaran berbasis buku, rekaman, internet, film, mikrofilm, dan
elektronik hampir mustahil untuk dapat sebagainya. Semua itu adalah media
digunakan sebagai penunjang kegiatan belajar. pembelajaran karena memuat informasi yang
Biologi sebagai salah satu cabang sains dapat dikomunikasikan dan diinformasikan
tidak cukup hanya disampaikan dengan kepada siswa.
pembelajaran konvensional namun sangat Salah satu variasi dalam penyajian materi
penting adanya variasi media yang dapat IPA khususnya Biologi adalah melalui
membuat siswa lebih mudah dalam memahami pembelajaran interaktif discovery inquiry
konsep-konsep biologi. Materi belajar biologi berbasis HDPro Tens (Hologram Digital
meliputi Plantae, Animalia, Monera, Fungi dan Proyektor Tenaga Surya) yang bertujuan untuk
Protista yang dikaji dari tingkat molekul menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan
sampai tingkat bioma. Berdasarkan materi dan sikap) serta dapat merangsang pilihan,
tersebut terdapat banyak jenis pengelompokkan perasaan, perhatian dan kemauan peserta didik
makhluk hidup dalam pembelajaran biologi sehingga secara sengaja proses belajar terjadi,
yang kurang dipahami siswa, serta banyaknya bertujuan dan terkendali.
materi yang harus dipelajari menimbulkan Pembelajaran dengan discovery inquiry
kesulitan bagi siswa. berbasis HDPro Tens (Hologram Digital
Materi Animalia merupakan salah satu Proyektor Tenaga Surya) adalah kegiatan
materi yang terdapat dalam pembelajaran pembelajaran dimana siswa dibimbing untuk
biologi. Materi ini merupakan materi mencari dan menemukan sendiri, menyelidiki
pembelajaran biologi di SMA kelas X pada sendiri tentang suatu konsep sains sehingga
semester gasal. Berdasarkan wawancara dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki
guru mata pelajaran biologi sebelumnya di siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta
kelas X di SMA Negeri Probur materi animalia dan teori-teori melainkan hasil dari temuan
merupakan salah satu materi yang dianggap mereka sendiri melalui bantuan media interaktif
masih sulit untuk dikuasai siswa kelas X, hal HDPro Tens. Dengan menemukan konsep/ teori
ini terlihat dari sebagian besar siswa yang sendiri diharapkan siswa dapat menguasai
belum mencapai KKM (70). Hasil ulangan materi tersebut dengan matang dan lebih lama
harian materi Animalia sub materi animalia tersimpan dalam memori siswa. Kebermaknaan
pada tahun 2016 diketahui hanya 35% anak proses pembelajaran akan berpengaruh pada
yang mencapai KKM hasil dan minat belajar.
Pelaksanaan proses belajar mengajar Penelitian Balcaen (2008) dalam
Biologi dalam penyampaian konsep-konsepnya “Developing Critically Thoughtful, Media-Rich
belum diarahkan untuk mengatasi berbagai Lessons in Science: Process and Product”[2]
persoalan yang terkait materi pembelajaran University of British Columbia, Kanada,
sehingga siswa kurang aktif dalam menyatakan bahwa hasil responden
pembelajaran. Siswa lebih banyak menunjukkan angka yang tinggi pada
mendengarkan dan mencatat sehingga konsep penggunaan media teknologi dibandingkan
yang diterima merupakan konsep yang sudah

Arif Darmadiansyah 10
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

media pembelajaran lain, hal ini dapat dilihat 2. Sekurang-kurangnya ≥ 65% siswa tuntas
pada Tabel 1. KKM

Tabel 1: Frekuensi dari setiap kategori yang Metode Penelitian


mungkin membantu pembelajaran sesuai Penelitian ini merupakan penelitian
dengan pilihan peserta tindakan kelas (classsroom action research).
Kategori I II III IV V Penelitian tindakan kelas (classsroom action
Kolaborasi 15 2 1 0 2 research) adalah penelitian yang dilakukan
Workshop 2 4 7 0 1 oleh guru di kelasnya (sekolah) tempat ia
Teknologi 5 11 6 5 2 mengajar dengan penekanan pada
Lainnya 1 1 2 3 1 penyempurnaan atau peningkatan proses dan
Total 23 18 16 8 6
praksis pembelajaran (Aqib, 2009 : 127). [3]
Penelitian ini dilaksanakan pada kelas X
Penggunaan media pembelajaran HDPro SMA N Probur Tahun Pelajaran 2017/2018.
Tens dalam pembelajaran memungkinkan Subyek penelitian kelas X. Mata Pelajaran
dilaksanakannya berbagai kegiatan seperti Biologi, Pokok Bahasan Animalia, semester
presentasi informasi dalam bentuk teks, grafik, gasal, Tahun 2017/2018. Waktu penelitian ini
simulasi, gambar, video, animasi, dan instruksi adalah waktu berlangsungnya penelitian atau
yang bersifat mandiri (individual) sesuai saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini
dengan kemajuan belajar. Media ini dapat dilaksanakan pada bulan mei – oktober
membuat suatu konsep lebih menarik sehingga semester gasal 2017/2018. Subyek penelitian
menambah motivasi untuk mempelajari dan ini adalah siswa kelas X SMAN Probur
menguasasinya. Materi-materi yang Penelitian ini merupakan penelitian
sebelumnya abstrak dan monoton dapat tindakan kelas (classroom action research)
dikemas secara interaktif serta memberikan yang memiliki tahapan-tahapan kegiatan yang
pengalaman belajar yang baru. Terutama terdiri dari dua siklus atau lebih, tergantung
pemahaman mengenai animalia dapat implementasi di lapangan saat penelitian
ditampilkan secara lebih nyata dengan bantuan dilakukan.
media pembelajaran HDPro Tens. Siswa Tahap Persiapan (Refleksi Awal) yaitu
cenderung bosan bahkan mengantuk karena sebelum tindakan dirancang dan dikenakan
materi yang diajarkan belum pernah mereka pada subjek penelitian, terlebih dahulu
temui/lihat. Dengan menampilkan secara audio dilakukan refleksi awal. Refleksi awal
visual, animasi bahkan video yang terangkum dilaksanakan untuk mengetahui masalah nyata
dalam media pembelajaran HDPro Tens yang dihadapi siswa dalam pembelajaran
diyakini dapat meningkatkan minat dan hasil biologi. Tahapan ini berupa pengamatan
belajar siswa. terhadap proses dan pengalaman mengajar
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat selama ini sehingga ditemukan kekuatan dan
diidentifikasi permasalahan utama dalam kelemahan. Dari refleksi awal diperoleh
penelitian ini yaitu minat dan hasil belajar gagasan serta rumusan permasalahan secara
siswa masih rendah. Hal ini menunjukkan umum sehingga kemudian ditemukan cara yang
bahwa proses dan model pembelajaran masih tepat untuk mengatasi permasalahan
perlu diperbaiki agar tercapai pembelajaran pembelajaran yang dihadapi.
yang optimal. Berdasarkan identifikasi tersebut, Tahap Perencanaan yaitu tahapan
maka masalah di atas dapat dibuat lebih rinci mempertimbangkan dan memilih upaya-upaya
yaitu bagaimana meningkatkan kualitas belajar yang dapat dilakukan untuk memecahkan
biologi siswa menggunakan discovery inquiry masalah. Pertimbangan tersebut kemudian
berbasis HDPro Tens (Hologram Digital dituangkan dalam perencanaan.
Proyektor Tenaga Surya di SMAN Probur? Tahap Tindakan dilakukan implementasi
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah tindakan yang telah di rencanakan pada tahap
untuk meningkatkan kualitas belajar biologi perencanaan. Tindakan yang direncanakan
siswa dalam hal ini adalah minat dan hasil untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
belajar siswa, yang ditunjukkan dengan adapun langkah-langkahnya adalah (1)
indikator-indikator berikut ini: menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran;
1. Sekurang-kurangnya ≥ 85% siswa sangat (2) membagi siswa dalam beberapa kelompok,
minat belajar biologi. memilih ketua dan anggota serta membagikan

Arif Darmadiansyah 11
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

lembar diskusi kelompok; (3) mengamati Hasil dan Pembahasan


jalannya diskusi; (4) memberikan kesempatan Berdasarkan kondisi awal yang dilakukan
siswa untuk menyampaikan hasil diskusi (5) saat observasi didapatkan pembelajaran biologi
menyimpulkan pembelajaran dalam kegiatan materi animalia di kelas X (sepuluh) masih
konfirmasi; (6) guru memberikan penilaian menggunakan model pembelajaran yang
terhadap pelaksanaan diskusi dan presentasi. konvensional. Berceramah, mencatat dan tidak
Analisis dan refleksi dilakukan suatu menggunakan media pembelajaran. Sehingga
analisis berdasarkan hasil kondisi pembelajaran kurang kondusif, berjalan
pengamatan/observasi. Hasil observasi monoton dan hanya satu arah. Guru masih
disampaikan pada kegiatan diskusi bersama menjadi sebagai sumber belajar siswa. Ternyata
antara peneliti dan observer. Di dalam diskusi pembelajaran dengan model disqovery inquiry
nantinya akan dibahas hal-hal yang berkaitan belum pernah dicoba sebelumnya.
dengan proses belajar mengajar yang terjadi di Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
kelas. Hasil analisis berupa masukan yang akan biologi yang mengajar di kelas X sebelumnya
digunakan untuk perbaikan pelaksanaan proses mendapatkan kendala mengenai visualisasi
pembelajaran pada siklus berikutnya. Demikian siswa yang belum mengenal sama sekali hewan
selanjutnya sampai penelitian telah yang menjadi topik bahasan. Materi animalia
menunjukkan pencapaian kinerja/hasil yang menjadi sangat abstrak bagi siswa. Selain itu
ditentukan. Dalam penelitian ini siklus materi animalia yang cukup banyak dengan
dilakukan sebanyak tiga kali. Hal ini beban KD yang cukup tinggi yaitu siswa
dimaksudkan agar berbagai permasalahan yang mampu menjelaskan dan mengelompokkan
dihadapi siswa kaitannya dengan materi yang ciri-ciri hewan dan perannya menambah beban
diberikan dapat ditemukan, sehingga dapat kesulitan belajar siswa dalam pembelajaran.
diambil tindakan untuk menangani Ketuntasan klasikal materi animalia masih
permasalahan yang ditemukan. sangat rendah. Pada tahun ajaran 2016/2017
Data minat dan hasil belajar siswa sebelum diketahui ketuntasan klasikalnya sebesar 35%
dan sesudah penerapan pembelajaran dari jumlah siswa yang ada. Padahal rata-rata
Disqovery Inquiry berbasis media interaktif sekolah ketuntasan klasikalnya berada pada
HDpro Tens diambil dengan angket dan kisaran 50% siswa tuntas klasikal. Hal ini
dokumentasi evaluasi dan tugas. Alat membuktikan bahwa masih rendahnya kualitas
pengumpulan data yang dipakai dalam pembelajaran biologi pada materi animalia.
penelitian tindakan kelas ini adalah observasi, Berdasarkan hasil angket yang dibagikan
angket, dokumentasi, dan pedoman wawanca ke siswa sebelum pelaksanaan tindakan kelas
Indikator keberhasilan penelitian ini adalah dengan menggunakan model disqovery inquiry
apabila adanya peningkatan minat belajar siswa berbasis media HDPro Tens didapatkan data
sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa pada tabel 3.
dan hasil belajar siswa sekurang-kurangnya
65% tuntas KKM dari jumlah siswa. Tabel 2. Minat belajar siswa sebelum
Analisis data dilaksanakan sejak awal, menggunakan model disqovery inquiry berbasis
sebelum, selama dan setelah kegiatan media HDPro Tens
pembelajaran dilaksanakan. Analisis data minat (
Kriteria
belajar siswa sebelum dan sesudah penerapan %)
pembelajaran Disqovery Inquiry berbasis media Sangat Minat 0
interaktif HDpro Tens dengan deskriptif Minat 14.5
kualitatif dari tabulasi data kemudian jawaban Kurang Minat 71
dimasukkan sesuai skornya. Analisis data hasil Tidak Minat 14.5
belajar siswa sebelum dan sesudah penerapan Jumlah siswa Kurang Minat dan tidak minat 85.5
pembelajaran Disqovery Inquiry berbasis media
interaktif HDpro Tens. Data hasil belajar siswa Sebelum penerapan Disqovery Inquiry
dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan berbasis HDPro Tens pembelajaran biologi
menghitung nilai rata-rata dari nilai tugas dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari
nilai tes 18 siswa memberi tanggapan kurang minat dan
tidak minat dalam pembelajaran biologi yang
konvensional atau belum menggunakan model
disqovery inquiry berbasis media HDPro Tens.

Arif Darmadiansyah 12
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Sebesar 85.5% siswa beranggapan tidak Sebelum NA NA NA


Kriteria PTK Siklus I Siklus II Siklus
berminat belajar biologi dan hanya sebanyak III
14.5% yang minat untuk belajar biologi. Rata-rata Nilai - 68.97 71.80 71.61
Aspek yang paling terlihat dari peningkatan Nilai Tertinggi - 77.50 80.20 79.20
minat belajar siswa saat di sekolah adalah Nilai Terendah - 60.00 63.50 62.50
Jumlah Siswa - 12 15 14
ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas, yang mencapai
kecerian dan kesenangan saat menerima materi KKM > 70
Ketuntasan 35% 57.14% 71.43% 66.67%
biologi didalam kelas. Selain itu dengan adanya Klasikal (KKM
model yang mengedepankan siswa sebagai >70)
pusat belajar secara tidak langsung menggiring Kenaikkan hasil belajar dari sebelum
mereka untuk dapat lebih mandiri, dewasa dan setelah penelitian tindakan kelas dapat
dalam bersikap, menghargai perbedaan diamati dari tabel diatas. Kenaikkan terbesar
pendapat dan kepercayaan diri yang meningkat. terjadi sebelum sampai siklus I dilaksanakan.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan Terlihat kenaikkanya hampir mencapai 22%
dari angket yang telah dibagikan disetiap siklus dari pembelajaran awal. Dari siklus I ke Siklus
didapat data seperti tabel 3 berikut ini. II mengalami peningkatan ketuntasan klasikal
sebesar 14% dan dari siklus II ke siklus III
Tabel 3. Minat belajar siswa setelah malah terjadi penuruan ketuntasan klasikal
menggunakan model disqovery inquiry berbasis sebesar 5% namun masih berada diatas
media HDPro Tens. indikator keberhasilan penelitian yaitu sebesar
Sebelum Siklus Siklus Siklus 65% ketuntasan klasikal. Diagram garis hasil
NO Kriteria
PTK I II III
belajar penerapan model Disqovery inquiry
Sangat 0 28.5 47 53
1 berbasis HDPro Tens dapat dilihat pada
Minat
2 Minat 14.5 57.1 53 47 diagram dibawah ini.
Kurang 71 14.2 0 0
3
Minat
Tidak 14.5 0 0 0
4
Minat
Minat dan Sangat
14.5 85.71 100 100
minat %
Kenaikkan keberminatan siswa dalam
mengikuti pembelajaran biologi materi
animalia sub materi invertebrata terlihat sangat
tinggi sebelum penelitian dilakukan sampai
dengan siklus I dilaksanakan. Setelah
kenaikkan dari siklus I sampai siklus III hanya
naik sedikit. Apabila dalam bentuk diagram Aspek yang paling terlihat mengenai
maka terlihat lebih mudah seperti diagram garis peningkatan kenaikkan hasil belajar siswa
berikut. dalam penerapan model Disqovery Inquiry
berbasis HDProTens adalah kualitas tugas
dalam pengumpulan tepat waktu dan hasil yang
cukup tinggi. Namun untuk hasil posttestnya
belum menunjukkan peningkatan secara
signifikan.
Minat belajar siswa sebelum penerapan
model Disqovery Inquiry berbasis HDProTens
mata pelajaran biologi materi animalia sub bab
invertebrata masih sangat rendah. Hal ini
terlihat dari data awal yang menunjukkan
85.5% siswa tidak minat untuk belajar. Hal ini
disebabkan karena belum tersedianya media
Berdasarkan analisis data yang dilakukan pembelajaran dan model pembelajaran yang
dari tugas dan post test yang telah dilakukan
digunakan masih konvensional, letak sekolah
disetiap siklus didapat data seperti tabel 4
yang berada di daerah tertinggal, terluar dan
berikut ini.
terdepan dekat dengan perbatasan Negara
Timor Leste, aliran listrik yang belum masuk,

Arif Darmadiansyah 13
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

jaringan seluler yang hampir tidak bisa ajar yang digunakan. Model Disqovery Inquiry
digunakan untuk mengakses internet menjadi mendorong siswa untuk mencari tau, menggali
kendala utama saat ingin berinovasi mencari rasa ingin tahu dan memberikan kesempatan
solusi permasalahan yang ada didalam kelas. siswa untuk menemukan sendiri hal-hal baru
Menurut W.S Winkel [4] bahwa minat diartikan yang didapat. Hal ini sesuai dengan Sanjaya
sebagai kecenderungan subjek yang menetap, (2011: 208) [6] yang menyatakan bahwa
untuk merasa tertarik pada bidang studi atau metode inkuiri dapat memberikan ruang kepada
pokok bahasa tertentu dan merasa senang untuk siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mempelajari materi itu. Jadi menurut mereka. Sehingga suasana belajar tidak
pendapatnya, kecenderungan dan kesadaran monoton atau konvensional yang hanya terjadi
subjek yang sudah menetap dalam dirinya akan satu arah. Selain itu model Disqovery Inquiry
menyebabkan timbulnya minat dan merasa walaupun memberikan kesempatan yang luas
senang mempelajari materi yang telah kepada siswa untuk menggali informasi dan
diberikan. menemukan hal baru tidak akan keluar dari
Penilaian hasil belajar siswa menunjukkan pembahasan pokok kompetensi dasar yang
bahwa 35% siswa mencapai KKM (yang ingin dicapai. Hal ini dikarenakan adanya
mendapatkan nilai lebih dari 70) sebelum tahapan Verification sebelum dipublikasikan
penerapan model Disqovery Inquiry berbasis hasil diskusi kelompok didepan kelas. Artinya
HDProTens mata pelajaran biologi materi sebelum presentasi hasil diskusi siswa
animalia sub bab invertebrata. Banyaknya melakukan bentuk konfirmasi kepada guru
siswa yang tidak tuntas disebabkan karena mengenai hal-hal baru yang ditemukan melalui
siswa tersebut memiliki riwayat belajar yang pengamatan maupun diskusi yang dilakukan.
rendah, minat belajar yang rendah dan pada Hal ini sesuai dengan (Sofa, 2008) [7] yang
siswa tersebut termasuk dalam kelompok siswa menyatakan bahwa Verification digunakan
yang memiliki tingkat kognitif rendah. sebagai pembuktian benar atau tidaknya
Pada siklus I penerapan model Disqovery temuan/ hal baru yang harus dibuktikan dengan
Inquiry berbasis HDProTens mendapat respon data atau sumber daya pendukung lainnya.
yang cukup baik dari siswa. Hal ini terlihat dari Hasil belajar siswa pada siklus I terlihat
lonjakan keberminatan siswa dalam belajar terjadi kenaikkan ketuntasan klasikal sebesar
biologi materi animalia sub bab invertebrata 57,14% yang sebelumnya hanya sebesar 35%.
sebesar 85% siswa minat dan sangat berminat Kenaikkan ini merupakan kenaikkan terbesar
dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan dibandingkan dengan progres siklus yang lain.
pada siklus II dan siklus III keberminatan siswa Sebesar 22% kenaikkan ketuntasan klasikal.
dalam belajar biologi materi animalia sub bab Pada siklus II juga terjadi kenaikkan sebesar
invertebrata sebesar 100% siswa sangat 14% menjadi 71,43% ketuntasan klasikalnya.
berminat dan minat dalam mengikuti Namun pada siklus III malah terjadi penuruan
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena persentase ketuntasan klasikal sebesar 5%
penerapan model Disqovery Inquiry berbasis menjadi 66.67%. Dari ketiga siklus didapat
HDProTens merupakan penggabungan model nilai akhir setelah penerapan model
yang menitikberatkan pada siswa sebagai pusat pembelajaran Disqovery Inquiry berbasis
belajar dan media visualisasi yang menarik dan HDProtens sebesar 66,67% ketuntasan klasikal
interaktif dalam pembelajaran. Adanya secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa
penemuan hal-hal baru saat pembelajaran penelitian tindakan kelas dengan penerapan
menumbuhkan rasa ingin tahu, motivasi dan model pembelajaran Disqovery Inquiry
minat belajar siswa. Minat dapat timbul dari berbasis HDProtens mencapai tolak ukur
situasi belajar. Hal ini sependapat dengan keberhasilan yakni sekurang-kurangnya 65%
Singgih . D (2003) [5] yang menyatakan bahwa ketuntasan klasikal secara umum. Minat yang
minat akan timbul dari suatu yang diketahui, tinggi, motivasi dan suasana pembelajaran yang
dan kita bisa mengetahui sesuatu itu melalui menarik dan menyenangkan akan
belajar. Karena itu semakin banyak belajar mempermudah siswa dalam belajar, sehingga
tercipta suasana belajar semakin luas pula pemahaman siswa terhadap materi menjadi
bidang minatnya. lebih baik. Hasil ini senada dengan Adri (2007)
Siswa tertarik mencoba hal baru, ketika menyatakan bahwa media berupa teknologi
guru memberikan kesempatan seluas-luasnya animasi, simulasi dan visualisasi, siswa
untuk menggali informasi dari media dan bahan mendapatkan informasi yang lebih real dari

Arif Darmadiansyah 14
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

informasi yang bersifat abstrak sehingga akan [3] Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan
dapat mengembangkan aspek kognitifnya. Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama
Pengalaman belajar siswa dalam Widya
menerapkan pembelajaran dengan model [4] W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran.
Disqovery Inquiry secara tidak langsung Jakarta: Grasindo, 1996, cet 4, h 188
membawa perubahan mindset siswa [6] Sanjaya, Wina H. 2011. Strategi
sebelumnya. Karena sekolah masih kekurangan Pembelajaran Berorientasi Standar
sarana dan prasarana termasuk buku dan bahan Proses Pendidikan. Prenada Media.
bacaan, biasanya guru cenderung memberikan Jakarta.
kesempatan siswa untuk mencatat terlebih [7] Sofa, 2008. Metode Ceramah dalam
dahulu materi yang akan disampaikan. Dengan Pembelajaran.
pendekatan yang berbeda dari sebelumnya dan http://massofa.wordpress.com. Diakses
menerapkan siswa sebagai objek utama sumber pada tanggal 24 Maret 2013
belajar di kelas membuka potensi diri siswa [8] Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan
yang sebelumnya tidak terlihat. Hal ini sesuai Kontekstual dalam Pembelajaran Abad
dengan Hosnan (2014: 344) [8] yang 21. Ghalia Indonesia. Bogor.
menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri
menekankan kepada pengembangan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor secara
seimbang, sehingga pembelajaran inkuiri ini
dianggap lebih bermakna.

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
disampaikan kesimpulan sebagai berikut.
Terjadi kenaikkan minat belajar siswa
sekurang-kurangnya 85% keberminatan siswa
dalam penerapan model pembelajaran
Disqovery Inquiry berbasis HDPro Tens.
Minat belajar siswa setelah penerapan
model pembelajaran Disqovery Inquiry berbasis
HDPro Tens sebesar 100% sangat berminat dan
minat dalam pembelajaran.
Terjadi kenaikkan hasil belajar siswa
sekurang-kurangnya 65% ketuntasan klasikal
siswa dalam penerapan model pembelajaran
Disqovery Inquiry berbasis HDPro Tens.
Hasil belajar siswa setelah penerapan
model pembelajaran Disqovery Inquiry berbasis
HDPro Tens sebesar 66, 67% ketuntasan
klasikal secara umum meningkat dibanding
sebelumnya sebesar 35%.

Daftar Pustaka
[1] Sri Anitah. 2009. Media Pembelajaran.
Surakarta : UNS Press
[2] Balcaen P. 2008. Developing Critically
Thoughtful, Media-Rich Lessons in
Science: Process and Product. Electronic
Journal of e-learning. Vol. 6 Issue
3:161-17. available at
http://www.ejel.com/volume_6_Issue_3:1
61-17 [accessed, 22 mei 2016].

Arif Darmadiansyah 15
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
PENINGKATAN SIKAP KREATIVITAS SISWA DENGAN
MENERAPKAN PENDEKATAN INKUIRI MELALUI
PEMBELAJARAN IPA TERPADU MODEL CONNECTED UNTUK
KELAS VII-A SMPN 1 SOROMANDI

Arif Gumelar, S.Pd


SMPN 1 Soromandi, Bima
arifgumelar4@gmail.com

ABSTRACT

Creativity is an ability that needs to be owned and developed in students. The process of learning in the
classroom shows most of the students are still lack of creativity, especially creative attitude (nonaptitude). To
overcome this, learning is needed by using Inquiry approach through Integrated Science learning model
connected. This study aims to improve students' creativity through Integrated Science learning model connected
with Inkuiri approach. This research is a Classroom Action Research (CAR). CAR was conducted two cycles,
each cycle consisting of two meetings. The subjects of this study were students of class VII-A SMPN 1
Soromandi which amounted to 20 students, consisting of 11 male students and 9 female students. Methods of
data collection research include: observation, attitude scale, and product. Data analysis techniques used are
quantitative and qualitative analysis techniques. The results showed that there was an increase of creativity by
using Inkuiri approach through integrated IPA learning model connected. Based on the average of observation
result 5 indicator of creativity of cycle I is 53,68%, increase in cycle II is 69,47%. Data result of creativity scale
creativity scale of student which included creative in cycle I is 84,21%, increase in cycle II is 89,47%. As well as
the average data of the product result (work) of students in the first cycle of 68, increased in cycle II of 80.47.

Keywords: Inquiry approach, Integrated Science model connected, creativity

ABSTRAK

Kreativitas merupakan kemampuan yang perlu dimiliki dan dikembangkan pada siswa. Proses pembelajaran di
kelas menunjukkan sebagian besar siswa masih kurang berkembangnya kreativitas terutama sikap kreatif
(nonaptitude). Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Inkuiri
melalui pembelajaran IPA Terpadu model connected. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas
siswa melalui pembelajaran IPA Terpadu model connected dengan pendekatan Inkuiri. Penelitian ini merupakan
penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ini dilaksanakan dua siklus, setiap siklus terdiri atas dua pertemuan.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-A SMPN 1 Soromandi yang berjumlah 20 siswa, yang terdiri atas
11 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Metode pengumpulan data penelitian meliputi: observasi, skala
sikap, dan produk. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kreativitas dengan menggunakan pendekatan Inkuiri melalui
pembelajaran IPA Terpadu model connected. Berdasarkan rata-rata hasil observasi 5 indikator kreativitas
siklus I adalah 53,68%, meningkat pada siklus II adalah 69,47%. Data hasil skala sikap kreativitas siswa yang
termasuk kreatif pada siklus I adalah 84,21%, meningkat pada siklus II adalah 89,47%. Serta data rata-rata
hasil produk (karya) siswa pada siklus I sebesar 68, mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 80,47.

Kata kunci: pendekatan Inkuiri, IPA Terpadu model connected, kreativitas

Pendahuluan atau berbasis proses keilmuan. Proses penilaian


Mulai tahun 2013 Indonesia menerapkan Kurikulum 2013 terletak pada tiga aspek
Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan penilaian yaitu aspek pengetahuan, aspek
pengganti dari kurikulum sebelumnya yaitu keterampilan dan aspek sikap. Materi pelajaran
KTSP. Ada perbedaan pada kurikulum 2013, terutama IPA dan IPS diajarkan secara holistik
dimana menggunakan pendekatan scientifik (terpadu) tidak secara parsial. Pelajaran IPA di

Arif Gumelar 16
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
SMP/MTs menggunakan IPA Terpadu kemajemukan sebanyak 3 siswa (15 %), 4)
(integrated science) dan bukan yang terpisah- siswa berani mengambil resiko sebanyak 4 siswa
pisah sebagai mata pelajaran fisika, biologi, (20 %), dan 5) siswa memiliki sifat menghargai
dan kimia. sebanyak 5 siswa (25 %).
Mulai Juli 2016, kurikulum 2013 Permasalahan tersebut perlu mendapat
diberlakukan secara nasional. SMP Negeri 1 perhatian oleh peneliti. Guru perlu
Soromandi merupakan salah satu sekolah yang memperhatikan peningkatan kreativitas dalam
ditunjuk oleh Dinas Pendidikan kabupaten pembelajaran IPA. Hal ini disebabkan bahwa
Bima sebagai sekolah yang menyelenggarakan pada dasarnya manusia mempunyai potensi
kurikulum 2013. Sepuluh orang guru telah untuk menjadi kreatif. Mengembangkan
mengikuti pelatihan kurikulum 2013. kreativitas dalam pembelajaran merupakan salah
Persiapan implementasi kurikulum 2013 di satu cara untuk mendongkrak kualitas
sekolah cukup baik. pembelajaran. Kreativitas penting dikembangkan
Kenyataan di lapangan menunjukkan dan dipupuk pada siswa (Utami Munandar,
keterlaksanaan kurikulum 2013 di sekolah 1992: 45).
belum maksimal. Bahwa pembelajaran IPA Berdasarkan latar belakang masalah
terpadu belum sepenuhnya seperti yang tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan
diharapkan. Berdasarkan hasil diskusi dengan yaitu bagaimanakah meningkatkan kreativitas
beberapa guru IPA di SMPN 1 Soromandi, siswa dengan pendekatan Inkuiri melalui
mengeluhkan mengajar IPA dengan latar pembelajaran IPA Terpadu model connected
belakang pendidikan yang tidak sesuai yaitu kelas VII-A SMPN 1 Soromandi tahun pelajaran
biologi maupun fisika. Pelaksanaan 2016/2017?
pembelajaran IPA terpadu di kelas masih Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk
terpisah-pisah sehingga cenderung sebagai meningkatkan kreativitas siswa kelas VII-A
mata pelajaran fisika, kimia, dan biologi. SMPN 1 Soromandi tahun pelajaran 2016/2017
Dengan demikian, Menurut Paul Suparno melalui pembelajaran IPA terpadu model
(dalam Arif Gumelar, 2011: 2) siswa connected dengan pendekatan Inkuiri.
memahami IPA bukan sebagai satu kesatuan Manfaat penelitian ini adalah meningkatkan
melainkan terpisah-pisah antara biologi, fisika, kreativitas siswa dalam mengikuti proses
dan kimia. pembelajaran sehingga siswa menjadi pribadi
Kondisi siswa kelas VII-A SMP Negeri 1 yang kreatif. Bagi Guru dapat
Soromandi tahun pelajaran 2016/2017 dalam Menumbuhkembangkan budaya meneliti bagi
kesehariannya mengikuti proses pembelajaran guru-guru dalam rangka perbaikan dan
siswa terlihat monoton yaitu berbicara sendiri penyempurnaan kualitas pembelajaran di kelas.
(mengobrol), jarang mengajukan pertanyaan Serta bagi Sekolah Sebagai inovasi dan
yang berbobot ataupun mengajukan gagasan, kebijakan pendidikan yang dapat diterapkan di
sulit mengungkapkan pendapat dan malu- sekolah.
malu, cenderung diam saat diberi kesempatan
untuk bertanya atau berpendapat, cenderung Metode Penelitian
berani menjawab secara bersama-sama dan Penelitian ini merupakan Penelitian
sebaliknya tidak berani kalau menjawab Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
sendiri atau diminta untuk angkat tangan, yang terdiri dari perencanaan tindakan,
jawaban yang disampaikan siswa masih pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
terpaku pada textbook dan sama, sulit untuk Penelitian ini dilaksanakan dua siklus, setiap
bekerja sendiri dan selalu minta bimbingan siklus terdiri atas dua pertemuan.
guru. Keadaan yang demikian, menunjukkan Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-
bahwa siswa tersebut kurang kreativitasnya. A SMPN 1 Soromandi yang berjumlah 20
Berdasarkan hasil pengamatan oleh siswa, yang terdiri atas 11 siswa laki-laki dan 9
peneliti dengan menggunakan indikator siswa perempuan.
kreativitas menurut Utami Munandar, Teknik pengumpulan data a d a l a h
rendahnya kreativitas siswa dapat diamati dari: d e n g a n observasi, skala sikap, dan produk.
1) siswa memiliki rasa ingin tahu sebanyak 5 Instrumen penelitian meliputi lembar observasi
siswa (25 %), 2) siswa mampu bersifat keterlaksanaan pembelajaran, lembar observasi
imajinatif sebanyak 4 siswa (20 %), 3) indikator kreativitas, angket kreativitas, dan lembar
siswa merasa tertantang oleh penilaian produk siswa. Instrumen pembelajaran

Arif Gumelar 17
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
meliputi peta kompetensi, RPP, dan LKS yang dengan KD pendukung yaitu 3.3 memahami
disusun secara IPA Terpadu model connected. konsep campuran dan zat tunggal (unsur dan
Teknik analisis data yang digunakan senyawa), sifat fisika dan kimia, perubahan
adalah teknik analisis kuantitatif dan fisika dan kimia dalam kehidupan sehari-hari.
kualitatif. Keterlaksanaan pembelajaran IPA Terpadu
model connected pada kegiatan proses
Hasil dan Pembahasan pembelajaran tidak secara terpisah-pisah tetapi
Pembelajaran dengan menerapkan secara holistik (menyeluruh).
pendekatan Inkuiri melalui lima tahapan Pengamatan kreativitas (nonaptitude) siswa
pembelajaran, yaitu a) merumuskan masalah, yang diamati selama proses pembelajaran
b) merumuskan hipotesis, c) mengumpulkan berlangsung yang dilaksanakan oleh observer
data, d) menguji hipotesis, dan e) merumuskan (guru IPA). Adapun data hasil observasi
kesimpulan (Kemdikbud, 2016: 41). kreativitas siswa dapat dilihat pada gambar 2.
Adapun hasil observasi secara kuantitatif Berdasarkan data hasil tindakan siklus I dan
dengan menerapkan pendekatan Inkuiri yang siklus II, indikator rasa ingin tahu sebesar 52,63
diperoleh persentase keterlaksanaan %, bersifat imaginatif sebesar 47,36 %,
pembelajaran pada setiap siklus yaitu dari tertantang oleh kemajemukan sebesar 57,89 %,
siklus I dan II sebagaimana yang ditunjukkan berani mengambil resiko sebesar 52,63 %, dan
oleh gambar 1. sifat menghargai sebesar 57,89 %. Hal ini
menunjukkan ada peningkatan sikap kreativitas
siswa setelah diberi tindakan pendekatan Inkuiri
melalui pembelajaran IPA Terpadu model
100 connected.
95 Analisis siklus I menunjukkan ada
peningkatan yang belum tercapai. Hal ini
90
berdasarkan indikator keberhasilan yang
85 97.82
ditentukan sebesar 60 % tiap-tiap indikator
80 84.77 sikap kreativitas. Hasil dari siklus I
menunjukkan di bawah 60 %.
75
Pada siklus II mengalami peningkatan,
Siklus I indikator rasa ingin tahu sebesar 52,63 %
Siklus II
meningkat menjadi 73,68 %. Indikator bersifat
Gambar 1. Grafik keterlaksanaan pembelajaran imaginatif sebesar 47,36 % meningkat menjadi
63,16 %. Indikator tertantang oleh
Dari grafik di atas terlihat bahwa dari kemajemukan sebesar 57,89 % meningkat
siklus I ke siklus II terjadi peningkatan menjadi 68,42 %. Indikator berani mengambil
pelaksanaan pembelajaran. Persentase resiko sebesar 52,63 % meningkat menjadi 68,42
peningkatan pelaksanaan pembelajaran dengan %. Dan indikator sifat menghargai sebesar 57,89
pendekatan STM yang dilaksanakan guru % meningkat menjadi 73,68 %.
dengan semua tahapan pendeakatan Inkuiri. Analisis siklus II mengalami peningkatan
Pada siklus I dan II berturut-turut guru berhasil yang signifikan dan telah tercapai sesuai
melaksanakan tahapan pendekatan STM indikator keberhasilan > 60 %. Penerapan
sebesar 84,77 % dan 97,82 %. metode brainstorming yang membawa
Pembelajaran IPA Terpadu model keberhasilan siklus II.
connected adalah suatu pembelajaran yang
membelajarkan sebuah kompetensi dasar,
konsep-konsep pada kompetensi dasar tersebut
dipertautkan dengan konsep pada kompetensi
dasar yang lain dalam IPA yang terdiri fisika,
biologi, dan kimia (Tim IPA Terpadu, 2009:
4).
Pada tema pencemaran lingkungan, KD
utamanya yaitu 3.8 menganalisis terjadinya
pencemaran lingkungan dan dampaknya bagi
ekosistem. KD utama 3.8 dapat dipertautkan

Arif Gumelar 18
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

80
70

% Jumlah Siswa
60
50
40
30
20
10
0
Rasa Bersifat Tertanta Berani Sifat
ingin imaginati ng oleh mengam menghar
tahu f kemajem bil resiko gai
ukan
Pra tindakan 25 20 15 20 15
Siklus 1 52.63 47.36 57.89 52.63 57.89
Siklus 2 73.68 63.16 68.42 68.42 73.68

Gambar 2. Grafik observasi kreativitas (nonaptitude)


Tugas siswa
berupa produk dari siswa
Adanya peningkatan sikap kreativitas dikumpulkan pada pertemuan kedua setiap
siswa sebelum dan sesudah tindakan. Sesudah siklus. Penugasan produk disesuaikan dengan
dilaksanakan tindakan dari siklus I sampai tema submateri yaitu pencemaran air berupa
siklus II, mengalami peningkatan. poster, puisi, atau gambar untuk siklus I.
Penilaian tugas dinilai menggunakan Sedangkan pencemaran tanah berupa karya
rubrik penilaian dengan indikator keaslian ide, kerajinan tangan dengan memanfaatkan sampah-
cara pembuatan, penampilan produk, dan sampah tidak berguna pada siklus II.
manfaat produk. Berdasarkan data tabel 1, menunjukkan
peningkatan nilai produk siswa dengan rerata
Tabel 1. Hasil nilai tugas (produk) siswa sebesar 12,47. Dari nilai terendah terjadi
Nilai peningkatan pada siklus I sebesar 50 menjadi 62
Nama pada siklus II. Sedangkan nilai tertinggi
No. Peningkatan mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 81
siswa Siklus Siklus
I II menjadi 94 pada siklus II. Begitu juga pada nilai
1. A1 69 87 18 rerata pada siklus I sebesar 68 mengalami
2. A2 69 87 18 peningkatan menjadi 80,47 pada siklus II.
3. A3 75 94 19 Peningkatan nilai tugas (produk) ini,
4. A4 62 62 0 menunjukkan peningkatan kreativitas siswa
5. A5 69 87 18 dalam hal penciptaan produk. Beberapa pakar
6. A6 69 75 6 mendefinisikan kreativitas sebagai produk.
7. A7 75 75 0 Menurut Baron (dalam Munandar, 1992)
8. A8 69 75 6 menyatakan bahwa kreativitas merupakan
9. A9 50 81 31 kemampuan untuk menghasilkan atau
10. A10 81 94 13
menciptakan sesuatu yang baru. Produk yang
11. A11 75 94 19
dibuat oleh siswa dengan pemanfaatan sampah-
12. A12 56 75 19
13. A13 75 87 12
sampah anorganik merupakan komponen
14. A14 81 81 0 kreativitas produk.
15. A15 69 81 12 Angket yang diberikan kepada siswa sebagai
16. A16 62 75 13 penilaian diri sendiri terhadap sikap kreativitas
17. A17 * * * masing-masing siswa. Angket ini berisikan 16
18. A18 62 81 19 item pernyataan, dengan skor minimum 16 dan
19. A19 62 69 7 skor maksimum 64. Angket ini diberikan kepada
Tertinggi 81 94 siswa setiap akhir siklus yaitu pertemuan kedua.
Terendah 50 62
Rerata 68 80,47 12,47

Arif Gumelar 19
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Tabel 2. Data hasil angket sikap kreativitas siswa

Jumlah siswa yang Persentase


Kategori muncul (%)
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
Sangat kreatif 0 0 0 0
kreatif 16 17 84,21 89,47
Kurang kreatif 3 2 15,79 10,53
Sangat kurang kreatif 0 0 0 0
Jumlah siswa yang masuk 19 19 100 100
Berdasarkan data hasil analisis pada tabel 2 segenap kerendahan hati penulis mengucapkan
menunjukkan bahwa adanya peningkatan skala terimakasih kepada:
sikap kreativitas siswa terhadap kegiatan 1. Seameo Qitep in Science yang telah
pembelajaran dengan menerapkan pendekatan memberikan bantuan penelitian.
Inkuiri melalui pembelajaran IPA terpadu 2. Bapak Kepala SMPN 1 Soromandi yang
model connected. Terjadi penurunan jumlah telah mendukung dan memotivasi
siswa yang termasuk kategori siswa yang penelitian.
kurang kreatif dari siklus I yang sebanyak
3. Ibu Mariyam, S.Pd dan Ira Indriani,
15,79 % menjadi 10,53 % pada siklus II.
Sebaliknya, terjadi peningkatan jumlah siswa S.Pd (Guru IPA) yang telah bersedia
yang termasuk kategori siswa yang kreatif dari menjadi observer penelitian.
siklus I yang sebanyak 84,21 % menjadi 89,47 Siswa-siswa kelas VII-A SMPN 1 Soromandi.
% pada siklus II. Tidak adanya atau 0 % pada
kategori siswa yang sangat kreatif baik pada Daftar Pustaka
siklus I maupun siklus II. [1] Dwirahmah, Erina. 2013. Peningkatan
Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran Kreativitas Melalui Pendekatan Inkuiri
dengan menerapkan pendekatan Inkuiri dalam Pembelajaran Sains. Jurnal
melalui pembelajaran IPA terpadu model Pendidikan Usia Dini. Volume 7 edisi
connected dapat meningkatkan kreativitas 2.
siswa. [2] Depdiknas. 2006. Panduan
Pengembangan Pembelajaran IPA
Simpulan Terpadu SMP/MTs. Diambil pada
Pembelajaran IPA Terpadu model
tanggal 24 November 2010. Dari
connected dengan menerapkan pendekatan
Inkuiri dapat meningkatkan kreativitas siswa http://www.puskur.net.
kelas VII-A SMPN 1 Soromandi yang ditinjau [3] Gumelar, Arif. 2011. Peningkatan
dari lima indikator sikap kreativitas pada Kemampuan Divergent Thinking
siklus I sampai siklus II. Terjadi peningkatan dengan Menerapkan Pendekatan STM
pada indikator rasa ingin tahu sebesar 52,63 % Melalui Pembelajaran IPA Terpadu
meningkat menjadi 73,68 %. Indikator bersifat Model Connected pada Tema
imaginatif sebesar 47,36 % meningkat menjadi Pencemaran di Sekitar Kita untuk Kelas
63,16 %. Indikator tertantang oleh VII-A SMPN 4 Yogyakarta. Skripsi
kemajemukan sebesar 57,89 % meningkat tidak diterbitkan. Yogyakarta: UNY.
menjadi 68,42 %. Indikator berani mengambil [4] Kemdikbud. 2016. IPA: Materi
resiko sebesar 52,63 % meningkat menjadi
Pelatihan Guru Implementasi
68,42 %. Dan indikator sifat menghargai
sebesar 57,89 % meningkat menjadi 73,68 %. Kurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud.
[5] Munandar, Utami. 1992.
Ucapan Terima Kasih Mengembangkan Bakat dan Kreativitas
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan Anak Sekolah: Penuntun bagi Guru dan
ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan Orangtua. Jakarta: Grasindo.
berbagai pihak. Oleh karena itu dengan [6] Santofani, Aprilia & Rosana, Dadan.
2016. Pengembangan Tes Kreativitas
Arif Gumelar 20
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
pada Pembelajaran Fisika dengan [9] Trianto. 2010. Model Pembelajaran
Pendekatan Inkuiri pada Materi Teori Terpadu: Konsep, Strategi, dan
Kinetik Gas. Jurnal Inovasi Implementasinya dalam KTSP. Jakarta:
Pendidikan IPA, 2 (2), 1-11. Bumi Aksara.
[7] Suharsimi Arikunto, Suhardjono, & [10] Wikipedia. 2017. Brainstorming.
Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Diambil pada tanggal 11 September
Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. 2017, dari
[8] Tim IPA Terpadu. 2009. Panduan http://en.wikipedia.org/wiki/Brainstorm
Pengembangan Model Pembelajaran ing.
IPA Terpadu. Jakarta: Depdiknas.

Arif Gumelar 21
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA DENGAN


MENGGUNANAKAN BAHAN AJAR BERBENTUK KOMIK DAN LKS
BERBENTUK PUZZLE AND MATCH DI KELAS VIII SMPN 30
PADANG

Arna Fera
SMPN 30 Padang, Jl. Baru Andalas No. 15 Padang Timur. Kota Padang. SUMBAR
E-mail :arnafera@gmail.com

ABSTRACT

The low understanding of concepts, motivation and student learning activities on science subjects affect the
learning outcomes. Less active attitude, less student-centered classes, and the number of comics found in student
bags. The low interest of reading students to textbooks lessons. The bad impact is the mastery of the concepts
and mastery of their learning 60%, therefore used commercially shaped materials and LKS in the form of Puzzle
and match that will make students become active. Puzzle and match is a combination of 2 methods. Puzzle
method using the picture while the match looking for answers from the question so that students are easier to
find answers and children are motivated to do the problem. The type of this research is classroom action
research carried out for two cycles. The results show that there is an increase in motivation from teacher and
student ratings from motivated to highly motivated. The activity of students reading comics on cycles 1 and 2 is
active with the value of 74.23% to 75.75% in cycle 2. Group activity also increases from cycle 1 and cycle 2.
Student learning outcomes also increase from cycle 1 as much as 82% unfinished classically become thoroughly
classical with 87.1% complete value.
Keywords: Comic, LKS puzzle and match -Student Activity

ABSTRAK

Rendahnya pemahaman konsep, motivasi dan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPA berpengaruh
terhadap hasil belajar. Sikap kurang aktif, kelas kurang berpusat pada siswa, dan banyaknya ditemukan komik
dalam tas siswa. Rendahnya minat baca siswa terhadap buku teks pelajaran. Dampak buruknya adalah
penguasaan konsep dan ketuntasan belajar mereka 60%, oleh karena itu digunakanlah bahan ajar berbentuk
komik dan LKS yang berbentuk Puzzle dan match yang akan membuat siswa menjadi aktif. Puzzle dan match ini
merupakan gabungan 2 metode. Metode Puzzle menggunakan gambar sedangkan match mencari jawaban dari
pertanyaan sehingga siswa lebih mudah mencari jawabannya dan anak termotivasi untuk mengerjakan soal.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dilaksanakan selama dua siklus. Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan motivasi dari penilaian guru dan siswa dari termotivasi menjadi sangat
termotivasi. Aktivitas siswa membaca komik pada siklus 1 dan 2 tergolong aktif dengan nilai 74,23% menjadi
75,75% pada siklus 2. Aktivitas kelompok juga meningkat dari siklus 1 dan siklus 2. Hasil belajar siswa juga
meningkat dari siklus 1 sebanyak 82% belum tuntas secara klasikal menjadi tuntas secara klasikal dengan nilai
ketuntasan 87,1 %.

Kata kuci : Komik, LKS puzzle and match – Aktivitas Siswa


sekarang ini banyak guru IPA hanya
Pendahuluan mengajarkan teori saja, tanpa praktek. Hal ini
menyebabkan siswa kurang tertarik dengan
Pembelajaran IPA merupakan pelajaran IPA sehingga potensi kurang tergali,
pembelajaran yang menyenangkan apabila ditambah lagi dengan buku teks yang berbentuk
disajikan dengan metode yang kreatif. IPA paragraph yang panjang, sehingga siswa tidak
merupakan pembelajaran yang dapat tertarik untuk membacanya. Berdasarkan hasil
mengembangkan aspek kognitif, afektif dan observasi pada tanggal 17 Maret 2017 di SMP
psikomotor, sehingga guru harus 30 Padang kelas VIII.1 dilihat dari nilai mid
membangkitkan potensi yang ada pada siswa semester banyaknya siswa yang belum tuntas
yang harus dituntut aktif dalam belajar. Saat memahami materi IPA ditandai dengan
Arna Fera 22
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

ketuntasan klasikal hanya 60%. Belajar sehari- Metode Penelitian


hari banyak ditemukan siswa yang lebih suka Jenis penelitian yang akan dilaksanakan
melihat gambar saja daripada membaca adalah penelitian tindakan kelas. (PTK).
keterangan gambar dengan paragraf-paragraf merupakan penelitian yang dilakukan guru
yang panjang dan sulit dipahami siswa. Apalagi dikelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan
siswa pada tingkat SMP merupakan siswa yang tujuan untuk memperbaiki
baru akan menginjak masa remaja yang pembelajaran(Arikunto, 2011: 3)(1). Penelitian
biasanya lebih suka melihat gambar saja ini lebih menekankan pada proses
daripada membaca buku pelajaran. pembelajaran. Penelitian terdiri dari empat
Hasil pengamatan terhadap siswa SMP 30 langkah yaitu: (1) Perencanaan (Planning), (2)
Padang pada umumnya cendrung lebih Tindakan (Action), (3) Pengamatan (Observasi),
menyukai komik dibandingkan dengan buku (4) Refleksi (Reflection). Subjek dalam
teks. Ditandai dengan seringnya ditemukan penelitian ini adalah siswa kelas VIII1 SMP
komik dalam tas anak-anak pada saat razia tas Negeri 30 Padang yang berjumlah 33 orang
yang dilakukan oleh guru. Pada waktu itu razia yang terdiri dari 18 orang siswa perempuan dan
tas dilakukan dikelas VIII.1 dan barang yang 15 orang siswa laki-laki. Waktu penelitian
tidak termasuk pembelajaran akan disita oleh semester ganjil (bulan Juli sampai dengan
guru. Dari razia tersebut didapatkan 7 buah Oktober 2017) tahun pelajaran 2017/2018.
buku komik dalam tas anak-anak di kelas itu. Prosedur penelitian terdiri dari tahap
Sedangkan hasil pengamatan yang dilakukan di pengenalan masalah, tahap persiapann tindakan
perpustakaan ditemukan data bahwa buku cerita yang terdiri dari pembuatan bahan ajar komik,
yang dipinjam di perpustakaan lebih banyak LKS berbentuk puzzle and match, RPP, alat
bentuk komik daripada bentuk teks. evaluasi. Penyusunan perencanaan tindakan,
Anak usia remaja seperti anak SMP Implementasi tindakan, pengamatan dan
pada umumnya menyukai buku bergambar oleh penyusunan laporan, Rencana tindakan
sebab itu memadukan bahan ajar berbentuk dilakukan dalam 2 siklus. Siklus pertama guru
komik dengan LKS berbentuk Puzzle dan membuka pembelajaran, kemudian siswa
match dapat meningkatkan aktivitas siswa membaca bahan ajar komik. Tanya jawab antara
dalam belajar. LKS berbentuk Puzzle and guru dan siswa, membagikan LKS berbentuk
match ini merupakan gabungan 2 metode. puzzle and match, siswa mengerjakan LKS,
Metode Puzzle menggunakan gambar presentasi LKS berbentuk puzzle and match,
sedangkan match mencari jawaban dari membuat kesimpulan atau penguatan, evaluasi.
pertanyaan sehingga siswa lebih mudah mencari Selanjutnya dilakukan refleksi. Kekurangan-
jawabannya dan anak termotivasi untuk kekurangan yang ada disiklus 1 diperbaiki
mengerjakan soal. Pada hakikatnya belajar untuk siklus selanjutnya. Teknik pemantauan
adalah wujud aktivitas pada saat terjadinya dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan
pembelajaran di kelas. Aktivitas yang dimaksud pemanfaatan data dokumen. Teknik analisa data
adalah aktivitas fisik dan mental siswa. Piaget terdiri dari analisa validasi komik, motivasi
(dalam Nasution: 2000)(1) berpendapat bahwa, siswa dihitung dengan
seorang anak berfikir sepanjang ia berbuat.
Tanpa berbuat, anak tak berfikir. Agar anak Tingkat motivasi = x
berfikir, ia harus diberi kesempatan untuk 100%. Aktivitas siswa dihitung dengan P =
berbuat sendiri. Mendorong siswa dalam
mengikuti pembelajaran IPA, penulis dengan x 100% dan hasil belajar dihitung
melibatkan siswa melalui kegiatan Penelitian
dengan KB = X 100%
yang berjudul Peningkatan Pembelajaran
IPAdengan Menggunanakan Bahan Ajar
Berbentuk Komik dan LKS Berbentuk Puzzle Setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya, jika
and Match di Kelas VIII SMPN 30 Padang. proporsi jawaban benar siswa ≥ 80%. Suatu
Tujuan penelitian iniUntuk kelas dikatakan tuntas belajarnya jika didalam
mendeskripsikan peningkatan motivasi, kelas terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas
aktivitas dan hasil belajar siswa dalam belajarnya (Depdikbud, 1996 dalam Trianto,
pelajaran IPA dengan menggunakan Bahan Ajar 2010 : 241)(1). Bahan ajar komik dan LKS
Berbentuk Komik dan LKS Berbentuk Puzzle berbentuk Puzzleand Match dikatakan efektif
and Match jika hasil belajar siswa telah memenuhi
standar yang telah ditentukan
Arna Fera 23
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Hasil dan Pembahasan Motivasi Siswa


Tabel 1. Hasil Uji Coba Validasi Bahan Ajar
Komik
RATA- KRITE
NO PERNYATAAN
RATA RIA
1. Syarat 3,399 Valid
Didaktik
2. Syarat 3,455 Valid
Konstruksi
3. Syarat Teknis 3.333 Valid
RATA-RATA 3,413 Valid

Diagram 1. Moitivasi Siswa Pada Siklus 1 dan 2


Hasil validasi menyatakan bahwa bahan ajar
Berdasarkan Angket Siswa
komik sudah valid dengan rata-rata nilai
sebesar 3,413. Menurut Trianto (2010:225)(1), Berdasarkan analisis data angket siswa di SMP
valid berarti bahwa penilaian sudah 30 Padang terhadap bahan ajar komik dan LKS
memberikan informasi yang akurat tentang berbentuk Puzzle and Match ini berkategori
bahan ajar yang dikembangkan. Validasi yang sangat termotivasi. Hal ini ditunjukkan dengan
dilakukan pada penelitian ini menekankan pada nilai rata-rata motivasi yang didapatkan pada
validasi didaktik, validasi kontruksi dan validasi siswa di SMP 30 Padang pada siklus 1 adalah
teknis. 88,63% dengan kategori termotivasi, Pada
Bahan ajar komik dinyatakan sudah siklus 2 didapatkan nilai rata-rata 91,64%
memenuhi syarat didaktik karena materi pada dengan katagori sangat termotivasi. Ini berarti
komik sesuai dengan kurikulum yang berlaku menunjukkan secara keseluruhan bahan ajar
(KTSP) dan dapat mendukung pemahaman komik dan LKS berbentuk Puzzle and Match ini
konsep sehingga baik digunakan untuk disenangi dan bisa dimengerti oleh siswa. Siswa
mengukur kemampuan siswa. Hal ini dapat termotivasi untuk membaca komik dan
dilihat dari nilai rata-rata syarat didaktik 3,399 mengerjakan LKS karena melihat gambar
dengan kategori valid. dalam komik dan LKS. Ini dapat dilihat dari
Secara konstruksi dinyatakan valid oleh nilai angket motivasi siswa pada aspek minat
validator karena susunan kalimat, siswa di SMP 30 Padang dengan kategori
kesederhanaan pemakaian kata dan mudah termotivasi pada siklus 1 dan sangat termotivasi
dimengerti oleh siswa . Hal ini dapat dilihat dari pada siklus 2. Hal ini sesuai dengan pendapat
nilai rata-rata 3,455 termasuk kategori valid. Wati (2011:3)(10) anak pada tahap
Untuk memudahkan siswa dalam memahami isi perkembangan remaja awal pada usia SMP
komik maka digunakan gaya bahasa tidak lebih menyukai buku bergambar dari pada buku
resmi. Menurut Keraf 2009 dalam Wati teks.
(2011:75)(10) gaya bahasa tidak resmi lebih
santai, kata-katanya lebih sederhana dan
kalimatnya lebih singkat.
Selain itu, bahan ajar komik juga dinyatakan
sudah memenuhi syarat teknis. Hal ini dapat
dilihat dari nilai rata-rata 3,333 dengan kategori
valid. Hal ini disebabkan oleh, tulisan, warna,
gambar dan penampilan yang sesuai dan
menarik bagi siswa. Gambar pada komik
didominasi warna-warna terang seperti ungu,
kuning dan biru. Menurut Morton (dalam Sari
2010:277)(10) Warna terang dapat meningkatkan
energi dan kreativitas siswa.
Diagram 2. Motivasi Siswa Menurut Pengamatan
Observer

Arna Fera 24
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Hasil analisis angket oberver menunjukkan yang dilengkapi dengan latihan mampu
bahan ajar komik serta LKS berbentuk Puzzle mengukur ketercapaian indikator pembelajaran.
and Match pada siklus 1 mendapat nilai rata-
rata 82,34% dikategorikan termotivasi dan Aktivitas Individu
pada siklus 2 mendapat nilai 91,73%
dikatagorikan sangat termotivasi pada proses
pembelajaran. Ini berarti bahwa bahan ajar
komik serta LKS berbentuk Puzzle and Match
dapat membantu dan memudahkan guru dalam
memberikan penjelasan yang benar terhadap
konsep-konsep IPA kepada siswa. Selama ini,
kebanyakan guru-guru dalam memberikan
materi pembelajaran dan mendudukkan konsep
yang benar pada siswa hanya menggunakan
catatan yang diberikannya.
Berdasarkan aspek ketertarikan siswa
dengan nilai 78,16% pada siklus 1 dan 90,63 Diagram 3. Aktivitas Siswa Membaca komik
dengan kategori termotivasi dan sangat
termotivasi. Ini disebabkan gambar dan warna Diagram 3 menampilkan data aktivitas
pada komik serta LKS yang berbentuk Puzzle dari 33 siswa SMP 30 Padang yang telah
and Match dapat memancing minat belajar mengikuti proses pembelajaran menggunakan
siswa. Aspek proses penggunaan komik dan bahan komik dan LKS berbentuk Puzzle and
LKS berbentuk Puzzle and Match juga Match, dari keempat aktivitas yang diukur
dikatagorikan termotivasi pada siklus 1 dan didapatkan rata-rata pada siklus 1 adalah 74,23
sangat termotivasi pada siklus 2 dengan nilai % dengan tergolong kategori aktif, pada siklus 2
86,11% dan 93,06%, ini disebabkan oleh karena didapatkan rata-rata 75,25% Maka dapat
bahan ajar komik mudah dibaca dan LKS disimpulkan proses pembelajaran katagori
berbentuk Puzzle and Match mudah digunakan. akktif. Berarti adanya peningkatan aktivitas
Sesuai dengan pendapat Hurlock (1980:9)(1) siswa dari siklus 1 ke siklus 2. Dan ini berarti
Komik mudah digunakan dan mudah dibaca, pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar
bahkan anak yang kurang mampu membaca komik dan LKS berbentuk Puzzle and Match
dapat memahami arti dari gambarnya. dapat meningkatkan aktivitas siswa SMP 30
Pemahaman konsep dan materi dengan nilai Padang.
85,00% pada siklus 1 dan 87,50 pada siklus 2 Aktivitas siswa yang diamati adalah
dengan kategori termotivasi, serta waktu yang aktivitas siswa SMP 30 sebayak 33 orang,
diperlukan dalam pelaksanaan media komik ini selama proses pembelajaran merupakan salah
dengan nilai 75,00% pada siklus1 dan 87,50 satu informasi mengenai tanggapan siswa
pada siklus 2 dengan kategorikan termotivasi. tentang media yang digunakan. Aktivitas siswa
Ini berarti bahan komik dan LKS berbentuk merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi
Puzzle and Match dapat membantu guru untuk selama proses belajar mengajar. Menurut
mengalokasikan waktu dalam menyampaikan Sriyono (dalam Yasa, 2008: 1)(6), “aktivitas
materi sesuai dengan tuntutan kurikulum. adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik
Menurut Trianto (210: 235)(1) salah satu secara jasmani atau rohani. Kegiatan-kegiatan
keuntungan penggunaan bahan ajar dan lembar yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah
kerja siswa adalah menimbulkan persepsi akan pada proses belajar seperti bertanya,
sebuah konsep yang sama. Seorang guru mengajukan pendapat, mengerjakan tugas-
profesional diharuskan dapat membuat dan tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan
mengembangkan bahan ajar sendiri. Hal ini bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta
bermanfaat untuk memperoleh bahan ajar yang tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan”.
sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan belajar Aspek aktivitas siswa yang diamati oleh
siswa, tidak tergantung kepada buku teks, dan pengamat selama proses pembelajaran dengan
media pembelajaran yang ada. Aspek evaluasi menggunakan komik dan LKS berbentuk Puzzle
dengan nilai 87,50% pada siklus 1 dan 100% and Match dalam penelitian ni antara lain.
pada siklus 2 dengan kategori termotivasi dan Membaca komik dengan serius, mengajukan
sangat termotivasi, karena bahan ajar komik pertanyaan, menjawab pertanyaan dan
menanggapi pertanyaan.
Arna Fera 25
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Berdasarkan hasil pengamatan observer, dengan aktif berpikir dan tidak pasif
siswa SMP 30, pada siklus 1 sebanyak 96,96% (mendengarkan saja).
dan sebanyak 100% pada siklus 2 membaca
komik dengan serius dan termasuk kategori Aktivitas Kelompok
sangat aktif. Keseriusan siswa membaca komik Aktivitas kelompok dapat dilihat secara
ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: rinci pada lampiran 12 dan 13 serta secara
(1) komik merupakan bahan ajar yang baru ringkas pada tabel 5.
bagi siswa disekolah tersebut (2) komik
memiliki alur cerita yang butuh keseriusan Tabel 1. Aktivitas Kelompok pada Siklus 1 dan 2
membacanya agar bisa memahami cerita yang Siklus 1 Siklus 2
ada didalam komik tersebut; (3) gambar dan N
Kel Katego Katego
warna komik yang bisa memancing minat baca o Jmh Jlh
ri ri
siswa. artinya bahan ajar komik mampu
memancing minat siswa dan memotivasi siswa 1 1 13 Cukup 15 Cukup
untuk belajar. Sesuai dengan pendapat Hurlock 2 2 23 Hebat 24 Hebat
(1980:9)(1) gambar dalam komik berwarna-
3 3 17 Baik 19 Baik
warni dan cukup sederhana dan dimengerti
anak-anak sehingga dapat memancing minat 4 4 17 Baik 22 Hebat
siswa untuk membacanya. 5 5 14 Cukup 17 Baik
Aktivitas yang kedua yang diamati 6 6 15 Baik 16 Baik
adalah aktif mengajukan pertanyaan. Siswa
yang bertanya pada pada siklus 1 sebanyak 7 7 16 Cukup 16 Baik
72,72% dan pada siklus 2 63,63% tergolong 8 8 18 Baik 19 Baik
kategori aktif, walaupun mengalami penurunan.
Hal ini dapat disebabkan siswa telah mengerti Jika dilihat dari penilaian kelompok dari data
materi yang diajarkan pada saat siswa membaca yang diperoleh terlihat adanya peningkatan
komik. Bertanya adalah cara untuk tingkat aktivitas siswa dalam kerja kelompok.
mengungkapakan rasa keingintahuan akan Dari data yang diperoleh terlihat adanya
jawaban yang tidak atau belum diketahui. Rasa peningkatan partisipasi siswa dalam kelompok
ingin tahu merupakan dorongan atau yang diperoleh dari observasi. Adapun
rangsangan yang efektif untuk belajar dan peningkatan tersebut terlihat pada 2 siklus, yaitu
mencari jawaban (Suhito, 1987; dalam Riyanto, pada siklus I, dari 8 kelompok yang terbentuk 1
2009)(1). Kegiatan bertanya di kelas adalah kelompok tergolong kelompok hebat, 4
aktivitas yang penting dalam proses belajar kelompok baik dan 3 Kelompok cukup,
mengajar. Bukan hanya bagi guru, namun juga kemudian meningkat cukup pesat pada siklus II,
bagi para siswa. Aktivitas di kelas adalah pada siklus ke II terdapat 2 kelompok hebat, 5
pertanda bahwa kegiatan belajar mengajar di kelompok baik dan 1 kelompok cukup, tetapi
dalam kelas itu ada. Aktivitas ketiga yaitu pada setiap kelompok terdapat peningkatan nilai
aktivitas menjawab pertanyaan. Aktivitas ini masing-masing kelompok. Hasil refleksi dari
memperoleh nilai 69,69% pada siklus 1 dan siklus 1 belum maksimalnya aktivitas kerja
73,73% pada siklus 2 tergolong kategori aktif. kelompok pada siswa disebabkan guru kurang
Aktivitas keempat aktivitas menangapi jawaban mempedulikan dan memberi teguran pada siswa
pertanyaan. Aktivitas ini pada siklus 1 yang mengganggu temannya pada saat kerja
memperoleh nilai 57,57% dan pada siklus 2 kelompok. Selain itu siswa juga belum terbiasa
memperoleh nilai 66,66%, tergolong kategori belajar mengerjakan LKS didalam kelompok
aktif. Aktifitas menjawab pertanyaan terkait yang mengharuskan siswa untuk berbagi
dengan aktifitas bertanya, dengan adanya mengetahuan antara siswa dan siswapun masih
aktivitas tanya jawab ini memperlihatkan kaku dalam menggunakan bahan ajar komik.
suasana di kelas akan lebih hidup karena Kekurangan-kekurangan tersebut dijadikan
sambutan kelas lebih baik, disebabkan siswa dasar untuk melaksanakan siklus 2 sehingga
tidak hanya mendengarkan saja. Dengan tanya setelah pelaksanaan tindakan pada siklus 2
jawab partisipasi siswa lebih besar dan berusaha yaitu menggunakan bahan ajar komik dan
mendengarkan pertanyaan guru dengan baik dan mengerjakan LKS dalam bentuk Puzzle and
mencoba untuk memberikan jawaban yang Match dalam kelompok maka terjadilah
tepat, sehingga siswa menerima pelajaran peningkatan aktivitas kelompok pada masing-
masing kelompok.
Arna Fera 26
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Pemantauan peningkatan partisipasi belajar merupakan butir tes yang digunakan


siswa dalam kelompok siswa yang dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah
pada saat pembelajaran, tingkat aktivitas dalam mengikuti kegiatan pembelajaran”.
kelompok belajar secara kualitatif yaitu
memberikan ide, menerima pendapat, Simpulan
melaksanakan tugas, kerjasama dan kepedulian
pada keikutsertaan sesama anggota kelompok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Bahan ajar komik serta LKS berbentuk Puzzle diperoleh simpulan bahan ajar komik yang
and Match memberikan pengaruh positif digunakan telah dinyatakan valid oleh validator.
terhadap pembelajaran IPA, dan proses Bahan ajar komik serta LKS berbentuk puzzle
pembelajaran tampak lebih menyentuh berbagai and match dapat meningkatkan motivasi siswa,
tingkat lapisan tingkat kemampuan siswa. Siswa aktivitas dan hasil belajar siswa, sehingga pada
yang termasuk kaegori Cukup dalam kegiatan siklus dua hasil belajar menunjukkan ketuntasan
belajarnya tampak belajar tanpa merasa 90% ini berarti telah tuntas secara klasikal
terbebani oleh muatan-muatan konsep yang karena melebihi 85% siswa telah tuntas.
dirasakan berat jika dipelajari dengan kegiatan
pembelajaran konvensional. Ucapan Terima Kasih
Terima kasih peneliti ucapkan kepada Seameo
Hasil Belajar Qitep Science yang telah memberikan bantuan
Hasil belajar diperoleh dari ulangan harian dana untuk pelaksaaan penelitian ini.
berupa tes objektif yang merupakan penilaian Terimakasih kepada dosen-dosen UNP yang
kognitif. Soal tes objektif berasal dari 40 soal telah membantu memvalidasi komik ini, serta
yang sudah divalidasi pada siklus 1 dan 20 soal teman-teman sesama guru yang sudah bersedia
yang telah divalidasi pada siklus 2. Soal inilah menjadi guru validator dan observer pada
yang diberikan setelah siswa selesai penelitain ini.
melaksanakanpembelajaran menggunakan
bahan ajar komik dan LKS berbentuk Puzzle Daftar Pustaka
and Match. Perhitungan hasil belajar pada
siklus 1 menunjukkan bahwa 82% siswa sudah [1] Nasution. (2000). Didaktik Asas-Asas
tuntas dan 18% siswa yang belum tuntas, bila Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
dibandingkan dengan nilai KKM klasikal [2] Riyanto, Y. 2009. Paradigma Baru
(85%), maka nilai siswa pada siklus 1 Pembelajaran. Jakarta: Kencana
dinyatakan belum tuntas secara klasikal, tetapi [3] Trianto. 2010. Mendesain Model
pada siklus 2 menunjukkan peningkatan Pembelajaran Inovativ-Progresif, Konsep
sebanyak 90% siswa sudah tuntas dan hanya 10 Landasan dan IImplementasinnya Pada
% siswa yang tidak tuntas. Sehingga pada siklus kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2 siswa dinyatakan tuntas secara klasikal karena (KTSP). Jakarta: Kencana.
telah melebihi 85% siswa lulus secara klasikal. [4] Yasa, D. 2008. Aktivitas dan Prestasih
Ini disebabkan pada siklus 1 siswa belum Belajar. http://ipotes.wordpress.com
terbiasa belajar dengan menggunakn bahan ajar /prestasi-belajar/, 2 Juni 2017.
komik dan LKS berbentuk Puzzle and Match, [5] Sari, A. N. 2010. Pengembangan Media
selain itu guru pada aktivitas guru juga kurang Komik Berwarna Dalam Pembelajaran
memberikan motivasi dan apersepsi kepada Biologi Pada Materi System Pencernaan
siswa, setelah siklus 2 terjadi peningkatan hasil Manusia Di SMP Kelas VIII. Skripsi Tidak
belajar karena siswa telah terbiasa Diterbitkan. Padang. Universitas Negeri
menggunakan bahan ajar komik dan LKS Padang.
berbentuk Puzzle and Match. [6] Wati, D.D.E. 2011. Pengembangan Media
Analisis hasil belajar digunakan untuk Pembelajaran Biologi Berbentuk Komik
mengetahui ketuntasan belajar masing-masing Berbasis CL (Contextual Learning) Pada
siswa pada pembelajaran IPA dengan materi zat Materi Ekosistem di Sekolah Menengah
additif pada makanan dan zat adiktif dan Pertama. Thesis Tidak Diterbitkan.
psikotropika dengan menggunakan Bahan ajar Program Pasca Sarjana. Universitas Negeri.
komik. Hasil belajar diperoleh dari pemberian Padang.
ulangan harian berupa tes objektif sebanyak 40
soal pada siklus 1 dan 20 soal pada siklus 2.
Trianto (2010: 235)(1) mengemukakan ”tes hasil
Arna Fera 27
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENGGUNAAN MEDIA PERAGA BANDUL MAGNETIK PADA


MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XII SMAN 5 KOTA
BIMA

Bambang Setiawan
SMAN 5 Kota Bima, Bima
e-mail : bambangbima35@gmail.com

ABSTRACT
This research based on the an optbimal achievement of student's learning outcomes, especially for the
abstract physicconcept. Its resulted caused from the learning process that still used teacher centered method,
lack of use of learning media, and the students not participate in contructing their knowledge. In this
research, the problem solved by using learning media in it form of magnetic pendulum with inquiry learing
for improvement of student'slearning outcomes. The study in this research is only about the Lorentz
Force for XII grade students of physic lesson in SMAN 5 Kota Bima and it done with classrom action
research model. The target of student's learning outcomes are 70% for classical completeness with minimal
value of mastrey is 65. The implementation of this research is conducted within two cycle with varying
learning outcomes. In 1st cycle, the student's learning outcome are 50% for classical completeness with
average performance is 60.45, while in 2nd cycle learning outcomes achieved are 77,3% for classical
completeness with average performance is 66.59. Based research result can be conclude that inquiry
learning model can increase the learning outcomes of physic the XII grade students of SMAN 5 Kota Bima.

Keywords : magnetic pendulum, inquiry learning, learning outcomes

ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh tidak optimalnya capaian hasil belajar siswa, khususnya untuk materi-
materi yang bersifat abstrak. Ketidak optimalan hasil belajar ini diakibatkan oleh proses pembelajaran yang
masih berpusat pada guru, kurangnya pemanfaatan media belajar, dan kurang dilibatkannya pengalaman
siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Untuk mengatasi hal tersebut dalam penelitiannya peneliti
memanfaatkan media pembelajaran berupa media peraga bandul magnetik yang diseting pada
pembelajaran inquiry dengan harapan terjadinya peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian ini dibatasi
pada materi Gaya Lorentz untuk pelajaran Fisika di Kelas XII SMAN 5 Kota Bima dengan model penelitian
tindakan kelas. Target pencapaian peningkatan hasil belajar adalah 70% nilai ketuntasan klasikal dengan
ketuntasan minimal 65. Pelaksanaan penelitian berlangsung dalam 2 (dua) siklus dengan perubahan hasil
belajar yang bervariasi. Pada siklus I hasil belajar yang dicapai 50 % nilai ketuntasan klasikalnya dengan
rata-rata capaian 60,45, sedangkan pada siklus II hasil belajar yang dicapai 77,3 % nilai ketuntasan
klasikalnya dengan rata-rata capaian 66,59. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan media
peraga bandul magnetik pada model pembelajaran inquiry dapat meningkatkan hasil belajar Fisika siswa
kelas XII SMAN 5 Kota Bima.

Kata Kunci : Bandul Magnetik, Pembelajaran Inquiry, Hasil Belajar


pendekatan pada hakekatnya diartikan sebagai
Pendahuluan titik tolak atau sudut pandang terhadap
Pembelajaran merupakan usaha sadar dari proses pembelajaran.
seorang guru untuk membelajarkan siswanya Menurut Winataputra (2008), efektif
dalam rangka mencapai tujuan yang tidaknya suatu proses pembelajaran tergantung
diharapkan, sebagai produk interaksi pada beberapa faktor, diantara faktor tersebut
berkelanjutan antara pengembangan dan adalah motivasi belajar dan pengalaman
pengalaman hidup (Trianto, 2009). Interaksi belajar siswa. Hal ini berarti bahwa
siswa dalam pembelajaran sangat diperlukan pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman
karena melalui interaksi suasana belajar akan individual melalui sebuah interaksi antara
menjadi lebih aktif. Dalam proses siswa dengan lingkungan dan orang lain.
pembelajaran perlu adanya pendekatan dalam Keberhasilan sebuah proses pembelajaran
pencapaian tujuan belajar tersebut, karena salah satunya ditentukan oleh proses
Bambang Setiawan 28
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

pemerolehan dan pembentukan konsep yang direncanakan mulai bulan Juli September
terjadi pada diri siswa. Pemerolehan dan 2017. Objek penelitian yang diamati adalah
pembentukan konsep pada siswa dapat hasil belajar kognitif siswa dengan target
dipercepat dengan berbagai cara salah satunya ketercapaian nilai ketuntasan klasikal sebesar
dengan menggunakan media pembelajaran. 75 %.
Selain itu, keberhasilan sebuah proses Data yang dikumpulkan berupa data
pembelajaran juga ditentukan oleh model atau kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif
pendekatan pembelajaran yang digunakan. berupa deskripsi perencanaan, penyusunan
Karakteristik materi pelajaran perlu instrumen, tindakan observasi/evaluasi, dan
diperhatikan, sebagai contoh materi Gaya refleksi. Sedangkan data kuantitatif berupa
Lorentz pada pelajaran Fisika kelas XII SMA prestasi belajar siswa setelah melakukan tes
merupakan materi yang bersifat abstrak, tertulis. Data mengenai proses belajar siswa
sehingga dalam penyajian materi tersebut dalam pembelajaran dikumpulkan melalui
perlu dilakukan pendekatan tertentu, salah observasi. Instrumen yang dipakai dalam
satunya dengan memanfaatkan penggunaan pengumpulan data ini adalah lembar observasi
media alat peraga. yang berisikan indikator perilaku siswa.
Pada kenyataannya guru sering Pengamatan proses belajar/aktivitas belajar
mengesampingkan penggunaan media siswa dilaksanakan pada saat pembelajaran di
pembelajaran. Beberapa alasan yang terungkap kelas. Data hasil belajar siswa dikumpulkan
dikarenakan dalam penggunaan media butuh melalui tes hasil belajar sedangkan data
waktu, tenaga dan biaya untuk tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran
mempersiapkannya. Di samping itu masih dikumpulkan dengan angket.
seringnya guru menggunakan model Dalam penelitian ini dilakukan dengan 2
pembelajaan konvensional yang terfokus pada (dua) siklus dengan tiap siklus terdiri dari
guru (teacher centre), sementara paradigma perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
pendidikan saat ini siswa menjadi pusat dari refleksi.
pembelajaran tersebut (student centre). Akibat
dari hal tersebut pencapaian hasil belajar siswa
tidak optimal.

Data yang diperoleh dari siklus tersebut


Desain Model alat peraga dianalisis secara deskriptif. Aktifitas proses
belajar siswa ditentukan berdasarkan
Untuk mengatasi hal tersebut, penulis indikator proses dengan kriteria :
melakukan upaya berupa mengkolaborasikan
penggunaan media peraga bandul magnetik
dengan penerapan model pembelajaran
inquiry. Hal tersebut dilakukan dengan
harapan terjadinya peningkatan hasil belajar
siswa.
(perhitungan indikator berdasarkan
Metode Penelitian pendapat Zainul dan Nasoetion, 1993)
Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas
XII IPA 1 SMAN 5 Kota Bima semester ganjil Rata-rata proses belajar yang diperoleh siswa
tahun pelajaran 2017/2018, dengan pokok dalam satu siklus (M) selanjutnya disesuaikan
materi gaya Lorentz. Pelasanaan penelitian dengan penggolongan di atas, sehingga dapat
ditentukan tingkat proses belajar siswa selama
Bambang Setiawan 29
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

proses pembe1ajaran. Dimana Sdi sebagai Hasil dan Pembahasan


standar deviasi. Kriteria keberhasilan untuk
setiap siklus adalah proses belajar siswa Hasil penelitian mengenai proses belajar,
minimal tergolong aktif. prestasi belajar, dan tanggapan siswa
Hasil belajar dianalisis berdasarkan dirangkumkan dalam tabel berikut :
capaian nilai ketuntasan hasil belajar minimal
sebesar 65 dengan memanfaatkan nilai
ketuntasan klasikal. Untuk menentukan
ketuntasan belajar menurut Zainul dan
Nasoetion (dalam Setiawan, 2012) digunakan
rumusan berikut :

Kriteria keberhasilan untuk setiap siklus


adalah ketuntasan belajar minimal 70%. Jika
kriteria ini belum tercapai maka akan Berdasarkan hasil observasi proses belajar
dilakukan perbaikan pada siklus 2 dan siswa tergolong dalam kategori aktif dan telah
selanjutnya. Di samping itu dilakukan memenuhi kriteria keberhasilan yang
pengambilan data tanggapan siswa dengan ditetapkan. Pada awal pertemuan, umumnya
menggunakan angket. siswa belum siap dengan penggunaan media
Data tanggapan siswa dianalisis secara peraga bandul magnetik pada model
deskriptif untuk mengetahui tanggapan pembelajaran inquiry ini. Pada pertemuan
siswa terhadap model pembelajaran yang kedua, siswa sudah sangat siap dengan
digunakan. Analisis ini didasarkan atas rata- pembelajaran yang dilaksanakan, perhatian
rata kelas dari skor tanggapan siswa (P), siswa lebih terfokus yang menunjukkan,
Mi dan Sdi. Rata- rata kelas dari skor proses belajar siswa sudah sangat baik (aktif)
tanggapan siswa dihitung dengan sesuai dengan parameter aktivitas yang
menjumlahkan skor tanggapan seluruh siswa diamati.
dibagi dengan jumlah seluruh siswa. Angket Antusiasme siswa dalam mengikuti
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri pembelajaran dapat dilihat dari animo siswa
dari 25 item yang penskorannya untuk menggunakan media peraga bandul
menggunakan skala Likert, yakni setiap item magnetik. Interaksi siswa dengan guru dan
mempunyai skor maksimal 4 dan minimal 1. antar temannya berlangsung dengan sangat
Dengan demikian mean ideal dan standar aktif. Mereka berani mengajukan dan
deviasi idealnya masing-masing adalah 50 menjawab permasalahan, serta memperbaiki
dan
kesalahan temannya dengan argumentasi yang
12,5. Berdasarkan Mi dan sdi dari
mereka pahami lewat percobaan yang
skor tanggapan siswa, maka
penggolongan tanggapan siswa adalah dilakukan. Proses belajar siswa dalam diskusi,
sebagai berikut. baik diskusi kelompok maupun kelas sangat
baik.
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa
pada Siklus I belum sesuai dengan yang
diharapkan. Masih rendahnya prestasi belajar
ini disebabkan oleh ketuntasan pembahasan
materinya relatif kurang. Temuan dari hasil
belajar siswa pada Siklus I adalah jawaban
siswa masih tergolong dalam tingkat berpikir
Skor rata-rata tanggapan siswa (P) yang rendah (lower order thinking). Pada saat
diperoleh, selanjutnya dikategorikan sesuai diskusi kelompok, guru lebih sering
dengan penggolongan di atas. Kriteria memerankan diri sebagai pengajar yang
keberhasilan dalam penelitian ini adalah berusaha menuangkan seluruh pengetahuan ke
minimal tanggapan siswa tergolong positif. pikiran siswa. Dalam hal ini peran guru
sebagai fasilitator pembelajaran masih perlu
diperbaiki. Hasil belajar yang diperoleh ini
menunjukkan bahwa siswa belajar dengan cara

Bambang Setiawan 30
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

menghafal (verbalisme) dan lemahnya tingkat inquiry dikarenakan pembelajaran inquiry


analisis siswa. memiliki karakteristik untuk membiasakan
Pada Siklus II, terjadi peningkatan hasil siswa mengkontrusi pengetahuannya sendiri,
belajar siswa dibandingkan dengan yang terlebih lagi pembelajaran yang dilakukan
diperoleh pada Siklus I dan telah memenuhi selalu memposisikan siswa untuk terlibat
kriteria keberhasilan penelitian ini. secara langsung dalam setiap tahapan
Peningkatan ini tidak lepas dari penggunaan pembelajarannya. Dengan demikian
media peraga bandul magnetik pada model pengalaman yang dialami oleh siswa lebih
melekat pada memori siswa. Hal ini sesuai
pembelajaran inquiry. Dalam hal ini media
dengan teori learning pyramid (Setyawan,
berperan untuk mengkongkritkan materi-
2013) yang mengungkapkan bahwa dengan
materi yang bersifat abstrak. Selain faktor menyaksikan dan mengalami langsung proses
media yang digunakan, hal ini tidak terlepas pembelajaran maka memori setiap individu
dari peran guru sebagai fasilitator akan terisi 50 %, sementara jika hanya melihat
pembelajaran pada saat diskusi kelompok memori yang terisi 30 %, dengan mendengar
maupun kelas. Saat berdiskusi guru memori yang terisi 20 %, dan dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan membaca memori yang terisi 10 %.
untuk melatih siswa berpikir kritis. Secara
umum tingkat berpikir siswa sudah meningkat Daftar Pustaka
menjadi tingkat berpikir tinggi (higher order [1] Setiawan, Bambang, (2012),
thinking). Hal ini dapat dilihat dari jawaban Pemanfaatan Multimedia pada
siswa di mana mereka selain mampu Pembelajaran Kooperatif sebagai
menjawab soal dengan tingkat pemahaman Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar
dan penerapan juga soal dengan tingkat Fisika, Laporan PTK, SMA Negeri 5
argumentasi dan analisis. Untuk soal dengan Kota Bima
tingkat argumentasi dan analisis, sebagian [2] Setyawan, Sigit, 2013, Nyalakan
besar siswa dapat menjawab dengan benar. Kelasmu, PT Gramedia Widiasarana
Pendapat siswa terhadap penggunaan Indonesia, Jakarta.
media peraga bandul magnetik pada model [3] Trianto, (2009), Mendesain Model
pembelajaran inquiry diperoleh dengan Pembelajaran Inovatif Progresif,
mengedarkan angket di akhir tindakan. Kencana, Jakarta
Dengan demikian tanggapan siswa terhadap [4] Winataputra, Udin S, (2008), Teori
pembelajaran yang diimplementasikan Belajar dan Pembelajaran, Universitas
tergolong sangat positif dan telah memenuhi
Terbuka, Jakarta.
kriteria keberhasilan yang ditetapkan.
Secara keseluruhan meningkatnya [5] Zainul, A. dan Nasoetion, N., (1993),
hasil belajar siswa dengan penggunaan media Penilaian Hasil belajar, Jakarta: Dirjen
dengan dikolaborasikan pada pembelajaran Dikti, Depdikbud

Bambang Setiawan 31
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

MOTIVASI BELAJAR SISWA SMA DAN KEMAMPUAN


MERANCANG PEMECAHAN MASALAH LINGKUNGAN MELALUI
PEMBELAJARAN ENGINEERING DESIGN PROCESS

Cece Sutia1), Mifa Mahdalena2)


1,2)
SMAN 1 Parongpong, Jalan Cihanjuang Rahayu No. 39, Kab. Bandung Barat
E-mail: jajakabelekok@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to describe students' learning motivation and analyze students' ability in designing problem
solving of environmental pollution through EDP learning. This research uses descriptive method and involving
60 high school students in West Bandung regency. Students are divided into two groups: EDP 1 and EDP 2.
EDP 1 determines the tools and materials they will need in accordance with the proposed solution while the
EDP 2 selects the tools and materials provided in the student worksheet. The results showed that the ability to
design a problem solving through the learning of Engineering Design Process (EDP) in EDP 1 class tended to
be superior in the ability to determine problem solution and ability to make prototype model of tool. The EDP 2
tends to be superior to the ability to identify problems. While the ability to design a prototype model tool and
redesign prototype model tools tend to be equally good in EDP 1 and EDP 2. The analysis of perceptions shows
that students in EDP 1 has a higher learning motivation than students EDP class 2. Learning about
environmental pollution based EDP motivates students to always innovate, be creative, and can stimulate the
ability to solve environmental pollution problems

Keywords: Engineering Design Process (EDP), motivation, students' ability in designing problem solving.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan motivasi belajar siswa dan menganalisis kemampuan siswa
dalam merancang pemecahan masalah pencemaran lingkungan melalui pembelajaran EDP. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dan melibatkan 60 siswa SMA di Kabupaten Bandung Barat. Siswa dibagi
menjadi dua kelompok penelitian yaitu kelompok EDP 1 dan kelompok EDP 2. Kelompok EDP 1 menentukan
sendiri alat dan bahan yang akan mereka butuhkan sesuai dengan solusi yang diajukan sedangkan kelompok
EDP 2 memilih alat dan bahan yang disediakan di dalam LKS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan merancang suatu pemecahan masalah melalui pembelajaran Engineering Design Process (EDP)
pada kelas EDP 1 cenderung lebih unggul pada kemampuan menentukan solusi permasalahan dan kemampuan
membuat model prototype alat. Kelas EDP 2 cenderung lebih unggul pada kemampuan mengidentifikasi
masalah. Sedangkan pada kemampuan mendesain model prototype alat dan mendesain ulang model prototype
alat cenderung sama baik di kelas EDP 1 maupun EDP 2. Hasil analisis terhadap persepsi menunjukkan bahwa
siswa pada kelas EDP 1 memiliki motivasi belajar lebih tinggi dibandingkan siswa kelas EDP 2. Pembelajaran
tentang pencemaran lingkungan berbasis EDP memotivasi siswa untuk selalu berinovasi, berkreasi, dan dapat
merangsang kemampuan memecahkan masalah pencemaran lingkungan.

Kata kunci: Engineering Design Process (EDP), motivasi, kemampuan merancang pemecahan masalah

Cece Sutia 32
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Pendahuluan Serikat dan pada bidang Engineering.


