Anda di halaman 1dari 170

ISSN 2355-0074

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2018


ISSN 2355-0074

Jurnal Numeracy
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2018

Pelindung
Ketua STKIP Bina Bangsa Getsempena
Lili Kasmini, M.Si.

Penasehat
Ketua LPPM STKIP Bina Bangsa Getsempena
Intan Kemala Sari, M.Pd.

Penanggungjawab/ Ketua Penyunting


Rita Novita, M.Pd.

Sekretaris Penyunting
Sekretaris Prodi Pendidikan Matematika

Penyunting/Mitra Bestari
Rita Novita, M.Pd. (STKIP Bina Bangsa Getsempena), Ega Gradini, M.Sc. (STAIN Gajah
Putih Takengon) Fitriati, M.Ed. (STKIP Bina Bangsa Getsempena), Intan Kemala Sari, M.Pd.
(STKIP Bina Bangsa Getsempena), Cut Khairunnisak, M.Sc (Universitas Syiah Kuala), Mulia
Putra, M.Sc. (Universitas Serambi Mekkah), Prof. Dr. Zulkardi, M.I.Komp., M.Sc.
(Universitas Sriwijaya) Dr. Yusuf Hartono (Universitas Sriwijaya), Dr. M. Ikhsan, M.Pd.
(Universitas Syiah Kuala) Usman, S.Pd, M.Pd (Universitas Syiah Kuala), Dr. Zainal Abidin,
M.Pd. (UIN Ar-Raniry) Dr. M. Duskri, M.Kes. (UIN Ar-Raniry), Achmad Badrun Kurnia,
M.Sc. (STKIP Jombang), Rully Charitas Indra Prahmana, M.Pd. (STKIP Surya), Anton
Jaelani, M.Pd. (STKIP Muhammadiyah Purwokerto) Fajar Arwadi, M.Sc. ( Universitas
Negeri Makasar), Nila Mareta Murdiyani, M.Sc. (Universitas Negeri Yogyakarta), Ilham
Rizkianto, M.Sc. (Universitas Negeri Yogyakarta), Gio Mohamad Johan, M.Pd. (STKIP Bina
Bangsa Getsempena), Yusrawati JR Simatupang, M.Pd. (STKIP Bina Bangsa Getsempena).

Desain Sampul
Eka Novendra

Web Designer
Achyar Munandar

Alamat Redaksi
Kampus STKIP Bina Bangsa Getsempena
Jalan Tanggul Krueng Aceh No 34
Banda Aceh
Laman: numeracy.sktkipgetsempena.ac.id
Surel: pmat@stkipgetsempena.ac.id

i
ISSN 2355-0074

PENGANTAR PENYUNTING

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka Jurnal Numeracy,
Prodi Pendidikan Matematika, STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, Volume 5,
Nomor 2, Oktober 2018 dapat diterbitkan. Dalam volume kali ini, Jurnal Numeracy
menyajikan 15 tulisan yaitu:

1. Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikansoal Open-


Ended Pada Materi Bangun Datar Segi Empat, merupakan hasil penelitian Hari
Nugraheni dan Novisita Ratu (Universitas Kristen Satya Wacana).
2. Meningkatkan Pemahaman Konsep Pecahan Melalui Pendekatan Realistic
Mathematicseducation (RME) Pada Pelajaran Matematika Kelas V di SDIT YPI “45”
Bekasi, merupakan hasil penelitian Yuyun Komala, Yetti Supriyati, dan Fathiaty
Murtadho (Universitas Negeri Jakarta).
3. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Strategi
Pembelajaran Konflik Kognitif, merupakan hasil penelitian Marhami (Universitas
Malikussaleh).
4. Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Team Investigation Berbantu Lembar Kerja Siswa dengan Pendekatan
Open Ended SMP Negeri 2 Ceper Klaten, merupakan hasil penelitian Maratu Shalikhah
dan Aji Permana Putra (Universitas Cokroaminoto Yogyakarta).
5. Kualitas Perolehan Hasil Belajar Matematika dengan Model Kooperatif Tipe Power Of
Two di SMP, merupakan hasil penelitian Nuralam dan Nailul Audhar (UIN Ar-
Raniry).
6. Analisis Respon Siswa dan Guru Terhadap Penggunaan Multimedia Interaktif dalam
Proses Pembelajaran Matematika, merupakan hasil penelitian Siti Hadijah (STKIP
Bumi Persada Lhokseumawe).
7. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Bangun Ruang dengan
Menggunakan Aplikasi Geogebra di SMP Negeri 1 Mila, merupakan hasil penelitian
Junaidi (Universitas Jabal Ghafur Sigli).
8. Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa SMP, merupakan hasil penelitian Taufiq (Universitas Jabal Ghafur
Sigli).
9. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Self Efficacy Matematik Siswa SMP Melalui
Strategi Think Talk Write, merupakan hasil penelitian Laksmi Aulia (STKIP Bumi
Persada Lhokseumawe).
10. Proses Berpikir Siswa Climber dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan
Gender, merupakan hasil penelitian Muhammad Yani dan Nazariah (Universitas
Muhammadiyah Aceh).
11. Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Dasar dalam Memecahkan Masalah
Matematika, merupakan hasil penelitian Ary Kiswanto Kenedi, Sheryane Hendri,
Hasmai Bungsu Ladiva (Universitas Negeri Padang) dan Nelliarti (SDN 26 Singkarak).
12. Pemahaman Matematis Siswa dalam Pembelajaran Persamaan Linear Satu Variabel
Menggunakan Elpsa Framework, merupakan hasil penelitian Firmansyah B, Ega
Gradini, dan Elfi Rahmadhani (STAIN Gajah Putih)
13. Permasalahan Penilaian pada Materi Geometri, merupakan hasil penelitian Herawati
(UIN Ar-raniry Banda Aceh)
14. Analisis Kesalahan Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Banda Aceh dalam Menyelesaikan
Soal Matematika Pada Pokok Bahasan Segiempat Berdasarkan Kriteria Polya,
merupakan hasil penelitian Nurul Fajri dan Iwan (STKIP Bina Bangsa Getsempena).
ii
ISSN 2355-0074

15. Karakteristik Intuisi Siswa SMK N 2 Banda Aceh dalam Memecahkan Masalah
Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika dan Perbedaan Gender,
merupakan hasil penelitian Nazariah dan Nailul Authary (Universitas
Muhammadiyah Aceh).

Akhirnya penyunting berharap semoga jurnal edisi kali ini dapat menjadi warna tersendiri
bagi bahan literature bacaan bagi kita semua yang peduli terhadap dunia pendidikan.

Banda Aceh, Oktober 2018

Penyunting

iii
ISSN 2355-0074

DAFTAR ISI

Hal

Susunan Pengurus i

Pengantar Penyunting ii

Daftar Isi iii

Hari Nugraheni dan Novisita Ratu 119


Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikansoal
Open-Ended Pada Materi Bangun Datar Segi Empat

Yuyun Komala, Yetti Supriyati, dan Fathiaty Murtadho 134


Meningkatkan Pemahaman Konsep Pecahan Melalui Pendekatan Realistic
Mathematicseducation (RME) Pada Pelajaran Matematika Kelas V di SDIT YPI
“45” Bekasi,

Marhami 146
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Strategi
Pembelajaran Konflik Kognitif

Maratu Shalikhah dan Aji Permana Putra 154


Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Team Investigation Berbantu Lembar Kerja Siswa dengan
Pendekatan Open Ended SMP Negeri 2 Ceper Klaten

Nuralam dan Nailul Audhar 162


Kualitas Perolehan Hasil Belajar Matematika dengan Model Kooperatif Tipe
Power Of Two di SMP

Siti Hadijah 176


Analisis Respon Siswa dan Guru Terhadap Penggunaan Multimedia Interaktif
dalam Proses Pembelajaran Matematika

Junaidi 184
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Bangun Ruang dengan
Menggunakan Aplikasi Geogebra di SMP Negeri 1 Mila

Taufiq 194
Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa SMP

Laksmi Aulia 204


Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Self Efficacy Matematik Siswa SMP
Melalui Strategi Think Talk Write

iv
ISSN 2355-0074

Muhammad Yani dan Nazariah 217


Proses Berpikir Siswa Climber dalam Memecahkan Masalah Matematika
Berdasarkan Gender

Ary Kiswanto Kenedi, Sheryane Hendri, Hasmai Bungsu Ladiva dan Nelliarti 226
Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Dasar dalam Memecahkan
Masalah Matematika

Firmansyah B, Ega Gradini, dan Elfi Rahmadhani 236


Pemahaman Matematis Siswa dalam Pembelajaran Persamaan Linear Satu
Variabel Menggunakan Elpsa Framework

Herawati 249
Permasalahan Penilaian pada Materi Geometri

Nurul Fajri dan Iwan 257


Analisis Kesalahan Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Banda Aceh dalam
Menyelesaikan Soal Matematika Pada Pokok Bahasan Segiempat Berdasarkan
Kriteria Polya

Nazariah dan Nailul Authary 270


Karakteristik Intuisi Siswa SMK N 2 Banda Aceh dalam Memecahkan Masalah
Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika dan Perbedaan Gender

v
ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM
MENYELESAIKANSOAL OPEN-ENDED PADA MATERI
BANGUN DATAR SEGI EMPAT

Hari Nugraheni1) dan Novisita Ratu2)


1), 2) Universitas Kristen Satya Wacana

e-mail: 202015052@student.uksw.edu

Abstrak
Pemecahan masalah matematika membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif, salah satunya dengan memberikan soal dengan tipe masalah terbuka atau
open-ended.Melalui masalah terbukasiswa dapat menyelesaikan dengan cara yang lebih
sesuai dengan kemampuan mereka dan memberi kesempatan untuk memilih metode untuk
memunculkan kemampuan dan dapat menunjang kemampuan berpikir kreatif.Jenis
penelitian ini adalah kualitatif deskriptifdengan tujuan untuk mengetahui tingkat
kemampuan berpikir kreatif (TKBK) siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Salatiga dalam
menyelesaikan soal open-ended materi bangun datar segi empat. Subjek dalam penelitian ini
terdiri dari tiga siswa berkemampuan matematika tinggi,sedang dan rendah. Pemilihan
subjek berdasarkan nilai tes dan rekomendadi guru mata pelajaran matematika. Penelitian
dilakukan dengan cara tes, wawancara dan dokumentasi. Soal tes berbentuk open-ended
pada materi bangun datar segi empat dengan memperhatikan 3 indikator berpikir kreatif
yaitu kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif.
Berdasarkan hasil analisis data, penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif
siswa berbeda-beda.Subjek berkemampuan matematika tinggi berada pada TKBK 4 (sangat
kreatif), subjek mampu menunjukkan kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan dalam menjawab
soal.Subjek berkemampuan matematika sedang berada pada TKBK 1 (kurang kreatif),
subjek hanya mampu menunjukkan indikator kefasihan.Subjek berkemampuan matematika
rendah berada pada TKBK 3 (kreatif), subjek mampu menunjukkan kefasihan dan
fleksibilitas dalam menjawab soal.

Kata Kunci: kemampuan berpikir kreatif,open-ended,segiempat

Abstract
Problem-solving in mathematics aids students to develop creative thinking ability, one of them was
giving a problem with open-ended type. It can tackle the problems in line with their abilities and
provide opportunities to select methods that support them to think creatively. Type of research was
qualitative descriptive with the purpose to determine the level of creative thinking ability (TKBK) of
the eighth-grade students of SMP Negeri 9 Salatiga in solving open-ended questions of quadrilateral.
The subjects consist of three students with high, medium and low mathematics abilities. The selection
of the subject is based on the value of the test and recommendations of the teacher. The research was
done through the test, interviews, and documentation. The test questions were open-ended
quadrilateral material by observing 3 indicators of creative thinking such as fluency, flexibility, and
novelty in order to measure creative thinking ability. The results showed that high mathematical
abilities at TKBK 4 (very creative) able to demonstrate fluency, flexibility, and novelty. The subjects
that able to show indicators of fluency were in TKBK 1 (less creative), low mathematical abilities were
at TKBK 3 (creative), subjects were able to demonstrate fluency and flexibility in answering
questions.

Keywords : creative thingkhingabilty, open-ended, quadrilateral

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|119


PENDAHULUAN
Pemecahan masasalah membantu pengetahuan dan pengalaman yang
siswa berpikir kritis, kreatif dan dimiliki siswa terkait dengan masalah
mengembangkan kemampuan matematis yang ingin dicari penyelesaian (Mawadah,
lainnya. Dalam kurikulum yang berlaku di Anisah dan Hana, 2015: 3). Akibatnya
Indonesia saat ini, pentingnya kemampuan siswa kurang memiliki alternatif lain,
pemecahan masalah terlihat pada kurang bebas memaparkan hasil buah
kompetensi dasar yang dimuat dalam pikirnya dalam menjawab soal. Dengan
standar isi permendikbud nomor 64 tahun demikian siswa diberikan soal dengan tipe
2013. Kompetensi dasar tersebut masalah terbuka (open-ended) yang
menyebutkan bahwa “siswa diharapkan memberi kesempatan untuk memperoleh
dapat menunjukkan sikap logis, kritis, pengetahuan atau pengalaman dalam
analitis, cermat dan teliti, bertanggung menemukan, mengenali dan memecahkan
jawab, responsif, dan tidak mudah masalah dengan berbagai cara dan strategi
menyerah dalam memecahkan masalah” penyelesaian.
(Kemendikbud, 2013: 26). Suherman (2003) mendefinisikan
Masalah matematika dapat open-ended problem atau problem tak lengkap
diklasifikasikan menjadi dua yaitu atau problem terbuka sebagai problems yang
masalah tertutup (closed problem) dan diformulasikan memiliki multijawaban
masalah terbuka (open-ended) (Yee,2002: 3). yang benar. Melalui masalah terbuka
Masalah tertutup diartikan sebagai (weel- siswa dapat menyelesaikan dengan cara
structured) bila hal yang ditanyakan sudah yang lebih sesuai dengan kemampuan
jelas, hanya mempunyai satu jawaban mereka dan memberi kesempatan untuk
yang benar dan masalah dirumuskan memilih metode untuk memunculkan
dengan jelas serta data yang dirumuskan kemampuan. Masalah terbuka juga dapat
untuk menyelesaikan masalah sudah jelas. menunjang dan mengevaluasi kreativitas
Sementara masalah terbuka dianggap matematika. Pemberian soal open-ended
sebagai masalah yang memiliki multi- dapat membantu siswa untuk
solusi, dianggap sebagai masalah ill- meningkatkan kemampuan berpikir
structured jika masalah tersebut keratif.
rumusannya belum diketahui atau Dalam usaha mendorong
informasi yang tidak lengkap yang kemampuan berpikir kreatif dalam
memunculkan banyak cara yang ditempuh matematika maka digunakan konsep
atau solusi yang dihasilkan. masalah dalam soal open-ended dengan 3
Kemampuan siswa dalam aspek. Menurut Siswono (2007: 4)
memecahkan masalah matematika dapat kemampuan berpikir kreatif terdiri dari 3
diidentifikasi dari hasil pekerjaan siswa. kriteria yaitu kefasihan, fleksibilitas dan
Biasanya siswa cenderung mengerjakan kebaruan. Kefasihan (fluency) mengacu
soal dengan satu cara penyelesaian sama pada kemampuan siswa dalam
dengan yang diberikan oleh guru. Siswa memberikan bermacam-macam jawaban,
tidak diberi kesempatan untuk mencari fleksiblitas (flexiblity) mengacu pada
jawaban atau cara yang berbeda dari yang kemampuan siswa dalam menyelesaikan
diajarkan. Penyelesaian masalah yang masalah tidak hanya dengan satu cara
didapat oleh siswa merupakan hasil dari tetapi bisa memberikan cara lain, dan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|120


kebaruan (novelty) mengacu pada Siswono (2008: 31) mengungkapkan
kemampuan siswa mengajukan suatu bahwa terdapat 5 tingkatan kemampuan
masalah yang berbeda dari masalah yang berpikir kreatif (TKBK) yaitu TKBK 4
diajukan sebelumnya. Ketiga aspek (sangat kreatif), TKBK 3 (kreatif), TKBK 2
tersebut digunakan sebagai acuan untuk (cukup kreatif), TKBK 1 (kurang kreatif)
mengukur kemampuan berpikir kreatif dan TKBK 0 (tidak kreatif). Kriteria dari 5
siswa. tingkatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif (TKBK)


TKBK KRITERIA
TKBK 4 Siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu
(Sangat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang
Kreatif) berbeda-beda dengan lancar (fasih) dan fleksibel.
TKBK 3 Siswa mampu menunjukkan suatu jawaban yang baru dengan cara
(Kreatif) penyelesaian yang berbeda (fleksibel) meskipun tidak fasih atau membuat
berbagai jawaban yang baru meskipun tidak dengan cara yang berbeda
(tidak fleksibel). Selain itu, siswa dapat membuat masalah yang berbeda
dengan lancar (fasih) meskipun jawaban masalah tunggal atau membuat
masalah yang baru dengan jawaban divergen.
TKBK 2 Siswa mampu membuat satu jawaban atau masalah yang berbeda dari
(Cukup kebiasaan umum meskipun tidak dengan fleksibel atau fasih, atau mampu
Kreatif) menunjukkan berbagai cara penyelsaian yang berbeda dengan fasih
meskipun jawaban yang dihasilkan tidak baru..
TKBK 1 Siswa tidak mampu membuat satu jawaban atau membuat masalah yang
(Kurang berbeda (baru), meskipun salah satu kondisi berikut dipenuhi, yaitu cara
Kreatif) penyelesaian yang dibuat berbeda-beda (fleksibel) atau jawaban/masalah
yang dibuat beragam (fasih).
TKBK 0 Siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara
(Tidak penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih)
Kreatif) dan fleksibel.

Soal open-ended akan diterapkan mengerjakan soal dengan menggunakan


dalam materi segiempat. Menurut Siswono berbagai penyelesaian.
(2007: 5) materi dalam segiempat dapat Berdasarkan uraian di atas, maka
digunakan dalam mengidentifikasi tujuan dari penelitian ini adalah untuk
kemampuan berpikir kreatif siswa. Materi mengetahui tingkat kemampuanberpikir
segiempat pada SMP membahas tentang kreatif siswa dalam menyelesaikan soal
macam-macam segiempat yaitu trapesium, open-ended pada materi bangun datar segi
jajargenjang, persegi panjang, persegi, empat.
belah ketupat dan layang-layang. Dimana
bangun-bangun segiempat tersebut METODE PENELITIAN
dibahas baik secara pengertian, sifat-sifat, Penelitian ini merupakan penelitian
luas dan kelilingnya. Siswa akan dituntut deskriptif kualitatif.Penelitian ini
dilakukan di SMP Negeri 9 Salatiga yang

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|121


beralamat di Jalan Pemuda No. 7-9 kemudian dilakukan analisis.Penyajian
Salatiga. Subjek terdiri dari 3 siswa yaitu data yang dilakukan dalam penelitian ini
siswa berkemampuan matematika adalah pengklasifikasian dan
tinggi,sedang dan rendah. Penentuan mendeskripsikan berdasarkan tiga kriteria
subjek dalam penelitian ini menggunakan utama berpikir kreatif yaitu kefasihan,
teknik purposive sampling (sampel tujuan). fleksibilitas dan kebaruan, siswa
Pengumpulan data dalam penelitian ini dikategorikan pada tingkat kemampuan
menggunakan teknik wawancara dan tes berpikir kreatif yang terdiri dari lima
tertulis. Pengumpulan data dalam tingkat, yaitu sangat kreatif, kreatif, cukup
penelitian kualitatif, dilakukan pada kreatif, kurang kreatif, dan tidak kreatif.
natural setting (kondisi yang alamiah), Selanjutnya yaitu menarik kesimpulan
sumber data primer, dan teknik atau verfikasi untuk mendeskripsikan
pengumpulan data lebih banyak pada tingkat kemampuan berpikir kreatif pada
observasi berperan serta (participant setiap subjek berdasarkan penyajian data.
observation), wawancara mendalam (in
depth interview), dan dokumentasi HASIL PENELITIAN DAN
(Sugiyono, 2013: 309). Instrumen utama PEMBAHASAN
dalam penelitian ini adalah peneliti Hasil Soal Kefasihan
sendiridibantu dengan instrumen lainnya Soal nomor 1 bertujuan untuk
yaitu lembar soal tes kemampuan mengukur indikator kefasihan subjek
berpikir kreatif dan pedoman wawancara dalam menyelesaikan soal. Subjek
tidak terstruktur. Soal tes terdiri dari 3 diberikan soal yang mengharuskan
soalopen-ended untuk mengukur membuat bangun segiempat yang luasnya
kemampuan berpikir kreatif dengan sama dengan luas persegi yang telah
melihat indikator bepikir kreatif disetiap diketahui ukurannya. Berdasarkan
soalnya. Soal ke-1 tentang mencari indikator kefasihan tersebut, peneliti
berbagai macam segi empat yang memiliki melakukan analisis dengan melihat
luas yang sama dengan luas satu bangun indikator kefasihan guna mengetahui
yang ditentukan. Soal ke-2 tentang mencari tingkat berpikir kreatif siswa. Adapun
luas sebuah bangun segiempat. Soal ke-3 bentuk soal yang digunakan adalah
tentang mencari luas bangun segi empat sebagai berikut.
tidak beraturan. Data yang diperoleh

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|122


Gambar 1. Soal Kefasihan

Subjek Berkemampuan Tinggi tersebut. Subjek menggambar lima bangun


Subjek mengetahui bahwa luas bangun yaitu trapesium, laying-layang, persegi
yang dicari harus 64. Dalam mengerjakan panjang, belah ketupat dan jajar genjang.
soal tersebut langkah pertama yang Subjek mengaku mencari ukuran-ukuran
dilakukan subjek adalah menggambar dari setiap bangun yang ditulisnya dengan
bangun segiempat kemudian mencari cara coba-coba. Hasil pekerjaan subjek
ukuran dari masing-masing bangun dapat dilihat pada gambar 2 berikut:

Gambar 2. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Tinggi Soal Kefasihan

Subjek mampu menuliskan lima bangun menjelaskan satu persatu dari jawaban
segiempat yang berbeda-beda. Subjek yang dituliskan.
mampu memunculkan ide atau alternatif
lain dalam menyelesaikan soal.Subjek Subjek Berkemampuan Sedang
berkemampuan tinggi mampu Subjek mengerti maksud dari soal
memperlihatkan kefasihan dalam dan apa yang ditanyakan di soal. Subjek
menghitung dan mencari ukuran-ukuran mencari ukuran dari lima bangun tersebut
bangun agar luas yang didapat bisa sama. dengan cara coba-coba. Mulai dari bangun
Hasil tertulis tersebut menunjukkan bahwa persegi panjang menentukan panjang dan
subjek memperlihatkan kefasihan yang lebarnya hingga mencari diagonal bangun
baik dalam menjawab soal. Subjek juga jajar genjang agar luasnya 64 cm. Hasil
mampu menunjukkan kefasihan secara pekerjaan subjek dapat dilihat pada
baik saat diberikan konfirmasi terkait gambar 3.
jawaban yang dia berikan, subjek mampu

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|123


Gambar 3. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Sedang Soal Kefasihan

Subjek mampu memperlihatkan kefasihan subjek menentukan ukurannya sesuai


dalam menghitung dan mencari ukuran- dengan luas yang ada di soal. Subjek
ukuran bangun agar luas yang didapat mampu menggambar lima segiempat
bisa sama. Hasil tertulis tersebut lengkap dengan ukurannya. Ukuran yang
menunjukkan bahwa subjek diberikan subjek benar yaitu sama dengan
berkemampuan sedangmemperlihatkan luas persegi yang diketahui. Subjek
kefasihan yang baik mengaku bingung ketika pertama kali
ingin mencari ukuran dari bangun yang
Subjek Berkemampuan Rendah telah digambarnya. Kemudian subjek
Subjek menggambar bangun persegi mencari ukurannya dengan cara coba-
panjang, layang-layang, trapesium, belah coba. Hasil pekerjaan subjek dapat dilihat
ketupat dan jajar genjang. Kemudian pada gambar 4.

Gambar 4. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Rendah Soal Kefasihan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|124


Subjek mampu menuliskan lima Hasil Soal Fleksibilitas
bangun segiempat yang berbeda-beda. Subjek diberikan soal mengenai
Subjek mampu memperlihatkan kefasihan permasalahan mencari sebuah luas dari
dalam menghitung dan mencari ukuran- sebuah bangun. Subjek dituntut untuk
ukuran bangun agar luas yang didapat melihat dari berbagai sudut pandang yang
bisa sama.Subjek mampu memunculkan berbeda serta menggunakan banyak
ide atau alternatif lain dalam satrategi atau pendekatan yang berbeda.
menyelesaikan soal. Hasil tertulis tersebut Adapun soal tersebut dapat dilihat pada
menunjukkan bahwa subjek gambar berikut.
berkemampuan matematika rendah
memperlihatkan kefasihan yang baik
dalam menjawab soal.

Gambar 5. Soal Fleksibilitas

Subjek Berkemampuan Tinggi panjang bahwa persegi panjang tersebut


Langkah pertama yang dilakukan subjek bukan merupakan luas yang ingin dicari
yaitu mencari luas keseluruhan gambar. karena pada bagian tersebut tidak diarsir
Subjek melihat dari sudut pandang bahwa sehingga subjek menghitung dengan cara
bangun tersebut merupakan bangun luas trapesium dikurangi luas persegi
trapesium. Langkah selanjutnya yaitu panjang. Luas persegi panjang tersebut
menghitung luas trapesium tersebut adalah 500𝑚2 . Subjek menuliskanjawaban
dengan ukuran yang telah diketahui di akhir yang didapat adalah 1900𝑚2 yang
soal. Hasil yang didapat yaitu didapatkan dari 2.400 – 500 = 1900𝑚2 .
2
2.400𝑚 kemudian menghitung luas Hasil pekerjaan subjek dapat dilihat pada
persegi panjang. Subjek menghitung luas gambar 6 berikut.
persegi panjang karena melihat dari sudut

Gambar 6. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Tinggi Soal Fleksibiltas Cara 1

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|125


Cara kedua yang dilakukan subjek dari bangun yang telah dibaginya
yaitu membagi bangun menjadi tiga menggunakan rumus luas masing-masing
bangun yaitu dua persegi panjang, dan bangun. Hasil pekerjaan subjek dapat
trapesium.Kemudian subjek mencari luas dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Tinggi Soal Fleksibilitas Cara 2

Subjek mampu menunjukkan bangun yang telah dibaginya


berbagai kemungkinan jawaban dari soal. menggunakan rumus luas masing-masing
Subjek mampu melihat berbagai hal dari bangun. Subjek menghitung luas dari
sudut pandang yang berbeda terbukti masing-masing bangun yang telah
bahwa tidak hanya satu bangun saja yang dibaginya. Bangun pertama yaitu persegi
dilihat oleh subjek namun ada tiga bangun panjang dengan ukuran panjang 40m dan
yang dilihat oleh subjek. Subjek mampu lebar 10 m. Persegi panjang kedua dengan
menggunakan dua strategi dan panjang 25m dan lebar 20m. Persegi
pendekatan yang berbeda. Subjek mampu panjang ketiga dengan ukuran panjang
memperlihatkan fleksibilitas dalam 40m dan lebar 10m. bangun keempat yaitu
menjawab soal. segitiga dengan alas 30m dan ukuran
tinggi 40m. Langkah selanjutnya yang
Subjek Berkemampuan Sedang dilakukan subjek yaitu menjumlah luas
Subjek membagi bangun menjadi 4 bangun keempat bangun tersebut hasilnya yaitu
yaitu tiga persegi panjang, dan segitiga. 1900𝑚2 .
Kemudian subjek mencari luas dari

Gambar 8. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Sedang Soal Fleksibilitas

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|126


Subjek tidak mampu Langkah pertama yang dilakukan
memperlihatkan fleksibilitas dalam subjek yaitu dengan membagi menjadi
menyelesaikan soal tersebut. beberapa bangun kemudian
Subjekberkemampuan sedang tidak menghitungnya.Hasil pekerjaan subjek
mampu menunjukkan berbagai dapat dilihat pada gambar 9.Terdapat dua
kemungkinan jawaban dari soal. Subjek cara yang dituliskan subjek yang pertama
tidak mampu melihat berbagai hal dari yaitu membagi menjadi dua bangun
sudut pandang yang berbeda terbukti persegi panjang dan satu bangun
bahwa hanya satu bangun saja yang dilihat trapesium. Kemudian subjek mencari luas
oleh subjek. dari bangun yang telah dibaginya
menggunakan rumus luas masing-masing
Subjek Berkemampuan Rendah bangun.

Gambar 9. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Rendah Soal Fleksibilitas

Cara pertama subjek untuk bangun mempunyai sisi dengan panjang 10m dan
persegi panjang I mempunyai ukuran 40m, tinggi 40m. Kemudian setelah subjek
panjang 35m dengan lebar 20m. Persegi mencari luas dari masing-masing bangun
panjang II mempunyai ukuran panjang yang telah dibuatnya, subjek
10m dan lebar 20m.Trapesium mempunyai menjumlahkan ketiga bangun tersebut.
ukuran sisi 10m dan 40m dengan tinggi Jumlah dari luas ketiga bangun tersebut
40m. Kemudian setelah subjek mencari adalah 1900𝑚2 . Subjek mengetahui bahwa
luas dari masing-masing bangun yang soal tersebut dapat diselesaikan dengan
telah dibuatnya, subjek menjumlahkan banyak cara namun subjek hanya bisa
ketiga bangun tersebut. Jumlah dari luas mengerjakan menggunakan dua
ketiga bangun tersebut adalah 1900𝑚2 . cara.Subjek mampu menunjukkan
Cara kedua persegi panjang I mempunyai berbagai kemungkinan jawaban dari soal.
panjang 25m dan lebar 20m ukuran Subjek mampu melihat berbagai hal dari
tersebut telah diketahui pada soal. Persegi sudut pandang yang berbeda terbukti
panjang II beukuran panjang 40m dan bahwa tidak hanya satu bangun saja yang
lebar 10m ukuran tersebut juga telah dilihat oleh subjek namun ada tiga bangun
diketahui dalam soal. Trapesium yang yang dilihat oleh subjek. Subjek mampu
dibuat subjek untuk cara kedua berukuran menggunakan dua strategi dan
sama dengan cara pertama yaitu pendekatan yang berbeda. Subjek

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|127


berkemampuan rendah mampu dalam menyelesaikan soal. Subjek
memperlihatkan fleksibilitas dalam dihadapkan pada soal segiempat yang
menjawab soal. terdiri dari beberapa bangun. Subjek
diharuskan untuk membuat soal dengan
Hasil Soal Kebaruan penyelesaian yang berbeda tentang
Soal kebaruan bertujuan untuk segiempat.
mengukur indikator kebaruan subjek

Gambar 10. Soal Kebaruan

Subjek Berkemampuan Tinggi pada gambar 10.Langkah selanjutnya


Subjek memahami apa yang dimaksud subjek mencari diagonal 2. Diagonal 2
dalam soal. Subjek menyebutkan bahwa menurut subjek adalah FE, subjek mencari
luas bangun yang dicarinya adalah luas panjang dari FE dengan cara akar √9 + 9 =
bangun laying-layang. Langkah pertama √18. Kemudian subjek menyederhanakan
dari cara pertama yang dilakukan subjek √18 menjadi 3√2. Subjek kemudian
yaitu mencari sisi dari persegi tersebut mencari luas dari layang-layang
melalui luas yang telah diketahui. Subjek menggunakan rumus luas layang-layang
menyebutkan bahwa sisi dari persegi hingga menemukan hasil 18. Ketika
adalah 6m. Selanjutnya subjek mencari wawancara subjek menyebutkan bahwa
diagonal dari layang-layang menggunakan
pada kertas jawaban tertulis √2 namun
phytagoras. Subjek mencari panjang
sebenarnya bukan √2 melainkan hanya 2
diagonal BD terlebih dahulu dengan
tanpa akar. Hasil pekerjaan subjek dapat
rumus phytagoras. Panjang sisi BD yaitu
dilihat pada gambar 10 berikut.
√72 kemudian menyederhanakan menjadi
6√2. Hasil pekerjaan subjek dapat dilihat

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|128


Gambar 11. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Tinggi Soal Kebaruan

Cara kedua subjek yaitu namun langsung mengkalikan dua karena


mengurangi luas persegi dengan luas dua menurut subjek ukuran dari segitiga
segitiga. Subjek mengetahui bahwa pada tersebut sama. Subjek berkemampuan
soal terdapat tiga bangun yaitu dua tinggi mampu memberikan jawaban untuk
bangun segitiga dan satu bangun layang- soal nomor 3. Subjek menuliskan dua cara
layang maka untuk mencari luas layang- yang berbeda dan jawaban yang dituliskan
layang subjek menggunakan cara luas subjek berbeda dari jawaban pada
persegi dikurangi dengan dua luas umumnya dan menunjukkan kebaruan
segitiga. Subjek memberikan keterangan dalam menyelesaikan soal. Subjek mampu
bahwa luas kedua segitiga tersebut sama memperlihatkan adanya kebaruan dalam
karena terdapat tanda yang artinya bahwa dirinya.
luas sisi tersebut sama panjang. Kemudian
subjek yaitu mengurangi luas persegi Subjek Berkemampuan Sedang
dengan luas kedua segitiga. Subjek tidak Hasil pekerjaan subjek soal kebaruan dapat
menghitung masing-masing segitiga dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 12. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Sedang Soal Kebaruan

Hal pertama yang dilakukan subjek subjek yaitu membagi sisi tersebut menjadi
yaitu menghitung luas sisi dari persegi dua untuk menghitung alas dari segitiga.
melalui luas persegi yang telah diketahui. Subjek mengetahui bahwa alas tersebut
Langkah selanjutnya yang dilakukan berukuran 3m karena pada soal terdapat

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|129


tanda yang menunjukkan luas alas merupakan jawaban benar tetapi jawaban
tersebut sama. Kemudian subjek yang diberikan belum baru,masih
menghitung luas dari segitiga tersebut menggunakan cara yang sederhana dan
mengguunakan rumus luas segitiga. belum menunjukkan kebaruan. Subjek
Setelah mengetahui luas dari kedua pada tingkat ini belum mampu
segitiga tersebut subjek menghitung luas memperlihatkan adanya kebaruan dalam
EDFB dengan cara luas persegi dikurangi dirinya.
dengan luas dua segitiga. Subjek
berkemampuan sedang mampu Subjek Berkemampuan Rendah
memberikan jawaban untuk soal nomor 3 Berikut ini adalah hasilpekerjaan subjek :
dan jawaban yang diberikan subjek

Gambar 13. Hasil Pekerjaan Subjek Berkemampuan Rendah Soal Kebaruan

Hal pertama yang dilakukan subjek persegi yang diketahui. Hal tersebut
yaitu mencari luas segitiga terlebih dahulu menunjukkan bahwa kefasihan mampu
karena subjek melihat dari bangun persegi diperlihatkan oleh subjek berkemampuan
yang telah diketahhi ukurannya kemudian tinggi, dimana subjek tidak hanya
hal yang ingin dilakukan subjek yaitu memberikan satu atau dua bangun saja
mengurangi luas dari persegi dengan dua tetapi dengan fasih subjek mampu
segitiga.Subjek pada tingkat ini belum memberikan beberapa bangun yang dia
mampu memperlihatkan adanya kebaruan buat dengan luas yang sama seperti yang
dalam dirinya. Jawaban yang dituliskan ditanyakan dalam soal. Subjek juga
subjek masih menggunakan cara yang mampu memberikan jawaban yang
sederhana dan belum menunjukkan berbeda untuk mencari suatu luas bangun
kebaruan. yang ada pada soal, subjek mampu melihat
suatu bangun dari beberapa sudut
Pembahasan pandang yang berbeda terbukti bahwa
Subjek berkemampuan tinggi subjek mampu membagi beberapa bangun
mampu memunculkan ketiga indikator dalam menentukan sebuah luas yang ada
kemampuan berpikir kreatif dalam pada soal. Hal tersebut menunjukkan
menjawab soal yang diberikan. Subjek subjek mampu memperlihatkan
mampu memberikan 5 segiempat yang fleksibilitas dalam dirinya, dimana subjek
berbeda lengkap beserta ukurannya, mampu memberikan alternatif jawaban
dimana bangun-bangun tersebut memiliki lain dan tidak hanya satu jawaban yang
luas yang sama besar dengan bangun diberikan subjek. Subjek juga mampu

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|130


memberikan sesuatu yang baru dari Subjek berkemampuan rendah
jawabannya, subjek mampu memberikan mampu memperlihatkan dua indikator
jawaban yang berbeda dari umumnya kemampuan berpikir kreatif yaitu
yaitu subjek menghitung dan mencari kefasihan dan fleksibilitas. Subjek mampu
diagonal layang-layang. Subjek juga memberikan jawaban dimana subjek
memberikan cara lain yaitu dengan memberikan 5 segiempat dengan berbagai
mengurangi luas persegi dengan luas dua ukuran yang berbeda dan ukuran yang
segitiga. Subjek mampu menyelesaikan tepat sesuai dengan perintah soal, hal itu
soal yang dia buat tersebut secara tepat. menunjukkan subjek sudah mampu
Berdasarkan hal tersebut menunjukkan menunjukkan kefasihan. Subjek
bahwa indikator kebaruan mampu berkemampuan rendah juga mampu
diperlihatkan oleh subjek berkemampuan menunjukkan adanya fleksibilitas dalam
tinggi dengan mampu memberikan dirinya, subjek mampu menunjukkan
jawaban yang baru dan berbeda dari pada bahwa subjek tidak hanya mampu
umumnya. memberikan satu cara dalam menemukan
Subjek berkemampuan sedang luas bangun yang ditanyakan, namun
mampu memperlihatkan satu indikator subjek mampu menemukan cara lain yaitu
kemampuan berpikir kreatif yaitu dengan membagi menjadi beberapa
kefasihan. Subjek pada tingkat ini hanya bangun yang berbeda-beda. Indikator
mampu memperlihatkan kefasihan dalam fleksibilitas jelas mampu dimunculkan
menjawab, subjek mampu memberikan 5 subjek karena subjek mampu memberikan
segiempat yang berbeda lengkap dengan alternatif lain dalam mencari suatu luas
ukuran dan luas yang sesuai dengan yang segiempat. Hanya saja subjek belum
ditanyakan. Subjek mampu memberikan mampu memberikan sesuatu yang berbeda
variasi jawaban yaitu dengan berbagai atau baru, subjek memberikan jawaban
macam segiempat yang subjek. Kefasihan yang terbilang masih umum, hal tersebut
yang ditunjukkan dengan baik oleh subjek menunjukkan bahwa indikator kebaruan
tidak diikuti oleh dua indikator lainnya belum mampu ditunjukkan oleh subjek
yaitu fleksibilitas dan kebaruan. berkemampuan rendah.
Subjekmengalami kesulitan dalam
memberikan alternatif jawaban lain untuk SIMPULAN
menemukan luas sebuah bangun pada soal Berdasarkan hasil analisis dan
fleksibilitas. Subjek hanya mampu pembahasan diatas, maka dapat
menuliskan satu cara dan tidak disimpulkan bahwa ketiga subjek berada
memberikan cara lain dalam pada tingkat kemampuan berpikir kreatif
menyelesaikan soal. Sejalan dengan itu, yang berbeda-beda.
subjek berkemampuan sedang juga belum 1) Subjek berkemampuan tinggi berada
mampu memberikan sesuatu yang baru pada tingkat kemampuan berpikir
dan berbeda, jawaban subjek masih pada kreatif 4 atau sangat kreatif. Subjek
umumnya dan belum menunjukkan mampu memunculkan semua
kebaruan. Hal itu menunjukkan bahwa indikator kemampuan berpikir kreatif
subjek belum mampu memenuhi indikator secara baik, yaitu kefasihan,
kebaruan dalam dirinya. fleksibilitas dan kebaruan dalam
menyelesaikan suatu masalah.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|131


2) Subjek berkemampuan sedang berada 3) Subjek berkemampuan rendah berada
pada kemampuan berpikir kreatif pada kemampuan berpikir kreatif
tingkat 1 yaitu kurang kreatif. Subjek tingkat 3 yaitu kreatif. Subjek mampu
hanya mampu memunculkan memperlihatkan dua indikator
indikator kemampuan berpikir kreatif kemampuan berpikir kreatif yaitu
yaitu kefasihan. Subjek dengan lancar kefasihan dan fleksibilitas.
dapat menyelesaikan masalah dengan
bemacam-macam metode
penyelesaian.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|132


DAFTAR PUSTAKA

Hendriana, heris, dkk. 2017. Hard Skill Dan Soft Skills Matematik Siswa. Bandung: PT.Refika
Aditama.

Kemendikbub. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. BPSDMPK dan
PMP: Jakarta.

Mawaddah, Anisah S., Hana. 2015.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada
Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif (Generative
Learning) di SMP. Jurnal Edu-Mat.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E, dkk.2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer. Bandung. Jurusan


Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Siswono, TYE. 2007. Desain Tugas untuk Mengidentifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
dalam Matematika. Tersedia: https://tatagyes.files.wordpress.com/2007/10/
tatag_jurnal_unej.pdf. Diunduh 6 Januari 2018 pukul 13.50.

Siswono, TYE. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan Masalah dan Pemecahan
Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Malang: University Press.

Yee, Foong Pui. 1990. Using Short Open Ended Mathematics Question to Promote Thinking and
Understanding. Tersedia:http://math.unipa.it/~grim/SiFoong.pdf.Diunduh tanggal
6 Maret 2018 pukul 08.39.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|133


MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN MELALUI PENDEKATAN
REALISTIC MATHEMATICSEDUCATION (RME) PADA PELAJARAN MATEMATIKA
KELAS V DI SDIT YPI “45” BEKASI

Yuyun Komala1), Yetti Supriyati2), dan Fathiaty Murtadho3)


1),2),3) Program Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta

email: yuyunkomala.180774@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep pecahan pada pelajaran
matematika pada siswa kelas V di SDIT YPI “45” Bekasi melalui Pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME). Metode penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan
prosedur penelitian tindakan (Action Research) model Kemmis dan Taggart dengan
menggunakan sistem spiral. Dalam setiap siklus meliputi tahapan planning (perencanaan),
action (pelaksanaan), observation (observasi) dan reflection (refleksi). penelitian tindakan
dilakukan di kelas V dengan jumlah siswa sebanyak 21 siswa. Instrumen penelitan ini
berbentuk wawancara, lembar observasi dan catatan lapangan. Hasil observasi aktivitas
siswa pada pembelajaran siklus I dan siklus II memperoleh peningkatan dengan persentase
79,27% dengan kategori cukup, meningkat menjadi 92,15% dengan kategori sangat baik.
Persentase siswa yang tuntas pada tahap prasiklus sebesar 52,38%, siklus I menjadi 71,4%,
dan siklus II meningkat kembali menjadi 85,7%. Persentase skor tiap indikator kemampuan
pemahaman konsep mengalami peningkatan setiap siklusnya seperti soal pemahaman
translasi, pada siklus I siswa yang mampu menjawab benar sebesar 85%, siklus II meningkat
menjadi 100%. Soal pemahaman interprestasi siswa pada siklus I yang mampu menjawab
benar sebesar 75% meningkat pada siklus II menjadi 100%. Sedangkan untuk soal
pemahaman ekstrapolasi, pada siklus I siswa yang mampu menjawab hanya 25%, siklus II
meningkat menjadi 50%. Hasil data penemuan tersebut, dapat dikatakan bahwa pendekatan
pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dapat meningkatkan pemahaman
konsep pecahan pada pelajaran matematika di kelas V SDIT YPI “45” Bekasi.

Kata Kunci: Realistic Mathematics Education (RME), konsep pecahan, pendekatan

Abstract
This study aims to improve understanding of the concept of fractions in mathematics lessons for fifth
grade students in SDIT YPI "45" Bekasi through the Realistic Mathematics Education (RME)
Approach. The research method that will be carried out is using the action research procedure (Action
Research) model of Kemmis and Taggart using a spiral system. In each cycle include planning
(planning), action (implementation), observation (observation) and reflection (reflection) stages.
action research was conducted in class V with 21 students. This research instrument is in the form of
interviews, observation sheets and field notes. The results of observation of student activities in
learning cycle I and cycle II obtained an increase with a percentage of 79.27% with enough categories,
increasing to 92.15% with very good categories. The percentage of students who completed the pre-
cycle stage was 52.38%, the first cycle was 71.4%, and the second cycle increased again to 85.7%.
The score percentage of each indicator of concept comprehension ability has increased every cycle,
such as understanding comprehension, in the first cycle students who are able to answer correctly are
85%, cycle II increases to 100%. The problem of understanding the interpretation of students in the
first cycle that was able to answer correctly by 75% increased in the second cycle to 100%. Whereas
for extrapolation understanding questions, in the first cycle students who were able to answer only
25%, the second cycle increased to 50%. The results of the findings data, it can be said that the

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|134


Realistic Mathematics Education (RME) learning approach can improve understanding of the
concept of fractions in mathematics in class V SDIT YPI "45" Bekasi.

Keywords: Realistic Mathematics Education (RME), fraction concept, approach

PENDAHULUAN harus dimulai dengan pengenalan benda-


Penelitian ini dilatarbelakangi oleh benda konkret di lingkungan sekitarnya
keresahan peneliti melihat pelajaran kemudian diberi penguatan agar bisa
matematika di sekolah dasar dianggap melekat dalam ingatan siswa. Pemahaman
sebagai pelajaran yang sulit dipahami dan konsep dalam proses pembelajaran
tidak menyenangkan, padahal pelajaran matematika selama ini kurang disentuh
matematika ini adalah pelajaran yang oleh guru. Hal ini terlihat pada
sangat berguna dalam kehidupan sehari- pendekatan yang dilakukan oleh guru
hari.Matematika sudah dikenalkan di dalam proses pembelajaran matematika di
sekolah-sekolah mulai dari pendidikan sekolah-sekolah masih menggunakan
dasar sampai perguruan tinggi. teacher center, dimana guru langsung
Pengenalan matematika pada pendidikan menyampaikan konsep dan siswa
dasar dilakukan agar siswa bisa belajar diberikan soal-soal tes, sehingga banyak
berpikir secara logis dan bisa siswa yang belum memahami konsep
memecahkan masalah sehari-hari yang matematika tetapi harus mengerjakan soal-
dijumpai di lingkungan soal yang diberikan oleh guru, akibatnya
sekitarnya.Pelajaran matematika di ketika dilakukan tes hasil yang diperoleh
sekolah dasar masih dianggap sulit oleh masih belum memuaskan.
siswa karena mereka memandang bahwa Pada proses pembelajaran
pelajaran matematika merupakan matematika hendaknya guru itu sebagai
pelajaran yang harus selalu menghitung fasilitator yang memulai pembelajaran
dan menghafalkan rumus. Kesulitan- dengan pengenalan masalah terlebih
kesulitan dalam mempelajari matematika dahulu, kemudian siswa diajak untuk
ini juga salah satunya disebabkan karena menemukan konsepnya sendiri dalam
belum memahaminya konsep dari memecahkan masalah-masalah yang
matematika. diberikan sehingga dengan proses
Konsep-konsep yang dipelajari pembelajaran seperti itu siswa termotivasi
dalam matematika adalah konsep yang untuk bisa menemukan konsep sendiri dan
berisi simbol-simbol atau ide-ide yang bisa bekerjasama dengan teman-teman
bersifat abstrak. Berdasarkan teori kognitif sekitarnya dalam memecahkan masalah.
Piaget, pada usia sekolah dasar berada Dengan demikian proses pembelajaran
pada fase operasional konkret, dimana pada matematika hendaknya dilakukan dengan
usia tersebut pada umumnya mengalami pengenalan konsep terlebih dahulu yang
kesulitan dalam memahami matematika ditemukan dan dikembangkan oleh siswa
yang bersifat abstrak. Karena dengan bimbingan guru hingga mencapai
keabstrakannya matematika relatif tidak pemahaman agar mendapatkan hasil yang
mudah untuk dipahami oleh siswa sekolah memuaskan pada saat dilakukan
dasar pada umumnya.(Susanto, 2013:184) penilaian.
Setiap konsep yang abstrak dalam proses Salah satu materi dalam pelajaran
pembelajaran matematika di sekolah dasar matematika yang diajarkan di sekolah

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|135


dasar yaitu pecahan. Pecahan merupakan mengetahui cara menghitung pecahan
salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. yang berpenyebut tidak sama ini karena
(Susanto, 2013:43) Dalam mengajarkan siswa belum memahami konsep operasi
pecahan ini guru hendaknya memulai hitung penjumlahan dan pengurangan
dengan memberikan contoh nyata sehari- pecahan.
hari untuk menanamkan konsep pecahan Proses pembelajaran yang
terlebih dahulu baru melanjutkannya ke dilakukan oleh guru di SDIT YPI “45”
operasi hitung pecahan. Jika pemahaman Bekasi selama ini sudah dilakukan secara
konsep awalnya belum bisa akhirnya berurutan namun masih ada beberapa
dalam proses pembelajarannya akan siswa yang merasa kesulitan dalam
mengalami kesulitan. memahami materi pelajaran. Hal ini
Berdasarkan hasil wawancara disebabkan karena rendahnya minat siswa
dengan guru matematika kelas V SDIT YPI terhadap pelajaran matematika karena
“45” Bekasi, Kecamatan Bekasi Timur, masih dianggap sulit dan membosankan
mengatakan bahwa hasil belajar dan siswa belum dilibatkan secara aktif
matematika pada materi menjumlahkan dalam pembelajaran terutama dalam
dan mengurangkan berbagai bentuk menemukan konsep pembelajaran.
pecahan masih belum tuntas semua, hal ini Kesulitan yang dialami siswa ini
kemungkinan disebabkan karena terlihat ketika diberikan soal-soal yang
pemahaman konsep pecahan siswa masih berbeda dengan contoh yang diberikan
rendah. Berdasarkan data hasil nilai oleh guru mereka terlihat kebingungan
ulangan yang diperoleh masih ada dan merasa jenuh dengan pembelajaran
beberapa siswa yang belum mencapai akhirnya mereka mengobrol dengan
KKM yaitu 70. Nilai rata-rata 70,24. Siswa temannya dan tidak berusaha untuk
yang tuntas baru 11 orang atau 52,38 % menyelesaikan soal-soal yang diberikan
sedangkan yang belum tuntas ada 10 siswa yang akhirnya soal-soal tidak dapat
sebanyak 47,62 % dan masih mendapatkan diselesaikan pada waktunya.
nilai dibawah KKM. Salah satu upaya untuk
Beberapa siswa masih keliru dalam memperbaiki dan meningkatkan
menjumlahkan dan mengurangkan pemahaman siswa terhadap konsep
pecahan yang tidak sama penyebutnya. pelajaran matematika ini yaitu dengan
Contohnya pada soal 1 4 5
  dimana memberikan pendekatan pembelajaran
2 5 7
yang tepat dalam proses
siswa hanya menjumlahkan pembilang
pembelajaran.Pendekatan dapat diartikan
dengan pembilang dan penyebut dengan
sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
penyebut. Padahal seharusnya disamakan
terhadap proses pembelajaran (Sanjaya,
dulu penyebutnya baru dijumlahkan
2006:127). Menurut Jihad dan Haris
pembilangnya.
(2013:23), pendekatan adalah suatu antar
Hal yang sama juga terlihat ketika
usaha dalam aktivitas kajian, atau
mengerjakan soal pengurangan pada soal
interaksi, relasi dalam suasana tertentu,
6 2 4 dengan individu atau kelompok melalui
  . Seharusnya penyebutnya
5 4 1 penggunaan metode-metode tertentu
disamakan terlebih dahulu baru dilakukan secara efektif.Istilah pendekatan merujuk
pengurangan. Banyaknya siswa yang tidak kepada pandangan tentang terjadinya

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|136


suatu proses yang sifatnya masih sangat menginterpretasi dunia real, serta sebagai
umum.Roy Killen dalam bukunya yang aktivitas berpikir.Realistic Mathematics
berjudul Effective Teaching Strategis dalam Education (RME) merupakan suatu
Rusman mencatat ada dua pendekatan pendekatan pembelajaran matematika
dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang menggunakan permasalahan situasi
yang berpusat pada guru (teacher centered dunia nyata atau suatu konteks yang real
approaches) dan pendekatan yang berpusat dan pengalaman siswa sebagai titik tolak
pada siswa (student–centered approaches). belajar matematika. Dalam pembelajaran
Pendekatan pembelajaran yang berpusat ini siswa diajak untuk membentuk
pada guru yaitu pembelajaran yang pengetahuannya sendiri berdasarkan
menempatkan siswa sebagai objek dalam pengalaman yang telah mereka dapatkan
belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik, atau alami sebelumnya untuk
sedangkan pendekatan pembelajaran yang memecahkan sebuah masalah. Proses yang
berorientasi pada siswa adalah pendekatan berhubungan dalam berpikir dan
pembelajaran yang menempatkan siswa pemecahan masalah ini dapat
sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar meningkatkan hasil mereka dalam
bersifat modern (Rusman, 2010:381- masalah (Shoimin, 2014:144).
382).Dengan demikian pendekatan Hasil-hasil penelitian yang
pembelajaran yang berpusat pada siswa memperlihatkan bahwa RME telah
akan memotivasi siswa untuk bisa lebih mewujudkan hasil yang memuaskan
aktif dalam pembelajaran sehingga dalam proses pembelajaran matematika di
menghasilkan pembelajaran yang sekolah, khususnya di Belanda, telah
bermakna dan sangat menyenangkan terbukti merangsang penalaran dan
karena pembelajaran dilakukan oleh siswa kegiatan berpikir siswa. Beaton merujuk
sendiri namun tetap guru sebagai pada laporan yang dipublikasikan oleh
fasilitator pembelajaran yang membimbing Times (Third International Mathematicsand
siswa hingga menemukan konsep-konsep Science Study) yang menyatakan bahwa
dalam pembelajaran. siswa Belanda memperoleh hasil yang
Menurut Wuyono (2001:17) Realistic memuaskan baik dalam keterampilan
Mathematics Education (RME) merupakan kompetensi maupun kemampuan
salah satu pendekatan pembelajaran memecahkan masalah.(Wuyono,
matematika yang berorientasi pada siswa. 2001:24)Implementasi pendekatan Realistic
Realistic Mathematics Education (RME) Mathematics Education (RME) dalam
pertama kali dikenalkan oleh pembelajaran matematika di Belanda yang
matematikawan dari Freudenthal Institute terbukti berhasil ini menarik beberapa
di Utrecht University Belanda sejak lebih praktisi pendidikan dari berbagai negara.
tiga puluh tahun yang lalu, tepatnya pada Dari beberapa penerapan pembelajaran
1973. Freudenthal menyatakan bahwa dengan pendekatan RME ini memberikan
pembelajaran RME harus berangkat dari hasil dan kontribusi yang memuaskan dan
aktivitas manusia ”Mathematics is Human cukup berhasil termasuk di negara
Activity”. (Suherman, 2003:146)Sebab hal Indonesia, hal ini membuat setiap sekolah
ini digunakan untuk menumbuhkan sikap mencoba untuk mengujicobakan
positif terhadap matematika, dapat pendekatan pembelajaran Realistic
menjadi inspirasi untuk memahami dan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|137


