Anda di halaman 1dari 104

ISSN: 2087-913X

JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Tahun III, Nomor 2, Juli 2016

Hikmatul Faizah Muyassaroh, dkk


Proses Berpikir Siswa Tipe Kepribadian Idealist dalam Menyelesaikan Masalah
Matematika

Muhammad Ikmal, dkk


Proses Berpikir Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika PISA

Dwi Susanti, dkk


Analisis Berpikir Pseudo Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan Kuadrat
Berdasarkan Aktivitas Problem Solving

Tyas Pramukti Kirnasari, dkk


Defragmenting Struktur Berpikir untuk Memperbaiki Kesalahan Siswa dalam Memecahkn
Masalah Persamaan Kuadrat

Pratiwi Dwi Warih Sitaresmi, dkk


Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Melalui Pembelajaran Learning Cycle 5E

Syaiful Hamzah Nasution


Model Pembelajaran Kooperatif Menggunakan GeoGebra pada Matakuliah Matematika
Dasar II

Iva Nurmawanti, dkk


Identifikasi Pola Siswa SMP Berdasarkan Teori Gestalt

Rivatul Ridho Elvierayanti, dkk


Gesture Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika

Ahmad Bahrul Samsudin, dkk


Pengembangan Instrumen untuk Mengamati Kreativitas Siswa SMP

Tabita Wahyu Triutami, dkk


Peningkatan Level Kemampuan Siswa SMP Kategori Prestruktural dalam Menyelesaikan
Soal Geometri Melalui Pemberian Scaffolding

Iwan Surya Dinata, dkk


Investigasi Proses Berpikir Reflektif Siswa Ditinjau Dari Tempat Tinggal

JURNAL Malang,
Hal. ISSN:
PEMBELAJARAN Tahun III No.2 Juli
103-201 2087-913X
MATEMATIKA 2016
ISSN: 2087-913X

JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Tahun III, Nomor 2, Juli 2016

Terbit dua kali setahun berisi tulisan ilmiah tentang pembelajaran matematika dalam bentuk: • temuan
penelitian • pengalaman praktis pembelajaran matematika • kajian kepustakaan • gagasan konseptual • klinik
matematika atau • rekreasi matematika

Ketua Penyunting
Erry Hidayanto

Wakil Ketua Penyunting


Edy Bambang Irawan

Penyunting Pelaksana
Syaiful Hamzah Nasution
Indriati Nurul Hidayah
Tri Hapsari Utami
Abdul Qohar

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Jurusan Matematika FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG.
JL. Semarang 5 Malang 65145 Gedung O7(Gedung Matematika). Telepon (0341) 552182 (langsung). Email:
jurnal.matematika.fmipa@um.ac.id. Fax. (0341) 552182. Harga langganan Rp. 25.000,00 per-eksemplar
ditambah ongkos kirim.
JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA diterbitkan oleh Jurusan Matematika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang di bawah pembinaan Tim Pengembang Jurnal
Universitas Negeri Malang. Dekan: Markus Diantoro. Ketua Jurusan: Sudirman.
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain. Naskah
diketik di atas kertas HVS ukuran A4 spasi ganda sepanjang kurang lebih 20 halaman, dengan format seperti
tercantum pada Petunjuk bagi Penulis di bagian belakang jurnal ini. Naskah yang masuk dievaluasi dan
disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.
JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Tahun III, Nomor 2, Juli 2016

Hikmatul Faizah Proses Berpikir Siswa Tipe Kepribadian Idealist dalam Menyelesaikan 103 – 109
Muyassaroh, Ipung Masalah Matematika
Yuwono, Sudirman

Muhammad Ikmal, Proses Berpikir Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika 110 – 119
Gatot Muhsetyo, PISA
Abadyo.

Dwi Susanti, Analisis Berpikir Pseudo Siswa dalam Menyelesaikan Masalah 120 – 127
Purwanto, Pertidaksamaan Kuadrat Berdasarkan Aktivitas Problem Solving
Erry Hidayanto.

Tyas Pramukti Defragmenting Struktur Berpikir untuk Memperbaiki Kesalahan Siswa 128 – 138
Kirnasari, Abdur dalam Memecahkan Masalah Pertidaksamaan Kuadrat
Rahman Asari, Santi
Irawati.

Pratiwi Dwi Warih Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Melalui Pembelajaran 139 – 146
Sitaresmi, I Nengah Learning Cycle 5E
Parta, Swasono
Rahardjo.

Syaiful Hamzah Model Pembelajaran Kooperatif Menggunakan GeoGebra pada Matakuliah 147 – 153
Nasution Matematika Dasar II

Iva Nurmawanti, Edy Identifikasi Pola Siswa SMP Berdasarkan Teori Gestalt 154 – 161
Bambang Irawan, I
Made Sulandra

Rivatul Ridho Gesture Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika 162 – 172
Elvierayani, Edy
Bambang Irawan,
Sudirman

Ahmad Bahrul Pengembangan Instrumen untuk Mengamati Kreativitas Siswa SMP 173 – 179
Samsudin, Gatot
Muhsetyo, Tjang
Daniel Chandra

Tabita Wahyu Peningkatan Level Kemampuan Siswa SMP Kategori Prestruktural dalam 180 – 191
Triutami, Purwanto, Menyelesaikan Soal Geometri Melalui Pemberian Scaffolding
Abadyo

Iwan Surya Dinata, Investigasi Proses Berpikir Reflektif Siswa Ditinjau dari Tempat Tinggal 192 – 201
Toto Nusantara,
Susiswo
PROSES BERPIKIR SISWA TIPE KEPRIBADIAN IDEALIST
DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA
Hikmatul Faizah Muyassaroh, Ipung Yuwono, Sudirman

Universitas Negeri Malang


ismy_izza@yahoo.com, ipungmat@um.ac.id, sudirman.fmipa@um.ac.id

Abstract: In daily life people always face the problem. When solve the problem, everyone often use
different strategies. The process of thinking is required in order to solve problems. One of strategy in
solving the problem is a framework developed by Polya. In this framework there are four phases: (1)
understand the problem, (2) develop a plan of settlement, (3) implement the plan, and (4) to re-examine
the results obtained. The thought process in solving the problem further studied by Piaget's theory of
assimilation and accommodation personality type is one of the things that affects the person's thinking
process. The purpose of this study was to determine the thinking of students who have the personality type
idealist in solving mathematical problems. The results of this study stated that the thinking of students
who have the personality type idealist is: (a) occurs assimilation at the stage of understanding the
problem, namely that students can identify what is known and questioned on the given issue, (b) occurs
assimilation for developing the settlement plan , that students can mention the plan for settlement of the
given problem based on what is known right, (c) occurs assimilation in stages to solve the problem
according to plan, ie the students resolve the issue in accordance with a plan drawn up earlier, and (d)
does not occur assimilation and accommodation on stage to re-examine the results obtained, it happened
because the students do not do a re-examination of the results obtained.

Keywords: process of thinking, personality type, idealist

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses berpikir siswa yang memiliki tipe
kepribadian idealist dalam menyelesaikan masalah matematika. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa proses berpikir siswa yang memiliki tipe kepribadian idealist
adalah: (a) terjadi asimilasi pada tahap memahami masalah, yaitu siswa dapat mengidentifikasi hal yang
diketahui dan ditanya pada masalah yang diberikan, (b) terjadi asimilasi pada tahap menyusun rencana
penyelesaian, yaitu siswa dapat menyebutkan rencana penyelesaian dari masalah yang diberikan
berdasarkan hal yang diketahui dengan benar, (c) terjadi asimilasi pada tahap menyelesaikan masalah
sesuai perencanaan, yaitu siswa menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana yang disusun sebelumnya,
dan (d) tidak terjadi asimilasi maupun akomodasi pada tahap memeriksa kembali hasil yang diperoleh, hal
itu terjadi karena siswa tidak melakukan pemeriksaan kembali terhadap hasil yang diperoleh.

Kata kunci: proses berpikir, tipe kepribadian, idealist

Mata pelajaran matematika diberikan kepada luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai masalah, (3) menggunakan penalaran pada pola dan
perguruan tinggi. Salah satu tujuan adanya mata sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
pelajaran matematika sesuai Permendiknas RI No 22 membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
Tahun 2006 adalah memecahkan masalah yang menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,
meliputi kemampuan memahami masalah, (4) mengembangkan sikap menghargai kegunaan
merancang model matematika, menyelesaikan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa
model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
Sedangkan pada kurikulum 2013, menyatakan matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
bahwa tujuan mata pelajaran matematika antara lain pemecahan masalah di kehidupan sehari-hari (dunia
agar siswa dapat: (1) memiliki kemampuan berpikir nyata), dan (5) mengembangkan sikap dan perilaku
kritis, logis, analitik, dan kreatif, kemampuan yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan
pemecahan masalah, dan kemampuan pembelajarannya. Berdasarkan pemaparan tersebut,
mengkomunikasikan gagasan serta budaya dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah
bermatematika, (2) memahami konsep matematika, matematika merupakan salah satu tujuan utama
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan diberikan mata pelajaran matematika.
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara

103
104, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Salah satu permasalahan yang ada di bidang tersebut, dan memeriksa kembali jawaban tersebut
pendidikan matematika adalah rendahnya secara tertulis maupun lisan.
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pada saat berpikir, informasi-informasi dan
Hal ini ditunjukkan dengan hasil-hasil penelitian data yang masuk diolah di dalam otak. Dengan
terkait dengan pemecahan masalah matematika oleh demikian, perlu dilakukan penyesuaian atau bahkan
siswa, baik di tingkat sekolah dasar, sekolah perubahan terhadap informasi yang sudah ada
menengah, maupun perguruan tinggi. Padahal sebelumnya. Proses demikian dinamakan adaptasi.
kemampuan pemecahan masalah matematik menjadi Terdapat dua cara adaptasi terhadap informasi baru
kemampuan yang penting yang harus dimiliki siswa yang masuk, yaitu asimilasi dan akomodasi.
(Stacey, 2013: 39). Hal itu dikarenakan penyelesaian Menurut Piaget, asimilasi adalah proses memahami
masalah dapat mengarahkan pada pengkombinasian objek atau peristiwa baru berdasarkan skema yang
keahlian dan konsep untuk berurusan dengan situasi telah ada . Sedangkan akomodasi adalah proses
matematik khusus yang disebut masalah (Giganti, perubahan skema yang telah ada agar sesuai dengan
2007: 15). situasi baru. Asimilasi dan akomodasi terus
Suatu masalah biasanya memuat situasi yang berlangsung sampai terjadi keseimbangan.
mendorong seseorang untuk menyelesaikan, tetapi Kemampuan siswa dalam menyelesaikan
tidak mengetahui secara langsung langkah yang masalah matematika sebenarnya dapat dilatih. Ide
harus dilakukan. Suatu soal matematika dikatakan mengenai pemecahan masalah salah satunya
sebagai suatu masalah jika soal tersebut menarik dikemukakan oleh Polya (1973). Polya mengem-
siswa untuk menyelesaikannya dan bersifat tidak bangkan empat langkah pemecahan masalah yaitu
rutin. Soal yang seperti ini biasanya dalam memahami masalah (understanding the problem),
penyelesaiannya menuntun siswa untuk mengguna- menyusun rencana (make a plan), melaksanakan
kan gabungan beberapa konsep matematika yang rencana yang telah disusun (carry out a plan), dan
telah dipelajari. Untuk dapat menyelesaikan memeriksa kembali hasil pemecahan (look back at
masalah, siswa harus menguasai hal-hal yang telah the completed solution). Menurut Alacaci dan
dipelajari sebelumnya, yaitu mengetahui, memahami Dogruel (2011) langkah pemecahan masalah yang
secara terampil penggunaan konsep-konsep tertentu. dikembangkan oleh Polya dapat menumbuhkan
Tetapi, memiliki kemampuan, pemahaman, dan kesadaran bagi siswa tentang cara berpikir dalam
keterampilan menggunakan konsep-konsep saja memecahkan masalah. Dengan menggunakan
tidaklah cukup. Siswa juga harus menghubungkan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikem-
dan menggunakan informasi yang dimilikinya secara bangkan oleh Polya, siswa diharapkan dapat lebih
tepat pada situasi baru yang dihadapinya. runtut dan terstruktur dalam memecahkan masalah
Proses berpikir diperlukan saat menyelesaikan matematika.
masalah matematika. Hal itu dikarenakan ketika Apabila dilakukan pengamatan pada proses
seseorang mencari cara untuk menyelesaikan pemecahan masalah, akan ditemukan adanya
masalah, pasti terdapat proses berpikir yang perbedaan antar individu dalam menyelesaikan
mengikutinya. Proses tersebut dimulai dari masalah matematika. Ada yang segera mengambil
memahami masalah yang sedang dihadapi, meren- langkah begitu perintah telah dimengerti dan
canakan cara yang akan digunakan untuk menyele- mencoba-coba hingga sampai pada cara yang benar.
saikan masalah tersebut, dan mencari cara atau jalan Namun, ada juga yang tidak mengambil tindakan
keluar untuk menyelesaikannya. tetapi memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang
Menurut Mulyono (2010) proses berpikir ada berkaitan dengan pemecahan masalahnya
merupakan proses yang dimulai dari penerimaan sebelum mengambil tindakan secara konkret.
informasi, pengolahan, penyimpanan, dan Salah satu hal yang mempengaruhi proses
pemanggilan informasi dari dalam ingatan. berpikir siswa adalah tipe kepribadian yang dimiliki
Sependapat dengan Siswono (2002) yang oleh setiap individu. Sesuai dengan pendapat Okike
menyatakan bahwa proses berpikir adalah proses (2014) yang menyatakan bahwa perbedaan
yang dimulai dengan menerima data, mengolah dan kepribadian yang dimiliki masing-masing individu
menyimpan di dalam ingatan serta memanggil menyebabkan mereka memecahkan masalah dengan
kembali dari ingatan pada saat dibutuhkan untuk pendekatan dan pengambilan keputusan yang
pengolahan selanjutnya. Berdasarkan dua pendapat berbeda. Pernyataan tersebut juga didukung oleh
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses Dewiyani (2014: 97) yang menyatakan bahwa setiap
berpikir adalah aktivitas mental siswa dalam tipe kepribadian memiliki perbedaan proses berpikir
menyelesaikan masalah yang diberikan, yang dapat dalam menyelesaikan masalah.
dilihat ketika siswa memahami masalah, Keirsey merupakan salah satu ahli yang
merencanakan penyelesaian, melakukan rencana membagi tipe kepribadian menjadi empat, yaitu:
artisan, guardian, idealist, dan rational. Pada
Muyassaroh, dkk. Proses Berpikir Siswa Tipe Idealist dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, 105

penelitian ini hanya dibatasi pada siswa yang Menurut Sugiyono (2013: 273) triangulasi dapat
memiliki tipe kepribadian idealist. Individu tipe diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
idealist merupakan individu yang percaya akan sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
intuisi dan secara alami tertarik untuk bekerja sama Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,
dengan orang lain, baik bekerjasama dalam triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Dalam
pendidikan, konseling, atau pelayanan sosial. penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah
Individu tipe ini percaya bahwa hidup penuh dengan triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan
kemungkinan yang menunggu untuk diwujudkan. data dari satu subjek dengan subjek yang lain. Data
Menurut Dewiyani (2010), siswa dengan tipe proses berpikir siswa pertama dibandingkan dengan
idealist, cenderung dapat melihat suatu masalah yang kedua. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat
dengan sudut pandang yang luas, dan tidak hanya memperoleh hasil yang benar-benar valid mengenai
terpaku pada masalah yang dihadapi. Lebih lanjut proses berpikir siswa yang mempunyai tipe
Dewiyani (2009) mengungkapkan, pengajar dapat kepribadian idealist.
membuat variasi soal yang cukup luas kepada tipe Tahap-tahap yang dilaksanakan dalam
ini, karena justru banyaknya variasi soal akan penelitian ini adalah: tahap persiapan, tahap
membuat tipe ini lebih tertarik. Tipe idealist tidak pelaksanaan, dan tahap penyelesaian. Tahap
lebih dari 15%-20% dari penduduk di dunia, tapi persiapan meliputi: (a) mengaji teori-teori tentang
kemampuan mereka untuk menginspirasi orang proses berpikir, masalah matematika, dan tipe
memberikan pengaruh yang lebih besar dari jumlah kepribadian, (b) melakukan observasi awal, (c)
mereka (Keirsey: 1998). menyusun dan merancang penelitian sesuai dengan
fenomena yang sering terjadi dan kajian kepustakaan
METODE yang relevan, (d) menyusun, memvalidasi, dan
merevisi instrumen pendukung penelitian, (e)
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan melakukan observasi ke sekolah dan melakukan
pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang wawancara dengan guru matematika untuk
digunakan adalah deskriptif eksploratif. Hal itu menentukan kelas penelitian, dan (f) memberikan
dipilih karena peneliti ingin memperoleh data yang angket kepribadian untuk menentukan siswa terpilih.
mendalam dan detail secara alami tentang proses Pada tahap pelaksanaan meliputi: (a) memberikan
berpikir siswa yang memiliki tipe kepribadian tes masalah matematika pada siswa terpilih yang
idealist dalam menyelesaikan masalah matematika. memiliki tipe kepribadian idealist, (b) menganalisis
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VIIIH hasil tes masalah matematika yang telah diselesaikan
SMP Negeri 20 Malang. Pemberian angket KTS siswa, (c) melakukan wawancara dengan 2 subjek
(Keirsey Temperament Shorter) melibatkan semua terpilih untuk melihat proses berpikir siswa, dan (d)
siswa dalam satu kelas. Berdasarkan hasil angket menganalisis data hasil tes dan data hasil
tersebut, dipilih siswa dengan tipe kepribadian wawancara. Sedangkan pada tahap penyelesaian
idealist. Selanjutnya pemberian tes masalah meliputi: (a) memaparkan hasil penelitian yang
matematika pada siswa terpilih. Dua siswa yang diperoleh, (b) membuat kesimpulan akhir penelitian,
menjawab soal dengan lengkap akan dan (c) menyusun laporan hasil penelitian.
dipertimbangkan sebagai subjek penelitian.
Penentuan subjek tersebut selain berdasar pada hasil HASIL
tes masalah matematika, juga berdasar pada
masukan dari guru yang mengajar matematika di Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan
kelas tersebut. proses berpikir adalah aktivitas mental siswa dalam
Instrumen utama pada penelitian ini adalah menyelesaikan masalah yang diberikan, yang dapat
peneliti sendiri. Instrumen pendukungnya adalah dilihat ketika siswa memahami masalah,
angket KTS, tes masalah matematika, dan merencanakan penyelesaian, melakukan rencana
wawancara berbasis tugas. Pengumpulan data yang telah disusun, dan memeriksa kembali jawaban
dilakukan dengan angket, tes, dan wawancara. Data yang telah diperoleh secara tertulis maupun lisan
yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Polya
menggunakan teknik analisis data kualitatif yang (1973). Penelitian ini hanya dibatasi pada proses
dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992: 15). berpikir asimilasi dan akomodasi, serta tidak
Teknik analisis data yang dimaksud terdiri dari tiga melakukan pengamatan pada proses berpikir
tahap yang dilakukan secara berurutan, yaitu (1) ekuilibrasi. Hal itu dikarenakan proses berpikir
mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) ekuilibrasi sulit untuk dilakukan pengamatan dalam
verifikasi data / kesimpulan. penelitian. Asimilasi merupakan proses
Untuk menguji kredibilitas data dan diperoleh pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang
temuan data yang absah, maka dilakukan triangulasi. sudah terbentuk. Akomodasi merupakan proses
106, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

pengintegrasian stimulus baru melalui pembentukan Masalah


skema baru atau pengubahan skema lain untuk
menyesuaiakan dengan stimulus yang diterima. Warta Kota Malang dan Harian Malang Raya
Dengan menggunakan kerangka berpikir dari Polya, merupakan dua agen koran di Malang yang mencoba
siswa diharapkan dapat lebih runtut dan terstruktur untuk merekrut penjual. Gambar 1 menunjukkan
dalam menyelesaikan masalah. sistem pembayaran yang dilakukan agen koran
Berikut akan dipaparkan proses berpikir siswa kepada penjual.
dengan tipe kepribadian idealist dalam menyelesai-
kan masalah matematika.

WARTA KOTA MALANG HARIAN MALANG RAYA

PEKERJAAN BUTUH UANG TAMBAHAN?


Dengan GAJI MENARIK JADILAH PENJUAL KORAN KAMI
DALAM WAKTU SINGKAT
Anda akan memperoleh:
Dengan menjual Koran Warta Rp2.500,00 per koran untuk 250
Kota Malang, Anda akan koran pertama yang Anda jual
dalam satu minggu dan tambahan
mendapatkan Rp525.000,00
Rp500,00 untuk setiap koran yang
dalam satu minggu dan Anda jual selanjutnya.
tambahan Rp1.000,00 per
koran yang Anda jual.

(a) (b)
Gambar 1. Poster sistem pembayaran yang dilakkan agen koran kepada penjual

Fandi berjualan Koran Warta Kota Malang, menyamakan banyaknya koran yang terjual, yaitu
sedangkan Candra berjualan Koran Harian Malang dengan mengibaratkan keduanya berhasil menjual
Raya. Jika banyaknya koran yang mereka jual sama, 250 koran. Selanjutnya masing-masing ditambah Rp
maka penjualan koran yang ke berapa gaji Fandi dan 1.000,00 untuk penjualan per Koran Warta Kota
Candra sama? Malang dan ditambah Rp 3.000,00 untuk penjualan
per Koran Harian Malang Raya. Berdasarkan
Siswa 1 pemaparan tersebut, dikatakan bahwa Siswa 1 dapat
Dalam menyelesaikan masalah Siswa 1 menyebutkan rencana yang digunakan untuk
terlebih dahulu menuliskan hal yang diketahui dan menyelesaikan masalah yang diberikan. Dengan
ditanya dari soal, tetapi informasi yang dituliskan demikian, dikatakan bahwa terjadi asimilasi saat
kurang lengkap. Siswa 1 tidak memberikan Siswa 1 menyusun rencana penyelesaian.
keterangan tentang koran yang dijual oleh Fandi dan Berdasarkan rencana yang telah disusun oleh
Candra. Tapi saat proses wawancara berlangsung, Siswa 1, penghitungannya terhenti saat Fandi
Siswa 1 mampu menyebutkan hal-hal yang diketahui menjual 253 Koran Warta Kota Malang dan Candra
dan ditanya dari masalah yang diberikan dengan menjual 301 Koran Harian Malang Raya. Pada
lengkap. Berdasarkan pemaparan tersebut dikatakan penjualan tersebut keduanya memperoleh gaji yang
bahwa Siswa 1 mampu mengidentifikasi hal yang sama. Penghitungan Siswa 1 terhenti karena pada
diketahui dan ditanya dari soal. Dengan demikian, penjualan tersebut gaji yang diperoleh keduanya
dikatakan bahwa terjadi asimilasi saat Siswa 1 sama. Disini dapat terlihat adanya kesalahan
memahami masalah. pemahaman yang dilakukan oleh Siswa 1. Siswa 1
Berdasarkan informasi yang telah diperoleh, hanya mendasarkan penghitungannya pada besarnya
selanjutnya Siswa 1 mulai menyusun rencana yang gaji yang mereka peroleh sama. Padahal selain gaji
akan dilakukan untuk menyelesaikan soal. Siswa 1 yang mereka peroleh sama, jumlah koran yang
Muyassaroh, dkk. Proses Berpikir Siswa Tipe Idealist dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, 107

mereka jual juga harus sama. Tetapi saat Pada saat menyelesaikan masalah sesuai
dikonfirmasi tentang kesesuaian antara hasil yang perencanaan, Siswa 2 membagi selisih gaji pada
diperoleh dengan yang ditanyakan pada soal, Siswa penjualan yang ke-250 dengan Rp 2.000,00 dan
1 mulai menyadari bahwa hasil yang diperoleh tidak hasilnya ditambah dengan 250. Dari penghitungan
sesuai dengan yang ditanyakan. Berdasarkan yang dilakukan oleh Siswa 2, diperoleh pada
pemaparan tersebut dapat dikatakan bahwa Siswa 1 penjualan koran yang ke-325 gaji Fandi dan Candra
dapat menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai sama. Berdasarkan pemaparan tersebut disimpulkan
dengan rencana yang disusun sebelumnya dengan bahwa Siswa 2 dapat menyelesaikan masalah sesuai
lancar. Tetapi skema yang dimiliki Siswa 1 dalam dengan perencanaan yang telah dibuat serta
menyelesaikan masalah kurang tepat. Dengan algoritma penghitungan yang dilakukan juga benar.
demikian, dapat dikatakan bahwa terjadi asimilasi Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi
subjektif saat Siswa 1 menyelesaikan masalah sesuai asimilasi saat Siswa 2 menyelesaikan masalah sesuai
perencanaan perencanaan.
Setelah memperoleh jawaban, Siswa 1 tidak Pada tahap memeriksa kembali jawaban yang
melakukan pemeriksaan terhadap hasil yang diperoleh, Siswa 2 hanya meyakini jawaban yang
diperoleh. Sebelum Siswa 1 mengetahui ketidak- telah diperoleh tanpa melakukan pemeriksaan
sesuaian antara hasil dan hal yang ditanyakan dari kembali terhadap jawaban yang diperoleh. Dengan
soal, Siswa 1 meyakini bahwa jawaban yang demikian, dikatakan bahwa tidak terjadi asimilasi
diperoleh adalah benar. Tetapi setelah mengetahui maupun akomodasi saat Siswa 2 memeriksa kembali
bahwa hasil yang diperoleh tidak sesuai, Siswa 1 hasil yang diperoleh.
tidak yakin dengan jawaban tersebut. Dengan
demikian, dikatakan bahwa tidak terjadi asmilasi
maupun akomodasi saat Siswa 1 memeriksa kembali PEMBAHASAN
hasil yang diperoleh
Berdasarkan paparan data diperoleh hasil
Siswa 2 bahwa terjadi asimilasi saat Siswa 1 dan Siswa 2
Seperti halnya Siswa 1, Siswa 2 dalam memahami masalah. Siswa 1 dan Siswa 2 dapat
menyelesaikan masalah juga menuliskan hal yang menjelaskan kembali hal yang diketahui dan ditanya
diketahui dan ditanya dari soal terlebih dahulu. pada masalah berdasarkan informasi yang diberikan.
Informasi yang dituliskan Siswa 2 juga kurang Hasil tersebut sesuai dengan beberapa penelitian
lengkap karena tidak memberikan keterangan sebelumnya yang dilakukan oleh Yuwono (2010),
tentang koran yang dijual oleh Fandi dan Candra. Dewiyani (2015), dan Mufarrihah (2016). Yuwono
Tetapi informasi tersebut disampaikan oleh Siswa 2 (2010) menyatakan bahwa siswa dengan tipe
pada saat wawancara berlangsung. Berdasarkan kepribadian idealist dapat menuliskan hal yang
pemaparan tersebut dikatakan bahwa Siswa 2 diketahui dan ditanya dari soal yang diberikan.
mampu mengidentifikasi hal yang diketahui dan Dewiyani (2015) menyatakan bahwa siswa dengan
ditanya dari masalah yang diberikan. Dengan tipe kepribadian idealist menuliskan kembali
demikian, dikatakan bahwa terjadi asimilasi saat informasi penting untuk digunakan dalam
Siswa 2 memahami masalah. menyelesaikan masalah tanpa bantuan variabel.
Pada tahap menyusun rencana, Siswa 2 Sedangkan Mufarrihah (2016) menyatakan bahwa
menentukan gaji yang diterima oleh Fandi dan siswa dengan tipe kepribadian idealist mampu
Candra pada penjualan ke 250. Selanjutnya Siswa 2 mengetahui hal-hal yang diketahui dan ditanya pada
menghitung selisih dari banyaknya penjualan koran soal. Dengan demikian, dikatakan bahwa terjadi
yang sama. Siswa 2 menyatakan bahwa terdapat asimilasi saat Siswa 1 dan Siswa 2 memahami
pola saat menghitung selisisih dari gaji penjualan masalah.
sejumlah koran tersebut yaitu setiap penambahan Hasil analisis berikutnya diperoleh bahwa
satu koran yang terjual selisihnya berkurang Rp terjadi asimilasi saat Siswa 1 dan Siswa 2 menyusun
2.000,00. Siswa 2 beranggapan bahwa pada rencana penyelesaian. Siswa 1 dan Siswa 2 dapat
penjualan tertentu selisihnya akan nol, yaitu saat gaji menyusun rencana penyelesaian dari masalah yang
Fandi dan Candra sama. Berdasarkan pemaparan diberikan berdasarkan hal yang diketahui dengan
tersebut dikatakan bahwa Siswa 2 dapat lancar dan benar. Hal itu sesuai dengan penelitian
menyebutkan rencana penyelesaian yang digunakan yang dilakukan oleh Widodo (2012) yang
untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. menyatakan bahwa siswa dengan tipe idealist dapat
Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi merencanakan penyelesaian masalah dan dapat
asimilasi saat Siswa 2 menyusun rencana mengintegrasikan langsung persepsi atau
penyelesaian. pengalaman baru dalam skema pikirannya. Dengan
demikian, dikatakan bahwa terjadi asimilasi saat
108, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Siswa 1 dan Siswa 2 menyusun rencana memeriksa kembali hasil yang diperoleh, yaitu siswa
penyelesaian. tidak melakukan pemeriksaan kembali terhadap hasil
Selanjutnya dari paparan diperoleh bahwa yang diperoleh.
terjadi asimilasi saat Siswa 1 dan Siswa 2
menyelesaikan masalah. Hal itu dikarenakan baik Saran
Siswa 1 maupun Siswa 2 dapat menyelesaikan Berdasarkan kesimpulan yang telah disusun,
masalah sesuai dengan rencana yang telah disusun maka beberapa saran yang dapat dikemukakan
sebelumnya. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian antara lain: (1) bagi para pendidik untuk
yang dilakukan oleh Widodo (2012), yang membiasakan adanya tahap memeriksa kembali hasil
menyatakan bahwa siswa dengan tipe kepribadian yang diperoleh untuk meminimalisir adanya
idealist mampu melaksanakan rencana yang disusun kesalahan yang dilakukan oleh siswa, (2) adanya
sebelumnya untuk menyelesaikan masalah. Dengan penelitian lanjutan baik materi maupun subjek yang
demikian, dikatakan bahwa terjadi asimilasi saat berbeda.
Siswa 1 dan Siswa 2 menyelesaikan masalah sesuai
perencanaan.
Berdasarkan paparan data diperoleh bahwa DAFTAR RUJUKAN
tidak terjadi asimilasi maupun akomodasi pada
Siswa 1 dan Siswa 2 saat memeriksa kembali hasil Alacici, C & Dogruel, M. 2011. Solving A Stability
yang diperoleh. Siswa 1 dan Siswa 2 tidak Problem By Polya’s Four Steps. International
melakukan pemeriksaan kembali hasil yang Journal of Electronics, Mechanical and
diperoleh. Hal tersebut sesuai dengan hasil Mechatronics Engineering, 1(1): 19-28.
penelitian yang dilakukan oleh Mufarrihah (2016) Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum
yang menyatakan bahwa siswa dengan tipe Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Badan
kepribadian idealist tidak mampu memeriksa Standar Nasional Pendidikan
kembali hasil pekerjaan yang diperoleh. Dengan Dewiyani, S. 2009. Karakteristik Proses Berpikir
demikian, dikatakan bahwa tidak terjadi asimilasi Siswa dalam Mempelajari Matematika
dan akomodasi saat Siswa 1 dan Siswa 2 memeriksa Berbasis Tipe Kepribadian. Prosiding
kembali hasil yang diperoleh. Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan
Secara keseluruhan proses berpikir yang Penerapan MIPA. Fakultas MIPA Universitas
dilakukan oleh Siswa 1 dan Siswa 2 sesuai dengan Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009
karakteristik dari individu yang memiliki tipe Dewiyani, S. 2010. Model Pembelajaran
kepribadian idealist yang dikemukakan oleh Matematika Berbasis Pemecahan Masalah
Keirsey. Menurut Keirsey (1998), individu dengan Berdasar Penggolongan Tipe Kepribadian,
tipe kepribadian idealist dapat menjadikan masalah (Online),
sebagai kesempatan untuk menghasilkan dan (http://eprints.uny.ac.id/12295/1/M_Pend_24_
menerapkan berbagai ide dan solusi kreatif. Dwiyani.pdf), diakses 25 September 2015
Dewiyani, S & Sagirani, T. 2014. Inculcation
PENUTUP Method of Character Education Based on
Personality Types Classification in Realizing
Kesimpulan Indonesia Golden Generation. International
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari Journal of Evaluation and Research in
penelitian, beberapa hal yang dapat disimpulkan Education (IJERE), 3(2): 91-98.
baerkaitan dengan proses berpikir siswa SMP Negeri Dewiyani, S. 2015. Improving Students Soft Skills
20 kelas VIIIH yang memiliki tipe kepribadian using Thinking Process Profile Based on
idealist dalam menyelesaikan masalah matematika Personality Types. International Journal of
adalah sebagai berikut: (a) terjadi asimilasi pada Evaluation and Research in Education
tahap memahami masalah, yaitu siswa dapat (IJERE), 4(3): 118-129.
mengidentifikasi hal yang diketahui dan ditanya Giganti, P. 2007. Why Teach Problem Solving, Part
pada masalah yang diberikan, (b) terjadi asimilasi I: The World Needs Good Problem Solvers!.
pada tahap menyusun rencana penyelesaian, yaitu ComMuniCator, 31(4): 15-16
siswa dapat menyebutkan rencana penyelesaian dari Keirsey, D. 1998. Please Understand Me II
masalah yang diberikan berdasarkan hal yang Temperament Character Intelligence. United
diketahui dengan benar, (c) terjadi asimilasi pada States of America: Prometheus Nemesis Book
tahap menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, Company
yaitu siswa menyelesaikan masalah sesuai dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013.
rencana yang disusun sebelumnya, dan (d) tidak Materi Pelatihan Guru Implementasi
terjadi asimilasi maupun akomodasi pada tahap Kurikulum 2013 SMP/MTs Matematika.
Muyassaroh, dkk. Proses Berpikir Siswa Tipe Idealist dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, 109

Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Polya, G. 1973. How to Solve It (A New Aspect of
Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Mathematical Method). New Jersey: Priceton
Penjamin Mutu Pendidikan. University Press.
Miles, M & Huberman, M. 1992. Analisis Data Siswono, T. Y. E. 2002. Proses Berpikir Siswa
Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas dalam Pengajuan Soal. Jurnal Nasional
Indonesia “MATEMATIKA”, Jurnal Matematika atau
Mufarrihah, I. 2015. Kemampuan Komunikasi Pembelajarannya Tahun VIII. ISSN: 0852-
Matematis Siswa Kelas IX Sekolah Mengah 7792 (44-50).
Pertama dalam Memecahkan Masalah Stacey, K. 2013. What is Mathematical Thinking
Matematika Berdasarkan Tipe Kepribadian and Why Is It Important?. Australia.
Siswa (Studi Kasus di SMP Negeri 1 University of Melbourne.
Gondangwetan Pasuruan). Tesis tidak Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif,
diterbitkan. Surakarta: PPs UNS. Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta
Mulyono. 2010. Proses Berpikir Mahasiswa dalam Widodo, S. A. 2012. Proses Berpikir Mahasiswa
Mengonstruksi Konsep Matematika. dalam Menyelesaikan Masalah Matematika
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Berdasarkan Dimensi Healer. Makalah
Teknologi. Fakultas Teknik Universitas disajikan dalam Seminar Nasional
Wahid Hasyim Semarang. Matematika dan Pendidikan Matematika,
Okike, E.U. & Amoo, O.A. 2014. Problem Solving Jurusan Pendidikan Matematika UNY,
and Dicision Making: Consideration of Yogyakarta, 10 November 2012
Individual Differences in Computer Yuwono, A. 2010. Profil Siswa SMA dalam
Programming Skills Using Myers Briggs Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau
Type Indicator (MBTI) and Chidamber and dari Tipe Kepribadian. (Online),
Kemerer Java Metrics (CKJM). Journal of (http://core.ac.uk/download/file/478/1235135
Applied Information Science and Technology. 3.pdf), diakses 07 Maret 2016.
7(1): 27-34.
PROSES BERPIKIR MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN
SOAL MATEMATIKA PISA
Muhammad Ikmal1, Gatot Muhsetyo2, Abadyo3

Universitas Negeri Malang


muh.ikmal3@gmail.com

Abstract: This study was done for describing students mathematical process in solving PISA
mathematics problems. The study implemented qualitative approach. The subject of this study were two
second semester students of SMP Negeri Malang, and they were decided based on their work in doing
contextual literacy mathematics problems. The level four of PISA algebraic mathematics problems were
used to test the students. The result of the study was description of students’ mathematical thingking
processes in three phases, entry, attack and review. These processes were (a) know, want, and introduce
in entry phase, (b) try, maybe, and why in attack phase, and (3) check, reflect, and extend ib review
phase. In tracking a series of phases, return phase happened from attach phase to entry phase, and from
review phase to attack phase. Aspect check was the only activity of review phase, different with attack
phase and entry phase, all aspects happened in activity.