Era globalisasi saat ini telah memberikan Berdasarkan penilitian tersebut, EDP mampu
dampak yang sangat luar biasa pada setiap mengembangkan siswa untuk memecahkan
sendi kehidupan manusia di dunia. Globalisasi suatu permasalahan. Selain itu pembelajaran
seolah-olah telah merobohkan tembok EDP juga sudah terintegrasi dengan
pembatas antara bangsa dan negara yang pendidikan di Amerika Serikat sehingga siswa
menghadirkan suatu persaingan terbuka dan sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran
kompetitif. Tidak ada satupun negara di dunia yang berbasis EDP. Berbanding terbalik
ini yang bebas dari efek globalisasi ini dengan di Indonesia, EDP ini belum
termasuk Indonesia. Salah satu tantangan bagi diterapkan pada siswa di sekolah. Berdasarkan
Indonesia adalah mempersiapkan sumber daya hal tersebut, peneliti ingin mencoba
manusia yang dapat bersaing secara global dan mengaplikasikan EDP ini di Indonesia karena
memiliki keterampilan abad 21. Amerika Serikat dan Indonesia memiliki
Keterampilan abad 21 (21st Century aspek-aspek dan kebiasaan yang berbeda.
Skills) yang harus dimiliki oleh setiap siswa Sehingga peneliti ingin melakukan penelitian
yaitu kreativitas dan inovasi, komunikasi dan tentang kemampuan siswa dalam merancang
kolaborasi, kemampuan meneliti dan melek pemecahan masalah pencemaran lingkungan
informasi, berpikir kritis, pemecahan masalah melalui EDP. Materi lingkungan ini dipilih
dan membuat keputusan, kewarganegaraan dengan harapan siswa mampu peka dan peduli
digital (digital citizenship) serta konsep- terhadap kondisi pencemaran lingkungan di
konsep dan pengoperasian teknologi[1].Salah Indonesia. Sebagaimana terkandung di dalam
satu keterampilan yang dituntut dalam abad 21 kurikulum 2013 bahwa salah satu kompetensi
adalah kemampuan memecahkan masalah. dasar materi lingkungan ini adalah siswa
Kemampuan memecahkan masalah penting dituntut untuk mampu memecahkan masalah
dimiliki oleh setiap lulusan pendidikan lingkungan dengan membuat desain produk
mengingat permasalahan selalu muncul setiap daur ulang limbah dan upaya pelestarian
saat. lingkungan.
Kenyataan di lapangan memperlihatkan EDP ini merupakan suatu model
bahwa pembelajaran di sekolah Indonesia pembelajaran yang memiliki tahapan:
jarang mengasah kemampuan memecahkan mengidentifikasi masalah; menentukan solusi
masalah. Guru jarang melaksanakan untuk permasalahan yang ditemukan;
pembelajaran yang dapat mengasah merancang solusi ke dalam bentuk desain atau
kemampuan memecahkan masalah. Akibatnya model; membuat dan menguji efektivitas
siswa tidak terbiasa untuk memecahkan dalam menyelesaikan masalah; mendesain
permasalahan dengan solusi terbaik. Hal ini ulang rancangan dan model solusi terbaru jika
diakibatkan guru kurang menguasai solusi sebelumnya dinilai tidak efektif [2].
pembelajaran yang dapat merangsang Penggunaan EDP secara umum diperkenalkan
kemampuan memecahkan masalah pada siswa. kepada siswa di awal pembelajaran melalui
Salah satu pembelajaran yang diharapkan kegiatan kelas pendek dan kemudian
dapat merangsang kemampuan memecahkan dieksplorasi lebih dalam karena menerapkan
masalah adalah pembelajaran Engineering proyek jangka panjang. EDP juga berlaku
Design Procces (EDP) di sekolah [2]. untuk masalah di luar rekayasa dan dalam
EDP adalah proses merancang suatu kehidupan sehari-hari siswa. Inilah salah satu
sistem, komponen, atau proses untuk alasan mengapa guru di sekolah sangat
memenuhi kebutuhan yang diinginkan [2]. EDP bersemangat membawanya ke kelas [2]. Proses
memiliki dasar struktur analisis-sintesis- perancangan sudah ada dalam program anak
evaluasi[3]. Struktur ini menuntun siswa usia dini yang berkualitas tinggi, terutama
sebagai desainer melalui proses menganalisis yang bersifat konstruktivis di alam. Meskipun
masalah, mensintesis sumber dan informasi ke hal ini mungkin terjadi pada persentase
dalam solusi, dan mengevaluasi solusi. EDP sekolah yang rendah, hal itu masih belum
merupakan salah satu ide baru yang ditemukan dilaksanakan dalam skala besar. Alasan
untuk membimbing perkembangan mengapa hal ini dapat terjadi karena
pembelajaran di sekolah [4]. terbatasnya waktu untuk memenuhi standar
Penelitian ini sudah dilakukan oleh negara, sumber daya terbatas untuk di sekolah,
Berland, et al. pada tahun 2014 di Amerika

Cece Sutia 33
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

atau kriteria penilaian untuk pendidikan prototipe alat. Data kelompok ini merupakan
rekayasa[5]. data yang diambil dari kemampuan kinerja
siswa. Selain itu, pada penelitian ini juga
Metode Penelitian terdapat data mengenai motivasi dan persepsi
Penelitian ini menggunakan metode siswa mengenai penerapan EDP dalam
deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah pembelajaran di kelas.
suatu metode penelitian yang ditujukan untuk Kemampuan pertama yang diukur dalam
menggambarkan fenomena yang berlangsung penelitian ini adalah kemampuan
pada saat ini atau saat yang lampau [6]. mengidentifikasi masalah. Kemampuan
Penelitian ini menggambarkan profil siswa mengidentifikasi masalah diukur berdasarkan
saat merancang suatu pemecahan masalah jawaban siswa dalam lembar kerja siswa
pencemaran lingkungan melalui Engineering (LKS) yang kemudian dilakukan penilaian
Design Procces (EDP). Peneliti dengan rubrik. Ada 6 indikator dalam
mendeskripsikan setiap profil siswa pada kelas kemampuan mengidentifikasi masalah ini,
EDP 1 dan EDP 2. Hal ini dimaksudkan yaitu: 1) mengidentifikasi permasalahan
supaya temuan dalam proses penelitian dapat banjir; 2) mengidentifikasipermasalahan status
digambarkan secara komprehensif. mutu air sungai; dan 3) mengidentifikasi
Penelitian ini melibatkan 60 siswa SMA di permasalahan pencemaran akibat limbah
Kabupaten Bandung Barat yang dibagi ke domestik; 4) rumusan masalah dibuat dalam
dalam dua kelas. Kelas EDP 1 menentukan kalimat tanya; 5) rumusan masalah minimal
sendiri alat dan bahan yang akan mereka terdiri dari 2 variabel; dan 6) rumusan masalah
butuhkan sesuai dengan solusi yang diajukan sesuai dengan inti permasalahan. Berikut
sedangkan kelas EDP 2 memilih alat dan merupakan perbandingan hasil persentase rata-
bahan yang disediakan di dalam LKS. rata kemampuan mengidentifikasi masalah
Kemampuan merancang suatu pemecahan kelas EDP 1 dan EDP 2 yang mengacu pada
masalah dalam penelitian ini meliputi lima rubrik (Gambar 1).
tahapan utama yaitu: kemampuan 97 100 97 97 97 100 97
100
mengidentifikasi masalah, kemampuan 90 80 80
menentukan solusi, kemampuan mendesain 80
67
70
model prototipe alat, kemampuan membuat
Persentase (%)

60 53
model prototipe alat, dan kemampuan 50
mendesain ulang. Kemampuan merancang 40
27
30
suatu pemecahan masalah diukur dengan 20
EDP 1
menggunakan instrumen lembar observasi, 10
0 EDP 2
rubrik pensekoran dan soal pilihan ganda. 1 2 3 4 5 6
Sedangkan motivasi belajar dan persepsi siswa Indikator Mengidentifikasi Masalah
diukur dengan menggunakan angket dan
wawancara. Data yang didapatkan kemudian Gambar 1. Perbandingan Persentase Frekuensi
diolah dengan mengubahnya ke dalam bentuk Siswa yang Mencapai Kemampuan
persentase dan ditafsirkan dengan Mengidentifikasi Masalah
menggunakan kategorisasi menurut
Koentjaraningrat [7]. Berdasarkan jenis permasalahannya, dapat
dilihat bahwa pada permasalahan 2 yaitu status
Hasil dan Pembahasan mutu air sungai merupakan permasalahan yang
Data pada penelitian ini terdiri dari data persentase frekuensi siswa yang
secara individu dan data kelompok. Data ketercapaiannya paling rendah jika
individu pada tahapan EDP meliputi dibandingkan dengan permasalahan banjir dan
kemampuan mengidentifikasi masalah, permasalahan pencemaran yang disebabkan
kemampuan menemukan solusi dan oleh limbah domestik (Gambar 1). Hal
kemampuan mendesain model prototipe alat. tersebut didukung oleh pernyataan siswa yang
Data individu tersebut merupakan data yang menyebutkan bahwa mengidentifikasi masalah
diambil dari kemampuan kognitif siswa. banjir dan permasalahan pencemaran yang
Sedangkan data kelompok pada tahapan EDP disebabkan oleh limbah domestik dianggap
meliputi kemampuan membuat model lebih mudah dibandingkan dengan
prototipe alat dan mendesain ulang model permasalahan mutu air. Hal ini dikarenakan

Cece Sutia 34
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

beberapa siswa masih belum paham mengenai kajian teori; 4) hipotesis sesuai dengan
permasalahan mutu air. Berdasarkan hasil rumusan masalah; 5) hipotesis dibuat dalam
wawancara, siswa mengaku bahwa mereka kalimat tanya; 6) hipotesis menunjukkan
tidak mengenal istilah mutu. hubungan dua variabel. Berikut merupakan
Gambar 1 menunjukkan juga bahwa masih perbandingan rata-rata kemampuan siswa
terdapat siswa yang membuat rumusan dalam menentukan solusi permasalahan yang
masalah tidak dalam bentuk kalimat tanya, mengacu pada rubrik (Gambar 2).
tidak mengandung 2 variabel dan sesuai 97 100 97 97 100 97 97
dengan inti permasalahan. Kemampuan 100
80 80 80
membuat rumusan masalah penting dimiliki 80 67

Persentase (%)
60
siswa mengingat rumusan masalah adalah 60
gambaran awal untuk menentukan solusi yang 40 EDP 1
tepat. Pada saat mengidentifikasi masalah 20 EDP 2
desainer perlu mengajukan pertanyaan untuk 0
menentukan permasalahan, menentukan 1 2 3 4 5 6
kriteria untuk solusi yang berhasil, dan Indikator Menentukan Solusi
mengidentifikasi hambatan[4]. Ada
kesepakatan umum bahwa penyelesaian karya Gambar 2. Perbandingan Frekuensi Siswa yang
desain yang berhasil, memerlukan perhatian Mencapai Kemampuan Menemukan
yang cermat untuk mengumpulkan informasi Solusi
yang diperlukan untuk memahami
masalahnya. Membuat rumusan masalah Pada tahap menentukan solusi siswa tidak
merupakan salah satu bentuk mengajukan hanya dituntut untuk menentukan solusi dari
pertanyaan untuk menentukan permasalahan, berbagai solusi yang ada, namun siswa juga
menentukan kriteria untuk solusi dan dituntut untuk membuat hipotesis. Pada
mengidentifikasi hambatan. penelitian ini, peneliti memasukkan
Secara keseluruhan rata-rata persentase kemampuan siswa dalam merumuskan
frekuensi siswa yang mencapai kemampuan hipotesis ke dalam kemampuan menentukan
mengidentifikasi masalah di kelas EDP 2 lebih solusi karena hipotesis berhubungan dengan
unggul jika dibandingkan dengan kelas EDP 1 solusi yang diajukan siswa. Hipotesis ini
yaitu mencapai 74% dan 91%. Hal tersebut mencakup beberapa indikator, yaitu hipotesis
dikarenakan pada setiap indikator mengacu/sesuai dengan rumusan masalah,
mengidentifikasi masalah kelas EDP 2 yang hipotesis dibuat dalam kalimat pernyataan dan
mendominasi persentase frekuensi siswa yang hipotesis menunjukkan hubungan dua/antar
mencapai kemampuan pada setiap indikator variabel.
yang ada. Dimana kelas EDP 2 mendominasi Berdasarkan Gambar 2 persentase
tiga indikator yaitu pada permasalahan banjir, frekuensi ketercapaian siswa dalam
permasalahan mutu air sungai, dan merumuskan hipotesis yang mengacu/sesuai
permasalahan pencemaran yang disebabkan dengan rumusan masalah pada kelas EDP 1
oleh limbah domestik. Sedangkan kelas EDP 1 mencapai 97% sedangkan pada kelas EDP 2
hanya mendominasi dua indikator yaitu pada mencapai 80%. Persentase frekuensi
rumusan masalah dalam kalimat tanya dan ketercapaian siswa dalam merumuskan
rumusan masalah sesuai dengan inti hipotesis yang dibuat dalam kalimat penyataan
permasalahan. pada kelas EDP 1 mencapai 97% sedangkan
Kemampuan kedua yang diukur dalam pada kelas EDP 2 100%. Persentase frekuensi
penelitian ini adalah menemukan solusi. ketercapaian siswa dalam merumuskan
Kemampuan menemukan solusi diukur hipotesis yang menunjukkan dua/antar
berdasarkan jawaban siswa dalam LKS yang variabel pada kelas EDP 1 dan EDP 2
kemudian dilakukan penilaian dengan rubrik mencapai 97%. Hal ini menunjukkan bahwa
dimana kemampuan menemukan solusi kelas EDP 1 lebih unggul membuat hipotesis
permasalahan ini meliputi kemampuan yang sesuai dengan rumusan masalah, ini
menemukan solusi dan membuat hipotesis terbukti adanya keselarasan dengan temuan
yang terdiri dari 6 indikator yaitu 1) solusi pada tahap mengidentifikasi masalah
sesuai dengan permasalahan; 2) alasan khususnya dalam membuat rumusan masalah
berhubungan dengan fungsi; 3) melakukan kelas EDP 1 memang lebih unggul jika

Cece Sutia 35
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

dibandingkan dengan EDP 2. Hal ini selaras 97 100 100 100 100 100 97100
dengan pendapat yang menyatakan bahwa 100 90
90
hipotesis dimaksudkan sebagai langkah 77
80
analisis EDP yang memungkinkan siswa untuk

Persentase (%)
70
mulai membuat keterkaitan antara 60
prototipenya, solusi akhir dan hasil pengujian 50
34 EDP 1
40
prototipenya [2]. 30
27
EDP 2
Secara keseluruhan rata-rata persentase 20
frekuensi siswa yang mencapai kemampuan 10
0
menentukan solusi pada kelas EDP 1 lebih
1 2 3 4 5 6
unggul jika dibandingkan dengan kelas EDP 2
Indikator Mendesain Model Prototipe Alat
yaitu berturut-turut mencapai 91% dan 84%.
Hal tersebut dikarenakan pada setiap indikator
Gambar 3. Perbandingan Persentase Frekuensi
kemampuan menemukan solusi kelas EDP 1
Siswa yang Mencapai Kemampuan
yang cenderung unggul. Dimana kelas EDP 1 Mendesain Model Prototipe Alat
mendominasi 3 indikator yaitu alasan
berhubungan dengan fungsi dari solusi yang Gambar 3 menunjukkan bahwa rata-rata
dipilih, dalam menentukan solusi melakukan kemampuan mendesain model prototipe alat
kajian teori terlebih dahulu, hipotesis yang tidak ada perbedaan pada kelas EDP 1dan
diajukan sesuai dengan rumusan masalah. kelas EDP 2 yaitu dengan persentase mencapai
Sedangkan kelas EDP 2 hanya mendominasi 2 85%.Walaupun pada bagian ini peneliti
indikator yaitu solusi sesuai dengan masalah membedakan petunjuk praktikum pada LKS
dan hipotesis dibuat dalam kalimat pernyataan. khusunya pada bagian alat dan bahan, namun
Kemampuan ketiga yang diukur adalah secara keseluruhan pada tahapan ini rata-rata
kemampuan mendesain model prototipe alat kemampuan mendesain model prototype alat
pemecahan masalah. Kemampuan ini diukur ini menunjukkan tidak adanya perbedaan. Hal
berdasarkan jawaban siswa dalam lembar kerja tersebut dikarenakan kedua kelas ini masih
siswa (LKS) yang kemudian dilakukan menggunakan model pembelajaran yang sama
penilaian dengan rubrik. Kemampuan hanya petunjuk pada LKSnya saja yang
mendesain model prototipe alat ini terdiri dari berbeda dan pembelajaran yang digunakannya
kemampuan menentukan alat dan bahan dan juga berpusat pada siswa. Selain itu karena
cara kerja. Ada 6 indikator dalam kemampuan EDP itu merupakan model pembelajaran yang
mendesain model prototipe alat ini, yaitu: 1) berbasis hands-on-mind-on yang memasuki
Desain/rancangan yang diajukan sesuai ukuran pembelajaran yang lebih besar
dengan solusi; 2) mengetahui jumlah/ukuran daripada buku teks dan praktik di kelas saat
alat dan bahan yang digunakan; 3) menuskan ini. EDP memberikan kesempatan terbuka
fungsi alat dan bahan; 4) prosedur berurutan kepada siswa untuk mengintegrasikan konsep
sesuai dengan solusi; 5) cara kerja dibuat matematika dan sains serta menerapkan
dalam diagram alur; 6) cara kerja disertai pemahaman mereka dalam proyek yang
gambar rancangan. Pada tahapan inilah yang memiliki implikasi bagi kehidupan mereka dan
membedakan antara kelas EDP 1 dan kelas kehidupan masyarakat [8].
EDP 2. Pada tahapan ini, kelas EDP 1 sama Kemampuan mendesain model prototipe
sekali tidak disediakan petunjuk untuk alat yang sesuai dengan solusi yang diajukan
memilih alat dan bahan yang akan digunakan. cenderung lebih bagus pada kelas EDP 1
Peneliti hanya menyediakan tabelnya saja. dengan persentase 97% sedangkan kelas EDP
Sedangkan pada kelas EDP 2 peneliti 2 dengan persentase 77%. Hal tersebut
menyediakan petunjuk berupa nama alat dan dikarenakan kelas EDP 1 pada tahapan ini
bahan, jumlah bahan yang kemudian akan tidak diberikan petunjuk mengenai alat dan
dipilih oleh siswa pada kelas EDP 2. Berikut bahan yang digunakan pada praktikum
merupakan perbandingan persentase rata-rata penyaringan air yang akan dilakukan sehingga
kemampuan mendesain model prototipe alat kelas EDP 1 ini lebih aktif lagi mencari alat
kelas EDP 1 dan EDP 2 yang mengacu pada dan bahan yang sesuai dengan solusi yang
rubrik (Gambar 3). diajukan. Tahap mendesain model prototipe
alat adalah strategi untuk memilih solusi yang

Cece Sutia 36
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

mungkin dan dapat menjadi alat kunci untuk dikarenakan ketercapaian dalam lembar
mengukur kebutuhan selama definisi masalah. observasi juga sama yaitu 100%.
Banyak sekali pertimbangan yang harus Kemampuan keempat yang diukur adalah
dipikirkan dalam menentukan alat dan bahan kemampuan membuat dan menguji alat
yang akan dibutuhkan serta cara kerja yang prototipe. Kemampuan ini diukur berdasarkan
akan dilakukan. Desainer dapat mendesain jawaban siswa dalam LKS, produk yang
model prototipe alat sesuai dengan solusinya dibuat siswa, dan air yang dihasilkan yang
[2]
. kemudian dilakukan penilaian dengan rubrik
Capaian terendah di kedua kelas baik kelas dimana kemampuan membuat dan menguji
EDP 1 maupun kelas EDP 2 adalah tahapan model prototipe alat ini meliputi kemampuan
cara kerja yang dibuat dalam diagram alur. membuat hasil pengamatan, air yang
Persentase frekuensi ketercapaian cara kerja dihasilkan, model prototipe alat yang dibuat
dalam bentuk diagram alur pada kelas EDP 1 dan membuat kesimpulan. Pada tahap ini
mencapai 27% sedangkan kelas EDP 2 siswa sebelumnya diminta untuk
mencapai 34%. Rendahnya capaian di kedua mendiskusikan model prototipe alat mana
kelas ini diakibatkan siswa memang belum yang akan dibuat secara berkelompok. Berikut
terbiasa membuat diagram alur kerja dan merupakan perbandingan rata-rata
belum memahami bagaimana cara kemampuan siswa dalam membuat dan
membuatnya. Siswa kemungkinan terbiasa menguji model prototipe alatpemecahan
membuat cara kerja secara berurutan masalah yang mengacu pada rubrik (Gambar
disebutkan satu persatu. 4).
Dilihat keberagaman rancangan/desain
yang diajukan oleh siswa, kelas EDP 1 lebih
beragam jika dibandingkan dengan kelas EDP
2. Pada kelas EDP 1 ada 8 jenis rancangan
yang diajukan dan pada kelas EDP 2 ada 7
jenis rancangan yang diajukan. Berdasarkan
hasil temuan pada tahap sebelumnya yaitu
menentukan solusi menunjukkan bahwa kelas
EDP 1 80% melakukan kajian teori terlebih
dahulu terhadap permasalahan yang ada
sedangkan pada kelas EDP 2 hanya 60%.
Keberagaman rancangan yang diajukan siswa
selaras dengan hasil temuan pada tahap
menentukaan solusi. Pada kelas EDP 1 dan
EDP 2 rancangan yang paling banyak diajukan Gambar 4. Perbandingan Persentase Frekuensi
yaitu penyaringan dengan kain katun dengan Kelompok yang Mencapai
persentase 33% dan 30%. Hal ini sesuai Kemampuan Membuat dan Menguji
dengan pernyataan sebelumnya bahwa Model Prototype Alat
mendesain model prototipe alat memerlukan
adanya pemikiran, sehingga memicu siswa Semua kelompok pada kelas EDP 1 dan
untuk inisiatif dan inovatif dalam berpikir. EDP 2 sama-sama melakukan 3x percobaan
Seseorang yang sering mendesain maka akan dan melakukan pengulangan, namun dalam
memunculkan inovasi terbaru[9]. Setelah siswa menuliskan hasil pengamatan secara objektif
mengajukan rancangan/desainnya masing- tidak semua kelompok melakukannya pada
masing kemudian berdiskusi kelompok untuk kelas EDP 1 dan EDP 2. Pada kelas EDP 1 dan
menentukan rancangan/desain kelompok yang EDP 2 yang menuliskan hasil pengamatan
akan dipakai untuk menuju ke tahapan secara objektif mencapai 83%. Artinya masih
berikutnya (membuat dan menguji model ada kelompok yang menuliskan hasil
prototype alat). Secara keseluruhan rata-rata pengamatan secara tidak objektif. Air yang
perbandingan persentase frekuensi siswa yang dihasilkan pun pada kelas EDP 1 ada 3
mencapai kemampuan mendesain model kelompok yang menghasilkan air
prototipe alat ini kelas EDP 1 dengan kelas bening/jernih diantaranya kelompok 2, 5 dan 6
EDP 2 sama yaitu mencapai 85%. Hal tersebut dengan persentase frekuensi ketercapaianya
yaitu 50% sedangkan air yang dihasilkan air

Cece Sutia 37
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

bening/jernih pada kelas EDP 2 hanya ada 1 pengembangan gagasan dan prototipe/produk
kelompok yaitu kelompok 6 dengan persentase berdasarkan hasil refleksi dan melalukan
frekuensi ketercapaiannya yaitu 17%. Hal desain ulang untuk memperbaiki kesalahan
tersebut sebagian besar disebabkan karena alat pada desain model prototipe alat yang
dan bahan yang digunakan dalam sebelumnya.
pelaksanannya tidak sesuai dengan model
100 100 100 100 100 100
prototipe alat yang diajukan pada tahapan
100
mendesain model prototipe alat. Namun model

Persentase (%)
80
prototipe alat yang dibuat oleh kelompok 60
masing-masing kelas EDP 1 dan kelas EDP 2 40 EDP 1
termasuk mudah digunakan, mudah ditemui, 20 EDP 2
dan harganya terjangkau karena alat dan bahan 0
tersebut diambil dari barang-barang yang 1 2 3
sudah tidak terpakai seperti botol air mineral
Indikator Mendesain Ulang
bekas, kerikil, pasir, dan lain sebagainya.
Dalam menyimpulkan pun pada kelas EDP 1
Gambar 5. Perbandingan Persentase Frekuensi
lebih baik dibandingkan kelas EDP 2 hal
Siswa yang Mencapai Kemampuan
tersebut terlihat pada kelas EDP 1 dalam Mendesaain Ulang
menyimpulkan ada beberapa kelompok yang Hasil tes kognitif menunjukan bahwa
menyimpulkannya tidak hanya dari hasil kelas EDP 1 lebih tinggi rata-rata penguasaan
pengamatan saja tetapi disesuaikan juga konsepnya jika dibandingkan dengan kelas
dengan rumusan masalah sedangkan pada EDP 2 yaitu 71 dan 66. Sama halnya dengan
kelas EDP 2 hanya berdasarkan pada hasil rata-rata kemampuan membuat dan menguji
pengamatan saja, tidak ada kelompok yang model prototipe alat, rata-rata pada kelas EDP
menyesuaikan kesimpulannya dengan rumusan 1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas
masalah. EDP 2. Hal tersebut dikarenakan adanya
Kemampuan kelima yang diukur adalah kesinambungan antara kemampuan membuat
kemampuan mendesain ulang. Kemampuan ini model prototipe alat dengan pengetahuan
diukur melalui penilaian rubrik dimana konsep siswa. Temuan tersebut selaras dengan
kemampuan mendesain ulang model prototype hasil penelitian sebelumnya yang
alat pemecahan masalah ini meliputi 3 indiktor dikemukakan oleh Julie bahwa pemodelan
yaitu: 1) kemampuan melakukan refleksi; 2) dapat dilihat sebagai 'kendaraan' untuk belajar
mengembangkan gagasan dan dan menerapkan konten matematika dan sains
prototype/produk berdasarkan hasil refleksi; [10]
.
dan 3) mendesain ulang pembuatan produk. Hampir seluruh siswa menyatakan
Berikut merupakan perbandingan rata-rata pembelajaran tentang pencemaran lingkungan
kemampuan siswa dalam mendesain ulang berbasis EDP memotivasi siswa untuk selalu
model prototipe alatpemecahan masalah yang berinovasi dan berkreasi sedangkan pada kelas
mengacu pada rubrik (Gambar 5). EDP 2 sebagian besar siswa menyatakan
Berdasarkan Gambar 5 persentase pembelajaran tentang pencemaran lingkungan
frekuensi siswa yang mencapai kemampuan berbasis EDP memotivasi siswa untuk selalu
mendesain ulang model prototipe alat pada berinovasi dan berkreasi (Tabel 1). Hal
kelas EDP 1 dan EDP 2 mencapai 100% tersebut sesuai dengan temuan sebelumnya
artinya semua kelompok pada kelas EDP 1 dan pada kemampuan mendesain model prototipe
EDP 2 sudah mampu melakukan refleksi. alat, bahwa keberagaman desain/rancangan
Maksud refleksi disini yaitu sudah mengetahui siswa yang paling tinggi terdapat pada kelas
apa kekurangan kelebihan dari model EDP 1. Pada kelas EDP 1 yaitu 8 jenis
prototype alat yang dibuat oleh tiap kelompok. desain/rancangan sedangkan pada kelas EDP 2
Pada kegiatan refleksi ini tiap kelompok yaitu 7 jenis desain/rancangan.
menyadari kesalahan dari desain model Pada pernyataan pembelajaran tentang
prototipe alat tersebut sehingga memiliki pencemaran lingkungan berbasis EDP dapat
keinginan untuk mengembangkan gagasan memicu untuk belajar memecahkan masalah
dan prototipe/produk berdasarkan hasil pencemaran lingkungan pada kelas EDP 1
refleksi. Pada kelas EDP 1 dan EDP 2 masing- hampir seluruh siswa menyatakan
masing kelompok sudah melakukan

Cece Sutia 38
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

pembelajaran tentang pencemaran lingkungan belajar memecahkan masalah pencemaran


berbasis EDP dapat memicu untuk belajar lingkungan. Selanjutnya pada pernyataan
memecahkan masalah pencemaran lingkungan pembelajaran tentang pencemaran lingkungan
(Tabel 1). Sedangkan pada kelas EDP 1 berbasis EDP memberikan manfaat bagi
sebagian besar siswa menyatakan kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang
pembelajaran tentang pencemaran lingkungan lingkungan, hampir seluruh siswa pada kelas
berbasis EDP dapat memicu untuk belajar EDP 1 dan EDP 2 menyatakan bahwa
memecahkan masalah pencemaran pembelajaran tentang pencemaran lingkungan
lingkungan. Artinya secara keseluruhan siswa berbasis EDP memberikan manfaat bagi
kelas EDP 1 dan kelas EDP 2 menyetujui kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang
bahwa pembelajaran tentang pencemaran lingkungan.
lingkungan berbasis EDP dapat memicu untuk

Tabel 1. Persepsi Siswa Mengenai Pembelajaran Pencemaran Lingkungan Berbasis EDP


EDP 1 EDP 2
Pernyataan Persentase Interpretasi Persentase Interpretasi

Pembelajaran tentang 90% Hampir seluruhnya 67% Sebagian besar


pencemaran lingkungan
berbasis EDP memotivasi
siswa untuk selalu
berinovasi dan berkreasi
Pembelajaran tentang 93% Hampir seluruhnya 77% Sebagian besar
pencemaran lingkungan
berbasis EDP dapat
memicu untuk belajar
memecahkan masalah
pencemaran lingkungan
Pembelajaran tentang 90% Hampir seluruhnya 90% Hampir seluruhnya
pencemaran lingkungan
berbasis EDP memberikan
manfaat bagi kehidupan
sehari-hari terutama dalam
bidang lingkungan
Pembelajaran tentang 77% Sebagian besar 67% Sebagian besar
pencemaran lingkungan
berbasis EDP memudahkan
siswa dalam merancang
suatu pemecahan masalah
pencemaran lingkungan
Ada beberapa 80% Sebagian besar 80% Sebagian besar
langkah/tahapan yang sulit
dalam pembelajaran
pencemaran lingkungan
berbasis EDP seperti
mengidentifikasi masalah
dan menentukan solusi yang
tepat

Pada pernyataan pembelajaran tentang pemecahan masalah pencemaran lingkungan


pencemaran lingkungan berbasis EDP (Tabel 1). Namun pada pernyataan ada
memudahkan siswa dalam merancang suatu beberapa langkah/tahapan yang sulit dalam
pemecahan masalah pencemaran lingkungan, pembelajaran pencemaran lingkungan berbasis
sebagian besar siswa pada kelas EDP 1 dan 2 EDP seperti mengidentifikasi masalah dan
menyetuji bahwa pembelajaran tentang menentukan solusi yang tepat, sebagian besar
pencemaran lingkungan berbasis EDP siswa kelas EDP 1 dan kelas EDP 2
memudahkan siswa dalam merancang suatu menyetujui adanya beberapa langkah/tahapan

Cece Sutia 39
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

yang sulit dalam pembelajaran pencemaran Opportunities to Engage in Engineering


lingkungan berbasis EDP seperti Practices and Apply Math and Science
mengidentifikasi masalah dan menentukan Content. Journal Science Educationand
solusi yang tepat. Technology, (23), hlm 705–720.
[3] Schubert, T., Jacobitz, F., and Kim, E.
Simpulan (2012). Student perceptions and learning
Berdasarkan hasil pembahasan dapat of the engineering design process:
disimpulkan bahwa kemampuan merancang anassessment at the freshmen level.
suatu pemecahan masalah melalui Research Engineering Design, (23), hlm
pembelajaran Engineering Design Process 177-190.
(EDP) pada kelas EDP 1 cenderung lebih [4] National Research Council. (2012). A
unggul pada kemampuan menentukan solusi framework for K-12 science education:
permasalahan dan kemampuan membuat practices, crosscutting concepts, and core
model prototype alat. Kelas EDP 2 cenderung ideas. The National Academies Press,
lebih unggul pada kemampuan Washington.
mengidentifikasi masalah. Sedangkan pada [5] Van Meeteren, B. dan Zan, B. (2010).
kemampuan mendesain model prototype alat Revealing the work of young engineers in
dan mendesain ulang model prototype alat early childhood education. STEM in
cenderung sama baik di kelas EDP 1 maupun Early Education and Development
EDP 2. Hasil analisis terhadap persepsi Conference.
menunjukkan bahwa siswa pada kelas EDP 1 [6] Sukmadinata, N.S. (2011). Metode
memiliki motivasi belajar lebih tinggi penelitian pendidikan. Bandung: Remaja
dibandingkan siswa kelas EDP 2. Rosadakarya.
Pembelajaran tentang pencemaran lingkungan [7] Handayani, P. H. (2010). Pemanfaatan
berbasis EDP memotivasi siswa untuk selalu jejaring Facebook dalam peer assessment
berinovasi dan berkreasi Pembelajaran tentang online untuk menilai sikap ilmiah pada
pencemaran lingkungan berbasis EDP dapat hasil kerja praktikum pencemaran
memicu untuk belajar memecahkan masalah lingkungan. (Skripsi). Universitas
pencemaran lingkungan. Pendidikan Indonesia, Bandung.
[8] Mangold, J. dan Robinson, S. (2013). The
Ucapan Terima Kasih engineering design process as a problem
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada solving and learning tool in K- 12
SEAQIS yang telah mendukung penelitian ini classrooms. Journal American Society for
dengan memberikan bantuan dana hibah Engineering Education.
penelitian melalui kegiatan SEAQIS Research [9] Susanawati, E., Diantoro, M., dan Yuliati,
Grants 2017. L. (2013). Pengaruh Strategi Project
based Learning dengan Thinkquest
Daftar Pustaka terhadap Kemampuan Berfikir Kritis
Fisika Siswa SMA Negeri 1 Kraksaan.
[1] Permendikbud No. 21 Tahun 2016 tentang Jurnal Pengajaran Matematika dan Ilmu
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Pengetahuan Alam,18, 208-213.
Menengah. [10] Galbraith, P. (2012). Models of
[2] Berland, L., Steingut, R., and Ko, modelling: genres, purposes or
P.(2014). High School Student perspectives. J Math Model Appl 1, 5,3–
Perceptions of the Utility of the 16.
Engineering Design Process: Creating

Cece Sutia 40
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

UPAYA MENINGKATKAN LITERASI TIK DAN KETERAMPILAN


BERPIKIR ANALITIS PESERTA DIDIK SMP MELALUI BLENDED
LEARNING DENGAN INQUIRY/DISCOVERY LEARNING

Dani Setiawan
SMP Negeri 1 Bulakamba, Jl. Cipugur – Banjaratmat Kec. Bulakamba, Kabupaten Brebes
E-mail: dani.setiawan@ymail.com

ABSTRACT

This study aims to increase the ICT literacy and analytical thinking skills of class VIII-A students of SMPN 1
Bulakamba on the digestive system through blended learning with the inquiry / discovery learning model. The
study was conducted with a classroom action research procedure consisting of two cycles. Each cycle includes
four stages: planning, action, observation, and reflection. The data collection was done through (1) non-test
techniques using ICT literacy and (2) test techniques using question sheet of digestive system with a level of
analytical thinking skills. ICT literacy data and analytical thinking skills are analyzed descriptively. The results
showed that the implementation of blended learning with inquiry/discovery learning model can increase the ICT
literacy and analytical thinking skill of class VIII-A students on digestive system.

Keywords: blended learning, inquiry/discovery learning, ICT literacy, analytical thinking skills, digestive
system

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan literasi TIK dan keterampilan berpikir analitis peserta didik kelas
VIII-A SMPN 1 Bulakamba pada materi sistem pencernaan melalui blended learning dengan model
inquiry/discovery learning. Penelitian dilakukan dengan prosedur penelitian tindakan kelas yang terdiri dari
dua siklus. Tiap siklus meliputi empat tahapan,yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Pengumpulan data dilakukan dengan (1) teknik nontes menggunakan angket literasi TIK dan (2) teknik tes
menggunakan lembar soal sistem pencernaan dengan level keterampilan berpikir analtis. Data literasi TIK dan
keterampilan berpikir analitis dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
blended learning dengan model inquiry/discovery learning dapat meningkatkan literasi TIK dan keterampilan
berpikir analitis peserta didik kelas VIII-A SMPN 1 Bulakamba pada materi sistem pencernaan.

Kata kunci: blended learning, inquiry/discovery learning, literasi TIK, keterampilan berpikir analitis, sistem
pencernaan

Pendahuluan mengakses, mengelola, mengintegrasikan,


Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam mengevaluasi, dan menciptakan informasi
(IPA) di sekolah memiliki peran penting dalam dalam menjalankan fungsi dan kontribusi
membekali peserta didik dengan keterampilan sebagai anggota masyarakat[1]. Restiyani,
kompetitif agar mampu bersaing di era abad 21. Juanengsih, & Herlanti[2] menyatakan bahwa
Kompetensi abad 21 yang perlu dilatihkan semakin tinggi kemampuan individu dalam
kepada peserta didik di antaranya adalah memanfaatkan TIK akan semakin tinggi pula
keterampilan berpikir kritis dan literasi TIK kemampuan bersaing dalam kehidupan sehari-
(teknologi informasi dan komunikasi). hari.
Keterampilan berpikir kritis berkaitan dengan Salah satu produk TIK yang berkembang
kemampuan untuk menafsirkan informasi dan dengan pesat adalah telepon seluler (ponsel).
membuat keputusan berdasarkan informasi Hampir setiap orang sudah memiliki ponsel
tersebut. Sedangkan literasi TIK berkaitan dengan fasilitas internet. Meskipun demikian,
dengan kemampuan menggunakan teknologi kepemilikin ponsel dengan fasilitas internet
digital, alat komunikasi, dan jaringan untuk tidak berbanding lurus dengan penguasaan

Dani Setiawan 41
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

literasi TIK oleh peserta didik, seperti yang dalam pemecahan masalah, sebelum langkah
terjadi pada peserta didik di SMPN 1 menyelidiki, merencanakan, dan implementasi.
Bulakamba. Masih banyak peserta didik Laporan TIMSS 2015 menunjukkan bahwa
kesulitan mengerjakan tugas proyek yang pelajar Indonesia masih perlu penguatan
membutuhkan keterampilan pemanfaatan TIK. kemampuan mengintegrasikan informasi,
Hal ini terlihat dari produk tugas makalah yang menarik simpulan, serta menggenalisir
dikumpulkan oleh peserta didik tampak identik pengetahuan yang dimiliki ke hal-hal lain.
dan sama persis. Peserta didik tidak Pelajar Indonesia yang diuji masih lemah dalam
mengerjakan sendiri tugas makalah yang menjawab soal yang dikembangkan dari
diberikan, tetapi dikerjakan oleh petugas beberapa sumber. Hal ini menunjukkan bahwa
warung internet (warnet). Kondisi seperti ini kemampuan analitis pelajar Indonesia perlu
perlu disikapi guru dengan memberikan ditingkatkan. Kondisi yang sama juga terjadi
kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih pada peserta didik di kelas VIII SMPN 1
mengerjakan tugas proyek yang memanfaatkan Bulakamba. Salah satu faktor penyebab masih
TIK secara mandiri, tanpa bergantung kepada rendahnya keterampilan berpikir analisis
orang lain. peserta didik adalah proses pembelajaran belum
Setiap guru memiliki kesempatan yang memberikan kesempatan peserta didik berlatih
sama untuk terlibat dalam membekali peserta keterampilan berpikir analitis. Oleh karna itu,
didik dengan literasi TIK. Pembelajaran dalam upaya untuk meningkatkan keterampilan
jaringan (online) dapat dijadikan sebagai cara berpikir analitis peserta didik dapat ditempuh
alternatif dalam membekali dan membiasakan dengan memberikan kesempatan berlatih
peserta didik memanfaatkan TIK untuk berpikir analitis.
kepentingan pembelajaran. Penggunaan kelas Upaya membekali peserta didik dengan
maya dalam pembelajaran IPA juga harus literasi TIK dapat dilakukan melalui
memperhatikan hakikat pembelajaran IPA, pembelajaran online atau e-leaning. Hasil
yaitu menekankan pengalaman belajar langsung penelitian Eliana, Senam, Wilujeng, &
melalui proses inquiri. Peserta didik juga perlu Jumadi[6] menunjukkan bahwa pembelajaran
difasilitasi untuk berlatih mengembangkan IPA melalui e-learning dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis sesuai dengan literasi TIK. Sedangkan upaya melatih
tuntutan kompetensi dasar (KD). keterampilan berpikir analitis peserta didik
Salah satu KD mata pelajaran IPA aspek dapat dilakukan melalui pembelajaran langsung
pengetahuan yang harus dikuasai peserta didik melalui inquiry/discovery learning. Langkah
kelas VIII adalah: “menganalisis sistem inquiry/discovery learning meliputi lima
pencernaan pada manusia dan memahami langkah, yaitu: (1) merumuskan pertanyaan, (2)
gangguan yang berhubungan dengan sistem merencanakan, (3) mengumpulkan dan
pencernaan, serta upaya menjaga kesehatan menganalisis data, (4) menarik simpulan, dan
sistem pencernaan”[3]. KD tersebut menuntut (5) aplikasi dan tindak lanjut[7]. Kemdikbud
peserta didik memiliki keterampilan berpikir RI[7] menyebutkan bahwa salah satu tujuan
kritis analitis. Analisis merupakan salah satu inquiry/discovery learning adalah untuk
aspek keterampilan berpikir kritis yang perlu membantu peserta didik mengembangkan
dilatihkan kepada peserta didik[4]. keterampilan berpikir secara analitis. Hasil
Kemampuan menganalisis sangat penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
membantu dalam mengambil kesimpulan yang berbasis inquiry[8] dan discovery learning[9]
benar. Serangkaian proses penemuan ilmu berpengaruh terhadap peningkatan
selalu melewati tahap menganalisis data untuk keterampilan berpkir kritis peserta didik.
mendapatkan kesimpulan yang valid. Hal ini Berdasarkan keunggulan pembelajaran
bisa dilihat dari serangkaian proses keilmuan online dalam meningkatkan literasi TIK dan
yang terdiri dari merumuskan masalah, inquri/discovery leaning dalam meningkatkan
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, keterampilan berpikir yang dilakukan peneliti
menganalisis data, dan menarik simpulan[5]. sebelumnya, maka untuk meningkatkan literasi
Kemampuan menganalisis juga dapat TIK dan keterampilan berpikir analitis peserta
membantu peserta didik dalam menyelesaikan didik kelas VIII SMPN 1 Bulakamba dengan
masalah. Tawil & Liliasari[4] menjadikan materi sistem pencernaan akan dilakukan
analisis masalah sebagai langkah pertama melalui pembelajaran yang mengkombinasikan
Dani Setiawan 42
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

pembelajaran online dan pembejaran tatap mengelola kelas maya pada web
muka (blended leaning) dengan model www.edmodo.com; (3) menyiapkan media,
inquiry/discovery learning. Pembelajaran alat, dan bahan yang dibutuhkan untuk
online dilakukan melalui kelas maya kelas kegiatan pembelajaran; dan (4) memberikan
maya edmodo (www.edmodo.com). Hasil pelatihan dan pengenalan kelas maya
yang diharapkan setelah peserta didik edmodo kepada peserta didik.
mengikuti pembelajaran melalui adalah blended 2) Pelaksanaan Tindakan. Tahap pelaksanaan
leaning dengan inquiry/discovery learning merupakan tahap menerapkan blended
adanya peningkatan literasi TIK dan learning dengan model inquiry/discovery
keterampilan berpikir analitis peserta didik learning pada pembelajaran. Kegiatan
pada materi sistem pencernaan. utama yang diterapkan yaitu: (1)
Merumuskan Pertanyaan, dilakukan dengan
Metode Penelitian memberikan kesempatan kepada peserta
didik dalam mengidentifikasi masalah yang
Lokasi dan Waktu Penelitian
berkaitan dengan materi sistem pencernaan;
Penelitian dilakukan di kelas VIII-A SMPN
(2) Merencanakan, dilakukan dengan
1 Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
membimbing peserta didik merencanakan
Penelitian akan dilaksanakan pada semester
prosedur pengumpulan dan analisis data
gasal tahun pelajaran 2017/2018 mulai bulan
untuk menjawab pertanyaan yang
Juli sampai dengan bulan Oktober 2017.
dirumuskan; (3) Mengumpulkan dan
Prosedur Penelitian Menganalisis Data, dilakukan dengan
Prosedur penelitian tindakan kelas memfasilitasi peserta didik secara
dilakukan melalui empat tahap kegatan utama, berkelompok mengumpulkan informasi
yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan tentang topik sistem pencernaan; (4)
evaluasi/refleksi[10]. Penelitian tindakan kelas Menyimpulkan, dilakukan dengan
dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri memfasilitasi peserta didik untuk
dari empat tahap kegiatan utama, yaitu: menyimpulkan informasi yang diperoleh
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dengan memperhatikan hasil verifikasi; (5)
dan refleksi. Alokasi waktu setiap siklus terdiri Penerapan dan Tindak Lanjut, dilakukan
dari 10 jam pelajaran. Prosedur penelitian dengan memberikan kesempatan kepada
tindakan yang dilakukan ditunjukkan pada peserta didik untuk menjawab beberapa
Gambar 1. pertanyaan yang disediakan pada kelas
maya edmodo (diskusi online). Screenshot
pertanyaan dan jawaban peserta didik pada
kelas maya edmodo dapat dilihat pada
Gambar 2.
3) Observasi. Observasi dilakukan untuk
memotret perkembangan literasi TIK dan
keterampilan berpikir analitis peserta didik
pada materi sistem pencernaan.
4) Refleksi. Refleksi dilakukan untuk melihat
kekurangan dan kelebihan dari tindakan
yang telah dilakukan serta melihat
Gambar 1. Prosedur Penelitian perkembangan hasil belajar yang telah
Masing-masing tahap penelitian tiap siklus dicapai. Hasil refleksi digunakan untuk
secara singkat diuraikan sebagai berikut. memperbaiki rencana tindakan yang akan
1) Perencanaan. Kegiatan yang dilakukan pada dilakukan pada siklus berikutnya.
tahap perencanaan di antaranya adalah: (1)
menyusun perangkat pembelajaran yang
meliputi RPP dan LK; (2) membuat dan .

Dani Setiawan 43
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Gambar 2. Screenshot Penerapan dan Tindak Lanjut Melalui Diskusi Nutrisi Pada Kelas Maya Edmodo

Subjek Penelitian memproleh nilai literasi TIK dan keterampilan


Subjek penelitian yaitu peserta didik kelas berpikir analisis pada materi sistem pencernaan
VIII-A SMPN 1 Bulakamba pada semester 1 ≥ 70 mencapai ≥ 70%.
tahun pelajaran 2017/2018 yang berjumlah 36
peserta didik, terdiri dari 20 perempuan dan 16 Hasil dan Pembahasan
laki-laki. Peningkatkan Literasi TIK
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Penerapan blended learning dengan
Teknik pengumpulan data dilakukan inquiry/discovery learning pada siklus I dan
melalui teknik nontes dan tes. Teknik nontes siklus II dapat membantu meningkatkan literasi
digunakan untuk mengumpulkan data literasi TIK peserta didik seperti terlihat pada Gambar
TIK peserta didik selama mengikuti 3. Gambar 3 menunjukkan target dan
pembelajaran IPA dengan strategi blended pencapaian rata-rata nilai dan persentase
learning menggunakan model inqury/discovery jumlah peserta didik yang mencapai nilai >=70
learning. Instrumen yang digunakan berupa pada pra tindakan, siklus I, dan Siklus II.
angket dan lembar observasi. Teknik tes
digunakan untuk mengumpulkan data
keterampilan berpikir analitis peserta didik
pada materi sistem pencernaan. Instrumen yang
digunakan berupa lembar soal materisistem
pencernaan.
Analisis Data
Data literasi TIK dan keterampilan berpikir
analitis peserta didik dianalisis secara deskriptif
komparatif, yaitu dengan membandingkan
kondisi awal pada pra tindakan dengan hasil
belajar pada siklus I dan siklus II. Data
deskripsi yang dibandingkan meliputi rata-rata Gambar 3. Grafik Rata-rata Nilai Literasi TIK dan
nilai dan persentase peserta didik yang Persentase Peserta Didik Dengan Nilai
mencapai nilai ≥70. >=70
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat
Indikator Keberhasilan diketahui bahwa pencapaian rata-rata nilai
Indikator keberhasilan penelitian yang literasi TIK dan jumlah peserta didik yang
ingin dicapai yaitu jumlah peserta didik yang

Dani Setiawan 44
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

memperoleh nilai >= 70 setelah tindakan pada username dan pasword kelas maya edmodo
siklus I dan siklus 2 mengalami peningkatan. pada buku catatan; (2) memotivasi peserta didik
untuk aktif pada kelas maya edmodo dengan
Berdasarkan grafik yang disajikan pada menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
Gambar 3 dapat diketahui penguasaan TIK oleh disajikan pada kiriman penerapan dan tindak
peserta didik mengalami peningkatan. lanjut; (3) memotivasi peserta didik untuk
Demikian juga dengan penguasaan peserta mengerjakan latihan soal (kuis) yang disajikan
didik terhadap aspek literasi TIK. Namun di kelas maya; (4) meminta peserta didik untuk
demikian, jika memperhatikan ketercapaian semangat berlatih membuat laporan praktikum
target pada tiap siklus dapat diketahui bahwa menggunakan perangkat TIK seperti microsoft
target baru tercapai setelah siklus II. word; (5) membuat lembar diskusi dan lembar
Pencapaian rata-rata nilai literasi TIK pada kerja yang dilengkapi dengan space untuk
siklu I baru mencapai 63,73 dan jumlah peserta menulis rumusan pertanyaan dan beberapa
yang memperoleh nilai >= 70 baru 61%. pertanyaan.
Salah satu faktor yang menyebabkan belum Langkah perbaikan yang dilakukan peneliti
tercapainya target pada siklus I di antaranya berdampak positif terhadap partisipasi peserta
adalah penerapan blended learning dengan didik pada pembelajaran online. Partisipasi
model inquiry/discovery learning relatif baru peserta didik pada kelas maya siklus II
diterapkan di kelas VIII-A SMPN 1 mengalami peningkatan jika dibandingkan
Bulakamba. Peserta didik belum terbiasa dengan siklus I. Hasil observasi pasrtisipasi
memanfaatkan perangkat TIK berbasis internet peserta didik pada kelas maya siklus II
untuk mendukung kebutuhan belajar. Hasil diperoleh informasi bahwa 36 peserta didik
observasi partisipasi peserta didik pada kelas sudah berhasil bergabung ke kelas maya, 31
maya diperoleh informasi bahwa pada siklus I peserta didik aktif memberikan pendapat dan
terdapat 27 peserta didik yang berhasil jawaban pertanyaan diskusi (penerapan dan
bergabung ke kelas maya, 22 peserta yang aktif tindak lanjut), 22 peserta didik yang berhasil
memberikan pendapat dan jawaban pertanyaan mengunggah laporan LK, dan 27 peserta didik
diskusi (penerapan dan tindak lanjut), 8 peserta yang mengerjakan latihan soal. Data tersebut
didik yang berhasil mengunggah laporan LK, menunjukkan peserta didik yang aktif di kelas
dan 10 peserta didik yang mengerjakan latihan maya sudah mengalami peningkatan jika
soal. Data tersebut menunjukkan peserta didik dibandingkan dengan siklus I. Namun
yang aktif di kelas maya masih belum optimal. demikian, peserta didik masih perlu diarahkan
Pada siklus II penerapan blended learning untuk berlatih memanfaatkan perangkat TIK
dengan model inquiry/discovery learning sudah dalam pembelajaran. Penguasaan aspek
mengalami perbaikan. Peneliti sudah mencoba mengelola dan mengkomunikasikan oleh
memperbaiki kekurangan yang ditemukan pada peserta didik masih belum optimal seperti
siklus I. Langkah perbaikan dilakukan peneliti grafik pada Gambar 4.
pada pembelajaran siklus II antara lain (1)
meminta peserta didik untuk menuliskan

Gambar 4 Grafik Ketercapaian Aspek Literasi TIK

Dani Setiawan 45
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Grafik yang disajikan pada Gambar 4 dengan jumlah peserta yang memperoleh nilai
menunjukkan literasi TIK peserta didik tiap >= KKM baru 61 %. Peningkatan keterampilan
aspek pada setiap siklus sudah mengalami berpikir analitis juga masih termasuk kategori
peningkatan. Pada akhir siklus II sebagian rendah dengan nilai <g> 0,25.
besar peserta didik sudah terampil pada aspek Salah satu faktor yang menyebabkan belum
akses, mengintegrasi, menevaluasi, dan tercapainya target pada siklus I di antaranya
membuat. Aspek literasi TIK yang masih perlu adalah penerapan blended learning dengan
dilatih lagi yaitu aspek mengelola dan inquiry/discovery learning belum berjalan
mengkomunikasikan. Penguasaan literasi TIK optimal. Seperti diuraikan pada pembahasan
oleh peserta didik pada aspek mengelola baru sebelumnya, penerapan blended learning
mencapai 64% dan aspek mengkomunikasikan dengan inquiry/discovery learning yang
baru mencapai 67%. menuntut penguasaan perangkat TIK relatif
Peningkatan Keterampilan Berpikir Analitis baru diterapkan di kelas VIII-A SMPN 1
Penerapan tindakan blended learning Bulakamba. Peserta didik belum terbiasa
dengan inquiry/discovery learning pada siklus I memanfaatkan perangkat TIK berbasis internet
dan siklus II juga dapat membantu untuk mendukung kebutuhan belajar.
meningkatkan keterampilan berpikir analitis Partisipasi peserta didik pada kelas maya juga
peserta didik pada materi sistem pencernaan. masih relatih rendah. Hasil observasi keaktifan
Gambar 5 menunjukkan pencapaian rata-rata peserta didik pada kelas maya menunjukkan
nilai keterampilan berpikir analitis dan bahwa pada siklus I peserta didik yang aktif
persentase jumlah peserta didik yang mencapai memberikan pendapat dan jawaban pertanyaan
nilai >=70 pada pra tindakan, siklus I, dan diskusi (penerapan dan tindak lanjut) hanya 22
Siklus II. peserta. Peserta didik yang mengerjakan latihan
soal hanya 10 peserta. Faktor lain yang
berpengaruh adalah langkah inquiry/discovery
learning pada siklus I masih ada yang belum
berjalan optimal. Berdasarkan hasil observasi
pembelajaran pada pertemuan ke-2 dan ke- 3
diperoleh informasi bahwa langkah
merumuskan pertanyaan belum berjalan
optimal. Aktivitas merumuskan pertanyaan
oleh peserta didik belum terlihat hasilnya
karena LK yang disediakan oleh peneliti belum
memberikan space untuk menuliskan rumusan
pertanyaan yang dibuat.
Gambar 5 Grafik Rata-rata Nilai Keterampilan
Berpikir Analitis dan Persentase Peserta Pada siklus II penerapan tindakan blended
Didik Dengan Nilai >=70 learning dengan inquiry/discovery learning
sudah mengalami perbaikan. Seperti yang
Berdasarkan grafik pada Gambar 5 dapat sudah diuraikan pada pembahasan sebelumnya,
diketahui bahwa pencapaian rata-rata nilai perbaikan yang dilakukan oleh peneliti di
keterampilan berpikir analitis peserta didik dan antaranya adalah (1) meminta peserta didik
jumlah peserta didik yang memperoleh nilai >= untuk menuliskan username dan pasword kelas
70 setelah tindakan pada siklus I dan siklus 2 maya edmodo pada buku catatan; (2)
mengalami peningkatan. memotivasi peserta didik untuk aktif pada kelas
maya edmodo dengan menjawab pertanyaan-
Data yang disajikan pada Gambar 4 dan pertanyaan yang disajikan pada kiriman
Tabel 2 menunjukkan bahwa penerapan penerapan dan tindak lanjut; (3) memotivasi
blended learning dengan inquiry/discovery peserta didik untuk mengerjakan latihan soal
learning dapat membantu meningkatkan (kuis) yang disajikan di kelas maya; (4)
keterampilan berpikir analitis peserta didik meminta peserta didik untuk semangat berlatih
pada materi sistem pencernaan. Namun membuat laporan praktikum menggunakan
demikian, pencapaian hasil pada siklus I belum perangkat TIK seperti microsoft word; (5)
mencapai target yang ditetapkan. Rata-rata nilai membuat lembar diskusi dan lembar kerja yang
tes peserta didik pada siklus I baru mencapai 66

Dani Setiawan 46
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

dilengkapi dengan space untuk menulis [2] Restiyani, R., Juanengsih, N., & Herlanti,
rumusan pertanyaan dan beberapa pertanyaan. Y. 2014. “Profil Pemanfaatan Teknologi
Langkah perbaikan yang dilakukan peneliti Informasi Dan Komunikasi (TIK) Sebagai
berdampak positif terhadap hasil belajar peserta
Media dan Sumber Pembelajaran Oleh
didik. Berdasarkan Gambar 8, rata-rata nilai
hasil tes pada siklus II mecapai 71,22 dan Guru Biologi”. EDUSAINS, VI (01): 50-
peserta didik yang memperoleh nilai >= KKM 66.
mencapai 75%. Peningkatan keterampilan [3] Mendikbud RI. 2016. “Peraturan Menteri
berpikir peserta didik termasuk kategori Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24
sedang. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan
tindakan blended learning dengan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada
inquiry/discovery learning pada siklus II dapat
Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar
membantu meningkatkan keterampilan berpikir
analitis peserta didik. dan Menengah”.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil [4] Tawil, M., & Liliasari. 2013. Berpikir
penelitian yang dilakukan oleh Uswatun & Kompleks dan Implementasinya dalam
Rohaeti[8] dan Lestari, Sudarti, & Supriadi[9]. Pembelajaran IPA. Makasar: Badan
Penerapan pembelajaran berbasis inquiry oleh Penerbit UNM.
Uswatun & Rohaeti[8] dan penerapan discovery [5] Gay, L., Mills, G. E., & Airasian, P. 2012.
learning oleh Lestari, Sudarti, & Supriadi [9]
Educational Research: Competencies for
berpengaruh positif terhadap peningkatan
keterampilan berpkir kritis peserta didik. Analysis and Applications. Boston:
Kemdikbud RI [7] menyebutkan bahwa salah Pearson.
satu tujuan inquiry/discovery learning adalah [6] Eliana, E. D., Senam, Wilujeng, I., &
untuk membantu peserta didik mengembangkan Jumadi. 2016. “The Effectiveness of
keterampilan berpikir secara analitis. Project-Based E-Learning to Improve ICT
Simpulan Literacy”. Jurnal Pendidikan IPA
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Indonesia (JPII), 5(1): 51-55.
penerapan bllended learning dengan model [7] Kemdikbud RI. 2016. Panduan
inquiry/discovery learning dapat membantu Pembelajaran untuk Sekolah Menengah
meningkatkan literasi TIK dan keterampilan Pertama. Jakarta: Direktorat Pembinaan
berpikir analitis peserta didik kelas VIII-A Sekolah Menengah Pertama Kementerian
SMPN 1 Bulakamba pada materi sistem Pendidikan dan Kebudayaan.
pencernaan.
[8] Uswatun, D. A., & Rohaeti, E. 2015.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan “Perangkat Pembelajaran IPA Berbasis
kepada SEAMEO QITEP In Science yang telah Inkuiri Untuk Meningkatkan Critical
memberikan bantuan dana penelitian melalui Thinking Skills dan Scientific Attitude
program SEAQIS Research Grants tahun 2017. Siswa”. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 1
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada (2): 138-152.
Guru IPA di SMPN 1 Bulakamba, Bpk. [9] Lestari, T. W., Sudarti, & Supriadi, B.
Sumarno, S.Pd.,M.M., Ibu Dian Lestari, M.Pd.,
2015. “Pengaruh Model Pembelajaran
dan Ibu Sjamsiatun Sjah, S.Pd. yang telah
memberikan bantuan serta saran perbaikan Discovery Learning disertai Media Kartu
selama melakukan penelitian. Masalah terhadap Kemampuan Berpikir
Daftar Pustaka Kritis Siswa dan Hasil Belajar Siswa
[1] Kereluik, K., Mishra, P., Fahnoe, C., & dalam Pembelajaran IPA di SMPN 10
Terry, L. 2013. “What Knowledge Is of Jember”. ARTIKEL ILMIAH
Most Worth: Teacher Knowledge for 21st MAHASISWA, II (1): 1-4.
Century Learning”. Journal of Digital
Learning in Teacher Education, 29 (4):
127-140.

Dani Setiawan 47
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

UPAYA MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN


KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMPN 5 BANGKALAN
MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Da’watul Khoiroh
SMPN 5 Bangkalan, Jl. Cempaka 33, Bangkalan
E-mail: dawatulkhoiroh@gmail.com

ABSTRACT

This research is a classroom action research that aims to improve the concept mastery and critical thinking
skills of VIIH class students SMPN 5 Bangkalan on substance and its characteristics. This research was
conducted in the steps of the Kurt Lewin Model classroom action research cycle, which consists of four stages,
namely action plan, action, observation, and reflection. Student’s concept mastery in guided inquiry learning
has increased from Cycle I, with classical completeness was 82.14% and average gain was 0.76, in Cycle II,
classical completeness increased to 85.71% and the average gain was 0.78, and in Cycle III, classical
completeness increased to 92.86% and an average gain was 0.80. Likewise, students' critical thinking skills, in
Cycle I, average gain was 0.73 (g-high), in Cycle II the average gain increased slightly to 0.74, and in Cycle III
the average gain increased to 0.81. Thus, the hypothesis in this research action can be accepted, that with the
application of guided inquiry learning, the students’ concept mastery and critical thinking skills of class VIIH
SMPN 5 Bangkalan on the substance and its characteristics will increase. This can certainly be an input for
teachers to apply guided inquiry learning to other materials or even to other subjects.

Keywords: Guided Inquiry Learning, Concept Mastery, and Critical Thinking Skills.

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIIH SMPN 5 Bangkalan pada materi pokok zat dan karakteristiknya.
Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan tahapan dan siklus penelitian tindakan kelas Model Kurt Lewin, yang
terdiri dari empat tahap, yaitu rencana tindakan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penguasaan konsep siswa
setelah melalui pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan dari Siklus I, dengan ketuntasan
klasikal sebesar 82,14 % dan rata-rata gain sebesar 0,76, pada Siklus II, ketuntasan klasikal meningkat menjadi
85,71 % dan rata-rata gain sebesar 0,78, dan pada Siklus III, ketuntasan klasikal meningkat menjadi 92,86 %
dan rata-rata gain sebesar 0,80. Begitu juga keterampilan berpikir kritis siswa, pada Siklus I, rata-rata gain
sebesar 0,73 (g-tinggi), pada Siklus II rata-rata gain mengalami sedikit peningkatan menjadi 0,74, dan pada
Siklus III rata-rata gain meningkat menjadi 0,81. Dengan demikian, hipotesis tindakan dalam penelitian ini
dapat diterima, yaitu bahwa dengan penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing, maka penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIIH SMPN 5 Bangkalan pada materi pokok zat dan karakteristiknya
akan mengalami peningkatan. Hal ini tentu bisa dijadikan masukan bagi guru untuk menerapkan pembelajaran
inkuiri terbimbing pada materi lain atau bahkan pada mata pelajaran yang lain.

Kata kunci: Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Penguasaan Konsep, dan Keterampilan Berpikir Kritis.

Pendahuluan membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang


Pembelajaran IPA tidak hanya penguasaan diperlukan. Proses pembelajaran IPA sebaiknya
kumpulan fakta-fakta dan konsep-konsep dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
melainkan proses penemuan dan bersikap inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan
ilmiah. Siswa diajak melakukan pencarian berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
pengetahuan melalui berbagai aktivitas sains mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
sebagaimana para ilmuwan dalam penyelidikan kecakapan hidup. Di dalam inkuiri, materi
ilmiah (Nur, 1998)[1]. Siswa diarahkan berfungsi sebagai sarana untuk berlatih berpikir
menemukan sendiri berbagai fakta, tingkat tinggi dan berpikir kritis. Meskipun

Da’watul Khoiroh 48
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

demikian, inkuiri juga membantu siswa menguasai konsep yang telah diajarkan hingga
mencapai tujuan produk yang penting, yaitu masih membutuhkan proses remedial 2 (dua)
mencari hubungan antar ide yang berbeda, hingga 3 (tiga) kali untuk mencapai ketuntasan.
karena kebanyakan materi ajar mengandung Oleh karena itu, pembelajaran inkuiri
topik yang berisi sebab akibat. Hasilnya, siswa terbimbing memungkinkan untuk dapat
merumuskan suatu generalisasi, yang diterapkan di SMP, termasuk SMP Negeri 5
sebenarnya beberapa generalisasi lebih valid Bangkalan. Melalui pembelajaran ini, peserta
dari generalisasi yang lain. Bersamaan dengan didik tidak hanya memperoleh pengalaman dan
peningkatan proses berpikir siswa, keterampilan yang dapat diterapkan sendiri
kemampuannya menilai validitas generalisasi dalam kehidupan sehari-hari, namun juga
akan berkembang. Hal ini menunjukkan eratnya memberi harapan kepada peserta didik untuk
hubungan antara tujuan produk dan tujuan memahami konsep-konsep IPA secara
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berpikir mendalam, sehingga proses pembelajaran
kritis (Kardi, 2003)[2]. menjadi lebih bermakna. Dengan demikian
Dengan inkuiri, siswa juga belajar harapan untuk meningkatkan penguasaan
memecahkan masalah secara mandiri dan konsep dan keterampilan berpikir kritis bagi
keterampilan berpikir kritis karena mereka peserta didik lebih terbuka lebar.
harus selalu menganalisis dan menangani Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
informasi. Menurut Scriven & Paul (1992)[3], peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
berpikir kritis merupakan proses intelektual tentang “Upaya Meningkatkan Penguasaan
yang dengan aktif dan terampil Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
mengkonseptualisasi, menerapkan, Kelas VIIH SMPN 5 Bangkalan Melalui
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi
informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan Pokok Zat dan Karakteristiknya”.
dari pengamatan, pengalaman, refleksi, Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
penalaran, atau komunikasi, untuk memandu maka masalah pada penelitian ini dirumuskan
keyakinan dan tindakan. Tahap-tahap dalam sebagai berikut:
pembelajaran inkuiri akan mampu melatihkan 1. Bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran
keterampilan berpikir kritis siswa, yang pada inkuiri terbimbing di kelas VIIH SMPN 5
akhirnya dapat meningkatkan penguasaan Bangkalan pada materi pokok zat dan
konsep. karakteristiknya?
Berdasarkan teori perkembangan 2. Apakah melalui pembelajaran inkuiri
intelektual Piaget, siswa SMP (usia 11 – 15 terbimbing dapat meningkatkan penguasaan
tahun) berada pada tahap operasi formal awal, konsep siswa kelas VIIH SMPN 5
sehingga pembelajaran yang mungkin Bangkalan pada materi pokok zat dan
diterapkan bukanlah pembelajaran inkuiri karakteristiknya?
murni, melainkan menggunakan pembelajaran 3. Apakah melalui pembelajaran inkuiri
inkuiri terbimbing. Dalam hal ini, guru terbimbing dapat meningkatkan
berperan sebagai fasilitator dan memberikan keterampilan berpikir kritis kelas VIIH
bantuan seperlunya. SMPN 5 Bangkalan pada materi pokok zat
Fakta di lapangan menunjukkan dan karakteristiknya?
pembelajaran IPA lebih bersifat teacher- 4. Bagaimanakah respon siswa setelah
centered. Peserta didik hanya mempelajari IPA pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas
sebagai produk, menghafalkan konsep, teori VIIH SMPN 5 Bangkalan pada materi
dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pokok zat dan karakteristiknya?
pembelajaran yang berorientasi pada tes atau Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ujian. Di samping itu, dalam kegiatan ini adalah:
pembelajaran masih ada peserta didik yang 1. Untuk mengetahui keterlaksanaan
hanya diberi pengetahuan secara lisan atau pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas
ceramah sehingga peserta didik menerima VIIH SMPN 5 Bangkalan pada materi
pengetahuan secara abstrak (hanya pokok zat dan karakteristiknya.
membayangkan) tanpa mengalami sendiri. 2. Untuk mengetahui peningkatan penguasaan
Misalnya di kelas VIIH, setiap pembelajaran, konsep siswa kelas VIIH SMPN 5
siswa masih mengalami kesulitan dalam Bangkalan pada materi pokok zat dan
Da’watul Khoiroh 49
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

karakteristiknya melalui pembelajaran 28 orang siswa kelas VIIH SMP Negeri 5


inkuiri terbimbing. Bangkalan, dan dilakukan pada materi pokok
3. Untuk mengetahui peningkatan zat dan karakteristiknya.
keterampilan berpikir kritis kelas VIIH Instrumen yang digunakan dalam penelitian
SMPN 5 Bangkalan pada materi pokok zat ini antara lain lembar observasi keterlaksanaan
dan karakteristiknya pembelajaran inkuiri pembelajaran, lembar angket respon siswa, dan
terbimbing. lembar tes penguasaan konsep dan
4. Untuk mengetahui respon siswa setelah keterampilan berpikir kritis. Teknik
pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas pengumpulan data yang digunakan adalah
VIIH SMPN 5 Bangkalan pada materi teknik observasi (untuk mengetahui
pokok zat dan karakteristiknya. keterlaksanaan pembelajaran inkuiri
Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik terbimbing), angket (untuk mengetahui respon
bagi guru, siswa, maupun sekolah. Bagi guru, siswa setelah dilaksanakan pembelajaran
penelitian ini dapat meningkatkan kualitas inkuiri terbimbing) dan tes (untuk mengetahui
pembelajaran di kelas serta sebagai alternatif penguasaan konsep dan keterampilan berpikir
tindakan yang dapat dilakukan guru untuk kritis siswa).
meningkatkan penguasaan konsep dan Teknik analisis data keterlaksanaan
keterampilan berpikir kritis siswa pada materi pembelajaran inkuiri terbimbing dilakukan
pokok zat dan karakteristiknya. Bagi siswa, secara deskriptif kuantitatif dengan teknik
diharapkan mereka dapat memperbaiki cara persentase berikut.
belajarnya dan dapat meningkatkan penguasaan K
konsepnya sekaligus juga keterampilan berpikir P  x 100%
kritisnya. Bagi sekolah, diharapkan hasil
N
penelitian ini dapat menunjang penilaian P menunjukkan persentase keterlaksanaan
terhadap kinerja guru dan perbaikan kualitas pembelajaran, K adalah jumlah aspek yang
guru di sekolah. terlaksana, dan N adalah jumlah keseluruhan
aspek yang diamati.
Sementara data angket respon siswa
Metode Penelitian dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian teknik persentase berikut.
tindakan kelas (Classroom Action Research).
R
Pada penelitian ini dilakukan 3 (tiga) siklus P  x 100%
yang digambarkan sebagai berikut. N
Rencanaan Tindakan

Refleksi P merupakan persentase, R adalah jumlah


Siklus 1 Observasi respon, dan N adalah jumlah keseluruhan
Pelaksanaan
Tindakan
respon.
Data tes penguasaan konsep dianalisis
Rencanaan Tindakan

Refleksi
secara deskriptif, yakni dengan menggunakan
Siklus 2
Observasi
ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal.
(Jumlah % semua indikator)
Pelaksanaan
Tindakan
% Ketuntasan individual 
(Jumlah indikator)
(Jumlah siswa yang tuntas)
Rencanaan Tindakan
% Ketuntasan klasikal  x100%
Refleksi (jumlah seluruh siswa)
Siklus N
Observasi

Pelaksanaan
Tindakan
Tes keterampilan berpikir kritis dilakukan
melalui pretest dan posttest, yang berbentuk
Gambar 1. Tahapan dan Siklus Penelitian Tindakan soal uraian (essay). Teknik yang digunakan
Kelas Model Kurt Lewin (Suyanto dkk,
adalah teknik Normalized gain, dimana
2005) [4]
untuk mengetahui nilai g (Normalized gain)
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – dari masing-masing siswa dengan rumus
September 2017. Lokasi penelitian bertempat di Hake (Savinainen & Scott, 2002) [5]sebagai
SMP Negeri 5 Bangkalan, Jl. Cempaka 33 berikut:
Bangkalan, dengan subyek penelitian sebanyak
Da’watul Khoiroh 50
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Spost - Spre orang siswa mencapai ketuntasan individual


g dan 4 orang siswa masih belum mencapai
100% - Spre
g (gain) menunjukkan peningkatan ketuntasan. Pada siklus ini, ketuntasan klasikal
keterampilan berpikir kritis, Spre adalah rata- yang diperoleh sebesar 85,71 % atau bisa
rata pre-test atau keterampilan awal (%), dikatakan sudah mencapai ketuntasan secara
sedangkan Spost adalah rata-rata post-test atau klasikal, sedangkan sebelumnya pada siklus I
keterampilan akhir (%). hanya memperoleh ketuntasan klasikal sebesar
Hake (dalam Savinainen & Scott, 2002) 82,14 % (tidak tuntas). Keterampilan berpikir
mengklasifikasikan gain menjadi g-tinggi: (g) > kritis siswa juga menunjukkan adanya sedikit
0,7; g-sedang: 0,7 > (g) > 0,3; dan g-rendah: (g) peningkatan. Skor peningkatan (N-gain) yang
< 0,3. diperoleh setiap siswa cukup tinggi, yaitu
sekitar 0,38 – 0,91 dengan rata-rata 0,74 (g-
tinggi), sedangkan rata-rata N-gain pada siklus
Hasil dan Pembahasan
Penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing sebelumnya sebesar 0,73. Hal ini
dalam penelitian ini dilaksanakan dalam 3 dimungkinkan karena ada aspek dalam
(tiga) siklus. Siklus I dilakukan pada sub materi pembelajaran ini yang sudah optimal dan ada
pokok unsur, senyawa, dan campuran; Siklus II yang masih belum terlaksana secara optimal.
pada sub materi pokok asam, basa, dan garam; Adapun hal-hal yang masih perlu perhatian
dan Siklus III pada sub materi pokok perubahan dalam perbaikan pembelajaran pada siklus
fisika dan perubahan kimia. Setiap siklus berikutnya adalah bagaimana mengoptimalkan
melalui 4 (empat) tahapan, yaitu tahap mengajukan pertanyaan (apersepsi) terhadap
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. siswa, membimbing siswa menyajikan
Berdasarkan data hasil penelitian pada pertanyaan, membuat hipotesis, merancang
siklus I, dapat disimpulkan bahwa percobaan, melakukan percobaan, serta
pembelajaran masih belum maksimal, terlihat mengumpulkan dan menganalisis data hasil
dari ketuntasan klasikal pada tes penguasaan percobaan.
konsep yang kurang dari 85 %. Masih ada 5 Pada siklus III, hasil penelitian
(lima) orang siswa belum mencapai ketuntasan menunjukkan terjadinya peningkatan baik
individual, sehingga ketuntasan klasikal dalam penguasaan konsep maupun
diperoleh 82,14 %. Rata-rata hasil posttest keterampilan berpikir kritis siswa. Rata-rata
penguasaan konsep sebesar 81,43. Sementara ketuntasan hasil posttest penguasaan konsep
skor peningkatan (N-gain) hasil tes sebesar 84,46 dengan 26 orang siswa mencapai
keterampilan berpikir kritis yang diperoleh ketuntasan individual dan 2 orang siswa masih
setiap siswa cukup tinggi, yaitu sekitar 0,38 – belum mencapai ketuntasan. Pada siklus ini,
0,93 dengan rata-rata 0,73 (g-tinggi). ketuntasan klasikal telah menunjukkan
Hasil ini dimungkinkan karena guru masih peningkatan dengan perolehan 92,86 % atau
kurang maksimal dalam pengelolaan bisa dikatakan sudah mencapai ketuntasan
pembelajaran, terutama kegiatan mengajukan secara klasikal. skor peningkatan (N-gain) yang
pertanyaan (apersepsi) pada tahap pendahuluan, diperoleh setiap siswa cukup tinggi, yaitu
dan kurang optimalnya upaya guru dalam sekitar 0,70 – 0,93 dengan rata-rata 0,81 (g-
membimbing siswa menyajikan pertanyaan tinggi). Hal ini didukung oleh pengelolaan
atau masalah. Demikian juga upaya guru dalam pembelajaran inkuiri terbimbing yang sudah
membimbing siswa dalam membuat hipotesis, dilakukan guru, yang menunjukkan
merancang percobaan, melakukan percobaan, optimalisasi dalam setiap aspek pengamatan
mengumpulkan dan meganalisis data, membuat oleh observer, terutama dalam memotivasi
kesimpulan, serta merangkum pelajaran. Oleh siswa, menyampaikan tujuan/indikator
karena itu, diperlukan beberapa perbaikan pembelajaran, membimbing siswa membuat
terhadap pengelolaan pembelajaran pada siklus hipotesis, merancang percobaan/pengamatan,
berikutnya (siklus II). melakukan percobaan/pengamatan, membuat
Sementara pada siklus II, hasil penelitian kesimpulan, dan merangkum pelajaran, serta
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan, memberikan umpan balik kepada siswa. Oleh
terutama dalam penguasaan konsep siswa. karenanya, peneliti merasa tidak perlu
Rata-rata hasil posttest sebesar 81,96 dengan 24 melanjutkan ke siklus berikutnya.

Da’watul Khoiroh 51
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Gambar 2 berikut adalah grafik Hal itu membuktikan bahwa pembelajaran


peningkatan pencapaian ketuntasan klasikal tes inkuiri terbimbing dapat menarik perhatian
penguasaan konsep dari Siklus I hingga Siklus siswa dan minat siswa untuk belajar. Sehingga
III. diharapkan pada pembelajaran berikutnya, guru
dapat menerapkan pembelajaran inkuiri
terbimbing ini sebagai alternatif pilihan dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas, terutama
dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep
dan keterampilan berpikir kritis.

Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari hasil
penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan
ini adalah bahwa melalui pelaksanaan
Gambar 2. Grafik Ketuntasan Klasikal Hasil Tes pembelajaran inkuiri terbimbing, penguasaan
Penguasaan Konsep. konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa
kelas VIIH SMP Negeri 5 Bangkalan pada
Gambar 3 berikut menunjukkan grafik materi pokok zat dan karakteristiknya
peningkatan pada hasil tes keterampilan mengalami peningkatan.
berpikir kritis siswa dari Siklus I hingga Siklus
III.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
SEAMEO QITEP In Science atas kesempatan
yang diberikan kepada peneliti untuk
mendapatkan hibah penelitian tahun 2017, yang
berupa dukungan finansial dan keikutsertaan
dalam kegiatan publikasi atau diskusi yang
bermanfaat bagi peneliti pada khususnya.

Gambar 3. Grafik Peningkatan Hasil Tes Daftar Pustaka


Keterampilan Berpikir Kritis. [1] Nur, M. 1998. “Teori-Teori
Perkembangan”. Surabaya: IKIP Surabaya
Berdasarkan data hasil angket respon siswa [2] Kardi, Soeparman. 2003. “Merancang
terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing pada
Pembelajaran Menggunakan Model
materi pokok zat dan karakteristiknya, dapat
disimpulkan bahwa siswa merasa sangat Inkuiri”. Surabaya: Universitas Negeri
tertarik (100 %) terhadap pembelajaran ini dan Surabaya
sangat berminat untuk mengikuti kegiatan [3] Scriven, Michael & Paul, Richard. dalam
belajar seperti yang telah dilaksanakan (100%). http://philosophy.hku.hk/think/critical/
Walaupun pembelajaran ini dinilai cukup baru [diakses tanggal 5 Agustus 2012 pukul
oleh siswa (89,29 %), tetapi sebagian besar 07.34]
siswa menganggap pembelajaran ini cukup
[4] Suyanto, K. K., Ibnu, S., dan Susilo, H.
mudah (82,14 %).
Bimbingan yang dilakukan guru selama 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas:
pembelajaran dalam upaya meningkatkan Makalah untuk Panduan PPKP dan PTK.
penguasaan konsep siswa dan keterampilan Tidak diterbitkan
berpikir kritis siswa cukup jelas (89,29 %), [5] Savinainen, A. & Scott, P. 2002. “The
sehingga siswa menganggap cukup mudah Force Concept Inventory: A Tool for
dalam mengerjakan soal penguasaan konsep
Monitoring Student Learning”. Physic
(96,34 %) dan keterampilan berpikir kritis
(92,86 %). Education. 37 (1): 45-52.

Da’watul Khoiroh 52
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

[6] Anderson, L.W. & Karthwohl, D.R. 2001.


A Revision of Bloom’s Taxonomy of
Educational Objectives. New York:
Addison wesley Longman, Inc.
[7] Anggareni, N.W., dkk. 2013.
Implementasi Strategi Pembelajaran
Inkuiri terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis dan Pemahaman Konsep IPA Siswa
SMP. e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha. Volume
3
[8] Azizmalayeri, Kiumars, et al. 2012. The
impact of guided inquiry methods of
teaching on the critical thinking of high
school students. Journal of Education and
Practice. Vol.3 No.10. Tersedia online di
www.iiste.org/journal/
[9] Banch, H. dan Bell, R. 2008. “The Many
Levels of Inquiry, Inquiry Comes in
Various Forms”. Dalam Science and
Children diunduh pada tanggal 16
Februari 2013.
[10] Eggen, P.D. and Kauchak, D.P. 1996.
“Strategy for Teachers”. Singapore: Allyn
and Bacon
[11] Fisher, Alec. 2001. “Critical Thinking An
Introduction”. United Kingdom:
Cambridge University Press
[12] Kemendikbud, 2013. “Model Penilaian
Pencapaian Kompetensi Peserta Didik
Sekolah Menengah Pertama”. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
Direktorat pembinaan Sekolah Menengah
Pertama.
[13] Nur, M. 2004. “Teori-teori Perkembangan
Kognitif”. Surabaya: PSMS Unesa
[14] Nur, M. 2008. “Pengajaran Berpusat Pada
Siswa Dan Pendekatan konstruktivis
dalam Pengajaran”. Surabaya: Unesa
University Press.
[15] Suryani, D. I dan Sudargo, F. 2015.
Pengaruh Model Pembelajaran Open
Inquiry dan Guided Inquiry Terhadap
Penguasaan Konsep Siswa SMP pada
Tema Suhu dan Perubahan. Dalam
prosiding SNIPS 2015 diunduh tanggal 26
Maret 2017
Da’watul Khoiroh 53
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DENGAN


PEDE MENGGUNAKAN PRORANSEL
Deasy Irawati
SMKN 3 Buduran Jl Jenggolo 1 c Buduran Sidoarjo
E-mail: fish7594@yahoo.com

ABSTRACT
The background of this research was the lack of experiment learning of vocational student. This caused
the lack of scientific process skill and critical thinking skill. Scientific thinking skill not only build motoric
skill but also guide and train the student to think criticaly. Considering the interest of the student doing
their work at the workshop, researcher design learning oriented by planing and design project to train
critical thinking skill. Student often use cellular phone secretly, it will distract their concentration , but in
this case teacher must decide what to do wisely, whether she would forbide the use of cell phone in the
class or use it as learning tool. The reseacher decide to use it as learning tool on hands on activity
project to train and increase critical thinking skill by optimizing the using of camera in cellular phone.
The learning process will bring so much fun for the student and also increase the critical thinking skill.
The research use one group pre test post test to see the differences of ctitical thinking skill level before
and after learning process. The result of the research shows improvement on the critical skill level of the
student after learning process until reach the relational stage. the conclusion of the research is learning
process oriented with planing and design project by optimizing the using of cellphone camera will
increase the dritical thinking skill level.

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan di lapangan bahwa lulusan SMK kurang sekali melakukan
eksperimen, sehingga proses berpikir sains dan berpikir kritisnya pun kurang. Keterampilan berpikir sain
tidak hanya membentuk keterampilan motorik tetapi juga kognitif yang nantinya akan membimbing dan
melatih siswa siswa untuk berpikir kritis. Melihat minat siswa yang bersemangat saat melakukan kerja
bengkel maka peneliti merancang pembelajaran yang berorientasi pada merancang dan mendesain
proyek. Alasan berikutnya mengapa telepon selular? hal ini terkait seringnya siswa secara sembunyi-
sembunyi menggunakan teleponnya selama pembelajaran berlangsung, hal ini akan mengganggu
konsentrasi siswa pembelajaran. Dalam hal ini guru dituntut bijaksana dalam memutuskan apakah akan
menghilangkan peran telepon selular dalam pembelajaran atau malah akan mengoptimalkan alat
tersebut. Oleh sebab itu maka peneliti akan mengoptimalkan pembelajaran yang menekankan hands on
activity dan menggunakan telepon selular. Muncullah pembelajaran dengan planing and design alat
yang berorientasi pada pengoptimalan penggunaan kamera telepon selular dengan harapan bahwa
pembelajaran ini akan membawa dampak meningkatnya taraf berpikir kritis siswa serta memberikan
suasana belajar yang lebih menyenangkan bagi siswa. Penerapan pembelajaran yang dikembangkan
pada penelitian ini menggunakan metode one group pretest posttest design. Hasil penelitian
menunjukkan ada peningkatan taraf berpikir kritis sesudah pembelajaran dibandingkan sebelum
pembelajaran. Ketuntasan berpikir kritis mencapai taraf berpikir kritis sesuai dengan taksonomi solo
termasuk dalam kriteria relational. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
berorientasi planing and design alat dengan menggunakan kamera telepon selular adalah baik untuk
diterapkan dalam pembelajaran guna meningkatkan taraf berpikir kritis siswa.

Kata kunci: planning and design, keterampilan berpikir kritis.