MathematicsEducation (RME) khususnya Mathematics Education (RME) pada
dalam proses pembelajaran matematika. Pelajaran Matematika Kelas V di SDIT YPI
Berdasarkan uraian yang telah “45” Bekasi.”
dipaparkan, maka pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) ini METODE PENELITIAN
diharapkan menjadi solusi untuk Metode penelitian yang akan
memberikan kemudahan kepada siswa dilakukan adalah menggunakan prosedur
dalam memahami pelajaran matematika. penelitian tindakan (Action Research)
Dengan demikian peneliti mencoba untuk model Kemmis dan Taggart dengan
menggunakan pendekatan Realistic menggunakan sistem spiral (Arikunto,
Mathematics Education (RME) ini dalam 2013 :93). Dalam setiap siklus meliputi
upaya untuk meningkatkan pemahaman tahapan planning (perencanaan), action
pembelajaran dan mengangkat judul (pelaksanaan), observation (observasi) dan
“Meningkatkan Pemahaman Konsep reflection (refleksi).
Pecahan Melalui Pendekatan Realistic

Gambar 1. Model Kemmis dan Taggart


Penelitian ini dilakukan pada siswa kategori “Cukup”. Pada pertemuan 2
Kelas V dengan jumlah siswa sebanyak 21 mendapatkan jumlah total skor 741
orang yang terdiri dari siswa laki-laki dengan persentase 80,19% yang tergolong
sebanyak 9 orang dan siswa perempuan kategori “Baik”. Diketahui bahwa
sebanyak 12 orang. Adapun instrumen presentase aktivitas belajar matematika
penelitan ini berbentuk wawancara, siswa siklus I pertemuan 1 dan 2
lembar observasi dan catatan lapangan. mendapatkan jumlah total skor 1465
dengan rata-rata sebesar 79,27% dengan
HASIL PENELITIAN DAN kriteria “Cukup”.
PEMBAHASAN Berdasarkan tabel diatas terlihat
Aktivitas Siswa aktivitas siswa pertemuan 1 mendapatkan
Hasli aktivitas siswa pertemuan 1 jumlah total skor 844 dengan persentase
mendapatkan jumlah total skor 724 91,34% yang tergolong kategori “Sangat
dengan persentase 78,35% yang tergolong

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|138


Baik”. Pada pertemuan 2 mendapatkan pemahaman konsep pecahan siswa di atas
jumlah total skor 859 dengan persentase 70%.
92,96 % yang tergolong kategori “Sangat Pada siklus II, persentase siswa
Baik”. Adapun persentase aktivitas belajar yang menjawab soal pemahaman translasi
matematika siswa siklus II pertemuan 1 meningkat menjadi 100% dengan kategori
dan 2 mendapatkan jumlah total skor 1703 baik, soal pemahaman interpretasi
dengan rata-rata sebesar 92,15% dengan meningkat menjadi 75% dengan kategori
kriteria “Sangat Baik”. baik, dan soal pemahaman ekstrapolasi
meningkat menjadi 50% dengan kategori
Kemampuan Pemahaman Konsep cukup. Adapun rata-rata kemampuan
Tahap prasiklus siswa yang pemahaman konsep pecahan siswa
sudah tuntas mendapatkan nilai di atas mendapatkan persentase sebesar 83,3%
KKM berjumlah 11 siswa dengan dengan kategori Baik. Hasil tersebut
persentase 52,38% dan 10 siswa yang sudah mencapai target yang diharapkan
belum tuntas atau sekitar 47,2%.Adapun yaitu rata-rata persentase kemampuan
nilai KKM siswa pada siklus I pada pemahaman konsep pecahan siswa di atas
pelajaran matematika adalah 70. 70% dan tidak perlu dilanjutkan lagi pada
Pada siklus I rata-rata nilai yang siklus berikutnya.
didapatkan siswa adalah 79,29. Siswa
yang sudah memenuhi nilai kriteria Respon Siswa
ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 15 Peneliti menggunakan jurnal siswa
siswa dengan persentase 71,4% dan yang untuk mengetahui respon siswa terhadap
tidak tuntas sebanyak 6 siswa dengan pendekatan Realistic Mathematics Education
persentase 28,6%. (RME) pada siklus I. Berdasarkan hasil
Pada siklus II rata-rata nilai yang perhitungan , rata-rata persentase siswa
didapatkan siswa meningkat menjadi yang memberi respon positif selama 2 kali
84,25. Siswa yang sudah memenuhi nilai pertemuan sebesar 39.03%, siswa yang
kriteria ketuntasan minimal (KKM) memberi respon netral sebesar 32,33% dan
meningkat sebanyak 18 siswa dengan siswa yang memberi respon negatif
persentase 85,7% dan yang tidak tuntas sebesar 28,53%.
menurun menjadi 6 siswa dengan Hasil data pada tabel di atas
persentase 14,3%. menunjukan bahwapersentase siswa yang
Adapun siswa yang menjawab soal menjawab soal pemahaman translasi
pemahaman translasi sebesar 85% dengan meningkat menjadi 100% dengan kategori
kategori baik, soal pemahaman interpretasi baik, soal pemahaman interpretasi
sebesar 75% dengan kategori baik, dan soal meningkat menjadi 75% dengan kategori
pemahaman ekstrapolasi sebesar 25% baik, dan soal pemahaman ekstrapolasi
dengan kategori cukup. Adapun rata-rata meningkat menjadi 50% dengan kategori
kemampuan pemahaman konsep pecahan cukup. Adapun rata-rata kemampuan
siswa mendapatkan persentase 61,6% pemahaman konsep pecahan siswa
dengan kategori cukup. Hasil tersebut mendapatkan persentase sebesar 83,3%
belum mencapai target yang diharapkan dengan kategori Baik. Hasil tersebut
yaitu rata-rata persentase kemampuan sudah mencapai target yang diharapkan
yaitu rata-rata persentase kemampuan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|139


pemahaman konsep pecahan siswa di atas 78,35% dengan kategori cukup dan
70% dan tidak perlu dilanjutkan lagi pada pertemuan 2 memperoleh 80,19% dengan
siklus berikutnya. kategori baik. Adapun rata-rata persentase
aktivitas siswa siklus I pertemuan 1 dan 2
Pembahasan memperoleh persentase sebesar 79,27%
Berdasarkan hasil penelitian yang dengan kategori cukup. Hasil aktivitas
diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa pada siklus II mengalami
siswa, tes kemampuan pemahaman peningkatan dengan perolehan persentase
konsep siswa, dan angket respon siswa 91,34% dengan kategori sangat baik pada
dari siklus I sampai dengan siklus II, maka siklus I dan memperoleh persentase
dapat diuraikan dalam pembahasan 92,96% dengan kategori sangat baik pada
sebagai berikut: siklus II. Rata--rata persentase yang
diperoleh pada siklus II pertemuan 1 dan 2
Aktivitas Siswa mengalami peningkatan dengan perolehan
Hasil observasi aktivitas siswa persentasi sebesar 92,15% dengan kategori
pada pembelajaran matematika materi sangat baik. Berikut ini adalah
pecahan melalui pendekatan realistic perbandingan aktivitas siswa pada siklus I
mathematics education (RME) pada siklus I dan siklus II.
pertemuan 1 memperoleh persentase

95.00% 92.96%
91.34% 92.15%
90.00%
85.00% 80.19%79.27% Pertemuan I
78.35%
80.00% Pertemuan II
75.00% Rata-rata
70.00%
Siklus I
Siklus II

Diagram 1. Perbandingan Aktivitas Siswa Pada Siklus I dan Siklus II

Diagram di atas menunjukan (1994:12) juga berpendapat bahwa, “in this


bahwa pendekatan realistic mathematics view mathematic education would be highly
education (RME) dapat meningkatkan interactive, or the teacher would have to build
aktivitas siswa pada materi pembelajaran upon the ideas of the students.” Dalam hal ini,
matematika materi pecahan seperti yang pendidikan matematika akan sangat
diungkapkan oleh Gravemeijer (1994:11) interaktif atau guru harus mebangun ide-
bahwa “its educational philosophy was based ide siswa. Dapat disimpulkan bahwa dari
on Freudenthal’s concept of mathematic as kedua pendapat di atas menunjukan
human activity.” Artinya bahwa filosopi pendekatan realistic mathematics education
matematika menurut Freudenthal adalah (RME) sangat erat kaitannya dengan
bagian dari aktivitas manusia. Gravemeijer aktivitas yang dilakukan oleh guru dan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|140


siswa dalam proses pembelajaran guna
untuk membangun ide-ide siswa mencapai Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Untuk hasil tes ketuntasan
Hal tersebut dibuktikan dengan hasil pemahaman konsep siswa pada tahap
penelitian aktivitas siswa yang mengalami prasiklus, siklus I dan siklus II dapat
peningkatan pada siklus I dan siklus II dilihat dalam tabel berikut ini:
setelah menerapkan pendekatan realistic
mathematics education (RME).

Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Hasil Tes Ketuntasan Pemahaman Konsep Siswa


Pada Tahap Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

No Siklus Siswa Yang Siswa Yang Persentase


Tuntas Tidak Tuntas Siswa Yang
Tuntas

1 Prasiklus 11 10 52,38%
2 Siklus I 15 6 71,4%
3 Siklus II 18 3 85,7%

Siswa yang tuntas pada tahap dengan ketuntasan siswa di atas 80% oleh
prasiklus sebanyak 11 siswa yang tuntas karena itu perlu diperbaiki di siklus II.
dan 10 siswa yang tidak tuntas dengan Pada siklus II siswa yang tuntas
persentase siswa yang tuntas yaitu 52,38%. mendapatkan nilai di atas KKM kembali
Pada siklus I setelah guru menerapkan meningkat menjadi 18 siswa dan yang
pendekatan realistic mathematics education tidak tuntas berkurang menjadi 3 siswa
(RME) pada materi pecahan, siswa yang dengan persentase siswa yang tuntas
tuntas mendapatkan nilai di atas KKM sebesar 85,7% hasil pada siklus II tersebut
bertambah menjadi 15 siswa dan yang telah melebihi target yang diharapkan.
tidak tuntas sebanyak 6 siswa dengan Berikut di bawah ini adalah perbandingan
persentase siswa yang tuntas 71,4%. Hasil peningkatan hasil ketuntasan belajar siswa
ketuntasan pada siklus I belum mencapai prasiklus, siklus I, dan sikus II.
target ketuntasan yang diharapkan yaitu

100.00% 85.70%
71.40%
52.38% Prasiklus
50.00% Siklsu I
Siklus II
0.00%

Diagram 2. Perbandingan Peningkatan Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Prasiklus,


Siklus I, dan Sikus II.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|141


Adapun jika ditinjau dari tiap skor tes tiap indikator pemahaman konsep
indikator pemahaman konsep, berikut di pada prasiklus, siklus I, dan siklus II.
bawah ini adalah rekapitulasi perolehan

Tabel 2. Persentase Skor Tiap IndikatorKemampuan Pemaham Konsep Siklus II


Indikator kemampuan Siklus I (%) Siklus II Peningkatan (%)
pemahaman konsep (%)
matematika siswa
Translasi 85 100 15
Interprestasi 75 100 25
Ekstrapolasi 25 50 25
Rata-rata 61,6 83,3 21,7

Berdasarkan tabel di atas, dapat dan meningkat pada siklus II menjadi


disimpulkan bahwa persentase skor tiap 100%. Sedangkan untuk soal pemahaman
indikator kemampuan pemahaman konsep ekstrapolasi, siswa yang mampu
mengalami peningkatan setiap siklusnya. menjawab hanya 25% pada siklus I dan
Pada soal pemahaman translasi, siswa meningkat menjadi 50% pada siklus II. Di
yang mampu menjawab benar sebesar 85% bawah ini adalah diagram peningkatan
pada siklus I dan meningkat menjadi 100% persentase skor tiap indikator kemampuan
pada siklus II. Untuk soal pemahaman pemaham konsep pada siklus I dan siklus
interprestasi siswa yang mampu II.
menjawab benar sebesar 75% pada siklus I

100.00% 100.00%
100.00% 85.00%
75.00%
80.00%

60.00% 50% Siklus I

40.00% Siklsu II
25%

20.00%

0.00%
Translasi Interpretasi Ekstrapolasi

Diagram 3. Peningkatan Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemaham Konsep


Pada Siklus I dan Siklus II.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|142


Respon Siswa Persentase respon siswa terhadap
pembelajaran selama pada siklus I dan
siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Rekapitulasi Respon Siswa Siklus I dan Siklus II


No Kategori Pertemuan (%) Rata-rata Pertemuan Rata-rata
1 2 (%) 1 2 (%)
1 Positif 37,1 40 38,5 70,5 75,2 72,85
2 Netral 31,4 28,5 29.95 24 21,2 22,6
3 Negatif 31,4 31,4 31,4 5,5 3,6 4,55

Hasil di atas menunjukan bahwa menjadi 22,6%. Adapun siswa yang


rata-rata respon siswa pada siklus I yang memberikan respon negatif pada siklus I
memberikan respon positif memperoleh memperoleh persentasi 31,4% menurun
persentase sebesar 38,5% meningkat pada siklus II menjadi 4,55%. Berikut di
menjadi 72,85% pada siklus II. Siswa yang bawah ini adalah diagram rekapitulasi
memberikan respon netral pada siklus I respon siswa pada siklus I dan Siklus II.
memperoleh persentasi 29,95%, menurun

80.00% 72.85%
70.00%
60.00%
50.00% 38.50%
29.95% 31.40% siklus I
40.00% 22.60%
siklsu II
30.00%
20.00% 4.55%
10.00%
0.00%
Respon Positif Respon Netral Respon Negatif

Digaram 4. Rekapitulasi Respon Siswa Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan instrumen angket membangkitkan minatsiswa adalah


yang digunakan untuk mengetahui respon dengan menghubungkan bahan ajar
siswa, maka pembelajaran matematika dengan kebutuhan siswa, sesuaikan materi
dengan pendekatan RME dapat dengan tingkat pengalaman dan
menambah minat siswa dalam mengikuti kemampuan siswa, dan menggunakan
mata pelajaran matematika. Hal ini berbagai model dan strategi pembelajaran.
menjadi solusi bagi minat siswa-siswa ”Respon positif berupa minat tersebut
dalam pelajaran matematika yang relatif muncul karena pembelajaran tematik
rendah (Fathani, 2012:5). Hal ini sesuai maupun tematik dengan RME sama-sama
dengan pendapat Sanjaya (2006:29) bahwa menghubungkan bahan ajar dengan
“cara yang dapat dilakukan untuk

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|143


realitas yang ada dan sesuai dengan mampu menjawab benar sebesar 85%,
tingkat pemahamannya. siklus II meningkat menjadi 100%.
Untuk soal pemahaman interprestasi
SIMPULAN
siswa pada siklus I yang mampu
Berdasarkan hasil analisis data dan
menjawab benar sebesar 75%
pembahasan, dapat diambil beberapa
meningkat pada siklus II menjadi
kesimpulan sebagai berikut :
100%. Sedangkan untuk soal
1. Hasil observasi aktivitas siswa pada
pemahaman ekstrapolasi, pada siklus I
pembelajaran matematika materi
siswa yang mampu menjawab hanya
pecahan melalui pendekatan realistic
25%, siklus II meningkat menjadi 50%.
mathematics education (RME) pada
4. Rata-rata respon siswa pada siklus I
siklus I memperoleh rata-rata
yang memberikan respon positif
persentase sebesar 79,27% dengan
memperoleh persentase sebesar 38,5%
kategori cukup. Hasil aktivitas siswa
meningkat menjadi 72,85% pada siklus
pada siklus II mengalami peningkatan
II. Siswa yang memberikan respon
dengan perolehan rata--rata
netral pada siklus I memperoleh
persentase yang diperoleh sebesar
persentasi 29,95%, menurun menjadi
92,15% dengan kategori sangat baik.
22,6%. Adapun siswa yang
2. Siswa yang tuntas pada tahap
memberikan respon negatif pada
prasiklus dengan persentase 52,38%.
siklus I memperoleh persentasi 31,4%
Pada siklus I setelah guru menerapkan
menurun pada siklus II menjadi
pendekatan realistic mathematics
4,55%.
education (RME) pada materi pecahan,
siswa yang tuntas meningkat dengan
Berdasarkan hasil data di atas,
persentase 71,4% dan siklus II kembali
maka dapat disimpulkan bahwa
meningkat dengan persentase sebesar
pendekatan realistic mathematics education
85,7%.
(RME) dapat meningkatkan aktivitas
3. Persentase skor tiap indikator
siswa dan pemahaman konsep pecahan
kemampuan pemahaman konsep
pada materi pembelajaran matematika
mengalami peningkatan setiap
materi pecahan dengan respon positif dari
siklusnya. Pada soal pemahaman
siswa.
translasi, pada siklus I siswa yang

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|144


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Susanto. 2013.Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Jakarta: Fajar


Interpratama Mandiri.

Erman Suherman, dkk.2003. Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer. Jakarta:


Universitas Pendidikan Indonesia.

Fathani, A. H. 2012.Matematika Hakikat &Logika, Jogjakarta: Ar-ruzz Media. Fathani, A.


H.Matematika Hakikat & Logika. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Gravemeijer. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht :Freudenthal Institute.

Ipung Yuwono, 2001. Pembelajaran Matematika Secara Membumi. Malang: Depdiknas, UNM.

Jihad, Asepdan Haris, Abdul. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: MultiPressindo.

Rusman. 2010. Model- Model Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Kencana
Predana Media.

Shoimin,Aris. 2014. Enam Puluh Delapan Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta:Ar-Ruzz Media.

Suharsimi Arikunto. 2013.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rhineka
Cipta.

WinaSanjaya. 2006.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:


Prenada Media.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|145


PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KONFLIK KOGNITIF

Marhami
Universitas Malikussaleh
email: marhami.usfar@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain pretes-postes
kelompok kontrol tidak acak (nonrandomized control group, pretest-posttest design) yang
bertujuan untuk menelaah perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis
antara siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik strategi konflik kognitif (PSSKK)
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik (PS) baik secara keseluruhan
maupun ditinjau dari masing-masing kemampuan awal matematis (KAM) siswa (tinggi,
sedang, dan rendah). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Lembang Kabupaten Bandung Barat, dengan sampel dipilih dua kelas dari sepuluh
kelas yang tersedia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) secara keseluruhan,
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas PSSKK lebih baik daripada
siswa kelas PS; dan (2) berdasarkan KAM diperoleh: (a) peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa kelompok KAM tinggi kelas PSSKK dengan kelas PS tidak
berbeda secara signifikan; (b) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
kelompok KAM sedang dan rendah kelas PSSKK lebih baik daripada siswa kelas PS.

Kata Kunci: strategi konflik kognitif, pembelajaran saintifik, kemampuan komunikasi matematis,
kemampuan awal matematis

Abstract
The research is a quasi-experimental research and used nonrandomized control group, pretest-posttest
design, aiming to analyze the differences of the improvement of mathematical communication abilities
between the students receiving scientific learning using cognitive conflict strategy (PSSKK) and the
students receiving scientific learning (PS). It was observed in general and based on each mathematical
prior student’s ability (MPA) in high, medium, and low level. The subject of the research is the 8th
grade students in Junior High School 1 Lembang, West Bandung, which two classes are selected as a
sample from available ten classes. The results showed that: (1) Generally, the students’s improvement
of mathematical communication abilities in PSSKK is better than students in PS; and (2) based on
MPA obtained that: (a) the students’s improvement of mathematical communication with high MPA
in PSSKK and in PS is not significantly different; (b) the students’s improvement of mathematical
communication with medium and low MPA in PSSKK is better than in PS.

Keywords: cognitive conflict strategy, scientific learning, mathematical communication ability,


mathematical prior ability

PENDAHULUAN
Tujuan mata pelajaran matematika gagasan dan penalaran matematika serta
secara umum termuat dalam Peraturan mampu menyusun bukti matematika
Menteri Pendidikan Nasional Republik dengan menggunakan kalimat lengkap,
Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 tentang simbol, tabel, diagram, atau media lain
Standar Isi (Permendiknas, 2013), salah untuk memperjelas keadaan atau masalah.
satunya adalah agar peserta didik memiliki Baroody (Ismaimuza: 2013) menyatakan
kemampuan dalam mengkomunikasikan dua alasan penting mengapa kemampuan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|146


komunikasi dalam pembelajaran karena selain sebagai aktivitas sosial dalam
matematika perlu ditumbuhkembangkan pembelajaran matematika di sekolah,
di sekolah, yaitu: (1) karena matematika matematika juga sebagai wahana interaksi
tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, antar siswa dan sarana komunikasi guru
alat untuk menemukan pola, dan siswa.
menyelesaikan masalah, atau mengambil Kurangnya kemampuan komunikasi
kesimpulan, tetapi matematika juga a matematis siswa salah satunya terlukis
valuable tool for communicating a variety of pada kasus soal berikut ini:
ideas cleary, precisely, and succinctly; dan (2)

Gambar 1. Soal TIMSS Tahun 2007

Diagram di atas menunjukkan hasil langkah saja, misalnya seperti membuat


survey dari 400 orang siswa tentang diagram batang atau membuat diagram
ketertarikannya pada grup music rock: lingkaran saja.
Dreadlocks, Red Hot Peppers, dan Stone Salah satu hal yang menyebabkan
Cold. Buatlah sebuah diagram batang yang sulitnya matematika bagi siswa adalah
menggambarkan data yang tersaji pada karena pembelajaran matematika kurang
diagram lingkaran di atas! bermakna. Guru dalam pembelajarannya
Peserta TIMSS merupakan siswa di kelas tidak mengaitkan dengan skema
kelas VIII, seharusnya soal yang cukup yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa
sederhana ini dapat diselesaikan dengan kurang diberikan kesempatan untuk
mudah karena materi ini telah dipelajari di menemukan kembali serta mengkonstruksi
Kelas VI SD Semester 2 (Kurikulum KTSP). sendiri ide-ide matematika. Mengaitkan
Tetapi ternyata, masih banyak siswa pengalaman kehidupan nyata anak dengan
Indonesia mengalami kesulitan dalam ide-ide matematika dalam pembelajaran di
menyelesaikan soal tersebut. Perbandingan kelas penting dilakukan agar pembelajaran
persentase yang mampu menjawab benar bermakna. Strategi konflik kognitif
antara peserta Indonesia dengan peserta dipandang sebagai strategi yang mampu
lain di tingkat Internasional adalah 14:27. mendorong siswa untuk mengkontruksi
Wardhani & Rumiati (2011) memprediksi sendiri pengetahuannya secara aktif dan
kemungkinan banyaknya siswa yang tidak menjadikan pembelajaran menjadi lebih
berhasil menjawab dengan benar, yaitu bermakna. Hal ini sejalan dengan
karena soal tersebut membutuhkan dua penelitian yang telah dilakukan oleh
aspek sekaligus, yaitu aspek membaca data Baddock & Bucat (2008), Stylianides &
pada diagram lingkaran dan aspek untuk Stylianides (2008), Dahlan, Rohayati &
menyajikan data tersebut ke dalam Karso (2012), Ismaimuza (2013), Kang et
diagram batang. Siswa di Indonesia, sering al., (2010), dan Yunus (2008).
sekali diberikan persoalan dalam satu

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|147


Strategi konflik kognitif menurut dengan strategi konflik kognitif dengan
Osborn (Ismaimuza : 2013) merupakan siswa yang memperoleh pembelajaran
penerapan paham konstruktivisme yang saintifik jika ditinjau (a) keseluruhan
mempunyai pola umum yaitu: exposing siswa; dan (b) kemampuan awal matematis
alternative framework (mengungkapkan (tinggi, sedang, dan rendah).
konsepsi awal siswa), creating conceptual
cogntif (menciptakan konflik koseptual), METODE PENELITIAN
encouraging cognitive accommodation Penelitian ini merupakan penelitian
(mengupayakan terjadinya akomodasi kuantitatif jenis quasi experimental atau
kognitif). Inti dari strategi ini adalah eksperimen semu. Desain yang digunakan
menimbulkan konflik kognitif pada siswa. dalam penelitian ini adalah desain pretes
Konflik kognitif terbentuk saat terjadi postes dan kelompok kontrol tidak acak
interaksi antara pengetahuan awal yang (nonrandomized control group, pretest-posttest
dimiliki dengan pengetahuan baru yang design).
didapat dari interaksi dengan lingkungan. Penelitian ini dilakukan di SMP
Dalam pembelajaran dengan strategi ini, Negeri 1 Lembang, Bandung Barat.
kemampuan awal matematis dibutuhkan Populasi dalam penelitian ini adalah
untuk mendukung kontruksi pengetahuan seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1
baru siswa ke depannya (Alexander dalam Lembang semester genap pada tahun
Putra, 2014). ajaran 2015/2016 dengan sampel dua kelas
Berdasarkan latar belakang yang VIII SMP Negeri 1 Lembang. Pengambilan
telah dikemukakan di atas, maka penulis sampel dilakukan dengan teknik purposive
tertarik untuk melakukan suatu penelitian sampling, yaitu teknik penentuan sampel
mengenai “Pengaruh Strategi dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,
Pembelajaran Konflik Kognitif terhadap 2008). Satu kelas ditetapkan sebagai kelas
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa eksperimen (kelas yang memperoleh
SMP”, dengan rumusan masalahnya pembelajaran saintifik konflik kognitif)
adalah Apakah peningkatan kemampuan sedangkan lainnya sebagai kelas kontrol
komunikasi matematis pada siswa yang (kelas yang memperoleh pembelajaran
memperoleh pembelajaran saintifik saintifik)
dengan strategi konflik kognitif lebih baik Instrumen pada penelitian ini yaitu
daripada siswa yang memperoleh tes kemampuan komunikasi matematis
pembelajaran saintifik ditinjau (a) yang berbentuk soal uraian. Data
keseluruhan siswa; dan (b) kemampuan kemampuan awal matematis siswa
awal matematis (tinggi, sedang, dan diperoleh dari hasil tes harian dan ulangan
rendah)?. terbaru siswa dari guru matematika di
Adapun Tujuan penelitian ini yaitu sekolah penelitian. Adapun kriteria
untuk menelaah peningkatan kemampuan pengelompokkan kemampuan siswa
komunikasi matematis siswa yang (Arikunto, 2012) dapat dilihat pada Tabel
memperoleh pembelajaran saintifik 1.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|148


Tabel 1. Kriteria Pengelompokan KAM
Kelompok KAM tinggi
Kelompok KAM sedang
Kelompok KAM rendah

HASIL PENELITIAN DAN matematis siswa disajikan pada tabel di


PEMBAHASAN bawah ini.
Hasil statistika deskriptif skor
kemampuan kemampuan komunikasi

Tabel 2. Deskripsi Skor Data Kemampuan Komunikasi Matematis


KAM N Kelas Eksperimen N Kelas Kontrol
Pretes Postes N-Gain Pretes Postes N-Gain
SD SD SD SD SD SD
Tinggi 7 3,00 2,52 10,5 0,9 0,81 0,17 5 3,2 0,8 10,2 0,4 0,798 0,49
7 8 0 4 0 5
Sedan 23 1,09 1,76 9,5 1,5 0,77 0,16 21 1,5 1,8 8,62 2,1 0,68 0,17
g 2 0 2 9 1
Renda 6 0,33 0,82 9,5 1,0 0,79 0,08 8 0,7 1,4 7,12 2,6 0,58 0,21
h 0 5 5 9 4
Total 36 1,33 1,97 9,72 1,3 0,78 0,15 34 1,5 1,8 8,50 2,2 0,68 0,18
9 9 1 6
Skor Maksimum Ideal = 12

Apabila dilihat dari n-gain secara peningkatan kemampuan komunikasi


keseluruhan, kelas eksperimen yang matematis
menerapkan pembelajaran saintifik strategi siswa kelas eksperimen lebih baik
konflik kognitif memiliki rataan skor n- atau lebih tinggi daripada kelas kontrol.
gain yang lebih tinggi daripada siswa kelas Peningkatan belajar dari segi KAM pada
kontrol yang mendapatkan pembelajaran kedua kelas dapat dilihat dari Gambar 2
saintifik. Hal ini menunjukkan bahwa berikut.
0.9
Kemampuan Komunikasi

0.8
Rataan skor N-gain

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Tinggi Sedang Rendah

Eksperimen Kontrol

Gambar 2. Rataan skor N-gain Kemampuan Komunikasi

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|149


Berdasarkan Gambar 2 demikian terbukti bahwa hipotesis yang
menunjukkan bahwa rataan n-gain menyatakan bahwa peningkatan
kemampuan komunikasi matematis kelas kemampuan komunikasi matematis siswa
eksperimen lebih tinggi dibandingkan yang menerapkan pembelajaran saintifik
rataan n-gain kemampuan komunikasi dengan strategi konflik kognitif lebih baik
matematis kelas kontrol ditinjau dari secara signifikan daripada siswa yang
kategori KAM tinggi, sedang, dan rendah. mendapatkan pembelajaran saintifik.
Pengujian hipotesis dilakukan Adapun pengujian perbedaan rataan
dengan uji Mann-Whitney U dengan taraf skor n-gain kemampuan komunikasi
signifikansi 0,05 dikarenakan data skor n- berdasarkan KAM pada KAM level tinggi
gain kemampuan komunikasi matematis dan dilakukan dengan uji-t dengan equal
siswa secara keseluruhan pada kelas variances not assumed (uji-t’) dikarenakan
eksperimen dan kontrol tidak berdistribusi data berdistribusi normal tetapi tidak
normal. berasal dari populasi yang homogen.
Dari hasil uji Mann-Whitney U Sedangkan pada level sedang yang
didapat nilai Asymp. Sig. (1-tailed) yaitu memiliki distribusi tidak normal, akan
0,0065 < α = 0,05. Hal ini menunjukkan menggunakan uji nonparametrik (Mann-
bahwa peningkatan kemampuan Whitney U-Test).
komunikasi matematis siswa kelas
eksperimen lebih baik secara signifikan
daripada siswa kelas kontrol. Dengan

Tabel 3. Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain


Kemampuan Komunikasi Berdasarkan KAM
KAM Pembelajaran t df Sig. (1 Kesimpulan
tailed)
Tinggi (equal Eksperimen :0,173 7,280 0 Hipotesis Ditolak
variances not Kontrol ,434
assumed)
Rendah (equal Eksperimen :2,488 9,770 0 Hipotesis Diterima
variances not Kontrol ,016
assumed)
KAM Pembelajaran Mann-Whitney Sig. (1 Kesimpulan
tailed)
Sedang Eksperimen : 168,500 0 Hipotesis Diterima
Kontrol ,41

Berdasarkan Tabel 3. di atas dapat sedangkan untuk kategori kemampuan


disimpulkan bahwa untuk kategori awal matematika (KAM) siswa sedang dan
kemampuan awal matematika (KAM) rendah, peningkatan kemampuan
siswa tinggi, peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
komunikasi matematis siswa yang menerapkan pembelajaran saintifik dengan
menerapkan pembelajaran saintifik dengan strategi konflik kognitif lebih baik secara
strategi konflik kognitif sama secara signifikan daripada siswa yang
signifikan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran saintifik.
mendapatkan pembelajaran saintifik,

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|150


Hasil penelitian menunjukkan bahwa menjadi salah satu pemicu perkembangan
peningkatan kemampuan komunikasi kemampuan komunikasi matematis siswa.
matematis siswa yang memperoleh Jika ditinjau lebih lanjut berdasarkan
pembelajaran saintifik dengan strategi katagori KAM, peningkatan kemampuan
konfik kognitif secara signifikan lebih baik komunikasi matematis siswa katagori
dibandingkan siswa yang memperoleh KAM sedang dan rendah yang
pembelajaran saintifik. Hasil tersebut memperoleh pembelajaran saintifik
memberikan gambaran bahwa dengan strategi konflik kognitif lebih baik
pembelajaran dengan pendekatan saintifik daripada siswa yang memperoleh
dan strategi konfik kognitif dapat pembelajaran saintifik. Sebaliknya,
mengembangkan kemampuan komunikasi peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Temuan ini sejalan matematis siswa katagori KAM tinggi
dengan hasil penelitian Putra (2014) dan yang memperoleh pembelajaran saintifik
Zulkarnain (2013) bahwa, kemampuan dengan strategi konflik kognitif tidak
komunikasi matematis siswa yang berbeda dengan siswa yang memperoleh
memperoleh pembelajaran konflik kognitif pembelajaran saintifik. Temuan ini
lebih baik daripada siswa yang menjadi salah satu bukti bahwa, terkadang
memperoleh pembelajaran biasa. bagi siswa berkemampuan tinggi strategi
Pembelajaran saintifik dengan pembelajaran tidak menjadi faktor penentu
strategi konflik kognitif dalam penelitian utama dalam proses pengembangan
ini dirancang sedemikian rupa sehingga kemampuannya (Isrok’atun dkk, 2014).
siswa dapat mengalami konflik kognitif Dalam hal ini perbedaan perlakuan belum
baik konflik internal maupun eksternal. memmberikan dampak yang signifikan
Konflik internal menurut Siegel terhadap peningkatan kemampuan
(Zulkarnaen, 2013) merupakan konflik komunikasi matematis siswa yang
antara dua ide yang bersaing. Konflik tergolong kategori KAM tinggi.
tersebut terjadi ketika siswa secara
individu menghadapi soal-soal yang SIMPULAN
menimbulkan konflik dalam dirinya. Hal Peningkatan kemampuan
ini terdapat pada tahapan kedua dalam komunikasi matematis siswa secara
strategi konflik kognitif yaitu menciptakan keseluruhan yang memperoleh
konflik konseptual. Tahap selanjutnya pembelajaran saintifik dengan strategi
adalah diskusi bersama teman mengenai konflik kognitif lebih baik daripada siswa
soal-soal yang sebelumnya telah yang memperoleh pembelajaran saintifik.
menimbulkan konflik secara individual. Berdasarkan KAM, Peningkatan
Pada fase diskusi inilah, konflik eksternal kemampuan komunikasi matematis siswa
berpeluang muncul, dimana banyaknya KAM sedang dan rendah yang
sumber informasi dari teman sekelompok memperoleh pembelajaran saintifik
dalam menyelesaikan permasalahan dengan strategi konflik kognitif lebih baik
(Siegel dalam Zulkarnaen, 2013). Pada daripada siswa yang memperoleh
konflik tersebut, siswa berbagi gagasan pembelajaran saintifik, sedangkan
atau ide berkenaan dengan solusi peningkatan kemampuan komunikasi
individual mereka. Hal inilah yang matematis siswa KAM tinggi yang
memperoleh pembelajaran saintifik

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|151


dengan strategi konflik kognitif tidak kemampuan komunikasi matematis siswa,
berbeda dengan siswa yang memperoleh maka diharapkan dilakukan penelitian
pembelajaran saintifik. Mengingat lainnya terhadap kemampuan matematis
pembelajaran saintifik dengan strategi lain dengan waktu yang lebih lama dan
konflik kognitf dapat meningkatkan materi pembelajaran yang lebih luas.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|152


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Baddock, M. & Bucat, R. (2008). Effectiveness of a classroom chemistry demonstration using the
cognitive conflict strategy. International Journal of Science Education, 30(8).

Creswell, J.W. (2012). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative
And Qualitative Research. New Jersey: Pearson Education.

Dahlan, J.A., Rohayati, A., & Karso. (2012). Implementasi Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif
Dalam Upaya Meningkatkan High Order Mathematical Thinking Siswa. Jurnal
Pendidikan, 13 (2).

Ismaimuza, D. (2013). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Jurnal Teknologi, 63(2).

Isrok’atun, dkk (2014). Situation-Based Learning To Improve Students’ Mathematical Creative


Problem Solving Ability. Far East Journal of Mathematical Education, 12(2).

Kang, H., et. al. (2010). Cognitive Conflict and Situational Interest As Factors Influencing
Conceptual Change. International Journal of Environment & Science Education, 5 (4).

Permendiknas. (2013). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia


Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Isi. Jakarta: BSNP.

Putra, R.W.Y. (2014). Penerapan Pembelajaran Konflik Kognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa SMA. (Tesis). Sekolah
Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Stylianides, A., & Stylianides, G.J. (2008). Cognitive Conflict As A Mechanism For Supporting
Developmental Progressions In Student’s Knowledge About Proof. Article for TSG-18,
ICME-11 (2008).

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan dengan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.

Wardhani, S. & Rumiati (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar Dari
Pisa dan Timss. Yogyakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Yunus, M (2008). Perbandingan strategi konflik kognitif dengan strategi konvensional terhadap
hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Makassar (studi pada materi pokok
stoikiometri larutan). Jurnal Chemica, 9(2).

Zulkarnaen, I. (2013). Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Dalam


Pembelajaran Kooperatif Berbasis Konflik Kognitif. (Tesis). Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|153


PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM INVESTIGATION BERBANTU
LEMBAR KERJA SISWA DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED
SMP NEGERI 2 CEPER KLATEN

Maratu Shalikhah1) dan Aji Permana Putra2)


1),2)Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

email: maratu@ucy.ac.id

Abstrak
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk (1) meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa melalui model pembelajaran Group Investigationberbantu LKS pendekatan
open ended pada siswa kelas VII F SMPN 2 Ceper, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten
Tahun Akademik 2017/2018. (2) Mendeskripsikan cara mengatasi kendala penerapan model
pembelajaran Group Investigationberbantu LKS pendekatan open endeduntuk meningkatkan
prestasi belajar matematika siswa kelas VII F SMP Ceper 2. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan: (1) Penerapan model pembelajaran Group Investigation LKS untuk
pendekatan open ended dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII F SMP Ceper 2,
yang ditunjukkan oleh : siswa kelas VII F sebanyak 32 siswa mengalami peningkatan
prestasi belajar yaitu sebelum tindakan hanya 53,1% siswa belajar tuntas, setelah tindakan
menjadi 100%. Cara mengatasi kendala, yaitu guru harus terampil dalam menerapkan
model pembelajaranGroup Investigationberbantu LKS pendekatan open endeddiantaranya
adalah: a) meninjau konsep dan kompetensi dasar yang akan siswa pelajari, b) membentuk
kelompok belajar yang heterogen baik dari segi kemampuan, jenis kelamin , agama, suku
dll, c) mempersiapkan segala sesuatu tentang belajar sebaik mungkin sehingga ketika
pembelajaran berjalan lancar, d) meminimalkan jumlah anggota kelompok sehingga
pembelajaran berlangsung efektif tanpa anggota kelompok pasif atau bermain sendiri
selama diskusi kelompok, e) memberikan hadiah pada presentasi kelompok terbaik.

Kata Kunci: investigasi kelompok, LKS pendekatan open ended, prestasi belajar siswa

Abstract
The purpose of this class action research is to (1) improve students' mathematics learning
achievement through the Group Investigation learning model with the help of worksheet open ended
approach in class VII F SMPN 2 Ceper, Ceper District, Klaten Regency 2017/2018 Academic Year.
(2) Describe how to overcome the constraints of applying the Group Investigation learning model
with the help of worksheet open ended approach to improve mathematics learning achievement of
class VII F SMPN 2 Ceper. Based on the results of the study it can be concluded: (1) The application
of the Group Investigation learning model with the help of worksheet open ended approach can
improve the learning achievement of grade VII F SMPN 2 Ceper, which is indicated by: students of
class VII F as many as 32 students have increased learning achievement that is before action only
53.1% of students study completely, after the action becomes 100%. How to overcome constraints,
namely the teacher must be skilled in applying Group Investigation learning model with the help of
worksheet open ended approach is: a) reviewing the concepts and basic competencies that students
will learn, b) forming heterogeneous study groups both in terms of ability, gender, religion, tribes etc.,
c) prepare everything about learning as well as possible so that when learning runs smoothly, d)
minimize the number of group members so that learning takes place effectively with no passive group
members or playing alone during group discussions, e) giving gifts at the best group presentations.

Keywords: Group Investigation, worksheet open ended approach, student learning achievement

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|154


PENDAHULUAN memprihatinkan. Kesimpulan PISA
Pendidikan merupakan modal utama tersebut semakin jelas apabila sama-sama
manusia untuk maju dan berkembang. melihat hasil dari Ujian Nasional untuk
Anggaran 20% APBN untuk pendidikan, SMP/MTs tahun 2015/2016 dimana masih
yang diatur dalam Undang-Undang terdapat 212477 siswa atau sekitar 5,75%
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem mendapat nilai di bawah 5,5 (Balitbang
Pendidikan Nasional merupakan bukti Kemdikbud 2016).
bahwa negara menginginkan sumber daya Kenyataan banyak siswa yang tidak
manusianya dapat maju dan bersaing menguasai matematika memang terjadi
dengan bangsa lain. Kemajuan zaman merata di seluruh Indonesia, tidak
merupakan sesuatu hal yang tidak bisa terkecuali di Kabupaten Klaten, Jawa
terelakkan, bidang yang ikut berperan Tengah. Dari hasil UNAS 2017 rerata nilai
salah satunya adalah matematika. Peran matematika yang diperoleh 7,06 masih
matematika dalam memacu dibawah rerata mata pelajaran yang lain
perkembangan ilmu pengetahuan, terlihat yaitu Bahasa Indonesia 8,16 dan IPA 7,17
dengan adannya penemuan-penemuan (Balitbang Kemdikbud 2016).
baru di bidang kedokteran, biologi, kimia, Dilihat dari daya serap materi pokok
fisika, teknik, ekonomi dan telekomunikasi yang diujikan dalam UNAS 2016, materi
yang sarat dengan perhitungan matematis. pokok yang paling rendah daya serapnya
Pada kenyataannya ada hal yang untuk Kabupaten Klaten adalah materi
belum menggembirakan, prestasi pokok bangun datar. Data disajikan pada
matematika Indonesia dalam kancah Tabel 1.
internasional masih sangat

Tabel 1. Persentase Daya Serap Materi Soal Matematika


BSNP SMP/MTs, 2015/2016
No Kemampuan yang diuji Kab Klaten
1 Menyelesaikan masalah yang berkaiatan dengan 57, 21%
sistem persamaan linier dua variabel
2 Menyelesaikan masalah menggunakan Teorema 47, 90 %
Phytagoras
3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas 44, 07 %
bangun datar

Berdasar data tersebut,timbul (1) metodepembelajaran yang digunakan


pertanyaan apa sebenarnya penyebab kebanyakan masih bersifat langsung
kelemahan siswa dalam penguasaan (mekanistis) meski sebenarnya sudah
materi pokok bangun datar. Informasi dari memahami bahwa kerjasama antar siswa
guru matematika menyebutkan, bahwa sangat diperlukan, (2) siswa jarang
secara garis besar keadaan siswa dan bertanya apabila ada bagian dari materi
pembelajaran matematika kelas VII di SMP yang belum dipahami, hanya siswa-siswa
Negeri yang ada di Kabupaten Klaten tergolong pandai saja yang sesekali
khususnya SMP Negeri 2 Ceper yang bertanya, (3) siswa cenderung takut dan
dipilih secara random yaitu sebagai berikut. enggan menjawab pertanyaan yang

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|155


diberikan oleh guru, (4) banyak siswa yang masuk dalam pembelajaran kooperatif.
belum memahami materi-materi Dalam model pembelajaran Group
sebelumnya, seperti perkalian, pembagian Investigation siswa diajak untuk
dan sebagainya. bekerjasama dalam kelompok. Adapun
Menurut Soedjadi (2001), kekhususan dalam model pembelajaran ini
pembelajaran matematika di sekolah adalah adanya spesialisasi siswa terhadap
selama ini pada umumnya menggunakan materi tertentu untuk nantinya
urutan sajian sebagai berikut: (1) diajarkan disampaikan atau diajarkan kepada
teori/definisi/teorema, (2) diberikan kelompok lainnya. Hal ini tentunya cocok
contoh-contoh, (3) diberikan latihan atau pada materi bangun datar yang memuat
soal. Pembelajaran semacam ini biasa banyak materi yang satu dengan yang
disebut dengan pembelajaran langsung lainnya berkaitan atau ada yang tidak
(mekanistis). Pola pembelajaran semacam berkaitan.
itu, mengakibatkan guru lebih Selain model pembelajaran aktif,
mendominasi pembelajaran, sementara media pembelajaran juga mempunyai
siswa hanya menjadi pendengar dan peran yang urgen dalam mempermudah
pencatat yang baik. proses belajar dan mengajar. Salah satu
Menurut M. Nur dan Prima media pembelajaran yang dimaksud
Wikandari (2000) salah satu prinsip paling adalah Lembar Kerja Siswa (LKS).
penting dari psikologi pendidikan adalah Depdiknas (Darusman, 2008) menyatakan
guru tidak dapat hanya semata-mata bahwa LKS adalah lembaran yang
memberikan pengetahuan kepada siswa. berisikan pedoman bagi siswa untuk
Siswa harus membangun pengetahuan di melaksanakan kegiatan yang terprogram.
dalam benaknya sendiri. Guru dapat Lembaran ini berisi petunjuk, tuntunan
membantu proses ini, dengan cara-cara pertanyaan dan pengertian agar siswa
mengajar yang membuat informasi dapat mempeluas serta memperdalam
menjadi sangat bermakna dan sangat pemahamannya terhadap materi yang
relevan bagi siswa, dengan memberikan dipelajari. Sehingga dapat dikatakan
kesempatan kepada siswa untuk bahwa LKS merupakan salah satu sumber
menemukan atau menerapkan sendiri ide- belajar yang berbentuk lembaran yang
ide dan dengan mengajak siswa agar berisikan materi secara singkat, tujuan
menyadari dan secara sadar menggunakan pembelajaran, petunjuk mengerjakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk pertanyan-pertanyaan dan sejumlah
belajar. pertanyaan yang harus dijawab siswa.
Dari sekian banyak model Penelitian yang dilakukan oleh Vevi (2012)
pembelajaran yang menuntut keaktifan menyebutkan bahwa penggunaan LKS
siswa model pembelajaran kooperatif berpengaruh positif terhadap prestasi
tampaknya yang paling banyak belajar peserta didik dalam mata pelajaran
mendominasi kegiatan pembelajaran. yaitu dengan nilai post test mencapai
Selain ada hal yang fundamental yang 85,62. Berangkat dari hal tersebut dalam
harus dipenuhi sebagai prasyarat, tipe dan penelitian ini akan memakai LKS materi
ragamnya juga sangat banyak dan variatif. bangun datar segiempat dan segitiga
Group Investigation merupakan salah dengan pendekatan Open Ended. Dimana
satu tipe model pembelajaraan yang dalam pendekatan Open Ended

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|156


permasalahan yang diberikan bersifat instrumen tes dan LKS pendekatan open
terbuka sehingga jawaban antara siswa ended dalam penelitian ini menggunakan
satu dengan siswa lain tidak harus validitas isi. Validitas instrumen tes
sama.Ide dari pendekatan open ended divalidasi oleh Kaprodi Pendidikan
digambarkan sebagai suatu pendekatan Matematika UCY yaitu Yenny Anggreini
pengajaran dimana aktivitas interaksi Sarumaha, M.Sc dan Guru Kelas VII F
antara matematika dan siswa terbuka SMPN 2 Ceper yaitu Karna, S.Pd.
dalam berbagai cara pendekatan Sedangkan validitas LKS pendekatan open
pemecahan masalah (Nohda, 2000). Makna ended dilakukan oleh Dosen Pendidikan
aktivitas interaksi antara ide-ide matematis Matematika yaitu Luthfiana Mirati, M.Pd
dan siswa disebut terbuka dalam dan Guru Kelas VII F SMPN 2 Ceper yaitu
memecahkan masalah, dapat dijelaskan Karna, S.Pd.
dari tiga aspek: (a) aktivitas siswa Penelitian ini dianalisis dengan
dikembangkan melalui pendekatan menggunakan analisis data kualitatif dan
terbuka, (b) suatu masalah yang kuantitatif. Prosedur dan langkah-
digunakan dalam pendekatan open ended langkahdalampenelitiantindakankelasinim
melibatkan ide-ide matematis, (c) enggunakan skema penelitian tindakan
pendekatan open ended harus selaras kelas Kemmis dan Mc Taggart dan terdiri
dengan aktivitas interaksi antara (a) dan dari 2 siklus yang masing-masing siklus
(b).Hal ini memungkinkan untuk meliputi tahapperencanaan, tindakan,
didapatnya berbagai variasi jawaban dari observasi, dan refleksi. Tiap siklus
siswa untuk menambah khasanah dilaksanakan sesuai dengan perubahan
pengetahuan sekaligus mengembangkan yang dicapai pada skenario pembelajaran.
kreatifitas dan daya imajinasi dan nalar Untuk mengetahui keberhasilan
siswa. pembelajaran matematika siswa kelas VII F
SMPN 2 Ceper diadakan observasi
METODE PENELITIAN terhadap kegiatan pembelajaran yang
Bentuk penelitian ini adalah dilakukan oleh guru.
penelitian tindakan kelas (Classroom Action .Indikasi yang digunakan untuk
Research) yang dilaksanakan untuk mengetahui hasil dari upaya yang telah
memecahkan masalah di dalam kelas serta dilaksanakan dalam perbaikan
mencobakan hal-hal baru demi pembelajaran matematika pada materi
peningkatan kualitas pembelajaran. segiempat dan segitiga yaitu dengan
Penelitian tindakan kelas terdiri dari 4 membuat skala penilaian. Dari skala
tahapan dasar yang saling terkait dan penilaian tersebut kemudian peneliti
berkesinambungan yaitu perencanaan menentukan batas nilai minimum yaitu 60
(planning), pelaksanaan (acting), yang merupakan nilai batas KKM yang
pengamatan (observing), dan refleksi telah ditetapkan pada sekolah yang
(reflecting). Namun sebelumnya, keempat dilaksanakan penelitian ini.
tahap tersebut diawali oleh suatu tahapan
Pra PTK. HASIL PENELITIAN DAN
Teknik pengumpulan data yang PEMBAHASAN
digunakan dalam penelitian adalah tes dan Sebelum dilaksanakan tindakan,
observasi serta kajian dokumen. Validitas siswa kelas VII F SMPN 2 Ceper sebanyak

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|157


32 siswa hanya 17 siswa yang memperoleh meminimalkan jumlah anggota kelompok
nilai di atas KKM. Sebanyak 15 siswa atau sehingga pembelajaran berlangsung efektif
46,9% memperoleh nilai di bawah batas tanpa anggota kelompok pasif atau
nilai ketuntasan minimal yaitu 60. Maka bermain sendiri selama diskusi kelompok,
peneliti mengadakan konsultasi dengan (5) memberikan hadiah pada presentasi
guru untuk melaksanakan model kelompok terbaik.
pembelajaran Group Investigation berbantu Adapun hasil setelah melaksanakan
LKS pendekatan open ended. siklus II adalah, siswa yang mendapat nilai
Pada pelaksanaan tindakan siklus I 61-70 sebanyak 15 siswa atau 18,75%, siswa
peneliti melakukan langkah-langkah yang memperoleh nilai 71-80 sebanyak 9
perencanaan pembelajararn materi siswa atau 28,1%, siswa yang memperoleh
segiempat dan segitiga dengan model nilai 81-90 sebanyak 5 siswa atau 15,6%
pembelajaran Group Investigation berbantu dan yang memperoleh nilai 91-100
LKS pendekatan open ended.Kompetensi sebanyak 3 siswa atau 9,4%.
dasar yang diambil adalah 3.14 Hasil diskusi kelompok ini lebih
Manganalisis berbagai bangun datar segi mengena, dikarenakan jumlah anggota
empat (persegi, persegi panjang, belah kelompok yang lebih sedikit sehingga
ketupat, jajar genjang, trapesium, dan tugas kelompok harus dikerjakan dengan
layang-layang) dan segitiga berdasarkan baik oleh semua anggota kelompok.
sisi, sudut, dan hubungan antar sisi dan Banyak siswa yang bertanya pada peneliti
antar sudut. dan guru terkait tugas yang diberikan
Adapun hasil setelah melaksanakan yaitu tentang menemukan rumus
siklus I adalah, siswa memperoleh nilai 51- menghitung keliling dan luas dari masing-
60 sebanyak 3 siswa atau 9,4%, siswa masing bangun datar segiempat dan
memperoleh nilai 61-70 sebanyak 13 siswa segitiga. Presentasi pada siklus II ini lebih
atau 40,6%, siswa mendapat nilai 71-80 baik dari siklus sebelumnya, siswa sudah
sebanyak 8 siswa atau 25%, siswa mempersiapkan dengan baik dengan
mendapat nilai 81-90 sebanyak 4 siswa mempersiapkan peralatan yang
atau 12,5%, siswa mendapat nilai 91-100 diperlukan. Adapun kelompok yang
sebanyak 4 siswa atau 12,5%. mendapat hadiah atas presentasinya yaitu
Karena masih ada siswa yang tidak kelompok 6. Siklus diakhiri dengan tes
tuntas belajar dan beberapa kekuranga prestasi belajar, adapun dari hasil tes
yang ditemui baik dari siswa maupun dari prestasi belajar siklus II yaitu rata-rata nilai
guru maka tindakan pembelajaran sebesar 76,44 dengan ketuntasan belajar
dilanjutkan pada siklus II. Salah satu cara siswa mencapai 100%. Hasil inilah yang
yang diambil adalah dengan (1) meninjau diinginkan oleh peneliti, guru dan semua
konsep dan kompetensi dasar yang akan unsur SMPN 2 ceper. Ketuntasan belajar
siswa pelajari, (2) membentuk kelompok siswa mencapai 100% menjadikan siklus
belajar yang heterogen baik dari segi diberhentikan dan penelitian diakhiri,
kemampuan, jenis kelamin , agama, suku akan tetapi tetap mengaharapkan bahwa
dll, (3) mempersiapkan segala sesuatu guru kelas untuk kedepannya menjaga
tentang belajar sebaik mungkin sehingga semangat dan kreativitas belajar dari
ketika pembelajaran berjalan lancar, (4) siswa.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|158


Tabel 2. Perkembangan Prestasi Belajar Siswa
Keterangan Tes awal Siklus I Siklus II

Nilai terendah 30 51 63
Nilai tertinggi 90 100 100
Rata-rata nilai 58,75 72,31 76,44
Siswa belajar tuntas 37,5% 90,6% 100%

Grafik Rata-Rata Nilai Tes Prestasi Belajar Sebelum Tindakan,


Siklus I, dan Siklus II

80.00
Rata-Rata Nilai

60.00
40.00
20.00
0.00
Sebelum Tindakan Siklus I Siklus II
Tahapan Tindakan

PENUTUP Cara mengatasi kendala penerapan model


Simpulan pembelajaran Group Investigation berbantu
Hasil belajar matematika siswa kelas LKS pendekatan open ended untuk
VII F SMPN 2 Ceper pada materi bangun meningkatkan prestasi belajar siswa kelas
datar segiempat dan segitiga meningkat VII F SMPN 2 Ceper, Kecamatan Ceper,
dengan menerapkan model pembelajaran Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran
Group Investigation berbantu LKS 2017/2018 adalah guru harus terampil
pendekatan Open Ended. Hal ini dapat dalam mererapkan model pembelajaran
dilihat dari nilai rata-rata kelas terjadi Group Investigation berbantu LKS
peningkatan yaitu pada tes awal sebesar pendekatan open ended diantaranya adalah:
58,75, siklus I sebesar 72,31, dan pada a) mengkaji konsep dan kompetensi dasar
siklus II meningkat sebesar 76,44. Untuk yang akan dipelajari siswa, b) membentuk
siswa tuntas belajar dengan nilai kelompok belajar yang heterogen baik dari
ketuntasan 60 pada tes awal ketuntasan segi kemampuan, jenis kelamin, agama,
belajar siswa sebesar 37,5%, pada siklus I suku dll., c) mempersiapkan segala sesuatu
sebesar 90,6% yaitu masih terdapat 3 siswa mengenai pembelajaran dengan sebaik
yang tidak tuntas belajar, setelah mungkin sehingga pada saat pembelajaran
dilanjutkan pada siklus II siswa meningkat berlangusng lancar, d) memperkecil
hasilnya dengan semua siswa mencapai jumlah anggota kelompok sehingga
ketuntasan belajar. pembelajaran berlangsung efektif dengan
tidak ada anggota kelompok yang pasif

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|159


atau bermain sendiri pada saat diskusi segitiga diharapkan menggunakan model
kelompok, e) memberikan hadiah pada pembelajaran Group Investigation berbantu
presentasi kelompok terbaik dengan LKS pendekatan open ended. Selain itu
harapan dapat memompa semangat siswa untuk meningkatkan keaktifan, kreativitas
di dalam proses belajar dan pembelajaran siswa dan keefektifan pembelajaran pada
model Group Investigation berbantu LKS materi bangun datar segiempat dan
pendekatan open ended. segitiga dan untuk memperoleh jawaban
yang tepat, sesuai dengan tujuan capaian
Saran pembelajaran disarankan untuk menggali
Bagi sekolah, Penelitian Tindakan pendapat atau tanggapan siswa dengan
Kelas (PTK) dengan penerapan model proses pembelajaran yang kooperatif
pembelajaran Group Investigation berbantu model Group Investigation. Dilain pihak
LKS pendekatan open ended membantu diharapkan adanya tindak lanjut terhadap
dalam meningkatkan mutu pembelajaran penggunaan model pembelajaran Group
di sekolah. Investigation berbantu LKS pendekatan
Bagi Guru, untuk meningkatkan open ended tidak hanya pada kelas VII dan
prestasi belajar matematika siswa terutama pada materi bangun datar segiempat dan
pada materi bangun datar segiempat dan segitiga.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|160


DAFTAR PUSTAKA

Darusman. 2008. Penggunaan Media Belajar. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.