Keywords: thingking process, mathematical thingking, PISA Mathematics Problems

Abstrak: Penelitian dilakukan untuk mendeskripsikan proses berpikir matematis siswa dalam
menyelesaikan soal matematika PISA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek dalam
penelitian adalah siswa SMP Negeri 5 Malang kelas IX semester II. Subjek penelitian terdiri dari 2 siswa
yang ditetapkan berdasarkan hasil pengerjaan soal konteks literasi matematika. Soal matematika PISA
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan soal level 4 dengan topik aljabar. Hasil penelitian berupa
deskripsi proses berpikir matematis siswa yang didasarkan pada tiga tiga fase yaitu entry, attack dan
review. Proses berpikir matematis siswa dalam menyelesaikan soal matematika PISA dilakukan melalui
rangkain fase dalam berpikir matematis. Fase yang dilalui siswa dalam menyelesaiakn soal matematika
PISA adalah fase entry yang mencakup aspek know, want dan introduce, fase attack yang mencakup
aspek try maybe dan why dan fase terakhir yang dilalui adalah fase review yang mencakup aspek check,
refleck dan extend. Dalam serangkain fase yang dilalui siswa terjadi proses kembali ke fase sebelumnya
yaitu dari fase attack ke fase entry dan fase review ke fase attack. Dalam fase review terjadinya kegiatan
hanya berlangsung dalam aspek check, berbeda dengan fase entry dan fase attack yang setiap aspek
terjadi kegiatan dalam fase tersebut.

Kata kunci: Proses Berpikir, Berpikir Matematis, Soal Matematika PISA

Dalam era globalisasi saat ini matematika Jonassen (2010) mengemukakan bahwa kemampuan
memiliki peranan yang sangat penting. Veloo, dkk pemecahan masalah sangat dibutuhkan siswa pada
(2015:325) mengemukakan bahwa matematika segala usia dalam keterampilan belajar sepanjang
merupakan salah satu kunci menuju tujuan hayat. Metallidou (2009:76) mengartikan
pembangunan masyarakat ilmiah yang berorientasi pemecahan masalah sebagai "perilaku yang
pada teknologi. Matematika juga berperan dalam diarahkan pada tujuan yang membutuhkan
menghasilkan generasi yang kompeten di bidang representasi mental yang sesuai dengan masalah.
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk terus maju Menurut Hayes (1980) masalah merupakan
dalam era globalisasi. Silva (2013) mengemukakan “adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan
bahwa perkembangan pesat di bidang teknologi (apa yang seharusnya) dengan kenyataan yang
informasi dan komunikasi dilandasi oleh sekarang dan itu tidak tahu bagaimana menemukan
perkembangan matematika di bidang teori bilangan, cara untuk menyelesaikannya." Oleh karena itu
aljabar, analisis, teori peluang dan matematika menyelesaikan atau menemukan “cara” merupakan
diskrit. bagian penting dari pemecahan masalah. Reif (1981)
Dalam pembelajaran dan penerapan mengemukakan bahwa suksesnya pemecah masalah
matematika, siswa dapat mengembangkan dalam memahami masalah disebabkan dari adanya
kemampuan berhitung, bernalar, keterampilan deskripsi masalah yang dibangun untuk mencari
berpikir dan keterampilan pemecahan masalah. solusi yang tepat. Individu memecahkan berbagai

110
Ikmal, dkk. Proses Berpikir Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika PISA, 111

jenis masalah dari berbagai kompleksitas sepanjang Literasi matematika merupakan salah satu
siklus dari hidup mereka (Mataka, 2014:164) aspek penilaian dalam studi PISA. PISA merupakan
Memnun, dkk (2012:172) mengemukakan singkatan dari program penilaian pelajar
bahwa pembelajaran yang memungkinkan siswa internasional yang mengukur pengetahuan dan
untuk memperoleh dan melatih keterampilan keterampilan siswa berusia 15 tahun yang mendekati
pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam akhir wajib belajar (Stacey, 2011:95). PISA menilai
mengatasi setiap masalah yang dihadapi selama kinerja siswa dan mengumpulkan data tentang siswa,
menjalankan kehidupan, merupakan salah satu dari keluarga dan faktor kelembagaan yang dapat
prioritas dan tujuan utama dari pendidikan saat ini. membantu untuk menjelaskan perbedaan kinerja di
Pemecahan masalah yang merupakan fokus dalam negara-negara di seluruh dunia (OECD, 2007:9).
pembelajaran matematika hendaknya dimulai PISA dalam studinya menguji siswa dengan
dengan adanya masalah-masalah yang bersifat menggunakan tes yang diselengarakan secara
kontekstual. Dengan membiasakan pemecahan internasional. Tes literasi matematika dalam PISA
masalah kontekstual, siswa secara bertahap dapat disusun berdasarkan konten dan proses matematika.
memahami peran matematika yang tidak hanya Hayat & Yusuf (2010) mengemukakan bahwa
digunakan dalam pendidikan formal tetapi juga konten matematika dalam PISA terdiri dari 4 bagian
digunakan dalam menjalankan kehidupan sehari- yaitu: (1) perubahan dan hubungan (change and
hari. Lange (1987) mengemuakan bahwa relationship) berkaitan dengan pengetahuan dan
penggunaan masalah berbasis konteks dapat pelajaran aljabar termasuk persamaan dan
mengembangkan wawasan siswa tentang kegunaan pertidaksamaan, ekspresi aljabar, representasi yang
matematika untuk memecahkan masalah dalam digunakan dalam menggambarkan pemodelan dan
kehidupan sehari-hari. Graumann, (2011) menafsirkan fenomena perubahan. (2) Ruang dan
menambahkan bahwa tujuan inti dari pendidikan bentuk (space and shape) mencakup pengetahuan
matematika adalah mengembangkan kemampuan gemometri yang digunakan untuk mengenali bentuk,
siswa untuk menerapkan matematika dalam mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai
kehidupan sehari-hari. dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali
Penggunaan matematika dalam kehidupan ciri-ciri suatu benda dalam hubungannya dengan
sehari-hari menyiratkan arti dari literasi matematika. posisi benda tersebut. Konten ruang dan bentuk
Literasi matematika merupakan kemampuan berkaitan dengan fenomena yang ditemui dalam
individu untuk mengidentifikasi dan memahami dunia visual: pola, sifat objek, posisi dan orientasi,
peran matematika dalam kehidupan sehari-hari, representasi dari objek, decoding dan encoding dari
membuat penilaian yang didasarkan pada informasi visual, pengaturan, dan interaksi yang
pengetahuan matematika sebagai upaya untuk dinamis dengan bentuk nyata serta dengan
memenuhi kebutuhan hidup individu saat ini dan representasi. (3) Bilangan (quantity) mencakup
dimasa depan sebagai warga negara yang hubungan dari penggunaan bilangan dan pola
konstruktif, prihatin dan reflektif (OECD, 2006:12). bilangan yang berkaitan dengan kemampuan untuk
Wong (2005:94) mengartikan literasi matematika memahami berbagai representasi dari perhitungan,
sebagai kemampuan individu dalam menerapkan dan menilai interpretasi dan argumentasi
pengetahuan dan keterampilan matematika di situasi berdasarkan kuantitas. Konten bilangan meliputi:
dan konteks yang berbeda dalam kehidupan sehari- kemampuan bernalar secara kuantitatif,
hari. mempresentasikan sesuatu dalam angka, memahami
Stacey (2010) mengemukakan bahwa literasi langkah-langkah matematika dan melakukan
matematika melibatkan komponen dan proses penafsiran. (4) Probabilitas dan ketidakpastian
pemodelan matematika yang berhubungan dengan (uncertainty): ketidakpastian merupakan fenomena
merumuskan masalah dunia nyata dalam bentuk yang menjadi inti dari analisis matematis pada
matematika formal yang kemudian diselesaikan berbagai situasi masalah yang melibatkan
sebagai masalah matematika, dan solusi matematika penggunaan statistika dan teori probabilitas.
yang diperoleh diartikan sebagai jawaban terhadap Proses matematika dalam PISA
masalah dunia nyata. Pada tahap formulasi, pemecah dikelompokkan ke dalam tiga kelompok (Hayat &
masalah menghadapi masalah yang terletak dalam Yusuf, 2010) yaitu: (1) komponen proses reproduksi
konteks nyata dan kemudian secara bertahap (reproduction cluster): siswa diharapkan dapat
memilah aspek realitas, mengenali hubungan mengulang kembali definisi suatu hal dalam
matematis yang mendasari, dan menggambarkan matematika. Dari segi keterampilan, siswa dapat
pemecahan masalah matematika. Pada tahap mengerjakan perhitungan sederhana yang mungkin
interpretasi, pemecah masalah memperhitungkan membutuhkan penyelesaian tidak terlalu rumit dan
hasil matematika dan menemukan makna dalam umum dilakukan. (2) komponen proses koneksi
konteks dunia nyata. (connection cluster): siswa diminta untuk dapat
112, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

membuat keterkaitan antara beberapa gagasan dalam yaitu (specialising and Generalising) dan
matematika, membuat hubungan antara materi ajar (Conjecturing and Convincing). Dari dua pasang
yang dipelajari dengan kehidupan nyata di sekolah proses tersebut dapat di identifikasi empat proses
dan masyarakat. Siswa dapat memecahkan soal yang dasar yakni (a) specializing: mencoba kasus khusus,
berkaitan dengan pemecahan masalah dalam melihat contoh-contoh, (b) generalizing: mencari
kehidupan tetapi masih sederhana. (3) komponen pola dan hubungan, (c) conjecturing: memprediksi
proses refleksi: proses matematisasi dalam hubungan dan hasil (d) convincing: menemukan dan
komponen refleksi meliputi kompetensi siswa dalam mengkomunikasikan alasan mengapa sesuatu itu
mengenali dan merumuskan keadaan dalam konsep benar. Stacey (2014) menambahkan bahwa
matematika, membuat model sendiri tentang generalizing merupakan proses mencari pola atau
keadaan tersebut, melakukan analisis, berpikir kritis, hubungan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dan melakukan refleksi atas model itu, serta dihadapi dan dapat digunakan untuk memeriksa
memecahkan masalah dan menghubungkannya suatu dugaan. Sedangkan conjecturing adalah proses
kembali pada situasi semula. memprediksi hubungan dari bagian-bagian yang
Soal literasi matematika dalam PISA terdiri telah ditentukan. Dalam proses conjecturing terjadi
atas 6 level, soal yang diujikan merupakan soal proses dugaan, penentuan, menggunakan atau
kontekstual yang permasalahannya diambil dari memanipulasi dugaan terkait hubungan-hubungan
dunia nyata. Level soal dalam PISA antar bagian dalam permasalahan yang dihadapi dan
menggambarkan kecakapan siswa dalam menguraikan proses penyelesaiannya.
memecahkan masalah matematika sehari-hari. Mason, dkk (2010: 144) mendefinisikan
Kecakapan yang merupakan literasi matematika berpikir matematika sebagai proses dinamis yang
dalam PISA merujuk pada kemampuan siswa memungkinkan seseorang untuk memperluas
kemampuan siswa dalam merumuskan masalah pemahaman dan meningkatkan kompleksitas ide
secara matematis berdasarkan konsep dan hubungan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi melalui
yang melekat pada masalah tersebut. serangkaian fase yaitu: entry, attack dan review.
Setiawan dkk, (2014:249) mengemukakan Fase entry terjadi saat seseorang melakukan
bahwa dalam PISA soal literasi matematis level 1 pencarian terhadap arti maksud dari masalah yang
dan 2 termasuk kelompok soal dengan skala bawah dihadapi. Fase attack terjadi saat seseorang berusaha
yang mengukur kompetensi reproduksi. Soal-soal untuk menemukan penyelesaian masalah melaui
disusun berdasarkan konteks yang cukup dikenal penggunaan cara-cara yang logis dan dapat dipahami
oleh siswa dengan operasi matematika yang orang lain. Fase review merupakan tahapan
sederhana. Soal literasi matematis level 3 dan 4 penyelesaian masalah yang melibatkan penggunaan
termasuk kelompok soal dengan skala menengah ide-ide yang diperoleh dari pengalaman.
yang mengukur kompetensi koneksi. Soal-soal skala Berdasarkan uraian di atas peneliti melakukan
menengah memerlukan interpretasi siswa karena penelitian lebih lanjut tentang “proses berpikir
situasi yang diberikan tidak dikenal atau bahkan matematis siswa dalam menyelesaikan soal
belum pernah dialami oleh siswa. Sedangkan, soal matematika PISA” yang ditinjau berdasarkan
literasi matematis level 5 dan 6 termasuk kelompok terjadinya serangkaian fase yaitu: entry, attack dan
soal dengan skala tinggi yang mengukur kompetensi review. Penelusuran proses berpikir matematis siswa
refleksi. Soal-soal ini menuntut penafsiran tingkat dalam menyelesaikan soal matematika PISA
tinggi dengan konteks yang sama sekali tidak dilakukan dengan dengan mengambarkan peta
terduga oleh siswa. kognitif yang memuat rangkaian fase yaitu entry,
Menurut Lange (1990:76) literasi matematika attack dan review. Dalam setiap fase terdapat
melibatkan beberapa kompetensi yaitu: (a) serangkaian aspek yang mencakup terjadinya
mathematical argumentation, (b) mathematical beberapa kegiatan. Aspek dalam fase entry terdiri
communication, (c) modeling, (d) problem posing dari: know, want dan introduce, aspek dalam fase
and solving, (e) representation, (f) symbols, (g) tools attack terdiri dari: try maybe dan why dan pada fase
and technology, (h) mathematical thinking and review mencakup aspek check, reflect dan extend.
reasoning. Hal ini berarti dalam penyelesaiakan soal
literasi matematika PISA melibatkan proses berpikir METODE
matematis. Berpikir matematis merupakan
serangkaian proses yang meliputi: conjecturing, Penelitian yang dilakukan menggunakan
penalaran dan pembuktikan, abstraksi, generalisasi pendekatan kualitatif yang mana peneliti bertindak
dan spesialisasi (Breen dan O’shea, 2010:39). sebagai instrumen utama yang berperan sebagai
Stacey (2014:39) mengartikan berpikir perancang, pengumpul, penganalisis data dan terlibat
matematis sebagai kegiatan yang sangat kompleks langsung dalam proses penelitian. Data yang
yang melibatkan hubungan dari dua pasang proses dikumpulkan dalam penelitian berupa lembar
Ikmal, dkk. Proses Berpikir Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika PISA, 113

aktivitas dan kata-kata atau kalimat siswa yang merekam ungkapan verbal dan perilaku (ekspresi)
dipaparkan sesuai dengan apa yang terjadi di dari siswa, (3) peneliti mengemukakan pertanyaan,
lapangan. Dalam penelitian ini terdapat batasan hanya jika diperlukan untuk lebih mendalami apa
permasalahan yang ditentukan dalam fokus yang sedang dipikirkan oleh siswa.
penelitian yaitu proses berpikir siswa dalam Analisis data dalam penelitian dilakukan
menyelesaikan soal matematika PISA. dengan menggunakan metode perbandingan tetap.
Subjek yang digunakan dalam penelitian Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
adalah siswa SMP Negeri 5 Malang kelas IX terdiri (1) mentranskrip data verbal yang terkumpul, (2)
dari 2 siswa yang ditetapkan berdasarkan hasil menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
pengerjaan soal konteks literasi matematika. sumber, yaitu dari hasil think out louds, dan
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini wawancara (jika ada), (3) mengadakan reduksi data
berupa alat rekam, lembar wawancara dan lembar dengan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan
tugas yang berisi soal matematika PISA. Alat rekam usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga untuk tetap
penelitian ini adalah: (a) alat rekam gambar (kamera berada di dalamnya, (4) menyusun dalam satuan-
digital yang mempunyai kemampuan merekam satuan dengan membuat coding, (5) menggambarkan
gambar), (b) alat rekam suara (hp). Alat rekam struktur berpikir siswa dalam menyelesaikan
gambar digunakan untuk merekam semua ekspresi masalah realistik, dan (6) penarikan kesimpulan.
siswa ketika menyelesaikan lembar tugas, sedangkan
alat rekam suara digunakan untuk merekam PEMBAHASAN
ungkapan verbal siswa yang diungkapkan dengan
suara. Lembar tugas terdiri dari soal-soal Proses berpikir S1 dalam mengerjakan soal
matematika PISA yang dipilih berdasarkan konten matematika PISA
dan konteks pada PISA. Lembar tugas yang Proses berpikir matematis S1 dalam
diberikan kemudian digunakan untuk mengetahui menyelesaikan soal matematika PISA di paparkan
gambaran proses berpikir matematis siswa saat berdasarkan langkah-langkah penyelesaian yang
menyelesaikan soal matematika PISA. Lembar dilakukan yang kemudian disajikan dalam bentuk
wawancara digunakan untuk menggali lebih dalam peta kognitif. Penyelesaian soal matematika PISA
tentang proses berpikir siswa ketika menyelesaikan oleh S1 dilakukan dari memahami masalah yang ada
lembar tugas. Instrument berupa lembar wawancara pada soal. Dalam memahami masalah, S1 membaca
dan lembar tugas yang berisi soal-soal matematika soal. S1 memahami masalah dengan
PISA terlebih dahulu divalidasi sebelum digunakan mengidentifikasi hal-hal yang diketahui dan yang
dilapangan. Validasi instrument dilakukan untuk ditanyakan dalam soal. Setelah mengidentifikasi
memastian bahwa instrumen sudah layak permasalahan, langkah selanjutnya yang dilakukan
diujicobakan di lapangan. S1 adalah menyederhanakan permasalahan. Dalam
Pengumpulan data dalam penelitian ini menyederhanakan permasalahan, S1 mengubah
menggunakan metode Think Out Loud. Dalam masalah yang ada pada soal yang merupakan
proses penyelesaian masalah, siswa diminta untuk masalah dunia nyata dalam bentuk masalah
mengungkapkan secara keras apa yang sedang matematika (matematika formal). S1 memisalkan
dipikirkan. Peneliti merekam ungkapan verbal dari bangun segienam dengan 𝑠 dan bangun persegi
siswa ketika menyelesaikan masalah. Dua langkah panjang dengan 𝑝. Selanjutnya S1 membuat
penting dari metode Think Out Loud adalah sebagai persamaan untuk masing-masing tower dari 3 tower
berikut. (1) siswa menuliskan atau menyatakan yang ada dalam soal. Untuk tower 1 yang tersusun
kesadaran berpikirnya ketika menyelesaikan dari 3 bangun segienam dan 3 bangun persegi
masalah (lebih dalam dari sekedar menjelaskan panjang dengan tinggi 21 m diubah kedalam bentuk
prilaku yang ditampakkan), (2) siswa harus persamaan 3𝑠 + 3𝑝 = 21 . Kemudian untuk tower
melaporkan apa yang benar-benar mereka pikirkan 2 yang tersusun dari 3 bangun segienam dan 2
saat ini (bukan sekedar apa yang mereka ingat saat bangun persegi panjang dengan tinggi 19 m diubah
yang lalu). Untuk memperoleh gambaran proses kedalam bentuk persamaan 3𝑠 + 2𝑝 = 19 dan
berpikir siswa yang representatif, maka dilakukan untuk tower 3 yang tersusun dari 2 bangun persegi
langkah-langkah sebagai berikut: (1) siswa diberi panjang dan 1 bangun segienam diubah kedalam
tugas untuk menyelesaikan masalah berupa soal bentuk persamaan 2𝑝 + 𝑠 yang tinggi belum
matemtika PISA, sekaligus menuliskan dan diketahui. Adapun bukti pekerjaan S1 ditunjukkan
mengungkapkan secara verbal apa yang dipikirkan pada Gambar 1.
saat menyelesaikan masalah tersebut, (2) peneliti
114, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Gambar 1 Proses penyederhanaan masalah yang dilakukan S1


Gambar 1 menunjukkan proses penyederhana- persamaan 3𝑠 + 2𝑝 = 19 dan memperoleh nilai
an masalah yang dilakukan S1 pada soal matematika 𝑝 = 2. Nilai 𝑝 = 2 yang diperoleh kemudian
PISA. Setelah menyederhanakan permasalahan, disubstitusikan ke salah satu persamaan dan
langkah selanjutnya yang dilakukan S1 adalah memperoleh nilai 𝑠 = 5. Selanjutnya S1
menentukan solusi permasalahan. Dalam menentu- mensubstitusikan nilai 𝑝 = 2 dan nilai 𝑠 = 5 ke
kan solusi permasalahan, S1 menduga bahwa dengan persamaan 3 untuk memperoleh tinggi tower 3. S1
melakukan eliminasi pada dua persamaan yang memperoleh tinggi tower 3 sama dengan 9 m. S1
sebelumnya telah dibuat yakni persamaan untuk kemudian menyimpulkan bahwa tinggi tower 3 yang
tower 1 dan persamaan untuk tower 2 dapat tersusun dari 2 bangun persegi panjang dan 1
diperoleh tinggi dari bangun persegipanjang yang bangun segienam adalah 9 m. Proses penyelesaian
telah dimisalkan dengan 𝑝. S1 kemudian melakukan S1 ini dapat dilihat pada Gambar 2.
eliminasi pada persamaan 3𝑠 + 3𝑝 = 21 dan

Gambar 2. Penyelesaian S1 pada soal matematika PISA

Gambar 2 merupakan penyelesaian yang bangun persegi panjang dan 1 bangun segienam
dilakukan S1 dalam menentukan solusi permasalah- adalah 9 m. S1 lalu meyakini bahwa ia telah
an. Pada akhir penyelesaian, S1 mengecek kembali menemukan solusi dari permasalahan yang ada
hasil jawaban yang telah diperoleh dengan dalam soal.
mengamati setiap langkah dalam proses Adapun peta kognitif S1 dalam mengerjakan
penyelesaian yang dilakukan. Pengecekan kembali soal matematika PISA berdasarkan paparan langkah-
dilakukan S1 untuk memastikan bahwa proses langkah penyelesaian yang dilakukan disajikan
penyelesaian sudah benar. S1 kemudian menyimpul- dalam Gambar 3.
kan bahwa tinggi tower 3 yang tersusun dari 2
.

Gambar 3. Peta Kognitif S1 dalam Menyelesaikan Soal Matematika PISA 1


Ikmal, dkk. Proses Berpikir Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika PISA, 115

Tabel 1. Arti Kode Pada Gambar 3.


Kode Arti Kode
P1 Membaca soal dengan seksama
P2 Mencoba memahami masalah yang ada pada soal
P3 Ingin menyelesaikan soal
P4 Membuat model matematika untuk menyederhanakan masalah dalam soal dengan memisalkan
bangun segienam dengan s dan bangun persegi panjang dengan p
P5 Mengubah bentuk tower 1 dalam bentuk persamaan 3𝑠 + 3𝑝 = 21
P6 Mengubah bentuk tower 2 dalam bentuk persamaan 3𝑠 + 2𝑝 = 19
P7 Mengubah gambar tower 3 menjadi persamaan 2𝑝 + 𝑠 = … ?
P8 Mengajukan konjektur bahwa dengan melakukan eliminasi pada 2 persamaan dapat diperoleh
tinggi bangun persegi panjang yang dimisalkan dengan 𝑝
P9 Menguji konjektur dengan melakukan eliminasi pada dua persamaan yakni tower 1 dan tower
2 dan memperoleh nilai 𝑝 = 2
P10 mensubstitusikan nilai 𝑝 = 2 ke persamaan 3𝑠 + 3𝑝 = 21 dan memperoleh nilai 𝑠 = 5
P11 Menentukan tinggi tower 3 dengan mensubtitusikan nilai 𝑝 = 2 dan nilai 𝑠 = 5 ke
persamaan 2𝑝 + 𝑠 dan memperoleh nilai 9
P12 Menyimpulkan jawaban akhir yang diperoleh yaitu tower 3 yang tersusun dari 2 bangun
persegi panjang dan 1 bangun segienam tingginya adalah 9 m
P13 Mengecek kembali jawaban yang telah diperoleh
P14 Meyakini telah menemukan solusi dari masalah

Berdasarkan gambar 3 dapat dinyatakan eliminasi dan substitusi yang kemudian memperoleh
bahwa rangkaian fase yang dilalui oleh S1 dalam nilai untuk masing-masing variabel. Dalam aspek
menyelesaikan soal matematika PISA adalah entry – maybe terdapat kegiatan berupa pengajuan konjektur
attack – review – attack. Dari rangkaian fase yang terkait solusi permasalahan. Untuk aspek why,
dilalui tampak bahwa terjadi proses kembali ke fase kegiatan yang terjadi berupa proses menyimpulkan
sebelumnya yakni dari fase review ke fase attack. jawaban akhir yang diperoleh dan proses meyakini
Terjadinya proses kembali ke fase sebelumnya telah memperoleh solusi dari masalah.
disebabkan S1 melakukan pengecekan kembali Pada fase review hanya terjadi satu kegiatan.
jawaban yang telah diperoleh untuk memastikan Kegiatan dalam fase review hanya terjadi pada aspek
bahwa jawaban tersebut sudah benar. Karena check. Kegiatan dalam aspek check berupa proses
jawaban akhir S1 bernilai benar maka rangkaian fase pengecekan kembali jawaban yang telah diperoleh.
yang dilalui oleh S1 mengarahkan S1 menemukan S1 mengecek kembali jawaban yang diperoleh
solusi. dengan mengamati setiap langkah dalam proses
Dari pengamatan terhadap fase entry, terdapat penyelesaian yang dilakukan. Pengecekan kembali
kegiatan untuk masing-masing aspek yakni know, dilakukan oleh S1 untuk memastikan bahwa proses
want dan introduce. Kegiatan panggilan informasi- penyelesaian yang dilakukan sudah benar.
informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang
ada dalam soal pada fase entry mendasari dan Proses berpikir S2 dalam mengerjakan soal
mendukung proses selanjutnya pada fase attack. matematika PISA
Tampak bahwa dalam aspek introduce pada fase Proses berpikir matematis S2 dalam
entry terjadi beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan menyelesaikan soal matematika di paparkan
tersebut merupakan proses spesializing dan berdasarkan langkah-langkah penyelesaian yang
generalizing yang dilakukan S1 dalam menentukan dilakukan yang kemudian disajikan dalam bentuk
solusi permasalahan. Dalam proses specializing S1 peta kognitif.
menyederhanakan permasalahan dengan membuat Penyelesaian soal matematika PISA oleh S2
model matematika. S1 memisalkan bangun persegi diawali dengan membaca soal dan dilanjutkan
panjang dengan p dan bangun segienam dengan s. dengan memahami masalah yang ada pada soal.
Selanjutnya S1 membuat generalisasi dengan Adapun bukti wawancaranya sebagai berikut:
mengubah bentuk dari masing-masing tower
kedalam bentuk persamaan linear dua variabel. P : Apa yang pertama kali kamu lakukan ketika
Dari pengamatan pada fase attack, terdapat menyelesaikan soal yang pertama ini ?
kegiatan untuk semua aspek dalam fase ini. Tampak S1 : Saya baca dulu soalnya. Setelah itu saya
bahwa pada aspek try terdapat 3 kegiatan berupa coba pahami masalahnya..
pengujian konjektur yang dilakukan oleh S1.
Konjektur diuji oleh S1 dengan menerapkan konsep
116, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Proses memahami masalah oleh S2 dilakukan linear dua variabel. Dalam menggunakan konsep
dengan mengamati gambar yang ada pada soal. Dari sistem persamaan linear dua variabel, S2
mengamati gambar S2 menyimpulkan bahwa dalam memisalkan bangun segienam dengan 𝑥 dan bangun
gambar yang diketahui adalah tinggi tower 1 yaitu persegi panjang dengan 𝑦. Selanjutnya S2 mengubah
21 m dan tersusun dari 3 bangun persegi panjang bentuk dari masing-masing tower ke dalam
dan 3 bangun segienam. Sedangkan tinggi tower 2 persamaan linear dua variabel. S2 mengubah bentuk
yaitu 19 m dan tersusun dari 3 bangun segienam dan tower 1 dalam bentuk persamaan 3𝑥 + 3𝑦 = 21 .
2 bangun persegi panjang. Kemudian yang Tower 2 diubah dalam bentuk persamaan 3𝑥 +
ditanyakan adalah tinggi tower 3 yang tersusun dari 2𝑦 = 19 dan tower yang tingginya merupakan
2 bangun persegi panjang dan 1 bangun segienam. permasalah dalam soal diubah dalam bentuk 2𝑥 +
Dari memahami masalah, S1 kemudian 𝑦. Adapun bukti pekerjaan S1 ditunjukkan pada
membuat konjektur bahwa permasalahan dapat Gambar 4.
diselesaikan menggunakan konsep sistem persamaan

Gambar 4. Proses penyederhanaan masalah yang dilakukan S2

Gambar 4 menunjukkan proses penyederha- selanjutnya yang dilakukan S2 adalah menentukan


naan masalah yang dilakukan S2 pada soal solusi permasalahan. Dalam menentukan solusi
matematika PISA. Dalam gambar 4, tampak permasalahan, S2 menggunakan konsep eliminasi
bahwa S2 menyederhanakan permasalahan dan substitusi yang merupakan bagian dari konsep
dengan mengubah masalah yang ada pada soal sistem persamaan linear dua variabel. Adapun
dalam bentuk matematika formal. Setelah bukti pekerjaan S2 ditunjukkan pada Gambar 5.
menyederhanakan permasalahan, langkah
.

Gambar 5. Penyelesaian S2 pada soal matematika PISA

Gambar 5 menunjukkan proses penyelesaian memperoleh nilai 9. Setelah memperoleh tinggi


yang dilakukan S2 dalam menentukan solusi tower 3 yang merupakan solusi permasalahan, S2
permasalahan dari soal matematika PISA. Dalam kemudian mengecek ketepatan perhitungan pada
Gambar 5 tampak bahwa S2 terlebih dulu setiap langkah penyelesaian yang telah dilakukan.
melakukan eliminasi pada dua persamaan yang Pengecakan ketepatan perhitungan dilakukan untuk
sebelumnya telah dibuat yaitu persamaan 3𝑥 + menyakini bahwa tidak terjadi kesalahan
3𝑦 = 21 dan persamaan 3𝑥 + 2𝑦 = 19. Dari perhitungan ketika menentukan solusi permasalahan.
melakukan eliminasi pada dua persamaan, S2 Setelah mengecek kembali ketepatan perhitungan
memperoleh nilai 𝑦=2 yang kemudian yang dilakukan S2 kemudian menyimpulkan dan
disubstitusikan pada persamaan 3𝑥 + 3𝑦 = 21 menyakini bahwa tinggi tower 3 adalah 9 m.
dan memperoleh nilai 𝑥 = 5. Nilai 𝑦 = 2 dan 𝑥 = 5 Adapun peta kognitif S1 dalam
yang telah diperoleh S2 kemudian digunakan untuk menyelesaiakn soal matematika PISA berdasarkan
menentukan tinggi tower 3. Dalam menentukan paparan langkah-langkah penyelesaian yang
tinggi tower 3, S2 mensubstitusikan nilai 𝑦 = 2 dan dilakukan disajikan dalam Gambar 6.
𝑥 = 5 ke dalam persamaan 2𝑥 + 𝑦 dan
Ikmal, dkk. Proses Berpikir Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika PISA, 117

Gambar 6. Peta Kognitif S2 dalam Menyelesaikan Soal Matematika PISA 1

Tabel 1. Arti Kode Pada Gambar 3


Kode Arti Kode
P1 Membaca soal dengan seksama
P2 Mencoba memahami masalah yang ada pada soal
P3 Ingin menyelesaikan soal
P4 Membuat konjektur berupa dugaan bahwa permasalahan dapat diselesaikan menggunakan
konsep sistem persamaan linear dua variabel.
P5 Menguji konjektur dengan terlebih dulu menyederhanakan permasalahan dengan memisalkan
bangun segienam dengan x dan bangun persegi panjang dengan y
P6 Mengubah bentuk tower 1 dalam bentuk persamaan 3𝑥 + 3𝑦 = 21
P7 Mengubah bentuk tower 2 dalam bentuk persamaan 3𝑥 + 2𝑦 = 19
P8 Mengubah bentuk tower 1 dalam bentuk persamaan 2𝑝 + 𝑠
P9 Melakukan eliminasi pada persamaan 3𝑥 + 3𝑦 = 21 dengan persamaan 3𝑥 + 2𝑦 = 19 dan
memperoleh nilai 𝑦 = 2
P10 Mensubstitusikan nilai 𝑦 = 2 ke persamaan 3𝑥 + 3𝑦 = 21 dan memperoleh nilai 𝑥 = 5
P11 Mensubtitusikan nilai 𝑦 = 2 dan nilai 𝑥 = 5 ke persamaan 2𝑝 + 𝑠 untuk menentukan tinggi
tower 3
P11 Mengecek kembali ketepatan perhitungan pada setiap langkah penyelesaian yang telah
dilakukan.
P12 Menyimpulkan bahwa tinggi tower 3 adalah 9 m
P13 Meyakini telah menemukan solusi dari masalah

Berdasarkan gambar 6 dapat dinyatakan pada proses penyederhaan malasah yang dilakukan
bahwa rangkaian fase yang dilalui oleh S2 dalam dengan mengubah masalah yang ada pada soal
menyelesaikan soal matematika PISA adalah entry - dalam bentuk matematika formal (masalah
attack - entry - attack - review - attack. Dari matematika).
rangkaian fase yang dilalui tampak bahwa terjadi Dari pengamatan pada fase attack, terdapat
proses kembali ke fase sebelumnya. Proses kembali serangkaian kegiatan untuk semua aspek dalam fase
ke fase sebelumnya terjadi pada fase attack ke fase ini. Dalam aspek maybe terjadi proses conjecturing.
entry dan fase review ke fase attack. Dalam fase S2 menduga bahwa solusi permasalahan dapat
entry terjadi proses generalizing. Terjadinya proses ditentukan dengan menggunakan konsep sistem
generalizing dilakukan S1 dalam aspek introduce. persamaan linear dua variabel. Dalam aspek try,
Proses generalizing dilakukan S1 dengan mengubah kegiatan yang terjadi berupa pengujian konjektur.
masalah yang pada soal dalam bentuk matematika Dalam menguji konjektur S2 melakukan proses
formal. S1 mengubah bentuk dari masing-masing specializing dengan memisalkan bangun segienam
tower yang ada pada soal dalam bentuk persamaan dengan 𝑥 dan bangun persegi panjang dengan 𝑦.
linear dua variabel. Dalam fase entry juga terjadi Kegiatan yang juga terjadi dalam aspek try berupa
serangkaian kegiatan. Kegiatan dalam fase entry penggunaan konsep eliminasi dan substitusi untuk
terjadi pada aspek know dan want. Kegiatan dalam menentukan solusi permasalahan.
aspek know didasarkan pada proses memahami Pada fase review hanya terjadi satu kegiatan.
masalah yang dilakukan S2 dengan membaca soal. Kegiatan dalam fase review hanya terjadi pada aspek
Pada aspek want, kegiatan yang terjadi didasarkan check. Kegiatan dalam aspek check berupa proses
pada proses menentukan solusi permasalahan yang pengecekan kembali jawaban yang telah diperoleh.
dilakukan S2 setelah memahami masalah. Pada S2 mengecek kembali ketepatan perhitungan pada
aspek introduce, kegiatan yang terjadi didasarkan setiap langkah penyelesaian yang dilakukan.
118, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Pengecakan ketepatan perhitungan dilakukan untuk untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dalam
menyakini bahwa tidak terjadi kesalahan setiap langkah penyelesaian yang dilakukan.
perhitungan ketika menentukan solusi permasalahan.
Saran
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti
menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
Kesimpulan 1. Terjadinya berpikir matematis yang
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan digambarkan dalam peta kognitif tidak begitu
yang sebelumnya telah diuraikan, dapat disimpulkan menampakkan empat proses dasar dalam
bahwa terjadinya proses berpikir matematis siswa berpikir matematis yaitu specializing,
dilakukan dari serangkaian fase yang dilalui yang generalizing conjecturing dan convincing oleh
didalamnya terdapat beberapa aspek yang mencakup sebab itu disarankan dalam penelitian
serangkaian kegiatan. Fase yang dilalui siswa dalam selanjutnya yang meneliti tentang proses
berpikir matematis adalah fase entry, attack dan berpikir matematis siswa agar menggunakan
review. Dalam fase entry terdapat aspek know, want motede yang dapat menggambarkan dengan
dan introduce. Untuk fase attack terdapat aspek try jelas terjadinya proses specializing,
maybe dan why dan dalam fase review terdapat generalizing conjecturing dan convincing.
aspek check, reflect dan extand. 2. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak
Dari fase yang dilalui dalam berpikir terdapat empat langkah polya dalam
matematis mencakup terjadinya proses specializing, penyelesaian masalah oleh masing-masing
generalizing dan conjecturing. Terjadinya proses sebjek oleh sebab itu untuk memperoleh
specializing dilakukan dengan memisalkan bangun gambaran proses berpikir matematis siswa
yang menyusun setiap tower dalam bentuk variabel. dengan jelas disarankan menggunakan dasar
Generalizing dilakukan dengan mengubah bentuk tinjauan empat langkah penyelesaian masalah
dari masing-masing tower ke dalam bentuk menurut Polya.
persamaan linear dua variabel. Proses conjecturing
terjadi dari adanya dugaan yang dibuat oleh masing- DAFTAR RUJUKAN
masing subjek ketika menentukan solusi
permasalahan. Breen, S. & O’Shea, A. 2010. Mathematical
Rangkaian fase dalam berpikir matematis Thinking and Task Design. Irish Math. Soc.
yang dilalui oleh masing-masing subjek dalam Bulletin: 39-49.
menyelesaikan soal matematika PISA adalah entry – Graumann, G. 2011. Mathematics for problem in the
attack – review. Dari rangkaian fase yang dilalui everyday world. In J. Maasz & J. O'Donoghue
terjadi proses kembali ke fase sebelumnya yakni dari (Eds.). Real-world problems for secondary
fase attack ke fase entry dan fase review ke fase school mathematics students: case studies (pp.
attack. Terjadinya proses kembali ke fase 113-122). Rotterdam: Sense Publishers.
sebelumnya disebabkan dari adanya pengecekan Hayat, B. & Yusuf, S. 2010. Benchmark
kembali jawaban yang telah diperoleh untuk Internasional Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi
memastikan bahwa jawaban tersebut sudah benar. Aksara.
Dalam fase entry, terdapat kegiatan untuk masing- Hayes, J. (1980). The Complete Problem Solver.
masing aspek yakni know, want dan introduce. Philadelphia, The Franklin Institute.
Kegiatan panggilan informasi-informasi yang Jonassen, D. H. (2010). Research issues in problem
berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam soal solving. The 11th International Conference on
pada fase entry mendasari dan mendukung proses Education Research New Educational
selanjutnya pada fase attack. Tampak bahwa dalam Paradigm for Learning and Instruction
aspek introduce, try dan maybe pada fase entry dan Lange, J. D. 1987. Mathematics, insight and
attack terjadi beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan meaning. Utrecht: OW & OC,
yang terjadi merupakan proses spesializing dan Rijksuniversiteit Utrecht.
generalizing yang dilakukan oleh masing-masing . 1990. Mathematics for Literacy.
subjek dalam menentukan solusi permasalahan. Quantitative Literacy: Why Numeracy Matters
Untuk aspek why, kegiatan yang terjadi berupa for Schools and Colleges.
proses menyimpulkan jawaban akhir yang diperoleh Mason, J., Burton, L., & Stacey, K. (1985). Thinking
S1 dan kegiatan meyakini bahwa telah memperoleh mathematically. New York: Prentice Hall
solusi dari permasalahan. Pada fase review hanya Mason, J. dkk. 2010. Thinking Mathematically.
terjadi satu kegiatan yaitu pada aspek check. Second Edition. London: Pearson Education
Kegiatan dalam aspek check berupa proses Limited.
pengecekan kembali jawaban yang telah diperoleh
Ikmal, dkk. Proses Berpikir Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika PISA, 119