Pendahuluan strategi mengajar yang efektif. Dalam konteks


ini siswa mempunyai pilihan untuk
Pembelajaran berbasis proyek menginvestigasi topik-topik yang berkaitan
merupakan merupakan ajang kesempatan dengan masalah dunia nyata, saling bertukar
berdiskusi yang bagus bagi siswa, mengasuh pendapat antara kelompok yang membahas
penemuan langsung siswa terhadap masalah topik yang berbeda, mencari pengetahuan dari
dunia nyata, memberi mereka kesenangan berbagai sumber, mengambil keputusan dan
dalam pembelajaran dan dapat dijadikan

Deasy Irawati 54
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

mempresentasikan proyek / hasil diskusi Guru harus memperhatikan jangka


mereka. waktu yang diperlukan bagi siswa dalam
menyelesaikan proyek yang diberikan oleh
Pembelajaran berbasis proyek memiliki guru. Perlu juga dipertimbangkan alokasi waktu
ciri khas yaitu melibatkan para siswa di dalam karena pada sekolah kejuruan ada waktu
desain proyek, penyelidikan pemecahan terjadwal untuk on job training bagi siswa, pada
masalah, atau pengalaman yang memberi tahap ini siswa magang di industri industri yang
perluasan waktu kepada para siswa untuk telah ditentukan oleh sekolah. Sehingga
bekerja secara otonomi. Pembelajaran berbasis nantinya minggu efektif terganggu karena
proyek juga dapat menyediakan peluang bagi aktivitas magang di SMK.
pengembangan keterampilan baru, eksplorasi,
praktik dan manajemen proyek. Dalam bidang Pembelajaran dengan orientasi merencanakan
sains, dukungan guru dan penemuan proyek dan merancang merupakan salah satu upaya agar
dapat menyediakan pengalaman pribadi dalam siswa mampu menguasai materi yang disampaikan,
proses penemuan dan pemahaman. Tidak hanya karena siswa melakukan beberapa hal di bawah ini:
mengerjakan proyek secara alami dan 1. Siswa diberi motivasi belajar, siswa dipacu
menguatkan filosofi ilmu pengetahuan, tetapi secara aktif dalam belajar.
mereka juga membantu para siswa untuk 2. Siswa dituntut untuk menemukan sendiri fakta
membangun koneksi diantara pengalaman kelas dan konsep.
mereka, lingkungan dan minat mereka, dalam 3. Siswa dituntut mengembangkan pengetahuan
hal ini minat mereka pada ponsel cerdas yang teori dengan kenyataan hidup, sehingga nantinya
keduanya akan sejalan.
mereka miliki.
4. Siswa dilatih secara logis dalam memecahkan
masalah sehingga menjadi terlatih.
Implementasi pemecahan masalah di
5. Siswa dituntut untuk mengembangkan sikap
sekolah dalam hal ini untuk meningkatkan percaya diri, bertanggung jawab, dan rasa setia
kemampuan berpikir kritis dengan cara kawan sosial dalam menghadapi berbagai
mengoptimalkan penggunaan ponsel cerdas, masalah hidup.
maka siswa harus dilibatkan dalam
pembelajaran berbasis proyek yang Berpikir kritis menurut beberapa ahli, Bloom
menitikberatkan pada penggunaan ponsel (Filsaime, 2008 :74) mendaftar enam tingkatan
dalam proyek yang diberikan oleh guru. Siswa berpikir kritis dari tingkatan berpikir kritis yang
akan tertarik pada pembelajaran berbasis paling sederhana sampai yang paling kompleks.
proyek ini karena melibatkan aspek Daftar tersebut mulai dengan pengetahuan dan
kesenangannya pada ponsel dan melatihkan bergerak ke atas menuju penguasaan, aplikasi,
kemampuan hands on activity nya serta secara analisis, sintesis dan evaluasi. Pedagogi berpikir
langsung melatih kemampuan minds on activity kritis selalu mengacu pada teori Bloom.
nya maka nantinya kemampuan berpikir kritis Menurut Bloom (Filsaime, 2008 :75) Seseorang
juga terlatihkan. harus menguasai satu tingkatan berpikir
sebelum dia bisa menuju ke tingkatan atas
Guru memilih topik yang sesuai yang berikutnya. Alasannya adalah kita tidak bisa
mampu diaplikasikan dalam pembelajaran ini. meminta seseorang untuk mengevaluasi jika dia
Nantinya siswa diharapkan dengan mudah tidak mengetahui, tidak memahaminya, tidak
mencari penerapan yang tepat antara fitur-fitur bisa menginterpretasikannya, tidak bisa
dalam ponselnya yang terkait dalam menerapkannya, dan tidak bisa menganalisanya.
penyelesaian masalah sesuai proyek yang Menurut Reichenbach (2003) berpikir kritis
diajukan oleh guru. berarti careful, deliberate determination of
wheather we would accept, reject, or suspend
Guru juga harus memperhatikan
judgment about the truth of a claim or a
spesifikasi fitur penunjang pada ponsel siswa
recommendation to act in a certain way.
sehingga nantinya pada pemberian masalah/
Critical thinking also involves reasoning,
proyek yang komplek siswa dapat
reflection. Critical thinking also practical, it
menyelesaikannya secara benar dan tidak
means that we use it both to form our beliefs
terganggu akibat keterbatasan spesifikasi pada
and to act on them. Our actions will be more
fitur ponsel.
rational if they are based on beliefs we take to

Deasy Irawati 55
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

be justified (having good supporting evidence). 5. Beri siswa model peran pemikir yang positif
Menurut Ennis (1993) Critical thinking is dan kritis. Misalnya dengan mengundang ke
reasonable reflective thinking focused on dalam kelas tokoh-tokoh intelektual yang
deciding what to believe or do. Berpikir kritis terkenal memiliki pemikiran posotif dan
dipengaruhi beberapa faktor, seperti latar sangat kritis untuk menunjukkan kepada
belakang kepribadian, kebudayaan, dan juga siswa bagaimana cara berpikir efektif.
emosi seseorang. Berpikir kritis berarti melihat 6. Guru harus mampu menjadi model peran
secara skeptisal terhadap apa yang telah pemikir yang positif bagi siswa. guru harus
dilakukan dalam kehidupan. Berpikir kritis juga memperlihatkan bahwa ia adalah seorang
berarti usaha untuk menghindarkan diri dari ide pemikir yang aktif, positif, kritis, serta selalu
dan tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan. ingin tahu (Desmita, 2009).
Cara mengajarkan keterampilan berpiir
kritis Santrock (2008) dalam Desmita (2009) Metode
mengajukan beberapa pedoman bagi guru dalam Penelitian ini termasuk jenis Pre test
membantu peserta didik mengembangkan dan post testgroup design. Subjek implementasi
keterampilan berpikir kritis, yaitu: penelitian pada 4 kelas pada kelas XI yang
1. Guru harus berperan sebagai pemandu diambil secara acak. Penelitian dilaksanakan di
siswa dalam menyusun pemikiran SMK Negeri 3 Buduran Sidoarjo pada semester
mereka sendiri. Guru yang berperan ganjil 2017-2018.Pada penelitian ini digunakan
sebagai pemandu dalam membantu model pengembangan Dick and Carey (1985).
siswa menyusun pemikiran mereka
sendiri harus menghargai pertanyaan Hasil dan Pembahasan
siswa, memandang siswa sebagai
pemikir yang membawa teori baru Di bawah ini adalah grafik peningkatan
tentang dunia, memahami sudut kemampuan berpikir kritis siswa pre test dan
pandang siswa, mendorong siswa post test. Dibandingkan sebelum pembelajaran
malakukan elaborasi jawabannya, dan nampak adanya peningkatan taraf berpikir kritis
memperkuat rasa ingin tahu siswa. siswa sesuai dengan yang tertera pada grafik.
Guru tidak boleh memandang pikiran
siswa sebagai wadah kosong dan
menganggap dirinya berperan sebagai
penuang informaasi ke pikiran siswa,
terlalu mengandalkan buku wajib, dan
hanya mencari jawaban yang benar
untuk memvalidasi pembelajaran siswa.
2. Menggunakan pertanyaan yang berbasis
pemikiran. Dalam pertanyaan berbasis
pemikiran, guru mengajukan
pertanyaan yang menstimulasi
pemikiran dan diskusi. Pertanyaan-
pertanyaan berbasis pemikiran yang Grafik 5.1 Penilaian Produk Berpikir Kritis
dimasukkan dalam pengajaran akan
membantu siswa mengkonstruksi Dari grafik tampak adanya peningkatan kriteria
pemahaman terhadap suatu topik secara berpikir kritis siswa dari sebelum pembelajaran
lebih mendalam. dibandingkan setelah pembelajaran. Hal ini juga
3. Bangkitkan rasa ingin tahu intelektual disebutkan dalam Alfi (2011) menyatakan
siswa. Dorong siswa untuk bertanya bahwa hasil belajar keterampilan berpikir kritis
merenungkan, menyelidiki, dan menunjukkan bahwa rata-rata taraf berpikir
meneliti. siswa mencapai berpikir kritis setelah dilakukan
4. Libatkan siswa dalam perencanaan dan pembelajaran yang melibatkan siswa secara
strategi. Bekerjasamalah dengan siswa aktif. Ada 20% dari siswa pada kelompok uji
dalam menyusun rencana, menentukan coba belum mencapai berpikir kritis namun
tujuan, mencari arah yang tepat dan sudah menunjukkan peningkatan taraf berpikir
mencapai hasil. kritis daripada saat sebelum pembelajaran. Hal

Deasy Irawati 56
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

senada juga disebutkan Rehorek (2004:498) terhadap materi ajar yang bisa dilihat dari hasil
pada riset yang berdasarkan laboratoriun sains, angket respon siswa. Hal ini menyebabkan
perkembangan kemampuan proses sains ketuntasan belajar juga tinggi. Menurut Nur
menyebabkan siswa mampu membangun dan (2008) ketertarikan siswa terhadap materi ajar
memecahkan masalah, berpikir kritis, merupakan motivasi intrinsik. Sesuai teori
memutuskan dan menemukan jawaban dari rasa motivasi bahwa ketertarikan ini akan
ingin tahunya bukan hanya mengingat konsep. meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Qing
(2010:1434) menyatakan bahwa ada
peningkatan berpikir kritis saat pendekatan
pembelajaran secara aktif dilakukan,seperti
inkuiri.

Grafik 5.3 Penilaian Proses Berpikir Kritis

Sedangkan gain untuk kegiatan berpikir


kritis proses siswa ditunjukkan oleh grafik di
bawah ini

Grafik 5.2 Penilaian Gain Produk Berpikir Kritis

Pada grafik terlihat bahwa dalam 4


replikasi menunjukkan nilai gain yang termasuk
tinggi (Ali, 1993). Hal ini berarti bahwa ada
peningkatan hasil belajar kognitif produk
sebelum pembelajaran dibandingkan sesudah
pembelajaran. Candra (2010:31) menyatakan Grafik 5.4 Penilaian Gain Proses Berpikir Kritis
bahwa pembelajaran guided discovery yang
didukung dengan kegiatan praktikum mandiri Menurut penelitian (Tessier, 2013) jika
akan menggugah rasa ingin tahu siswa sebab telepon selular dipergunakan dan dioptimalkan
dalam pelaksanannya siswa diajak untuk fungsinya dalam pembelajaran maka
menemukan sendiri berbagai teori, hukum dan penggunaannya tidak akan mengganggu
konsep dengan praktikum. Dampak dari pembelajaran. Demikian sebaliknya, jika siswa
penemuan sendiri mempengaruhi hasil belajar dilarang mempergunakan telepon selular di
siswa menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan dalam kelas maka siswa akan cenderung
pendapat Catharina (2007) dalam Candra sembunyi sembunyi menggunakannya. Hal ini
(2010:32) bahwa hasil belajar itu tidak akan menjadi masalah jika guru tidak
disebabkan oleh kemampuan internal manusia memberikan solusi yang tepat dalam
saja, tetapi juga disebabkan oleh faktor mengatasinya. Penelitian lainnya juga
keingintahuan manusia yang menimbulkan mengungkapkan bahwa siswa juga akan senang
respon. jika diberika kesempatan untuk menggunakan
telepon selularnya dalam pembelajaran karena
Pada penilaian aktivitas proses juga mereka dapat dengan mudah mengakses
terlihat bahwa seluruh siswa telah mencapai informasi yang dibutuhkandalam pembelajaran
nilai di atas 75. Hal ini berarti bahwa 100% melalui internet. Menurut penelitian ini juga
siswa telah melampaui KKM. Hal ini bisa bahwa kebijaksanaan guru yang mengizinkan
dikaitkan dengan tingginya ketertarikan siswa penggunaan telepon selular di dalam kelar akan

Deasy Irawati 57
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

meningkatkan kesenangan dalam belajar, letaknya, tidak bergeser dari kamera telepon,
meningkatkan keberhasilan dalam belajar bisa saja memakai jepit rambut, lakban serta
bahkan meningkatkan prosentase kedatangan isolasi. Baterai telepon juga harus diperhatikan
mereka di kelas, gangguan pembelajaran karena jangan sampai habis sebelum selesai
penggunaan telepon selular dalam kelas tidak pengambilan gambar. Kamera telepon sering
teramati. (Tessier, 2013) juga mengembun, biasanya terkena air dari
manipulasi objek.
grafik kemampuan proses tampak Siswa harus diberikan pengertian tetap
bahwa seluruh siswa telah melampaui nilai 75 menjaga kelestarian alam dan tidak membunuh
untuk keseluruhan tugas kinerja. Rincian tugas binatang pada saat pengambilan gambar, dalam
kinerja lainnya nampaknya mudah dilakukan kegiatan ini pun siswa dilatih mentalnya sebab
oleh siswa, hal ini berkaitan dengan rincian sering pula ditertawakan orang karena
tugas kinerja tersebut dilakukan siswa juga di pengambilan gambar yang dianggap konyol.
bengkel mereka masing-masing. Siswa terlihat Harus diwaspadai pula jangan sampai siswa
berminat dengan cara pembelajaran yang tersengat atau digigit binatang yang berbahaya
dilakukan hal ini terlihat dari tingginya akibat mengganggu kelangsungan hidup
ketuntasan siswa serta ketercapaian tiap rincian binatang binatang kecil yang dijadikan objek
tugas belajar. Hal senada juga diungkapkan oleh foto. Indeks bias lensa mempengaruhi hasil foto,
Ryan dan Quinn dalam Kasbool (1998:104) kejernihan lensa juga mempengaruhi. Saat
melaporkan bahwa perkuliahan yang pengambilan gambar, tangan siswa gemetar
memberikan tugas melengkapi perancangan sehingga gambar buram.
spesifik meningkatkan jumlah siswa yang Siswa belum terbiasa mengambil gambar obyek
tertarik pada mata kuliah tersebut serta kecil dan bergerak, sehingga siswa memerlukan
meningkatkan hasil evaluasi siswa. pelatihan sebelum melakukan kegiatan.
Pencahayaan juga sering menjadi masalah. Hal
ini disebabkan fokus terlalu dekat sehingga
menghalangi cahaya yang masuk.
Pada saat pembuatan alat mikroskop
sederhana siswa tidak memperhatikan jenis
lensa yang digunakan. Beberapa mampu
memberikan inovasinya pada alat tersebut tetapi
yang lainnya memerlukan bimbingan lebih
lanjut untuk membuat alat yang mempunyai
Grafik 5.5 Penilaian Psikomotor Berpikir Kritis fungsi yang sempurna.Kekurangan pencahayaan
pada alat bisa diatasi dengan cara pemberian
Hambatan dan Tindak Lanjut cahaya dari lampu semipermanen bertenaga
baterai ataupun memakai adaptor.
Siswa belum mampu menguasai kamera Pembelajaran dengan melibatkan
seluler mereka, hal ini disebabkan oleh telepon selular pada dasarnya membuat
kurangnya eksplorasi fungsi kamera selular pembelajaran student-centered semakin
terutama pada fungsi exposure serta angle yang mungkin, karen hal ini memungkinkan siswa
tepat untuk mendapatkan pencahayaan yang mengakses dan mentransferkan informasi yang
tepat. Fokus pada lensa tambahan hanya mereka butuhkan dalam membangun keahlian
terpusat pada tengah, terbatas depth of field nya, serta pengetahuan yang mereka butuhkan
hal ini menyebabkan tangkapan gambar yang sehingga nantinya tujuan pembelajaran akan
fokus hanya bagian tengah layar telepon selular tercapai (Valk, 2010), dalam hal ini peneliti
sehingga sekitarnya kabur. Lensa tambahan berusaha mengguanakan fitur kamera pada
sangat pendek fokusnya, sehingga akan susah kamera selular sehingga siswa dapat
untuk mengambil gambar dari obyek yang mempelajari karakteristik lensa serta kamera
hidup atau bergerak. telepon selular sehingga tujuan pembelajaran
Hal yang harus diperhatikan saat optik mampu dikuasai oleh siswa.
pengambilan gambar adalah, persiapan alat Pembuatan alat tepat guna seperti ini
sederhana yang bisa dipakai untuk menyanggah membuat siswa lebih kreatif dan mampu
kedudukan lensa tambahan supaya tetap berpikir lebih kreatif untuk memanfaatkan

Deasy Irawati 58
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

bahan bahan bekas pakai sehingga barang memanfaatkan fitur kamera telepon selular
barang tersebut masih mempunyai fungsi lanjut mampu meningkatkan kemampuan berpikir
yang lebih berguna daripada sebelumnya. kritis siswa.
Penggunaan lensa yang mempunyai jari
jari kelengkungan yang berbeda beda Ucapan Terima Kasih
mempengaruhi jarak dari tiap fokus lensa, Tentu
juga kualitas kejernihan lensa akan juga Terimakasih kepada Qitep In Science
mempengaruhi kualitas gambar yang dihasilkan. atas program research grant yang telah
Tentunya kualitas gambar yang mendanai penelti melakukan penelitian ini.
dihasilkan dari mikroskop yang dibuat ini jauh Terimakasih kepada SMKN 3 Buduran Sidoarjo
dari mikroskop yang ada di pasaran, tetapi dari yang telah memberikan kesempatan penelkti
pengalaman merencanakan dan merancang melakukan penelitian ini.
mikroskop ini siswa mampu mempelajari
prinsip kerja alat optik terutama mikroskop. Daftar Pustaka
Dari latar belakang dan harapan di atas
maka guru hendaknya dapat menemukan, 1. Anderson, Jonathan. 2010. ICT
merancang dan melaksanakan pembelajaran Transforming Education. Bangkok:
sains yang sesuai dengan prinsip –prinsip kunci UNESCO Bangkok
yang diajukan oleh (Reisser, 2007) sebagai 2. Anglin, Gary J. (edit). 2011. Instructional
berikut: Technology: Past, Present, and Future,
1. fokus pada pemahaman penguasaan konsep Third Edition. Santa Barbara: Libraries
yang mendalam Unlimites
2. menciptakan lingkungan belajar yang 3. Archambault. (2008). The Effect of
berpusat pada siswa Developing Kinematics Concepts
3. menggunakan teknologi untuk Graphically problem Solving Tecniques.
menciptakan lingkungan, menyediakan Arizona: Arizona State University.
peralatan baru untuk para siswa dan 4. Baker, R. (2000). Undergraduate agriculture
meningkatkan pemahaman mereka. student learning styles and critical thinking
4. mendesain transfer belajar abilities: is there a relationship? Journal of
5. melakukan kajian belajar dalam setting agriculture education , 41 (3), 2-12.
dunia nyata bukan di laboratorium 5. Ciri-ciri Perilaku Produktif.
http://resthoe.blogspot.com/2013/03/ciri-
Dari beberapa kondisi yang telah ciri-perilaku-produktif.html
disebutkan menjadi landasan yang tepat bagi 6. D.I Yulianti, D. Y. (2011). Pembelajaran
guru untuk memilih pembelajaran merancang Fisika Berbasis Hands On Activities untuk
dan merencanakan alat yang dituangkan dalam Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis
suatu proyek dengan menggunakan piranti dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
terkini yang menjadi pendamping siswa dalam SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia ,
melakukan aktifitas rutin sehari –hari. Karena 7, 23-27.
itulah pembelajaran yang berorientasi pada 7. Ennis, R. H. (1993). Critical Thinking
merencanakan dan merancang mikroskop Assesment. Theory into Practice , 32, 180.
dengan pengoptimalan kamera telepon selular 8. http://c.ymcdn.com/sites/aect.site-
akan sangat tepat untuk menjawab tantangan ym.com/resource/resmgr/AECT_Document
kondisi masa depan, terutama dalam melatih s/ AECT_Standards_adopted7_16_2.pdf
berpikir kritis siswa karena dalam pembelajaran
yang aktif siswa mengambil informasi seiring 9. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerja_Sama_E
dengan mengerjakan proyek (Valk, 2010) konomi_Asia_Pasifik
10. http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Per
Simpulan dagangan_Dunia
11. Ibrahim, C. a. (2009). An experiment
Berdasarkan hasil analisis dan inusing SMS to Support learning new
pembahasan dapat disimpulkan bahwa english words. British Journal of
pembelajaran yang berorientasi pada Educational Technology, , 78-91.
merencanakan dan merancang alat dengan

Deasy Irawati 59
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

12. Learning in the 21st Century: Taking it


Mobile!,
http://www.blackboard.com/resources/
k12/k12_ptmobile_web.pd

13. Meleisea, Ellie. 2007. ICT in Teacher


Education: Case Studies from the Asia-
Pacific Region. Bangkok: UNESCO
Bangkok
14. Norris. (1985). Synthesis of Research o
Critical Thinking. Educational Leadership ,
40-45.
15. Nur, P. D. (2011). Modul Keterampilan-
keterampilan Proses Sains. Surabaya:
PSMS.
16. P, R. J. (2010). Improving Human
Performance. Theory and Research , 152-
161.
17. Rehorek, J. (2004). Inquiry -Based Teacher
: An example of descriptive science in
action. Amerian Biology Teacher , 66
(7), 493-500.
18. Reiser, Robert A. Ten Trends Affecting the
Fields of Instructional Design and
Technology.
http://www.teachers.fju.edu.tw/files/1011/1
010516PPT.pdf

19. Reiser, Robert A., John V, Dempsey. 2007.


Trends and Issues in Instructional Design
and Technology, Second Edition. New
Jersey: Pearson, Merrill Prentice Hall.

20. Reisser, R. A. (2007). Trends and Issue in


Instructional Design and Technology. New
Jersey: Merrill Prentice Hall.

21. Tessier, J. (2013). Student Impressions of


Academic Cell Phone Use in the
Classroom. Journal of College Science
Teaching , 27-28.
22. Valk, J.-H. (2010). Using Mobile Phone to
Improve Educational Outcomes : An
Analysis of evidence frome Asia. The
International Review in Open and
Distributed Learning , 11, 11.

Deasy Irawati 60
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENERAPAN STRATEGI INKUIRI BERBANTUAN MEDIA TV


INTERAKTIF MATERI GERAK MELINGKAR BERATURAN DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA
PADA SISWA KELAS X SMK DIPONEGORO LEBAKSIU TAHUN
PELAJARAN 2017/2018

Dedy Iswanto
SMK Diponegoro Lebaksiu, Jalan Raya Dukuhlo – Lebaksiu Kabupaten Tegal

ABSTRACT

The aim of this research is to describe the increase of problem solving in GMB through inquiry learning with
the help of interactive television for class X students of SMK Diponegoro Lebaksiu. The method of research is
classroom action research. The steps are planning, acting, observing and reflecting. The results are the
implementation of inquiry learning with the help of interactive television can improve problem solving skills
of students in GMB matter. It has proven with the increase of learning results from 47% to 64% at first cycle
and reach 78% at second cycle.

Keywords: problem solving skills, interactive television, inquiry learning

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan besarnya peningkatan kemampuan pemecahan masalah
fisika pada materi Gerak Melingkar Beraturan melalui Strategi Pembelajaran Inkuiri berbantuan media TV
Interaktif pada siswa kelas X SMK Diponegoro Lebaksiu. Prosedur penelitian berbentuk Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) yang terdiri dari beberapa siklus. Dengan langkah-langkah penelitian tersebut terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa
penerapan strategi pembelajaran Inkuiri berbantuan media TV Interaktif dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah fisika materi Gerak Melingkar Beraturan pada siswa kelas X TKR 2 SMK Diponegoro
Lebaksiu tahun pelajaran 2017/2018. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan hasil belajar dengan
penerapan strategi pembelajaran Inkuiri berbantuan media TV Interaktif dari ketuntasan klasikal 47% pada
kondisi awal menjadi 64% pada siklus I, dan menjadi 78% pada siklus II.

Kata kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah, Strategi Pembelajaran Inkuiri, media TV Interaktif

Pendahuluan jika mereka paham akan konsep matematika


sehingga fisika tidak dianggap sebagai materi
Berdasarkan pengalaman mengajar pada mata yang penuh dengan perhitungan. Untuk itu,
pelajaran fisika, penulis menemukan seyogyanya siswa tidak hanya diberikan cara
permasalahan yang berkaitan dengan untuk menghitung secara rumus tetapi
rendahnya kemampuan pemecahan masalah bagaimana siswa dapat memahami konsep
siswa terutama pada materi Gerak fisika secara cermat.
Melingkar Beraturan. Siswa sering mengalami
kejenuhan dalam mengikuti pembelajaran Data hasil ulangan harian pada materi Gerak
fisika. Faktor yang sangat mempengaruhi Melingkar Beraturan menunjukkan bahwa
adalah kompeksitas materi yang membutuhkan ketuntasan klasikal kelas di kelas X
pemahaman dan analisis sehingga siswa TKR 2 SMK Diponegoro Lebaksiu Tahun
malas untuk memahami materi, tidak pelajaran 2017/2018 hanya 47% atau 19 siswa
tersedianya media yang mendukung siswa yang dinyatakan tuntas dari 36 siswa, serta
dalam memahami materi. nilai rata-rata ulangan harian hanya 60,56. Hal
ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa
Dalam materi tersebut membutuhkan dinilai rendah.
kemampuan pemecahan masalah dalam
menemukan konsep fisika. Siswa akan merasa Oleh karena itu, agar siswa lebih mudah untuk
senang dan antusias mengikuti pembelajaran memahami konsep materi Gerak Melingkar
Dedy Iswanto 61
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Beraturan pada Hubungan Roda-roda, guru Media TV Interaktif


dituntut untuk dapat memfasilitasi siswa
dengan membuat suatu inovasi pembelajaran Sadiman (2012: 7) berpendapat bahwa media
yang lebih menyenangkan yaitu dengan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
penerapan strategi pembelajaran yang lebih untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
efektif. Upaya yang perlu dilakukan adalah penerima sehingga dapat merangsang pikiran,
dengan menerapkan Strategi Pembelajaran perasaan, perhatian dan minat serta perhatian
Inkuiri, sebab strategi pembelajaran ini lebih siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar
menekankan pada kemampuan pemecahan terjadi.Media TV Interaktif dibuat pada program
masalahan fisika berkaitan dengan materi Ms. Office Powerpoint 2007 berbasis VBA.
Gerak Melingkar Beraturan pada Hubungan Dimana media tersebut terdiri dari beberapa
Roda-roda. Selain itu, guru juga perlu konten, seperti kompetensi, materi, simulasi,
menerapkan bantuan media pembelajaran latihan soal, dan evaluasi. Konten tersebut
berbasis TIK dalam rangka mendukung siswa termasuk media interaktif yang dikemas dalam
untuk mempermudah dalam menemukan bentuk seperti TV sehingga disebut TV
konsep pemecahan masalah berkaitan Interaktif. Dalam konten evaluasi tersebut
dengan materi Gerak Melingkar Beraturan digunakan untuk mengetahui kemampuan
pada Hubungan Roda-roda, yaitu melalui pemecahan masalah dalam materi Gerak
media TV Interaktif. Rumusan masalah Melingkar Beraturan dengan soal random
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : sebanyak 10 soal.
Berapa besarkah peningkatan kemampuan
pemecahan masalah fisika pada materi Gerak Dalam penelitian ini, penulis akan
Melingkar Beraturan melalui Strategi menerapkan permasalahan yang terjadi secara
Pembelajaran Inkuiri berbantuan media TV kontekstual yang dimodifikasi dalam bentuk
Interaktif pada siswa kelas X SMK media pembelajaran interaktif melalui TV
Diponegoro Lebaksiu?. Interaktif. Permasalahan-permasalahan yang
ada nantinya pada tahap perumusan masalah,
Kajian Pustaka siswa diharapkan untuk memberikan hipotesis,
Strategi Pembelajaran Inkuiri mengumpulkan data, menguji hipotesis hingga
Secara umum Sanjaya (2012: 199) menarik kesimpulan secara berkelompok.
mengemukakan bahwa proses pembelajaran Siswa akan diberikan permasalahan melalui
dengan mengguanakan Strategi simulasi soal pada media TV Interaktif.
Pembelajaran Inkuiri dapat mengikuti
langkah-langkah orientasi, merumuskan Metode Penelitian
masalah, merumuskan hipotesis, Peneliti menggunakan metode Penelitian
pengumpulan bukti dan Fakta, menguji Tindakan Kelas yang terdiri dari beberapa
hipotesis, merumuskan kesimpu lan. Dengan siklus hingga penelitian berhasil. Adapun
strategi pembelajaran inkuiri tersebut, siswa tahapan tindakan yang akan dilakukan yaitu
nantinya dituntut untuk dapat menemukan planning, acting, observing and reflecting
pemecahan masalah fisika secara
kontekstual secara berkelompok Hasil dan Pembahasan
Tabel . Hasil belajar antarsiklus

Nilai Nilai Nilai

Indikator Kondisi Awal Siklus I Siklus II


Nilai tertinggi 100 100 100
Nilai terendah 0 20 40
Nilai rata-rata 60,56 73,33 81,11
Jumlah siswa yang tuntas 17 23 28
Jumlah siswa yang belum tuntas 19 13 8
Persentase ketuntasan klasikal 47% 64% 78%

Dedy Iswanto 62
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil pada siklus II. Untuk lebih jelasnya, berikut
belajar dengan penerapan strategi pembelajaran disajikan grafik peningkatan aktivitas dan hasil
Inkuiri berbantuan media TV Interaktif dari belajar fisika dari kondisi awal, siklus I, dan
ketuntasan klasikal 47% pada kondisi awal siklus II.
menjadi 64% pada siklus I, dan menjadi 78%

Hal ini menunjukkan adanya peningkatan Daftar Pustaka


hasil belajar dari ketuntasan klasikal pada
kondisi awal ke siklus I sebesar 17% dan dari Arif S. Sadiman, dkk. 2012. Media
siklis I ke siklus II sebesar 14% . Dari hasil Pendidikan, Pengertian,
pembahasan di atas, hasil pengamatan Pengembangan, dan
menunjukkan hasil belajar telah menjawab
Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja
indikator kinerja yaitu dengan ketuntasan Grafindo Persada.
klasikal minimal 75%. Oleh karena itu, Evans, R, J. 1992. Creativity in
penerapan strategi pembelajaran Inkuiri
MS/OR: Improving Problem Solving
berbantuan media TV Interaktif dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan Through Creative Thinking. Interfaces
masalah fisika materi Gerak Melingkar 22: 2. Pp. 87-91. Kartono, dkk. 1987.
Beraturan di kelas TKR 2 SMK Diponegoro Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.
Lebaksiu tahun pelajaran 2017/2018.
Matlin, W, M. 1989. Cognition.
Simpulan
Dari hasil penelitian di atas, dapat Second Edition. New York: Holt,
disimpulkan bahwa penerapan strategi Rineheart and Winston, Inc.
pembelajaran Inkuiri berbantuan media TV Sanjaya. 2012. Strategi Pembelajaran
Interaktif dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah fisika materi Gerak
Berorientasi Standar Proses
Melingkar Beraturan pada siswa kelas X Pendidikan. Jakarta: Kencana.
TKR 2 SMK Diponegoro Lebaksiu tahun Santyasa, I. Wayan. 2004. Model
pelajaran 2017/2018. Hal ini dibuktikan Problem Solving dan Reasoning
dengan adanya peningkatan hasil belajar sebagai Alternatif Pembelajaran
dengan penerapan strategi pembelajaran Inovatif. Surabaya: Konvensi
Inkuiri berbantuan media TV Interaktif dari Nasional Pendidikan Indonesia.
ketuntasan klasikal 47% pada kondisi awal
Susanna D, dkk. 2003. Penentuan
menjadi 64% pada siklus I, dan menjadi 78%
pada siklus II. Kadar Nikotin dalam Asap Rokok.
Depok: Makara.

Dedy Iswanto 63
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PINTER


DENGAN BUDI PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI ROGOMULYO
02

Eka Yudha Ardiyanto


masekayudha@gmail.com

ABSTRACT
Science learning in 4th SD Negeri Rogomulyo 02is not optimal yet because it has not oriented on process skill
and has not used interesting media. This has an impact on the low motivation and student learning outcomes.
The results of daily IPA test show that there are 63% unfinished and only 37% of students who complete in
learning in reaching limited score 60. On the basis of that fact, researchers solve problems through PINTER
(Learning Inquiry of Integrated Character) with BUDI (Digital Book) in an effort improve the science learning
outcomes of fourth graders of Rogomulyo 02 State Elementary School. The general purpose of this research is
to describe the application of learning through PINTER with BUDI in improving science learning outcomes of
fourth graders of Rogomulyo 02 State Element. The specific objectives of this research are 1) learning science
through PINTER with BUDI on students, 2) knowing the character values in science learning through PINTER
with BUDI in grade 4th SD Negeri Rogomulyo 02, 3) improving science learning outcomes through PINTER
with BUDI in fourth grade students of SD Negeri Rogomulyo 02 The research design is carried out by
classroom action research through e the four stages of planning, action, observation, and reflection. This
research was conducted in 3 (three) cycles. The conclusion of this research is science learning through PINTER
with BUDI can improve teacher skill, student character and student learning result.
Keywords: teacher skills, character, learning outcomes, PINTER, BUDI

ABSTRAK
Pembelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Rogomulyo 02 belum optimal karena belum berorientasi pada
keterampilan proses dan belum menggunakan media yang menarik. Hal tersebut berdampak pada rendahnya
motivasi dan hasil belajar siswa. Hasil ulangan harian IPA menunjukkan bahwa terdapat 63 % yang tidak
tuntas dan hanya 37 % siswa yang tuntas dalam pembelajaran dalam mencapai KKM 60. Atas dasar kenyataan
itu, peneliti memecahkan masalah melalui PINTER (Pembelajaran Inkuiri Terintegrasi Karakter) dengan BUDI
(Buku Digital) sebagai upaya meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Rogomulyo 02. Tujuan
umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran melalui PINTER dengan BUDI
dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Rogomulyo 02. Tujuan khusus penelitian ini
yaitu: 1) meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA melalui PINTER dengan BUDI pada siswa,
2) mengetahui nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPA melalui PINTER dengan BUDI pada siswa kelas IV
SD Negeri Rogomulyo 02, 3) meningkatkan hasil belajar IPA melalui PINTER dengan BUDI pada siswa kelas
IV SD Negeri Rogomulyo 02. Rancangan penelitian dilaksanankan dengan penelitian tindakan kelas melalui
empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 (tiga)
siklus. Simpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran IPA melalui PINTER dengan BUDI dapat
meningkatkan keterampilan guru, karakter siswa dan hasil belajar siswa.

Kata kunci : keterampilan guru, karakter, hasil belajar, PINTER, BUDI

Pendahuluan karena belum menyentuh ranah kerja ilmiah


dan hanya disajikan sebagai pemahaman
Pembelajaran IPA disajikan secara konsep dan penerapannya saja. Hal ini
komprehensif meliputi keterampilan proses menyebabkan siswa tidak mampu
dan produk. Kedua hal tersebut tidak dapat mengembangkan keterampilan proses dalam
dipisahkan sebagai satu kesatuan yang utuh pembelajaran IPA dan pembelajaran menjadi
dalam memahami konsep-konsep IPA. Pada kurang bermakna. Karena pembelajaran IPA
kenyataannya pembelajaran IPA di Kelas IV merupakan sebuah proses tidak hanya produk
SD Negeri Rogomulyo 02 belum optimal, saja. Sehingga, menyebabkan motivasi dan
Eka Yudha 64
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

hasil belajar siswa menjadi rendah. Gambaran Selain menerapkan PINTER


tentang hasil ulangan harian mata pelajaran (Pembelajaran Inkuiri Terintegrasi Karakter),
IPA materi Energi pada semester 2 tahun solusi yang ditawarkan untuk mengatasi
pelajaran 2016/2017 pada siswa kelas IV SD rendahnya motivasi siswa dalam pembelajaran
Negeri Rogomulyo 02 sebagai berikut : yaitu penggunaan media pembelajaran BUDI
(Buku Digital). Media sangat penting
Tabel 1 Hasil Ulangan Harian Mata Pelajaran digunakan dalam pembelajaran karena
IPA memiliki manfaat praktis seperti; 1)
Memperjelas penyajian pesan dan informasi;
Tun Tida Rer Nilai Nilai Rent 2) Meningkatkan dan mengarahkan perhatian
tas k ata Terti Teren ang anak sehingga dapat menimbulkan motivasi
Tun nggi dah belajar, 3) Dapat mengatasi keterbatasan
tas indera, ruang, dan waktu; dan 4) Memberikan
37 63 63 90 30 60 kesamaan pengalaman belajar pada siswa
% % dengan lingkungannya (Cecep dan Bambang ,
2011:23) . Buku digital adalah sebuah bahan
Banyaknya persentase siswa yang tidak ajar digital yang bersifat audio visual dan
tuntas sebesar 63 % (12 dari 19 siswa) dibuat menggunakan software open source
disebabkan karena guru belum menyajikan SIGIL. Selain menyajikan informasi berupa
keterampilan proses dalam pembelajaran dan teks, buku digital juga bisa menampilkan
belum menggunakan media pembelajaran yang gambar, suara dan video dalam perangkat
menarik, sehingga motivasi siswa rendah dan laptop maupun smart phone berbasis android
berakibat pada rendahnya hasil belajar. dan ios. Karena memiliki keunggulan tersebut,
Berbagai upaya telah dilakukan oleh guru diharapkan penggunaan media BUDI ini bisa
untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
siswa diantaranya dengan mengadakan Pembelajaran yang dapat
remedial dan menggunakan media gambar mengoptimalkan siswa adalah pembelajaran
dalam pembelajaran. Akan tetapi upaya yang bermakna, menyenangkan dan dapat
tersebut belum menunjukkan peningkatan mendorong untuk membangun dan
yang signifikan. mengembangkan pengetahuan yang
Menindaklanjuti kesenjagan di atas, maka dimilikinya (Marpaung, 2006). PINTER
salah satu alternatif solusi yang ditawarkan (Pembelajaran Inkuiri Terintegrasi Karakter)
dalam pembelajaran IPA yaitu melalui dengan BUDI (Buku Digital) ini merupakan
Pembelajaran Inkuiri Terintegrasi Karakter salah satu solusi supaya pembelajaran menjadi
(PINTER). Hamalik (2010:219) menyatakan lebih bermakna, inovatif, efektif, dan
bahwa dalam inkuiri seseorang bertindak menyenangkan. Kondisi pembelajaran di atas
sebagai seorang ilmuwan, melakukan mendorong peneliti untuk mengadakan
eksperimen, dan mampu melakukan proses penelitian dengan judul “ Upaya
mental inkuiri meliputi mengajukan Meningkatkan Hasil Belajar IPA melalui
pertanyaan, merumuskan masalah, PINTER dengan BUDI pada Siswa Kelas IV
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, SD Negeri Rogomulyo 02”.
menguji hipotesis dan membuat kesimpulan. Rumusan masalah dalam penelitian ini
Pembelajaran dengan model inkuiri dapat adalah bagaimana penerapan PINTER dengan
terintegrasi dengan nilai-nilai karakter seperti BUDI dalam meningkatkan hasil belajar IPA
rasa ingin tahu, berpikir kritis, kreatif, mandiri, pada siswa kelas IV SD Negeri Rogomulyo
kerja keras, jujur dan percaya diri. Melalui 02? Secara khusus rumusan masalah dapat
pembelajaran inkuiri yang terintegrasi karakter dirinci sebagai berikut 1) Apakah melalui
ini, diharapkan siswa dapat mencapai tujuan PINTER dengan BUDI dapat meningkatkan
pembelajaran yang optimal, dapat memahami keterampilan guru dalam pembelajaran IPA
konsep, memiliki keterampilan proses, siswa kelas IV SD Negeri Rogomulyo 02? 2)
menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter, Apakah nilai-nilai karakter yang terdapat
dan pada akhirnya memperoleh hasil belajar dalam pembelajaran IPA melalui PINTER
yang mencapai batas KKM sebesar 60. dengan BUDI pada siswa kelas IV SD Negeri
Rogomulyo 02? dan 3) Apakah melalui

Eka Yudha 65
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PINTER dengan BUDI dapat meningkatkan membimbing siswa dalam merumuskan


hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SD hipotesis; 5) membimbing siswa dalam
Negeri Rogomulyo 02? merumuskan hipotesis; 6) membimbing siswa
Tujuan penelitian ini adalah menguji hipotesis; 7) melakukan tanya jawab;
mendeskripsikan penerapan pembelajaran 8) membuat kesimpulan bersama siswa; 9)
melalui PINTER dengan BUDI dalam membuat kesimpulan bersama siswa dan 10)
meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa menutup pelajaran. Dari 10 indikator tersebut
kelas IV SD Negeri Rogomulyo 02. Tujuan masing-masing diberikan skor minimal
khusus penelitian ini adalah 1) meningkatkan 1(kurang), 2 (cukup), 3 (baik) dan maksimal 4
keterampilan guru dalam pembelajaran IPA (sangat baik). Kriteria penilaian ada 4 yaitu,
melalui PINTER dengan BUDI pada siswa jumlah 10 ≤ skor ≤ 16 adalah kurang, 17 ≤
kelas IV SD Negeri Rogomulyo 02, 2) skor ≤ 24 adalah cukup, 25 ≤ skor ≤ 32 adalah
mengetahui nilai-nilai karakter dalam baik, dan 33 ≤ skor ≤ 40 adalah sangat baik.
pembelajaran IPA melalui PINTER dengan Karakter yang diamati dalam
BUDI pada siswa kelas IV SD Negeri pembelajaran IPA melalui PINTER dengan
Rogomulyo 02, dan 3) meningkatkan hasil BUDI antara lain : 1) rasa ingin tahu; 2)
belajar IPA melalui PINTER dengan BUDI demokratis; 3) kreatif; 4) mandiri; 5) gemar
pada siswa kelas IV SD Negeri Rogomulyo membaca; 6) jujur; 7) peduli sosial; 8)
02. tanggung jawab; 9) kerja keras, dan 10)
komunikatif. Karakter tersebut menjadi
Metode Penelitian indikator pengamatan karakter siswa. Dari 10
indikator tersebut masing-masing diberikan
Rancangan penelitian ini adalah skor minimal 1(kurang), 2 (cukup), 3 (baik)
penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dan maksimal 4 (sangat baik). Kriteria
selama 3 siklus. Setiap siklus terdapat empat penilaian ada 4 yaitu, jumlah 10 ≤ skor ≤ 16
tahapan utama yaitu perencanaan, adalah kurang, 17 ≤ skor ≤ 24 adalah cukup,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Objek 25 ≤ skor ≤ 32 adalah baik, dan 33 ≤ skor ≤ 40
penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV adalah sangat baik.
SD Negeri Rogomulyo 02 yang berjumlah 19 Hasil belajar dikatakan tuntas, jika siswa
siswa. Lokasi penelitian adalah SD Negeri dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal
Rogomulyo 02. sebesar 60. Jika di bawah 60, maka siswa tidak
Variabel penelitian ini adalah 1) tuntas.
keterampilan guru melalui PINTER dengan
BUDI dalam pembelajaran IPA kelas IV SD Indikator keberhasilan penelitian ini
Negeri Rogomulyo 02, 2) Karakter siswa adalah 1) keterampilan guru dalam
melalui PINTER dengan BUDI dalam pembelajaran IPA melalui PINTER dengan
pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri BUDI meningkat dengan kriteria minimal
Rogomulyo 02, dan 3) Hasil belajar siswa baik; 2) karakter siswa dalam pembelajaran
melalui PINTER dengan BUDI dalam IPA melalui PINTER dengan BUDI
pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri meningkat dengan kriteria minimal baik secara
Rogomulyo 02. klasikal mencapai 80 %, dan 3) 85 %
Data diperoleh dari hasil pengamatan mengalami ketuntasan hasil belajar dengan
keterampilan guru, karakter siswa dan hasil KKM ≥ 60.
belajar siswa. Data keterampilan guru dan
karakter siswa diperoleh dari catatan lapangan
dan lembar pengamatan. Sedangkan data hasil Hasil dan Pembahasan
belajar diperoleh dari tes tertulis pada tiap
Berdasarkan hasil observasi keterampilan
siklus. Data dianalisis menggunakan analisis
guru pada pembelajaran IPA melalui PINTER
deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
dengan BUDI pada siklus I, II dan III
Keterampilan guru terdapat 10 indikator
diperoleh data sebagai berikut:
pengamatan antara lain: 1) menyiapkan siswa
untuk siap menerima pembelajaran; 2)
melakukan apersepsi; 3) memberikan masalah
dalam pembelajaran melalui buku digital; 4)

Eka Yudha 66
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Tabel 2. Rekapitulasi hasil observasi sedekimian rupa sehingga proses belajar


keterampilan guru menjadi lebih efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Siklus Jumlah Kriteria
Skor Berdasarkan hasil observasi karakter siswa
I 28 Baik dalam pembelajaran IPA melalui PINTER
II 32 Baik dengan BUDI pada siklus I, II, dan III, secara
III 37 Sangat klasikal terjadi peningkatan rerata jumlah skor
Baik dan diperoleh data sebagai berikut:

Peningkatan keterampilan guru dari Tabel 3. Rekapitulasi hasil observasi karakter


siklus I, II, dan III dapat digambarkan ke siswa
dalam diagram sebagai berikut:
Rerata
Siklus Jumlah Kriteria
Skor
40 I 23,2 Cukup
II 25 Baik
20 III 28,8 Baik

0 Peningkatan karakter siswa di atas dapat


digambarkan ke dalam diagaram sebagai
Siklus I Siklus II Siklus III berikut:

Gambar 1. Peningkatan keterampilan guru


siklus I, II dan III

Diagram di atas, menunjukkan bahwa dengan


pembelajaran inkuiri terintegrasi karakter
(PINTER) dengan media buku digital (BUDI)
dapat meningkatkan keterampilan guru dalam
mengajar IPA. Pembelajaran inkuiri mampu
menjadikan guru sebagai fasilitator yang
membuat siswa lebih aktif dan kreatif. Hal ini
sependapat dengan Sudrajat (2011) bahwa
pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara Gambar 2. Peningkatan Karakter Siswa Siklus I, II,
dan III
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, Pendidikan karakter tidak hanya
manusia atau peristiwa) secara sistematis, dilaksanakan pada mata pelajaran PKn
kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat ataupun agama. Nilai-nilai karakter dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan ditanamkan pada mata pelajaran yang lain.
penuh percaya diri. Salah satunya pada mata pelajaran IPA kelas
IV. Dalam pembelajaran IPA disisipkan nilai
Tidak hanya model pembelajaran inkuiri karakter karena berkaitan dengan sikap kerja
saja, peran media juga mendukung dalam ilmiah. Nilai-nilai karakter yang ingin
proses pembelajaran sehingga dapat mencapai ditanamkan pada pembelajaran IPA
tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan disesuaikan dengan kajian empiris Pusat
dengan Sukiman (2012: 29) menyebutkan Kurikulum Kemdiknas (2011), antara lain : 1)
bahwa media pembelajaran adalah segala rasa ingin tahu; 2) demokratis; 3) kreatif; 4)
sesuatu yang dapat digunakan untuk mandiri; 5) gemar membaca; 6) jujur; 7)
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima peduli sosial; 8) tanggung jawab; 9) kerja
sehingga merangsang pikiran, perasaan, keras; dan 10) komunikatif. Karakter-karakter
perhatian dan minat serta kemauan siswa

Eka Yudha 67
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

tersebut diamati dalam langkah-langkah sebesar 85 %. Sehingga, perlu dilanjutkan ke


pembelajaran inkuiri oleh observer. siklus III. Pada siklus III terjadi peningkatan
Melalui kegiatan pembelajaran inkuiri yaitu 89 % atau 17 dari 19 siswa dengan rerata
dengan media buku digital, siswa mampu nilai 72. Karena pada siklus III sudah berhasil
meningkatkan nilai karakter-karakter tersebut. mencapai indikator keberhasilan, maka tidak
Jadi, tidak hanya pengetahuan mereka saja dilanjutkan ke siklus selanjutnya.
yang bertambah, tetapi mereka belajar menjadi Peningkatan hasil belajar di atas
manusia seutuhnya yang berkarakter dan dipengaruhi oleh penerapan model
berbudi pekerti. pembelajaran inkuiri terintegrasi karakter
Berdasarkan hasil evaluasi pada pra siklus, (PINTER sehingga terjadi perubahan dalam
siklus I, siklu II dan siklus III terjadi diri siswa. Hal ini sejalan dengan Darmansyah
peningkatan persentase ketuntasan belajar (2006:13) menyatakan bahwa hasil belajar
secara klasikal. Peningkatan tersebut dapat adalah hasil penilaian terhadap kemampuan
dituliskan ke dalam tabel sebagai berikut: siswa yang ditentukan dalam bentuk angka.
Hasil belajar merupakan suatu prestasi yang
Tabel 4. Rekapitulasi Persentase hasil belajar dicapai seseorang dalam mengikuti proses
siswa pembelajaran, dengan kata lain hasil belajar
merupakan perubahan yang terjadi dalam diri
Siklus Persentase Kriteria individu yang belajar.
(%) Selain itu, perubahan yang terjadi dalam
Pra 37 Tuntas diri siswa meliputi 3 hal yaitu pengetahuan
I 58 Tuntas (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan
II 79 Tuntas sikap (afektif). Hal ini sesuai dengan pendapat
III 89 Tuntas Bloom yang dikutip Djaafar (2001:83)
menyatakan hasil belajar dibagi dalam tiga
Peningkatan di atas dapat lebih diperjelas ranah atau kawasan yaitu (1) Ranah Kognitif,
ke dalam bentuk diagram di bawah ini: (2) Ranah Afektif dan (3) Ranah Psikomotor.

Simpulan
100 Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas
90 dalam pembelajaran IPA melalui PINTER
80
70 dengan BUDI pada siswa kelas IV SDN
60
50 Rogomulyo 02 dapat disimpulkan sebagai
40
30 berikut:
20
10 1. Keterampilan guru dalam pembelajran IPA
0 melalui PINTER dengan BUDI dapat
Pra Siklus Siklus I Siklus II Siklus III
ditingkatkan, hal ini dibuktikan dengan
hasil observasi pada tiap siklus yaitu siklus
Gambar 3. Peningkatan hasil belajar Pra SIklus, I skor 28 dengan kriteria baik, siklus II skor
Siklus I, II, dan III 32 dengan kriteria baik dan siklus III skor
37 dengan kriteria sangat baik.
Pada pra siklus ketuntasan belajar hanya 2. Karakter siswa dalam pembelajaran IPA
mencapai 37 % atau 7 dari 19 siswa, dengan melalui PINTER dengan BUDI dapat
rerata nilai 63. Hal inilah yang melatar ditingkatkan, hal ini dibuktikan dengan
belakangi dilaksanakan penelitian ini. Pada hasil observasi tiap siklus menunjukkan
siklus I terjadi kenaikan ketuntasan belajar pada siklus I skor 23,2 dengan kriteia
menjadi 58 % atau 11 dari 19 siswa dengan cukup, siklus II skor 25 dengan kriteria
rerata 55. Karena belum mencapai indikator baik, dan siklus III skor 28,8 dengan
keberhasilan ketuntasan minimal sebesar 85 kriteria baik.
%, maka dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II 3. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA
terjadi peningkatan menjadi 79 % atau 15 dari melalui PINTER dengan BUDI dapat
19 siswa, dengan rerata nilai 67. Meskipun ditingkatkan, siklus I ketuntasan belajar
sudah terjadi peningkatan pada siklus II, akan sebesar 58 % (11 dari 19 siswa) dengan rerata
tetapi belum mencapai ketuntasan minimal nilai 55, siklus II sebesar 79 % (15 dari 19

Eka Yudha 68
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

siswa) dengan rerata 67, dan siklus III sebesar [2] Arikunto, Suharsimi dkk. 2009.
89 % (17 dari 19 siswa) dengan rerata 72. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :
Sesuai hasil penelitian di atas, maka hipotesis Bumi Aksara
tindakan terbukti bahwa penerapan PINTER
[3] Damayanti, Ida dan Mintohari. 2014.
dengan BUDI dalam pembelajaran IPA dapat
Penerapan Model Inkuiri untuk
meningkatkan keterampilan guru, karakter
Meningkatkan Hasil Belajar Mata
siswa dan hasil belajar siswa kelas IV SDN
Pelajaran IPA Sekolah Dasar. (Artikel
Rogomulyo 02.
hasil penelitian diunduh dari
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/article
Ucapan Terima Kasih
/15812/18/article.pdf pada pukul 18.45
Ucapan terima kasih, peneliti tanggal 14 April 2017.
sampaikan kepada Seameo Qitep in Science [4] Darmansyah. 2006. Teknik Belajar yang
yang telah memberikan hibah untuk Menyenangkan. Jakarta : Rineka Cipta
melaksanakan penelitian tindakan kelas di
SDN Rogomulyo 02. Selain itu, terima kasih [5] Djaafar.2001. Belajar dan Pembelajaran
juga peneliti haturkan kepada kepala SDN . Jakarta Erlangga
Rogomulyo 02 yang telah memberikan izin [6] Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar
untuk melaksanakan penelitian dan rekan- Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara
rekan guru yang telah membantu jalannya
penelitian. [7] Kustandi, Cecep dan Bambang Sutjipto.
2011. Media Pembelajaran. Jakarta:
Daftar Pustaka Ghalia Indonesia
[1] Aqib, Zaenal dkk. 2010. Penelitian
Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Media

Eka Yudha 69
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI DENGAN


PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN AUTENTIK UNTUK
MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV
TEMA PEDULI TERHADAP MAKHLUK HIDUP DI SDN RRI
CISALAK
Eko Agusnehing Purwaningsih 1) , Retno Damayanti 2)
SDN RRI Cisalak, Jl Raya Jakarta Bogor Km.34, Kota Depok, Jawa Barat
SDN RRI Cisalak, Jl Raya Jakarta Bogor Km.34, Kota Depok, Jawa Barat
Email : ekoricas2@gmail.com

ABSTRACT
The results of the 4th grade of SDN RRI Cisalak have not fulfilled the minimum standard capability value, due
to the teacher centered learning process and only using the written appraisal. In the 2013 Curriculum the
student centered and Authentic assessment. The study aimed to improve the grade 4 learning process and its
assessment. The learning strategy used inquiry-based learning, with the development of authentic assessment
instruments. The research was conducted at SDN RRI Cisalak, Depok. The research subjects of 4B students
amounted to 30 students. The research design used Classroom Action Research. The result of the research
proved the result of learning the cognitive aspect and the students' learning completeness in each cycle there
was improvement. Pre learning cycle average score 61,83 <70 (KKM) and learning completeness 30% <85%,
cycle 1 average score 77,50 and mastery learning 73% <85%, cycle 2 average score 82,33 and mastery
learning 83%, and 3rd cycle average score 88.50 and 100% complete learning. Thus the increase in the
competence of students before and after inquiry-based learning N-Gain = 0.70 is included in the high category.
Assessment of learning outcomes of students' awareness toward the environment around pre-cycle schools
average score of 7.83 (starting notice) and cycle 1, 2 , 3 there is an increase in average score of 9.30 (cultivate).
Cycle 2 student activity in pratikum composting seen from aspects of discipline, cooperation, responsibility, and
caring average of good category.Cycle 3 student activity in pratikum plant red ginger average average score of
good category.Assisting result of learning skill average of 82,2 and mastery learning 100% It is concluded that
inquiry-based learning with development of authentic assessment instrument can improve process and study
result of science subject to the care of 4th grade living creature at SDN RRI Cisalak.
Keywords: inquiry based learning, authentic assessment, learning process, student learning outcomes

ABSTRAK
Hasil belajar siswa kelas 4 SDN RRI Cisalak belum memenuhi nilai standar kemampuan minimal, disebabkan
proses pembelajaran teacher centered dan hanya menggunakan penilaian tertulis. Dalam Kurikulum 2013
menggunakan pendekatan student centered dan Penilaian Autentik. Tujuan penelitian untuk memperbaiki
proses pembelajaran kelas 4 dan penilaiannya. Strategi pembelajaran yang digunakan pembelajaran berbasis
inkuiri, dengan pengembangan instrumen penilaian autentik. Penelitian dilaksanakan di SDN RRI Cisalak,
Depok. Subyek penelitian siswa kelas 4B berjumlah 30 siswa. Rancangan Penelitian menggunakan Penelitian
Tindakan Kelas. Hasil penelitian membuktikan hasil belajar aspek kognitif dan ketuntasan belajar siswa
masing-masing siklus ada peningkatan. Pra siklus hasil belajar nilai rata-rata 61,83<70 (KKM) dan ketuntasan
belajar 30 %<85 %, siklus 1 nilai rata-rata 77,50 dan ketuntasan belajar 73 %< 85 %, siklus 2 nilai rata-rata
82,33 dan ketuntasan belajar 83 %, dan siklus 3 nilai rata-rata 88,50 dan ketuntasan belajar 100 %. Dengan
demikian peningkatan kompetensi siswa sebelum dan sesudah pembelajaran berbasis inkuiri N-Gain =0,70
termasuk kategori tinggi.Penilaian hasil belajar sikap kepedulian siswa terhadap lingkungan sekitar sekolah
pra siklus rata-rata skor 7,83 (mulai terlihat ) dan siklus 1, 2, 3 ada peningkatan rata-rata skor 9,30
(membudaya ). Siklus 2 aktivita siswa dalam pratikum pembuatan kompos dilihat dari aspek
kedisiplinan,kerjasama, tanggung jawab, dan peduli rata-rata kategori baik.Siklus 3 aktivitas siswa dalam
pratikum menanam jahe merah rata-rata kategori baik. Penilaian hasil belajar keterampilan skor rata-rata
82,2 dan ketuntasan belajar 100 %. Disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dengan pengembangan
instrumen penilaian autentik dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA tema peduli terhadap makhluk
hidup kelas 4 di SDN RRI Cisalak.

Kata Kunci: pembelajaran berbasis inkuiri, penilaian autentik, proses belajar, hasil belajar siswa
Pendahuluan

Eko Agusnehing 70
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Latar belakang penelitian ini, sesuai proses dan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD,
Standar Nasional Pendidikan pada pasal 19, meningkatkan kompetensi guru dalam
ayat 1 mengamanatkan bahwa proses membuat penilaian yang holistik meliputi
pembelajaran pada satuan pendidikan domain kognitif, afektif, dan psikomotor
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, dengan menggunakan penilaian autentik.
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta Keutamaan penelitian ini
didik. Namun, kenyataannya proses meningkatnya proses dan hasil belajar IPA
pembelajaran yang dilakukan oleh banyak guru TemaPeduli terhadap makhluk hidup Subtema
saat ini cenderung berpusat pada guru (teacher- Ayo Cintai Lingkungan Siswa Kelas IV di
centered) sehingga siswa menjadi pasif. Siswa SDN RRI Cisalak dengan menerapkan
kurang diberi kesempatan untuk mencari dan pembelajaran yang berbasis inkuiri ,dan
menemukan konsep-konsep IPA yang sedang menggunakan pengembangan instrumen
dipelajari serta tidak banyak diberi kesempatan penilaian autentik. Hasil Belajar yang
untuk memecahkan sendiri. Hal ini berdampak diharapkan adanya perubahan pengetahuan
pada hasil belajar yang rendah. Selain itu, guru (kognitif ) siswa dapat menjelaskan perbedaan
dalam menilai hanya menggunakan penilaian sampah organik dan sampah nonorganik serta
tertulis ( paper and pencil test )untuk menilai menjelaskan pentingnya menjaga lingkungan.
aspek kognitif saja. Perubahan sikap (afektif), siswa dapat
Jadi, dari kenyataan ini, maka perlu membuang sampah dengan memilah antara
dibuat penelitian tindakan kelas (PTK) untuk sampah organik dan nonorganik. Perubahan
memperbaiki proses pembelajaran IPA dan Psikomotor, siswa melalui percobaan dapat
memperbaiki cara penilaian yang digunakan. mengaplikasikan pengetahuannya tentang
Tujuan Penelitian ini untuk meningkatkan pengelolaan sampah organik menjadi sesuatu
proses dan hasil belajar pada pembelajaran IPA yang bermanfaat, yaitu membuat pupuk
tema peduli terhadap makhluk hidup subtema kompos cair
ayo cintai lingkungan siswa kelas IV di SDN Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini
RRI Cisalak. adalah diperolehnya temuan empiris yang dapat
Berdasarkan latar belakang yang telah memberikan kontribusi; Memperbaiki proses
diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi pembelajaran IPA dengan menggunakan
masalah sebagai berikut; rendahnya aktivitas pembelajaran berbasis inkuiri yang dapat
belajar, rendahnya hasil belajar siswa dalam mengembangkan berpikir kritis siswa, dan
pembelajaran IPA, dan penilaian belum efektif pembelajaran lebih bermakna karena dikaitkan
dan efisien dalam proses maupun setelah dengan dunia nyata lingkungan sekitar siswa.
pembelajaran, hanya menilai domain kognitif Meningkatkanya proses aktivitas belajar siswa
sehingga domain afektif dan domain yang akan berdampak pada meningkatnya hasil
psikomotor belum dilaksanakan secara belajar IPA. Meningkatnya kompetensi guru
maksimal. dalam kegiatan pembelajaran dengan
Permasalahan yang akan diteliti; menggunakan model pembelajaran yang sesuai
Apakah penerapan pembelajaran berbasis untuk pembelajaran IPA (sains ), salah satunya
inkuiri dalam pembelajaran IPA Tema Peduli adalah pembelajaran yang berbasisi inkuiri.
terhadap Makhluk Hidup Subtema Ayo Cintai Meningkatnya kompetensi guru untuk
Lingkungan dapat meningkatkan proses dan melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar
hasil belajar siswa kelas IV di SDN RRI yang komprehensif dengan menggunakan
Cisalak? .Bagaimana cara meningkatkan proses pengembangan instrumen penilaian autentik.
dan hasil belajar siswa kelas IV dengan Memecahkan masalah praktis pelaksanaan
menggunakan pengembangan instrumen pendidikan di sekolah yaitu siswa menemukan
penilaian autentik dalam pembelajaran IPA solusi dari masalah sampah yang ada di
Tema Peduli terhadap Makhluk Hidup Subtema lingkungan sekitar sekolah, dengan membuat
Ayo Cintai Lingkungan di SDN RRI Cisalak? pengelolaan sampah organik menjadi pupuk
Tujuan khusus penelitian ini; melalui kompos cair.
pembelajaran berbasis inkuiri untuk Untuk mendukung penelitian ini,
meningkatkan kualitas pembelajaran IPA di SD memerlukan studi literatur tentang hakikat
(Sekolah Dasar), meningkatkan keterampilan pembelajaran berbasis inkuiri, pengembangan
proses berpikir kritis siswa, meningkatkan instrumen penilaian autentik, proses dan hasil

Eko Agusnehing 71
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

belajar, keterampilan proses sains ( IPA ) tema (pengamatan ). Penilain keterampilan dengan
peduli terhadap makhluk hidup. Pembelajaran penilaian proyek.
berbasis inkuiri merupakan suatu pendekatan Hasil dari pengukuran penilaian
pembelajaran yang menggunakan masalah autentik di atas, maka guru dapat melihat
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa perkembangan proses dan hasil belajar siswa
untuk belajar tentang berpikir kritis, yang telah dilaksanakan dalam pembelajaran
keterampilan pemecahan masalah serta untuk inkuiri. Menurut Benjamin S.Bloom (dalam
memperoleh pengetahuan dan konsep yang Asep Jihad dan Abdul Haris, 2008:14) tiga
essensial dari materi kehidupan (Nurhadi dan ranah (domain) hasil belajar yaitu kognitif,
Senduk, 2003:43). Hal ini sesuai dengan afektif, dan psikomotor. Ketiga aspek
pendapat Wina Sanjaya (2009 ; 191-193) kemampuan itu dapat dicapai melalui kegiatan
strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian pembelajaran. Sebagaimana pendapat
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada Abdurrahman (dalam Asep Jihad dan Abdul
proses berpikir secara kritis dan analitis untuk Haris, 2008:14) hasil belajar adalah
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari kemampuan yang diperoleh anak setelah
suatu masalah yang dipertanyakan. Secara melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri
umum proses pembelajaran dengan merupakan suatu proses dari seseorang yang
menggunakan pembelajaran inkuiri dapat berusaha untuk memperoleh suatu bentuk
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : perubahan perilaku yang relatif menetap.
Orientasi, merumuskam masalah, merumuskan Sedangkan proses belajar dapat diartikan
hipotesis, mengumpulkan data, menguji sebagai tahapan perubahan pada perilaku
hipotesis dan merumuskan kesimpulan. kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi
Dalam Implementasi pembelajaran dalam diri siswa.
berbasis inkuiri, guru perlu mengembangkan Berdasarkan uraian di atas maka dapat
instrumen penilaian untuk mengukur disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
kompetensi siswa. Pengembangan instrumen perubahan perilaku yang cenderung menetap
merupakan pengembangan alat untuk menilai. dari ranah kognitif, sikap dan psikomotor.
Menurut Wiggins ( dalam Ridwan Abdullah Perubahan perilaku siswa diperoleh setelah
Sani : 22-23) mengenalkan istilah penilaian terjadinya kegiatan pembelajaran yang
autentik untuk menentang penilaian yang dilakukan dengan mengalami, menjelajahi,
bersifat umum di sekolah, seperti isian singkat, menelusuri dan menemukan sendiri sebuah
tes PG, dan tes sejenisnya, penilaian autentik konsep melalui keterampilan proses sains ( IPA
menurut Wiggins (1993) bentuk penilaian yang ).
melibatkan peserta didik dalam persoalan yang Keterampilan proses sains dalam
berguna atau pertanyaan penting sehingga pembelajaran Tema Peduli Terhadap Makhluk
peserta didik harus menggunakan pengetahuan Hidup di kelas IV mengembangkan kompetensi
untuk menunjukkan kinerja secara aktif. Akan yang meliputi aspek kognitif, afektif dan
tetapi, guru harus dapat menetukan jenis psikomotor. Hal ini sejalan Penilaian dalam
penilaian autentik yang akan digunakan untuk Kurikulum 2013 dengan Permendikbud No. 66
penilaian. Sebagaimana Hasil penelitian Yuni tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Aspek
Pantiwati (2016) menjelaskan jenis asesmen yang dinilai tergantung pada Standar
autentik bervariasi, guru perlu menyesuaiakan Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti
apa kriteria dan aspek yang akan diukur agar (KI), dan Kompetensi Dasar ( KD ).
penilaian bermakna sehingga dapat Kompetensi Inti mencakup aspek kompetensi
menggambarkan kemampuan siswa. sebagai berikut :
Pengembangan instrumen yang Kemendikbud dalam Buku Guru
digunakan dalam penelitian ini, instrumen tes SD/MI kelas IV Tema 3 peduli terhadap
dan non tes. Instrumen tes dengan jenis tes makhluk hidup dan sub tema 3 ayo cintai
tertulis. Dalam tes tertulis guru memberikan lingkungan di kelas IV ( 2014: vii )
butir-butir pertanyaan kepada siswa untuk kompetensi Inti ( KI ) yang akan dicapai dalam
mengetahui ketercapaian kompetensi dari pembelajaran IPA meliputi; K2 (sosial) , K2 (
tujuan pembelajaran. Instrumen non-tes pengetahuan ), dan K3 ( keterampilan ) sebagai
mengembangkan penilaian sikap melalui berikut :
penilaian antar teman dan observasi

Eko Agusnehing 72
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

KI 2 :Memiliki perilaku jujur, disiplin, dengan penilaian proyek. Penilaian ini menjadi
tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya umpan balik dari proses pembelajaran berbasis
diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, inkuiri yang sudah dilaksanakan guru dan
guru, dan tetangganya. mengumpulkan informasi hasil belajar siswa.
KI 3 :Memahami pengetahuan faktual Jadi, dapat disimpulkan berdasarkan
dengan cara mengamati (mendengar, melihat, kajian teoritis, maka proses dan hasil belajar
membaca dan menanya) dan menanya siswa akan meningkat dengan implementasi
berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, pembelajaran berbasis inkuiri diukur melalui
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan pengembangan instrumen penilaian autentik.
benda-benda yang dijumpainya di rumah,
sekolah, dan tempat bermain. Metode Penelitian
KI 4 :Menyajikan pengetahuan faktual Subjek Penelitian adalah siswa kelas
dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, IV B SDN RRI Cisalak Semester ganjil tahun
dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang 2017/2018 dengan melibatkan sebanyak 30
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan siswa terdiri dari 16 laki-laki dan 14
yang mencerminkan perilaku anak beriman dan perempuan. Penelitian ini ditujukan untuk
berakhlak mulia. perbaikan pembelajaran IPA tema peduli
Kompetensi Inti di atas dijabarkan terhadap makhluk hidup Subtema ayo cintai
lebih terperinci lagi dalam Kompetensi Dasar lingkungan. Penelitian ini dilakukan di SDN
dan Indikator sebagaimana terdapat dalam RRI Cisalak yang beralamat di Jl. Raya Jakarta-
Kemendikbud dalam Buku Guru SD/MI kelas Bogor Km.34, Kelurahan Cisalak, Kec.
IV Tema 3 peduli terhadap makhluk hidup dan Sukmajaya, Kota Depok. Adapun Jadwal /
sub tema 3 ayo cintai lingkungan di kelas IV Waktu Penelitian dilaksanakan Juli s.d
(2014:128) kompetensi Dasar (KD) yang akan Oktober 2017.
dicapai dalam pembelajaran IPA meliputi; 3.8. Dalam penelitian tindakan kelas ini uji
Memahami pentingnya upaya keseimbangan instrumen yang digunakan dengan uji Validasi
dan pelestarian sumber daya alam di isi. Menurut Sukardi (2007:123) validasi isi
lingkungannya. 4.8.Melakukan kegiatan upaya ialah derajat dimana sebuah tes mengukur
pelestarian sumber daya alam bersama orang- cakupan substansi yang ingin di ukur. Validasi
orang di lingkungannya. isi menunjukkan sejauhmana instrumen
Setelah guru mengimplementasikan tersebut mencerminkan isi yang
pembelajaran berbasis inkuiri pada dikehendaki.Validasi suatu instrumen harus
pembelajaran Sains ( IPA ) tema peduli diusahakan agar mencakup semua indikator
terhadap makhluk hidup subtema ayo cintai yang hendak diukur. Dari hasil validasi dengan
lingkungan diharapkan dapat memberi motivasi ahli ,item-item yang terdapat dalam instrumen
kepada siswa untuk berpikir kritis dan analitis. penilaian K13 valid, dan dapat digunakan untuk
Siswa yang termotivasi untuk belajar IPA, penelitian. Untuk memperoleh validasi isi
maka siswa akan mudah memahami konsep instrumen ini peneliti berkonsultasi dengan dua
IPA. Pemahaman konsep IPA yang baik akan orang validator yang kompeten di bidangnya.
meningkatkan proses dan hasil belajar, dan Dua orang tersebut yaitu instruktur nasional
mengubah sikap siswa menjadi lebih baik dari dan instruktur daerah Kurikulum 2013.
sebelumnya serta dapat menerapkannya dalam Desain Penelitian yang digunakan adalah
kehidupan sehari-hari. Penelitian Tindakan Kelas (Action Research),
Bentuk dan cara penilaian yang bertujuan untuk memperbaiki dan
diterapkan guru juga memberi pengaruh meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
penting bagi proses pembelajaran inkuiri yang Adapun prosedur kerja dalam PTK menurut
dilaksanakan oleh guru. Salah satu bentuk Kemmis dan Mc Taggart (dalam Zainal Aqib,
penilaian yang sesuai dengan pembelajaran 22-23:2008) merupakan suatu siklus spiral
berbasis inkuiri dan konsep dalam kurikulum mulai dari empat komponen meliputi;
2013 adalah penilaian autentik. Jenis penilaian perencanaan, Aksi/tindakan, observasi, dan
autentik yang digunakan untuk mengukur refleksi. Sesudah adanya refleksi, kemudian
domain kognitif tes tertulis, domain sikap diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang
penilaian antar teman dan Observasi dilaksanakan dalam bentuk siklus 1,2,3, dan
(pengamatan) serta domain keterampilan seterusnya.

Eko Agusnehing 73
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Dalam perencanaan Peneliti Perubahan tersebut merupakan efektivitas: (1)


mempersiapkan sebagai berikut : (1) Menyusun Perilaku siswa di dalam belajar, dan (2) Hasil
soal pretest dan postest (2) Menyiapkan media belajar siswa.
dan fasilitas pendukung, (3) Menyusun Apabila siklus 1 belum mencapai
Rencana Pembelajaran ( RPP ) (4) Menentukan kompetensi sesuai yang diharapkan atau belum
metode dan pendekatan pembelajaran berbasis bisa mengatasi masalah maka perlu dilanjutkan
inkuiri, (5) Membuat panduan observasi untuk kegiatan penelitian pada siklus 2, dan
mengetahui kompetensi guru dalam kegiatan seterusnya, melaksanakan tindakan
pembelajaran berbasis inkuiri dan sikap siswa berkelanjutan ke arah lebih baik sampai dengan
selama proses pembelajaran(6)Membuat batas waktu yang ditentukan selesai, yaitu
Instrumen penilaian autentik; untuk penilaian perbaikan prosespembelajaran berpengaruh
kognitif (pengetahuan) menggunakan tes pada meningkatnya proses dan hasil belajar
tertulis, penilaian sikap menggunakan penilaian siswa.
diri antar teman, dan penilaian keterampilan Analisis data yang digunakan dalam
(psikomotor) menggunakan penilaian proyek PTK ini, menggunakan analisis deskriptif : (1)
dengan rubrik, LKS (Lembar Kerja Siswa ) (7) Hasil pemahaman konsep dianalisis dengan
Menentukan teman sejawat yang akan analisis deskriptif komparatif yaitu
mengobservasi selama proses pembelajaran membandingkan hasil nilai tes antar siklus
berbasis inkuiri berlangsung. maupun dengan indikator kinerja, (2) Analisis
Melaksanakan tindakan sesuai rencana diskriptif berdasarkan hasil observasi dan
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan refleksi. Data yang diperoleh dari instrumen
menerapakan pendekatan pembelajaran diolah menjadi dua jenis data kuantitatif dan
berbasis inkuiri pada siswa kelas IV B SDN data kualitatif. Data kuantitaif diukur dengan
RRI Cisalak, dengan langkah-langkah ; cara: Menghitung presentase ketuntasan belajar
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, siswa secara klasikal dimana indikator
menguji hipotesis dengan mengumpulkan data, ketuntasan belajar yang digunakan yakni 85 %
membuat kesimpulan dan dengan rumus :
mempresentasikannya. Setelah pembelajaran
selesai dilanjutkan dengan melaksanakan post TB = ∑ s ≥ 70 x 100 %
tes pada peserta didik untuk mengetahui daya n
serap materi setelah pembelajaran. Keterangan :
Langkah selanjutnya melakukan ∑ s ≥ 70 = Jumlah siswa yang mendapat
pengamatan (observasi) pada saat pembelajaran nilai lebih besar dari atau
berlangsung.Pengamatan dilakukan oleh dua Sama dengan 70
orang guru selaku observer yang mengamati n = Banyaknya siswa
siswa, dan teman sejawat yang mengamati guru 100 % = Bilangan genap
mengajar. Data hasil observasi tersebut Sumber: Sukardi (2007)
digunakan oleh guru sebagai masukan untuk Kriteria tingkat penguasaan siswa yang
melaksanakan pembelajaran pada siklus dikemukakan oleh Santyasa (dalam Farid,
berikutnya. 2013:53 ) adalah :
Setelah selesai pelaksanaan 80 % - 100 % = sangat tercapai
pembelajaran guru bersama teman sejawat, dan 70 % - 79,9 % = tercapai
subjek penelitian (siswa-siswi yang diajar) 50 % - 69,9 % = cukup tercapai
untuk bersama-sama mendiskusikan dan 0 % - 49,9 % = sangat kurang tercapai
mengadakan refleksi pelaksanaan pembelajaran Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum
siklus 1. Pada tahap ini dianalisis perubahan dan sesudah pembelajaran dihitung dengan
yang terjadi pada siswa baik pada proses rumus g faktor ( N-Gain ) dengan rumus
maupun hasil belajar siswa. menurut Meltzer (1982) adalah sebagi berikut
Guru sebagai peneliti juga merefleksi g = Skor Postes – Skor Pretes
hal-hal yang dialami selama proses Skor maksimal - Skor Pretes
pembelajaran berlangsung. Dari hasil lembar
observasi dan hasil belajar dinilai apakah
perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru
menghasilkan perubahan yang signifikan?

Eko Agusnehing 74
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Tabel 1 Klasifikasi Interpretasi N-Gain Aktivitas siswa terutama sikap kepedul ian
Besar Persentase Interpretasi siswa terhadap lingkungan sekitar sekolah pra
g > 0,7 Tinggi tindakan ( sebelum pelaksanaan pembelajaran
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang berbasis inkuiri) mendapat skor 7,83 kategori
g < 0,3 Rendah C ( mulai terlihat ) dan setelah pelaksanaan
Pendekatan kualitatif menurut pembelajaran berbasis inkuiri pada siklus 1
Musfiqon (2012) yaitu “prosedur penelitian skor 9,3 kategori A (membudaya).
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- Aktivitas siswa pada pelaksanaan
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pembelajaran berbasis inkuiri siklus 2 dalam
perilaku yang diamati”. Analisis kualitatif praktikum pembuatan kompos cair penilaian
digunakan untuk menganalisis data yang sikap siswa dilihat dari aspek kedisiplinan,
menunjukkan aktivitas yang terjadi selama kerjasama, tanggung jawab, dan peduli. Sikap
proses pembelajaran berlangsung. Data tersebut kedisiplinan siswa diperoleh 22 siswa ( 73 % )
diperoleh dari lembar pengamatan aktivitas kategori baik, sikap kerjasama siswa diperoleh
peserta didik dan guru. 27 siswa ( 90 % ) kategori baik, sikap
tanggung jawab diperoleh 24 siswa ( 80 % )
Tabel 2 Kriteria Aktivitas Guru dan Siswa kategori baik, dan sikap peduli siswa terhadap
Kriteria Skor Keterangan lingkungan diperoleh 26 siswa ( 87 % )
1 Kurang Baik kategori baik. Hal ini dapat digambarkan dalam
2 Cukup Baik grafik di bawah ini :
3 Baik
4 Sangat Baik

Tabel 3 Kriteria Aktivitas Guru


Kriteria Skor Keterangan
A = 4,0 Sangat Baik
B = 3,0 – 3,9 Baik
C = 2,0 – 2,9 Cukup Baik
D = 1,0 – 1,9 Kurang Baik

Pembahasan dan Hasil Penelitian

Hasil penelitian penerapan Aktivitas siswa pada pelaksanaan


pembelajaran berbasis inkuiri dengan pembelajaran berbasis inkuiri siklus 3 dalam
menggunakan pengembangan instrumen praktikum menanam jahe merah penilaian
penilaian autentik pada tema peduli terhadap sikap siswa dilihat dari aspek kedisiplinan,
makhluk hidup subtema ayo cintai lingkungan kerjasama, tanggung jawab, dan peduli ada
kelas IV B di SDN RRI Cisalak. Pada saat peningkatan. Sikap kedisiplinan siswa
proses pembelajaran aktivitas guru pada siklus diperoleh 25 siswa ( 83 % ) kategori baik, sikap
1 kategori baik dengan skor 3,0. Aktivitas guru kerjasama siswa diperoleh 28 siswa ( 93 % )
pada siklus 2 kategori baik dengan skor 3,6 dan kategori baik, sikap tanggung jawab diperoleh
Aktivitas guru pada siklus 3 kategori baik 27 siswa ( 90 % ) kategori baik, dan sikap
dengan skor 3,7.Jadi,ada peningkatan aktivitas peduli siswa terhadap lingkungan diperoleh 28
guru dari siklus 1, siklus 2 dan siklus 3. Hal ini siswa ( 93 % ) kategori baik. Dengan demikian
dapat dilihat pada grafik di bawah: ada peningkatan aktivitas siswa, terutama pada
sikap siswa dilihat dari aspek kedisiplinan,
kerjasama, tanggung jawab, dan peduli. Hal ini
dapat digambarkan dalam grafik di bawah ini :

Eko Agusnehing 75
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Hal ini menunjukkan bahwa


pembelajaran berbasis inkuiri dengan
menggunakan pengembangan instrumen
penilaian autentik efektif untuk diterapkan
dalam proses pembelajaran.
Penelitian ini tidak dilanjutkan pada
siklus selanjutnya, karena hasil yang
didapatkan sudah mencapai tujuan yaitu, dalam
Proses belajar aktivitas siswa, terutama sikap
Pada hasil belajar siklus 1 siswa dilihat dari aspek kerjasama, tanggung
menunjukkan peningkatan dibandingkan nilai jawab, dan peduli siswa telah mencapai lebih
pra tindakan (sebelum pelaksanaan dari 85 % kategori Baik. Hasil belajar siswa
pembelajaran berbasis inkuiri) dari soal pre test telah mencapai nilai rata-rata 88,50 >70 ( KKM
yang hanya 30 % siswa yang tuntas dalam ) pada siklus 3. Ketuntasan klasikal telah
tema peduli terhadap makhluk hidup dengan mencapai lebih dari 85 % pada siklus 3
nilai rata-rata 61,83 Setelah diterapkan mencapai 100 % siswa yang tuntas dalam tema
pembelajaran berbasis inkuiri dengan peduli terhadap makhluk hidup sub tema ayo
pengembangan instrumen penilaian autentik cintai lingkungan.
pada siklus 1 diperoleh hasil post test 73 %
siswa tuntas dengan nilai rata-rata 77,50.
Namun, Penelitian siklus 1 belum mencapai
hasil yang diharapkan ketuntasan 85 %
sehingga peneliti melakukan refleksi untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan pada
penelitian siklus 1. Setelah itu penelitian
dilanjutkan pada siklus 2 yang berhasil
mencapai ketuntasan 83 % dengan nilai rata-
rata 82,33. Penelitian siklus 2 belum mencapai
hasil yang diharapkan ketuntasan 85 %
sehingga peneliti melakukan refleksi untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan pada
penelitian siklus 2. Setelah itu penelitian
dilanjutkan pada siklus 3 yang berhasil
mencapai ketuntasan 100 % dengan nilai rata-
rata 88,50. Dengan demikian ada peningkatan Simpulan
hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa dalam
siklus 1, 2 dan 3 yang dapat digambarkan Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat
dalam grafik di bawah ini : disimpulkan oleh peneliti bahwa penerapan
pembelajaran berbasis inkuiri dengan
menggunakan pengembangan instrumen
penilaian autentik sangat membantu siswa
meningkatkan proses belajar dan hasil belajar
siswa dalam tema peduli terhadap makhluk
hidup subtema ayo cintai lingkungan kelas IV
B di SDN RRI Cisalak.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sikap
kepedulian siswa terhadap lingkungan sekitar
sekolah baik, setelah penerapan pembelajaran
berbasis inkuiri dengan menggunakan
pengembangan instrumen penilaian autentik

Eko Agusnehing 76
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

pada tema peduli terhadap makhluk hidup mudah memahami materi yang disampaikan
subtema ayo cintai lingkungan. oleh pendidik.
Aktivitas siswa dalam proses belajar
dilihat dari aspek kedisiplinan, kerjasama, Ucapan Terima Kasih
tanggung jawab, dan peduli mendapat rata-rata Penulis ingin mengucapkan terima
telah mencapai lebih dari 85 % kategori Baik. kasih kepada semua pihak di SDN RRI Cisalak,
Sehingga ada peningkatan pada hasil belajar Depok yang telah memberikan dukungan dan
siswa. Hasil pre tes pra tindakan ( sebelum sarannya, serta penyelenggara pendanaan
pembelajaran berbasisi inkuiri ) skor rata-rata Seaqis Research Grants 2017, SEAMEO
61,83 dengan ketuntasan 30 % atau 9 siswa QITEP in Science
dari 30 siswa yang. Hasil Post tes siklus 3 (
setelah pembelajaran berbasis inkuiri ) Daftar Pustaka
memperoleh skor rata-rata 88,50 dengan
ketuntasan 100 % atau 30 siswa dari jumlah [1] Aqib, Zainal. 2008. Penelitian Tindakan
seluruh 30 siswa. Peningkatan hasil belajar Kelas, Bandung: Yrama Widya.
siswa secara klasikal yang dihitung dari [2] Djaali dan Pudji Muljono. 2008.
membandingkan dengan skor pre test siklus 1 Pengukuran dalam Bidang Pendidikan,
dengan skor post tes pada siklus 3 adalah 0,70 Jakarta: PT.Grasindo.
yang menurut klasifikasi N-Gain masuk [3] Fajar, Arnie. 2002. Portofolio dalam
kategori tinggi. Pembelajaran, Bandung: PT Remaja
Hasil belajar psikomotor ( keterampilan ) Rosdakarya.
siswa juga ada peningkatan dalam menerapkan [4] Farid, Miftah. 2013. Upaya Meningkatkan
pengetahuan yang diperoleh siswa. Hal ini Keterampilan Menulis Karangan pada Mata
dibuktikan dalam praktikum pembuatan Pelajaran Bahasa Indonesia kelas V SDN-1
kompos cair dan menanam jahe merah nilai Pahandut Sebrang Kota Palangkaraya:
hasil belajar keterampilan bahwa 30 siswa ( Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
100 % ) tuntas belajar IPA dengan skor rata- [5] Hart, Diane. 1994. Authentic Assessment A
rata 82,2. Oleh karena, hasil belajar handbook for Educators. California, New
keterampilan siswa telah mencapai ketuntasan York: Addison Wesley Publishing
100 % > 85 %. Company.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan [6] http://www.informasi pendidikan.com
bahwa dapat dibuktikan yaitu penerapan Pengertian Proses Belajar, Juli 2013 di
pembelajaran berbasis inkuri dengan unduh 28 Maret 2017)
menggunakan penilaian autentik dapat [7] Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008.
meningkatkan proses dan hasil belajar siswa Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Multi
kelas IV B di SDN RRI Cisalak. Prassindo.
Dari hasil penelitian yang telah [8] Kemendikbud. 2017. Hands-Out Bahan
dilakukan maka diberikan rekomendasi, secara Pelatihan Materi Pokok Kebijakan dan
teoritis bagi pengembangan keilmuan, Dinamika Perkembangan Kurikulum 2013
penelitian ini memberikan sumbangan tentang [9] Kemendikbud. 2016. Buku Siswa SD/MI
pelaksanaan pembelajaran IPA yang Kelas IV Tema 3 Peduli Terhadap Makhluk
menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri Hidup Buku Tematik Terpadu Kurikulum
dan pengembangan instrumen penilaian 2013.
autentik sehingga para pendidik dapat [10] Kemendikbud. 2016. Buku Guru
menerapkan model pembelajaran yang lebih SD/MI Kelas IV Tema 3 Peduli Terhadap
memudahkan siswa dalan menguasai materi Makhluk Hidup Buku Tematik Terpadu
pelajaran. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian Kurikulum 2013.
dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian [11] Kunandar.2014.Penilaian Autentik (
selanjutnya. Secara Praktis, bagi pihak sekolah, Penilaian Hasil Belajar Peserta Dididk
penelitian ini menjadi referensi dalam berdasarkan Kurikulum 2013), Jakarta:
meningkatkan kreatifitas dan pengetahuan Rajawali Pers
dalam memilih model pembelajaran untuk [12] Majid, Abdul. 2014. Penilaian Autentik
diterapkan di sekolah sehingga siswa dengan Proses dan Hasil Belajar, Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.