M. Nur & Wikandari Prima.2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan
Konstruktivis Dalam Pengajaran, Edisi 3. Pusat Studi MIPA. Universitas Negeri
Surabaya.

Nohda, N. (2000). “Learning and Teaching through Open-Ended Approach Methods,” dalam T.
Nakahara dan M. Koyama (Eds). Proceeding of the 24th of the International Group for the
Psychology of Mathematics Education. Hiroshima: Hiroshima University.

Soedjadi. 2001. Pembelajaran Matematika Berjiwa RME (suatu pemikiran rintisan kearah upaya
baru). Makalah disampaikan pada seminar Nasional di FMIPA UNESA tanggal 24
Pebruari 2001.

Vevi Fatimah. 2012. Pengaruh Penggunaan Lembar Kerja Siswa Terhadap Prestasi Belajar Peserta
Didik Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas X di MAN Tulungagung 1. Skripsi,
Tulungagung: FKIP IAIN Tulungagung.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|161


KUALITAS PEROLEHAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN
MODEL KOOPERATIF TIPE POWER OF TWO DI SMP

Nuralam1) dan Nailul Audhar2)


1),2) UIN Ar-Raniry

email: nuralam@ar-raniry.ac.id

Abstrak
Hasil belajar matematika siswa masih kurang optimal. Kondisi ini karena beberapa aspek,
diantaranya kegiatan pembelajaran lebih aktif guru daripada siswa. Salah satu alternatif
penyelesaian agar hasil belajar matematika optimal dibelajarkan denganmodel
pembelajaran kooperatiftipepower of two. Tujuan penelitian untuk mengetahui: (1) hasil
belajar matematika yang dibelajarkandengan model pembelajaran kooperatiftipepower of two
lebih tinggi daripada model pembelajaran konvensional; (2) respon siswa terhadap aktivitas
pembelajaran. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu. Populasi seluruh siswa
kelas VII SMPN 1 Aceh Besar dan sampel diambil secaracluster random sampling.Data
dikumpulkan melalui tes hasil belajar matematikadan angket respon. Data dianalisis
menggunakan teknik deskriptif dan inferensial Hasil penelitian dengan statistik uji-t
diperoleh thitung= 3,8 dan ttabel = 2,1 maka thitung>ttabelsehingga terima Ha tolak Ho dan
respon siswa skor rerata yaitu 3,3 dan ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 90,5%. Oleh
karena itu disimpulkan bahwa (1) hasil belajar matematikayang dibelajarkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipepower of twolebih tinggi daripada dibelajarkan dengan model
pembelajaran konvensional. (2) respon siswa terhadap aktivitas pembelajaran dalam
kategori sangat positif.

Kata Kunci: hasil belajarmatematika, pembelajaran, model pembelajaran kooperatif, tipe power of
two

Abstract
Students' mathematics learning outcomes were still not optimally. This condition is due to several
aspects, including teacher's more active learning activities than students. One alternative solution so
that optimal mathematics learning outcomes are taught with the power of two cooperative learning
model. The purpose of this study is to describe: (1) the mathematics learning outcomes through by the
power of two type of cooperative learning model is higher than taught through conventional learning
models; (2) student responses to learning activities. This research uses a quasi-experimental design.
The population is students of SMPN 1 Aceh Besar grade VII and the sample was cluster random
sampling. Data collected through tests of mathematics learning outcomes and response
questionnaires. Data analysis techniques used descriptive and inferential. The results of the research
with t-test statistics obtained tcount = 3,8 and ttable = 2,1 then tcount> ttable so that Ha accepted reject Ho
and the student response mean score was 3,3 and classical learning completeness was 90,5%.
Therefore, it was concluded that (1) the mathematics learning outcomes through by the power of two
type of cooperative learning model of were higher than those taught with conventional learning
models. (2) students' responses to learning activities in the very positive category.

Keywords: mathematics learning outcomes, learning, cooperative learning models, power of two type

PENDAHULUAN manusia sangat menentukan maju


Pendidikan sebagai faktor yang mundurnya proses perkembangan bangsa
paling besar peranannya bagi bangsa dan dalam segala bidang kehidupan. Sehingga
negara dalam mencerdaskan sumber daya pemerintah senantiasa berusaha
manusia. Tinggi rendahnya sumber daya meningkatkan mutu pendidikan sejak

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|162


pendidikan dasar hingga ke perguruan Indonesia berada pada peringkat 69 dari 76
tinggi, termasuk salah satunya adalah negara. PISA fokus pada evaluasi bidang
pendidikan matematika. Matematika literasi bacaan, matematika dan IPA.
secara keilmuan memberikan kontribusi Demikian pula hasil Studi TIMSS (Trends
dalam pengembangan ilmu pengetahuan in Internasional Mathematics and Science
dan teknologi di jaman serba canggih ini. Study) menunjukkan Indonesia berada
Peran sedemikian penting tersebut pada ranking 36 dari 49 negara pada tahun
memberikan peluang besar bagi semua 2015. Kondisi ini diperkirakan
pihak terkait agar dapat meningkatkan adakecenderungan penekanan
kualitas proses dan hasil pada matematika pembelajaran matematika di Indonesia
dan pembelajarannya. Banyak program lebih banyak pada penguasaan
dan kebijakandari pemerintah baik berupa keterampilan dasar, hanya sedikit
sarana dan prasarana yang mendukung penekanan penerapan matematika dalam
pembelajaran matematika, baik secara konteks kehidupan sehari-hari,
kualitas maupun kuantitas. Perhatian berkomunikasi secara matematis dan
pemerintah dalam meningkatkan bernalar secara matematis (Hadi Setiadi,
pendidikan dasar dan menengah 2017). Kondisi prestasi belajar matematika
sedemikian rupa termasuk pada proses siswa Indonesia ternyata tidak jauh
pembelajaran matematika yang berbeda dengan mutu pendidikan di Aceh.
berkualitas. Eddy Fitriady (2016) menyatakan bahwa
Pembelajaran matematika yang pendidikan di Aceh menempati peringkat
berkualitas harus memperhatikan proses 32 dari 34 provinsi di Indonesia. Kondisi
dan hasilnya. Pembelajaran itu menurut ini akan berdampak pula pada kualitas
Trianto (2012:17) adalah suatu usaha sadar pendidikan matematika di Aceh termasuk
dari seorang guru untuk membelajarkan pula di Aceh Besar. Perolehan peringkat
siswanya dalam mencapai tujuan yang urutan kedua dari bawah tersebut
diharapkan. Sementara pembelajaran memberikan gambaran tentang potret
matematika menurut Soedjadi (2000:43) buram pendidikan Aceh yang terjadi.
pada hakekatnya sebagai proses yang Problema ini menjadi catatan penting bagi
sengaja dirancang dengan tujuan untuk pemangku kebijakan pendidikan agar
menciptakan suasana yang dapat dicarikan solusi sehingga perbaikan
memungkinkan seseorang melaksanakan dan peningkatan mutu melalui program
kegiatan belajar matematika dan belajar yang berkelanjutan.
berpusat pada siswa dan mengajar Pencapaian hasil belajar
berpusat pada gurunya. matematika yang tidak optimal
Namun demikian, perhatian dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
pemerintah sedemikian rupa, ternyata eksternal. Penyebab hasil belajar
masih belum berbanding lurus dengan matematika yang tidak optimal tersebut
kualitas prestasi belajar matematika siswa secara internal meliputi minat, bakat,
di level internasional maupun motivasi, tingkat intelengensi. Sementara
nasional.Sarnapi (2016) memaparkan hasil secara eksternal meliputi metode
studi PISA (Program for Internasional pembelajaran konvesional yang sering
Student Assessment) tahun 2015 digunakan oleh guru di kelas, strategi
menunjukkan bahwa kedudukan pembelajaran yang tidak tepat,

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|163


pengelolaan kegiatan pembelajaran yang Perkembangan reformasi
tidak mampu membangkitkan motivasi pendidikan matematika sekarang ini tidak
belajar siswa, maupun lingkungan hanya sekedar mengejar perolehan hasil
sekitarnya. belajar matematika semata-mata, tetapi
Jika dicermati dari faktor eksternal juga memperhatikan bagaimana proses
yang merupakan bagian penting dari pembelajaran yang memudahkan siswa
proses pembelajaran matematika di kelas belajar matematika. Pelibatan siswa dalam
adalah kecenderungan penggunaan proses belajar matematika memungkinkan
pembelajaran konvensional. Pembelajaran mereka belajar lebih aktif, melatih karakter
konvensional lebih menekankan aktivitas kerjasama dan kemauan berbagi sesama.
guru dan umumnya guru lebih suka Siswa harus sebagai subjek belajar dan
menerapkan model tersebut. Model bukan sebagai objek belajar. Pelibatan
tersebut berorientasi pada guru (teacher siswa dalam pembelajaran matematika
centered) berlandaskan aliran behaviorisme tersebut memberikan inspirasi guru agar
yang menekankan pada proses dapat berkreasi dan berinovasi dalam
pembentukan asosiasi-asosiasi antara pembelajaran yang efektif dan efisien.
stimulus dan respon yang diukur dan Salah satu cara yang perlu ditempuh
diamati dalam kegiatan pembelajaran adalah mengoptimalkan belajar
(Schunk, 2012:157). Model pembelajaran matematika dengan menggunakan model
ini tidak memerlukan alat dan bahan pembelajaran yang mendukung pelibatan
praktek, cukup menjelaskan konsep- siswa. Pelibatan siswa dalam belajar yang
konsep matematika yang ada pada buku menekankan kegiatan bekerjasama dan
ajar yang sudah jadi dan referensi lainnya. kemauan berbagi kepada sesama. Menurut
Guru lebih banyak menjelaskan informasi Nuralam (2017:83) bahwa model
kepada siswa apa yang ada dalam bahan pembelajaran dipilih dan digunakan
ajar secara menyeluruh. Posisi siswa hanya sebaiknya yang menekankan pada siswa
mendengarkan, menuliskan dan untuk berpikir, berbagi ide dan bekerja
mengerjakan penyelesaian soal sama dalam menyelesaikan masalah
sebagaimana yang dicontohkan. matematika. Model seperti itu salah satu
Penyelesaian soal lebih menekankan pada yang sering digunakanadalah model
individual siswa sehingga kesempatan pembelajaran kooperatif. Menurut Eggen
bertanya jawab antara guru dan siswa dan Kauchak seperti dikutip oleh Rahmah
yang terbatas secara satu arah. (2006:31) bahwa pembelajaran kooperatif
Kondisi pembelajaran matematika merupakan sekumpulan strategi belajar
seperti digambarkan di atas banyak terjadi mengajar untuk menciptakan kondisi
di sekolah dasar dan menengah. Persoalan belajar sesama siswa sehingga mereka
ini tidak terlepas dari tuntutan pencapaian dapat saling membantu sesamanya dalam
kurikulum matematika, keberhasilan mempelajari sesuatu. Model pembelajaran
untuk mencapai nilai terbaik UN, kooperatiftelah menjadi perhatian dari
ketidakmampuan guru dalam merancang para peneliti pendidikan matematika dari
pembelajaran yang memudahkan siswa tahun ke tahun dengan tempat dan
belajar matematika, tidak memperhatikan suasana pembelajaran yang berbeda.
perkembangan reformasi pendidikan Beberapa hasil penelitian di luar negeri
matematika dan sebagainya. (Shelley Poore, 2008; Scott Johnsen, 2009;

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|164


Anowar Hossain& Rohani Ahmad model pembelajaran kooperatif tipe power
Tarmizi, 2013; Rosa-María et al, 2014) of two. Pemilihan tipe power of
berkaitan membelajarkan matematika twodidasarkan bahwa siswa lebih
dengan model pembelajaran kooperatif memahami dan menguasai materi bersama
dari tipe berbeda-beda memberikan kelompok kecil yang menawarkan
kontribusi positif terhadap perolehan hasil kesempatan untuk sukses bagi semua
belajar matematikaatau kemampuan siswa. Tipe ini dapat dikatakan juga
matematikalainnya. Dan beberapa hasil sebagai bentuk pembelajaran aktif, karena
penelitian dalam negeri berkaitan dengan mengoptimalkan semua potensi yang
model pembelajaran kooperatif dari tipe dimiliki oleh siswa sehingga mereka dapat
berbeda juga memberikan hasil penelitian mencapai hasil belajar yang optimal sesuai
yang positif bagi perolehan hasil belajar dengan karakteristik pribadinya. Ada
matematika siswa (Nuralam, 2012; alasan lain yang menunjukan bahwa ketika
Nuralam, 2015; Fatma Wati& Sessy kelompok yang lebih dari 2 orang siswa
Rewetty Rivilla, 2017; Nuralam, 2017). mungkin akan terjadi dominasi oleh siswa
Model pembelajaran yang pintar. Sementara siswa lain kurang
kooperatifsebagai salah satu model mendapat kesempatan berpartisipasi
pembelajaran berpusat pada siswa (student dalam pembelajaran. Tipe ini juga
centered) yang berlandaskan pada aliran menuntun siswa agar lebih aktif dalam
kognitivisme dan aliran humanisme. memahami suatu materi dengan saling
Aliran kognitivisme menekankan pada bertukar pikiran dengan temannya.
proses belajar daripada hasil belajar saja Menurut Hisyam Zaini dkk (2002:26)
dan inti dari belajar adalah mengerti bahwa aktivitas pembelajaran dengan tipe
(Herman Hudojo, 1990:14). Sedangkan power of two mendorong pembelajaran
aliran humanisme mengedepankan proses kooperatif dan memperkuat pentingnya
pembentukan manusia yang dicita-citakan dan manfaat sinergis, yaitu dua kepala
dengan mengembangkan segala potensi lebih baik daripada satu kepala.
yang dimilikinya. Sehingga model Tipe power of twoini diharapkan
pembelajaran kooperatif sangat strategis memberikan dampak positif
digunakan untuk membelajarkan bagipencapaian hasil belajar matematika
matematika yang tidak semata-mata siswa. Hasil penelitian (Jumalia Ali et al,
menekankan perolehan hasil belajar, tetapi 2012; Yusi Yusniati et al, 2017) tentang
juga melibatkan siswa dalam memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe power
hasil belajar yang optimal dengan of twomemberikan kontribusi positif
melibatkan karakter belajar seperti bekerja kepada pencapaian hasil belajar
sama dan saling berbagi pengetahuan. matematika yang optimal.
Pencapaian hasil belajar Tipepower of twomemiliki fase yang
matematikaakan optimal jika dalam berbeda dengan tipe lain pada model
pembelajaran siswa diarahkan untuk pembelajaran kooperatif, namunciri
berkolaboratif dan bersinergis sesamanya. kooperatif tampak dalam pembelajaran
Artinya bekerja dua orang lebih baik yang menekankan aspek kolaboratif dan
daripada bekerja sendiri. Kolaboratif dan sinergis. Adapun sintaks pembelajarannya
bersinergis ini dapat diadaptasikan pada dapat dicermati pada tabel 1 berikut ini.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|165


Tabel1. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Power of Two
Fase Aktivitas guru
Pemberian Pemberian masalah satu atau lebih kepada siswa dan siswa menemukan
masalah jawaban secara individu
Pembagian Pembagian siswa secara berpasang-pasangan yang telah ditentukan
pasangan
Diskusi Siswa berdiskusi dengan pasangannya masing-masing dan berbagi
kelompok (sharing idea) untuk melengkapi jawaban masing-masing
Diskusi Siswa berdiskusi bersama pasangannya mencari jawaban baru atas
pasangan permasalahan dengan memperbaiki respon masing-masing individu
Diskusi Siswa diminta mendiskusikan hasil berbagi (sharing idea) secara klasikal
kelas dan membandingkan jawaban dari masing-masing pasangan ke pasangan
lain
Kesimpulan Penyimpulan materi pembelajaran bersama guru dan siswa
Diadaptasi dariTrianto (2012).

Dari Tabel 1 dicermati bahwa tipe of two lebih tinggi daripada model
power of two tersebut diawali dengan pembelajaran konvensional?dan (2)
pemilihan bahan materi yang dibangun bagaimanarespon siswa terhadap aktivitas
dari permasalahan matematika. Siswa pembelajaran?Sejalan dengan latar belakang
diminta untuk merenungkan dan masalah dan rumusan masalah yang telah
menemukan jawaban secara individu. dikemukakan tersebut,maka penelitian
Guru membagi siswa secara berpasang- bertujuan untuk memaparkan, yaitu: (1)
pasangan dan pasangan ini hasil belajar matematika yang dibelajarkan
dikelompokkan serta diajak berdiskusi. dengan model pembelajaran kooperatif
Siswa diminta untuk melengkapi dan tipe power of two lebih tinggi daripada
membuat jawaban baru dengan model pembelajaran konvensional, dan (2)
memperbaiki respon masing-masing respon siswa terhadap aktivitas
individu siswa. Selanjutnya siswa diminta pembelajaran.
menanggapi hasil diskusi kelompok lain Adapun manfaat penelitian
dan membuat kesimpulan dari hasil diharapkan adalah: (1) sebagai bahan
diskusi kelompok bersama guru pemikiran bagi pendidik matematika,
matematika. dalam memilih model pembelajaran yang
Berdasarkan uraian latar belakang membentuk kolaborasi dan sinergis
masalah berkaitan dengan perolehan hasil sesama siswa dalam belajar matematika,
belajar matematika sedemikian rupa perlu seperti model pembelajaran kooperatif tipe
dibelajarkan dengan model pembelajaran power of two, dan (2) sebagai peluang
kooperatif tipe power of two. Sehingga risetyang relevandan berkelanjutan
peneliti tertarik mengkaji lebih lanjut berkaitan perolehan hasil belajar yang
dalam suatu penelitian. Berdasarkan uraian dibelajarkan dengan tipe power of two.
tersebut, maka masalah penelitian
dirumuskan, yaitu:(1) apakah hasil belajar METODE PENELITIAN
matematika yang dibelajarkan dengan Penelitian ini merupakanpenelitian
model pembelajaran kooperatif tipe power kuantitatif. Data yang diperoleh berbentuk

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|166


angkayang selanjutnya dianalisis dengan dan kelas kontrol (Nahartyo, 2012).
menggunakan statistik untuk menjawab Dengan desain eksperimen semu tersebut
hipotesis penelitian yang spesifik dan diharapkan dapat memperolehinformasi
melakukan prediksi suatu variabel tertentu data hasil belajar matematika dari
mempengaruhi variabel lain (Asmadi Alsa, perlakuan yang dibelajarkan dengan
2011:13). Sedangkan jenis penelitian yang model pembelajaran kooperatif tipe power
digunakan adalah eksperimen semu of two dan model pembelajaran
dengan menggunakan kelas eksperimen konvensionaldapat dideskripsikan.

Tabel 2. Rancangan Penelitian Semu


Grup Perlakuan Tes Akhir
Eksperimen X1 O
Kontrol X2

Keterangan: kooperatif tipe power of two dan siswa yang


X1 = Model Pembelajaran Kooperatif Tipe dibelajarkan dengan model pembelajaran
power of two konvensional.
X2 = Model Pembelajaran Konvensional Instrumenangket respon siswa
O = Nilai Tes Akhir. berupa pertanyaan atau pernyataan yang
berelasi dengan model pembelajaran
Adapun populasi sebagai objek kooperatif tipe power of two yang bersifat
atau subjek yang karakteristik tertentu tertutup dengan 4 (empat) pilihan. Angket
yang ditetapkan dalam penelitian sesuai respon siswa diberikan setelah selesai
dengan dibelajarkan matematika untuk belajar matematikayang dibelajarkan
selanjutkan diambil kesimpulan penelitian dengan model pembelajaran kooperatif
(Sugiono, 2005:49) adalah seluruh siswa tipe power of two. Siswa diminta untuk
kelas VII SMPN 1Aceh Besar. Sampel memberikan tanda contreng pada kolom
penelitian sebagai contoh yang sesuai yang tersedia untuk setiap peryataan yang
karakteristik populasi diambil secaracluster diajukan secara tertulis. Setiap pernyataan
random sampling (Borg & Gall, 1983: 249; harus dicontreng sesuai dengan pilihan
Nahartyo, 2012).Secara acak sampel dipilih siswa dan kebebasan memilihtersebut
dan diperoleh kelas VII1 sebagai kelas tanpa ada pemaksaan tertentu.
eksperimen dan kelas VII2 sebagai kelas Perolehan data hasil penelitian
kontrol. berupa tes hasil belajar matematika siswa
Instrumenpenelitian menggunakan dikumpulkan,diolah dan dianalisis
tes hasil belajar matematika.Tes menggunakan teknik analisis inferensial
dibatasipadamateri himpunan dalam dengan menggunakan ujit. Data tes akhir
bentuk essay sebanyak 4 (empat) butir soal diolah dengan prosedur diawali dengan
dengan tingkat kesukaran yang berbeda- menentukan rata-rata hitung, simpangan
beda. Instrumen tes telah diuji validitas baku, uji normalitas data dan uji
dan reliabilitasnya. Tes akhir diberikan homogenitas varians.Selanjutnya hasil
bertujuan untuk mengetahui perbedaan angket respon siswa dikumpulkan, diolah
perolehan hasil belajar matematika setelah dan dianalisis dengan teknik analisis
dibelajarkan dengan model pembelajaran deskriptif. Data hasil angket respon siswa

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|167


melalui proses perhitungan rata-rata model pembelajaran kooperatif tipe power
keseluruhan skor yang telah dibuat dengan of two dan pada kelas kontrol dibelajarkan
model skala Likert. Hasil rata-rata angket dengan model pembelajaran konvensional.
respon siswa tersebut dimasukkan dalam Setelah proses pembelajaran dilakukan
4 kategori respon yaitu: sangat positif, pada kedua kelas perlakuan, maka
positif, negatif, dan sangat negatif selanjutnya diberikan tes akhir.
(Sukardi, 2004:147-148). Pengumpulan data tes akhir tentang hasil
belajar matematikadan selanjutnya data
HASIL PENELITIAN DAN diolah dan dianalisis dengan teknik
PEMBAHASAN analisis data yang telah ditetapkan. Data
Pengumpulan data di sekolah teliti hasil analisis deskriptif tes akhir berupa
pada dua kelas perlakuan baik pada kelas hasil belajar matematika disajikan dalam
eksperimen maupun kelas kontrol. Pada bentuk Tabel 2 berikut ini.
kelas eksperimen dibelajarkan dengan

Tabel 3. Data Tes Hasil Belajar Matematika


Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Rerata 84,7 64,1
Simpangan baku 11,3 21,9
Variansi 126,9 479,9

Dari Tabel 2diperoleh bahwa, rerata menunjukkan bahwa sebaran data kelas
tes hasil belajar matematikaberbeda antara eksperimen lebih baik daripada kelas
kelas eksperimen dan kelas kontrol. kontrol. Selanjutnya data tes hasil belajar
Ternyata hasil rerata tersebut diperoleh matematika dilakukan uji normalitas data
kelas eksperimen lebih tinggi daripada dengan menggunakan taraf signifikansi α
kelas kontrol. Demikian pula standar = 0,05 seperti disajikan pada Tabel 3
deviasi kelas eksperimen lebih kecil berikut ini.
daripada kelas kontrol. Hasil ini

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data Tes Hasil Belajar Matematika


Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
2 2 2 2
𝜒hitung 𝜒tabel 𝜒hitung 𝜒tabel
Uji normalitas data 7,4 11,1 4,9 11,1
(α = 0,05)

Dari Tabel 3diperoleh bahwa uji 4,9 < 11,1 maka data tes hasil belajar
normalitas data tes hasil belajar matematika berdistribusi normal. Hasil
matematika kelas eksperimen berdistribusi dari pengujian normalitas data dilanjutkan
normal, yaitu 2
𝜒hitung 2
< 𝜒tabel yaitu dengan uji homogenitas variansi dengan
7,4 <11,1. Demikian pula kelas kontrol menggunakan taraf signifikansi α = 0,05
2
diperoleh bahwa 𝜒hitung 2
< 𝜒tabel yaitu seperti disajikan pada Tabel 4 berikut ini.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|168


Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Variansi Tes Hasil Belajar Matematika
Data Pre Test Uji Homogenitas
Variansi
(α = 0,05)
Fhitung Ftabel
Kelas Eksperimen 3,8 2,1
Kelas Kontrol

Dari Tabel 4diperolehFhitung ≥ dan t2 = t (1−1α)(n dengan taraf


2 2 −1)
Ftabel yaitu 3,8 ≥ 2,1bahwa terdapat signifikan α = 0,05, maka diperoleh hasil t1
perbedaan varians antara kelas eksperimen w 1 t 1 +w 2 t 2
= 2,1; t2 = 2,1 dan = 2,1.
dan kelas kontrol. Sehingga dapat w1+ w2

dikatakan bahwa variansi tes hasil belajar Kriteria pengujian adalah terima
matematika antara siswa kelas eksperimen H0jika -2,1 < t’ < 2,1. Karena t’ > 2,1 atau 3,8
dan kelas kontrol tidak homogen. > 2,1 makaH0 ditolak dan Ha diterima
Langkah selanjutnya melakukan yaitu hasil belajar matematika yang
pengujian hipotesis. Adapun hipotesis dibelajarkan dengan model pembelajaran
yang akan diuji adalah sebagai berikut. kooperatif tipe power of two lebih tinggi
H𝑎 : 𝜇1 > 𝜇2 : hasil belajar daripada model pembelajaran
matematika yang dibelajarkan dengan konvensional.
model pembelajaran kooperatif tipe power Selanjutnya keberhasilan belajar
of two lebih tinggi daripada model siswa secara individu dalam pembelajaran
pembelajaran konvensional. dibandingkan dengan KKM (kriteria
H0 ∶ 𝜇1 ≤ 𝜇2 : hasil belajar matematika ketuntasan minimal) dan ketuntasan
yang dibelajarkan dengan model belajar secara klasikal yang diukur melalui
pembelajaran kooperatif tipe power of two rumus prosentase, diperoleh P = 90,5%.
lebih rendah atau sama dengan daripada Pada kelas eksperimen sebanyak 21 siswa
model pembelajaran konvensional. diperoleh 90,5% (19 siswa) yang tuntas dan
Karena kedua kelas menunjukkan tidak tuntas sebesar 9,5% (2 siswa).
tidak homogen, maka menurut Sudjana Sementara pada kelas kontrol sebanyak 20
(2005:273) digunakan rumus uji t’yaitu t’ = siswa diperoleh sebesar 45% (9 siswa) dan
x 1 −x 2 tidak tuntas sebesar 55% (11 siswa).
dan hasil pengolahan analisis data
s2 2
1 +s 2
Data hasil angket respon siswa
n1 n1
dikumpulkan, diolah dan dianalisis
diperoleh t’ = 3,8. Berdasarkan langkah- dengan menggunakan teknik analisis
langkah selesaian diatas, maka kriteria deskriptif. Dari dua belas pernyataan yang
pengujian jika diterima H0 jika ditanggapi oleh 21 siswa disajikan pada
w 1 t 1 +w 2 t 2 w 1 t 1 +w 2 t 2
ketentuandengan < t’ < Tabel 5 berikut ini.
w1+ w2 w1+ w2
𝑠12 𝑠22
dimana w1 = ; w2 = ; t1 = t (1−1α)(n
𝑛1 𝑛2 2 1 −1)

Tabel 6. Skor Rerata Respon Siswa yang dibelajarkan Melalui Tipe Power of Two
No Pernyataan Skor
rerata
1 Saya dapat memahami materi matematika yang dibelajarkan dengan 3,4

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|169


model pembelajaran kooperatif tipe power of two
2 Saya dapat dengan mudah mengingat konsep-konsep matematika, 3,3
karena penyajiannya sistematis
3 Saya tidak merasakan perbedaan antara belajar dengan model 2,2
pembelajaran kooperatif tipe power of two dibandingkan dengan
seperti biasa
4 Saya merasa senang terhadap komponen LKPD yang digunakan 3,2
dalam pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
power of two
5 Saya berminat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model 3,4
pembelajaran kooperatif tipe power of two pada materi matematika
lain
6 Bagi saya, model pembelajaran kooperatif tipe power of two cocok 3,5
diterapkan pada materi matematika lainnya
7 Saya tidak merasakan suasana yang aktif dalam belajar materi 3,4
himpunan dengan model pembelajaran kooperatif tipe power of two
8 Bagi saya, model pembelajaran kooperatif tipe power of two 3,1
merupakan model pembelajaran matematika yang baru
9 Saya merasa bosan saat belajar dengan model kooperatif tipe power 3,5
of two, karena pembelajarannya tidak menyenangkan
10 Menurut saya, pembelajaran himpunan dengan model pembelajaran 3,6
kooperatif tipe power of two sangat lama dan tidak mencukupi waktu
belajar yang disediakan
Skor rerata 3,3

Dari Tabel 5 menunjukan bahwa Mencermati dari hasil perolehan


skor rerata sebesar 3,6 adalah skor rerata data tes hasil belajar matematika diperoleh
paling tinggi pada item pernyataan No. bahwa rata-rata kelas eksperimen x = 84,7
10dan skor rerata paling rendah sebesar dan rata-rata kelas kontrol x =64,1. Hal ini
2,2pada item pernyataan No. 3. menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar
Mencermati perolehan skor rerata pada matematika pada kelas eksperimen dan
masing-masing pernyataan tersebut kelas kontrol berbeda. Hasil analisis data
menunjukkan pada kategori berkisar diperoleh rata-rata hasil belajar
antara sangat positif dan positif. matematika yang dibelajarkan dengan
Berdasarkan nilai rerata keseluruhan model pembelajaran kooperatif tipe PT
diperoleh bahwa skor rerata sebesar3,3. lebih tinggi daripada model pembelajaran
Hal ini menunjukkan respon siswa konvensional. Berdasarkan pengujian
terhadap aktivitas pembelajaran dalam hipotesis menggunakan uji t pada taraf
kategori sangat positif. signifikan  = 0,05 diperoleh t hitung = 3,8
Berdasarkan hasil penelitian yang dan t tabel = 2,1. Hasil ini berakibat t hitung >
telah dikemukakan, maka ada 2 (dua) hal t tabel yaitu 3,8>2,1maka diperoleh bahwa
urgen yang dibahas lebih lanjutyaitu: 1) H0 ditolak dan Ha diterima.Disimpulkan
perolehan hasil belajar matematika dan 2) bahwa hasil belajar matematika yang
respon siswa, dipaparkan berikut ini. dibelajarkan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe power of two lebih tinggi
Perolehan hasil belajar matematika daripada model pembelajaran
konvensional. Indikasi ini menunjukkan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|170


bahwa perolehan hasil belajar yang lainnya dapat saling membantu dan
matematikamengalami perubahan. bekerja sama dalam menentukan jawaban
Perubahan tersebut karena yang paling benar untuk soal yang
dibelajarkandengan model pembelajaran diberikan guru matematika.
kooperatif tipe power of two. Implikasi Model pembelajaran kooperatif tipe
perubahan memberikan kontribusi bagi power of two sebagai salah satu tipe yang
kegiatan pembelajaran di kelas sehingga menekankan siswa berperan aktif dalam
perolehan hasil belajar matematika pembelajaran. Penyelesaian masalah
menjadi lebih optimal. Oleh karena itu matematika siswa satu dengan siswa yang
dapat dikatakan bahwa model lain saling bertukar pikiran dimaksudkan
pembelajaran kooperatif tipe power of untuk memberikan kebebasan siswa agar
twomemberi pengaruh terhadap perolehan berkembang dan berani bertanya kepada
hasil belajar matematika. guru. Sanjaya (2006:242) menyatakan
Relevansi perubahan yang lebih bahwa pembelajaran kooperatif lebih
baik tersebut pada perolehan hasil belajar menempatkan siswa sebagai subjek,
matematikadapat dicermati dari ciri menonjolkan interaksi dalam kelompok
khasmodel pembelajaran kooperatif tipe dan membuat siswa menerima siswa yang
power of two. Model pembelajaran ini lain yang berkemampuan berbeda.
menekankan siswa agar belajar aktif dan Kesempatan ini membuat siswa lebih
siap mempelajari matematika yang memahami dan pada akhirnya perolehan
disajikanoleh guru matematika di kelas. hasil belajar matematika siswa menjadi
Guru cenderung bertindak sebagai lebih optimal. Kondisi ini sebagaimana
fasilitator sehingga kegiatan guru dalam kenyataan di sekolah teliti setelah
menjelaskan materi menjadi berkurang. diperoleh data hasil penelitian. Siswa
Tipe power of two ini juga menekankan cenderung dapat menyelesaikan masalah
siswa pada dua fase penting. Pertama, matematika dengan baik dan benar.
siswa berpikir sendiri menyelesaikan Sementara jika kita cermati pada
masalah yang diberikan oleh guru kelas kontrol menunjukkan perolahan hasil
matematika. Hal ini mengakibatkan siswa belajar matematika yang dibelajarkan
menjadi lebih aktif dalam aktivitas dengan model pembelajaran konvensional
pembelajaran dan siswa dapat berbeda hasilnya yang dibelajarkan
mengeksplorasi pemahaman matematika dengan model pembelajaran kooperatif
mereka sendiri. Kedua, guru memberi tipe power of two. Hasil analisis data
pasangan pada siswa untuk memadukan penelitian menunjukkan bahwa model
jawaban penyelesaian masalah dari pembelajaran konvensional tidak sebaik
masing-masing siswa. Siswa dapat dari model pembelajaran kooperatif tipe
bertukar pikiran, berkolaborasi dan power of two. Sudah menjadi
bersinergis dengan pasangannya masing- kelazimanbahwaselama ini model
masing. Strategi ini memiliki prinsip pembelajaran konvensional lebih sering
bahwa berpikir berdua jauh lebih baik digunakan dalam membelajarkan
daripada berpikir sendiri. Perlakuan ini matematika.Model tersebut lebih
dimaksudkan untuk penguatan dari menekankan pada penyampaian informasi
jawaban masing-masing siswa. Jadi yang siap jadi. Metode yang digunakan
diantara siswa yang satu dengan siswa adalah metode ceramah. Karena

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|171


menggunakan metode ceramah, maka power of two menunjukkan bahwa siswa
kedudukan guru lebih banyak aktif menyukai proses pembelajaran seperti itu.
sehingga menjadi pusat perhatian di kelas. Hasil data respon siswa yang
Suasana pembelajaranlebih membuat guru sedemikian rupa menunjukkan model
mudah mengontrol keadaan kelas dan pembelajaran kooperatif tipe power of
lebih siap memberikan informasi materi twomemberikan makna tersendiri
matematika. Guru memberikan contoh- untukperolehan hasil belajar matematika
contoh matematika prosedural yang baku yang optimal. Siswa tertarik dibelajarkan
dan harus diikuti sebagaimana mestinya. dengan model pembelajaran power of
Bahan ajar matematika sudah dalam twokarenamemberikan dampak positif bagi
bentuk jadi dan telah disiapkan oleh guru perolehan hasil belajar matematikanya.
sebelumnya. Siswa mempelajarinyasesuai Respon siswa merupakan penyataan sikap
prosedur yang ditetapkan secara sistematis siswa dalam kegiatan pembelajaran
dan teratur. Siswa belajar secara individual matematika di kelas. Respon siswa ini
dan kesempatan untuk bertanya jawab memberikan gambaran terhadap sajian
dengan guru lebih banyak satu arah dan pembelajaran matematika di kelas dalam
jarang menggunakan dua arah bahkan kondisi menyenangkan atau sebaliknya.
banyak arah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Hasil temuan penelitian dapat respon siswa yang dibelajarkan melalui
dicermati bahwa dua kelas perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe power
dengan model pembelajaran yang berbeda of twomemiliki pengaruh positif terhadap
ternyata memberikan hasil belajar perolehan hasil belajar matematika. Hal ini
matematika yang berbeda pula. Faktor dicermati dari hasil sebaran angket respon
model pembelajaran memberikan diperoleh skor rata-rata 3,3 yang termasuk
kontribusi terhadap potensi perolehan kategori sangat positif. Artinya bahwa
hasil belajar matematika.Oleh karena itu banyak siswa merasa gembira dan
guru matematika perlu memperhatikan menyenangkan ketika belajar matematika
dengan seksama agar ketepatan dan dibelajarkan dengan model pembelajaran
kesesuaian perolehan hasil belajar kooperatif tipe power of two.
matematika lebih optimal dengan model
pembelajaran tertentu yang menekankan SIMPULAN DAN SARAN
pelibatan siswa dalam belajarnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat
Respon Siswa disimpulkan bahwa: 1) hasil belajar
Hasil analisis deskriptif pada angket matematikayang dibelajarkan dengan
respon siswa sebanyak 10 (sepuluh) model pembelajaran kooperatif tipe power
pertanyaan atau pernyataan yang of two lebih tinggi daripada dibelajarkan
diberikan diperoleh bahwa respon siswa dengan model pembelajaran konvensional,
mayoritasnya dengan skor rata-rata 3,3 didasarkan hasil uji t diperoleh bahwa
yang termasuk kategori sangat positif. 𝑡ℎ 𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,8 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,1, dan 2) respon
Respon siswa untuk setiap pernyataan siswa terhadap aktivitas pembelajaran
berkisar antara sangat positif dan positif. dalam kategori sangat positif dengan skor
Respon siswa berkaitan dengan perolehan rata-rata 3,3. Disarankan bahwa untuk
hasil belajar matematika yang dibelajarkan mengoptimalkan perolehan hasil belajar
melaluimodel pembelajaran kooperatif tipe matematika perlu dikemukakan beberapa

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|172


saran yaitu: 1) diharapkan setiap guru matematika yang berbeda dan 2) bagi
matematika agar dapat menggunakan peneliti lainnya yang ingin riset dapat
model pembelajaran kooperatif tipepower memvariasikan model
of two, agar pelibatan siswa dalam pembelajarankooperatif tipepower of
berkolaborasi dan bersinergis twodengan memanfaatkan komponen
menyelesaikan masalah belajar lain.
matematikasemakin optimal pada materi

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|173


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Jumalia., Rizal, Yusmet., &Lukman, Nurhayati. (2012).Strategi Pembelajaran Aktif The
Power Of Two dan Kemampuan Komunikasi Matematika. Jurnal Pendidikan
Matematika Part 2, 1(1), 6-11.
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/pmat/article/view/1146

Alsa, Asmadi. (2011). Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian
Psikologi. Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Pelajar.

Borg, Walter R.,& Gall, Meredith D. (1983). Educational Research An Introduction, Fourth
Edition. New York, USA: Longman Inc.

Fitriady, Eddy. (2016). Pendidikan di Aceh Peringkat 32 Nasional, Puluhan Mahasiswa Demo.
[online]. Tersedia: http://aceh.tribunnews.com/2016/05/02/pendidikan-aceh-
peringkat-32-nasional-puluhan-massa-demo

Hossain, Anowar.,& Tarmizi, Rohani Ahmad. (2013). Effects of Cooperative Learning on


Students’ Achievement and Attitudes in Secondary Mathematics. Procedia - Social
and Behavioral Sciences 93, pp. 473 – 477. Presented at 3rd World Conference on
Learning, Teaching and Educational Leadership.
https:// doi: 10.1016/j.sbspro.2013.09.222

Hudojo, Herman. (1990). Strategi Belajar Mengajar Matematika, Cetakan II. Malang: IKIP
Malang.

Johar, Rahmah dkk. (2006).Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Johnsen, Scott. (2009). Improving Achievement and Attitude Through Cooperative Learning in
Math Class. Action Research Projects. [online]. Tersedia:
http://digitalcommons.unl.edu/mathmidactionresearch/64

Lestari, Karunia Eka & Yudhanegara, Mokhammad Ridwan. (2017). Penelitian Pendidikan
Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Nahartyo, Ertambang. (2012). Desain dan Implementasi Riset Eksperimen. Yogyakarta: UUP
STIM YKPN.

Nuralam. 2012. Menyelesaikan Soal Cerita Lingkaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD di SMP Muhammadiyah Banda Aceh. Jurnal Kompetensi Vol. 6, No. 1, pp. 1-15.

Nuralam. 2015. Kualitas Hasil Belajar pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Media Kartu di MTs Muhammadiyah Banda
Aceh. Jurnal Pedagogik: Jurnal Ilmiah FITK Univ. Muhammadiyah Aceh Vol. 2, No.
1, pp. 27-36. [online]. Tersedia: http://ejournal.unmuha.ac.id/index.php/pedagogik.

Nuralam. (2017). Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Materi Bola Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT dengan APS di SMP Muhammadiyah Banda Aceh. Numeracy: Jurnal
Ilmiah Pendidikan Matematika STKIP Bina Bangsa Getsempena. Vol. 4, No. 2, pp. 80-

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|174


89. [online]. Tersedia:
http://numeracy.stkipgetsempena.ac.id/home/article/view/55/50

Pons, Rosa-María., Prieto, María D., Lomeli, Clotilde., Bermejo, María R., &Bulut, Sefa.
(2014). Cooperative Learning in Mathematics: A Study on The Effects of The Parameter of
Equality on Academic Performance. Anales de psicología. Vol. 30, No. 3, pp. 832-840.
[online]. Tersedia: http://dx.doi.org/10.6018/analesps.30.3.201231

Poore, Shelley. (2008). Cooperative Learning in Relation to Problem Solving in the Mathematics
Classroom. Action Research Projects. [online]. Tersedia:
http://digitalcommons.unl.edu/mathmidactionresearch/44

Sarnapi. (2016). Peringkat Pendidikan Indonesia masih Rendah. [online]. Tersedia:


http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2016/06/18/peringkat-pendidikan-
indonesia-masih-rendah

Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Schunk, Dale H. (2012). Learning Theories an Educational Perspective, Edisi Keenam,
Penterjemah Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Setiadi, Hari dkk. (2011). Kemampuan Matematis Siswa SMP Indonesia. [online]. Tersedia:
http://litbang.kemdikbud.go.id

Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi.

Sudjana. (2005). Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi
Aksara.

Trianto. (2012). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta; Prenada Media


Grup.

Wati, Fatma.,& Rivilla, Sessy Rewetty. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Pada
Mata Pelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum 2013 di Kelas VII SMPN 13
Banjarmasin. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 2, No 2, pp. 83-
102http://doi: 10.18592/jpm.v2i2.1176

Yusniati, Yusi., Novaliyosi, &Iskandar, Khairida. (2017). Perbandingan Kemampuan


Pemahaman Konsep dan Motivasi Belajar Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe The Power Of Two dan Make A Match. Jurnal Penelitian dan
Pembelajaran Matematika. Vol. 10, No.1, pp. 52-59. [online]. Tersedia:
http://dx.doi.org/10.30870/jppm.v10i1.1197

Zaini, Hisyam dkk. (2002). Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018|175


ANALISIS RESPON SISWA DAN GURU TERHADAP PENGGUNAAN
MULTIMEDIA INTERAKTIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Siti Hadijah
STKIP Bumi Persada Lhokseumawe

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalis bagaimana respon siswa kelas XI dan respon
guru Matematika di MAN 2 Model medan terhadap penggunaan Multimedia Interaktif
dalam proses pembelajaran matematika. Ada sebanyak 150 orang siswa dan 8 orang guru
matematika disekolah tersebut yang menjadi sampel penelitian. Dalam penelitian ini ada
dua permasalahan yang diselidiki yaitu bagaimana respon siswa terhadap penggunaan
Multimedia Interaktif di dalam proses pembelajaran matematika dan bagaimana respon
guru terhadap penggunaan Multimedia Interaktif di dalam proses pembelajaran
matematika. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data angket respon siswa dan
data angket respon guru. Data tersebut dianalisis menggunakan metode deskriptif analitis
untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang terdapat pada penelitian. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui 88% siswa memberikan respon positif terhadap penggunaan
multimedia interaktif di dalam proses pembelajaran matematika. Dan sebanyak 75% guru
memberikan respon positif terhadap penggunaan multimedia interaktif di dalam proses
pembelajaran matematika dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
menggunakan multimedia interaktif lebih aktif dan terasa menyenangkan bagi siswa
maupun guru.

Kata Kunci: multimedia interaktif, respon siswa, respon guru, pembelajaran matematika, deskriptif
analitis, MAN 2 Model, Medan

Abstract
This study aims to analyze how the response class XI student and teacher responses Mathematics at
MAN 2 Model field on the use of Interactive Multimedia in the learning process of mathematics.
There are as many as 150 students and eight teachers to the school mathematics that the research
samples. In this study, there are two issues being investigated is how the students' response to the use
of Interactive Multimedia in the learning process of mathematics and how the response of teachers to
use the Interactive Multimedia in the learning process of mathematics. The data obtained in this
study a student questionnaire responses of data and data questionnaire responses of teachers. The data
were analyzed using descriptive analytical method for the answers to the problems found in the study.
Based on the survey results revealed 88% of students responded positively to the use of interactive
multimedia in the learning process of mathematics. And as much as 75% of teachers responded
positively to the use of interactive multimedia in the learning process because the math lesson
activities using interactive multimedia more active and feels good for both students and teachers.

Keywords: interactive multimedia, students response, teacher responses, learning mathematics,


descriptive analysis, MAN 2 Model, Medan.