Mataka, L.M. dkk. 2014. The Effect of Using an Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi.
Explicit General Problem Solving Teaching Prosiding Seminar Nasional Matematika.
Approach on Elementary Pre-Service Silva, E.Y. 2013. Pengembangan Soal Matematika
Teachers’ Ability to Solve Heat Transfer Model PISA pada Konten Uncertainty untuk
Problems. International Journal of Education Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah
in Mathematics, Science and Technology. Vol. Matematika Siswa Sekolah Menengah
2(3): 164-174 Pertama.
Memnun, D. S, dkk. 2012. A Research on the Stacey, K. 2010. Mathematical and Scientific
Mathematical Problem Solving Beliefs of Literacy Around The World. Journal of
Mathematics, Science and Elementary Pre- Science and Mathematics Education in
Service Teachers in Turkey in terms of Southeast Asia. Vol. 33(1): 1-16.
Different Variables. International Journal of . 2011. The PISA View of Mathematical
Humanities and Social Science. Vol. 2: 172- Literacy in Indonesia. Journal on
184 Mathematics Education. Vol. 2(2): 95-126
Metallidou, P. (2009). Pre-service and in-service . 2014. What Is Mathematical Thinking and
teachers’ metacognitive knowledge about Why Is It Important ?. Journal of
problem-solving strategies. Teaching and Mathematics Behavior. 39-48
Teacher Education, 25, 76-82 Reif, F. (1981). Teaching problem solving: A
OECD. 2006. Assessing Scientific, Reading and scientific approach. The Physics Teacher, 19,
Mathematical Literacy: A Framework for 310-316
PISA 2006. Paris: OECD Publishing Veloo, A. dkk. 2015. Types of Student Errors in
. 2007. Executive Summary PISA 2006: Mathematical Symbols, Graphs and Problem-
Science Competencies for Tomorrow’s World. Solving. Asian social science. Vol. 11(15):
Paris: OECD Publishing. 324-334.
Schoenfeld, A. H. (1992a). Comments from the Wong, K.M. 2005. Mathematical Literacy of Hong
guest editor. The Journal of the Learning Kong’s 15-Year-Old Students in PISA.
Sciences. Vol 2: 137-139 Educational Journal. Vol. 31(2): 92-120
Setiawan, dkk. (2014). Soal Matematika dalam PISA
Kaitannya dengan Literasi Matematika dan
ANALISIS BERPIKIR PSEUDO SISWA DALAM MENYELESAIKAN
MASALAH PERTIDAKSAMAAN KUADRAT BERDASARKAN AKTIVITAS
PROBLEM SOLVING
Dwi Susanti1; Purwanto2; Erry Hidayanto3

Pascasarjana, Universitas Negeri Malang


1dwisusanti130492@gmail.com,2purwanto.fmipa@um.ac.id, 3erry.hidayanto.fmipa@um.ac.id

Abstract: Mistake thinking pseduo can occur due to a mismatch with the thinking process of students
when solving problems. It is highly detrimental to the student when the student is able to fix the answer
after carry out reflection, because teachers only see students' abilities based on the completion of a given
without knowing their incompatibility with the thinking of students. Therefore, this study aimed to
describe the mistakes thinking pseudo students in problem solving quadratic inequalities. Subjects in this
study were high school students who have studied the quadratic inequalities. Data collection was
performed by the method think out-loud. The result showed that the occurrence of mistake thinking
pseudo students in solving quadratic inequalities by problem solving is as follows. 1) students' mistakes in
making assumptions at the time to understand the problem (understanding the problem), 2) the
incompleteness substructure think the students at the time to understand the problem (understanding the
problem). 3) the incompleteness of the substructure think students in the planning process how settlement
(devise a plan).

Keywords: mistake thinking pseduo, quadratic inequalities.

Abstrak: Kesalahan berpikir pseduo dapat terjadi akibat ketidaksesuaian proses berpikir siswa dengan
jawaban yang ditemukan pada saat menyelesaikan masalah. Hal tersebut sangat merugikan siswa apabila
siswa mampu membenahi jawabannya setelah melakukan refleksi, karena guru hanya melihat
kemampuan siswa berdasarkan penyelesaian yang diberikan tanpa mengetahui adanya ketidaksesuaian
dengan proses berpikir siswa. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan terjadinya
berpikir pseudo-salah siswa dalam menyelesaikan masalah pertidaksamaan kuadrat. Subjek dalam
penelitian ini adalah siswa SMA yang sudah mempelajari materi pertidaksamaan kuadrat. Pengambilan
data dilakukan dengan metode think out-loud. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terjadinya berpikir
pseudo-salah siswa dalam menyelesaikan soal pertidaksaman kuadrat berdasarkan pemecahan masalah
adalah sebagai berikut. 1) kesalahan siswa dalam membuat asumsi pada saat memahami masalah
(understanding the problem), 2) Ketidaklengkapan substruktur berpikir siswa pada saat memahami
masalah (understanding the problem). 3) ketidaklengkapan substruktur berpikir siswa dalam proses
merencanakan cara penyelesaian (devise a plan).

Kata Kunci: Pseudo-salah, Pertidaksamaan Kuadrat.

Kesalahan dalam menyelesaikan masalah semula berupa pelajaran prosedural menjadi


matematika sering dilakukan siswa ketika matematika sebagai proses berpikir (Yudariah dan
menyelesaikan soal yang bertipe pemecahan Tall, 1994). Lebih lanjut, Yudariah dan Tall
masalah. Pemecahan masalah (problem solving) mengatakan bahwa tujuan dari pembelajaran
menjadi subjek susbtansial yang banyak diteliti pemecahan masalah adalah menyediakan siswa
dalam beberapa dekade terakhir (Pape, 2004; Peled pandangan alternatif tentang matematika sebagai
& Hershkovitz, 2004; Wu & Adams, 2006; aktivitas kehidupan. Pemecahan masalah sangat
Chapman, 2005). Dari penelitian-penelitian tersebut penting sebagai cara melakukan, belajar, dan
diperoleh bahwa pemecahan masalah merupakan mengajar matematika (Chapman ,2005). Pemecahan
bagian yang penting dalam proses pembelajaran masalah dianggap sebagai jantung pembelajaran
matematika. Hal ini juga ditegaskan dalam NCTM matematika karena skill tersebut bukan hanya untuk
(2000) bahwa pemecahan masalah harus menjadi mempelajari subjek tetapi lebih menekankan pada
fokus utama di dalam kurikulum matematika. perkembangan metode kemampuan berpikir (Pimta,
Pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat Tayruakham, & Nuangchalerm, 2009). Dari uraian
mengubah pandangan siswa tentang matematika dari tersebut menunjukkan bahwa kemampuan

120
Susanti, dkk. Analisis Berpikir Pseudo Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan…, 121

pemecahan masalah merupakan kemampuan yang dituliskan siswa belum merepresentasikan


sangat penting dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu pemahamannya. Siswa mengambil keputusan secara
proses berpikir siswa akan dikaji berdasarkan spontan, tanpa melakukan refleksi secara maksimal,
aktivitas problem soving. sehingga jawaban yang dihasilkan salah. Menurut
Dalam penelitian yang dilakukan Subanji Vinner (1997) siswa tersebut mengalami berpikir
(2007), menyatakan bahwa terjadinya kesalahan pseudo, suatu keadaan dimana siswa tidak benar-
berpikir yang tak sebenarnya (pseudo) penalaran benar menggunakan pikirannya untuk
kovariasional diawali dari ketidaksempurnaan proses menyelesaikan masalah. Keadaan dimana siswa
asimilasi dan akomodasi yang mengakibatkan tidak dapat memberikan jawaban yang benar
ketidaksempurnaan dalam pembentukan struktur mengakibatkan guru menganggap siswa tidak
berpikir. Kesalahan berpikir siswa dapat dilihat mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan
berdasarkan kesesuaian proses berpikirnya dengan tanpa memandang adanya ketidaksesuaian dengan
jawaban yang dihasilkan. Jawaban benar belum proses berpikir.
tentu dihasilkan dari suatu proses berpikir yang Beberapa tahun terakhir telah banyak peneliti
benar, begitu pula sebaliknya jawaban salah juga yang mengkaji tentang pemahaman siswa dalam
belum tentu dihasilkan dari proses berpikir yang menyelesaikan pertidaksamaan kuadrat. Ureyen,
salah. Hal tersebut dapat terjadi apabila siswa tidak Mahir dan Ceten, (2006) mengungkapkan kesulitan
benar-benar menggunakan pikirannya untuk siswa dalam menyelesaikan masalah pertidaksamaan
memecahkan masalah atau siswa tersebut kuadrat terletak pada penentuan solusi. Kesulitan
mengalami pemecahan masalah-pseudo (Vinner, lain yang dialami siswa yaitu kurangnya pemahaman
1997). Selanjutnya, Subanji menyatakan bahwa pada aritmetika sehinggs melakukan kesalahan pada
apabila jawaban siswa benar, tetapi tidak dapat prosedur aljabar dan disisi lain tidak adanya makna
memberikan justifikasi terhadap jawabannya, maka menjadi dasar dari kegagalan untuk memahami
siswa tersebut dikatakan mengalami berpikir konsep dan prosedur aljabar (Blanco & Garrote,
“pseudo” benar. Dengan kata lain pemahaman siswa 2007). Sedangkan Tsamir dan Bazzini (2004)
tidak sesuai dengan jawaban benar yang diperoleh menemukan bahwa siswa sekolah menengah atas
siswa. Apabila jawaban siswa salah, tetapi setelah berpikir bahwa solusi pertidaksamaan hanyalah satu
dilakukan refleksi siswa dapat membenahi nilai meskipun mereka menemukan solusi dalam
jawabannya sehingga menjadi jawaban yang benar, bentuk himpunan. Pada penelitian tersebut belum
maka siswa dikatakan mengalami berpikir “pseudo” ada yang mengkaji tentang berpikir-pseudo siswa
salah. Hal ini menunjukkan bahwa proses berpikir dalam menyelesaikan masalah pertidaksamaan
siswa pada saat menyelesaikan masalah sebelum kuadrat. Oleh karena itu penelitian ini akan
refleksi masih belum sesungguhnya (pseudo). mengungkapkan terjadinya berpikir pseudo-salah
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal pertidaksamaan
peneliti pada siswa MAN 3 Malang yang pernah kuadrat berdasarkan aktivitas problem solving.
mendapatkan materi pertidaksamaan kuadrat. Ketika
siswa dihadapkan pada soal pertidaksamaan kuadrat, METODE
siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan soal
dengan benar terbukti dari jawaban yang dituliskan Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif
dikertas. Peneliti meminta siswa untuk menjelaskan yang bertujuan untuk mendeskripsikan terjadinya
bagaimana proses memperoleh jawaban tersebut. berpikir pseudo-salah siswa dalam menyelesaikan
Selanjutnya siswa menjelaskan bahwa untuk masalah pertidaksamaan kuadrat. Instrumen
menyelesaikan soal pertidaksamaan kuadrat tersebut, penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dipandu
pertama adalah dengan melakukan perhitungan dengan instrumen lembar tugas menyelesaikan
aljabar. Kemudian siswa menjelaskan langkah masalah pertidaksamaan kuadrat dan instrumen
keduanya adalah melakukan pemfaktoran untuk pedoman wawancara. Penelitian ini dilaksanakan di
mencari titik-titik batas dari pertidaksamaan kuadrat. kelas X IPA MAN 3 Malang pada semester genap
Untuk langkah yang terakhir siswa menjelaskan cara tahun 2015/2016 kepada siswa yang “sudah”
untuk menentukan himpunan selesaian dengan mempelajari materi pertidaksamaan kuadrat. Siswa
melakukan uji titik. Dari langkah-langkah jawaban yang menjadi subjek penelitian adalah siswa yang
yang dipaparkan siswa, terlihat bahwa ia telah sudah mendapatkan materi pertidaksamaan kuadrat.
memahami masalah dengan baik dan merencanakan Subjek dalam penelitian ini dipilih berdasarkan
penyelesaian dengan benar. Akan tetapi pada saat sampling purpossive, yang diambil dengan
melaksanakan rencana penyelesaian siswa tidak mempertimbangkan kemampuan komunikasinya
menyadari adanya kesalahan yang dilakukan, agar pengungkapan proses berpikir dapat dilakukan
sehingga siswa menghasilkan jawaban yang salah. dengan baik. Peneliti mengambil 3 siswa sebagai
Hal ini menunjukkan bahwa jawaban yang telah subjek penelitian yang berdasarkan tingkat
122, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

kemampuan siswa (rendah, sedang, dan tinggi). jawaban salah, akan tetapi setelah melakukan
Penentuan subjek seperti ini diharapkan masing- refleksi siswa mampu memberikan jawaban yang
masing subjek dapat mewakili dan menggambarkan benar.
kondisi yang sebenarnya di lapangan. Penetapan
kategori kemampuan matematika siswa didasarkan HASIL
pada hasil belajar matematika siswa dan berdasarkan
masukan dari guru mata pelajaran matematika. Penelitian ini mendeskripsikan terjadi berpikir
Pada proses pemilihan subjek, siswa diminta pseudo-salah siswa dalam menyelesaikan masalah
untuk menyelesaikan soal pertidaksamaan kuadrat pertidaksamaan kuadrat. Untuk itu dipaparkan 3
dan mengungkapkan dengan keras apa yang sedang subjek penelitian dengan karakteristik yang berbeda,
dipikirkan (think out loud). Selanjutnya dari jawaban yaitu subjek 1 (S1) adalah siswa yang
siswa dikelompokkan menjadi jawaban salah dan berkemampuan rendah, subjek 2 (S2) siswa yang
jawaban benar. Siswa yang memiliki jawaban salah berkemampuan sedang, dan subjek 3 (S3) siswa
akan dipertimbangkan menjadi subjek penelitian, yang berkemampuan tinggi. Deskripsi struktur
karena tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan berpikir masing-masing siswa yang dibandingkan
terjadinya berpikir pseudo-salah. Akhir penetuan dengan struktur masalah pertidaksamaan kuadrat.
subjek yang dipilih yaitu siswa yang memiliki

Deskripsi Proses Berpikir Pseudo S1 dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan Kuadrat

Diagram 1. Struktur Masalah dan Struktur Berpikir S1 dalam Menyelesaikan Masalah


Pertidaksamaan Kuadrat

Diagram 1 menunjukkan struktur masalah potongan sudut karton yang sama-sama dipotong 8
pertidaksamaan kuadrat yang dibuat peneliti dan cm. Akan tetapi, dalam memahami yang diketahui,
struktur berpikir yang dibuat oleh S1. Garis putus- yaitu pernyataan ‘volume minimal kotak’ , S1
putus menunjukkan terjadinya berpikir pseudo-salah menginterpretasikannya ke dalam bentuk persamaan
S1. Garis putus-putus pada gambar 1 juga kuadrat.
menunjukkan konsep-konsep yang digunakan untuk Dalam merencanakan cara penyelesaian, S1
menyelesaikan masalah belum terhubung dengan mengungkapkan bahwa langkah pertama yang harus
baik. dilakukan adalah mencari volume balok terlebih
Pada saat menyelesaikan masalah dahulu. Selanjutnya S1 memulai dengan
pertidaksamaan kuadrat, S1 telah mengenal dan merencanakan mencari model matematika dari
memahami masalah. Meskipun S1 tidak menuliskan volume minimal dan informasi panjang, lebar serta
yang diketahui dan yang ditanyakan, tetapi tinggi kotak yang telah dipahaminya.
pemahaman masalah yang dilakukan S1 dapat Pada saat melaksanakan rencana
diketahui dari gambar yang dibuatnya. S1 penyelesaian, Pertama melalui asumsi bahwa
mengetahui ukuran tinggi kotak sama dengan ukuran volume yang terbentuk berupa persamaan kuadrat,
potongan setiap sudut karton. S1 juga mengetahui S1 mensubstitusikan pemisalan p dan tinggi kotak
panjang dan lebar kotak adalah sama berdasarkan yang berukuran 4 cm ke persamaan volume sehingga
Susanti, dkk. Analisis Berpikir Pseudo Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan…, 123

576 dengan menghubungkan panjang minimal kotak


diperoleh p 2  . Selanjutnya, S1 melakukan yang diperoleh dengan pernyataan ‘volume minimal
4
perhitungan aljabar berdasarakan langkah-langkah kotak’ yang diketahui. Selanjutnya pada akhir
penyelesaian persamaan kuadrat, dan memperoleh jawaban, S1 menuliskan panjang karton sebelum
selesaian p = ± 12 cm. Dalam hal ini S1 memahami dipotong harus lebih dari sama dengan 20 cm.
bahwa nilai panjang tidak berlaku negatif, jadi S1 Kesimpulan yang dituliskan S1 tersebut memiliki
p  12 . Kemudian S1 arti bahwa jawaban yang dituliskan lebih dari satu
memilih selesaian nilai.
menghubungkan selesaian tersebut dengan panjang Pada tahap pengecekan kembali (refleksi), S1
karton minimal sebelum dipotong, yaitu dengan melakukan pengecekan kembali terhadap jawaban
menambahkan potongan setiap dua sudut karton akhir yang ditemukan, tetapi tidak melakukan
yang berjumlah 8 cm pada selesaian yang diperoleh, refleksi terhadap proses penyelesaian yang
sehingga mendapatkan panjang kotak minimal dilakukan dan kesalahan asumsi yang dibuat pada
adalah 20 cm. Akan tetapi setelah memperoleh saat memahami masalah.
jawaban 20 cm, S1 menuliskan himpunan selesaian

Deskripsi Proses Berpikir Pseudo S2 dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan Kuadrat

Diagram 2. Struktur Masalah dan Struktur Berpikir S2 dalam Menyelesaikan Masalah


Pertidaksamaan Kuadrat

Diagram 2 menunjukkan struktur masalah berukuran 4 cm. S2 juga mengetahui hubungan


pertidaksamaan kuadrat yang dibuat peneliti dan antara panjang dan lebar kotak yang dibentuk adalah
struktur berpikir yang dibuat oleh S2. Garis putus- sama. Hal tersebut terlihat dari variabel x yang
putus menunjukkan terjadinya berpikir pseudo-salah digunakan S2 untuk menyatakan panjang dan lebar
S2. Garis putus-putus pada gambar 2 juga karton.
menunjukkan konsep-konsep yang digunakan untuk Pada saat proses merencanakan cara
menyelesaikan masalah belum terhubung dengan penyelesaian, S2 tidak menyadari perencanaan yang
baik. dibuat, akan tetapi S2 mampu mengungkapkan
Pada saat menyelesaikan masalah sebagian rencana yang tidak disadari. S2
pertidaksamaan kuadrat, S2 telah mengenal masalah, merencanakan cara penyelesaian dengan
dan mengenal strategi pemecahannya. S2 telah menghubungkan syarat volume minimal dengan
mengetahui bahwa kotak yang akan terbentuk panjang, lebar dan tinggi kotak untuk memperoleh
berbentuk balok. Selanjutnya S2 juga telah bentuk pertidaksamaan kuadrat.
mengetahui bahwa pemotongan setiap sudut karton Pada saat melaksanakan rencana
merupakan tinggi kotak yang terbentuk yang penyelesaian, pertama S2 mensubstitusikan variabel
124, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

x yang mewakili panjang dan lebar serta tinggi kotak yang dilakukan, S2 memperoleh hasil
yang berukuran 4 cm ke dalam pertidaksamaan (2 x  24)(2 x  24)  0 . Selanjutnya S2 membuat
volume kotak, sehingga diperoleh model garis bilangan untuk memperoleh himpunan
4  x  x  576 . Perbedaan mendasar pada proses selesaian. Akan tetapi S2 tidak menuliskan secara
pelaksanaan rencana penyelesaian S1 dan S2 yaitu, rinci proses dalam memilih daerah yang diarsir yang
S2 telah mampu memahami dan menuliskan makna merupakan himpunan selesaian. Meskipun S2 tidak
‘volume minimal kotak’ sehingga mendapatkan dapat mengungkapkan secara jelas langkah-langkah
model pertidaksamaan kuadrat. Kemudian S2 penyelesaian yang dilakukan, Tetapi S2 dapat
melakukan operasi aljabar sehingga diperoleh menentukan himpunan selesaian dengan benar
bentuk 4 x 2  576  0 . Untuk menyelesaikan Pada tahap pengecekan kembali (atau
pertidaksamaan kuadrat tersebut, S2 merencanakan refleksi), S2 menyatakan tidak melakukan
untuk menentukan titik batas dengan cara pengecekan kembali terhadap jawaban yang
melakukan pemfaktoran. Berdasarkan pemfaktoran diperoleh.

Deskripsi Proses Berpikir Pseudo S3 dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan Kuadrat

Diagram 3. Struktur Masalah dan Struktur Berpikir S3 dalam Menyelesaikan Masalah


Pertidaksamaan Kuadrat

Diagram 3 menunjukkan struktur masalah persegi dengan panjang sisi x  8 , dengan


pertidaksamaan kuadrat yang dibuat peneliti dan mengabaikan seluruh sisi yang merupakan sisa dari
struktur berpikir yang dibuat oleh S3. Garis putus- pemotongan setiap sudut karton. S3 menganggap
putus menunjukkan terjadinya berpikir pseudo-salah bangun yang terbetuk berupa kubus dengan panjang
S3. Garis putus-putus pada gambar 3 juga sisinya x  8 . Selanjutnya S3 telah mengetahui
menunjukkan konsep-konsep yang digunakan untuk
bahwa panjang dan lebar kotak yang terbentuk
menyelesaikan masalah belum terhubung dengan
berukuran sama. Akan tetapi S3 belum
baik.
menghubungkan antara pemotongan setiap sudut
Pada saat menyelesaikan masalah
karton yang berbentuk persegi yang berukuran 4 cm
pertidaksamaan kuadrat, S3 tidak menuliskan hal
dengan tinggi kotak yang akan terbentuk. Sehingga
yang diketahui dan juga yang ditanyakan, tetapi dari
S3 secara spontan menganggap tinggi kotak sama
gambar yang dibuat oleh S3 menunjukkan bahwa
dengan panjang dan lebar kotak. Persamaan proses
telah terjadi proses pemahaman masalah. S3
pemahaman yang dilakukan S3 dan S1 yaitu, S3
menggambar hasil pemotongan karton sebagai
juga melakukan kesalahan dengan menginterpretasi-
Susanti, dkk. Analisis Berpikir Pseudo Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan…, 125

kan ‘volume minimal kotak’ menjadi bentuk pernyataan ‘volume minimal kotak’ menjadi sebuah
persamaan kuadrat. persamaan kuadrat. Menurut Subanji (2007)
Dalam merencanakan cara penyelesaian, S3 kejadian yang dialami S1 merupakan karakteristik
tidak menyadari perencanaan yang dibuat akan berpikir pseudo, karena bekerja secara spontan tanpa
tetapi S3 mampu mengungkapkan sebagian rencana melihat kebermaknaan masalah. Dalam tahap ini
yang tidak disadari. Awalnya S3 secara spontan Menurut Polya (2004), S1 sedang berada pada tahap
merencanakan untuk menetukan luas permuakaan “understanding the problem” atau memahami
kubus. Akan tetapi setelah menyadari kesalahan masalah. Pada tahap ini, S1 mengawali dengan
yang dibuat dengan melakukan refleksi, S3 kesalahan asumsi yang yang dilakukan. Pada saat
merencanakan untuk menentukan model dari merencanakan cara penyelesaian, S1 tidak
informasi volume yang diketahui. mengungkapkan rencana penyelesaian secara
Pada saat melaksanakan rencana lengkap. Menurut Polya (2004), S1 melakukan tahap
penyelesaian, pertama S3 menganggap bahwa untuk “devise a plan” atau merencanakan cara
menentukan model matematika dari permasalahan penyelesaian. Pada tahap ini, diawali dengan
tersebut dengan menggunakan luas permukaan ketidaklengkapan rencana yang dibuat oleh S1.
kubus, sehingga diperoleh L  5( x  8) 2 . Akan Dalam melaksanakan rencana penyelesaian, S1
tetapi setelah melakukan perhitungan aljabar, S3 mampu memperoleh model matematika dengan cara
baru menyadari kesalahan yang dilakukan dalam substitusi. Akan tetapi karena diawali kesalahan
merencanakan penyelesaian. S3 menyadari bahwa asumsi, sehingga S1 memperoleh jawaban yang
terdapat informasi yaitu ‘volume minimal kotak’ salah. Menurut Vinner (1997) S1 sedang mengalami
yang belum digunakan dalam merencanakan cara berpikir pseudo, karena S1 tidak benar-benar
penyelesaian. Selanjutnya S3 menggunakan melakukan kontrol terhadap apa yang ia pikirkan
informasi volume tersebut untuk menentukan model sehingga menemukan hasil yang salah. Dalam hal
matematikanya. Ketika menyadari kesalahan yang ini menurut Polya (2004), S1 telah melakukan tahap
dilakukan, S3 melaksanakan rencana penyelesaian “carry out the plan” atau melaksanakan rencana. S1
dengan mensubstitusikan variabel panjang, lebar dan melakukan pengecekan kembali terhadap jawaban
tinggi kotak ke persamaan volume kotak, sehingga yang diperoleh akan tetapi tidak pada proses yang
dilakukan. S1 mencoba kembali untuk
memperoleh 576  ( x  8) 3 . Kesalahan yang menghubungkan selesaian yang diperoleh dengan
dilakukan S3 sama dengan S1 yaitu tidak dapat informasi pada masalah. Hal ini menunjukkan
merepresentasikan pernyataan ‘volume minimal’ pemahaman S1 pada masalah sudah mengarah pada
secara tepat, sehingga model yang diperoleh berupa jawaban benar, hanya saja proses penyelesaiannya
persamaan kuadrat. S3 juga melakukan kesalahan salah dan tidak terurut secara lengkap. Dalam tahap
perhitungan aljabar tanpa disadarinya. Karena ini menurut Polya (2004), S1 telah melakukan tahap
kesalahan tersebut, mengakibatkan terputusnya “look back” atau melakukan refleksi terhadap
penyelesaian masalah yang dilakukan S3 sebelum jawaban yang diperoleh.
mendapatkan hasil akhir. S2 merupakan siswa yang berkemampuan
Pada tahap pengecekan kembali (atau sedang. Pada saat memahami masalah S2 mampu
refleksi), S3 melakukan pengecekan kembali hanya menceritakan kembali apa yang diketahui dan
ketika menentukan model matematika. Selain itu S3 ditanyakan pada masalah. Dalam tahap ini Menurut
tidak melakukan refleksi terhadap proses Polya (2004), S2 telah melakukan tahap
penyelesaian yang dilakukan dan kesalahan asumsi “understanding the problem” atau memahami
yang dibuat. masalah. Pada saat merencanakan cara penyelesaian,
S2 tidak menyadari perencanaan yang dibuat, namun
PEMBAHASAN S2 mampu mengungkapkan rencana yaitu harus
menggunakan bentuk pertidaksamaan kuadrat untuk
Pembahasan tentang proses berpikir siswa menyelesaikan masalah tersebut. Hanya saja S2
dalam menyelesaikan persamaan kuadrat meng- tidak melakukan rencanaan penyelesaian untuk
gunakan empat langkah pemecahan masalah ber- menghubungkan selesaian dengan hal yang
dasarkan Polya (2004), yaitu: memahami masalah, ditanyakan. Menurut Polya (2004), S2 melakukan
merencanakan cara penyelesaian, melaksanakan tahap “devise a plan” atau merencanakan cara
rencana, dan melakukan pengecekan kembali. penyelesaian. Proses merencanakan cara
S1 merupakan siswa yang berkemampuan penyelesaian yang dilakukan oleh S2 diawali dengan
tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, S1 mampu ketidaklengkapan rencana yang dibuat oleh S2. Pada
menceritakan kembali apa yang diketahui dan saat melaksanakan rencana penyelesaian, S2 mampu
ditanyakan. Hanya saja pada bagian yang diketahui, memperoleh model matematika dengan
S1 melakukan kesalahan dalam menginterpretasikan mensubstitusikan pemisalan panjang, lebar dan
126, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

tinggi kotak ke pertidaksamaan volume kotak. melakukan kesalahan dengan menetukan luas
Proses penyelesaian yang dilakukan S2 telah sesuai permukaan kotak, S3 berasumsi bahwa untuk
dengan struktur masalah yang dibuat oleh peneliti, memperoleh pertidaksamaan dengan menggunakan
yaitu berdasarkan penyelesaian pertidaksamaan luas permukaan kotak. Dalam hal ini S3 melewatkan
kuadrat. Namun pada saat menentukan himpunan informasi mengenai ‘volume minimal’ pada proses
selesaian yang memenuhi, S2 langsung mengambil memahami masalah. Setelah melakukan refleksi, S3
kesimpulan himpunan selesaian tersebuat sebagai menyadari kesalahan yang dilakukan, sehingga S3
akhir jawaban. Dalam hal ini, Menurut Subanji menggunakan informasi ‘volume minimal’. Akan
(2007) kejadian yang dialami S2 merupakan tetapi karena kesalahan asumsi pada saat proses
karakteristik berpikir pseudo, karena bekerja secara memahami masalah, sehingga model yang diperoleh
spontan tanpa melihat kebermaknaan masalah. S3 berupa persamaan kuadrat. Menurut Vinner
Menurut Polya (2004) S2 telah melakukan tahap (1997) S3 sedang mengalami berpikir pseudo,
“carry out the plan” atau melaksanakan rencana. karena S3 tidak benar-benar melakukan kontrol
Dalam proses melaksanakan rencana penyelesaian terhadap apa yang ia pikirkan sehingga menemukan
yang dilakukan oleh S2 diawali dengan kesalahan hasil yang salah. S3 tampak melakukan pengecekan
asumsi yang dilakukan. S2 menyatakan belum kembali terhadap jawaban yang diperoleh. Akan
melakukan pengecekan kembali terhadap jawaban tetapi S3 hanya melakukan pengecekan pada
yang diperoleh dan hal ini menyebabkan S2 tetap sebagian jawaban yang diperolehnya, sehingga S3
pada jawaban yang salah. Menurut Vinner (1997) menyadari kesalahan asumsi yang dilakukan yaitu
siswa seperti ini merupakan siswa yang sedang menggunakan luas permukaan untuk menetukan
mengalami berpikir pseudo karena tidak melakukan model matematika. Dalam hal ini menurut Polya
refleksi terhadap apa yang dia kerjakan. (2004), S3 telah melakukan tahap “look back” atau
S3 merupakan siswa yang berkemampuan melakukan refleksi terhadap jawaban yang
rendah. Dalam proses memahami masalah S3 diperoleh.
mampu menceritakan kembali apa yang diketahui
dan ditanyakan. Hanya saja pada bagian yang PENUTUP
diketahui, S3 melakukan kesalahan dalam Kesimpulan
menginterpretasikan pernyataan, pertama S3 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
menganggap bahwa tinggi kotak adalah sama dapat disimpulkan bahwa terjadinya berpikir
dengan panjang dan lebar kotak dan kedua S3 pseudo-salah siswa dalam menyelesaikan masalah
menganggap bahwa persamaan kuadrat sebagai pertidaksamaan kuadrat berdasarkan tahap
representasi dari pernyataan ‘volume minimal pemecahan masalah diawali dengan kesalahan siswa
kotak’. Menurut Subanji (2007) kejadian yang dalam membuat asumsi pada saat memahami
dialami S3 merupakan karakteristik berpikir pseudo, masalah (understanding the problem). Kesalahan
karena bekerja secara spontan tanpa melihat asumsi yang dibuat terjadi akibat cara berpikir siswa
kebermaknaan masalah yang dihadapi. Dalam tahap yang spontan tanpa melihat kebermaknaan masalah
ini Menurut Polya (2004), S3 sedang berada pada yang dihadapi. Terjadinya berpikir pseudo yang
tahap “understanding the problem” atau memahami kedua karena ketidaklengkapan substruktur berpikir
masalah. Dalam proses memahami masalah yang siswa pada saat memahami masalah (understanding
dilakukan S3 diawali dengan kesalahan asumsi dan the problem). Ketidaklengkapan substruktur berpikir
ketidaklengkapan informasi yang dipahami. Pada siswa terjadi akibat adanya informasi yang
saat merencanakan cara penyelesaian, S3 tidak terlewatkan atau tidak digunakan pada saat
menyadari perencanaan yang dibuat. Akan tetapi S3 memahami masalah. Kesalahan asumsi pada saat
mampu mengungkapkan sebagian rencana yang memahami masalah dan ketidaklengakpan
tidak disadari. S3 hanya mengungkapkan langkah substruktur berpikir pada saat memahami masalah
awal yang perlu dilakukan yaitu menentukan mengakibatkan siswa memperoleh jawaban salah
pertidaksamaan dari apa yang diketahui. Menurut pada saat melakukan proses melaksanakan rencana
Polya (2004), S3 melakukan tahap “devise a plan” (carry out the problem). Terjadi berpikir pseudo
atau merencanakan cara penyelesaian. Pada proses yang ketiga karena ketidaklengkapan substruktur
merencanakan cara penyelesaian yang dilakukan berpikir siswa dalam proses merencanakan cara
oleh S3 diawali dengan ketidaksadaran dan penyelesaian (devise a plan). Ketidaklengkapan
ketidaklengkapan rencana yang dibuat S3. substruktur berpikir siswa terjadi akibat kesalahan
Selanjutnya dengan refleksi diri yang dilakukan dalam memahami masalah.
melalui peta kognitif, S3 mampu membuat rencana
dengan lengkap. Pada saat melaksanakan rencana Saran
penyelesaian, pelaksanaan yang dilakukan S3 tidak Dari hasil penelitian ini, bagi peneliti, guru,
sesuai dengan apa yang diungkapkan. Awalnya S3 dan pemerhati proses pembelajaran perlu untuk
Susanti, dkk. Analisis Berpikir Pseudo Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Pertidaksamaan…, 127

memahami proses berpikir siswa dalam Peled, I. & Hershkovitz, S. 2004. Evolving
menyelesaikan masalah, sehingga dapat memberikan Research of Mathematics Teacher
perlakuan yang diperlukan siswa untuk Educators: The Case of Non-Standard Issues
meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan in Solving Standard Problems. Journal of
masalah. Mathematics Teacher Education, 7: 299-
327.
DAFTAR RUJUKAN Pimta, S.,Tayruakham, S., & Nuangchalerm, P.
2009. Factors Influencing Mathematic
Blanco, J. Lorenzo dan Garrote, Manuel. 2007. Problem-Solving Ability of Sixth Grade
Difficulties in Learning Inequalities in Students. Journal of Social Sciences, 5(4):
Students of the First Year of Pre-University 381-385.
Education in Spain. Eurasia Journal of Tsamir, P., & Bazzini, L. (2004). Consistencies
Mathematics, Science & Technology and inconsistencies in student’s solution to
Education, 2007, 3(3), 221-229. algebraic ‘singlevalue’ inequalities.
Chapman, O. 2005. Constructing Pedagogical Mathematics Education Science
Knowledge of Problem Solving: Preservice Technology, 35(6), 793-812.
Mathematics Teachers. Proceedings of the Ureyen, M., Mahir, N. dan Cetin, N. 2006. The
29th Converence of the International Group Mistakes Made by the Students Taking a
for the Psychology of Mathematics education, Calculus Course in Solving Inequalities.
2: 225-232. Melbourne: PME. International Journal for Mathematics
Subanji. 2007. Proses Berpikir Penalaran Teaching and Learning ISSN 1473 –
Kovariasional Pseudo dalam 0111(November, 2006).Turkey: Department
Mengkonstruksi Grafik Fungsi Kejadian of Mathematics, Anadolu University,
Dinamik Berkebalikan. Disertasi tidak Eskisehir.
diterbitkan. Universitas Negeri Surabaya. Vinner,S.1997. The Pseudo-Conceptual And The
Jupri, A.; Drijvers, P.H.M.; Heuvel-Panhuizen, Pseudo-Analytical Thought Processes In
M.H.A.M. van den. 2012. Investigating Mathematics Learning. Educational Studies
Indonesian students’ difficulties in initial in Mathematics 34, pp. 97-129.
algebra . Utrecht University Repository Wu, M. dan Adams, R. 2006. Modelling
(Conference lecture). Mathematics Problem Solving Item
National Council of Teachers of Mathematics Responses Using Multidimensional IRT
(2000). Principles and Standards for Model. Mathematics Education Research
Schools Mathematics. Reston, VA: NCTM. Journal, 18 (2): 93 -113.
Pape, S.J. 2004. Middle School children’s ProblemYudariah & Tall, D. 1994. Changing Attitudes to
Solving Behaviour: A Cognitive Analysis Mathematics through Problem Solving. Proceedings
from a reading Comprehension Perspective. of the Eighteenth Conference for the Psychology of
Journal for Research in Mathematic Mathematics Education, Lisbon, Portugal, IV, 401–
Education, 35(3): 187-219. 408.
DEFRAGMENTING STRUKTUR BERPIKIR UNTUK MEMPERBAIKI
KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH
PERSAMAAN KUADRAT
1
Tyas Pramukti Kirnasari, 2A. R. As’ari, 3Santi Irawati
1,2,3Universitas Negeri Malang
1kirnasari@yahoo.com, 2abdur.rahman.fmipa@um.ac.id,
E-mail: santi.irawati.fmipa@um.ac.id

Abstract. Defragmenting of thinking structure is a rearrangement of student’s thinking structure to be a


complete thinking structure. The aim of this research is to describe defragmenting of thinking structure
that can improve student’s mistakes in solving quadratic equation problems. This research is a
descriptive qualitative research which involving three students grade XI at SMAN 6 Malang that having
mistakes in solving quadratic equation problems. The research results show that student’s mistakes which
are analyzed by Polya’s problem solving are: (1) understanding problems, (2) planning strategies of
solution, (30 doing the planning of solution, and (4) rechecking. Student’s mistakes in determining
quadratic equation are caused by numbers in that quadratic equation problem is too large, strategies
those are implemented in determining factors of the quadratic equation is is just trial and error, and
formulas those are used by students are not correct. Defragmenting of thinking structure is implemented
through scaffolding, conflict cognitive and disequlibration.