Eko Agusnehing 77
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

[13] Meltzer. 1982. Analyzig Change/Gain [27] Trianto. 2007.Model- Model


Score. Indiana : Vincent . Pembelajaran Inovatif Berorientasi
[14] Moleong, J.Laxe.1989. Metode Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka
Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Publisher.
Remaja Rosda Karya [28] Wahab, Abdul Aziz. 2017. Metode dan
[15] Mujiati, Sri Endang. Peningkatan Hasil Model Mengajar, Bandung: Alfabet.
Belajar IPA Materi Gaya Magnet melalui
Metode Keterampilan Sains pada siswa
kelas 5A SDN Tanggul Wetan 02 Jember
Pancaran, (3) : 135-144
[16] Musfiqon, 2012. Panduan Lengkap
Metode Penelitian Pendidikan, Surabaya
: Prestasi Pustaka
[17] Nurhadi dan Senduk, A.G. 2003.
Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannya dalam KBK, Malang:
Universitas Negeri Malang.
[18] Pantiwati, Yuni. 2013. Profil Sistem
Penilaian dalam Pembelajaran Biologi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Sains. Iperan Sains dalam Abad 21.
Surabaya, Januari, 2013 www.e-
journal.ikippgrimadiun.ac.id diunduh 13
Maret 2017.
[19] Pantiwati, Yuni. 2016. Hakekat
Asesmen Autentik dan Penerapannya
dalam Pembelajaran Biologi. www.e-
journal.ikippgrimadiun.ac.id diunduh 13
Maret 2017.
[20] Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Jakarta: Depdiknas.
[21] Rasyad, Aminuddin. 2006. Teori
Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Uhamka
Press.
[22] Sani, Abdullah Ridwan. 2016.
Penilaian Autentik, Jakarta: Bumi Aksara.
[23] Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan
Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Prenada Media Group.
[24] Sri Anitah W, dkk (2011). Modul 2.
Strategi Pembelajaran di SD: Pengertian
Belajar. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
[25] Sidiq, Yasir Baskoro dan Bowo
Sugiharto. 2012. Pengaruh Strategi
Pembelajaran INSTAD Terhadap
Keterampilan Proses Sains Seminar
Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP.
UNS, Solo: UNS
[26] Sukardi. 2007. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta

Eko Agusnehing 78
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENERAPAN ETNOINKUIRI BERBANTUAN TEKNI SCAFFOLDING


PADA MATERI ENERGI PANAS TERHADAP SIKAP ILMIAH DAN
KEMAMPUAN LITERASI SAINS
Ernawati Setyo Nugraheni1), Indarwati2), Triani3)
SDN Kemiri; Jalan Tentara Pelajar Km 7 Kemirikudul Kec Kemiri; Purworejo
SDN Kaliglagah;Desa Kaliglagah Kecamatan Kemiri; Purworejo
SDN Kalimeneng; Desa Kalimeneng Kecamatan Kemiri; Purworejo
email: ernawatisetyo@gmail.com

ABSTRACT
The purpose of this study are to examine the scientific attitude and ability of students' science literacy on heat
energy subject through ethnoinquiry assisted scaffolding techniques. The focus of this research are temperature,
conductivity, and substance change due to temperature byobserving them in daily life. Ethnoinquiryteaching
and learning doing bymaking Adi Purwo batik, Clorot cake, Lompong cake, Dam-daman game and modification
of Pinball game. To overcome the lack of ethnoinquiry learning, when all students are not able to implement
ethnoinquiry, the teacher applies the scaffolding technique by modeling, bridging, contextualizing, representing
the text, constructing the scheme, and developing metacognitive. The background of the research coming from
deep concern about how Indonesian cultural, specially local cultures of Purworejo becamefade away because of
globalization process. Other reason is we want to researchers about the difficulties that students have, while
constructing their knowledge and the most effective way to improve scientific attitudes and literacy skills of
science.This research is a classroom action research with 3 cycles, each cycle 3 times meeting. The subjects
were 25 students of grade 6 SDN Kemiri, Purworejo. This research using observation of scientific attitude, and
documentation to collect the data. The science literacy ability of studentsweremeasured using the Scientific
Literacy Test (TOSLS) adapted from Gormally et al. The results showed that the use of ethnoinquiryteaching
and learningassisted by scaffolding techniques increased the attitude of students from prasiklus 43,7 (K), 1st
cycles 1 meeting 50.1 (C), second meeting 51.3 (C), third meeting 53.5 (C) , and cycle II, first meeting 72.8 (B),
second meeting 79.6 (B), third meeting 83.1 (SB). Literacy ability of student science also increased from 43,11
(K), cycle I was 70,67 (B), cycle II 78,22 (B)

Keywords : ethnoinquiry , scaffolding techniques, heat energy, scientific attitude, science literacy ability

ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah menelaah sikap ilmiah dan kemampuan literasi sains siswa pada materi energi panas
melalui pembelajaran etnoinkuiri berbantuan teknik scaffolding.Fokus materi penelitian adalah suhu, sifat
hantaran, dan perubahan benda akibat pengaruh suhu melalui pengamatan serta mendeskripsikan aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran etnoinkuiri dilakukan melalui pembuatan batik Adi Purwo, Kue
Clorot, Kue Lompong, Permainan Dam-daman dan Pinball modifikasi. Untuk mengatasi kekurangan
pembelajaran etnoinkuiri ketika tidak semua siswa mampu melaksanakannya, maka guru menerapkan teknik
scaffolding dengan modeling, bridging, contextualizing, re-presenting text, schema building, dan developing
metacognitive. Latar belakang penelitian merupakan keprihatinan terhadap semakin terkikisnya nilai budaya
bangsa terutama budaya daerah lokal disertai rasa penasaran peneliti akan kesulitan yang dihadapi siswa
ketika mengkonstruksi pengetahuan sehingga sikap ilmiah dan kemampuan literasi sains siswa rendah serta
cara paling efektif untuk meningkatkannya. Penelitian merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan 3 siklus,
setiap siklus 3 kali pertemuan.Subjek penelitian adalah 25 siswa kelas VI SDN Kemiri, Purworejo.Metode
pengumpulan data meliputi tes kemampuan literasi sains, observasi sikap ilmiah, serta dokumentasi.
Kemampuan literasi sains siswa diukur menggunakan Test of scientific Literacy Skills (TOSLS) yang diadaptasi
dari Gormallyet all. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode etnoinkuiri berbantuan teknik
scaffolding meningkatkan sikap ilmiah siswa dari prasiklus 43,7 (K), siklus I pertemuan 1 sebesar 50,1 (C),
pertemuan kedua 51,3 (C), pertemuan ketiga 53,5 (C), dan siklus II, pertemuan pertama 72,8 (B), pertemuan
kedua 79,6 (B), pertemuan ketiga 83,1(SB). Kemampuan Literasi sains siswa juga meningkat dari 43,11 (K),
siklus I sebesar 70,67 (B), siklus II 78,22 (B)

Kata kunci : Etnoinkuiri, Teknik Scaffolding, Energi Panas, Sikap Ilmiah, Kemampuan Literasi Sains

Ernawati Setyo Nugraheni 79


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Pendahuluan sains adalah siswa yang menggunakan konsep


Salah satu tuntutan abad 21 adalah sains, mempunyai keterampilan proses sains
relevansi pendidikan sesuai perkembangan untuk menilai dalam membuat keputusan
zaman sehingga peningkatan mutu pendidikan sehari-hari saat berhubungan dengan orang lain,
merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi. masyarakat, dan lingkungan.
Pendidikan bermutu akan menciptakan SDM Proses pembelajaran yangmenyediakan
yang handal dan tangguh untuk memajukan dan memberikan kesempatankepada siswa
bangsa. Sedangkan kompetensi yang harus untuk belajar menemukan, tidak hanya
dimiliki untuk memajukan bangsa adalah SDM menerima pengetahuan, membutuhkan media
yang literat.Kemampuan literasi yang tinggi pembelajaran yang teramat dekat dengan
sangat berpengaruh terhadap pemerolehan kehidupan sehari-hari siswa. Budaya setempat
berbagai informasi yang berhubungan dengan dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar
usaha menjalani kehidupan dan berkompetisi. bagi siswa.Gagasan memasukkan budaya
Permasalahan literasi, dewasa ini, dalam kurikulum dan pembelajaran bukanlah
merupakan salah satu masalah yang mendapat hal baru. Namun, akan memberikan nuansa
perhatian khusus bangsa Indonesia karena baru dalam pengajaran sains di sekolah karena
dalam beberapa dekade terakhir, daya saing bangsa Indonesia terdiri dari beragam budaya
bangsa Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain dan setiap daerah memiliki cara tersendiri
cenderung rendah.Realita ini tercermin dalam dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
hasil penelitian yang dilakukan oleh Hal lain yang mendasari pentingnya
PISA.Siswa Indonesia berada pada peringkat mengaitkan budaya dalam pembelajaran sains
ke-64 dari 65 negara dalam bidang literasi di sekolah adalah sains yang diperoleh di
sains, matematika, dan bahasa.Menurut sekolah tidak cocok dengan cara hidup
Toharudin, et all (2011) berdasarkan hasil masyarakat setempat, sehingga sains sulit
capaian tersebut, rata-rata kemampuan sains dipahami oleh siswa karena tidak
siswa Indonesia baru sampai pada kemampuan memanfaatkan skema lingkungan sebagai
mengenali sejumlah fakta dasar, tetapi mereka media (Afifudin, 2009).
belum mampu untuk mengkomunikasikan dan Penerapan kurikulum 2013
mengaitkan kemampuan tersebut dengan menekankan pembelajaran saintis, inkuiri, dan
berbagai topik sains, apalagi sampai dengan pemecahan masalah.Strategi pembelajaran
menerapkan konsep-konsep. inkuiri menurut Gulo (Trianto, 2007)
Penyebab rendahnya sikap ilmiah dan merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar
kemampuan literasi sains adalah tradisi yang melibatkan secara maksimal seluruh
kelisanan yang masih mengakar di masyarakat, kemampuan siswa untuk mencari dan
model pengajaran disampaikan dengan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan
pendekatan teacher center, pembelajaran analitis sehingga mereka dapat memutuskan
cenderung mencabut siswa dari akarnya, sendiri penemuannya dengan percaya
monoton, mengekang, dan memposisikan siswa diri.Untuk mengantisipasi siswa mengalami
sebagai objek pembelajaran bukan subjek yang kesulitan digunakan teknik scaffolding.Teknik
aktif. scaffolding memfasilitasi perbedaan
Literasi sains akan membekali siswa kemampuan siswa dan memberikan layanan
menghadapi tantangan perkembangan zaman. pembelajaran sesuai kemampuan belajar siswa.
Hal tersebut sejalan dengan kutipan Treacy et Abad 21 identik dengan perkembangan
al (2011) “Scientific literacy is directly saintifik dan teknologi, ledakan pengetahuan,
correlated with building a new generation of serta globalisasi. Hal menarik di era teknologi
stronger scientific minds that can effectively dan informasi adalah terkikisnya nilai budaya
communicate research science to the general bangsa dengan gejala dalam kehidupan sehari-
public”. Literasi sains secara langsung hari, dari cara berpakaian, gaya rambut,
berkorelasi dengan membangun generasi baru berpikir dll. Perubahan gaya hidup dan budaya
yang memiliki pemikiran serta sikap ilmiah juga terpengaruh oleh kemajuan IPA. Di lain
yang kuat secara efektif mengkomunikasikan pihak, IPA membantu pemeliharaan dan
ilmu dan hasil penelitian kepada masyarakat penerusan tradisi budaya. Berbagai produk
umum.Siswa yang mempunyai kompetensi

Ernawati Setyo Nugraheni 80


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

budaya warisan leluhur menampakkan Metode Penelitian


kreativitas seni yang mengandung unsur IPA.
Berdasarkan pemaparan di atas perlu Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei-
adanya penerapan etnoinkuiri berbantuan Desember 2017 tahun pelajaran 2017/2018
teknik scaffolding pada materi energi dengan subjek penelitian siswa kelas VI di
panasuntuk meningkatkan sikap ilmiah dan SDN Kemiri.Jumlah siswa kelas VI adalah 25
kemampuan literasi sains siswa. Ditargetkan siswa, dengan 11 siswa laki-laki dan 14 siswa
siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya perempuan.
sendiri sehingga terjadi peningkatan sikap
ilmiah dan kemampuan literasi sains siswa pada Metode yang digunakan dalam penelitian
materi suhu (konduksi, konveksi, radiasi), sifat ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
hantaran (konduktor isolator), dan perubahan yang terdiri dari 3 siklus, menggunakan desain
benda akibat pengaruh suhu (perubahan wujud melingkar Kurt Lewin dengan empat tahapan
benda) melalui pengamatan pada waktu penelitian, yaitu tahap perencanaan,
melakukan percobaan dengan penerapan pelaksanaan, observasi, dan refleksi (Arikunto,
budaya lokal setempat (membuat batik Adi 2006). Instrumen penelitian yang digunakan
Purwo, kue Clorot, kue Lompong, melakukan adalah observasi dan tes.Observasi dilakukan
modifikasi pada permainan Dam-daman dan untuk menelaah aspek sikap ilmiah dengan
Pinball) serta mendeskripsikan aplikasinya penilaian masing-masing indikator maksimal 4.
dalam kehidupan sehari-hari.

Tabel 1. Indikator Sikap Ilmiah


No Dimensi Indikator
Antusias mencari jawaban
1. Sikap ingin tahu
Menanyakan setiap langkah kegiatan
Menanyakan setiap perubahan/ hal baru
2. Sikap berfikir kritis
Tidak mengabaikan data meskipun kecil
Sikap berfikiran Menghargai pendapat/ temuan orang lain
3.
terbuka dan kerjasama Berpartisipasi aktif dalam kelompok

Indikator dari sikap ilmiah siswa tersebut menghitung nilai akhir dengan cara membagi
diturunkan menjadi pernyataan pada observasi. skor yang diperoleh dengan skor maksimum
Observasi tersebutlah yang akan digunakan dikalikan 100% kemudian mengkategorikan
untuk menguji tingkat sikap ilmiah siswa dalam menjadi 4 kategori yaitu kurang, cukup, baik,
proses penelitian tindakan kelas. Data hasil dan sangat baik.
observasi sikap ilmiah disajikan sebagai berikut:

Tabel 2. Penentuan Kategori Hasil Pengukuran Sikap Ilmiah

Nilai Akhir (%) Klasifikasi


81,25 % < nilai ≤ 100 % Sangat Baik (SB)
62,25% < nilai ≤ 81,25% Baik (B)
43,75 % < nilai ≤ 62,25 % Cukup (C)
25% < nilai ≤ 43,75 % Kurang (K)

Kemudian siswa yang masuk dalam kategori sains siswa, instrument yang dipakai adalah
sangat baik dan baik dianggap memenuhi pengembangan alat tes Test of Scientific Literacy
ketercapaian penelitian dan disajikan dalam Skill (TOSLS) yang diadaptasi dari Gormally et
bentuk persentase.Untuk kemampuan literasi all (2011), berupa:

Ernawati Setyo Nugraheni 81


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Tabel 3. Kategori indikator dan sub indikator dalam TOSLS


No Indikator Sub Indikator
I. Memahami EtnoInkuiri 1. Mengidentifikasi argument saintifik yang tepat
yang mengarah pada (I.1)
pengetahuan ilmiah 2. Menggunakan pencarian literatur yang efektif
(I.2)
3. Evaluasi dalam menggunakan informasi
saintifik (I.3)
4. Memahami elemen desain penelitian dan
bagaimana dampaknya terhadap penemuan
saintifik (I.4)
II. Mengorganisasikan, 5. Membuat grafik yang dapat merepresentasikan
menganalisis, dan data (I.5)
menginterpretasikan data 6. Membaca dan menginterpretasikan data (I.6)
kuantitatif dan informasi 7. Pemecahan masalah dengan menggunakan
ilmiah kemampuan kuantitatif termasuk statistik
probabilitas (I.7)
8. Memahami dan mampu menginterpretasikan
statistik dasar (I.8)
9. Menyuguhkan kesimpulan, prediksi berdasarkan
data kuantitatif (I.9)

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini ilmiah dan kemampuan literasi sains siswa.Data
adalahketercapaian sikap ilmiah berupa yang dipaparkan berupa data hasil observasi
peningkatan persentase sikap ilmiah siswa sikap ilmiah siswa dan hasilskor tes
minimal baik sebanyak 75% dari semua siswa kemampuan literasi sains.
yang hadir, sedangkan indikator ketercapaian
kemampuan literasi sains siswa diperoleh dari 1.1 Sikap Ilmiah
hasil tes evaluasi siswa. Kemampuan literasi Data hasil sikap ilmiah siswa diperoleh dari 3
sains siswa menunjukkan nilai ketercapaian aspek, yaitu sikap ingin tahu, sikap berfikir
apabila mencapai skor pada kategori baik kritis, dan sikap berfikiran terbuka dan kerja
(62,25-81,25) sebanyak 75% dari semua siswa sama yang dijabarkan menjadi sepuluh
yang mengikuti pembelajaran. indikator dan tujuh kali diobservasi, yaitu pada
Hasil dan Pembahasan prasiklus, siklus I (pertemuan satu, dua, dan
tiga) dan siklus II (pertemuan satu, dua, dan
Pada penelitian ini, penulis memaparkan data tiga).
yang berhubungan dengan perpaduan metode
etnoinkuiri dan teknik scaffolding materi energi Berikut data yang diperoleh:
panas sebagai upaya meningkatkan sikap

Gambar 1. Grafik Sikap Ilmiah

Ernawati Setyo Nugraheni 82


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Sikap ilmiah siswa meningkat seiring setiap proses yang dilewatinya. Hipotesis
dilakukannya tindakan perbaikan. Dari 43,7% jawaban divalidasi dengan hasil analisis data
(kurang) pada tahap prasiklus menjadi 83,1% yang diperoleh selama percobaan berlangsung.
(sangat baik) pada siklus II pertemuan 3. Sikap Konteks ketiga berupa percobaan pembuatan
ilmiah siswa meningkat 39,4%. kue lompong dan keterkaitannya dengan benda
hantaran panas (benda konduktor
1.2 Kemampuan literasi sains isolator).Siswa mengelompokkan alat dan
Data kemampuan literasi sains siswa bahan yang digunakan pada percobaan menjadi
diperoleh dari hasil tes pada setiap tahapan kelompok konduktor dan
penelitian.Tes disusun dengan acuan indikator isolator.Pengelompokan bukan berdasarkan
dalam pengembangan alat tes Test of Scientific rekaan, tetapi jawaban siswa berbasis pada
Literacy Skills (TOSLS) yang diadaptasi dari bukti-bukti yang diobservasi dan terukur pada
Gormally et all (2011). Hasil tes kemampuan percobaan pembuatan kue lompong.
literasi sains siswa dalam penelitian adalah: Konteks keempat adalah belajar energi panas
melalui permainan dam-daman dan
pinball.Pengkaitan materi energi panas dengan
permainan dam-daman dan pinball dilakukan
dengan memodifikasi aturan permainan. Pada
permainan dam-daman, setiap siswa akan
menggerakkan bidaknya, siswa harus
menjawab pertanyaan yang didapat dari kartu
tanya yang telah diperoleh dari tindakan
perbaikan. Kartu tanya merupakan jawaban atas
ketidakmampuan siswa bertanya secara
langsung pada guru. Sesuai karakteristik siswa
SD yang belajar sambil bermain, mencari tahu
Gambar 2. Grafik Kemampuan Literasi Sains sambil melakukan, maka permainan merupakan
media yang tepat untuk menjembatani daerah
Berdasarkan grafik, terlihat jika aspek Zone of Proximal Development siswa,
kemampuan literasi sains siswa meningkat, dari menjembatani tingkat perkembangan aktual dan
43,11 (K) pada prasiklus menjadi 78,11 (B) tingkat perkembangan potensial. Scaffolding
pada siklus II. yang diberikan guru selama proses
pembelajaran akanmenjembatani daerah
Peningkatan aspek sikap ilmiah dan kemampuan menyelesaikan tugas secara
kemampuan literasi sains siswa kelas VI SDN mandiri dengan daerah ketidakmampuan
Kemiri Purworejo pada materi energi panas menyelesaikan tugas secara mandiri (Vygotsky
dengan penerapan metode etnoinkuiri dalam Galloway, 2006. Keempat konteks
berbantuan teknik scaffolding disebabkan: penelitian merupakan wujud nyata penerapan
teknikscaffolding yang dimulai dari proses
1. Siswa antusias mencari jawaban perencanaan, berlanjut pada proses
Konteks penelitian dekat dengan kehidupan pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik
sehari-hari siswa yaitu dalam ruang lingkup scaffolding yang digunakan adalah modeling
budaya masyarakat setempat.Konteks (memberikan penjelasan, peringatan, dorongan
penelitian berupa pembuatan batik Adi Purwo (motivasi), penguraian masalah dan pemberian
untuk materi perubahan energi panas. Siswa contoh sebelumnya).Tipe modeling banyak
antusias mencari jawaban atas perubahan digunakan pada fase orientasi dengan
energi panas apa saja yang terjadi pada proses menyajikan pertanyaan atau masalah
pembuatan batik Adi Purwo.
Konteks kedua berupa percobaan pembuatan
kue clorot dan keterkaitannya dengan
perubahan wujud yang terjadi. Siswa
berkesempatan mencari dan menemukan
sendiri jawaban rumusan masalah melalui
percobaan sehingga siswa aktif menganalisis

Ernawati Setyo Nugraheni 83


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

. percobaan. Selama percobaan siswa


Tipe kedua dari teknik scaffolding yang menggunakan alat indera pada proses
digunakan pada penelitian adalah schema observasi sehingga data dapat terekam secara
building.Sewaktu merumuskan hipotesis, guru baik. Penggunaan alat indera merupakan salah
dapat membantu siswa (sepanjang diperlukan) satu dimensi siswa aktif dan berpikir kritis
untuk menentukan hipotesis yang relevan pada siswa sekolah dasar.Seleksi impresi-
dengan permasalahan dan memprioritaskan impresi indera merupakan landasan dari
hipotesis mana yang menjadi prioritas pertumbuhan pengetahuan (Samatowa,
penyelidikan. Pembentukan skema pada 2006).Pertumbuhan pengetahuan berdampak
perkembangan pengetahuan siswa akan positif terhadap kemampuan literasi sains
memudahkan fase perumusan hipotesis siswa.
sederhana. Sewaktu siswa kesulitan merumuskan
Tipe ketiga berupa contextualization. Guru hipotesis percobaan, guru menerapkan teknik
membahas materi energi panas yang akan scaffolding tipe schema building dengan cara
dipelajari dan mengkaitkannya dengan budaya memodifikasinya melalui penyederhanaan
sekitar siswa. Tipe contextualizationjuga permasalahan dengan contoh aktual yang
digunakan pada fase merancang percobaan. terdapat di sekitar siswa dan dilakukan oleh
Guru memberikan kesempatan kepada siswa siswa itu sendiri.Misalnya “ketika minum,
untuk menentukan langkah-langkah percobaan kalian akan begitu juga, ketika makan, kalian
sesuai hipotesis yang dilakukan. Inti dari akan “Ceceran tetesan malam pada percobaan
contextualization adalah belajar berangkat dari pembuatan batik dianalisis dengan membuat
hal terdekat dengan siswa. grafik ceceran tetesan malam vs suhu.
Developing metacognition merupakan tipe Hipotesis sederhana nya adalah semakin
keempat dari teknik scaffolding yang akan meningkatnya suhu malam pada canting
dikembangkan pada penelitian ini. Guru dapat (perubahan wujud mencair), maka semakin
membimbing siswa (selama diperlukan) untuk banyak ceceran tetesan malam pada kain batik
menyelesaikan percobaan secara mandiri, Adi Purwo. Hal tersebut dikarenakan encernya
melatih siswa mengoreksi kesalahan dan malam memaksa siswa untuk bekerja lebih
memperbaikinya. Tipe developing cepat pada proses mencanting, dan biasanya
metacognition diterapkan pada fase melakukan siswa semakin ceroboh karena panas dan
percobaan untuk memperoleh informasi. tingginya kadar keenceran malam tersebut.
Pembuatan grafik merupakan salah satu sub
Tipe terakhir dari teknik scaffolding yang indikator pada instrument tes TOSLS.
diterapkan pada percobaan adalah Asumsinya jika siswa mampu membuat grafik
representing text.Tipe ini diterapkan pada fase yang dapat merepresentasikan data, maka
mengumpulkan dan menganalisis data.Guru kemampuan membaca dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menginterpretasikan data pada siswa pun
mengumpulkan, menganalisis, dan meningkat. Siswa akan mampu memecahkan
menyampaikan hasil percobaan data yang masalah dengan menggunakan kemampuan
terkumpul melalui percobaan materi energi kuantitatif termasuk statistik probabilitas
panas. Salah satu cara analisis data adalah sederhana sehingga siswa memahami dan
merubah data percobaan yang berupa teks mampu menginterpretasikan statistik dasar
menjadi bentuk tabel, peta konsep, ataupun tersebut. Jika semua proses terlewati, maka
bentuk lain. siswa akan mampu menyuguhkan kesimpulan,
prediksi berdasarkan data kuantitatif.
2. Siswa aktif dan berpikir kritis 3. Siswa berpikiran terbuka dan kerja sama
Berpikir kritis dalam penelitian diterjemahkan Berpikir terbuka dan kerja sama dimulai dari
melalui indikator menanyakan setiap proses menghargai pendapat atau temuan
perubahan atau hal baru dan tidak orang lain dan berpartisipasi aktif dalam
mengabaikan data meskipun kecil.Hal tersebut kelompok.Berpikiran terbuka dan kerja sama
bermula ketika siswa mulai mampu mengolah merupakan kompetensi yang mutlak dimiliki
data hasil percobaan, merubah data tersebut ke siswa pada abad 21, yang salah satu cirinya
dalam bentuk grafik agar lebih mudah dibaca, adalah ledakan pengetahuan. Pengetahuan
mengetahui variabel penelitian pada diterima oleh orang yang berpikiran

Ernawati Setyo Nugraheni 84


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

terbuka.Agar siswa mampu berpikir terbuka yangmenerapkanmetode etnoinkuiri


maka guru menciptakan lingkungan dan berbantuan teknik scaffoldingpada materi lain
konteks pembelajaran yang kondusif, memberi untuk mendukung peningkatan sikap ilmiah
ruang kesalahan untuk kemudian dan kemampuan literasi sains siswa.
memperbaikinya.Siswa bebas mengeluarkan
pendapat tanpa rasa takut dan malu. Daftar Pustaka
Pembagian kerja dalam kelompok siswa mulai
efektif.Setiap siswa mengetahui tugas dan [1] Afifudin. 2009. Pemanfaatan Lingkungan
perannya masing-masing. Pada kelompok Sekitar Sekolah Sebagai Media
dengan anggota lima siswa dengan Pembelajaran Dalam Upaya Peningkatan
kemampuan yang berbeda akan tercipta lima Hasil Belajar Siswa Pada Mata
peran juga, yaitu ketua kelompok, sekretaris, Pelajaran Biologi Materi Ekosistem Di
juru bicara, pemonitor waktu, dan pemonitor Kelas X. Google. Diakses dari:
berkas. Fasilitator atau ketua kelompok http://begawanafif.blogspot.com/2009/02/
berperan sebagai pemimpin diskusi tim, dan makalah-dan-artikel_26.html pada Kamis,
membagi setiap anggota kelompok 16 Mei 2017 pukul 21.42.(Jurnal
mengerjakan tugas agar semua anggota Online)
kelompok dapat berpartisipasi serta memiliki [2] Arikunto, Suharsimi dkk. 2006.
kesempatan untuk belajar. Sekretaris Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT
(pencatat) bertugas untuk mencatat semua Bumi Aksara.(Buku)
kegiatan dan mecatat rangkuman diskusi, serta [3] Galloway, Walqui, Aida. 2006.
melengkapi tugas tertulis untuk dikumpulkan Scaffolding Instruction for English
kepada guru.Pelapor berperan sebagai juru Language Learners : A Conceptual
bicara dalam kelompok untuk menyimpulkan Framework. The Internet Journal of
dan merangkum kegiatan- kegiatan kelompok, Bilingual Education and Bilingualism.
pelapor juga membantu pencatat dalam Vol 9, No. 2. (Buku)
mempersiapkan lembar kerja. Pencatat waktu [4] Gormally et all. 2011. Effects of Inquiry-
bertugas untuk selalu menyadari batas waktu based Learning on Student Literacy Skills
yang dimiliki, menjaga agar semua anggota and Confidance. International Journal for
kelompok berada dalam tugasnya, bila ada the Scholarship of Teaching and
anggota yang tidak hadir maka pencatat waktu Learning. (Buku)
dapat menggantikan peran anggota tersebut, [5] Samatowa. Usman 2006. Bagaimana
dan Pemonitor berkas berperan sebagai Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar.
pengambil berkas, mendistribusikan semua Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
materi kepada semua anggota kelompok dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
mengembalikan semua lembar tugas kepada Direktorat Ketenagaan. (Buku)
semua anggota kelompok. Setiap siswa telah [6] Treacy, Daniel J., Collins, Melissa S.
mampu melakukan tugas sesuai perannya Kosinski. 2011. Using the Writing and
masing-masing, dan kerja sama pun Revising of Journal Articles to Increase
berlangsung efektif. Science Literacy and Understanding in a
Large Introductory Biology Laboratory
Simpulan Course. Atlas Journal of Science
Berdasarkan data hasil penelitian dapat Education. 1(2): 29-37. (Jurnal,
disimpulkan bahwa penerapan etnoinkuiri Prosiding, Majalah, dan/atau Buletin)
berbantuan teknik scaffolding dapat [7] Toharudin, Uus., Hendrawati, Sri.,
meningkatkan sikap ilmiah dan kemampuan Rustaman, Andrian. 2011. Membangun
literasi sains siswa.Sikap ilmiah siswa Literasi Sains Peserta Didik. Bandung:
meningkat dari 43, 7 (K) pada prasiklus Humaniora.(Buku)
menjadi 83,1% (SB) pada siklus II. Sedangkan [8] Trianto. 2007. Model-model
kemampuan literasi sains siswapun meningkat Pembelajaran Inovatif Berorientasi
dari 43,11 (K) pada tahapan prasiklus menjadi Konstruktivistik (Konsep, Landasan
78,22 (B) pada siklus II. Teoritis – Praktis dan Implementasinya).
Hasil tersebut membuahkan saran Jakarta : Prestasi Pustaka
yaitu perlu adanya pembelajaran Publisher.(Buku)

Ernawati Setyo Nugraheni 85


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL


BELAJAR IPA PESERTA DIDIK KELAS 6 MELALUI
PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI BERBANTUAN FLASH VIDEO

Fita Sukiyani, S.Pd.SD., M.Pd.


SD Negeri Sumber 1 Berbah, Sleman, D.I.Yogyakarta
E-mail: fitasukiyani@gmail.com

ABSTRACT

The aim of this study is to improve the critical thinking skills and learning outcomes in science of 6 th grade
students of SD Negeri Sumber 1 Berbah on subject material the special features of plants and animals through
inquiry-based learning with flash video media.
This research is a Classroom Action Research. Data were collected through teacher observation techniques
(observation), self-assessment, peer-to-peer assessment, journal, interview, test (evaluation), and
documentation. Data analysis there are two that is qualitative and quantitative data analysis. Qualitative
analysis is used to provide information that describes the improvement of critical thinking skills and learning
outcomes, as well as the implementation of learning, while quantitative analysis is used to analyze the value of
critical thinking skills and learning outcomes of learners.
The learning action took place in 2 cycles. Each cycle consists of 4 activities such as planning, action,
observation, and reflection. During the learning activities the students participate very well. Students’ learning
activities were involving in group divisions, preparation of plants and animals to be observed, watching to flash
videos, observing, discussing, reporting, presentation and evaluation. The result of the research shows that
instructional based learning inquiry with flash video media on special feature of plant and animal has improved
critical thinking skills and learning outcomes of 6th grade students of SD Negeri Sumber 1 Berbah. The average
value of critical thinking skills of learners is 85 or B's worth and is categorized as good. Students who complete
the KKM into 18 students or 90% of the total number of learners as a whole.

Keywords: Science, Inquiry, Critical thinking, Learning outcomes, Flash video

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar IPA peserta didik
kelas 6 SD Negeri Sumber 1 Berbah pada materi ciri khusus tumbuhan dan hewan melalui pembelajaran
berbasis inkuiri berbantuan media flash video.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Data dikumpulkan melalui teknik observasi guru
(pengamatan), penilaian diri, penilaian antar teman, jurnal, wawancara, tes (evaluasi), dan dokumentasi.
Analisis datanya ada dua yaitu analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk
memberikan informasi yang menggambarkan peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar, serta
pelaksanaan pembelajaran, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis nilai keterampilan
berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik.
Tindakan perbaikan pembelajaran berlangsung dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas 4 kegiatan yaitu
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung peserta didik aktif
mengikuti dengan baik. Kegiatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik mulai dari pembagian kelompok,
persiapan membawa tumbuhan dan hewan yang akan diamati, menyimak flash video, pengamatan, berdiskusi,
menyusun laporan, presentasi sampai evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis
inkuiri berbantuan media flash video pada materi ciri khusus tumbuhan dan hewan berhasil meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik kelas 6 SD Negeri Sumber 1 Berbah. Rata-rata nilai
keterampilan berpikir kritis peserta didik adalah 85 atau bernilai B dan masuk kategori baik. Peserta didik
yang tuntas KKM menjadi 18 peserta didik atau 90% dari total jumlah peserta didik secara keseluruhan.

Kata kunci: IPA, Inkuiri, Berpikir kritis, Hasil belajar, Flash video.

Fita Sukiyani 86
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Pendahuluan pembelajaran berbasis inkuiri di sekolah


Idealnya sebuah pembelajaran dengan dasar, sekaligus untuk meningkatkan
kurikulum apapun harus mampu keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar
menghasilkan peserta didik yang hasil IPA peserta didik kelas 6 SD Negeri Sumber
belajar, sikap, dan keterampilannya baik. 1 Berbah pada materi ciri khusus tumbuhan
Hal ini tentu saja harus didukung dengan dan hewan.
proses pembelajaran yang mampu Berpikir kritis menjadi salah satu
mengaktifkan peserta didik agar keterampilan yang ingin ditingkatkan karena
pembelajaran lebih bermakna. Salah satunya merupakan salah satu tujuan pembelajaran
adalah pembelajaran IPA. James Conat inkuiri. Berpikir kritis merupakan
menjelaskan bahwa IPA adalah suatu kemampuan untuk mengevaluasi secara
deretan konsep serta skema konseptual yang sistematis bobot pendapat pribadi dan
berhubungan satu sama lain, dan yang pendapat orang lain.
tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan
observasi, serta berguna untuk diamati dan Metode Penelitian
dieksperimentasikan lebih lanjut. Karena Penelitian ini merupakan Penelitian
merupakan hasil eksperimentasi dan Tindakan Kelas. Data dikumpulkan melalui
observasi, pembelajaran IPA dengan teknik observasi guru (pengamatan), penilaian
menerapkan metode inkuiri adalah salah satu diri, penilaian antar teman, jurnal, wawancara,
metode yang paling tepat. Metode inkuiri tes (evaluasi), dan dokumentasi. Analisis
dibentuk atas dasar diskoveri, untuk itu datanya ada dua yaitu analisis data kualitatif
peserta didik harus menggunakan dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan
kemampuannya berdiskoveri dan untuk memberikan informasi yang
menggunakan kemampuan lainnya. menggambarkan peningkatan keterampilan
Pembelajaran IPA berbasis inkuiri inilah berpikir kritis dan hasil belajar, serta
yang diterapkan peneliti dalam tindakan pelaksanaan pembelajaran, sedangkan analisis
perbaikan pembelajaran di kelas 6 SD kuantitatif digunakan untuk menganalisis nilai
Negeri Sumber 1 Berbah, Sleman, Daerah keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar
Istimewa Yogyakarta. Sebelum peserta didik.
diterapkannya metode inkuiri, hasil belajar
dan keterampilan berpikir kritis peserta didik Hasil dan Pembahasan
rendah pada materi ciri khusus tumbuhan Pembelajaran IPA berbasis inkuiri
dan hewan. Hal ini dikarenakan proses berbantuan media flash video pada materi
pembelajaran yang belum mendukung ciri khusus tumbuhan dan hewan ini secara
keaktifan peserta didik, sehingga garis besar berlangsung dalam 2 siklus,
pembelajaran terpusat pada guru. dan masing-masing siklus berlangsung
Keterampilan berpikir kritisnya tidak
dalam 3 pertemuan. Kegiatan belajar siklus
berkembang, hal ini bisa dilihat dari soal-
soal evaluasi yang diberikan guru belum I dan siklus II sama. Pertemuan pertama
melatih keterampilan berpikir kritis peserta dan kedua digunakan untuk penerapan
didik. Fakta pembelajaran tersebut pembelajaran inkuiri melalui pengamatan
bertentangan dengan hakikat IPA yang harus ciri khusus tumbuhan dan hewan,
dipandang dari 3 segi, yaitu IPA sebagai sedangkan pertemuan terakhir digunakan
produk, proses, dan pengembangan sikap. untuk evaluasi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti Selama pembelajaran berlangsung, dapat
kemudian menerapkan pembelajaran ditemukan banyaknya aktivitas peserta didik.
pembelajaran berbasis inkuiri berbantuan Mulai dari pembagian kelompok, menyiapkan
media flash video. Penggunaan media tumbuhan atau hewan yang akan diteliti,
sebagai upaya untuk mempertinggi proses menyimak flash video yang disiapkan guru,
interaksi guru dengan peserta didik dan melakukan pengamatan, berdiskusi, menyusun
interaksi peserta didik dengan lingkungan laporan, presentasi, sampai evaluasi. Selama
belajarnya. Maka sesuai dengan rumusan proses pembelajaran peserta didik aktif
masalahnya, penelitian ini bertujuan untuk mengikuti dan melakukan kegiatan dengan
memberi gambaran nyata penerapan baik. Meskipun masih terdapat beberapa anak

Fita Sukiyani 87
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

yang kurang aktif di Siklus I, namun hal mengetahui berhasil tidaknya tindakan
tersebut diperbaiki dengan menjadi lebih aktif perbaikan pembelajaran yang ditempuh. Nilai
di Siklus II. Hal ini memang membuktikan berpikir kritis peserta didik adalah sebagai
bahwa pembelajaran berbasis inkuiri lebih berikut:
mengaktifkan peserta didik, sebab peserta
didik dikondisikan aktif selama proses Tabel 1. Nilai Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas 6
pembelajaran. Melalui pembelajaran berbasis Pra Siklus - Siklus II
inkuiri ini peserta didik terlibat secara
maksimal seluruh kemampuannya dalm Pra
Siklus I Siklus II
Rentang Siklus

Nilai
pencarian dan penyelidikan secara sistematis, No.
kritis, dan analogis sehingga peserta didik Nilai Pro Pro Pro
Jm Jm Jm
dapat merumuskan penemuannya sendiri (%) (%) (%)
dengan percaya diri. 1. 00 – 65 D 2 10 0 0 0 0
Selama pembelajaran berlangsung peneliti
melakukan observasi/ pengamatan aktivitas 2. 66 – 75 C 7 35 6 30 0 0
peserta didik untuk mengukur keterampilan
berpikir kritisnya. Agar hasil pengamatan 3. 76 – 85 B 9 45 10 50 12 60
optimal, peneliti juga melakukan
4. 86 - 100 A 2 10 4 20 8 40
pengamatannya ketika kegiatan pembelajaran
lain. Peneliti juga meminta tolong Guru
Pendidikan Agama Islam dan Guru Pendidikan Keterangan:
Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan untuk A = Sangat Baik
melakukan pengamatan ketika beliau-beliau B = Baik
ini mengajar di kelas peneliti. Hal ini sebagai C = Cukup
upaya peneliti agar hasil pengamatannya lebih D = Butuh bimbingan
akurat dan objektif. Jumlah total Grafiknya sebagai berikut:
pengamatannya terdapat 24 kali pengamatan
oleh guru dalam setiap siklus. 15
Selain itu peneliti juga mengajak peserta
10 12
Jumlah

didik untuk melakukan penilaian diri dan 10


9 Pra Siklus
penilaian antar teman. Penilaian tersebut 8
5 7 Siklus I
dilakukan ketika mata pelajaran IPA materi 6
200 0 24
ciri khusus tumbuhan dan hewan, yaitu pada 0 Siklus II
saat pelaksanaan siklus I dan siklus II. Jumlah D C B A
total pengamatan yang dilakukan peserta didik Nilai
adalah 6 kali untuk penilaian diri dan 6 kali
untuk penilaian antar teman. Hasil penilaian
diri dan antar teman kemudian dijumlah
dengan 2 kali pengamatan guru untuk dicari Gambar 1. Grafik Nilai Berpikir Kritis Peserta
nilai akhirnya. Rumus nilai berpikir kritis Didik Kelas 6 Pra Siklus I - Siklus II
sebagai berikut:
Berdasarkan data tersebut, dapat
NBK = ditemukan peningkatan nilai berpikir kritis
peserta didik. Sebelum tindakan (pra siklus)
Keterangan: terdapat 2 peserta didik bernilai D (butuh
NBK = Nilai Berpikir Kritis bimbingan), namun setelah tindakan sudah
PG = Pengamatan Guru tidak ada lagi. Sebelum tindakan terdapat 7
PD = Penilaian Diri peserta didik bernilai C (cukup), namun
PAT = Penilaian Antar Teman setelah siklus I yang bernilai C (cukup) tinggal
6 peserta didik, sedangkan siklus II sama
Sebelum masuk ke siklus I, peneliti telah sekali tidak ada peserta didik bernilai C
mengumpulkan data awal yang digolongkan (cukup).
dalam data pra siklus. Data tersebut kemudian Sebelum tindakan, terdapat 9 peserta didik
diolah dengan data siklus berikutnya untuk bernilai B (baik), pada siklus I naik menjadi 10

Fita Sukiyani 88
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

peserta didik, sedangkan siklus II menjadi 12 media flash video pada materi ciri khusus
peserta didik. Pada data pra siklus, peserta tumbuhan dan hewan berhasil. Sebelum
didik yang bernilai A hanya terdapat 2 anak, tindakan hanya 4 peserta didik atau 20% saja
pada siklus I terdapat 4 peserta didik, yang tuntas KKM, namun setelah tindakan
sedangkan siklus II terdapat 8 peserta didik. hasil belajar peserta didik meningkat drastis
Maka berdasarkan temua tersebut, menjadi 13 peserta didik atau 65% pada siklus
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran I, dan 18 peserta didik atau 90% pada siklus II
IPA berbasis inkuiri berbantuan media flash yang telah tuntas KKM. Maka berdasarkan
video pada materi ciri khusus tumbuhan dan pengamatan dan hasil belajar peserta didik
hewan dinyatakan berhasil meningkatkan setelah mengerjakan soal evaluasi berpikir
keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas kritis, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
6 SD Negeri Sumber 1 Berbah. berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik
Selain mengukur keterampilan berpikir meningkat. Hal ini membuktikan bahwa
kritis, penelitian ini juga mengukur hasil tindakan yang diambil dengan menerapkan
belajar peserta didik. Hasil belajar diukur pembelajaran IPA berbasis inkuiri berbantuan
menggunakan soal evaluasi yang memuat soal- media flash video pada materi ciri khusus
soal berpikir kritis. Agar lebih mudah tumbuhan dan hewan berhasil. Dengan
mengamati perkembangan peserta didik demikian tidak dilanjutkan pada siklus
sebelum dan setelah tindakan, berikut ini selanjutnya.
peneliti sajikan rekapan nilainya mulai dari pra
siklus: Simpulan
Tabel 2. Nilai Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas 6 Tindakan perbaikan pembelajaran
Pra Siklus - Siklus II berlangsung dalam 2 siklus. Setiap siklus
terdiri atas 4 kegiatan yaitu perencanaan,
Pra tindakan, observasi, dan refleksi. Selama
Siklus I Siklus II
Rentang Siklus kegiatan pembelajaran berlangsung peserta
No.
Nilai Pro Pro Pro didik aktif mengikuti dengan baik. Kegiatan
Jm Jm Jm
(%) (%) (%) pembelajaran yang melibatkan peserta didik
1. 00 – 54 0 0 1 0 0 0 mulai dari pembagian kelompok, persiapan
2. 55 – 64 5 25 3 15 0 0 membawa tumbuhan dan hewan yang akan
3. 65 – 74 11 55 3 15 2 10 diamati, menyimak flash video, pengamatan,
berdiskusi, menyusun laporan, presentasi
4. 75 – 84 2 10 10 50 3 15
sampai evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan
5. 85 – 94 1 5 2 10 11 55 bahwa pembelajaran berbasis inkuiri
6. 95 - 100 1 5 1 5 4 20 berbantuan media flash video pada materi ciri
khusus tumbuhan dan hewan berhasil
Grafiknya sebagai berikut: meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan
hasil belajar peserta didik kelas 6 SD Negeri
12 Sumber 1 Berbah. Rata-rata nilai keterampilan
10 11 11 berpikir kritis peserta didik adalah 85 atau
8 10 bernilai B dan masuk kategori baik. Peserta
Jumlah

6 didik yang tuntas KKM menjadi 18 peserta


4 5 didik atau 90% dari total jumlah peserta didik
2 4
0 1 0 3 0 3 2 2 3 1 2 1 1 secara keseluruhan.
0
00 - 54 55 - 64 65 - 74 75 - 84 85 - 94 95 -
100 Ucapan Terima Kasih
Nilai Hasil
Pra Siklus SiklusBelajar
I Siklus II Ucapan terima kasih peneliti sampaikan
kepada SEAMEO QITEP in Science yang
Grafik 2. Grafik Rekapitulasi Hasil Belajar Peserta telah mendanai dan membimbing penelitian ini
Didik Kelas 6 Pra Siklus – Siklus II hingga berhasil.
Berdasarkan data rekapitulasi dan grafik,
dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran IPA berbasis inkuiri berbantuan

Fita Sukiyani 89
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Daftar Pustaka
Usman Samatowa. (2006). Bagaimana
Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar. Jakarta:
Depdikns (hal. 1).

Hamalik, O. (2008). Proses Belajar Mengajara.


Rev. ed. Jakarta: Bumi Aksara (hal. 219)

Sri Sulistyorini dan Supartono. (2007). Model


Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan
Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta: Tiara
Wacana (hal. 9-10).

Sudjana, N. & Rivai, A. (2005). Media


Pengajaran. Bandung: sinar Baru Algesindo
(hal. 7)

Majid, A. (2013). Strategi Pembelajaran.


Bandung: Remaja Rosdakarya (hal. 173)

Johnson, Elaine B. (2009). Contextual


Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikan dan
Bermakna. Bandung: Kaifa Learning (hal.
183)

Gulo, W. (2008). Strategi Belajar Mengajar.


Jakarta: Grasindo (hal 84-85)

Fita Sukiyani 90
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENGGUNAAN MEDIA “BASKOM PUZZLE” BERBANTUAN


PERMAINAN “HP RANGKING 1” DAN ALAT PERAGA “K-TV”
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA, KETERAMPILAN
BERBICARA SERTA AKTIVITAS SISWA TEMA 3 KELAS IV B SDN
WONOSARI 03

Galih Suci Pratama, S.Pd1)


1)
SD Negeri Wonosari 03, Kota Semarang;
ciprat27@yahoo.co.id

ABSTRACT
Based on preliminary observation at SD Negeri Wonosari 03 Semarang found problems in learning material
animal animal The Concerned Concern of Living Beings. Learning outcomes, speaking skills and student
activities in grade IV B learning are still low. Therefore, there is a need for action to improve science learning
outcomes, student activities and speaking skills. One of them is using media "basin puzzle" aided game "HP
Ranking 1" and props "K-Tv". The formulation of research problem is the result of science learning, speaking
skill and student activity which still low in learning. This type of research is a classroom action research using a
scientific approach applied in two cycles. Each cycle consists of four stages, namely planning, implementation,
observation, and reflection. Research subjects are teachers and students of grade IV B SD Negeri Wonosari 03
Semarang. Data collection techniques use tests, observations / observations, field notes, and documentation.
The results showed that: The improvement of students' speaking skills is the average of cycle I 16,6 with good
category, on the average cycle II 17,1 with good category; (2) The increase of student learning activity on
learning process that is cycle I average 18,48 with good category, on cycle II average 22,40 with very good
category; (3) There is an increase of learning result that is cycle I average 73 and cycle II average 80,6. This
shows the percentage of learning mastery obtained in cycle I is 60% and in cycle II to 85%.

Keywords: "Puzzle Basin" media, "HP Ranking 1" games, "K-Tv" props "

ABSTRAK

Berdasarkan observasi awal di SD Negeri Wonosari 03 Semarang ditemukan masalah dalam pembelajaran
materi karakteristik hewan Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup. Hasil belajar, keterampilan berbicara dan
aktivitas siswa dalam pembelajaran kelas IV B masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan untuk
meningkatkan hasil belajar IPA, aktivitas siswa dan keterampilan berbicara. Salah satunya adalah
menggunakan media “baskom puzzle” berbantuan permainan “HP Ranking 1” dan alat peraga “K-Tv”.
Rumusan masalah penelitian adalah hasil belajar IPA, keterampilan berbicara dan aktivitas siswa yang masih
rendah dalam pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas menggunakan pendekatan
saintifik yang diterapkan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas IV B SD Negeri Wonosari
03 Semarang. Teknik pegumpulan data menggunakan tes, observasi/pengamatan, catatan lapangan, dan
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Adanya peningkatan keterampilan berbicara siswa yaitu
siklus I rata-rata 16,6 dengan kategori baik, pada siklus II rata- rata 17,1 dengan kategori baik; (2) Adanya
peningkatan aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran yaitu siklus I rata-rata 18,48 dengan kategori
baik, pada siklus II rata- rata 22,40 dengan kategori baik sekali; (3) Adanya peningkatan hasil belajar yakni
siklus I rata-rata 73 dan siklus II rata-rata 80,6. Hal ini ditunjukkan persentase ketuntasan belajar yang
diperoleh pada siklus I adalah 60% dan pada siklus II menjadi 85 %.

Kata kunci : media “Baskom Puzzle”, permainan “HP Ranking 1”, alat peraga “K-Tv”

Pendahuluan media menyebabkan peserta didik kurang aktif


Studi pendahuluan yang dilakukan di SD dan cepat merasa bosan, proses pembelajaran
Negeri Wonosari 03 menunjukkan hasil belum mampu mendorong siswa untuk
observasi belum maksimalnya penggunaan mencapai tahapan mengkomunikasikan. Guru

Galih Suci Pratama 91


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

hanya menggunakan media gambar seadanya permainan “Who Wants To be Winner”. Atas
padahal SD sudah memiliki perangkat dasar itu, peneliti menggabungkan dengan
pendukung seperti laptop, LCD, layar, dan permainan permainan “HP Ranking 1”.
sound system tetapi tidak pernah digunakan Permainan “HP Ranking 1” adalah permainan
dalam pembelajaran. Partisipasi peserta didik modifikasi dari game ranking 1 di trans tv dan
pun rendah yaitu cenderung pasif dan kurang “Who wants to be millionare” di RCTI dengan
konsentrasi karena peserta didik hanya menggunakan hiperlink power point.
mendengarkan penjelasan guru dan dibantu Permainan ini sangat menarik perhatian anak
dengan media gambar seadaanya, kemudian karena terdapat nilai kompetisi, berani dan
mengerjakan soal yang diberikan. transparan sehingga siswa belajar sambil
bermaianan.
Berdasarkan hasil ulangan tema 3
didapatkan hasil bahwa sebanyak 28 dari 40 Selain itu, pembelajaran saintifik dalam
siswa belum tuntas pembelajaran. Berarti IPA diharapkan dapat mencapai tahapan
terdapat 70 % siswa yang mengalami mengkomunikasikan. Keterampilan
ketidaktuntasan. Salah satu faktornya adalah mengkomunikasikan dalam kurikulum termuat
materi IPA yang cukup luas. Peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
sering merasa kesulitan dalam memahami Berdasarkan Standar Kompetensi dan
materi IPA. Padahal, dalam pendekatan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI dalam
saintifik kurikulum 2013 siswa diharapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor
mampu mengkomunikasikan materi 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan
pembelajaran. Berbagai macam hal tersebut pendidikan dasar dan menengah menyebutkan
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian bahwa salah satu tujuan mata pelajaran bahasa
tindakan kelas yang dapat memberikan Indonesia diajarkan di Sekolah Dasar yaitu agar
pemahaman siswa tentang materi IPA dan peserta didik memiliki kemampuan
memberikan keterampilan mengkomunikasikan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai
sesuai tahapan saintifik. dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulis, serta dapat menikmati dan
Kenyataan di lapangan materi IPA pada memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
kelas IV SD sangat memerlukan media untuk wawasan, memperhalus budi pekerti, serta
membuat konsep menjadi lebih konkret dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
mudah dipahami oleh peserta didik. Penelitian berbahasa.
ini akan menggunakan media komik yang
berbentuk buku saku (buku saku Dalam mengukur kemampuan
komik/baskom) dan diakhiri dengan puzzle. mengkomunikasikan perlu disiapkan proses
Berdasarkan hasil penelitian oleh Malik, A. dan pembelajaran yang inovatif dan memberikan
Daulay, P. (2013:1).Yang berjudul ruang ekspresi kepada siswa. Salah satunya
Pengembangan Model Pendidikan Antikorupsi menggunakan “K-Tv” (kardus televisi).
Melalui Media Komik Bagi Siswa Sekolah Pemanfaatan “K-Tv” menjadi alat peraga
Dasar menunjukkan bahwa 86,40% siswa dalam melatih kemampuan
sangat menyukai komik dan 86,40% sangat mengkomunikasikan siswa sangat bermanfaat.
menyenangi komik sebagai media Keunggulan dari “K-Tv” adalah ramah
pembelajaran pendidikan antikroupsi. Sehingga lingkungan, pemanfaatan barang bekas, alat
komik sangat tepat untuk menjadi media peraga yang menarik dan efisien.
pembelajaran untuk anak sekolah dasar.
Penggunaan media “Baskom Puzzle
Keberadaan “baskom puzzle” sebagai berbantuan permainan “HP Ranking 1” dan alat
media pembelajaran perlu didukung suatu peraga “ K-Tv” harapannya dapat memecahkan
proses pembelajaran yang baik. Salah satunya solusi hasil belajar IPA yang masih rendah dan
menggunakan permainan yang menarik dan keterampilan berbicara yang masih kurang di
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut SD Negeri Wonosari 03.
sesuai dengan hasil penelitian PTK Wahyudi
(2015) yang dapat meningkatkan hasil belajar Dari uraian diatas maka peneliti
matematika hingga 91,6 % menggunakan merumuskan “Penggunaan Media “Baskom

Galih Suci Pratama 92


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Puzzle” Berbantuan Permainan “Hp Rangking catatan lapangan dan dokumentasi digunakan
1” dan Alat Peraga “K-Tv” Untuk untuk mengukur keterampilan berbicara peserta
Meningkatkan Hasil Belajar IPA, Keterampilan didik dan aktivitas peserta didik dalam
Berbicara Serta Aktivitas Siswa Tema Peduli mengikuti proses pembelajaran.
Terhadap Makhluk Hidup Kelas IV B SDN
Wonosari 03” . Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka adalah analisis data kuantitatif dan kualitatif.
rumusan masalah penelitian tindakan kelas Analisis data kuantitatif dilakukan untuk
yang akan dilakukan sebagai berikut menganalisis hasil belajar siswa dengan cara
Bagaimanakah peningkatan hasil belajar IPA, mencari ketuntasan klasikal dan rata-rata hasil
aktivitas siswa dan keterampilan berbicara belajar. Analisis data kualitatif dilakukan untuk
siswa melalui penggunaan media “Baskom menganilisi hasil pengamatan aktivitas siswa
Puzzle” berbantuan game “Hp Ranking 1” dan keterampilan berbicara dengan cara ke
pada tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup rentang empat kategori yaitu baik sekali, baik,
kelas IV B SD Negeri Wonosari 03 tahun cukup dan kurang.
pelajaran 2016/2017? Berdasarkan perumusan
masalah maka tujuan penelitian tindakan kelas HASIL PENELITIAN
yang akan dilakukan adalah: 1) Untuk Dalam hasil penelitian akan dipaparkan
mendeskripsikan peningkatan hasil belajar, tentang hasil penilitian keterampilan berbicara,
aktivitas siswa dan keterampilan berbicara aktivitas siswa dan hasil belajar siswa.
siswa melalui penggunaan media “Baskom
Puzzle” berbantuan game “Hp Ranking 1” 1. Keterampilan Berbicara dan Aktivitas
pada tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup Siswa
kelas IV B SD Negeri Wonosari 03 tahun Berikut ini hasil aktivitas siswa dan
pelajaran 2016/2017. keterampilan berbicara siswa dalam
pembelajaran IPA pada tema lingkungan siklus
I dan siklus II.
METODE PENELITIAN
Tabel 3.1. Data Keterampilan berbicara dan
Desain Penelitian Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II
Desain penelitian ini adalah Desain Penelitian No Pencapaian Siklus I Siklus
Tindakan Kelas (PTK). Menurut Suyanto II
dalam Subyantoro (2009), PTK adalah suatu
bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan 1 Jmlah skor keterampilan 16,6 17,1
berbicara
melakukan tindakan tertentu agar dapat
memperbaiki dan atau meningkatkan praktik- 2 Jumlah rata-rata skor aktivitas 18,48 22,40
praktik pembelajaran di kelas secara siswa
profesional. Selanjutnya Arikunto, dkk
(2008:16) tahapan pelaksanaan PTK terdapat Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan
empat tahap penting yaitu perencanaan, bahwa jumlah skor keterampilan berbicara pada
pelaksanaan, observasi dan refleksi. siklus I sebesar 16,6 (baik) dan pada siklus II
menjadi 17,1.(baik) Sedangkan jumlah rata-rata
Subjek dan Objek Penelitian skor aktivitas siswa pada siklus I sebesar 18,48
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD (baik) dan pada siklus II menjadi 22,40 (baik
Negeri Wonosari 03 yang berjumlah 40 siswa sekali). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
dan guru sebagai peneliti. peningkatan pada keterampilan guru dan
Instrumen Pengumpulan Data aktivitas belajar siswa.
Instrumen pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah soal tes
tertulis, lembar observasi, catatan lapangan dan
dokumentasi. Soal tes tertulis digunakan untuk
mengukur hasil belajar peserta didik terhadap
pembelajaran yang telah dilewati. Tes ini
dilakukan di akhir siklus. Lembar observasi,

Galih Suci Pratama 93


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

2. Hasil Belajar menggunakan media pembelajaran “baskom”.


Hal ini sesuai dengan pendapat Karsidi (2005:
100 43), yang mengemukakan bahwa untuk
50 memperoleh pembelajaran yang berkualitas
maka perlu diperhatikan unsur-unsur yang
0
data awal siklus I siklus II secara langsung berkaitan seperti guru, siswa,
Rata-rata 65 73 80.6 kurikulum dan sarana, serta faktor lain yang
Gambar 3.7 Diagram Garis Rata-rata Hasil sifatnya kontekstual.
Belajar Siswa Diperkuat dengan hasil penelitian
Diagram garis di atas menunjukkan oleh Malik, A. dan Daulay, P. (2013:1) yang
adanya peningkatan rata-rata hasil belajar siswa berjudul Pengembangan Model Pendidikan
dari data awal sebesar 65 pada siklus I Antikorupsi Melalui Media Komik Bagi Siswa
meningkat menjadi 73 lalu pada siklus II Sekolah Dasar. Hasil penelitian menunjukkan
meningkat menjadi dan pada siklus II bahwa media komik meningkatkan pemahaman
meningkat menjadi 80,6. Persentase ketuntasan siswa mengenai korupsi dengan, rata-rata 70
klasikal siswa prasiklus, siklus I dan siklus II (54,55%) dan setelah pembelajaran
dapat dilihat pada diagran berikut ini: menggunakan media komik rata-rata nilai
siswa 85 (86,40%). Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan terutama dalam
penerapan komik sebagai media pembelajaran.
Selain itu, penelitian dari Fatra yang berjudul
Penggunaan KOMAT (Komik Matematika)
pada Pembelajaran Matematika di MI
(2008:59) menunjukkan hasil penggunaan
KOMAT dapat membangkitkan minat belajar
Gambar 4.8 Diagram Batang Persentase Ketuntasan matematika, dari rata-rata minat belajar sebesar
Klasikal Siswa 67,6 menjadi 74,9. Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan terutama dalam
Diagram batang di atas menunjukkan penerapan komik sebagai media pembelajaran.
persentase ketuntasan klasikal belajar siswa
terjadi peningkatan dari data awal sebesar 30%, 2. Aktivitas Siswa
pada sklus I meningkat menjadi 60%, lalu pada
siklus II menjadi 85% Hal tersebut Berdasarkan hasil aktivitas siswa dalam
menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran didapatkan peningkatan pada
“Baskom” berbantuan permainan “HP Ranking siklus I sebesar 18,48 (baik) dan pada siklus II
1” dapat meningkatkan hasil belajar siswa. menjadi 22,40 (baik sekali). Kegiatan siswa
Berikut hasil belajar siswa data awal, siklus I dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat
dan siklus II Paul B. Diedrich dalam Hamalik (2008:173) 1)
kegiatan emosional (Emotional activities) yang
PEMBAHASAN tampak dari siswa bersemangat mengikuti
1. Hasil Belajar Siswa pembelajaran, 2) kegiatan visual (Visual
activities) yang tampak dari siswa
Berdasarkan hasil belajar siswa pada mendengarkan informasi, memperhatikan
siklus I dan II didapatkan kenaikan yang komik, menyimak cerita dari siswa lain,
signifikan yaitu dari rata-rata 73 dengan 3)kegiatan lisan (Oral activities) yang tampak
ketuntasan belajar klasikal sebesar 60% menuju dari siswa mendengarkan informasi, siswa aktif
rata-rata 80,6 dengan ketuntasan belajar berdiskusi dalam kelompok, siswa aktif bekerja
klasikal sebesar 85%. Pencapaian hasil belajar dalam melaksanakan
tersebut, tidak terlepas dari upaya guru dalam penyelidikan/melaksanakan tugas bersama
melaksanakan proses pembelajaran yang kelompok, siswa ikut menganalisis dan
menarik bagi siswa dan memberikan mengevaluasi, 4)kegiatan mendengarkan
pembimbingan, memotivasi, serta menjadi (Listening activities) yang tampak dari siswa
fasilitator bagi siswa. Dalam penelitian ini mendengarkan informasi, siswa aktif berdiskusi

Galih Suci Pratama 94


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

dalam kelompok, mendengarkan cerita siswa pada proses pembelajaran yaitu siklus I rata-
lain, 5)kegiatan motorik (Motor activities) yang rata 18,48 dengan kategori baik, pada siklus II
tampak dari siswa aktif bekerja dalam rata- rata 22,40 dengan kategori baik sekali.
melaksanakan penyelidikan/melaksanakan Hal ini ditunjukkan dari siswa bersemangat
tugas bersama kelompok, 6)Kegiatan mental mengikuti pembelajaran dikelas, siswa
(Mental activities) yang tampak dari mendengarkan informasi, siswa aktif bekerja
menanggapi penampilan siswa lain, 7)kegiatan dalam penyelidikan/melaksanakan tugas
menulis (Writing activities) yang tampak dari bersama kelompok, siswa ikut menyajikan,
siswa ikut menyajikan. siswa menganalisis dan mengevaluasi proses
Diperkuat dengan hasil penelitian dari pembelajaran berlangsung sudah tampak; (3)
Zhang (2005) yang meneliti “Instructional Adanya peningkatan hasil belajar yang
Video In E-Learning: Assessing The Impact Of diperoleh pada pembelajaran IPA dalam tema
Interactive Video On Learning Effectiveness”. lingkungan melalui Penggunaan media
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penting “Baskom” berbantuan permaianan “HP
untuk mengintegrasikan video pelajaran Ranking 1” dan alat peraga “K-Tv” yakni
interaktif dalam sistem e-learning terutama siklus I rata-rata 73 dan siklus II rata-rata 80,6.
untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan persentase ketuntasan
Relevansinya adalah sama-sama menggunakan belajar yang diperoleh pada siklus I adalah 60%
video dalam penelitian. Video digunakan dalam dan pada siklus II adalah 85%.
penelitian ini pada saat penayangan soal
melalui permainan “HP Ranking Ucapan Terima Kasih
1”Keterampilan Berbicara
Berdasarkan hasil penelitian Penulis mengucapkan terima kasih yang
keterampilan berbicara didapatkan siklus I sebesar-besarnya kepada (SEAMEO Regional
sebesar 16,6 (baik) dan pada siklus II menjadi Center For QITEP IN SCIENCE yang telah
17,1.(baik). Hal tersebut telah sesuai dengan memberikan The Reseacrh Grant 2017 untuk
aspek penilaian di dalam keterampilan penelitian ini
berbicara ditentukan dari 2 hal, yaitu faktor DAFTAR PUSTAKA
kebahasaan dan faktor non kebahasaan
(Nurgiyantoro, 1995: 152). Penilaian dari Arikunto, dkk. 2008. Penelitian Tindakan
faktor kebahasaan meliputi: (1) Tekanan, (2) Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Ucapan, (3) kosa kata, (4) struktur kalimat
sedangkan penilaian dari faktor non kebahasaan Fatra, M. 2008. Penggunaan KOMAT (Komik
meliputi: (1) keberanian, (2) kelancaran. Matematika) pada Pembelajaran
Ditambahkan menurut Suhartono (2005: 21) Matematika di MI. Jurnal Algoritma.
berbicara merupakan bentuk perilaku manusia 3(1):58-73. ISSN: 2302-7339
yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik. Hamalik, O. 2008. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Simpulan
Hobbs, R. 2006. “Non‐optimal Uses of Video
Berdasarkan hasil penelitian mengenai
In The Classroom”. Learning, Media
peningkatan kualitas pembelajaran IPA dalam
and Technology, Vol 31(1): 35-50.
tema lingkungan melalui Penggunaan media
Karsidi, R. 2005. Sosiologi Pendidikan.
“Baskom” berbantuan permaianan “HP
Surakarta : UNS Press dan LPP UNS.
Ranking 1” dan alat peraga “K-Tv” di SD N
Sekaran 02 Semarang, peneliti dapat menarik Kemendikbud. 2013. Permendikbud Nomor 65
kesimpulan sebagai berikut: (1) Adanya Tahun 2013 Tentang Standar Proses
peningkatan keterampilan berbicara siswa pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
proses pembelajaran yaitu siklus I rata-rata Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
16,6 dengan kategori baik, pada siklus II rata- Kebudayaan RI.
rata 17,1 dengan kategori baik yang
ditunjukkan dari tekanan, ucapan, kosakata, Malik, A. dan Daulay, P. 2013.
struktur kalimat, keberanian, kelancaran; (2) ―Pengembangan Model Pendidikan
Adanya peningkatan aktivitas belajar siswa Antikorupsi Melalui Media Komik

Galih Suci Pratama 95


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Bagi Siswa Sekolah Dasar‖. Jurnal Wahyudi. 2015. Penggunaan alat peraga
Sekolah dasar. 22 (1), “Pagertormaku” berbantuan game
http://journal.um.ac.id/index.php/jurna “Who Wants To be the Winner untuk
lsekolah-dasar/article/view/4227, meningkatkan kreatif matematis dan
diakses pada 20 november 2016. hasil belajar matematika pada siswa
smp 1 rakit.
Nurgiyantoro, B. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. https://sobirinblog.files.wordpress.com
Yogyakarta: Gadjah Mada University /2016/03/wahyudi-s-pd-
Press. i_221020152238271.pdf diakses pada
25 November 2016
Piaget, J. 2001. The Psychology of Intelligence
“Translated by Malcolm Piercy and Zhang, D., Zhou, L., Briggs, R., O.,
D.E Berlyne”. London & New York: Nunamaker, J., F. 2005.
Routledge Classics. “Instructional Video In E-Learning:
Assessing The Impact Of Interactive
Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Video On Learning Effectiveness’.
Semarang : Universitas Diponegoro. Information & Management 43: 15–
Suhartono. 2005. Pengembangan keterampilan 27.
bicara anak usia dini. Jakarta:
Depdiknas.

Galih Suci Pratama 96


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 MELALUI MODEL IKUIRI


PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAH AKTIVITAS
DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK

Hati Nurahayu, S.Pd


SMP Plus Al-Amanah. Komplek Cibogoo Indah V Desa Cangkuang Kulon Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung Jawa Barat

E-mail: nasrullahhati@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to obtain information on student activity and improvement of student learning outcomes of
grade VII SMP Plus Al-Amanah. Classification Concepts Substances with sub-concepts in cycle I acid, alkaline,
and salt indicator, while cycle II on Natural Indicators. The study was conducted on students of class VIII D
consisting of 32 people and one teacher. The subject of the study was determined based on the consideration of
science teachers with the researchers. Model of learning using inquiry model. The data were obtained through
the student's preliminary test before the learning was conducted and the final test after the learning, the
observation activity and the teacher's activity during the learning of each cycle, pre test and post test to know
student learning outcomes (index gain) along with a questionnaire of student responses as long as given inquiry
model in the learning done in the classroom. Learning result evaluation tool used in the form of multiple choice
test to capture the improvement of student learning result about acid, alkaline and salt mixture. Based on the
result of learning analysis by implementing Curriculum 2013 through model of inquiry there is an increase of
82% (cycle I) and 89% (cycle II) activity, teacher's achievement in learning 79,31% (cycle I) to 96% (cycle II,
Improved Learning Outcomes in the Affective Sphere of 72% (cycle I) and 96% (cycle II), Cognitive Sphere
gained a gain index of 0.44 (cycle I medium category) to 0.64 (cycle II high category), Psychometric sphere of
75% (cycle I) to 86% (cycle II) Responses Learners of the inquiry model on acid, alkaline and saline learning
have a positive response like 92% IPA, prepare 85% lessons, understand the material 85%, be grateful for acid,
and salt in life as much as 97%, cooperate in the group by 88% .. Implementation of curriculum 2013 through
inquiry model can improve the activity and learning outcomes of learners.

Keywords: Implementation, Curriculum 2013, Model Inquiry, Activity, Learning Outcomes

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi aktivitas siswa dan peningkatan hasil belajar siswa kelas
VII SMP Plus Al-Amanah . Konsep Klasifikasi Zat dengan sub konsep pada siklus I indikator asam, basa, dan
Garam, sedangkan siklus II tentang Indikator Alami. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII D yang terdiri
atas 32 orang dan satu orang guru. Subjek penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan guru IPA
bersama peneliti. Model pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri. Data diperoleh melalui tes awal
siswa sebelum pembelajaran dilaksanakan dan tes akhir setelah pembelajaran, Aktivitas observasi (Unjuk
kerja) siswa dan aktivitas (ketercapaian) guru selama pembelajaran tiap siklus, pre tes dan post tes untuk
mengetahui hasil belajar siswa (indeks gain) setiap siklus, beserta angket respon siswa selama diberikan
model inkuiri dalam pembelajaran yang dilakukan di kelas. Alat evaluasi hasil belajar yang digunakan berupa
tes pilihan ganda untuk menjaring peningkatan hasil belajar siswa mengenai campuran asam, basa, dan
garam. Berdasarkan hasil analisis pembelajaran dengan mengimplementasikan Kurikulum 2013 melalui model
inkuiri terjadi peningkatan aktivitas peserta didik sebesar 82% (siklus I) dan 89% (siklus II), ketercapaian guru
dalam pembelajaran 79,31% (siklus I) menjadi 96% (siklus II, Peningkatan Hasil Belajar pada Ranah Afektif
sebesar72% (siklus I) dan 96% (siklus II), Ranah Kognitif mendapatka indeks gain 0,44 (siklus I kategori
sedang) menjadi 0,64 (siklus II kategori tinggi), ranah Psikomotrik dari 75% (siklus I) menjadi 86% (siklus II).
Respon Peserta didik terhadap model inkuiri pada pembelajaran asam, Basa, dan Garam memiliki respon
positif menyukai IPA 92%, mempersiapkan pelajaran 85%, memahami materi 85%, bersyukur ada asam,
basa, dan garam dalam kehidupan sebesar 97%, melakukan kerjasama dalam kelompok sebesar 88%.
Implementasi kurikulum 2013 melalui model inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta
didik.

Kata Kunci : Implementasi Kurikulum 2013, Model Inkuiri, Aktivitas, Hasil Belajar

Hati Nurahayu 97
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Pendahuluan menemukan”. Jadi, pembelajaran ini memiliki


Salah satu cara untuk membantu implementasi dua proses utama. Pertama, melibatkan siswa
kurikulum 2013 diantaranya melalui model dalam mengajukan atau merumuskan
pembelajaran inkuiri. Pembelajaran model pertanyaan-pertanyaan (to inquire), dan kedua,
inkuiri bertujuan untuk mengajarkan sistem siswa menyingkap, menemukan (to discover)
penelitian dari suatu disiplin tetapi juga jawaban atas pertanyaan mereka melalui
diharapkan mempunyai efek dalam kawasan- serangkaian kegiatan penyelidikan dan kegiatan-
kawasan lain. Penulis memiliki ide bagaimana kegiatan sejenis (Sutman, et.al., 2008:x).
membuat pembelajaran inkuiri dengan Inquiry/discovery merupakan proses
implementasi kurikulum 2013 dapat pembelajaran yang didasarkan pada pencarian
meningkatkan Aktivitas dan hasil belajar dan penemuan melalui proses berpikir secara
peserta didik, sehingga ada umpan balik dari sistematis. Pengetahuaan bukan sekedar
siswa. Pembelajaran Model inkuiri yang telah sekumpulan fakta hasil dari mengingat, akan
dirancang sebaik mungkin sehingga menarik tetapi hasil dari proses menemukan atau
perhatian bahkan membangkitkan minat belajar mengkonstruksi. Dengan kata lain,
peserta didik, informasi yang ingin kita pembelajaran merupakan proses fasilitasi
sampaikan, baik dari Kompetensi Inti I, kegiatan penemuan (inquiry) agar peserta didik
mengenai spiritual; Kompetensi Inti II, memperoleh pengetahuan dan keterampilan
mengenai sikap siswa; Kompetensi Inti III melalui penemuannya sendiri (discovery).
berupa hasil kognitif siswa, dan kompetensi IV Tujuan pertama Inquiry/Discovery
berupa psikomotorik dari pelajaran yang akan Learning adalah agar siswa mampu
mereka terima. merumuskan dan menjawab pertanyaan apa,
Pembelajaran pada era sekarang ini siapa, kapan, di mana,bagaimana, mengapa,
tidak hanya menuntut “Transfer of Knowledge” dsb. Dengan kata lain, Inquiry/Discovery
yaitu seorang guru hanya mentransfer Learning bertujuan untuk membantu siswa
pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta berpikir secara analitis. Tujuan kedua adalah
didiknya., akan tetapi pembelajaran pada era untuk mendorong siswa agar semakin berani
sekarang ini juga menuntut guru untuk dan kreatif berimajinasi.Dengan imajinasi siswa
“transfer of value” yaitu membentuk karakter, dibimbing untuk mengkreasi sesuatu
tingkah laku ataupun akhlak peserta didiknya menggunakan pengetahuan yang diperolehnya.
agar lebih baik. Dalam hal ini seorang guru Penemuan ini dapat berupa perbaikan atau
dituntut untuk tidak hanya mengejar dan penyempurnaan dari apa yang telah ada,
mementingkan perkembagan kognitif pesertanya maupun menciptakan ide, gagasan, atau alat
saja, akan tetapi juga harus memperhatikan yang belum ada (Anam, 2015:9).
perkembangan dari segi afektif dan Dari latar belakang masalah diatas
psikomotorik peserta didiknya. penulis berharap Implementasi kurikulum 2013
Dengan menerapkan implementasi melalui model inkuiri dapat meningkatkan
kuriulum 2013 melalui model inkuiri diharapkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Topik
dapat membantu siswa dalam memahami yang dipilih adalah Campuran Asam, Basa, dan
pelajaran yang akan disampaikan guru. Garam dapat menjadi pembelajaran yang
Sebagaimana menurut Rusyan et.al (1994: 23- bermanfaat demi keberlangsungan proses
24) bahwa faktor kesiapan belajar akan belajar mengajar yang berhasil, dan
membuat kegiatan dalam belajar lebih mudah menciptakan generasi unggulan yang kita
dan berhasil. Faktor kesiapan ini erat kaitannya harapkan.
dengan masalah kematangan, minat, kebutuhan, Berdasarkan latar belakang masalah dari
dan tugas-tugas perkembangan. upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
Dalam Permendikbud No.22 tahun siswa, maka rumusan masalah sebagai berikut :
2016 dikatakan pembelajaran inquiry disebut Apakah implementasi kurikulum 2013 melalui
bersama dengan discovery. Dalam Webster’s model inkuiri Pembelajaran IPA dapat
Collegiate Dictionary inquiry didefinisikan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
sebagai “bertanya tentang” atau “mencari peserta didik?
informasi”. Discovery disebut sebagai “tindakan

Hati Nurahayu 98
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Berdasarkan rumusan masalah tersebut meningkatkan keterampilan, mengamati,


diatas, dapat dirinci lagi ke dalam pertanyaan – melakukan analisis dan berkomunikasi Metoda
pertanyaan penelitian berikut ini : (1) bagaimana Pembelajaran : Observasi dan diskusi, dan
penerapan Implementasi Kurikulum 2013 model pembelajaran Inkuiri /Discovery
menggunakan model inkuiri aplikasinya dalam Learning
pembelajaran, (2) bagaimana aktivitas Peserta Desain Penelitian merupakan Penelitian
didik dan aktivitas ketercapaian guru selama Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
pembelajaran menggunakan Implementasi yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan
Kurikulum 2013 melalui model inkuiri pada dan penyempurnaan proses belajar mengajar
Pembelajaran IPA?,(3) bagaimana hasil belajar IPA. Data bersifat kualitatif. Peneliti adalah
peserta didik, (4) bagaimana respon siswa sebagai pengajar dan yang menjadi pengamat
selama mengikuti pembelajaran dengan adalah rekan mengajar IPA sebanyak satu orang.
implementasi kurikulum 2013 menggunakan Penelitian yang dilakukan sebanyak dua siklus.
model inkuiri dalam pembelajaran IPA? Waktu penelitian dilakukan pada hari Rabu
Penelitian tindakan kelas ini tanggal 6 September 2017 dan hari sabtu pada
mempunyai beberapa tujuan : (1) mendapatkan tanggal 9 September 2017 .
informasi bagaimana Implementasi Kurikulum Subjek penelitian adalah peserta didik
2013 melalui Model Inkuiri pada Pembelajaran kelas VII D SMP PLUS Al-Amanah. Di SMP
IPA,(2) meningkatkan aktivitas belajar peserta Plus Al-Amanah ini hanya memiliki lima kelas
didik melalui implementasi Kurikulum 2013 yaitu kelas A , B, C. D, E, F dan kelas G. Kelas
melalui model Inkuiri pada Pembelajaran VIII D memiliki keheterogenan prestasi
IPA,(3) meningkatkan hasil belajar peserta didik belajar. Oleh karena itu peneliti lebih memilih
pada pembelajaran IPA dengan menggunakan siswa kelas VIIIE dengan keheterogenan
Implementasi Kurikulum 2013 melalui model prestasi siswa yang dimiliki.
Inkuiri. Baik dari ranah afektif, ranah kognitif, Instrumen penelitian yang digunakan
serta ranah psikomotorik), (4) mendapatkan meliputi : tes hasil belajar, observasi aktivitas
informasi dari berbagai sumber, terutama siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran
melalui angket siswa selama diberikan dan angket. Instrumen secara rinci adalah: (a)
pembelajaran dengan mengimplementasikan tes hasil belajar Tes ini digunakan untuk
Kurikulum 2013 melalui model Inkuiri. memperoleh data peningkatan hasil belajar
siswa tentang Sub konsep asam, basa, dan
Metode Penelitian Garam. Diberikan pre test dan post test,
Definisi Operasional (1) Proses Belajar kemudian dicari peningkatan hasil belajar dari
Mengajar (PBM) pada setiap siklus: indeks gain. (b) Observasi. Lembar observasi
Menggunakan model inkuiri dengan dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas guru
implementasi kurikulum 2013, (2) Aktivitas dan siswa pada tiap siklus pembelajaran 1).
siswa diperoleh dari observasi oleh pengamat Observasi terhadap aktivitas siswa dalam
dilihat dari mengikuti kegiatan pembelajaran pembelajaran berupa aktivitas On Task
(On Task ) atau diluar kegiatan pembelajaran (kegiatan dalam pembelajaran) dan Off Task
(Off Task). Aktivitas ketercapaian guru dalam (Kegiatan diluar pembelajaran) selama
pembelajaran setiap siklus diamati, karena pembelajaran berlangsung dari setiap siklus. 2).
aktivitas guru sangat mempengaruhi terhadap Observasi terhadap guru untuk mengamati
aktivitas peserta didik siswa serta hasil belajar ketercapaian guru dalam mengajar yang
peserta didik yang terjadi setiap siklus. (3) Hasil didasarkan pada aspek-aspek pembelajaran. (c)
belajar yang diperoleh berasal dari skor pre test Angket erupa pertanyaan untuk memperoleh
(tes awal) untuk mengetahui pemahaman awal respon siswa selama mengikuti pembelajaran
siswa sebelum pembelajaran dimulai. sub konsep asam, basa, dan garam. Dan
Sedangkan skor post test (tes akhir) diberikan memperoleh masukan bagaimana menyajikan
setelah pembelajaran untuk mengetahui model pembelajaran inkuiri yang menarik .
peningkatan pemahaman siswa terhadap
campuran asam, basa, dan garam. Analisis Data data yang diperoleh untuk
Pendekatan: Saintifik diantaranya mencari solusi dalam menentukan rencana
adalah guru harus menyajikan pembelajaran tindakan yang akan diterapkan pada siklus
yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan, berikutnya. Secara rinci langkah-langkah dalam

Hati Nurahayu 99
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

analisis data diuraikan sebagai berikut (1) kondusif sebagai acuan dalam melakukan
Pengelompokkan data. Data yang diperoleh tindakan selanjutnya.
dalam penelitian disusun menjadi data tes awal Penyimpulan. Menganalisis hasil aktivitas
dan tes akhir sebelum dan sesudah pembelajaran belajar siswa, aktivitas ketercapaian guru dalam
berlangsung setiap siklus. Kekurangan pembelajaran setiap siklus dan peningkatan hasil
diperbaiki pada siklus berikutnya. (2) belajar siswa berdasarkan data selisih tes setelah
Pemeriksaan keabsahan data. Untuk pembelajaran.
memperoleh data yang absah maka dilakukan Prosedur penelitian tindakan kelas
beberapa tindakan antara lain : (a). (Classroom Action Research) dilakukan secara
Menggunakan cara yang bervariasi untuk bersiklus yaitu perencanaan (yang diawali
memperoleh data yang sama. (b). Menggali data dengan refleksi awal), tindakan, pengamatan dan
dari sumber yang berbeda, yaitu guru dan siswa. observasi-refleksi-evaluasi. Apabila dalam
(c) melakukan pengecekan ulang data yang telah pelaksanaannya muncul masalah baru, maka
dikumpulkan untuk kelengkapannya.(d) peneliti dapat melakukan perencanaan ulang,
melakukan pengolahan data dan analisis ulang tindakan ulang, pengamatan ulang, dan refleksi
dari data yang terkumpul.(e) mempertimbangan ulang sehingga penelitian membentuk siklus
pendapat para ahli, guna pengecekan akhir yang bobotnya makin sempurna (Indrawati et
terhadap keabsahan data termasuk teman al, 2001:20)
sejawat. Refleksi Tindakan menurut Indrawati et.
Pentabelan data yang diperoleh dibuat al (2004 : 17) merupakan akhir suatu siklus
dalam bentuk tabel agar lebih memudahkan penelitian. Refleksi merupakan suatu kegiatan
dalam membaca hasil pengambilan data untuk analisis, sintesis, interpretasi, dan penjelasan
memperbaiki tahapan siklus berikutnya. (eksplanasi) terhadap semua informasi yang
Pentabelan dilakukan terhadap hasil observasi diperoleh dari penelitian.
kegiatan guru dan siswa pada saat pembelajaran, Rancangan penelitian adalah penelitian
serta terhadap angket pendapat siswa serta tindakan kelas. Penelitian ini terdiri dari dua
penilaian terhadap guru ketika mengajar. siklus. Prosedur atau langkah – langkah yang
Analisis Hasil Ulangan (Tes awal dan tes akan dilakukan dalam PTK mengacu pada
akhir). Analisis dilakukan terhadap model yang diadopsi dari Hopkins (1993 : 48).
peningkatan hasil belajar siswa pada setiap Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan
siklus. Siklus mana yang memiliki nilai tertinggi pokok yaitu, perencanaan, tindakan
dan faktor apa yang menyebabkan peningkatan pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
pembelajaran tersebut. Selanjutnya kegiatan itu berlangsung terus,
Penilaian peningkatan hasil belajar siswa namun ada modifikasi pada tahap perencanaan
pada setiap siklus (Gain) dapat digunakan rumus yaitu perbaikan perencanaan.
dari Meltzer (2002 :126).
Skor post test – skor pre test Hasil dan Pembahasan Psikomotorik
Gain = N Data Siklus Pening
Skor maks – skor pre test o I II katan
Keterangan :
1 Aktivitas 82% 88% 6%
Post Test = Tes akhir setiap siklus (Unjuk kerja) Siswa
Pre Test = Tes awal setiap siklus 2 Aktivitas (ketercapaian) 79% 96% 15 %
Nilai maksimum = nilai maksimum yaitu 100 guru dalam pembelajaran
Rentang normalisasi indeks gain kategori
3 Hasil Belajar
peningkatan hasil belajar sebagai berikut : a. Ranah afektif 72% 84% 12%
Rentang Kategori Peningkatan Hasil Belajar b. Ranah kognitif 0.44 0.64
0.80 – 1.00 Sangat Tinggi c. Ranah psikomotorik 75% 86%

0.60 – 0.79 Tinggi


0.40 – 0.59 Sedang Pembahasan
0.20 – 0.39 Rendah Dari analisis hasil penelitian yang
0.20 – 0.19 Sangat Rendah
diperoleh berupa aktivitas siswa dalam
Penafsiran. Data yang telah disusun
ditafsirkan berdasarkan teori dan observasi PBM, aktivitas ketercapaian guru, hasil
untuk menciptakan pembelajaran yang belajar siswa pada setiap PBM, beserta

Hati Nurahayu 100


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

angket yang diberikan untuk mengetahui permasalahan dapat terpecahkan. Dari


bermanfaatnya . Siklus I dan siklus II , pertanyaan dapatkah kita membuat kertas
pada sub campuran asam, basa, dan garam lakmus dari indikator alami?. Akhirnya mereka
dapat membuat kertas lakmus indikator alami
Hasil Aktivitas Peserta Didik dengan bimbingan guru saat membuatnya.

Aktivitas Belajar
Peserta Didik
100
0 (a)
Siklus ISiklus II (b) (c)
Gambar 4.2 ( a) menghaluskan bahan indikator
On Task Off Task alami, (b) menentukan perubahan warna, (c)
menjemurkan kertas lakmus indikator alami
Aktivitas pesert didik On Task (kegiatan Proses pembuatan Kertas lakmus indikator
dalam pembelajaran) dan Off Task (kegiatan alami peserta didik melakukan kegiatan
yang dilakukan diluar pembelajaran) pada siklus serangkaian proses inkuiri mereka dapat
I diperoleh sebesar 82% dan siklus II sebesar menemuan lebih analitis, kreatif memiliki daya
88 % , terdapat peningkatan aktivitas siswa imajinasi tinggi dalam mengkreasikan sesuatu
sebesar 6 %. Perubahan yang terjadi merupakan dengan menggunakan pengetahuannya.
perbaikan dari siklus I , diantaranya : LKPD Sebgaimana menurut Anam dalam
(Lembar Kerja Peserta didik) alangkah baiknya Kemendikbud (2016:42) bahwa salah satu
dijelaskan terlebih dahuluagar peserta didik model pembelajaran inkuiri anak dapat real life
memahami apa yang akan dilakukan. LKPD skills, dimana peserta didik belajar tentang hal
yang diberikan setiap kelompok diberikan dua penting namun mudah diakukan,siswa didorong
lembar disetiap kelompok, sehingga tidak ada untuk melakukan bukan duduk diam dan
yang melakukan kegiatan diluar pembelajaran mendengaran.
karena dalam kelompok dapat membaca
kegiatan yang harus dilaksanakan pada Aktivitas Ketercapaian Guru dalam
percobaan indikator asam, basa dan garam Pembelajaran
dengan menggunakan kertas lakmus.Peingkatan Berdasarkan hasil observasi terhadap
aktivitas belajar terjadi saat pertemuan pada guru pada pembelajaran siklus I mengenai
siklus II pada saat melakukan kegiatan membuat konsep lihat grafik berikut!
kertas lakmus Indikator alami dari bahan kunyit
dan tanaman ungu. Peserta didik memiliki
aktivitas pembelajaran dengan dibimbing oleh
guru saat kegiatan berlangsung.

Grafik 4.2. Aktivitas ketercapaian Guru dalam


Gambar 4.1 Kegiata mengkomunikasikan hasil Pembelajaran Siklus I dan siklus II
pengamtan Selama pelaksanaan PBM kemampuan
Proses inkuiri pada pembelajaran campuran yang dituntut adalah keaktifan guru dalam
asam, basa dan garam , memiliki manfaat menciptakan suasana belajar yang kondusif,
dalalm meningkatkan aktiivitass peserta didik, sehingga siswa dapat memahami dan menerima
karena terdapat rangkaian kegiatan pengaatan pelajaran dengan baik. Hasil observasi guru
yang harus dilakukan peserta didik sehingga selama pembelajaran mengalami peningkatan

Hati Nurahayu 101


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

sebesar 15%, dari 79% (siklus I) menjadi 96% 3. Hasil Belajar


(siklus II). Berdasarkan hasil analisis skor tes awal (pre
Pada siklus I guru mempunyai test) dan tes akhir (Post Test) pada pembelajaran
kekurangan pada saat kegiatan pembelajaran sub konsep campuran asam, basa, dan garam .
yaitu, dalam sikap guru harus memiliki bahasa Memiliki peningkatan hasil berlajar baik ranah
non verbal, pengaturan ekspresi, kejelasan afektif, ranah kognitif dan ranah psikomotorik.
suara, dan mobilisasi posisi, keterampilan dalam
memberikan pertanyaan kepada peserta didik .
perlu ditingkatkan keterampilan bertanya
kepada siswa, karena guru merasa terburu-buru 100 Afektif
dengan waktu yang sangat padat.
Tindakan pada siklus II merupakan perbaikan
pada siklus I, diantaranya dapat menimbulkan
motivasi, pengaturan suara, mobilisasi posisi 50
mengajar, relevansi penyajian dengan tujuan
pembelajaran, strategi sesuai dengan pokok
bahasan, dan cermat dalam memanfaatkan
waktu. 0
Selama Pembelajaran guru memiliki siklus 1 siklus 2
spiritual kedisiplinan Ketelitian Kebersamaan
tanggung jawab agar anak didiknya dapat
mengikuti PBM dengan baik sebagaimana Grafik 3. Ranah afektif dalam pembelajaran
menurut Usman (1995 : 6) mengajar merupakan Dari grafik ranah afektif diperoleh penilaian
suatu perbuatan yang memerlukan tanggung sikap peserta didik spiritual sebesar 72% pada
jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya siklus I dan 84 % pd siklus 2 peningkatan
pendidikan pada siswa sangat bergantung pada sebesar 12%. Sikap spiritual, kedisiplinan,
pertanggung jawaban guru dalam melaksanakan ketelitian, dan kebersamaan memiliki
tugasnya. peingkatan pada saat siklus II. Peningkatan
sikap ini dapat terjadi dari pengaturan set belajar
yang telah guru persiapkan. Menurut Soemanto
(1983 : 106) Suatu set adalah arah atauu sikap
terhadap pekerjaan. Manfaatnya dari set belajar
dapat membuat peserta didik memiliki kepekaan
terhadapketepatan berbagai alternatif tindakan
hingga mencapai tujuan.
Foto 4.3. Materi yang harus guru siapkan, dari
berbagai sumber
Indeks Gain /Hasil Belajar
Kognitif
Dalam upaya mengaktifkan siswa selama 0.7
pembelajaran berlangsung peningkatan, guru
0.6
ditekankan dapat mengelola kelas dengan
persiapan yang lebih matang. Menurut Uzer 0.5
Usman (1995:10) kualitas dan kuantitas belajar 0.4
siswa di dalam kelas bergantung pada banyak 0.3
faktor antara lain, guru, hubungan pribadi antara 0.2
siswa di dalam kelas, serta kondisi umum dan 0.1
suasana di dalam kelas.
0
Jadi, guru yang baik bagi siswanya,
siklus I Siklus II
harus dapat mempersiapkan pembelajaran
sehingga berhasil dan menyenangkan.dengan Indeks Gain
menggunakan media dan berbagai fasilitas yang
kita miliki.
. Grafik 4 perolehan indeks gain tiap siklus

Hati Nurahayu 102


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Dari grafik 4 terdapat peningkatan nilai indeks Tabel 2 Angket respon siswa terhadap model
gain sebesar 0.20 dari 0.44 kategori sedang inkuiri
(siklus No
I) menjadi 0.64 kategori tinggi ( Pertanyaan Persentase
siklus II). Hal ini disebabkan berhubungan (%)
dengan ketepatan guru dalam membawakan 1 Yang menyukai 91.41
model inkuiri dalam pembelajaran sehingga pelajaran IPA
anak dapat memahami materi sehingga potensi 2 Mempersiapkan 58
yang dimiliki anak semakin meningkat dari terlebih dahulu
model inkuiri yang dilakukan memiliki tema pelajaran yang akan
yang tidak terbatas, Sebagaimana menurut diterima
Anam dalam Kemendikbud (2016:42) Dengan 3 Materi dapat 85.2
dipahami
berbagai observasi dan eksperimen, peserta
didik memiliki peluang untuk melakukan
4 Bersyukur adanya 81
penemuan.. asam, basa, dan
Hasil psikomotorik berupa unjuk kerja garam dalam
diperoleh sebesar 75% (pada siklus I) dan 86% kehidupan
(pada siklus II) dengan peningkatan tersebut 5 Bekerjasama 88.3
berupa ketelitian menyiapkan alat dan bahan
praktikum. Adapun respon peserta didik yang diperoleh dari
angket mereka mengemukakan manfaat model
inkuiry diantaranya : (1)pembelajaran dengan
model inkuiri lebih menyenangkan, (2)
meningkatkan imajinasi pesera didik dapat
meningkat, (3) peluang mendapatkan
penemuan, arena kita diberi kebebasan dalam
memperoleh jawaban dari kegiatan yang telah
dilakukan.