PENDAHULUAN tersebut dalam proses pembelajaran abad


Dalam rangka meningkatkan ini terdapat dua tantangan yang harus
pembangunan nasional guru berperan dihadapi guru, tantangan yang pertama
sebagai barisan paling depan dalam datang dari adanya perubahan persepsi
rangka mencetak sumber daya manusia tentang belajar itu sendiri dan tantangan
yang berkualitas. Berkaitan dengan hal yang kedua datang dari adanya teknologi

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 176


informasi dan telekomunikasi yang pembelajaran tidak lepas dari teori belajar
memperlihatkan perkembangan yang luar dan teori lain yang mendukungnya.
biasa sehingga abad ini dikenal dengan Menurut Thompson & Simonson [6]
abad teknologi [1]. Untuk menghadapi terdapat tiga teori belajar yang
tantangan tersebut guru membutuhkan mendukung penggunaan
bantuan media pembelajaran sebagai computer/multimedia dalam
penyampai/penyalur informasi pada pembelajaran. Ketiga teori tersebut adalah
proses pembelajaran guna memaksimalkan teori bahavioristik, teori sistem, dan teori
tujuan pembelajaran. Media pembelajaran kognitif. Heinich [7] mengemukakan
memiliki kontribusi dalam meningkatkan bahwa penggunaan media dan teknologi
mutu dan kualitas pembelajaran. dalam belajar didasarkan pada teori
Kehadiran media pembelajaran tidak saja behavioristik, teori kognitif, teori
membantu pengajar dalam menyampaikan konstruktivisme, dan teori belajar sosial.
materi ajarnya, tetapi memberikan nilai Penggunaan multimedia interaktif dalam
tambah pada kegiatan pembelajaran. Hal proses pembelajaran merupakan tuntutan
ini berlaku bagi segala jenis media, baik bagi pembelajaran abad-21, hal ini
yang canggih dan mahal, ataupun media disebabkan perkembangan teknologi
pembelajaran yang sederhana dan murah informasi yang semakin pesat menuntut
[2]. Berkaitan dengan perkembangan dunia pendidikan untuk selalu
teknologi maka media pembelajaran yang menyesuaikan diri [8]. guru dituntut untuk
ada juga mengalami perkembangan. mampu menciptakan pembelajaran kreatif
Banyak media yang dikembangkan dengan dan inovatif yang terintegrasi. Dalam
menggunakan bantuan teknologi. Salah kerangka kompetensi abad 21 dijelaskan
satu media yang berkembang dikenal bahwa pengetahuan melalui core subjects
dengan istilah multimedia. Menurut saja tidak cukup, harus dilengkapi dengan
Munadi [3] “Multimedia pembelajaran berkemampuan kreatif, kritis, berkarakter
adalah media yang mampu melibatkan kuat (bertanggung jawab, sosial, toleran,
banyak indera dan organ tubuh selama produktif, adaptif), disamping itu
proses pembelajaran berlangsung”. Arsyad didukung dengan kemampuan
[4] mengemukakan “multimedia dapat memanfaatkan informasi dan komunikasi
berupa kombinasi antara teks, grafik, dengan indikatornya adalah melek
animasi, suara dan video”. Smaldino dkk informasi, melek media, dan melek TIK [8].
[5] menyatakan bahwa: “Multimedia Dari pihak pemerintah, Indonesia
systems may consist of traditional media in berkomitmen melakukan perubahan
combination or they may in-corporate the terkait pemanfaatan teknologi dalam dunia
computer as a display device for text, pictu res, pendidikan. Satu pembaruan yang paling
graphics, sound, and video. The term mencolok adalah mulai diterapkannya
multimedia goes back to the 1950s and mata pelajaran TIK mulai tingkat SD
describes early attempts to combine various diawal tahun 2004. Penerapan ini
still and motion media for heightened bertujuan menyiapkan siswa agar dapat
educational effect”. Multimedia interaktif terlibat pada perubahan yang pesat dalam
merupakan salah satu pengaplikasian perkembangan teknologi informasi [9].
teknologi dalam pembelajaran. Munculnya Langkah ini semakin diperkuat dengan
pengembangan multimedia dalam rencana penerapan Kurikulum 2013

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 177


dimana mata pelajaran TIK akan antara lain dirinya sendiri sebagai seorang
diintegrasikan ke dalam semua mata guru, peserta didik, media, metode,
pelajaran [10]. Artinya bahwa setiap guru sarana/prasarana dan lainnya yang
harus mampu mengoperasikan ICT dan terutama dalam hal ini yaitu pemanfaatan
mengoptimalkan ICT sebagai teknologi sebagai media pembelajaran
media/sarana yang dapat memperkaya untuk dapat mencapai tujuan
materi pengajaran. Terkait dengan itu, pembelajaran. Dikarenakan tuntukan
Badan Standar Nasional Pendidikan tersebut maka guru harus memiliki
(BSNP) sebagaimana dimuat dalam keterampilan dan kemampuan dalam
Paradigma Pendidikan Nasional di Abad- menggunakan dan mengembangkan
21, mengemukakan, paradigma multimedia sebagai media dalam
pendidikan yang demokratis, bernuansa pembelajaran. Beberapa penelitian
permainan, penuh keterbukaan, menunjukkan proses pembelajaran yang
menantang, melatih rasa tanggung jawab, menggunakan multimedia interaktif
akan merangsang anak didik untuk datang memberikan hasil belajar yang lebih baik.
ke sekolah atau ke kampus karena Seperti penelitian yang dilakukan oleh
senang, bukan karena terpaksa [11]. Milovanovic, dkk (2013) dengan judul
Dengan mengambil dasar dari Application Of Interactive Multimedia Tools In
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Teaching Mathematics – Examples Of Lessons
mengenai Standar Kualifikasi Akademik From Geometry memberikan temuan hasil
dan Kompetensi Guru yang merupakan berupa dalam kelompok siswa yang diajar
salah satu dari Standar Pendidik dan menggunakan multimedia menunjukkan
Tenaga Kependidikan. Standar tersebut pengetahuan baik secara teoritis, praktis
memuat daftar kompetensi pedagogik, dan visual yang lebih baik, dibandingkan
kepribadian, profesional dan sosial yang kelas yang tidak diajar menggunakan
terintegrasi dalam kinerja guru. Dalam multimedia. Selain itu, survei yang
daftar kompetensi tersebut, kompetensi dilakukan pada akhir penelitian jelas
memanfaatkan TIK terdaftar dalam menunjukkan bahwa siswa dari kelompok
kompetensi pedagogik dan kompetensi yang diajar menggunakan multimedia
profesional untuk semua kelompok guru sangat tertarik dengan cara belajar seperti
(Guru PAUD/TK/RA, Guru Kelas SD/MI, ini [12]. Selanjutnya penelitian yang
Guru Mata Pelajaran). Permendiknas dilakukan oleh Ogochukwu, (2010) dengan
tersebut didukung oleh kebijakan judul Enhancing students interest in
pemerintah dengan keluarnya Kepres No mathematics via multimedia presentation,
50/2000 tentang Pengadaan Tim Kordinasi hasil dari survei yang dilakukan
Telematika. Tim ini berperan pada menunjukkan bahwa presentasi
pemanfaatan ICT di berbagai aspek menggunakan multimedia dapat
kehidupan, termasuk guru sebagai meningkatkan pemahaman, antusiasme
pendidik untuk mampu menggunakan siswa didalam kelas. Meningkatkan
teknologi komputer pada saat mengajar. kehadiran dan kepuasan siswa dalam
Tenaga pendidik Indonesia diharapakan proses pembelajaran [13]. Bila dilihat dari
mampu mengelola, mendesain, hasil belajar yang diperoleh siswa dalam
memanfaatkan, dan mengembangkan penelitian terdahulu, didapat kesimpulan
semua komponen dalam pembelajaran, bahwa hasil belajar siswa setelah

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 178


menggunakan media pembelajaran HASIL PENELITIAN DAN
berbasis multimedia interaktif yang telah PEMBAHASAN
dikembangkan adalah lebih baik. Dari Data yang diperoleh dalam
penjelasan tersebut maka penggunaan penelitian ini berasal dari lembar jawaban
multimedia interkatif dalam proses angket respon guru dan angket respon
pembelajaran harusnya menjadi sebuah siswa terhadap penggunaan multimedia
aspek yang tidak boleh di anggap remeh. didalam proses pembelajaran. Kedua
Namun permasalahan yang muncul angket disusun berdasarkan indikator
dilapangan adalah bagaimana kesiapan yang telah ditetapkan. Adapun indikator
sekolah baik sarana maupun prasarana angket respon guru adalah sebagai berikut:
pendukung yang dapat digunakan dalam 1) Media dapat mengatasi keterbatasan
menerapkan pembelajaran menggunaan pengalaman yang dimiliki siswa
multimedia. Lebih spesifik lagi bagaimana 2) Media dapat mengatasi batas ruang
respon dan kesiapan baik dari pihak guru kelas
itu sendiri maupun dari pihak siswa dalam 3) Media dapat memungkinkan
mengikuti pembelajaran menggunakan terjadinya interaksi langsung antara
multimedia interaktif. Penelitian ini peserta dan lingkungannya
diharapkan mampu menjawab pertanyaan 4) Media dapat menambahkan konsep
bagaimana respon dan kesiapan guru dasar yang benar, nyata dan tepat
maupun siswa menggunakan multimedia 5) Media dapat mengontrol kecepatan
interaktif di dalam proses pembelajaran. belajar siswa
6) Media dapat memberikan pengalaman
METODE PENELITIAN yang menyeluruh dari hal-hal yang
Penelitian yang dilakukan adalah kongkret sampai yang abstrak
penelitian deskriptif yaitu penelitian yang Sedangkan aspek respon siswa
bertujuan untuk menggambarkan suatu disusun dengan indikator sebagai berikut :
variabel mandiri baik hanya satu variabel 1) Aspek Kualitas Isi
atau lebih. Jadi peneliti tidak membuat 2) Aspek Rasa Senang
perbandingan variabel tersebut pada 3) Aspek Evaluasi
sampel yang lain, atau mencari hubungan 4) Aspek Tata Bahasa
antar variabel. Penelitian dilakukan untuk 5) Aspek Penggunaan Ilustrasi
mengetahui bagaimana respon guru dan Hasil penelitian menunjukkan
siswa terhadap penggunaan multimedia untuk angket respon guru sebanyak 78%
interaktif dalam proses pembelajaran guru memberikan respon positif terhadap
matematika. Penelitian dilakukan di Kelas indikator media dapat mengatasi
XI MAN 2 Model Medan dengan sampel keterbatasan pengalaman yang dimiliki
penelitian sebanyak 125 siswa kelas XI siswa, 74% memberikan respon positif
MAN 2 Model Medan tahun ajaran terhadap indikator media dapat mengatasi
2016/2017. Data yang dianalasis adalah batas ruang kelas, sebanyak 76% guru
angket respon siswa dan angket respon memberikan respon positif terhadap
guru. Setelah data terkumpul, dilakukan indikator media dapat memungkinkan
pengolahan data. Kemudian dilakukan terjadinya interaksi langsung antara
analisis data secara deskriftif analitis untuk peserta dan lingkungannya, sebanyak 72%
menjawab pertanyaan penelitian. guru memberikan respon positif terhadap

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 179


indikator media dapat menambahkan memberikan respon positif terhadap
konsep dasar yang benar, nyata dan tepat, indikator Aspek Rasa Senang terhadap
sebanyak 75% guru memberikan respon penggunaan multimedia dalam proses
positif terhadap indikator media dapat pembelajaran matematika, sebanyak 89%
mengontrol kecepatan belajar siswa. Dan siswa memberikan respon positif terhadap
sebanyak 75% guru memberikan respon indikator Aspek Evaluasi yang terdapat
positif terhadap indikator Media dapat pada multimedia, dan sebanyak 89% siswa
memberikan pengalaman yang memberikan respon positif terhadap
menyeluruh dari hal-hal yang kongkret indikator Aspek Tata Bahasa, dan
sampai yang abstrak. Dapat disimpulkan sebanyak 88% siswa memberikan respon
secara keseluruhan aspek yang diukur positif terhadap indikator Aspek
sebanyak 75% guru memberikan respos Penggunaan Ilustrasi yang terdapat pada
positif terhadap penggunaan multimedia multimedia yang digunakan dalam proses
sebagai media dalam proses pembelajaran pembelajaran. Secara keseluruhan respon
matematikan. Untuk angket respon siswa positif yang diberikan siswa terhadap
sebanyak 84% siswa memberikan respon pembelajaran menggunakan multimedia
positif terhadap indikator Aspek Kualitas adalah sebesar 88%. Hasil penelitian secara
Isi multimedia, sebanyak 90% siswa ringkas dirangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Persentase Angket Respon Guru Dan Angket Respon Siswa


Angket Respon Guru Angket Respon Siswa
Indikator Angket Respon Guru Persentase Indikator Persentase Respon
Respon Positif Angket Respon Positif Siswa
Guru terhadap Siswa terhadap
Penggunaan Penggunaan
Multimedia Multimedia
Media dapat mengatasi 78% Aspek Kualitas 84%
keterbatasan pengalaman yang Isi
dimiliki siswa
Media dapat mengatasi batas 74% Aspek Rasa 90%
ruang kelas Senang
Media dapat memungkinkan 76% Aspek Evaluasi 89%
terjadinya interaksi langsung
antara peserta dan
lingkungannya
Media dapat menambahkan 72% Aspek Tata 89%
konsep dasar yang benar, nyata Bahasa
dan tepat
Media dapat mengontrol 75% Aspek 88%
kecepatan belajar siswa Penggunaan
Ilustrasi

Media dapat memberikan 75%


pengalaman yang menyeluruh
dari hal-hal yang kongkret
sampai yang abstrak
Rata – Rata 75% 88%

Pembahasan dari sisi respon guru maupun siswa,


Dari hasil penelitian jika dilihat diketahui bahwa baik guru maupun siswa

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 180


sangat mengapresiasi dan sangat senang ingin dicapai terlalu banyak. Sehingga
terhadap pembelajaran yang dilakukan sebagian besar guru hanya fokus pada
dengan menggunakan bantuan pencapaian target belajar..
multimedia. Hal ini diketahui dari respon 8) Ketidaksiapan siswa belajar
positif yang mereka berikan pada setiap menggunakan bantuan multimedia
indikator yang terdapat pada lembar Kendala tersebut yang menjadi
angket yang disediakan. Namun jika momok tersendiri bagi guru, dan
diteliti lebih dalam, respon positif yang mengganggu kesiapan guru menerapkan
mereka berikan tidak berbanding lurus pembelajaran menggunakan multimedia
dengan faktor pendukung lainnya. Mereka interaktif. Hasil dan temuan penelitian ini
sangat mendukung tuntutan yang sesuai dengan hasil penelitian yang
diberikan pemerintah dan 21st Century dilakukan oleh beberapa peneliti di negara
Skills untuk menerapkan pembelajaran berkembang. Bila dibandingkan dengan
berbasis teknologi, tetapi meskipun penelitian sejenis dibeberapa negara
demikian fakta yang terjadi dilapangan berkembang seperti penelitian yang
tuntutan tidak sepenuhnya dapat dilakukan oleh Hassan dkk, menyatakan
dilaksanakan dengan baik dan maksimal bahwa penggunaan ICT (multimedia)
oleh guru. Saat penelitian ditemukan didalam pembelajaran meningkatkan
beberapa faktor yang menjadi penghambat ketertarikan siswa terhadap materi
keterlaksanaan penggunaan multimedia pembelajaran serta memberikan hasil
dalam proses pembelajaran matematika belajar yang lebih baik daripada
disekolah sebagai berikut : pembelajaran sebelumnya [14], selanjutnya
1) Kurangnya ketersedian sarana dan penelitian yang dilakukan oleh Khan
prasarana pendukung penggunaan memberikan temuan bahwa pengenalan
multimedia, seperti komputer, listrik, ICT di dalam proses pembelajaran di
dan ruangan kelas. negara – negara berkembang seperti
2) Kurangnya kemampuan guru dalam Bangladesh sangat di sambut antusias oleh
mengembangkan multimedia interaktif pelaku-pelaku pendidikan seperti guru,
3) Kurangnya ketersediaan multimedia orang tua maupun siswa. Hanya saja
interaktif yang sesuai dengan topik masih ditemukan kendala didalam
yang akan dipelajari. penerapannya seperti kurangnya sarana
4) Kurangnya pelatihan untuk guru dari dan prasarana maupun keterampilan dari
pemerintah yang berkaitan sumber daya manusia yang dimiliki [15].
penggunaan multimedia dalam proses
pembelajaran SIMPULAN
5) Kurangnya ketersediaan waktu yang Berdasarkan hasil penelitian
dimiliki oleh guru untuk diperoleh hasil persentase Respon guru
mengembangkan sendiri multimedia Terhadap Penggunaan Multimedia
yang sesuai Interaktif dalam Proses Pembelajaran
6) Kurangnya kemampuan guru dalam Matematika adalah sebesar 75 %. Jika
mengembangkan dan memanfaatkan dinilai dari masing – masing indikator 78%
multimedia didalam proses guru memberikan respon positif terhadap
pembelajaran. indikator media dapat mengatasi
7) Tuntutan tujuan pembelajaran yang keterbatasan pengalaman yang dimiliki

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 181


siswa, 74% memberikan respon positif sebanyak 89% siswa memberikan respon
terhadap indikator media dapat mengatasi positif terhadap indikator Aspek Evaluasi
batas ruang kelas, sebanyak 76% guru yang terdapat pada multimedia, dan
memberikan respon positif terhadap sebanyak 89% siswa memberikan respon
indikator media dapat memungkinkan positif terhadap indikator Aspek Tata
terjadinya interaksi langsung antara Bahasa, dan sebanyak 88% siswa
peserta dan lingkungannya, sebanyak 72% memberikan respon positif terhadap
guru memberikan respon positif terhadap indikator Aspek Penggunaan Ilustrasi
indikator media dapat menambahkan yang terdapat pada multimedia yang
konsep dasar yang benar, nyata dan tepat, digunakan dalam proses pembelajaran.
sebanyak 75% guru memberikan respon Secara keseluruhan respon positif yang
positif terhadap indikator media dapat diberikan siswa terhadap pembelajaran
mengontrol kecepatan belajar siswa. Dan menggunakan multimedia adalah sebesar
sebanyak 75% guru memberikan respon 88%.
positif terhadap indikator Media dapat Berdasarkan hasil persentase tersebut
memberikan pengalaman yang maka jika dilihat dari sisi respon guru
menyeluruh dari hal-hal yang kongkret maupun siswa, diketahui bahwa baik guru
sampai yang abstrak. maupun siswa sangat mengapresiasi dan
Untuk angket respon siswa sebanyak 84% sangat senang terhadap pembelajaran yang
siswa memberikan respon positif terhadap dilakukan dengan menggunakan bantuan
indikator Aspek Kualitas Isi multimedia, multimedia.
sebanyak 90% siswa memberikan respon
positif terhadap indikator Aspek Rasa
Senang terhadap penggunaan multimedia
dalam proses pembelajaran matematika,

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 182


DAFTAR PUSTAKA

Daniel J. 2012. ICT dan Pembelajaran (Kurikulum untuk Sekolah dan Program Pengembangan Guru),
terjemahan dari Information and Communication Technology in Education (A Curriculum
for Schoolsand Programme of Teacher Development). Jakarta : Referensi.

Kustandi, C. 2011. Media Pembelajaran Manual dan Digital. Bogor : Ghalia Indonesia.

Munadi, Y. 2008. Media Pembelajaran, Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press.

Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali.

Smaldino, E.S, dkk. 2008. Instrucional Technology and Media For Learning. New Jersey:
Upper Saddle River.

Simonson, M.R. dan Thompson, A. 1994. Educational Computing Foundations (2Nd ed).
Columbus, On: Meril.

Heinich, R., et. al. 1996. Instructional Media and Technologies for Learning. New Jersey:
Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Alabi, A.T., Issa, A. O., Oyekunle, R. A. The Use of Computer Based Testing Method for the
Conduct of Examinations at the University of Ilorin. International Journal of
Learning and Development. Vol. 2, No. 3 (2012): 68-80

Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan. 2003. Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi SD&MI. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta:


Kemdikbud.

BSNP. 2010. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang


Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta : BSNP.

Milovanovic, M. Dkk. 2013. Application Of Interactive Multimedia Tools In Teaching


Mathematics – Examples Of Lessons From Geometry. Tojet: The Turkish Online Journal of
Educational Technology – January 2013, volume 12 Issue 1

Ogochukwu, N.V. 2010. Enhancing students interest in mathematics via multimedia presentation.
African Journal of Mathematics and Computer Science Research Vol. 3(7), pp. 107-113.

Hassan, Taimur-ul dan Sajid, Abdur Rahim. 2013. ICTs in learning: Problems faced by
Pakistan. Journal of Research and Reflections in Education, Vol.7, No.1 (Juni 2013): 52
-64

Khan, Md. Shahadat Hossain. Barriers To The Introduction Of Ict Into Education In
Developing Countries: The Example Of Bangladesh. International Journal of
Instruction. Vol.5, No.2 (July 2012): 61-79.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 183


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI
BANGUN RUANG DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI
GEOGEBRA DI SMP NEGERI 1 MILA

Junaidi
Universitas Jabal Ghafur Sigli
email: Junaidi_ung@yahoo.com

Abstrak
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan menggunakan
aplikasi Geogebra dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kubus dan balok di
kelas VIII SMP Negeri 1 Mila. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP
Negeri 1 Mila kelas VIII Tahun Ajaran 2017/2018 yang terdiri dari lima kelas dengan jumlah
125 siswa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposif sampling.
Sampel dalam penelitian ini kelas VIII-A dan kelas VIII-C. Kelas VIII-A dengan jumlah siswa
sebanyak 25 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-C dengan jumlah siswa
sebanyak 25 siswa sebagai kelas kontrol. Kelas kontrol merupakan kelas dengan proses
belajar mengajarnya tanpa menggunakan aplikasi Geogebra (proses belajar mengajarnya
seperti biasa), sedangkan kelas ekeperimen merupakan kelas dengan proses belajar
mengajarnya menggunakan Aplikasi Geogebra Untuk memperoleh data dalam penelitian ini
menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk soal tes, yang terdiri dari lima butir soal
essay. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan statistik yang
sesuai. Karena data merupakan data yang berdistribusi normal dan homogen, maka untuk
melihat hasil belajar siswa dapat digunakan uji-t. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
thitung = 2,41 dan pada taraf signifikasi α=0,05 maka dari tabel distribusi t didapat 𝑡1−0,025 =
𝑡(0,97)(48) = 2,01 terlihat bahwa t hitung tidak berada antara −𝑡1−1/2𝛼 < 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡1−1/2𝛼 .
Akibatnya hipotesis nihil (H0) di tolak, dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar
siswa di SMP Negeri 1 Mila yang diajarkan dengan menggunakan Aplikasi Geogebra
berbeda dengan hasil belajar selain mengggunakan Aplikasi Geogebra.

Kata Kunci : hasil belajar, kubus dan balok, aplikasi geogebra

Abstract
The purpose of this research is to find out whether using Geogebra application can improve student
learning outcomes material cube and beam in class VIII SMP Negeri 1 Mila. The population in this
study were all students of SMP Negeri 1 Mila class VIII Academic Year 2017/2018 which consisted
of five classes with 125 students. Sampling in this study uses purposive sampling technique. The
sample in this study was class VIII-A and class VIII-C. Class VIII-A with 25 students as an
experimental class and VIII-C class with 25 students as a control class. The control class is a class
with the teaching and learning process without using the Geogebra application (teaching and learning
process as usual), while the experimental class is a class with the teaching and learning process using
the Geogebra Application. To obtain data in this study using research instruments in the form of test
questions, consisting of essay item. The collected data is then analyzed using appropriate statistics.
Because data that is normally distributed and homogeneous, t-test can be used to see student learning
outcomes. The calculation results show that t-test = 2.41 and at the significance level α = 0.05, then
from the distribution table t obtained 𝑡1−0,025 = 𝑡(0,97)(48) = 2,01 it appears that t counts not between
−𝑡1−1/2𝛼 < 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡1−1/2𝛼 . As a result the null hypothesis (H0) is rejected, it can be concluded
that the increase in student learning outcomes in SMP Negeri 1 Mila is taught using the Geogebra
Application in contrast to learning outcomes other than using the Geogebra Application.

Keywords: learning outcomes, cubes and beams, geogebra application

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 184


PENDAHULUAN pembelajaran yang menjembatani
Proses belajar mengajar di sekolah pemikiran siswa. Adapun media
merupakan serangkaian kegiatan yang pembelajaran yang sesuai digunakan pada
dilakukan secara sadar dan terencana. materi bangun ruang adalah aplikasi
Dengan adanya perencanaan yang baik Geogebra.
akan mendukung keberhasilan pengajaran. Pembelajaran matematika
Usaha perencanaan pengajaran khususnya bangun ruang, penggunaan
diupayakan agar peserta didik memiliki aplikasi Geogebra sangat diperlukan karena
kemampuan maksimal. Tujuan dari pembelajaran matematika umumnya
pendidikan adalah sasaran yang akan di didominasi oleh pengenalan rumus-rumus
capai oleh seseorang atau sekelompok dan konsep-konsep secara verbal tanpa
orang dalam melakukan suatu kegiatan. ada perhatian yang cukup terhadap
Berdasarkan pengamatan di pemahaman siswa. seringkali konsep yang
lapangan dan wawancara dengan guru diajarkan disekolah masih merupakan hal
pelajaran matematika di SMP Negeri 1 yang baru bagi siswa.
Mila, penyebab rendahnya hasil belajar Siswa sukar membedakan antara
diantaranya adalah kurangnya minat sisi pada bangun datar dengan sisi pada
belajar siswa dikarenakan dalam penyajian bangun ruang. Maka di sini peneliti
materi pelajaran masih bersifat menggunakan aplikasi Geogebra, agar
konvensional, disamping itu yang tak siswa lebih bisa memahami konsep-konsep
kalah penting adalah peran guru dalam dari materi bangun ruang. untuk
memodifikasi pembelajaran serta mengatasi permasalahan ini, langkah yang
minimnya kreatifitas guru untuk perlu dilaksanakan adalah dengan
menciptakan dan menggunakan media menggunakan aplikasi Geogebra. Melalui
pembelajaran matematika. aplikasi Geogebra tersebut, materi yang
Media yang di terapkan dalam bersifat abstrak dalam pokok bahasan
proses pembelajaran matematika belum bangun ruang dapat menjadi konkret.
digunakan secara maksimal. Hal ini Siswa akan mengetahui dan melihat
terlihat pada pengenalan konsep volume komponen-komponennya. Dengan media
dan luas permukaan bangun ruang yang ini siswa dapat membedakan antara sisi,
pada dasarnya siswa kesulitan untuk rusuk, diagonal dari bangun ruang.
membayangkan dari bentuk gambar ke Sehubungan dengan latar belakang
bentuk yang sebenarnya dan sebaliknya. di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
Kemampuan membayangkan siswa penelitian dengan judul Meningkatkan
umumnya sangat terbatas, sedangkan guru Hasil Belajar Matematika Pada Materi
menghendaki agar siswa dapat menyerap Bangun Ruang Dengan Menggunakan
pelajaran yang disampaikan dengan aplikasi Geogebra di SMP Negeri 1 Mila.
maksimal. Dengan keadaan yang seperti
ini perlu diadakan pembaharuan dengan Hasil Belajar
menggunakan media yang sesuai, tepat, Setelah proses belajar selesai maka
efektif dan efisien untuk menunjang proses akan diperoleh hasil belajar. Hasil belajar
pembelajaran. Maka dalam proses yang diperoleh tergantng pada proses
pembelajaran guru harus menggunakan belajar yang telah berlangsung baik atau
metode-metode atau media-media buruk. Hasil belajar merupakan bukti

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 185


keberhasilan yang telah dicapai oleh Media atau sarana pembelajaran
peserta didik dimana setiap kegiatan dapat diartikan sebagai semua benda yang
belajar dapat menimbulkan suatu menjadi perantara dalam proses
perubahan. Perubahan yang terjadi itu, pembelajaran atau segala sesuatu yang
sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dapat digunakan untuk menyalurkan
telah dilakukan oleh individu. Perubahan bahan pembelajaran sehingga dapat
itu adalah hasil yang telah dicapai dari merangsang perhatian, minat, pikiran, dan
proses belajar. perasaan siswa dalam kegiatan belajar
Hasil belajar menurut Sudjana untuk mencapai tujuan belajar. Pemilihan
(2011:12) adalah, “kemampuan yang dan penggunaan media yang tepat akan
dimiliki siswa setelah ia menerima memberikan peran penting untuk
pengalaman belajarnya”. Hasil belajar memotivasi siswa agar lebih tertarik dalam
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua proses belajar mengajar. Media dapat
faktor utama yaitu faktor dari dalam diri dikelompokkan menurut jenisnya, yakni:
siswa dan faktor yang datang dari luar diri 1. Media auditif, yaitu media yang hanya
siswa. Oleh karena itu, apabila siswa mengandalkan kemampuan suara saja.
mempelajari pengetahuan tentang konsep, 2. Media visual, yaitu media yang hanya
maka kemampuan yang diperoleh adalah mengandalkan indra penglihatan dalam
berupa penguasaan konsep. Proses belajar wujud visual.
dialami oleh siswa menghasilkan 3. Media audiovisual, yaitu media yang
perubahan-perubahan dalam bidang mempunyai unsur suara dan unsur
pengetahuan, dalam bidang gambar. Media ini dibagi menjadi dua,
keterampilan,serta dalam bidang nilai dan yakni:
sikap. Adanya perubahan itu tampak a. Audiovisual diam, menampilkan suara
dalam hasil belajar yang dihasilkan oleh dan visual diam.
siswa terhadap pertanyaan atau persoalan b. Audiovisual gerak, menampilkan
tugas yang diberikan oleh gurunya. unsur suara dan gambar bergerak
Jadi, hasil belajar itu sangat seperti film, video dan VCD.
tergantung pada individu siswa itu sendiri. Muhammad Adri, (2005).
Dengan hasil belajar para guru dapat “Kehadiran komputer yang menghasilkan
mengetahui dan mengukur tingkat software komputer merupakan media
kemajuan yang telah dicapai oleh siswa pembelajaran pilihan untuk mengajarkan
dalam waktu proses belajar tertentu, dan konsep geometri yang bersifat abstrak
guru dapat mengetahui posisi atau menjadi lebih konkrit. Dalam hal ini,
kedudukan seorang siswa dalam software Geogebra menjadi suatu alat bantu
kelompok kelasnya,dapat mengetahui yang memenuhi kebutuhan siswa dan
tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam guru dalam proses belajar mengajar yang
belajar, dan juga dapat mengetahui tingkat termasuk ke dalam jenis media visual”.
daya guna dan hasil guna metode
mengajar yang telah digunakan dalam Aplikasi Geogebra
proses pembelajaran. Geogebra dikembangkan oleh
Markus Hohenwarter pada tahun 2001.
Media Pembelajaran Menurut Hohenwarter (2008), Geogebra
adalah program komputer untuk

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 186


membelajarkan matematika khususnya mendemonstrasikan dan
Geometri. Program Geogebra melengkapi memvisualisasikan konsep-konsep
berbagai program komputer untuk matematika tertentu.
pembelajaran aljabar yang sudah ada, b. Sebagai alat bantu konstruksi
seperti Derive, Maple, MuPad, maupun Dalam hal ini Geogebra
program komputer untuk pembelajaran digunakan untuk memvisualisasikan
geometri, seperti Geometry’s Sketchpad konstruksi konsep matematika tertentu,
atau CABRI. Menurut Hohenwarter misalnya mengkonstruksi lingkaran
(2008), bila program-program komputer dalam maupun lingkaran luar segitiga,
tersebut digunakan secara spesifik untuk atau garis singgung.
pembelajaran aljabar atau geometri c. Sebagai alat bantu proses penemuan
secara terpisah, maka Geogebra dirancang Dalam hal ini Geogebra
untuk pembelajaran geometri dan aljabar. digunakan sebagai alat bantu bagi siswa
Menurut Hohenwarter (2008), program untuk menemukan suatu konsep
Geogebra sangat bermanfaat bagi guru matematis, misalnya tempat kedudukan
maupun siswa. Tidak sebagaimana pada titik-titik pada kubus dan balok.
penggunaan software komersial yang
biasanya hanya bisa dimanfaatkan di Langkah-Langkah Pembelajaran
sekolah, Geogebra dapat diinstal pada Menggunakan Aplikasi Geogebra
komputer pribadi dan dimanfaatkan Langkah-langkah dalam
kapan dan di manapun oleh siswa pembelajaran matematika pada materi
maupun guru. Bagi guru, Geogebra kubus dan balok dengan menggunakan
menawarkan kesempatan yang efektif aplikasi geogebra adalah sebagai berikut:
untuk mengkreasi lingkungan belajar a) Pembukaan
online interaktif yang memungkinkan b) Guru memberitahukan terlebih dahulu
siswa mengeksplorasi berbagai konsep- materi yang akan diajarkan
konsep matematis. Menurut Lavicza c) Guru menyampaikan tujuan
(Hohenwarter, 2010), sejumlah penelitian pembelajaran
menunjukkan bahwa Geogebra dapat d) Guru membahas materi kubus dan
mendorong proses penemuan dan balok dengan menggunakan slide
eksperimentasi siswa di kelas. Fitur-fitur powerpoint hasil dari aplikasi
visualisasinya dapat secara efektif geogebra
membantu siswa dalam mengajukan e) Guru memperjelas bentuk kubus dan
berbagai konjektur matematis. balok dengan menggunakan aplikasi
Menurut Hohenwarter dan Fuchs geogebra
(2004), Geogebra sangat bermanfaat f) Guru memberikan kesempatan kepada
sebagai media pembelajaran matematika siswa untuk bertanya tentang materi
dengan beragam aktivitas sebagai kubus dan balok
berikut: g) Guru memberikan latihan soal kepada
a. Sebagai media demonstrasi dan siswa
visualisasi h) Penutup
Dalam hal ini, dalam
pembelajaran yang bersifat tradisional,
guru memanfaatkan Geogebra untuk

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 187


Keunggulan Belajar Menggunakan sampel yang berdasarkan pada
Aplikasi Geogebra pertimbangan dan tujuan tertentu, serta
Penggunaan Geogebra dalam berdasarkan cirri-ciri atau sifat tertentu
pembelajaran akan membantu siswa dalam yang sudah diketahui sebelumnya.
mengenal konsep dasar dari setiap bangun Sedangkan yang di jadikan sampel dalam
ruang, hal ini dikarenakan lulusan yang penelitian ini adalah dua kelas, yaitu kelas
dihasilkan oleh Geogebra lebih teliti pada VIII A sebagai kelas eksperimen (kelas
setiap konsep bangun ruang, disamping yang di ajarkan menggunakan aplikasi
itu penggunaan Geogebra akan Geogerbra) dengan jumlah siswa 25 orang
menghasilkan lulusan geometri dengan dan kelas VIII C sebagai kelas kontrol (
cepat dan teliti di bandingkan kelas yang di ajarkan tanpa menggunakan
menggambar konvensial. aplikasi Geogebra), dengan jumlah siswa 25
Penggunaan Geogebra memberikan orang dengan demikian jumlah siswa yang
fasilitas animasi dan gerakan manipulasi, di jadikan sampel dalam penelitian ini
program ini dapat membantu siswa sebanyak 50 orang.
memvisualisasi gambar kedalam dunia
nyata. Bangun ruang dengan dimensi 3 Instrumen Penelitian
akan sangat membantu siswa dalam Instrumen penelitian adalah
memahami konsep bangun geometri. Pada peralatan yang dibutuhkan dalam
program Geogebra banyak fitur yang bisa melakukan penelitian, data yang
digunakan untuk kelancaran proses belajar diperlukan dalam penelitian ini
mengajar sehingga guru dan siswa akan dikumpulkan dengan menggunakan
sangat terbantu dengan penggunaan instrumen. Teknik yang digunakan dalam
media Geogebra. instrumen penelitian ini adalah dengan tes,
dimana tes yang diberikan ada dua macam
METODE PENELITIAN yaitu pre test dan post test.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Teknik Pengumpulan Data
Negeri 1 Mila yang beralamat di Jalan Jabal Teknik pengumpulan data pada
Ghafur Kecamatan Mila Kabupaten Pidie. penelitian ini adalah dengan cara
Penelitian ini dilaksanakan pada semester memberikan pre-test terlebih dahulu. Pre-
genap Tahun Pelajaran 2017/2018 tanggal test diberikan untuk mengetahui
27 April s.d. 02 Mei 2018. kemampuan awal siswa sebelum
menerapkan pembelajaran yang
Populasi dan Sampel Penelitian menggunakan aplikasi Geogebra, siswa
Populasi dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian akan
adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Mila mengerjakan soal-soal yang diberikan.
kelas VIII Tahun Ajaran 2017/2018 yang Setelah diberikan pre-test siswa diberikaan
terdiri dari lima kelas dengan jumlah 125 perlakuan (treatment). Siswa kelas
siswa. Dalam penelitian ini pengambilan eksperimen akan diberikan pembelajaran
sampel menggunakan metode Purposif pada materi kubus dan balok dengan
sampling. Menurut Arikunto (2006:38) menggunakan aplikasi geogebra,
menyatakan bahwa “metode purposif sedangkan kelas control diberikan
sampling yaitu suatu cara pengambilan pembelajaran tanpa menggunakan aplikasi

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 188


Geogebra. Setelah dilakukan pembelajaran belajar tanpa menggunakan
penulis memberikan tes akhir (post-test) di aplikasi Geogebra
kelas eksperimen dan juga kelas kontrol. Adapun langkah yang digunakan
Post-test dilakukan untuk mengetahui hasil dalam penelitian ini adalah uji-t, maka
dari pembelajaran dan mengetahui rumus yang dipakai menurut sudjana
perbandingan kemampuan siswa pada (2005: 239) yaitu:
saat diberikan pembelajaran dengan 𝑥̅1 − 𝑥̅2
𝑡=
menggunakan aplikasi geogebra dan 1 1
𝑆√ +
pembelajaran tanpa menggunakan 𝑛1 𝑛2
geogebra, serta mengetahui pengaruh yang
ditimbulkan dari pembelajaran Kriteria penguji hipotesis adalah:
menggunakan aplikasi geogebra. Tipe soal H0 diterima jika
yang digunakan untuk post-test ini sama dan H0
dengan tipe soal pre-test. ditolak jika harga t lainya. Nillai -𝑡1−1/2𝛼
didapat dari daftar distribusi t dengan
Teknik Analisis Data 𝑑𝑘 = (𝑛1 + 𝑛2 − 2) dan peluang 1 − 1/2𝛼
Analisis data merupakan suatu
langkah yang paling menentukan dalam HASIL PENELITIAN DAN
suatu penelitian, karena analisis data PEMBAHASAN
berfungsi untuk menyimpulkan hasil Berdasarkan penelitian yang telah
penelitian. Data penelitian yang telah penulis lakukan di SMP Negeri 1 Mila
terkumpul selanjutnya akan dianalisa diperoleh nilai siswa melalui pre test dan
menggunakan statistik uji-t dengan syarat pos test pada kelas eksperimen maupun
data tersebut berdistribusi normal dan kelas kontrol. Pre test ini diberikan
homogen. sebelum mengajarkan materi Kubus dan
Pengujian hipotesis dalam Balok, pemberian pre test bertujuan untuk
penelitian ini menggunakan pihak kanan, melihat hasil belajar siswa sebelum proses
dengan taraf signifikan 𝛼 = 0.05. penguji pembelajaran, Setelah itu peneliti
adalah rata-rata µ1dan µ2. Hipotesis yang mengajarkan materi Kubus dan Balok,
akan di uji dalam penelitian ini adalah : untuk kelas eksperimen menggunakan
H0 :µ1=µ2 Peningkatan hasil belajar Aplikasi Geogebra dan untuk kelas kontrol
siswa di SMP Negeri 1 Mila tanpa menggunakan aplikasi Geogebra.
yang diajarkan dengan Selanjutnya pada akhir penelitian peneliti
menggunakan aplikasi memberikan post test pada kedua kelas,
Geogebra sama dengan hasil baik kelas eksperimen maupun kelas
belajar tanpa menggunakan kontrol. Hal ini dilakukan dengan tujuan
aplikasi Geogebra untuk melihat hasil belajar yang diperoleh
Ha :µ1≠µ2 Peningkatan hasil belajar siswa setelah pokok bahasan diajarkan.
siswa di SMP Negeri 1 Mila Adapun nilai pre test dan post test yang
yang diajarkan dengan diperoleh siswa kelas eksperimen dan
menggunakan aplikasi kelas kontrol adalah sebagai berikut:
Geogebra berbeda dengan hasil

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 189


Tabel 1.Data Hasil Penelitian
NO Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Pre test Post test Pre test Post test
1 2 3 4 5
1 40 70 40 70
2 45 70 30 55
3 55 60 45 90
4 60 65 50 70
5 55 50 30 65
6 30 65 40 75
7 45 65 35 70
8 55 55 60 50
9 65 80 50 65
1 2 3 4 5
10 45 70 50 60
11 50 60 35 85
12 50 40 50 70
13 60 75 65 70
14 40 65 60 55
15 35 75 40 60
16 55 60 55 80
17 35 80 55 75
18 45 55 55 80
19 30 60 35 75
20 60 65 45 65
21 50 50 40 80
22 50 45 45 75
23 35 75 45 65
24 40 55 35 75
25 40 70 60 85

Pengujian Hipotesis Ha :µ1≠µ2: Peningkatan hasil belajar


Penulis melakukan pengujian siswa di SMP Negeri 1 Mila
hipotesis dengan menggunakan statistik yang diajarkan dengan
yaitu uji-t, adapun rumusan hipotesis yang menggunakan aplikasi
akan diuji adalah sebagai berikut: Geogebra berbeda dengan
H0 :µ1=µ2: Peningkatan hasil belajar hasil belajar selain
siswa di SMP Negeri 1 Mila menggunakan aplikasi
yang diajarkan dengan Geogebra
menggunakan aplikasi Karena uji-t yang dilakukan adalah
Geogebra sama dengan hasil uji-t dua pihak, maka menurut Sudjana
belajar selain menggunakan (2005:239), “terima Ho jika −𝑡1−1/2𝛼 <
aplikasi Geogebra 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡1−1/2𝛼 dimana untuk harga t lain
Ho ditolak”. Berdasarkan langkah-langkah

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 190


yang telah diselesaikan di atas, maka pembelajaran menggunakan aplikasi
didapat thitung = 2,44. Kemudian dicari ttabel Geogebra siswa terlihat lebih antusias
dengan dk = (25+25-2) = 48, pada taraf dalam memperhatikan materi yang
signifikasi α=0,05 maka dari tabel diajarkan, selain karekan pembelajaran
distribusi t diperoleh 𝑡1−0,025 = 𝑡(0,97)(48) = menggunakan aplikasi Geogebra ini
2,01 terlihat bahwa t-hitung tidak berada pertama yang pernah diterapkan di SMP
antara −2,01 < 2,44 ≤ 2,01. Akibatnya Negeri 1 Mila, pembelajaran menggunkan
hipotesis nihil (H0) di tolak, dapat aplikasi Geogebra juga sangat memudahkan
disimpulkan bahwa peningkatan hasil siswa dalam memahami materi kubus dan
belajar siswa di SMP Negeri 1 Mila yang balok.
diajarkan dengan menggunakan aplikasi Berdasarkan hasil penelitian ini dan
Geogebra berbeda dengan hasil belajar pengolahan data tersebut, maka dapat
tanpa menggunakan aplikasi Geogebra. disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran dengan menggunakan
Pembahasan aplikasi Geogebra lebih baik daripada
Dari hasil yang diperoleh ternyata model pembelajaran tanpa menggunakan
nilai rata-rata kelas eksperimen 𝑋̅1 = 70,36 aplikasi Geogebra pada materi Kubus dan
dan kelas kontrol 𝑋̅2 = 63,16 ini artinya Balok dalam meningkatkan hasil belajar
pembelajaran materi Kubus dan Balok siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Mila. Hasil
dengan menggunakan aplikasi Geogebra ini memperlihatkan bahwa pembelajaran
berhasil, Karena dalam anggapan dasar matematika berdasarkan pembelajaran
penelitian bahwa siswa dianggap berhasil dengan menggunakan aplikasi Geogebra
apabila mencapai nilai ≥ 70. Dalam hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil
akan dibahas mengenai hasil-hasil yang belajar siswa khususnya dalam
diperoleh dilapangan dan analisis data menyelesaikan soal materi Kubus dan
secara statistik. Berdasarkan uji kesamaan Balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1
rata-rata diperoleh x2hitung < x2tabel = 4,16 < Mila .
11,1. Sedangkan thitung > ttabel yaitu 2,44 >
2,01 sesuai dengan kriteria pengujiannya PENUTUP
maka H0 ditolak, dengan demikian dapat Simpulan
disimpulkan nilai rata-rata pre-test kelas Berdasarkan hasil analisis data dan
eksperimen sama dengan nilai rata-rata hasil pengujian hipotesis yang dilakukan
pre-test kelas kontrol. Berdasarkan uji terhadap data penelitian,dan dengan
perbedaan rata-rata dengan menggunakan memperhatikan proses pembelajaran
uji t pada taraf signifikan α = 0.05 dan dikelas, maka dapat diambil kesimpulan
derajat kebebasan 48 diperoleh 2,01 yaitu antara lain:
thitung > ttabel = 2,44 > 2,01 yang berarti Ho 1. Berdasarkan data atau skor hasil tes
ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dengan memperhatikan uji statistik
hipotesis dalam penelitian ini menyatakan yaitu uji-t pada taraf signifikan α =
bahwa penerapan pembelajaran dengan 0,05 diperoleh kesimpulan bahwa
menggunakan aplikasi Geogebra lebih baik peningkatan hasil belajar siswa di
daripada model pembelajaran tanpa SMP Negeri 1 Mila yang diajarkan
menggunakan aplikasi Geogebra pada dengan menggunakan model aplikasi
materi Kubus dan Balok, karena pada saat geogebra berbeda dengan hasil belajar

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 191


selain menggunakan aplikasi 2. Dalam menyampaikan materi
geogebra. pembelajaran hendaknya guru
2. Pengunaan aplikasi geogebra dapat menggunakan model pembelajaran
meningkatkan hasil belajar siswa pada yang sesuai dengan materi yang
materi kubus dan balok pada SMP diajarkan, agar siswa dapat
Negeri 1 Mila. memahami materi tersebut dengan
3. Aplikasi geogebra merupakan media mudah
pembelajaran yang baik pada pelajaran 3. Diharapkan pada guru matematika
matematika, namun aplikasi geogebra dalam proses pembelajaran materi
lebih baik jika diterapkan dalam kubus dan balok hendaknya
meningkatkan hasil belajar siswa. menerapkan aplikasi geogebra dengan
dikombinasikan dengan model
Saran pembelajaran lain yang sesuai, karena
Dengan memperhatikan beberapa model pembelajaran ini telah terbukti
kesimpulan diatas, maka dapat efektif.
dikemukakan beberapa saran dalam 4. Kepada peneliti lain yang ingin
penelitian ini, yaitu sebagai berikut: meneliti lebih lanjut tentang aplikasi
1. Untuk meningkatkan hasil belajar geogebra ini hendaknya meneliti
siswa guru diharapkan untuk lebih selain pada materi kubus dan balok
banyak memberikan motivasi kepada dan pada ruang lingkup yang lebih
anak didiknya luas.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 192


DAFTAR PUSTAKA

Adri M. 2005. “Pemanfaatan Teknologi dalam Pengembangan Media Pembelajaran”. [online].


Tersedia: www.ilmukomputer.com.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi VI. Jakarta: Rineka
Cipta.

Hohenwater, M. & Fuchs, K. 2004. Combination Of Dynamic Geometry, Algebra, and Calculus In
The Software System Geogebra. [online]. Tersedia:
www.geogebra.org/publications/pecs_2004.pdf.

Hohenwarter, M. 2008. Teaching annd Learning Calculus With Free Dynamic Magnetic Software
Geogebra. [online]. Tersedia:
http://www.publications.uni.lu/record/2718/files/ICME11-TSG16.pdf.

Hohenwater, M. 2010. The Strenght Of The Community: How Geogebra Can Inspire Technology
Integration In Mathematics Teaching. Journal of MSOR Connections. Vol.9 No.2. May-
July 2009

Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda Karya.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 193


MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP

Taufiq
Universitas Jabal Ghafur Sigli

Abstrak
Penelitian ini merupakan studi eksperimen di SMP Negeri 1 Sigli dengan desain penelitian
pretes dan postes yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok eksperimen belajar melalui model pembelajaran konstruktivisme dan kelompok
kontrol belajar melalui pembelajaran biasa. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah
tes kemampuan komunikasi matematik dan skala sikap siswa. Subjek penelitian adalah
siswa SMP Negeri 1 Sigli di Kabupaten Pidie, dengan subjek sampel adalah siswa kelas
VIII-A sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas VIII-B sebagai kelompok kontrol.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menelaah kemampuan komunikasi
matematik siswa SMP yang belajar dengan pembelajaran konstruktivisme dalam kelompok
kecil dan yang belajar secara biasa, keterkaitan antara kedua kemampuan tersebut serta
sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran konstruktivisme. Analisis
data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terhadap data
hasil pretes dan postes masing-masing, untuk melihat perbedaan rata-rata antara dua
kelompok sampel. Berdasarkan hasil analisis tes akhir diperoleh bahwa kemampuan
komunikasi matematik siswa yang belajar dengan model pembelajaran konstruktivisme
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa. Hasil
belajar siswa pada kelompok eksperimen berada pada tingkat baik dan kelompok kontrol
hasil belajarnya masih berada pada tingkat kurang. Sedangkan analisis kualitatif diperoleh
bahwa aktivitas belajar siswa dalam model pembelajaran konstruktivisme dalam kelompok
kecil adalah baik. Siswa dan guru menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran ini.

Kata Kunci: model pembelajaran konstruktivisme dan kemampuan komunikasi matematik

Abstract
This research is an experimental study in SMP Negeri 1 Sigli with pretest and posttest research
design given to the experimental group and the control group. The experimental group learns through
constructivism learning models and learning control groups through ordinary learning. While the
instrument used is a test of mathematical communication skills and student attitude scale. The
subject of the study were students of SMP Negeri 1 Sigli in Pidie Regency, with the sample subjects
being students of class VIII-A as the experimental group and students of class VIII-B as the control
group. The main objective of this research is to examine the mathematical communication skills of
junior high school students who learn with constructivism learning in small groups and those who
study normally, the relationship between these two abilities and students' attitudes toward learning
with constructivism learning models. Data analysis is carried out quantitatively and qualitatively.
Quantitative analysis was carried out on the pretest and posttest data, to see the average difference
between the two sample groups. Based on the results of the final test analysis, it was found that
students' mathematical communication skills who learned with constructivism learning model were
better than students who learned with ordinary learning. Student learning outcomes in the
experimental group are at a good level and the control group learning outcomes are still at a less level.
While the qualitative analysis found that the learning activities of students in constructivism
learning models in small groups are good. Students and teachers show a positive attitude towards this
learning.

Keywords: constructivism learning model and mathematical communication ability

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 194


PENDAHULUAN Selanjutnya pada Restrukturisasi ide,
Belajar menurut paham ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu :
Konstruktivisme adalah suatu perubahan 1) adanya klarifikasi ide yang dikontraskan
konseptual, yang dapat berupa dengan ide-ide orang lain melalui diskusi
pengkonstruksian ide baru atau atau melalui pengumpulan ide, dan 2)
merekonstruksi ide yang sudah ada mengembangkan ide yang baru, serta 3)
sebelumnya. Menurut paham Mengevaluasi ide baru dengan
Konstruktivisme ketika masuk ke kelas menerapkannya dalam suatu persoalan.
untuk menerima pelajaran, siswa tidak Pada ciri keempat yaitu penggunaan ide
dengan kepala kosong yang siap diisi dalam banyak situasi, siswa perlu
dengan berbagai macam pengetahuan oleh mengaplikasikan Pengetahuan dan ide
guru. Mereka telah membawa yang telah dibentuk pada bermacam-
pengetahuan awal yang diperoleh siswa macam situasi yang dihadapi agar dapat
dari interaksi dengan lingkungannya. membuat pengetahuan siswa lebih
belajar adalah proses mengkaitkan lengkap dan lebih rinci dengan segala
informasi baru dengan informasi lain yang pengecualiannya. Pada ciri yang terakhir
merupakan pengetahuan yang sudah yaitu Review, untuk memberi kesempatan
dimiliki siswa sehingga menyatu dengan pada siswa apabila ide-ide itu yang sudah
skemata yang dimiliki siswa agar terjadi diperoleh berubah. Hal ini dapat terjadi
pemahaman terhadap informasi (materi) bila dalam aplikasi pengetahuannya pada
secara kompleks. situasi yang dihadapi sehari-hari seseorang
Model pembelajaran perlu merevisi gagasannya.
konstruktivisme di atas adalah model Dengan mencermati ciri-ciri pada
pembelajaran yang dianggap dapat model pembelajaran tersebut di atas, yaitu
memenuhi cara belajar siswa aktif dan pada ciri elicitasi, restrukturisasi ide dan
konstruktif dilihat dari kerangka penggunaan ide, terlihat bahwa siswa
konseptualnya. Ciri-ciri pembelajaran mengkonstruksi sendiri pemahaman akan
tersebut adalah sebagai berikut : orientasi, pengetahuan yang dipelajari. Selain
elicitasi, restrukrisasi ide, penggunaan ide memahami pengetahuan yang dipelajari
dalam banyak situasi dan review. Pada ciri juga untuk mengembangkan kemampuan
orientasi, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan informasi atau
mengembangkan motivasi dalam mengkomunikasikan gagasan.
mempelajari suatu pokok bahasan atau Kemampuan komunikasi matematika
suatu topik, kemudian siswa diberi dapat dilakukan baik secara lisan maupun
kesempatan untuk mengadakan observasi tulisan dengan berbagai aktivitas seperti :
terhadap apa yang akan dipelajari. mengemukakan berbagai ide matematika,
Sedangkan pada elicitasi siswa dibantu mengevaluasi pendapat teman, adu
untuk mengungkapkan idenya secara jelas argumentasi, negosiasi pendapat,
dengan berdiskusi, menulis, menggambar pengajuan pertanyaan dan sebagainya.
dan lainnya. Artinya siswa diberi Komunikasi dapat mengembangkan
kesempatan untuk mendiskusikan apa kemampuan yang mendalam tentang
yang telah dikerjakan dalam bentuk matematika yang dipelajari.
tulisan, gambar atau poster.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 195


dapat dilihat dari kemampuan dalam : (1)
Berdasarkan latar belakang masalah Menghubungkan benda nyata, gambar,
tersebut, pemasalahan yang diangkat dan diagram ke dalam idea Matematika;
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (2) Menjelaskan idea, situasi, dan relasi
apakah terdapat perbedaan peningkatkan matematik, secara lisan dan tulisan dengan
kemampuan komunikasi matematik siswa benda nyata, gambar, grafik dan aljabar;
yang belajar menggunakan model (3) Menyatakan peristiwa sehari-hari
pembelajaran konstruktivisme dengan dalam bahasa atau simbol Matematika; (4)
siswa yang belajar secara konvensional ? Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis
tentang matematika; (5) Membaca dengan
Komunikasi Matematik pemahaman suatu presentasi Matematika
Komunikasi secara umum dapat tertulis; (6) Membuat konjengtur,
diartikan sebagai suatu cara untuk menyusun argumen, merumuskan definisi
menyampaikan suatu pesan dari pembawa dan generalisasi; (7) Menjelaskan dan
pesan ke penerima pesan untuk membuat pertanyaan Matematika yang
memberitahu, pendapat, atau perilaku baik telah dipelajari.
langsung secara lisan, maupun tak Dalam pembelajaran, berkomuni-
langsung melalui media. Di dalam kasi dengan menggunakan matematika
berkomunikasi tersebut harus dipikirkan yang dipelajari di sekolah perlu
bagaimana caranya agar pesan yang ditumbuhkan, sebab salah satu fungsi
disampaikan seseorang itu dapat dipahami pelajaran matematika adalah sebagai cara
oleh orang lain. Untuk mengembangkan mengkomunikasikan gagasan secara
kemampuan berkomunikasi, orang dapat praktis, sistematis, dan efisien. Komunikasi
menyampaikan dengan berbagai bahasa merupakan bagian penting dari
termasuk bahasa matematik. pendidikan matematika. Sependapat
Sedangkan indikator kemampuan dengan Asikin (2001 : 3) bahwa peran
siswa dalam komunikasi matematik pada komunikasi dalam pembelajaran
pembelajaran matematika menurut NCTM matematika adalah : (1) Dengan
(1989 : 214) dapat dilihat dari : (1) komunikasi ide matematika dapat
Kemampuan mengekspresikan ide-ide dieksploitasi dalam berbagai perspektif,
matematika melalui lisan, tertulis, dan membantu mempertajam cara berpikir
mendemonstrasikannya serta siswa dan mempertajam kemampuan
menggambarkannya secara visual; (2) siswa dalam melihat berbagai keterkaitan
Kemampuan memahami, menginter- materi matematika; (2) Komunikasi
pretasikan, dan mengevaluasi ide-ide merupakan alat untuk “mengukur”
Matematika baik secara lisan maupun pertumbuhan pemahaman dan
dalam bentuk visual lainnya; (3) merefleksikan pemahaman matematika
Kemampuan dalam menggunakan istilah- para siswa; (3) Melalui komunikasi, siswa
istilah, notasi-notasi Matematika dan dapat mengorganisasikan dan
struktur-strukturnya untuk menyajikan mengkonsolidasikan pemikiran
ide, menggambarkan hubungan-hubungan matematika mereka; (4) Komunikasi antar
dan model-model situasi. siswa dalam pembelajaran matematika
Menurut Sumarmo (2003 : 15) sangat penting untuk : pengkonstruksian
kemampuan komunikasi matematik siswa pengetahuan matematika, pengembangan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 196


pemecahan masalah dan peningkatan membangun pengetahuannya sendiri
penalaran, menumbuhkan rasa percaya berdasarkan pengalaman yang sudah
diri, serta peningkatkan ketrampilan sosial; dimiliki, dan dapat mengembangkan
(5) “Writing and Talking” dapat menjadikan matematika berdasarkan pada skemata
alat yang sangat bermakna (powerfull) yang terbentuk pada diri siswa. Skemata
untuk membentuk komunitas matematika yang sudah terbentuk pada siswa terus-
yang inklusif. menerus mengalami perubahan menuju
Agar komunikasi matematik itu pada proses kebenaran sesuai dengan
dapat berjalan dan berperan dengan baik, kebenaran yang dimiliki oleh ilmuwan,
maka diciptakan suasana yang konduksif sehingga skema yang dimiliki dapat
dalam pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan suatu
mengoptimalkan kemampuan siswa dalam masalah yang dihadapinya.
komunikasi matematik, siswa sebaiknya Model pembelajaran
diorganisasikan dalam kelompok- konstruktivisme berpandangan bahwa
kelompok kecil yang dapat dimungkinkan belajar merupakan proses aktif siswa
terjadinya komunikasi multi-arah, yaitu mengkonstruksi pengetahuannya, dimana
komunikasi siswa dengan siswa dalam siswa membangun sendiri
satu kelompok. pengetahuannya. Proses konstruksi ini
Kelompok-kelompok kecil tersebut dilakukan secara pribadi atau sosial.
terdiri dari 4 - 6 orang siswa yang memiliki Model pembelajaran
kemampuan heterogen. Di dalam konstruktivisme yang dikembangkan
kelompok tersebut siswa menyelesaikan dalam penelitian ini berpijak pada kedua
tugas dan memecahkan masalah. Dalam aliran tersebut, yaitu aliran
kelompok-kelompok kecil ini konstruktivisme personal dan sosial. Cobb
memungkinkan timbulnya komunikasi (Suparno, 1997 : 47 ) menyatakan bahwa
dan interaksi yang lebih baik antar siswa. konstruktivisme personal lebih
menekankan pada keaktifan secara
Model Pembelajaran Konstruktivisme individual dan konstruktivisme
Model pembelajaran dapat sosiokultural lebih menekankan
diartikan sebagai suatu rencana sistematik pentingnya lingkungan sosial-kultural,
yang digunakan guru dalam sehingga dalam pendididikan matematika
melaksanakan kegiatan pembelajaran yang disarankan bahwa konstruktivisme
dijadikan pedoman demi tercapainya personal dikombinasikan dengan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. perspektif sosiokultural. Dua aliran itu
Dengan model pembelajaran siswa belajar saling melengkapi, yaitu belajar
melalui proses yang aktif untuk matematika harus dilihat sebagai suatu
mengembangkan skemata, sehingga pembentukan individual yang aktif dan
pengetahuan matematika yang terdiri dari proses inkulturasi dalam praktek
konsep-konsep dan prinsip-prinsip terkait masyarakat matematika yang lebih luas.
satu sama lain. Menurut Driver dan Oldam
Pembelajaran matematika (Suparno, 1997 : 69) ada beberapa ciri
berdasarkan pandangan konstruktivisme mengajar konstruktivisme yang dapat
mengarahkan siswa untuk membangun dikemukakan sebagai berikut :
pemahaman, sehingga siswa dapat 1. Orientasi.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 197


Siswa diberi kesempatan untuk Model pembelajaran
mengembangkan motivasi dalam konstruktivisme ini akan memberikan
mempelajari suatu pokok bahasan, keuntungan kepada siswa, yaitu dapat
kemudian siswa diberi kesempatan membiasakan siswa belajar mandiri dalam
untuk mengadakan observasi terhadap memecahkan masalah, menciptakan
apa yang akan dipelajari. kreaktivitas untuk belajar sehingga tercipta
2. Elicitasi. suasana kelas yang lebih nyaman dan
Siswa dibantu mengungkapkan idenya kreaktif, terjalinnya kerja sama sesama
secara jelas dengan berdiskusi, siswa, dan siswa terlibat langsung dalam
menulis, membuat poster, dan lainnya. melakukan kegiatan, dan dapat
Artinya siswa diberi kesempatan untuk menciptakan pembelajaran menjadi lebih
mendiskusikan apa yang bermakna karena timbulnya kebanggaan
diobservasikan dalam bentuk tulisan, siswa menemukan sendiri konsep yang
gambar atau poster. sedang dipelajari dan siswa akan bangga
3. Restrukturisasi ide. dengan hasil temuannya, serta melatih
Dalam hal ini ada tiga hal yaitu : siswa berpikir kritis dan kreaktif.
a. Klarifikasi ide yang dikontraskan
dengan ide-ide orang lain atau METODE PENELITIAN
teman melalui diskusi atau melalui Populasi dan Sampel Penelitian
pengumpulan ide. Artinya, melalui Populasi penelitian adalah seluruh
diskusi atau pengumpulan ide siswa SMP 1 Sigli kelas VIII. Sampel
siswa merekonstruksi gagasan- penelitian dari pemilihan secara acak
gagasan yang tidak cocok atau tersebut maka terpilih siswa kelas VIII-A
sebaliknya, menjadi lebih yakin sebagai kelompok eksperimen sebanyak 40
bahwa gagasan tersebut cocok. siswa dan kelompok kontrolnya adalah
b. Membangun ide yang baru. siswa kelas VIII-B sebanyak 36 siswa.
c. Mengevaluasi ide barunya dengan
eksperimen. Teknik Pengumpulan Data
4. Penggunaan ide dalam banyak situasi. Teknik yang digunakan pada
Pengetahuan atau ide yang telah penelitian ini adalah tes kemampuan
dibentuk oleh siswa perlu komunikasi matematik dan skala sikap
diaplikasikan pada bermacam-macam siswa. Instrumen ini dikembangkan
situasi yang dihadapi, agar dapat melalui beberapa tahap
membuat pengetahuan siswa lebih
1. Tes Komunikasi Matematik
lengkap dan lebih rinci dengan segala
pengecualiannya. Tes komunikasi matematik
5. Review, bagaimana bila ide itu berubah. kemampuan secara menyeluruh terhadap
Hal ini dapat terjadi apabila dalam materi yang telah disampaikan setelah
aplikasi pengetahuannya pada situasi kedua kelompok mendapat perlakuan. Tes
yang dihadapi sehari-hari seseorang kemampuan komunikasi matematika
perlu merevisi gagasannya. terdiri dari 10 soal dalam bentuk uraian
yang diberikan sebelum dan sesudah
Kelebihan Model Pembelajaran perlakuan untuk kelompok eksperimen
Konstruktivisme dan kelompok kontrol.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 198


Kemampuan Tes Komunikasi Matematik
Untuk mengetahui apakah
2. Skala Sikap Siswa
kemampuan komunikasi matematik siswa
Tes skala sikap diberikan kepada yang belajar dengan model pembelajaran
siswa kelompok eksperimen setelah konstruktivisme lebih baik daripada siswa
mereka melaksanakan postes (tes akhir). yang belajar dengan pembelajaran biasa
Skala sikap pada penelitian ini terdiri atas dilakukan uji perbedaan rata-rata tes
24 butir pernyataan dengan tiga pilihan, komunikasi matematik. Namun
yaitu Setuju (S), Netral (N), dan Tidak sebelumnya diuji terlebih dahulu
Setuju (TS) . Sedangkan pemberian skor normalitas dan homogenitas varians data
disusun dengan menggabungkan skala tes komunikasi matematik kelompok
yang berarah positif dan negatif, hal ini eksperimen dan kelompok kontrol.
menghindari kemungkinan jawaban siswa Dari hasil perhitungan diperoleh
tidak seimbang (Subino, 1987 : 124) skor maksimal sebesar 21, skor tes
komunikasi matematik untuk kelompok
Teknik Analisis Data eksperimen mempunyai skor tertinggi 18 ,
Analisis data merupakan suatu skor terendah 7, rata-rata 13,025 atau
langkah yang paling menentukan dalam sebesar 62,02% dari skor maksimal serta
suatu penelitian, karena analisis data simpangan baku 2,84, sedangkan untuk
berfungsi untuk menyimpulkan hasil kelompok kontrol mempunyai skor
penelitian. Data penelitian yang telah tertinggi 14, skor terendah 5, rata-rata 10,92
terkumpul selanjutnya akan dianalisa atau sebesar 52% dari skor maksimal
menggunakan statistik uji-t dengan syarat dengan simpangan baku 2,30. Pencapaian
data tersebut berdistribusi normal dan skor pada kelompok eksperimen (sebesar
homogen. 62,02% dari skor maksimal) lebih baik
dibandingkan dengan pencapaian skor
HASIL PENELITIAN DAN kelompok kontrol (sebesar 52% dari skor
PEMBAHASAN maksimal), terjadi perbedaan sebesar
Pembahasan hasil penelitian ini 10,02%. . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
berdasarkan pada faktor-faktor yang pada Tabel berikut ini :
diamati dan ditemukan dalam penelitian.