Keywords: defragmenting, thinking structure, student’s mistake, quadratic equation problems.

Abstrak: Defragmenting struktur berpikir merupakan penataan ulang struktur berpikir siswa menjadi
struktur berpikir yang lengkap. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan defragmenting
struktur berpikir yang dapat memperbaiki kesalahan siswa dalam memecahkan masalah persamaan
kuadrat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian adalah 3 siswa kelas
XI MIPA SMA Negeri 6 Malang yang mengalami kesalahan dalam memecahkan masalah persamaan
kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesalahan yang dialami siswa berdasarkan langkah
pemecahan masalah polya adalah: (1) memahami masalah, (2) merencanakan strategi penyelesaian, (3)
melaksanakan rencana penyelesaian dan 4) mengecek kembali. Kesalahan siswa dalam menentukan
persamaan kuadrat dikarenakan bilangan yang terdapat pada persamaan kuadrat terlalu besar, cara yang
digunakan dalam menentukan faktor-faktor persamaan kuadrat adalah cara coba-coba serta rumus yang
digunakan siswa untuk menentukan faktor-faktor persamaan kuadrat kurang tepat. Defragmenting
struktur berpikir dilakukan dengan scaffolding, conflict cognitive dan disequlibrasi.

Kata kunci: defragmenting, struktur berpikir, kesalahan siswa, masalah persamaan kuadrat.

Pemecahan masalah sangat penting sebagai merencanakan penyelesaian, (3) melaksanakan


cara melakukan, belajar dan mengajar matematika rencana penyelesaian, dan (4) memeriksa kembali
(Chapman, 2005). Dalam pembelajaran matematika, prosedur dan hasil penyelesaian. Dengan menuliskan
pemecahan masalah adalah suatu hasil yang ingin strategi penyelesaian masalah siswa mampu
dicapai dan merupakan kemampuan yang mengorganisasikan pemikiran mereka serta dapat
diharapkan dapat diperoleh oleh siswa. Pemecahan mengumpulkan, menganalisa dan menginterpretasi
masalah dianggap sebagai jantung pembelajaran data (Bicer, dkk, 2013). Namun pada kenyataannya,
matematika karena skill tersebut bukan hanya untuk kemampuan pemecahan masalah siswa di Indonesia
mempelajari subjek tetapi lebih menekankan pada dapat dikategorikan masih rendah bila melihat
perkembangan metode kemampuan berpikir (Pimta, peringkat Indonesia pada PISA (Programme for
dkk, 2009). Pemecahan masalah dapat memberikan International Student Assessment). Indonesia pada
siswa kesempatan untuk mempelajari konsep-konsep PISA 2009 menduduki peringkat 61 dari 65 negara
baru dan kesempatan untuk menerapkan peserta. Sedangkan pada PISA 2012 berada pada
keterampilan yang telah dipelajari (Chapman, 2005). peringkat dua dari bawah dari 65 negara peserta
Dalam memecahkan masalah matematika perlu (OECD, 2013). Kurangnya kemampuan pemecahan
adanya strategi penyelesaian masalah. Menurut siswa dapat dilihat dari bagaimana siswa mengalami
Polya (Yuan, 2013) terdapat strategi penyelesaian kesalahan dalam memilih operasi yang digunakan
masalah yang bersifat umum yang terdiri dari empat dalam menyelesaikan suatu masalah (Cullaste,
langkah, antara lain: (1) memahami masalah, (2) 2011). Siswa mampu mengerjakan masalah

128
Kirnasari, dkk. Defragmenting Struktur Berpikir Untuk Memperbaiki Kesalahan Siswa…, 129

matematika yang berhubungan langsung dengan dengan struktur berpikir siswa dalam memecahkan
konsep matematika tetapi siswa mengalami kesulitan masalah. Kesalahan yang dilakukan siswa menun-
ketika berhadapan dengan masalah yang ber- jukkan bahwa siswa masih belum mampu
hubungan dengan kehidupan sehari-hari (Yuan, mengaitkan pengetahuan yang mereka miliki untuk
2013). Menurut Menganti (2015), kesulitan siswa memecahkan masalah perrsamaan kuadrat. Hal
dalam memecahkan masalah matematika seringkali tersebut dikarenakan belum adanya kesesuaian
tercermin dalam bentuk kesalahan matematika. antara struktur berpikir siswa dengan masalah yang
Dalam penelitian ini, persamaan kuadrat diberikan. Struktur berpikir merupakan struktur
dipilih sebagai konsep yang dikaji karena kognitif yang terbentuk ketika siswa menyelesaikan
penerapannya banyak dijumpai dalam kehidupan suatu permasalahan (Barnard & Tall, 1997). Untuk
sehari-hari, berkaitan dengan topik matematika dan memperbaiki kesalahan tersebut perlu dilakukan
ilmu pengetahuan yang lain. Persamaan kuadrat defragmenting struktur berpikir siswa dalam
dalam kurikulum 2013 merupakan salah satu materi memecahkan masalah persamaan kuadrat.
wajib yang dipelajari di SMA/MA untuk kelas X Defragmenting didefinisikan sebagai restrukturisasi
semester genap. Beberapa kompetensi dasar materi berpikir pada individu. Restrukturisasi struktur
persamaan kuadrat sangat erat kaitannya dengan berpikir merupakan teknik yang sering digunakan
pemecahan masalah, yaitu: (1) memahami persama- untuk mengubah pola pikir yang kurang adaptif pada
an dan fungsi kuadrat, memilih strategi dan me- individu (Maag, 2004). Dalam restrukturisasi proses
nerapkan untuk menyelesaikan persamaan kuadrat berpikir individu diajarkan untuk mengubah
serta memeriksa kebenaran jawabannya dan (2) kesalahan berpikir sehingga menjadi lebih realistis.
menganalisis persamaan kuadrat dari data terkait Dengan melakukan defragmenting diharapkan siswa
masalah nyata dan menentukan model matematika tidak mengalami kesalahan dalam setiap proses
berupa persamaan kuadrat dan fungsi kuadrat. memecahkan masalah. Restrukturisasi pengetahuan
Melalui kompetensi dasar tersebut diharapkan siswa yang telah terpecah-pecah dapat meningkatkan
mampu menggunakan konsep dan prinsip persamaan kinerja siswa dalam menyerap setiap konsep yang
kuadrat dalam memecahkan masalah. diberikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
matematika di SMAN 6 Malang, diperoleh informasi Agustinsa (2014), dijelaskan bahwa efektifitas
bahwa dalam pembelajaran matematika guru sering defragmenting yang dilakukan dapat ditunjukkan
memberikan tugas berupa pemecahan masalah, dengan: 1) siswa mampu mengingat, menjelaskan,
termasuk dalam materi persamaan kuadrat. Namun dan memahami materi atau konsep yang diperlukan
pada kenyataannya siswa masih mengalami untuk memecahkan masalah, 2) siswa mampu
kesalahan dalam memecahkan masalah berkaitan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dan
dengan materi persamaan kuadarat. Untuk memberikan jawaban yang benar. Defragmenting
menguatkan pernyataan tersebut peneliti melakukan selain dapat memperbaiki kesalahan siswa, juga
uji pendahuluan. Berdasarkan uji pendahuluan di dapat merestrukturisasi proses berpikir siswa
kelas X MIA yang telah menerima materi persamaan menjadi proses berpikir yang benar. Selain itu
kuadrat diperoleh hasil bahwa masih terdapat siswa menurut Sakif (2014) dalam penelitiannya, struktur
yang mengalami kesalahan dalam memecahkan berpikir siswa sebelum dan sesudah proses
masalah persamaan kuadrat. Dari beberapa hasil defragmenting mengalami perubahan yakni yang
jawaban siswa pada uji pendahuluan diketahui awalnya kurang lengkap dan tidak sesuai dengan
bahwa siswa masih mengalami kesalahan dalam struktur masalah setelah didefrag, struktur
memecahkan masalah persamaan kuadrat. berpikirnya sudah sesuai dengan struktur masalah.
Diantaranya adalah kesalahan dalam membuat Efektivitas defragmenting yang dilakukan peneliti
model matematika yang sesuai dengan masalah, terbukti dapat menata dan memperbaiki proses
menyelesaikan model matematika yang telah dibuat, berpikir siswa yang awalnya salah menjadi proses
serta tidak mengecek kembali jawaban yang telah berpikir yang benar.
diperolehnya. Selain itu siswa masih belum dapat Defragmenting struktur berpikir dalam
mengaitkan dengan baik konsep-konsep yang telah penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua
mereka pelajari untuk memecahkan masalah langkah yang diungkapkan oleh McKay & Fanning,
persamaan kuadrat. Kesalahan-kesalahan siswa (2000), yaitu: 1) identifikasi kesalahan berpikir dan
dalam memecahkan masalah persamaan kuadrat 2) menata ulang pikiran yang salah menjadi benar.
perlu mendapat perhatian. Karena apabila tidak Dalam penelitian ini, langkah identifikasi kesalahan
segera diatasi kesalahan tersebut akan berdampak berpikir dilakukan dengan membandingkan struktur
secara beruntun ke masalah matematika berikutnya. berpikir subjek penelitian dengan struktur masalah
Kesalahan-kesalahan siswa dalam memecah- yang telah dibuat oleh peneliti. Struktur berpikir
kan masalah persamaan kuadrat berhubungan siswa dibuat oleh peneliti dengan melihat hasil
130. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

wawancara terhadap subjek penelitian berdasarkan Jarak antara Malang dan Tulungagung adalah
kesalahan subjek penelitian dalam mengerjakan tes 120 km. Pada saat perjalanan pulang
awal. Sedangkan penataan ulang struktur berpikir (Tulungagung ke Malang), Pak Aziz mengetahui
dilakukan dengan pemetaan kognitif. Melalui bahwa jika dia menambah kecepatan rata-ratanya
pemetaan kognitif, peneliti mengajak subjek dengan 10 km/jam dari kecepatan rata-rata saat
penelitian untuk mengingat materi atau konsep- dia berangkat (Malang ke Tulungagung), maka
konsep yang berkaitan dengan masalah yang dia dapat menghemat 10 menit dari total waktu
diberikan. Dalam langkah ini dilakukan proses perjalanannya. Tentukan kecepatan rata-rata Pak
disequilibrasi, conflict cognitive, serta scaffolding. Aziz pada saat berangkat!
Berdasarkan fakta-fakta diatas, maka peneliti 2. Selembar karton berbentuk persegi panjang akan
akan melakukan penelitian dan perencanaan yang dibuat kotak tanpa tutup dengan cara membuang
tepat defragmenting struktur berpikir melalui persegi seluas 2×2 cm2 di masing-masing
pemetaan kognitif diharapkan dapat memperbaiki pojoknya. Panjang kotak 4 cm lebihnya dari lebar
kesalahan siswa dalam memecahkan masalah kotak dan volume kotak itu adalah 90 cm3.
persamaan kuadrat. Penelitian kualitatif ini berjudul Tentukan panjang dan lebar dari karton itu!
“Defragmenting Struktur Berpikir untuk Setelah siswa tersebut memperoleh
Memperbaiki Kesalahan Siswa dalam Memecahkan penyelesaian, peneliti memeriksa kebenaran jawaban
Masalah Persamaan Kuadrat”. Tujuan penelitian ini siswa. Apabila siswa tersebut memperoleh jawaban
adalah untuk mendeskripsikan defragmenting benar dengan langkah-langkah pemecahan masalah
struktur berpikir yang dapat memperbaiki kesalahan yang benar maka siswa tersebut tidak dapat
siswa dalam memecahkan masalah persamaan dijadikan sebagai subjek penelitian karena tidak
kuadrat. mengalami kesalahan dalam memecahkan masalah.
Apabila sebaliknya siswa melakukan kesalahan
METODE dalam langkah-langkah pemecahan masalah, maka
Penelitian ini berjenis kualitatif deskriptif. siswa tersebut dapat dijadikan subjek dan prosesnya
Penelitian ini bertujuan mengungkap bagaimana dilanjutkan. Subjek penelitian dipilih hingga
defragmenting struktur berpikir melalui pemetaan memeproleh data jenuh, artinya banyak subjek
kognitif untuk memperbaiki kesalahan siswa dalam tergantung pada kebutuhan pada saat penelitian
memecahkan masalah persamaan kuadrat. Penelitian dilakukan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini dilakukan di SMAN 6 Malang pada semester ini berupa kata-kata, kalimat-kalimat yang
genap tahun pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian mendeskripsikan kesalahan siswa dalam
merupakan siswa yang sudah mempelajari materi menyelesaikan masalah dan proses defragmenting
persamaan kuadrat. Pada penelitian ini, subjek struktur berpikir siswa serta proses dan hasil belajar
penelitian adalah siswa kelas XI MIA. Subjek siswa selama pemberian tindakan.
penelitian dipilih dengan mempertimbangkan Dalam penelitian ini kehadiran peneliti adalah
kesalahan yang dilakukan siswa ketika memecahkan pada saat sebelum diadakan tes, waktu pelaksanaan
masalah persamaan kuadrat. Siswa dikatakan tes, saat mengadakan wawancara dengan siswa dan
mengalami kesalahan dalam memecahkan masalah pada saat pemberian defragmenting. Peneliti
persamaan kuadrat apabila siswa tidak dapat bertindak sebagai perencana, pengumpul data baik
melakukan langkah-langkah pemecahan masalah data hasil tes siswa, wawancara, maupun data
dengan benar. Penentuan subjek penelitian juga temuan lain selama peneliti mengadakan penelitian
mempertimbangkan tingkat kemampuan matematika di lapangan, penganalisis data dan sebagai pelopor
siswa serta kemampuan komunikasi siswa dalam hasil penelitian. Pada penelitian ini, instrumen utama
mengemukakan gagasan. Penentuan ini berdasarkan dalam pengumpulan data adalah peneliti sendiri.
pada hasil uji pendahuluan yang diberikan serta Sedangkan instrumen pendukung dalam penelitian
masukan dari wali kelas dan guru matematika di ini adalah lembar tugas, pedoman wawancara dan
kelas tersebut. Penentuan subjek seperti ini alat rekam. Alur analisis data yang digunakan adalah
diharapkan masing-masing subjek dapat menjadi alur dari Miles dan Hubberman (dalam sugiyono
wakil yang menggambarkan kondisi yang 2008), yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan
sebenarnya di lapangan. menarik kesimpulan.
Dalam penelitian ini, seluruh siswa diminta
untuk memecahkan masalah persamaan kuadrat HASIL DAN PEMBAHASAN
secara individu dengan menuliskan langkah-langkah
kerja dengan jelas. Adapan masalah yang diberikan Deskripsi Struktur Berpikir S1 dalam Memecah-
sebagai berikut. kan Masalah Persamaan Kuadrat
1. Pak Aziz melakukan perjalanan dari Malang Tabel 1 menggambarkan perbedaan atau
menuju Tulungagung dengan mengendarai mobil. perubahan struktur berpikir S1 dalam memecahkan
Kirnasari, dkk. Defragmenting Struktur Berpikir Untuk Memperbaiki Kesalahan Siswa…, 131

masalah 1 sebelum dan setelah proses defrag- disebabkan karena S1 tidak dapat mengaitkan
menting. informasi-informasi pada masalah untuk
Sebelum defragmenting struktur berpikir S1 memecahkan masalah. Oleh karena itu, peneliti
belum lengkap dan tidak sesuai dengan masalah mengajak S1 untuk melakukan refleksi atau
struktur. Kode e3 (berwarna merah) menunjukkan mencoba memperbaiki kesalahan-kesalahan yang
bahwa S1 masih mengalami kesalahan dalam telah S1 lakukan dengan membuat peta kognitif.
mencari solusi masalah. Kesalahan tersebut Peta kognitif S1 disajikan pada Gambar 1 berikut ini

Tabel 1. Struktur Berpikir S1 Sebelum dan Setelah Defragmenting pada Masalah 1


Sebelum Defragmenting Setelah Defragmenting

Gambar 1. Peta Kognitif S1 pada masalah 1

Defragmenting awal dilakukan dengan Selanjutnya, peneliti memberikan scaffolding kepada


memunculkan kondisi disequilibrasi yaitu kondisi S1 sehingga S1 mampu mengaitkan informasi-
dimana terjadi ketidakseimbangan dalam pikiran informasi pada masalah untuk memecahkan
siswa sehingga diharapkan siswa mampu melakukan masalah. Setelah pemberian scaffolding S1
refleksi dan menciptakan kondisi equilibrium. mengalami kesalahan dikarenakan tidak mengubah
132. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

satuan waktu dari menit ke jam. Oleh karena itu, peneliti kembali memunculkan conflict cognitive
peneliti memunculkan disequilibrasi dan conflict sehingga siswa mampu menentukan faktor-faktor
cognitive. Setelah defragmenting S1 mampu dari persamaan kuadrat dan menentukan solusi dari
memperoleh persamaan kuadrat dengan tepat. masalah. S1 mengecek kembali solusi masalah yang
Namun, karena bilangan pada persamaan kuadrat telah diperolehnya setelah peneliti memberikan
terlalu besar S1 tidak dapat menentukan faktor- scaffolding.
faktor dari persamaan kuadrat tersebut. Sehingga

Tabel 2. Struktur Berpikir S1 Sebelum dan Setelah Defragmenting pada Masalah 2


Sebelum Defragmenting Setelah Defragmenting

Sebelum defragmenting struktur berpikir S1 Defragmenting awal dilakukan dengan


belum lengkap dan tidak sesuai dengan struktur memunculkan kondisi disequilibrasi sehingga
masalah. Kode berwarna merah menunjukkan bahwa diharapkan siswa mampu melakukan refleksi dan
S1 masih mengalami beberapa kesalahan dalam menciptakan kondisi equilibrium. Selanjutnya,
mencari solusi masalah. Kesalahan tersebut peneliti memberikan scaffolding kepada S1 sehingga
disebabkan karena S1 tidak memahami informasi- S1 mampu mencermati informasi-informasi pada
informasi pada masalah. Oleh karena itu, peneliti masalah dan kemudian mencari keterkaitan antara
mengajak S1 untuk melakukan refleksi atau informasi-informasi tersebut. Setelah pemberian
mencoba memperbaiki kesalahan-kesalahan yang scaffolding S1 mengalami kesalahan dikarenakan
telah S1 lakukan dengan membuat peta kognitif. menganggap ukuran kotak dan karton sama. Oleh
Peta kognitif S1 disajikan pada Gambar 2 berikut karena itu, peneliti memunculkan conflict cognitive.
ini. Setelah itu, S1 membuat persamaan untuk mencari
lebar kotak dari subtitusi pemisalan panjang dan
lebar balok kedalam persamaan volume kotak. Dari
hasil subtitusi S1 memperoleh persamaan kuadrat.
Selanjutnya S1 mencari faktor-faktor dari persamaan
kuadrat sehingga diperoleh panjang dan lebar kotak.
Kemudian S1 dapat menentukan panjang dan lebar
karton. Peneliti melakukan scaffolding karena S1
tidak mampu mengecek kembali solusi yang
diperolehnya.

Deskripsi Struktur Berpikir S2 dalam


Memecahkan Masalah Persamaan Kuadrat
Tabel 3 berikut menggambarkan perbedaan
atau perubahan struktur berpikir S2 dalam
memecahkan masalah 1 sebelum dan setelah proses
Gambar 2. Peta Kognitif S1 pada masalah 2 defragmenting.
Kirnasari, dkk. Defragmenting Struktur Berpikir Untuk Memperbaiki Kesalahan Siswa…, 133

Sebelum defragmenting struktur berpikir S2 masalah untuk memecahkan masalah. Oleh karena
belum lengkap dan tidak sesuai dengan masalah. itu, peneliti mengajak S2 untuk melakukan refleksi
Kode e3 (berwarna merah) menunjukkan bahwa S2 atau mencoba memperbaiki kesalahan-kesalahan
masih mengalami kesalahan dalam mencari solusi yang telah S2 lakukan dengan membuat peta
masalah. Kesalahan tersebut disebabkan karena S2 kognitif. Peta kognitif S2 disajikan pada Gambar 3.
tidak dapat mengaitkan informasi-informasi pada

Tabel 3. Struktur Berpikir S2 Sebelum dan Setelah Defragmenting pada Masalah 1


Sebelum Defragmenting Setelah Defragmenting

Gambar 3. Peta Kognitif S2 pada masalah 1

Defragmenting awal dilakukan dengan peneliti memberikan scaffolding kepada S2 sehingga


memunculkan kondisi disequilibrasi sehingga S2 mampu mengaitkan informasi-informasi pada
diharapkan siswa mampu melakukan refleksi dan masalah untuk memecahkan masalah. Setelah
menciptakan kondisi equilibrium. Selanjutnya, pemberian scaffolding S2 mengalami kesalahan
134. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

dikarenakan tidak mengubah satuan waktu dari kuadrat tersebut. Sehingga peneliti kembali
menit ke jam. Oleh karena itu, peneliti memunculkan conflict cognitive sehingga siswa
memunculkan disequuilibrasi dan conflict cognitive. mampu menentukan faktor-faktor dari persamaan
Setelah defragmenting S2 mampu memperoleh kuadrat dan menentukan solusi dari masalah. S2
persamaan kuadrat dengan tepat. Namun, karena mengecek kembali solusi masalah yang telah
bilangan pada persamaan kuadrat terlalu besar S2 diperolehnya setelah peneliti memberikan
tidak dapat menentukan faktor-faktor dari persamaan scaffolding.

Tabel 4. Struktur Berpikir S2 Sebelum dan Setelah Defragmenting pada Masalah 2


Sebelum Defragmenting Setelah Defragmenting

Sebelum defragmenting struktur berpikir S2 memahami apa yang ditanyakan pada masalah. Oleh
belum lengkap dan tidak sesuai dengan masalah. karena itu, peneliti mengajak S2 untuk melakukan
Kode e3 dan e4 (berwarna merah) menunjukkan refleksi atau mencoba memperbaiki kesalahan-
bahwa S2 masih mengalami kesalahan dalam kesalahan yang telah S2 lakukan dengan membuat
mencari solusi masalah. Kesalahan tersebut peta kognitif. Peta kognitif S2 disajikan pada
disebabkan karena S2 mengalami kesalahan dalam Gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Peta Kognitif S2 pada masalah 2

Defragmenting awal dilakukan dengan memahami apa yang ditanyakan pada masalah maka
memunculkan kondisi disequilibrasi sehingga peneliti kembali memunculkan kondisi
diharapkan siswa mampu melakukan refleksi dan disequilibrasi. Setelah itu, S2 membuat persamaan
menciptakan kondisi equilibrium. Karen kesalahan untuk mencari lebar kotak dari subtitusi pemisalan
yang dilakukan S2 adalah kesalahan dalam panjang dan lebar balok kedalam persamaan volume
Kirnasari, dkk. Defragmenting Struktur Berpikir Untuk Memperbaiki Kesalahan Siswa…, 135

kotak. Dari hasil subtitusi S1 memperoleh Deskripsi Struktur Berpikir S2 dalam


persamaan kuadrat. Selanjutnya S2 mengalami Memecahkan Masalah Persamaan Kuadrat
kesalahan dalam menenetukan faktor-faktor dari
persamaan kuadrat. Dalam menentukan faktor-faktor Tabel 5 berikut menggambarkan perbedaan atau
persamaan kuadrat S2 menggunakan cara coba-coba. perubahan struktur berpikir S2 dalam memecahkan
Oleh karena itu, peneliti memunculkan conflict masalah 1 sebelum dan setelah proses
cognitive sehingga S2 dapat memperbaiki defragmenting.
kesalahannya. Setelah memperoleh solusi masalah
S2 melakukan tahap mengecek kembali.

Tabel 5. Struktur Berpikir S3 Sebelum dan Setelah Defragmenting pada Masalah 1


Sebelum Defragmenting Setelah Defragmenting

Sebelum defragmenting struktur berpikir S3 masalah untuk memecahkan masalah. Oleh karena
belum lengkap dan tidak sesuai dengan masalah. itu, peneliti mengajak S2 untuk melakukan refleksi
Kode e3 (berwarna merah) menunjukkan bahwa S2 atau mencoba memperbaiki kesalahan-kesalahan
masih mengalami kesalahan dalam mencari solusi yang telah S2 lakukan dengan membuat peta
masalah. Kesalahan tersebut disebabkan karena S2 kognitif. Peta kognitif S2 disajikan pada Gambar 5
tidak dapat mengaitkan informasi-informasi pada berikut ini.

Gambar 5. Peta Kognitif S3 pada masalah 1

Defragmenting awal dilakukan dengan menciptakan kondisi equilibrium. Selanjutnya,


memunculkan kondisi disequilibrasi sehingga peneliti memberikan scaffolding sehingga S3
diharapkan siswa mampu melakukan refleksi dan mampu memperbaiki kesalahannya dalam membuat
136. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

pemisalan dan mampu mengaitkan informasi- memunculkan conflict cognitive sehingga siswa
informasi pada masalah untuk memecahkan mampu menentukan faktor-faktor dari persamaan
masalah. Setelah pemberian scaffolding S3 mampu kuadrat dan menentukan solusi dari masalah. S1
memperoleh persamaan kuadrat dengan tepat. mengecek kembali solusi masalah yang telah
Namun, S3 mengalami kesalahan dalam menentukan diperolehnya setelah peneliti memberikan
faktor-faktor persamaan kuadrat karena rumus yang scaffolding.
digunakannya kurang tepat. Oleh karena itu, penelitu

Tabel 6. Struktur Berpikir S2 Sebelum dan Setelah Defragmenting pada Masalah 2


Sebelum Defragmenting Setelah Defragmenting

Sebelum defragmenting struktur berpikir S3 belum Defragmenting awal dilakukan dengan


lengkap dan tidak sesuai dengan masalah. Kode e3 memunculkan kondisi disequilibrasi sehingga
(berwarna merah) menunjukkan bahwa S3 masih diharapkan siswa mampu melakukan refleksi dan
mengalami kesalahan dalam mencari solusi masalah. menciptakan kondisi equilibrium. Karen kesalahan
Kesalahan tersebut disebabkan karena S3 tidak dapat yang dilakukan S3 adalah kesalahan dalam
mengaitkan informasi-informasi pada masalah untuk memahami apa yang ditanyakan pada masalah maka
memecahkan masalah. Oleh karena itu, peneliti peneliti kembali memunculkan kondisi
mengajak S3 untuk melakukan refleksi atau disequilibrasi. Setelah itu, S3 membuat persamaan
mencoba memperbaiki kesalahan-kesalahan yang untuk mencari lebar kotak dari subtitusi pemisalan
telah S3 lakukan dengan membuat peta kognitif. panjang dan lebar balok kedalam persamaan volume
Peta kognitif S3 disajikan pada Gambar 6. kotak. Dari hasil subtitusi S3 memperoleh
persamaan kuadrat. S3 mampu menentukan faktor-
faktor persamaan kuadrat dan memperoleh solusi
masalah. Setelah memperoleh solusi masalah S2
melakukan tahap mengecek kembali.
Dari uraian di atas, Defragmenting struktur
berpikir melalui pemetaan kognitf dilakukan
berdasarkan kesalahan yang dialami oleh siswa.
Menurut Subanji (2015), pemetaan kognitif
menunjukkan arah berpikir sehingga menjadi
petunjuk arah untuk mengambil langkah berikutnya.
Langkah-langkah yang dituliskan mencerminkan apa
yang sedang dipikirkan dan dapat digunakan untuk
menelusuri kesalahan berpikir. Defragmenting
dilakukan untuk memperbaiki kesalahan siswa
dalam memecahkan masalah persamaan kuadrat.
Sebelum membuat peta kognitif peneliti melakukan
defragmenting awal, peneliti memunculkan kondisi
Gambar 6. Peta Kognitif S3 pada masalah 2 disequilibrasi yaitu kondisi dimana terjadi
ketidakseimbangan dalam pikiran siswa sehingga
Kirnasari, dkk. Defragmenting Struktur Berpikir Untuk Memperbaiki Kesalahan Siswa…, 137

diharapkan siswa mampu melakukan refleksi dan setiap data yang akan diambil. Setelah
menciptakan kondisi equilibrium. Kondisi defragmenting struktur berpikir ketiga siswa dalam
equilibrium merupakan kondisi keseimbangan dalam memecahkan masalah sudah saling terkait. Dengan
pikiran yang ditunjukkan oleh benarnya siswa dalam terkaitnya struktur berpikir ketiga siswa
menjawab permasalahan yang ada. Dengan mengakibatkan siswa belajar secara bermakna.
tantangan yang menimbulkan rasa penasaran, akan Subanji (2014) menjelaskan bahwa seseorang
berlangsung proses berpikir menuju keseimbangan dikatakan belajar secara bermakana apabila siswa
yang disebut equilibrium (Subanji, 2015). tersebut dapat mengaitkan antara apa yang dipelajari
Selanjutnya defragmenting yang dilakukan (pengetahuan baru) dengan apa yang sudah
untuk memperbaiki kesalahan ketiga siswa dalam diketahui (pengetahuan lama). Belajar bermakna
tahap memahami masalah adalah dengan pemberian menggambarkan proses seseorang dalam
scaffolding. Scaffolding dilakukan dengan mengajak mengonstruksi pengetahuan. Konstruksi
ketiga siswa mencermati informasi-informasi pada pengetahuan akan terbentuk secara baik apabila ada
masalah dan kemudian mencari keterkaitan antara kaitan apa yang sedang dipelajari dengan
informasi-informasi tersebut. Menurut Coggins pengetahuan yang sudah dimiliki.
(2007), scaffolding tipe ini termasuk activing prior
knowledge by first focusing on what students know PENUTUP
and understand (mengaktfikan pengetahuan yang
dimiliki siswa dengan memfokuskan apa yang siswa Kesimpulan
ketahui dan pahami). Dari hasil penelitian dan pembahasan yang
Setelah defragmenting pada tahap memahami sudah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat
masalah ketiga siswa mampu mengaitkan informasi- disimpulkan bahwa kesalahan yang dilakukan ketiga
informasi pada masalah. Selanjutnya karena ketiga siswa dalam memecahkan masalah persamaan
siswa mengalami kesalahan dalam tahap kuadrat diawali dengan kesalahan siswa dalam
merencanakan strategi penyelesaian maka peneliti memahami masalah. Kesalahan pada tahap
melakukan disequilibrasi dan conflict cognitive. memahami masalah menyebabkan kesalahan pada
Conflict cognitive dilakukan dengan memberikan tahap-tahap selanjutnya. Ketiga siswa juga
pertanyaan atau contoh yang dapat membentuk mengalami kesalahan dalam menentukan faktor-
konflik sehingga akhirnya ketiga siswa menyadari faktor persamaan kuadrat. Kesalahan ketiga siswa
kesalahan yang dilakukaknnya. Hal ini sesuai dalam menentukan persamaan kuadrat dikarenakan
dengan pendapat Subanji (2015) yang menyatakan bilangan yang terdapat pada persamaan kuadrat
bahwa conflict cognitive dilakukan ketika siswa terlalu besar, cara yang digunakan dalam
mengalami kesalahan yang memerlukan suatu menentukan faktor-faktor persamaan kuadrat adalah
contoh yang dapat digunakan untuk membentuk cara coba-coba serta rumus yang digunakan siswa
konflik kognitif. untuk menentukan faktor-faktor persamaan kuadrat
Selanjutnya untuk membantu ketiga siswa kurang tepat.
memeperbaiki kesalahan dalam melaksanakan Defragmenting awal yang dilakukan untuk
rencana penyelesaian peneliti melakukan conflict memperbaiki kesalahan ketiga siswa dalam
cognitive. Kesalahan ketiga siswa dalam tahap ini memecahkan masalah adalah dengan menciptakan
berkaitan dengan menentukan faktor-faktor disequlibrasi. Selanjutnya defragmenting yang
persamaan kuadrat. Oleh karena itu, conflict dilakukan untuk memperbaiki kesalahan ketiga
cognitive dilakukan dengan cara memberikan contoh siswa dalam tahap memahami masalah dan
persamaan kuadrat yang bilangannya lebih besar mengecek kembali adalah dengan pemberian
atau lebih kecil, serta memberikan pertanyaan scaffolding. Untuk memperbaiki kesalahan ketiga
tentang berapa banyak faktor-faktor dari persamaan siswa dalam tahap merencanakan strategi
kuadrat. Untuk memperbaiki kesalahan pada tahap penyelesaian dan melaksanakan rencana
mengecek kembali peneliti memberikan scaffolding. penyelesaian dilakukan defragmenting dengan cara
Scaffolding dilakukan dengan mengajak ketiga siswa menciptakan disequilibrasi dan conflict cognitive.
untuk mengecek kembali solusi masalah yang telah Sedangkan untuk memperbaiki kesalahan ketiga
diperolehnya. siswa dalam menentukan faktor-faktor persamaan
Defragmenting yang dilakukan mampu kuadrat dilakukan defragmenting dengan cara
membuat ketiga siswa memperbaiki kesalahan- memunculkan conflict cognitive.
kesalahannya sehingga memperoleh solusi masalah Efektivitas defragmenting yang dilakukan oleh
yang benar. Menurut Wahono (2009) setelah peneliti dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan
dilakukan defragmentasi, semua data yang ter- struktur berpikir ketiga siswa menjadi struktur
defrag akan saling terhubung dan tertata sehingga berpikir yang benar. Sebelum defragmenting
memudahkan untuk mengambil dan menjelaskan struktur berpikir ketiga siswa awalnya kurang
138. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

lengkap dan tidak sesuai dengan struktur masalah. The Psychology of Mathematics Education,
Namun, setelah defragmenting struktur berpikir 2(2): 225-232.
ketiga siswa sudah sesuai dengan struktur masalah. Coggins, D., Kravin, D., Coates, D., Carol, D.M.
2007. English Language Learners in the
Saran Mathematics Classrooms (Online).
Dari hasil penelitian ini, peneliti menyampaikan http://www.pgcsn.org/~rosa/esoln/scaffoldingf
beberapa saran sebagai berikut. eb09.pdf. (diakses tanggal 16 Mei 2016).
1. Peneliti, guru, dan pemerhati proses Cullaste, I. C. 2011. Cognitive Skill of Mathematical
pembelajaran perlu untuk memahami struktur Problem Solving of Grade 6 Children.
berpikir siswa dalam memecahkan masalah, International Journal of Innovative
sehingga dapat memberikan perlakuan Interdisciplinary Research Issue 1.
(defragmenting melalui pemetaan kognitif) yang Maag, J. W. 2004. Behavior Management: From
diperlukan siswa untuk meningkatkan Theoritical Implications to Practical
kemampuannya dalam memecahkan masalah. Applications 2nd. California: Thomson
2. Penelitian selanjutnya juga disarankan untuk Warsworth.
meneliti tentang defragmenting struktur berpikir McKay, M. & Fanning, P. (2000). Self Esteem: A
untuk memperbaiki kesalahan siswa dalam Proven Program of Cognitive Techniques for
memecahkan masalah pada materi matematika Assesing Improving & Maintining Your Self-
yang lain. Sehingga tidak hanya mengetahui esteem. Oakland: New Harbinger Publications,
kesalahan siswa dalam memecahkan masalah Inc.
persamaan kuadrat dan bentuk defragmenting Menganti, S. 2015. Defragmenting Struktur Berpikir
yang dilakukan tetapi dapat diketahui juga Siswa dalam Mmemecahkan Masalag
kesalahan siswa dalam memecahkan masalah Persamaan Linier Satu Variabel melalui
matematika yang lain dan karakteristik Refleksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS
defragmenting yang dilakukan.Bagi peneliti lain UM.
yang tertarik dengan penelitian seperti yang OECD. 2013. PISA 2012 Result in Focus What 15-
penulis lakukan, penelitian dapat mengambil Year-Olds Know and What They Can Do with
subjek berdasarkan gaya kognitif lainnya seperti What They Kow.
gaya kognitif field dependent dan field Pena, S. & Guitierrez. 2007. Cognitive Maps: an
independent atau berdasarkan tipe kepribadian Overview and their Applicaton for Student
yang berbeda-beda. Modeling. National Polytechnic Institute,
10(4): 299-327.
Sakif, S. 2014. Defragmenting Proses Berpikir
DAFTAR RUJUKAN Siswa Melalui Pemtaan Kognitif untuk
Memperbaiki Kesalahan Siswa dalam
Agustinsa. 2014. Defragmenting Proses Berpikir Memecahkan Masalah Aljabar. Tesis tidak
Melalui Pemetaan Kognitif (Cognitive diterbitkan. Malang: Pascasarjana UM.
Mapping) untuk Memperbaiki Kesalahan Subanji, 2014. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna
Siswa dalam Memecahkan Masalah Proporsi. dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Matematika Sekolah (Online).
UM. http://teqip.com/wp-
Barnard, T. & Tall, D. O. (Ed). 1997. Cognitive content/uploads/2014/03/Kelompok-MAT-
Units, Connections, and Mathematical Proof. 1.pdf. (diakses tanggal 27 Mei 2016).
In E. Pehkonen. Proceeding of the 21th Subanji. 2015. Teori Kesalahan Konstruksi Konsep
Annual Conference for the Psychology of dan Pemecahan Masalah Matematika.
Mathematics Education. Vol. 2 (pp.41-48). Malang: UM Press.
Bicer, A., Capraro, M. R., & Capraro, M. M. 2013. Wahono, R.S. 2009. Defragmentasi Otak, (Online),
Integrating Writing into Mathematics (http://romisatriawahono.net/
Classroom to Increase Students’ Mathematical 2009/08/10/defragmentasi-otak/), diakses 11
Difficulties. International Electronic Journal Agustus 2015.
of Mathematics Education, Vol. 6 (1):40-59. Yuan, S. 2013. Incorporating Polya’s Problem
Chapman, O. 2005. Costructing Pedagogical Solving Method in Remedial Mathematics.
Knowledge of Problem Solving: Preservice Journal of Humanistic Mathematics. Vol. 3
Mathematics Teacher. Proceeding of The 29th No. 1.
Converence of The Internasional Group for
PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MELALUI
PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E

Pratiwi Dwi Warih Sitaresmi1, I Nengah Parta2, Swasono Rahardjo2

Prodi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang1, Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang2
hikarie23@gmail.com

Abstract: Objective Research and development is to describe the process and results of development
characterized Learning Cycle 5E to students of class VIII are valid, practical and effective to improve
students' mathematical connection. Expected product specification is characterized by the RPP and LKS
Learning Cycle 5E. This study uses Plomp development model (2007) which consists of three stages:
preliminary research, prototyping phase and assessment phase. Based on the results of trial, showed that
the developed learning tools valid criteria, practical, and effective.