Simpulan
Berdasarkan hasil analisis pada siklus I dan
siklus II, dapat disimpulkan : (1) berdasarkan
hasil observasi aktivitas siswa dan aktivitas
(ketercapaian) guru dalam pembelajaran ada
Grafik 5. Indeks Gain (peningkatan Hasil belajar peningkatan pada siklus berikutnya, seiring
peserta didik). dengan kemampuan guru dalam melaksanakan
Angket digunakan sebagai pelengkap untuk tindakan pembelajaran yang sesuai dengan
mengetahui respon peserta didik selama rencana tindakan.(2) ketercapaian guru dalam
menggunakan model inkuiri dalam belajar, pembelajaran sebagai fasilitator peserta didik
dilakukan dialam kegiatan awal setiap sangat menentukan terhadap keberhasilan. (3)
pembelajaran secara berkelompok, sehingga Pembelajaran yang dilaksanakan dapat
siswa memiliki informasi awal dari materi yang meningkatkan hasil belajar siswa dibantu
akan mereka terima di kelas dan pengaruhnya dengan menerapkan implementasi K13 melalui
terhadap aktivitas belajar mereka di dalam kelas. model inkuiri mereka dapat membuat kertas
Respon siswa yang diperoleh dari angket dapat lakmus dari indikator alami..
kita lihat tabel 4 berikut ini.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih terucapkan kepada lembaga
SEMEO QITEP yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian ini. Kepada panitia yang senantiasa
memotivasi kami menyelesaikan tugas
penelitian ini. Kepala sekolah SMP Plus al-
Amanah beserta rekan kerja juga peserta
didikku yang menginspirasi. Keluarga tercintaku

Hati Nurahayu 103


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

terutama suami yang senantiasa mendukung [7] Kemdikbud. (2014). Materi Pelatihan
penulis agar tetap konsisten di bidang Guru Implementasi Kurikulum 2013 . Jakarta
pendidikan yang penulis pegang. :Kemdikbud
[8] Kemdikbud. (2014). Buku Pegangan
Daftar Pustaka Guru elas VII Kurikulum 2013 . Jakarta
emdikbud
[1] Arikunto, S. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi [9] Kemdikbud. (2014). Buku Pegangan
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Siswa Kelas VIII Kurikulum 2013 . Jakarta
[2] Amir Hamzah Suleiman. 1988. Media Audio- :Kemdikbud
visual untuk Pengajaran dan Penyuluhan. [10] Milly R. Sonneman ,( 2002) Mahir
Jakarta : PT Gramedia. Hlm. 68 Berbahasa Visual, Bandung: Kaifa,. Hlm : 88
[3] Bawajir, D.(kamis, 19 Juni 2008). Peran [11] Nana Sudjana.(2007). Dkk, Media
Upaya Menigkatkan Kecerdasan Anak. Pengajaran, Bandung: Sinar Baru
Cirebon : Majalah Islam World. [12] Kemendikbud. 2016.Panduan
[4] Dahar, Ratna Willis (1998). Teori-Teori Pembelajaran untuk SMP. Jakarta
Belajar. Jakarta : Erlangga.
:Kemendikbud
[5] De Porter, dkk. 2000. Quantum Teaching.
Bandung : Kaifa
[6] Indrawati, dkk.(2001). Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action
Resesarch).Bandung : Depdiknas.

Hati Nurahayu 104


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS 5E BERBANTUKAN VIRTUAL LAB


UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Hendri Kurniadi 1), Rahmi Rachmawati 2)


1)
SMK Terpadu Al-Ittihad, Jalan Raya Bandung Km. 3 Bojong, Karang Tengah, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
2)
Universitas Pendidikan Indonesia, Jalan Setiabudhi No.229, Isola, Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat 40154
E-mail: hendri.kurniadi@windowslive.com

ABSTRACT

This study aims to implement inquiry-based learning with 5E learning cycle model assisted by virtual lab as
empirical evidence in an effort to improve the mastery of concept and critical thinking skills of students on the
electrochemical topic. The research used classroom action research method which carried out on three cycles.
In each cycle applied 5E learning cycle model consisting of engagement, exploration, explanation, elaboration,
and evaluation phases. In each cycle used different methods. The mastery of concept and critical thinking skills
of students were measured by paper test at each cycle. The level of implementation of the 5E learning cycle was
measured by observation of the implementation of the 5E cycle on each cycle. Student responses were captured
by questionnaire at the end of the third cycle. The level of implementation of 5E learning cycle in the first,
second, and third cycle was 89.17%; 96.00%; and 99.00% respectively. The students' mastery of concept
increased from the first to the third cycle, in a row it was 52.27%; 61.36%; and 75.00%. Students' critical
thinking skills in the first, second, and third cycle were 54,55%; 72.16% and 61.36%. Students agreed that
learning activities (54.55%) and virtual lab applications (72.73%) help in understanding the concept. The
results of this study indicate that the implementation of inquiry-based learning with 5E learning cycle model
assisted by virtual lab on the electrochemical topic improves the mastery of the concept.

Keywords: virtual lab, 5E learning cycle, concept mastery, critical thinking, electrochemistry

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan pembelajaran berbasis inkuiri dengan model siklus belajar
5E berbantukan virtual lab sebagai bukti empirik dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis siswa pada topik elektrokimia. Penelitian menggunakan metode penelitian tindakan
kelas (PTK) yang dilakukan sebanyak tiga siklus. Pada masing-masing siklus diterapkan model belajar siklus
5E yang terdiri dari fase engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation. Setiap siklus
menggunakan metode pembelajaran yang berbeda. Aspek penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis
siswa diukur dengan tes tertulis pada setiap siklus. Tingkat keterlaksanaan tahapan siklus belajar 5E diukur
dengan lembar observasi keterlaksanaan siklus 5E pada setiap siklus. Respon siswa dijaring melalui angket
pada akhir siklus ketiga. Tingkat keterlaksanaan tahapan siklus belajar 5E pada siklus pertama, kedua, dan
ketiga secara berturut-turut adalah 89,17%; 96,00%; dan 99,00%. Penguasaan konsep siswa meningkat dari
siklus pertama hingga siklus ketiga secara berturut-turut 52,27%; 61,36%; dan 75,00%. Kemampuan berpikir
kritis siswa pada siklus pertama, kedua, dan ketiga adalah 54,55%; 72,16% dan 61,36%. Siswa setuju bahwa
kegiatan pembelajaran (54,55%) dan aplikasi virtual lab (72,73%) membantu memahami materi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi siklus 5E berdasarkan pendekatan inkuiri berbantukan virtual
lab pada topik elektrokimia dapat meningkatkan penguasaan konsep.

Kata kunci: virtual lab, siklus belajar 5E, penguasaan konsep, berpikir kritis, elektrokimia

Pendahuluan sehingga bila siswa kurang memahami maka


Kimia merupakan salah satu mata pelajaran siswa akan mengalami kesulitan dalam
yang dianggap sulit oleh siswa[1]. Beberapa memahami konsep lain yang terkait; (d)
faktor yang penyebabnya antara lain: ilmu memerlukan daya ingat dan logika yang kuat[2].
kimia (a) memerlukan kemampuan berpikir Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
abstrak; (b) memerlukan kemampuan sebagian besar siswa menganggap topik
matematis; (c) terdiri dari konsep-konsep yang elektrokimia merupakan topik yang sulit untuk
saling berkaitan dan terkadang berjenjang dipahami[3,4].

Hendri Kurniadi 105


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Penyajian fenomena makroskopi melalui elektrokimia untuk meningkatkan penguasaan


kegiatan praktikum saja tidak cukup untuk konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa.
mengatasi permasalahan yang ada. Metode Penelitian
Ketidakmampuan siswa untuk memahami Penelitian ini menggunakan metode
fenomena yang terjadi pada level mikrokopis penelitian tindakan kelas (PTK) yang
menjadi salah satu kendalanya. Visualisasi pada dilaksanakan dalam tiga siklus. Masing-masing
level mikroskopis seperti dengan menggunakan siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan,
gambar, animasi maupun virtual laboratory pengamatan dan refleksi[21]. Desain yang
(virtual lab) terbukti dapat meningkatkan digunakan merupakan modifikasi dari model
penguasaan konsep siswa dalam menjelaskan spiral seperti pada Gambar 1[2].
proses yang terjadi pada sel Galvani maupun
sel elektrolisis[5–7].
Proses pembelajaran harus melibatkan
siswa secara aktif untuk membangun
konsepnya, salah satunya dengan pembelajaran
berbasis inkuiri[8]. Proses pembelajaran berbasis
inkuiri mengajak siswa untuk mengembangkan
keterampilannya dalam berhipotesis, mendesain
percobaan, menganalisis data hingga membuat
kesimpulan[9]. Dengan pembelajaran berbasis
inkuiri, siswa didorong untuk berpartisipasi
secara aktif dalam proses pembelajaran dan
menemukan konsep-konsep melalui
eksperimen atau dengan menganalisis data-data
eksperimen yang tersedia[10].
Gambar 1. PTK modifikasi model spiral
Pembelajaran berbasis inkuiri mampu
meningkatkan penguasaan konsep siswa serta
Pada tahapan perencanaan diisi dengan
beberapa kompetensi lain seperti keterampilan
aktivitas seperti menyiapkan silabus dan
membuat keputusan dan berpikir kritis.
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
menyiapkan media untuk berlangsungnya
pembelajaran berbasis inkuiri terbukti dapat
proses pembelajaran, menyiapkan instrumen
meningkatkan penguasaan konsep[11–14],
penilaian penguasaan konsep dan berpikir kritis
motivasi belajar[15–17], dan memacu siswa untuk
yang sudah divalidasi, instrumen
mampu berpikir kritis[18,19].
keterlaksanaan tahapan siklus belajar 5E, serta
Pembelajaran berbasis inkuiri dapat
angket respon siswa (hanya pada siklus 3).
dilakukan dengan mengadopsi siklus belajar 5E
Pembelajaran model siklus belajar 5E
yang terdiri dari fase: 1) engagement, 2)
dengan pendekatan inkuiri dilakukan pada
exploration, 3) explanation, 4) elaboration, dan
tahapan pelaksanaan, sementara pada tahapan
5) evaluation[20,14]. Strategi ini dapat diterapkan
pengamatan diisi dengan observasi kegiatan
pada pembelajaran dengan metode praktikum
pembelajaran untuk mengetahui keterlaksanaan
sehingga dapat memberikan kesempatan
siklus belajar 5E pada kegiatan pembelajaran
kepada siswa untuk mengkostruksi
yang dilakukan oleh dua orang observer
pengetahuan dan pengalaman belajar dengan
sebagai bahan refleksi.
terlibat secara aktif baik secara individu
Pada tahapan refleksi diisi dengan diskusi
maupun kelompok. Dengan menyajikan
bersama observer mengenai pelaksanaan
penjelasan baik pada level makroskopis melalui
pembelajaran 5E dengan pendekatan inkuiri
kegiatan praktikum, simbolis dan
dan kaitannya untuk meningkatkan penguasaan
memvisualisasikan fenomena pada level
konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa
mikroskopis dengan virtual lab diharapkan
serta mengevaluasi hasil penelitian berdasarkan
dapat meningkatkan penguasaan konsep dan
kriteria ketercapaian sebagai bahan rujukan/
keterampilan berpikir kritis siswa.
masukan untuk perlu tidaknya tindakan siklus
Pada artikel ini akan dibahas mengenai
selanjutnya dilakukan pada tahapan evaluasi.
implementasi siklus 5E berdasarkan pendekatan
inkuiri berbantukan virtual lab pada topik

Hendri Kurniadi 106


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Subjek dalam penelitian yaitu siswa kelas penguasaan konsep siswa, pencapaian
XII di salah satu SMK di Cianjur tahun ajaran keterampilan berpikir kritis siswa dan respon
2017/2018 pada topik elektrokimia, dengan siswa.
jumlah siswa 37 orang. Adapun instrumen yang Validasi isi
digunakan pada penelitian ini lembar validasi, Berdasarkan persamaan Lawshe, nilai
tes tertulis untuk mengukur penguasaan konsep minimum CVR berdasarkan jumlah validator
dan keterampilan berpikir kritis siswa, lembar untuk 5 orang validator adalah 0,736 [18]. Hasil
observasi keterlaksanaan. CVR menunjukkan bahwa 24 butir soal pilihan
Lembar validasi digunakan untuk meminta ganda untuk mengukur penguasaan konsep dan
pendapat dari 5 orang guru kimia mengenai 24 butir soal pilihan ganda untuk mengukur
kesesuaian indikator dengan soal tes tertulis keterampilan berpikir kritis siswa untuk semua
yang dikembangkan untuk mengukur siklus memiliki nilai CVR 1,00 yang artinya
penguasaan konsep dan keterampilan berpikir memenuhi nilai minimun dan soal-soal tersebut
kritis siswa. Data yang diperoleh kemudian dinyatakan valid.
dianalisis dengan menggunakan pendekatan Walaupun semua validator menyatakan
content validity ratio (CVR). CVR digunakan valid, namun terdapat beberapa catatan yang
untuk mengukur indeks keshahihan menjadi masukan perbaikan terkait adanya soal
berdasarkan validasi isi secara kuantitatif [22]. dengan kunci jawaban yang salah ataupun tidak
Adapun rumus CVR adalah: adanya pilihan jawaban yang tepat. Beberapa
redaksi kalimat baik pada kalimat pertanyaan,
pilihan jawaban maupun indikator
menimbulkan berbagai tafsiran serta sedikit
(1) membingungkan, serta beberapa soal memiliki
pilihan jawaban yang mirip sehingga
Keterangan: dikhawatirkan akan menimbulkan kebingungan
ne : jumlah ahli yang setuju pada saat siswa menjawab. Hasil validasi
N : jumlah semua ahli yang memvalidasi tersebut menjadi masukan dan bahan perbaikan
Adapun tes tertulis yang digunakan adalah untuk semua butir soal yang perlu diperbaiki
berupa 8 butir soal pilihan ganda dengan lima sebelum digunakan sebagai instrumen.
pilihan jawaban untuk mengukur aspek
penguasaan konsep siswa serta 8 butir soal Gambaran umum tingkat keterlaksanaan
pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban siklus belajar 5E pada kegiatan pembelajran
untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siklus 1, 2 dan 3
siswa yang diberikan pada akhir masing- Pada setiap siklus pembelajaran digunakan
masing siklus. model belajar siklus 5E yang terdiri dari fase
Lembar observasi keterlaksanaan engagement, exploration, explanation,
digunakan untuk melihat tingkat keterlaksanaan elaboration, dan evaluation. Untuk menilai
fase-fase dalam siklus belajar 5E yang keterlaksanaan setiap fase, masing-masing fase
dijabarkan ke dalam beberapa indikator pada dijabarkan ke dalam beberapa indikator yang
setiap masing-masing fase siklus 5E[23]. Lembar diukur melalui pengamatan oleh dua orang
observasi diisi oleh dua orang observer dengan observer dalam bentuk kuantitatif berupa nilai 2
kriteria nilai keterlaksanaan 0-2. Angket jika indikator yang diberikan dapat terlaksana
digunakan untuk mengetahui respon siswa dengan sangat baik; 1 jika indikator yang
terhadap kegiatan pembelajaran dengan siklus diberikan tidak sepenuhnya terlaksana dengan
belajar 5E aplikasi virtual lab yang digunakan. baik; dan nilai 0 jika indikator yang diberikan
Angket terdiri dari 15 pernyataan dengan empat tidak terlaksana. Hasil penilaian tingkat
pilihan jawaban tingkat persetujuan siswa. keterlaksanaan indikator-indikator untuk setiap
fase siklus belajar 5E pada semua siklus
Hasil dan Pembahasan pembelajaran disajikan pada Tabel 1.
Pemaparan terkait hasil penelitian untuk
seluruh siklus yang diimplementasikan dan
pembahasannya akan dibagi menjadi lima
bagian meliputi: validasi isi, gambaran umum
keterlaksanaan siklus 1, 2 dan 3, pencapaian

Hendri Kurniadi 107


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Tabel 1. Tingkat keterlaksanaan indikator-indikator untuk setiap fase siklus belajar 5E pada setiap
siklus pembelajaran
Tingkat Keterlaksanaan (%)
Indikator
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
Fase Engagement
Guru meningkatkan minat/motivasi siswa untuk belajar 100,00 100,00 100,00
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
merangsang rasa ingin tahu siswa
Guru mengecek pengetahuan siswa sebelumnya 100,00 100,00 100,00
Guru memberikan contoh/permasalahan yang kontekstual 100,00 100,00 100,00
Guru memberikan gambaran tentang materi yang akan 100,00 100,00 100,00
dipelajari
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase engagement 100,00 100,00 100,00
Fase Exploration
Siswa mendapatkan pengalaman belajar melalui fenomena 50,00 50,00 75,00
yang dijelaskan oleh guru yang sesuai dengan konsep yang
dipelajari
Siswa diberi kesempatan untuk secara aktif melakukan 100,00 50,00 100,00
kegiatan belajar (minds-on) melalui pengumpulan
data/informasi untuk memecahkan masalah yang diberikan
oleh guru (siklus 1) atau Siswa diberi kesempatan untuk
secara aktif merancang dan melakukan eksperimen atau
praktikum (siklus 2 dan 3)
Siswa diberi pertanyaan yang merangsang kemampuan 100,00 100,00 100,00
berpikir siswa serta untuk mengecek konsep yang telah
terbentuk (siklus 1) atau Siswa diberi kesempatan untuk
secara aktif menyusun dan melakukan pengujian hipotesis
(siklus 2 dan 3 )
Siswa diberi kesempatan untuk secara aktif melakukan - 100,00 100,00
pengumpulan data/informasi untuk memecahkan masalah
yang diberikan oleh guru (siklus 2 dan 3)
Siswa diberi pertanyaan yang merangsang kemampuan - 100,00 100,00
berpikir siswa serta untuk mengecek konsep yang telah
terbentuk (siklus 2 dan 3)
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase exploration 83,33 80,00 95,00
Fase Explanation
Siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil dari 100,00 100,00 100,00
kegiatan belajar sebelumnya
Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, menyanggah 75,00 100,00 100,00
atau memberikan jawaban baik terhadap pendapat atau
pertanyaan dari kelompok lain maupun dari guru
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase explanation 87,50 100,00 100,00
Fase Elaboration
Siswa diberikan kesempatan untuk menerapkan dan 100,00 100,00 100,00
memperluas konsep dan keterampilan yang baru didapat ke
dalam situasi yang baru yang diajukan oleh guru melalui
proses diskusi
Siswa diberikan penjelasan untuk mengeneralisasi konsep 75,00 100,00 100,00
yang didapatkan serta untuk mengarahkan siswa pada
konsep yang benar
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase elaboration 87,50 100,00 100,00
Fase Evaluation
Siswa diberikan kesempatan untuk menyimpulkan konsep 75,00 100,00 100,00
yang didapat dari pembelajaran yang telah dilakukan
Siswa diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan 100,00 100,00 100,00
secara tertulis
Rata-rata tingkat keterlaksanaan fase evaluation 87,50 100,00 100,00
Rata-rata tingkat keterlaksanaan siklus belajar 5E pada 89,17 96,00 99,00

Hendri Kurniadi 108


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Tabel 1. Tingkat keterlaksanaan indikator-indikator untuk setiap fase siklus belajar 5E pada setiap
siklus pembelajaran
Tingkat Keterlaksanaan (%)
Indikator
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
setiap siklus pembelajaran

Indikator “Siswa mendapatkan pengalaman tersebut bukan sepenuhnya hasil rancangan


belajar melalui fenomena yang dijelaskan oleh siswa. Akan tetapi, indikator ini terlaksana
guru yang sesuai dengan konsep yang dengan baik pada siklus 3 dimana siswa
dipelajari” pada fase exploration kurang merancang dan menentukan sendiri bahan yang
terlaksana dengan baik pada semua siklus. Hal digunakan untuk elektrolisis menggunakan
ini dimungkinkan karena fenomena terkait virtual lab. Secara keseluruhan, keterlaksanaan
konsep yang dipelajari dijelaskan oleh guru fase-fase yang terdapat pada siklus belajar 5E
melalui sebuah cerita tanpa media lainnya untuk semua siklus meningkat dengan tingkat
sehingga siswa hanya menyimak cerita dari keterlaksanaan secara berturut-turut adalah
guru mengenai fenomena terkait konsep yang 89,17%; 96,00%; dan 99.00%.
dipelajari dan kurang melibatkan fenomena
yang mungkin dialami oleh siswa secara Pencapaian Penguasaan Konsep Siswa
langsung. Pencapaian penguasaan konsep diperoleh
Indikator “Siswa diberikan kesempatan dari hasil tes yang diujikan di setiap akhir
untuk bertanya, menyanggah atau memberikan implementasi pembelajaran (siklus).
jawaban baik terhadap pendapat atau Rekapitulasi umum pencapaian penguasaan
pertanyaan dari kelompok lain maupun dari konsep siswa untuk setiap siklus disajikan
guru” pada fase explanation pada siklus 1 dalam Tabel 2.
kurang terlaksana dengan baik (75,00%) karena Tabel 2. Persentase pencapaian penguasaan
siswa belum terbiasa dengan adanya diskusi. konsep siswa
Hal ini tergambar pada siklus 2 dan 3 dimana Rata-rata nilai penguasaan
Siklus
indikator ini sudah dapat terlaksana dengan konsep siswa (%)
baik (100%), menandakan bahwa siswa sudah
mulai terbiasa. Begitu pula yang terjadi pada 1 52,27
indikator “Siswa diberikan penjelasan untuk
2 61,36
mengeneralisasi konsep yang didapatkan serta
untuk mengarahkan siswa pada konsep yang 3 75,00
benar” pada fase elaboration.
Indikator “Siswa diberikan kesempatan
untuk menyimpulkan konsep yang didapat dari Berdasarkan Tabel 2, pencapaian
pembelajaran yang telah dilakukan” pada fase penguasaan konsep tiap siklus berbeda. Ada
evaluation kurang terlaksana dengan baik pada peningkatan pencapaian penguasaan konsep
siklus 1 (75,00%) yang dimungkinkan karena dari siklus 1 ke siklus 2, meskipun masih di
tersendat alokasi waktu sehingga tahapan bawah indikator keberhasilan pencapaian
tersebut dilakukan dengan tergesa-gesa. Akan penguasaan konsep yang ditetapkan. Begitu
tetapi indikator ini dapat terlaksana dengan pula pada siklus 3, terlihat adanya peningkatan
baik (100%) pada siklus 2 dan 3 karena guru pencapaian penguasaan konsep siswa dari
sudah dapat mengatur alokasi waktu dengan siklus 2. Hal ini mendukung laporan-laporan
lebih baik. penelitian yang menyatakan bahwa kegiatan
Indikator “Siswa diberi kesempatan untuk praktikum (hands-on) dan kegiatan belajar
secara aktif merancang dan melakukan dengan virtual lab dapat meningkatakan
eksperimen atau praktikum” pada fase kemampuan penguasaan konsep siswa.
exploration pada siklus 2 kurang terlaksana Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis
dengan baik. Hal ini karena pada siklus 2 siswa Siswa
melakukan praktikum berdasarkan petunjuk Pencapaian keterampilan berpikir kritis
praktikum yang diberikan. Walaupun pada siswa diperoleh dari hasil tes yang diujikan di
petunjuk praktikum tersebut terdapat bebarapa setiap akhir siklus pembelajaran. Rekapitulasi
bagian yang diisi oleh siswa, akan tetapi hal secara umum terkait pencapaian keterampilan

Hendri Kurniadi 109


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

berpikir kritis siswa untuk setiap siklus lab mudah untuk digunakan, bahkan 45,45%
disajikan dalam Tabel 3. siswa sangat setuju bahwa tampilan dari
aplikasi virtual lab yang diberikan sangat
Tabel 3. Persentase keterampilan berpikir menarik. Sebanyak 72,73% siswa setuju bahwa
kritis siswa aplikasi virtual lab yang diberikan sesuai dan
Rata-rata nilai keterampilan membantu dalam memahami materi
Siklus
berpikir kritis (%) pembelajaran yang diajarkan dan 63% siswa
setuju bahwa percobaan berbasis virtual lab
1 54,55 dapat menambah keyakinan dalam mengambil
dan menentukan jawaban. Maka tidak heran
2 72,16
jika 54,55% siswa berpendapat bahwa materi
3 61,36 pembelajaran yang diajarkan dapat dengan
mudah dipahami dengan menggunakan bantuan
Dari data Tabel 3 tampak bahwa virtual lab.
pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa Pada tahapan evaluasi, sebanyak 45,45%
tiap siklus berbeda. Ada peningkatan siswa sangat setuju bahwa soal-soal yang
pencapaian penguasaan konsep dari siklus 1 ke diberikan menuntut untuk berpikir secara kritis.
siklus 2, meskipun masih di bawah indikator Secara keseluruhan penguasaan konsep siswa
keberhasilan yang ditetapkan. Akan tetapi, hanya 62,88% dan keterampilan berpikir kritis
pada siklus 3 terlihat adanya penurunan siswa hanya 62,69%. Rendahnya nilai ini dapat
pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa. dimungkinkan karena siswa merasa soal-soal
Hal ini dimungkinkan disebabkan oleh yang diberikan sangat sulit dan
kompleksitas materi pada siklus 3. membingungkan (54,55%) dan soal-soal yang
diberikan tidak relevan dengan materi
Respon Siswa Terhadap Model Pembelajaran pembelajaran yang telah diajarkan (54,55%).
Siklus 5E Secara keseluruham respon siswa terhadap
Secara umum, respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran sangat positif. Begitu
pembelajaran dengan menggunakan model juga respon siswa terhadap aplikasi virtual lab
belajar siklus 5E berdasarkan pendekatan yang digunakan. Akan tetapi, soal-soal yang
inkuiri berbantukan virtual lab pada topik digunakan harus diperbaiki lebih lanjut.
elektrokimia pada keseluruhan siklus sangat Simpulan
positif. Pembelajaran berbasis inkuiri dengan
Siswa sangat setuju bahwa permasalahan model siklus belajar 5E berbantukan virtual lab
yang diberikan pada awal kegiatan berhasil dilaksanakan dengan 3 siklus
pembelajaran mendorong rasa keingintahuan pembelajaran. Fase-fase pembelajaran pada
siswa. Hal ini sejalan dengan hasil observer siklus belajar 5E telah terlaksana dengan baik
dimana indikator “Guru meningkatkan dengan tingkat keterlaksanaan untuk setiap
minat/motivasi siswa untuk belajar dengan siklus masing-masing 89,17%; 96,00%; dan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang 99,00%. Penguasaan konsep siswa terbukti
merangsang rasa ingin tahu siswa” pada fase meningkat dari siklus 1 hingga siklus 3 yaitu
engagement terlaksana 100%. Lebih dari 40% secara berturut-turut 52,27%; 61,36%; dan
siswa setuju bahwa kegiatan pembelajaran yang 75,00%. Keterampilan berpikir kritis siswa
dilakukan memberi kesempatan untuk meningkat dari siklus 1 yaitu 54,55% hingga
menemukan jawaban dari permasalahan yang siklus 2 yaitu 72,16% tetapi menurun pada
ada secara mandiri, memberi kesempatan untuk siklus 3 karena kompleksitas materi yaitu
mengemukakan pendapat, mendorong untuk 61,36%. Kegiatan pembelajaran dan aplikasi
berpikir secara kritis, serta yang paling penting virtual lab yang digunakan direspon secara
bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan positif oleh siswa. Sebanyak 54,55% siswa
membantu dalam memahami materi setuju bahwa kegiatan pembelajaran membantu
pembelajaran yang diajarkan (54,55%). memahami materi. Begitu pula dengan aplikasi
Adapun respon siswa terhadap aplikasi virtual lab yang digunakan, 72,73% siswa
virtual lab yang diberikan, menunjukkan setuju bahwa aplikasi tersebut dapat membantu
bahwa 72,73% setuju bahwa aplikasi virtual memahami materi.

Hendri Kurniadi 110


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Ucapan Terima Kasih a research synthesis years 1984 to 2002".


Ucapan terima kasih disampaikan untuk Journal of Research in Science Teaching,
Program SEAQIS Research Grants 2017 yang 47(4): 474–496.
telah mendukung terlaksananya penelitian ini. [12] Farrell, J.J., Moog, R.S., dan Spencer,
J.N. 1999. "A guided-inquiry general
Daftar Pustaka chemistry course. Journal of Chemical
[1] Sirhan, G. 2007. "Learning difficulties in Education, 76(4): 570.
chemistry: an overview". Journal of [13] Vlassi, M., dan Karaliota, A. 2013. "The
Turkish Science Educatio, 4(2): 2–20. comparison between guided inquiry and
[2] Yasmeen, G. 2008. "Action research: an traditional teaching method. A case
approach for the teachers in higher study for the teaching of the structure of
education". Turkish Online Journal of matter to 8th grade Greek students".
Educational Technology, 7(4): 46–53. Procedia - Social and Behavioral
[3] Sanger, M.J., dan Greenbowe, T.J. 1997. Sciences, 93: 494–497.
"Common student misconceptions in [14] Sen, S., dan Oskay, O.O. 2017. "The
electrochemistry: galvanic, electrolytic, effects of 5E inquiry learning activities
and concentration cells". Journal of on achievement and attitude toward
Research in Science Teaching, 34(4): 377– chemistry". Journal of Education and
398. Learning, 6(1): 1–9.
[4] Ali, T. 2012. "A case study of the common [15] Hofstein, A., dan Kempa, R.F. 1985.
difficulties experienced by high school "Motivating strategies in science
students in chemistry classroom in Gilgit- education: attempt at an analysis".
Baltistan (Pakistan)". SAGE Open, 2(2): European Journal of Science Education,
1–13. 7(3): 221–229.
[5] Cullen, D.M., dan Pentecost, T.C. 2011. [16] Szalay, L., dan Tóth, Z. 2016. "An
"A model approach to the electrochemical inquiry-based approach of traditional
cell: an inquiry activity". Journal of “step-by-step” experiments". Chemistry
Chemical Education, 88(11): 1562–1564. Education Research and Practice, 17(4):
[6] Tatli, Z., dan Ayas, A. 2013. "Effect of a 923–961.
virtual chemistry laboratory on students’ [17] Bayram, Z., Oskay, O.O., Erdem, E.,
achievement". Educational Technology & Ozgur, S.D., dan Sen, S. 2013. "Effect
Society, 16(1): 159–170. of inquiry based learning method on
[7] Hawkins, I., dan Phelps, A.J. 2013. students’ motivation". Procedia - Social
"Virtual laboratory vs. traditional and Behavioral Sciences, 106: 988–996.
laboratory: which is more effective for [18] Wilson, F.R., Pan, W., dan Schumsky,
teaching electrochemistry?" Chemistry D.A. 2012. "Recalculation of the critical
Education Research and Practice, 14(4): values for Lawshe’s content validity
516–523. ratio". Measurement and Evaluation in
[8] Iskandar, S. 2002. "Model pembelajaran Counseling and Development, 45(3):
daur belajar konstruktivisme dan ilmu 197–210.
kimia SMU". Jurnal Matematika dan IPA [19] Thaiposri, P., dan Wannapiroon, P.
Sekolah, 1(1): 22−34. 2015. "Enhancing students’ critical
[9] Barnea, N., Dori, Y.J., dan Hofstein, A. thinking skills through teaching and
2010. "Development and implementation learning by inquiry-based learning
of inquiry-based and computerized-based activities using social network and cloud
laboratories: reforming high school computing". Procedia - Social and
chemistry in Israel. Chemistry Education Behavioral Sciences, 174: 2137–2144.
Research and Practice, 11(3): 218–228. [20] Ercan, O. 2014. "Effect of 5E learning
[10] Arifin, M. 1995. Pengembangan Program cycle and V diagram use in general
Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya: chemistry laboratories on science
Universitas Airlangga. teacher candidates’ attitudes, anxiety
[11] Minner, D.D., Levy, A.J., dan Century, J.. and achievement". International Journal
2010. "Inquiry-based science instruction- of Science Education, 5(1): 2223–4934.
what is it and does it matter? Results from [21] Young, M.R., Rapp, E., dan Murphy,

Hendri Kurniadi 111


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

J.W. 2010. "Action research: enhancing


classroom practice and fulfilling
educational responsibilities". Journal of
Instructional Pedagogies, 3: 1–10.
[22] Lawshe, C.H. 1975. "A quantitative
approach to content validity". Personnel
Psychology, 28(4): 563–575.
[23] Hanuscin, D.L., dan Lee, M.H. 2008.
"Using the learning cycle as a model for
the teaching the learning cycle to
preservice elementary teachers". Journal
of Elementary Science Education, 20(2):
51–66.

Hendri Kurniadi 112


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POGIL BERBANTUAN


MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN
KREATIVITAS SISWA KELAS X TSM SMK NEGERI 9 MALANG
PADA MATERI LAMBANG UNSUR DAN STRUKTUR ATOM

Ika Budi Yuliastini


SMK Negeri 9 Malang
Jl. Sampurna Cemorokandang Kec. Kedungkandang Kota Malang
E-mail: ikaby.smkn9@gmail.com

Abstract

The curriculum of chemistry learning in vocational high school requires students to master basic science concepts,
but the process and scope must support skills development that is the main objective of vocational high school.
Therefore it is necessary to apply the learning that can improve the mastery of concepts as well as creativity of
students, one of them with POGIL learning assisted mind mapping. The purpose of this study were to describe
how the application of learning model POGIL assisted mind mapping on learning element symbol and atomic
structure can improve learning outcomes and creativity of students of class X TSM SMK Negeri 9 Malang. This
type of research is a classroom action research conducted in two cycles, each cycle 3 times a meeting. The results
showed that learning POGIL assisted mind mapping can improve student learning and creativity. This can be
seen from the average score of students' learning outcomes in cycle I to cycle II has increased from 78.7 to 83.1.
Student learning completeness in the classical also increased from 76%, to 88%. In the second cycle students'
learning completeness has been classically achieved. The average score of student creativity in cycle I to cycle II
also increased from 69.6 to 85.8. It is therefore suggested that POGIL and mind mapping learning can be applied
to other chemicals.

Keywords: POGIL, mind mapping, learning outcomes, students’ creativity

Abstrak

Kurikulum pembelajaran kimia di SMK menuntut siswa agar dapat menguasai konsep-konsep dasar ilmu
pengetahuan, namun proses dan cakupannya harus mendukung pengembangan keterampilan yang menjadi
tujuan utama SMK. Oleh karena itu perlu diterapkan pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan konsep
sekaligus kreativitas siswa, salah satunya dengan pembelajaran POGIL berbantuan mind mapping. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan model pembelajaran POGIL berbantuan mind
mapping pada pembelajaran lambang unsur dan struktur atom dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas
siswa kelas X TSM SMK Negeri 9 Malang. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan
dalam dua siklus, masing-masing siklus 3 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
POGIL berbantuan mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa. Hal ini terlihat dari
nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I ke siklus II mengalami peningkatan dari 78,7 menjadi 83,1.
Ketuntasan belajar siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan yaitu dari 76%, menjadi 88%. Pada siklus
II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Skor rata-rata kreativitas siswa pada siklus I ke siklus
II juga mengalami peningkatan dari 69,6 menjadi 85,8. Dengan demikian disarankan agar pembelajaran POGIL
dan mind mapping dapat diterapkan pada materi kimia yang lain.

Kata kunci: POGIL, mind mapping, hasil belajar, kreativitas siswa

Pendahuluan semakin meningkat seiring dengan pesatnya


Di era globalisasi sekarang ini sains dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
teknologi berkembang dengan sangat pesat. Hal oleh transformasi global[1]. Oleh karena
ini memberikan tantangan dan peluang di segala itupengembangan sumber daya manusia dalam
bidang termasuk bidang pendidikan. Dunia peningkatan kreativitas, inovasi dan mampu
pendidikan harus mampu menciptakan sumber berdaya saing menjadi sangat penting untuk
daya manusia yang berkualitas tinggi. Kebutuhan dilakukan. Berbagai upaya terus dilakukan guna
akan sumber daya manusia yang berkualitas memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia

Ika Budi Yuliastini 113


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
terutama dalam bidang sains, salah satunya adalah materi lambang unsur dan struktur atom.
adalah dengan diterapkannya kurikulum 2013. Pernyataan tersebut bersumber dari angket yang
Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran disebarkan kepada siswa kelas X dan XI TSM
dengan pendekatan ilmiah (scientific approach) tahun pelajaran 2016/2017. Dari 100 orang
yang menganut teori pembelajaran responden 70% responden menyatakan kimia
[2]
konstruktivis . sebagai pelajaran yang sulit, 65% responden
SMK merupakan salah satu lembaga menyatakan pelajaran kimia tidak ada gunanya
pendidikan formal tingkat menengah di dalam kehidupan dan 20 % responden memilih
Indonesia yang menitikberatkan pada program- materi lambang unsur, rumus kimia dan
program pembelajaran yang lebih persamaan reaksi dan 23 % responden memilih
mengutamakan kemampuan siswa untuk dapat struktur atom dan sistem periodik unsur sebagai
bekerja pada bidang tertentu, beradaptasi di materi yang paling sulit. Lambang unsur, rumus
lingkungan kerja, memecahkan masalah, kimia, persamaan reaksi dan struktur atom
berkomunikasi dan mengembangkan diri di masa merupakan materi yang paling mendasar dalam
depan. Lulusan SMK diharapkan mampu ilmu kimia, sehingga siswa harus dapat
menjadi individu yang produktif dan siap memahami materi dengan baik. Karakteristik
menghadapi persaingan di dunia kerja[3]. Oleh dari materi ini adalah bersifat konseptual dan
karena itu SMK mengemban tugas untuk abstrak. Berdasarkan dokumen sekolah pada dua
mengembangkan potensi siswa agar terbentuk tahun terakhir, hasil belajar kimia kelas X pada
pribadi yang kreatif, mandiri dan mampu materi lambang unsur, rumus kimia, persamaan
menempatkan diri sebagai bagian dari reaksi dan struktur atom masih rendah yang
masyarakat serta memiliki bekal ketika terjun ke ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang
dunia kerja. mendapat nilai dibawah KKM sebelum
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran dilakukan remidial.
di SMK yang termasuk dalam kelompok C1 yaitu Pembelajaran lambang unsur dan materi
kelompok mata pelajaran dasar bidang keahlian. struktur atom selama ini masih dilakukan guru
Dalam Kurikulum 2013 dinyatakan salah satu dengan menggunakan model pembelajaran
tujuan pembelajaran kimia di SMK adalah agar konvensional (teacher centre) dimana guru
siswa dapat memahami konsep, prinsip, hukum, sangat berperan dalam proses pembelajaran.
dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan Model konvensional sering digunakan karena
penerapannya untuk menyelesaikan masalah dianggap paling mudah diterapkan sehingga
dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. target kurikulum tercapai sesuai waktu yang
Berdasarkan tujuan tersebut maka pembelajaran tersedia. Pada pembelajaran konvensional guru
kimia di SMK menuntut penguasaan siswa mentransfer pengetahuan kepada siswa,
terhadap konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan sedangkan siswa hanya mendengarkan dan
(knowledge) dimana proses dan cakupannya memperhatikan penjelasan guru. Hal ini kurang
harus mendukung pengembangan keterampilan sesuai dengan perkembangan siswa usia sekolah
(skill) yang sesuai dengan program keahlian menengah yang sedang mengalami identitas ego
produktif. Apalagi saat ini kimia sebagai central yaitu suka mencoba hal baru dan beraktivitas
of sains yaitu salah satu ilmu yang mendasari dalam kelompoknya. Purbosari[7] menyatakan
sains, teknologi dan industri[4], sehingga sangat bahwa akibat dari pembelajaran konvensional
penting untuk dipelajari. Selain itu menurut siswa menjadi kurang kreatif dalam memecahkan
Oloruntegbe & Alake[5], kimia merupakan masalah, kerjasama dalam kelompok tidak
pengetahuan yang dibutuhkan siswa untuk optimal, kegiatan belajar mengajar tidak efisien
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari- yang pada akhirnya hasil belajar menjadi rendah.
hari. Hasil pengamatan guru terhadap kegiatan
Meskipun mata pelajaran kimia penting pembelajaran kimia diperoleh fakta bahwa siswa
kenyataan di sekolah sebagian besar siswa SMK kelas X TSM masih banyak yang pasif selama
kurang suka dengan pelajaran kimia karena proses pembelajaran, hal ini ditunjukkan dengan
materinya banyak yang sulit[6]. Fenomena masih rendahnya partisipasi siswa dalam proses
tersebut juga terjadi pada siswa kelas X TSM belajar mengajar yang ditandai dengan minimnya
SMK Negeri 9 Malang yang menganggap bahwa jumlah pertanyaan yang diajukan oleh siswa atau
kimia merupakan pelajaran yang sulit dan tidak siswa yang mau menjawab pertanyaan dari guru.
berguna dalam kehidupan. Salah satu materi Selain itu motivasi belajar siswa juga rendah,
yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa ditandai dengan masih banyaknya siswa yang

Ika Budi Yuliastini 114


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan
oleh guru, pada saat guru menjelaskan materi memetakan pikiran kita dengan menggunakan
pelajaran beberapa siswa asyik mengobrol kata-kata, warna, garis, simbol serta gambar
dengan temannya atau bermain-main dengan dengan memadukan dan mengembangkan
handphone. Kondisi ini terjadi antara lain karena potensi kerja otak yang memudahkan seseorang
siswa tidak memahami materi yang dipelajari. untuk mengatur dan mengingat segala bentuk
Hal tersebut berdampak pada rendahnya hasil informasi. Selain itu cara ini juga menenangkan,
belajar siswa pada materi kimia. Agar hasil menyenangkan dan kreatif. Hal ini sesuai dengan
belajar dapat tercapai dengan baik, diperlukan pendapat Zampetakis dan Tsironis[15] yang
pemahaman terhadap konsep dasar kimia yang mengatakan bahwa mind mapping adalah alat
antara lain dipengaruhi oleh kreativitas siswa yang dapat membuat tugas yang membosankan
dalam kemampuan berpikir kreatif. menjadi yang paling menyenangkan dan
Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil menarik, sehingga dapat meningkatkan
belajar dan kreativitas siswa pada materi konsentrasi dan daya ingat.
lambang unsur dan struktur atom adalah dengan Pada pembelajaran materi lambang unsur
menerapkan suatu model pembelajaran yang dan struktur atom, penggunaan mind mapping
lebih melibatkan siswa untuk terlibat aktif dalam diharapkan dapat mempermudah siswa untuk
proses pembelajaran yaitu dengan pembelajaran mengingat dan memahami materi yang bersifat
POGIL (Process Oriented Guided Inquiry konseptual dan abstrak serta dapat meningkatkan
Learning). Menurut Hanson[8], POGIL kreativitas siswa, apalagi jika didukung
merupakan pembelajaran inkuiri yang pembentukan konsep sendiri oleh siswa seperti
berorientasi proses dan berpusat pada siswa pada pembelajaran POGIL. Dengan demikian
dalam suatu pembelajaran aktif yang penggunaan model pembelajaran POGIL
menggunakan kelompok belajar (cooperative berbantuan mind mapping pada materi lambang
learning) dan aktivitas inkuiri terbimbing unsur dan struktur atom diharapkan dapat
(guided inquiry) untuk mengembangkan meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa
pengetahuan, pertanyaan untuk meningkatkan SMK.
kemampuan berpikir kritis dan analitis,
memecahkan masalah, metakognisi, dan Metode Penelitian
tanggung jawab individu. Tujuan pembelajaran Penelitian ini menggunakan rancangan
dengan model POGIL adalah untuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sesuai dengan
meningkatkan proses pembelajaran dan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian
membimbing siswa memiliki pemahaman tindakan, maka penelitian ini menggunakan
konseptual mengenai materi yang dipelajari[9]. model penelitian tindakan dari Kemmis dan Mc.
Beberapa hasil penelitian tentang keefektifan Taggart, yaitu berbentuk spiral dari siklus yang
penggunaan POGIL dalam pembelajaran kimia satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus
antara lain: Widyaningsih dkk.[10] menyatakan meliputi planning (rencana), action (tindakan),
bahwa melalui POGIL sebagian besar siswa observation (pengamatan), dan reflection
terlibat aktif dan berfikir kritis di kelas maupun (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah
di laboratorium, Villagonzalo[11] berdasarkan perencanaan yang sudah direvisi, tindakan,
hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada
metode POGIL telah meningkatkan kinerja siswa siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang
lebih baik dari metode pengajaran tradisional, berupa identifikasi permasalahan.
Maulidiawati[12] dan De Gale & Boisselle[13] Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X
menyatakan bahwa POGIL dapat meningkatkan TSM Honda SMK Negeri 9 Malang semester
prestasi belajar kimia siswa. ganjil tahun ajaran 2017 / 2018, dengan jumlah
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tentang siswa sebanyak 25 orang laki-laki. Pengambilan
POGIL di atas dapat disimpulkan bahwa data pada siklus I dilaksanakan pada tanggal 18
Agustus 2017 sampai dengan tanggal 1
pembelajaran POGIL mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa. Namun untuk mendukung September 2017 sesuai dengan jadwal
pembelajaran, selama 3 kali pertemuan dengan
penerapan model pembelajaran POGIL agar alokasi waktu masing-masing pertemuan 3 x 45
dapat lebih meningkatkan kreativitas siswa perlu menit. Sedangkan siklus II dilaksanakan pada
digunakan suatu teknik tertentu, salah satunya tanggal 8 – 18 September 2017, selama 3 kali
adalah dengan teknik mind mapping. Menurut
Tony Buzan[14] mind map adalah cara mencatat

Ika Budi Yuliastini 115


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
pertemuan. Pelaksanaan remidi dan pengayaan 5) Pada pertemuan kedua pelaksanaan diskusi
dilaksanakan di luar jam pelajaran. kelompok dan diskusi kelas cukup baik, setiap
anggota dalam kelompok sudah berpartisipasi
Hasil dan Pembahasan dengan baik sesuai dengan perannya masing-
Data hasil belajar kognitif siswa berdasarkan masing dan siswa sudah bisa membuat mind
hasil ulangan harian siswa pada siklus I disajikan mapping yang baik sesuai prosedur.
pada Tabel 1 berikut: Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa
dengan menggunakan pembelajaran POGIL
Tabel 1 Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I berbantuan mind mapping diperoleh nilai rata-
No. Uraian Jumlah
1 Nilai rata-rata Hasil Belajar 78,7 rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 79,38

2. Siswa yang tuntas 19 dan ketuntasan belajar mencapai 76% atau ada
(Nilai minimal 75) 19 orang dari 25 siswa sudah
3. Persentase ketuntasan belajar 76% tuntas belajar.
Data hasil penilaian kreativitas siswa Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus
berdasarkan penilaian terhadap mind mapping pertama secara klasikal siswa belum tuntas
yang dibuat oleh siswa pada siklus I didapatkan belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥
nilai rata-rata pembuatan mind mapping sebesar 75 hanya sebesar 76% lebih kecil dari
69,6. Sedangkan nilai kreativitas berdasarkan persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
kategori seperti yang tercantum pada Tabel 2 sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa
berikut: masih belum terbiasa dengan pembelajaran
POGIL berbantuan mind mapping. Untuk itu
Tabel 2 Hasil Penilaian Kreativitas Berdasarkan diperlukan tindakan selanjutnya pada siklus II
Mind Mapping Pada Siklus I dengan menyusun rencana perbaikan.
No. Kategori Nilai Jumlah Siswa Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I,
1. A- 1 maka pada siklus II direncanakan tindakan
2. B+ 6 sebagai berikut:
3. B 13 1) Merevisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
4. C 5 (RPP) tentang struktur atom. Pada siklus II ini
ada sedikit perbedaan pada teknik mengajar
Refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran guru. Guru meminta siswa untuk membuat
dan hasil belajar siswa dilakukan oleh peneliti mind mapping pada tahap penutup sebagai
dan pengamat setelah siklus I selesai. Selama kesimpulan dari pembelajaran yang telah
pelaksanaan pembelajaran di siklus I, ada dilakukan dan memberikan hadiah bagi siswa
beberapa catatan penting yang disampaikan dari yang membuat mind mapping paling baik, hal
hasil observasi dan evaluasi oleh peneliti dan ini bertujuan agar siswa bersungguh-sungguh
pengamat, antara lain: dalam belajar dan membuat mind mapping.
1) Ada beberapa orang siswa yang tidak dapat Dengan demikian diharapkan siswa lebih
berperan sesuai dengan tugas dalam banyak belajar sehingga hasil belajar serta
kelompoknya. kreativitasnya bisa lebih baik.
2) Ada beberapa anggota kelompok yang aktif 2) Menyusun LKS struktur atom sesuai dengan
dalam diskusi kelompok serta memiliki langkah-langkah pembelajaran POGIL
kemampuan memimpin diskusi sehingga berbantuan mind mapping.
kelompok tersebut dapat menyelesaikan LKS 3) LKS diberikan kepada siswa satu hari
dengan baik, tetapi ada juga sebagian anggota
sebelum pembelajaran berlangsung dan
kelompok lain yang pasif.
meminta siswa untuk mempelajarinya.
3) Dalam membuat mind mapping pada
4) Menyiapkan soal ulangan harian siklus II
pertemuan pertama banyak siswa yang masih
tentang materi struktur atom, bentuk soal
kesulitan karena kurang faham cara uraian, penskoran serta rubrik penilaian.
membuatnya. Data hasil belajar kognitif siswa berdasarkan
4) Memerlukan perhatian khusus terhadap hasil ulangan harian siswa pada siklus II
beberapa siswa karena pada saat diskusi dan disajikan pada Tabel 4.3 berikut.
saat membuat mind mapping kurang fokus
pada kegiatan pembelajaran dan cenderung
mengganggu temannya.

Ika Budi Yuliastini 116


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Tabel 3. Hasil BelajaR Siswa pada siklus II
No. Uraian Jumlah
1. Nilai rata-rata Hasil Belajar 83,1
2. Siswa yang tuntas 21 Rekapitulasi hasil penelitian dengan
(Nilai minimal 75) menerapkan pembelajaran POGIL berbantuan
3. Persentase ketuntasan 84% Mind Mapping yang telah dilakukan pada siklus
belajar I dan siklus II disajikan pada Tabel 5 berikut.
Data hasil penilaian kreativitas siswa Tabel 5 Rekapitulasi Hasil Belajar dan Kreativitas
berdasarkan penilaian terhadap mind mapping Siswa Pada Siklus I dan Siklus II
yang dibuat oleh siswa pada siklus II didapatkan NO. Indikator SIKLUS I SIKLUS II
nilai rata-rata pembuatan mind mapping sebesar 1. Rata-rata Hasil 78,7 83,1
85,8. Sedangkan nilai kreativitas berdasarkan Belajar Siswa
kategori seperti yang tercantum pada Tabel 4 2. Ketuntasan 76 % 88 %
berikut. Belajar Klasikal
3. Rata-rata 69,6 85,8
Kreativitas Siswa
Tabel 4 Hasil Penilaian Kreativitas Berdasarkan Mind Hasil penelitian seperti yang disajikan pada
Mapping Pada Siklus II Tabel 4.5 menunjukkan adanya perbedaan hasil
No. Kategori Nilai Jumlah Siswa belajar siswa pada siklus I dan siklus II baik rata-
1. A 7 rata hasil belajar siswa maupun ketuntasan
2. A- 10 belajar klasikal. Hal dikarenakan pada siklus I
3. B+ 5 pertemuan kesatu siswa belum terbiasa dengan
4. B 3 pembelajaran kelompok POGIL yang diterapkan,
sehingga ada beberapa siswa yang tidak berperan
Hasil observasi dan evaluasi dari pengamat dan sesuai dengan pembagian tugas yang ditetapkan
peneliti pada siklus II dihasilkan catatan penting oleh kelompoknya. Pada pertemuan kedua
sebagai berikut: pelaksanaan diskusi kelompok POGIL sudah
1) Proses pembelajaran berlangsung lebih baik, lebih baik dan hasil pembuatan mind mapping
siswa berperan aktif dalam proses oleh siswa juga lebih baik daripada hasil pada
pembelajaran pertemuan sebelumnya. Pada siklus II siswa
2) Pada saat diskusi kelompok POGIL, masing- sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran model
masing anggota kelompok menjalankan tugas POGIL sehingga semua siswa dalam kelompok
sesuai dengan perannya, dapat menjalankan tugas sesuai dengan perannya
3) Presentasi hasil kerja kelompok berjalan lebih masing-masing. Adanya pergantian peran siswa
aktif, yang ditunjukkan dengan semakin pada setiap pertemuan memungkinkan semua
banyak anggota kelompok lain yang siswa mendapatkan pengalaman yang sama
memberikan tanggapan dan pertanyaan, dalam semuaa peran di kelompok POGIL. Hal ini
4) Siswa lebih antusias dan semangat dalam sangat baik karena siswa menjadi tidak bosan
mengikuti kegiatan pembelajaran dan untuk berdiskusi kelompok dan pelaksanaan
membuat mind mapping, diskusi menjadi lebih aktif.
5) Mind mapping yang dibuat oleh siswa lebih Efektivitas pembelajaran POGIL
bervariasi dan kreatif, berbantuan mind mapping dalam meningkatkan
6) Adanya peningkatan nilai ulangan harian dan hasil belajar kognitif siswa dapat dijelaskan dari
skor kreativitas siswa walaupun masih ada
beberapa hal. Pertama, pada langkah-langkah
beberapa siswa yang masih belum tuntas.
pembelajaran POGIL siswa mendapatkan
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa
dengan menggunakan pembelajaran POGIL rangsangan intelektual yang berupa berupa
berbantuan mind mapping diperoleh nilai rata- gambar-gambar, tayangan video, contoh-contoh
rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 81,2 dan pertanyaan-pertanyaan kritis yang
dan ketuntasan belajar mencapai 88% atau ada dihadirkankan sejak tahap orientasi. Adanya
22 orang dari 25 siswa sudah tuntas belajar. rangsangan intelektual ini dapat meningkatkan
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus kualitas interaksi antar siswa dalam satu
kedua secara klasikal siswa sudah tuntas belajar. kelompok terutama dalam mengalisis fakta dan
Nilai hasil membuat mind mapping siswa pada informasi pada tahap orientasi dan eksplorasi.
siklus II lebih baik dibanding siklus I. Interaksi yang berkualitas antar siswa ini

Ika Budi Yuliastini 117


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
memberi kesempatan bagi siswa untuk mempermudah siswa untuk lebih memahami
mengkonstruk pemahaman terhadap konsep yang materi yang dipelajari. Seyihoglu & Kartal[20]
dipelajari pada tahap pembentukan konsep dan mengatakan bahwa mind mapping di akhir
mengembangkan pemahamannya pada tahap pembelajaran dapat membantu siswa melihat apa
aplikasi. Selanjutnya siswa juga dapat yang telah dipelajarinya. Selain itu pembuatan
mengevaluasi sejauh mana pemahamannya mind mapping membantu siswa menyusun
terhadap konsep yang telah dipelajari dengan kembali konsep yang telah diperoleh dalam
melakukan evaluasi dan penilaian diri pada tahap bentuk catatan yang menarik sehingga dapat
penutup (clossure). Lawson[16] menyatakan bahwa meningkatkan daya ingat terhadap materi yang
siswa secara umum akan mengalami peningkatan dipelajari dan akhirnya dapat meningkatkan hasil
dalam belajar jika mereka aktif terlibat dalam belajar siswa. Sutarni[21] menyatakan bahwa
pembelajaran dan diberi kesempatan untuk dengan membuat mind mapping siswa dapat
membangun pengetahuannya sendiri. menunjukkan adanya hubungan antara bagian-
Kedua, pembelajaran kooperatif pada POGIL bagian dari informasi yang saling terpisah,
menyebabkan adanya interaksi positif pada siswa memungkinkan siswa mengelompokkan konsep
dalam satu kelompok, karena masing- masing dan membantu membandingkannya.
siswa mempunyai peran sendiri-sendiri yaitu Berdasarkan hasil observasi selama proses
sebagai manager (berperan memastikan semua pembelajaran, pembuatan mind mapping dapat
anggota kelompok menjalankan perannya masing- menciptakan suasana belajar yang
masing), presenter (berperan menyajikan laporan menyenangkan bagi siswa. Siswa berusaha
secara lisan), recorder (berperan mencatat hasil membuat mind mapping dari berbagai sumber
diskusi kelompok) dan reflector (berperan sebagai (LKS, buku kimia yang relevan dan internet)
pengamat yang memberikan komentar tentang sehingga dapat menambah pemahaman terhadap
dinamika kelompok). Sesuai dengan apa yang konsep yang dipelajar dan pada akhirnya hasil
dinyatakan oleh Farrell dkk.[17] bahwa pemberian belajar kognitif siswa juga meningkat.
peran kepada setiap siswa dapat meningkatkan Kreativitas siswa dalam pembelajaran
keterlibatan siswa dalam belajar dengan adanya POGIL diamati dari aktivitas dan hasil kerja
pemberian tanggung jawab khusus dan siswa dalam membuat mind mapping, selain itu
membantu siswa mengembangkan berbagai juga diamati dari semangat siswa untuk belajar,
keterampilan yang berhubungan dengan peran aktif untuk bertanya, bertanggung jawab
masing-masing. Pembelajaran kooperatif pada mengerjakan tugas dan memiliki kemampuan
POGIL menyediakan lingkungan belajar yang untuk memberikan ide serta pendapat yang
kompetitif dimana siswa akan lebih banyak dimilikinya. Berdasarkan Tabel 5 diketahui
mengingat ketika mereka bekerja bersama- bahwa rata-rata nilai kreativitas siswa meningkat
sama[18]. Melalui kerjasama kelompok kooperatif dari 69,6 pada siklus I menjadi 84,6 pada siklus
ini siswa dapat lebih menguasai materi yang II. Nilai kreativitas siswa berdasarkan kategori
diajarkan sehingga dapat menerapkannya untuk digambarkan pada Gambar 1 berikut.
menyelesaikan masalah ataupun soal-soal yang
diberikan oleh guru.
Ketiga pembuatan mind mapping pada
tahap eksplorasi dan kegiatan akhir pembelajaran
di siklus II dapat membantu siswa untuk
memetakan konsep-konsep yang telah diperoleh
dalam bentuk visual yaitu berupa gambar atau
simbol. Pembuatan mind mapping pada tahap
eksplorasi dapat memfokuskan siswa pada
konsep materi yang dipelajari. Belajar dengan
menggunakan mind mapping dapat membuat Gambar 1 Grafik Nilai Kreativitas Siswa Berdasarkan
siswa lebih mampu memfokuskan perhatian pada Kategori Pada Siklus I dan Siklus II
proses asimilasi, mengorganisasi, akomodasi,
mengingat informasi dan memberikan Gambar 1 di atas memberikan informasi bahwa ada
pemahaman konsep yang lebih utuh karena dapat perbedaan kreativitas siswa berdasarkan kriteria dari
menciptakan kesan yang lebih lama diingat[19]. siklus I dan siklus IPada siklus I sebagian besar siswa
termasuk dalam kategori B dan tidak ada siswa yang masuk
pelajaran dapat membantu siswa
kategori A, sedangkan pada siklus II sebagian besar siswa
merumuskan kesimpulan dan
kreativitasnya masuk kategori A-, 7 orang siswa
Ika Budi Yuliastini 118
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
kreativitasnya masuk kategori A dan tidak ada pembelajaran yang dilakukan. Pada saat diskusi
siswa dengan kategori C. Hal ini menunjukkan dalam kelompok POGIL masing-masing siswa
bahwa pembelajaran POGIL berbantuan mind melaksanakan tugas sesuai dengan perannya, dan
mapping berperan dalam meningkatkan pembagian peran dilakukan secara bergantian
kreativitas siswa pada pembelajaran materi pada masing-masing anggota kelompok sehingga
lambang unsur dan struktur atom. memungkinkan semua siswa dapat merasakan
Kreativitas siswa dapat dikembangkan semua peran dalam kelompok POGIL dan siswa
dengan penciptaan pembelajaran yang dapat berkreasi semaksimal mungkin sesuai
memungkinkan siswa mengembangkan dengan perannya dalam kelompok POGIL. Hal
kreativitasnya[22], antara lain pembelajaran
ini mendukung juga peningkatan kreativitas
dengan menggunakan mind mapping. Melalui
siswa.
mind mapping siswa akan lebih mampu untuk
mengekspresikan dirinya dalam membuat suatu
hasil karya berupa catatan yang menarik dan Simpulan
kreatif. Mind mapping yang dibuat oleh siswa Berdasarkan hasil penelitian dapat
dalam kegiatan pembelajaran POGIL merupakan disimpulkan bahwa penggunaan model
catatan asli siswa karena mind mapping yang pembelajaran POGIL berbantuan mind mapping
dibuat masing-masing siswa berbeda satu sama pada pembelajaran konsep lambang unsur dan
lain tidak ada yang sama persis, baik dari segi struktur atom dapat meningkatkan hasil belajar
struktur catatan, bentuk cabang dan warna, kognitif dan kreativitas siswa SMK yang ditandai
keterkaitan konsep, isi materi, penggunaan dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa
bahasa dan istilah maupun penggunaan gambar secara klasikal dalam setiap siklus, peningkatan
dan simbol. Dalam membuat mind mapping nilai rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I dan
masing-masing siswa mempunyai imajinasi yang siklus II dan meningkatnya kreativitas siswa
berbeda sehingga terdapat kemungkinan adanya yang ditunjukkan dengan meningkatnya
variasi mind mapping yang dibuat oleh siswa kemampuan siswa dalam membuat mind
pada suatu konsep materi pelajaran. Mind mapping dari siklus I ke siklus II.
mapping dapat mendorong siswa untuk berpikir
sesuai dengan alur berpikirnya sehingga dapat Ucapan Terima Kasih
melatih kreativitas dan membentuk karakter Terima kasih disampaikan kepada pihak
siswa. yang telah mengijinkan dan memberikan dana
Catatan yang berupa mind mapping mampu
Hibah kepada penulis untuk melakukan
menghubungkan ide baru dengan ide yang sudah
ada, sehingga menimbulkan adanya tindakan penelitian ini yaitu Seameo Qitep In Science
spesifik yang dilakukan oleh siswa melalui (SEAQIS) serta semua pihak yang membantu
penggunaan warna dan simbol-simbol yang peneliti dalam melakukan penelitian..
menarik akan menciptakan suatu pemetaan yang
baru dan berbeda. Rostikawati[23] menyatakan Daftar Pustaka
bahwa mind mapping merupakan suatu produk [1] Sagocak, A.M., Yilmas, E., Karahan, N.
kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam 2013. Knowledge, Skills and Creativity in
Vocational and Technical Education. The
kegiatan belajar. Ketika seseorang membuat
International Journal of Education
mind mapping, berarti dia sedang mengeluarkan
Researchers, 4 (1): 13-21
seluruh kemampuan terbaik dari otaknya.
[2] Permendikbud. 2013. Kerangka Dasar dan
Dengan demikian, penggunaan mind mapping
struktur Kurikulum Sekolah Menengah
akan menjamin tingkat kreativitas tertinggi dan
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.
akan menghasilkan kualitas terbaik dalam suatu
Jakarta: Depdiknas.
pekerjaan[24]. [3] BSNP. 2006. Petunjuk Teknis
Berdasarkan hasil observasi selama proses Pengembangan Silabus Dan Contoh/model
pembelajaran POGIL berbantuan mind mapping silabus SMK/MAK. Jakarta: Depdiknas
siswa merasa senang dengan kegiatan [4] Chang, R. & Overby, J. 2011. General
Chemistry The Essential Concepts Sixth Edition.
New York: Mc. Graw-Hill.
[5] Oloruntegbe, K.O. & Alake, E.M. 2010.
Chemistry for Today and The Future:
Sustainability Through Virile Problem
Based Chemistry Curriculum. Australian

Ika Budi Yuliastini 119


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

[7] Purbosari, P.M. 2013. Pembelajaran Kimia Science and Mathematics, 108(7): 298-312.
Menggunakan Model TGT dengan Media [20] Seyihoglu, A. & Kartal, A. 2010. The Views
Animasi Berbasis Flash Video Interaktif of The Teachers About The Mind Mapping
Ditinjau dari Kemampuan Memori dan Technique in The Elementary Life Science
Kreativitas. Jurnal Inkuiri, 2: 225-268. and Social Studies Lessons Based on The
[8] Hanson, D.M. 2006. Instructor’s Guide to Constructivitivist Method. Educational
Process Oriented Guided Inquiry Learning. Sciences: Theory and Practice. 10(30): 637-
Listle, IL: Pacific Crest. 1656, (Online). http://eric.ed.gov. Diakses
[9] Moog, R.S., & Spencer, J.N. 2008. POGIL: tanggal 21 September 2016.
An Overview. Washington DC: Oxford [21] Sutarni, M. 2011. Penerapan Model Mind
University Press. Mapping dalam Meningkatkan Soal Cerita
[10] Widyaningsih, S.Y. 2012. Model MFI dan Bilangan Pecahan. Jurnal Pendidikan
POGIL ditinjau dari aktivitas belajar dan Penabur (Online), 16 (10).
kreativitas siswa terhadap prestasi belajar. [22] Mulyana, E. 2003. Kurikulum Berbasis
Jurnal Inkuiri. 1(3):266-275 Kompetensi: Konsep, Karakteristik,
Implementasi dan Inovasi. Bandung: PT.
[11] Villagonzalo. E.C. 2014. Process Oriented
Remaja Rosdakarya.
Guided Inquiry Learning: An Effective
[23] Rostikawati, R.T. 2006. Mind Mapping
Approarch in Enhancing Students’ dalam Metode Quantum Learning
Academic Performance. DLSU Research Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar
Conggress. dan Kreativitas Siswa. (Online),
https://www.dlsu.edu.ph/conferences/dlsu_ http://www.wordpress.com, diakses tanggal
research_congress/2014/_pdf/procedings/L 21 Januari 2016.
LI-I-007-FT.pdf. Diakses tanggal 7 Maret [24] Windura, S. 2016. Mind Map Langkah Demi
2016. Langkah. Jakarta: PT. Elex Media
[12] Maulidiawati, Soeprodjo. 2014. Keefektifan Komputindo.
Pembelajaran Kooperatif dengan POGIL
Pada Hasil Belajar. Journal Unnes:
Chemistry in Education. 3 (2):163-169.
[13] De Gale, S. & Boiselle, L.N. 2015. The
Effect of POGIL on Academic Performance
and Academic Confidence. Science
Education International, 26 (1): 56-61.
[14] Buzan, Tony. 2012. Buku Pintar Mind Map.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
[15] Zampetakis, Leonidas A and Tsironis,
Loukas. 2007. Creativity development in
engineering education: the case of mind
mapping. Journal of Management
Development. 26(4): 370-380.
[16] Lawson, AE.1999. What Should Students
Learn About the Nature of Science and How
Should We Teach It?. Journal of College
Science Teaching. 401-411.
[17] Farrell, J.J., Moog, R.S., & Spencer, J.N.
1999. A Guided Inquiry General Chemistry

Ika Budi Yuliastini 120


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI MELALUI


AKTIVITAS LUAR KELAS (OUTDOOR ACTIVITIES) DENGAN
MEDIA PERANGKAT LUNAK TRACKER UNTUK MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR FISIKA PADA MATERI
DINAMIKA ROTASI PESERTA DIDIK KELAS XI IPA 5 DI MAN 2
KUDUS

Muhammad Miftakhul Falah


MAN 2 Kudus, Prambatan Kidul, Kaliwungu Kudus, Jawa Tengah Indonesia
Email : hanunfalah@gmail.com

ABSTRACT

The problem of this study is whether the inquiry learning model through outdoor activities with tracker software
media can improve the students’ motivation and learning outcomes of physics subject on rotationdynamics
materialat XI IPA 5 MAN 2 Kudus in the academic year of 2017 / 2018. The study was designed in two cycles.
Each cycle consisted of four stages ranging from planning, execution, observation, and reflection. The findings
showed that (1) thestudents’ learning motivation increased after learning with inquiry learning model through
outdoor activities with media tracker software. The learning motivation between the initial condition and cycle
II increased 18.5 points or 27%. (2) the students' learning outcomes increased after learning with inquiry
learning model through out-of-class activities with media tracker software. In terms of theknowledge outcomes,
compared to the initial conditions, there was an increase of 11.25 points on cycle II or an increase of 15%.
Meanwhile, the average value of skill learning outcomes, compared to the initial conditions, there was an
increase of 10 points on cycle II or 13% increase. This showed that the inquiry learning model through outdoor
activities with media software tracker succeeded in improving learners' learning outcomes.
Keywords: learning model, inquiry, outdoor activities, tracker, motivation, learning outcomes

ABSTRAK

Masalah dari penelitian ini adalah apakah model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar kelas (outdoor
activities) dengan media perangkat lunak tracker dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar fisika pada
materi dinamika rotasi peserta didik pada peserta didik kelas XI IPA 5 MAN 2 Kudus tahun pelajaran
2017/2018. Penelitian ini dirancang dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Motivasi belajar
peserta didik meningkat setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar
kelas (outdoor activities) dengan media perangkat lunak tracker. Peningkatan motivasi belajar antara kondisi
awal dan siklus II terjadi peningkatan 18,5 angka atau meningkat 27%. (2) Hasil belajar peserta didik
meningkat setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar kelas (outdoor
activities) dengan media perangkat lunak tracker. Untuk hasil belajar pengetahuan, jika dibandingkan antara
kondisi awal terjadi peningkatan 11,25 angka terhadap siklus II atau terjadi kenaikan 15%. Sedangkan nilai
rata-rata hasil belajar keterampilan, jika dibandingkan antara kondisi awal terjadi peningkatan 10 angka
terhadap siklus II atau terjadi kenaikan 13%. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri melalui
aktivitas luar kelas (outdoor activities) dengan media perangkat lunak tracker dalam meningkatkan hasil
belajar peserta didik.

Kata Kunci: model pembelajaran, inkuiri, outdoor activities, tracker, motivasi, hasil belajar

Pendahuluan diketahui manusia. Keingintahuan itu


Konsep-konsep sains terbentuk dari menuntun ke arah pencarian prinsip dan teori
keingintahuan mengenai sesuatu yang belum yang dapat diperoleh dari hasil pengkajian,

Muhammad Miftakhul falah 121


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

yaitu melalui eksperimen [6]. Sains sangat mengedepankan metode ceramah. Hal inilah
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari untuk yang menyebabkan hasil belajar fisika siswa
memenuhi kebutuhan manusia melalui belum maksimal.
penyelesaian masalah (problem solving) dan Untuk meningkatkan penguasaan
aktivitas berbasis inkuiri. Hal ini menuntut konsep fisika sangat diperlukan metode dan
pembelajaran sains seharusnya memberikan media pembelajaran yang relevan. Berkenaan
kesempatan kepada peserta didik untuk dengan hal tersebut, terasa tidak sesuai jika
mengumpulkan data dan membuat kesimpulan pembelajaran hanya menitikberatkan pada
yang terkait dengan kehidupan mereka sehari- penguasaan materi tanpa disertai usaha guru
hari [11]. memberikan kesempatan siswa untuk
Pemahaman konsep-konsep fisika yang melakukan pengamatan dan kajian langsung.
baik seharusnya akan mempermudah siswa Pentingnya melakukan pembelajaran melalui
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) perbuatan langsung (learning by doing) yang
yang telah ditetapkan sekolah yaitu 75. Namun melibatkan siswa secara fisik dan mental
berdasarkan fakta dan data yang ada bahwa emosional[8]. Dengan demikian, metode dan
nilai siswa kelas XI IPA 5 MAN 2 Kudus yang media sangat membantu siswa untuk
peneliti ampu masih jauh dari harapan. Hasil memahami materi pelajaran. Berdasarkan latar
rata-rata ulangan harian sebesar 72,08 dan belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
siswa yang telah tuntas belajar sebesar 59%. melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan
Kenyataan lain dalam kegiatan belajar Model Pembelajaran Inkuiri Melalui Aktivitas
mengajar fisika, umumnya siswa Luar Kelas (Outdoor Activities) dengan Media
menampakkan sikap kurang bergairah, Perangkat Lunak Tracker untuk Meningkatkan
kurang bersemangat, dan kurang siap Motivasi dan Hasil Belajar Fisika pada Materi
menerima pelajaran sehingga motivasi belajar Dinamika Rotasi Peserta Didik Kelas XI IPA 5
siswa juga sangat rendah. Ditandai dengan di MAN 2 Kudus Tahun Pelajaran 2017/2018”.
persentase motivasi belajar siswa hanya sebesar Adapun tujuan dari penelitian ini,
67%. Motivasi siswa yang rendah dikarenakan antara lain: (1) Untuk mengetahui model
pembelajaran yang masih terpusat kepada guru, pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar
kegiatan di laboratorium yang minim kelas (outdoor activities) dengan media
menyebabkan pembelajaran mengedepankan perangkat lunak tracker dapat meningkatkan
metode ceramah. Hal inilah yang menyebabkan motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik
hasil belajar fisika siswa belum maksimal. pada materi dinamika rotasi peserta didik kelas
Beberapa kegiatan guru dan siswa XI IPA 5 di MAN 2 Kudus tahun pelajaran
dalam pembelajaran sebagai berikut: (1) guru 2017/2018.
menerangkan materi pembelajaran dan siswa
dengan serius mendengarkan pembelajaran Metode Penelitian
guru; (2) guru bertanya kepada siswa tentang Waktu penelitian ini dilakukan selama
pembelajaran yang telah dijelaskan, 4 bulan, yaitu dari bulan Juli 2017 sampai
sedangkan siswa menjawab pertanyaan guru; bulan Oktober 2017. Tempat penelitian ini
(3) pemanfaatan media hanya digunakan guru adalah kelas XI IPA 5 MAN 2 Kudus pada
untuk membantu pembelajaran; (4) alat-alat semester gasal tahun pelajaran 2017/2018
praktikum di laboratorium masih terbatas yang berjumlah 32 peserta didik terdiri dari 6
jumlahnya sehingga pelaksanaan eksperimen anak laki-laki dan 26 anak perempuan.
sangat jarang; (5) pembelajaran fisika juga Sedangkan, objek dalam penelitian ini adalah
sangat jarang menggunakan media berbasis motivasi belajar fisika dan hasil belajar fisika.
Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK); Dilihat dari bentuk data, ada dua
(6) siswa lebih banyak aktivitas belajar di kelas macam data, yaitu data kuantitatif dan
dengan penjelasan materi terpusat pada guru; kualitatif. Data hasil belajar peserta didik
(7) banyak siswa yang tidak termotivasi saat merupakan data kuantitatif. Data hasil
pelaksanaan pembelajaran. Uraian di atas pengamatan dan angket motivasi belajar
menunjukkan bahwa motivasi siswa yang peserta didik merupakan data kualitatif. Sumber
rendah dikarenakan pembelajaran yang masih data berasal dari 2 sumber yaitu sumber data
terpusat kepada guru, kegiatan di laboratorium primer berupa hasil ulangan harian (post test)
yang minim menyebabkan pembelajaran

Muhammad Miftakhul falah 122


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

dan sumber data sekunder berupa hasil fisika. Hal ini dikarenakan karena guru
observasi dan angket. mengajarkan fisika lebih banyak menggunakan
Dilihat dari banyaknya data ada 6 metode ceramah. Kegiatan eksperimen di
yaitu (1) data motivasi belajar peserta didik laboratorium sangat jarang dilakukan karena
pada kondisi awal; (2) data hasil belajar keterbatasan fasilitas. Peneliti menggunakan
peserta didik pada kondisi awal; (3) data model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas
motivasi belajar peserta didik pada siklus I; luar kelas (outdoor activities) dengan media
(4) data hasil belajar peserta didik pada perangkat lunak tracker dalam pembelajaran
siklus 1; (5) data motivasi belajar peserta fisika khususnya pada materi dinamika rotasi.
didik pada siklus II; dan (6) data hasil belajar Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
peserta didik pada siklus 2. pembelajaran tersebut berdampak pada
Validasi data kreativitas belajar motivasi dan hasil belajar fisika peserta didik.
menggunakan metode triangulasi, maksudnya
untuk menetapkan suatu faktor memerlukan Motivasi Belajar Fisika
lebih dari satu sumber informasi. Sumber Model pembelajaran inkuiri melalui
tersebut terdiri dari peneliti itu sendiri, aktivitas luar kelas (outdoor activities) dengan
kolaborator serta siswa. Validasi hasil belajar media perangkat lunak tracker mampu
dilakukan dengan membuat kisi-kisi sebelum meningkatkan motivasi belajar peserta didik
soal disusun. karena dalam tahapan-tahapan pembelajaran
Indikator yang menjadi tolok ukur dapat mengaktifkan seluruh aspek motivasi
keberhasilan penelitian ini adalah (1) 80% yang diobservasi. Berikut diuraikan beberapa
siswa mencapai rerata skor motivasi belajar temuan tentang hasil pengamatan dan angket
lebih besar dari 3,00 (kualifikasi baik). Skor motivasi belajar peserta didik.
lebih besar dari 3,00 merupakan skor a. Ketertarikan terhadap kegiatan
motivasi belajar dalam skala maksimum 5; pembelajaran
(2) 80% siswa memperoleh nilai hasil belajar Pembelajaran inkuiri mendorong siswa untuk
≥ 75. Nilai 75 merupakan nilai ketuntasan berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
minimal (KKM) mata pelajaran fisika kelas XI bersifat objektif, jujur, dan terbuka serta
IPA 5, sedangkan 80% adalah ketercapaian memberikan kesempatan kepada siswa untuk
ideal yang diharapkan dalam penelitian ini. belajar sendiri dan dapat mengembangkan
Penelitian ini dilakukan bakat dan kecakapan individunya. Keterlibatan
menggunakan metode penelitian tindakan siswa dalam belajar akan meningkatkan
kelas yang terdiri dari 2 siklus. Tindakan ketertarikan peserta didik terhadap
dalam setiap siklus saling berkaitan erat. pembelajaran. Ketertarikan terhadap mata
Siklus I dan II masing-masing berlangsung pelajaran ini menjadi modal awal dalam
pada 3 pertemuan (6 jam pelajaran). Variabel melaksanakan pembelajaran. Ketertarikan
yang diteliti adalah pemanfaatan model siswa terhadap pembelajaran seiring dengan
pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar berbagai variasi yang diberikan pada siklus 1
kelas (outdoor activities) dengan media maupun siklus II.
perangkat lunak tracker sebagai penyebab
serta motivasi belajar dan hasil belajar sebagai b. Upaya yang dilakukan untuk mencapai
akibat. keberhasilan
Tahapan-tahapan dalam tiap siklus Tahapan pembelajaran inkuiri
terdiri atas (1) membuat perencanaan menuntut siswa harus melalui tahapan
tindakan (planning); (2) melaksanakan pembelajaran inkuiri mulai dari penentuan
tindakan sesuai yang direncanakan (acting); masalah, merumuskan masalah, membuat
(3) melaksanakan pengamatan terhadap hipotesis, mengumpulkan data, menguji
tindakan yang dilaksanakan (observing); (4) hipotesis dan menarik kesimpulan.
menganalisis dengan deskriptif komparatif Tahapan ini menjadi tantangan
dilanjutkan dengan refleksi terhadap hasil tersendiri bagi peserta didik untuk
pengamatan tindakan (reflecting). menyelesaikan seluruh tahapan yang ada.
Hasil dan Pembahasan Melalui kerja kolaboratif, peserta didik akan
Permasalahan dalam penelitian ini bekerja sama dalam proses pembelajaran dan
adalah rendahnya motivasi dan hasil belajar mencapai tujuan pembelajaran yang telah

Muhammad Miftakhul falah 123


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

ditetapkan. Ketekunan dan kegigihan peserta peningkatan 18,5 angka atau meningkat 27%.
didik juga terlihat sepanjang pembelajaran Hal ini menunjukkan efektifitas penggunaan
melalui pencarian referensi dan penggunaan model pembelajaran inkuiri melalui aktivitas
ICT melalui perangkat lunak tracker. luar kelas (outdoor activities) dengan media
perangkat lunak tracker dalam meningkatkan
c. Rasa percaya diri selama pembelajaran motivasi belajar peserta didik.
Model inkuiri menekankan bertapa
pentingnya sebuah proses belajar. Peserta akan 1. Hasil Belajar Fisika
dihargai ketika melakukan setiap tahap Hasil belajar fisika yang diperoleh
pembelajaran inkuiri. Rasa percaya diri terlihat dari nilai tes tertulis juga menunjukkan
pada saat evaluasi yang ditunjukkan kesiapan peningkatan dari kondisi awal, siklus I dan
dalam menghadapi ulangan harian dan antusias siklus II. Untuk hasil belajar pengetahuan pada
terhadap tugas-tugas yang diberikan. keadaan awal 72,08 masih berada di bawah
. KKM. Sedangkan hasil belajar keterampilan
Tabel 1. Motivasi belajar kondisi awal, siklus I pada keadaan awal 72,8 juga masih di bawah
dan siklus II KKM. Dengan demikian dibutuhkan remidial
Kondisi Siklus I Siklus teaching dan remidial testing untuk mencapai
awal (%) (%) II (%) nilai KKM. Sehingga nilai rata-rata hasil
belajar di atas KKM pada siklus berikutnya.
Observasi 67 77 87 Peningkatan hasil belajar peserta didik dapat
dilihat pada tabel 10.
Angket 69 78 86
Tabel 2. Perbandingan hasil belajar peserta
Rata-rata 68 77,5 86,5
didik
Data motivasi belajar pada tabel 1 dapat Kondisi Siklus Siklus
divisualisasikan pada gambar 1. awal I II

Pengetahuan 72,08 80,63 83,33

Keterampilan 72,8 75,8 82,8

Data pada tabel 2 dapat divisualisasikan pada


gambar 2.

Gambar 1. Motivasi belajar dari kondisi awal, siklus I


dan siklus II

Tabel 1 hasil pengamatan dan angket


motivasi belajar peserta didik pada kondisi
awal, siklus I dan siklus II menunjukkan Gambar 2. Perbandingan hasil belajar peserta didik
peningkatan. Adapun hasil peningkatan Dari kondisi awal nilai rata-rata hasil
motivasi belajar fisika dari kondisi awal, siklus belajar pengetahuan sebesar 72,08 meningkat
I dan siklus II. Dari data tersebut terlihat menjadi 80,63 pada siklus I dan meningkat
terjadi peningkatan rata-rata motivasi belajar menjadi 83,33 pada siklus II. Jika
peserta didik dari 68 pada kondisi awal menjadi dibandingkan antara kondisi awal terjadi
77,5 pada siklus I dan 86,5 pada siklus II. peningkatan 11,25 angka terhadap siklus II
Terjadi peningkatan sebesar 9,5 angka antara atau terjadi kenaikan 15%. Sedangkan dari
kondisi awal dan siklus I. Jika dibandingkan kondisi awal nilai rata-rata hasil belajar
antara kondisi awal dan siklus II terjadi keterampilan sebesar 72,8 meningkat menjadi

Muhammad Miftakhul falah 124


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

75,8 pada siklus I dan meningkat menjadi [5] Liewellyn, D. 2002. Inquire Within:
82,8 pada siklus II. Jika dibandingkan antara Implementing Inquiry-Based Science
kondisi awal terjadi peningkatan 10 angka Standards. California: Corwin Press,
terhadap siklus II atau terjadi kenaikan 13%. Inc
Hal ini menunjukkan bahwa model [6] Ozmen, H. 2011. Turkish primary
pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar students' conceptions about the
kelas (outdoor activities) dengan media particulate nature of matter. International
perangkat lunak tracker dalam meningkatkan Journal of Environmental & Science
hasil belajar peserta didik. Education, Vol. 6, No. 1, January 2011,
99-121.
Simpulan [7] Sardiman, A.M. 2000. Interaksi dan
Motivasi belajar peserta didik Motivasi Dalam Belajar Mengajar.
meningkat setelah dibelajarkan dengan model Jakarta
pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar [8] Starnes, Bobby Ann. 1999. The Foxfire
kelas (outdoor activities) dengan media Approach to Teaching and Learning:
perangkat lunak tracker. Peningkatan motivasi John Dewey, Experiential Learning, and
belajar antara kondisi awal dan siklus II terjadi the Core Practices. ERIC Digest.
peningkatan 18,5 angka atau meningkat 27%. [online],
Hasil belajar peserta didik meningkat (https://www.ericdigests.org/1999-
setelah dibelajarkan dengan model 3/foxfire.htm, diakses tanggal 7 Juli
pembelajaran inkuiri melalui aktivitas luar 2017)
kelas (outdoor activities) dengan media [9] Sudibyo, E, Budi Jatmiko, Wahono
perangkat lunak tracker. Untuk hasil belajar Widodo. 2016. Pengembangan Instrumen
pengetahuan, jika dibandingkan antara kondisi Motivasi Belajar Fisika: Angket. Jurnal
awal terjadi peningkatan 11,25 angka terhadap Penelitian Pendidikan IPA. JPPIPA,
siklus II atau terjadi kenaikan 15%. Sedangkan Vol.1 No.1 2016
nilai rata-rata hasil belajar keterampilan, jika [10] Sudjana.2005. Metode Statistika Edisi
dibandingkan antara kondisi awal terjadi ke-6. Bandung : Tarsito
peningkatan 10 angka terhadap siklus II atau [11] Suryawati, Kamisah Osman, T.Subahan
terjadi kenaikan 13%. Mohd Meerah. 2010. The effectiveness
of RANGKA contextual teaching and
Ucapan Terima Kasih learning on students’ problem solving
Terima kasih kepada SEAMEO Qitep skills and scientific attitude. Procedia
in Science yang telah menyelenggarakan dan Social and Behavioral Sciences 9 (2010)
mensponsori kegiatan Research Grants 2017. 1717–1721.
Selanjutnya terima kasih kepada seluruh civitas [12] Vincencia S. 2006. Permainan Kreatif
MAN 2 Kudus sehingga penelitian ini dapat untuk Outbound dan Training. Andy
terselenggara dengan baik. Offset: Bandung.
[13] Zaini, H. dkk. 2007. Strategi
Daftar Pustaka Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.

[1] Abdurahman, Mulyono. 2003.


Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
Belajar. Jakarta. Rineka Cipta.
[2] Brophy, Jere. 2004. Motivating
Students to Learn. Second Edition. New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates
(LEA).
[3] Daryanto. 2011. Penelitian Tindakan
Kelas, Gava Media,Yogyakarta
[4] Djamarah, S.B. 2006. Prestasi Belajar
dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha
Nasional.