Tabel 1. Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-rata, dan Standar Deviasi


Skor Komunikasi Matematik Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Kelompok Skor Xmaks Xmin x s


Maksimal
Eksperimen 21 18 7 13,025 2,84
(62,02%)

Kontrol 21 14 5 10,92 2.30


(52%)

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 199


Selanjutnya dilakukan uji kelompok eksperimen berdistribusi
normalitas data tes komunikasi matematik normal. Untuk kelompok kontrol
kelompok eksperimen dan kelompok diperoleh χ hitung = 5,157 dan χ tabel = 7,81
2 2

kontrol. Perhitungan selengkapnya untuk sehingga skor tes komunikasi matematik


kelompok eksperimen χ2hitung = 1,474 dan untuk kelompok kontrol juga berdistribusi
χ2tabel = 7,81 sehingga χ2hitung < χ2tabel maka normal. Berikut disajikan tabel hasil uji
skor tes komunikasi matematik untuk normalitas skor tes komunikasi matematik.

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Skor Tes Komunikasi Matematik


Kelompok Χ2hitung Dk Χ2tabel Kesimpulan
Eksperimen 1,474 3 7,81 Normal
Kontrol 5,157 3 7,81 Normal

Lalu dilanjutkan dengan uji homogenitas kedua kelompok adalah homogen. Hasil
skor tes komunikasi matematik. Setelah perhitungan tersebut dapat dilihat pada
dilakukan perhitungan, diperoleh Fhitung = Tabel 3.
1,525 dan Ftabel = 1,78 sehingga skor data

Tabel 3. Hasil uji Homogenitas Skor Komunikasi Matematik


Varians Varians
Kelompok Kelompok Fhitung Ftabel Kesimpulan
Eskperimen Kontrol
8,0656 5,29 1,525 1,78 Homogen

Setelah skor dinyatakan Tidak terdapat perbedaan


berdistribusi normal dan homogen, maka kemampuan komunikasi
dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata- matematik siswa yang belajar
rata antara kelompok eksperimen dan dengan model pembelajaran
kelompok kontrol, dengan mengadakan uji konstruktivisme dengan siswa
t dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan yang belajar dengan
kriteria pengujian : terima H0, untuk pembelajaran biasa.
keadaan -ttabel < thitung < ttabel , pada H1 : μe > μk
keadaan lain tolak H0. Terdapat perbedaan kemampuan
Hipotesis penelitian untuk komunikasi matematik siswa
kemampuan komunikasi matematik yang belajar dengan model
adalah : “Kemampuan komunikasi pembelajaran konstruktivisme
matematik siswa yang belajar dengan dengan siswa yang belajar
model pembelajaran konstruktivisme dengan pembelajaran biasa.
lebih baik daripada kemampuan Setelah dilakukan perhitungan
komunikasi matematik siswa yang belajar dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 74
dengan pembelajaran biasa“. Sebagai diperoleh thitung = 3,525 dan ttabel = 1,99.
konsekuensi statistik dari hipotesis Ternyata thitung > ttabel artinya H0 ditolak.
penelitian tersebut, diuji hipotesis nol (H0) Karena x e > x k , maka kemampuan
sebagai berikut : komunikasi matematik kelompok
H 0 : μ e = μk eksperimen lebih baik daripada kelompok

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 200


kontrol artinya kemampuan komunikasi pembelajaran biasa. Hasil perhitungan uji
matematik siswa yang belajar dengan perbedaan dua rata-rata tes komunikasi
model pembelajaran konstruktivisme lebih matematik disajikan pada Tabel berikut:
baik daripada siswa yang belajar dengan

Tabel 4. Uji Perbedaan Dua Rata-rata tes komunikasi Matematik


Kelompok eksperimen dan Kelompok Kontrol
Kelompok x s s2 thitung ttabel
Eksperimen 13,025 2,84 8,0656 3,525 1,99
(62,02%)
Kontrol 10,92 2,30 5,29
(52,0%)

Data Hasil Tes Skala Sikap Siswa Dari hasil analisis angket yang
Untuk menganalisis respon siswa diberikan, dapat disimpulkan bahwa sikap
pada skala sikap digunakan dua jenis skor siswa terhadap pembelajaran
respon yang dibandingkan yaitu, skor konstruktivisme dan soal-soal yang
sikap siswa dan skor netral. Skor sikap diberikan adalah positif yang ditunjukkan
siswa diperoleh dengan menghitung rata- dengan rata-rata skor sikap siswa sebesar
rata skor skala sikap dengan menggunakan 2,28 yang lebih besar dengan skor
bobot. Sedangkan skor netral diperoleh netralnya. Sikap positif siswa ini
dengan menghitung rata-rata skor skala merupakan awal yang baik untuk
sikap tanpa menggunakan bobot. Misalkan menerapkan model pembelajaran
untuk item no.1, pemberian skor untuk konstruktivisme untuk meningkatkan
pilihan setuju, netral, dan pilihan tidak prestasi belajar siswa, yang berkaitan
setuju masing-masing diberi skor 3 , 2 ,1. dengan kemampuan pemahaman dan
Pada item ini siswa yang menjawab setuju komunikasi matematik siswa.
sebanyak 10 siswa, menjawab netral Sebagaimana dikatakan Berlin dan Hillen
sebanyak 25 siswa, dan menjawab tidak (Ramdani, 2004: 41) bahwa sikap positif
setuju sebanyak 5 siswa. akan menjadi langkah awal untuk menuju
Sikap siswa terhadap model kepada lingkungan yang efektif.
pembelajaran konstruktivisme untuk Disamping itu, model pembelajaran
indikator kesukaan siswa terhadap konstruktivisme dapat mengurangi
pelajaran matematika dengan model ketidaksenangan siswa terhadap
pembelajaran konstruktivisme dan pembelajaran matematika, walaupun hasil
pernyataan yang menunjukkan kesukaan yang diperoleh siswa belum optimal, tetapi
siswa terhadap model pembelajaran masih lebih baik dari cara pembelajaran
konstruktivisme. Secara keseluruhan siswa biasa. Hal lain yang ditemukan dalam
menunjukkan sikap positif terhadap model pembelajaran ini adalah keaktifan siswa
pembelajaran konstruktivisme, hal ini untuk bertanya baik dengan teman
dapat dilihat dari skor sikap siswa sebesar sekelompoknya maupun dengan teman
2,29 dan skor ini lebih besar dari skor kelompok lain dan antusiasnya siswa
netral yang besarnya adalah 2,09. dalam mengikuti pembelajaran.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 201


PENUTUP
Simpulan Saran
Berdasarkan hasil analisis data dan Berdasarkan kesimpulan dan
pembahasan hasil penelitian yang temuan lainnya pada analisis data,
diperoleh selama menerapkan model dikemukakan beberapa saran sebagai
pembelajaran konstruktivisme dalam berikut :
meningkatkan kemampuan komunikasi 1. Model pembelajaran konstruktivisme
matematik terhadap siswa sebagai berikut dapat dijadikan sebagai alternatif
1. Kemampuan komunikasi matematik pilihan pembelajaran matematika di
siswa yang belajar melalui model sekolah untuk meningkatkan
pembelajaran kostruktivisme lebih baik kemampuan berpikir siswa dan
daripada kemampuan komunikasi suasana lain bagi siswa sehingga
matematik siswa melalui pembelajaran siswalah yang lebih aktif, dan guru
biasa. Secara rinci, kemampuan berperan sebagai fasilitator dan
komunikasi matematik siswa yang motivator.
belajar melalui model pembelajaran 2. Pada model pembelajaran
konstruktivisme tergolong kualifikasi konstruktivisme siswa didorong untuk
baik. Sedangkan kemampuan mengkonsruksi sendiri
komunikasi matematik siswa melalui pengetahuannya melalui bahan ajar
pembelajaran biasa tergolong atau LKS. Oleh karena itu guru
kualifikasi kurang. hendaknya mempersiapkan dan
2. Secara umum, sikap siswa terhadap merancang tugas dan aktivitas yang
pelajaran matematika, model ada pada bahan ajar atau LKS
pembelajaran konstruktivisme dan seoptimal mungkin. Bahan ajar atau
terhadap bentuk-bentuk soal LKS sebaiknya dibuat oleh team yang
komunikasi matematik adalah positif. terdiri dari beberapa orang guru, untuk
Ini terlihat dari siswa menunjukkan mendapatkan variasi bahan ajar yang
rasa senang, antusias atau bersemangat lebih banyak.
dalam mengikuti pembelajaran.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 202


DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M. (2001). Komunikasi Matematik dalam Realistic Mathematics Education. Makalah


disajikan dalam seminar Nasional RME.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA :
NCTM.

Ramdani, Y (2004). Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemapuan Koneksi Matematika Siswa


melalui Penyusunan Peta Konsep. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes Suatu Pengantar kepada Teori Tes dan Pengukuran.
Jakarta : Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumarmo, U. (2003). Pembelajaran Ketrampilan Membaca Matematika. Makalah disampaikan


pada Pelatihan Nasional Training of Trainer bagi guru Bahasa Indonesia dan
Matematika SLTP. Bandung.

Suparno, P (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta :Kanisius.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 203


PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN SELF EFFICACY MATEMATIK
SISWA SMP MELALUI STRATEGI THINK TALK WRITE

Laksmi Aulia
STKIP Bumi Persada Lhokseumawe
email: laksmiaulia@ymail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji masalah peningkatan kemampuan komunikasi dan
self efficacy matematik siswa SMP melalui strategi Think Talk Write. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain pretes dan
postes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Subjek penelitian adalah 75 siswa
salah satu SMP tahun pelajaran 2016/2017 di kota Cimahi. Pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling. Diawal pembelajaran kedua kelas diberikan pretes,
kemudian pada kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan menggunakan strategi
Think Talk Write dan kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Instrumen
penelitian terdiri dari tes dan non tes, untuk insturumen tes berbentuk uraian yang terdiri
dari 5 butir soal dan instrumen nontes berbentuk skala sikap yang terdiri dari 35 butir
pernyataan. Kemudian data hasil penelitian diolah dan dianalisis menggunakan statistik
deskriptif inferensial dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata dan untuk melihat
apakah terdapat asosiasi dari ketiga variabel terikat tersebut menggunakan uji Chi Square.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pencapaian dan peningkatan kemampuan
komunikasi dan self efficacy matematik siswa SMP yang menggunakan strategi Think Talk
Write lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dan tidak
terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi dan self efficacy matematik siswa.

Kata Kunci : strategi think talk write, komunikasi matematik, self efficacy

Abstract
This study aims to examine the problem of improving the communication skills and self efficacy
mathematics of junior high school students through Think Talk Write strategy. The research method
used in this research is quasi experimental method with pretest and post test design on experimental
group and control group. The subjects of the study were 75 students of one junior high school
2016/2017 at Cimahi. Sampling using purposive sampling technique. Early learning of both classes
was given pretest, then in the experimental class was given learning by using Think Talk Write
strategy and control class was given conventional learning. The research instrument consisted of tests
and non-tests, for a decode test consisting of 5 items and a non-tests instrument of attitude scale
consisting of 35 items of statement. Then data of research is processed and analyzed by using
descriptive statistic inferential and average difference test, it is to see if there is association of three
dependent variable using Chi Square test. The results concluded that the achievement and
improvement of communication skills and self efficacy mathematics of junior high students using
Think Talk Write strategy is better than students using conventional learning. And there is not
association between communication skills and students' self efficacy mathematics.

Keywords: think talk write strategy, mathematical communication, self efficacy

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 204


PENDAHULUAN Selain kemampuan komunikasi,
Dalam pelajaran matematika di terdapat aspek psikologis yang turut
sekolah tidak hanya menekankan pada memberikan kontribusi terhadap
pemberian rumus-rumus melainkan juga keberhasilan seseorang dalam
mengajarkan siswa untuk dapat menyesaikan tugas matematika dengan
mengkomunikasikan dan mengaitkan baik. Depdiknas Kemendikbud (2013)
berbagai ide yang berkaitan dengan menyatakan pentingnya aspek psikologis
kehidupan sehari-hari. Salah satu dalam pembelajaran matematika sesuai
kemampuan matematik yang harus dengan tujuan pembelajaran matematika
dimiliki oleh siswa adalah kemampuan yang tercatat, yaitu siswa memiliki sikap
komunikasi matematik. Kemampuan mengahargai kegunanaan matematika
komunikasi merupakan aspek kognitif dalam kehidupan seperti memiliki rasa
yang sangat penting dalam proses ingin tahu, perhatian dan minat dalam
pembelajaran tak terkecuali dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
pembelajaran matematika. Oleh karena itu, dan percaya diri dalam pemecahan
salah satu tujuan pembelajaran masalah. Pada kurikulum 2013 juga
matematika adalah untuk dikatakan bahwa dalam pembelajaran
mengembangkan kemampuan komunikasi matematika soft skill matematik termasuk
matematik siswa, yaitu mengembangkan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan
kemampuan siswa dalam karakter yang harus dikembangkan secara
mengkomunikasikan gagasan dengan bersamaan dan seimbang melalui strategi
simbol, tabel, diagram dan lain-lain. pembelajaran dengan pendekatan berbasis
Gagasan seseorang dalam menyelesaikan “student true”. Salah satu aspek psikologis
suatu permasalahan matematik dapat matematik tersebut adalah self efficacy.
dinyatakan dengan kata-kata, bilangan, Ormord (2008: 20) menyatakan
gambar, lambang matematik maupun bahwa self efficacy adalah penilaian
tabel. seseorang tentang kemampuannya sendiri
Agar kemampuan untuk menjalankan perilaku tertentu atau
komunikasi matematik siswa dapat mencapai tujuan tertentu. Bandura (1997:
berkembang dengan baik, maka dalam 3) menyatakan bahwa self efficacy
proses pembelajaran matematika guru mengarah pada keyakinan seseorang
perlu memberikan kesempatan kepada terhadap kemampuannya dalam mengatur
siswa untuk dapat meningkatkan dan melaksanakan serangkaian tindakan
kemampuan mereka dalam dalam mencapai hasil yang ditetapakan.
mengkomunikasikan ide-ide Dengan demikian dapat disimpulkan self
matematiknya. Menurut NCTM (2000), efficacy merupakan suatu keyakinan yang
komunikasi matematik merupakan suatu harus dimiliki siswa agar berhasil dalam
cara siswa untuk mengungkapkan ide-ide proses pembelajaran.
matematik baik secara lisan, tertulis, Self efficacy yang pada
gambar, menggunakan benda, menyajikan kenyataannya masih sangat rendah
dalam bentuk aljabar, atau menggunakan dikarenakan siswa yang tidak percaya
simbol matematik. . akan kemampuan dirinya khususnya
dalam pembelajaran matematika.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 205


Misalnya, kurangnya respon siswa untuk write mendorong siswa untuk berpikir,
memberikan pertanyaan kepada guru dan berbicara, dan kemudian menuliskan suatu
menjawab pertanyaan dari guru. Seperti topik tertentu. Strategi ini digunakan
penelitian yang dilakukan Scristia untuk mengembangkan tulisan dengan
(Deswita, 2015) pada siswa SMP yang lancer dan melatih bahasa sebelum
menyatakan bahwa peningkatan self dituliskan. Huda (2013) menyatakan
efficacy siswa yang diajarkan dengan strategi think talk write memperkenanakan
metode discovery learning masih tergolong siswa untuk mempengaruhi memanipulasi
rendah. Rendahnya peningkatan self ide-ide sebelum menuangkannya dalam
efficacy disebabkan oleh rendahnya rasa bentuk tulisan. Ia juga membantu siswa
tertarik siswa dalam menyelesaikan soal- dalam mengumpulkan dan
soal, rendahnya rasa optimis, dan siswa mengembangkan ide-ide melalui
cenderung merasa tidak memiliki percakapan terstruktur.
kemampuan untuk dapat menyelesaikan Keunggulan dalam menggunakan
soal-soal yang diberikan. strategi think talk write yaitu dapat
Salah satu strategi pembelajaran berinteraksi dan berdiskusi dengan
yang diduga dapat meningkatkan kelompok akan melibatkan siswa secara
kemampuan komunikasi dan self efficacy aktif dalam belajar. Sumirat (2014)
matematik siswa adalah dengan mengatakan “Alur strategi pembelajaran
menggunakan strategi think talk write. think talk write dimulai dari keterlibatan
Sumarmo (2012) menyatakan bahwa salah peserta didik dalam berpikir atau
satu strategi pembelajaran yang dapat berdialog reflektif dengan dirinya sendiri,
meningkatkan kemampuan membaca selanjutnya berbicara dan berbagi ide
matematika adalah strategi pembelajaran dengan temannya, sebelum peserta didik
think talk write. Melalui strategi menulis.
pembelajaran think talk write siswa belajar Kemampuan komunikasi
mengeksplorasi kata-kata untuk matematik dapat diartikan sebagai suatu
menyatakan idenya dan mendengarkan kemampuan siswa dalam menyampaikan
pendapat teman lain, sehingga terbentuk sesuatu yang diketahuinya melalui proses
pemahaman pada siswa. Jadi peneliti dialog ataupun hubungan belajar yang
menduga bahwa strategi think talk write terjadi di lingkungan kelas, di mana terjadi
dapat meningkatkan kemampuan pengalihan pesan.
komunikasi matematik karena melalui Komunikasi merupakan bagian yang
pembelajaran think talk write siswa belajar sangat penting dalam pembelajaran
mengeksplorasi kata-kata untuk matematika. Hal ini didukung dengan
menyatakan ide dan mendengarkan pendapat Asikin (Harahap, 2012) bahwa
pendapat teman sehingga terbentuk peran komunikasi dalam pembelajaran
pemahaman pada siswa dan siswa mampu matematika adalah: (1) Komunikasi
mengungkapkan pendapat dalam bentuk matematis dapat dieksploitasi dalam
tulisan. berbagai perspektif, membantu
Strategi think talk write pada mempertajam cara berpikir siswa dan
dasarnya merupakan strategi belajar mempertajam kemampuan siswa dalam
melalui tahapan berfikir (think), berbicara melihat berbagai keterkaitan materi
(talk) dan menulis (write). Strategi think talk matematika. (2) Komunikasi merupakan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 206


alat untuk “mengukur” pertumbuhan salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan
pemahaman dan merefleksikan sesuatu sesuai dengan yang
pemahaman matematika para siswa. (3) dipersyaratkan. Bandura (Deswita, 2015)
Melalui komunikasi, siswa dapat menyatakan bahwa pengukuran self efficacy
mengorganisasikan dan yang dimiliki seseorang mengacu pada
mengkonsolidasikan pemikiran mate- tiga dimensi yaitu:
matika mereka. (4) Komunikasi antar siswa 1. Magnitude/Level
dalam pembelajaran matematika sangat Dimensi magnitude/level
penting untuk pengkonstruksian berhubungan dengan tingkat kesulitan
pengetahuan matematika, pengembangan yang diyakini oleh individu untuk dapat
pemecahan masalah dan peningkatan diselesaikan. Misalnya jika seseorang
penalaran, menumbuhkan rasa percaya dihadapkan pada masalah yang tingkat
diri, serta peningkatan keterampilan sosial. kesulitan tinggi maka self efficacynya akan
(5) “Writing and talking” dapat menjadikan jatuh pada sulit. Seseorang yang memiliki
alat yang sangat bermakna (powerfull) self efficacy tinggi khususnya pada dimensi
untuk membentuk komunitas matematika magnitude/level akan optimis dan yakin
yang inklusif. Sumarmo (2012a: 453) dalam mengerjakan atau menyelesaikan
merinci karateristik kemampuan tugas-tugas.
komunikasi matematik ke dalam beberapa 2. Strength
indikator, sebagai berikut: Dimensi strength berhubungan
1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dengan tingkat kekuatan atau kelemahan
dan diagram ke dalam ide matematika keyakinan individu tentang kompetensi
2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi yang dipersepsinya. Dengan kata lain
matematik, secara lisan dan tulisan dimensi ini menunjukkan derajat
dengan benda nyata, gambar, grafik kemantapan seseorang terhadap
dan aljabar keyakinannya tentang kesulitan tugas
3. Menyatakan peristiwa sehari-hari yang bisa dikerjakan. Dimensi ini biasanya
dalam bahasa atau simbol matematika berkaitan langsung dengan dimensi
4. Mendengarkan, berdiskusi dan menulis magnitude/level yaitu makin tinggi taraf
tentang matematika kesulitan tugas maka makin lemah
5. Membaca dengan pemahaman suatu keyakinan yang dirasakan untuk
presentasi matematika menyelesaikannya. Seseorang dengan self
6. Menyusun konjektur, menyusun efficacy yang rendah mudah dikalahkan
argumen, merumuskan definisi dan oleh pengalaman yang sulit. Sedangkan
generalisasi orang yang memiliki self efficacy yang
7. Mengungkapkan kembali suatu uraian tinggi dalam kompetensi akan
atau paragraf matematika dalam bahasa mempertahankan usahanya walaupun
sendiri. mengalami kesulitan.
Alwilsol (2010) menyatakan secara 3. Generality
etimologi self efficacy terdiri dari dua kata Dimensi generality menunjukkan
yakni “self” yang berarti unsur struktur apakah keyakinan self efficacy akan
kepribadian, dan “efficacy” yang artinya berlangsung dalam domain tertentu atau
penilaian diri, apakah dapat melakukan berlaku dalam berbagai macam aktifitas
tindakan yang baik atau buruk, tepat atau dan situasi. Dimensi ini berhubungan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 207


dengan luas bidang atau tingkat METODE PENELITIAN
pencapaian keberhasilan seseorang dalam Metode yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah atau tugas- penelitian ini adalah metode kuasi
tugasnya dalam kondisi tertentu eksperimen, karena adanya manipulasi
berdasarkan pengalaman sebelumnya. perlakuan yaitu penerapan strategi think
Strategi think talk write pada talk write. Pada penelitian ini sampel tidak
dasarnya merupakan strategi belajar dikelompokkan secara acak murni, tetapi
melalui tahapan berfikir (think), berbicara peneliti menerima keadaan sampel
(talk) dan menulis (write). Strategi ini sebagaimana adanya untuk tiap kelas yang
pertama kali diperkenalkan oleh Huinker terpilih. Hal ini didasarkan pertimbangan
dan Laughlin (1996: 82) menyatakan bahwa kelas telah terbentuk sebelumnya,
bahwa “The think-talk-write strategy builds in sehingga tidak dilakukan
time for thought and reflection and for the pengelompokkan siswa secara acak.
organization of ideas and the testing of those Penelitian dilakukan pada dua
ideas before students are expected to write. The kelompok sampel yaitu kelompok
flow of communication progresses from student eksperimen dan kelompok kontrol.
engaging in thought or reflective dialogue with Kelompok eksperimen adalah kelompok
themselves, to talking and sharing ideas with siswa yang memperoleh pembelajaran
one another, to writing”. Strategi think talk dengan strategi think talk write, sedangkan
write mendorong siswa untuk berpikir, kelompok kontrol merupakan kelompok
berbicara, dan kemudian menuliskan suatu siswa yang memperoleh pembelajaran
topik tertentu. biasa. Selanjutnya pada awal dan akhir
Langkah-langkah pembelajaran pembelajaran kedua kelas diberi tes.
yang dapat digunakan dalam strategi think Populasi dalam penelitian ini
talk write sebagai berikut: adalah seluruh siswa SMP Negeri di
1. Guru menjelaskan materi yang akan Cimahi. Sedangkan sampel dalam
diajarkan dan memaparkan materi penelitian ini dipilih dua kelas VIII pada
dengan pembelajaran biasa serta salah satu SMP Negeri di Cimahi.
membagi teks bacaan berupa LKS yang Penentuan sampel dilakukan dengan
memuat situasi masalah dan petunjuk menggunakan teknik “purposive sampling.
serta prosedur pelaksanaannya. Tujuannya agar penelitian dapat
2. Siswa memperhatikan guru mengajar dilaksanakan secara efektif dan efisien
kemudian membaca teks soal dan terutama dalam hal kondisi sampel
membuat catatan dari hasil bacaan penelitian, waktu penelitian yang
secara individual, untuk dibawa ke ditetapkan, kondisi tempat penelitian,
forum diskusi (think). serta prosedur perijinan.
3. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi
dengan teman untuk membahas isi HASIL PENELITIAN DAN
catatan (talk). Guru berperan sebagai PEMBAHASAN
mediator lingkungan belajar. Data kuantitatif diperoleh melalui
4. Siswa mengkontruksi sendiri tes kemampuan komunikasi dan skala self
pengetahuan sebagai hasil think dan efficacy matematik di awal dan akhir
talk. pembelajaran. Dalam penelitian ini
diperoleh skor pretes, postes dan N-gain.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 208


Skor pretes digunakan untuk mengetahui (KKMM) dan self efficacy matematik
kemampuan awal siswa sebelum diberikan (SEFM) yang akan diukur, yaitu skor rata-
perlakuan, skor postes digunakan untuk rata ( ), persentase (%) dan standar
mengetahui kemampuan akhir siswa
setelah diberikan pelakuan dan N-gain deviasi (sd). Perhitungan statistik
digunakan untuk mengetahui peningkatan deskriptif secara ringkas disajikan dalam
yang terjadi setelah diberikan perlakuan. berikut.
Berdasarkan hasil skor pretes,
postes dan N-Gain pada aspek
kemampuan komunikasi matematik

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pretes, Postes dan N-gain


Kemampuan Komunikasi dan Self Efficacy Matematik Siswa
Varibel Stat Strategi Think Tak Write Pembelajaran Biasa
(n = 38) (n = 37)
Pretes Postes N- Pretes Poste N-
gain s gain
KKM 5,55 25,42 0,54 5,00 19,81 0,40
M
% 13,22 60,53 11,90 47,17
sd 2,70 7,19 0,20 2,83 8,19 0,23
SEFM 98,08 92,97

70,06 66,41
sd 7,87 11,48
Catatan:
Skor ideal KKMM = 42
Skor ideal SEFM = 140

Tabel di atas menunjukkan bahwa matematik pada kelas eksperimen adalah


rata-rata hasil pretes pada kelas 25,42 atau 60,53% lebih tinggi daripada
eksperimen dan kelas kontrol untuk kelas kontrol, dengan standar deviasi 7,19.
kemampuan komunikasi dan koneksi Pada kelas kontrol skor rata-ratanya
memiliki perbedaan yang sangat kecil. adalah 19,81 atau 47,17% dengan standar
Untuk kemampuan komunikasi skor deviasi 8,19.
pretes di kelas eksperimen 1,32% lebih Sedangkan untuk skor rata-rata hasil
tinggi daripada kelas kontrol, sedangkan postes kemampuan koneksi pada keals
untuk kemampuan koneksi skor pretes di eksperimen adalah 15,84 atau 39,61% lebih
kelas eksperimen 1,04% lebih tinggi tinggi daripada kelas kontrol, dengan
daripada kelas kontrol. Persentase skor standar deviasi 8,17. Pada kelas kontrol
diperoleh dari hasil bagi skor rata-rata skor rata-ratanya adalah 7,27 atau 18,18%
dengan skor ideal dikali 100%. dengan standar deviasi 4,89.
Dari perhitungan hasil postes, rata- Dari Tabel 1 juga terlihat, skor rata-
rata hasil postes pada kelas eksperimen rata gain ternormalisasi pada kelas
dan kelas kontrol terlihat berbeda. Skor eksperimen dan kelas kontrol untuk
rata-rata kemampuan komunikasi kemampuan komunikasi dan koneksi

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 209


matematik berbeda. Skor rata-rata gain nilai postes dan n-gain kelas eksperimen
ternormalisasi kemampuan komunikasi yang mendapat pembelajaran dengan
matematik pada kelas eksperimen adalah strategi think talk write, menunjukkan hasil
0,54 dengan standar deviasi 0,20. Pada yang lebih baik dibandingkan dengan
kelas kontrol skor rata-ratanya adalah 0,40 kelas kontrol yang pembelajarannya secara
dengan standar deviasi 0,23. Sedangkan konvensional.
untuk skor rata-rata gain ternormalisasi Analisis Skor Pretes dan Postes
kemampuan koneksi matematik pada kelas Kemampuan Komunikasi Matematik
eksperimen adalah 0,35 dengan standar Analisis skor menggunakan uji
deviasi 0,23. Pada kelas kontrol skor rata- perbedaan pretes dan uji perbedaan postes.
ratanya adalah 0,14 dengan standar deviasi Uji perbedaan pretes bertujuan untuk
0,12. memperlihatkan apakah terdapat
Berdasarkan Tabel 4.1, terlihat bahwa perbedaan yang signifikan kemampuan
rata-rata nilai pretes pada kelas awal kemampuan komunikasi kedua jenis
eksperimen dengan kelas kontrol untuk kelas. Sedangkan uji perbedaan postes
kemampuan komunikasi maupun bertujuan untuk melihat apakah terdapat
kemampuan komunikasi matematik perbedaan yang signifikan kemampuan
perbedaannya sangat kecil. Hal tersebut akhir setelah perlakuan diberikan pada
menunjukkan kelas kontrol dan kelas kedua kelas.
eksperimen memiliki kemampuan awal Untuk membuktikan bahwa
yang sama. Hal ini dibuktikan melalui uji kemampuan awal kelas eksperimen dan
kesamaan dua rata-rata. Uji kesamaan dua kelas kontrol tidak memiliki perbedaan
rata-rata dengan uji-t, menggunkan maka dilakukan uji perbedaan rataan skor
Compare Mean Independent Sample t-Test. pretes dengan menggunakan uji Mann
Selain rata-rata nilai pretes, pada Tabel Whitney.
4.1 terlihat rata-rata nilai postes dan n-gain
dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata

Tabel 2. Data Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor Pretes


Kemampuan Komunikasi Matematik
Skor Pretes
Mann-Whitney U 601,00
Wilcoxon W 1304,00
Z -1,09
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,28

Dari hasil uji-t di atas didapat nilai dengan siswa yang menggunakan
Sig(2-tailed) yaitu 0,28 > 0,05. Hal ini pembelajaran biasa.
menunjukkan bahwa H0 diterima. Artinya Untuk membuktikan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan akhir kelas eksperimen lebih
antara skor pretes kemampuan baik dari kelas kontrol maka dilakukan uji
komunikasi matematik siswa kelas yang perbedaan rataan skor postes dengan
menggunakan strategi think talk write menggunakan uji-t.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 210


Tabel 3. Data Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor Postes
Kemampuan Komunikasi Matematik
t-test for Equality of Means Interpretasi
T df Sig.(2-tailed)
3,15 73 0,00 Ho ditolak

Dari hasil uji-t di atas didapat nilai menggunakan data gain ternormalisasi.
Sig.(2-tailed) yaitu 0,00. Penelitian ini Data gain ternormalisasi juga
menggunakan hipotesis satu pihak (1- menunjukkan klasifikasi peningkatan skor
tailed), maka nilai Sig.(2-tailed) harus siswa yang dibandingkan dengan skor
dibagi menjadi 2 yaitu 0,00/2 = 0,00. maksimal idealnya.
Karena nilai signifikansi 0,00 < 0,05 maka Untuk membuktikan bahwa skor gain
Ho ditolak. Artinya pencapaian ternormalisasi kemampuan komunikasi
kemampuan komunikasi matematik siswa matematik siswa yang pembelajarannya
yang mendapat strategi think tak write lebih menggunakan strategi think talk write lebih
baik daripada siswa yang mendapatkan baik daripada kelas kontrol dengan
pembelajaran biasa. pembelajaran biasa maka dilakukan uji-t.

Analisis Skor Gain Ternormalisasi


Kemampuan Komunikasi Matematik
Analisis skor gain ternormalisasi
kemampuan komunikasi matematik

Tabel 4. Data Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor Gain Ternormalisasi


Kemampuan Komunikasi Matematik
t-test for Equality of Means Interpretasi
T df Sig.(2-tailed)
2,91 73 0,00 Ho ditolak

Dari hasil uji-t di atas didapat nilai Analisis data skala self efficacy
Sig.(2-tailed) yaitu 0,00. Penelitian ini matematik siswa diperoleh melalui angket
menggunakan hipotesis satu pihak (1- yang diberikan pada akhir perlakuan pada
tailed), maka nilai Sig.(2-tailed) harus kedua kelas yaitu kelas eksperimen yang
dibagi menjadi 2 yaitu 0,00/2 = 0,00. mendapat pembelajaran dengan strategi
Karena nilai signifikansi 0,00 < 0,05 maka think talk write dan kelas kontrol yang
Ho ditolak. Artinya peningkatan mendapat pembelajaran biasa.
kemampuan komunikasi matematik siswa Untuk membuktikan bahwa skor
yang mendapat strategi think talk write skala self efficacy matematik siswa kelas
lebih baik daripada siswa yang eksperimen lebih baik daripada kelas
mendapatkan pembelajaran biasa. kontrol maka dilakukan uji Mann Whitney.

Analisis Skala Self Efficacy Matematik


Tabel 5. Data Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor Skala Self Efficacy Matematik

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 211


Skala Self
Efficacy
Mann-Whitney U 497,00
Wilcoxon W 1163,00
Z -2,02
Asymp. Sig. (2- 0,04
tailed)

Dari hasil uji-t di atas didapat nilai mana hubungan antara kedua kemampuan
Sig.(2-tailed) yaitu 0,00. Penelitian ini tersebut setelah perlakuan dilaksanakan.
menggunakan hipotesis satu pihak (1- Untuk mengetahui apakah terdapat
tailed), maka nilai Sig.(2-tailed) harus asosiasi antara kemampuan komunikasi
dibagi menjadi 2 yaitu 0,04/2 = 0,02. dan self efficacy matematik siswa, maka
Karena nilai signifikansi 0,02 < 0,05 maka dilakukan uji chi-square.
Ho ditolak. Artinya Self efficacy matematik Hasil penggolongan klasifikasi
siswa yang pembelajarannya kriteria antara kemampuan komunikasi
menggunakan strategi think talk write lebih dan self efficacy matematik siswa dapat
baik daripada siswa yang menggunakan dilihat pada Tabel 4.6 berikut:
pembelajaran biasa.

Analisis Asosiasi antara Komunikasi dan


Self Efficacy Matematik
Analisis asosiasi antara kemampuan
komunikasi dan self efficacy matematik
siswa dilakukan untuj mengetahui sejauh

Tabel 6 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kriteria Tinggi Sedang dan Rendah pada
Kemampuan Komunikasi dan Self Efficacy Matematik Siswa
Self Efficacy Total
Matematik
Rendah Sedang Tingg
i
Kemampua Rendah 0 15 2 17
n Sedang 0 9 2 11
Komunikasi Tinggi 0 8 2 10
Total 0 32 6 38

Dari tabel di atas terlihat untuk asosiasi antara kemampuan komunikasi


kemampuan komunikasi rendah dan self dan self efficacy matematik siswa, maka
efficacy matematik sedang lebih banyak. dilakukan uji chi-square.
Untuk mengetahui apakah terdapat

Tabel 7. Uji Chi-Square Kemampuan Komunikasi dan Self Efficacy Matematik

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 212


Value df Asymp.
Sig. (2-
sided)
Pearson Chi- 0,39a 2 0,82
Square
Likelihood Ratio 0,39 2 0,82
Linear-by-Linear 0,35 1 0,56
Association
N of Valid Cases 38

Dari hasil perhitungan didapat dalam kelas. Self efficacy terbentuk melalui
= 0,39 dengan Asymp. Sig. (2-sided) proses pembelajaran yang didapat sejak
kecil hingga dewasa. Ada indikator-
0,82 > α = 0,05 dan dk = (3-1)(2-1) = 2 indikator yang bisa bertahan dalam jangka
didapat = 9,49 karena waktu tertentu, namun ada pula yang
dapat berubah sesuai dengan situasi
, maka tidak terdapat sesaat. Artinya bahwa terdapat
kemungkinan untuk meningkatkan
asosiasi yang signifikan antara ataupun memperbaiki skala self efficacy.
kemampuan komunikasi dan self efficacy Hal tersebut sejalan dengan pendapat
matematik siswa yang menggunakan Gagne (Sudiana, 2017) menyebutkan
strategi think talk write. bahwa daerah afektif sebagai obyek
Dari hasil analisis terhadap asosiasi matematika sifatnya tidak langsung,
antara kemampuan komunikasi dengan sedangkan daerah kognitif dan
self efficacy matematik siswa, yaitu : Pada psikomotorik sebagai obyek langsung
Tabel 4.6 terlihat banyaknya siswa dengan yang dapat secara langsung dimiliki dalam
kemampuan komunikasi matematik yang diri siswa setelah kegiatan belajar
rendah lebih banyak daripada banyaknya berlangsung. Pembentukan daerah afektif
siswa dengan self efficacy matematik yang sebagai hasil belajar matematika relatif
rendah, sebaliknya banyaknya siswa lebih lambat daripada pembentukan
dengan self efficacy matematik yang tinggi daerah kognitif dan psikomotorik, karena
lebih sedikit daripada banyaknya siswa perubahan daerah afektif memerlukan
dengan kemampuan komunikasi yang waktu yang lebih lama dan merupakan
tinggi. Temuan tersebut menunjukkan akibat dari pembentukan pada daerah
bahwa self efficacy matematik masih kognitif dan psikomotorik.
kurang. Hal ini juga sejalan dengan
perhitungan statistik pada Tabel 4.7 SIMPULAN
menunjukkan bahwa tidak terdapat Berdasarkan hasil analisis
asosiasi antara kemampuan komunikasi penelitian yang telah dibahas, maka
dengan self efficacy matematik siswa pada diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
kelompok eksperimen yang menerima 1. Pencapaian dan peningkatan
pembelajaran dengan strategi think talk kemampuan komunikasi matematik
write. Hal ini dikarenakan skala self efficacy siswa yang pembelajarannya
tidak dapat dibentuk hanya dengan menggunakan strategi think talk write
beberapa pertemuan pembelajaran di

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 213


lebih baik daripada siswa yang 3. Tidak terdapat asosiasi antara
menggunakan pembelajaran biasa kemampuan komunikasi matematik
dengan self efficacy matematik siswa
2. Self efficacy siswa yang pembelajarannya yang pembelajarannya menggunakan
menggunakan strategi think talk writei strategi think talk
lebih baik daripada siswa yang
menggunakan pembelajaran biasa

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 214


DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2010). Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press.

Bandura, A. (1997). Self Efficacy in Charging Societies. New York : Cambridge University Press.

Deswita, R. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Connecting-Organizing-Reflecting-Exxtending


(CORE) dengan Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan
Koneksi Matematis serta Self-Efficacy Siswa SMP. Tesis pada Sekolah Pascasarjana UPI :
Tidak Diterbitkan.

Harahap, R. (2012). “Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi


Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Kontekstual dengan Kooperatif Tipe STAD
di SMP Alwasliyah 8 Medan”. Dalam Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol
5 Nomor 2, hal 186-204.

Huda. M. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Malang : Pustaka Pelajar.

Huinker, D. & Laughlin. (1996). “Talk Your Way Into Writing”. In P.C Elliot, and M.J. Kenney
(Eds.) 1996 Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and beyond. USA : NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for
School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School
Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.

Ormod, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Erlangga.

Rahmawati, D. (2015). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi serta Disposisi


Matematik Siswa SMPMelalui Strategi Think Talk Write. Tesis STKIP Siliwangi
Bandung : Tidak Diterbitkan.

Sudiana, et al. (2017). Kemandirian Belajar Mahasiswa Melalui Pembelajaran Berbasis Virtual
Class. Dalam JPPM Vol .10 No. 1, 2017.

Sumarmo, U. (2004). “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah


Menengah”. Dalam Prof. Dr.Utari Sumarmo: Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi
Matematika serta Pembelajarannya. Bandung : FPMIPA UPI.

Sumarmo, U. (2012a). “Proses Berpikir Matematik: Apa dan Mengapa Dikembangkan.


Dalam Prof. Dr.Utari Sumarmo: Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematika
serta Pembelajarannya. Bandung : FPMIPA UPI.

Sumarmo, U, et al. (2012b). “Kemampuan dan Disposisi Berpikir Logis, Kritis, dan Kreatif
Matematik : Eksperimen Terhadap Siswa SMA Menggunakan Pembelajaran Berbasis
Masalah dan Strategi Think Talk Write”. Dalam Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 17, No. 1,
17-33, April 2012.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 215


Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir
Matematik. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika dan Ilmu
pengetahuan Alam. Bandung : FPMIPA UPI.

Sumirat, A. (2014). “Efektifitas Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write (TTW)


Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa”. Dalam Jurnal
Pendidikan dan Keguruan. Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 3.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 216


PROSES BERPIKIR SISWA CLIMBER DALAM MEMECAHKAN MASALAH
MATEMATIKA BERDASARKAN GENDER

Muhammad Yani1) dan Nazariah2)


1),2)Universitas
Muhammadiyah Aceh
e-mail: muhammad.yani@unmuha.ac.id

Abstrak
Seseorang dapat memecahkan suatu masalah dengan baik apabila didukung oleh
kemampuan menghadapi rintangan yang baik juga.Disinilah daya juang dianggap memiliki
peran penting dalam memecahkan masalah.Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
proses berpikir siswa climber dalam memecahkanmasalah matematika berdasarkangender.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptifyang
subjek penelitian terdiri dari satu subjek laki-laki dan perempuanclimber.Data dikumpulkan
melalui metode wawancara berbasis tugas yang keabsahannya digunakan uji kredibilitas
data dengan cara triangulasi waktu. Data dianalisis dengan menggunakan konsep Miles dan
Huberman, yaitu tahap reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) Proses berpikir secara asimilasi dilakukan oleh subjek laki-laki
maupun perempuan climber dalam memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian
masalah, dan memeriksa kembali penyelesaian masalah matematika. Kedua subjek sudah
mampu mengasimilasi dan mengintegrasikan langsung setiap informasi yang baru
diperoleh ke dalam skema yang ada di dalam pikirannya ketika memecahkan masalah
matematika yang diberikan. (2) Proses berpikir secara asimilasi dan akomodasi dilakukan
oleh subjek laki-laki maupun perempuan climber dalam melaksanakan rencana penyelesaian
masalah. Namun subjek laki-laki climber secara umum melakukan proses berpikir secara
asimilasi dan sebagian kecil melakukan proses berpikir secara akomodasi, sedangkan subjek
perempuan climbermelakukan proses berpikir secara asimilasi dan akomodasi secara
seimbang. Proses berpikir secara akomodasi terjadi karena kedua subjek melakukan
penyesuaian skema mereka agar sesuai dengan informasi dan pengalaman baru mereka
dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan.

Kata Kunci:proses berpikir, climber, pemecahan masalah, gender

Abstract
A person can solve a problem well if supported by a goodability to face the obstacles too. Where is
fighting power considered to have an important role in problems solving. This study aims to describe
the thinking process of students in mathematical problems solvingbased on the gender. a qualitative
approach with descriptive research type were used. The research subjects consisted of one male and
female subject climber. Data was collected through a task-based interview method whose validity used
to test data credibility by means of time triangulation. Data were analyzed using the concepts of
Miles and Huberman, namely the reduction, presentation and conclusion stages. The results of the
study showed that: (1) The thinking process is assimilated by the male and female subjects in
understanding the problem, developing a problem solving plan, and re-examining the mathematical
problem solving. Both subjects have been able to assimilate and integrate directly any newly acquired
information into the scheme that is in his mind when solving a given mathematical problem. (2) The
process of thinking in assimilation and accommodation is carried out by both male and female subjects
in implementing the problem solving plan. But male subjects climber generally do the assimilation
process of thinking and a small part do the process of thinking in accommodation, while female
subjects climber do the process of assimilation and accommodation in a balanced manner. The process
of thinking in accommodation occurs because the two subjects make adjustments to their scheme to fit
their new information and experience in solving the given mathematical problems.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I217


Keywords: thinking process, climber, problem solving, gender

PENDAHULUAN Data empirik di atas menjadi salah


Matematika merupakan kebutuhan satu bahan bagi guru untuk melakukan
yang paling mendasar dalam menghadapi pembenahan di sekolah agar mutu
perkembangan teknologi modern dewasa pendidikan Indonesia semakin berkualitas,
ini. Setiap siswa di sekolah diharapkan terutama upaya yang dilakukan guru
dapat menguasai matematika dengan baik mengatasi kesulitan siswa dalam
sehingga mampu menghadapi tantangan memecahkan masalah matematika. Salah
masa depan di era global dalam satunya dengan cara melihat bagaimana
mengambil keputusan dan memecahkan proses berpikir siswa ketika memecahkan
masalah sehari-hari. Tercapai atau masalah matematika. Hal ini diperlukan
tidaknya tujuan pembelajaran matematika karena dengan memiliki kemampuan
salah satunya dapat dinilai dari berpikir yang baik, maka siswa akan lebih
keberhasilan siswa dalam memahami baik dalam memahami dan menguasai
matematika dan memanfaatkannya untuk konsep-konsep matematika yang
menyelesaikan persoalan-persoalan dipelajarinya.
matematika maupun ilmu-ilmu yang Proses berpikir merupakan suatu
lainnya (Yani, 2016:43).Namun kegiatan mental atau suatu proses yang
kenyataannya, prestasi belajar matematika terjadi di dalam pikiran siswa pada saat
siswa Indonesia masih rendah di beberapa siswa dihadapkan pada suatu
hasil evaluasi secara internasional. pengetahuan baru atau permasalahan yang
Hasil TIMSS tahun 2015 untuk sedang terjadi dan mencari jalan keluar
bidang studi matematika, Indonesia dari permasalahan tersebut. Siswono
beradapada urutan ke-44 dari 49 negara (2002:45) menyatakan bahwa proses
yang siswanya diberi tes (Mullis, et.al, berpikir adalah suatu proses yang dimulai
2016:12). Sedangkan data hasil PISA tahun dengan menerima data, mengolah dan
2015 juga menempatkan Indonesia pada menyimpannya dalam ingatan yang
urutan ke-63 dari 70 negara partisipan selanjutnya diambil kembali dari ingatan
dengan capaian masih di bawah rerata saat dibutuhkan untuk pengolahan
negara-negara OECD (OECD, 2016:44). selanjutnya.
Stacey (2011:120) juga menyatakan bahwa Proses berpikir seseorang dapat
dalam tes PISA, sebanyak 76,7% siswa diselidiki melalui dua proses, yaitu secara
Indonesia hanya mampu menyelesaikan asimilasi dan akomodasi. Piaget (1969:6)
soal-soal pada level rendah (level 2 dan di menyatakan bahwa the filtering or
bawah level 2). Yunengsih (2008:34) juga modification of the input iscalled assimilation
menyatakan bahwa sebaran soal ujian and the modification ofinternal schemes to fit
nasional masih dituntut siswabanyak reality is calledaccommodation”. Blake dan
melakukanpenghitungandengan Pope (2008:61) juga mengatakan bahwa
menerapkan rumus-rumustanpa mene- asimilasi adalah proses pengintegrasian
kankan pemecahan masalah atau masalah yang dihadapi ke dalam struktur
penalaran. kognitif yang sudah ada sebelumnya,
karena struktur masalah yang dihadapi

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I218


sesuai dengan skema yang sudah dimiliki. juangrendah), camper (daya juangsedang),
Sementara akomodasi adalah proses dan climber (daya juangtinggi). Stoltz
perubahan struktur kognitif, karena (2000:19) menyatakan bahwa siswa climber
struktur kognitif yang telah dimiliki belum mempunyai tujuan atau target dalam
sesuai dengan struktur masalah yang hidup. Untuk mencapai tujuan itu, ia
dihadapi. mampu mengusahakannya dengan ulet
Salah satu cara untuk mengetahui dan gigih. Tak hanya itu, ia juga memiliki
bagaimana proses berpikir siswa dalam keberanian dan disiplin yang tinggi. Ibarat
memecahkan masalah matematika orang bertekad mendaki gunung sampai
sebagaimana yang telah digunakan dan puncak, ia akan terus mencoba sampai
dibuktikan oleh para ahli dalam sejumlah yakin berada di puncak gunung.
penelitian adalah melalui pemecahan Berdasarkan uraian yang telah
masalah. Pehkonen(Ngilawajan, 2013:73) dikemukakan, maka tujuan dari penelitian
menyatakan bahwaproblem solving has ini adalah untuk mendeskripsikan proses
generally beenaccepted as means for advancing berpikir siswa climber dalam
thinkingskills. Tentunya dalam memecahkanmasalah matematika
memecahkan masalah matematika, setiap berdasarkangender. Sedangkan manfaat
orang memiliki cara dan gaya berpikir yang diharapkan dari penelitian ini adalah
yang berbeda-beda karena tidak semua agar dapat menjadi inspirasi bagi guru
orang memiliki kemampuan berpikir yang untuk mengetahui proses berpikir siswa
sama. Terkadang dalam memecahkan climber berdasarkan gender dalam
masalah matematika ditemukan bahwa memecahkan masalah matematika dan
ada siswa yang menunjukkan kemampuan menjadi apresiasi dalam
yang sangat baik, ada siswa yang perbaikanterutama dalam mendesain
menunjukkan kemampuan yang biasa saja, kegiatan pembelajaranmatematika di kelas.
dan ada siswa yang mengalami kesulitan.
Hal ini dikarenakan, seseorang dapat METODE PENELITIAN
memecahkan suatu masalah dengan baik Penelitian ini menggunakan
apabila didukung oleh kemampuan pendekatan kualitatif dengan jenis
menghadapi rintangan yang baik juga. penelitian deskriptif.Subjek penelitian
Dari sinilah daya juang dianggap memiliki adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Banda
peran penting dalam memecahkan Aceh yang tediri dari dua siswa yang
masalah. masing-masing terdiri dari satu subjek
Daya juang merupakan climber laki-laki dan perempuan.Dalam
kemampuan yang ada pada diri seseorang penelitian ini, peneliti adalah instrumen
dalam menghadapi suatu masalah dan utama dan Adversity Response Profile (ARP),
mencari penyelesaian dari masalah soal tes pemecahan masalah matematika
tersebut. Menurut Stoltz (2000:8), daya (TPM) dan pedoman wawancara adalah
juangdapat menjadi indikator untuk sebagai instrumen pendukung.
melihat seberapa kuatkah seseorang Pengumpulan data dalam
dapat terus bertahan dalam suatu masalah penelitian ini dilakukan dengan
yang sedang dihadapinya. Stoltz (2000:18) menggunakan metode wawancara berbasis
juga mengelompokkan daya juang ke tugas yang dilakukan oleh peneliti sendiri
dalam tiga kategori, yaitu: quitter (daya sebagai instrumen utama kepada setiap

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I219


subjek.Pengujian keabsahan data
digunakan uji kredibilitas data dengan
cara triangulasi. Adapun prosedur
pengumpulan dan triangulasi data
sebagaimana yang ditunjukkan diagram
berikut.