Keywords: Learning Cycle 5E, mathematical connection, Pythagorean Theorem

Abstrak: Tujuan penelitian dan pengembangan ini adalah untuk mendeskripsikan proses dan hasil
pengembangan perangkat bercirikan Learning Cycle 5E untuk siswa kelas VIII yang valid, praktis dan
efektif yang dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Spesifikasi produk yang
diharapkan adalah RPP dan LKS bercirikan Learning Cycle 5E. Penelitian ini menggunakaan model
pengembangan Plomp (2007) yang terdiri dari tiga tahap yaitu preliminary research (penelitian awal),
prototyping (tahap perancangan prototipe) dan assessment phase (tahap asesmen). Berdasarkan hasil uji
coba lapangan, menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan memenuhi kriteria
valid, praktis, dan efektif.

Kata kunci: Learning Cycle 5E, koneksi matematis, teorema pythagoras

Pendidikan merupakan salah satu faktor dikembangkan pada siswa sekolah menengah.
terpenting dalam perkembangan individu, dan kita Melalui koneksi saat mempelajari konsep
dituntut untuk memperoleh, memilih, dan mengolah matematika, siswa dapat menghubungkan konsep-
informasi dan pengetahuan. Salah satu mata konsep matematika yang telah dipelajari sebagai
pelajaran yang dapat mendukung hal tersebut adalah pengetahuan dasar untuk memahami konsep yang
matematika. Oleh karena itu, kita dituntut untuk baru, sehingga siswa tidak mengalami kesulitan
dapat meningkatkan kualiatas pembelajaran dalam mempelajari matematika. Selain itu, dengan
matematika yang dilakukan sebagai salah satu upaya melihat hubungan antara konsep matematika dan
untuk membantu proses pembangunan dalam bidang kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, siswa akan
pendidikan. Salah satu cara untuk dapat mengetahui banyak manfaat dari matematika (The
meningkatkan kualitas pembelajaran matematika Ontario Curriculum Grades 1-8: 2005: 16). Hal ini
adalah menerapkan strategi pembelajaran yang dapat sesuai dengan standar kurikulum yang dinyatakan
mendukung terwujudnya tujuan pembelajaran NCTM (2000), terdapat lima standar yang
matematika yang sesungguhnya. Menurut mendeskripsikan keterkaitan antara pemahaman
Cornellius (dalam Abdurrahman, 2003: 253), tujuan matematika dengan kompetensi matematika yaitu
pembelajaran matematika di sekolah diantaranya kemampuan pemecahan masalah (problem solving),
adalah untuk memberikan perangkat dan kemampuan komunikasi (communication),
keterampilan yang perlu untuk penggunaannya kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan
dalam dunianya, kehidupan sehari-hari, dan dengan koneksi (connection), dan kemampuan representasi
mata pelajaran lain. Pendapat tersebut juga sejalan (representation)”.
dengan Davis, tujuan pembelajaran matematika Berdasarkan tes awal yang dilakukan pada
salah satunya memberikan sumbangan pada materi teorema Pythagoras kelas VIII diperoleh
permasalahan sains, teknik, filsafat, dan bidang- hasil bahwa kemampuan koneksi matematis siswa
bidang lainnya. Tujuan pembelajaran matematika masih rendah. Sebagian besar siswa kesulitan dalam
tersebut dapat diwujudkan dengan mengembangkan menghubungkan konsep yang sebelumnya telah
salah satu kemampuan matematis, yaitu kemampuan diketahui. Mereka belum mampu mengenali
koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis hubungan antara konsep-konsep matematika yang
merupakan kemampuan yang penting untuk harus digunakan untuk menyelesaikan permasalahan

139
140. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

yang membutuhkan pengaitan dalam pemahaman konsep matematika siswa setelah


penyelesaiannya. Siswa juga belum bisa menentukan melalui pembelajaran dengan Learning Cycle 5E.
langkah-langkah apa yang akan dipakai untuk Penelitian Sumarni (2014) mengemukakan bahwa
menyelesaiakn permasalahan. Untuk mengatasi kemampuan koneksi matematis siswa yang
rendahnya kemampuan koneksi matematis, memperoleh pembelajaran melalui Learning Cycle
diperlukan perubahan dalam pembelajarannya. 5E lebih baik daripada siswa yang memperoleh
Iskandar (2010: 10) yakin bahwa dalam pembelajaran konvensional.
pembelajaran bermakna terjadi kaitan-kaitan antara Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti
pengetahuan terdahulu yang merupakan konsep- ingin mengembangkan perangkat pembelajaran yang
konsep umum dengan konsep baru. Pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis
bermakna terjadi bila pengetahuan baru terkait siswa. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian
dengan konsep yang sudah ada atau konsep lama. dengan judul “ Pengembangan Perangkat
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pembelajaran Bercirikan Learning Cycle 5E untuk
beberapa siswa, diketahui bahwa pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis
masih menggunakan metode ceramah. Pembelajaran Siswa pada Materi Teorema Pythagoras Kelas VIII”.
di kelas hanya berorientasi pada pengerjaan latihan Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan
soal-soal saja. Guru belum mendorong siswa untuk perangkat pembelajaran matematika bercirikan
dapat mengungkapkan pendapat mereka serta Learning Cycle 5E yang valid, praktis, dan efektif
menggunakan pengetahuan awal mereka dalam untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis
memahami situasi baru. Selain itu, Lembar Kegiatan pada materi Teorema Pythagoras.
Siswa (LKS) yang ada hanya berisi ringkasan Perangkat pembelajaran yang dikembangkan
materi dan belum memberikan kesempatan siswa dikatakan valid apabila telah divalidasi oleh
untuk membangun pemahaman mereka sendiri validator dan memenuhi kriteria kevalidan mencapai
tentang suatu materi tertentu. Menurut Jacob, salah minimal 3 dengan memperhatikan saran dan
satu penyebab rendahnya kemampuan koneksi komentar dari validator. Perangkat pembelajaran
matematis siswa terletak pada faktor model dikatakan praktis apabila hasil pengamatan
pembelajarannya atau penggunaan strategi-metode- keterlaksanaan pembelajaran yang memenuhi
teknik mengajar. Penggunaan model pembelajaran kategori baik atau sangat baik. Perangkat
konvensional yang selama ini sering digunakan lebih pembelajaran dikatakan efektif apabila 1) aktivitas
menitikberatkan keaktifan guru dan siswa kurang siswa selama pembelajaran memenuhi kategori
diberikan kesempatan untuk mengembangkan minimal baik, 2) unjuk kerja siswa dalam LKS
kemampuan dan pengetahuan yang didapatnya memenuhi kriteria baik, dan 3) kemampuan koneksi
hanya terbatas pada apa yang ia pelajari sehingga matematis siswa mengalami peningkatan minimal 1
kemampuan berpikirnya tidak berkembang secara dalam rentang skor 0-4. Kemampuan koneksi
optimal, termasuk kemampuan koneksi matematis siswa dikatakan meningkat secara
matematisnya. Learning Cycle (LC) merupakan klasikal apabila minimal 70% siswa mengalami
salah satu model pembelajaran yang memperhatikan peningkatan kemampuan koneksi matematis.
kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa (Purniati .
dkk, 2009: 3). LC 5E juga memfasilitasi proses METODE
pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar secara bermakna (Lorsbach, Penelitian ini merupakan penelitian
2002). Diharapkan dengan menerapkan pengembangan. Model penelitian pengembangan
pembelajaran LC 5E dapat memperbaiki dalam penelitian ini menggunakan model
pembelajaran matematika di kelas. pengembangan Plomp (2007). Dalam model
Metode yang telah dipilih dapat digunakan pengembangan Plomp (2007) terdapat tiga tahap,
dalam penyusunan perangkat pembelajaran yang yaitu (1) preliminary research (penelitian awal), (2)
akan dikembangkan. Dalam penelitian ini perangkat prototyping phase (tahap perancangan prototipe),
pembelajaran yang dimaksud adalah RPP dan LKS. dan (3) assessment phase ( tahap asesmen). Uji coba
Perangkat pembelajaran perlu disusun dengan baik dilakukan di MTsN Kota Probolinggo. Subjek uji
agar tujuan pembelajaran tercapai. Menurut Nur coba adalah 27 siswa kelas VIII MTsN Kota
(2002) dan Devi, Sofiraeni, & Khairuddin, (2009: 1) Probolinggo.
bahwa perangkat pembelajaran memberikan Pada penelitian awal, kegiatan yang peneliti
kemudahan dan dapat membantu guru dalam lakukan adalah menganalisis kebutuhan dan
mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan belajar konteks. Pada tahap perancangan prototipe, kegiatan
mengajar di kelas. Beberapa penelitian yang relevan yang dilakukan adalah menyusun RPP, merancang
yang dilakukan oleh penelitian Kusuma (2011) format dan isi LKS, menyusun instrumen peneltian,
menunjukkan adanya peningkatan kemampuan serta memvalidasi produk dan instrumen penilaian.
Sitaresmi, dkk. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Melalui Pembelajaran…, 141

Aspek yang akan dinilai dari perangkat Pembelajaran dilaksanakan sebanyak tiga kali
pembelajaran yang dikembangkan adalah kevalidan, pertemuan. Pertemuan pertama membahas tentang
kepraktisan, dan keefektifan. Instrumen penilaian indikator (1) menemukan Teorema Pythagoras dan
dalam penelitian ini terdiri dari (1) lembar validasi, (2) menentukan panjang sisi segitiga siku-siku jika
(2) lembar observasi, dan tes kemampuan koneksi dua sisi lain diketahui barisan aritmetika. Pertemuan
matematis. Lembar validasi ini digunakan untuk kedua tentang indikator (1) menentukan bilangan
menilai tingkat kevalidan produk dan instrumen tripel Pythagoras dan (2) menentukan jenis-jenis
penliaian. Instrumen yang disusun terdiri dari segitiga berdasarkan hubungan antara kuadrat
lembar validasi RPP, lembar validasi LKS, lembar panjang sisi terpanjang dengan jumlah kuadrat
validasi observasi guru, dan lembar validasi panjang sisi yang lain. Pertemuan ketiga membahas
observasi siswa. Uji kepraktisan diperoleh dari indikator (1) menemukan perbandingan panjang sisi
lembar observasi aktivitas guru. Sedangkan uji pada segitiga siku-siku yang memiliki sudut
keefektifan dilihat dari aktivitas siswa, unjuk kerja istimewa dan (2) menentukan panjang diagonal pada
siswa dalam menyelesaaikan LKS, dan tes bangun datar menggunakan prinsip Pythagoras.
kemampuan koneksi. Perangkat pembelajaran Pada kegiatan pengembangaan, peneliti
dikatakan efektif apabila tercapai indikator- mengembangkan produk yang berupa RPP dan LKS
indikator: 1) aktivitas siswa selama pembelajaran bercirikan penemuan terbimbing dan instrumen
memenuhi kategori minimal baik, 2) unjuk kerja penelitian. Langkah pembelajaran pada RPP
siswa dalam LKS memenuhi kriteria baik, dan 3) disesuaikan dengan tahap-tahap Learning Cycle 5E
banyak siswa yang mengalami peningkatan untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis
kemampuan koneksi matematis ≥ 70%. siswa. Kegiatan siswa pada LKS disesuaikan dengan
tahap-tahap Learning Cycle 5E, yaitu engagement,
HASIL exploration, explanation, elaboration, dan
evaluation
Hasil dan Analisis Data Berdasarkan validasi yang dilakukan oleh tiga
Berdasarkan penelitian awal, diperoleh validator, diperoleh hasil validasi (1) RPP dengan
informasi bahwa pembelajaran Matematika di diperoleh rata-rata keseluruhan aspek 𝑉̅𝑡 = 3,38. (2)
MTsN Kota Probolinggo, guru masih menggunakan LKS dengan rata-rata keseluruhan aspek 𝑉̅𝑡 = 3,18,
metode ceramah. Pembelajaran hanya berfokus pada (3) lembar observasi aktivitas guru dengan rata-rata
LKS dan pengerjaan latihan soal yang ada pada keseluruhan aspek 𝑉̅𝑡 = 3,62, (4) lembar observasi
LKS. Latihan soal yang ada pada LKS hanya siswa dengan rata-rata keseluruhan aspek 𝑉̅𝑡 = 3,62,
mengaplikasikan konsep yang telah dipahami siswa, dan (5) tes kemampuan koneksi matematis siswa
kurang menyediakan aktivitas bagi siswa. LKS juga dengan rata-rata keseluruhan aspek 𝑉̅𝑡 = 3,27.
belum mengakomodasi upaya untuk meningkatkan Berdasarkan kriteria kevalidan yang telah
kemampuan koneksi matematis siswa.. Pada ditetapkan, maka perangkat pembelajaran dan
kegiatan meninjau literatur, peneliti mengkaji teori instrumen penilaian telah memenuhi kriteria valid.
tentang kemampuan koneksi matematis dan teori Meskipun demikian, peneliti tetap melakukan revisi
tentang Learning Cycle 5E. Berdasarkan hasil berdasarkan saran atau komentar dari validator.
pengkajian teori mengenai kemampuan koneksi Setelah dilakukan validasi dan revisi,
matematis, terdapat beberapa definisi yang selanjutnya dilakukan uji coba untuk mengetahui
dikemukakan oleh para ahli. NCTM (2000: 274) kepraktisan dan keefektifan perangkat pembelajaran.
menguraikan standar koneksi matematis, yaitu (1) Uji coba kecil dilakukan kepada 27 siswa kelas VIII
Mengenali dan menggunakan keterhubungan MTsN Kota Probolinggo. Uji kepraktisan dinilai dari
(koneksi) diantara ide-ide matematika; (2) hasil lembar observasi aktivitas guru. Berdasarkan
Memahami bagaimana ide-ide matematika saling hasil analisis data observasi aktivitas guru, diperoleh
terkait dan membangun satu sama lain sehingga rata-rata keseluruhan indikator 𝑃̅𝑡 = 3,28.
menghasilkan suatu keterkaitan secara lengkap; (3) Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan,
Mengenali dan menggunakan konsep-konsep keterlaksanaan perangkat pembelajaran (aktivitas
matematika dalam konteks di luar matematika. guru) masuk dalam kategori baik. Oleh karena itu,
Adapun indikator kemampuan koneksi matematis perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dalam penelitian ini yaitu siswa mampu: (1) memenuhi kriteria kepraktisan.
menerapkan berbagai hubungan diantara konsep atau Tingkat keefektifan produk dilihat dari lembar
prosedur matematika, (2) menerapkan hubungan observasi aktivitas siswa, unjuk kerja siswa dalam
antar konsep atau prosedur matematika dengan topik LKS, dan tes kemampuan koneksi matematis siswa.
disiplin ilmu lain (Ilmu Fisika), dan (3) menerapkan Berdasarkan Berdasarkan hasil analisis data
hubungan antar konsep atau prosedur matematika observasi aktivitas siswa, diperoleh rata-rata
dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. keseluruhan indikator 𝐴̅𝑡 = 3,19. Berdasarkan
142. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

kriteria yang telah ditentukan, tingkat keaktifan menyampaikan pendapat. Selain itu, siswa juga
siswa termasuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan merasa kesulitan dalam menyelesaikan
hasil analisis, skor unjuk kerja siswa dalam LKS permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS.
mencapai rata-rata 𝑈 ̅𝑡 = 3,58. Berdasarkan kriteria Hal ini dimungkinkan siswa belum terbiasa
unjuk kerja siswa dalam LKS ini termasuk dalam menyelesaikan permasalahan yang membutuhkan
kategori baik. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis keterkaitan antara materi yang lain dengan materi
data tes kemampuan koneksi matematis, sebanyak yang akan dipelajari. Menurut Heruman (2007) dan
27 siswa atau 100% siswa mengalami peningkatan Herman (1999) dalam matematika, setiap konsep
kemampuan koneksi matematis setelah penerapan berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep
perangkat pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Siswa akan
perangkat pembelajaran memenuhi kriteria lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu
keefektifan. didasari kepada apa yang telah diketahui siswa
tersebut. Karena itu untuk mempelajari suatu materi
PEMBAHASAN matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu
Peneltian pengembangan ini telah akan mempengaruhi proses belajar.
menghasilkan perangkat pembelajaran berupa Pada pertemuan kedua dan ketiga, siswa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan mulai bias beradaptasi dengan pembelajaran yang
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) bercirikan Learning baru. Namun guru masih harus tetap ekstra
Cycle 5E. Pengembangan perangkat pembelajaran mengelolah kelas pada saat proses pembelajaran
ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berlangsung. Siswa mulai termotivasi untuk
koneksi matematis siswa. Selain RPP dan LKS, mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini
dikembangkan instrumen yang mendukung penilaian dikarenakan siswa dilibatkan langsung dalam
perangkat pembelajaran, yaitu lembar validasi, kegiatan pembelajaran melalui diskusi, mereka tidak
lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi hanya duduk diam, mendengarkan dan mencatat
aktivitas siswa, dan tes kemampuan koneksi kembali apa yang dicatat guru di papan tulis.
matematis. Ngalimun (2013) berpendapat penerapan
Perangkat pembelajaran yang berupa RPP dan pembelajaran Learning Cycle 5E memberi
LKS bercirikan Learning Cycle 5E dapat melatih keuntungan pada siswa, antara lain: (1)
siswa untuk mengerti hubungan atau keterkaitan meningkatkan motivasi belajar karena dilibatkan
suatu materi dalam matematika dengan materi yang secara aktif dalam proses pembelajaran, (2)
akan dipelajari. Selain itu, dengan pembelajaran pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa
Learning Cycle 5E ini dapat membantu siswa untuk dan guru bersama-sama aktif. Selain itu, kegiatan-
belajar materi tertentu dengan memberikan kegiatan pada LKS membantu mengembangkan
keterkaitan materi yang akan dipelajari dengan dunia kemampuan koneksi matematis siswa karena
nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarni permasalahan yang disusun membutuhkan
(2014), bahwa melalui Learning Cycle 5E yaitu pada keterkaitan dengan materi lain dalam
tahap engagement dimana guru membangkitkan penyelesaiannya, baik materi lain dalam matematika,
minat siswa untuk belajar materi tertentu dengan disiplin ilmu lain, dan kehidupan sehari-hari.
memberikan keterkaitan materi yang akan dipelajari Pembelajaran dirancang dalam bentuk diskusi.
dengan dunia nyata. Selain itu, pada tahap ini guru Siswa mendiskusikan dan menyelesaikan
membangkitkan ingatan siswa mengenai materi permasalahan yang ada pada LKS, selanjutnya guru
prasyarat untuk mempelajari materi yang akan membimbing dan mengarahkan diskusi kelas untuk
dipelajari. Oleh karena siswa dirangsang dan dilatih mendiskusikan hasil pengerjaan LKS. Diskusi kelas
untuk mengaitkan suatu materi tertentu dengan berlangsung dengan menunjuk salah satu kelompok
materi lain, serta mengaitkan materi yang akan untuk menjelaskan hasil diskusi mereka tentang
dipelajari dengan dunia nyata, maka kemampuan suatu permasalahan, sedangkan kelompok yang lain
koneksi matematis siswa dapat meningkat. Hal memperhatikan dan memberikan tanggapan atas
tersebut sependapat dengan Yuniawati (2011) yang jawaban tersebut. Adanya kegiatan diskusi
mengatakan bahwa kemampuan koneksi matematis kelompok dapat memberikan kesempatan kepada
dapat membuka nalar siswa untuk memahami kaitan siswa untuk belajar secara bermakna yang
ide-ide antar matematika, matematika dengan mata selanjutnya dapat meningkatkan kemampuan
pelajaran yang lain, dan antar kehidupan sehari-hari pemahaman konsep matematika. Hal ini sesuai
sehingga siswa akan memahami setiap materi dengan pendapat Mediatati (2012) yang menjelaskan
matematika dengan lebih baik. salah satu pembelajaran yang berpeluang besar dapat
Pada pertemuan pertama, siswa masih meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa
kesulitan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran adalah dengan menerapkan pembelajaran dimana
yang baru. Siswa cenderung pasif dan enggan dalam siswa diberikan tugas untuk diselesaikan dalam
Sitaresmi, dkk. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Melalui Pembelajaran…, 143

kelompok. Menurutnya, interaksi tatap muka pelajaran. Menurut Cohen dan Clough (dalam
memudahkan siswa untuk saling bertukar pikiran Fajaroh dan Dasna, 2004), penerapan Learning
dalam memahami pelajaran dan mencari solusi Cycle 5E melibatkan siswa secara aktif dalam proses
untuk menyelesaikan suatu permasalahan. pembelajaran, dan membantu mengembangkan sikap
Permasalahan yang dirancang pada LKS ilmiah siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih
bersifat kontekstual, tidak rutin, dan dalam bermakna. Sumarni (2014) berpendapat bahwa
penyelesaiannya membutuhkan pengaitan-pengaitan kemampuan koneksi matematis siswa yang
antar materi matematika, matematika dengan memperoleh pembelajaran Learning Cycle 5E lebih
disiplin ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
sehari-hari. Dengan memberikan tugas atau soal-soal konvensional.
koneksi matematis dapat melatih siswa untuk Berdasarkan hasil analisis data hasil uji coba
terbiasa mengingat materi-materi yang pernah kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan yang
dipelajari, sehingga ingatan siswa terhadap materi dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
yang dipelajari akan bertahan lama. Hal ini perangkat pembelajaran yang dikembangkan
sependapat dengan Heryani (2014) yang mengatakan memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan, dan
bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan keefektifan. Sehingga dapat dijadikan sebagai salah
soal-soal koneksi matematis tergolong rendah, hal satu alternatif bahan ajar untuk siswa SMP dalam
tersebut dikarenakan kurangnya kesempatan siswa pembelajaran materi Teorema Pythagoras.
untuk berlatih mengerjakan soal-sola koneksi Perangkat pembelajaran yang berupa RPP dan
matematis. Jika siswa jarang berlatih mengerjakan LKS bercirikan Learning Cycle 5E dapat melatih
soal-soal koneksi matematis, maka ingatan siswa siswa untuk mengerti hubungan atau keterkaitan
terhadap materi yang dipelajari tidak bertahan lama suatu materi dalam matematika dengan materi yang
sehingga siswa akan kesulitan membangun akan dipelajari. Selain itu, dengan pembelajaran
pengetahuan baru dari pengetahuan yang sudah Learning Cycle ini dapat membantu siswa untuk
dipelajari sebelumnya. belajar materi tertentu dengan memberikan
Penerapan perangkat pembelajaran tersebut keterkaitan materi yang akan dipelajari dengan dunia
berdampak pada kemampuan koneksi matematis nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarni
siswa. Berdasarkan hasil tes koneksi matematis (2014), bahwa melalui Learning Cycle 5E yaitu pada
siswa, tidak ada siswa yang memperoleh skor tahap engagement dimana guru membangkitkan
dibawah 3 dari rentang skor 0 sampai 4. Sebanyak minat siswa untuk belajar materi tertentu dengan
27 siswa mengalami peningkatan kemampuan memberikan keterkaitan materi yang akan dipelajari
koneksi matematis. Hal ini dimungkinkan karena dengan dunia nyata. Selain itu, pada tahap ini guru
siswa sudah terbiasa dengan soal-soal koneksi. membangkitkan memori siswa mengenai materi
Mereka dapat menghubungkan antar konsep dalam prasyarat untuk mempelajari materi yang akan
matematika, dapat menentukan rumus apa yang akan dipelajari. Oleh karena siswa dirangsang dan dilatih
dipakai jika dihadapkan pada soal-soal yang untuk mengaitkan suatu materi tertentu dengan
berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari, materi lain, serta mengaitkan materi yang akan
serta dapat menyelesaikan soal terkait menuliskan dipelajari dengan dunia nyata, maka kemampuan
masalah kehidupan sehari-hari ke dalam model koneksi matematis siswa dapat meningkat. Hal
matematika. Menurut Permana & Sumarmo (2007), tersebut sependapat dengan Yuniawati (2011) yang
pemahaman siswa tentang koneksi antar konsep atau mengatakan bahwa kemampuan koneksi matematis
ide-ide matematika akan memfasilitasi kemampuan dapat membuka nalar siswa untuk memahami kaitan
mereka untuk menyelesaikan masalah lain dalam ide-ide antar matematika, matematika dengan mata
matematika atau disiplin ilmu lain. pelajaran yang lain, dan antar kehidupan sehari-hari
Selain berdampak pada kemampuan koneksi sehingga siswa akan memahami setiap materi
matematis siswa, penerapan perangkat pembelajaran matematika dengan lebih baik.
yang dikembangkan dikelas juga memberikan Pembelajaran dirancang dalam bentuk diskusi
dampak lain. Perancangan perangkat pembelajaran kelompok dan diskusi kelas. Siswa mendiskusikan
bercirikan Learning Cycle 5E meningktakan dan menyelesaikan permasalahan yang ada pada
keaktifan siswa selama pembelajaran di kelas. LKS, selanjutnya guru membimbing dan
Pembelajaran yang sebelumnya berpusat pada guru mengarahkan diskusi kelas untuk mendiskusikan
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal hasil pengerjaan LKS. Diskusi kelas berlangsung
ini dikarenakan siswa tida hanya duduk diam, dengan menunjuk salah satu kelompok untuk
mendengarkan penjelasan dari guru, kemudian menjelaskan hasil diskusi mereka tentang suatu
mencatat kembali apa yang dicatat guru di papan permasalahan, sedangkan kelompok yang lain
tulis. Siswa belajar secara mandiri, bersama-sama memperhatikan dan memberikan tanggapan atas
dengan teman kelompoknya untuk memahami jawaban tersebut. Adanya kegiatan diskusi
144. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

kelompok dapat memberikan kesempatan kepada Berdasarkan hasil analisis data hasil uji coba
siswa untuk belajar secara bermakna yang kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan yang
selanjutnya dapat meningkatkan kemampuan dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
pemahaman konsep matematika. Hal ini sesuai perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dengan pendapat Mediatati (2012) yang menjelaskan memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan, dan
salah satu pembelajaran yang berpeluang besar dapat keefektifan. Sehingga dapat dijadikan sebagai salah
meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa satu alternatif bahan ajar untuk siswa SMP dalam
adalah dengan menerapkan pembelajaran dimana pembelajaran materi Teorema Pythagoras.
siswa diberikan tugas untuk diselesaikan dalam Berdasarkan catatan pada saat uji coba
kelompok. Menurutnya, interaksi tatap muka lapangan menunjukkan adanya kelebihan dan
memudahkan siswa untuk saling bertukar pikiran kekurangan dari perangkat pembelajaran yang
dalam memahami pelajaran dan mencari solusi dikembangkan. Adapun kelebihan perangkat
untuk menyelesaikan suatu permasalahan. pembelajaran yang telah dikembangkan antara lain:
Permasalahan yang dirancang pada LKS 1. Langkah pembelajaran dalam RPP yang disusun
bersifat kontekstual, tidak rutin, dan dalam secara terperinci sesuai dengan tahap-tahap
penyelesaiannya dibutuhkan pengaitan-pengaitan Learning Cycle 5E, sehingga mempermudah guru
antar materi matematika, matematika dengan model dalam melaksanakan pembelajaran. Hal
disiplin ilmu lain, dan dengan kehidupan sehari-hari. ini berdasarkan respon positif yang diberikan
Dengan memberikan tugas atau soal-soal koneksi oleh guru model dimana guru tersebut merasa
matematis dapat melatih siswa untuk terbiasa mudah dalam menerapkan perangkat
mengingat materi-materi yang pernah dipelajari, pembelajaran.
sehingga ingatan siswa terhadap materi yang 2. Aktivitas-aktivitas yang dirancang mampu
dipelajari akan bertahan lama. Hal ini sependapat menciptakan suasana belajar yang
dengan Heryani (2014) yang mengatakan bahwa menyenangkan. Hal ini dibuktikan dengan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal adanya peningkatan aktivitas siswa dalam setiap
koneksi matematis tergolong rendah, hal tersebut pertemuan.
dikarenakan kurangnya kesempatan siswa untuk 3. Permasalahan-permasalahan yang dirancang
berlatih mengerjakan soal-sola koneksi matematis. dalam LKS mampu membantu siswa untuk
Jika siswa jarang berlatih mengerjakan soal-soal terbiasa menyelesaikan soal-soal koneksi
koneksi matematis, maka ingatan siswa terhadap matematis, serta mampu membantu siswa untuk
materi yang dipelajari tidak bertahan lama sehingga memahami materi Teorema Pythagoras. Hal ini
siswa akan kesulitan membangun pengetahuan baru terlihat berdasarkan hasil unjuk kerja siswa yang
dari pengetahuan yang sudah dipelajari sebelumnya. meningkat pada setiap pertemuannya.
Selain berdampak pada kemampuan koneksi 4. Aktivitas dalam pembelajaran memungkinkan
matematis siswa, penerapan perangkat pembelajaran siswa untuk terlibat dalam interaksi sosial dengan
yang dikembangkan dikelas juga memberikan teman sebaya, sehingga meningkatkan motovasi
dampak lain. Perancangan perangkat pembelajaran siswa untuk belajar. Hal tersebut terlihat dengan
bercirikan Learning Cycle 5E meningktakan adanya partisipasi aktif pada saat diskusi
keaktifan siswa selama pembelajaran di kelas. kelompok maupun diskusi kelas.
Pembelajaran yang sebelumnya berpusat pada guru Adapun kekurangan penerapan pembelajaran
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal Learning Cycle 5E ini sebagai berikut:
ini dikarenakan siswa tida hanya duduk diam, 1. Dalam melaksanakan pembelajaran memerlukan
mendengarkan penjelasan dari guru, kemudian pengolahan kelas yang lebih terencana dan
mencatat kembali apa yang dicatat guru di papan terorganisasi. Hal ini berdasarkan komentar/
tulis. Siswa belajar secara mandiri, bersama-sama saran yang dituliskan salah satu observer pada
dengan teman kelompoknya untuk memahami salah satu pertemuan, bahwa kontrol guru dalam
pelajaran. Menurut Cohen dan Clough (dalam diskusi kelompok masih kurang.
Fajaroh dan Dasna, 2004), penerapan Learning 2. Pengerjaan kegiatan dalam LKS memerlukan
Cycle 5E melibatkan siswa secara aktif dalam proses waktu dan tenaga yang lebih banyak karena
pembelajaran, dan membantu mengembangkan sikap adanya kegiatan diskusi kelas dalam setiap tahap
ilmiah siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih pembelajaran. Hal tersebut berdasarkan hasil
bermakna. Sumarni (2014) berpendapat bahwa unjuk kerja siswa dalam LKS yang terkadang
kemampuan koneksi matematis siswa yang belum tuntas.
memperoleh pembelajaran Learning Cycle 5E lebih 3. Penggunaan bahasa dan simbol yang digunakan
baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dalam LKS kurang mudah dipahami, sehingga
konvensional. siswa mengalami kesulitan dalam memahami
kalimat dalam setiap kegiatan. Hal tersebut
Sitaresmi, dkk. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Melalui Pembelajaran…, 145

berdasarkan komentar/ saran yang dituliskan oleh alternatif pembelajaran di jenjang SMP sebagai
observer, dimana dalam salah satu kegiatan upaya untuk meningkatkan kemampuan koneksi
diskusi kelompok siswa sering bertanya pada matematis siswa.
guru model tentang maksud dari pertanyaan yang b. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru agar
dituliskan. benar-benar memahami dan menguasai materi
dan langkah pembelajaran yang telah dirancang.
PENUTUP c. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran,
diharapkan guru lebih bersungguh-sungguh dan
Kesimpulan aktif dalam pengelolaan kelas, terutama pada saat
Perangkat pembelajaran bercirikan Learning pembagian kelompok dilakukan secara merata
Cycle 5E pada materi Teorema Pythagoras kelas dengan kemampuan siswa yang heterogen.
VIII memiliki karakteristik diantaranya, (1)
Perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS DAFTAR RUJUKAN
memenuhi kriteria valid, karena perangkat
pembelajaran telah sesuai dalam mengimplemen- Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi
tasikan pembelajaran learning Cycle 5E pada materi Anak Kesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Teorema Pythagoras. Ini terlihat dari hasil analisis Cipta.
data kevalidan RPP dan LKS masing-masing Fajaroh, F & Dasna, I. W. 2004. Penggunaan Model
diperoleh rata-rata keseluruhan aspek 𝑉̅𝑡 = 3,38 dan Pembelajaran Learning Cycle untuk
𝑉̅𝑡 = 3,18. Berdasarkan kriteria kevalidan, RPP dan Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil
LKS dapat dinyatakan valid dengan revisi atas saran/ belajar Kimia Zat Aditifdalam Bahan
komentar validator, (2) Perangkat pembelajaran Makanan pada Siswa Kelas II SMU Negeri 1
memenuhi kriteria keprakrisan, karena perangkat Tumpang-Malang. Jurnal Pendidikan dan
pembelajaran mudah digunakan, guru model Pembelajaran. Vol 11 (2), 112-122.
mempertimbangkan untuk menggunakannya Heryani, Y. 2014. Peningkatan Kemampuan
kembali dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, Koneksi dan Komunikasi Matematik Melalui
Berdasarkan hasil analisis data observasi aktivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
guru, diperoleh rata-rata keseluruhan indikator 𝑃̅𝑡 = pada Peserta Didik SMK Negeri di kabupaten
3,28. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, Kuningan. Jurnal Pendididkan dan Keguruan.
keterlaksanaan perangkat pembelajaran (aktivitas Vol. 1, No. 1.
guru) masuk dalam kategori baik. Oleh karena itu, Hobri. 2010. Metodologi Penelitian Pengembangan
perangkat pembelajaran yang dikembangkan (Aplikasi pada Penelitian Pendidikan
memenuhi kriteria kepraktisan, (3) Perangkat Matematika). Jember: Pena Salsabila.
pembelajaran memenuhi kriteria efektif, karena Iskandar, Srini Murtinah. 2010. Strategi
perangkat pembelajaran dapat meningkatkan Pembelajaran Konstruktivistik dalam Kimia.
kemampuan koneksi matematis siswa sesuai dengan Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
tujuan awal pengembangan produk, aktivitas siswa Kusuma, I.L. 2011. Implementasi Model
selama proses pembelajaran sangat baik, serta hasil Pembelajaran Learning Cycle “5E” untuk
unjuk kerja siswa dalam LKS baik. Berdasarkan Meningkatkan Pemahaman Konsep
hasil analisis data observasi aktivitas siswa, Matematika Siswa SMP N 4 Sewon Kelas
diperoleh rata-rata keseluruhan indikator 𝐴̅𝑡 = 3,19, VIIIA”. UNY: tidak diterbitkan. (Online).
sehingga tingkat keaktifan siswa termasuk dalam http://eprints.uny.ac.id/1854/ (diakses tanggal
kategori tinggi. Untuk skor unjuk kerja siswa dalam 12 Juni 2015).
LKS mencapai rata-rata 𝑈 ̅𝑡 = 3,58. Berdasarkan Lorsbach, A. W. 2002. The Learning Cycle as A tool
kriteria unjuk kerja siswa dalam LKS ini termasuk for Planning Science Instruction. (Online)
dalam kategori baik. Selain itu, sebanyak 27 siswa http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/2
(≥ 70%) mengalami peningkatan kemampuan 57lrcy.html (diakses tanggal 3 Desember
koneksi matematis. Berdasarkan kriteria keefektifan, 2014).
maka perangkat pembelajaran memenuhi kriteria Mediatati, N. 2012. Penerapan Model Pembelajaran
keefektifan. Kooperatif Tipe Learning Together untuk
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar
Saran Siswa Kelas X B pada Mata Pelajaran PKN di
Peneliti memberikan saran- saran untuk SMK PGRI II Salatiga. Jurnal Satya Widya.
meningkatkan kualitas produk, diantaranya : Vol. 28, No. 1.
a. Pembelajaran matematika menggunakan NCATE/NCTM Program Standards. 2003.
perangkat pembelajaran bercirikan Learning Programs for Initial Preparation of
Cycle 5E hendaknya dijadikan sebagai salah satu
146. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Mathematics Teachers. (Online) http://www http://jurnal.upi.edu, (diakses tanggal 18


(diakses tanggal 23 Februari 2015). November 2011).
NCTM. 2000. Principles and Standard for School Sumarni. 2014. Penerapan Learning Cycle 5E
Mathematics. United States: Reston, VA Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi
Author. dan Komunikasi Matematika Serta Self-
Plomp, T. 2007. Educational design-based research: Regulated Learning Matematika Siswa. Tesis
An introduction. An Introduction to UPI: tidak diterbitkan. (Online).
Educational Design-based research. respository.upi.edu (diakses tanggal 9 Oktober
Prosiding disajikan dalam seminar di East 2015)
China Normal University, Shangai, China, The Ontario Curriculum, Grades 1-8: Mathematics.
23-26 November 2007: SLO Netherlands 2005. (Online) http://www.edu.gov.on.ca.
Institute for Curriculum Development. (diakses tanggal 17 Maret 2015).
Purniati, Tia, Yulianti, Kartika, dan Sispiyati, Ririn. Yuniawati. 2011. Penerapan Pembelajaran
2009. Penerapan Model Siklus Belajar Untuk Matematika dengan Strategi REACT untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Meningkatkan kemampuan Koneksi dan
Mahasiswa Pada Kapita Seleksta Representasi Matematik Siswa Sekolah
Matematika. Jurnal Penelitian, 9 (1). (Online), Dasar. Edisi Khusus no. 2.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MENGGUNAKAN
GEOGEBRA PADA MATAKULIAH MATEMATIKA DASAR II

Syaiful Hamzah Nasution

Jurusan Matematika, Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang


syaiful.hamzah.fmipa@um.ac.id

Abstract: In the course of Basic Mathematics II with topic transformation of the graph y=sin x and y=cos
x in the form y = A sin (Bx + C) + D or y = A cos(Bx + C) + D, student tended to memorize formulas.
Most students do not conduct investigations or make simulations about the effect of A, B, C, and D
coefficients in the general form of the trigonometric equation y=A sin(Bx+C)+D or y=A cos(Bx + C)+D.
Hence, Student do not understand the effect of A, B, C, and D coefficients in the general form of
trigonometry equation. The purpose of this study was to describe the cooperative learning model using
GeoGebra software in the course of Basic Mathematics II. This study focused in topic transformation of
the graph y=sin x and y = cos x in y=A sin(Bx+C)+D form or y = A cos(Bx+C)+D form, and in topic
trigonometry identity. The result shown that implementation of cooperatice learning model using
GeoGebra improve student understanding, and encourages student to express ideas and make
conclusions based on observation and simulation.