Muhammad Miftakhul falah 125


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR


IPA MELALUI PENERAPAN MODEL NOTE-TAKING PAIRS
BERBANTUAN LOG BOOK DI SMKN 1 SAPTOSARI

Nanik Yuniastuti,S.Pd.Si
SMKN 1 Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi DIY
e-mail: nanik.yuniastuti@gmail.com

ABSTRACT
This study aims to find out how the learning model of Note-Taking Pairs using Log Book can improve the
activity and learning achievement of science students of class XII in SMKN 1 Saptosari. This Classroom Action
Research is following the Kemmis and Taggart syntax, consists of: 1) planning, 2) implementation, 3)
observation, and 4) reflection. The stages of model Note-Taking Pairs using Log Book are: identify academic
ability, create team, provide related problems, solve problems and put it in Log Book. The result showed that
there was an increase of activity score from cycle 1 to cycle 2, that is, the actively involved in learning record
indicators increase 9.1 points, actively in solving the problem indicators increase 8.1 points,; and
complete group tasks on time increase 6.1 points. The average score of learning outcomes before action was
69.09, after action rose to 79.55, and when UTS became 85.98. Percentage mastery learning outcomes rose
from before action 45.45%, after action to 69,70%, increasing at UTS test to 100%. The percentage of
non-completion decreased from 54.55% down to 30.30% after the 1st and 2nd cycle actions, decreasing on
the UTS test to 0%. Implementation of model Note-Taking Pairs using Log Book in science can improve
students activity and learning achievement

Keywords: classroom action research, note-taking pairs, log book, learning achievement, activity

Pendahuluan peserta didik kurang mendapat kesempatan


Pembelajaran IPA menekankan pada “belajar melakukan” untuk mencapai
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi yang diharapkan. Ada semacam
kompetensi agar peserta didik mampu kecenderungan guru yang menghendaki
memahami alam sekitar melalui proses peserta didik harus menguasai semua materi
“mencari tahu” dan “berbuat” (Tim IPA, dan merasa bahwa metode pembelajaran
Konsorsium, 2013 :159). Proses ini akan yang paling tepat adalah dengan cara
membantu peserta didik untuk memperoleh menjejalkan materi terebut sebanyak-
pengetahuan yang mendalam dan tinggi
banyaknya.
tingkatannya.
Selain metode pembelajaran yang belum
Pembelajaran dengan pendekatan student
mengakomodasi kebutuhan peserta didik,
centered learning adalah pembelajaran yang
perbedaan gaya belajar, tingkat kecerdasan
memfokuskan peserta didik sebagai subyek
dan daya serap peserta didik juga
belajar.Pembelajaran dengan dengan
mempengaruhi pencapaian kompetensi. Hal
pendekatan ini akan menempatkan peserta
tersebut membawa konsekuensi bahwa setiap
didik sebagai subyek yang melakukan
aksi yang dilakukan oleh guru di kelas, pasti
kegiatan pembelajaran secara aktif.
Pembelajaran aktif adalah kegiatan akan mendapat reaksi yang berbeda-beda
pembelajaran yang melibatkan otak untuk dari setiap peserta didik. Oleh karena itu, guru
mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan perlu memahami karakteristik masing-masing
menerapkan apa yang dipelajari. Indikasi lain peserta didik. Montgomery dan Groat dalam
yang menunjukkan pembelajaran berlangsung Ghufron M.Nur (2014:138), mengungkapkan
secara aktif adalah adanya aktivitas diri yang alas an pentingnya
gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh
gairah.
Fakta di lapangan menunjukkan, umumnya
pembelajaran IPA di kelas masih
berlangsung dengan dominasi guru (teacher
center) sebagai sumber informasi. Akibatnya,

Nanik Yuniastuti 126


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

memahami gaya belajar peserta didik adalah dan mengoreksi kesalahan, serta saling
dalam rangka menciptakan proses membantu untuk mengembangkan catatan-
pembelajaran dialogis, yaitu pembelajaran catatan yang lebih informatif pada saat
yang berlangsung interaktif dan melibatkan kegiatan pembelajaran berlangsung. Barkley
aktivitas peserta didik. (2012:205) menjelaskan bahwa pembelajaran
Secara garis besar, permasalahan yang model Note-Taking Pairs mempunyai beberapa
bersumber dari peserta didik kelas XII TAVA keunggulan, diantaranya adalah :
di SMKN 1 Saptosari adalah : 1. Membiasakan peserta didik
1. Data nilai kognitif kelas XII TAVA mengumpulkan informasi
pada tahun pelajaran sebelumnya (saat secara berpasangan dan
peserta didik kelas XI) menunjukkan 14 belajar saling membantu
peserta didik mempunyai nilai rata- dalam satu tim.
2. Peserta didik mengetahui
rata 79,93, sedang sisanya 19 peserta
kesalahan mereka pada saat
didik mempunyai nilai rata-rata 61,58,
bekerja sama membuat
sehingga terdapat selisih nilai sebesar catatanyang lebih informatif.
18,35 poin (nilai KKM 75). 3. Membiasakan peserta didik
2. Peserta didik dengan kemampuan mengerjakan tugas yang
akademik rendah cenderung kurang aktif, diberikan guru.
sering mencontek pekerjaan teman, malas Selain mengadopsi model pembelajaran Note-
bertanya, kurang bersemangat mencari Taking Pairs dalam kegiatan pembelajaran,
sumber literasi. penulis juga melakukan inovasi dalam
3. Peserta didik dengan kemampuan penerapannya, yaitu memanfaatkan Log Book
akademik tinggi cenderung lebih dominan sebagai pengganti buku catatan. Hasil akhirnya,
dalam kegiatan pembelajaran. model pembelajaran yang diterapkan penulis di
4. Kolaborasi antara peserta didik kelas XII TAVA adalah Note-Taking Pairs
berkemampuan akademik tinggi dengan berbantuan Log Book. Implementasi model
yang berkemampuan akademik rendah pembelajaran Note-Taking Pairs berbantuan
dirasa masih sangat kurang. Log Book di dalam kelas secara umum
Sedangkan masalah yang bersumber terangkum sebagai berikut :
dari guru antara lain adalah :
1. Tim terdiri dari 2 orang, yang
1. Selama proses pembelajaran IPA mana peserta didik
berlangsung, guru kurang mampu berkemampuan akademik tinggi
memantau perkembangan kognitif peserta berperan sebagai tutor dan
didik secara berkelanjutan, terutama berpasangan dengan peserta
peserta didik yang berkemampuan didik yang berkemampuan
akademik rendah. akademik rendah.
2. Komunikasi intensif dengan peserta didik 2. Kerja sama tim dikembangkan
berkemampuan akademik rendah dirasa dalam hal memecahkan masalah
untuk menyelesaikan tugas yang
masih kurang.
diberikan oleh guru.
3. Strategi pembelajaran sebelumnya kurang 3. Seluruh hasil diskusi peserta
melibatkan peserta didik berkemampuan didik dituangkan dalam Log
akademik tinggi untuk bekerja sama secara Book.
optimal dengan peserta didik yang 4. Guru memantau perkembangan
berkemampuan akademik rendah. akademik peserta didik melalui
Log Book.
Berangkat dari permasalahan tersebut, .
penulis mencoba mencari solusi melalui inovasi Metode Penelitian
kegiatan pembelajaran kolaboratif model Note- Subjek dalam penelitian pembelajaran model
Taking Pairs. Esensi dari pembelajaran model Note-Taking Pairs berbantuan Log Book ini
Note-Taking Pairs adalah memberikan kegiatan adalah guru IPA kelas XII dan peserta didik
terstruktur kepada peserta didik secara kelas XII SMK Negeri 1 Saptosari jurusan
berpasangan, untuk mendapatkan dan Teknik Audio Video sebanyak 33 orangTeknik
Audio Video A sebanyak 33 orang. Jenis
mengumpulkan informasi, saling memeriksa
penelitian yang dilakukan adalah Penelitian
Nanik Yuniastuti 127
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan Pelaksanaan penelitian tindakan kelas untuk
kelas ini mengikuti sintaks dari Kemmis dan menerapkan model pembelajaran Note-Taking
Taggart, yang meliputi empat tahapan dasar Pairs berbantuan Log Book pada materi
yang saling terkait dan berkesinambungan, interaksi makhluk hidup adalah sebagai
yaitu: 1) perencanaan (planning), 2) berikut:
pelaksanaan (acting), 3) pengamatan 1. Siklus I
(observing), dan 4) refleksi (reflecting). a. Perencanaan
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini Langkah-langkah dalam tahap
meliputi: perencanaan atau persiapan tindakan
1. Data kualitatif, meliputi data keaktifan adalah:
dari hasil observasi respon peserta didik 1) Menyusun perangkat pembelajaran
saat mengikuti kegiatan pembelajaran. yang meliputi Silabus, RPP,
2. Data kuantitatif, meliputi data hasil perangkat soal, dan instrument
belajar yang diperoleh dari tugas dan penilaian.
ulangan harian. 2) Menyusun lembar observasi
Teknik pengumpulan data meliputi: keaktifan peserta didik dan lembar
1. Observasi, dilakukan dalam observasi keterlaksanaan
rangka pembelajaran dengan model Note-
a. Mengamati respon peserta didik Taking Pairs berbantuan Log Book.
selama kegiatan pembelajaran, 3) Identifikasi kemampuan akademik
hasilnya dituangkan ke dalam lembar peserta didik berdasarkan nilai
observasi keaktifan peserta didik. kognitif sebelumnya untuk
b. Mengamati kegiatan pembelajaran membentuk tim kerja yang terdiri
yang dilakukan guru seusai dari peserta didik kemampuan
sintaks dalammodel pembelajaran akademik rendah dan tinggi.
Note-Taking Pairs 4) Prakondisi peserta didik untuk
c. berbantuan Log Book, dengan mengikuti kegiatan pembelajaran
bantuan kolaborator. IPA dengan model Note-Taking
2. Tes tulis untuk mengetahui hasil belajar Pairs berbantuan Log Book.
peserta didik setelah melaksanakan
pembelajaran model Note-Taking b. Pelaksanaan Tindakan
Pairs berbantuan Log Book. Tahapan kegiatan pembelajaran
3. Dokumentasi untuk memberikan mengacu pada sintaks model
gambaran jalannya kegiatan pembelajaran pembelajaran Note-Taking Pairs
model Note- Taking Pairs berbantuan berbantuan Log Book meliputi:
Log Book. Penelitian tindakan kelas ini
mengikuti sintaks PTK menurut 1) Konfigurasi pasangan tim yang
Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart terdiri dari peserta didik
(Wibawa, 2004: 15) : berkemampuan akademik tinggi
berkemampuan akademik rendah.
2) Kegiatan pemaparan materi
pembelajaran oleh guru sesuai
dengankompetensi yang akan dicapai.
3) Kegiatan menyusun catatan yang
dilakukan oleh masing-masing
anggota tim secara individu.
4) Kegiatan diskusi tim dalam rangka
memecahkan masalah yang diberikan
oleh guru, hasilnya dituangkan dalam
Log Book.
5) Kegiatan presentasi hasil diskusi
yang telah dituliskan dalam Log
Book.
Gambar 2. Bagan model PTK menurut Kemmis- 6) Ulangan harian dilakukan setelah
Taggart implementasi model pembelajaran

Nanik Yuniastuti 128


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

selesai, untuk mengetahui hasil belajar peserta didik pada lembar observasi. Pengisian
peserta didik. lembar observasi dilakukan dengan cara
menuliskan angka 1 sampai 3, sesuai dengan
c. Observasi atau pengamatan frekuensi kemunculan perilaku sesuai dengan
Tahapan pengamatan difokuskan indikator yang telah ditetapkan. Kriteria untuk
padakeaktifan peserta didik dalam mengikuti setiap skor adalah: 1= jarang sekali muncul,
kegiatan pembelajaran, serta peningkatan hasil 2= muncul, 3= sering muncul
belajar peserta didik. Observasi juga dilakukan
oleh kolaborator untuk mengamati Analisis data kognitif dalam penelitian ini
keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan diolah dengan teknik analisis deskriptif
model Note-Taking Pairs berbantuan Log kuantitatif. Teknik ini dilakukan dengan cara
Book. mendeskripsikan dan menggambarkan data
d. Refleksi yang telah terkumpul tanpa bermaksud
Refleksi merupakan tahapan untuk memproses membuat kesimpulan yang sifatnya general
data yang didapat setelah kegiatan (Sugiyono, 2013:208). Kriteria ketuntasan
pengamatan. Hasil refleksi digunakan sebagai minimal yang telah disepakati di sekolah
dasar untuk masuk ke tahap revisi dan adalah 75. Peserta didik dikategorikan
perencanaan ulang. tuntas apabila memperoleh nilai lebih besar
atau sama dengan 75, sedangkan predikat
2. Revisi dan perencanaan ulang tidak tuntas untuk nilai kurang dari 75.
Tindakan yang dilakukan adalah revisi
terhadap permasalahan yang dijumpai pada
tindakan sebelumnya,selanjutnya dibuat Hasil dan Pembahasan
perencanaan ulang. Tindakan selanjutnya
adalah melaksanakan siklus II dengan sintaks
Data hasil pengamatan keaktifan peserta didik
yang sama dengan siklus I.
pada siklus 1 menurut tabel berikut
menunjukkan skor
Siklus II, meliputi kegiatan perencanaan,
rendah.Namun,setelamendapat tindakan pada
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
siklus 2, indikator tersebut mengalami
peningkatan yaitu pada indikator A2-4, A2-5,
Instrumen yang digunakan adalah:
dan A2-6. Indikator tersebut adalah terlibat
a. Instrumen pelaksanaan kegiatan
pembelajaran aktif dalam menyusun catatan pembelajaran,
1) Silabus dan Rencana terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah,
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan menyelesaikan tugas tugas kelompok tepat
2) Lembar Kegiatan peserta didik (LK) waktu. Persentase keaktifan rata-rata peserta
3) Soal evaluasi didik pada siklus I (pertemuan ke-4) adalah
4) Lembar observasi keterlaksanaan sebesar 91,5%, sedangkan pada siklus II
pembelajaran (pertemuan ke-9) persentasenya rata-ratanya
5) Lembar observasi penilaian mencapai 93,5%, atau mengalami kenaikan
keaktifan (sikap) sebesar 2 poin. Secara rinci, data persentase
6) Lembar penilaian hasil belajar keaktifan peserta didik pada siklus I dan II
Analisis data keaktifan (sikap) diukur dari dapat dilihat pada tabel berikut :
total skor yang diperoleh masing-masing

Nanik Yuniastuti 129


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Gambar 2. Grafik Perbandingan Nilai


Rata-Rata Peserta Didik Sebelum
Gambar 1. Grafik Perbandingan Keaktifan
dan Setelah Tindakan
Peserta Didik pada Pembelajaran Model Note-
Taking Pairs Berbantuan Log Book
Berdasarkan grafik di atas, dapat diamati bahwa
peningkatan skor keaktifan dari siklus 1 ke
siklus 2 terjadi pada beberapa indikator.
Diantaranya pada indikator A2-4, yaitu
indikator terlibat aktif dalam menyusun catatan
pembelajaran, mengalami kenaikan sebesar 9,1
poin, dari 84,8% naik menjadi 93,9%. Indikator
A2-5, yaitu terlibat aktif dalam menyelesaikan
masalah mengalami kenaikan sebesar 8,1 poin,
dari nilai 81,8% naik menjadi 89,9%.
Sedangkan indikator A2-6, yaitu menyelesaikan
tugas kelompok tepat waktu mengalami
kenaikan sebesar 6,1 poin dari nilai 91,9% Gambar 3. Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata
naik menjadi 85,8%. Ketidaktuntasan Peserta Didik Sebelum dan
Hasil pengamatan yang difokuskan pada Setelah Tindakan
nilai hasil belajar yang diperoleh peserta didik
sebelum tindakan mengalami peningkatan
signifikan bila dibandingkan dengan nilai yang
diperoleh setelah tindakan. Peningkatan
tersebut bisa diamati pada tabel dan grafik
berikut:
Tabel 2. Perbandingan Hasil Belajar Peserta
Didik Sebelum dan Setelah Tindakan

Gambar 4. Grafik Perbandingan Nilai


Rata-Rata Ketuntasan Peserta Didik
Sebelum dan Setelah Tindakan

Mengacu pada grafik perbandingan hasil


belajar sebelum dan setelah tindakan diatas,
secara umum nilai rata-rata peserta didik
mengalami peningkatan. Pada saat kelas XI,
nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS) rata-rata
peserta didik adalah 69,09. Setelah dilakukan
tindakan pada siklus 1, nilai tes formatif dan
tes tengah semester menunjukkan peningkatan.
Nilai rata-rata tes formatif adalah 79,55,
selanjutnya semakin meningkat pada tes
tengah semester menjadi 85,98.
Nanik Yuniastuti 130
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Peningkatan juga terjadi pada persentase didik lain yang kemampuan


ketuntasan hasil pembelajaran. Pada saat akademiknya lebih tinggi.
kelas XI, persentase ketuntasan nilai Ujian
Akhir Sekolah (UAS) rata-rata peserta didik Oleh karena itu, guru mengambil peran di
adalah45,45%. Setelah dilakukan tindakan akhir kegiatan pembelajaran untuk
pada siklus 1, yaitu pada saat tes formatif dan melakukan klarifikasi dan penguatan yang
tes tengah semester, ternyata juga berkaitan dengan materi yang sedang
menunjukkan dipelajari.
peningkatan. Persentase ketuntasan nilai tes
formatif adalah 69,70%, selanjutnya semakin Simpulan
meningkat pada tes tengah semester menjad Hasil penelitian yang diperoleh setelah
100%. tindakan menunjukkan bahwa terjadi
Sedangkan untuk persentase peningkatan skor keaktifan dari siklus 1 ke
ketidaktuntasan nilai kognitif mengalami siklus 2. Peningkatan skor keaktifan terjadi pada
penurunan. Pada saat kelas XI, persentase indikator terlibat aktif dalam menyusun catatan
ketidaktuntasan nilai Ujian Akhir Sekolah pembelajaran sebesar 9,1 poin, dari nilai 84,8%
(UAS) rata-rata peserta didik adalah 54,55%. menjadi 93,9%; indikator terlibat aktif dalam
Setelah dilakukan tindakan pada siklus 1, pada menyelesaikan masalah sebesar 8,1 poin, dari
tes berikutnya, yaitu tes formatif dan tes tenga nilai 81,8% menjadi 89,9%; dan menyelesaikan
semester menunjukkan penurunan. Persentase tugas kelompok tepat waktu sebesar 6,1 poin
ketidaktuntasan nilai tes formatif adalah dari nilai 91,9% menjadi 85,8%. Nilai rata-rata
30,30%, selanjutnya semakin menurun pada hasil belajar sebelum tindakan 69,09, setelah
tes tengah semester menjadi 0%. Paparan tindakan siklus 1 dan 2 naik menjadi 79,55, dan
naik kembali pada saat UTS menjadi 85,98.
hasil tindakan pada siklus 1 dan 2 di atas
Persentase ketuntasan hasil pembelajaran naik
semakin menguatkan asumsi bahwa dari sebelum tindakan sebesar 45,45%,
pembelajaran dengan model Note-Taking- menjadi 69,70%, selanjutnya semakin
Pairs berbantuan Log Book dapat dapat meningkat pada tes tengah semester menjadi
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar 100%. Sedangkan persentase ketidaktuntasan
peserta didik. Hal tersebut senada dengan mengalami penurunan signifikan dari sebelum
yang diungkapkan oleh Barkley E. Elizabeth tindakan sebessar 54,55%, turun menjadi
(Barkley.E, Cross K.Patricia, dan Major Claire 30,30% setelah tindakan siklus 1 dan 2,
Howell, 2012: 205) bahwa keunggulan selanjutnya semakin menurun pada tes tengah
penerapan model pembelajaran Note-Taking semester menjadi 0%. Mengacu pada kendala
Pairs berbantuan Log Book adalah: yang dihadapi penulis selama tindakan
1. Peserta didik terbiasa bekerja sama berlangsung, berikut hal-hal yang perlu menjadi
memecahkan masalah. catatan perbaikan untuk menjadi acuan pada
2. Peserta didik mengalami proses belajar tindakan berikutnya:
pada saat memecahkan masalah. 1. Mencermat kembali dasar penetuan
3. Memberikan kemudahan bagi peserta pasangan tim sehingga diperoleh tim
didik dengan kemampuan akademik yang benar-benar berpasangan dari
rendah untuk belajar dengan bantuan sudut pandang kemampuan akademik.
tutor. 2. Mewajibkan setiap peserta didik
4. Meningkatkan rasa percaya diri peserta untuk membuat catatan pembelajaran
didik. sebagai bahan diskusi dalam rangka
menyelesaikan masalah.
Namun di sisi lain, pembelajaran dengan 3. Presentasi dilakukan oleh peserta didik
memanfaatkan model ini juga mempunyai dengan kemampuan akdemik rendah
kekurangan, diantaranya adalah: guna melatih kemampuan
1. Ada peluang salah pemahaman tentang berkomunikasi verbal.
materi pelajaran karena tim bekerja
secaramandiri tanpa bantuan guru
pada saat menyelesaikan tugas
kelompok.
2. Peserta didik yang sangat pasif
cenderung bergantung pada peserta

Nanik Yuniastuti 131


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Ucapan Terima Kasih [6] Majid Abdul, 2013, Strategi


Puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis Pembelajaran, Bandung, PT Remaja
ucapkan,karena atas berkat rahmat, dan Rosdakarya Offset.
hidayah-Nya karya tulis ini dapat
terselesaikan. Tidak lupa ucapan terima [7] Mulyasa E., 2014, Pengembangan Dan
kasih yang sebesar besarnya ditujukan untuk: Implementasi Kurikulum 2013, Bandung,
1. Keluarga yang selalu memberi PT Remaja Rosdakarya Offset.
dukungan moral dalam proses
penyelesaian karya ini. [8] Nais Resya, 2016, Pembelajaran
2. Bapak/Ibu Guru teman sejawat yang Memproduksi Teks Ulasan Drama
selalu memberi inspirasi dan motivasi Berdasarkan Nilai Moral Dengan
berkaryaserta peserta didik SMKN 1 Menggunakan Teknik Note Taking Pairs
Saptosari’ Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 22
3. Kepala SMKN 1 Saptosari yang selalu Bandung Tahun Pelajaran 2015/2016.
memberi dorongan untuk berprestasi Skripsi. Program Pendidikan Bahasa,
yang telah melaksanakan kegiatan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas
pembelajaran. Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
4. Semua pihak yang turut membantu Universitas Pasundan,Bandung. Diakses
dalam proses terselesaikannya karya dari http://repository.unpas.ac.id/10157/
tulis ini pada 4 Februari 2017

Daftar Pustaka [9] Sumiati dan Asra, 2008, Metode


[1] Azmiyati, 2013, Penerapan Teknik Pembelajaran, Bandung : CV.
Pembelajaran Kolaboratif Note Taking Wacana Prima
Pairs untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu [10] Mulyasa E., 2014, Pengembangan
Pengetahuan Alam Di Kelas IV Sekolah Dan Implementasi Kurikulum 2013,
Dasar Negeri 018 Pongkai Istiqomah Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset.
Kecamatan XII Koto Kampar Kabupaten
Kampar. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan [11] Nais Resya, 2016, Pembelajaran
Keguruan, UIN Sultan Syarif Kasim Memproduksi Teks Ulasan Drama
Riau,Pekanbaru. Diakses dari Berdasarkan Nilai Moral Dengan
http://repository.uin- Menggunakan Teknik Note Taking Pairs
susuka.ac.id/8889/1/2013_20131257 Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri
PGMI.pdf pada 4 Februari 2017 22Bandung Tahun Pelajaran 2015/2016.
Skripsi. Program Pendidikan Bahasa,
[2] Anas Sudjiono. 2004. Pengantar Statistik Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas
Pendidikan, Jakarta:Raja Grafindo Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Persada (3) Barkley.E, Cross K.Patricia, Universitas Pasundan,Bandung. Diakses
dan Major Claire Howell, 2012, dari http://repository.unpas.ac.id/10157/
Collaborative Learning Techniques, pada 4 Februari 2017
Bandung : Penerbit Nusa Media
[12] Sumiati dan Asra, 2008, Metode
[3] Campbell Neil A. dan Reece Jane Pembelajaran, Bandung CV.Wacana
.B. (2010). Biologi : edisi kedelapan jilid Prima
2, Jakarta : Penerbit Erlangga
[13] Suyono dan Hariyanto, 2014,
[4] Ghufron, M. Nur dan Rini Risnawita, Belajar dan Pembelajaran, Bandung :
2014, Gaya Belajar Kajian Teoritik, Remaja Rosdakarya
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[14] Tim Konsorsium Sertifikasi, 2013,
[5] Hosnan.M, 2014, Pendekatan Saintifik Modul PLPG Ilmu Pengetahuan Alam,
dan Kontekstual dalam Pembelajaran Konsorsium Sertfikasi Guru Universitas
Abad 21, Bogor : Penerbit Ghalia Negeri Yogyakarta
Indonesia

Nanik Yuniastuti 132


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

[15] Wibawa Basuki, 2004, Penelitian [16] http://www.kamuskbbi.id/inggris/indo


Tindakan Kelas, Jakarta, Departemen nesia.php?mod=view&logbook&id=1922
Pendidikan Nasional, Dirjen DikdasMen 6-kamus-inggris-indonesia.html
Direktorat Tenaga Kependidikan

Nanik Yuniastuti 133


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING


BERBASIS KEARIFAN LOKAL BALI TRI PRAMANA UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DI PENDIDIKAN NON
FORMAL

Ni Putu Ayu Hervina Sanjayanti, M.Pd.


PKBM Widya Aksara, Buleleng-Bali
Email: sanjayantihervina@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to find out: 1) to improve students' learning outcomes 2) description of science learning results
in students with the implementation of guided inquiry learning model based on Tri Pramana concept. This type
of research is a classroom action research. The population of this study is the students of class X Paket C
Equivalent of SMA PKBM Widya Aksara amounting to 30 people in the first semester of the academic year
2017/2018. Student learning outcomes data were collected with multiple choice tests. The data collected were
analyzed using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive analysis. The results of this study in
the first cycle is the average learning outcomes reached 77.6% and on the second cycle average learning
outcomes reached 89.8%. So it can be interpreted in guided inquiry model based on Tri Prama can improve
science learning results.

Keywords: Guided Inquiry, Tri Pramana, learning results

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) meningkatkan hasil belajar IPA siswa 2) deskripsi hasil belajar
IPA pada siswa dengan penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis konsep Tri Pramana. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X Paket C Setara
SMA PKBM Widya Aksara yang berjumlah 30 orang semester I tahun pelajaran 2017/2018. Data hasil belajar
IPA siswa dikumpulkan dengan tes pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis
statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini pada siklus I yaitu rata-rata hasil
belajar mencapai 77,6 % dan pada siklus II rata-rata hasil belajar mencapai 89,8 %. Jadi dapat
diinterpretasikan model inkuiri terbimbing berbasisi Tri Prama dapat meningkatkan hasil belajar IPA.

Kata kunci: Inkuiri terbimbing, Tri Pramana, hasil belajar

Pendahuluan pembelajaran IPA, penataran bagi guru,


penyediaan sarana-prasarana yang menunjang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pembelajaran IPA, dan pelatihan-pelatihan
(IPTEK) saat ini terjadi dengan sangat pesat (Depdiknas, 2004). Namun, hasil yang
dan mempengaruhi segala aspek kehidupan diperoleh masih jauh dari harapan. Trends
masyarakat. Dengan adanya perkembangan International Mathematics and Sciences Study
IPTEK, maka harus diimbangi pula dengan (TIMSS) pada tahun 2011 melaporkan bahwa
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. kemampuan IPA peserta didik SD Indonesia
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk berada pada peringkat ke-34 dari 38 negara
meningkatkan SDM adalah dengan yang disurvei. Fakta tersebut menunjukkan
meningkatkan kualitas pendidikan IPA. bahwa kualitas pembelajaran IPA di Indonesia
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah masih perlu ditingkatkan.
untuk meningkatkan kualitas pendidikan IPA di
Indonesia, seperti pengembangan model-model Ada beberapa permasalahan yang sering
pembelajaran IPA, pengembangan media menjadi faktor penyebab rendahnya hasil

Ni Putu Ayu Hervina 134


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

belajar IPA siswa. Pertama, pembelajaran dan membangun pengetahuannya sendiri.


masih terpusat pada guru (teacher centered). Dengan demikian, maka kegiatan pembelajaran
Siswa seolah-olah belajar sebagai pendengar akan lebih menekankan pada aktivitas siswa
yang baik. Hal ini sangat bertentangan dengan (student centered). Pendapat tersebut didukung
pandangan kontruktivisme, yang memandang oleh Lapono (2009), yang menyatakan konsep
pengetahuan harus dibangun sendiri oleh belajar menurut teori belajar konstruktivisme
pebelajar. Kedua, pihak sekolah kurang adalah pengetahuan baru dibangun sendiri oleh
memperhatikan penataan lingkungan belajar. peserta didik secara aktif berdasarkan
Ketiga, siswa kurang berminat belajar IPA. Hal pengalaman siswa. Namun, peran guru pada
ini disebabkan oleh ketidaktahuan siswa paham kontruktivisme tidak serta merta hilang
terhadap manfaat yang mereka peroleh dari sama sekali, melainkan beralih menjadi
belajar IPA. Semua permasalahan tersebut pada fasilitator, mediator, dan motivator. Salah satu
akhirnya akan menyebabkan redahnya hasil model pembelajaran yang menganut paham
belajar IPA siswa. Selain permasalahan yang kontruktivisme adalah model pembelajaran
sudah dipaparkan di atas, rendahnya hasil inkuiri terbimbing. Model pembelajaran inkuiri
belajar IPA siswa juga disebabkan oleh adalah suatu model pembelajaran dengan
kekeliruan guru dalam membelajarkan siswa. melibatkan siswa untuk menyelidiki suatu
Berdasarkan observasi di lapangan, permasalahan guna menemukan informasi.
permasalahan-permasalahan di atas, juga Menurut Amien (dalam Suardana, 2007),
ditemui di salah satu pendidikan non formal inkuiri dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) inkuiri terbimbing (guided discovery inquiry),
Widya Aksara program kesetaran paket C inkuiri bebas (free inquiry), dan inkuiri bebas
setara SMA. Mengingat sekolah ini adalah yang dimodifikasi. Model pembelajaran inkuiri
sekolah non formal, tentunya permasalahan terbimbing sangat tepat diterapkan di SMA,
utamanya adalah di hasil belajar, yang karena model pembelajaran ini menuntut siswa
disebabkan oleh motivasi belajar yang kurang. yang menemukan pengetahuannya sendiri.
Selain itu di PKBM Widya Aksara, model dan Namun, siswa tidak benar-benar dilepas dalam
atau metode yang digunakan guru dalam proses proses pembelajaran. Guru berperan
pembelajaran masih bersifat konvensional. membimbing siswa untuk mengkonstruksi
Pembelajaran konvensional yang dimaksudkan pengetahuannya.
dalam hal ini adalah pembelajaran yang masih Model pembelajaran inkuiri terbimbing
menitikberatkan pada aktivitas guru (teacher ini, berbasis konsep kearifan local Bali Tri
centered) yang memandang bahwa proses Pramana. Konsep ini mengajarkan tentang tiga
pembelajaran baru bisa berlangsung jika ada cara untuk memperoleh pengetahuan yaitu
guru, sementara jika tidak ada guru maka dengan mendengarkan (Sabda Pramana),
proses pembelajaran tidak akan dapat mengamati (Pratyaksa Pramana), dan penalaran
berlangsung. Hal tersebut menyebabkan siswa (Anumana Pramana). Konsep ini menekankan
hanya menjadi objek belajar yang pasif. Dari pada cara pemerolehan pengetahuan siswa tidak
hasil observasi diketahui nilai muatan materi bisa hanya dengan satu cara saja, melainkan
IPA siswa, yaitu dari 30 orang siswa, 13 pada tiga cara yang sudah dipaparkan di atas.
(44,8%) siswa memiliki nilai B-, 10 (34,5%) Dengan demikian maka pengetahuan siswa juga
siswa memiliki nilai B+, 3 (10,3%) siswa akan melekat lebih baik dan lebih tahan lama.
memiliki nilai A-, 3 (10,3%) siswa memiliki Penelitian ini akan didukung beberapa landasan
nilai A+ . Nilai tersebut berdasarkan nilai teori, yaitu hasil belajar, IPA di sekolah dasar,
tengah semester II. Melihat nilai siswa tersebut model pembelajaran inkuiri terbimbing, Tri
perlu diadakan peningkatan agar nilai Pramana, dan pembelajaran konvensional.
penguasaan kompetensi IPA siswa lebih banyak Penjelasan lebih lanjut mengenai landasat teori
mendapat nilai B+ . tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. Hasil
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu belajar merupakan perubahan tingkah laku dan
diadakan pembaruan dalam kegiatan kemampuan seseorang setelah menerima
pembelajaran IPA yang awalnya menganut pengalaman belajar yang cenderung menuju ke
paham behavioristik menjadi pembelajaran IPA arah yang lebih baik.
yang menganut paham kontruktivisme. Paham Menurut Sumantri dan Johar (1999),
kontruktivisme berpandangan bahwa dalam model pembelajaran inkuiri memiliki beberapa
proses pembelajaran, siswalah yang menggali keunggulan, yaitu: (1) membantu siswa berpikir
Ni Putu Ayu Hervina 135
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

lebih komprehensif, (2) memperluas wawasan keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada
siswa dalam ilmu pengetahuan, (3) enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan
memperhatikan karakteristik siswa secara refleks, keterampilan gerakan dasar,
khusus, (4) menciptakan suasana demokratis kemampuan perseptual, keharmonisan atau
dalam pembelajaran sehingga siswa dapat ikut ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan
menentukan rencana bersama guru tentang gerakan ekspresif dan interpretatif. Namun,
topic yang akan dibahas, dan (5) pengajaran dalam penelitian ini hasil belajar yang akan
unit disesuaikan dengan tingkat perkembangan, diteliti hanya hasil belajar ranah kognitif. Hasil
minat, dan bakat peserta didik sehingga belajar ranah kognitif ini akan diukur dengan
pembelajaran akan lebih bermakna. Sedangkan menggunakan instrumen berupa tes pilihan
untuk model inkuiri terbimbing berbasis Tri ganda dan esai. Mata pelajaran yang digunakan
Praman ini memiliki keunggulan dari model dalam penelitian ini adalah mata pelajaran IPA.
lain yaitu pada proses pembelajaran inkuiri Berdasarkan latar belakang diatas maka
akan diselipkan kearifan local bali Tri Pramana peneliti mengajukan proposal penelitian
tersebut, sehingga selain hasil belajar IPA siswa berjudul Penerapan Model Pembelajaran
meningkat, siswa di pendidikan nonformal juga Inkuiri Terbimbing Berbasis Kearifan
akan otomatis melestarikan budaya local yang Lokal Bali Tri Pramana Untuk
saat ini semakin tergerus oleh globalisasi. meningkatkan Hasil Belajar IPA di
Selain itu keunggulan berikutnya adalah siswa pendidikan non formal. Penelitian ini
akan lebih mengasah kemampuan dan bertujuan untuk 1) meningkatkan hasil belajar
keterampilan mendengar dan berbicara (sabda IPA siswa 2) deskripsi hasil belajar IPA pada
pramana), kemampuan dan keterampilan siswa dengan penerapan model pembelajaran
mengamati dalam praktikum (pratyaksa inkuiri terbimbing berbasis konsep Tri
pramana), dan kemampuan dan keterampilan Pramana.pada siswa kelas X semester I tahun
dalam menalar dalam menarik kesimpulan pelajaran 20172018 di PKBM Widya Aksara.
(anumana pramana). Keunggulan yang paling
utama adalah dapat memepermudah proses Metode Penelitian
belajar mengajar di lingkungan pendidikan non
formal yang terkesan memeiliki karakteristik Penelitian ini berjenis Penelitian
siswa yang beraneka ragam. Mempermudah Tindakan kelas (PTK). Hopkins dalam
disini maksudnya adalah karena Inkuiri Tri Komalasari, (2010), merumuskan penelitian
Pramana ini menekankan konsep bahwa tindakan kelas sebagai penelitian yang
seorang sisiwa bias memeperoleh pengetahuan mengkombinasikan prosedur penelitian dengan
dengan berbagai cara, tidak hannya dengan tindakan subtantif, suatu tindakan yang
mendengarkan guru di kelas, melainkan juga dilakukan dengan disiplin inkuiri, atau suatu
dengan pengamatan dan penalaran. Oleh karena usaha seseorang untuk memahami apa yang
itu dengan penerapan inovatif inkuiri terjadi, sambil terlibat dalam sebuah prosedur
terbimbing berbasis Tri Pramana ini, hasil perbaikan dan perubahan. Sedangkan
belajar IPA dapat meningkat, sehingga pada Suhardjono (Komalasari, 2010), mengatakan
akhirnya akan bermuara pada peningkatan mutu bahwa peneltian tindakan kelas adalah peneltian
pendidikan. yang dilakukan oleh guru, bekerja sama dengan
Menurut Sudjana (2006), hasil belajar peneliti lainnya (atau dilakukan sendiri oleh
dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah, yaitu guru yang bertindak sebagai peneliti) di kelas
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah atau di sekolah tempat dia mengajar dengan
psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan penekanan pada penyempurnaan atau
hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam peningkatan proses dan praktis pembelajaran.
aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan Langkah-langkah penelitian tindakan
evaluasi. Ketiga aspek pertama disebut kognitif kelas ini meliputi: tahap persiapan, diagnostik,
tingkat rendah dan tiga aspek berikutnya perencanaan tindakan kelas, untuk memecahkan
termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif maslah. Prosedur penelitian tindakan kelas ini
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima yakni: (1) perencanaan (Planning), (2)
aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, pelaksanaan tindakan kelas (Action), (3)
penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah Observasi (Observation) dan refleksi
psikomotor berkenaan dengan hasil belajar
Ni Putu Ayu Hervina 136
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

(reflection) dalam setiap siklus Hopkins Tabel 2. Hasil Penelitian Pada Siklus I dan
(Arikunto, 2010). Siklus II

Subjek penelitian adalah guru dan Tahap Persentase Nilai Kategori


peserta didik kelas X Paket C Setara SMA Hasil Belajar
PKBM Widya Aksara Tahun Pelajaran IPA
2017/2018 dengan jumlah siswa 30 orang.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X Paket C Siklus I 77,6 % Cukup
Setara SMA PKBM Widya Aksara Tahun
Pelajaran 2017/2018. Penelitian ini Siklus II 89,8 % Tinggi
dilaksanakan pada semester ganjil tahun
Hasil analisis terhadap hasil belajar IPA siswa
pelajaran 2017/2018. Waktu pelaksanaan
dengan metode tes pada siklus I dan II
selama tiga bulan, yaitu bulan Juli sampai
ditampilkan dalam grafik. Grafik hasil analisis
dengan Oktober tahun 2017.
hasil belajar IPA siswa dengan metode tes pada
Data hasil belajar IPA siswa
siklus I dan II adalah sebagai berikut.
dikumpulkan dengan tes pilihan ganda. Data
yang dikumpulkan dianalisis menggunakan Gambar 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Hasil
analisis statistik deskriptif dan analisis Belajar IPA Siswa Pada Siklus I Dan II
deskriptif kuantitatif.

Pembelajaran dalam menerapkan model


inkuiri terbimbing dalam penelitian ini
dikatakan berhasil apabila adanya peningkatan
aktivitas siswa dalam setiap pembelajaran dari
siklus 1 sampai siklus II dan mencapai ≥ 65%.
Serta peningkatan hasil belajar siswa dalam
setiap pembelajaran dari siklus 1 sampai siklus
II mencapai nilai ≥ 65.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Berdasarkan refleksi dari siklus II, penerapan


model siklus belajar berbasis Tri Pramana dapat
Hasil Berdasarkan analisis data penelitian meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas X
tindakan kelas pada siklus I, hasil belajar IPA PKBM WIDYA AKSARA. Hai ini berarti hasil
siswa sebesar 77,6%. Setelah dikonversikan belajar IPA telah memenuhi kriteria
pada pedoman PAP skala 5, persentase tersebut keberhasilan yang ditetapkan sebelumnya,
berada pada kriteria cukup. Setelah diadakan sehingga penelitian dihentikan.
perbaikan pada siklus II, terjadi peningkatan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
persentase rata-rata hasil belajar IPA siswa penerapan model inkuiri terbimbing berbasis
menjadi 89,8%. Setelah dikonversikan pada Tri Pramana dapat meningkatkan hasil belajar
pedoman PAP skala 5, nilai tersebut berada IPA siswa kelas X PKBM WIDYA AKSARA.
pada kriteria tinggi. Ini menunjukkan bahwa Hasil belajar siswa setelah diadakan tindakan
terjadi peningkatan sebesar 12,2% dari siklus I siklus I dan siklus II mengalami peningkatan.
ke siklus II. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh
dari siklus I, persentase rata-rata hasil belajar
Tes hasil akhir siklus II menunjukkan IPA siswa mencapai 77,6%. Bila dikonversikan
hasil belajar siswa sudah mencapai kriteria berdasarkan PAP skala 5, maka hasil belajar
keberhasilan yang ditetapkan. Dari pelaksanaan yang diperoleh pada siklus I dapat
tindakan yang telah dilakukan dengan dikategorikan cukup. Selanjutnya, berdasarkan
menggunakan model inkuiri terbimbing hasil analisis data siklus II, diperoleh
berbasis Tri Pramana maka hasil belajar IPA persentase sebesar 89,8%. Jika dikonvesikan ke
siswa di PKBM WIDYA AKSARA, PAP, maka angka tersebut masuk dalam
Kecamatan Banjar dapat dilihat pata tabel 2 kategori tinggi. Berdasarkan data di atas, ada
berikut ini. peningkatan hasil belajar IPA siswa dari siklus
I ke siklus II. Peningkatan hasil belajar IPA
Ni Putu Ayu Hervina 137
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

siswa disebabkan oleh beberapa faktor. (2008), yang menemukan bahwa penerapan
Pertama, penerapan model siklus belajar model siklus belajar PSA dalam pembelajaran
PratyaksaSabda-Anumana Pramana (PSA) sains di Pendidikan non formal mampu
yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur. mendorong siswa untuk aktif dan kreatif dalam
Penerapan model siklus belajar berbasis Tri belajar, serta menumbuh kembangkan suasana
Pramana yang dilaksanakan sesuai dengan belajar yang menyenangkan. Selanjutnya,
prosedur sangat berperan penting meningkatkan faktor kedua adalah guru memberikan
hasil belajar IPA siswa. Penerapan model siklus kesempatan menjawab kepada siswa dengan
belajar berbasis Tri Pramana (PSA) pada tahap menunjuk nomor urut siswa ketika siswa
Pratyaksa (pengamatan langsung), membuat kurang berminat untuk menjawab pertanyaan
siswa berminat mengikuti proses pembelajaran yang diajukan guru maupun pertanyaan yang
karena siswa dapat memanipulasi benda konkrit datang dari siswa. Dengan menunjuk nomor
dengan menggunakan panca inderanya. urut siswa, siswa akan mengeluarkan pendapat
Selanjutnya, dalam proses pembelajaran dari pengetahuan yang didapat dari menemukan
memungkinkan siswa menemukan sendiri sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Melalui
konsep-konsep yang dipelajari (Sabda). menunjuk nomor urut siswa, diharapkan minat
belajar dari siswa meningkat. Adanya minat
Pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan yang tinggi akan menumbuhkan motivasi pada
tersebut dihubungkan dengan pengetahuan diri siswa. Rasa senang mengikuti proses
yang telah didokumentasikan dalam berbagai pembelajaran membuat siswa termotivasi
bahan pustaka tanpa harus selalu tergantung dalam belajar. Hal ini sesuai dengan konsep
pada guru. Proses ini akan menghasilkan motivasi yang diungkapkan oleh Uno
internalisasi dan retensi konsep yang lebih kuat (2008:27), bahwa “tingkah laku seseorang yang
setelah fakta-fakta yang diperoleh dicocokkan merasa senang terhadap sesuatu, apabila ia
dengan sumber belajar (Anumana). Siswa menyenangi kegiatan itu, maka termotivasi
menjadi lebih tertantang untuk belajar dan untuk melakukan kegiatan tersebut”. Motivasi
berusaha menyelesaikan semua permasalahan dari dalam diri siswa merupakan hal yang
IPA yang ditemui, sehingga pengetahuan yang sangat penting untuk dimiliki oleh masing-
diperoleh akan lebih bermakna bagi siswa. masing siswa. Hal tersebut sejalan dengan Uno
Penggunaan siklus belajar PSA akan membuat (2008) bahwa semakin tinggi motivasi siswa
siswa lebih memahami keterpaduan antara dalam belajar, maka hasil belajar siswa juga
konsep praktis dan teoritis. Proses akan semakin tinggi. Ketiga, penggunaan
pembelajaran ini akan membuat pemahaman media pembelajaran sebagai sarana
siswa terhadap suatu materi akan lebih memanipulasi benda konkrit pada tahap
mendalam dan diingat lebih lama, sehingga Pratyaksa sangat mempengaruhi peningkatan
hasil belajar mereka meningkat. Hal tersebut hasil belajar IPA siswa. Media pembelajaran
sejalan dengan pendapat Subagia dan Wiratma dapat mempermudah siswa memahami materi
(2007) yang menyatakan bahwa pemilihan pembelajaran. Belajar menggunakan media
siklus belajar PSA dapat meningkatkan pembelajaran dapat menimbulkan kesan
kemampuan analisis dan berpikir kritis dalam menyenangkan bagi siswa. Kemudahan dan
proses pembelajaran, sehingga pemahaman kesan ini menyebabkan siswa menjadi
siswa menjadi lebih baik. Lebih lanjut, termotivasi untuk belajar, sehingga siswa dapat
penerapan model siklus belajar berbasis Tri berperan aktif selama kegiatan pembelajaran.
Pramana juga memberikan kesempatan kepada Dengan demikian, media pembelajaran dapat
siswa untuk mengikuti pembelajaran aktif. membantu siswa memahami pembelajaran
Pembelajaran aktif menyebabkan kegiatan dengan mudah, dapat mengaktifkan siswa
belajar menjadi lebih baik dan menyenangkan, dalam pembelajaran, dan dapat memotivasi
sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa siswa sehingga memiliki kegairahan untuk
untuk belajar. Jika siswa sudah aktif maka belajar. Pendapat ini sejalan dengan Sadiman
mereka akan merasa senang dengan kegiatan (2005) yang menyatakan bahwa media
belajar yang terjadi, sehingga belajar menjadi pembelajaran memiliki kegunaan, yaitu: (1)
bermakna. memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbalistis; (2) mengatasi keterbatasan
Pernyataan di atas didukung oleh penelitian ruang, waktu, dan daya indera; (3) penggunaan
yang telah dilakukan oleh Subagia dan Wiratma media pembelajaran secara tepat dan bervariasi
Ni Putu Ayu Hervina 138
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas X
hal ini media pembelajaran berguna untuk PKBM WIDYA AKSARA, Kecamatan Banjar,
menimbulkan kegairahan belajar, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2017/2018
memungkinkan interaksi yang lebih langsung
antara anak didik dengan lingkungan dan Simpulan
kenyataan, memungkinkan anak didik belajar
sendiri-sendiri menurut kemampuan dan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas
minatnya. Faktor terakhir adalah pemberian yang dilakukan di kelas X PKBM WIDYA
penghargaan (reward). Pemberian penghargaan AKSARA, penerapan model inkuiri terbimbing
kepada siswa dapat memotivasi siswa untuk berbasis Tri Pramana dapat meningkatkan hasil
lebih aktif selama pembelajaran. Penghargaan belajar IPA siswa kelas kelas X PKBM
yang diberikan dapat berupa tepuk tangan, WIDYA AKSARA, Kecamatan Banjar,
pujian, ataupun pemberian hadiah. Reward Kabupaten Buleleng tahun pelajaran
digunakan sebagai bentuk motivasi atau sebuah 2017/2018. Pada siklus I, ratarata hasil belajar
penghargaan untuk hasil atau prestasi yang IPA siswa adalah 77,3 persentase rata-rata
baik. Dalam kegiatan belajar mengajar, reward adalah 77,6% dengan predikat cukup. Pada
dapat mendorong siswa meningkatkan siklus II, terjadi peningkatan rata-rata hasil
usahanya dalam kegiatan belajar dan dapat belajar menjadi 89,5 dengan persentase rata-
meningkatkan hasil belajarnya. Hal tersebut rata 89,8% (predikat tinggi). Selisih
sejalan dengan pendapat Hurlock (1978:86) peningkatan hasil belajar pada siklus I dan
bahwa “penerapan reward di bangku siklus II adalah 12,2%.
pendidikan dasar adalah bentuk motivasi yang
berorientasi pada keberhasilan belajar atau
prestasi anak”. Keberhasilan penelitian ini Ucapan Terimakasih
didukung pula oleh beberapa penelitian yang
relevan. Terimakasih kepada SEAQIS RG 2017 yang
sudah memeberikan kesempatan untuk
Penelitian yang mendukung adalah hasil mengikuti kegiatan ini. Terimakasih juga
penelitian yang dilakukan oleh Ariestini (2012) kepada lembaga PKBM Widya Aksara
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan yang (termasuk civitasnya) yang terus menjadi
signifikan hasil belajar IPA antara kelompok lembaga Pendidikan non formal. Tidak lupa
siswa yang dibelajarkan menggunakan model juga ucapan trimakasih yang sebesar-besarnya
siklus belajar berdasarkan konsep Tri Pramana untuk keluarga (suami dan anak) dan sahabat
dan kelompok siswa yang mengikuti proses yang mendukung saya terkait penelitian ini,
pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV termasuk Bapk Prof. Dr. I Wayan Sadia yang
semester II X Kecamatan Buleleng Kabupaten sellau mendukung dan membimbing saya dalam
Buleleng. Skor rata-rata untuk kelompok menyelesaikan penelitian ini.
eksperimen adalah 15,9 dan skor rata-rata
kelompok kontrol adalah 11,9. Hal ini berarti, Daftar Pustaka
skor rata-rata kelompok eksperimen lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian lain Abimanyu, S. 2008. Strategi Pembelajaran 3
yang juga mendukung adalah penelitian yang SKS. Jakarta: Dikjen Pendidikan Tinggi
dilakukan Utama (2013) mengungkapkan bahwa Depdiknas.
terdapat perbedaan yang signifikan pada
Arikunto, S. dkk. (2010). Penelitian Tindakan
keterampilan berpikir kritis antara kelompok
Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
siswa yang dibelajarkan dengan model siklus
belajar berbasis Tri Pramana dengan kelompok Atmaja. 2010. Etika Hindu. Surabaya:
siswa yang dibelajarkan dengan pengajaran Paramita.
langsung, dengan thit> ttab (thit = 5,51 > ttab =
2,00). Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian Depdiknas. 2004. Pedoman pembelajaran
ini dikatakan telah berhasil karena kriteria yang tuntas. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan
ditetapkan sebelumnya telah terpenuhi. Pertama.
Jadi, dapat diinterpretasikan bahwa penerapan Lapono, Nabisi, dkk. 2009. Belajar dan
model siklus belajar berbasis Tri Pramana dapat Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Ni Putu Ayu Hervina 139
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Pendidikan Tinggi Dapertemen Pendidikan http://www.timss.bc.edu/timss2011/downloads/


Nasional. T1 1_IR_S_Chapter3.pdf. Diakses pada 25
Januari 2013
Rapi, N.K. 2006. “Implementasi Model
Pembelajaran Inkuiri Terpimpin dalam Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu:
Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Hasil Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam
Belajar pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Singaraja”. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Volume 41, Nomor 1, (hlm 170-180).
Wulanningsih, Sri., Prayitno, B.A., dan
Rokhmatika, S., Harlita, dan Prayitno, B.A. Probosari, R.M. (2012). Pengaruh Model
2012. Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
dipadu Kooperatif Jigsaw Terhadap Terhadap Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Sains Ditinjau dari Ditinjau dari Kemampuan
Kemampuan Akademik. Jurnal Pendidikan Akademik Siswa SMA Negeri 5 Surakarta.
Biologi, Vol. 4, No. 2, 72-83. Jurnal Pendidikan Biologi, Volume 4,
Nomer 2, 33-43.
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian
Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha Zehra dan Nermin, 2009. The Effect of Guided
Ilmu. Inquiry method on Preservice Teachers’
Science Teaching Self-Efficacy Beliefs.
Suardana, I K. 2007. Implementasi Penilaian Journal of Turkish Science Education.
Portofolio dalam Pembelajaran Fisika Berbasis Volume 6, Issue 2.
Inquari Terbimbing Di SMP Negeri 2 Singaraja
(Suatu Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Atmaja. 2010. Etika Hindu. Paramita. Surabaya
Fisika Siswa pada Pokok Bahasan Gerak dan
Gaya). Laporan Penelitian Dosen Muda,
Universitas Pendidikan Ganesha.

Subagia, I W., dan Wiratma, I.G.L. 2008.


Penerapan Model Siklus Belajar Berbasis Tri
Pramana pada Pembelajaran Sains di Sekolah.
Jurnal Penelitian dan Pendidikan, volume 41,
No 2 (hlm. 272-288).

Subagia, I W. 2003b. Model Siklus Belajar


Berdasarkan Konsep “Tripramana.” Orasi
Ilmiah. Disampaikan dalam rangka Dies Natalis
ke-3 IKIP Negeri Singaraja.

Subagia, I W., dan Wiratma, I.G.L. 2006.


Potensi-Potensi Kearifan Lokal Masyarakat
Bali dalam Bidang Pendidikan. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 39 No 3 Juli
2006. IKIP Negeri Singaraja.

Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses


Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Sumantri, Mulyani dan Johar Permana. 1999.


Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.

TIMSS. 2011. International Student


Achievement In The TIMSS Science Content
and Cognitive Domains. Tersedia pada
Ni Putu Ayu Hervina 140
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
PENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA
PEMBELAJARAN IPA TIPE WEBBED DENGAN PENDEKATAN
INKUIRI TERBIMBING

Nita Novianti
Guru IPA, SMPN 6 Sukabumi, Jl. Pelda Suryanta 96 Sukabumi
Email : nitanovianti1302@gmail.com

Abstract
This research is based on students' science process skill which is still low in learning integrated science. It can be
seen from the average science past examination in 2016/2017 is 59.48 (still low) at school, the ability of
learners in performing stringing tools and experimenting independently which is still difficult in the Class IX
practice exams in 2016/2017 at Junior High School number 6 of Sukabumi. In addition, the lack of participants
who follow the scientific paper contest shows that the interest of learners in the science process is still low. The
purpose of this research is to analyze the effort of improving the students' science process skill in learning
integrated science type of webbed with the waste theme using inquiry approach. The study used one class VII
which was randomly selected at Junior High School number 6 of Sukabumi using two learning cycles which were
seen as enhancement from learning outcomes. The results showed that there has been an increase in the student’s
science process skills in observing, classifying, predicting, designing, measuring, and communicating, that seen
of test results and observation of learning activities. The results of science process skills test showed that the
students who beyonds the KKM (scoring of minimal) is 67% in the first cycle of learning, and the students who
beyonds the KKM is 77,5% in the second cycle of learning .

Keywords: inquiry approach, learning of integrated science type webbed , science process skill

Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi oleh keterampilan proses sains peserta didik masih rendah dalam pembelajaran
IPA terpadu Hal ini terlihat dari rata-rata Ujian Nasional IPA di sekolah tahun pelajaran 2016/2017 adalah
59,48 (masih rendah), kemampuan peserta didik dalam melakukan merangkai alat dan melakukan percobaan
secara mandiri masih sulit pada ujian praktik kelas IX tahun pelajaran 2016/2017. Hal lainnya adalah
minimnya peserta yang mengikuti lomba karya ilmiah menunjukkan bahwa ketertarikan peserta didik dalam
proses sains masih rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis upaya meningkatkan
keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran IPA tipe webbed tema pemanfaatan sampah dengan
menggunakan pendekatan inkuiri. Penelitian menggunakan satu kelas VII yang dipilih secara acak di SMP
Negeri di Kota Sukabumi dengan menggunakan dua siklus belajar. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi
peningkatan keterampilan proses sains siswa pada mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, merancang,
mengukur, dan mengkomunikasikan yang dilihat dari hasil tes dan observasi aktivitas pembelajaran. Hasil tes
keterampilan proses sains menunjukkan bahwa nilai siswa yang telah mencapai KKM pada siklus pertama
67%, dan terjadi peningkatan menjadi 77,5% setelah siklus kedua.
.
Kata kunci : pendekatan inkuiri, pembelajaran IPA tipe webbed ,keterampilan proses.

PENDAHULUAN IX tahun pelajaran 2016/2017 di SMP Negeri 6


Kota Sukabumi diperoleh suatu kesimpulan
Ketuntasan belajar yang dituntut pada bahwa kemampuan peserta didik dalam
kurikulum 2013 menimbulkan suatu merangkai alat dan melakukan percobaan
permasalahan dalam proses pembelajaran. secara mandiri masih sulit. Artinya
Permasalahan tersebut diantaranya rendahnya keterampilan proses sains peserta didik masih
hasil ujian nasional dengan rata-rata nilai IPA rendah dalam pembelajaran IPA terpadu.
di SMPN6 Sukabumi adalah 59,48 (Dinas Keterampilan proses sains sangat
P&K, 2017). Permasalahan lainnya adalah dibutuhkan oleh peserta didik karena
minimnya peserta didik yang mengikuti lomba didalamnya memuat banyak pengetahuan dan
karya ilmiah membuktikan bahwa bahwa proses juga menjadi bekal peserta didik pada
proses ilmiah dalam pembelajaran IPA masih kehidupan nyata. Masalah yang nyata yang
kurang diminati oleh peserta didik. Berdasarkan dihadapi peserta didik dalam kehidupan di
masukan dari para penguji ujian praktik kelas masyarakat dan di sekolah salah satunya

Nita Novianti 141


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
adalah masalah sampah. Sampah merupakan bahwa Pendekatan yang berpusat pada siswa
material sisa yang sudah tidak digunakan atau dalam praktikum yang menggabungkan
diinginkan baik berupa material padat, cair, pembelajaran berbasis inkuiri kepada instruksi
ataupun gas dan bisa menimbulkan pencemaran IPA (Asesmen KPS) telah secara signifikan
bila tidak ditangani (Wikipedia, 2014). Selain meningkatkan keterampilan proses sains siswa
itu juga masalah sampah juga terjadi di sungai, (Balanay, 2013). Dari paparan diatas, perlu
danau, atau perairan lainnya oleh limbah dilakukan penelitian tentang pembelajaran IPA
industri, limbah pertambangan maupun limbah tipe webbed tema pemanfaatan sampah dengan
rumah tangga merupakan masalah yang sulit pendekatan inkuiri terbimbing dengan harapan
diatasi (Bustami, 2009). dapat meningkatkan keterampilan proses sains
Pada pembelajaran IPA, masalah sampah siswa untuk menjawab permasalahan sampah
bukan sebuah materi pembelajaran namun yang ada di lingkungannya dan sebagai wujud
harus diangkat menjadi tema yang menjadi implementasi ketuntasan belajar dan
solusi dalam kehidupan. Tema yang tepat untuk pembiasaan sikap pada kurikulum 2013.
permasalahan sampah yang bisa diintegrasikan
ke dalam beberapa kompetensi dasar sekaligus METODE
adalah tema pemanfaatan sampah. Dalam Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan
Kurikulum 2013, pembelajaran IPA SMP yang di SMP Negeri 6 Kota Sukabumi dengan
tadinya masih terpisah-pisah kini sudah populasi kelas VII dan sampel berupa satu
menjadi terpadu. Keterpaduan ini tidak lepas kelas (VII C) yang ditentukan secara acak.
dari tipe-tipe yang terdapat pada pembelajaran Waktu pelaksanaanya pada bulan agustus
IPA, menurut fogarty (1991) keterpaduan ini sampai dengan September atau tengah semester
dibagi menjadi 3: (1) terpadu dalam 1 disiplin ganjil tahun pelajaran 2017/2018. Penentuan
yang terbagi menjadi Fragmented, Connected, waktu penelitian mengacu pada kalender
dan Nested; (2) Terpadu antar disiplin yang pendidikan sekolah karena memerlukan
terbagi menjadi Sequenced, Shared, Webbed, beberapa tindakan yang membutuhkan proses
Threaded, dan Integrated; (3) Terpadu dalam belajar mengajar yang efektif di kelas. Jumlah
diri siswa yang terbagi menjadi Immersed, dan siswa di kelas VIIC sebanyak 40 siswa yang
Network. Tipe terpadu yang yang tepat untuk memiliki tingkat kemampuan akademik yang
tema pemanfaatan sampah adalah tipe webbed. beraneka ragam yang cenderung pada posisi
Pada pembelajaran IPA terpadu tipe rata-rata. Tema yang diambil adalah tema
webbed pada tema pemanfaatan sampah, dapat pemanfaatan sampah yang akan
dilakukan suatu proses pembelajaran yang dapat mengintegrasikan beberapa KD (Kompetensi
meningkatkan keterampilan proses sains siswa Dasar) secara sekaligus, dengan KD yang
dengan menggunakan teknik pendekatan yang dimaksud adalah : (1) Klasifikasi Materi; (2)
tepat. Pendekatan yang tepat yang dapat Pengukuran; (3) Pencemaran; (4) Dampak
digunakan adalah pendekatam inkuiri. terhadap kesehatan. Penerapan pembelajaran
Pendekatan inkuiri ini sangat tepat sekali IPA tipe webbed dengan pendekatan inkuiri
digunakan pada kegiatan pembelajaran tema terbimbing pada tema pemanfaatan sampah
pemanfaatan sampah, karena salah satunya diharapkan dapat meningkatkan keterampilan
kegiatannya adalah siswa melakukan proses sains siswa.
penanggulangan sampah. Pendekatan inkuiri Instrumen yang digunakan yaitu tes
yang tepat menurut tahapan perkembangan tertulis, lembar observasi, Lembar Diskusi
siswa kelas VII adalah inkuiri terbimbing. Siswa (LDS) dan Angket. Tes tertulis berupa
Menurut Jean Piaget dalam Setiono (2009) tes objektif, bertujuan untuk menjaring data
tahapan perkembangan siswa usia 12-13 thn keterampilan proses pada pembelajaran
(kelas VII) termasuk kedalam formal pemanfaatan sampah dengan empat alternatif
operational awal, dimana pada tahapan ini siswa jawaban (a,b,c,d). Tes tertulis diberikan untuk
baru berada pada tahap peralihan dari konkrit melihat peningkatan keterampilan proses siswa
opersasional menuju formal operasional. pada pembelajaran IPA terpadu pada setiap
Dalam pembelajaran dengan pendekatan siklus. Instrumen berikutnya yaitu lembar
inkuri terbimbing ini, keterampilan proses observasi, yang bertujuan untuk mengetahui
siswa dapat kita amati karena kegiatan keterlaksaanan pembelajaran dan untuk
pembelajaran ini melibatkan seluruh panca mendapatkan informasi secara lengkap
inderanya. Hasil penelitian lain menunjukkan keterampilan proses sains siswa selama proses

Nita Novianti 142


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
pembelajaran berlangsung yang dilakukan oleh sains peserta didik yang hasilnya akan
tim observer yang terdiri dari 4 orang observer dijelaskan pada paparan berikut ini:
guru IPA di sekolah. Lembar Diskusi Siswa 3.1 Perbedaan Keterampilan Proses
(LDS), bertujuan untuk membantu siswa dalam Hasil dari tes keterampilan proses sains
melakukan kegiatan pembelajaran IPA tipe peserta didik yang telah mencapai nilai KKM
webbed. Angket, untuk melihat tanggapan pada siklus pertama adalah 67%, dan siklus
siswa terhadap proses pembelajaran yang kedua mencapai 77,5%. Data mengenai
menerapkan pemanfaatan sampah dengan perbedaan keterampilan proses sains peserta
pendekatan inkuiri terbimbing pada didik dalam kegiatan pembelajaran IPA
pembelajaran IPA terpadu tipe webbed. Data terpadu dengan pendekatan inkuiri terbimbing
hasil tes tertulis setiap siklus akan pada siklus pertama dan kedua diperoleh dari
dibandingkan apakah terjadi peningkatan atau hasil pretes dan postes untuk tes pilihan ganda
tidak. Selanjutkan akan dianalisis lebih lanjut sebanyak dua puluh soal. Rekapitulasi data
dengan cara dinormalisasi gain, dan juga akan hasil penelitian pada keterampilan proses sains
dianalisis berdarakan indikator KPS nya. kelas pembelajaran IPA terpadu siklus pertama
Penelitian tindakan merupakan salah satu dan kedua dapat dilihat pada gambar 1 dalam
bentuk penyelidikan refleksi diri yang skala penilaian 0-100.
dilaksanakan oleh para partisipan dalam situasi-
situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk
meningkatkan rasionalitas dan keadilan. Dengan
demikian langkah-langkah yang digunakan
dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini
menggunakan model “Spiral Refleksi Diri”
mengembangkan bagan spiral penelitian
tindakan sebagai siklus tahapan yanag meliputi :
perencanaan, tindakan, pengamatan, refkleksi,
perencanaan baru, tindakan baru, pengamatan
refleksi yang diungkapkan oleh Stephen Gambar 1.1 Rata-Rata Hasil Pretes dan Postes
Keterampilan Proses Sains
Kemmis dalam Huda (2015).
Dari kedua data tersebut dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil
Pada siklus pertama, pembelajaran IPA
belajar pada keterampilan proses sains siswa
yang diterapkan menggunakan tipe terpadu
pada siklus 1 dan 2, dimana keduanya
shared yang menggabungkan dua kompetensi
dasar (KD) sekaligus yanag ada irisan materi menerapkan pembelajaran IPA terpadu dengan
pendekatan inkuiri terbimbing. Hal ini berarti
diantara keduanya, misalnya sampah. Adapun
bahwa telah terjadi proses belajar, dimana
KD yang beririsan membahas tentang sampah
peserta didik telah mampu menerapkan metode
adalah KD 3.3 tentang klasifikasi materi dan
KD 3.8 tentang pencemaran. ilmiah dalam memahami, mengembangkan, dan
menemukan ilmu pengetahuan (Dahar, 2006).
Berdasarkan hasil refleksi siklus kedua,
Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu
maka tipe terpadu yang digunakan adalah tipe
tentang bagaimana memanfaatkan sampah
terpadu webbed. Pada tipe terpadu webbed
mengangkat suatu tema yang dekat dengan menjadi barang yang berguna yang bisa
diterapkan siswa sebagai bekal pengetahuan
kehidupan kemudian disampaikan dalam
untuk diaplikasikan di masyarakat.
kegiatan pembelajaran yang mengaitkan
Berdasarkan Gambar 1.1 terlihat nilai
beberapa KD sekaligus. Tema yang diangkat
pada siklus 2 adalah tema pemanfaatan sampah. pretes untuk siklus 1 dan 2 tidak berbeda jauh.
Pada tema pemanfaatan sampah KD yang Perbandingan nilai postes keterampilan proses
sains pada siklus 2 memiliki selisih lebih tinggi
digunakan adalah KD 3.3 pemisahan campuran,
dibandingkan dengan siklus 2 yaitu sebesar 8.
KD 3.1 pengukuran, KD 3.8 pencemaran tanah,
dan dampak nya terhadap kesehatan. Hal ini terlihat juga dari peningkatan hasil
Pada siklus pertama dan kedua langkah Normal gain (peningkatan pembelajaran) siklus
pertama dibandingkan dengan siklus kedua
pembelajaran menggunakan sintak inkuri
yang bisa dilihat pada gambar 2.
terbimbing yang melatih keterampilan proses

Nita Novianti 143


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Gambar 1.2 N-gain Keterampilan Proses Siklus 1


dan 2
Perolehan N-gain KPS pada Gambar 1.3 Peningkatan KPS Per Indikator Siklus 1
pembelajaran IPA terpadu tipe shared dengan &2
pendekatan inkuiri terbimbing (siklus 1) Berdasarkan gambar 4.3 peningkatan
sebesar 0,47 dengan interpretasi N-gain kategori setiap indikator keterampilan proses sains pada
sedang (Hake, 1999). Perolehan nilai N-gain siklus 2 yaitu pembelajaran IPA terpadu
kelas pembelajaran IPA terpadu tipe webbed webbed dengan pendekatan inkuiri terbimbing
dengan pendekatan inkuri terbimbing (siklus 2) lebih tinggi daripada siklus 1 (pembelajaran
sebesar 0,64 dengan interpretasi N-gain kategori IPA terpadu tipe shared dengan pendekatan
sedang (Hake, 1999). Artinya tipe inkuiri terbimbing). Hal ini mendukung
pembelajaran IPA terpadu tipe shared dan penelitian sebelumnya yang dikemukana oleh
webbed dengan pendekatan inkuiri terbimbing Nurlaelati (2014) bahwa hasil literasi sains
menghasilkan keterampilan proses sains dengan siswa mengalami kenaikan secara signifikan
kategori yang sama yaitu sedang, walaupun ada setelah siswa mengikuti pembelajaran terpadu
perbedaan diantara keduanya. model webbed. Hal ini karena dalam
Jika dibandingkan dengan siklus 1, maka pembelajaran IPA terpadu tipe webbed
siklus 2 telah mengalami peningkatan mengawali pembelajaran dengan sebuah tema
keterampilan proses sains. Peningkatan ini yang sangat dekat dengan kehidupan peserta
tidak terlepas dari pendekatan inkuiri yang didik, yaitu tema pemanfaatan sampah. Berikut
digunakan guru dalam pembelajaran. ini adalah pembahasan pada setiap indikator
Pendekatan inkuri terbimbing dapat melatih keterampilan proses sains:
keterampilan proses sains peserta didik, karena 1) Indikator KPS Mengobservasi
sintak-sintak yang muncul dalam Menurut Nuryani (1995) dalam materi
pembelajarannya menggali askpek-aspek pelatihan kurikulum 2013, mengamati
keterampilan proses sains peserta didik. Aspek (mengobservasi) merupakan kegiatan
keterampilan proses sains peserta didik yang mengidentifikasi ciri-ciri objek tertentu dengan
dikembangkan pada siklus 1 diantaranya (1) alat inderanya secara teliti, menggunakan fakta
mengobservasi, (2) mengklasifikasi, (3) yang relevan dan memadai dari hasil
memprediksi, (4) menafsirkan, dan pengamatan, menggunakan alat atau bahan
mengkomunikasikan. Aspek yang telah sebagai alat untuk mengamati objek dalam
dikembangkan di siklus 1 perlu disempurnakan rangka pengumpulan data atau informasi. Pada
khususnya untuk aspek menafsirkan, gain aspek penelitian ini, kegiatan mengamati dilatihkan
menafsirkan (peningkatan hasil belajarnya) dan difasilitasi pada kegiatan penyajian
paling kecil dibandingkan dengan aspek-aspek fenomena dan kegiatan penyajian masalah
KPS lainnya yaitu 21,0 (data lengkap ada pada untuk kegiatan penyelidikan. Peningkatan
tabel 4.2). Selain itu hasil diskusi pada keterampilan proses sains mengobservasi
kegiatan refleksi yang telah dilakukan guru ditunjukkan oleh Gain padasiklus 2
model dengan para observer pada siklus 1, pembelajaran IPA terpadu webbed sebesar
disampaikan bahwa guru perlu menambahkan 27,5 yang lebih besar dari siklus 1
juga aspek KPS nya sehingga aspek yang pembelajaran IPA terpadu tipe shared 25,6.
dikembangkan menjadi (1) mengobservasi, (2) Hal ini karena berdasarkan data observasi,
mengklasifikasi, (3) memprediksi, (4) peserta didik mulai muncul rasa ingin tahu
merancang, (5) mengukur, dan (6) (curiosity) terhadap fenomena yang disajikan,
mengkomunikasikan. Peningkatan per indikator terlihat 50% peserta didik diskusi dengan teman
dapat dilihat pada gambar 1.3 membahas fenomena, dan juga 40% peserta
didik menyimak terhadap fenomena yang

Nita Novianti 144


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
disajikan pada siklus 2. Mengamati berarti Mengomunikasikan adalah kemampuan
mengggunakan sebanyak mungkin alat indera untuk menyampaikan hasil penemuannya
dan mengumpulkan data / fakta yang relevan kepada orang lain (Semiawan, 1986).
(Kemendikbud, 2014). Mengomunikasikan juga berarti membaca
2) Indikator KPS Mengklasifikasi grafik, tabel atau diagram, menjelaskan hasil
Mengklasifikasi merupakan proses percobaan dan menyampaikan laporan secara
memisahkan benda-benda atau kejadian- sistematis dan jelas (Rustaman, dkk, 2005).
kejadian berdasarkan bentuk-bentuk yang Berdasarkan gambar 1.3 peningkatan
umum (Dewi, 2008). Peningkatan keterampilan keterampilan proses sains mengomunikasikan
proses sains mengklasifikasi ditunjukkan oleh ditunjukkan oleh Gain pada siklus 2
Gain pada siklus kedua pembelajaran IPA pembelajaran IPA terpadu webbed sebesar 31
terpadu webbed sebesar 30,8 yang lebih besar yang lebih besar dari siklus kedua pembelajaran
dari siklus 1 pembelajaran IPA terpadu tipe IPA terpadu tipe shared 25. Karena
shared 25,8. Hal ini karena keterampilan berdasarkan data observasi pada siklus kedua
mengklasifikasi terlatih pada keaktifan peserta diperoleh berupa 82,5% peserta didik telah
didik. Keaktifan peserta didik yang telah berpartisipasi aktif dalam diskusi, dan 90%
meningkat diantaranya, yaitu sebanyak 75 % peserta didik telah aktif dalam presentasi di
peserta didik telah mencoba membuat hipotesis, depan kelas. Tentunya hal ini telah mengalami
menyimak terhadap masalah yang disajikan. peningkatan dibandingkan dengan kegiatan
Keaktifan peserta didik juga terlihat pada saat mengkomunikasikan pada siklus pertama.
kegiatan diskusi hampir seluruhnya (92,5%) Secara keseluruhan keterampilan proses
terlibat aktif saat diskusi dan berada sains siswa pada indikator mengobservasi,
dikelompoknya. Hal ini sejalan dengan mengklasifikasi, memprediksi, dan
pendapat Hosnan (2016) bahwa guru pada mengomunikasikan terjadi peningkatan pada
pembelajaran abad 21 dituntut untuk pembelajaran IPA tipe webbed dan shared
mengembangkan kreativitasnya guna karena keduanya menggunakan pendekatan
menimbulkan perilaku aktif peserta didik dalam inkuiri yang menuntut adanya kegiatan siswa
belajar. Mengklasifikasi juga akan muncul secara aktif juga mengintegrasikan
setelah peserta didik memperoleh pembelajaran pencemaran tanah dengan
pengetahuannya setelah melalui kegiatan perubahan materinya yang mereka aplikasikan
menelaah sumber atau buku, kemudian melalui kegiatan daur ulang sebagai wujud
mengelompokkan materi sesuai dengan penanganan masalah sampah. Hal ini
urutannya. mendukung penelitian Wartini (2014) yang
3) Indikator KPS Memprediksi menyatakan bahwa adanya pertanyaan
Memprediksi merupakan keterampilan pengarah dalam lembar kerja siswa, membuat
dalam mengajukan perkiraan tentang sesuatu siswa aktif berfikir untuk memecahkan masalah
yang belum terjadi berdasarkan suatu yang diajukan dalam pertanyaan, sehingga
kecenderungan atau menggunakan pola-pola siswa bisa menyusun hipotesis dan membuat
hasil pengamatan (Rustaman, dkk, 2005). sendiri rancangan eksperimennya, berusaha
Berdasarkan gambar 1.3 peningkatan menyelidiki apa yang terjadi untuk menguji
keterampilan proses sains memprediksi hipotesisnya dengan bereksperimen, mencatat
ditunjukkan oleh Gain pada pada siklus 2 dan mengolah data, menganalisis data sampai
pembelajaran IPA terpadu tipe webbed sebesar membuat kesimpulan. Selain itu juga hasil
32,5 dan siklus 2 pembelajaran IPA terpadu penelitian lain menunjukkan bahwa jumlah
shared sebanyak 29,2. Hal ini karena pada keterampilan proses dasar (menghitung,
kelas pembelajaran IPA terpadu tipe webbed merekam, mengamati, dan mengomunikasi)
keterampilan memprediksi telah disampaikan secara signifikan lebih tinggi dari pada
secara langsung dan komprehensif melalui keterampilan proses terintegrasi dalam ujian
sebuah tema pemanfaatan sampah. Selain itu sertifikat praktek fisika sekolah menengah atas
juga peserta didik dituntut untuk Afrika Barat di Nigeria selama tahun 1998-
menyumbangkan ide kreatifnya untuk 2007. (Akinbobola & Afolabi, 2010).
pemanfaatan sampah. Memberikan ide untuk Berdasarkan paparan diatas, sangat jelas
pemanfaatan sampah merupakan kegiatan bahwa peningkatan KPS peserta didik tidak
melatih keterampilan proses prediksi. lepas dari aktivitas pembelajaran yang
4) Indikator KPS mengkomunikasikan menggunakan sintak-sintak pendekatan inkuiri

Nita Novianti 145


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
terbimbing. Hal ini sesuai dengan yang inkuiri terbimbing. Tahap observasi kegiatan
pernyataan National Research Council (1996) pembelajaran tersaji pada tabel 1.1
dalam Wartini (2014) bahwa pembelajaran Tabel 1.1 Keterlaksanaan Pembelajaran
sains yang berorientasi inkuiri akan bersifat Sesuai RPP
aktif melibatkan siswa, belajar secara hands on No Tahapan Pembelajaran Hasil
dan eksperimen, belajar berdasarkan aktivitas, Pengamatan
menggabungkan inkuiri dengan pendekatan Siklus Siklus 2
penyelidikan (discovery), mengembangkan 1
keterampilan proses melalui metode ilmiah. 1 Penyajian fenomena √ √
Pada pembelajaran ini, guru menggunakan 2 Penyajian masalah untuk √ √
kegiatan penyelidikan
inkuiri terbimbing dimana peserta didik
3 Mengumpulkan data √ √
menemukan sendiri konsep materi 4 Mengasosiasi √ √
pembelajaran, namun guru memberikan 5 Mengkomunikasikan √ √
scafolding berupa arahan atau bimbingan yang 6 Menyimpulkan √ √
secara perlahan akan dilepas untuk menjadi Berdasarkan tabel 1.1 hasil observasi
mandiri. Hal ini mengadaptasi teori belajar kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa
yang diungkapkan oleh Vigotsky dalam Secara umum guru telah melakukan tahapan
Sunardi (2017) bahwa Scaffolding merupakan sesuai RPP, hanya terdapat temuan yang
pemberian sejumlah bantuan kepada peserta terlupakan adalah tidak adanya pemberian
didik selama tahap- tahap awal pembelajaran, motivasi terhadap peserta didik di awal
kemudian mengurangi bantuan dan pembelajaran. Pemberian motivasi di awal
memberikan kesempatan untuk mengambil alih pembelajaran sangtlah penting terhadap semangat
tanggung jawab yang semakin besar setelah ia belajar yang akan dibangun oleh peserta didik.
dapat melakukannya. Adapun data mengenai aktivitas peserta didik
dalam pembelajaran tersaji pada tabel 1.2.
3.2 Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Berdasarkan data tabel 1.2 dapat dilihat bahwa
Terpadu Tipe pada Siklus 1 dan 2 aktivitas peserta didik yang memberikan respon
paling banyak terhadap penyajian fenomena dan
1) Siklus Pertama (Dua Pertemuan) penyajian masalah adalah menyimak, hal ini
Siklus pertama terdiri dari empat tahap, berarti bahwa peserta didik sudah cukup antusias
yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan pada pelaksanaan pembelajaran siklus pertama..
refleksi serta replanning. Tahap perencanaan Karakteristik bidang kajian IPA terdiri dari tiga
terdiri dari (1) analisis Kompetensi Dasar (KD), kemampuan yaitu: (1) kemampuan untuk
(2) menentukan tema, (3) membuat Rencana mengetahui apa yang diamati (melalui kegiatan
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (4) membuat menyimak); (2) kemampuan untuk memprediksi
Lembar Diskusi Siswa (LDS), (5) membuat apa yang belum terjadi (melalui kegiatan
media video, (6) membuat lembar observasi, diskusi), dan kemampuan untuk menguji tindak
(7) membuat soal tes Keterampilan Proses lanjut hasil eksperimen; (3) dikembangkannya
Sains (KPS), (8) membuat angket tanggapan sikap ilmiah (Puskur, 2013). Pada penyajian
siswa. Tahap pelaksanaan dibantu oleh empat fenomena juga terdapat aspek mencoba membuat
orang observer dari guru IPA di sekolah agar hipotesis, hal ini sejalan dengan keterampilan
lebih mudah dalam mengamati setiap kegiatan dasar yang dimuat pada kurikulum 2013 yaitu
pembelajaran yang menggunakan pendekatan membuat hipotesis (Kemdikbud, 2014).