Gambar 1Diagram Alur Prosedur Pengumpulan Data

Data tahap penarikan kesimpulan. Adapun


dianalisisdenganmenggunakan konsep uraian detailnya seperti yang disajikan
Miles dan Huberman (1992), yaitu tahap dalamdiagram berikut.
reduksi data, tahap penyajian data, dan

Gambar 1.2 Diagram Alur Teknik Analisis Data


HASIL PENELITIAN DAN secara asimilasi dalam memahami
PEMBAHASAN masalah, karena subjekLC1 terlebih dahulu
Proses Berpikir Subjek Laki-Laki Tipe memahami masalahnya dengan cara
Climber (LCl) membaca soal pemecahan masalah yang
Berdasarkan hasil wawancara diberikan. Melalui membaca soal tersebut
berbasis tugas yang telah dilaksanakan, subjek LC1 mengungkapkan informasi-
subjek LC1 melakukan proses berpikir informasi yang diketahui dari masalah

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I220


yang diberikan dengan benar dan lancar. P110 : Nah.., sekarang bagaimana
Setelah memahami masalah yang rencanamu menentukan volume
diberikan, selanjutnya subjek LC1 juga udara diluar prisma?
mengungkapkan dengan benar dan lancar LCl110:Berarti volume limas–volume
apa yang ingin diperoleh atau ditanya dari prisma.
masalah tersebut baik pada permasalahan P111 : Ada atau tidak solusi lain
yang pertama (TPM-1) maupun yang untuk menentukan volume udara
kedua (TPM-2). Selain itu, dalam diluar prisma selain yang telah
memahami masalah matematika subjek disebutkan tadi?
LC1 juga dapat memberikan definisi dari LCl111: Cara lain.... (berpikir...), dengan cara
prisma dan tinggi limas untuk memberi dibagi-bagi (dipartisi) bangun ini
titik terang mengenai kecukupan data. (mengilustrasikan pembagiannyadi
Dalam hal ini, subjek LC1 sudah naskah soal)
dapat mengasimilasi informasi ketika ia P112 : Oke............, sekarang rencana
diminta untuk memahami masalah yang apa yang akan kamu gunakan
diberikan, karena subjek LC1 dapat untuk menyelesaikan masalah ini?
menyebutkan yang diketahui dan yang LCl112 :Volume udara diluar prisma =
ditanyakan dengan lancar. Berarti subjek volume limas – volume
LC1 dapat mengintegrasikan langsung prisma.
informasi yang baru diperoleh ke dalam Pada saat melaksanakan rencana
skema yang telah ada dipikirannya.Hal ini penyelesaian masalah matematika, secara
sejalan dengan yang dikemukakan oleh umum subjek LC1 melakukan proses
Suparno (2001:100) bahwa asimilasi adalah berpikir secara asimilasi dan sebagian kecil
proses kognitif yang dengannya seseorang melakukan proses berpikir secara
mengintegrasikan persepsi, konsep, atau akomodasi. Proses berpikir secara asimilasi
pengalaman baru ke dalam skema yang dilakukan karena subjek LC1 dapat
sudah ada dalam pikirannya. melaksanakannya dengan lancar setiap
Pada tahap menyusun rencana langkah penyelesaian dan algoritma
penyelesaian masalah matematika, subjek perhitungan yang dilakukan juga sudah
LC1 juga melakukan proses berpikir secara benar baik pada permasalahan pertama
asimilasi, karena subjek LC1 sudah dapat maupun pada permasalahan yang kedua.
mengintegrasikan langsung informasi Subjek LC1 juga sudah memiliki skema
yang baru diperoleh ke dalam skema yang tentang rencana penyelesaian masalah
ada dipikirannya. Hal ini dikarenakan juga yang diberikan, yaitu untuk
subjek LC1 sudah dapat menyebutkan menyelesaikan permasalahan yang
dengan lancar strategi yang dipilih, dapat pertama (TPM-1) dan kedua (TPM-2)
menggunakan semua data dengan memilih subjek LC1 menggunakan teorema
data untuk menyelesaikan masalah, dan pythagoras dengan lancar untuk
dapat meyakini serta memutuskan rencana menentukan tinggi segitiga, limas, piala,
yang akan digunakan untuk dan emas. Untuk menyederhanakan
menyelesaikan masalah. Berikut salah satu bentuk akar, subjek LC1 menggunakan
cuplikan wawancara subjek LCl dengan pohon faktor prima dan sifat pangkat,
peneliti pada tahap menyusun rencana sedangkan untuk menentukan panjang sisi
penyelesaian masalah matematika. alas prisma dan emas subjek

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I221


LC1menggunakan konsep perbandingan (accomodation)terjadi ketika anak
pada segitiga sebangun yang memiliki menyesuaikan skema mereka agar sesuai
garis-garis sejajar. Subjek LC1 juga dapat dengan informasi dan pengalaman baru
memutuskan bahwa tinggi prisma pada mereka.Suparno (2001:100) juga
permasalahan pertama (TPM-1) adalah menyatakan bahwa akomodasi terjadi jika
setengah dari tinggi limas dengan alasan seseorang tidak dapat mengasimilasikan
titik E, F, G, dan H adalah titik tengah pengalaman baru yang diperoleh dengan
rusuk tegak limas. Kemudian subjek LC1 skema yang sudah ada, disebabkan
dapat melaksanakan dan menentukan pengalaman baru itu tidak sesuai dengan
dengan lancar sekaligus benar volume skema yang telah ada.
udara diluar prisma pada permasalahan Pada tahap memeriksa kembali
pertama (TPM-1) dan volume piala, emas, penyelesaian masalah matematika, subjek
dan perak pada permasalahan yang kedua LC1 melakukan proses berpikir secara
(TPM-2) sesuai dengan rencana asimilasi, karena langkah pemeriksaan
penyelesaian yang telah disusun kembali yang dilakukan sudah sesuai
sebelumnya. Dengan demikian subjek LC1 dengan indikator proses berpikir asimilasi.
sudah dapat mengasimilasi dan Subjek LC1 sudah dapat memeriksa
mengintegrasikan langsung informasi kesesuaian hasil dengan data yang
yang baru diperoleh ke dalam skema yang diketahui dan dapat memutuskan serta
telah ada dipikirannya dalam yakin jawaban akhir adalah benar.Dengan
melaksanakan rencana penyeselesaian demikian dapat dikatakan bahwa subjek
masalah matematika.Hal ini senada LC1 mampu mengasimilasi dan
dengan pernyataan Ormrod (2008:41) mengintegrasikan langsung informasi
bahwa asimilasi merupakan proses yang baru diperoleh ke dalam skema yang
merespon terhadap suatu objek atau ada di dalam pikirannya.
peristiwa sesuai dengan skema yang telah Proses Berpikir Subjek Perempuan Tipe
dimiliki. Climber (PCl)
Proses berpikir secara akomodasi Berdasarkan hasil wawancara
dilakukan karena subjek LC1 mengalami berbasis tugas yang telah dilaksanakan,
kesulitan dan bahkan salah di dalam subjek PCl melakukan proses berpikir
memahami pertanyaan: jika piala adipura secara asimilasi dalam memahami masalah
akan diberikan kepada 20 kota di tahun 2015, matematika yang diberikan. Hal ini
maka hitunglah volume keseluruhan emas dan dikarenakan subjek PCl memahami
perak yang dibutuhkan?. Setelah diminta masalah dengan cara membaca soal
untuk dibaca dan dipahami lagi secara pemecahan masalah terlebih dahulu,
teliti, subjek LC1 dapat memahami maksud namun subjek PCl membaca soal tidak
soal pada permasalahan yang kedua, yaitu nyaring atau membaca dalam
volume keseluruhan emas dan perak yang hati.Selanjutnya subjek PCl langsung
dibutuhkan jika diberikan kepada 20 kota mengidentifikasi setiap yang diketahui dan
adalah volume emas dan perak yang dikali yang ditanya dengan benar dan lancar baik
dengan 20 bukan volume piala dikali 20, pada permasalahan yang terdapat pada
karena harga emas dan perak berbeda. Hal soal TPM-1 maupun TPM-2.Selain itu,
ini sesuai dengan pernyataan Santrock dalam memahami masalah matematika
(2009) bahwa akomodasi subjek PCl juga dapat memberikan definisi

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I222


dari prisma dan tinggi limas untuk dilaksanakan secara umum sudah benar,
memberi titik terang mengenai kecukupan baik pada permasalahan soal TPM-1
data. maupun pada permasalahan soal TPM-2.
Kelancaran subjek PCl dalam Subjek PCl juga sudah memiliki skema
menyebutkan yang diketahui dan yang tentang rencana penyelesaian masalah
ditanyakan pada permasalahan soal TPM-1 yang diberikan, yaitu untuk
dan TPM-2 menunjukkan ia sudah dapat menyelesaikan permasalahan TPM-1 dan
mengasimilasi dari setiap informasi ketika TPM-2 subjek PCl menggunakan teorema
ia diminta untuk memahami masalah yang pythagoras dengan lancar untuk
diberikan.Berarti subjek PClsudah dapat menentukan panjang diagonal persegi,
mengintegrasikan langsung informasi tinggi limas, piala, dan emas. Selanjutnya
yang baru diperoleh ke dalam skema yang subjek PCl juga dapat melaksanakan dan
ada dipikirannya.Gage dan Berliner (1984) menentukan dengan lancar sekaligus benar
menyatakan bahwa assimilation is the volume udara diluar prisma pada
process of changing what is perceived so that is permasalahan TPM-1 dan volume piala,
fits presents cognitive structures. emas, dan perak pada permasalahan TPM-
Pada langkah menyusun rencana 2 sesuai dengan rencana penyelesaian yang
penyelesaian masalah matematika, subjek telah disusun sebelumnya. Hal ini
PCl juga melakukan proses berpikir secara menunjukkan bahwa subjek PCl mampu
asimilasi. Karena subjek PCl sudah dapat mengasimilasi dan mengintegrasikan
menyebutkan dengan lancar rencana langsung informasi yang baru diperoleh ke
penyelesaian yang akan digunakan baik dalam skema yang ada di dalam
pada permasalahan yang terdapat pada pikirannya.Hal ini sejalan dengan
soal TPM-1 atau TPM-2 dan sudah dapat pernyataan Melnick (Firmanti, 2014:396),
mengintegrasikan langsung setiap assimilation is the incorporation of a feature of
informasi yang baru diperoleh ke dalam the environment into already existing
skema yang ada dipikirannya, meskipun structures.
subjek PCl membutuhkan sedikit waktu Proses berpikir secara akomodasi
untuk berpikir dalam memutuskan dilakukan karena subjek PCl kurang lancar
rencana yang paling tepat dalam dalam melaksanakan beberapa langkah
memecahkan masalah matematika yang penyelesaiannya, seperti pada
diberikan. Namun demikian, subjek PCl permasalahan pertama (TPM-1) subjek PCl
sudah dapat menggunakan semua data kesulitan dalam menyederhanakan bentuk
dengan memilih data untuk menyelesaikan akar, operasi bentuk akar, bahkan terdapat
masalah dan dapat meyakini serta kekeliruan dalam menggunakan konsep
memutuskan rencana yang akan perbandingan pada segitiga yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah sebangun ketika menentukan panjang sisi
yang diberikan. alas prisma.Sementara pada permasalahan
Pada saat melaksanakan rencana yang kedua (TPM-2), subjek PClkesulitan
penyelesaian masalah matematika, subjek dalam menggunakan sifat pangkat pada
PCl melakukan proses berpikir secara bentuk akar.Namun demikian, subjek PCl
asimilasi dan akomodasi secara seimbang. tidak pernah menyerah dan mengeluh
Proses berpikir secara asimilasi dilakukan dengan kendala yang dihadapinya, bahkan
karena algoritma perhitungan yang terus berusaha dalam memecahkan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I223


masalah matematika yang diberikan PCl144 : Sangat yakin.
sampai tuntas dan puas. Keadaan ini
sangat relevan dengan pernyataan Stoltz PENUTUP
(2000:19) yang menyatakan bahwa orang Simpulan
dengan tipe climber adalah orang yang Dari hasil analisis dan pembahasan
selalu berusaha untuk mencapai tujuan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik
dan puncak kesuksesan, bahkan ia siap kesimpulan sebagai berikut:
menghadapi rintangan yang ada ibarat 1. Proses berpikir secara asimilasi
orang yang bertekad mendaki gunung dilakukan oleh subjek laki-laki
sampai ke puncak. maupun perempuan climber dalam
Pada tahap memeriksa kembali memahami masalah, menyusun
penyelesaian masalah matematika, proses rencana penyelesaian masalah, dan
berpikir yang dilakukan subjek PCl adalah memeriksa kembali penyelesaian
proses berpikir secara asimilasi, karena masalah matematika. Kedua subjek
subjek PCl dapat melakukan pemeriksaan sudah mampu mengasimilasi dan
dengan lancar dan yakin sekali bahwa mengintegrasikan langsung setiap
hasil akhir yang diperoleh telah benar. informasi yang baru diperoleh ke
Berikut salah satu cuplikan wawancara dalam skema yang ada di dalam
subjek PCl dengan peneliti pada tahap pikirannya ketika memecahkan
memeriksa kembali penyelesaian masalah masalah matematika yang diberikan.
matematika 2. Proses berpikir secara asimilasi dan
P141 : Yakin itu hasil akhirnya? akomodasi dilakukan oleh subjek laki-
PCl141 : (Berpikir...). Yakin. laki maupun perempuan climber dalam
P142 : Perlu atau tidak diperiksa melaksanakan rencana penyelesaian
kembali kebenaran masalah. Namun subjek laki-laki
jawabannya? climber secara umum melakukan proses
PCl142 : Perlu........ berpikir secara asimilasi dan sebagian
P143 : Seandainya perlu, apakah kecil melakukan proses berpikir secara
dapat kamu lakukan akomodasi, sedangkan subjek
pemeriksaan? perempuan climbermelakukan proses
PCl143 : Dapat (menelaah kembali setiap berpikir secara asimilasi dan
langkah penyelesaian yang telah akomodasi secara seimbang. Proses
dikerjakan danmelaksanakan berpikir secara akomodasi terjadi
pemeriksaan kembali). Nah..., ini karena kedua subjek melakukan
sudah terbukti bahwa volume penyesuaian skema mereka agar sesuai
limas = 288 2 m3 dengan informasi dan pengalaman
P144 : Jadi..., Apa sekarang sudah baru mereka dalam memecahkan
benar-benar yakin kalau masalah matematika yang diberikan.
volume udara diluar prisma
adalah 180 2 m3?

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I224


DAFTAR PUSTAKA

Firmanti, P. (2014). The Process of Deductive Thinking at 8th Grade Students with High
Math Skill in Completing Geometric Proof. Proceeding of International Conference on
Research, Implementation and Education of Mathematics and Sciences 2014, Yogyakarta
State University, 391-398.

Gage, N. L. & Berliner, D. (1984). Educational Psychology Third Edition. Boston: Houghton
Mifflin Company.

Miles, M. B.,&Huberman.A.(1992) .Analisis Data


Kualitatif.TerjemahanolehTjetjepRohendiRohidi. Jakarta: UnversitasIndonesia.

Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Hooper, M. (2016).TIMSS 2015 International Results
in Mathematics. Boston College: International Association for the Evaluation of
Educational Achievement.

Ngilawajan, D. A. (2013). Proses Berpikir Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah


Matematika Materi Turunan Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field
Dependent. Pedagogia, 1 (2), 71-83.

OECD. (2016). PISA 2015 Result: Excellence and Equity in Education (Volume I). Paris: PISA,
OECD Publishing.

Ormrod, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan (Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang).


Penerjemah: Amitya Kumara. Jakarta: Erlangga.

Piaget, J., & Inhelder, B. (1969). The Psychology of the Child. London and Henley: Routledge &
Kegan Paul

Santrock, J. W. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika.

Siswono, T. Y. E. (2002). Proses Berpikir Siswa dalam Pengajuan Soal. Konferensi Nasional
Matematika XI, 22-25 Juli 2002, Malang.

Stacey, K. (2011). The PISA View of Mathematical Literacy in Indonesia. Journal on


Mathematics Education (Indo MS-JME). 2(2), 95-126.

Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta:


Gramedia Widiasarana Indonesia.

Suparno, P. (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jeans Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Yunengsih, Y. (2008). Ujian Nasional: Dapatkah Menjadi Tolak Ukur Standar Nasional
Pendidikan (Hasil Kajian Ujian Nasional Matematika pada Sekolah Menengah Pertama).
Jakarta: Sampoerna Foundation.

Yani, M. (2016).Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam Memecahkan


Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Ditinjau dari Adversity
Quotient.Jurnal Pendidikan Matematika, 10(1), 42-58

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I225


KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR DALAM
MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA

Ary Kiswanto Kenedi1), Sheryane Hendri2), Hasmai Bungsu Ladiva3), Nelliarti4)


1),2),3)Universitas Negeri Padang
4)SDN 26 Singkarak

email: arykenedi@fip.unp.ac.id

Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tidak adanya data mengenai kemampuan koneksi
matematika untuk siswa sekolah dasar. Peneltian ini bertujuan untuk menganalisis
kemampuan koneksi matematis siswa sekolah dasar dalam memecahkan masalah
matematika. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskrptif.Teknik pengumpulan Data
menggunakan observasi, tes dan wawancara. Adapun langkah penelitian yaitu mendesain
penelitian, penentuan lokasi, mempersiapakan instrumen penelitian, validasi dan revisi
instrumen,uji coba,analisis data, melakukan penyimpulan, dan menyajikan data hasil
penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa lemahnya kemampuan koneksi matematis
siswa sekolah dasar dalam memecahkan masalah matematika.

Kata Kunci: koneksi matematis, masalah matematika, sekolah dasar

Abstract
This research was motivated by the absence of data regarding the ability of mathematical connections
for elementary school students. This study aims to analyse the mathematical connection ability of
elementary school students in solving mathematical problems. This research is descriptive qualitative
research. Data collection techniques use observation, tests and interviews. The research steps are
designing research, determining location, preparing research instruments, validating and revising
tools, testing, analysing data, summarising, and presenting research data. The results showed that the
weak mathematical connection ability of elementary school students in solving mathematical
problems.

Keywords: mathematical connections, math problems, elementary school

PENDAHULUAN Dalam mencerdaskan bangsa Indonesia


Pendidikan sangat berperan dalam melalui pendidikan, pemerintah sebagai
kehidupan manusia. Pendidikan penyelanggara kehidupan bernegara,
merupakan sebuah upaya yang terencana pembuat kebijakan serta pengambil
dalam proses pembimbingan dan keputusan berusaha dengan cara
pembelajaran bagi individu agar memperbaiki proses pendidikan tersebut
berkembang dan tumbuh menjadi manusia seperti memperbanyak SDM di bidang
yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, pendidikan, meningkatkan sarana dan
berilmu, sehat dan berakhlak mulia baik prasarana di bidang pendidikan serta
dilihat dari aspek jasmani maupun rohani, memperbaiki kurikulum pendidikan
(Ilma, 2015:83). Negara Indonesia sebagai tersebut.
negara yang berkembang selalu berusaha Dalam proses perbaikan kurikulum
untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah telah melakukan
pendidikanya agar dapat mencerdaskan perubahan dan perbaikan kebijakan
masyarakatnya dengan tujuan dapat kurikulum dimulai sejak era Indonesia
meningkatkan kualitas kehidupanya. merdeka sampai sekarang, dari bentuk

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 226


yang sederhana menuju bentuk yang untuk untuk menyelesaikan masalah
mulai sempurna yaitu dimulai pada tahun matematika dan ilmu pengetahuan lainya
1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, sedangkan visi kedua lebih mengarahkan
2004, 2006, dan yang terbaru yaitu pada kepada tuntutan masa depan yaitu
tahun 2013, (Machali, 2014:72). Perbaikan memberikan kesempatanya untuk
kurikulum ini bertujuan agar pendidikan menumbuhkembangkan kemampuan
tersebut dapat mengalir di seluruh jiwa menalar yang logis, sistematis, kritis,
raga masyarakat Indonesia, tidak kreatif, cermat, rasa keindahan, percaya
terkecuali siswa sekolah dasar. diri, mengembangkan sifat obyektif yang
Sekolah dasar yang merupakan sangat dibutuhkan untuk menghadapi
dasar pertama siswa untuk memasuki masa depan, (Sumarmo, 2010:3).
sekolah formal juga mengalami perbaikan Hal ini membuktikan bahwa
mengikuti perbaikan kurikulum di pembelajaran matematika harus
Indonesia. Perbaikan kurikulum tersebut dibelajarkan sejak usia sekolah dasar. Hal
meliputi materi pembelajaran, alokasi ini bertujuan agar siswa memiliki bekal
waktu proses pembelajaran serta mata untuk dapat berpikir secara logis, analitis,
pelajaran yang diajarkan. Mata pelajaran sistematis, kritis , kreatif serta dapat
yang masih selalu ada didalam bekerjasama dengan yang lainya. Meninjau
pembelajaran di sekolah dasar yaitu dari tujuan pembelajaran matematika yang
pembelajaran matematika. Matematika berperan penting dalam kehidupan sehari-
adalah sebuah ilmu yang membelajarkan hari maka dibutuhkan pembelajaran
tentang perhitungan, mengkaji dan matematika yang tidak hanya saja bersifat
menggunakan penalaran atau kemampuan hafalan dan menggunakan/
individu secara logika. Sedangkan mengaplikasikan rumus yang telah ada
pembelajaran adalah sebuah proses belajar saja, tetapi lebih dari itu sehingga siswa
yang diselenggarakan oleh guru untuk dapat mengaikatkan materi yang dipelajari
membelajarkan siswa dalam belajar, dan disekolah dengan kehidupan nyata siswa
tentang bagaimana belajar memperoleh atau sebaliknya, siswa dapat mengaitkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap, kehidupanya dengan materi matematika
(Dimyati, dkk, 2002:57). Dari hal diatas yang dipelajari di sekolah.
dapat dikatakan bahwa pembelajaran Pembelajaran matematika adalah
matematika adalah sebuah proses belajar sebuah mata pelajaran yang berhubungan
yang membelajarkan siswa untuk dengan konsep, (Novitasari, 2016:8).
memahami hakikat dari matematika. Konsep adalah ide abstrak yang dapat
Pembelajaran matematika adalah mengklasifikasi dan menggolongkan
pembelajaran yang diajarkan dari tingkat sekumpulan objek. Konsep dalam
dasar sampai tingkat perguran tinggi yang pembelajaran matematika saling berkaitan
memiliki dua visi pengembangan yang anatara satu dengan yang lainya, dapat
berguna untuk mencapai tuntutan masa kita lihat ketika mempelajarai sebuah
sekarang dan tuntutan masa depan. Visi kosnep matematika maka perlu
matematika yang pertama adalah memperhatikan konsep lain dari
mengarahkan pembelajaran matematika pembelajaran matematika sebelumnya. Hal
untuk memahami konsep dan ide dalam ini lah yang disebut dengan kemampuan
pembelajaran matematika yang digunakan koneksi matematis, yaitu kemampuan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 227


siswa untuk menghubungkan suatu meguasai materi prasayarat yang berkaitan
konsep dengan konsep lainya. denngan kehidupan sehari-hari, selain itu
Koneksi matematis adalah bagian jika siswa mampu mengaitkan materi yang
dari jaringan yang saling berhubungan mereka pelajari dengan pokok bahasan
dari paket pengetahuan yang saling sebelumnya atau dengan mata pelajaran
berhubungan dari paket pengetahuan yang lain, maka pembelajaran matematika
saling berhubungan dari paket menjadi lebih bermakna, (Linto, dkk,
pengetahuan yag terdiri dari konsep- 2012:83).
konsep kunci untuk memahami dan Rendahnya kemampuan matematis
mengembangkan hubungan antara ide-ide siswa sekolah dasar akan berakibat kepada
matematika, konsep, dan prosedur, rendahnya kemampuan memecahkan
(Susanti, 2013:14). Kemampuan siswa masalah di sekolah dasar. Schoenfeld
untuk berkoneksi matematis salah satu menyatakan bahwa dalam proses
poin penting yang harus dicapai dalam memecahkan sebuah permasalahan
proses pembelajaran, dikarenakan dengan memerlukan upaya untuk membangun
mengetahui keterkaitan antar konsep koneksi antara tahapan pemecahan
matematika, siswa akan lebih mudah masalah, agar menemukan solusi dalam
untuk memahami matematika itu sendiri memecahkan masalah berdasarkan
dan membuka peluang siswa untuk dapat pengetahuan yang dimiliki, (Tasni,
mengembangkan kemampuanya terhadap 2017:105). Pendapat serupa menyatakan
matematika. bahwa kemampuan koneksi matematis
Lembaga National Council of diperlukan oleh siswa, terutama dalam
Teachers of Mathematics (NTMC) menyelesaikan masalah yang
menyatakan bahwa koneksi matematis membutuhkan hubungan anatara konsep
merupakan salah satu dari kemampuan matematika dengan konsep lain dalam
dasar yang harus dimiliki oleh siswa, matematika dan disiplin ilmu lain atau
(NCTM,2016:1). NCTM menyatakan dalam kehidupan sehari-hari, (Siagan,
bahwa ada lima kemampuan dasar 2016:63). Kemampuan koneksi matematis
matetamtika yang menjadi standar memiliki hubungan dalam memecahkan
pembelajaran matematika yakni problem masalah matematika yang berhubungan
solving (pemecahan masalah), reasoning and dengan kehidupan sehari-hari. Koneksi
proof (penalaran dan bukti), communication matematis dapat meningkatkan kemapuan
(komunikasi), connection (koneksi), dan berpikir dalam memecahkan masalah
representation (representasi). Hal ini matematika.
membuktikan bahwa kemampuan Kenyataan mengenai belum adanya
komnukasi matematis perlu dijadikan upaya guru untuk mengembangakan
perhatian dalam proses pembelajaran kompetensi matematika yang
matematika, terutama di sekolah dasar. berhubungan dengan koneksi matematis
Koneksi matematis penting dimiliki di sekolah dasar dalam memecahkan
oleh siswa karena dengan koneksi masalah matematika merupakan alasan
matematis siswa dapat menghubungkan kuat untuk dilakukannya penelitian ini.
sebuah materi dengan materi lainya, siswa Untuk mengembangkan upaya diperlukan
dapat memahami konsep matematika yang fakta-fakta yang dapat mengetahui tingkat
mereka pelajari karena mereka telah kemampuan koneksi matematis siswa

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 228


sekolah dasar. Oleh sebab itu tujuan HASIL PENELITIAN DAN
penelitian ini adalah untuk menganalisis PEMBAHASAN
kemampuan koneksi matematis siswa Data hasil penelitian diperoleh dari
sekolah dasar dalam memecahkan masalah hasil tes kemampuan koneksi matematis
matematika. siswa berdasarkan indikator yang telah
disusun yaitu siswa dapat mengenali dan
METODE PENELITIAN memanfaatkan hubungan antara ide-ide
Metode penelitian menggunakan dalam matematika,memahami bagaimana
pendekatan kuantitatif dengan metode ide-ide dalam matematika saling
deksriptif. Populasi pada penelitian ini berhubungan dan mendasari satu sama
adalah siswa kelas IV sekolah dasar lain untuk menghasilkan suatu kesatuan
kecamatan X Koto Singkarak. Pengambilan yang koheren, serta mengenali dan
sampel menggunakan teknik cluster menerapkan matematika dalam kehidupan
sampling. Sampel terdir dari 224 siswa. sehari-hari. Data tersebut kemudian
Teknik pengumpulan Data menggunakan dianalisis dan disajikan dalam bentuk
observasi, tes dan wawancara. Adapun deskripsi sebagai berikut:
langkah penelitian yaitu mendesain
penelitian, penentuan lokasi, Kemampuan Koneksi Matematis Siswa
mempersiapakan instrumen penelitian, Sekolah Dasar
validasi dan revisi instrumen,uji Berdasarkan hasil tes siswa,diperoleh
coba,analisis data, melakukan 11,11 sebagai nilai terendah dan 100
penyimpulan, dan menyajikan data hasil sebagai nilai tertinggi. Untuk lebih
penelitian. lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1
dibawah ini:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Koneksi Matematis


No Nilai Frekuensi
Absolut Relatif Relatif
(%) Kumulatif
1 11-20 1 0,4464 1
2 21-30 4 1,7857 5
3 31-40 41 18,304 46
4 41-50 49 21,875 95
5 51-60 29 12,946 124
6 61-70 30 13,393 154
7 71-80 53 23,661 207
8 81-90 12 5,3571 219
9 91-100 5 2,2321 224
Jumlah 224 100

Berdasarkan tabel 1 dapat berada pada interval 71-80 yaitu sebesar


diketahui bahwa banyak kelas interval 23, 66% (53 siswa dari 224 siswa). Hal ini
adalah 9 kelas dengan panjang setiap menunjukan bahwa masih banyak siswa
interval adalah 10. Dapat kita lihat bahwa yang memiliki kemampuan koneksi
nilai yang paling banyak diperoleh siswa

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 229


matematika rendah, yaitu sebesar 55,35% (124 dari 224).
Tabel 2. Statistika dari Koneksi Matematis Siswa
Statistika Hasil
Nilai Terendah 11,11
Nilai Terbesar 100,00
Rata-rata 57,76
Median 56
Modus 55,56
Varians 291,43
Simpangan Baku 17,07

Berdasarkan tabel 2 menunjukan memiliki kemampuan untuk


bahwa rata-rata kemampuan koneksi mengorganisasikan ide-ide dalam
matematis siswa di kecamatan X Koto pembelajaran matematika dan membuat
Singkarak adalah 57,76 , sehingga masuk siswa mampu memahami pembelajaran
dalam kategori kurang. Median dari data matematika secara mendalam, (NCTM,
yaitu 55,56, menunjukan ada banyak siswa 2000:7). Koneksi matematis dapat
yang mendapatkan skor sama pada membuat siswa memperkirakan dan
rentang 51-60, karena panjang interval mengembangkan pikiranya menggunakan
yang tidak begitu jauh. Modus pada wawasan di dalam suatu konteks tertentu
penelitian ini adalah 55,56 maksudnya untuk menguji sebuah konjektur dalam
adalah nilai yang banyak di peroleh oleh konteks yang lain, (Romli, 2016:145). Dapat
siswa adalah 55,56. disimpulkan bahwa koneksi matematis
Uji varian diperoleh nilai sebesar dapat meningkatkan kemampuan berpikir
291,43 yang artinya adanya jarak dalam siswa untuk menghubungkan konsep baik
penyebaran nilai terhadap nilai rata-rata. didalam maupun diluar konsep
Uji simpangan baku diperoleh sebesar matematika. Melihat tujuan dari koneksi
17,07 hal ini membuktikan adanya matematis ini tentu perlunya koneksi
keragaman dalam nilai yang diperoleh matematis ini dikembangkan sejak usia
oleh siswa. sekolah dasar agar tujuan dari
Dalam tabel 1 dan 2 dapat kita lihat pembelajaran matematika di sekolah dasar
bahwa adanya sebanyak 124 siswa tercapai dengan maksimal.
(55,35%) siswa yang berada di bawah nilai
rata- rata sedangkan sebanyak 100 siswa Kemampuan Koneksi Matematis siswa
(44.65%) siswa diatas rata-rata. Hal ini Berdasarkan Indikator Kemampuan
membuktikan bahwa siswa di Kecamatan Koneksi Matematis
X Koto Singkarak memiliki kemampuan Koneksi matematis dalam
koneksi matematis yang berada dibawah penelitian ini terdiri dari siswa dapat
rata-rata. mengenali dan memanfaatkan hubungan
Koneksi matematis penting di antara ide-ide dalam matematika,
belajarkan di sekolah dasar dikarenakan memahami bagaimana ide-ide dalam
siswa mampu melihat kemungkinan matematika saling berhubungan dan
hubungan yang ada mengenai topik-topik mendasari satu sama lain untuk
dalam pembelajaran matematika, siswa menghasilkan suatu kesatuan yang

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 230


koheren serta mengenali dan menerapkan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk lebih lanjutnya dapat dilihat pada
penjelasan berikut:

Tabel 3. Nilai Rata- rata Indikator Kemampuan Koneksi Matematis Siswa


No Indikator Koneksi Matemamtis Rata-rata
1 mengenali dan memanfaatkan hubungan antara 67,71
ide-ide dalam matematika
2 memahami bagaimana ide-ide dalam 57,14
matematika saling berhubungan dan mendasari
satu sama lain untuk menghasilkan suatu
kesatuan yang koheren
3 mengenali dan menerapkan matematika dalam 48,66
kehidupan sehari-hari

Tabel 3 menunjukan bahwa nilai matematika. Kemampuan siswa dalam


rata-rata tertinggi berada pada indikator mengenal dan memanfaatkan antara ide-
mengenali dan memanfaatkan hubungan ide dalam matematika harus
antara ide-ide dalam matematika yaitu dikembangkan. Bruner menyatakan pada
sebesar 67,71. Hal ini membutikan bahwa pembelajaran matematika akan lebih
siswa lebih mapu mengenali dan bermakna jika siswa belajar matematika
memanfaatkan hubungan antara ide-ide mampu menghubungkan suatu konsep
dalam matematika. Sedangkan indikator matematika dengan konsep matematika
koneksi matematis yang memiliki rata-rata lainya, (Sugiarti, 2014:152). Pembelajaran
paling rendah yaitu mengenali dan dengan pengkoneksian antar ide
menerapkan matematika dalam kehidupan matematik yang diajarkan secara eksplisit
sehari-hari yaitu sebesar 48,66. Hal ini tidak akan membuat siswa memahami
membuktikan bahwa siswa cenderung pembelajaranya secara menyeluruh namun
lebih sulit dalam mengenali dan jika siswa mampu mengenal dan
menerapkan matematika dalam kehidupan memanfaatkanya tentu pembelajaran
sehari-hari. matematika akan lebih bermakna.

a) Indikator mengenali dan b) Indikatormemahami bagaimana ide-ide


memanfaatkan hubungan antara ide- dalam matematika saling berhubungan
ide dalam matematika dan mendasari satu sama lain untuk
Indikator siswa dapat mengenali menghasilkan suatu kesatuan yang
dan memanfaatkan hubungan antara ide- koheren
ide dalam matematika mendapatkan skor Pada indikator memahami
tertinggi dengan skor rata-rata yaitu 67,71 bagaimana ide-ide dalam matematika
dengan kategori cukup. Hal ini saling berhubungan dan mendasari satu
membuktikan bahwa siswa sudah mampu sama lain untuk menghasilkan suatu
untuk mengenali dan memanfaatkan kesatuan yang koheren mendapatkan skor
hubungan antara ide-ide dalam rata-rata 57,14 dengan kategori kurang.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 231


Hal ini membuktikan bahwa kemampuan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
koneksi matematis siswa dengan indikator Pada indikator ini mendapatkan skor rata-
mengaitkan matematika dengan rata yaitu 48,66. Hal ini membuktikan
pembelajaran lainya. bahwa siswa masih lemah dalam
Indikator ini sangat jarang sekali mengenali dan menerapkan matematika
ditonjolkan pada pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
matematika di sekolah dasar. Pembelajaran Matematika memiliki peran dalam
matematika sebagai pembelajaran menjawab permasalahan-permasalahan
universal yang mendasari perkembangan yang terjadi didalam kehidupan sehari-
tekhnologi serta penting dalam berbagai hari oleh sebab itu pembelajaran
disiplin ilmu, (Kusmanto, 2014:62). matematika disekolah dasar membekali
Lemahnya kemampuan siswa dalam siswa sekolah dasar untk berpikir logis,
menghubungkan pembelajaran analitis, sistematis, kritis, kreatif serta
matematika akan berdampak terhadap kemampuan bekerjasama yang diperluka
proses belajar dan kehidupan sehari-hari dalam kehidupan sehari-hari, (Sholihah,
siswa. 2015:175). Selain itu matematika juga
Pembelajaran matematika yang memilik nilai-nilai yang dapat memotivasi
digabungkan dengan pembelajaran lainya siswa dan dapat dipelajari sehingga nilai-
perlu di kembangkan lagi. Kemampuan nilai yang terkandung tersebut dapat
siswa dalam menggunakan berbagai diimplementasikan dalam kehidupan
representasi matematika, keahlianya sehari-hari, (Soeprianto,2009:37)
dalam bidang tekhnologi, serta membuat Berdasarkan wawancara yang
keterkaitanya dengan disiplin ilmu lain, dilakukan ditemukan bahwa hampir rata-
memberikan daya matematika yang lebih rata semua responden tidak mampu
besar, (NCTM, 2000:354). Artinya bahwa menjawab pertanyaan peneliti. Pertanyaan
pembelajaran matematika tidak terlepas yang peneliti berikan merupakan
dari ilmu lainya. Jika pembelajaran pertanyaan yang berhubungan dengan
matematika diajarkan sendiri tanpa indikator koneksi matematis siswa sekolah
mengaitkan suatu konsep dengan konsep dasar. Tidak ada siswa yangmampu
lainya pembelajaran akan menjadi tidak menjawab dengan benar.
bermakna. Jika suatu topik diberikan Dari data mengenai ketiga
secara tersendiri, maka pembelajaran akan indikator koneksi matematis ini dapat
kehilangan satu momen yang sangat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi
berharga dalam usaha meningkatkan siswa sekolah dasar masih dalam kategori
prestasi siswa dalam belajara matematika kurang. Terlihat lemahnya kemampuan
secara umum, (Ruspiani, 2000:1). koneksi matematis siswa diuji dari soal
yang diujikan dan berdasarkan
c) Indikator Mengenali dan menerapkan wawancara. Perlunya upaya dari guru
matematika dalam kehidupan sehari- selaku pendidik untuk dapat
hari mengembangkan kemampuan koneksi
Dari data yang didapatkan bahwa matematis ini karena koneksi matematis
kemampuan koneksi matematis siswa memberikan kontribusi yang positif
sekolah dasar yang paling rendah terdapat terhadap proses dan hasil belajar siswa,
pada indikator mengenali dan menerapkan (Mandur, 2013:1).

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 232


PENUTUP lemah nya kemampuan koneksi matematis
Simpulan pada siswa sekolah dasar di kecamatan X
Koneksi matematis merupakan Koto Singkarak.
bagian dari kompetensi matematika yang
dapat menghubungkan ide-ide dalam Saran
matematika, mengatikan konsep Saran yang perlu dikembangkan
matematika dengan konsep diluar adalah perlunya upaya lebih lanjut untuk
matematika dan menerapkan konsep meningkatkan kemampuan koneksi
matematika dalam kehidupan sehari-hari. matematis siswa sekolah dasar ini.
Pada penelitian ini membuktikan bahwa

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 233


DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ilma, Naufal. 2015. Peran Pendidikan Sebagai Modal Utama Membangun Karakter
Bangsa. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam. ISSN 2338-6673 E ISSN 2442-8280
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015, h.83.

Kusmanto, Hadi and Lis Marliyana. 2014. Pengaruh Pemahaman Matematika Terhadap
Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 2
Kasokandel Kabupaten Majalengka. Jurnal EduMa, Vol. 3 (2), h. 62.

Linto, dkk. 2012. Kemampuan Koneksi Matematis Dan Metode Pembelajaran Quantum
Teaching Dengan Peta Pikiran. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1 (2012), h.83.

Machali, Imam. 2014. Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013 dalam menyongsong


Indonesia Emas Tahun 2045. Jurnal Pendidikan Islam, Volume III, Nomor 1, Juni
2014/1435, h. 72.

Mandur, Kanisius et.al. 2013. Kontribusi Kemampuan Koneksi, Kemampuan


Representasi, dan Disposisi Matematis Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Siswa SMA Swasta di Kabupaten Manggarai. Jurnal Pendidikan Matematika,
Vol 2 (1), pp. 1.

NCTM, Executive Summary: Principles and Satndars for School Mathematics, 2016, di download
padahttp://www.nctm.org/uploadedFiles/Standards_and_Positions/PSSM_ExecutiveSumma
ry.pdf taanggal 20 Januari 2018.

Novitasari, Dian. 2016 Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif Terhadap Kemampuan


Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika dan
Matematika, h.8.

Romli, M. 2016. Profil Koneksi Matematis Siswa Perempuan SMA dengan Kemampuan
Matematika Tinggi dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2, h.145.

Ruspiani. 2000. Ruspiani. (2000). Kemampuan siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika.
Tesis PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Sholihah, Dyahsih Alin and Ali Mahmudi. 2015. Keefektifan Experiential Learning
Pembelajaran Matematika Mts Materi Bangun Ruang Sisi Datar. Jurnal Riset
Pendidikan Matematika, Vol 2(2), h. 175.

Siagan, Muhammad Daut. 2016. Kemampuan Koneksi Matematik Dalam Pembelajaran


Matematika. MES (Journal of Mathematics Education and Science), ISSN: 2528-4363,
h.63.

Sugiarti, Sri. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan
Koneksi Matematis Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan
Matematika Vol. 3 (3), h. 152.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 234


Sumarmo, Utari. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
Dikembangkan pada peserta didik, Jurnal online Matematika:FMIPA, h.3.

Tasni, dkk. 2017. Membangun Koneksi Matematis Siswa Dalam Pemecahan Masalah Verbal.
Jurnal Beta. Vol. 10 No. 1 (Mei) 2017, h. 105.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 235


PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PERSAMAAN
LINEAR SATU VARIABEL MENGGUNAKAN ELPSA FRAMEWORK

Firmansyah B1), Ega Gradini2), dan Elfi Rahmadhani3)


1),2),3)STAIN Gajah Putih

email: firmansyahb@stain-gp.ac.id

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan tingkat pemahaman matematis siswa MTs Negeri
1 Takengon setelah diajarkan dengan ELPSA. Komponen ELPSA (Experience, Language,
Pictorial, Symbol, dan Application) di implementasikan pada pembelajaran Persamaan Linear
Satu Variabel untuk menggali level pemahaman matematis siswa. Penelitian ini merupakan
penelitian campuran (mixed-method) yang menggunakan data kualitatif untuk memperkuat
temuan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di kelas VII MTs Negeri 1 Takengon dengan
melibatkan 28 siswa. Level pemahaman matematis yang digunakan adalah level
pemahaman Kinach yang dikembangkan dari Skemp, dimana terdapat 5 level pemahaman
matematis yakni: (1) pemahaman konten, (2) pemahaman Konsep, (3) pemahaman
pemecahan masalah, (4) pemahaman epistemic, dan (5) pemahaman Inkuiri. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran ELPSA (Experience,
Language, Pictorial, Symbol, dan Application) umumnya responden telah mampu mencapai
level Pemecahan Masalah. Terdapat sebagian kecil siswa yang telah mencapai pemahaman
epistemic, namun tidak ada yang mencapai pemahaman inkuiri.

Kata Kunci:pemahaman matematis, kerangka kerja ELPSA, pembelajaran matematika

Abstract
This paper aims to set out the level of mathematical understanding MTsNegeri 1 Takengon after
taught with ELPSA. ELPSA component (Experience, Language, Pictorial, Symbol, and Application)
implemented in the study of Linear equations of one Variable to dig a level deeper understanding
mathematical students. This research is the research mix (mixed-method) using qualitative data to
strengthen the quantitative findings.The research was carried out in Class VII MTs Negeri 1
Takengon involving 28 students. The level of mathematical understanding which is used is a level of
understanding that developed from Skemp Kinach, where there are 5 levels of mathematical
understanding: (1) understanding of the content, (2) understanding, (3) understanding of problem
solving, (4), and epistemic (understanding 5) understanding Inkuiri. Based on the results of the study
it can be concluded that learning through ELPSA (Experience, Language, Pictorial, Symbol, and
Application) are generally the respondent has been able to achieve the level of problem solving. There
is a small percentage of students who have achieved an understanding epistemic, but none reached the
understanding of inkuiri.

Keywords: mathematical understanding, ELPSA framework, learning math

PENDAHULUAN individu, bahwa di dalam satu kelas pasti


Terjadi perubahan pradigma terdapat perbedaan kemampuan
pembelajaran matematika yang matematika yang beragam, sehingga
sebelumnya hanya berbasis nilai menjadi mengupayakan terbentuknya learning
pembelajaran matematika yang society dalam kegiatan pembelajaran untuk
memandang peserta didik sebagai terjaminnya keterlaksanaan prinsip
individu yang memiliki potensi. education for all, yang menjamin bahwa
Paradigma baru ini menghargai perbedaan pendidikan itu adalah hak setiap orang,

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 236


bukan hanya anak yang dianggap pandai melekat pada pendidik matematika,
matematika saja. Terkait dengan materi-materi matematika, atau pengajaran
kebermaknaan dalam belajar, melalui teori matematika (Siswono, 2014). Banyak upaya
pembelajaran kontekstual, paradigma baru mengubah situasi itu, seperti dengan
ini memfasilitasi siswa untuk mengaitkan menerapkan strategi, pendekatan, model
konsep yang akan dipelajari dengan segala pembelajaran, atau orientasi pembelajaran
pengalaman dan pengetahuan yang telah yang mutakhir. Upaya itu masih terus
dimiliki siswa dalam kehidupan sehari- berlangsung hingga saat ini. Kondisi
hari. demikian merupakan masalah yang harus
Kurikulum 2013 menekankan pada diatasi dan akan selalu dihadapi pendidik
pandangan bahwa siswa adalah manusia terutama pendidik matematika. Masalah
yang memiliki potensi untuk belajar dan itu berkembang mengikuti masa dan
berkembang. Siswa harus aktif dalam dinamika perubahan yang terjadi. Untuk
pencarian dan pengembangan mengatasinya, langkah awal adalah
pengetahuan yang mereka miliki. mengidentifikasi berbagai masalah secara
Matematika adalah aktivitas yang kita sistematis kemudian merumuskan
lakukan sehari-hari yang mencakup pola, berbagai upaya mengatasi masalah-
urutan, struktur atau bentuk-bentuk, dan masalah tersebut secara fleksibel.
relasi-relasi diantaranya. Materi dalam Dalam melaksanakan pembelajaran,
pembelajaran matematika disusun secara pendidik matematika umumnya
teratur dalam urutan yang logis dan mengajarkan matematika secara abstrak
hirarkis, artinya topik matematika yang dan hanya diajarkan berdasarkan buku
telah diajarkan merupakan prasyarat teks dengan skenario pembelajaran yang
untuk topik berikutnya. Seseorang akan relatif mirip; pengenalan konsep,
lebih mudah mempelajari sesuatu bila pengenalan rumus, pemberian soal, dan
belajar itu didasari kepada apa yang telah latihan soal. Siswa seringkali tidak
diketahui oleh orang itu. Oleh karena itu, dilibatkan secara aktif dalam
untuk mempelajari suatu topik matematika pembelajaran. Pembelajaran juga
yang baru, pengalaman belajar yang lalu umumnya tidak bermakna dan melibatkan
dari seseorang akan mempengaruhi pengalaman belajar siswa. Siswa sering
terjadinya proses belajar matematika merasa bahwa konsep yang telah mereka
tersebut pelajari tidak/belum diketahui
Meski pergantian Kurikulum telah manfaatnya di kehidupan sehari dan tidak
dilakukan, pembelajaran Matematika relevan dengan apa yang dialami siswa di
masih diliputi beragam permasalahan. luar sekolah. Oleh karena itu ELPSA
Pendidik matematika ibarat tamu yang tak framework menjadi penting untuk konteks
diundang, datang kadang tidak Indonesia untuk mengatasi masalah
sepenuhnya diperhatikan. Peserta didik tersebut agar siswa di Indonesia belajar
tidak aktif atau belajar melakukan matematika secara bermakna dan mampu
aktivitas-aktivitas dengan setengah hati. menerapkannya dalam memecahkan
Peserta didik enggan bekerjasama, permasalahan yang lebih kompleks
berkelompok, melaksanakan, dan Selama beberapa tahun terakhir para
berupaya dengan keras menyelesaikan soal peneliti di bidang pendidikan berusaha
atau tugas-tugas. Stigma negatif acapkali untuk menjelaskan apa yang dimaksud

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 237


dengan pemahaman matematika. Diantara Kinach merumuskan lima tingkatan
penjelasan yang dimunculkan, pemahaman Matematika, yaitu (1)konten,
pemahaman secara umum digambarkan (2)Konsep, (3)Pemecahan masalah,
sebagai unsur dinamis dalam proses (4)Epistemik, dan (5)Inkuiri.
belajar yang dijelaskan dalam definisi Tingkatan Pemahaman Matematika
Skemp (1976) “to understand something dari Kinach (2002) disajikan sebagai
means to assimilate it into an appropriate berikut:
schema”. Jadi terlihat adanya perbedaan 1. Tahap Pemahaman Konten (Content-
antara pemahaman dengan mengonstruksi level Understanding)
pemahaman. Pemahaman dikaitkan Jenis pengetahuan yang diperoleh
dengan kemampuan dan mengonstruksi disini adalah pengetahuan yang
pemahaman dikaitkan dengan proses “dihantar/diterima”, bukan diraih secara
asimilasi dengan “suatu skema yang cocok aktif oleh siswa. Melainkan
(an appropriate schema).” Skema diartikan diberikan/disajikan kepada mereka dalam
oleh Skemp sebagai grup konsep-konsep bentuk informasi atau keterampilan
yang saling terhubung dalam proses terbatas/terisolasi. Pemahaman konten
mengonstruksi pemahaman. merupakan pemahaman matematika yang
Kinach memandang pemahaman paling dangkal. Tahap pemahaman konten
matematika pada tataran yang sama terkait dengan kemampuan memberikan
dengan Skemp, dimana ia merekonstruksi contoh–contoh yang benar tentang kosa
tingkatan pemahaman matematika Skemp kata (istilah dan notasi), mengingat fakta-
dengan menggunakan modifikasi fakta dasar, dan terampil menggunakan
“Kerangka Kerja Tahap Pemahaman algoritma atau mereplikasi strategi
Disiplin Ilmu” milik Perkins dan Simmons berpikir dalam situasi tertentu yang telah
(1988). Perkins dan Simmons telah diajarkan sebelumnya.
mengembangkan kerangka kerja tingkatan
pemahaman dalam Teaching for 2. Tahap Pemahaman Konsep (Concept-
Understanding Project di Universitas levelUnderstanding)
Harvard. Kinach memodifikasi tingkatan Setingkat lebih tinggi dari
ini pada tahun 2000 melalui projek pemahaman konten, dimana siswa terlibat
pengembangan Pedagogical Content aktif mengidentifikasi, menganalisis dan
Knowledge di Fakultas Pendidikan, mensintesis pola-pola serta saling
Universitas Maryland Baltimore. Hingga keterkaitan dalam memperoleh
saat ini, tingkatan pemahaman matematika pengetahuan. Ciri-ciri dari tingkat
yang dirumuskan oleh Kinach menjadi alat pemahaman ini adalah (a)kemampuan
untuk mengukur tingkat pemahaman mengidentifikasi pola, (b)menyusun
matematis oleh sebagian besar definisi, dan (c)mengaitkan konsep yang
guru/pendidik Matematika. satu dengan yang lain. Pada point (a) dan
Tingkat-tingkat pemahaman suatu (b), merupakan hasil modifikasi dari salah
disiplin ilmu menurut Perkins dan satu tingkat pemahaman dari Perkins dan
Simmons (1988) terbagi ke dalam empat Simmons. Schwab berpendapat bahwa jika
tingkatan,“four interlocked levels of knowledge tingkatan ini tidak tercapai maka tidak
: the content frame, the problem-solving frame, dapat dikatakan sesorang memahami
the epistemic frame, and the inquiry frame“. suatu ilmu. Misalnya tidak ada sociology

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 238


tanpa penguasaan konsep identitas, peran, konstruktivisme adalah ELPSA yang
dan masyarakat; tidak ada biologi tanpa memuat lima komponen, yaitu
penguasaan konsep sel, dan tidak ada Experiences,Language, Pictures, Symbols, dan
aljabar tanpa penguasaan konsep fungsi. Application. ELPSA dikembangkan oleh
Professor Tom Lowrie melalui RIPPLE
3. Tahap Pemahaman Pemecahan (Research Institute for Professional Practice,
Masalah (Problem solving-level Learning & Education), Charles Sturt
understanding) University Australia.
Tahap pemahaman pemecahan Lowrie (2014) mengatakan “kerangka
masalah, diartikan sebagai alat analisis dan ELPSA melihat pembelajaran sebagai suatu
metode ilmiah. Pelajar menggunakannya proses aktif dimana para siswa
untuk mengajukan dan memecahkan mengkonstruksikan sendiri cara dalam
masalah dan dilema matematika. Ciri dari memahami sesuatu melalui proses
tingkat pemahaman pemecahan masalah pemikiran individu dan interaksi sosial
adalah kemampuan berpikir menemukan dengan orang lain”. ELPSA merupakan
suatu pola, working backward (bekerja sebuah kerangka desain pembelajaran
mundur), memecahkan suatu masalah yang dibuat secara khusus untuk konteks
yang serupa, mengaplikasikan suatu Indonesia sebagai hasil dari analisis data
strategi dalam situasi yang berbeda atau video TIMSS (Thrends International
menciptakan representasi matematika dari Mathematics Science Study). Model ELPSA
fenomena fisik atau sosial. ini dikembangkan berdasarkan pada teori-
teori pembelajaran konstruktivisme dan
4. Tahap Pemahaman Epistemik sifatnya sosial. Model ini memandang
(epistemic-level understanding). bahwa pembelajaran sebagai suatu proses
Tahap pemahaman epistemik, aktif dimana para siswa mengkonstruksi
diartikan sebagai memberikan bukti-bukti sendiri caranya dalam memahami sesuatu
yang sahih dalam matematika, termasuk melalui proses pemikiran individu dan
strategi dalam menguji suatu pernyataan interaksi sosial dengan orang lain. Desain
matematika. Pemahaman pada tingkat pembelajaran model ELPSA terdiri dari 5
epistemik ini menguatkan cara berpikir komponen yang meliputi: 1) pengalaman;
yang digunakan pada tingkat pemahaman 2) bahasa; 3) gambar; 4) simbol; dan 5)
konsep dan pemecahan masalah. aplikasi pengetahuan. Komponen-
5. Tahap Pemahaman Inkuiri (inquiry- komponen dari model ELPSA tersebut
level understanding) tidak dapat dilihat sebagai proses linear,
Tahap pemahaman inkuiri, tetapi dilihat sebagai komponen yang
diartikan sebagai menurunkan saling berhubungan dan melengkapi
pengetahuan atau teori yang benar-benar (Lowrie, 2015).
baru, bukan menemukan kembali. Lowrie dan Patahuddin (2015)
Pemahaman inkuiri meliputi keyakinan menjabarkan setiap komponen ELPSA
dan strategi, baik secara umum maupun sebagai berikut:
khusus dalam bekerja untuk memperluas E (experience) adalah Pengalaman,
pengetahuan. merupakan kegiatan pembelajaran yang
Salah satu framework pembelajaran mengeksplisitkan atau memunculkan
yang berlandaskan pada paham pengalaman terdahulu yang dimiliki siswa