Keywords: cooperative learning, GeoGebra, basic mathematics II.

Abstrak: Dalam perkuliahan Matematika Dasar II pada materi transformasi grafik y = sin x dan y = cos x
dalam bentuk y = A sin (Bx + C) + D atau dalam bentuk y = A cos(Bx + C) + D serta pada materi
identitas trigonometri, mahasiswa cenderung menghafal rumus. Sebagian besar mahasiswa tidak
melakukan investigasi atau simulasi tentang pengaruh A, B, C dan D pada bentuk umum persamaan
trigonometri y = A sin(Bx + C) + D atau y = A cos(Bx + C)+ D serta pada materi identitas trigonometri.
Hal ini berakibat mahasiswa kurang memahami pengaruh A, B, C dan D pada bentuk umum persamaan
trigonometri tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan model pembelajaran kooperatif
menggunakan software GeoGebra pada matakuliah Matematika Dasar II. Fokus penelitian ini pada materi
transformasi grafik y = sin x dan y = cos x dalam bentuk y = A sin (Bx+C)+D atau dalam bentuk y=A
cos(Bx+C)+D serta pada materi identitas trigonometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif menggunakan GeoGebra meningkatkan pemahaman mahasiswa,
mendorong mahasiswa untuk melakukan pengamatan dan simulasi, dan mendorong mahasiswa untuk
menyampaikan ide dan membuat kesimpulan berdasarkan pengamatan dan simulasi.

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif, GeoGebra, Matematika Dasar II.

Matakuliah Matematika Dasar II merupakan persamaan trigonometri y  A sin( Bx  C )  D atau


matakuliah wajib bagi mahasiswa S1 Pendidikan y  A cos( Bx  C )  D .Hal ini berakibat mahasiswa
Matematika di Jurusan Matematika Universitas
kurang memahami pengaruh A, B, C, dan D pada
Negeri Malang. Fokus utama matakuliah ini adalah
bentuk umum persamaan trigonometri tersebut.
membahas konsep trigonometri dan penerapannya.
Mahasiswa memperoleh hasil yang kurang
Matakuliah Matematika Dasar II memiliki beban 3
memuaskan ketika menyelesaikan soal yang
sks dengan 3 js.
Berdasarkan pengalaman peneliti selama berkaitan dengan transformasi grafik y  sin x atau
mengampu matakuliah Matematika Dasar II y  cos x dalam bentuk y  A sin( Bx  C )  D atau
diperoleh informasi bahwa selama mempelajari dalam bentuk y  A cos( Bx  C )  D , Selain itu,
materi transformasi grafik y  sin x dan y  cos x pada materi identitas trigonometri, mahasiswa juga
dalam bentuk y  A sin( Bx  C )  D atau dalam cenderung untuk menghafal rumus identitas
bentuk y  A cos( Bx  C )  D , mahasiswa cende- trigonometri tanpa melakukan investigasi atau
simulasi terhadap beberapa identitas trigonometri.
rung menghafal pengaruh A, B, C, dan D terhadap
Hal ini menyebabkan mahasiswa seringkali kesulitan
grafik fungsi y  sin x atau y  cos x . Dalam
untuk menyelesaikan soal terkait masalah identitas
pembelajaran, sebagian besar mahasiswa tidak trigonometri.
melakukan investigasi atau simulasi tentang Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti
pengaruh A, B, C, dan D pada bentuk umum mempunyai ide untuk mendesain pembelajaran

147
148. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

dengan melibatkan diskusi secara aktif antar Dasar II. Penelitian ini dibatasi pada materi
mahasiswa. Selain itu peneliti membuat lembar kerja transformasi grafik fungsi y  sin x atau y  cos x
yang didesain untuk mencatat hasil visualisasi dan dalam bentuk y  A sin( Bx  C )  D atau dalam
simulasi tentang pengaruh A, B, C, dan D pada bentuk y  A cos( Bx  C )  D dan identitas trigono-
grafik fungsi trigonometri y  A sin( Bx  C )  D .
metri.
Untuk membuat visualisasi dan simulasi tersebut
dibutuhkan software GeoGebra. Oleh karenanya, METODE
peneliti mendesain pembelajaran dengan meng-
gunakan model pembelajaran kooperatif. Tujuan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.
menerapkan model pembelajaran ini adalah untuk Peneliti menggambarkan penerapan pembelajaran
memberikan kesempatan kepada mahasiswa kooperatif menggunakan GeoGebra untuk mening-
melakukan diskusi dengan teman sekelompok. katkan pemahaman mahasiswa pada matakuliah
Pemilihan software GeoGebra karena software ini Matematika Dasar II dengan materi transformasi
mampu memberikan visualisasi dan simulasi yang grafik fungsi y  sin x atau y  cos x dalam bentuk
baik. Selain itu GeoGebra mudah digunakan. y  A sin( Bx  C )  D atau y  A cos( Bx  C )  D
Menurut Hamdani (2011:30), pembelajaran
kooperatif diterapkan strategi belajar dengan dan identitas trigonometri. Penelitian ini dilakukan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil, pada mahasiswa kelas CZ Program Studi Pendidikan
yang tingkat kemampuannya berbeda. Saat Matematika FMIPA UM semester gasal 2015/2016.
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota Instrumen penelitian dalam penelitian ini
kelompok harus saling bekerjasama dan saling sebagai berikut: (1) peneliti sebagai instrumen
membantu untuk memahami materi pelajaran. utama, (2) lembar kerja mahasiswa, disusun sebagai
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan panduan saat mahasiswa menggunakan GeoGebra,
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok (3) Rubrik penilaian unjuk kerja yang dikembangkan
belum menguasai bahan pelajaran. Johnson & ber-dasarkan indikator sebagai berikut: (a) menun-
Johnson (1994:278) me-nyatakan bahwa tujuan jukkan pemahaman terhadap masalah, (b) menun-
pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan jukkan kemampuan mem-buat kesimpulan, (c) me-
belajar pebelajar untuk peningkatan prestasi nunjukkan kemampuan komunikasi, dan (d) mampu
akademik dan pemahaman baik secara individu menyelesaikan masalah, (4) pedoman wawancara.
maupun secara kelompok. Instrumen ini dikembangkan untuk memperoleh data
Hohenwarter dan Fuchs (2004) menyatakan tentang pendapat atau komentar mahasiswa
GeoGebra adalah software geometri interaktif yang terhadapa peneraan pembelajaran kooperatif
menawarkan kemungkinan memasukkan persamaan menggunakan GeoGebra, dan (5) angket. Data
aljabar secara langsung. Software GeoGebra diperoleh melalui observasi, hasil pekerjaan
mendorong pebelajar untuk mempelajari matematika mahasiswa, angket dan wawancara.
melalui eksperimen. Dengan GeoGebra sangat Data yang diperoleh dari observasi adalah
mungkin untuk mengamati parameter dari suatu data yang berhubungan dengan fokus masalah, yaitu
persamaan. GeoGebra sangat bermanfaat sebagai data tentang penerapan model pembelajaran
media pembelajaran matematika dengan beragam kooperatif menggunakan GeoGebra matakuliah
aktivitas sebagai berikut: (1) sebagai media Matematika Dasar II. Data hasil pekerjaan
demonstrasi dan visualisasi, (2) sebagai alat bantu mahasiswa diperoleh dari lembar kerja mahasiswa.
konstruksi, dan (3) sebagai alat bantu proses Data tentang respon mahasiswa terhadap
penemuan. pembelajaran kooperatif meng-gunakan GeoGebra
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh melalui angket dan wawancara.
Nasution (2012), belajar kooperatif dapat Teknik analisis data yang digunakan adalah
mendorong siswa berdiskusi untuk memahami suatu analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif yang
konsep dan memecahkan masalah yang diberikan meliputi analisis hasil jawaban lembar kerja, keter-
secara bersama sama. Dalam menyelesaikan tugas laksanaan pembelajaran dengan model kooperatif
kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling menggunakan GeoGebra.
bekerjasama dan saling membantu untuk memahami
HASIL DAN PEMBAHASAN
materi pelajaran. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Widyaningrum dan Murwanintyas Tahap Persiapan
(2012), penggunaan GeoGebra dapat meningkatkan Pada tahap ini peneliti menyiapkan instrumen
motivasi dan hasil belajar. penelitian dan hal yang dibutuhkan saat penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menerap- Pada tahap ini peneliti menyusun soal pretes,
kan model pembelajaran kooperatif menggunakan melakukan pretes, menyusun kelompok berdasarkan
software GeoGebra pada matakuliah Matematika
pretes, menyusun lembar kerja mahasiswa dan mahasiswa dari 26 total mahasiswa kelas CZ. Hasil
media dengan menggunakan GeoGebra, menyusun dari pretes selain untuk mendapat gambaran
rubrik penilaian unjuk kerja, menyusun pedoman penguasaan materi prasyarat, juga dijadikan sebagai
wawancara, dan angket. Dibutuhkan waktu lima hari bahan masukan untuk membagi kelompok. Dari total
dalam tahap persiapan. 26 mahasiswa dibagi menjadi 7 kelompok. Satu
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti kelompok terdiri dari 4 – 5 mahasiswa dengan
menyusun dan melakukan pretes. Pretes ini kemampuan yang bervariasi berdasarkan hasil
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang pretes.
penguasaan materi prasyarat. Pretes diikuti oleh 25

Gambar 1. File Kegiatan 2.gbb yang dikembangkan menggunakan GeoGebra.

Setelah pretes dilakukan peneliti menyusun adalah mahasiswa dapat membuktikan identitas
instrumen penelitian. Peneliti menyusun lembar trigonometri dan menyelesaikan masalah yang
kerja mahasiswa 1 (LKM1) dengan materi berkaitan dengan persamaan trigonometri.
transformasi grafik fungsi sinus dan lembar kerja
mahasiswa 2 (LKM2) dengan materi transformasi Tahap Pelaksanaan Penelitian
grafik fungsi kosinus serta lembar kerja mahasiswa 3 Setelah instrumen penelitian selesai dibuat,
(LKM3) dengan materi identitas dan persamaan dilakukan pelaksanaan penelitian. Pelaksanaan
trigonometri. Selain itu peneliti juga membuat media penelitian dilakukan dalam 4 kali pertemuan.
menggunakan GeoGebra. Media yang dibuat diberi Pertemuan 1 untuk materi transformasi grafik fungsi
nama file kegiatan 2.ggb, file kegiatan 3.gbb, dan y sin x dalam bentuk y A sin( Bx C ) D ,
file kegiatan 4.gbb digunakan dalam LKM1. File pertemuan 2 untuk materi transformasi grafik fungsi
kegiatan 6.gbb, file kegiatan 7.ggb dan file kegitan y  cos x dalam bentuk y  A cos( Bx  C )  D , per-
8.gbb digunakan dalam LKM2. Contoh file kegiatan temuan 3 untuk materi identitas trigonometri dan
2.gbb dapat dilihat di Gambar 1. Bentuk file pertemuan 4 untuk tes.
kegiatan 3, 4, 6, 7 dan 8 serupa dengan file kegiatan
2.gbb. Sedangkan file grafik.pdf yang dibuat dengan Pertemuan 1
GeoGebra digunakan dalam LKM3. Sumber belajar Sebelum pertemuan pertama dimulai, peneliti
lain untuk mahasiswa adalah buku Algebra and telah membagi mahasiswa menjadi 7 kelompok.
Trigonometry edisi keempat yang ditulis oleh Tiap kelompok terdiri dari 4 – 5 mahasiswa.
Beecher, Penna, dan Bitinger. Penentuan jumlah mahasiswa dalam satu kelompok
Tujuan dan kegiatan pembelajaran dalam mengacu pada pendapat Slavin (1995). Ketika
LKM1 dan LKM2 adalah dengan menggunakan memulai pembelajaran, peneliti memberikan
software GeoGebra, mahasiswa mengamati dan apersepsi dan menjelaskan tujuan pembelajaran,
membuat kesimpulan tentang transformasi dari yakni transformasi grafik y  sin x dalam bentuk
grafik fungsi sinus (LKM1) dan kosinus (LKM2). y  A sin( Bx  C )  D. Setelah menyampaikan tujuan
Tujuan dan kegiatan pembelajaran dalam LKM3
pembelajaran, peneliti meminta mahasiswa untuk

149
150. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

berkumpul dalam kelompok. Kemudian peneliti didiskusikan dengan sesama anggota kelompok
memberikan LKM1, file kegiatan 2.gbb, file kemudian dicatat pada LKM1. Selama pembelajaran
kegiatan 3.gbb, dan file kegiatan 4.gbb. Kemudian berlangsung, peneliti sebagai dosen memantau
peneliti meminta mahasiswa untuk membuka file jalannya diskusi dengan mengunjungi tiap kelompok
kegiatan 2.gbb, file kegiatan 3.gbb, dan file kegiatan untuk melihat hasil diskusi kelompok. Selama
4.gbb dengan menggunakan GeoGebra. Setelah file diskusi berlangsung, peneliti juga memberikan
dibuka, peneliti menjelaskan secara singkt scafolding bagi kelompok yang memang
bagaimana cara menggunakan file kegiatan 2, 3, dan memerlukan petunjuk atau arahan dalam
4 dengan GeoGebra. Setelah penjelasan singkat menyelesaikan masalah pada LKM1. Kegiatan
berakhir, peneliti meminta mahasiswa untuk diskusi kelompok dapat dilihat pada Gambar 2.
melakukan diskusi. Pada saat pembelajaran berlangsung, maha-
LKM1 terdiri dari lima kegiatan. Pada siswa tidak mengalamai kesulitan mengoperasikan
kegiatan 1 mahasiswa diminta untuk GeoGebra. Hal ini karena GeoGebra mudah diguna-
menggambarkan grafik fungsi sinus dengan domain kan. Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan
[-4π, 4π]. Pada kegiatan 2, mahasiswa diminta untuk GeoGebra dalam kelas adalah ketersediaan aliran
mengamati pengaruh nilai A dari grafik fungsi listrik yang memadai. Jika menggunakan laborato-
y  A sin x terhadap y  sin x . Pada kegiatan 3 rium, maka harus diperhatikan masalah ketersediaan
mahasiswa diminta untuk mengamati pengaruh nilai listrik apabila padam. Saat pembelajaran, mahasiswa
B dari grafik fungsi y  sin Bx. Pada kegiatan 4 menggunakan laptop, sehingga apabila listrik
mahasiswa di-minta untuk mengamati pengaruh C padam, tidak mengganggu pembelajaran.
Setelah diskusi selesai, peneliti memberikan
pada grafik fungsi y  sin( x  C ). Pada kegiatan 5
kesempatan kepada mahasiswa untuk menyajikan
mahasiswa diminta untuk mengamati pengaruh D hasil diskusi kelompok. Tidak semua kelompok
pada grafik fungsi y  sin x  D. Setelah menyajikan hasil diskusinya, hanya beberapa
menyelesaikan lima kegiatan tersebut mahasiswa kelompok yang menyajikan hasil diskusi. Kelompok
diminta membuat kesimpulan secara umum tentang lain menyimak dan memberikan tanggapan apabila
pengaruh A, B, C, dan D pada transformasi grafik ada kesimpulan yang berbeda dengan kelompok
y  sin x dalam bentuk y  A sin( Bx  C )  D. yang menyajikan hasil diskusi. Dari hasil penyajian
Selama pembelajaran berlangsung terlihat kelompok, diperoleh informasi bahwa mahasiswa
mahasiswa aktif dalam diskusi kelompok. Mereka memahami dengan baik tentang pengaruh koefisien
mengamati dengan serius visualisasi dan simulasi A, B, C , dan D pada transformasi grafik fungsi
melalui GeoGebra. Hasil yang diperoleh melalui y  sin x ke dalam bentuk y  A sin( Bx  C )  D .
visualisasi dan simulasi menggunakan GeoGebra

Gambar 2. Kegiatan diskusi kelompok.


Nasution, Model Pembelajaran Kooperatif Menggunakan GeoGebra…, 151

Hasil jawaban mahasiswa pada LKM1 bentuk y  A sin( Bx  C )  D . Semua kelompok


menunjukkan bahwa mahasiswa memahami dengan memberi-kan jawaban yang benar. Gambar 3 berikut
baik tentang pengaruh koefisien A, B, C , dan D meru-pakan scan lembar jawaban salah satu
pada transformasi grafik fungsi y  sin x ke dalam kelompok.

Gambar 3. Scan kesimpulan secara umum dari salah satu kelompok pada LKM1

Pertemuan 2 secara umum tentang pengaruh A, B, C, dan D pada


Kegiatan pembelajaran pada pertemuan 2 transformasi grafik y  cos x dalam bentuk
tidak jauh berbeda dengan kegiatan pembelajaran y  A cos( Bx  C )  D.
pada pertemuan 1. Peneliti membagi kelompok Dari pertemuan 2 terlihat bahwa mahasiswa
seperti pada pertemuan 1. Ketika memulai terampil dalam menggunakan GeoGebra dan terlibat
pembelajaran, peneliti memberikan apersepsi dan aktif dalam diskusi kelompok. Mahasiswa tidak
menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni merasa canggung dalam menyampaikan pendapat
transformasi grafik y  cos x dalam bentuk baik dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas.
y  A cos( Bx  C )  D. Setelah menyampaikan Dari hasil pekerjaan mahasiswa pada LKM2
tujuan pembelajaran, peneliti meminta mahasiswa diperoleh informasi bahwa mahasiswa memahami
untuk berkumpul dalam kelompok. Kemudian dengan baik materi transformasi grafik y  cos x ke
peneliti memberikan LKM2, file kegiatan 6.gbb, file dalam bentuk y  A cos( Bx  C )  D.
kegiatan 7.gbb, dan file kegiatan 8.gbb. Peneliti
tidak perlu lagi memberikan penjelasan tentang cara Pertemuan 3.
penggunaan GeoGebra karena pada pertemuan 1 Pertemuan 3 membahas tentang identitas
mahasiswa tidak mengalami kesulitan untuk trigonometri. Pada pertemuan ini, pembagian
menggunakan GeoGebra. kelompok tetap seperti pada pertemuan 1 dan per-
LKM2 terdiri dari lima kegiatan. Pada temuan 2. Ketika memulai pembelajaran, peneliti
kegiatan 1 mahasiswa diminta untuk menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni identitas
menggambarkan grafik fungsi kosinus dengan trigonometri. Setelah menyampaikan tujuan
domain [-4π, 4π]. Pada kegiatan 2, mahasiswa pembelajaran, peneliti meminta mahasiswa untuk
diminta untuk mengamati pengaruh nilai A dari berkumpul dalam kelompok. Kemudian peneliti
grafik fungsi y  A cos x terhadap y  cos x . Pada memberikan LKM3 beserta file grafik.pdf sebagai
kegiatan 3 mahasiswa di-minta untuk mengamati file panduan LKM3. File grafik.pdf memuat
pengaruh nilai B dari grafik fungsi y  cos Bx. beberapa gambar grafik fungsi trigonometri yang
Pada kegiatan 4 mahasiswa di-minta untuk dibuat dengan menggunakan GeoGebra. Gambar 4
mengamati pengaruh C pada grafik fungsi adalah salah satu halaman dari file grafik.pdf.
y  cos( x  C ). Pada kegiatan 5 mahasiswa diminta LKM3 terdiri dari 8 kegiatan. Pada kegiatan
1, mahasiswa diminta untuk mendata grafik pada file
untuk mengamati pengaruh D pada grafik fungsi
grafik.pdf yang memiliki kesamaan. Hasil tersebut
y  cos x  D. Setelah menyelesaikan lima kegiatan
kemudian ditulis mahasiswa pada kegiatan 1 LKM
tersebut mahasiswa diminta membuat kesimpulan 3. Pada kegiatan 2, kegiatan 3, kegiatan 4, kegiatan
152. JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

5, kegiatan 6, kegiatan 7, dan kegiatan 8, mahasiswa Mahasiswa terlibat aktif dalam diskusi
diminta untuk membuktikan identitas trigonoetri kelompok. Tidak ada kendala untuk menjawab
yang diberikan. Dalam membuktikan identitas masalah yang disajikan di kegiatan pada LKM3.
trigonometri tersebut, mahasiswa dipandu langkah Mahasiswa dapat membuktikan identitas trigono-
demi langkah. metri yang ada pada LKM3.

Gambar 4. Gambar grafik fungsi trigonometri pada file grafik.pdf.

Pertemuan 4. model pembelajaran kooperatif, mahasiswa dapat


Pada pertemuan 4 dilakukan tes. Materi tes berdiskusi antar sesama anggota kelompok.
meliputi transformasi grafik y  sin x atau y  cos x Mahasiswa dapat dengan mudah menyampaikan
dalam bentuk y  A sin( Bx  C )  D atau dalam pendapat, ide atau saran tanpa merasa canggung.
bentuk y  A cos( Bx  C )  D dan identitas trigono- SIMPULAN DAN SARAN
metri. Tes diikuti oleh 26 mahasiswa. Jumlah soal Simpulan.
tes adalah lima butir dengan alokasi waktu 100 Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai
menit. Hasil tes disajikan pada Tabel 1. berikut: (1) penerapan pembelajaran kooperatif
Tabel 1. Hasil tes mahasiswa. dapat mendorong mahasiswa untuk melakukan
Nilai Angka (x) Huruf Jumlah Mahasiswa diskusi, menyampaikan ide atau pendapat, dan
x ≥ 85 A 7 mengurangi rasa canggung atau malu dalam
80 ≤ x < 85 A- 9 berpendapat (2) penggunaan software GeoGebra
75 ≤ x < 80 B+ 4 dapat memberikan visualisasi dan simulasi yang
70 ≤ x < 75 B 3 baik untuk materi transformasi grafik fungsi
65 ≤ x < 70 B- 2 y  sin x atau y  cos x ke dalam bentuk
60 ≤ x < 65 C+ 1 y  A sin( Bx  C )  D atau ke dalam bentuk
55 ≤ x < 60 C 0
y  A cos( Bx  C )  D dan pada materi identitas
40 ≤ x < 55 D 0
0 ≤ x < 40 E 0 trigonometri, (3) dengan adanya model
pembelajaran kooperatif menggunakan GeoGebra,
Hasil Wawancara dengan Mahasiswa mahasiswa dapat membuat kesimpulan berdasarkan
Setelah pembelajaran berakhir, peneliti me- hasil pengamatan dan simulasi, (4) pemahaman
lakukan wawancara ke beberapa mahasiswa. Dari mahasiswa terhadap materi rata rata meningkat, dan
hasil wawancara diperoleh informasi bahwa secara (5) dari hasil wawancara dengan mahasiswa, respon
umum mahasiswa merespon baik pembelajaran mahasiswa terhadap pembelajaran kooperatif
kooperatif menggunakan GeoGebra. Mahasiswa menggunakan GeoGebra baik. Mahasiswa terbantu
merasa terbantu dengan adanya visualisasi dan dengan simulasi yang ditampilkan oleh GeoGebra
simulasi menggunakan GeoGebra. Dengan adanya ketika melakukan diskusi kelompok.
Nasution, Model Pembelajaran Kooperatif Menggunakan GeoGebra…, 153

Saran Johnson, D.W. dan Johnson, R.T. 1994. Learning


Model pembelajaran kooperatif menggunakan Togother and Alone: Cooperative, Compe-
GeoGebra dapat dijadikan sebagai alternatif dalam titive, and Individualistic Learning, Fourth
mengajarkan Matematika Dasar II. Dalam meng- Edition. Massachusets: Allyn & Bacon
gunakan GeoGebra, sebaiknya satu laptop atau Nasution, Syaiful Hamzah. 2012. Penerapan Pem-
komputer digunakan oleh dua mahasiswa. Dalam belajaran Kooperatif Berbantuan Media
pembelajaran kooperatif, satu kelompok sebaiknya Google SketchUp 8 untuk Memahamkan
terdiri atas 4-6 mahasiswa. Konsep Jarak pada Dimensi Tigas Kelas X.
Tesis, tidak diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning: Theory,
Research and Practice 2nd Edition. Boston:
Beecher, Judith., Penna & Bitingger. 2012. Algebra Allyn and Bacon.
and Trigonometry 4th Edition. Boston: Widyaningrum, Yulia dan Enny Murwanintyas.
Pearson Education, Inc. 2012. Pengaruh Media Pembelajaran
Hamdani, 2011. Strategi Belajar Mengajar. Ban- GeoGebra terhadap Motivasi dan Hasil
dung: CV Pustaka Setia. Belajar Siswa Pada Materi Grafik Fungsi
Hohenwarter, M. & Fuchs, K. (2004). Combination Kuadrat di Kelas X SMA Negeri 2 Yogyakarta
of Dynamic Geometry, Algebra, and Calculus Tahun Pelajaran 2012/2013. Prosiding
in the Software System Geogebra. Tersedia di: Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
www.geogebra.org/publications/pecs_2004.pd Matematika FMIPA UNY.
f. Diakses: 5 Mei 2016.
.
IDENTIFIKASI POLA SISWA SMP BERDASARKAN TEORI GESTALT
Iva Nurmawanti1, Edy Bambang Irawan2, I Made Sulandra3

Universitas Negeri Malang


1ivanurmawanti@gmail.com

Abstract: Learning the patterns is an important activity in mathematics. However, many junior high
school students difficulty to identify the patterns. There are also students who are able to identify patterns
by looking at the structure of the image and then used to determine the rules.The purpose of this study to
describe the strategy of identifying patterns in the junior high school students to identify the patterns
based on Gestalt law , consist of law of proximity, law of similarity, law of closure, and the law of
continuity. The research subjects in this study were three students of seventh grade in SMPN 1
Tulungagung that identifies patterns by using different Gestalt Law. The subjects have communication
skills both written and spoken. Data collection instrument in this research is the problem of the number
pattern in the form of pictures and interview guidelines. This research is a descriptive study with
qualitative approach. The data in this study are test score and interviews. The result showed that the S1,
S2, and S3 using the law of proximity, similarity, closure, and / or continuity. Law of proximity used by S1,
S2, and S3. Law of similarity used by S1, for S3 used law of similarity and proximity in the process of
identifying patterns. S1 and S3 are also using law of closure, for S3 used law of similarity and proximity
in the process of identifying patterns. S2 used law of continuity.

Keywords: patterns identification , Gestalt theory, numbers patterns

Abstrak: Belajar dengan pola merupakan kegiatan yang penting dalam matematika. Namun siswa SMP
masih banyak yang mengalami kesulitan mengidentifikasi pola. Tetapi ada juga siswa yang mampu
mengidentifikasi pola yaitu dengan melihat struktur gambar dan selanjutnya digunakan untuk menentukan
aturannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi identifikasi pola siswa SMP dalam
mengidentifikasi pola berdasarkan hukum Gestalt yaitu kedekatan (law proximity), hukum kesamaan (law
of similarity), hukum penutupan (law of closure), dan hukum kesinambungan (continuity). Subjek
penelitian dalam penelitian ini adalah 3 siswa SMPN 1 Tulungagung kelas VIIA yang mengidentifikasi
pola dengan menggunakan Hukum Gestalt yang berbeda. Subjek dipilih yang memiliki kemampuan
komunikasi baik secara tulis maupun lisan. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah soal
tentang pola bilangan dalam bentuk gambar dan pedoman wawancara. Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan berupa hasil tes tentang pola
dan wawancara. Hasil analisis data menunjukkan bahwa S1, S2, dan S3 menggunakan hukum proximity,
similarity, closure, dan/ atau continuity. Hukum proximity digunakan S1, S2, dan S3. Hukum similarity
digunakan S1, untuk S3 menggunakam hukum similarity dan proximity dalam satu proses identifikasi
pola. S1 dan S3 juga menggunakan hukum closure, untuk S3 menggunakam hukum similarity dan
proximity dalam satu proses identifikasi pola. Hukum continuity digunakan S2.

Kata kunci: identifikasi pola, Teori Gestalt, pola bilangan.