Nita Novianti 146


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Tabel 1.2 Aktivitas Peserta Didik pada Siklus 1 dan 2
Tahapan inkuiri Kegiatan siswa Respon (%)
terbimbing Siklus 1 Siklus 2
Penyajian fenomena Respon siswa terhadap fenomena: 70 50
(menyimak) (diskusi)
Mencoba memberikan jawaban sementara (hipotesis) 40 75
Penyajian masalah Respon siswa terhadap masalah pada tayangan video/gambar 60 75
pencemaran tanah (menyimak) (menyima
k)
Mengumpulkan data Berada dalam kelompok 80 90
Berpartisipasi aktif dalam diskusi 70 92,5
Menelaah sumber buku/sumber lain 70 57,5
Mengusulkan ide dalam diskusi 52,5 72,5
Bertanya pada guru 27,5 32,5
Mendengarkan pendapat teman 70 95
Berperilaku tidak relevan 2,5 5
Mengasosiasi Berpartisipasi aktif dalam diskusi 70 95
Mengusulkan ide dalam diskusi 57,5 80
Menelaah sumber buku/sumber lain 70 82,5
Mengambil giliran dan berbagi tugas 70 92,5
Bekerja sama, teliti, terampil, dan jujur dalam menuliskan 57,5 62,5
data
Berperilaku tidak relevan 2,5 0
Mengkomunika Berpartisipasi aktif dalam diskusi 72,5 82,5
Sikan Berpartisipasi aktif dalam presentasi di depan kelas 75 90
Berperilaku tidak relevan 5 0
Menyimpulkan Mengajukan ide secara aktif tentang manfaat sampah 15 20
Berpartisipasi aktif dalam diskusi dan pengambilan intisari 57,5 90
pembelajaran
Mendengarkan penjelasan teman dan guru 80 95
Berperilaku tidak relevan 0 0
Kemampuan peserta didik dalam ada kelompok yang kurang mampu dalam
mengusulkan ide masih tergolong sedang, hal mempresentasikan kegiatan
ini disebabkan peserta didik masih Tahap refleksi dilakukan dengan membuat
kebingungan dalam pelaksanaan pembelajaran perencanaan diantaranya, (1) memberikan
IPA terpadu yang mengintegrasikan beberapa motivasi kepada kelompok agar lebih aktif lagi
kompetensi dasar sekaligus. Sementara dalam pembelajaran, (2) lebih intensif
kemampuan peserta didik untuk bertanya juga membimbing kelompok yang mengalami
masih rendah, hal ini disebabkan peserta masih kesulitan, (3) memberikan pengakuan atau
belum terbiasa dengan mengajukan pertanyaan. penghargaan, (4) mengubah tipe pembelajaran
Tahap refleksi menghasilkan kesimpulan IPA terpadu dari shared menjadi webbed.
bahwa KPS peserta didik belum maksimal hal Menurut Novianti (2015), dalam pembelajaran
ini dapat dilihat dari keberhasilan peserta didik IPA terpadu tipe webbed mengawali
yang telah mencapai nilai KKM sebesar 67%. pembelajaran dengan sebuah tema yang sangat
Adapun penyebab belum maksimalnya hasil dekat dengan kehidupan siswa. Selain itu juga
KPS pada siklus pertama ini diantaranya, (1) dalam pembelajaran IPA terpadu tipe webbed
Tidak disampaikannya penghargaan terhadap mengaitkan suatu tema dengan banyak materi
peserta didik, (2) tidak disampaikannya istilah- yang memudahkan siswa untuk memunculkan
istilah yaitu pembelajaran IPA terpadu tipe ide-ide kreatifnya.
shared, KPS, dan pendekatan inkuiri, (3) 2) Siklus Kedua (Dua Pertemuan)
Sebagian peserta didik belum terbiasa dengan Seperti pada siklus pertama, siklus kedua
pembelajaran IPA terpadu, (4) Masih ada ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan,
kelompok yang belum bisa menyelesaikan observasi dan refleksi. Tahap perencanaan
tugas dengan waktu yang ditentukan, (5) Masih sesuai dengan hasil refleksi pada siklus pertama
yaitu memberikan motivasi diawal,

Nita Novianti 147


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
penghargaan di akhir pembelajaran, bimbingan a) Tahap Penyajian Fenomena
yang lebih intensif lagi, membuat RPP dengan Pada kegiatan penyajian fenomena ini,
pembelajaran IPA tipe webbed. Pada tahap peserta didik dilatih untuk mengembangkan
pelaksaan masih dibantu oleh empat orang keterampilan proses sains indikator mengamati
observer dengan ketentuan satu orang (observation). Menurut Nuryani (1995) dalam
mengobservasi tahapan kegiatan sesuai dengan materi pelatihan kurikulum 2013, mengamati
langkah RPP, tiga orang mengobservasi merupakan kegiatan mengidentifikasi ciri-ciri
kegiatan peserta didik. Perbaikan yang objek tertentu dengan alat inderanya secara
dilakukan pada tahap pelaksaan diantaranya, teliti, menggunakan fakta yang relevan dan
(1) membagi peserta didik secara berkelompok memadai dari hasil pengamatan, menggunakan
dengan jenis STAD (Student Teams alat atau bahan sebagai alat untuk mengamati
Achievement Divisions) yaitu berdasarkan objek dalam rangka pengumpulan data atau
gender dan rata-rata kemampuan yang disebar informasi. Jika dikaitkan dengan hasil belajar
secara merata Slavin (1995) dalam Eggen (gain) KPS peserta didik pada siklus 2 yang
(2012), dan juga sesuai dengan tatacara tersaji pada gambar 1.3 diperoleh data gain
pengelolaan kelas yang menciptakan motivasi 27,5 yang lebih besar dari siklus 1 (25,6). Hal
peserta didik untuk belajar dengan baik dan ini disebabkan peserta didik sudah mulai
sungguh-sungguh (Semiawan, 1986), (2) guru muncul rasa ingin tahu (curiosity) terhadap
melakukan pembelajaran dengan tahapan fenomena yang disajikan, terlihat 50% peserta
inkuiri terbimbing yang cocok digunakan untuk didik diskusi dengan teman membahas
siswa kelas VII (usia 11-13 tahun), dimana fenomena, dan juga 40% peserta didik
pada masa ini menurut Piaget baru melalui fase menyimak terhadap fenomena yang disajikan.
peralihan dari operasional konkrit menuju b) Tahap Penyajian Masalah
formal operasional (Setiono, 2009), (3) Peserta Aspek keterampilan proses sains yang
didik dilatih mengembangkan aspek KPS dikembangkan dalam tahap ini adalah
(mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengamati, membuat hipotesis. Namun aspek
merancang, mengukur, dan mengkomunikasi). yang paling meningkat dibandingkan dengan
Pada tahap observasi dan refleksi siklus pertama adalah mengklasifikasi.
diperoleh informasi bahwa guru telah Mengklasifikasi merupakan proses
melalukan langkah-langkah pembelajaran memisahkan benda-benda atau kejadian-
sesuai dengan urutan pada RPP yakni kejadian berdasarkan bentuk-bentuk yang
pembelajaran IPA terpadu tipe webbed yang umum (Dewi, 2008). Berdasarkan gambar 1.3
dapat dilihat pada tabel 1.1. Guru memberikan terlihat bahwa gain KPS untuk indikator
motivasi di awal pembelajaran, dan pemberian mengklasifikasi pada siklus 2 sebesar 30,8
penghargaan kepada kelompok yang kinerjanya lebih besar dibandingkan dengan siklus 1
bagus. Pada tahap mengumpulkan dan (25,8). Hal ini disebabkan mengklasfikasi
mengasosiasi data guru telah melakukan merupakan salah satu aspek keterampilan
bimbingan terhadap siswa berupa arahan baik proses setelah peserta didik aktif dalam
dalam menjawab lembar diskusi, membuat kegiatan pembelajaran. Keaktifan peserta didik
rancangan, dan melakukan kegiatan dalam pembelajaran siklus 2 sudah meningkat
pemanfaatan sampah. dari siklus pertama, yaitu sebanyak 75 %
Pada kegiatan observasi kegiatan peserta peserta didik telah mencoba membuat hipotesis,
didik yang tersaji pada tabel 1.2, terdapat menyimak terhadap masalah yang disajikan.
temuan yang menarik dan menjadi poin penting Keaktifan peserta didik juga terlihat pada saat
dalam meningkatkan keterampilan proses siswa kegiatan diskusi hampir seluruhnya (92,5%)
dalam pembelajaran IPA yaitu: terlibat aktif saat diskusi dan berada
dikelompoknya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hosnan (2016) bahwa guru pada

Nita Novianti 148


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
pembelajaran abad 21 dituntut untuk ulang (recycle) sesuai dengan minat dan
mengembangkan kreativitasnya guna keterampilan daur ulang yang telah mereka
menimbulkan perilaku aktif peserta didik dalam kuasai. Hasilnya setiap kelompok memiliki
belajar. Mengklasifikasi juga akan muncul rancangan kegiatan pemanfaatan sampah secara
setelah peserta didik memperoleh daur ulang yang berbeda-beda dengan produk
pengetahuannya setelah melalui kegiatan yang cukup unik, diantaranya tempt pensil dari
menelaah sumber atau buku, kemudian koran, keranjang dari koran, lampu tidur,
mengelompokkan materi sesuai dengan dompet dari botol minuman, tempat aksesoris
urutannya. dari CD, tempat tisu dari dus bekas, frame foto,
c) Tahap Mengumpulkan Data gantungan/ hiasan untuk pintu dari sedotan.
Pada tahap pengumpulan data ini, Hal ini mendukung pernyataan dirgantara
dilakukan dengan cara menghadirkan sampah (2008) dalam wartini (2014) tingginya
berupa dedaunan, ranting, tumpukan kertas, peningkatan kemampuan siswa pada indikator
kaleng, plastik, botol tinta, dan tempat sampah merencanakan percobaan berhubungan erat
dengan 3 warna berbeda. Peserta didik diminta dengan minat siswa yang tinggi dalam
untuk menjelaskan sifat materi berdasarkan mengikuti pembelajaran laboratorium berbasis
komposisinya dan menjelaskan masing-masing inkuiri yang lebih menekankan pada
sampah tersebut berdasarkan mudah atau kemampuan merancang dan melakukan
sukarnya terurai (organik dan anorganik). eksperimen.
Selanjutnya perwakilan dari masing-masing Hal yang menarik lainnya dari kegiatan
kelompok diminta untuk kedepan sambil pembelajaran siklus 2 ini adalah peserta didik
mendemostrasikan memilah sampah ke dalam dituntut untuk menyumbangkan ide kreatifnya
tempat sampah sesuai sifat materinya, untuk pemanfaatan sampah. Memberikan ide
diantaranya (1) hijau adalah untuk sampah untuk pemanfaatan sampah merupakan
organik (daun, ranting, dll), (2) jingga adalah kegiatan melatih keterampilan proses prediksi.
untuk sampah anorganik (plastik, kaleng, Selain keterampilan proses memprediksi dan
kertas), (3) merah adalah sampah untuk B3 merancang peserta didik juga dilatih
(Bahan Beracun Berbahaya) seperti tinta, bekas keterampilan proses sains mengukur karena
infusan, dll. Hanya satu perwakilan kelompok dalam LDS nya peserta didik diminta untuk
yang masih memasukan belum tepat sementara menuliskan ukuran bahan yang mereka
perwakilan kelompok lainnya sudah benar, hal perlukan dan juga harus bekerja dengan teliti,
ini berati pengetahuan tentang klasifikasi berbagi tugas, jujur, terampil. Pada tahap ini
materi pada siklus 1 masih mereka kuasai maka semua kompetensi yang dituntut dalam
dengan baik. Pada tahap ini aspek KPS yang pembelajaran IPA sesuai dengan tuntutan
dikembangkan adalah mengklasifikasi. kurikulum 2013 yang menuntut aspek sikap,
d) Tahap Mengasosiasi pengetahuan, dan keterampilan telah terpenuhi.
Pada saat mengobservasi aktivitas kegiatan e) Tahap Mengkomunikasikan
peserta didik, diperoleh data untuk tahapan Pada tahapan pembelajaran
mengasosiasi yaitu 92,5 % telah mengambil mengkomunikasikan pada siklus kedua,
giliran dan berbagi tugas, 62,5% telah dilakukan dengan cara presentasi di depan kelas
mengasosiasi untuk bekerja sama, teliti, secara berkelompok. Hasil yang diperoleh
terampil, dan jujur dalam menuliskan data. berupa 82,5% peserta didik telah berpartisipasi
Pada tahap mengasosiasi ini peserta didik aktif dalam diskusi, dan 90% peserta didik telah
merancang kegiatan pemanfaatan sampah aktif dalam presentasi di depan kelas. Tentunya
sebagai bentuk solusi nyata untuk memecahkan hal ini telah mengalami peningkatan
masalah sampah yang ada di lingkungannya dibandingkan dengan kegiatan
dengan cara diberi kebebasan untuk merancang mengkomunikasikan pada siklus pertama.
kegiatan pemanfaatan sampah secara daur Menurut semiawan (1986), bahwa keterampilan

Nita Novianti 149


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
mengomunikasikan adalah kemampuan untuk 5 Saya pernah melakukan 70 40
pembelajaran IPA secara
menyampaikan hasil penemuannya kepada inkuiri.
orang lain. Hal yang dapat diamati pada 6 Pembelajaran IPA perlu 85 75
kegiatan ini adalah kemampuan peserta didik menerapkan aspek
keterampilan proses siswa.
dalam menyampaikan hasil kegiatannya di 7 Saya merasa kemampuan 85 70
depan kelas (presentasi). Terlihat masih ada saya untuk mengamati,
mengklasifikasi,
peserta didik yang masih malu-malu dalam memprediksi, merancang
menyampaikan hasil diskusinya, walaupun percobaan, dan
banyak juga peserta didik yang telah mengkomunikasikan
semakin membaik.
komunikatif dalam penyajiannya. 8 Pembelajaran IPA perlu 70 50
f) Tahap Menyimpulkan diterapkan secara inkuiri.
Menyimpukan adalah kegiatan mengambil 9 Pembelajaran IPA perlu 70 60
disajikan secara terpadu
inti sari dari suatu proses pembelajaran yang misalkan tipe webbed
telah dilakukan. Pada kegiatan menyimpulkan
ini peserta didik menyimpulkan kegiatan Berdasarkan data tabel 1.3 untuk siklus 1,
dengan diberi arahan berupa tanya jawab secara dapat disimpulkan bahwa peserta didik belum
lisan dengan guru dan juga diberikan penguatan memahami proses pembelajaran IPA secara
oleh guru. Banyak guru memilih untuk terpadu, belum memahami pendekatan inkuiri
menyimpulkan pembelajaran berbasis tema yang digunakan dalam pembelajaran, serta
dengan aktivitas kulminasi semacam pameran belum memahami tentang keterampilan proses
hasil kerja siswa (depdiknas, 2015). Untuk sains. Hal inilah yang diperbaiki oleh guru
kegiatan ini guru memilih untuk dalam bentuk penyampaian tentang istilah-
menggabungkan antara menyimpulkan secara istilah tersebut terhadap siswa, dan berbentuk
lisan dengan menampilkan hasil kerja peserta motivasi dalam kegiatan pembelajaran.
didik di depan kelas agar bisa diamati juga oleh Berdasarkan data tabel 1.3 untuk siklus 2,
peserta didik lainnya. dapat dilihat pembelajaran sudah berjalan
secara efektif telihat dari data berikut, yaitu 1)
3.3 Tanggapan Peserta Didik 100% peserta didik merasa senang dengan
Suasana pembelajaran yang efektif dan kegiatan praktikum; 2) 85% peserta didik
menyenangkan sudah mulai tercipta. Hal ini merasa kemampuan mengamati,
terlihat dari data pengolahan angket tanggapan mengklasifikasi, memprediksi, merancang
peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran percobaan, dan mengkomunikasikan semakin
IPA yang dapat dilihat pada tabel 1.3. membaik; 85% peserta didik merasa perlu
diterapkannya aspek keterampilan proses
Tabel 1.3 Angket Tanggapan Peserta Didik dengan menggunakan pendekatan inkuiri. Hal
terhadap Pembelajaran ini berarti upaya yang telah ditempuh guru
No Penyataan Jawaban Ya (%) dalam menjelaskan istilah pembelajaran IPA
Siklus 1 Siklus
2 terpadu, pendekatan inkuri, dan keterampilan
1 Saya memahami dengan 50 30 proses telah berhasil.
baik keterampilan proses
Pembelajaran IPA termasuk kedalam
sains pada pembelajaran
IPA. pembelajaran terpadu yang dapat
2 Saya memahami dengan 55 40 mengintegrasikan materi yang tadinya terpisah-
baik pembelajaran dengan
pendekatan inkuri. pisah menjadi materi yang tergabung dalam
3 Saya pernah melakukan 70 55 suatu tema dengan salah satu tujuannya adalah
pembelajaran yang untuk mengefektifkan waktu yang sangat
menggunakan aspek
keterampilan proses sains terbatas dalam pembelajaran. Tema yang tepat
4 Saya senang pembelajaran 100 97,5 yang dapat digunakan dalam penelitian ini
IPA secara praktikum.
adalah tema pemanfaatan sampah karena

Nita Novianti 150


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
masalah sampah merupakan masalah yang didik dari siklus pertama ke siklus kedua.
sangat dekat dengan kehidupan siswa dan Peningkatan ini terlihat dari setiap langkah
menjadi salah satu masalah utama di Indonesia. pembelajaran diantaranya (1) penyajian
fenomena yang melatih kemampuan peserta
Keterpaduan yang tepat menurut fogarty (1991)
didik dalam mengobservasi, (2) penyajian
yang menggunakan tema sebagai titik awal dan masalah untuk kegiatan penyelidikan yang
dibahas dari berbagai sudut pandang bidang melatih kemampuan peserta didik dalam
studi adalah webbed. Pada pembelajaran IPA mengobservasi, membuat hipotesis, dan
terpadu tipe webbed ini mengaitkan kompetensi mengklasifikasi, (3) mengumpulkan data
dasar (KD) 3.3 Klasifikasi materi dan yang melatih kemampuan peserta didik
perubahannya (perubahan fisika/perubahan dalam mengklasifikasi, (4) mengasosiasi
yang melatih kemampuan peserta didik
kimia), 3.1 pengukuran, 3.8 pencemaran
dalam merancang dan mengukur, (5)
lingkungan, dan dampak pencemaran tanah mengkomunikasikan dan menyimpukan
terhadap kesehatan. Hal ini mendukung yang melatih kemampuan peserta didik
penelitian Nurlaelati (2014) bahwa secara dalam mengkomunikasikan.
umum siswa merasa senang mempelajari tema 3. Tanggapan peserta didik pada pembelajaran
penjernihan air dengan menggunakan IPA terpadu dengan pendekatan inkuiri
pembelajaran IPA terpadu model webbed, adalah 100% peserta didik merasa senang
dengan kegiatan praktikum; 85% peserta
karena pembelajaran IPA terpadu model
didik merasa kemampuan mengamati,
webbed merupakan wahana ideal untuk mengklasifikasi, memprediksi, merancang
mengangkat realita sehari-hari sebagai tema percobaan, dan mengkomunikasikan
pengajaran yang dipadukan menjadi beberapa semakin membaik; 85% peserta didik
topik yang berhubungan dengan pengalaman, merasa perlu diterapkannya aspek
dan dunia siswa. keterampilan proses dengan menggunakan
pendekatan inkuiri. Hal ini berarti upaya
yang telah ditempuh guru dalam
Kesimpulan menjelaskan istilah pembelajaran IPA
Berdasarkan hasil analisis data dan terpadu, pendekatan inkuri, dan
pembahasan pada penelitian tindakan ini, maka keterampilan proses, serta motivasi siswa di
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: awal siklus kedua telah berhasil.
1. Pembelajaran IPA terpadu tipe webbed pada
tema pemanfaatan sampah menggunakan Ucapan Terima Kasih
pendekatan inkuiri terbimbing dapat Penulis ingin mengucapkan terima kasih
meningkatkan keterampilan proses sains kepada semua pihak di SMPN 6 Kota Sukabumi
peserta didik. Keterampilan proses sains yang telah memberikan dukungan dan sarannya.
(KPS) peserta didik meningkat dari 67 %
Serta penyelenggara Pendanaan Seaqis
yang telah mencapai KKM pada siklus 1
menjadi 77,5 % pada siklus 2. Indiktor Research Grants 2017, SEAMEO QITEP in
keterampilan proses sains yang dapat Scinece.
dikembangkan pada siklus 1 dan 2 adalah
mengobservasi, klasifikasi, prediksi, dan
DAFTAR PUSTAKA
komunikasi. Peningkatan per indiktor KPS
ini disebakan karena telah ada upaya guru Arikunto (2006). Prosedur Penelitian. Suatu
untuk memperbaiki proses pembelajaran Pendekatan dan Praktek.. Jakarta : Rineka
seperti pemberian penghargaan, motivasi, Cipta.
perubahan komposisi kelompok, perubahan Arikunto (2009). Dasar-Dasar Evaluasi
tipe pembelajaran IPA terpadu, dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
penjelasan istilah yang telah dilakukan Arikunto (2010). Prosedur Penelitian. Suatu
berdasarkan hasil refleksi dengan observer. Pendekatan dan Praktek Edisi Revisi.
2. Hasil observasi kegiatan peserta didik Jakarta : Rineka Cipta.
menunjukkan telah terjadi peningkatan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
partisipasi aktif dan rasa ingin tahu peserta Pendidikan dan Kebudayaan (2014).

Nita Novianti 151


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Materi Pelatihan Guru Implementasi Herdian (2010). Model Pembelajaran
Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015 Inkuiri. [online] tersedia:
Matpel IPA SMP. Jakarta: Kementrian http://herdy07.wordpress.com/2010/05/
Pendidikan dan Kebudayaan. 27/model-pembelajaran-inkuiri/ [30
Balanay, S Anne Catherine (2013). Assessment sept 2014].
on Students’ Science Process Skills: A Hosnan (2016). Pendekatan Saintifik dan
Student- Centred Approach. [online] Kontekstual dalam Pembelajaran Abad
Tersedia : htpp://ijobed.com [13 Maret 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
2014]. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Bustami, (2009). Pendekatan Sains Teknologi (2013). Ilmu Pengetahuan Alam: Buku
Masyarakat (STM) untuk meningkatkan Guru Kelas VII. Jakarta: Penerbit
penguasaan konsep dan kemampuan Kementrian Pendidikan dan kebudayaan.
berfikir kritis siswa SMA pada subtopik Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
pencemaran air. Bandung : Program studi (2014). Materi Pelatihan Guru
Pendidikan IPA konsentrasi Pendidikan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun
Biologi, Sekolah Pasca Sarjana Ajaran 2014/2015 Mata Pelajaran IPA
Universitas Pendidikan Indonesia, tidak SMP. Jakarta: Penerbit Kementrian
diterbitkan. Pendidikan dan kebudayaan.
Dahar, (2006). Teori-Teori Belajar. Bandung : Mahmudin (2009). Pendekatan inkuiri dalam
PT. Gelora Aksara Pratama. pembelajaran. [online] tersedia:
Darliana (2013). Konsep IPA dan Kegiatan http://mahmuddin.wordpress.com/2009/11
Pembelajaran Aktifnya. [online] tersedia : /10/pendekatan-inkuiri-dalam-
http://paa21ipabdg.blogspot.com/2013/10/ pembelajaran/ [30 sept 2014].
konsep-ipa-dan-kegiatan- Novianti (2015). Penerapan Pembelajaran Ipa
pembelajaran.html [30 okt 2014]. Tipe Webbed Dan Shared Pada Tema
Dewi, (2008). Keterampilan Proses Sains. Pemanfaatan Sampah dengan
Bandung: Tinta Emas Publishing. Pendekakatan Inkuiri untuk Meningkatkan
Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Keterampilan Proses Dan Penguasaan
(2005). Materi Pelatihan Terintegrasi Konsep. Bandung: Pendidikan IPA,
Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Direktorat Pendidikan Dasar dan Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas (2013).
Menengah. Panduan Pengembangan Pembelajaran
Dirgantara (2008). Model Pembelajaran IPA Terpadu. [online] tersedia:
Laboratorium Berbasis Inkuiri untuk htpp://puskur.net [5 Julli 2017]
Meningkatkan Penguasaan Konsep dan PLPG, Sertifikasi Guru (2011). Bahan Ajar
Keterampilan Proses Sains Siswa MTs Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs.
pada Pokok Bahasan Kalor. Bandung: SPs Bandung: UPI. Tidak Diterbitkan.
UPI. Tidak diterbitkan. Semiawan, dkk (1986). Pendekatan
Duran, Meltem, et all (2011). The Relationhip Keterampilan Proses Bagaimana
Between The Pre-Service Science Mengaktifkan Siswa Dalam belajar.
Teachers Scientific Process Skills and Jakarta: PT Gramedia.
Learning Styles. [online] Tersedia : Setiono, (2009). Psikologi Perkembangan
htpp//deu.edu.tr/baed. [08 Februari 2014]. Kajian Teori Piaget, Selman, Kohlberg
Eggen & Kauchak. (2012). Strategie and dan Aplikasi Riset. Bandung: Widya
Models for Teacher: Teaching Content Padjadjaran.
and Thinking Skills, Sixth Edition. Boston: Sunardi, Sujadi (2017). Teori Belajar Sumber
Perason. Belajar Calon Peserta Program PLPG.
Fogarty (1991). The Mindful School How to Jakarta: Dirjen Guru & GTK, Kemdikbud.
Integrate The Curricula. Palatine Illinois : Wartini (2014). Penerapan Pembelajaran
Skylight Publishing, Inc. Berbasis Praktikum Melalui Inkuiri
Gredler, E.M (2011). Learning & Instruction, Terbimbing dan Verifikasi pada Konsep
Teori dan Aplikasi. Edisi keenam. Jakarta: Fotosintesis Terhadap Penguasaan
Kencana Prenada Media Group. Konsep dan Keterampilan Proses Sains
Siswa SMP. Bandung: Tesis Prodi

Nita Novianti 152


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Pendidikan Biologi, SPs UPI. Tidak
diterbitkan.
Wikipedia (2014). Definisi Sampah. [online]
tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_s
ampah#mw-head [20 September 2014]
Yuniarita (2012). Penerapan pembelajaran
inkuiri terbimbing untuk meningkatkan
keterampilan generic sains dan
pemahaman konsep siswa SMP. Bandung :
Program studi Pendidikan IPA konsentrasi
Pendidikan Fisika SL, Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Tidak diterbitkan.

Nita Novianti 153


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PEMANFAATAN ALAT PERAGA RUTAN (RUMAH ATOM) UNTUK


MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR KIMIA MATERI
STRUKTUR ATOM DAN SISTEM PERIODIK
Nixon Aylon Selly
SMAN 2 Kupang, Jalan. S.K. Lerik – Kota Kupang, Telp : (0380) 831792
E-mail : nixonselly12@gmail.com

ABSTRACT
The purpose of this research is to know the utilization of RUTAN props in improving the motivation of learning
atomic structure and periodic element system in chemistry. The research was conducted for 36 students of class
X IPA of SMA Negeri 2 Kupang in school year 2017/2018. This research is a class action research with 4 (four)
steps; they are planning, implementation, data collection and reflection. Research data was obtained through
multi methods of questionnaire, observation, documentation, and test results learning. The results showed that:
(1) Student learning motivation in cycle 1 was 84,70% (good) and it increased in cycle 2 which equal to 88,31%
(very good); (2) The result of observation of student learning activity was very good, which equal to 76,74% in
cycle 1 and increased in cycle 2 which equal to 79,40%; (3) The average value of the test increased from 69.44
in cycle 1 to 85.69 in cycle 2, while the learning completeness classically in cycle 1 of 53.13% increased to
91.67%. The result of this research can be concluded that: (1). Rutan prop can be used as teaching media to
help students to learn atomic structure material and periodic system through direct experience such as;
concrete experience in making and using rutan prop as a learning media. (2). Rutan prop can improve and
motivate students of X IPA-3 to learn atomic structure material and periodic element system through learning
process as 84,70 % (good) in cycle 1 and it increases as 88,31% (excellent) in cycle 2

Keywords: props, learning motivation and learning outcomes

ABSTRAK

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan alat peraga Rutan dalam meningkatkan motivasi
belajar kimia materi struktur atom dan sistem periodik unsur. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2
Kupang, kelas X IPA3 TP. 2017/2018 pada 36 orang. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan
4 langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data dan refleksi. Data Penelitian diperoleh melalui
multi metode yaitu kuesioner, observasi, dokumentasi, serta tes hasil belajar. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: (1) Motivasi belajar siswa pada siklus 1 84,70% (baik) meningkat pada siklus 2 sebesar 88,31% (sangat
baik); (2) Hasil observasi kegiatan belajar siswa sangat baik sebesar 76,74% pada siklus 1 meningkat pada
siklus 2 sebesar 79,40%; (3) Nilai rata-rata tes meningkat dari 69,44 pada siklus 1 menjadi 85,69 pada siklus 2,
sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus 1 sebesar 53,13% meningkat menjadi 91,67%. Hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1). Alat Peraga Rutan (Rumah Atom) dapat menjadi media pembelajaran
untuk membantu siswa mempelajari materi struktur atom dan system periodic melalui pengalaman langsung
berupa pengalaman konkrit membuat dan memanfaatkan alat peraga Rutan sebagai media untuk belajar, 2).
Alat peraga Rutan (rumah atom) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X IPA 3 pada materi struktur
atom dan system periodic unsur melalui pembelajaran sebesar 84,70% (kategori baik) pada siklus 1 dan
meningkat menjadi 88,31% (kategori sangat baik) pada siklus 2.

Kata kunci: alat peraga, motivasi belajar dan hasil belajar


Pendahuluan suatu model pembelajaran akan membantu
Proses pembelajaran di kelas akan memajukan dan berkembangnya bidang
sangat efektif apabila guru melaksanakannya tersebut, artinya upaya meningkatkan motivasi
dengan memahami peran, fungsi dan kegunaan belajar dan hasil belajar siswa sangat
mata pelajaran yang diajarinya. Selain diperlukan inovasi dalam pembelajaran
pemahaman akan hal-hal tersebut keefektifan sehingga proses pembelajaran yang baik di
pembelajaran juga ditentukan oleh kemampuan awal sampai selesainya pembelajaran akan
guru untuk merubah model pengajaran menjadi menyenangkan, bermakna dan bermanfaat bagi
model pembelajaran yang sesuai. siswa.
Penggunaan model pembelajaran Permasalahan yang sering kali
merupakan hal yang sangat penting dalam dijumpai dalam pembelajaran adalah
upaya memajukan suatu bidang. Menerapkan bagaimana cara menyajikan materi kepada

Nixon Aylon Selly 154


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

siswa secara baik sehingga siswa menjadi dicapai. Sedangkan Sardiman (2010)
termotivasi dalam belajar, maka guru menyatakan bahwa motivasi belajar adalah
diharapkan dapat menciptakan suasana keseluruhan daya penggerak yang ada pada diri
pembelajaran yang memungkinkan mendorong siswa yang menimbulkan kegiatan belajar
terbukanya komunikasi dengan siswa. Sekarang sehingga dapat menjamin keberlangsungan
ini masih banyak siswa yang memiliki belajar dan dapat memberikan arah dalam
kesadaran akan tujuan belajar yang rendah pada belajar guna mencapai tujuan belajar. Jadi
mata pelajaran kimia karena mempelajari kimia dapat dikatakan bahwa motivasi belajar
dianggap sulit dan abstrak. Hal ini yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang
menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk dapat menimbulkan tingkat persistensi dan
belajar, sehingga masih banyak siswa belum antusiasmenya dalam melaksanakan suatu
dapat mendalami materi pembelajaran yang kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri
diajarkan guru, siswa belum termotivasi untuk individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun
menyelesaikan pelajaran yang diberikan guru. dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seorang siswa akan timbul motivasi untuk Motivasi belajar bisa diartikan sebagai
belajar dikarenakan merasakan suatu dorongan secara psikologis (atau hasrat) pada
kebutuhan, maka perbuatan belajar tadi harus diri siswa untuk melakukan suatu aktivitas
diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu. belajar. Seorang siswa jika di dalam dirinya
Motivasi belajar merupakan penggerak untuk tidak ada motivasi (motivasi intrinsic) maka
mencapai hasil belajar yang baik (Sardiman, siswa tersebut tidak akan mau belajar mandiri.
2010). Keberhasilan proses belajar mengajar dapat
Menjawab permasalahan yang ditemui dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukkan
di atas, maka alat peraga Rutan (Rumah Atom), oleh para siswa pada saat melakukan kegiatan
yang diinspirasi dari model kompleks Rutan belajar mengajar sebagai berikut :
yang dilustrasikan sebagai kompleks 1. Minat dan perhatian siswa terhadap
perumahan memiliki nomor blok, nomor rumah pelajaran
dan alamat, dan orang atau electron yang 2. Semangat siswa untuk melakukan tugas-
menempati orbital. Hal ini tentunya dapat tugasbelajarnya
menjadi referensi atau sesuatu yang nyata untuk 3. Tanggung jawab siswa dalam mengerjakan
membawa siswa dalam suasana pembalajaran tugas-tugas belajaranya
yang riil. Dengan demikian materi kimia 4. Reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap
khususnya struktur atom dan system periodic stimulasi yang diberikan guru
yang abstrak dapat dipelajari dengan cara 5. Rasa senang dan puas dalam mengerjakan
sederhana menggunakan ilustrasi riil dalam tugas yang diberikan
kehidupan di sekitar kita, dengan demikian Motivasi dipandang berperan dalam
diharapkan pemanfaatan alat peraga Rutan ini belajar karena motivasi mengandung nilai-nilai
dapat: (1) membantu siswa dalam mempelajari sebagai berikut :
materi struktur atom dan system periodic; (2) 1. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kegagalan perbuatan belajar siswa. Belajar
materi struktur atom dan system periodic tanpa motivasi kiranya sulit untuk berhasil.
2. Pengajaran yang bermotivasi pada
Motivasi dan Peranannya dalam Belajar hakikatnya adalah pengajaran yang
Motif berasal dari bahasa latin yaitu disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan,
“movere” yang yang dalam bahasa inggris to motif, minat yang dimiliki oleh siswa.
move berarti adalah kata kerja yang artinya 3. Pengajaran yang bermotivasi membentuk
menggerakkan. Motivasi itu sendiri dalam aktivitas dan imaginitas pada guru untuk
bahasa inggris adalah motivation yaitu sebuah berusaha secara sungguh-sungguh mencari
kata benda yang artinya penggerakan. Maslow cara-cara yang sesuai dan serasi guna
dan Mc. Donald (dalam Rakhim, 2016) membangkitkan dan memelihara motivasi
menyatakan bahwa motivasi adalah perubahan belajar siswa.
energy yang terdapat pada seseorang yang 4. Penggunaan motivasi dalam mengajar
ditandai dengan adanya keinginan untuk bukan saja melengkapi prosedur mengajar,
mencapai sebuah tujuan. Keinginan tersebut tetapi juga menjadi faktor yang
akan menggerakan aktivitas fisik seseorang menentukan pengajaran yang efektif.
demi tercapainnya sebuah keinginan yang ingin

Nixon Aylon Selly 155


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Alat Peraga, Tujuan dan Manfaat kelas dan d). memungkinkan mengajar lebih
Pengertian Alat Peraga yang dikutip sistematis dan teratur.
dari Said, F el, (2011) adalah sebagai berikut: Dalam proses pembelajaran dikelas
a) Wijaya dan Rusyan (1994) mendefinisikan terdapat beberapa alasan yang mendukung
bahwa alat peraga adalah media pendidikan perlunya alat peraga digunakan sebagai berikut
yang berperan sebagai perangsang belajar :
dan dapat menumbuhkan motivasi belajar 1. Membantu dalam pembelajaran sehingga
sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam penyampaian konsep
mencapai tujuan belajar; 2. Alat praktikum yang dimiliki sekolah tidak
b) Sudjana (2002), alat peraga adalah suatu lengkap
alat yang dapat diserap oleh mata dan 3. Alat bantu standar/pabrikasi yang ada di
telinga dengan tujuan membantu guru agar sekolah tidak mencukupi.
proses belajar mengajar siswa lebih efektif 4. Alat bantu standar/pabrikasi ada yang
dan efisein; rusak atau tidak dapat digunakan.
c) Nasution (1985), alat peraga pendidikan 5. Sekolah tidak/belum memiliki alat bantu
adalah alat pembantu dalam mengajar agar standar/pabrikasi.
efektif dan; 6. Sejalan dengan tuntutan kurikulum, tujuan
d) Faizal (2010), alat peraga sebagai suatu desain dan pembuatan alat adalah untuk :
instrumen audio maupun visual yang a) Meningkatkan motivasi siswa dalam
digunakan untuk membantu proses belajar;
pembelajaran menjadi lebih menarik dan b) Meningkatkan pemahaman siswa
membangkitkan minat siswa dalam terhadap konsep yang dipelajarinya;
mendalami suatu materi. c) Menyadarkan adanya keterkaitan
Dari beberapa pendapat di atas, maka konsep dengan kehidupan sehari-hari.
alat peraga merupakan segala sesuatu yang 7. Memberi variasi
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan Rutan (rumah atom) merupakan alat
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian peraga sederhana yang merupakan hasil kreasi.
dan kemauan peserta didik sehingga dapat Alat peraga ini dapat dibuat menggunakan
mendorong terjadinya proses belajar pada diri bahan dari papan bekas atau kardus bekas atau
siswa. Alat peraga digunakan untuk stirofoam. Alat peraga Rutan dibuat seperti
menjelaskan konsep pembelajaran dari materi kompleks Rutan yang di dalamnya ditemukan :
yang bersifat abstrak menjadi nyata sehingga a). alamat yaitu blok s, blok p, blok d dan blok
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian f; b). tipe rumah yaitu dibuat berbeda sesuai
dan minat peserta didik yang menjurus kearah dengan jumlah orbital yang dimiliki atom pada
terjadinya proses pembelajaran. sub kulit s, p, d, f dan electron-elektron yang
Tujuan dan manfaat alat peraga adalah, akan mengisi orbital diibaratkan seperti orang
alat peraga pendidikan bertujuan a). agar proses yang mendiami kamar dengan ketentuan kamar
pendidikan lebih efektif dengan jalan tipe apa saja dipakai maksimal 2 orang.
meningkatkan semangat belajar siswa; Dalam pembelajaran, penulisan
b). memungkinkan lebih sesuai dengan konfigurasi elektron untuk atom berelektron
perorangan, dimana para siswa belajar dengan banyak didasarkan pada aturan pengisian
banyak kemungkinan sehingga belajar elektron ke dalam orbital-orbital dikenal
berlangsung sangat menyenangkan bagi dengan prinsip Aufbau (Aufbau), aturan Hund,
masing-masing individu; c). agar belajar lebih dan prinsip larangan Pauli. Cara pengisian
cepat segera bersesuaian antara kelas dan diluar elektron pada subkulit dan penyusunan alat
peraga Rutan digambarkan seperti berikut:

Nixon Aylon Selly 156


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

n
=
7n
=
6
n
=
5
n
=
4
n
=
3
n
=
2n
=
1
(a) (b)
Keterangan: (a). Tingkat-tingkat energy subkulit electron periode ke-1 sampai ke-7
(b). Cara membangun/membuat Rutan untuk distribusi electron pada subkulit

Metode Penelitian rumus Likert yang sudah dimodifikasi,


Penelitian ini dilakukan pada siswa yaitu skala terdiri dari empat tingkat
kelas X IPA3 SMA Negeri 2 Kupang, Tahun jawaban Skala modifikasi Likert pada
Pelajaran 2017/2018. Penelitian ini dibuat kuesioner motivasi belajar sebagai berikut:
berdasarkan rancangan penelitian tindakan Alternative Pilihan Skor Jenis
kelas (PTK) terdiri dari empat tahap, meliputi jawaban pernyataan
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan (+) (-)
evaluasi, serta refleksi. Sangat SS 4 1
Setuju S 3 2
Setuju TS 2 3
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Tidak Setuju STS 1 4
Teknik pengumpulan data yang Sangat Tidak
digunakan dalam penelitian ini adalah multi Setuju
metode yaitu dengan metode kuisioner, Sumber : Purwanto (2011)
dokumentasi, serta tes. Hasil angket motivasi belajar siswa dinilai
Instrumen yang digunakan untuk dengan menggunakan rumus sebagai
mengumpulkan data: berikut:
a. Instrumen motivasi belajar melalui
kuesioner ini para responden (siswa) Nilai 
 skor yang diperoleh siswa x100% P
diminta untuk memberikan salah satu  skor maksimal
jawaban yang mengungkapkan dorongan/ erhitungan dari angket siswa kemudian di
motivasi yang muncul dari pelaksanaan analisis menggunakan kriteria penilaian
pembelajaran. sebagai berikut :
b. Instrumen Kegiatan belajar belajar melalui No Kriteria penilaian Persentase
lembar observasi Kegiatan belajar belajar 1 Baik Sekali ≥ 85
dalam hal ini observer diminta untuk 2 Baik 75 – 84
memberikan salah satu pernyataan yang 3 Cukup Baik 65 – 74
sesuai dengan yang dilakukan siswa saat 4 Kurang 55 – 64
pembelajaran. 5 Sangat Kurang ≤ 55
c. Instrumen hasil belajar melalui soal tes Sumber : Purwanto (2011)
uraian yang dilakukan pada akhir setiap
siklus b. Penilaian Kegiatan belajar Belajar
Pengumpulan data Kegiatan belajar belajar
Teknik Analisis data yang digunakan: dilakukan melalui observasi dengan
a. Penilaian Motivasi Belajar menggunakan lembar observasi Kegiatan
Angket motivasi belajar berisi pernyataan belajar kegiatan siswa saat pembelajaran
yang diberikan kepada siswa menggunakan berlangsung. Skala pada lembar observasi

Nixon Aylon Selly 157


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Kegiatan belajar siswa dalam belajar selain menentukan ketuntasan belajar analisis
dipakai rentang nilai 1–4 sebagai berikut: Nilai rata-rata tiap akhir siklus dan analisis
Indikator Skor ketuntasan belajar secara klasikal untuk
Sangat Baik 4 mengetahui peningkatan hasil belajar di tiap
Baik 3 siklus.
Cukup 2 1. Nilai Rata-rata
Kurang 1
X
X (Arikunto, 2006)
Sumber : Hadi (1998) dalam Ulfaira dkk
N
Hasil observasi aktivitas siswa secara Dimana : X = nilai rata – rata siswa
klasikal dihitung atau dipersentase untuk ∑X = jumlah nilai siswa
mendapatkan nilai rata-rata dengan N = jumlah siswa
menggunakan rumus:
jumlah skor 2. Ketuntasan Belajar secara Klasikal
% NR  x 100 % Ha NS x 100%
Skor maksimal KB 
sil Perhitungan nilai rata-rata dari N
Kegiatan belajar belajar siswa secara (Arikunto, 2006)
klasikal kemudian di analisis Dimana :
menggunakan kriteria penilaian sebagai KB = Ketuntasan belajar secara
berikut : klasikal
No Kriteria Persentase NS = jumlah nilai seluruh siswa
penilaian N = jumlah siswa
1 Sangat 76% < NR ≤ Ketuntasan belajar secara klasikal tercapai
Baik 100% apabila persentase siswa yang tuntas belajar
2 Baik 51% < NR ≤ atau siswa yang memperoleh nilai lebih dari
75% atau sama dengan 70 jumlahnya lebih besar
3 Cukup 26% < NR ≤ atau sama dengan 75 % dari jumlah seluruh
Baik 50% siswa di dalam kelas
4 Kurang 0% < NR ≤ 25%
Baik Hasil dan Pembahasan
Sumber : Hadi (1998) dalam Ulfaira dkk Motivasi belajar merupakan salah satu
penentu keberhasilan siswa dalam kegiatan
c. Penilaian Hasil Belajar belajarnya. Dalam kegiatan belajar, motivasi
Tes Hasil Belajar digunakan untuk dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
menentukan seberapa baik siswa penggerak di dalam diri siswa yang dapat
menguasai bahan pelajaran yang diberikan. menimbulkan kegiatan belajar, yang kemudian
Tes dilakukan pada akhir siklus dapat menjamin kelangsungan dari kegiatan
pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa belajar dan memberikan arah pada kegiatan
dihitung dengan menggunakan rumus : belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
dapat tercapai.
Skor yang diperoleh siswa
Nilai  x 100 Sisw Berdasarkan hasil penelitian diatas baik
Skor maksimal siklus I dan siklus II diperoleh gambaran bahwa
a yang memperoleh nilai kurang dari 70 pemanfaatan alat peraga Rutan dalam rangka
dinyatakan mengalami kesulitan belajar dan meningkatkan motivasi belajar siswa pada
siswa yang memperoleh nilai lebih dari atau siklus 1 dan siklus 2 sebagai berikut:
sama dengan 70 dinyatakan telah tuntas belajar,

Pembelajara % Kegiatan belajar % motivasi belajar Rerata ketuntasan


n siswa Nilai UH secara klasikal
Siklus 1 76,74 % (Sangat Baik) 84,70 % (baik) 69.44 53.13
Siklus 2 79,40 % (Sangat Baik) 88,31 % (sangat baik) 85.69 91.67

Nixon Aylon Selly 158


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Tabel di atas, memberikan informasi


bahwa pada siklus 1 dan siklus 2 pembelajaran
kimia dengan memanfaatkan alat peraga Rutan
(rumah atom) cukup efektif untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa secara
individu maupun kelompok dimana hasil
penilaian terhadap kegiatan pembelajaran
dalam dikelas dan kelompok melalui lembar
observasi Kegiatan belajar siswa dalam
memperhatikan, menggunakan alat peraga,
berinteraksi dalam kelompok serta membahas Gambar di atas, menginformasikan
hasil kerja kelompok mendapat penilaian bahwa pada pembelajaran siklus 1 dan siklus 2
sangat baik pada siklus 1 sebesar 76,74% dan tiap indicator pada motivasi belajar ada pada
meningkat pada siklus 2 sebesar 79,40%. kategori baik dan meningkat ditiap siklus
Sedangkan melalui angket motivasi belajar pembelajaran. Hasil analisis ini juga didukung
menunjukkan pada siklus 1 sebesar 84,70% oleh pencapaian pada hasil tes prestasi belajar,
atau kategori baik, meningkat pada siklus 2 dimana nilai rata-rata yang meningkat dari pre
sebesar 88,31% atau kategori sangat baik. Hal test 46,18 meningkat menjadi 69,44 pada post
ini juga berbanding lurus dengan capaian hasil tes siklus 1 kemudian meningkat menjadi 85,69
tes belajar yang meningkat pada tiap siklus pada post tes siklus 2, sedangkan ketuntasan
pembelajaran, dimana pada siklus 1 nilai rata- belajar secara klasikal yaitu terdapat 2,94%
rata tes sebesar 69,44 dan persentase ketuntasan siswa yang tuntas pada pre test meningkat
secara klasikal 53,13% meningkat pada siklus 2 menjadi 53,13% pada pembelajaran siklus 1
dengan nilai rata-rata sebesar 85,69 dan serta meningkat menjadi 91,67% pada
persentase ketuntasan secara klasikal sebesar pembelajaran siklus 2. Hasil pencapaian nilai
91,67%. rata-rata dan ketuntasan belajar secara klasikal
Hasil penelitian ini menunjukkan dapat ditunjukkan sebagai berikut :
bahwa pemanfaatan alat peraga Rutan pada
pembelajaran kimia materi struktur atom dan
system periodic dapat memperkaya
pengalaman-pengalaman anak melalui
pengalaman konkret dalam belajar. Hal tersebut
diperoleh dengan menggunakan alat peraga
dalam setiap proses kegiatan belajar mengajar
siswa memperoleh gambaran nyata tentang
materi yang sedang dipelajari. Edgar Dale
dalam Sriyono (1992), menggambarkan
pengalaman belajar terdiri atas 2 hal yaitu Sardiman (2010) menyatakan bahwa
Direct Purposeful Experience (pengalaman
motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong
langsung) dan Continued Experience (belajar usaha dalam pencapaian prestasi. Keuletan
melalui mode). Kedua hal tersebut jelas siswa menghadapi kesulitan merupakan salah
menggambarkan bahwa untuk menyampaikan satu bentuk dorongan usaha dalam pencapaian
suatu materi pada siswa diperlukan pengalaman
prestasi. Begitu juga dengan minat dalam
langsung yaitu sesuatu yang benar-benar bisa pembelajaran. Minat siswa tercermin dari sikap
dilihat dan dipraktikkan oleh siswa. Maka, siswa yang senantiasa memperhatikan
keberadaan alat peraga Rutan (rumah atom) penjelasan guru saat pembelajaran berlangsung.
merupakan sarana yang penting untuk
Dengan demikian diyakini bahwa adanya
peningkatan prestasi belajar siswa.
motivasi yang tinggi dalam belajar akan
Hasil analisis pada tiap indicator menunjukkan hasil belajar yang baik. Dengan
motivasi belajar pada pembelajaran siklus 1 dan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan
siklus 2 sebagai berikut :
terutama didasari adanya motivasi, maka
seseorang yang belajar itu akan dapat
melahirkan prestasi yang baik.

Nixon Aylon Selly 159


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Simpulan Indonesia Tahun Ajaran 2010-2011, Jurnal


Alat Alat Peraga Rutan (Rumah Atom) Pendidikan Dompet Dhuafa edisi I / 2011
dapat menjadi media pembelajaran untuk Riduwan, 2005. Belajar Mudah Penelitian
membantu siswa mempelajari materi struktur untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.
atom dan system periodic melalui pengalaman Bandung : Alfabeta.
langsung berupa pengalaman-pengalaman Rakhim F Y, dkk, 2016, Penerapan Model
konkrit membuat dan memanfaatkan alat Pembelajaran Arcs Dalam Meningkatkan
peraga Rutan sebagai media untuk belajar. Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada
Pemanfaatan alat peraga Rutan (rumah atom) Konsep Sumber Daya Alam, Antologi
pada materi struktur atom dan sistem periodic Sardiman, 2010, Interaksi dan Motivasi Belajar
akan mempermudah siswa mempelajari harga 4 Mengajar, Jakarta : Raja Wali Pers
bilangan kuantum, electron valensi serta letak Sutresna, N, 2014, Kimia 1, Bandung :
unsur dalam system periodic melalui informasi Grafindo Media Pratama
yang diberikan pada rumah – rumah dengan Sudjana N, 2004, Dasar-dasar Proses Belajar
berbagai tipe dalam kompleks rutan (rumah Mengajar, Bandung : PT Sinar Baru
atom) secara konkrit. Algesindo
Alat peraga Rutan (rumah atom) dapat Said, Fairuz el, 2011, Pengetian dan Tujuan
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X Alat Peraga Pendidikan,
IPA3 pada materi struktur atom dan system fairuzulsaid.wordpress.com/2011/05/2011/p
periodic unsur melalui pembelajaran sebesar engertian-tujuan-alat-peraga-panduan/,
84,70% (kategori baik) pada siklus 1 dan diakses : 30 Maret 2017
meningkat menjadi 88,31% (kategori sangat Sudrajat, A, 2008, Teori-teori Motivasi,
baik) pada siklus 2. Hasil penilaian motivasi http://akhmad sudrajat.wordpres.com/
belajar siswa ini diperkuat dengan capaian nilai 2008/02/06/teori-teori-motivasi, diakses : 30
rata-rata hasil belajar ssiwa pada siklus 1 Maret 2017
sebesar 69,44 meningkat menjadi 85,69 pada Sriyono, dkk. 1992, Teknik Belajar Mengajar
siklus 2, serta ketuntasan belajar secara klasikal dalam CBSA, Jakarta: Rineka Cipta
meningkat dari 53,13% pada siklus 1 menjadi Turella, Rella, 2016, Struktur Atom,
91,69% pada siklus 2. Stoikiometri 1, Asam Basa 1, Redoks 1,
Modul Guru Pembelajar Kelompok
Daftar Pustaka Kompetensi A, PPPPTK IPA Ditjen GTK
Anonim, 2017, e-learning uji beda rata-rata, Kemdikbud
diakses : 22 September 2017 Ulfairah, dkk, .., Meningkatkan Kegiatan
Arikunto, S, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, belajar Belajar pada siswa kelas III SD
Jakarta : PT Bumi Aksara Inpres Marantale Dalam Pembelajaran PKn
Djamarah, 1994, Strategi Belajar Mengajar, melalui penerapan pembelajaran Role
Jakarta : PT Rineka Cipta Playing, Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol
Purwanto, Rudy, 2011, Peningkatan motivasi 3 No. 3 ISSN2354-614X. diakses: 9
dan hasil belajar siswa pada Kompetensi Agustus 2017
sistem koordinasi melalui metode Uno, Hamzah B, 2015, Teori Motivasi &
Pembelajaran teaching game team terhadap Pengukurannya Analisis Di Bidang
siswa kelas XI IPA Sma Smart Ekselensia Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nixon Aylon Selly 160


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA


PADA MATERI KELANGSUNGAN HIDUP MAKHLUK HIDUP
MELALUI PEMBUATAN CERITA BERGAMBAR
DENGAN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS INKUIRI
DI KELAS IX SMPN 36 BANDUNG
Nurhayati, S.Pd, Dra. Hj. Kokom Komariah, M.M.
SMP Negeri 36 Bandung – Jl. Caringin
Nurhayatic3ria@gmail.com

ABSTRACT
This action research is one of the effort helping students class IX B in understanding materi Kelangsungan
Hidup Makhluk Hidup (Survival of living beings material). The action conducting through strory picture with
inquiru based learning. Considering students lack of students comprehension and the result then this research
were conducted it having two cycles, first and second cycle. In each cycle consist of planning, preparation,
excecution, observation and reflection. The data consist of student activity, the post test and the students
reflection. The college werw involved to keep the validity of the research. On the first cycle is the score were
75,47 on average with the completion 64,71 %, the activity of all students were high. Showing an improvment
almost in all aspect, however it hasn’t complete the indicators. New method need to conduct, observing method
and urging student to ask. The result on second cycle show score on 78,03 on average with the completion
79,41 % and again the activity of all students were high. As the performance indicators to sum up the research
were succesful ( the treatment improve the students score)

Keyword : story picture, inquiry based learning, Materi Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup ( Survival of
living being material.

ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini merupakan upaya membantu mengatasi kesulitan siswa kelas IX B dalam
memahami materi Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup. Tindakan yang dilakukan yaitu melalui pembuatan
cerita bergambar dengan pembelajaran IPA berbasis inkuiri. Penelitian dilatarbelakangi keprihatinan peneliti
terhadap rendahnya kemampuan siswa pada materi sebelumnya dan pada tahun sebelumnya. Penelitian
dilaksanakan dalam dua siklus yaitu siklus pertama dan siklus kedua. Pada tiap siklus terdapat tindakan utama
meliputi perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Data yang dikumpulkan terdiri dari
keaktifan siswa saat melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas melalui pengamatan yang terdapat dalam
Lembar Observasi, hasil tes tertulis di setiap akhir siklus dan respon siswa yang terdapat dalam angket. Untuk
menjamin validitas, maka dilakukan validasi oleh rekan sejawat yang memiliki kompetensi. Hasil penelitian
pada siklus I yaitu perolehan nilai siswa mencapai rata – rata 75,47 dengan presentasi ketuntasan 64,71%,
respon siswa memperlihatkan partisipasi dari seluruh siswa. Meskipun terdapat peningkatan proses
pembelajaran, namun belum memenuhi indikator kinerja. Perbaikan meliputi perubahan metode pengamatan
dan lebih aktif mendorong siswa untuk bertanya. Adapun hasil penelitian pada siklus II perolehan rata – rata
nilai 78,03 dan presentase ketuntasan belajar 79,41%, aktivitas siswa saat pembelajaran pun dalam kategori
baik dan respon siswa positif dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan indikator kinerja dan hipotesis
diterima. (perlakuan mampu meningkatkan hasil belajar siswa)

Kata Kunci: Cerita bergambar, Pembelajaran Berbasis Inkuiri, Materi Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup

Pendahuluan

Pendidikan Nasional berfungsi ditempuh untuk mewujudkan suasana belajar


mengembangkan kemampuan dan membentuk dan proses pembelajaran agar secara aktif
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat peserta didik dapat mengembangkan potensi
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
Pendidikan merupakan salah satu cara yang keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

Nurhayati 161
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan fasilitator dan motivator dalam pembelajaran
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, yang mengedepankan pada konsep PAIKEM
dan negara. (Sisdiknas, 2003). Berdasarkan yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
Tujuan Pendidikan Nasional, potensi peserta efektif dan menyenangkan dengan
didik diharapkan agar menjadi manusia yang menggunakan variasi metode, variasi media dan
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang model pembelajaran yang dapat mendukung
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, ketercapaian proses pembelajaran.
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung Salah satu kegiatan pembelajaran yang
jawab. dapat meningkatkan aktivitas peserta didik
dalam belajar adalah melalui model ataupun
Pembelajaran IPA pada jenjang Sekolah strategi pembelajaran yang melibatkan peserta
Menengah Pertama (SMP) memberikan didik untuk menemukan konsep sains melalui
landasan melalui pengalaman dan prosesnya kegiatan pengamatan langsung, mengumpulkan
untuk mempelajari IPA di tingkat yang lebih data berdasarkan hasil pengamatan dan dapat
tinggi dan menekankan pada penerapannya menginterferensikan hasil pengamatan menjadi
dalam kehidupan sehari – hari. Pembelajaran suatu konsep sains.
IPA di SMP merupakan keterpaduan dari tiga
disiplin ilmu yaitu Biologi, Fisika, dan Kimia Salah satu pembelajaran yang dapat
sehingga mata pelajaran IPA yang dipelajari melibatkan partisipasi aktif dari peserta didik
merupakan IPA terpadu. Dalam mempelajari dalam kegiatan pembelajaran yaitu melalui
IPA, seluruh peserta didik diharapkan memiliki pembelajaran berbasis inkuiri. Pembelajaran
kemampuan untuk mengembangkan berbasis inkuiri menekankan pada pembelajaran
keterampilan proses sains yang melibatkan yang mengutamakan proses penemuan dalam
seluruh panca indera melalui pengamatan untuk kegiatan pembelajarannya untuk memperoleh
memperoleh suatu konsep, prinsip, ataupun pengetahuan yang meliputi beberapa tahapan
teori dan kemampuan berpikir logis, objektif yaitu tahap orientasi, tahap merumuskan
melalui teknik mencatat dan menghitung yang masalah, tahap merumuskan hipotesis, tahap
baik dalam menginterpertasikan suatu data menguji hipotesis dan tahap merumuskan
dengan harapan peserta didik dapat dilatih kesimpulan.
untuk memiliki kemampuan akan literasi sains
yang tinggi. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) yang dilakukan di sekolah umumnya 1. Bagaimanakah hasil belajar
masih didominasi oleh pembelajaran dengan peserta didik terhadap pembelajaran
menggunakan metode – metode ceramah yang IPA melalui pembuatan cerita
terpusat pada guru (teacher centered). Hal ini bergambar dengan pembelajaran
menjadikan pembelajaran sains lebih berbasis inkuiri di kelas IX SMP
berorientasi pada produk bukan pada proses Negeri 36 Bandung pada materi
untuk menghasilkan produk. Guru kurang Kelangsungan Hidup Makhluk
membangun pengalaman belajar peserta didik Hidup?”
karena beranggapan bahwa peserta didik akan 2. Bagaimanakah aktivitas peserta didik
belajar lebih efisien dengan cara penyajian
terhadap pembelajaran IPA melalui
yang diorganisasikan oleh guru. Kenyataan ini
menyebabkan peserta didik kurang aktif dan
pembuatan cerita bergambar dengan
ikut berpartisipasi dalam kegiatan belajar pembelajaran berbasis inkuiri di kelas
mengajar untuk menemukan konsep secara IX SMP Negeri 36 Bandung pada
ilmiah. Hal ini berkorelasi pada rendahnya hasil materi Kelangsungan Hidup Makhluk
belajar peserta didik. Hidup?”
3. Bagaimanakah tanggapan peserta
Idealnya pembelajaran IPA yang didik terhadap pembelajaran IPA
dikembangkan saat ini adalah pembelajaran melalui pembuatan cerita bergambar
yang berpusat pada peserta didik (student
dengan pembelajaran berbasis inkuiri
centered), dimana guru hanya berperan sebagai
di kelas IX SMP Negeri 36 Bandung

Nurhayati 162
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

pada materi Kelangsungan Hidup Tabel 2. Klasifikasi Kategori Tindakan dan


Makhluk Hidup?” Persentase.

Metode Penelitian No Interval Kategori


1 81-100 Baik sekali
Penelitian yang dilakukan terdiri atas dua 2 61-80 Baik
siklus. Secara garis besar rancangan penelitian 3 41-60 Cukup
tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dapat 4 21-40 Kurang
digambarkan sebagai berikut : 5 0-20 Sangat kurang

Analisis Data Nilai Tes Hasil Belajar


dilakukan dengan analisis pencapaian
ketuntasan. Batas ketuntasan untuk
pembelajaran IPA atau Kriteria Ketuntasan
Minimal untuk kelas IX yaitu 75.

Hasil dan Pembahasan


Siklus 1
Setelah melaksanakan kegiatan evaluasi
melalui tes tertulis, maka diperoleh hasil tes
belajar peserta didik untuk kegiatan
pembelajaran siklus pertama.

Gambar 1. Bagan Rancangan Penelitian Tindakan


Kelas Model Spiral Menurut Arikunto, Tabel 3. Perbandingan Hasil Belajar Peserta didik
Suharsimi (2017) Pada Tahap Pra Siklus dan Siklus
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Pertama.
kelas IX B di SMPN 36 Bandung sejumlah 34
orang. Instrumen yang digunakan dalam No Aspek Tahap Tahap Peningk
penelitian ini adalah instrument tes uraian hasil Pra Siklus 1 atan
Siklus
belajar siswa yang diberikan di akhir 1. Rata – 72,2 75,47 3,27
pembelajaran, lembar observasi untuk rata nilai
memperoleh gambaran secara langsung 2. Ketuntasa 35,30 % 64,71 % 29,41 %
aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran n
berlangsung dari awal hingga akhir
pembelajaran dan angket pendapat siswa Berdasarkan data yang diperoleh pada
terhadap pembelajaran berbasis inkuiri. tabel 3, maka dapat dilihat terjadinya
perubahan hasil belajar peserta didik antara pra
Analisa data yang dilakukan dalam siklus atau evaluasi pada materi sebelumnya
penelitian ini dilakukan dengan analisis dengan hasil belajar peserta didik setelah
deskriptif. Analisis data dilakukan pada tiap mengikuti kegiatan pembelajaran untuk siklus
data yang dikumpulkan, baik berupa data pertama. Hal ini menunjukkan bahwa pada
kuantiatif maupun data kualitatif. Untuk pembelajaran dengan menggunakan
mengukur persentase aktivitas peserta didik pembelajaran berbasis inkuiri, pemahaman
dalam kegiatan pembelajaran maka digunakan konsep peserta didik atau kemampuan secara
lembar observasi. Data kuantiatif dianalisis kognitif dapat lebih dikuasai oleh peserta didik
dengan mengunakan cara kuantiatif sederhana, .
yakni persentase (%). Pada pembelajaran inkuiri, bahan ajar
dan data kuantiatif dianalisis dengan membuat tidak disajikan dalam bentuk akhir, peserta
penilaian kuantiatif (kategori). didik dituntut untuk melakukan berbagai
kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan. Berdasarkan kajian yang
disampaikan Rustaman, N:2005 dinyatakan
bahwa “Pembelajaran seyogyanya

Nurhayati 163
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

menekankan pengembangan kemampuan 1. Guru lebih aktif mendorong peserta didik


untuk memproses dan menghasilkan untuk mengajukan pertanyaan, menjawab
pengetahuan sekaligus dengan dampak pertanyaan, ataupun memberikan saran –
pengiring yang menyertainya, atau dikenal saran dan tanggapan pada saat diskusi
dengan proses, produk dan nilai” . Menurut kelompok maupun diskusi kelas;
(Trowbridge, et al., 1981 dalam Rustaman, 2. Pembelajaran masih menggunakan
N, 2005) menyatakan mengenai keterkaitan kelompok yang sama dengan kelompok
pembelajaran inkuiri dengan kemampuan pada siklus pertama, namun untuk peserta
bertanya dan kemungkinan pembelajaran didik – peserta didik yang teridentifikasi
dalam berbagai metode pembelajaran. memiliki nilai yang rendah dan belum
Berdasarkan hal tersebut, perlunya mencapai peningkatan hasil belajar yang
pengalaman belajar sains yang bermakana signifikan pada siklus pertama diberikan
dan dapat bermanfaat bagi peserta didik perhatian yang lebih intensif dan melibatkan
dengan mengembangkan pembelajaran tutor sebaya dari teman – temannya yang
pokok bahasan tertentu dalam sains melalui memiliki kemampuan yang lebih;
pengembangan kemampuan dasar kerja 3. Peserta didik secara berelompok setelah
ilmiah dan berbagai metode. menentukan rumusan masalah dan hipotesis,
Pembelajaran inkuiri seringkali menentukan konten yang akan diamati
dipersepsikan hanya dapat dilaksanakan berupa data – data yang harus dikumpulkan
melalui kegiatan pembelajaran dengan oleh peserta didik yang dapat menunjang
menggunakan metode praktikum IPA yang materi pembelajaran yang akan dibahas
identik dengan pembelajaran untuk mengenai seleksi alam dan
mengembangkan Keterampilan Proses Sains. perkembangbiakan makhluk hidup ataupun
Beberapa metode pembelajaran yang dapat faktor – faktor yang memepengaruhi
digunakan dalam pembelajaran sains di kelangsungan hidup makhluk hidup;
sekolah antara lain metode ceramah, diskusi, 4. Memaksimalkan teknik melakukan
eksperimen dan penyelidikan, widyawisata pengamatan objek secara langsung dengan
serta bermain peran dengan pendekatan melakukan pengamatan di luar sekolah yaitu
pemecahan masalah dalam bentuk kegiatan: ke Kebun Binatang Taman Sari Bandung
(1) tugas menggambar, (2) menceritakan dan membekali setiap peserta didik dengan
kembali, (3) mengutarakan dengan kata-kata lembar kerja pengamatan;
sendiri, (4) mengarang, (5) simulasi, (6) 5. Meminta setap kelompok peserta didik
percobaan ( Rustaman, N, 2005). Dengan untuk membagi peran dalam pengamatan
demikian pembelajaran yang dilaksanakan objek setelah merumuskan masalah dan
berbasis inkuiri dapat dikembangkan dengan menyusun hipotesis secara bersama – sama;
menggunakan berbagai metode pembelajaran 6. Pada saat melakukan pembelajaran, peserta
dengan berdasarkan pada prinsip pembelajaran didik diminta untuk memaksimalkan
inkuiri yaitu melakukan pencarian konsep menggunakan jelajah internet ataupun
melalui kegiatan yang melibatkan membawa artikel tentang materi yang akan
pertanyaan, inferensi, prediksi, dibahas pada pertemuan selanjutnya;
berkomunikasi, interpretasi dan 7. Mengefektifkan teknik pembuatan laporan
menyimpulkan. dalam bentuk cerita bergambar dengan
Dalam kegiatan pembelajaran pun pemanfaatan TIK berdasarkan hasil
melibatkan partisipasi peserta didik. Hal ini pengamatan objek secara langsung ataupun
terlihat dari frekuensi keaktifan siswa saat melalui sumber – sumber pembelajaran
kegiatan berlangsung dan tanggapan siswa lainnya;
melalui hasil angket siswa. Meskipun 8. Meningkatkan dan mengoptimalkan peran
demikian masih ada hal – hal yang perlu seluruh peserta didik dalam pembuatan
diperbaiki dalam proses pembelajaran terkait laporan hasil pengamatan dalam bentuk
proses pembelajaran siswa maupun cerita bergambar dan melakukan presentasi
perolehan hasil belajar siswa di kelas yang kelompok dimana seluruh peserta didik
belum memenuhi indikator kinerja. dalam setiap kelompok ikut terlibat;
Hal – hal yang perlu ditingkatkan dalam 9. Melakukan perbaikan RPP agar setiap
pembelajaran siklus berikutnya ( siklus 2) tahapan pembelajaran dapat dilaksanakan
antara lain : dengan terencana dan berjalan lancar.

Nurhayati 164
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Peneliti juga melaksanakan koordinasi ini sesuai dengan tafsiran data secara terperinci
dengan pengamat / observer untuk pada tabel sebelumnya dimana setiap peserta
pengambilan data pada siklus kedua agar didik diminta untuk menyiapkan bahan untuk
proses pengamatan dapat berjalan dengan studi literatur baik berupa buku sumber ataupun
lancar diantaranya pada tahapan pembuktian sumber lain yang relevan. Selain itu peserta
guru pun memperlihatkan contoh cerita didik pun diminta untuk terlibat secara aktif
bergambar ataupun mind mapping yang dalam pengumpulan data, dimana setiap
dimodifikasi dengan gambar yang dibuat anggota kelompok berbagi peran dalam
guru sebagai penguatan dalam pembahasan mengumpulkan data melalui pengamatan
materi. langsung di Kebun Binatang ataupun
melengkapi data di kelas dan partisipasi siswa
Siklus 2 dalam kegiatan presentasi di kelas.
Pembelajaran dengan menggunakan Kegiatan pembelajaran pada siklus kedua
pembelajaran berbasis inkuiri dilaksanakan diakhiri dengan pemberian tes tertulis untuk
melalui tahapan – tahapan (sintak) yang mengukur sejauh mana kemampuan kognitif/
dilaksanakan secara sistematis (berurutan). pengetahuan peserta didik pada materi
Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup (Seleksi
Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa dan Perkembangbiakan) dan ketuntasan hasil
terdapat perubahan yang signifikan dalam belajar peserta didik di kelas. Soal yang
keaktifan siswa, hal ini terlihat diantaranya diberikan dalam bentuk uraian dengan jumlah
pada tahap mengumpulkan data. Tahap yang sama seperti pada pertemuan pertama.
pembelajaran lain yang mengalami peningkatan
yang signifikan adalah menguji hipotesis. Hal
Tabel 4. Perbandingan Rata – rata Frekuensi Keaktifan Peserta didik saat Kegiatan Pembelajaran Berlangsung
Berdasarkan Tahapan Pembelajaran dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Inkuiri pada
Siklus Pertama dan Siklus Kedua

Siklus
No Tahapan Peningkatan
Pertama Kedua
1. Tahap orientasi 48,53 % 55,88 % 7,35%
2. Tahap merumuskan masalah 73,53 % 79,41 % 5,88 %
3. Tahap menyusun hipotesis 70,59 % 73,53 % 2,94 %
4. Tahap mengumpulkan data 70,59 % 85,29 % 14,70 %
5. Tahap menguji hipotesis 60,29 % 89,71 % 29,42 %
6. Tahap merumuskan 79,41 % 82,35 % 2,94 %
kesimpulan

Tabel 5. Perbadingan Hasil belajar Peserta didik


dan Ketuntasan Belajar Antara
Pembelajaran pada Siklus Pertama
dengan Pembelajaran Pada Siklus Kedua.

No Aspek Tahap Tahap Peningk


Siklus I Siklus atan
II
1. Rata – rata 75,47 78,03 2,56
nilai
2. Ketuntasan 64,71 % 79,41% 14,7 %

Gambar 1. Grafik perbandingan rata – rata nilai


Perbandingan rata – rata nilai yang yang diperoleh pada tahap siklus
diperoleh pada tahap siklus 1 dan tahap siklus 2 pertama dan siklus kedua.
divisualisasikan melalui gambar di bawah ini.
Tingkat keberhasilan selama mengikuti
kegiatan pembelajaran bukan hanya dilihat dari
rata – rata nilai saja tetapi juga ditentukan dari

Nurhayati 165
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

nilai ketuntasan belajar yang diperoleh peserta Simpulan


didik di kelas selama mengikuti kegiatan
pembelajaran. Pembelajaran IPA dengan menerapkan
pembelajaran berbasis inkuiri dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX B
79.41%
SMP Negeri 36 Bandung untuk materi
80.00%
Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup.
70.00% 64.71% Pembelajaran yang dilaksanakan selama dua
60.00% siklus menunjukkan bahwa ketuntasan belajar
50.00% peserta didik telah memenuhi indikator kinerja
yaitu dengan ketuntasan belajar minimal 75 %
40.00%
dari seluruh peserta didik di kelas.
30.00%
20.00%
10.00% Ucapan Terima Kasih
0.00%
siklus 1 siklus 2 ketuntasan Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
pihak –pihak yang telah membantu penulis
Gambar 2. Grafik perbandingan ketuntasan hasil dalam menyelesaikan penelitian ini, kepada
belajar yang diperoleh pada tahap siklus pertama Seameo Qitep In Science yang telah
dan siklus kedua memberikan bantuan secara finansial,
mempublikasikan penelitian ini dan sebagai
Berdasarkan grafik 2 dapat dillihat bahwa sarana pengembangan diri bagi penulis.
untuk ketuntasan belajar IPA pada kegiatan
pembelajaran siklus 2 memiliki prosentase Daftar Pustaka
79,41 %. Hal ini menunjukkan bahwa
ketuntasan belajar peserta didik telah (1) Arikunto, Suharsimi dkk. 2017. Penelitian
memenuhi indikator kinerja yaitu dengan Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
ketuntasan belajar minimal 75 % dari seluruh (2) Daryanto dan Karim, Syaiful. 2017.
peserta didik di kelas. Pembelajaran Abad 21.Yogyakarta : Gava
Media
Pada pembelajaran siklus kedua, terdapat (3) Departemen Pendidikan Nasional. 2003.
peningkatan respon positif peserta didik, baik Undang – Undang RI No 20 Tahun 2003
dalam menjawab kegiatan pembelajaran dapat tentang Sistem Pendidikan Nasional.
meningkatkan motivasi ataupun memudahkan Jakarta
peserta didik dalam mempelajari materi. (4) Kemendikbud. Model – model
Berbagai hal yang dapat menjadi pertimbangan Pembelajaran. Badan Pengembangan
diantaranya adalah kegiatan pembelajaran Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
untuk memperoleh suatu konsep yang utuh Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
mengenai pembelajaran dilaksanakan di luar Pendidikan
kelas ataupun melihat objek secara langsung (5) N.W. Anggraeni, dkk. 2013.
meskipun bukan di alam liar sebenarnya. “Implementasi Strategi Pembelajaran
Inkuiri Terhadap Implementasi Strategi
Kegiatan ini sejalan dengan yang Pembelajaran Inkuiri Terhadap
disampaikan oleh Widiasworo, Erwin Kemampuan Berpikir Kritis dan
(2017:79) bahwa “pembelajaran bisa terjadi Pemahaman Konsep IPA Siswa SMP”.
dimana saja, di dalam ataupun di luar kelas Singaraja: e-Journal Program Pascasarjana
bahkan di luar sekolah”. Kegiatan Universitas Pendidikan Ganesha. Volume
pembelajaran yang dilakukan di luar sekolah 3.
dapat memberikan pengalaman langsung, (6) Pusat Bimbingan Belajar GO. 2016.
materi pembelajaran dapat semakin konkret Revolusi Belajar Konsep Dasar & The
dan nyata sehingga dapat mewujudkan King. Bandung
pembelajaran yang bermakna. (7) Rustaman, N. 2002. Keterampilan
Bertanya dalam Pembelajaran IPA.
Bahan Pelatihan Democratic Teaching

Nurhayati 166
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Bagi Guru IPA SMP Se Kota Bandung. pada pembelajaran praktik kelistrikan
Departemen Pendidikan Nasional. otomotif SMK di Kota Yogyakarta”.
(8) Rustaman, N, 2005. “Perkembangan Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Vokasi.
Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri Volume 6, No 1, Februari 2016 (111-120)
Dalam Pendidikan Sains”. FPMIPA UPI (11) Wahyudi, Eko. 2015. Jurnal Lentera
(9) Sudjana, Nana. 2004. Dasar-dasar Proses Sains. Volume 5 Jilid I Mei 2015
Belajar Mengajar. Bandung :Sinar Baru (12) Widiasworo, Erwin.2017. Strategi &
Algensido Offset. Metode Mengajar Siswa di Luar Kelas
(10) Valiant Lukad Perdana Sutrisno dan (Outdoor Learning) Secara Aktif, Kreatif,
Budi Tri Siswanto.2016. “ Faktor – faktor Inspiratif dan Komunikatif. Yogyakarta :
yang mempengaruhi hasil belajar siswa Ar-Ruzz Media.

Nurhayati 167
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PEMBELAJARAN DIFFERENTIATED SCIENCE INQUIRY DIPADU


MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Nur Miftahul Fuad


SMPN 2 Puncu Kediri
E-mail: nur.miftahul.fuad@gmail.com

ABSTRACT

Previous research has shown that inquiry learning and mind map can develop thinking skills. There are 4 levels
of inquiry learning, but teachers usually choose one level of inquiry to apply in the classroom, whereas each
level has advantages and disadvantages. For that reason Differentiated Science Inquiry model combined mind
map (DSIMM) was applied. DSIMM applied the four levels to accommodate differences in students' ability. This
research was a Classroom Action Research. The study was conducted in class VIID SMPN 2 Puncu at academic
year 2017/2018 with 3 cycles. Descriptive data analysis was done to the implementation of learning,
questionnaires, and test of critical thinking skills of students in cycles I, II, and III. The results of the study
shown that 1) the learning of DSIMM ran well, 2) the students became active, empowered their thinking skills,
fun, and motivated, and 3) there was an improvement of critical thinking skill score from pracyicle, cycle I,
cycle II, and cycle III. Even in cycle 3 clasicall students’ mastery learning was achieved.

Keywords: differentiated science inquiry, mind map, critical thinking skills

ABSTRAK

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri dan mind map dapat mengembangkan
keterampilan berpikir. Terdapat 4 level pada pembelajaran inkuiri, namun guru biasanya memilih satu level
inkuiri untuk diterapkan di kelas, padahal masing-masing level memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk itulah
diterapkan model Differentiated Science Inquiry dipadu mind map (DSIMM) yang menerapkan keempat level
guna mengakomodasi perbedaan kemampuan siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas.
Penelitian dilakukan di kelas VIID SMPN 2 Puncu tahun pelajaran 2017/2018 dengan 3 siklus. Analisis data
dilakukan secara deskriptif terhadap keterlaksanaan pembelajaran, angket, dan hasil tes keterampilan berpikir
kritis siswa pada siklus I, II, dan III. Hasil penelitian menunjukkan 1) pembelajaran DSIMM terlaksana dengan
baik, 2) siswa menjadi aktif, memberdayakan keterampilan berpikir, senang, dan termotivasi atas penerapan
DSIMM, dan 3) ada peningkatan skor keterampilan berpikir kritis siswa dari prasiklus, siklus I, siklus II, dan
siklus III. Bahkan pada siklus 3 kentuntasan belajar siswa tercapai secara klasik
Kata kunci: differentiated science inquiry, mind map, keterampilan berpikir kritis

Pendahuluan akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan


Perkembangan ilmu pengetahuan dan untuk menentukan apa yang harus diyakini
teknologi abad 21 semakin pesat. Pesatnya dan dilakukan[4]. Berpikir kritis sebagai sebuah
perkembangan ilmu pengetahuan dan proses menurut langkah-langkah untuk
teknologi harus mampu diantisipasi oleh dunia menganalisis, menguji, dan mengevaluasi
pendidikan agar kelak mampu mempersiapkan argumen[5]. Sedangkan definisi menurut [6]
generasi yang siap dan adaptif dalam berpikir kritis merupakan suatu proses
menjawab tantangan jaman. Pada era yang intelektual dalam pembuatan konsep,
serba cepat ini, siswa perlu memiliki mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis,
keterampilan berpikir yang dapat membantu dan atau mengevaluasi berbagai informasi
dalam membuat keputusan yang handal dan yang didapat dari hasil observasi, pengalaman,
memperoleh pengetahuan baru dengan cepat[1]. refleksi dimana hasil proses ini digunakan
Keterampilan berpikir yang paling dominan sebagai dasar saat mengambil tindakan.
dibutuhkan pada abad 21 adalah keterampilan Berdasarkan beberapa pendapat tersebut,
berpikir kritis[2][3]. Definisi berpikir kritis berpikir kritis merupakan berpikir yang
banyak disampaikan oleh para ahli. Berpikir melibatkan penalaran dan logika untuk
kritis adalah cara berfikir reflektif yang masuk menyelesaikan suatu masalah.

Nur Miftahul Fuad 168


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Terdapat 6 unsur dasar dalam berpikir umum menggunakan konten dari berbagai
kritis yang disingkat menjadi FRISCO[4]. bidang atau bersifat umum. Komite National
Focus, memfokuskan pertanyaan atau isu yang Academy of Education merekomendasikan
ada untuk membuat keputusan tentang apa untuk mengembangkan tes berpikir tingkat
yang diyakini. Reason, mengetahui alasan- tinggi yang spesifik untuk suatu subjek.
alasan yang mendukung atau menolak Beberapa kelebihan tes esai adalah (1) dapat
putusan-putusan yang dibuat berdasar situasi digunakan untuk menilai kemampuan berpikir
dan fakta yang relevan. Inference, membuat tingkat tinggi atau kemampuan berpikir kritis,
kesimpulan yang beralasan atau meyakinkan. (2) dapat mengevaluasi proses berpikir dan
Situation, memahami situasi dan selalu bernalar siswa, dan (3) memberikan
menjaga situasi dalam berpikir untuk pengalaman autentik [10].
membantu memperjelas pertanyaan (dalam F) Rubrik penilaian berpikir kritis telah
dan mengetahui arti istilah-istilah kunci, dikembangkan[1] dengan rentangan skor 0-5.
bagian-bagian yang relevan sebagai Rubrik tersebut dimodifikasi dari Illinois
pendukung. Clarity, menjelaskan arti atau Critical Thinking Essay Test yang
istilah yang digunakan. Overview, melangkah dikembangkan oleh Finken dan Ennis dengan
kembali dan meneliti secara menyeluruh format minimal structure. Asesmen yang
keputusan yang diambil. dimodifikasi ini dapat digunakan untuk
Berpikir kritis merupakan kemampuan menguji kemampuan berpikir kritis siswa
yang sangat esensial untuk kehidupan dan melalui tes esai. Format asesmen ini disusun
berfungsi efektif dalam semua aspek berdasarkan berbagai pertimbangan, di
kehidupan. Para pendidik telah lama antaranya bentuk soal tes yang sering
menyadari pentingnya kemampuan berpikir digunakan para pendidik di Indonesia. Rubrik
kritis sebagai salah satu output dari proses ini dapat dikembangkan dengan tujuan agar
pembelajaran. Dewasa ini, Partnership for 21st dapat digunakan dengan mudah, praktis, dan
Century Skills telah mengidentifikasi bahwa dapat mengakomodasi masing-masing
berpikir kritis menjadi salah satu dari beberapa indikator berpikir kritis secara efektif dan
kemampuan yang dibutuhkan untuk efisien.
menyiapkan siswa pada jenjang pendidikan Guru sebagai garda terdepan dalam
dan dunia kerja[7]. Kemampuan berpikir kritis pendidikan seharusnya mampu mengemban
yang dimiliki oleh lulusan dapat amanat dalam membelajarkan keterampilan
memungkinkan lulusan untuk memeriksa isu- berpikir kritis bagi siswa. Namun, berdasarkan
isu, membangun hubungan, membangun studi pendahuluan di kelas VIID SMPN 2
argumen, serta mengakui dan menghormati Puncu terungkap bahwa keterampilan berpikir
perspektif yang beragam [8]. ini masih rendah. Berdasarkan hasil tes
Terdapat beberapa tes terstandar untuk berpikir kritis dengan rentangan skor 0-100,
mengakses berpikir kritis. Salah satunya diperoleh skor rerata pada berpikir kritis yaitu
mengembangkan tes standar untuk menilai 21,89. Berdasarkan hasil angket, rendahnya
berpikir kritis, California Critical Thinking kedua keterampilan tersebut disebabkan oleh
Dispositions Inventory (CCTDI) dan Watson model pembelajaran yang diterapkan guru
Glaser Critical Thinking Appraisal (WGCTA) masih bersifat teacher centered, belum
[4]
. CCTDI terdiri dari 75 butir soal Likert. melibatkan keterlibatan siswa secara aktif.
WGCTA memiliki 80 butir soal. Meskipun Untuk itulah perlu dirancang pembelajaran
WGCTA memiliki beberapa teks berpikir yang melatihkan keterampilan berpikir
kritis dan mencakup isu mendalam terkait tersebut.
kehidupan sehari-hari, namun soalnya berupa Salah satu model pembelajaran yang
tes pilihan ganda. Namun, soal pilihan ganda banyak digunakan pada kelas IPA untuk
bisa saja terjadi bias tes, kurangnya valid, dan melatihkan keterampilan berpikir adalah
korelasi item yang rendah untuk penilaian[9]. pembelajaran yang berbasis inkuiri [11].
Tes untuk mengukur kemampuan berpikir Pernyataan ini dipertegas oleh [12] yang
kritis dapat dibedakan menjadi tes spesifik menyatakan bahwa pembelajaran IPA
untuk suatu topik dan tes yang umum (untuk seharusnya dapat meningkatkan keaktifan
semua topik). Tes berpikir kritis spesifik untuk siswa melalui inkuiri. Berbagai penelitian
suatu topik mengukur hanya satu topik atau telah membuktikan bahwa pembelajaran
subjek saja, sedangkan tes berpikir kritis inkuiri dapat melatihkan keterampilan berpikir

Nur Miftahul Fuad 169


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

kritis[13] [14]. Terkait dengan tujuan mengetahui adanya peningkatan keterampilan


pembelajaran inkuiri, model ini membantu berpikir kritis siswa.
siswa merumuskan pertanyaan dan mencari
jawaban serta mengembangkan aktivitas siswa Metode Penelitian
tidak hanya minds-on activity, namun juga Penelitian ini merupakan Penelitian
melatihkan hands-on activity [15]. Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini terdiri
Berdasarkan peran guru dan siswa, inkuiri dari 3 siklus, masing-masing siklus terdiri
dibagi menjadi 4 jenis, yaitu demonstrated empat tahap yaitu menyusun rencana tindakan,
inquiry, structured inquiry, guided inquiry, dan melakukan tindakan, mengamati (observasi),
self-directed inquiry [16]. Biasanya guru dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di kelas
memilih satu jenis inkuiri untuk diterapkan VIID UPTD SMP Negeri 2 Puncu Kediri.
pada semua siswa di topik tertentu. Padahal Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli
masing-masing jenis tersebut memiliki 2017-September 2017. Instrumen penelitian
kelebihan dan kelemahan. Untuk itulah, yaitu: lembar observasi, butir tes keterampilan
dikenalkan model Differentiated Science berpikir kritis siswa beserta pedoman
Inquiry yang menawarkan jenis inkuiri yang penilaian, dan angket persepsi siswa mengenai
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan siswa model DSIMM.
sehingga siswa mendapatkan kesempatan yang Pedoman penilaian tes keterampilan
sama untuk berkembang dan memaksimalkan berpikir kritis mengacu pada rubrik penilaian
kemampuannya. Siswa mempunyai dari Zubaidah, dkk. (2015) hasil modifikasi
kesempatan yang sama untuk memaksimalkan dari Finken dan Ennis (1993). Skor yang
kemampuannya ketika menerima instruksi diperoleh kemudian dikonversikan ke skala 0-
sesuai dengan tingkat kesiapan, minat, dan 100. Konversi skor secara kualitatif mengikuti
gaya belajar[17]. aturan sebagai berikut: (1) skor 0-19
Pembelajaran DSI yang mengelompokkan dikategorikan sangat kurang, (2) skor 20-39
siswa berdasarkan tingkat kemampuannya dikategorikan kurang, (3) skor 40-59
sejalan dengan pendapat [18] bahwa dalam dikategorikan sedang, (4) skor 60-79
pembelajaran di kelas, siswa harus dikategorikan baik, (5) skor 80-100
dikelompokkan sesuai dengan tingkat dikategorikan sangat baik (Arikunto, 2012).
pengetahuannya. Filosofi DSI ini sejalan pula
dengan UU Sisdiknas pasal 12 bahwa setiap Hasil dan Pembahasan
peserta didik pada setiap satuan pendidikan Berdasarkan hasil rekapitulasi
berhak mendapatkan pelayanan pendidikan keterlaksanaan sintaks pembelajaran nampak
sesuai dengan bakat, minat, dan bahwa pada masing-masing pertemuan, guru
kemampuannya. telah menerapkan sintaks model pembelajaran
Selain inkuiri, guna melatihkan DSI dipadu mind map dengan kriteria sangat
keterampilan berpikir perlu dikembangkan baik.
pembelajaran berbantuan mind map [19]. Mind Data keterampilan berpikir kritis baik pada
map dapat digunakan secara bersama-sama pra siklus, siklus 1, siklus 2, dan siklus 3
dengan teknik lainnya yang sesuai dengan disajikan pada Tabel 1 berikut.
filosofi pendekatan konstruktivis. Teknik ini
mengandalkan gambar dan hubungan satu Tabel 1. Nilai keterampilan berpikir kritis
sama lain dengan menggunakan gambar, kata, siswa
angka, logika, dan warna menjadi suatu cara Siklus Siklus Siklus
Kegiatan Pra
yang unik. Mind map merupakan teknik yang 1 2 3
menstimulasi otak kiri dan otak kanan, Nilai
membuat proses berpikir menjadi terlihat, Rerata 23 67 78 82
memberi gambaran besar dan detail dari suatu Kelas
hal secara bersamaan, mempermudah dalam Ketuntasan
mengelola dan memahami informasi secara 0,00 15,63 75,00 100,00
(%)
efektif dan sistematis, meningkatkan
kemampuan berpikir, serta daya ingat [20].
Berdasarkan data pada Tabel 1 maka dapat
Penelitian ini bertujuan untuk 1)
dibuat grafik rerata nilai keterampilan berpikir
mengetahui keterlaksanaan sintaks DSIMM, 2)
kritis siswa sebagaimana pada Gambar 1,
mengetahui kelebihan model DSIMM, dan 3)

Nur Miftahul Fuad 170


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

sedangkan persentase ketuntasan setiap siklus sejalan dengan hakikat keterampilan berpikir
disajikan pada Gambar 2. kritis sebagaimana yang disampaikan oleh[5]
yang menyatakan berpikir kritis sebagai
sebuah proses menurut langkah-langkah untuk
menganalisis, menguji, dan mengevaluasi
argumen. Selain itu, pembelajaran DSI yang
diterapkan dengan baik dapat mengaktifkan
siswa di dalam kelas, memberi peluang siswa
belajar suatu materi melalui eksplorasi
pertanyaan dan belajar bagaimana
mengembangkan hipotesis, membantu siswa
menciptakan pembelajaran yang sesuai
Gambar 1. Grafik rerata keterampilan berpikir keinginan mereka, memperoleh kedalaman
kritis siswa per siklus konsep suatu materi, menjadi pemikir kritis,
dan mampu berpikir tingkat tinggi[24].
Pada penelitian ini, pembelajaran inkuiri
terbukti cocok dalam pembelajaran IPA di
SMP. Hal ini disebabkan pembelajaran IPA
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA
Gambar 2. Grafik ketuntasan siswa siklus diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa
untuk mempelajari diri sendiri dan alam
Berdasarkan rerata keterampilan berpikir sekitar, serta prospek pengembangan lebih
kritis dapat diketahui pembelajaran model DSI lanjut dalam menerapkannya di dalam
dipadu mind map terbukti memberikan kehidupan sehari-hari. Proses
kontribusi yang signifikan terhadap pembelajarannya menekankan pada pemberian
keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini juga pengalaman langsung untuk mengembangkan
dapat diketahui dari kenaikan persentasi kompetensi agar menjelajahi dan memahami
ketuntasan klasikal siswa. Bahkan, pada siklus alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA
II seluruh siswa mendapatkan nilai diatas diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga
KKM sehingga ketuntasan klasikal telah dapat membantu siswa untuk memperoleh
tercapai. pemahaman yang lebih mendalam tentang
Model pembelajaran inkuiri yang alam sekitar.
diterapkan pada kelas DSI dipadu mind map Perpaduan inkuiri dengan mind map pada
terbukti dapat memberikan kontribusi yang pembelajaran IPA terbukti memberikan
signifikan untuk meningkatkan skor potensi paling tinggi untuk meningkatkan skor
keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian keterampilan berpikir kritis. Hal ini selain
ini sejalan dengan pernyataan [21] yang disebabkan adanya kontribusi pembelajaran
merekomendasikan guru untuk memfokuskan inkuiri terhadap keterampilan berpikir kritis,
pembelajaran aktif, terutama inkuiri sebagai mind map juga turut memperkuat kontribusi
solusi untuk mengatasi rendahnya kemampuan tersebut. Memadukan mind map pada masing-
berpikir kritis siswa. Penerapan pembelajaran masing tahap inkuiri akan mempermudah
inkuiri agar siswa terlibat dalam proses siswa dalam mengelola dan memahami
eksplorasi yang aktif dengan menggunakan informasi secara efektif dan sistematis.
keterampilan berpikir kritis dan logis[16]. Kemampuan dalam mengelola dan memahami
Beberapa penelitian lain membuktikan bahwa informasi menjadi kunci untuk mencapai 6
pembelajaran inkuiri mampu meningkatkan unsur berpikir kritis yaitu focus, reason,
skor keterampilan berpikir kritis[22] [23]. inference, situation, clarity, dan overview .
Kontribusi model pembelajaran inkuiri Pemaduan mind map pada sintaks inkuiri
terhadap skor keterampilan berpikir kritis ini terbukti tepat untuk meningkatkan
disebabkan sintaks dalam pembelajaran DSI keterampilan berpikir kritis siswa. Mind map

Nur Miftahul Fuad 171


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

merupakan teknik yang potensial untuk meningkatkan hasil belajar siswa, (3)
mengaktifkan siswa untuk mensintesis dan melatihkan siswa untuk berpikir kritis, (4)
mengintegrasikan informasi bermakna serta tidak hanya berfokus tataran konseptual saja,
memperkaya pengalaman belajar guna namun siswa diajak praktik melalui
mengembangkan keterampilan berpikir percobaan-percobaan, (5) siswa mendapatkan
kritis[25].Pernyataan tersebut didukung oleh penugasan pembuatan mind map yang
beberapa penelitian terdahulu yang meningkatkan motivasi dalam belajar.
menunjukkan bahwa mind map terbukti Berdasarkan kajian angket juga dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis [26] dideskripsikan mengenai kelemahan model
[27] [28]
. DSI dipadu mind map. Kelemahan tersebut
Keterampilan berpikir kritis termasuk yaitu: (1) guru belum terbiasa pada awal-awal
dalam bagian dari self-regulated learning. Hal pembelajaran, (2) bagi siswa yang belum
ini berarti bila siswa memiliki keterampilan terbiasa, akan kesulitan dalam menerapkan
berpikir kritis yang baik, maka kemampuan level inkuiri, (3) waktu kadang tersita untuk
mengatur dirinya untuk belajar juga akan percobaan, dan (4) beberapa siswa kadang
semakin baik. Aspek-aspek dalam berpikir bingung dalam menemukan konsep.
kritis menyediakan umpan balik reflektif Berdasarkan kelemahan tersebut, dapat
sebagai bagian dari siklus belajar untuk disarankan sebagai berikut.
peningkatan kemampuan siswa [30]. 1. Model DSI dipadu mind map memang
Berpikir kritis berhubungan dengan bukan pembelajaran yang biasa dilakukan
kemampuan kemampuan berpikir tingkat pada kelas konvensional, baik pada mata
tinggi [31]. Berpikir kritis merupakan strategi pelajaran IPA maupun yang lainnya.
kognisi yang mampu meningkatkan peluang Banyak guru IPA yang belum benar-benar
hal yang ingin didapatkan[32]. Proses ini juga siap untuk menerapkan berbagai model
meliputi memecahkan masalah, merumuskan inkuiri, untuk itulah perlu pembiasaan
faktor-faktor yang berpengaruh, dalam menerapkannya. Bila guru dan siswa
mengkalkulasi berbagai macam kemungkinan, sudah terbiasa maka kesulitan ini dapat
dan membuat keputusan. Peningkatan teratasi.
kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh 2. Pembelajaran model DSI dipadu mind map
lulusan dapat memungkinkan lulusan untuk prinsipnya sama dengan pembelajaran
memeriksa isu-isu, membangun hubungan, inkuiri, yaitu membutuhkan persiapan
membangun argumen, serta mengakui dan pembelajaran yang cukup lama dan saat
menghormati perspektif yang beragam [21]. diimplementasikan terkadang menyita
Berdasarkan hasil uji lanjut terkait waktu. Untuk itu, perlu persiapan yang
keterampilan berpikir kritis pada model matang, memperhatikan ketersediaan alat
pembelajaran yang berbeda terungkap bahwa dan bahan untuk kegiatan percobaan, serta
baik pada model DSI dipadu mind map manajemen waktu yang baik.
maupun model DSI sama-sama berpotensi 3. Guru hendaknya dapat menjaga agar siswa
dalam memberdayakan keterampilan berpikir tetap tertarik dengan kegiatan percobaan
kritis siswa. Pembelajaran model DSI dipadu maupun aktivitas penemuan konsep agar
mind map tidak hanya unggul terhadap negatif penyelidikan yan dilakukan sesuai dengan
kontrol yang dalam penelitian ini yakni tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
pembelajaran konvensional, namun juga
unggul terhadap positif kontrol yaitu model Simpulan
pembelajaran DSI. Temuan tersebut 1. Sintaks pembelajaran model DSI dipadu
memberikan memberikan rekomendasi bahwa mind map dapat terlaksana dengan sangat
para guru dapat menggunakan model baik.
pembelajaran inkuiri terutama DSI dipadu 2. Model pembelajaran DSI dipadu mind map
mind map untuk meningkatkan keterampilan dapat meningkatkan keterampilan berpikir
berpikir kritis siswa. kritis siswa kelas VII D SMPN 2 Puncu
Berdasarkan hasil angket guru dan siswa, Kediri.
dapat dirangkum mengenai kelebihan model 3. Kelebihan model pembelajaran DSI dipadu
pembelajaran DSI dipadu mind map yaitu: (1) mind map yaitu: (1) pembelajaran yang
pembelajaran yang melatihkan siswa untuk melatihkan siswa untuk aktif, serta
aktif, kreatif, serta menyenangkan, (2) dapat menyenangkan, (2) tidak hanya berfokus

Nur Miftahul Fuad 172


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

tataran konseptual saja, namun siswa diajak Metacognition, Self-efficacy, and


praktik melalui percobaan-percobaan, (3) Learning Processes: The SEMLI-S.
meningkatkan motivasi siswa dalam International Journal of Science
belajar. Kelemahan tersebut yaitu: (1) guru Education, 30 (13): 1701-1724.
belum terbiasa pada awal-awal [9] Stein, J. 2003. Evaluation of An Exercise
pembelajaran, (2) bagi siswa yang belum Based Treatment for Children with
terbiasa, akan kesulitan dalam menerapkan Reading Difficulties. Dyslexia, 9: 124-
level inkuiri, (3) waktu kadang tersita untuk 126.
percobaan. [10] Olson, S. & Horsley, S.L. 2000. Inquiry
and The National Science Education
Ucapan Terima Kasih Standards, A Guide For Teaching And
Terima kasih disampaikan kepada pihak Learning. Washington: National
SEAMEO QITEP in Science (SEAQIS) yang Academies Press.
telah memberikan dana hibah bagi peneliti [11] Zoller, U., Ben-Chaim, D., & Ron, S.
melalui program SEAQIS Research Grants di 2000. The Disposition Toward Critical
tahun 2017 sehingga penelitian ini dapat Thinking of High School and University
terselenggara dengan baik sampai pada tahap Science Students: An Inter-Intra Israeli-
pelaporan dan publikasi. Italian Study. International Journal of
Science Education, 22 (6): 571-582.
[12] Wyatt, S. 2005. Extending Inquiry-Based
Daftar Pustaka Learning to Include Original
[1] Lau, J.Y.F. 2011. An Introduction to Experimentation. The Journal of General
Critical Thinking and Creativity. Education, 54(1): 83-89.
Massachuset: John Wiley & Sons, Inc. [13] Prince, M.J. & Felder, R.M. 2006.
[2] Kharbach, M. 2012. The 21st Century Inductive Teaching and Learning
skills Teachers and Student Need to Have. Methods: Definitions, Comparisons, and
Halifax: Creative Commons Attribution Research Bases. Journal of Engineering
Mount Saint Vincent University. Education, 95(2): 123-138.
[3] Moon, J. 2008. Critical Thinking: An [14] Kazempour, E. 2013. The Effects of
Exploration of Theory and Practice. New Inquiry-Based Teaching on Critical
York: Taylor and Francis Group. Thinking of Students. Journal of Social
[4] Ennis, R.H. 2013. The Nature of Critical Issues & Humanities, 1(3): 23-27.
Thinking: Outlines of General Critical [15] Arends, R.I. 2012. Learning to Teach.
Thinking Dispositions and Abilities. 9th. New York: McGraw-Hill.
(Online), (http://www.criticalthinking. [16] Llewellyn, D. 2013. Teaching High
net/longdefinition.html), diakses 09 Juni School Science Through Inquiry and
2017. Argumentation. California. Corwin A
[5] Proulx, G. 2004. Integrating Scientific Sage Company.
Method & Critical Thinking in Classroom [17] Tomlinson, C.A. 2001. How to
Debates on Environmental Issues. The Differentiate Instruction in Mixed-ability
American Biology Teacher, 66(1): 1-10. Classrooms. Virginia: Association for
[6] Walker, G. 2005. Critical Thinking in Supervision and Curriculum
Asynchronous Discussions. International Development.
Journal of Instructional Technology and [18] Slavin, R.E. 2006. Educational
Distance Learning, 2 (6). Psychology: Theory and Practice (8th
[7] Zubaidah, S., Corebima, A.D., & Edition). Boston: Allyn & Bacon.
Mistianah. 2015. Asesmen Berpikir Kritis [19] Keles, O. 2012. Elementary Teacher's
Terintegrasi Tes Essay. Prosiding Views on Mind Mapping. International
Simposium on Biology Education, Journal of Education. 4(1): 93-100.
Jurusan Biologi FKIP Universitas Ahmad [20] Buzan, T. 2012. Buku Pintar Mind Map.
Dahlan Yogyakarta, 4-5 April 2015. Penerjemah: Susi Purwoko. Jakarta: PT.
[8] Thomas, G.P., Anderson, D., & Nashon, Gramedia Pustaka Utama
S.M. 2008. Development and Validity of [21] Lujan, H.L. & Dicarlo, S. 2006. Too
An Instrument Designed to Investigate Much Teaching Not Enough Learning:
Elements of Science Students’

Nur Miftahul Fuad 173


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

What is the Solution?. Physiology


Education, 30(1): 17-22.
[22] Azizmalayer, K., Jafari, E.M., Sharif, M.,
Asgari, M., & Omidi, M. 2012. The
Impact of Guided Inquiry Methods of
Teaching on the Critical Thinking of High
School Students. Journal of Education
and Practice, 3 (10): 42-47.
[23] Mahanal. S. 2012. Strategi Pembelajaran
Biologi, Gender, dan Pengaruhnya
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis.
Prosiding Seminar Nasional UNS. 9 (1).
[24] Lane, J.L. 2007. Inquiry-based Learning.
(Online), (http://www.schreyerinstitute.
psu.edu/pdf/ibl.pdf, diunduh Mei 2017).
[25] Zip, G. & Maher, C. 2013. Prevalence of
Mind Mapping as a Teaching and
Learning Strategy in Physical Therapy
Curricula. Journal of the Scholarship of
Teaching and Learning, 13(5): 21 – 32.
[26] Eppler, M.J. 2006. A Comparison
between Concept Maps, Mind Maps,
Conceptual Diagrams, and Visual
Metaphors as Complementary Tools for
Knowledge Construction and Sharing. Inf
Visualization, 5: 202-210.
[27] Pudelko, B., Young, M., Vincent-
Lamarre, P., & Charli, B. 2012. Mapping
as A Learning Strategy in Health
Professions Education: A Critical
Analysis. Medical Education, 46: 1215-
1225.
[28] Santiago, H.C. 2011. Visual Mapping to
Enhance Learning and Critical Thinking
Skills Santiago: Optometric Education,
36(3): 125-129.
[29] Scraw, G., Crippen, K. J., & Hartley, K.
2006. Promoting Self-Regulation in
Science Education: Metacognition as Part
of A Broader Perspective on Learning.
Research in Science Education, 36: 111-
139.
[30] Stanton, N. A. 2011. Critical Thinking.
Theoretical Issues In Ergonomics Science
12(3): 2014-209.
[31] Page, D. & Mukherjee, A. 2006. Using
Negotiation Excercises to Promote
Critical Thinking Skills. Business
Simulation and Experimental Learning,
30(1): 71-78.
[32] Halpern, D. F. 2013. Thought and
Knowledge: An Introduction to Critical
Thinking (5th ed.). New York:
Psychology Press.