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 239


dan menghubungkannya dengan komponen bahasa, dimana bahasa
pengetahuan dan pengalaman baru yang digunakan sebagai alat pembelajaran.
akan diperolehnya (dipelajari). Kerangka Teori-teori sosial menunjukkan pentingnya
kerja ELPSA didasari pada asumsi bahwa pengalaman difasilitasi, pengaruh budaya
pengalaman (baik yang sifatnya pribadi terhadap persepsi dan pengaruh dari
maupun sosial) adalah pondasi untuk bahasa sehari-hari terhadap bahasa
pengenalan kesempatan belajar yang baru. matematika. Dalam matematika, bahasa
Wenger mengindikasikan bahwa bisa bersifat umum maupun khusus yang
pehamanan konsep itu bermakna jika diperlukan untuk menyajikan ide-ide
dibangun dan dikaitkan dengan matematika. Bahasa juga berhubungan
pengalaman hidup seseorang atau adanya dengan pedagogik khusus karena penting
kesempatan keterlibatan satu sama lain. bagi guru untuk memodelkan bahasa yang
Komponen pengalaman ini dapat benar yang dapat difahami siswa agar
dikenalkan melalui curah pendapat, siswa dapat menggunakan bahasa yang
diskusi secara umum, menggunakan visual benar untuk mendeskripsikan
untuk memancing pemikiran, penyajian pemahamannya kepada guru atau teman-
cerita oleh guru ataupun siswa. temannya untuk menjelaskan dan
Pengalaman juga berhubungan dengan memperkuat pemahamannya. Hal ini
pemberian umpan balik dan pemberian diperkuat oleh Sutawidjaya (2000)
latihan soal/ reviu). Hal ini diperkuat oleh mengatakan bahwa “bahasa merupakan
Flavel (dalam Resnick) yang menyatakan unsur penting dalam setiappembelajaran.
bahwa dalam hirarki belajar “ketrampilan Bisa terjadi siswa tidak memahami suatu
yang diperoleh pada permulaan belajar konsep matematika bukan karena konsep
dapat mempengaruhi proses belajar itu terlalu sulit baginya tetapi karena guru
selanjutnya”. Demikian juga Bodner (1981) yang menyajikan menggunakan kata atau
menyatakan: “Piaget argued that knowledge kalimat yang tidak bisa dimengerti oleh
is constructed as the learner strives to organize siswa”. Oleh karena itu, penyajian
his or her experiences in terms of preexisting pembelajaran yang dilakukan guru
mental structure or schema.” matematika hendaknya menggunakan
L (language that describes the bahasa sederhana yang dapat difahami
experience) adalah bahasa yang siswa. Bahasa sangat berkaitan erat dengan
mendeskripsikan pengalaman merupakan interaksi sosial sehari-hari termasuk dalam
kegiatan pembelajaran yang secara aktif proses pembelajaran. Urgensinya bahasa
mengembangkan bahasa matematika dalam pembelajaran digambarkannya
tertentu agar dimaknai oleh pembelajar. sebagai “limas ajaib” seperti berikut.
Fondasi sosial tampak jelas pada

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 240


Gambar 1. Limas Ajaib Unsur Pembelajaran Matematika
Keterangan: simbol ini merupakan aspek paling umum
B = bahasa dan sering digunakan dalam pengajaran.
M= matematika, Komponen ini kadang-kadang membuat
S = simbol (wujud simbol) matematika berbeda dari disiplin ilmu
K = konkret (nyata/konkret) lainnya, dan kadang merujuk ke bahasa
G = gambar (semi konkret) yang universal). Hal ini diperkuat oleh
D = diagram (semi abstrak) Bruner mengemukakan bahwa untuk
P (pictorial that represent the mendapatkan pemahaman dalam proses
experience) adalah gambar yang belajar matematika sebaiknya kegiatan
menyajikan pengalaman tersebut siswa diarahkan melalui 3 cara yaitu
merupakan kegiatan pembelajaran yang enaktif, ikonik dan simbolik. Cara simbolik
memberikan pengalaman mengenal yaitu untuk mendapatkan pemahaman,
konsep matematika dalam bentuk gambar. maka kegiatan yang dilakukan siswa
Komponen ketiga dari rancangan adalah memanipulasi simbol-simbol atau
pembelajaran ini berhubungan dengan lambing-lambang dari objek tertentu. Pada
penggunaan representasi visual dalam kegiatan ini siswa sudah mampu
menyajikan ide-ide, bisa berupa gambar, menggunakan notasi tanpa
tabel, diagram, dan lain sebagainya. Dienes ketergantungan dengan objek (benda)
menyatakan bahwa representasi konkrit nyata.
dan alat peraga dapat digunakan untuk Selanjutnya Lowrie dan Patahuddin
membantu peserta didik mempelajari ide- (2015) memperluas tahapan ini dengan
ide abstrak. Gambar merupakan aspek menambah unsur A (Application) yaitu
kritis dari matematika. Gambar sering aplikasi atau penerapan merupakan
digunakan untuk membantu kegiatan pembelajaran yang berusaha
menjembatani pemahaman siswa dan memahami signifikansi proses belajar
menyiapkan rangsangan guna dengan mengaplikasikan pengetahuan
menyelesaikan tugas matematika sebelum baru dalam memecahkan masalah dalam
pengenalan simbol. konteks yang bermakna. Siswa yang hanya
S (written symbols that generalise the dilibatkan dalam proses manipulasi
experience) adalah simbol tertulis yang simbol-simbol tidak dapat menggunakan
menyatakan pengalaman secara umum representasi simbol tersebut secara efektif
atau bersifat general merupakankegiatan dalam situasi baru. Tahapan ini
pembelajaran yang dapat mengubah atau menggambarkan bagaimana pengetahuan
melakukan transisi dari representasi yang telah diperoleh dapat diterapkan
gambar ke representasi simbol. Komponen dalam bermacam-macam situasi. Pada

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 241


tahap ini diharapkan siswa sudah mampu data yang akan dikumpulkan terlebih
menerapkan konsep materi yang dipelajari dahulu adalah data kuantitatif dan
dalam pemecahan masalah rutin ataupun dianalisis, yang kemudian diikuti oleh
non rutin dan yang berkaitan dengan pengumpulan dan analisis data kualitatif.
disiplin ilmu yang lain. Komponen Data kuantitatif dan kualitatif akan
Aplikasi ini berupa soal berbobot (rich dianalisis masing-masing yang hasilnya
task). selanjutnya dikomparasi. Namun dalam
tulisan ini penulis hanya akan membahas
Kerangka perancangan proses analisisnya saja. Penelitian dilaksanakan di
pembelajaran berbasis ELPSA adalah MTsN 1 Takengon. Populasi dalam
alternatif pilihan untuk menbantu guru penelitian ini adalah semua siswa kelas VII
dalam upaya meningkatkan mutu (tujuh) yang terdiri dari 6 kelas. Kelas yang
pengajaran di sekolah. Karena dijadikan sampel sebanyak 2 (dua) kelas
metode/pendekatan yang dipakai dalam yang dipilih dengan menggunakan metode
ELPSAdisajikan melalui serangkaian simple random sampling. Pengumpulan
gambar-gambar atau grafik yang data pada penelian ini menggunakan
dilakukan anak, berhubungan dengan teknik tes dan non tes. Teknik tes
mental yang merupakan gambaran dari digunakan untuk mengumpulkan data
objek-objek yang dimanipulasinya), dan pemahaman matematis siswa sedangkan
tahap simbolik (tahap pembelajaran di teknik non tes digunakan untuk
mana pengetahuan itu direpresentasikan mengumpulkan data aktivitas siswa dalam
dalam bentuk simbol-simbol abstrak yaitu pembelajaran dan kinerja guru dalam
simbol-simbol yang dipakai berdasarkan mengolah pembelajaran serta data dukung
kesepakatan orang-orang dalam bidang pemahaman matematis siswa.
yang bersangkutan, baik simbol-simbol
verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, HASIL DAN PEMBAHASAN
kalimat-kalimat), lambang-lambang 1. Tahap Pemahaman Konten
matematika, maupun lambang-lambang Untuk soal nomor 3, diharapakan siswa
abstrak yang lain). mengingat fakta tentang keliling segitiga
Metodologi sebagai jumlah dari seluruh sisi-sisi
Penelitian yang telah dilakukan oleh segitiga. Melalui pemahaman tersebut
penulis dengan pendekatan mixed method, diharapkansiswa membentuk persamaan
yaitu gabungan antara penelitian kualitatif linear satu variabel yang jika diselesaikan
dan penelitian kuantitatif. Nusa dan dapat membantu siswa menentukan apa
Hendarman menyebutkan pada desain ini, yang ditanya.

Soal Segitiga memiliki sisi-sisi 10cm, x cm, dan (2x – 1) cm. Jika
no 3 keliling segitiga tersebut 24 cm, berapa panjang sisi terpendek
segitiga tersebut?

(2x-1) cm x cm
10 cm

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 242


Berikut analisis yang diperoleh TU :yang 3 ini (menyisir semua sisi-sisi
berdasarkanjawaban dan hasil wawancara segitiga dengan jari)
soal nomor 3. P : diapai 3 itu?
a) Analisis jawaban dan hasil wawancara TU :dikali
subjek IE P :jadi dikali semua sisi segitiga, dapatlah
Berdasarkan wawancara dengan subjek IE keliling ya?, kalau Bapak buat kayak
disimpulkan bahwa subjek memahami gini, (membuat simulasi segitiga
fakta keliling dengan benar sebagai jumlah dengan gambar) ada segitiga sisinya 2,
(hasil tambah) seluruh sisi pada segitiga. 3 dan 4, berapa kelilingnya?
Berikut petikan wawancara dengan IE. TU :satu per dua kali 2 kali 3 kali 4
… : …
P : 24 apa? c) Analisis jawaban dan hasil wawancara
IE :24 adalah kelilingnya subjek TAS
P : keliling itu biasanya di apa? Berdasarkan wawancara dengan subjek
IE : eee dikali, eh ditambah TAS disimpulkan bahwa subjek
P :apa yang ditambah kalau mencari mengetahui keliling segitiga sebagai
keliling? jumlah sisi-sisi pada segitiga, sehingga
IE : ditambah sisi siswa mencoba mencari sisi terpendek
P : mana sisinya? tunjuk mana aja! dengan mengurangi 24 dengan 10.
IE :sisi, sisi, sisi (sambil menunjukkan Hasil yang diperoleh yaitu 14 dianggap
seluruh sisi segituga pada gambar) sebagai nilai x yang dia asumsikan
… :… sebagai sisi terpendek. Sedangkan 14
b) Analisis jawaban dan hasil wawancara merupakan jumlah 2 sisi lain pada
subjek TU segitiga yaitu x dan 2x-1.
Berdasarkan wawancara dengan subjek TU d) Analisis jawaban dan hasil wawancara
disimpulkan bahwa subjek salah dalam subjek NP
memahami fakta keliling. Subjek justru Berdasarkan wawancara dengan
memahami keliling sebagai setengah dari subjek NP disimpulkan bahwa subjek
hasil kali semua sisi. Pemahaman subjek salah dalam memahami fakta keliling.
ini muncul karena siswa sulit Subjek justru memahami keliling sebagai
membedakan fakta tentang keliling setengah dari hasil kali semua sisi.
segitiga dengan luas segitiga siku-siku Pemahaman subjek ini bisa saja muncul
yang pernah dipelajari sewaktu SD. karena sulit membedakan fakta tentang
Berikut petikan wawancara dengan TU. keliling segitiga dengan luas segitiga siku-
… :… siku. Pada jawaban subjek model keliling
P :karena dia yang paling pendek, x nya yang dinyatakan sebagai jumlah seluruh
ya?, kalau x yang paling pendek yang sisi sudah tepat namun tidak sejalan
lain lebih panjang ya. dengan yang dipahami. Berikut petikan
Nah coba jelaskan jawabannya kenapa wawancara dengan NP.
bisa seperti itu?
TU :diketahui kelilingnya sama dengan 24, P : 24 itu apa?
jadi hasilnya di sini sama dengan 24 NP :24 itu keliling yang ini (menunjuk
cm (menunjuk persamaan pada gambar segitiga)
jawabannya) P :cara mencari keliling bagaimana?
P :keliling itu yang mana?

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 243


NP :keliling itu setengah dikali alas dikali Dari keseluruhan analisis hasil
tinggi wawancara subjek di atas diperoleh
P :kenapa NP jumlah?, kesimpulandalam memahami fakta dasar
ditambahkan?(rumus yang disebutkan) (fakta tentang keliling segitiga) antara lain:
tadi itu keliling atau luas?Bedanya Subjek IE memahami dengan benar fakta
apa? tentang keliling segitiga sebagai jumlah
NP :keliling yang semuanya, kalau luas ... sisi-sisi segitiga; subjek TAS mengetahui
P :ooo, keliling itu yang semuanya?, keliling segitiga sebagai jumlah sisi, namun
semuanya itu maksudnya ditambah? kurang memahami bagaimana keliling
ditambah atau dikali? diterapkan dalam menentukan sisi
NP :dikali terpendek; Subjek TU dan NP salah dalam
P : kalau misalnya di sini 1, 2, dan 3 memahami fakta keliling segitiga,
(memberi contoh sisi-sisi segitiga)
keduanya justru memahami keliling
berapa kelilingnya?
sebagai setengah dari hasil kali semua sisi
NP :6
yang tidak lain dipengaruhi pengetahuan
P :ditambah berarti ya?
subjek tentang luas segitiga.
NP :dikali (1 x 2 x 3 = 6)
2. Tahap Pemahaman Konsep
P :tapi belum dibagi 2? Katanya tadi ada
Untuk soal nomor 1, siswa
bagi 2 (setengah)
diharapkan memberikan argumen dalam
NP :3
menentukan contoh maupun bukan contoh
PLSV berdasarkan definisi formal PLSV.

Soal Mana dari persamaan berikut ini yang merupakan persamaan


no 1 linear satu variabel (PLSV) dan bukan PLSV!
a. 4 x 2  10  15
b. 2y 1
c. 7z  2  7  0
1
d. 1  3
x

Berikut analisis yang diperoleh dari P :kenapa itu persamaan?, dimana IE


jawaban dan hasil wawancara soal nomor tandai itu persamaan?
1. IE :dicari dulu nih Bu
a) Analisis jawaban dan hasil wawancara P :dicari dulu?, kalau nd bisa dicari?
subjek IE IE :bukan PLSV
Berdasarkan wawancara dengan … :…
subjek IE disimpulkan bahwa subjek tidak b) Analisis jawaban dan hasil wawancara
mendasari penentuan contoh PLSV subjek TU
berdasarkan definisi formal PLSV. Berdasarkan wawancara dengan subjek TU
Melainkan berusaha mencari kesesuaian disimpulkan bahwa subjek tidak
nilai antara ruas kanan dan ruas mendasari penentuan contoh PLSV
kiri.Berikut petikan wawancara IE untuk berdasarkan definisi formal PLSV.
soal nomor 1. Melainkan berusaha mencari kesesuaian
… :… nilai antara ruas kanan dan ruas kiri.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 244


Bahkan terlebih dahulu mencari subjek menganalisis menggunakan
penyelesaian dan disubtitusikan kembali kategori sederhana PLSV yaitu terdiri dari
ke persamaan. satu variabel dan tidak berpangkat
P :menurut TU soal nomor satu tanya (maksudnya pangkat x tidak dituliskan).
apa? Berikut hasil wawancara dengan subjek
…. :… NP.
TU :nanya tentang persamaannya, tapi dia P :soal nomor satu yang diminta apa?
bukan sama NP :yang diminta menentukan persamaan
P :tapi dia bukan sama, kalau nomor a. linear satu variabel
TU bilang bukan PLSV ya kenapa? P :jadi menurut NP yang mana PLSV?
TU :karena hasil dari ruas kiri dan ruas NP : yang b, c dan d
kanannya beda P :a kenapa bukan?
… :… NP :karena x nya berpangkat 2
P :kalau yang d?
c) Analisis jawaban dan hasil wawancara NP : kalau yang d, x nya cuma satu dan
subjek TAS tidak berpangkat,
Berdasarkan wawancara dengan subjek P :kalau yang c?
TAS disimpulkan bahwa subjek tidak NP :yang c juga sama cuma satu
mendasari penentuan contoh PLSV
berdasarkan definisi formal PLSV. Namun Dari keseluruhan analisis hasil
subjek menganalisis menggunakan wawancara subjek di atas diperoleh
kategori sederhana PLSV yaitu terdiri dari kesimpulan bahwa keseluruhan subjek
satu variabel dan berpangkat satu. Berikut belum melibatkan definisi formal PLSV
hasil wawancara dengan subjek TAS. untuk menentukan contoh atau bukan
P :nomor satu jawabannya apa contoh. Namun ada dua subjek yaitu TAS
TAS :b, c, d merupakan PLSV dan NP menggunakan kategori tertentu
P : kenapa? dalam menentukan PLSV atau bukan.
TAS : karena variabelnya di sini satu Pada dasarnya kategori yang keduanya
semuanya gunakan mirip yaitu persamaan dikatakan
P :kalau a kenapa bukan? PLSV apabila terdiri dari satu variabel dan
TAS :kalau a karena ada pangkat duanya variabelnya berpangkat satu.
pak 3. Tahap Pemahaman Pemecahan
Masalah
d) Analisis hasil wawancara subjek NP Untuk soal nomor 1, siswa
Berdasarkan wawancara dengan diharapkan menemukan pola yang tepat
subjek NP disimpulkan bahwa subjek dalam memecahkan masalah dalam hal ini
tidak mendasari penentuan contoh PLSV menentukan bentuk PLSV secara tepat.
berdasarkan definisi formal PLSV. Namun

Soal Mana dari persamaan berikut ini yang merupakan persamaan


no 1 linear satu variabel (PLSV) dan bukan PLSV!
a. 4 x 2  10  15
b. 2y 1
c. 7z  2  7  0

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 245


1
d. 1  3
x

Berikut analisis yang diperoleh dari menggunakan pola sederhana dalam


data hasil wawancara soal nomor 1. menentukan bentuk PLSV. Pola yang
a) Analisis jawaban dan hasil wawancara digunakan yaitu PLSV yaitu terdiri
subjek IE dari satu variabel dan tidak berpangkat
Berdasarkan wawancara dengan subjek (maksudnya pangkat x tidak
IE disimpulkan bahwa subjek tidak dituliskan). Pola tersebut salah
mendasari dan tidak menemukan pola diterapkan subjek saat berjumpa
yang sesuai dalam menentukan bentuk 1
persamaan (d) 1  3. Siswa
PLSV. x
b) Analisis jawaban dan hasil wawancara memahami (d) sebagai PLSV karena
subjek TU menganggap x tidak berpangkat
Berdasarkan wawancara dengan subjek (pangkat tidak tertulis) dan tidak
TU disimpulkan bahwa subjek tidak memperharikan posisi x sebagai
mendasari dan tidak menemukan pola 1
penyebut pada bentuk pecahan atau
yang sesuai dalam menentukan bentuk x
PLSV. x 1 .
c) Analisis jawaban dan hasil wawancara Dari keseluruhan analisis hasil
subjek TAS wawancara subjek di atas diperoleh
Berdasarkan wawancara dengan subjek kesimpulan antara lain: terdapat dua
TAS disimpulkan bahwa subjek subjek IE dan TU belum menentukan
menggunakan pola sederhana dalam sebuah pola yang jelas dan tepat dalam
menentukan bentuk PLSV. Pola yang menentukan PLSV; Sedangkan dua subjek
digunakan yaitu PLSV yaitu terdiri lainnya TAS dan NP menggunakan sebuah
dari satu variabel dan berpangkat satu. pola untuk menentukan PLSV, walaupun
Pola tersebut salah diterapkan subjek untuk persamaan tertentu mereka salah
1 dalam menggunakan pola tersebut.
saat berjumpa persamaan (d) 1  3.
x
Siswa memahami (d) sebagai PLSV 4. Tahap Pemahaman Epistemik
karena menganggap x berpangkat 1 Tahap ini lebih spesifik
dan tidak memperharikan posisi x indikatornya adalah kemampuan
sebagai penyebut pada bentuk pecahan memberikan bukti-bukti yang sahih dalam
1 matematika, termasuk strategi dalam
atau x 1 .
x menguji suatu pernyataan matematika.
d) Analisisjawaban dan hasil wawancara Indikator tersebut dapat diidentifikasi
subjek NP melalui soal nomor 2.
Berdasarkan wawancara dengan subjek
NP disimpulkan bahwa subjek

Soal Buktikan bahwa y  3 adalah penyelesaian atau solusi dari


no 2 2 y 1  8  y
dengan mengganti (mensubtitusi) nilai y pada persamaan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 246


dengan 3 dan menunjukkan terbentuk kesamaan yang benar!

Pada soal ini siswa diarahkan atau situasi yang sangat berbeda dari
untuk menguji pernyataan matematika contoh-contoh baik yang sudah disajikan
pada soal melalui proses pembuktian guru maupun dari buku. Namun dari
terbalik yaitu mensubstitusi solusi pada jawaban dan hasil wawancara dengan
persamaan dan menunjukkan terbentuk subjek tidak ditemukan indikasi dari
kesamaan yang benar. pemahaman inkuiri tersebut. Pada
Hasil yang diperoleh sejalan wawancara dengan NP, subjek
dengan analisis indikator 3.2 bahwa menyampaikan bahwa masalah yang
seluruh subjek tidak menyadari bahwa dibentuk untuk soal nomor 5 terinspirasi
proses subtitusi nilai pada persamaan dari contoh-contoh pada buku.
dimaksudkan untuk melakukan
pembuktian pernyataan matematika. Hal SIMPULAN
ini dikarenakan seluruh subjek hanya Terdapat 5 level pemahaman
fokus pada proses subtitusi dan tidak matematis yakni: (1) pemahaman konten,
menyimpulkan maksud dari kesamaan (2) pemahaman Konsep, (3) pemahaman
akhir yang diperoleh. pemecahan masalah, (4) pemahaman
5. Tahap Pemahaman Inkuiri epistemic, dan (5) pemahaman Inkuiri.
Tahap ini lebih spesifik Berdasarkan hasil penelitian dapat
indikatornya adalah kemampuan disimpulkan bahwa melalui pembelajaran
menurunkan pengetahuan atau teori yang ELPSA (Experience, Language, Pictorial,
benar-benar baru, bukan menemukan Symbol, dan Application)
kembali. Indikator tersebut dapat umumnyaresponden telah mampu
diidentifikasi melalui soal nomor 3, 4 dan mencapai level Pemecahan Masalah.
5. Pada soal-soal 3 dan 4 siswa diharapkan Terdapat sebagian kecil siswa yang telah
memunculkan metode atau cara baru mencapai pemahaman epistemic, namun
dalam menyelesaikan masalah yang tidak ada yang mencapai pemahaman
disajikan. Sedangkan pada soal nomor 5 inkuiri.
siswa diharapkan memunculkan masalah

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 247


DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 2016. Lesson Plan Berbasis Kerangka Kerja ELPSA untuk Membangun Pemahaman Konsep
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat pada Siswa. Jurnal Daya Matematis. Vol
2. Nomor 1 Tahun 2016. Hal 1-10.

Kinach, Barbara M.(2002).Understanding and Learning-to-explain by Representing Mathematics:


Epistemological Dilemmas Facing Teacher Educators in the Secondary Mathematics
``Methods'' Course. Journal of Mathematics Teacher Education, 2002, Volume 5,
Number 2, Page 153.

Lowrie, Tom dkk. 2014. Buku I Pengenalan Program: Bahan Belajar Geometri untuk
Matematika SMP di MGMP. Jakarta: Bank Dunia.

Lowrie, T., & Patahuddin, S. M. (2015). ELPSA as a lesson design framework. Journal on
Mathematics Education, 6(2), 1-15.

Perkins, D. N. & Simmons, R. (1988). Patterns of Misunderstanding: An Integrative Model for


Science, Math, and Programming. Review of Educational Research, Vol. 58, No. 3
(Autumn, 1988), 303-326.

Resnick,L.B & Ford,W.W. 1981. The Psychology of Mathematics For Instruction. University of
Pittsburgh Siswono, Tatag Yuli Eko. 2014. Permasalahan dalam pembelajaran
Matematika. Makalah disajikan pada Diskusi Panel dan Workshop Program Studi
S2 Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Mahasaraswati Denpasar, 18
Januari 2014 di Ruang Widyasabha Kampus II Unmas Denpasar.

Skemp, R. R. (1976). Relational understanding and instrumental understanding. Mathematics


Teaching, 77, 20-26.

Sutawidjaya Akbar. 2000. Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Makalah seminar


Nasional di Universitas Negeri Malang. Malang.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 248


PERMASALAHAN PENILAIAN PADA MATERI GEOMETRI

Herawati
UIN Ar-raniry Banda Aceh
email: herawati@ar-raniry.ac.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman guru mengenai penilaian
berdasarkan kurikulum 2013, proses penilaian berdasarkan kurikulum 2013 pada materi
geometri, kendala yang dihadapi guru dalam pelaksanaan penilaian dan solusinya, dan
langkah-langkah penyusunan alat penilaian pembelajaran geometri yang dilakukan guru
MTsN 4 Pidie Beureunuen. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan
menggunakan teknik pengumpulan data wawancara dan dokumentasi.Kemuadian data
dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.Penelitian ini menunjukkan
bahwapemahaman guru terhadap penilaian berdasarkan kurikulum 2013 sudah baik
dengan adanya pelatihan-pelatihan.Peroses penilaian yang dilakukan guru MTsN 4 Pidie
sudah mencakup ketiga aspek penilaian yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Sedangkan kendala yang dihadapi guru adalah padatnya materi dan tingkat pemahaman
siswa terhadap materi sebelumnya kurang, sehingga materi geometri tidak maksimal
diajarkan yang mengakibatkan semua indikator tidak termuat dalam penilaian pada materi
tersebut. Untuk langkah-langkah penyusunan instrument sudah dilakukan sesuai dengan
kurikulum 2013 yaitu dengan memilih teknik penilaian yang sesuai dengan karakteristik
kompetensi dasar, indikator, atau tujuan pembelajaran yang dinilai.

Kata Kunci: permasalahan penilaian dan geometri

Abstract
The purpose of this study was to determine the teacher's understanding of assessment based on the
2013 curriculum, the assessment process based on the 2013 curriculum on geometry material, the
obstacles faced by the teacher in the implementation of the assessment and the solution, and the steps
in the preparation of a geometry learning assessment tool by MTsN 4 teacher Pidie Beureunuen. The
type of this research is qualitative research, using interview and documentation data collection
techniques. Then the data were analyzed using qualitative descriptive methods. This study shows that
the teacher's understanding of assessment based on the 2013 curriculum is good with trainings.
Assessment process carried out by MTsN 4 Pidie teachers covers all three aspects of assessment,
namely knowledge, attitudes and skills. Whereas the constraints faced by the teacher are the density of
material and the level of students' understanding of the material previously lacking, so that the
geometry material is not maximally taught which results in all indicators not contained in the
assessment of the material. For the steps the preparation of the instrument has been carried out in
accordance with the 2013 curriculum by selecting assessment techniques that are appropriate to the
characteristics of basic competencies, indicators, or learning objectives that are assessed.

Keywords: assessment problems and geometry

PENDAHULUAN penilaian yang sesuai dengan indikator


Belajar adalah usaha sadar yang atau tujuan yang diharapkan, sehingga
dilakukan untuk mencapai suatu tujuan mutu pendidikan dapat diketahui. Seperti
dari sebuah proses pembelajaran. Dimana yang diungkapkan oleh Abdul majid
tujuan yang dicapai dapat diketahui bahwa salah satu cara pengendalian mutu
dengan adanya sebuah evaluasi atau pendidikan dapat diperoleh dengan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 249


melakukan evaluasi atau penilaian. kinerja, yaitu penilaian yang menuntut
Penilaian yang digunakan diharapkan peserta didik mendemonstrasikan suatu
menjadi instrument penjaminan mutu, kompetensi tertentu dengan menggunakan
pengendalian mutu, dan perbaikan mutu tes praktik, projek dan penilaian portofolio
sistem pendidikan baik di tingkat kelas, (Nana Sudjana, 2013).
sekolah, regional, nasional maupun di Untuk dapat mengetahui
tingkat internasional (Abdul Majid, efektivitas pelaksanaan proses
2014).Hal ini menyatakan bahwa penilaian pembelajaran matematika di setiap satuan
merupakan salah satu hal yang sangat pendidikan secara komprehensif, perlu
penting dalam pembelajaran dan dilakukan kegiatan evaluasi.
merupakan salah satu standar proses yang Penilaian mempunyai peranan
dimuat dalam Permendikbud No.65 yaitu yang penting dalam kegiatan
tentang standar proses, diawali dengan pembelajaran, karena kegiatan ini
kegiatan penyusunan perencanaan berhubungan langsung dengan upaya
pembelajaran, pelaksanaan proses perubahan perilaku siswa dalam mencapai
pembelajaran, dan selanjutnya dilakukan tujuan pendidikan. Selain itu, dengan
penilaian hasil belajar (Depdikbud, 2005). kegiatan penilaian juga guru akan
Penilaian adalah suatu tindakan mengetahui sejauh mana keberhasilan
atau kegiatan untuk melihat sejauh mana program pembelajaran yang sudah
tujuan-tujuan pembelajaran telah dicapai dilakukan. Keberhasilan pembelajaran
atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk bukan hanya dilihat dari segi kognitifnya
hasil belajar yang diperlihatkan setelah saja akan tetapi dilihat juga dari segi
mereka menempuh pengalaman belajar keterampilan dan sikap.
(Nana Sudjana, 2005).Dengan demikian Prinsip – prinsip yang harus
penilaian dilakukan untuk menentukan diperhatikan dalam melakukan penilaian
dan memberikan nilai kepada siswa sesuai adalah: dalam menilai hasil belajar
dengan kriteria yang telah hendaknya dirancang sedemikian rupa
ditentukan.Sebagaimana yang tercantum sehingga jelas abilitas yang harus dinilai,
dalam Permendikbud No. 66 bahwa materi penilaian, alat penilaian, dan
cakupan yang harus dinilai yaitu berupa interpretasi penilaian; penilaian hasil
kompetensi sikap, pengetahuan dan belajar hendaknya menjadi bagian integral
keterampilan.Penilaian sikap dilakukan dari proses belajar mengajar; agar
melalui observasi, penilaian diri, penilaian diperoleh hasil belajar yang objektif
teman sejawat dan jurnal.Instrument yang penilaian harus menggunakan berbagai
digunakan untuk observasi, penilaian diri alat penilaian yang sifatnya komprehensif;
dan penilaian antar peserta didik adalah dan penilaian hasil belajar hendaknya
daftar cek atau skala penilaian yang diikuti dengan tindak lanjut (Nana
disertai rubrik, sedangkan penilaian Sudjana, 2005).
melalui jurnal berupa catatan dari Akan tetapi pada kenyataannya
pendidik.Penilaian pengetahuan dilakukan masih banyak guru yang belum paham
melalui tes tulis, tes lisan dan dalam membuat alat penilaian bahkan
penugasan.Dan penilaian keterampilan masih ada guru yang suka menggunakan
dilakukan dengan menggunakan penilaian satu bentuk soal berulang – ulang pada

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 250


saat ulangan dan juga masih ada yang Adanya kesulitan guru dalam
melakukan pemberian skor yang tidak membuat penilaian terungkap dalam
tepat. Untuk menghindari hal tersebut dan penelitian Ruslan dkk, yang mana guru
guru juga dapat mengajar secara merasa terbebani karena harus menjumlah
profesional maka guru harus membekali setiap nilai yang diperoleh siswa secara
diri dengan pengetahuan dan keseluruhan serta mendeskripdikan nilai
keterampilan yang baik diantaranya dengan tepat (Ruslan, dkk, 2016).
keterampilan dalam menyusun atau Adapun salah satu alternatif solusi
membuat soal sebagai alat penilaian siswa yang dapat dilakukan adalah sebaiknya
setelah melakukan proses pembelajaran. guu dalam mengembangkan instrument
Salah satu penilaian pembelajaran penilaian mengikuti langkah-langkah tepat
yang dilakukan adalah penilaian pada dari segi penetapan tujuan dan indikator
pembelajaran matematika yang sekarang pembelajaran, menentukan jenis data atau
ini masih banyak ditemukan ketidak lingkup materi, menentukan teknik
sesuaian antara indikator dan alat pengukuran, pengolahan dan membuat
penilaian yang digunakan oleh guru. kesimpulan.
Diantara materi matematika yang Berdasarkan latar belakang
diajarkan adalah materi geometri yang masalah di atas perlu kiranya peneliti
sudah diperkenalkan sejak usia dini tetapi melakukan sebuah kajian penelitian
fenomena yang terjadi berdasarkan dengan judul “ Permasalahan Penilaian
observasi di perguruan tinggi masih pada Materi Geometri”.
terdapat mahasiswa yang bahkan tidak
mengenal bentuk dari geometri bidang. METODE PENELITIAN
Yang pada hakikatnya mereka telah Jenis penelitian yang digunakan
menjalankan jenjang pendidikan dalam penelitian ini adalah penelitian
sebelumnya dan disetiap jenjang kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif
pendidikan tersebut ada materi geometri merupakan metode penelitian yang
(hasil wawancara, 2018). berusaha menggambarkan dan
Berdasarkan hasil observasi di menginterpretasi objek sesuai dengan apa
MTsN 4 Pidie Beureunuen, guru masih adanya (Sukardi, 2003). Dalam penelitian
merasa kesulitan dalam membuat soal dan ini mengggambarkan secara sistematis
cendrung tidak menggunakan langkah- hasil analisis permasalahan penilaian pada
langkah yang tepat dalam melakukan materi geometri yang diteliti secara tepat
penilaian. Menurut Uyu wahyudin dkk, dengan menggambarkan hasil
langka-langkah yang harus ditempuh permasalahan berupa langkah-langkah
dalam proses penilaian adalah proses pembuatan instrument penilaian,
menetapkan tujuan, jenis data atau lingkup dan kesesuaian indikator pembelajaran
materi, teknik pengukuran, geometri dengan alat penilaian yang
mengembangkan instrument pengukuran, disusun oleh guru.
melaksanakan pengukuran, mengolah dan Penelitian ini dilakukan di MTsN 4
menafsirkan hasil pengukuran (Uyu Pidie Beureunuen, kabupaten
Wahyudin, dkk, 2006). Pidie.Adapun yang menjadi subjek dalam
penelitian ini adalah guru mata pelajaran

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 251


matematika di MTsN 4 Pidie Beureunuen sumber melalui wawancara dan
sebanyak 3 orang perwakilan setiap kelas. dokumentasi; (2) Penyajian data yaitu
Instrumen penelitian yang proses penyusunan informasi sistematis
digunakan adalah: dalam bentuk grafik, matrik dan bagan
a) Dokumentasi, yaitu perangkat yang memberikan kemungkinan adanya
pembelajaran yang digunakan oleh penarikan kesimpulan dan tindakan; (3)
guru yaitu berupa RPP serta alat Penarikan kesimpulan yaitu membuat
penilaiannya. kesimpulan dari deskripsi data yang ada
b) Pedoman Wawancara, yaitu terdiri dari (Miles dan Huberman, 1992).
pertanyaan yang akan menjadi data
pendukung dalam proses penelitian, HASIL PENELITIAN DAN
yang menyangkut bagaimana proses PEMBAHASAN
perumusan instrument yang dirancang, Pemahaman Guru Mengenai Penilaian
dan diterapkan oleh guru. Berdasarkan Kurikulum 2013
Tekhnik pengumpulan data yang Berdasarkan hasil penelitian
digunakan dalam penelitian ini mengenai pemahaman guru terhadap
ialah: penilaian dengan menggunakan
a) Dokumentasi yaitu teknik memperoleh kurikulum 2013 diperoleh bahwa guru
informasi dari bermacam-macam tidak hanya melakukan penilaian diakhir
sumber tertulis atau dokumen yang ada pembelajaran aakn tetapi penilaian juga
pada responden (Sukardi, 2003). dilakukan selama proses pembelajaran.
b) Wawancara yaitu merupakan teknik Dalam melakukan penilaian pada aspek
pengumpulan data untuk menemukan pengetahuan guru memberi soal di akhir
permasalahan yang harus diteliti dan pertemuan sebagai tugas atau kuis. Pada
untuk mengetahui hal-hal dari aspek sikap guru menggunakan lembar
responden yang lebih mendalam pengamatan sikap yang sudah dirancang
(Sugiono, 2013). dan melakukan pengamatan selama proses
pembelajaran berlangsung, seperti
Teknik analisis data yang pengamatan pada saat siswa menghargai
digunakan dalam penelitian ini adalah pendapat orang lain dan cara melakukan
dengan menganalisis data yang ada kerja sama. Dan pada aspek keterampilan
dengan menggunakan prisnsip-prinsip guru menggunakan tes praktik seperti
deskriptif, dengan menganalisis secara dalam menggambar bangun geometri serta
deskriptif ini dapat tergambar analisis menggunakan.
permasalahan penilaian lebih ringkas, Selama proses pembelajaran
sederhana dan lebih mudah dimengerti. berlangsung guru melakukan penilaian
Data hasil wawancara dan sikap terhadap siswa dengan
dokumentasi dianalisis melalui tiga menggunakan instrumen lembar observasi
tahapan yaitu: (1) Reduksi data yaitu seperti dalam menilai sikap sosial dan
menyeleksi data sesuai dengan menerima pendapat orang lain pada saat
permasalahan dan tujuan penelitian, berdiskusi. Berdasarkan hasil wawancara
kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini dengan guru, dalam melakukan penilaian
adalah menelaah data data dari berbagai keterampilan guru menggunakan tes

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 252


praktik seperti menggambar bangun memahami, seperti aspek apa yang harus
geometri, adapun instrument yang dinilai dan instrumern apa yang
digunakan adalah rubric penilaian dalam digunakan.
bentuk daftar cek.Selanjutnya dalam
Proses Penilaian Berdasarkan Kurikulum
melakukan penilaian sikap guru
2013 pada Materi Geometri.
menggunakan pedoman observasi yang
Proses penilaian yang dilakukan oleh
memuat indicator-indikator perilaku yang
guru mencakup beberapa aspek penilaian
diamati.
yaitu pengetahuan, keterampilan dan
Dari hasil wawancara dan observasi
sikap. Berdasarkan hasil penelitian maka
yang peneliti lakukan maka untuk
dapat digambarkan proses penilaian
pemahaman tentang penilaian pada
berdasarkan kurikulum 2013 dpada materi
kurikulum 2013 tidak ada permasalahan
geometri.
yang mencolok, artinya rata-rata guru
matematika di MTsN 4 Pidie sudah

Tabel 1. Proses Penilaian Berdasarkan Kurikulum 2013 pada Materi Geometri


No. Aspek Kegiatan yang Dilakukan Guru
1. Pengetahuan Guru dalam melakukan penilaian pada aspek
kognitif dengan memberi soal kuis pada akhir
pertemuan atau memberi tugas. Dengan
menggunakan instrument berupa soal pilihan
ganda dan uraian.
2. Keterampilan Pada aspek psikomotor, guru melakukan
penilaian tentang keterampilan siswa dalam
menerapkan konsep dan memecahkan
permasalahan yang berkaitan dengan materi
geometri. Selain itu juga dengan memeriksa
catatan siswa mengenai gambar bangun yang
dilukiskan.
3. Sikap Guru melakukan penilaian pada aspek afektif
dengan cara mengamati aktivitas siswa selama
proses pembelajaran. Adapun sikap yang dinilai
adalah sikap aktif siswa pada saat di kelas,
tanggung jawab dan kerja sama pada saat
mengerjakan soal-soal geometri.

Berdasarkan tabel di atas dapat teman.Teknik penilaian aspek


disimpulkan bahwa guru sudah pengetahuan terdiri dari tes tertulis, tes
melakukan penilaian bukan hanya pada lisan dan penugasan.Adapun untu aspek
satu aspek saja tetapi pada ketiga aspek keterampilan dapat dilakukan dengan
yang dituntut dalam kurikulum teknik prakti, produk, proyek, portofolio
2013.Adapun teknik penilaian yang dapat dan teknik lainnya (Tim Direktorat
digunakan pada penilaian aspek sikap Pembinaan SMP, 2017).
adalah observasi, dan buku jurnal,
Kendala Yang Dihadapi Guru Dalam
penilaian diri, dan penilaian antar
Pelaksanaan Penilaian Dan Solusinya

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 253


Hasil penelitian melalui wawancara masih ada yang sulit memahami pangkat
dengan guru bidang studi matematika kuadrat.Dengan demikian pada saat
terdapat beberapa kendala dalam melanjutkan materi geometri guru harus
melakukan penilaian hasil belajar terutama mengulang kembali tentang materi
terutama pada materi bilangan agar siswa benar-benar
geometri.Diantaranya kepadatan materi memahami.Sedangkan pada saat
matematika yang termuat dalam melakukan pembelajaran dan penilaian
kurikulum, rendahnya penguasaan konsep pada materi geometri guru hanya tidak
awal oleh siswa.Seperti yang diungkapkan memberikan soal yang melibatkan
salah seorang guru matematika yang kemampuan berpikir tingkat tinggi.
mengajar di kelas VII ibu Juairiyah, S.Pd Permasalahan tersebut berdampak
bahwa materi geometri dalam silabus pada penyajian soal atau ketercapaian
merupakan materi kedua setelah indikator yang dirumuskan tidak
bilangan.Akan tetapi pada saat guru semuanya tercapai.Dengan demikian guru
mengajarkan materi bilangan siswa masih juga tidak merumuskan semua soal
sangat rendah dalam penguasaan ulangan dalam perangkat pembelajaran.
konsepnya, sehingga guru harus mengajar Maka salah satu solusi yang dapat
materi tersebut sampai mreka benar-benar diterapkan oleh guru adalah membuat
memahaminya.Sehingga akibatnya pada perencaan pembelajaran dan penilaian
saat mengajar materi geometri waktu yang sematang mungkin dengan
tersedia lebih sedikit, dan ditambah memperhatikan karakteristik siswa bukan
dengan rendahnya penguasan satu perangkat untuk semua kelas yang
kemampuan matematika siswa pada karakteristiknya belum tentu sama.
materi geometri.Sebenarnya dalam
Langkah-langkah penyusunan alat
kehidupan sehari-hari banyak hal yang
penilaian pembelajaran geometri yang
kita jumpai bahkan kita gunakan yang
dilakukan guru MTsN 4 Pidie
berkaitan dengan materi geometri seperti
Beureunuen
pada saat membungkus kado, menghitung
Alat penilaia yang baikakan
luas dan lainnya. Sehingga proses
memudahkan guru dalam menilai
penilaian yang dilakukan tidak maksimal,
keberhasilan belajar siswa. Dalam
artinya ada beberapa materi yang sudah
membuat alat penilaian yang baik guru
dirancang/dirumuskan indikatornya tidak
harus berpedoman pada standar penilain
tercapai.
yang telah dirumuskan dalam
Adapun berdasarkan hasil
permendikbud 2013 No. 66, karena untuk
wawancara dengan guru kelas VIII ibu
mengetahui proses pelaksanaan
Asriani, S.Ag beliau juga mengungkapkan
pembelajaran matematika efektif secara
bahwa untuk memasuki materi geometri
komprehensif maka diperlukan penilaian
maka guru harus menuntaskan terlebih
terhadap proses dan hasil (Depdikbud,
dahulu materi bilangan yang mana pada
2013).
materi tersebut siswa masih belum
Berdasarkan hasil wawancara
menguasai hal ini dikarenakan latar
dengan ibu Juairiah, S.Pd, adapun dalam
belakang kemampuan menguasai
melakukan penyusunan instrument
matematika siswa berbeda-beda bahkan
penilaian yang akan digunakan sebagai

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 254


alat ukur kemampuan siswa maka ada Dari gambar di atas dapat kita lihat
beberapa langkah yang digunakan. bahwa indicator dan soal yang diberikan
Adapun langkah yang pertama dilakukan sesuai akan tetapi soal yang diberikan
adalah dengan memilih teknik penilaian padat dengan petunjuk. Seharusnya
yang sesuai dengan karakteristik petunjuk yang demikian diberikan pada
kompetensi dasar, indikator, atau tujuan lembar kegiatan peserta didik, sehingga
pembelajaran yang dinilai. Akan tetapi pada soal selanjutnya dapat diberikan soal
segala sesuatu yang akan dilakukan dalam yang open ended dan memungkinkan siswa
proses penilaian tidak semua tergambar untuk mengekplor pengetahuannya.
dalam penyusunan RPP terutama pada Akan tetapi menurut guru di kelas
RPP materi geometri. Karena menurut tersebut untuk soal seperti di atas masih
guru tersebut soal yang diberikan nanti ada siswa yang tidak dapat
akan disesuaikan dengan daya tangkap menyelesaiakan dengan benar. Karena
siswa pada saat proses pembelajaran pada saat proses belajar siswa tidak
berlangsung. Akan tetapi untuk soal ujian menggunakan LKPD dalam pembelajaran.
semester guru merumuskan terlebih Sehingga siswa hanya mendengar
dahulu secara TIM bersama guru mata penjelasan guru saja dan mengerjakan
pelajaran matematika lainnya. latihan.
Menurut Sri Wardhani dalam
SIMPULAN
melakukan persiapan kegiatan penilaian
Berdasarkan hasil penelitian dapat
ada beberapa hal yang dapat dilakukan
disimpulkan bahwa pemahaman guru
yaitu membuat rancanagan dan kriteria
terhadap penilaian berdasarkan kurikulum
penilaian, mengembangkan indikator
2013 sudah baik dengan adanya berbagai
sesuia kondisi siswa dan sekolah masing-
pelatihan. Proses penilaian yang dilakukan
masing, dan mengembangkan instrument
guru MTsN 4 Pidie sudah mencakup
dan pedoman penialain sesuai dengan
ketiga aspek penilaian yaitu pengetahuan,
bentuk dan teknik penilaian yang dipilih
sikap dan keterampilan. Adapun kendala
(Sri Wardhani, 2010). Dengan demikian
yang dihadapi guru terdapat pada
persiapan yang sudah dilakukan guru
padatnya materi dan tingkat pemahaman
sesuai dan baik.
siswa terhadap materi sebelumnya yang
Kesesuaian indikator pembelajaran kurang dipahami, sehingga materi
geometri dengan alat penilaian yang geometri tidak maksimal diajarkan. Hal
disusun oleh guru MTsN 4 Pidie inimengakibatkan semua indikator tidak
Beureunuen termuat dalam penilaian pada materi
Salah satu standar pendidikan tersebut. Untuk langkah-langkah
adalah standar penilaian yang mana juga penyusunan instrument sudah dilakukan
tak lepas dari pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 yaitu
dilakukan. Dengan demikian pada saat dengan memilih teknik penilaian yang
melakukan penilaian, instrument yang sesuai dengan karakteristik kompetensi
dibuat harus mengacu pada ketercapaian dasar, indikator, atau tujuan pembelajaran
KD dengan perumusan indicator (Tim yang dinilai.
Direktorat Pembinaan SMP, 2017).

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 255


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Depdikbud. (2013). Permendikbud No.65 tentang standar proses. Jakarta: Pusat Kurikulum
Depdiknas.

Depdikbud. (2013). Permendikbud No.66 tentang standar penilaian. Jakarta: Pusat Kurikulum
Depdiknas.

Miles dan Huberman,. (1992). Analisis Data Kualitatif, alih bahasa oleh Tjetjep Rohendi
Rohindi, Jakarta: UI Press.

Nana Sudjana.(2005) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Ruslan, dkk. Kendala Guru dalam Menerapkan Penilaian Autentik di SD Kabupaten Pidie,
jurnal Ilmiah Mahasiswa PGSD Unsyiah, Vol. 1 No. 1 Agustus 2016.

Sri Wardhani. (2010). Penilaian Hasil Belajar Matematika Mengacu Standar Penlaian di
SMP/MTs. Yogyakarta: PPPPTK.

Sugiono. (2013).Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung: Alphabeta.

Tim Direktorat Pembinaan SMP. (2017).Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemendikbud.

Uyu Wahyudin, dkk., (2006). Evaluasi embelajaran SD. Bandung: UPI Press.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 256


ANALISIS KESALAHAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 8
BANDA ACEH DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA
PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KRITERIA POLYA

Nurul Fajri1) dan Iwan2)


1),2)STKIP
Bina Bangsa Getsempena
email: nurul@stkipgetsempena.ac.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan oleh siswa
dalam menyelesaikan soal pada pokok bahasan segiempat dengan tahapan polya,
mengetahui penyebab siswa melakukan kesalahan tersebut, dan mengetahui besar
persentase siswa yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal pada pokok
bahasan segiempat. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif sedangkan
pendekatan penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Dilihat dari keseluruhan
kesalahan yang dilakukan oleh siswa mencakup semua jenis kesalahan, yaitu kesalahan
konsep, kesalahan penggunaan data, kesalahan interpretasi bahasa, dan kesalahan
penarikan kesimpulan. kesalahan konsep, kesalahan yang dilakukan oleh siswa adalah
sebesar 39% dengan penyebab kesalahan berupa siswa salah dalam penggunaan rumus
dan rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep segiempat, jenis kesalahan
menggunakan data, kesalahan yang dialakukan oleh siswa adalah sebesar 6% dengan
penyebab kesalahan berupa siswa salah memasukkan nilai kedalam sisi-sisi jajargenjang,
jenis kesalahan interpretasi bahasa, kesalahan yang dialakukan oleh siswa adalah sebesar
6% dengan penyebab kesalahan berupa siswa salah menginterpretasikan simbol-simbol
kedalam bahasa matematika, jenis kesalahan kesalahan teknis, kesalahan yang dialakukan
oleh siswa adalah sebesar 26% dengan penyebab kesalahan berupa siswa salah dalam
perhitungan, dan jenis kesalahan penarikan kesimpulan, kesalahan yang dialakukan oleh
siswa adalah sebesar 23% dengan penyebab kesalahan berupa siswa melakukan penarikan
kesimpulan tanpa adanya alasan pendukung yang benar dan tidak sesuai penalaran yang
logis.