Pola sebagai jantung dari matematika dan atau karakteristik bersama dari beberapa keadaan,
kamu dapat menemukan pola dengan mencari pada fakta, data kasus, atau kejadian. Berdasarkan pola
bentuk (shapes), bilangan (numbers), dan banyak yang diperoleh dari beberapa keadaan tersebut
benda lain (Holt, Rinehart, & Winston, 2006:1). kemudian seseorang mempunyai bahan dasar untuk
Zazkis dan Liljedahl (2002) juga menyatakan bahwa memprediksi, menduga, atau menebak adanya aturan
pola sebagai jantung dan jiwa dari matematika dan yang berlaku secara umum, sebagai pernyataan
banyak prinsip dasar matematika sekolah muncul umum (generalisasi) dari sejumlah data atau fakta.
sebagai generalisasi dari pola pada bilangan dan Barbosa, dkk (2007) menjelaskan bahwa
bentuk (shape). Guerrero and Rivera (2002) pemberian tugas untuk mengeksplorasi pola dapat
menjelaskan bahwa “pattern as a rule between the berkontribusi pada pengembangan kemampuan yang
elements of a series of mathematical objects which berhubungan dengan penyelesaian masalah,
are constructed”. Menurut Muhsetyo (2015: 110) menganalisis kasus khusus, mengorganisasi data
pola merupakan hubungan atau relasi, yaitu sifat dengan cara yang sistematis, membuat dugaan dan

154
Nasution, Model Pembelajaran Kooperatif Menggunakan GeoGebra…, 155

generalisasi. Pemberian masalah yang menantang tentang pola juga terdapat dalam kurikulum. Pada
tentang pola juga dapat meningkatkan berpikir kurikulum 2013 disebutkan bahwa siswa harus dapat
kreatif siswa dan dapat mengembangkan menggunakan pola dan generalisasi dalam
kemampuan matematika siswa (Barbosa, dkk, 2012). menyelesaikan masalah (Permendiknas, 2013). Pada
Kennedy, Tipps, dan Johnson (2008:359) juga kurikulum 2013 pola dipelajari siswa SMP di tingkat
menjelaskan bahwa menemukan dan menggunakan awal yaitu kelas VII. Di SMA siswa juga belajar
pola merupakan strategi yang penting dalam tentang pola pada materi barisan dan deret. Oleh
kehidupan, berpikir matematis, dan menyelesaikan sebab itu, materi pola pada kelas VII harus dikuasai
masalah. Oleh karena itu, pada sekolah tingkat dengan baik oleh siswa.
menengah, siswa harus sering mempunyai Namun masih ada kesulitan siswa dalam
pengalaman yang beragam dengan penalaran melakukan identifikasi. Siswa belum menemukan
matematis yang salah satunya melalui kegiatan cara yang tepat dalam menentukan aturan pola.
menguji pola dan struktur untuk menemukan Berikut contoh kesulitan yang dialami siswa pada
keteraturan (NCTM, 2000: 262). Gambar 1 berikut.
Oleh karena pola merupakan hal yang penting
dalam pembelajaran matematika di Indonesia belajar

Gambar 1. Contoh soal tentang pola

Berikut jawaban siswa yang tidak mampu kesalahan yang biasa dilakukan siswa yaitu
menyelesaikan masalah tersebut. kesalahan dalam mencari pola.
Oleh karena pola merupakan bagian dari
materi yang penting dalam pembelajaran matematika
di sekolah ada beberapa peneliti melakukan
penelitian tentang pola. Salah satunya yaitu Rivera
dan Becker (2005) dimana berdasarkan penelitian
yang dilakukan ada 23 strategi yang strategi yang
berbeda ditemukan. Strategi tersebut kemudian
diidentifikasi berdasarkan tiga jenis, (1) numerik,
yang hanya menggunakan isyarat yang didirikan dari
Untuk mendapatkan kejelasan dari pekerjaan setiap pola yang terdaftar sebagai urutan bilangan
tertulis siswa tersebut dilakukan wawancara. atau ditabulasikan dalam tabel untuk menurunkan
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa siswa aturan, (2) figural, yang hanya berlaku di
tersebut tidak mampu mencari aturan dari pola. generalisasi tugas yang menggambarkan pola
Menurut siswa ada bilangan yang tetap gambar ke-1, menggunakan diagram, dan bergantung sepenuhnya
ke-2, dan ke-3 yaitu bilangan 3. Selanjutnya ada pada isyarat visual yang didirikan langsung dari
bilangan genap yang dijumlahkan dengan 3 pada struktur figur (gambar) untuk memperoleh aturan.
masing-masing gambar. Sehingga untuk gambar ke- Selanjutnya Rivera dan Becker (2008) menemukan
4 siswa menjulahkan bilangan 3 dengan suatu strategi lain dari siswa yaitu kombinasi dari kedua
bilangan genap. Namun aturan untuk bilangan genap pendekatan numerik dan figural.
yang dijumlahkan tidak sesuai dengan aturan pada Rivera & Becker (2008) juga menyatakan
pada gambar ke-1, ke-2, dan ke-3. Sehingga siswa bahwa ada dua strategi yang digunakan siswa dalam
salah dalam menentukan banyak korek api pada menggeneralisasi pola fugral yaitu generalisasi
gambar ke-15. Hasil kesalahan siswa ini juga konstruktif dan dekonstruktif. Generalisasi
didukung oleh penelitian yang pernah dilakukan konstruktif, yang terjadi ketika pola figural yang
oleh Lian dan Idris (2006) yang neyatakan bahwa diberikan dalam tugas generalisasi dipandang
sebagai kompisisi dari gambar yang tidak tumpang
156, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

tindih dan merupakan aturan yang dinyatakan stimulus yang ada menyebabkan kita mempunyai
langsung sebagai jumlah dari beberapa sub struktur atau penafsiran bidang visual atau masalah
komponen. Generalisasi dekonstruktif, yang terjadi dengan cara tertentu dari stimulus tersebut
ketika pola figural divisualisasikan terdiri dari (Hochberg, 2010:234).
komponen yang tumpang tindih, dan aturannya
dinyatakan secara terpisah dengan menghitung METODE
setiap komponen diagram dan kemudian
mengurangkan setiap bagian yang tumpang tindih. Penelitian ini merupakan penilitian kualitatif.
Gambar berikut ini sebagai contoh dari strategi Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
konstruktif dan dekonstruktif dari siswa. bermaksud untuk memahami fenomena-fenomena
tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain,
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006). Data yang
diperoleh pada penelitian ini akan dideskripsikan
berdasarkan hasil pekerjaan siswa dari soal tentang
Gambar 2. Strategi konstruktif dalam pola, sehingga jenis penelitian ini adalah deskriptif
generalisasi pola kualitatif. Penelitian ini dilakukan di SMPN 1
Tulungagung. Subjek dalam penelitian ini adalah 3
siswa SMPN 1 Tulungagung kelas VIIA. Ketiga
siswa tersebut yang dipilih berdasarkan strategi
figural yang digunakan dalam mengidentifikasi pola.
Strategi figural yang memiliki karakteristik keempat
Hukum Gestalt. Hal ini disebabkan agar diperoleh
deskripsi kemampuan siswa menyelesaikan soal
berdasarkan keempat Hukum Gestalt tersebut.
Gambar 3. Strategi dekonstruktif dalam Tahap-tahap pengumpulan data dalam
generalisasi pola penelitian ini meliputi tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, tahap analisis data, dan penulisan
Ada strategi figural lain yang ditemukan laporan. Pada tahap persiapan, kegiatan yang
digunakan siswa dalam proses melakukan dilakukan yaitu menyusun isntrumen penelitian.
generalisasi yaitu pada saat melakukan identifikasi. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari satu soal
Identifikasi merupakan kegiatan awal dalam proses dengan gambar pada soal tersebut dapat
generalisasi. Hal ini sesuai dengan penjelasan diidentifikasi menggunakan keempat Hukum
Dyndal (2007) yang menyatakan ada empat langkah Gestalt. Selanjutnya instrumen tersebut divalidasi
dalam proses generalisasi yaitu pemodelan langsung, oleh dosen pascasarjana matematika UM.
identifikasi pola, tes pembuktian dari pola, Selanjutnya tahap pelaksanaan dilakukan dengan
menemukan aturan untuk kasus umum. Strategi memberikan soal tersebut kepada calon subjek
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. penelitian. Calon kelompok subjek tersebut adalah
41 siswa kelas VII A yang menggunakan strategi
figural dengan hukum Gestalt berbeda. Selain itu
juga dipilih yang memiliki kemampuan komunikasi
yaitu komunikasi tulis dan lisan yang baik .
Kemampuan komunikasi tulis dilihat berdasarkan
kejelasan hasil pekerjaan tertulis siswa. Sedangkan
kemampuan komunikasi lisan dipilih berdasarkan
Gambar 4. Strategi figural lain pendapat dari guru matematika siswa. Berdasarkan
kriteria pemilihan subjek tersebut terpilihlah 3
Strategi yang digunakan siswa tersebut bukan subjek yaitu S1, S2 dan S3. Selanjutnya berdasarkan
merupakan strategi konstruktif dan dekonstruktif. data hasil tes dan wawancara, data tersebut
Namun strategi tersebut jika berdasarkan Teori dianalisis. Analisis data dalam penelitian ini
Gestalt merupakan strategi penutupan (closure). dilakukan dengan menggunakan metode
Oleh sebab penelitian ini bertujuan untuk perbandingan tetap (constant comparative method)
mendeskripsiskan strategi identifikasi berdasarkan yang dikemukakan oleh Glaser dan Strauss (dalam
Teori Gestalt. Teori Gestalt merupakan ide tentang Moleong, 2014: 288). Analisis data tersebut
pengelompokan yaitu berdasarkan karakteristik
Nurmawanti, Identifikasi Pola Siswa SMP Berdasarkan Teori Gestalt, 157

meliputi: reduksi data, kategorisasi, sintesisasi, dan Berdasarkan subjek yang dipilih, S1, S2, dan
menyusun hipotesis kerja. S3 menggunakan hukum proximity, similarity,
closure, dan/ atau continuity dalam mengidentifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN pola. Berikut soal tentang pola yang digunakan
dalam penelitian ini.

Hasil pekerjaan S1 yang menggunakan mengidentifikasi aturan pola tersebut disajikan


hukum proximity, closure dan similarity dalam dalam Gambar 5.

Gambar 5. Hasil pekerjaan S1

Hukum similarity digunakan S1 untuk P : jelaskan bagaimana cara yang kamu gunakan
mengidentifikasi pola pada cara pertama dan cara untuk menentukan banyak noktah pada
kedua. Pada cara yang pertama, S1 menentukan Gambar ke-4?
aturan Gambar ke-1, ke-2, dan ke-3. Sebelum S1 S1 : dengan membuat rumus untuk polanya Bu.
menentukan aturan pada masing-masing gambar, ia P : bagaimana cara yang kamu gunakan untuk
menginterpretasikan bahwa objek-objek pada menentukan rumusnya?
barisan Gambar no 1 memiliki kesamaan. Kesamaan S1 : dengan melihat gambarnya Bu.
dari ketiga objek pada Gambar no1 tersebut adalah P : jelaskan cara yang kamu gunakan untuk
sama-sama memiliki kelompok noktah yang menentukan aturan pada masing-masing
banyaknya ada 2 dan tersusun pa ling belakang dari gambar tersebut!
masing-masing objek. Selanjutnya kesamaan S1 : pada gambar-gambar ini (menunjuk
tersebut digunakan oleh S1 sebagai acuan untuk jawabannya) memiliki dua-dua ini kan Bu.
menentukan aturan pada masing-masing gambar. Nah dua noktah yang dibelakang ini dijadikan
Berikut cuplikan hasil wawancara dengan S1 yang acuan untuk menentukan aturannya. Untuk
merupakan penjelasan cara pertama tersebut. gambar pertama kan ada dua kotak ini yang
158, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

depan 1 dan yang belakang 2. Jadi aturannya penyusun gambar tersebut. Pemberian jarak tersebut
1+2. Untuk gambar yang ini (menunjuk bertujuan untuk menunjukkan adanya pola yang
Gambar ke-2) 3+2. 3 untuk yang ini tampak pada masing-masing gambar tersebut.
(menunjuk pada kotak pertama pada Gambar Berdasarkan penggunaan hukum gestalt untuk
ke-2) dan 2 ini untuk yang belakang memberikan arti masing-masing gambar tersebut, S1
(menunjuk kotak kedua pada Gambar ke-2). membuat aturan masing-masing gambar.
Gambar ketiga juga sama Bu caranya. Selanjutnya berdasarkan aturan masing-masing
gambar tersebut digunakan s1 untuk mencari
Pada cara yang kedua, S1 mengidentifikasi hubungan antara penyusun gambar dengan posisi
pola dengan menginterpretasikan masing-masing gambar untuk menentukan aturan umumnya. Aturan
gambar untuk menemukan aturannya. S1 tersebut umum dibuat oleh S1 untuk menentukan banyak
memberikan arti pada Gambar no 1 bahwa masing- noktah pada gambar ke-4 dan ke-15. Berikut proses
masing objek pada gambar tersebut memiliki yang dilakukan S1 untuk menentukan atuan umum
kesamaan. Kesamaannya yaitu sama-sama memiliki pola tersebut pada cara yang pertama berdasarkan
banyak noktah satu yang tersusun di depan. cuplikan wawancara berikut.
Selanjutnya banyaknya noktah 1 tersebut digunakan P : Bagaimana cara kamu menemukan n +
sebagai acuan dalam menentukan aturannya. (n − 1) + 2?
Untuk cara yang ketiga yang digunakan S1 S1 : Untuk membuat aturan umum kan harus
mengidentifikasi pola dengan menggunakan hukum disesuaikan dengan U nya Bu. Nah, 2 ini
closure . Hal ini dilakukan dengan menambahkan sebagai acuannya. Jadi tidak boleh diubah.
satu noktah pada Gambar ke-1, ke-2, dan ke-3. Untuk yang pertama karena sudah sesuai
Selanjutnya S1, melihat bahwa gambar tersebut dengan U nya (menunjuk tulisan U1 di
merupakan gambar yang tersusun penuh. jawaban tertulisnya) maka tidak perlu diubah.
Berdasarkan pemahaman tentang apa yang Sedangkan untuk yang kedua ini kan belum
dilihatnya tersebut S1 menggunakannya untuk sesuai karena U2. Jadi 3 harus diubah
menentukan aturan pada Gambar ke-1, ke-2, dan ke- menadi 2+1. Untuk yang ke-3 karena U3 5
3. harus diubah menjadi 3+2. Jadi karena sudah
Identifikasi yang dilakukan siswa dengan cara sesuai dengan U nya maka aturannya 𝑛 +
keempat dengan menggunakan hukum proximity. (𝑛 − 1) + 2.
Hal ini itunjukkan S1 dengan memberikan arti pada
masing-masing gambar. S1 memberikan arti bahwa Untuk menentukan banyaknya noktah pada
gambar-gambar tersebut tersusun dengan Gambar ke-4, S2 menggunakan 3cara. Berikut hasil
kelompok-kelompok tertentu. S1 menggunakan pekerjaan S2 secara tertulis.
jarak untuk mengelompokkan noktah-noktah

Cara yang pertama dilakukan oleh S2 dengan Hubungan tersebut diperoleh S2 dengan melihat
menggunakan hukum continuity. S2 mencari penyusun masing-masing gambar.
hubungan antara masing-masing gambar. Hubungan Untuk cara yang kedua dan ketiga, S2
yang digunakan S2 adalah hubungan kesinambungan menggunakan hukum proximity. Pada cara yang
pada gambar-gambar di soal. Ada hubungan yang kedua untuk menentukan aturan masing-masing
terus berlanjut yaitu adanya penambahan dua noktah gambar dengan memberikan jarak pada masing-
dari gambar pertama ke gambar selanjutnya. masing gambar tersebut sehingga membentuk dua
Nurmawanti, Identifikasi Pola Siswa SMP Berdasarkan Teori Gestalt, 159

kelompok, yaitu kelompok atas dan kelompok banyak noktah 1. Sehingga aturan yang diperoleh
bawah. berdasarkan hal tersebut digunakan S2 untuk untuk Gambar ke-1 adalah 2+1. Berdasarkan
menentukan aturan masing-masing gambar. pemberiak arti pada Gambar ke-1, S2 memberikan
Selanjutnya aturan masing-masing gambar tersebut arti bahwa Gambar ke-2 juga tersusun dari
digunakan untuk menentukan aturan umum dari pola kelompok-kelompok yang memiliki banyak noktah
tersebut. Untuk menentukan aturan umum S2 masing-masing 2 ada dua kelompok dan satu
menggambar gambar keempat dulu dan kelompok yang memiliki banyak noktah 1. Aturan
diidentifikasi aturannya seperti gambar sebelumnya. yang didapatkan S2 berdasarkan har tersebut adalah
Selain itu juga digunakan S2 untuk menentukan 2+2+1. Selanjutnya dengan cara yang sama S2
banyak noktah pada gambar ke-4. Sedangkan aturan memberikan arti bahwa Gambar ke-3 terdiri dari
umum digunakan S2 untuk menentukan banyak kelompok-kelompok yang masing-masing memiliki
noktah pada gambar ke-15. banyak noktah 2 yaitu sebanyak tiga kelompok.
Cara yang ketiga seperti yang dilakukan pada Selain itu juga memiliki kelompok dengan banyak
cara kedua yaitu dengan memberikan jarak terhadap noktah 1. Berdasarkan aturan masing-masing
masing-masing gambar S2 membagi masing-masing gambar yang telah dibuat digunakan S2 untuk
gambar menjadi beberapa kelompok. Pada Gambar menentukan aturan umum yang selanjutnya
ke-1 dimaknai memiliki dua kelompok yaitu digunakan untuk menentukan banyak noktah pada
kelompok yang memiliki banyak noktah 2 dan gambar ke-15.

Pada cara pertama S3 menggunakan hukum yaitu sama-sama memiliki kuantitas yang tetap yaitu
proximity yaitu dengan memberikan jarak tertentu 3 noktah. Selanjutnya S3 menggunakan hukum
untuk membagi masing-masing gambar menjadi proximity untuk mengidentifiksi aturan bagian
beberapa kelompok. Pada Gambar ke-1, ke-2, dan ygambar yang tidak tetap pada Gambar ke-1, ke-2,
ke-3, S3 membagi gambar-gambar tersebut masing- ke-3, dan ke-4. Hukum proximity dugunakan S2
masing terdiri dari dua kelompok. Kelompok yang untuk membagi bagian gambar menjadi beberapa
pertama yaitu kelompok noktah yang berada di atas kelompok. Selanjutnya berdasarkan hal tersebut
dan kelompok yang berada di bawah. Selanjutnya dibuat aturan masnig-masing gambarnya.
karena S3 belum melihat adanya hubungan yang dari Identifikasi cara ketiga dilakukan S3 dengan
kelompok gambar yang bawah dengan bilangan menggunakan hukum closure. S3 memberikan satu
pada gambar ia melihat susunan noktah pada noktah pada bagian pojok yang masih memiliki
kelompok yang bawah. S3 memberikan makna celah agar tertutup. Selanjjutnya seteah menutup
bahwa kelompok noktah yang bawah tersusun dari gambar-gambar tersebut, S3 menggunakan hukum
noktah sebanyak bilangan yang menunjukkan urutan proximity untuk membuat kelompok pada gambar
gambar dan di tambah satu. Selanjutnya berdasarkan yang tertutup tadi. Penggunakan hukum proximity
hal tersebut S3 menentukan rumus umum yaitu untuk mencari hubungan antara posisi gambar
𝑈𝑛 = 𝑛 + (𝑛 + 1). Rumus umum tersebut dengan kuantitas penyusun gambar guna ditemukan
selanjutnya digunakan S3 untuk menentukan banyak aturan umumnya.
noktah pada Gambar ke-4 dan ke-15. Untuk cara yang keempat S3 menggunakan
Identifikasi cara yang kedua dilakukan dengan hukum proximity. S3 membagi masing-masing
menggunakan hukum similarity. S3 melihat adanya gambar menjadi dua kelompok yaitu yang depan dan
kesamaan pada masing-masing gambar tersebut yang belakang. Selanjutnya untuk bagian belakang
160, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

S3 membagi menjadi kelompok lagi untuk 1. Proximity, identifikasi yang dilakukan dengan
menentukan aturan masing-masing gambar yang menggunakan strategi ini oleh S1, S2, dan S3
dihubungkan dengan posisi gambar. Pencarian yaitu komposisi gambar-gambar pada pola figural
hubungan tersebut untuk menentukan aturan dipandang memiliki jarak tertentu. Pemberian
umumnya. Berdasarkan aturan umum yang dibuat jarak yang dilakukan pada masing-masing
tersebut digunakan S3 untuk menetukan banyak gambar tersebut dapat dibuat beberapa kelompok
noktah bpada gambar ke-4 dan ke-15. tertentu pada masing-masnig gambar.
Berdasarkan paparan data di atas, telah Pengelompokan tersebut selanjutnya digunakan
diketahui hukum Gestalt yang digunakan tidak untuk menentukan aturan masing-masing gambar.
tunggal oleh masing-masing subjek. Hal ini 2. Similarity, strategi ini dilakukan oleh S1 dan S3
disebabkan karena adanya kebutuhan dalam dengan melihat adanya ciri-ciri yang sama pada
menyelesaikan soal di atas. Pada soal tentang pola di komposisi dari objek-objek pada pola.
atas siswa di tuntut untuk mencari cara sebanyak Selanjutnya berdasarkan ciri-ciri yang sama
mungkin yang digunakan. Sehinnga hukum gestalt tersebut digunakan untuk menentukan kuantitas
yang digunakan tidak tunggal. Selain itu berdasarkan yang tetap pada masing-masing aturan yang
strategi yang digunakan dalam mengidentifikasi dibuat untuk masing-masing gambar.
berdasarkan Hukum Gestalt tersebut ditemukan 3. Closure, dengan menggunakan strategi ini S1 dan
aturan umum yang berbeda-beda. Hal ini sesuai S3 melihat komponen-komponen gambar pada
dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyndal pola bergambar yang memiliki celah dapat
(2007) juga yang menjelaskan bahwa identifikasi ditutup sehingga membentuk objek yang utuh.
pola merupakan hal yang penting dalam menemukan Selanjutnya dilakukan identifikasi pada
tipe simbolisasi pada generalisasi. komponen setelah ditutup tersebut, digunakan S1
Untuk hukum continuity hanya dilakukan S2 dan S3 untuk menentukan aturan masing-masing.
untuk menentukan banyak noktah pada gambar ke-4. Selanjutnya berdasarkan aturan yang dibuat S1
Sedangkan untuk banyak noktah pada gambar ke-15, dan S3 mrengurangi dengan bilangan yang
S2 menggunakan aturan umum. Menurut S2 menggambarkan kuantitas yang ditambahkan.
menggunakan hukum continuty untuk menentukan 4. Continuity, strategi ini digunakan S3 untuk
gambar ke-15 teralu lama. Hal ini sesuai dengan melihat adanya kesinambungan antara gambar
penelitian yang dilakukan oleh Lannin, Barker, & sebelumnya dengan gambar setelahnya.
Townsend (2006) aturan umum umumnya dianggap Kesinambungan tersebut berkaitan dengan
lebih berguna dan berlaku dari aturan rekursif. bagaimana gambar setelahnya dibentuk dari
Ketika seseorang menggunakan aturan rekursif gambar sebelumnya. Ada kuantitas tertentu yang
untuk posisi yang jauh akan menjadi melelahkan. ditambahkan dari gambar sebelumnya.
Bagi siswa yang belum mempelajari materi
aljabar kaitannya dengan operasi aljabar strategi
dengan menggunakan teori gestalt ini dapat DAFTAR RUJUKAN
digunakan untuk mengenalkan siswa kemampuan
aljabar awal. Hal ini berarti dengan strategi ini dapat Barbosa, dkk. 2007. The influence of visual
digunakan siswa dalam membangun berpikir aljabar strategies in generalization: a study with 6th
siswa. Hashemi, dkk (2013) menjelaskan bahwa grade students solving a pattern task.
melatih siswa bekerja dengan pola dapat Proceedings of the Fifth Congress of the
berkontribusi pada kemampuan berpikir aljabar European Society for Research in
siswa. Selain itu berdasarkan penelitian yang Mathematics Education, 2007, pp. 844-851
dilakukan Rivera (2010) dijelaskan bahwa Gestalt Barbosa, dkk. 2012. Pattern Problem Solving Tasks
effect membahas masalah yang relevan untuk pola As A Mean To Foster Creativity In
yang berguna, hal itu merupakan kriteria struktur Mathematics. Proceedings of the 36th
dasar dari aljabar. Conference of the International Group for the
Psychology of Mathematics Education, Vol. 4,
PENUTUP 171-178. Taipei, Taiwan: PME.
Barbosa. A, Vale I., Palhares P. 2009. Exploring
Kesimpulan Generalization With Visual Patterns:Tasks
Developed With Pre-Algebra Students.
Berikut deskripsi strategi identifikasi S1, S2, Comunication International Meating on
dan S3 dengan menggunakan Teori Gestalt Pattern. Viana de Castelo
identifikasi pola dapat dilakukan dengan Dyndal, J. 2007. High School Students’ Use of
menggunakan empat strategi. Keempat strategi Patterns and Generalisations. Proceedings of
untuk identifikasi pola adalah sebagai berikut. the 30th annual conference of the
Nurmawanti, Identifikasi Pola Siswa SMP Berdasarkan Teori Gestalt, 161

Mathematics Education Research Group of Muhsetyo, Gatot. 2015. Menghayati Kekayaan dan
Australasia J. Watson & K. Beswick (Eds), Keindahan Matematika. Universitas Negeri
Vol.1. Merga Inc. Malang.
Guerrero, L. dan Rivera, A. 2002. Explorationof Moleong, Lexy j. 2006. Metode Penelitian
Pattern and Recursive Functions. Dalam D.S. Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda.
Mewborn, P. Sztajn, D.Y. White, H.G. Heide, NCTM. 2000. Principle and Standards for School
R.L Bryant &K. Nooney (Eds.), Proceedings Mathematics. Reston, V.A: Author.
of Annual Meeting of The North American Permendiknas RI No 68. 2013. Peraturan Menteri
Chapter of International Group for The Pendidikan Nasional republik Indonesia
Psychology of Mathematics Education (24th, Nomor 68 tentang KD dan Struktur
Athens, Georgia, October 26-29) (Vol. 1-4, Kurikulum Sekolah Menengah Pertama dan
pp. 262-272). Athens, Georgia: PME: NA. Madrasah Tsanawiyah.Jakarta.
Hashemi, dkk. 2013. Generalization in the Learning Rivera & Becker, 2005. Generalization Strategies Of
of Mathematics. Proceedings of the 2nd Beginning High School Algebra Students.
International Seminar on Quality and Proceedings of the 29th Conference of the
Affordable Education. Center of Mathematics International Group for the Psychology of
Education. Mathematics Education, Vol. 4, pp. 121-128.
Hochberg, 2010. Educational Psychoogy Theory and Melbourne: PME.
Practice. USA: Pearson. Rivera & Becker,2008 . Middle school children s
Holt, Rinehart, Winston. 2006. Patterns and figures. cognitive perceptions of constructive and
In Wisconsin Center for Education Research deconstructive generalizations involving
& Freudenthal Institute (Eds.), Mathematics linear figural patterns. ZDM Mathematics
in Context. Chicago: Encyclopædia Education 40(1), 65-82.
Britannica, Inc. Rivera, F. 2010. Visual Templates in Pattern
Kennedy, L.M., Tipps, S., dan Johnson, A. 2008. Generalization Activity. 73:297-328.
Guiding Children’s Learning of Mathematics. Springer.
Boston: Houghton Mifflin Company. Zazkis, R. dan Liljedahl, P. 2002. Generalization Of
Lannin. J., Barker, D. & Townsend, B. (2006). Patterns: The Tension Between Algebraic
Algebraic generalisation strategies: Factors Thinking And Algebraic Notation. Netherland:
influencing student strategy selecti on. Kluwer Academic Publishers.
Mathematics Education Research Journal,
18(3), 3–28.
GESTURE SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA
Rivatul Ridho Elvierayani1, Edy Bambang Irawan2, Sudirman3

Universitas Negeri Malang


1rivatulridho@gmail.com, 2edy.bambang.fmipa@um.ac.id, 3sudirman.fmipa@um.ac.id

Abstract: During the process of solving the problem, all the spontaneous actions undertaken is the
natural state of students when dealing with problems. Does it have a big impact in helping students solve
mathematical problems?. In this study will be revealed about the role of student action or gesture of
students in solving mathematical problems. Subjects were selected four students at a junior high school in
Malang city. Researchers recorded all the activities of the students while solving a mathematical problem
to determine the students' gesture. The results showed that students using deictic and representational
gestures to communicate their mathematical ideas, to understand the problem at hand and also acts as a
guide in solving mathematical problems.

Keywords:Problem solving, gesture, deictic gesture, representasional gesture

Abstrak: Pada saat proses memecahkan masalah, segala tindakan spontan yang dilakukan merupakan
keadaan alami siswa ketika berhadapan dengan masalah. Apakah tindakan tersebut berpengaruh besar
dalam membantu siswa memecahkan masalah matematika?. Dalam penelitian ini akan diungkap
mengenai peranan tindakan siswa atau gesture siswa dalam memecahkan masalah matematika. Subjek
yang dipilih ada empat siswa di sebuah SMP kota Malang. Peneliti merekam segala aktivitas siswa saat
memecahkan masalah matematika untuk mengetahui gesture siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
siswa menggunakan gesture deiktik dan representasional untuk mengomunikasikan ide-ide matematis
mereka, memahami masalah yang sedang dihadapinya dan juga berperan sebagai pembimbing dalam
menyelesaikan masalah matematika.

Kata kunci: pemecahan masalah, gesture, gesture deiktik, gesture representasional

Pemecahan masalah (problem solving) inilah yang mendasari bahwa tubuh terlibat dalam
merupakan salah satu ketrampilan proses yang perlu proses berpikir yang sedang dilakukan. Saat
dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika. Hal seseorang dihadapkan dengan masalah, secara tidak
ini sesuai dengan National Council of Teachers of langsung seseorang tersebut memikirkannya
Mathematics (2000) bahwa pemecahan masalah sebentar dan secara spontan menanggapi masalah
merupakan ketrampilan dalam berpikir matematika tersebut dengan berinteraksi melibatkan gerakan
tingkat tinggi untuk dapat mengembangkan tubuh mereka. Hosteter & Alibali (2008)
kemampuan berpikirnya. Saat memecahkan masalah berpendapat bahwa gesture muncul dari persepsi dan
matematika, peneliti banyak menemui siswa yang simulasi motorik yang mendasari bahasa dan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tipe soal bayangan mental seseorang. Gesture menurut
berbentuk soal cerita. Hal ini diperkuat oleh Becvar, dkk (2008) adalah semua gerakan tubuh,
penelitian yang telah dilakukan oleh Croteau (2004) khususnya lengan dan tangan yang terintegrasi baik
dan Chan, dkk (2006) bahwa siswa masih dengan ucapan maupun tidak dan digunakan sebagai
mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah alat untuk mengomunikasikan sesuatu. Gesture
matematika berbentuk soal cerita materi aljabar dan sering dilakukan siswa dalam mempelajari konsep
geometri. Saat siswa memecahkan masalah baru di kelas, selain itu saat dihadapkan masalah
matematika peneliti mencoba mengamati proses matematika gesture juga berperan penting dalam
pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa. memecahkan masalah tersebut.
Peneliti mulai tertarik dengan segala tindakan yang Saat memecahkan masalah, siswa sering
dilakukan siswa dalam memecahkan masalah menggunakan gesture disertai dengan ucapan, hal ini
matematika. Baru-baru ini, banyak penelitian yang digunakan untuk memperjelas pengguna gesture
mengkaji tentang kognisi yang diwujudkan kepada pendengar tentang apa yang sedang
(embodied cognition) salah satunya mengenai dipikirkannya (McNeill, 1992). Sehingga gesture
Theories of Embodied Cognition yang diungkap oleh sering nampak jika ada seseorang yang melihatnya.
Caroline, dkk (2012). Teori ini menjelaskan bahwa Namun, terkadang siswa juga menggunakan gesture
kemampuan kognitif seseorang berhubungan dengan ketika tidak ada seorang pun yang melihatnya.
tindakan dan persepsi dari orang tersebut. Teori Sehingga gesture yang ia gunakan bertujuan untuk
162
Elvierayani, dkk. Gesture Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, 163

dirinya sendiri dalam proses pemecahan masalah bahwa tubuh terlibat dalam berpikir dan berbicara
matematika tersebut. Gesture sangat berhubungan mengenai ide-ide yang diekspresikan melalui
erat dengan pemecahan masalah matematika, seperti gesture. Selain itu tujuan dari penelitian ini yaitu
yang diungkap oleh Francaviglia & Servidio (2011) ingin mengungkap peranan gesture yang dilakukan
bahwa gesture memberikan strategi komunikasi siswa untuk dirinya sendiri dalam memecahkan
yang baik dalam menyelidiki proses berpikir masalah matematika. Goldin-Meadow (2009)
matematis siswa dalam memecahkan masalah. menjelaskan bahwa seseorang juga menggunakan
Penelitian tentang penggunaan gesture dalam gesture ketika tidak ada seseorang yang melihatnya.
memecahkan masalah matematika telah banyak Penelitian ini hanya difokuskan pada gesture pada
dilakukan diantaranya Goldin-Meadow dan gerakan lengan dan tangan. Berdasarkan McNeill
rekannya (Church & Goldin-Meadow, 1986; Alibali (1992) dan Alibali & Nathan (2011) jenis gesture
& Goldin-Meadow, 1993; Goldin-Meadow, Alibali, yang dikaji dibedakan menjadi dua yaitu gesture
& Church, 1993; dan Goldin-Meadow & Alibali, deiktik dan gesture representasional. Gesture deiktik
1995) melakukan penelitian mengenai pemecahan merupakan gesture menunjuk yaitu gesture yang
masalah konservasi bilangan dan ekivalensi. menunjuk ke objek, kejadian, lokasi atau orang.
Hasilnya menunjukkan bahwa siswa seringkali Gesture representasional merupakan gesture dengan
menggunakan gesture untuk mempelajari konsep bentuk lintasan tangan maupun lengan yang dapat
baru untuk menjelaskan pemahaman mereka. menggambarkan aspek-aspek dari pemaknaan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, mereka. Berpijak pada kajian teori dan kajian
peneliti mempelajari dan meneliti secara mendalam empiris yang telah dilakukan oleh peneliti, maka
peranan gesture siswa dalam memecahkan masalah dapat dibuat kerangka kerja gesture siswa selama
matematika, karena Alibali & Nathan (2011) memecahkan masalah matematika. Hal ini diurakan
mengatakan bahwa gesture memberikan bukti pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Kerangka Kerja Gesture Siswa selama Memecahkan Masalah


Jenis Gesture Deskripsi Perilaku Siswa selama Diskusi
Deiktik Gesture yang digunakan untuk Menunjuk dengan jari tangan (jempol, telunjuk, tengah,
menunjuk objek, orang manis ataupun kelingking) pada suatu objek (bilangan, kata,
ataupun suatu hal. gambar, grafik) baik disertai ucapan maupun tidak.
Menunjuk dengan bantuan alat tulis (pensil, bolpoin,
penggaris) sebagai pengganti jari tangan pada suatu objek
baik disertai ucapan maupun tidak.
Representasional Gesture yang menggambarkan Membuat lintasan gerak dengan jari tangan (seperti:
ide-ide konkrit dan abstrak, menggerakkan jari telunjuk secara melingkar, membuat
isi, atau peristiwa yang lintasan garis) baik di udara maupun di atas kertas.
disampaikan secara verbal Membuat lintasan gerak dengan alat tulis sebagai pengganti
maupun non verbal. jari tangan namun tidak meninggalkan bekas coretan.
Membuat lintasan gerak dengan tangan maupun lengan
menyerupai objek yang dibicarakan saat menjelaskan
kepada teman diskusinya (seperti: membuat lengkungan
dengan tangan untuk menjelaskan mengenai grafik fungsi
kuadrat).

METODE lembar tugas yang digunakan dalam penelitian ini


adalah instrumen lembar tugas soal cerita berjumlah
Penelitian ini termasuk dalam penelitian dua soal diambil dari salah satu soal PISA
kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. (Programme for International Student Assessment)
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara dan TIMSS (Trends in International Mathematics
rinci peranan gesture siswa dalam memecahkan and Science Study). Hal ini dilakukan karena soal-
masalah matematika. Penelitian ini dilakukan dalam soal matematika dalam studi PISA dan TIMSS lebih
satu kelas yang berjumlah 20 siswa di salah satu banyak mengukur kemampuan siswa untuk bernalar,
SMP di kota Malang, kemudian siswa dibagi memecahkan masalah dan berargumentasi daripada
menjadi 10 kelompok dan diberi lembar tugas. soal-soal yang mengukur kemampuan teknis seperti
Subjek dipilih berdasarkan pengamatan lagsung saat mengingat dan menghitung semata. Data penelitian
siswa melakukan variasi gesture dalam memecahkan ini diambil dari rekaman audio-visual (video) siswa
masalah matematika secara kelompok. Instrumen selama proses memecahkan masalah matematika
164, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

secara kelompok. Ada empat subjek dari dua


kelmpok yang dipilih dalam penelitian ini yang
diambil peneliti untuk dilakukan proses pengambilan
data selanjutnya melalui wawancara subjek dan
mengeksplorasi penggunaan gesture yang dilakukan menunjuk pada
selama memecahkan masalah matematika hingga lembar tugas
data lengkap, kemudian data dianalisis. Analisis data
mengikuti tahapan dari Johnson, B. & Christensen
L. (2004) yakni dilakukan dengan tekhnik
transkripsi, segmentasi, kodding dan
pengkategorissian hingga penarikan kesimpulan. Gambar 1. Gesture deiktik untuk memahami
masalah
HASIL
Selanjutnya mulai menit 01:05 S1 melakukan
Berdasarakan hasil penelitian yang telah gesture deiktik dan gesture representasional untuk
dilakukan mengenai peranan gesture dalam mencoba membantu S2 dengan cara menunjuk
memecahkan masalah yang diajukan oleh peneliti, setiap gambar dengan jari telunjuk tangan kirinya
peneliti mengamati dua kelompok terpilih dari dan membuat gerakan melingkar tanpa
sepuluh kelompok yang ditentukan sebelumnya. menimbulkan bekas dengan pensilnya pada hasil
Sepuluh kelompok yang telah ditentukan, jawaban yang dituliskan oleh S2 pada sebuah kertas.
pembagian kelompoknya telah dilakukan oleh guru Hal ini dilakukan S1 semata-mata untuk membantu
kelasnya secara heterogen sesuai dengan proses memfokuskan rencana penyelesaian yang dituliskan
pembelajaran kooperatif. Pemilihan kedua kelompok oleh S2 pada dirinya sendiri.
subjek ini didasarkan pada banyaknya variasi
gesture yang dilakukan selama memecahkan
masalah matematika juga kejenuhan data mengenai
peranan gesture selama proses pemecahan masalah
walaupun bentuk gesture yang dilakukan berbeda.
Dua kelompok subjek terpilih berasal dari kelompok
siswa berkemampuan tinggi dengan siswa Membuat lintasan
berkemampuan sedang dan siswa berkemampuan melingkar pada gambar
timbangan
sedang dengan siswa berkemampuan rendah.
Masing-masing kelompok subjek menggunakan
gesture deiktik, gesture representasional. Gambar 2. Gesture representasional untuk
memahami masalah
Peranan gesture dalam kelompok 1
Semua variasi gesture yang dilakukan S1 di
Kelompok 1 merupakan kelompok siswa
awal saat memahami masalah dan merencanakan
berkemampuan tinggi dan siswa berkemampuan
penyelesaian semata-mata digunakan sendiri untuk
sedang. Banyaknya gesture yang mereka lakukan
lebih memusatkan perhatiannya tentang masalah
selama memecahkan masalah matematika sebanyak
yang sedang dihadapinya.
56 gesture diantaranya 33 gesture menunjuk, 23
Pada menit ke 02:19 S1 mencoba melakukan
gesture representasional.
variasi gesture, baik gesture deiktik maupun gesture
Peranan gesture S1 representasional dengan menunjuk dan membuat
Saat diberikan soal, awalnya S1 mengerjakan gerakan melingkar dengan pensilnya tanpa
soal nomor 1, pada menit ke 00:05 S1 membaca soal meninggalkan bekas pada gambar timbangan.
dengan gerakan tangan menunjuk (gesture deiktik), Gesture tersebut dilakukan S1 untuk membantu
S1 menggunakan jari telunjuk tangan kirinya pada mengongkritkan ide nya dalam menyelesaikan
setiap kata dan gambar. Hal ini dilakukan oleh rencana penyelesaian yang dilakukan oleh S2.
keduanya untuk memperjelas soal dan untuk Karena adanya kendala dalam memecahkan
memahami maksud soal yang diberikan pada dirinya masalah, S1 mencoba membaca soal kembali dengan
sendiri. Sehingga S1 melakukannya tanpa disertai suara keras dan menggunakan gesture deiktik
dengan ucapan yang melengkapi penggunaan dengan menunjuk menggunakan jari kelingking
gesturenya. tangan kirinya pada setiap kata yang ada pada soal.
Selain itu S1 juga menggunakan gesture
representasional dengan menunjuk dan membuat
lintasan melingkar dengan salah satu jari telunjuk di
gambar timbangan 1 dan jari tengah menunjuk di
Elvierayani, dkk. Gesture Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, 165

timbangan 2 dengan tangan kirinya. Gesture ini


dilakukan secara bersamaan. Gesture yang dilakukan
S1 digunakan untuk dirinya sendiri untuk
memfokuskan masalah yang sedang dipikirkannya.
Selanjutnya S1 berdiskusi dengan S2 mengenai
rencana selesaian yang dilakukan. Keduanya saling
menggunakan gesture deiktik saat berdiskusi, hingga
pada akhir diskusi S1 menggunakan gesture
representasional dengan membuat simbol lima
dengan tangan kirinya untuk mengongkritkan
jawaban hasil diskusinya. Selama S2 menuliskan
hasil jawaban S1 menggunakan gesture deiktik
untuk membantu memfokuskan S2 dalam
menuliskan hasil jawaban selesaian.
Selanjutnya pada saat mengerjakan soal
nomor 2, S1 membaca soal dengan suara lantang dan
mulai menit ke 00:02 menggunakan gesture deiktik
dengan menunjuk menggunakan pensil pada setiap Gambar 4. Gesture representasional (a) koordinat
kata yang ada pada soal. Hal ini dilakukan S1 kartesius (b) grafik lengkung (fungsi kuadrat)
semata-mata untuk lebih menfokuskan perhatiannya (c) perpotongan garis (d) garis sejajar oleh S1
pada masalah yang dihadapinya. Diskusi sempat
terhenti karena S1 tidak memahami maksud soal. Awalnya S1 menggunakan gesture deiktik
LIA juga menggunakan gesture representasional yang tidak lain digunakannya untuk menarik
untuk merepresentasikan maksud soal pada grafik perhatian S2 tentang ide yang akan disampaikannya.
dengan membuat lintasan dengan pensil yang Sehingga keduanya fokus pada apa yang akan
digerakkan dari ujung kiri ke ujung kanan sumbu 𝑥 dibicarakan. Selanjutnya gesture representasional
(seperti pada Gambar 4.4) pada gambar di lembar digunakan untuk menggambarkan tentang hubungan
tugas namun tidak meninggalkan bekas coretan pada grafik dan fungsi. Sehingga kedua gesture ini
kertas. berperan untuk mengkongkritkan ide ataupun
gagasan yang ada di pikiran mereka. Selain itu
berperan pula dalam memahami dan menemukan
pemecahan dari suatu permasalahan.