Nur Miftahul Fuad 174


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

MODEL 5 E, AND IMPLEMENTATION OF ULTRAVIOLET SILK


MEDIA BOX FOR RESPONDING STUDENT LEARNING
OBLIGATIONS IN LEARNING MATERIALS OF PHOTOSYNTHESIS
Priya Santosa
SMA Negeri 1 Dolopo
Jalan Suluk Dolopo, Kecamatan Dolopo Madiun Regency
E-mail: istiyogist1974@gmail.com

ABSTRACT

It is expected that the results of this penile can be useful for: Students, Skilled using simple experimental media,
Improving understanding of light ray material that is needed in photosynthesis activities, Build togetherness
among groups of students, resulting in the nature of mutual cooperation in performance: students, students, and
students of school employees during eskprimen activities. Teachers, Can help students overcome the difficulties
of learning about photosynthetic material, Can disseminate the efforts of innovative learning findings through a
scientific, characteristic, humanist, 5E-based model cycle to other colleagues. Educational Institutions, Produce
teacher research reports that can be used as reference material for other educators (teachers) to improve the
reliability of the quality of biology learning in general, and photosynthesis material in particular. The result for
the mastery of learning materials After the action with learning model 5 E accompanied by media box
ultraviolet rays of 78% results then this shows a significant increase, while the final result of the overall
mastery of the material that is 71% there are 11 students whose value is still below the standard the value of
SKBM / KKM biologi (73%) to increase the percentage of learning outcomes occurred positive reinforcement
on the aspects studied, the response of the students to the auxiliary media, after given the learning action model
5 E along with media box Photosynthesis student response increased to 82% (increased 48% )

Keywords: Benefits, Results of Research

ABSTRAK

Diharapkan hasil peneilitan ini dapat bermanfaat untuk: Siswa,Terampil menggunakan media percobaan
sederhana, Meningkatkan pemahaman materi sinar sinar yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan
fotosintesisa, Membangun kebersamaan antar kelompok siswa , sehingga timbul sifat kegotong royongan
dalam unjuk kerja: siswa –siswa, siswa-guru dan siswa karyawan sekolah pada waktu kegiatan eskprimen.
Guru, Dapat membantu para siswa mengatasi kesulitan belajar tentang materi fotosintesis, Dapat
mendesiminasikan upaya-upaya temuan inovasi pembelajaran melalui siklus model 5E yang berbasis saintifik,
berkarakter, humanis, pada rekan sejawat lain. Instansi Pendidikan, Menghasilkan laporan-laporan penelitian
guru yang dapat dijadikan bahan rujukan bagi para pendidik (guru) lain untuk meningkatkan keterandalan
kualitas pembelajaran biologi pada umumnya, dan materi fotosintesis khususnya. Hasil untuk penguasaan
materi belajar, Setelah diadakan tindakan dengan pembelajaran model 5 E disertai media kotak sinar
ultraviolet hasil perolehan 78% maka hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang siginfikan, sedang kan
hasil akhir keseluruhan penguasaan materi yaitu 71% ada 11 siswa yang nilainya masih dibawah standar nilai
SKBM/KKM biologi sebesar (73%) untuk peningkatan prosentase hasil belajar terjadi penguatan positif pada
aspek yang diteliti, respon siswa terhadp media bantu, setelah diberikan tindakan pembelajaran model 5 E
disertai media kotak Fotosintesis respon siswa meningkat menjadi 82% ( meningkat 48%)

Kata kunci: Manfaat, Hasil Penelitian

Priya Santosa 175


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Pendahuluan sebagai kelas eksperimen, dan siswa kelas


Menurut Winkel (2007:1) kemampuan belajar XII IPA 4 sebagai kelas kontrol. Kedua kelas
yang dimiliki manusia, merupakan bekal yang memiliki kemampuan dasar awal sama,
sangat pokok. Berdasarkan kemampuan itu, karakteristik yang sama dan diajarkan oleh
umat manusia telah berkembang selama abad- guru yang sama. Desain eksperimen dalam
abad yang lalu dan tetap terbuka kesempatan penelitian menggunakan Static-Group
luas baginya untuk memperkaya diri dan Comparison yaitu design yang terdapat satu
mencapai taraf kebudayaan yang tinggi. kelompok yang digunakan untuk penelitian,
Misalnya para ahli teknologi berusaha terus tetapi dibagi dua, yaitu setengah kelompok
runtuk menemukan sumber-sumber enersi (satu kelas) untuk eksperimen (yang diberi
yang baru, dengan mempergunakan hasil perlakuan/ O1) dan setengah untuk kelompok
penemuan ilmiah yang telah digali oleh kontrol /satu kelas ( yang tidak diberi
generasi-generasi terdahulu. Namun, tanpa perlakuan/ O2). Desain ini dapat dituliskan
dibekali kemampuan belajar kemajuan di sebagai berikut:
bidang teknologi ini tidak mungkin.
X O1
Kajian Ingenhousz (1799), Sarjana ini
O2
membuktikan, bahwa pada fotosintesa
dilepaskan O2 . Hal ini dibuktikannya dengan
percobaannya yang menggunakan tanaman air Keterangan :
Hydrilla verticulata di bawah corong terbalik. O1 = Hasil pengukuran setengah kelompok
Jika tanaman tersebut kena sinar, maka yang diberi perlakuan
timbullah gelembung-gelembung gas yang O2 = Hasil pengukuran setengah kelompok
akhirnya mengumpul di dasar tabung reaksi. yang tidak diberi perlakuan
Gas ini ternyata okisgen Pengaruh perlakuan pemberian model 5 e dan
media terhadap belajar siswa pada materi
Menurut Winkel (2007:1) kemampuan belajar fotosintesis
yang dimiliki manusia, merupakan bekal yang = O1 - O2
sangat pokok. Berdasarkan kemampuan itu,
umat manusia telah berkembang selama abad-
abad yang lalu dan tetap terbuka kesempatan
luas baginya untuk memperkaya diri dan
mencapai taraf kebudayaan yang tinggi.
Selain menggunakan post tes sebagai alat
Misalnya para ahli teknologi berusaha terus
pengukuran dalam peneltian ini proses hasil
runtuk menemukan sumber-sumber enersi
pembelajaran juga digunakan kegiatan pre-tes
yang baru, dengan mempergunakan hasil
pada kelas kelompok eskperimen maupun
penemuan ilmiah yang telah digali oleh
kelas kelompok kontrol.
generasi-generasi terdahulu. Namun, tanpa
Pembelajaran Model 5E dimulai dengan tahap
dibekali kemampuan belajar kemajuan di
Persiapan/ langkah Engage yaitu guru
bidang teknologi ini tidak mungkin.
membentuk siswa dalam kelompok,
kemudian membagi perangkat kegiatan siswa
Metode Penelitian yang meliputi Hands-on/LKS, guru
Metode penelitian merupakan usaha menanyakan berbagai hal yang terkait proses
untuk menemukan, mengembangkan dan hidup pada tanaman, meliputi: Apa yang
menguji suatu kebenaran pengetahuan diperlukan tumbuhan untuk tumbuh?, apakah
dengan menggunakan cara-cara ilmiah. proses kimia yang paling vital terdapat dalam
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tanaman?, tahapan persiapan ditutup dengan
penelitian adalah metode yang digunakan guru membagikan soal-soal pretes untuk
harus disesuaikan dengan objek penelitian menguji tingkat komprehnsif para siswa
dan tujuan yang akan dicapai sehingga terhadap materi fotosintesis. Pada tahapan
penelitian akan berjalan dengan sistematis. kedua/ langkah Explorasation , Guru
Penelitian ini dilakukan dengan mengajak para siswa memainkan diorama
menggunakan metode eksperimen. Sasaran proses Fotosintesis pada area terbuka yang
penelitian adalah siswa kelas XII IPA 1 luas di halaman sekolah,. Para – siswa merasa
bebas untuk berimprovisasi -para siswa akan

Priya Santosa 176


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

memainkan peran yang berbeda –beda bagian dengan soal yang sama. Siswa dinilai
dari proses . Setiap siswa mengasumsikan kemapuan pengetahuannya,ketrampilan dan
peran dalam proses fotosintesis. Diantara kecakapannya.Data yang diambil meliputi
Peran adalah: matahari, tanaman, air, karbon penilaian proses pembelajaran dan penilaian
dioksida, energi, gula dan narator sebagai hasil belajar. Penilaian proses pembelajaran
dalang. Matahari bersinar di tengah ruangan. dilakukan selama proses pembelajaran
Tanaman dikelilingi oleh energi, air dan berlangsung dengan menggunakan lembar
karbon dioksida yang berjalan di sekitar pengamatan yang meliputi beberapa aspek
mereka dan kemudian duduk. Gula dan yaitu: keantusiasan, kerjasama dalam
oksigen kemudian mengambil giliran untuk kelompok, kontribusi, ketepatan waktu dan
berjalan di sekitar tanaman. Guru sebagai hasil kerja kelompok. Setiap aspek diberi skor
Narator menggambarkan proses seperti yang 1-4. skor 4, jika ≥75% siswa melaksanakan, 3
terjadi. Hewan (orang) juga dapat dimasukkan jika 51%-74% siswa melaksanakan, 2 jika
memberikan pelepasan /CO2 (karbon dioksida 26%-50% siswa melaksanakan, 1 jika ≤ 25%
dan menerima oksigen). Para siswa mungkin siswa melaksanakan. Penilaian Hasil
ingin mengulang proses berulang untuk Belajar dilakukan setelah 2 kali pertemuan
menunjukkan bagaimana hubungan terus berupa soal uraian yang berjumlah 5 soal.
berlanjut. Gunakan diagram dalam informasi Rentangan skor 1-20. Isian assessment ,
membantu mengatur permainan peran. Guru digunakan untuk mengetahui respon siswa
membantu menayangkan pada slide layar terhadap penerapan pembelajaran Model 5E
reaksi kimia dalam fotosintesis, akan dengan mengunakan media kotak sinar
membantu memperjelas proses. Pada akhir ultraviolet, biru, merah, kuning, putih pada
sesi eksplorasi guru membagikan kuesioner materi Fotosinesis. Untuk bahan refleksi
terkait kegiatan yang baru dilakukan siswa. pembelajaran di lab, guru, dilibatkan rekan
Tahap ketiga/langkah Explanation kegiatan sejawat selama kegiatan pembelajaran
proses belajar mengajar diskusi-informasi, membantu guru untuk: obervasi, dan mencatat
menggunakan bahan internet siswa diajak segala kegiatan guru dan mendokumentasikan
surfing situs web ,dengan aplikasi Powerpoint, pada form daftar periksa yang terdiri atas
guru menyampaikan informasi proses tahapan kegiatan Pra lab, Kegiatan Lab, dan Pasca
awal fotosintesis hingga proses fotossintesis Lab. Data dianalisis secara deskriptif
berakhir. Selesai kegiatan guru memberi tugas kualitatif. Nilai hasil tes dianalisis dengan cara
rumah para siswa untuk mendalami bacaan menghitung skor yang diperoleh siswa dibagi
materi terkait cahaya, sinar sinar yang skor maksimal dikali 100. Respon siswa
dibuthkan oleh daun untuk proses fotosintesis. dianalisis dengan
Tahap keempat/langkah Elaboration guru
membagikan perangkat pembelajaran siswa menggunakan rumus :P=F//N x 100 % P:
yang meliputi: form Hands-on /LKS siswa, Persentase, f;
seperangkat alat kotak sinar ultraviolet, kotak
sinar cahaya biru. Merah. Hijau, putih, frekuensi, N: jumlah responden
kuning, Siswa melakukan kegiatan praktikum, (Hidayati,2005). Data observasi kualitas
observasi, pendataan, pengukuran, analisis proses pembelajaran menggunakan rentangan
data, berdiskusi, mendokumentasikan skor 1-4. Kemudian setiap aspek dianalisis
kegiatan, dan menyimpulkan hasil praktikum dengan cara menjumlah skor dari seluruh
Sementara siswa melakukan kegiatan, guru kelompok. Selanjutnya untuk mengetahui
mengelaborasi, berkeliling tiap kelompok berhasil tidaknya model pembelajaran 5E
didatangi, membantu kesulitan kelompok, dan menggunakan media kotak sinar ultraviolet,
berbagi pengetahuan dengan kelompok untuk kotak sinar biru, merah, hijau, kuning, putih
mendiskusikan perbedaan hasil fotosintesis pada materi Fotosintesis dapat dilihat dari
dengan media sumber cahaya yang berbeda rata-rata hasil tes, yaitu membandingkan
antar kelompok, kegiatan elaborasi ditutup hasil pembelajaran model pembelajaran 5E
dengan pengumpulan datap-data, serta tiap dengan media kotak sinar ultraviolet, kotak
kelompok mempresentasikan hasil praktikum. sinar biru, merah, hijau, kuning, putih pada
Pada tahapan kelima/langkah Evaluation materi Fotosintesis pada kelas XII IPA 4
Setelah pembelajaran dilakukan 2 kali (kelas eksperimen) dengan kelas XII IPA I
pertemuan kedua kelas tersebut diberi tes (kelas kontrol). Jika rata-rata hasil tes kelas

Priya Santosa 177


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

eksperimen lebih besar dari kelas Hasil dan Pembahasan


kontrol, maka masalah yang diujicobakan/ A. Penguasaan Materi Belajar Siswa
dieksperimenkan telah menjawab Tabel 1. Hasil Pengamatan Kegiatan
permasalahan Fotosintesis

Persentasi Belajar Siswa


Tabel 2. Prosesntasi Belajar Siswa
Apakah data hasil perbedaan itu bisa anda tuliskan dalm bentuk grafik
04 0 100 75 25
di buku tugas ?

Apakah anda kesulitan dalam membuat grfik perbedaan fotosintesisi


05 88,51 10,49 12 88
di buku tugas?

Apakah penggunaan media kotak fotosimtesis memperjelas konsep


06 88,89 11,11 92 8
pembelajaran perihal sinar sinar utama yang dibutuhkan klorofil?

Apakah penggunaan media pembelajaran ini membantu meningkatkan


07 komunikasi yang positif dengan teman ataupun guru anda?
60 40 82 18

Apakah penggunaan metode dan media pem be lajaran ini membantu


08 meningkatkan partisipasi pemikiran dan kepedulian anda dalam 6,29 93,71 95 5
diskusi kelompok?

3. Respon Siswa terhadap media

Simpulan

Gambar 2. Persentase hasil belajar siswa (


priya, 2017)

Priya santosa 178


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Untuk kesulitan belajar siswa terhadap kotak fotosintesis meningkatkan respon


materi, terjadi perbaikan sebelum diberikan positif. Pembelajaran model 5E telah
tindakan model pembelajaran 5E disertai mengubah tingkatan kooperatif antara peserta
dengan media kotak Fotosintesis adalah 65 % didik, yang awalnya sebagaian kecil siswa
setelah diadakan tindakan dengan terlibat hanya 45,19% setelah diberikan
pembelajaran model 5 E disertai media kotak tindakan model pembelajaran 5 E disertai
Fotosintesis hasil perolehan 78% hal ini media kotak fotosintesis tingkatan kooperatif
menunjukkan peningkatan siginfikan, antar siswa meningkat 82,0% (naik sebesar
sedangkan hasil akhir keseluruhan penguasaan 36,89%),
materi yaitu 71%, masih terdapat 11 siswa
yang nilainya dibawah standar nilai KKM Daftar Pustaka
Biologi (73), Kemampuan berpikir, dan [1] Belawati, Tian ., dkk,
berempaty, dan berdiskusi dalam kerja 2013“Pengembangan Bahan Ajar” Pen
kelompok terjadi kenaikan siswa yang Univ. Terbuka, Edisikesatu, Jakarta.
berpartisipasi dalam diksusi kelompok kelas, [2] Kimbal, Jhon W, 2012, “ Biology 1
awalnya kecil ( 6,29%) setelah diberikan (terj. Siti Soetarmi dkk)”, Jakarta, Pen.
tindakan dengan pembelajarn model 5E Erlangga
disertai media kotak fotosintesis meningkat [3] Lie, Anita, 2003. “ Cooperatif
menjadi 95%, ( naik signifikan 88,79%). Learning (Memprak tekkan Cooperatif
Untuk respon sikap siswa terhadap Learning di Ruang-ruang Kelas )” Pen.
pembelajaran materi fotosintesis, (pada Grasindo. Jakarta
lampiran 2 tabel 2, diktum 9) media bantu
[4]

Priya santosa 179


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERORIENTASI


CHEMOENTREPRENEURSHIP UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR DAN MINAT WIRAUSAHA SISWA KELAS XI PADA
MATERI MINYAK BUMI
Yani Pinta, S.Pd 11), Rini susanti,S.Pd22
1) SMA Islam Raudhatul Jannah Payakumbuh
2)SMP Islam raudhatul Jannah Payakumbuh
E-mail: yanipinta012@gmail.com

ABSTRACT
The number of Indonesian unemployed increased mainly from high school graduates who did not continue to
universities and in the field they were deemed to have no skills. Therefore, schools should be able to give birth
to young entrepreneurs, namely by integrating entrepreneurship into learning materials. One of them is
chemistry with chemoentreprenurship oriented learning. Learning models that can be applied to enable
students to think critically, develop skills as well as application is guided inquiry learning. This study aims to
determine the improvement of learning outcomes and entrepreneurial interests of students with guided inquiry
learning model on the concept of petroleum. The research method used is Classroom Action Research which
consists of four stages: planning, follow-up, obeservation and reflection. This research has been conducted with
three cycles with data collection techniques with multiple choice test and questionnaire. Increased cognitive
learning outcomes can be seen from pretest with average learning outcomes 43.50, posttest I 56.75, posttest II
70 and posttest III 80. Then a questionnaire of pretrial entrepreneur interest is 0.15-0.55 (low and very low)
and posttest 0.65- 1.00 (high and very high). That is, guided inquiry learning chemoentrepreneurship
oriented can improve learning outcomes and entrepreneurial interests of students of class XI IPA on petroleum
materials.

Keywords: Guided Inquiry Learning, Chemoentreprenurship

ABSTRAK
Jumlah pengganguran Indonesia meningkat terutama dari tamatan SMA yang tidak melanjutkan ke
Perguruan Tinggi dan di lapangan mereka dianggap tidak memiliki skill. Oleh karena itu, sekolah harus mampu
melahirkan pewirausaha muda, yaitu dengan mengintegrasikan wirausaha kedalam materi pembelajaran.
Salah satunya kimia dengan pembelajaran berorientasi chemoentreprenurship. Model pembelajaran yang
dapat diterapkan untuk mengaktifkan siswa berfikir kritis, mengembangkan keterampilan sekaligus penerapan
adalah pembelajaran inkuiri terbimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
dan minat wirausaha siswa dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep minyak bumi.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari empat tahapan yaitu
perencanaan, tindak lanjut, obeservasi dan refleksi. Penelitian ini telah dilaksanakan dengan tiga siklus
dengan teknik pengumpulan data dengan tes pilihan ganda dan angket. Peningkatan hasil belajar kognitif
dapat dilihat dari pretest dengan rata-rata hasil belajar 43.50, posttest I 56,75, posttest II 70 dan posttest III 80.
Kemudian angket minat wirausaha pretes 0,15-0.55 (rendah dan sangat rendah) dan posttest 0.65-1.00
(tinggi dan sangat tinggi). Artinya, pembelajaran inkuiri terbimbing berorientasi chemoentrepreneurship
dapat meningkatkan hasil belajar dan minat wirausaha siswa kelas XI IPA pada materi minyak bumi.

Kata Kunci : Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Chemoentreprenurship

Pendahuluan perguruan tinggi. Jumlah yang bisa


Sekolah menengah atas (SMA) adalah melanjutkan studi hanya 60 persen, sedangkan
jenjang pendidikan yang mempersiapkan yang tidak bisa melanjutkan studi ke
peserta didiknya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi memilih untuk bekerja [1].
perguruan tinggi. Anies Baswedan (2015) Namun, hal ini tidak mudah karena lulusan
menjelaskan bahwa tak semua lulusan SMA SMA selama ini diangggap tidak memiliki
dan sederajat yang bisa meneruskan ke keterampilan lebih dibandingkan lulusan SMK
Yani Pinta 180
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

sehingga menjadi pengangguran. Untuk Inkuiri terbimbing (guided inquiry)


mengatasi banyaknya pengangguran, perlu merupakan model pembelajaran yang dapat
adanya pengintegrasian pembelajaran yang melatih keterampilan siswa dalam
berorientasi kewirausahaan melaksanakan proses investigasi untuk
(Entrepreneurship). mengumpulkan data berupa fakta dan
Kimia adalah ilmu yang mempelajari memproses fakta tersebut sehingga siswa
materi dan perubahannya. Bahan kajian ilmu mampu membangun kesimpulan secara mandiri
kimia ini meliputi diantaranya sifat-sifat zat dengan langkah oprientation, exploration,
termasuk struktur zat, perubahan zat (reaksi concept formation, application dan closure [3].
kimia), energi yang terlibat, hukum, prinsip dan Orientasi tahap memunculkan ketertarikan
teori [2],. Dengan pendekatan siswa pada pembelajaran. Exploration tapap
chemoentrepreneurship (CEP) pembelajaran siswa ber-eksplorasi terhadap permasalahan
kimia menjadi lebih kontekstual, yaitu yang diberikan guru. Concept formation adalah
pendekatan kimia yang mengaitkan materi yang tahap pembentukan konsep yang diikuti
sedang dipelajari dengan objek nyata yang dengan pertanyaan-pertanyaan kunci.
dapat menghasilkan produk wirausaha. Application adalah tahap siswa mampu
Salah satu model pembelajaran yang mengaplikasikan ilmu yang didapat dan closure
dapat dipadu dengan pembelajaran CEP adalah adalah tahap pengambilan kesimpulan.
model pembelajaran inkuiri. Pembelajaran Pendekatan chemoentrepreneurship (CEP)
inkuiri dirancang untuk mendorong siswa untuk adalah suatu pendekatan pembelajaran kimia
melakukan kegiatan penyelidikan, berfikir yang kontekstual yaitu pendekatan
kritis, mengembangkan berbagai keterampilan pembelajaran kimia dikaitkan langsung
dan melakukan penerapan. Selain itu, dengan objek nyata atau fenomena di sekitar
pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan ide kehidupan peserta didik. Pendekatan CEP
dan gagasan bagi peserta didik. Maka untuk memungkinkan peserta didik dapat
meningkatkan jiwa mandiri, jiwa mempelajari proses pengolahan suatu bahan
kewirausahaan, aktif, kreatif dan inovatif menjadi produk yang bermanfaat, bernilai
tersebut perlu dikembangkan suatu proses ekonomi dan menumbuhkan semangat
pembelajaran inkuiri yang berorientasi wirausaha[4].
chemoentrepreneurship. Pada tahap perencanaan ini dilakukan
Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan persiapan yang berhubungan dengan
masalah dalam penelitian ini yaitu “Apakah pelaksanaan pembelajaran inkuiri berorientasi
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berorientasi chemoenterpreneurship, pembuatan rencana
Chemoentrepreurship dapat Meningkatkan pembelajaran, pembuatan lembar kerja siswa,
Hasil Belajar dan Minat Wirausaha Siswa Kelas pembuatan angket, penyediaan alat yang akan
XI Pada materi Minyak Bumi? Sehingga, digunakan untuk percobaan. Tahap
tujuan dari penelitian ini yaitu untuk pelaksanaan tindakan merupakan kegiatan
mengetahui pembelajaran inkuiri terbimbing dilaksanakannya skenario pembelajaran
berorientasi chemoentrepreneurship dapat inkuiri terbimbing yang telah direncanakan.
meningkatkan hasil belajar dan Minat Wirausaha Pengamatan adalah suatu kegiatan mengamati
Siswa kelas XI Pada Materi Minyak Bumi jalannya pelaksanaan tindakan untuk
memantau sejauh mana efek tindakan
Metode Penelitian pembelajaran dengan menggunakan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan pembelajaran inkuiri berorientasi
kelas (action research classroom) yang chemoenterpreneurship pada pokok materi
menggunakan data pengamatan langsung minyak bumi. Refleksi berkenaan dengan
terhadap jalannya proses pembelajaran di proses dan dampak yang akan dilakukan.
kelas. Prosedur kerja dalam penelitian ini Hasil dari refleksi adalah diadakannya
merupakan siklus kegiatan yang terdiri dari tiga perbaikan terhadap perencanaan yang telah
siklus. Masing-masing siklus meliputi dilaksanakan, yang akan digunakan untuk
perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. memperbaiki kinerja guru pada siklus
Penelitian ini dilakukan di SMA Islam selanjutnya. Pengumpulan data meliputidata
Raudhatul Jannah Payakumbuh dengan sampel nilai hasil belajar siswa dan data angket minat
kelas XI IPA. wirausaha siswa.
Yani Pinta 181
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Dari grafik hasil belajar terlihat


Hasil dan Pembahasan bahwa, terjadi peningkatan hasil belajar pada
Pada siklus I dilakukan 2x pertemuan. setiap siklus pembelajaran dengan inkuiri
Pertemuan pertama dilakukan pretes terhadap terbimbing berorientasi
hasil belajar dan angket wirausaha. Kemudian chemoentrepreneurship. Pada pembelajaran
pertemuan kedua dilanjutkan dengan materi ini peserta didik termotivasi belajar karean
tentang komponen minyak bumi. Pada siklus interaksi yang terjadi dalam kelompok belajar
pertama rata-rata pretes hasil belajar peserta inkuiri terbimbing. Kemudian hasil dari angket
didik 43,50 dan hasil postes siklus I 56,75. minat wirausaha adalah
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian
angket wirausaha diperoleh hasil0,15-0,55 yang
berada pada ranah sangat rendah dan rendah.

Dari hasil refleksi, maka dilanjutkan


siklus II pembelajaran inkuiri terbimbing Terjadi peningkatan minat wirausaha peserta
materi minyak bumi, dan dilakukan postes pada didik dengan baik dari pembelajaran inkuiri
akhir siklus II. Hasil kognitif yang didapatkan terbimbing berorientasi
peserta didik adalah 70. Dari hasil ini, artinya chemoentrepreneurship. Proses pembelajaran
masih jauh dari KKM yang diharapkan, maka inkuiri berbasis chemoentrepreneurship proses
penelitian dilanjutkan pada siklus III. Pada pembelajaran pembelajaran inkuiri berbasis
siklus III dilakukan pembelajaran dan chemoentrepreneurship sangat menarik bagi
praktikum chemoentrepreneurship materi siswa. Siswa saling menyemangati dalam
minyak bumi. Kemudian akhir dari siklus III kelompoknya dan saling berdiskusi dengan
ini, diberikan postes dan pemberian angket teman dalam satu kelompok terlihat keaktivan
minat wirausaha peserta didik. Hasil siswa sangat luar biasa. Latihan yang diberikan
keseluruhan siklus dapat dilihat pada table guru dapat dijawab dengan baik oleh setiap
berikut. siswa. Hal ini mengakibatkan hasil belajar
siswa sesuai dengan yang diharapkan.

Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, hasil
belajar naik pada setiap siklus dari 43,50
menjadi 80. Sedangkan berdasarkan hasil
angket, naik dari kriteria sangat rendah menjadi
kriteria tinggi dan sangat tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri
terbimbing berorientasi chemoenterpreneurship
dapat meningkatkan hasil belajar dan minat
wirausaha siswa kelas XI pada materi minyak
bumi.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih penulis kepada
SMA Islam Raudlatul Jannah Payakumbuh,
rekan-rekan pasca sarjana UNP 2016, ibu Yeni
Kurnia, Ibu Syamsi Aini, Ibu Latisma Dj,
bapak Ananda Putra, bapak Abdul Haris yang

Yani Pinta 182


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

telah memberikan dukungan sehingga Edition. New York: Mc Graw Hill


penelitian ini bisa terlaksana. Higher Education.
[3] Hanson, David. M. 2006. Instructor’s
Daftar Pustaka Guided to Process-Oriented Guided- Inquiry
Learning. Lisle, IL: Pacific Crest
[1] Baswedan, Anies. 2015. Meneropong [4] Supartono, Saptorini & Asmorowati, D.S.
Jalan Masa Depan Luluan SMA Sederajat.
(online di 2009. Pembelajaran Kimia Menggunakan
http://www2.jawapos.com/baca/artikel/1 Kolaborasi Konstruktif dan Inkuiri Berorientasi
7442/Meneropong-Jalan-Masa-Depan- Chemoentrepreneurship. Jurnal Inovasi
Lulusan-SMA-Sederajat, diakses pada 2 Pendidikan Kimia, (online),3 (2):
Januari 2017). 476-483,
(Http://journal.unnes.ac.id/nju/index.ph
[2] Chang, Raymond. 2010. General p/JIPK/article/view/1284/1335), diakses
Chemistry: The Essential Concept Third
Maret 2016

Yani Pinta 183


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

INOVASI MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK


MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA SMP

Karsilah1), Yunita Dwi Febriastuti 2)


1)
SMP N 2 Geyer, Jalan Raya Purwodadi-Solo KM. 15, Grobogan
2)
SMKN 2 Purwodadi, Jalan M.H. Thamrin 50, Grobogan
E-mail: karsilahsmpn2@gmail.com

ABSTRACT
This study was conducted to improve students' cognitive abilities through the implementation of innovation in
guided inquiry learning model. Innovation of learning model was done by combining the activity of argument in
the step of guided inquiry learning model. This research was conducted using a classroom action research
design with four stages, namely planning, implementation, observation and reflection. Multiple choice test was
used to measured the cognitive ablities. In addition, also used observation sheet to observe the learning
activities. The results showed that there was an increase the cognitive abilities of students in cycles I and II,
both classical and average score of class. Classically, in the first cycle, 82% of students was above the minimum
score criteria, while in cycle II increased to 86%. Based on the average class, in the first cycle reached the
average class of 84 and in the second cycle of 85. Generally, all stages of learning activities was accomplished
by teacher and students, especially in cycles II.

Keywords: guided inquiry, argumentation activity, cognitive abilities.

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa melalui penerapan
inovasi model pembelajaran inkuiri terbimbing. Inovasi model pembelajaran dilakukan dengan
mengkombinasikan kegiatan argumentasi dalam tahapan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Penelitian ini
dilakukan menggunakan desain penelitian tindakan kelas dengan empat tahapan, yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian yaitu instrumen tes pilihan
berganda untuk mengukur kemampuan kognitif. Selain itu, juga digunakan lembar observasi untuk melakukan
pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan kemampuan kognitif siswa pada siklus I dan II baik secara klasikan maupun rata-rata kelas.
Secara klasikal, pada siklus I, sebesar 82% siswa lulus di atas kriteria ketuntasan minimal sedangkan pada
siklus II meningkat menjadi 86%. Dilihat dari rata-rata kelas, pada siklus I tercapai rata-rata kelas sebesar 84
dan pada siklus II sebesar 85. Secara umum, seluruh tahapan kegiatan pembelajaran dilaksanakan oleh guru
dan siswa terutama pada siklus II.

Kata kunci: inkuiri terbimbing, kegiatan argumentasi,


kemampuan kognitif.

Pendahuluan juga menjadi aspek penting yang menjadi


Setiap pembelajaran harus dirancang agar sasaran dalam tujuan pembelajaran.
dapat membekalkan kemampuan kognitif Berdasarkan beberapa hasil penelitian,
kepada siswa[1]. Menurut Anderson[2], kemampuan kognitif siswa masih belum
kemampuan kognitif merupakan kegiatan maksimal. Kemampuan kognitif siswa pada
mental yang berkaitan dengan kemampuan pembelajaran sains untuk level memahami
seseorang dalam berpikir. Kemampuan kognitif (C2), mengaplikasikan (C3), dan menganalisis
menjadi sangat penting bagi siswa, karena (C4) masih rendah dicapai oleh siswa pada
memberikan informasi tentang bagaimana siswa beberapa sekolah menengah[3]. Secara umum,
mampu menguasai konsep yang sedang siswa masih mengalami kesulitan untuk
dipelajari. Selain itu, pada kurikulum yang menguasai konsep sains[4].
diterapkan di Indonesia, kemampuan kognitif Berdasarkan hasil observasi awal peneliti,
rendahnya kemampuan kognitif juga peneliti

Yunita Dwi 184


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

temukan pada siswa di dalam kelas peneliti. model pembelajaran inkuiri terbimbing
Peneliti melakukan studi pendahuluan di menggunakan setting kegiatan argumentasi.
sekolah dengan melihat capaian nilai siswa
terhadap batas nilai Kriteria Ketuntasan Metode Penelitian
Minimal (KKM). Batas nilai Kriteria Penelitian ini menggunakan desain
Ketuntasan Minimal (KKM) siswa yaitu sebesar penelitian tindakan kelas dengan 4 tahapan
73 dari rentang nilai antara 0 sampai 100. yang saling terkait dan bersinambungan: (1)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti, tahap perencanaan (planing), (2) tahap
hanya sebesar 35 % siswa yang mampu pelaksanaan (acting), (3) tahap pengamatan
mencapai hasil belajar untuk aspek kemampuan (observing), dan (4) tahap refleksi
kognitif di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (reflecting)[16].
(KKM). Sedangkan, 65% siswa lainnya berada Pada penelitian tindakan ini dirumuskan
di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) indikator keberhasilan penelitian, yaitu: (1)
tercapai ketuntasan belajar klasikal minimal
dengan rincian: 40% berada pada kisaran nilai
85%, yang artinya sebanyak 85% siswa di
50 – 72 dan 60% berada pada kisaran nilai 20 –
dalam kelas mendapatkan nilai tes kemampuan
49. Berdasarkan hal tersebut, peneliti sering kognitif sama dengan atau di atas nilai KKM;
melakukan remidial disetiap pokok bahasan (2) tercapai nilai rata-rata kelas minimal sebesar
yang diajarkan. nilai KKM. Jika kedua indikator keberhasilan
Oleh sebab itu, untuk mengatasi temuan tersebut tercapai, maka siklus penelitian akan
masalah tersebut, peneliti melakukan inovasi dihentikan. Gambar desain penelitian dapat
model pembelajaran inkuiri terbimbing. Inovasi dilihat pada Gambar 1.
yang dilakukan yaitu mengkombinasikan Instrumen yang digunakan dalam penelitian
tahapan model inkuiri terbimbing dengan ini yaitu instrumen tes pilihan berganda untuk
kegiatan argumentasi. Model pembelajaran mengukur kemampuan kognitif siswa. Tes
inkuiri terbimbing dipilih karena mampu diberikan setelah pemberian tindakan disetiap
membangun kemampuan kognitif siswa[5,6]. siklus penelitian.
Melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing, Analisa data kemampuan kognitif siswa
siswa dilatih untuk belajar bagaimana berpikir dilakukan dengan cara: (1) menghitung
dan bertindak seperti seorang ilmuan melalui ketuntasan individu di setiap siklus penelitian
kegiatan-kegiatan inkuiri[7,8,9]. dengan cara memberi skor dan nilai pada hasil
Inovasi model pembelajaran inkuiri tes setiap siswa sesuai dengan kriteria penilaian
terbimbing dengan kegiatan argumentasi, yang dibuat. Setiap siswa dalam proses belajar
diharapkan dapat menjadi penyokong agar lebih mengajar dinyatakan tuntas secara individu
efisien dalam meningkatkan kemampuan apabila siswa mampu memperoleh nilai di atas
kognitif siswa. Beberapa hasil penelitian nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu
menunjukkan bahwa kegiatan argumentasi sains sebesar 73 dari rentang 0 – 100; (2) menghitung
yang dilatihkan dalam kegiatan pembelajaran ketuntasan klasikal yang dicapai di setiap siklus
dapat lebih meningkatkan kemampuan penelitian, dengan menghitung rata-rata kelas;
[3,10,11,12,13]
penguasaan konsep . (3) menghitung nilai rata-rata kelas disetiap
Kegiatan argumentasi dilakukan dengan siklus.
melibatkan kemampuan kognitif maupun Selain instrumen tes, juga digunakan
afektif, yang dapat membantu siswa tidak hanya lembar observasi untuk mengamati aktivitas
pada aspek sosio-kultural dari sains tetapi juga guru dan siswa guna melihat gambaran
konsep dan proses dasar sains. Menurut keterlaksanaan tindakan yang dilakukan.
Duschl[14] dan Erduran[15], kegiatan argumentasi Observasi dilakukan oleh empat observer.
memfasilitasi siswa untuk melatihkan Analisis data keterlaksanaan pembelajaran
kemampuan kemampuan kognitif dan afektif dilakukan dengan cara: (1) menghitung jumlah
yang dapat digunakan untuk membantu jawaban “ya” dan “tidak” yang diisi oleh
memahamkan konsep dan proses dasar sains. observer; (2) menghitung persentase
Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan keterlaksanaan pembelajaran disetiap tahapan
dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran; (3) menganalisa
kognitif siswa SMP pada pembelajaran sains kolomketerangan yang diisi Oleh observer.
yang proses pembelajarannya menerapkan

Yunita Dwi 185


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Gambar 1. Desain Penelitian


Hasil dan Pembahasan
Model pembelajaran inkuiri terbimbing langkah pembelajarannya dapat di lihat pada
menggunakan setting kegiatan argumentasi Tabel 1. Kegiatan pembelajaran pada Tabel 1,
merupakan inovasi pembelajaran yang dilakukan disetiap siklus dengan evaluasi oleh
memadukan antara tahapan-tahapan pada model observer. Observer melakukan evaluasi
pembelajaran inkuiri dengan kegiatan berdasarkan lembar ovservasi.
berargumentasi. Secara garis besar, langkah-

Tabel 1. Tahapan Model Pembelajaran Guided Inquiry Menggunakan Setting Argumentasi

Langkah Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Tahap I:  Membagikan Lembar kerja  Mengidentifikasi masalah yang


Mengidentifikasi Siswa sebagai pedoman untuk disajikan
masalah melakukan eksperimen inkuiri
terbimbing dengan setting
argumentasi,
 Memberikan permasalahan
kepada setiap kelompok
dengan permasalahan yang
sama
Tahap II  Membimbing siswa untuk  Mengkaji literatur untuk menjawab
merumuskan hipotesis merumuskan hipotesis dan rumusan masalah
menggunakan kegiatan membuat argumen sementara  Membuat hipotesis mengenai
argumentasi permasalahan tersebut
 Membuat argumen sementara
untuk mendukung hipotesis

Yunita Dwi 186


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Langkah Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Tahap III Membimbing siswa dalam Melakukan eksperimen untuk


Mengumpulkan data melakukan eksperimen menjawab permasalahan dan
(melakukan membuktikan kebenaran dari
eksperimen dengan hipotesis yang sudah dibuat
model eksperimen Mengisi data-data hasil eksperimen
inkuiri terbimbing yang sudah dilakukan pada Lembar
yang dipadukan Kerja Siswa (LKS)
dengan setting
argumentasi)
Tahap IV Membimbing siswa melakukan Melakukan analisa data hasil
melakukan analisis analisis data yang berpedoman eksperimen
data dengan panduan pada LKS berbasis inkuiri Menjawab beberapa pertanyaan
lembar kerja siswa terbimbing yang di setting yang ada pada Lembar Kerja Siswa
(LKS) berbasis inkuiri argumentasi (LKS) untuk mendapatkan
terbimbing yang di penguasaan konsep
setting argumentasi,

Tahap V Membimbing siswa melakukan Melakukan evaluasi terhadap


Menarik kesimpulan evaluasi terhadap hipotesis dan argumen dan hipotesis yang sudah
argumentasinya dibuat
Memandu dan membimbing Membuat dan menuliskan kembali
siswa untuk menarik hipotesis dan argumentasi
kesimpulan berdasarkan hasil evaluasi
Menarik kesimpulan
Pada Siklus I, kegiatan-kegiatan pada
tahap 2 dan 3 secara keseluruhan tidak Tercapainya keterlaksanaan pemebelajaran
terlaksana 100%, sedangkan pada tahap 5 tidak di siklus II sebesar 100 persen, dikarenakan
terlaksana 100% untuk kegiatan evaluasi kegiatan evaluasi peneliti di Siklus I.
argumen dan hipotesis. Berdasarkan hasil Berdasarkan evaluasi di Siklus I, pada Siklus II
observasi, tidak terlaksananya kegiatan guru melakukan bimbingan intensif diseluruh
pembelajaran dikarenakan beberapa siswa tidak kelompok dengan cara mengelilingi kelompok
terlibat dalam kegiatan diskusi di dalam dan memantaunya secara langsung. Selain itu,
kelompok. Beberapa siswa di dalam kelompok guru memberikan penilaian secara langsung,
hanya terfokus pada kegiatan menulis. Padahal, baik individu maupun kelompok, dan
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam memasang hasil penilaian tersebut di depan
tahapan pembelajaran ini memfasilitasi setiap kelas. Kemudian, memberikan penghargaan
siswa di dalam kelompok untuk aktif dan kepada individu dan kelompok terbaik. Untuk
terlibat dalam kegiatan diskusi dan melakukan memudahkan melakukan penilaian, setiap siswa
eksperimen. memakai nomor dada.

Tabel 2. Persentase Keterlaksanaan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran


Langkah Siklus Siklus
Pembelajara n Aktivitas Siswa I (%) II (%)

Tahap I Mengidentifikasi masalah yang disajikan 100 100

Tahap II Mengkaji literatur untuk menjawab rumusan masalah 75 100


Membuat hipotesis mengenai permasalahan tersebut 75 100

Membuat argumen sementara untuk mendukung hipotesis 75 100

Tahap III Melakukan eksperimen untuk menjawab permasalahan 75 100

Yunita Dwi 187


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Langkah Siklus Siklus


Pembelajara Aktivitas Siswa I (%) II (%)
n
Mengisi data-data hasil eksperimen yang sudah dilakukan pada 75 100
Lembar Kerja Siswa (LK)
Tahap IV Melakukan analisa data hasil eksperimen 100 100
Menjawab beberapa pertanyaan yang ada pada Lembar Kerja 100 100
Siswa (LKS) untuk mendapatkan penguasaan konsep
Tahap V Melakukan evaluasi terhadap argumen dan hipotesis yang sudah 75 100
dibuat
Membuat dan menuliskan kembali hipotesis dan argumentasi 100 100
berdasarkan hasil evaluasi
Menarik kesimpulan 100 100

Secara umum, hasil penelitian indikator keberhasilan penelitian poin (1), dan
menunjukkan bahwa model pembelajaran telah tercapai pada siklus 2. Indikator
guided inquiry yang dikombinasikan dengan keberhasilan penelitian untuk poin (1)
kegiatan argumentasi mampu meningkatkan mensyaratkan 85% siswa mencapai ketuntasan
kemampuan kognitif siswa. Data capaian belajar klasikal minimal. Tercapainya indikator
kemampuan kognitif dihitung secara klasikal keberhasilan penelitian di Siklus (2) tidak
dan juga rata-rata kelas, seperti pada Gambar 2 terlepas dari kegiatan evaluasi pembelajaran
dan 3. Hasil perhitungan dibandingkan dengan yang dilakukan setelah kegiatan pembelajaran
nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM), yaitu pada siklus I. Pemberian penghargaan di dalam
sebesar 73. pembelajaran, baik kepada individu maupun
Berdasarkan pada Gambar 2, persentase kelompok berdampak pada terlaksananya
capaian siswa yang berada di atas KKM sebesar kegiatan pembelajaran dengan baik oleh siswa.
82% untuk Siklus I dan 86% pada siklus II. Hal Siswa menjadi termotivasi untuk melaksanakan
ini berarti pada siklus I, belum tercapai kegiatan pembelajaran dengan lebih maksimal.

Gambar 2. Persentase Jumlah Siswa di Atas KKM


Hasil penelitian untuk indikator nilai KKM. Pada Siklus I tercapai nilai rata-rata
keberhasilan penelitian pada poin (2) dapat kelas sebesar 84 dan pada Siklus II sebesar 85.
dilihat Gambar 3. Berdasarkan Gambar Nilai KKM yang disyaratkan sebesar 73. Hal ini
tersebut, indikator keberhasilan telah tercapai berarti bahwa kegiatan pembelajaran yang
baik pada Siklus I, maupun Siklus II. Indikator diterapkan efektif dalam membuat kemampuan
keberhasilan untuk poin (2) mensyaratkan telah kognitif siswa menjadi lebih maksimal.
tercapai nilai rata-rata kelas minimal tercapai

Yunita Dwi 188


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Gambar 3. Nilai Rata-Rata


Kelas
Kegiatan argumentasi yang dipadukan dalam Some taxonomies. European Journal of
model pembelajaran inkuiri terbimbing berperan Cognitive
untuk lebih menyokong peningkatan kemampuan Psychology, 4 (2): 81-111.
kognitif siswa. Ketika siswa menjadi lebih
[2] Anderson & Krathwohl Anderson,
terampil berargumentasi, maka kemampuan
kognitif siswa juga akan makin meningkat. L.W., & Krathwohl D.R. (2001). A
Menurut [3]
Siswanto , makin tinggi Taxonomy for Learning, Teaching,
keterampilansiswadalammengkonstruk and Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational
Simpulan Objectives. New York: Longman.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat [3] Siswanto, -., Kaniawati, I., &
disimpulkan bahwa penerapan model
Suhandi, A. (2014). Penerapan Model
pembelajaran inkuiri terbimbing yang
diinovasikan dengan kegiatan argumentasi mampu Pembelajaran Pembangkit Argumen
meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Menggunakan Metode Saintifik
Untuk Meningkatkan Kemampuan
Ucapan Terima Kasih Kognitif Dan Keterampilan
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Berargumentasi Siswa. Jurnal
SEAMEO Qitep in Science yang telah memberikan
Pendidikan Fisika Indonesia, 10(2),
dana, sehingga kegiatan penelitian
ini dapat terlaksana. Selain itu, peneliti juga 104-116.
mengucapkan terimakasih kepada kepala SMP N doi:http://dx.doi.org/10.15294/jpfi.v1
2 geyer dan SMK N 2 Purwodadi yang telah 0i2.33
memberikan izin kepada peneliti untuk 47 .
melakukan kegiatan penelitian selama [4] Ugulu. (2016). Determination of
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Retention of Students Knowledge and the
argumentasi ilmiahnya, maka kemampuan effect of Conceptual Understanding
siswa untuk mengkonstruk pengetahuanya Biotechnology & Biotechnological
juga akan makin tinggi. Argumentasi Equipment, 23:sup1, 14-18.[5] Douglas,
dibutuhkan siswa untuk memperkuat P. & Chiu, C. (2012). Process- oriented
pemahamannya[15]. Kegiatan pembelajaran Guided Inquiry Learning in Engineering.
yang di dalamnya melatihkan siswa untuk Procedia - Social and Behavioral Sciences,
melakukan kegiatan argumentasi, dapat 56: 253 -257.
meningkatkan kemampuan [6] Vlassi, M. & Karaliota, A. (2013). The
kognitif[3,13,17,18,19].
comparison between guided inquiry
Daftar Pustaka and traditional teaching method. A
case study for the teaching of the
[1] Howard, R. (2015). Classifying types structure of matter to
of concept and conceptual structure:
Yunita Dwi 189
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
8th grade Greek students. Procedia - [14] Duschl, R. (2008). Science
Social and Behavioral Sciences, 93: Education in Three-Part Harmony:
494 – 497. Balancing Conceptual, Epis-temic,
[7] Wenning, C., J. (2011). and Social Learning Goals. Review
Experimental inkuiri in introductory of Reasearch in Education, 32, 268-
physics courses. Journal of Physics 291.
Teacher Education, 6 (2): 2-8. [15] Erduran, S., & Maria, P. (2008).
[8] Harlen, W. (2014). Helping children’s Argumentation in Science Education.
development of inkuiri skills. Inkuiri in London: Spinger Science.
primary science education (IPSE), 1: 5- [16] Usman. (2008). Mari Belajar Meneliti.
19. Yogyakarta: Genta
[9] Bekiroglu, F. & Arslan, A. Press.
(2014). [17] Squire, K., & Mingfong.
Examination of the Effects of Model- (2007) Developing Scientific
Based Inquiry on Students’ Outcomes: Argumentation Skills with a Place-
Scientific Process Skills and based Augmented Reality Game on
Conceptual Knowledge. Procedia - Handheld Computers. Journal of
Social and Behavioral Sciences, Science Education and Technology,
1187 – 1191. 16 (1).
[10] Mc. Neil, K. L., Lizotte, D. J., & [18] Acar, O. & Patton. (2012).
Karjcik, J. (2006). Supporting Argumentation and formal
Student’s Construction of Sci-entific reasoning skillsin an
Explanations by Fading Scaffolds in argumentation-based guided inkuiri
Instructional Materials. The Journal of course. Procedia - Social and
The Learning Science, 15 (2), Behavioral Sciences,
153-191. 46: 4756 –
[11] Sampson, V., & Gerbino, F. (2010). 4760.
Two Instructional Models That Teacher [19] Akarsu, B., Bayram, K., Slisko, J., &
Can Use to Promote & Support Cruz, A.C. (2013). Understanding
Scientific Argumentation In the Biology Elementary Students’ Argumentation
Classroom. The American Biology Skills through Discrepant Event
Teacher, 72 (7): “Marbles in the Jar”. International
427-431. Journal of Scientific Research in
[12] Muslim, Suhandi, A. (2012). Education, 6 (3), 221-232.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika
Sekolah untuk Meningkatkan Kemampuan
kognitif dan Keterampilan Berargumentasi. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia, 8:174-183.
[13] Yusiran, Y., & Siswanto, S. (2016).
Mata Kuliah Mekanika untuk

Meningkatkan Kemampuan Kognitif

Mahasiswa Calon Guru Fisika. Jurnal

Penelitian & Pengembangan Pendidikan

Fisika, 2(1), 15 - 22. doi:10.21009/1.02103.

Yunita Dwi 190


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN


PROYEK VIDEO PADA MATERI LAJU REAKSI UNTUK
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DI
KELAS XII MM 1 SMKN 1 AMUNTAI

Zubaidah
zubaidahspd08@gmail.com
SMK Negeri 1 Amuntai

Abstract

This research is based on the number of students in class XI MM 1 SMK Negeri 1 Amuntai academic year
2016/2017 that daily test value is under predetermined KKM that is 70. mastery learning chemistry on
Thermochemical as much as 40% and of Equilibrium as much as 50%. The result of student learning is
influenced by the activity of students who lack of focus in learning. This study aims to improve student activities
and learning achievement through the implementation of guided inquiry model using video projects. The
research method used is classroom action research (Classroom Action Research). The subjects of this research
is 30 students of Grade at XII MM1 SMKN 1 Amuntai and its implementation time in the odd semester of the
academic year 2017/2018. Data collection techniques used are observation, and giving test questions to
determine learning outcomes. The result of this research showed that the application of guided inquiry’s method
is able to improve the activities and students learning achievement. The result of learning learned classically
increases from cycle I to cycle II. Can be seen from the student’s learning achievement cycle I as high as
73,33% to cycle II as high as 93,33%. Student activity also increased in cycle I with average 75,64% to 85,86%
in cycle II.

Keywords: guided inquiry, student activity, learning achievement

Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi oleh banyaknya siswa di kelas XI MM 1 SMK Negeri 1 Amuntai tahun
pelajaran 2016/2017 yang nilai ulangan harian berada di bawah KKM yang ditentukan yaitu 70. Ketuntasan
pembelajaran kimia pada pokok bahasan Termokimia sebanyak 40 % dan pokok bahasan Kesetimbangan
Kimia sebanyak 50 %. Hasil belajar siswa ini dipengaruhi oleh aktivitas siswa yang kurang fokus dalam
pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui
penerapan model inkuiri terbimbing menggunakan proyek video. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Subyek penelitian adalah 30 siswa kelas XII MM1
SMKN 1 Amuntai dan waktu pelaksanaannya pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dan memberikan soal tes untuk mengetahui hasil belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan inkuiri terbimbing menggunakan proyek video dapat
meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa kelas XII MM 1. Hasil ketuntasan belajar secara
klasikal meningkat dari siklus I ke siklus II. Hal ini dapat dilihat pada belajar siswa pada siklus I sebesar
73,33 % dan pada siklus II menjadi 93,33 % .Aktivitas Siswa juga mengalami peningkatan pada siklus I dengan
rata-rata 75,64 % menjadi 85,86 % pada siklus II.

Kata Kunci : Inkuiri Terbimbing, Aktivitas Siswa , Hasil Belajar

Zubaidah 191
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Pendahuluan video pada materi laju reaksi dapat


Kimia sebagai rumpun ilmu IPA termasuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas
dalam kelompok mata pelajaran adaptif yang XII MM 1 SMK Negeri 1 Amuntai ?
diajarkan di SMK. Materi yang diaajarkan Penerapan model inkuiri terbimbing dalam
dalam ilmu kimia sebagian bersifat “kasat mata penelitian ini dilakukan dengan mengikuti
“ (visible), dan sebagian lagi bersifat abstrak langkah-langkah sebagai berikut : (1)
atau “ tidak kasat mata”(invisible) ( BSNP, orientasi;(2) merumuskan hipotesis sederhana;
2006: vii). Karakteristik materi kimia yang (3) mengumpulkan data; (4) menguji
bersifat abstrak ini kemungkinan dapat hipotesis;(5) merumuskan kesimpulan; (6)
menyebabkan siswa mengalami kesulitan mempersentasikan dan mendiskusikan hasil
dalam memahami konsep-konsep yang terdapat proyek video.
di dalamnya. Adapun tahapan dalam kegiatan
Berdasarkan pengamatan guru selama ini pembelajaran : (1) siswa dibagi menjadi
siswa pada umumnya siswa cenderung belajar beberapa kelompok; (2) siswa berkelompok
dengan hapalan daripada secara aktif mencari merencanakan pembuatan video; (3) siswa
tahu untuk membangun pemahaman mereka bekerja dalam kelompok melakukan percobaan
sendiri terhadap konsep ilmu kimia tersebut. dan perekaman video; (4) menyusun laporan;
Hasil belajar kimia siswa kelas XI MM 1 SMK (5) presentasi kelas berupa penayangan video.
Negeri 1 Amuntai Tahun Pelajaran 2016/2017 Video hasil karya siswa dapat digunakan
masih banyak yang belum mencapai Kriteria sendiri oleh siswa sebagai media belajar.
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan Dengan video siswa dapat mengamati proses
yaitu 70. Pemilihan model pembelajaran dari suatu percobaan yang dilakukan dan
dengan metode pembelajaran yang tepat oleh memperoleh gambaran gambaran yang jelas
guru akan turut menentukan efektifitas dan tentang objek apa yang diamati berdasarkan
efesiensi proses serta kualitas pembelajaran. pengalaman belajar melakukan percobaan
Salah satu model pembelajaran yang bisa secara langsung.
digunakan dalam pembelajaran kimia adalah
model inkuiri terbimbing. Salah satu model Metode Penelitian
pembelajaran yang membuat siswa Metode yang digunakan dalam penelitian
membangun pemahaman konsep siswa adalah ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), di
inkuiri. Dalam pembelajaran inkuiri dilibatkan mana pada setiap siklus terdiri dari tahapan-
semua kemampuan siswa untuk mencari dan tahapan: (1) perencanaan ; (2) pelaksanaan (3)
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan observasi/ evaluasi dan (4) refleksi ( Sugiyono,
analisis layaknya seorang ilmuwan. 2015). Pada penelitian ini menggunakan 2
Pembelajaran inkuiri merupakan model siklus.
pembelajaran yang menekankan kepada aspek Sumber data atau atau subjek dalam
kognitif, afektif, dan psikomotor secara penelitian ini adalah iswa dan Siswi kelas XII
seimbang, sehingga pembelajaran melalui MM 1 SMK Negeri 1 Amuntai tahun pelajaran
strategi ini dianggap lebih bermakna. Penelitian 2017/2018, yang berjumlah 30 orang ( laki-
mengenai penerapan model pembelajaran laki : 20 orang , perempuan : 10 orang ).
inkuiri telah dilakukan oleh Ulfa (2010) yang Data-data yang berkaitan dengan penelitian
menunjukkan bahwa penerapan bahan ajar IPA dikumpulkan melalui dua teknik, yakni non tes
terpadu dengan strategi pembelajaran inkuiri dan tes. Teknik nontes digunakan untuk
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari
siklus I ke siklus II. No Aspek
Berdasarkan latar belakang yang telah 1 Orientasi
dikemukakan di atas rumusan dalam penelitian 2 Merumuskan hipotesis sederhana
ini adalah: 3 Mengumpulkan data
1. Apakah penerapan model pembelajaran 4 Menguji hipotesis
inkuiri terbimbing menggunakan proyek 5 Merumuskan kesimpulan
video pada materi laju reaksi dapat 6 Mempresentasikan dan
meningkatkan aktivitas belajar siswa di mendiskusikan hasil proyek video
kelas XII MM 1 SMK Negeri 1 Amuntai ?
2. Apakah penerapan model pembelajaran mengukur aktivitas siswa, keterlaksanaan
inkuiri terbimbing menggunakan proyek pembelajaran berupa aktivitas guru dalam
Zubaidah 192
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

mengelola pembelajaran menggunakan lembar Keterangan :


observasi. Sedangakan teknik tes digunakan K = persentase ketuntasan belajar
untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa peserta didik
melalui tes hasil belajar. T = jumlah peserta didik yang tuntas
Teknik analisis data menggunakan teknik n = jumlah seluruh peserta didik
analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk menganalisis Indikator keberhasilan dalam penelitian ini,
aktivitas siswa, kinerja guru selama proses antara lain: (1) meningkatnya persentase rata-
pembelajaran berlangsung. Sedangkan analisis rata aktivitas siswa dalam setiap aspeknya
kuantitatif digunakan untuk menganalisis data ditandai dengan skor 75 % siswa ataupun
hasil belajar kognitif. kelompok aktif dalam proses pembelajaran;
Data observasi aktivitas siswa yang diperoleh (2) siswa yang mampu menyelesaikan atau
dihitung kemudian dipersentase. Cara mencapai kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
menghitung persentase skor aktivitas siswa yakni sebesar 70 dari hasil belajar dan secara
adalah sebagai berikut : klasikal ketuntasan sekurang-kurangnya 75 %
dari seluruh jumlah siswa.

Keterangan : Hasil dan Pembahasan


NP = nilai persen yang dicari atau Hasil dari pelaksanaan pembelajaran
diharapkan dengan penerapan inkuiri terbimbing
R = Skor mentah yang diperoleh menggunakan proyek video. Pelaksanaan
siswa refleksi dilakukan peneliti bersama guru
SM = Skor maksimun ideal dengan melihat perbandingan antara data
100 = Bilangan tetap pertemuan 1, 2 dan 3 pada siklus I. Adapun
(Ngalim Purwanto, 2006:102) perbandingannya adalah sebagai berikut.
Untuk jelasnya interval persentase dan kriteria
tingkat aktivitas siswa (kelompok) dalam
pembelajaran kimia dapat dilihat pada tabel
berikut ini.

Tabel 1. Interpretasi Aktivitas Siswa


No. Persentase Kriteria Tingkat
Antara Aktivitas Siswa
1 85,00 – 100 Sangat Baik
2 70,00 – 84,99 Baik
3 55,00 – 69,99 Cukup
4 40,00 – 54,99 Kurang Gambar 1.Perbandingan Rata-rata Persentase
5 25,00 – 39,99 Sangat Kurang Aktivitas Siswa Siklus I
Aktivitas siswa dalam pembelajaran kimia
Adapun aktivitas siswa yang diamati dalam berdasarkan rata-rata persentase aktivitas siswa
kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada tabel pada siklus I pertemuan 1 yaitu 69,50% pada
berikut ini. pertemuan 2 menjadi 77,14 % dan pada
Tabel 2. Aspek Penilaian Aktivitas Siswa pertemuan 3 menjadi 80,27%. berdasarkan
persentase rata-rata pada setiap aspeknya pada
Teknik analis data hasil belajar siswa yang siklus I menunjukkan belum tercapainya
teknik analisis persentase. Untuk menentukan kriteria keberhasilan yang ditentukan yaitu
ketuntasan belajar siswa dikatakan tuntas pada aspek merumuskan hipotesis sederhana,
apabila mencapai nilai minimal yaitu 70. merumuskan kesimpulan dan
Ketentuan ini dibuat berdasarkan KKM mata mempresentasikan dan mendiskusikan hasil
pelajaran kimia. Untuk menghitung ketuntasan praktikum dan merumuskan kesimpulan. Hal
belajar klasikal : tersebut menunjukkan perlunya perbaikan
untuk siklus selanjutnya.
Adapun hasil belajar siswa pada siklus I,
dari 30 orang siswa, jumlah siswa yang tuntas

Zubaidah 193
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

22 orang dan yang tidak tuntas 8 orang, dengan Pertemuan


nilai rata-rata kelas 66. Sehingga secara ke -1
klasikal ketuntasan hasil belajar siswa pada 5 II 86,23 5,15
siklus I ini baru mencapai 73,33 %. Ketuntasan Pertemuan
klasikalnya belum memenuhi indikator ke -2
keberhasilan yang ditetapkan yaitu sebesar 6 II 90,28 4,05
75%. Pertemuan
Pada siklus II hasil pengamatan terhadap ke -3
aktivitas siswa dari pelaksanaan pembelajaran Dari tabel diatas memberikan suatu
dengan penerapan inkuiri terbimbing gambaran bahwa perolehan aktivitas siswa
menggunakan proyek video dapat dilihat pada dalam pembelajaran kimia mengalami
grafik dibawah ini. peningkatan dari 69,50 % pada pertemuan ke
1 siklus I dengan kategori cukup menjadi 77,14
% dengan kategori baik pada pertemuan ke 2
siklus I. Pada siklus ini masih ada kelompok
yang masih kesulitan merumuskan hipotesis .
Sebagian besar siswa tidak mengajukan
pertanyaan. Dari pengamatan guru sebagian
kelompok tidak aktif dalam diskusi kelompok
masing-masing karena masih ada siswa yang
pasif.
Pada siklus II mengalami peningkatan lagi
Gambar 2. Perbandingan Rata-rata Persentase dari 81,08 % dengan kategori baik pada
Aktivitas Siswa Siklus II pertemuan ke 1 siklus II menjadi 90,28 %
Berdasarkan hasil observasi diperoleh data dengan kategori sangat baik pada pertemuan ke
rata-rata aktivitas siswa pada siklus II 3 siklus II. Dengan demikian hasil ini juga
pertemuan ke-1 tergolong baik dengan telah memenuhi kriteria keberhasilan tindakan.
persentase rata-rata adalah 81.08 %. Rata-rata Pada saat siswa melakukan
aktivitas pertemuan ke- 2 tergolong sangat percobaan/praktikum dan merekam video, guru
baik dengan persentase rata-rata adalah 86,23 berkeliling kelas untuk mengamati diskusi
%. Sedangkan pada pertemuan ke- 3 tergolong siswa dalam kelompoknya, selain mengamati
sangat baik dengan persentase rata-rata adalah kegiatan siswa guru juga lebih memberikan
90,28 %. bimbingan secara intensif kepada siswa baik
Untuk mengetahui seberapa banyak secara individu maupun kelompok yang belum
peningkatan kumulatif aktivitas siswa ketika paham dalam menyelesaikan LKS dan
pelaksanaan pembelajaran kimia dengan membimbing siswa dalam menyusun
menerapkan inkuiri terbimbing menggunakan kesimpulan. Sehingga siswa nampak lebih
proyek video pada siklus I dan II dapat dilihat antusias dan aktif berdiskusi dalam
pada tabel berikut. kelompoknya
Tabel 3. Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pada siklus II, dari 30 siswa diperoleh
Pembelajaran siswa yang tuntas dengan memperoleh nilai
N Siklus Persentas Peningkata ≥70 sebanyak 28 siswa, sedangkan jumlah
o e n (%) siswa yang tidak tuntas yaitu yang memperoleh
rata-rata nilai ˂ 70 sebanyak 2 siswa. Hasil belajar
1 I 69,50 ─ tertinggi adalah 95, dan yang terendah 60.
Pertemuan Sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh pada
ke- 1 siklus II ini sebesar 80,00 dengan ketuntasan
2 I 77,14 7,64 klasikal mencapai 93,33%. Hal ini
Pertemuan menunjukkan hasil belajar kognitif pada siklus
ke -2 II dengan penerapan model pembelajaran
3 I 80,27 3,13 inkuiri terbimbing menggunakan proyek video
Pertemuan sudah mengalami peningkatan, dan ketuntasan
ke -3 klasikalnya sudah memenuhi indikator
4 II 81,08 0,81 keberhasilan yang ditetapkan yaitu sebesar
75%. Sehingga tidak perlu dilaksanakan
Zubaidah 194
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

tindakan berikutnya sebagai perbaikan. Tabel 3 dan 80,27% pada pertemuan ke-3. Aspek
dan grafik 3 dibawah ini menunjukkan aktivitas siswa terus mengalami peningkatan.
perbandingan hasil siklus I dan siklus II pada Pada siklus II pencapaian rata-rata aktivitas
ketuntasan belajar klasikal. siswa telah mencapai kriteria keberhasilan
Tabel 4. Perbandingan Hasil Siklus I dan yang ditentukan yaitu mencapai rata-rata
Siklus II 81,08% pada pertemuan ke-1, 86,23% pada
Siklus Nilai rata- Ketuntasan pertemuan ke-2, dan 90,28 % pada pertemuan
rata Klasikal ke-3.
I 66,00 73,33 % Penerapan inkuiri terbimbing
II 80.00 93.33 % menggunakan proyek video dapat
meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas
Hal ini menunjukkan hasil belajar kognitif pada XII MM 1 SMK Negeri 1 Amuntai pada materi
siklus II dengan penerapan model laju reaksi. Hal tersebut dibuktikan dengan
pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I
proyek video sudah mengalami peningkatan, yaitu 66,00 dengan persentase ketuntasan
dan ketuntasan klasikalnya sudah memenuhi klasikal 73,33 %. Selanjutnya siklus II nilai
indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu rata-rata hasil belajar siswa adalah 80,00
sebesar 75%. dengan persentase ketuntasan klasikal 93,33%.
Hal ini menunjukkan hasil belajar kognitif pada
siklus II dengan penerapan model
pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan
proyek video sudah mengalami peningkatan,
dan ketuntasan klasikalnya sudah memenuhi
indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu
sebesar 75%.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Gambar 3. Hasil Tes Siklus I dan Siklus II lembaga SEAMEO QITEP in Science yang
Berdasarkan hasil perbaikan, tindakan telah memberikan hibah dana bantuan
dan hasil pengamatan, dapat disimpulkan penelitian (Research Grants 2017 ) untuk
bahwa siswa terlihat aktif selama proses melakukan penelitian tindakan kelas
pembelajaran dan lebih mandiri dalam (classroom action research). Dengan
menemukan pengetahuannya. Sehingga pemberian dana tersebut menunjang kelancaran
pembelajaran yang berlangsung menjadi lebih kegiatan pembelajaran di kelas yang berkaitan
maksimal, dan pengetahuan yang diperoleh dengan pembelajaran inkuiri dengan tema
siswa juga akan lebih bermakna. Hal ini Pembelajaran Berbasis Inkuiri.
mempengaruhi ketuntasan hasil belajar siswa
secara klasikal yaitu sebesar 93,33% siswa Daftar Pustaka
berhasil memperoleh nilai KKM Anam, Khoirul. 2016. Pembelajaran Berbasis
Inkuiri: Metode dan Aplikasi. Yogyakarta
Simpulan : Pustaka Pelajar
Berdasarkan hasil penelitian dan Arikunto, Suharsini, Suhardjono, dan Supardi.
pembahasan sebelumnya maka dapat 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :
disimpulkan bahwa : Bumi Aksara
Penerapan inkuiri terbimbing Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006.
menggunakan proyek video dapat Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
meningkatkan aktivitas siswa dalam Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan
pembelajaran kimia di kelas XII MM 1 pada Dasar dan Menengah . Jakarta : Pusat
materi laju reaksi. Hal tersebut dibuktikan Kurikulum.
dengan pencapaian persentase rata-rata dalam Kaswul Anwar Us dan Hendra Harmi. (2011).
setiap aspek aktivitas siswa. Pencapaian Perencanaan Sistem Pembelajaran
aktivitas siswa dalam pembelajaran kimia pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
siklus I menunjukkan rata-rata 69,50 % pada (KTSP). Bandung: Alfabet
pertemuan ke-1, 77,14% pada pertemuan ke-2,
Zubaidah 195
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017

Komaidi, Didik, dan Wahyu Wijayanti. 2011.


Panduan Lengkap PTK : Teori, Praktek
dan Contoh PTK. Yogyakarta : Sabda
Media
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nana Sudjana. (2009). Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Pramitasari, Diana Hesti. 2014. Penerapan
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Dipadu Team Games Tournament melalui
Lesson Study untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Motivasi dan Hasil
Belajar Siswa Kelas X MIA 3 SMAN3
Malang. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: FMIPA UM tidak diterbitkan.
Malang: FMIPA UM
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Tindakan
Komprehensif. Bandung: Alfabeta
Ulfa, N. 2010. Penerapan Bahan Ajar IPA
Terpadu Dengan Strategi Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
Belajar Siswa Kelas VII SMPN 1 singosari.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka
Wina Sanjaya. (2009). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Prenada Media Group
Zainal Arifin. (2012). Evaluasi Pembelajaran.
Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi
Islam
Zuriyani, Elsi. 2010. Strategi Pembelajaran
Inkuiri pada Mata Pelajaran IPA. Jurnal of
Widiyaiswara BDK Palembang. Hal 11

Zubaidah 196
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMK PADA TOPIK KOLOID
Herry Soesanto
SMK Muhammadiyah Serui, Kabupaten Yapen, Papua

ABSTRACT
Generally, colloid system is one of easy concepts in chemistry and can be learnedthrough discussion, the
students believe the matter can be learned through remembering technique. The research is aimed to implement
inquiry model learning in colloid system topic. the research use quasy experimental method with class control
and the non-equivalent control group design with 23 students in controlled class and 25 students in
experimented class . The research showed inquiry learning can improved students understanding.

Keywords: Inquiry learning, colloid system


ABSTRAK
Topik sistem koloid pada umumnya dianggap konsep yang mudah, dan pembelajarannya cukup dengan metode
diskusi, tanya jawab dan ceramah, sehingga siswa menganggap bahwa untuk memahami sistem koloid cukup
dengan menghafal saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan model pembelajaran inkuiri pada
topik sistem koloid. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi dengan kelas kontrol atau the non-
equivalent control group design, yang melibatkan 23 siswa kelas kontrol dan 25 siswa kelas eksperimen di SMK
kelas XII di Kabupaten Kepulauan Yapen Papua. Hasil analisis data beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman konsep.

Kata Kunci: pembelajaran inkuiri, sistem koloid

Pendahuluan yang berhubungan dengan sistem koloid


Menurut Undang-Undang Sistim diantaranya: warna langit di sore hari, dan
Pendidikan Nasional, sekolah merupakan salah terbentuknya delta di muara sungai.
satu jenjang pendidikan yang bertujuan untuk Sedangkan penerapan sistem koloid dalam
mengembangkan potensi peserta didik agar kehidupan sehari-hari diantaranya: industri
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang makanan (jelly), papeda (makanan pokok dari
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, tepung sagu), industri kosmetik (pelembab
cakap, kreatif , mandiri, dan menjadi warga untuk kecantikan), farmasi (obat dalam sirop).
negara yang demokratis serta bertanggung Pembelajaran kimia ditingkat SMK
jawab. Sekolah yang efektif adalah sekolah mengisyaratkan adanya perubahan tingkah
yang memiliki profil, visi, misi, tujuan dan laku bagi peserta didik dalam memecahkan
target mutu yang kuat, mandiri, inovatif dan masalah dengan metode ilmiah. Pemanfaatan
pemberian iklim yang kondusif bagi warganya bahan ajar dari lingkungan sekitar siswa akan
untuk men gembangkan sikap kritis, kreatifitas mendorong siswa untuk bersikap dan berpikir
dan motivasi tinggi, serta pengembangan secara ilmiah melalui pendekatan keterampilan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan proses. Dari kegiatan ini diharapkan siswa
silabusnya. tidak menjadi bosan atau jenuh karena siswa
Kimia merupakan ilmu yang pada dapat menentukan sendiri gagasan yang telah
awalnya diperoleh dan dikembangkan dimiliki oleh siswa itu sendiriPenguasaan
berdasarkan percobaan (induktif) namun pada konsep-konsep kimia sebagai indikiator dari
perkembangan selanjutnya kimia juga keberhasilan pembelajaran dari berbagai
diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori penelitian secara umum masih dangkal. Untuk
(deduktif). Kimia adalah ilmu yang mencari dapat mengkondisikan siswa agar memahami
jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana mendapatkan dan memaknai
bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan konsep-konsep tersebut, maka memerlukan
dengan komposisi, struktur, dan sifat, suatu model pembelajaran. Salah satu model
perubahan, dinamika (Peraturan Menteri: pembelajaran yang dapat menunjang
2006). Dan salah satu topik kimia yang peningkatan pemahaman konsep adalah model
menekankan pada fenomena alam dan banyak pembelajaran inkuiri.
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari Berdasarkan latar belakang yang telah
yaitu topik sistem koloid. Fenomena alam diuraikan di atas, masalah penelitian ini adalah
Herry Soesanto 197
Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
bagaimana pengaruh Pembelajaran dengan yang diperoleh yaitu data peningkatan
Model Inquiri terhadap Pemahaman Konsep pemahaman siswa terhadap konsep baik
Siswa SMK pada Topik Sistem Koloid? sebelum dan sesudah pembelajaran; Penentuan
Masalah ini dapat disajikan lebih rinci menjadi kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan
beberapa submasalah yaitu: secara acak. Berdasarkan hasil observasi yang
Bagaimana karakteristik model pembelajaran dilakukan sebelum penelitian berlangsung,
inkuiri yang dapat meningkatkan pemahaman diketahui bahwa di antara kelas yang dijadikan
konsep siswa SMK pada topik Koloid? kontrol dan eksperimen terdapat perbedaan
berdasarkan tingkat akademik, fasilitas belajar
Apakah model pembelajaran inkuiri dan motivasi dalam belajar. Kelas kontrol
dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa merupakan kelas unggulan dengan tingkat
SMK pada topik Koloid? akademik yang paling tinggi dibandingkan
Apakah model pembelajaran inkuiri kelas lain, terutama dibandingkan dengan
pada topik Koloid dapat meningkatkan kelas eksperimen. Siswa pada kelas kontrol
keterampilan proses sains siswa SMK? memiliki kemampuan yang sangat baik dan
Bagaimanakah tanggapan siswa SMK motivasi belajar yang tinggi, karena mereka
terhadap model pembelajaran inkuiri pada memiliki fasilitas belajar yang menunjang. Hal
topik Koloid? tersebut berbeda kondisinya dengan siswa
Apa keunggulan dan kelemahan pada kelas eksperimen.
model pembelajaran inkuiri pada topik Koloid Pembelajaran sistem koloid dengan
dibandingkan dengan pembelajaran inquiri diharapkan dapat meningkatkan
konvensional? kemampuan siswa pada kelas eksperimen yang
hampir sama dengan kelas kontrol. Pada
Metode Penelitian dasarnya siswa memiliki potensi-potensi yang
Penelitian ini menggunakan metode perlu dikembangkan dan ditingkatkan, hal ini
eksperimen dengan kelas kontrol atau “The tergantung pada guru untuk mengkondisikan
Randomized Pretest-Posttest Control Group pembelajaran yang dirancang dalam menggali
Design” (Fraenkel & Wallen, 1990) yang potensi-potensi yang dimiliki siswa.
penentuannya dilakukan secara acak kelas. Siswa di kelas kontrol dan eksperimen
Eksperimen dilakukan dengan memberikan diberikan motivasi dalam bentuk pertanyaan
pembelajaran model inkuiri pada kelompok sebagai tahapan orientasi pada masalah pada
eksperimen dan pembelajaran konvensional topik sistem koloid. Hal ini diharapkan supaya
pada kelompok kontrol. Kedua kelompok siswa fokus pada materi pembelajaran yang
diberikan pretest dan postest yang diharapkan diberikan.
dapat mengukur keterampilan berpikir kritis Hasil belajar siswa pada kelas kontrol
pada kedua kelompok sebelum dan sesudah dan eksperimen sebelum dan sesudah
mendapat pengajaran. pembelajaran seperti ditunjukkan pada tabel
Data penelitian ini berasal dari kelas 4.1. dan tabel 4.2.
eksperimen dengan pembelajaran inkuiri. Data

Tabel 4.1. Rata-Rata Pretes, Postes dan N-Gain pada Kelas Kontrol dan Eksperimen

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen


Hasil
Pretes Postes N-Gain (%) Pretes Postes N-Gain (%)
23,69 38,48 18,19 25 46,2 27,66
Rata-Rata
9,44 11,81 1,82 8,04 9,49 14,31
Standar Deviasi

Herry Soesanto 198


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
Tabel 4.2. Hasil Pretes dan Postes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen


No Pretes postes N-gain Pretes postes N-gain
1 35 35 0 25 40 20
2 40 35 -8 25 35 13
3 30 40 14 25 35 13
4 15 30 18 15 45 35
5 35 45 15 25 45 27
6 10 45 33 25 40 20
7 20 35 19 30 65 50
8 35 25 -15 25 40 20
9 15 35 24 25 40 20
10 25 35 13 20 65 56
11 25 35 13 15 45 35
12 15 25 12 25 40 20
13 30 15 -21 35 65 46
14 25 30 7 20 50 38
15 15 30 18 15 35 24
16 20 40 25 45 45 0
17 15 60 53 25 50 33
18 35 55 31 20 45 31
19 10 45 39 10 40 33
20 15 55 47 25 45 27
21 35 55 31 25 60 47
22 30 55 36 25 40 20
23 10 25 17 25 40 20
24 30 60 43
25 45 45 0
Mean 23,69 38,48 18,19 25 46,2 27,66
SD 9,44 11,81 1,82 8,04 9,49 14,31

Data pada tabel 4.1. menunjukkan bahwa kedua sistem koloid, dengan menghitung nilai N-Gainnya.
kelas memiliki kecenderungan yang tidak jauh Hasil penghitungan dari data pretes, postes dan N-
berbeda, kelas kontrol memiliki rata-rata 23,69 dan Gain tersebut selengkapnya tersaji pada tabel 4.1.
rata-rata untuk kelas eksperimen Menurut data dari tabel
25,00. Dengan data rata-rata pretes seperti itu dapat 4.1, ternyata rata-rata N-Gain untuk kelas kontrol
dianggap bahwa kedua kelas memiliki kemampuan sebesar 18,19 % dan rata-rata N-Gain kelas
yang sama sebelum pembelajaran dilakukan. eksperimen sebesar 27,66 %. Hal ini berarti secara
Setelah pembelajaran dilakukan dan diadakan umum skor pretes, postes dan data N-Gain kelas
postes ternyata terdapat perbedaan antara rata-rata kontrol dan kelas eksperimen tidak menunjukkan
hasil postes, yaitu untuk kelas kontrol 38,49 dan hasil yang jauh berbeda. Berdasarkan data rata-rata
rata-rata postes untuk kelas eksperimen 46,20 atau skor pretes, postes dan data N-Gain kelas kontrol
dengan selisih sebesar dan kelas eksperimen terdapat sedikit perbedaan,
7,51. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yaitu rata-rata skor postes dan data N-Gain kelas
sistem koloid dengan inquiri memberikan nilai eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-
dengan hasil yang berbeda dibandingkan dengan rata skor postes dan data N-Gain kelas kontrol.
pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil uji normalitas dengan One-
Dari hasil pretes dan postes dapat ditentukan Sample Kolmogorov-Smirnov Test program SPSS-
adanya peningkatan pemahaman siswa pada topik 16 terhadap data pretes, postes dan N-Gain pada

Herry Soesanto 199


Seminar Penelitian Bidang IPA 2017
SEAMEO Regional Centre for QITEP in Science
7-8 November 2017
kedua kelas tersebut menunjukkan bahwa data pemahamanan konsep siswa pada topik sistem
berdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan oleh koloid. Karena penggunaan inquiri dalam
nilai Asymp. Sig.(2-tailed) yang lebih besar pembelajaran sistem koloid mempunyai kelebihan
rti yang dan kekurangan sesuai dengan karakteristik konsep
ditunjukkan oleh table 3.5. tersebut. Berdasarkan hasil angket siswa
Berdasarkan data pada tabel 4.3. tersebut dapat menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
dikatakan bahwa semua data kelas kontrol dan menggunakan inquiri menyenangkan dan
kelas terdistribusi normal. memotivasi siswa untuk mengikuti pembela jaran
Pembelajaran dengan inquiri tidak berpengaruh sistem koloid dengan praktikum
secara signifikan terhadap peningkatan

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes, Postes dan N-Gain

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pretes Postes N-Gain Pretes Postes N-Gain


N 23 23 25 25
Mean 23,69 38,48 18,19 25 46,2 27,66

Standar Deviasi 11,81 1,82 8,04 14,31


Z 9,44 0,868 0,707 1,500 1,351
9,49 0,716
Asymp.Sig(2-
tailed) 0,249
1,021 0,438 0,699 0,022 0,052 0,684

Kesimpulan Daftar Pustaka


Berdasarkan hasil analisis data, permasalahan -------------, (2003), Pendekatan Kontektual,
penelitian, temuan dan pembahasan sebagaimana Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama,
telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Menengah, Depdiknas. Amien, M. (1987),
1. Pembelajaran dengan inkuiri pada topik sistem Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
koloid memiliki karakteristik yaitu kemampuan Dengan Menggunakan Metode “Discovery and
untuk mengatasi masalah atau konsep yang bersifat Inquary”. Jakarta: Depdikbud.
abstrak menjadi lebih konkret dengan bantuan
praktikum dalam pembelajaran, Dahar, R.W. (1996), Teori-Teori Balajar, Jakarta:
2. Pembelajaran sistem koloid dengan inkuiri dapat Erlangga.#
meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan Dahlan, M.D. (1989), Model-Model Belajar,
rata-rata persentase N-Gain kategori rendah. Bandung: CV. Diponegoro.
3. Model pembelajaran sistem koloid dengan Fraenkell, J.R. and Wallen, N (1993), How To
inkuiri memberikan sikap positif dari siswa Design and Evaluate Research in Education, N.Y:
terhadap pembelajaran dan siswa merasa Mc. Graw Hill.
termotivasi dengan pembelajaran yang dirancang. Joyce, Bruce and Weill, Marssha, (1992), Models
4. Model pembelajaran sistem koloid dengan of Teaching, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
inkuiri mendapat respon yang positif dari guru, Joice and Weill (1972), Information Processing
karena model pembelajaran yang dikembangkan Model of Teaching, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
dalam penelitian ini dapat membantu siswa untuk Oxtoby.
memahami konsep-konsep abstrak menjadi lebih David W. et.al. (1999), Principles of Modern
konkrit, membantu siswa untuk menguasai konsep- Chemistry, fourth edition, Hartcourt; Inc.
konsp kimia yang mendasar. Model pembelajaran Sugalayudhana, (2006), Model Pembelajaran
ini memberikan alternatif lain pada guru dalam Berbasis Masalah pada Topik Koloid untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis,
Ucapan Terima Kasih Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains
Peneliti mengucapkan terimakasih Siswa SMA (Tesis), Bandung, UPI.
kepada SEAMEO Qitep in Science yang telah Sund, R. B. dan Trowbridge, Leslie W. (1973),
memberikan dana, sehingga kegiatan Teaching Science by Inquary In the Secondary
penelitian ini dapat terlaksana. School, Second Edition, Columbus: Charles E.
Merill Publishing

Herry Soesanto 200

Anda mungkin juga menyukai