Kata Kunci: analisis, kesalahan, segiempat, kriteria polya

Abstract
The purpose of this research is to know the types of errors made by students in solving the question on
the subject of quadrilateral with the stages of polya, knowing the cause of the students doing the
mistake, and know the great percentage of students who made the mistake in resolving the problem in
the subject matter covered. This type of research is qualitative research while research approaches used
are case studies.Judging from the overall error was committed by the students include all types of
errors, namely the concept of error, error, error data usage language interpretation, and mistakes the
withdrawal of the conclusion. the concept of error, the error committed by the students is of 39% with
the cause of the error in the form of student wrong in the use of the formula and the low level of
understanding of students against the concept of a quadrilateral, the types of errors using data, error
dialakukan by students is 6% 6% with the cause of the error in the form of the students entered the
wrong value into a side-side jajargenjang, the type of language interpretation mistakes, mistakes that
dialakukan by the students is 6% with the cause of the error in the form of students interpreted the
symbols into the language of mathematics, technical error, error type error that dialakukan by the
students is of 26% with the cause of the error in the form of students ' wrong in the calculation, and
the type of error in conclusion, withdrawal of the error dialakukan by students was of 23% with the
cause of the error in the form of students withdrawing the conclusion without any reason supporters
of the right and does not match the logical reasoning.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 257


Keywords: analysis, error, quadrilateral, polya criteria

PENDAHULUAN senada dengan pendapat Hudojo, Reddy,


Pendidikan menurut UU No. 20 N. & M. Nagaraju (2007:17) terdapat
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan bahwa tujuan pembelajaran matematika
nasional adalah usaha sadar dan terencana adalah meningkatkan pengetahuan dan
untuk mewujudkan suasana belajar dan pemahaman tentang konsep dan prinsip
proses pembelajaran agar peserta didik siswa. Oleh karena itu, maka matematika
secara aktif mengembangkan potensi adalah ilmu pengetahuan yang juga turut
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual berkontribusi dalam pembentukan sikap,
keagamaan, pengendalian diri, pengetahuan, dan keteramilan.
keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, Menurut UU No. 20 Tahun 2003
serta keterampilan yang diperlukan tentang sistem Pendidikan Nasional pasal
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 57 ayat (1), evaluasi dilakukan dalam
Menurut Siswoyo, dkk (2013:22), rangka pengendalian mutu pendidikan
pendidikan mengemban fungsi yang secara nasional sebagai bentuk
sangat luas karena menyentuh segala segi akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan
kehidupan manusia. Oleh karena itu, kepada pihak-pihak yang berkepentingan
pendidikan sangat penting bagi kehidupan di antaranya terhadap peserta didik,
manusia. lembaga, dan program pendidikan.
Dalam kurikulum 2013 semua mata Diadalam pendidikan terdapat tiga
pelajaran harus berkontribusi terhadap cakup evaluasi, yaitu evaluasi
pembentukan sikap, keterampilan dan pembelajaran, evaluasi program, dan
pengetahuan, (Kemendikbud, 2013:13). evaluai sistem. Didalam pembelajaran
Matematika merupakan salah satu mata evaluasi yang digunakan untuuk
pelajaran sehingga matematika harus mengevaluasi kegiatan dalam lingkup
turut berkontribusi dalam pembentukan kelas atau dalam lingkup proses belajar
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. mengajar adalah evaluasi pembelajaran.
Kualifikasi kemampuan yang harus Salah satu hal yang perlu dievaluasi dalam
dimiliki oleh lulusan dan calon lulusan proses pembelajaran adalah pencapaian
SMP meliputi dimensi sikap, dan akademik oleh siswa ( Sukardi, 2011:56).
keterampilan. Berdasarkan standar Salah satu penerapan akademik adalah
kompetensi lulusan dalam kurikulum dapat dilihat dari tingkat keberhasilan
2013, kualifikasi dalam dimensi siswa dalam pembelajara. Matematika
pengetahuan yaitu memiliki pengetaghuan bukan hanya keterampilan berhitung,
faktual, konseptual, prosedural, dan tetapi juga mencakup konsep dan struktur
metakognitif. Hudojo (2005:71-77) matematika ( Hudojo, 2005:10). Oleh
mengungkapkan bahwa dalam karena itu, ketiga komponen tersebut
matematika terdapat konsep dan harus dikuasai oleh siswa dalam
strukturyang terdapat dalam bahasan yang pembelajaran matematika, keberhasilan
sedang dipelajari serta menemukan siswa dalam pembelajaran salah satunya
hubungan-hubungan antara konsep- dapat dilihat dari kemampuan siswa
konsep dan struktur-struktur tersebut dalam menyelesaikan masalah matematika

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 258


baik, mengenal konsep, prinsip, dan Adanya kesalahan penyelesaian
keterampilan perhitungan dalam oleh siswa dalam soal-soal matematika
menyelesaikan permasalahan matematika perlu mendapatkan perhatian. Kesalahan
yang membutuhkan langkah-langkah yang dilakukan siswa dalam penyelesaian
untuk mendapatkan penyelesaian soal perlu dilakukan identifikasi. Informasi
masalahnya. Didalam matematika tentang kesalahan dalam penyelesaian soal
dibutuhkan logika berpikir yang baik agar matematika dapat digunakan untuk
siswa bukan hanya mampu menyelesaikan meningkatkan mutu kegiatan belajar
soal-soal matematika tetapi juga mengajar matematika dan akhirnya
memahami konsep secara keseluruhan. diharapkan dapat meningkatkan prestasi
Pengukuran keberhasilan pembelajaran belajar matematika.
matematika dapat diukur salah satunya Salah satu pokok bahasan yang
dengan membandingkan hasil belajar sering dianggap sulit bagi siswa adalah
siswa dengan kriteria ketuntasan minimal geometri karena membutuhkan pemikiran
(KKM). dan penalaran yang kritis serta
Banyak unsur yang secara bersama- memerlukan abstraksi yang logis. Sutrisno
sama dapat mempengaruhi keberhasilan (dalam malik: 2011) menuliskan bahwa
pembelajaran matematika. Diantara unsur- geometri dianggap penting untuk
unsur yang mempengaruhi keberhasila dipelajari karena geometri menonjol pada
pembelajaran matematika antara lain: struktur yang berpola deduktif, teknik-
siswa, pendidik/guru, metode teknik geometris yang efektif dalam upaya
pembelajaran, lingkungan. Ditinjau dari membantu peyelesaikan masalah dari
diri siswa faktor yang mempengaruhi banyak cabang matematika serta
prestasi belajar dapat dikelompokkan menunjang pembelajaran mata
menjadi dua golongan yaitu faktor pembelajaran yang lain. Misalnya dengan
eksternal dan faktor internal. Faktor geometri siswa dapat menghitung luas
eksternal atau faktor yang berasal dari luar trapesium, persegi panjang, tinggi sebuah
diri siswa antara lain faktor guru, gedung, jarak tempuh pesawat dari kota A
kurikulum, sarana, prasarana, lingkungan ke kota B dan lain- lain. Salah satu bahasan
sosial. Faktor internal yaitu faktor yang pokok geometri adalah materi pokok
berasal dari dalam diri siswa antara lain segiempat. Secara spesific, peneliti memilih
minat, bakat, kemampuan verbal, segi empat untuk menganalisis kesalahan
kemampauan non verbal, kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tes
komputasi, kemampuan pandang ruang. pada tingkat perkembangan berfikir secara
Rendahnya kemampuan dalam geometri.
faktor-faktor internal diatas menyebabkan Siswa sekolah menengah pertama
rendahnya prestasi belajar matematika (SMP) cukup mengalami kesulitan dalam
yang ditunjukkan antara lain dengan belajar geometri karena membutuhkan
ketidak mampuan siswa menyelesaikan pemikiran dan penalaran yang kritis serta
soal-soal matematika dan dapat dilihat memerlukan abstraksi yang logis. Lebih
dari adanya kesalahan penyelesaian soal. lanjut menurut Sudarman, berbagai
Kesalahan ini diketahui guru dalam proses penelitian menunjukkan bahwa
belajar mengajar di kelas maupun dari kemampuan pemahaman geometri siswa
hasil pekerjaan siswa dalam tes. masih rendah. Masih banyak siswa SMP

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 259


belum dapat memahami konsep adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
matematika secara benar. Hal ini sejalan sebagai instrumen kunci, teknik
dengan penelitian Sunardi, dimana pengumpulan data dilakukan secara
ditemukan banyak siswa SMP yang masih triangulasi (gabungan), analisis data
salah dalam menyelesaikan soal-soal garis bersifat induktif, dan hasil penelitian
sejajar dan masih banyak siswa yang kualitatif lebih menekankan makna
menyatakan bahwa Belah Ketupat bukan daripada generalisasi.
jajargenjang (Abdussakir, 2010). Sedangkan pendekatan penelitian
Berdasarkan wawancara peneliti dengan yang digunakan adalah studi kasus.
salah seorang guru matematika disekolah Menurut Gradini (2013: 36), studi kasus
SMP Negeri 8 Banda Aceh, rata-rata hasil pada dasarnya mempelajari secara intensif
belajar siswa kelas VII pada materi seseorang individu atau kelompok yang
segiempat tahun ajaran sebelumnya 65, dipandang mengalami kasus tertentu.
sedangkan KKMnya adalah 70. Ini Studi kasus yang dimaksudkan yaitu
menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar peneliti ingin mengetahui secara langsung
siswa pada materi pokok tersebut masih kesalahan apa saja yang dilakukan oleh
rendah. siswa dalam menyelesaikan soal
Mengingat pentingnya geomerti matematika tersebut dengan mempelajari
khususnya segiempat, maka diperlukan kasus yang ada. Untuk dapat mengetahui
suatu pendekatan agar materi dapat kesalahan yang dilakukan oleh siswa perlu
terserap oleh siswa. Hal itu dapat diadakan analisis terhadap hasil pekerjaan
diapresiasikan dengan pendekatan siswa sehingga diperoleh gambaran pada
langkah-langkah Polya. Langkah-langkah bagian mana saja siswa melakukan
pendekatan yang ditemukan oleh George kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan
Polya ini adalah metode esensial untuk soal-soal pada pokok bahasan segiempat.
menyeleksi informasi yang relevan.
Informasi tersebut berupa data dan HASIL DAN PEMBAHASAN
permasalahan yang akan dicari Hasil Penelitian
penyelesaiannya. Penyelesaian Sebelum peneliti melakukan
permasalahan ini belum dianggap sebagai penelitian, pemilihan subjek penelitian
hasil final sebelum diperiksa kembali dilakukan setelah melakukan wawancara
kesesuaiannya terhadap informasi yang dengan guru kelas dan tes hasil belajar
disediakan. Adapun langkah-langkah siswa. Kegiatan penelitian dilakukan di
tersebut adalah memahami masalah, SMPN 8 Banda Aceh pada tanggal 01 Mei
menyusun rencana, melaksanakan 2017 sampai dengan 05 Mei 2017,
rencana, dan memeriksa kembali. Penelitian ini dimulai dengan pemberian
tes tertulis yang berupa 5 butir soal tes
METODE PENELITIAN uraian. Soal-soal tersebut diambil dari soal-
Jenis penelitian yang dilakukan soal ujian nasioanl tingkat SMP dengan
adalah penelitian kualitatif. Menurut alasan peneliti bahwa soal-soal ujian
Sugiyono (2014: 1), metode penelitian nasional tersebut sudah valid. Kemudain
kualitatif adalah metode penelitian yang soal-soal tesebut diberikan kepada semua
digunakan untuk meneliti pada kondisi siswa kelas VII-1 SMPN 8 Banda Aceh
obyek yang alamiah, (sebagai lawannya yang berjmlah 20 siswa.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 260


materi Segiempat dikelas VII-1 SMP
Negeri 8 Banda Aceh, diperoleh data hasil
Tes Ketuntasan Belajar belajar siswa sebagai berikut:
Berdasarkan tes hasil belajar yang
diberikan kepada seluruh siswa pada

Tabel 1. Perhitungan Ketuntasan Hasi Belajar Siswa


No Nama siswa Nomor butir soal Nilai Keterangan
1 2 3 4 5
1 AH 12 3 15 4 5 46 Tidak tuntas
2 AS 3 5 15 5 3 37 Tidak tuntas
3 CN 6 15 7 3 15 54 Tidak tuntas
4 FQ 5 12 5 3 9 40 Tidak tuntas
5 MI 15 7 15 12 18 78 Tuntas
6 MZ 6 3 3 3 3 22 Tidak tuntas
7 NT 18 5 15 15 13 78 Tuntas
8 RR 12 10 12 5 12 60 Tidak tuntas
9 RA 6 10 10 3 9 44 Tidak tuntas
10 RM 6 12 6 3 8 42 Tidak tuntas
11 SF 9 12 12 3 10 54 Tidak tuntas
12 SY 12 15 12 3 15 67 Tidak tuntas
13 TR 16 3 15 5 20 70 Tuntas
14 UA 3 3 3` 3 7 22 Tidak tuntas
15 SM 15 10 15 12 15 78 Tuntas

Berdasarkan nilai KKM yang siswa diobservasi lebih lanjut mengenai


diterapkan oleh SMP Negeri 8 Banda kesulitan yang dialami ketika
Aceh yaitu 70 pada mata pelajaran mengerjakan soal-soal pada pokok
matematika, menunjukkan jumlah siswa bahasan segiempat. Keenam siswa
yang dianggap tunas belajar sejumlah 4 tersebut dipilih berdasarkan tiga kategori
siswa dari 15 siswa yang berhadir, tingkat kemampuan, sebanyak 2 orang
sedangkan 11 siswa lainnya belum tuntas tingkat kemampuan tinggi yaitu TR (S1),
atau masih mengalami kesulitan dalam NT (S2), 2 orang tingkat kemampuan
belajar materi pokok segiempat. Dari data sedang yaitu AH (S3), CAN (S4) dan 2
hasil belajar diatas yang akan menjadi orang tingkat kemampuan rendah yaitu
subjek penelitian adalah enam orang MZ (S5), AS (S6).

Tabel 2. Rekapitulasi letak kesalahan dan penyebabnya untuk S1


No Soal Langkah Polya Letak Kesalahan Penyebab Kesalahan Kesalahan
1 Melaksanakan Tek Teknis KesKesalahan perhitungan
penyelesaian

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 261


2 Melaksanakan konKonsep Penggunaan rumus
penyelesaian dan
memeriksa Kembali

4 Melaksanakan Konsep dan Penggunaan rumus


penyelesaian dan penggunaan data dan memasukkan
memeriksa Kembali nilai sisi jajargenjang

Berdasarkan penelitian yang nomor dua, siswa memiliki persentase


dilakukan diperoleh perhitungan kesalahan yang sangat tinggi, yaitu siswa
ketuntasan belajar untuk materi segiempat mengalami kesalan konsep. Pada soal
pada kelas subjek penelitian yaitu kelas nomor tiga hanya ada satu siswa yang
VII-1 yang berjumlah 15 siswa, diperoleh melakukan kesalahan yaitu siswa subjek
data secara individu yang dianggap tuntas penelitian (S5) kesalahan yang dilakukan
belajar sejumlah 4 orang dari 20 siswa, adalah kesalahan konsep. Pada soal nomor
sedangkan 11 orang belum tuntas atau empat, siswa mengalami kesalahan
masih mengalami kesulitan dalam belajar. terbesar dalam memahami konsep. Pada
Dari fakta tersebut, terlihat bahwa dikelas soal nomor lima, kesalahn yang paling
VII-1 masih banyak yang mengalami tinggi dalam menerapkan langkah Polya
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang ketiga adalah kesalahan teknis.
pada pokok bahasan segiempat. Berikut
Secara umum kesalahan yang dialakukan
tabel nilai ketuntasan hasil belajar siswa.
siswa terjadi karena kurangnya
Pembahasan pemahaman konsep siswa terhadap materi
Pokok bahasan segiempat segiempat, siswa perlu latihan banyak agar
merupakan salah satu mata pelajaran yang siswa terbiasa dalam mengerjakan soal
termasuk dalam aspek geometri. Untuk matematika dengan benar dan cepat.
menyelesaikan soal-soal pada pokok Kemampuan siswa dalam menyelesaikan
bahasan segiempat ini diperlukan soal matematika pada pokok bahasan
ketelitian dan kecermatan karena segiempat masih rendah. Untuk itu, masih
melibatkan ide-ide geometri dan numerik, banyak siswa yang memerlukan
sehingga diperlukan proses pencermatan bimbingan khusus dalam belajar. Berikut
pada setiap langkah yang dilakukan siswa akan disajikan pada diagram batang besar
dalam menyelesaikan soal. Pada nomor persentase jenis kesalahan yang dilakukan
satu, sebagian besar siswa adalah siswa dalam menyelesaikan soal
mengalami kesalahan teknis. Pada soal

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 262


matematika pada pokok bahasan segiempat.

60%

50%
kesalahan konsep
40%
kesalahan penggunaan data
30%
kesalahan interpretasi
bahasa
20%
kesalahan teknis

10%
kesalahan penarikan
kesimpulan
0%
Persentase Kesalahan Subjek Penelitian Pada Soal
Nomor 1

Gambar 1. Persentase Kesalahan Subjek penelitian Pada Soal Nomor 1

60%

50%

Kesalahan Konsep
40%
kesalahan Penggunaan Data
30%
Kesalahan Interpretasi
Bahasa
20%
Kesalahan Teknis

10% Kesalahan Penerikan


Kesimpulan

0%
Persentase Kesalahan Subjek Penelitian Pada Soal
Nomor 2

Gambar 4.25 persentase Kesalahan Subjek penelitian Pada Soal Nomor

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 263


18.00%

16.00%

14.00%
Kesalahan Konsep
12.00%
Kesalahan Penggunaan Data
10.00%

8.00% Kesalahan Interpretasi Bahasa

6.00% Kesalahan Teknis

4.00%
Kesalahan Penarikan
2.00% Kesimpulan

0.00%
Persentase Kesalahan Subjek Penelitian Pada Soal
Nomor 3

Gambar 4.26 persentase Kesalahan Subjek penelitian Pada Soal Nomor 3

70.00%

60.00%

50.00% Kesalahan Konsep

40.00% Kesalahan Penggunaan Data

30.00% Kesalahan Interpretasi Bahasa

20.00% Kesalahan Teknis

10.00% Kesalahan Penarikan


Kesimpulan

0.00%
Persentase Kesalahan Subjek Penelitian Pada Soal
Nomor 4

Gambar 4.27 persentase Kesalahan Subjek penelitian Pada Soal Nomor 4

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 264


70.00%

60.00%
Kesalahan Konsep
50.00%
Kesalahan Penggunaan Data
40.00%

30.00% Kesalahan Interpretasi


Bahasa
20.00%
Kesalahan Teknis
10.00%
Kesalahan Penarikan
0.00% Kesimpulan
Persentase Kesalahan Subjek Penelitian Pada
Soal nomor 5

Gambar 4.28 persentase Kesalahan Subjek penelitian Pada Soal Nomor 5

Dari grafik jenis kesalahan yang diatas dapat digambarkan pada diagram
dilakukan siswa pada tiap-tiap butir soal lingkaran dibawah ini:

persentase Kesalahan Dalam Keseluruhan


Butir Soal

keslahan Konsep
23%
Kesalahan Penggunaan Data
39%

Kesalahan Interpretasi Bahasa

Kesalahan Teknis

26%
Kesalahan Penarikan
6% Kesimpulan
6%

Gambar 4.29 Persentase Kesalahan Yang Dilakukan Oleh Siswa Kelas VII SMP Negeri 8
Banda Aceh Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Pada Pokok Bahasan Segiempat

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 265


Dari gambar 4.29 diatas, dapat matematika mencakup dengan
dikemukakan beberapa hal sebagai kesalahan konsep, kesalahan
berikut: menggunakan data, kesalahan
a. Pada jenis kesalahan yang pertama interpretasi bahasa, kesalahan
yaitu kesalahan konsep, kesalahan teknis, dan kesalahan penarikan
yang dilakukan oleh siswa adalah kesimpulan. kesalahan yang paling
sebesar 39% yang berupa kesalahan banyak dilakukan oleh siswa adalah
penggunaan rumus dan rendahnya kesalahan konsep. Disebabkan oleh
pemahaman siswa terhadap konsep rendahnya kemampuan konsep
segiempat. matematika siswa pada pokok
b. Pada jenis kesalahan yang kedua bahasan segi empat. Oleh karena itu,
yaitu kesalahan menggunakan data, didalam proses pembelajaran guru
kesalahan yang dialakukan oleh perlu menekankan konsep
siswa adalah sebesar 6% dengan segiempat serta memberikan latihan
penyebab kesalahan siswa salah yang lebih banyak kepada siswa
memasukkan nilai kedalam sisi-sisi agar siswa terbiasa mengerjakan soal
jajargenjang. dengan benar dan cepat.
c. Pada jenis kesalahan yang ketiga
yaitu kesalahan interpretasi bahasa, PENUTUP
kesalahan yang dialakukan oleh Simpulan
siswa adalah sebesar 6% dengan Berdasarkan hasil penelitian dan
penyebab kesalahan siswa salah pembahasan dapat disimpulkan sebagai
dalam menginterpretasikan simbol- berikut:
simbol kedalam bahasa matematika. 1. Dilihat dari keseluruhan kesalahan
d. Pada jenis kesalahan yang keempat yang dilakukan oleh siswa mencakup
yaitu kesalahan teknis, kesalahan semua jenis kesalahan, yaitu kesalahan
yang dialakukan oleh siswa adalah konsep, kesalahan penggunaan data,
sebesar 26% dengan penyebab kesalahan interpretasi bahasa dan
kesalahan berupa siswa salah dalam kesalahan penarikan kesimpulan.
perhitungan. 2. Kesalahan konsep, kesalahan yang
e. Pada jenis kesalahan yang kelima dilakukan oleh siswa adalah sebesar
yaitu kesalahan penarikan 39% dengan penyebab kesalahan
kesimpula, kesalahan yang berupa siswa salah dalam penggunaan
dialakukan oleh siswa adalah rumus dan rendahnya pemahaman
sebesar 23% dengan penyebab siswa terhadap konsep segiempat.
kesalahan berupa siswa melakukan 3. Kesalahan menggunakan data,
penarikan kesimpulan tanpa adanya kesalahan yang dialakukan oleh siswa
alasan pendukung yang benar dan adalah sebesar 6% dengan penyebab
tidak sesuai penalaran yang logis. kesalahan berupa siswa salah
Dari uraian tersebut, maka sesuai memasukkan nilai kedalam sisi-sisi
dengan teori yang dikemukakan jajargenjang.
oleh Ulifa (2014:125), bahwa 4. Kesalahan interpretasi bahasa,
kesalahan yang dilakukan oleh kesalahan yang dialakukan oleh siswa
siswa dalam menyelesaikan soal adalah sebesar 6% dengan penyebab
kesalahan berupa siswa salah 1. Diharapkan kepada guru agar dapat
menginterpretasikan simbol-simbol menangani hal-hal kesulitan yang
kedalam bahasa matematika. dihadapi oleh siswa dalam pokok
5. Kesalahan teknis, kesalahan yang bahasan segiempat khususnya, agar
dialakukan oleh siswa adalah sebesar kemampuan dan prestai belajar siswa
26% dengan penyebab kesalahan akan lebih meningkat.
berupa siswa salah dalam melakukan 2. Untuk mengurangi banyaknya
perhitungan. kesalahan siswa yang disebabkan oleh
6. Kesalahan penarikan kesimpula, kesalahan konsep, kesalahan
kesalahan yang dialakukan oleh siswa penggunaan data, interpretasi bahasa,
adalah sebesar 23% dengan penyebab kesalahan teknis dan kesalahan
kesalahan berupa siswa melakukan penarikan kesimpulan, maka guru
penarikan kesimpulan tanpa adanya harus menekankan konsep segiempat
alasan pendukung yang benar dan serta memberikan latihan yang lebih
tidak sesuai dengan penalaran yang banyak kepada siswa agar siswa
logis. terbiasa dengan mengerjakan soal
dengan benar dan cepat.
Saran 3. Diharapkan kepada peneliti lain untuk
Berdasarkan kesimpulan diatas, melanjutkan analisis mengenai
maka saran yang diberikan adalah sebagai kesalahan siswa dalam materi
berikut: segiempat dengan metode analisis
Watson.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 267


DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir.(2010). Pembelajaran Geometri Sesuai Teori Van Hiele. El-Hikmah: Jurnal


Kependidikan dan Keagamaan, Vol VII Nomor 2, Januari 2010, ISSN 1693-1499,
Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang,[Online]. Tersedia:http://abdussakir.
Wordpress.com/2011/02/09. [20 Juni 2011].

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: (Edisi Revisi). Bumi
Aksara.

DEPDIKNAS, Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Pustaka.

DEPDIKNAS, Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Pustaka.

Dimyati, dan Mudjiono. 2002. Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Dwi Siswoyo. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Gradini, Ega. 2013. Metodelogi Penelitian. Banda Aceh: NATURAL ACEH.

Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM


Press.

Kemendikbud. 2013. Permendikbud No. 8IA Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum,
Lampiran IV. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Komariah, Kokokm. 2011. Teori Pemecahan Masalah Polya Dalam


PembelajaranMatematika,http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-
matematika-teori-belajar-Polya.pdf.

Malik, Noor Qomaruddin. 2011. Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Matematika Pada Pokok Bahasan Segiempat. Semarang: Skripsi.

Nuriyah, Fajar Elmy. 2015. Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika
Materi Pokok Persamaan Dan Fungsi Kuadrat Pada Kelas X MIA SMA Negeri 2 Wonosari
Tahun Ajaran 2014/2015. Yogyakarta: Skripsi.

Peter Salim dan Yeni Salim. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern
English Press.

Reddy, N. Srihardi dan Nagaraju, M.T.V. 2007. Problem Of Teaching Secondary School
Mathematies. Newdelhi: Discovery Publishing House.

Slameto. 2003. Belajardan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Cetakan ke-4. Jakarta: Rineka
Cipta.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 268


Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA,CV.

Suherman, Erman. 1990. Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pembelajaran


Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontenporer. Bandung:


IMSTEP.

Sukardi. 2011.Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Thomson,W.J. 2000. How not to solve it. American scientist, 88 (5) 465-466. Retrieved from
https://search.proquest.com/docview/21526257?accountid.

Ulifa, Siti Nur. 2014. Hasil Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matemtika Pada
Materi Relasi. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo, ISSN: 2337-8166,
Vol. 2 No. 1, Maret 2014.

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018I 269


KARAKTERISTIK INTUISI SISWA SMK N 2 BANDA ACEH DALAM
MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN
MATEMATIKA DAN PERBEDAAN GENDER

Nazariah1) dan Nailul Authary2)


1),2)Universitas
Muhammadiyah Aceh
email : naazariah.amin@gmail.com

Abstrak
Siswa dituntut untuk menemukan sendiri strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah,
sehingga dibutuhkan intuisi. Siswa laki-laki dan perempuan memiliki intuisi yang berbeda
dalam menyelesaikan masalah matematika, sehingga faktor gender mempengaruhi cara
memperoleh pengetahuan matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan intuisi siswa SMKN 2 Banda Aceh antara perempuan dan laki-laki yang memiliki
kemampuan matematika tingkat tinggi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis penelitian deskriptif. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 1 orang siswa laki
dan 1 siswa perempuan dengan tingkatan kemampuan matematika tinggi. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan instrumen tes yang meliputi tes kemampuan
pemecahan masalah matematika dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui
bahwa: 1) Terdapat perbedaan karakteristik intuisi subjek laki-laki dan perempuan dalam
menyelesaikan masalah matematika berdasarkan pemecahan Polya; 2) Terdapat perbedaan
intuisi subjek laki-laki dan perempuan dalam menyelesaikan masalah matematika
berdasarkan pemecahan Polya; 3) Terdapat perbedaan intuisi pada materi SPLTV.

Kata Kunci : karakteristik intusi, pemecahan masalah, kemampuan matematika, gender

Abstract
Students are required to find their own appropriate strategies to solve these problems, so that
Intuition is needed. Male and female students have different Intuition on mathematical problems
solving, so that gender is influencing how to obtain the mathematical knowledge. This study aims to
know the intuition differences of students in SMAN 3 Banda Aceh between male and female students
who have high-level mathematical abilities. Qualitative approaches with a destriptive research type
were used. The subjects were one male student and one female student with high-level mathematical
abilities. Data collection was carried out using instruments test which included tests of mathematical
problem solving skills and interviews. The results showed that: 1) There are differences in the
characteristics of male and female intuition in mathematical problems solving based on Polya's
solution; 2) There are differences in the intuition of male and female in mathematical problems solving
based on Polya's solution; 3) There are differences in intuition in various teaching materials.

Keywords: intuition, mathematical problem solving, mathematical abilities, gender differences

PENDAHULUAN matematika bagi siswa adalah agar


Hal yang sangat diperhatikan pada mempunyai kemampuan atau
saat siswa belajar adalah cara memecahkan keterampilan dalam memecahkan masalah
masalah, maka wajarlah jika pemecahan atau soal-soal matematika, sebagai sarana
masalah adalah bagian yang sangat baginya untuk mengasah penalaran yang
penting, bahkan paling penting dalam cermat, logis, kritis, analitis, dan kreatif.
belajar matematika. Hal ini karena pada Romberg (dalam Schoenfeld, 1994)
dasarnya salah satu tujuan belajar menyebutkan lima tujuan dalam belajar

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 270


matematika bagi siswa, yaitu: (1) belajar berkaitan erat dengan tahap-tahap
nilai tentang matematika, (2) menjadi pemecahan masalah yang ditempuh. Polya
percaya diri dengan kemampuannya (1981) menyusun prosedur memecahkan
sendiri, (3) menjadi pemecah masalah masalah dalam empat langkah, yaitu: (1)
matematika, (4) belajar untuk analyzing and understanding problem, (2)
berkomunikasi secara matematis, dan (5) designing and planning a solution, (3)
belajar untuk bernalar secara matematis. explorating solutions to difficult problems, (4)
NCTM (2000) menyebutkan bahwa verifying a solution. Dengan tahap seperti
memecahkan masalah bukan saja ini maka kesalahan yang tidak perlu terjadi
merupakan suatu sasaran belajar dapat dikoreksi kembali sehingga siswa
matematika, tetapi sekaligus merupakan dapat menemukan jawaban yang benar-
alat utama untuk melakukan belajar itu. benar sesuai dengan masalah yang
Oleh karena itu, kemampuan pemecahan diberikan.
masalah menjadi fokus pembelajaran Pentingnya intuisi bagi siswa SMK
matematika di semua jenjang, dari sekolah adalah dapat membantu siswa dalam
dasar hingga perguruan tinggi. Dengan menghasilkan jawaban yang kreatif, tidak
mempelajari pemecahan masalah di dalam langkah perlangkah. Siswa dapat
matematika, para siswa akan mendapatkan menghasilkan jawaban yang benar, apabila
cara-cara berfikir, kebiasaan tekun, dan intuisi dengan konsep matematika secara
keingintahuan, serta kepercayaan diri di formal sejalan. Karakteristik intuisi
dalam situasi-situasi tidak biasa, Extrapolativeness sangat membantu siswa
sebagaimana situasi yang akan mereka untuk meramal atau menduga langkah
hadapi di luar ruang kelas matematika. yang harus digunakan berdasarkan
Dalam kehidupan sehari-hari dan dunia Karakteristik intuisi Intrinsic Certanty yang
kerja, menjadi seorang pemecah masalah di dapat melalui intuisi dengan konsep
yang baik bisa membawa manfaat besar. matematika secara formal. Karakteristik
Polya (1985) mengartikan intuisi Coerciveness adalah meyakini atau
pemecahan masalah sebagai satu usaha mempercayai bahwa langkah yang
mencari jalan keluar dari satu kesulitan dilakukan adalah benar, sehingga siswa
guna mencapai satu tujuan yang tidak mempunyai inisiatif dan yakin untuk
begitu mudah segera untuk dicapai, dapat memecahkan masalahnya sendiri.
sedangkan menurut Sumarmo (1994) Fischbein (1999) telah menyajikan
menyatakan bahwa pemecahan masalah karakteristik umum kognisi intuitif dalam
dapat berupa menciptakan ide baru, matematika, yang merupakan sesuatu
menemukan teknik atau produk baru. yang dasar dan yang sangat jelas dalam
Bahkan didalam pembelajaran suatu kognisi intuitif. Karakteristik instuisi
matematika, selain pemecahan masalah berdasarkan Fischbein (1999) yaitu : (1)
mempunyai arti khusus, istilah tersebut direct, self-evident, (2) intrinsic certainty, (3)
mempunyai interpretasi yang berbeda, perseverance dan coerciveness, (4)
misalnya menyelesaikan soal cerita yang extrapolativeness, (5) globality. Berdasarkan
tidak rutin dan mengaplikasikan karakteristiknya, Fischbein (1987)
matematika dalam kehidupan sehari-hari. mengkategorikan menjadi tiga, yaitu
Proses pemecahan masalah matematika, affirmatory intuition (intuisi afirmatori),

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 271


anticipatory intuition (intuisi antisipatori), 2008). Peneliti melakukan penelitian di
dan intuisi konklusif. Intuisi afirmatori SMK karena melalui observasi mengatakan
dapat berupa pernyataan, representasi, bahwa siswa SMK memiliki kemampuan
interpretasi, solusi yang secara individual matematika lebih rendah daripada siswa
dapat diterima secara langsung, self evident, SMA. Oleh sebab itu, peneliti ingin melihat
global dan kepastian intrinsik. Intuisi intuisi yang di miliki oleh siswa SMK laki-
antisipatori adalah intuisi yang muncul laki dan siswa SMK perempuan ketika
ketika seseorang bekerja keras untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan
memecahkan masalah, namun solusinya tingkat kemampuannya. Berdasarkan
tidak segera diperoleh dan Intuisi paparan tersebut peneliti tertarik untuk
konklusif adalah upaya/usaha melakukan penelitian dengan judul “
merangkum secara umum dengan inti dari Karakteristik Intuisi Siswa SMK dalam
suatu penyelesaian masalah. Memecahkan Masalah Matematika ditinjau
Beberapa peneliti meyakini bahwa dari Kemampuan Matematika dan
pengaruh faktor gender (pengaruh Perbedaan Gender”.
perbedaan laki-laki-perempuan) dalam
matematika adalah karena adanya METODE PENELITIAN
perbedaan biologis dalam otak anak laki- Berdasarkan pertanyaan penelitian
laki dan perempuan yang diketahui maka pendekatan dalam penelitian ini
melalui observasi, bahwa anak menggunakan pendekatan kualitatif
perempuan, secara umum lebih unggul dengan jenis penelitian deskriptif.
dalam bidang bahasa dan menulis, Sugiyono (2007:59) mengatakan bahwa
sedangkan anak laki-laki lebih unggul “penelitian kualitatif adalah suatu
dalam bidang matematika karena penelitian yang menghasilkan data
kemampuan-kemampuan ruangnya yang deskriptif berupa kata-kata atau
lebih baik (Geary: 2000). Namun, menurut pernyataan lisan dari orang-orang dan
Mullis (2004) bahwa anak perempuan perilaku yang diamati”. Penelitian
secara konsisten memperoleh prestasi kualitatif digunakan dalam penelitian ini
yang lebihbaik daripada anak laki-laki dikarenakan penelitian untuk mengkaji
di kelas. perbedaan intuisi siswa SMK Negeri 2
Hasil-hasil penelitian yang Banda Aceh dalam memecahkan masalah
diuraikan menunjukkan adanya perbedaan matematika ditinjau dari kemampuan
gender dalam pembelajaran matematika. matematika dan perbedaan gender,
Beberapa hasil menunjukkan adanya sedangkan instrumen utama adalah
faktor gender dalam pembelajaran peneliti sendiri.
matematika, namun pada sisi lain, Penelitian dilakukan pada siswa
beberapa penelitian mengungkapkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri
bahwa gender tidak berpengaruh 2 Banda Aceh kelas X. Adapun
signifikan dalam pembelajaran pertimbangan mengambil subjek siswa
matematika. Rendahnya kemampuan kelas X dikarenakan pada kelas X siswa
siswa dalam mempelajari matematika laki-laki dan perempuan jumlahnya
dikeluhkan oleh para guru SMK peserta hampir sama. Pemilihan subjek penelitian
diklat di PPPPTK Matematika (Markaban, diperoleh dari Soal tes prestasi belajar

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 272


yang digunakan dalam penelitian ini. TRLTK dalam memahami masalah yaitu
Tujuan digunakan tes prestasi belajar TRLTK merasa yakin dengan yang
dalam penelitian ini adalah untuk diketahui dan ditanya berdasarkan yang
mengelompokan kemampuan matematika sudah ditulisnya. TRLTK sangat yakin
siswa yang tingkat tinggi, sedang, dan bahwa syarat-syarat yang perlu
rendah. Sebelum digunakan soal tersebut diperhatikan dari soal dan inti dari
terlebih dahulu divalidasi oleh tim ahli permasalah berdasarkan yang telah
dosen, guru dan mahasiswa. Subjek yang ditulisnya melalui diketahui dan ditanya.
telah dipilih di inisialkan dengan nama Dari beberapa karakteristik yang terdapat
TRLTK dan ASPTK dengan keterangan pada TRLTK dalam memahami masalah
sebagai berikut: SPLTV, maka TRLTK memiliki intuisi
1. TRLTK afirmatori yang memiliki dua karakteristik
a) TR adalah namanya. intuisi dari lima karakteristik lainnya.
b) L adalah laki-laki Analisis data dalam menyusun
c) T adalah kemampuan matematika rencana penyelesaian masalah SPLTV
tingkat tinggi dapat disimpulkan bahwa TRLTK dapat
d) K adalah inisial sekolah langsung menemukan langkahnya dengan
2. ASPTK membuat dalam bentuk SPLTV dan
a) AS adalah namanya. meyakini bahwa penyusunan pemecahan
b) P adalah perempuan. masalahnya adalah benar sehingga
c) T adalah kemampuan matematika memiliki karakteristik Intrinsic Certainly.
tingkat tinggi. TRLTK juga memiliki karakteristik intuisi
d) K adalah inisial sekolah Globality. Maksud dari kutipan tersebut
Tes kemampuan pemecahan terjadi pada saat TRLTK tidak bisa
masalah matematika (TKPMM) terdiri dari menjelaskan penyelesaian seperti eliminasi
TKPMM 1 dan TKPMM 2 sambil dan subtitusi hanya bias menjelaskan
diwawancarai ketika siswa tersebut dihilangkan dan dimasukan. Dalam
menyelesaikan masalahnya. menyusun rencana penyelesaian masalah
SPLTV TRLTK memiliki karakteristik
HASIL DAN PEMBAHASAN intuisi coerciveness pada saat meyakini
Hasil Penelitian langkah yang dilakukannya adalah benar.
1. Paparan Data Subjek Laki-Laki Dengan demikian TRLTK memiliki intuisi
Kemampuan Tinggi (TRLTK) Pada antisipatori yang yaitu berusaha
Soal SPLTV menemukan penyusunan pemecahan
Analisis data TRLTK dalam masalahnya.
memahami masalah SPLTV terdapat Analisis data TRLTK dalam
beberapa karakteristik intuisi yaitu Direct, melaksanakan penyelesaian masalah
self-evident dan Coerciveness. Direct, self- SPLTV dapat disimpulkan bahwa
evident terdapat pada saat TRLTK langsung langsung menemukan langkahnya ketika
memahami maksud dari soal yaitu paham sudah berusaha mencermati teks yang
apa yang diketahui dan ditanya tanpa telah dilakukan pada tahap penyusunan
harus pembuktian dan pengecekan. rencana. TRLTK meyakini bahwa langkah
Sedangkan Coerciveness yang ada pada saat yang dilakukan untuk menyelesaikan

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 273


masalah SPLTV adalah benar berdasarkan maka TRLTK memiliki intuisi antisipatori
langkah yang telah di rancang pada tahap yaitu berusaha sampai menemukan
penyusunan rencana. Langkah yang hasilnya.
dilakukan tidak pertahap atau langkah Analisis data dalam menguji
perlangkah tetapi terdapat loncatan kembali masalah SPLDV dapat
berpikir ketika menyelesaikan disimpulkan bahwa TRLTK tidak memiliki
penyelesaiannya. TRLTK memiliki karakteristik karena tidak mengecek
karakteristik intuisi Coerciveness yaitu dengan cara lain apakah jawaban yang
meyakini apa yang telah direncanakan diperoleh adalah benar. Maka TRLTK
adalah benar. TRLTK juga memiliki tidak memiliki intuisi konklusif. Dapat di
karakteristik intuisi Intrinsic Certainty lihat pada tabel di bawah ini.
pada saat menyelesaikan masalah SPLTV.

Tabel 1. Data Subjek TRLTK dalam Memecahkan Masalah SPLTV pada TKPMM-1 dan
TKPMM-2
Karakteristik Tahap Pemecahan Masalah
Intuisi
Data Memahami Masalah Data Memahami Masalah
TKPMM-1 TKPMM-2
Direct, self- Memahami masalah secara Memahami masalah secara
evident langsung tanpa langsung tanpa
membutuhkan membutuhkan
pengecekan dan pengecekan dan
pembuktian lebih lanjut pembuktian lebih
(TRLTK1101) lanjut (TRLTK2101)
coerciveness, Meyakini sesuatu yang sudah Meyakini sesuatu yang
ditulis tentang diketahui sudah ditulis tentang
dan ditanya (TRLTK1103) diketahui dan ditanya
(TRLTK2103)
Data Menyusun Rencana Data Menyusun Rencana
Penyelesaian Masalah Penyelesaian Masalah
TKPMM-1 TKPMM-2
Intrinsic Menghilangkan salah satu Menghilangkan salah satu
Certainly jenis tepung untuk jenis anggur untuk
mendapatkan harga mendapatkan harga
tepung lain (1106). tepung lain (2106).
Globality Susah menjelaskan cara Susah menjelaskan cara
mencari persen mencari persen
(TRLTK1108). (TRLTK2108).
Coerciveness Meyakini sesuatu yang sudah Meyakini sesuatu yang
ditulis tentang diketahui sudah ditulis tentang
dan ditanya (TRLTK11010) diketahui dan ditanya
(TRLTK21010)
Data Melaksanakan Data Melaksanakan
Penyelesaian Masalah Penyelesaian Masalah
TKPMM-1 TKPMM-2
Coerciveness Meyakini apa yang telah Meyakini apa yang telah
direncanakan dan direncanakan dan
dilaksanakan adalah benar dilaksanakan adalah
(TRLTK11014). benar (TRLTK21014).

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 274


Intrinsic Pada saat menentukan hasil Pada saat menentukan
Certainty penyelesaian dan dapat hasil penyelesaian dan
menyimpulkan sendiri dapat menyimpulkan
dengan membandingkan sendiri dengan
hasil dari point b, c membandingkan hasil
dengan point d dari point b, c dengan
(TRLTK11015). point d (TRLTK21015).

2. Paparan Data Subjek Perempuan Analisis ASPTK dalam menyusun


Kemampuan Tinggi (ASPTK) Pada rencana penyelesaian masalah SPLTV
Soal SPLTV terdapat karakteristik intuisi Intrinsic
Analisis data ASPTK dalam Certainty pada saat membentuk SPLTV
memahami masalah SPLTV terdapat pada point a yaitu mengaitkan dengan
beberapa karakteristik intuisi yaitu Direct, sesuatu yang pernah dipelajari tetapi tidak
self-evident dan Coerciveness. Direct, self- bisa menjelaskan sampai merinci
evident terdapat pada saat ASPTK berdasarkan syarat perkalian sebuah
langsung memahami maksud dari soal SPLTV. ASPTK juga memiliki karakteristik
yaitu paham apa yang diketahui dan intuisi Exstrapolative yaitu menduga bahwa
ditanya tanpa harus pembuktian dan yang direncanakan seperti yang sudah
pengecekan. ASPTK dalam memahami dipelajari. Maksud dari hasil kutipan
masalah langsung mengetahui maksud wawancara tersebut adalah ASPTK sudah
dari soal tersebut yaitu mengetahui inti menduga bahwa penyelesaiannya seperti
dari permasalahan tersebut dan syarat- yang dilakukan setelah paham syarat-
syarat penting yang harus diperhatikan syarat yang harus diperhatikan dan inti
serta dapat menulis masalahnya kembali dari permasalahan soal tersebut. ASPTK
dengan lebih sederhana sesuai yang meyakini bahwa rencana yang
diperoleh dari soal (berbentuk diketahui dituliskannya berdasarkan pemikiran
dan ditanya). Sedangkan Coerciveness yang matematika secara real setelah ASPTK
ada pada saat ASPTK dalam memahami mencermati soal tersebut, sehingga
masalah yaitu ASPTK merasa yakin memiliki karakteristik intuisi Coerciveness.
dengan yang diketahui dan ditanya Maksud dari kutipan tersebut adalah
berdasarkan yang sudah ditulisnya. ASPTK meyakini karena yang ditanyakan
ASPTK sangat yakin bahwa syarat-syarat adalah jumlah, maka pendapatan jenis
yang perlu diperhatikan dari soal dan inti tepung pada hari dijumlahkan kemudian
dari permasalah berdasarkan yang telah bari dikalikan 10%. Dari analisis data yang
ditulisnya melalui diketahui dan ditanya. ditemukan bahwa ASPTK memiliki intuisi
Dari beberapa karakteristik yang terdapat antisipatori yaitu terdapat tiga
pada ASPTK dalam memahami masalah karakteristik dari lima karakteristik intuisi.
SPLTV, maka ASPTK memiliki intuisi Dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
afirmatori yang memiliki dua karakteristik
intuisi dari lima karakteristik lainnya.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 275


Tabel 2. Data Subjek ASPTK dalam Memecahkan Masalah SPLTV pada TKPMM-1 dan
TKPMM-2
Karakteristik Tahap Pemecahan Masalah
Intuisi
Data Memahami Masalah Data Memahami Masalah
TKPMM-1 TKPMM-2
Direct, self- Memahami masalah secara Memahami masalah secara
evident langsung tanpa langsung tanpa
membutuhkan membutuhkan
pengecekan dan pengecekan dan
pembuktian lebih lanjut pembuktian lebih
(ASPTK1101) lanjut (ASPTK2101)
coerciveness, Meyakini sesuatu yang sudah Meyakini sesuatu yang
ditulis tentang diketahui sudah ditulis tentang
dan ditanya (ASPTK1103) diketahui dan ditanya
(ASPTK2103)
Data Menyusun Rencana Data Menyusun Rencana
Penyelesaian Masalah Penyelesaian Masalah
TKPMM-1 TKPMM-2
Intrinsic Menghilangkan salah satu Menghilangkan salah satu
Certainly jenis tepung untuk jenis anggur untuk
mendapatkan harga mendapatkan harga
tepung lain (1106). tepung lain (2106).
Globality Susah menjelaskan cara Susah menjelaskan cara
mencari persen mencari persen
(ASPTK1108). (ASPTK2108).
Coerciveness Meyakini sesuatu yang sudah Meyakini sesuatu yang
ditulis tentang diketahui sudah ditulis tentang
dan ditanya (ASPTK11010) diketahui dan ditanya
(ASPTK21010)

Pembahasan Penelitian yaitu siswa dapat menuliskan apa yang


1. Subjek Laki-Laki Kemampuan diketahui dan apa yang ditanyakan dalam
Matematika Tinggi (TRLTK) soal dengan lebih sederhana. Sedangkan
Pada memahami masalah subjek Coerciveness yang ada pada saat TRLTK
TRLTK langsung dapat memahami dalam memahami masalah yaitu TRLTK
masalah tanpa harus menggambar atau merasa yakin dengan yang diketahui dan
mencorat-coret dikertas lain, sehingga ditanya berdasarkan yang sudah
subjek TRLTK memiliki salah satu ditulisnya. Cuplikan wawancara bahwa
karakteristik intusi yaitu Direct, self evident “Ketika saya baca soal, saya sangat yakin
cognitions. Menurut Fischbein (1999) Direct, bahwa diketahui dan ditanya dari soal
self evident cognitions yaitu kognisi yang tersebut seperti yang saya tulis”. Menurut
diterima sebagai feeling individual tanpa Fischbein (1999) Coerciveness adalah
membutuhkan pengecekan dan menggiring kearah sesuatu yang diyakini.
pembuktian lebih lanjut. MNPT Dengan demikian dapat disimpulkan
memahami soal dengan menulis diketahui bahwa TRLTK memiliki intuisi afirmatori.
dan ditanya. Menurut polya (1987) Sasaran Dalam menyusun rencana
penilaian pada tahap pemahaman soal penyelesaian masalah subjek TRLTK

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 276


menggunakan konsep SPLTV berdasarkan (1999) Coerciveness adalah sifat menggiring
perintah pada soal, soal tersebut sudah kearah sesuatu yang diyakini. Dengan
disajikan bentuk SPLTV serta sangat demikian TRLTK memiliki intuisi
berusaha dalam memikirkan langkah antisipatori yang bersifat global dan
penyelesaian masalahnya. Berdasarkan memiliki intusi yang berupa pemikiran
dengan yang dikemukakan oleh Fischbein matematika secara real.
(1999), karena munculnya intuisi setelah Pada melaksanakan penyelesaian
berusaha mengerjakan soal dengan masalah subjek TRLTK sangat berusaha
mencermati informasi dari teks soal, maka keras dalam menemukan hasilnya. Pada
dikatakan bahwa apa yang ada dalam saat menyelesaikan, TRLTK tersebut
pikirannya pada saat-saat awal merupakan menemukan kesalahannya dan langsung
ide global. Menurut polya (1987) Hal yang memperbaikinya serta memiliki loncatan
harus dilakukan siswa pada tahap ini berpikir dalam menyelesaikannya.
adalah: (a) siswa dapat mencari konsep- Menurut Polya (1987) dalam
konsep yang saling menunjang, (b) siswa memecahkan masalah untuk tahap ini
dapat mencari rumus-rumus yang adalah siswa harus berusaha mengecek
diperlukan. Sehingga diperoleh ulang dan menelaah kembali dengan teliti
penyusunan rencana pemecahan setiap langkah pemecahan yang
masalahnya sangat rapi sehingga TRLTK dilakukannya. TRLTK memiliki
memiliki karaketristik Intrinsic Certainly. karaktersitik Coerciveness yaitu meyakini
TRLTK juga memiliki karakteristik intuisi apa yang telah direncanakan adalah benar.
Globality terdapat pada kutipan Terdapat pada cuplikan wawancara
wawancara “Susah menjelaskan cara berikut “meyakini apa yang telah
mencari persen (TRLTK1108)”. Maksud direncanakan dan dilaksanakan adalah
dari kutipan tersebut terjadi pada saat benar (TRLTK21014)”. Menurut Fischbein
TRLTK tidak bisa menjelaskan kalau (1999) Coerciveness adalah menggiring
mencari persen itu tidak dijumlahkan kearah sesuatu yang diyakini. Hal ini
tetapi dicari satu-satu. Padahal jawaban berarti bahwa individu cenderung
yang tepat adalah bisa dijumlahkan semua menolak interpretasi alternatif yang akan
baru dikalikan persen, tapi TRLTK tidak mengkontradiksi intuisinya.
bisa menjelaskannya hanya bisa menjawab TRLTK juga memiliki karakteristik
susah menjelaskannya. Menurut Fischbein intuisi Intrinsic Certainty pada saat
(1999) Globality adalah kognisi global yang menyelesaikan masalah SPLTV. Terdapat
berlawanan dengan kognisi yang pada hasil wawancara yaitu “Pada saat
diperoleh secara logis, berurutan dan menentukan hasil penyelesaian dan dapat
secara analitis. Dalam menyusun rencana menyimpulkan sendiri dengan
penyelesaian masalah matriks TRLTK membandingkan hasil dari point b, c
memiliki karakteristik intuisi coerciveness dengan point d (TRLTK11015)”. Sehingga
pada saat meyakini langkah yang subjek TRLTK memiliki intuisi antisipatori.
dilakukannya adalah benar. Hasil kutipan Hal tersebut sesuai dengan pendapatan
wawancara yaitu “Meyakini sesuatu yang Zheng Zhu (2007), bahwa perbedaan
sudah ditulis tentang diketahui dan gender berpengaruh pada pemecahan
ditanya (TRLTK11010)”. Menurut Fischbein masalah. Pengaruh tersebut berupa

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 277


strategi yang digunakan yang berupa pola- tentang diketahui dan ditanya
pola yang berbeda dalam menyelesaikan (ASPTK2103)”. Menurut Fischbein (1999)
masalah matematika. Coerciveness yaitu Intuisi mempunyai sifat
Pada memeriksa kembali jawaban menggiring kearah sesuatu yang diyakini.
subjek tersebut tidak menggunakan cara Hal ini berarti bahwa individu cenderung
lain untuk mengecek kebenaran dari soal menolak interpretasi alternatif yang akan
tersebut. TRLTK hanya meyakini bahwa mengkontradiksi intuisinya. Dari hal
langkah yang dilakukan adalah benar. tersebut dapat disimpulkan bahwa ASPTK
Sehingga subjek TRLTK tidak memiliki memiliki intuisi afirmatori..
intuisi konklusif. Dalam menyusun rencana
penyelesaian masalah matriks dapat
2. Subjek Perempuan Kemampuan disimpulkan bahwa ASPTK memiliki
Matematika Tinggi (ASPTK) karakteristik Intrinsic Certainly, Globality
Berdasarkan hasil tes dan kutipan dan Coerciveness. Karakteristik Intrinsic
hasil wawancara subjek ASPTK dalam Certainly terjadi pada saat ASPTK tidak tau
Memahami masalah matriks memiliki menggunakan metode secara matematika
karakteristik intuisi diantaranya adalah dia hanya mengetahui metode
Direct, Self-evident dan Coerciveness. menghilangkan dan memasukan. Menurut
Menurut Fischbein (1999), kognisi Fischbein (1999) Globality adalah kognisi
langsung, kognisi self-evident adalah global yang berlawanan dengan kognisi
kognisi yang diterima sebagai feeling yang diperoleh secara logis, berurutan dan
individual tanpa membutuhkan secara analitis. Sedangkan karakteristik
pengecekan dan pembuktian lebih lanjut. Coerciveness yang dimiliki oleh ASPTK
ASPTK langsung memahami masalah yaitu meyakini konsep atau rumus yang
matriks dengan ,menulis diketahui dan diperlukan. Oleh karena itu ASPTK
ditanya, hasil kutipan wawancaranya yaitu memiliki intuisi antisipatori.
“Saya buat diketahui dan ditanya dari soal Dalam melaksanakan penyelesaian
tersebut”. masalah matriks dapat disimpulkan bahwa
Menurut Polya, ciri siswa ASPTK tidak memiliki intuisi karena
memahami soal ialah siswa dapat penyelesaian yang dilakukan langkah
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan demi langkah. ASPTK menyelesaikan
beserta jawabannya sebagai berikut: (a) masalah ini berdasarkan imajinasi dan
informasi apa yang dapat diketahui dari dugaan tanpa di dukung dengan
soal tersebut, (b) apa inti permasalahan pemikiran matematika secara real.
dari soal yang memerlukan pemecahan, (c) Menurut Plato dan Aristoteles (Henden.G,
adakah syarat-syarat penting yang perlu 2004) berpikir yang prosesnya tidak
diperhatikan dari soal. Sedangkan berlangsung secara langkah demi langkah.
Coerciveness yang ada pada saat ASPTK Berdasarkan hasil tes tulis dan
dalam memahami masalah yaitu ASPTK wawancara dalam menguji kembali
merasa yakin dengan yang diketahui dan masalah matriks tidak terdapat
ditanya berdasarkan yang sudah karakteristik intuisi karena tidak menguji
ditulisnya, hasil kutipan wawancaranya kembali dengan cara lain untuk
“Meyakini sesuatu yang sudah ditulis memastikan bahwa jawaban yang

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 278


diperoleh adalah benar. Sedangkan ciri-ciri matematika tingkat tinggi tidak
intuisi konklusif menurut menurut menggunakan langkah menguji kembali
Fischbein (1987) dalam Nazariah (2018) masalah berdasarkan Polya, sehingga
memiliki karakter intuisi adalah siswa laki dan perempuan tidak memiliki
mengambil kesimpulan secara langsung, karakteristik intuisi pada langkah tersebut.
meringkas secara umum dengan ide dasar Karaktersitik yang tidak dimiliki pada
masalahyang sebelumnya telah ditekuni. langkah menguji kembali masalah maka
siswa tersebut dapat disimpulkan tidak
SIMPULAN memiliki intuisi konklusif. Terdapat
Berdasarkan uraian di atas maka perbedaan karakteristik dan intuisi pada
dapat disimpulkan yaitu siswa laki dan materi SPTV antara siswa TRLTK dan
perempuan yang berkemampuan ASPTK.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 279


DAFTAR PUSTAKA

Burton, L. (1999). Why is intuition so important to mathematicians but missing from


mathematics education? For the Learning of Mathematics, 19(3), 27-32.

Enstein, S. (1995). Integration of the cognitive and the psychodynamic unconscious.


American Psychologist, 49, 709-724.

Fischbein, E. (1983). Intuition and Analytical Thinking in Mathematics Education.


International Reviews on Mathematical Education. 15, 2, 68-74.

Fischbein, E. (1987). Intuition in Science and Mathematics. Dordrecht: D. Reidel.

Fischbein, E. (1994). The Interaction between the Formal, the Algorithmic, and the Intuitive
Components in a Mathematical Activity. In R. Biehler, R. W. Scholz, R. Sträßer, & B.
Winkelmann (Eds.), Didactics of Mathematics as a Scientific Discipline (pp.231-245).
Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Fischbein, E., Grossman, A. (1997). Schemata and Intuitions in Combinatorial Reasoning,


Educational Studies in Mathematics 34, 27–47.

Fischbein, E. (1999). Intuitions and Schemata in Mathematical Reasoning. Educational Studies


in Mathematics. 38,11–50.

Geary, D.C., 2000. Sex Differences in Spatial Cognition, Computational Fluency, and
Arithmetical Reasoning. Journal of Experimental Child Psychology. 77, 337-353.

Nazariah. (2017). Intuisi Siswa SMK dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari
Kemampuan Matematika dan Perbedaan Gender. Jurnal Didaktik Matematika. 4, 3 April
2017.

Polya, G. (1981). Mathematical Discovery, On Understanding, Learning, and Teaching Problem


Solving. United States of America.

Polya, George, ((1985), How To Solve It 2nd ed Princeton University Press, New Jersey.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Jurnal Numeracy Vol.5, No.2, Oktober 2018 I 280


Laman: numeracy.stkipgetsempena.ac.id
Pos-el: pmat@stkipgetsempena.ac.id
Alamat:
Kampus STKIP Bina Bangsa Getsempena
Jalan Tanggul Krueng Aceh No 34
Banda Aceh

Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika

Anda mungkin juga menyukai