Peranan gesture S2
Awalnya S2 mengerjakan soal nomor 1, pada
menit ke 00:05 S2 membaca soal dengan gerakan
tangan menunjuk (gesture deiktik), S2 menggunakan
pensilnya untuk menunjuk setiap kata dan gambar
tanpa meninggalkan bekas coretan. Hal ini dilakukan
Gambar 3. Gesture representasional untuk olehnya untuk memperjelas soal dan untuk
merepresentasikan pemahaman masalah memahami maksud soal yang diberikan pada dirinya
sendiri. Selanjutnya S2 siswa berkemampuan tinggi
Dilihat dari peranannya, variasi gesture yang mulai menit ke 01:00 menulis rencana penyelesaian
dilakukan S1 ditujukan kepada dirinya sendiri untuk dengan menggunakan konsep persamaan linear,
lebih memahami dan mengerti maksud soal dan namun tidak memperoleh hasil jawaban yang
penyelesaian yang diinginkan pada masalah yang menurutnya tepat. Selanjutnya S2 mempunyai ide
dihadapinya. Diskusi terus berlanjut hingga S1 untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan
memberikan alasan jawaban dari hasil konsep logika, S2 menggunakan gesture deiktik
pemahamannya dengan disertai gesture yang tertera dengan menunjuk menggunakan pensil pada setiap
pada Gambar 4 di bawah ini: gambar pada timbangan untuk menjelaskan rencana
selesaian yang dilakukan kepada teman diskusinya.
Selama mereka berdiskusi keduanya saling
menggunakan gesture deiktik untuk menunjuk
gambar disertai dengan ucapan. Hal ini dilakukan
untuk menegaskan ucapan yang disampaikannya.
Diskusi berlanjut pada nomor 2, S2 kembali
membaca soal tanpa disertai ucapan namun
166, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

menggunakan gesture menggunakan tangan rendah. Dalam diskusi ini jumlah gesture yang
kanannya menunjuk pada gambar grafik untuk mereka lakukan sebanyak 76 gesture, 57 diantaranya
memfokuskan maslalah yang sedang dihadapinya. merupakan gesture deiktik dan 19 gesture yang lain
Ketika S1 tidak memahami masalah yang sedang merupakan gesture representasional.
dihadapinya S2 memberikan bantuan dengan
menggunakan gesture representasional seperti yang Peranan gesture S3
ditunjukkan pada Gambar 5. berikut untuk Pada menit ke 00:04 S3 mulai menggunakan
menyampaikan pemahamannya terhadap masalah gesture setelah membaca soal nomor 1. Gesture
yang sedang dihadapi oleh keduanya. pertama yang dilakukan S3 adalah gesture deiktik.
Gesture ini dilakukan dengan menunjuk gambar
timbangan tiga menggunakan pensil sebagai
pengganti jari tangan kanannya. Gesture ini
dilakukan setelah S3 selesai membaca soal tanpa
disertai ucapan. Gesture deiktik yang digunakan
semata mata berperan untuk memahami masalah
yang diberikan sebelum didiskusikan kepada
rekannya. Diskusi berlanjut dengan penggunaan
gesture deiktik higga pada menit ke 00:28 S3
Gambar 5. Gesture representasional menjelaskan menggunakan gesture representasional disertai
pemahaman S2 kepada S1 dengan ucapan. Gesture ini dilakukan S3 bersamaan
dengan gesture deiktik, dan dilakukan dengan
Diskusi berlanjut sampai keduanya menggunakan kedua tangannya dimana tangan
menemukan jawaban akhir dari masalah dengan kanan memegang pensil dan menunjuk gambar
bantuan gesture. Ketika gesture bersesuaian dengan timbangan 2, sedangkan ibu jari dan telunjuk tangan
ucapan maka perhatian dalam proses diskusi terjalin kirinya membuat gerakan seperti mencubit untuk
dengan baik. mengambil 2 silinder pejal dan 1 bola di timbangan
2 dan dipindahkan ke timbangan 3 (seperti pada
Peranan gesture dalam kelompok 2 Gambar 6). Berdasarkan hasil wawancara hal ini
dilakukan S3 untuk memfokuskan masalah yang
Kelompok 2 terdiri dari kelompok siswa sedang dihadapinya
berkemampuan sedang dan siswa berkemampuan
.

Gambar 6. Gesture deiktik dan representasional oleh S3

Selama memahami masalah pada menit ke melingkar. Karena dirasa soal nomor dua lebih susah
00:42, S3 selalu menggunakan gesture deiktik dari soal nomor satu, S3 kembali mengerjakan soal
dengan kedua tangannya tanpa disertai ucapan, nomor satu.
gesture ini dilakukan dengan tangan kanan Selama melanjutkan mengerjakan soal nomor 1,
memegang pensil menunjuk sebuah gambar S3 mendengarkan pendapat dari teman diskusinya,
timbangan dan jari telunjuk tangan kirinya dan setelah memahami rencana selesaian yang
menunjuk gambar timbangan yang lain. Gesture ini diberikan, S3 kembali mengambil alih diskusi
dilakukan S3 sampai pada menit ke 01:37. Karna S3 dengan menjawab hasil selesaian dari soal nomor 1.
merasa belum memahami masalah yang diinginkan Ketika menemui kendala dalam perhitungannya, S3
pada soal nomor satu, S3 melanjutkan mengerjakan menggunakan gesture representasional untuk
soal nomor 2. Sama halnya seperti sebelumnya mengongkritkan ide yang sedang dipikirkannya.
selama memahami masalah S3 menggunakan Setelah menemukan jawaban, S3 menulis hasil
gesture menunjuk dan representasional dengan jawaban disertai gesture deiktik dengan cara S3
menunjuk gambar grafik dan membuat lintasan menulis menggunakan tangan kanannya, sedangkan
Elvierayani, dkk. Gesture Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, 167

tangan kirinya melakukan gesture deiktik dengan


menujuk mengunakan ibu jari dan telunjuknya pada Saat mengerjakan soal nomor dua, pada saat
setiap timbangan secara bergantian. Hal ini memahami masalah S3 membaca soal secara lantang
dilakukan S3 untuk dirinya sendiri. Peranan gesture disertai gesture deiktik dan gesture representasional.
yang dilakukan S3 digunakan untuk memusatkan Gesture deiktik dilakukan dengan menunjuk setiap
perhatiannya dalam menuliskan hasil selesaian yang kata pada soal dengan menggunakan jari telunjuk
dilakukan. tangan kirinya dan gesture representasional
dilakukan beriringan dengan gesture deiktik dengan
cara membuat lintasan garis lurus pada sumbu 𝑥 dan
membuat lintasan lengkung seperti huruf U pada
grafik di soal dengan pensil di tangan kanannya
tanpa menimbulkan bekas coretan. Setelah
memahami masalah S3 memulai membuat rencana
selesaian dengan mendiskusikannya kepada teman
diskusinya menggunakan gesture deiktik dan
representasional disertai dengan ucapan seperti pada
Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 7. Gesture deiktik saat menuliskan selesaian

Gambar 8. Variasi gesture S3 saat merencanakan selesaian

Terlihat bahwa S3 menggunakan variasi deiktik dengan menunjuk setiap kata dan gambar.
gesture baik berupa gesture deiktik maupun gesture Setelah memahami apa yang ditanyakan pada soal,
representasional untuk memberikan penjelasan S4 memberanikan diri dengan mengusulkan rencana
kepada rekan diskusinya mengenai rencana selesaian selesaian dengan mengubah dulu berat satu silinder
yang sedang dipikirkannya. S3 merepresentasikan pejal sama dengan tiga bola bejal, namun teman
grafik fungsi dan menjelaskan titik potong negatif diskusinya terlihat masih ragu dengan jawaban yang
pada gafik fungsi tersebut. Gesture ini dilakukan S3 diberikan oleh S4, sehingga diskusipun hening
untuk mengongkritkan idenya dan membantu teman sampai 2 menit. Karena teman diskusinya mengajak
diskusinya memahami selesaian dari soal tersebut. berindah pada soal nomor 2, S4 mwncoba mengikuti
kemauan rekan diskusinya dan kembali memahami
Peranan gesture S4 masalah dengan menggunakan gesture. Gesture
Pada awalnya S4 membaca soal nomor 1, yang digunakan adalah gesture deiktik dengan cara
mulai menit ke 00:08 S4 menggunakan gesture menunjuk gambar grafik pada lemar soal (perhatikan
deiktik dengan menunjuk gambar timbangan 2 Gambar 9.). Hal ini semata-mata dilakukan untuk
menggunakan pensil dengan tangan kanannya. dirinya sendiri sebagai cara untuk memudahkannya
Berdasarkan hasil wawancara dengan S4, gesture dalam memahami maksud soal yang sedang
deiktik yang digunakan semata mata berperan untuk dibacanya.
memahami masalah yang diberikan. Selama
memahami masalah S4 sering menggunakan gesture
168, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

kembali menyelesaikan masalah nomor 1, dan


berhasil untuk menemukan jawaban akhir dari soal
nomor 1. Dengan bantuan gesture ini S4 dapat
mengongkritkan ide yang ada di pikirannya untuk
memberikan usulan mengenai rencana selesaian
yang digunakan untuk memecahkan masalah.
menunjuk gambar Selanjutnya, S4 kembali memberikan
grafik konstribusinya dalam berdiskusi dengan
memeberikan pendapat disertai gesture mengenai
masalah fungsi pada soal nomor 2. S4 berpendapat
Gambar 9. Gesture deiktik S4 saat membaca soal
bahwa S4 pernah menemui masalah yang disajikan
dari guru kelasnya. S4 merepresentasikan grafik
Selama memecahkan masalah, S4
lengkung dengan empat kondisi (perhatikan Gambar
menggunakan variasi gesture untuk membantunya
10). Dilihat dari peranannya gesture tersebut
dalam memecahkan masalah yang sedang
digunakan S4 untuk memberikan bantuan kepada
dhadapinya. Seperti pada saa memberikan
teman diskusinya tentang konsep fungsi yang pernah
argumentasinya mengenai rencana selesaian yang
didapatkannya, selain itu juga digunakan untuk
dilakukan untuk melanjutkan jawaban nomor satu,
mengongkritkan ide/gagasan yang dipikirkannya
S4 memberikan pendapat disertai gesture deiktik.
kepada teman dikusinya.
Hasilnya menunjukkan bahwa dengan bantuan
gesture yang dilakukan 4 dapat memberikan
pengaruh baik terhadap teman diskusinya untuk

Gambar 4.17 Gesture representasional oleh S4 untuk merepresentasikan grafik lain (a) lengkung ke kiri (b)
lengkung ke kanan (c) lengkung ke bawah (d) lengkung ke atas

Gesture yang dilakukan S4 memberikan PEMBAHASAN


pengaruh ang besar kepada teman diskusinya Gesture Siswa dalam Memecahkan Masalah
sebagai ide untuk menyelesaikan maslaah yang Matematika
sedang dihadapinya. Dari ide awal yang dmunculkan Data hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
S4 melalui gesture yang dilakukannya dapat menjadi memecahkan masalah matematis yang diberikan
jembatan penghubung antara ide yang diberikan S4 oleh peneliti, siswa melakukan variasi gesture.
dengan hasil jawaban yang diberikan oleh teman Variasi gesture yang dilakukan siswa dapat di-
diskusinya dalam menjawab masalah lembar tugas golongkan berdasarkan klasifikasi yang dilakukan
nomor 2. oleh McNeill (1992) mengenai gesture proporsional.
Dari semua gesture yang dilakukan oleh siswa Jenis gesture proporsional tersebut terdiri dari
dalam memecahkan masalah matematika, peneliti gesture ikonik, gesture metaforik dan gesture
dapat membuat beberapa hasil temuan dari peranan deiktik. Selanjutnya menurut Alibali & Nathan
gesture yang digunakan siswa dalam memecahkan (2007) gesture ikonik dan gesture metaforik disebut
masalah matematika. Hal tersebut diuraikan peneliti sebagai gesture representasional. Sehingga dalam
dalam Tabel 2. penelitian ini semua siswa melakukan dua jenis
gesture yaitu gesture deiktik dan gesture
representasional.
Elvierayani, dkk. Gesture Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, 169

Tabel 2. Peranan Gesture Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika


Jenis Peranan
Deiktik Memahami masalah.
Memperjelas soal.
Memusatkan perhatian untuk melaksanakan rencana selesaian.
Menegaskan ucapan.
Menunjukkan kepada orang lain
Memusatkan perhatian orang lain
Memusatkan perhatian bersama.
Representasional Mengongkritkan ide/gagasan yang dipikirkannya.
Memahami maksud soal.
Memberikan bantuan kepada orang lain.
Menjelaskan ide/gagasan kepada orang lain
Membantu memahami masalah.
Membantu menyelesaikan rencana selesaian.
Memusatkan perhatian bersama.

Gesture deiktik merupakan gesture yang apa yang sedang dipahaminya. Gesture deiktik yang
paling sering digunakan saat memecahkan masalah digunakan untuk orang lain dilakukan siswa
yang diberikan. Dari ketiga kelompok jumlah bersamaan dengan ucapan. Hal ini dilakukan saat
gesture deiktik yang dilakukan sebanyak 117 dari berdiskusi untuk menunjukkan suatu hal kepada
173 gesture yang dilakukan. Fakta ini sesuai dengan orang lain, entah itu dengan menunjuk gambar, kata
pernyataan yang diungkap oleh Alibali & Nathan ataupun gafik. Gesture deiktik yang dilakukan siswa
(2007) dalam salah satu penelitiannya diperoleh dalam memecahkan masalah di penelitian ini,
bahwa 56% pembelajaran matematika menggunakan hampir sering dilakukan oleh siswa yang
gesture, 21% diantaranya menggunakan gesture berkemampuan sedang. Mereka menggunakan
deiktik, 20% diantaranya gesture representasional gesture tersebut untuk dirinya sendiri dalam
dan sisanya gesture menulis. Data hasil penelitian memahami maksud soal dan merepresentasikan soal
menunjukkan bahwa gesture deiktik dilakukan siswa ketika mereka selesai membacanya. Setelah
dengan dua cara, terkadang tanpa ucapan dan paling memahami maksud soal mereka menggunakan
sering digunakan disertai dengan ucapan. Gesture kembali gesture deiktik untuk disampaikan kepada
deiktik yang dilakukan tanpa ucapan digunakan rekan diskusinya dan terkadang juga digunakan
untuk dirinya sendiri sebelum menyampaikan apa untuk bersama. Hal ini dilakukan siswa karena
yang dipikirkan kepada lawan bicaranya, hal ini mereka merasa dengan melakukan gesture tersebut
sesuai dengan pendapat Alibali dan Nathan (2011) mereka dapat berperan aktif dalam menyelesaikan
bahwa siswa mengekspresikan pengetahuan baru masalah matematika secara kelompok.
dalam bentuk gesture sebelum mereka Dalam penelitian ini penggunaan gesture
menyampaikannya dengan perkataan. Sedangkan representasional ditemui dalam tiga cara baik itu
gesture deiktik yang digunakan bersamaan dengan disertai ucapan maupun tidak disertai ucapan.
ucapan digunakan untuk menunjukkan suatu hal Pertama siswa menggunakan gesture
kepada lawan bicaranya. Seperti yang dikatakan oleh representasional di atas kertas, kedua dilakukan
McNeill (1992) bahwa gesture dan ucapan diatas meja dan ketiga dilakukan di udara. Gesture
mengkombinasikan pengungkapan makna yang representasional yang dilakukan siswa diatas kertas
tidak sepenuhnya ditangkap oleh pembicara jikalau ditujukan pada gambar timbangan dan grafik.
hanya dilakukan salah satu saja. Dengan kata lain Gesture ini sering berbentuk lintasan bentuk, baik
gesture deiktik yang disertai dengan ucapan itu lintasan bentuk melingkar yang digunakan untuk
memberikan penegasan bagi pembicara untuk merepresetasikan informasi yang dianggap penting
menyampaikan apa yang dipahaminya. Dari dalam pikirannya, lintasan garis lurus untuk
keempat siswa dalam data penelitian, gesture deiktik merepresentasikan sumbu 𝑥 sebagai daerah asal
yang digunakan untuk dirinya sendiri terjadi di awal suatu fungsi dan lintasan grafik lengkung seperti
kegiatan baik gesture tersebut disertai ucapan huruf U untuk merepresentasikan dengan jelas grafik
maupun tidak disertai ucapan. Hal ini dilakukan fungsi kuadrat. Gesture yang dilakukan ini
siswa untuk memahami masalah. Selain itu gesture digunakan sebagai penggambaran objek yang sedang
ini juga digunakan siswa untuk memperjelas maksud dipikirkan siswa saat berdiskusi dengan rekan
soal yang sedang dibacanya. Sehingga dengan kerjanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Alibali &
gesture yang digunakan dapat merepresentasikan Nathan (2011) bahwa gesture representasional lebih
170, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

sering digunakan untuk menyatakan persepsi secara ucapan tersebut bersamaan dengan menunjuk
visual. Gesture representasional dalam penelitian ini tulisan, gambar timbangan maupun grafik. Dengan
digunakan siswa baik untuk dirinya sendiri, untuk bantuan gesture deiktik penerima gesture
orang lain dan digunakan untuk bersama-sama (diri (pendengar) dapat dengan mudah mengetahui apa
sendiri dan orang lain). Gesture representasional yang dimaksud pengguna gesture ketika
yang digunakan untuk diri sendiri banyak dilakukan menyampaikan objek pembicaraannya. Sehingga
tanpa ucapan verbal. Gerakan yang dilakukan pendengar terpusat dengan apa yang ditunjuk oleh
cenderung membuat lintasan bentuk seperti lintasan pengguna gesture tersebut. Ketiga, gesture deiktik
melingkar, lintasan garis lurus dan lintasan grafik U ini berperan untuk menunjukkan posisi suatu titik.
di atas kertas. Hal ini dilakukan untuk Gesture ini digunakan ketika siswa mengerjakan
mengongkritkan apa yang sedang dipahaminya masalah fungsi. Dari data hasil penelitian siswa
setelah membaca soal. Gesture yang digunakan menggunakan gesture menunjuk untuk menentukan
untuk diri sendiri ditemui di awal kegiatan. Gesture titik-titik koordinat pada grafik. Gesture ini
representasional yang digunakan untuk orang lain dilakukan baik disertai ucapan maupun tidak disertai
selalu disertai dengan ucapan verbal. Gesture ini ucapan oleh pengguna gesture. Di akhir kegiatan,
dilakukan baik di atas kertas, di atas meja maupun saat menuliskan rencana selesaian secara tidak sadar
diudara, hal ini digunakan untuk menjelaskan siswa menggunakan gesture menunjuk baik itu
sesuatu baik itu pemaham siswa terhadap soal, ide, dilakukan sendiri sebagai penulis jawaban dan
maupun gagasan dalam merencanakan selesaian. pengguna gesture ataupun dilakukan orang lain
Gesture representasional yang digunakan untuk (pendikte) kepada penulis. Hal ini dilakukan sebagai
kepentingan bersama, cenderung disertai dengan alat bantu dalam memusatkan perhatian siswa ketika
ucapan. Hal ini dilakukan ketika siswa menuliskan suatu hal yang dimaksud dalam
merencanakan selesaian dan menuliskan rencana pikirannya. Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata
selesain yang dilakukan diatas kertas. Hal ini siswa mengatakan bahwa dengan gerakan menunjuk
digunakan untuk memusatkan perhatian bersama yang dilakukannya dalam memecahkan masalah
dalam menyelesaikan masalah yang sedang matematika dilakukan secara tidak sadar dan
dihadapinya. Selain itu juga digunakan untuk memberikan peranan penting dalam memusatkan
membantu memfokuskan hal yang dianggap penting perhatian mereka selama mengerjakan masalah.
saat menuliskan rencana selesaian. Sehingga mereka dengan mudah dapat memahami
soal dan mengetahui informasi-informasi penting
yang ada pada soal.
Peranan Gesture dalam Memecahkan Masalah Dalam penelitian ini gesture representasional
Matematika digunakan untuk mengambarkan objek nyata
(timbangan), tindakan yang dilakukan pada objek
Gesture deiktik merupakan gesture menunjuk nyata seperti memindahkan gambar bola pejal pada
yang ditujukan pada suatu objek, tempat, atau gambar timbangan, objek matematika (berupa grafik
inskripsi pada suatu lingkungan fisik. Dalam fungsi kuadrat, diagram panah suatu fungsi),
penelitian ini gesture deiktik digunakan untuk tindakan pada objek matematika (berupa titik-titik
menunjuk objek berupa gambar, grafik maupun koordinat pada grafik fungsi kuadrat), dan simbol
tulisan. Peranan gesture deiktik dalam memecahkan matematika (bilangan 2 dan 5). Hal ini sejalan
masalah secara kelompok terbagi menjadi tiga dengan pendapat Alibali & Nathan (2011) bahwa
bentuk. Pertama, gesture deiktik digunakan sebagai gesture representasional digunakan siswa untuk
alat untuk menegaskan ucapan. Di awal kegiatan, menunjukkan simulasi motorik dan persepsi tentang
siswa membaca soal baik secara lantang maupun bahasa dan gambar juga merefleksikan konsep-
tidak disertai dengan jari tangan menunjuk setiap konsep melalui tubuhnya. Gesture ini juga banyak
kata pada soal yang dibacanya. Hal ini berperan digunakan untuk mempersepsikan secara visual.
untuk memusatkan perhatian siswa saat memahami Melalui Hostetter & Alibali (2008), gesture
masalah yang sedang dihadapinya. Sesuai dengan representasional digunakan ketika siswa
pendapat Alibali & Nathan (2011) bahwa gesture mengaksikan komponen-komponen yang diberikan
deiktik secara khusus sangat menarik untuk melalui simulasi yang ditentukan oleh kognitifnya.
digunakan karena hal tersebut merupakan penandaan Sehingga keduanya berpendapat bahwa gesture
secara spontan untuk memperjelas suatu hal. Kedua, representasional digunakan untuk mensimulasikan
gesture deiktik berperan untuk menunjukkan kepada sebuah aksi. Dalam penelitian ini, pendapat para ahli
orang lain. Gesture ini dilakukan bersamaan dengan tersebut benar adanya, karena siswa dalam
ucapan. Ucapan-ucapan yang sering digunakan memecahkan masalah mensimulasikan persepsi
dalam penelitian ini seperti “ini kan” atau “ini lho mereka (membanyangkan timbangan dan grafik
domainnya” ada pula “1 balok pejal” dan ucapan- fungsi) dengan aksi (seperti memindahkan setiap
Elvierayani, dkk. Gesture Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika, 171

benda di timbangan agar timbangan tiga seimbang, para pengajar agar lebih aktif dalam menggunakan
juga melakukan gerakan merangkul untuk gesture dalam proses pembelajaran yang dilakukan,
memudahkan representasi grafik fungsi) saat karena siswa lebih mudah memahami konsep
berpikir tentang masalah yang dihadapinya. Gesture maupun gagasan yang disampaikan dengan
representasional yang dilakukan oleh seorang siswa menggunakan gesture. (2) Gesture merupakan
tidak menutup kemungkinan berperan untuk dirinya pengetahuan yang diwujudkan (embodied cognition)
sendiri, Dalam penelitian ini gesture sehingga peneliti lanjutan mungkin dapat melihat
representasional yang digunakan untuk dirinya proses berpikir siswa berdasarkan gesture yang
sendiri berperan dalam mengongkrtikan ide ataupun digunakan.
gagasan yang sedang dipikirkannya dalam
mengahadapi masalah. Gesture representasional juga
dilakukan siswa untuk memberitahukan kepada DAFTAR RUJUKAN
orang lain. Dalam hal ini gesture berperan sebagai
scaffolding atau alat bantu untuk teman diskusinya. Alibali, M. W. & Nathan, M. J. 2007. Teachers’
Hal ini mendukung dugaan Francaviglia & Servidio Gestures as a Means Scaffolding Student’s
(2011) bahwa gesture digunakan sebagai suatu Understanding: Evidence from an Early
scaffolding kognitif yang membantu siswa dalam Algebra Lesson. In R. Goldman, R. Pea, B.
menyelesaikan masalah matematika. Barron & S.J. Derry (Eds), Video Research in
the Learning Sciences, Mahwa, NJ: Erlbaum
Alibali, M.W. & Goldin-Meadow, S. 1993. Gesture–
PENUTUP speech Mismatch and Mechanisms of
Learning: What the Hands Reveal about a
Kesimpulan
Child’s State of Mind. Cognitive Psychology,
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, 25: 468–523.
dapat disimpulkan bahwa selama berdiskusi Alibali, M.W. & Nathan, M.J. 2011. Embodiment in
memecakan masalah matematika siswa Mathematics Teaching and Learning:
menggunakan variasi gesture. Gesture yang Evidence from Learner’s and Teahcer’s
dilakukan siswa meliputi gesture deiktik dan gesture Gestures. The Journal of The Learning
representasional. Peranan gesture menurut jenisnya Sciences. Hal: 247-286
dapat dikelmpokkan sebagai berikut: (1) Gesture Becvar, A., Hollan, J., dan Hutchins, E. 2008.
deiktik berperan sebagai alat untuk menegaskan Representational Gestures as Cognitive
ucapan, untuk memusatkan perhatian pada suatu Artifacts for Developing Theories in a
masalah dan untuk menunjukkan objek maupun Scientific Laboratory. Ackerman, M.S., (eds)
posisi suatu hal dalam masalah yang dihadapi. Resources, Co-Evolution and Artifacts:
Gesture deiktik membantu siswa selama Theory in CSCW . Hal: 117-143.
memecahkan masalah meskipun gesture ini tidak Caroline C, W., Walkington, C., Boncoddo, R.,
terencana dan efektif digunakan sebagai penuntut Srisurichan, R., Pier, E., Nathan, A., &
siswa selama mencari strategi dalam memecahkan Alibali, M. 2012. Invisible Proof: The Role Of
masalah. (2) Gesture representasional berperan Gesture And Action In Proof. Journal of
dalam membantu orang lain dalam memecahkan Memory and Languange, (Online), Vol. 43,
masalah (scaffolding). Berperan juga untuk No. 3,
mengongkritkan ide/gagasan tentang apa yang (http://cwalkington.com?PME2012_Presentas
sedang dipikirkannya. Selain itu gesture ion_V15.pdf, diakses Desember 2015)
representasional juga digunakan sebagai alat untuk Chan, H., Tsai, P., Huang, T.Y. 2006. Web-based
menarik perhatian dan memusatkan perhatian siswa Learning in a Geometry Course. Educational
selama memecahkan masalah. Dengan gesture Technology & Society, 9(2), pp.133-140.
representasional siswa dapat terbantu dalam Church, R.B. & Goldin-Meadow, S. 1986. The
mengurangi beban kerja siswa selama memecahkan Mismatch Between Gesture and Speech as an
masalah. Sehingga siswa lebih terbantu beban Index of Transitional Knowledge. Cognition,
kognitifnya dengan representasi gerak yang 23: 43–71.
dilakukannya. Croteau, Ethan A.,Heffernan,Neil T. &
Saran Koedinger,Kenneth R.2004.Why Are Algebra
Word Problem Difficult?. Intelligent Tutoring
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
Systems Lecture Notes in Computer
dilakukan, ada beberapa saran yang dapat dibuat
Science,Vol. 3220, Hal: 240-250.
peneliti berkaitan dengan gesture diantaranya: (1)
Gesture sangat berperan dalam memecahkan
masalah matematika sehingga alangkah baiknya bagi
172, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Francaviglia, M. & Servidio, R. 2011. Gesture as a About Math. Association for Psychological
Cognitive Support to Solve Mathematical Science, 1-6.
Problems. Psychology, 2 (2): 91-97. Hostetter, A.B. & Alibali, M.W. 2008. Visible
Goldin-Meadow, S. & Alibali, M.W. 1995. Embodiment: Gestures as Simulated Action.
Mechanisms of Transfer: Learning with a Psychonomic Bulletin & Review. 15 (3): 495-
Helping Hand. Psychology of Learning and 514
Motivation, 33: 115–157. Johnson, B., Christensen, L.. 2004. Educatioonal
Goldin-Meadow, S., Alibali, M.W. & Church, R. B. Research Quantitative, Qualitative, and
1993. Transitions in Concept Acquisition: Mixed Approaches Second edition. United
Using the Hand to Read the Mind. States: Pearson Education, Inc.
Psychological Review, 100: 279-297. McNeill, D. 1992 Hand and Mind: What Gesture
Goldin-Meadow, S., Susan, W. C & Zachary, A. M. Reveal about Thought. Chicago: Chicago
2009. Gesturing Gives Children New Ideas University Press.
PENGEMBANGAN INSTRUMEN UNTUK MENGAMATI
KREATIVITAS SISWA SMP
Ahmad Bahrul Samsudin1, Gatot Muhsetyo2, Tjang Daniel Chandra3

Universitas Negeri Malang123, Pascasarjana- Universitas Negeri Malang123


e-mail1: Bahroelmat29@gmail.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana proses pengembangan
instrumen yang digunakan untuk mengamati kreativitas matematika siswa SMP. Kreativitas merupakan
hal yang sangat penting untuk dimiliki siswa dalam belajar matematika. Terdapat tiga indikator yang
dikembangkan oleh para ahli yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan kebaruan
(Originality). Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan. Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa SMP kelas VII A di MTs Muhammadiah 1 Taman Sidoarjo berjumlah 26 siswa semester
genap Tahun Ajaran 2015/2016. Output dari penelitian ini adalah produk yaitu berupa Lembar Kerja
Siswa (LKS) dan lembar essay kreativitas essay berbasis Open-ended.penelitian ini menggunakan metode
pengembangan plomp (2010) yang terdiri dari tiga fase yaitu preliminary research (penelitian awal),
prototyping phase (fase pengembangan), dan assessment phase (fase penilaian). Hasil analisis kevalidan
instrumen secara keseluruhan masuk dalam kategori valid yakni LKS 80,88%, RPP 82,81%, lembar tes 1
dan tes 2 berturut-turut bernilai 81,25% dan 84,37%.

Kata Kunci: Kreativitas, Instrumen, Pengembangan

Salah satu studi internasional yang meneliti Kreativitas merupakan hasil produk dari
seputar ranah kemampuan kognitif siswa SMP yaitu aktivitas berpikir kreatif. Cropley (dalam Siswono,
TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) 2008) menyatakan bahwa setidaknya, paling sedikit
yang diadakan oleh IEA (International Association terdapat dua pemikiran utama dalam penggunaan
for the Evaluation of Educational Achievement). istilah kreativitas. Di satu sisi, kreativitas merujuk
Aspek pemahaman, penerapan, dan penalaran pada sebuah pemikiran khusus atau fungsi mental
dalam ranah kemampuan kognitif seperti yang yang sering disebut sebagai pemikiran divergen.
diterapkan pada TIMSS dapat digunakan untuk Pada sisi lain, kreativitas merujuk pada produk yang
menunjukkan profil kemampuan berpikir siswa. Dari dipandang kreatif, seperti karya seni, arsitektur, atau
ketiga aspek tersebut, aspek pemahaman dan musik. Kreativitas merupakan produk dari berpikir
penerapan termasuk dalam kemampuan berpikir kreatif, yaitu suatu kesatuan atau kombinasi dari
dasar. Sedangkan aspek penalaran termasuk dalam berpikir logis dan divergen untuk menghasilkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berpikir kreatif sesuatu yang baru.
merupakan tingkat tertinggi seseorang dalam Sebagai negara berkembang, Indonesia
berpikir. Krulick dan Rudnik (1995) menyebutkan membutuhkan calon tenaga-tenaga kreatif yang
bahwa urutan tingkatan berpikir manusia dari paling mampu memberi sumbangan bermakna kepada ilmu
rendah hingga yang paling tinggi yakni di mulai dari pengetahuan, teknologi dan kesenian, serta kepada
ingatan (recall), berpikir dasar (basic thinking), kesejahteraan bangsa dan negara pada umumnya.
berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif Sehubungan dengan hal ini pendidikan hendaknya
(creative thinking). Secara hirarkis, tingkat berpikir tertuju pada pengembangan kreativitas siswa agar
tersebut disajikan pada Gambar 1. kelak dapat memenuhi kebutuhan pribadi,
masyarakat bahkan negara (Munandar, 2012).
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 juga
mengungkapkan bahwa salah satu standar
kelulusan siswa dalam mata pelajaran matematika
SMP/MTs adalah Kreativitas.
Kreativitas ini sangat dibutuhkan di masa
depan setiap siswa, oleh karenanya setiap siswa
haruslah mendapatkan pelatihan bagaimana
mengembangkan kreativitas mereka disekolah.
Gambar 1: Tingkatan Berpikir Krulik dan Rudnick Ervync (1991) menyatakan bahwa kreativitas
memainkan peranan penting dalam siklus penuh

173
174, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

dalam berpikir matematis. Polya (1973) Salah satu instrumen penilaian yang dapat
mendefinisikan pengetahuan matematika sebagai mengamati keterampilan berpikir kreatif siswa
informasi dan know-how. Know-how yang dimaksud adalah instrumen soal essay yang menuntut jawaban
disini adalah kemampuan untuk menyelesaikan kreatif (Marwiyah,dkk. 2015). Instrumen ini
masalah yang memerlukan pendapat, keaslian, dan haruslah disesuaikan dengan penilaian komponen
kreativitas. Fakta dilapangan menunjukan bahwa berpikir kreatif menurut ahli. Ismaimuza (2010)
banyak guru matematika baik di pendidikan dasar mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan
maupun menengah masih kurang memperhatikan menemukan hubungan atau keterkaitan baru, melihat
kreativitas siswa-siswanya. Dari wawancara yang sesuatu dari perspektif baru, atau membentuk
dilakukan peneliti terhadap salah guru matematika di kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang ada
MTs Muhammadiyah 1 Taman, secara umum hal ini dalam pikiran. Siswono (2008) dan Shriki (2013)
disebabkan karena guru tidak memahami bagaimana mendefinisikan kreativitas yang berhubungan
mengamati kreativitas dalam pembelajaran terutama dengan proses kreatif meliputi kelancaran (fluency),
di matapelajaran matematika. Mengamati yang keluwesan (flexibillity), dan kebaruan (originality).
dimaksud oleh guru tersebut adalah mengukur dan Berikut indikator kreativitas dari segi proses dapat
melatihkan kreativitas. diuraikan dalam tabel 1. berikut ini:

Tabel 1. Indikator Kreativitas


Indikator Deskripsi
Kelancaran Mengacu pada bermacam-macam interpretasi atau jawaban terhadap
(Fluency) sebuah masalah
Keluwesan Kemampuan menyelesaikan masalah dari sudut pandang berbeda dengan
(flexibility) benar
Kebaruan Hasil penyelesaian masalah yang mengacu pada kemampuan siswa dalam
(Originality) menjawab masalah dengan jawaban berbeda-beda tetapi tetap bernilai benar
atau satu jawaban yang “unik atau tidak biasa” dilakukan oleh siswa pada
tingkat kemampuannya.
(diadaptasi dari Laily, dkk .2013)

Instrumen berupa essay selain digunakan Taman Sidoarjo berjumlah 26 siswa. Output dari
untuk mengetahui bentuk profil kemampuan siswa, penelitian ini adalah produk yaitu berupa Lembar
juga dapat digunakan sebagai sarana melatih Kerja Siswa (LKS) dan lembar essay kreativitas.
kemampuan siswa untuk berpikir pada tingkat yang LKS dan lembar essay ini berbasis Open-ended,
lebih tinggi (Rofiah,dkk. 2013). Soal-soal yang yaitu berisikan soal atau permasalahan terbuka
digunakan sebagai latihan dapat berisi pertanyaan bersifat Non-algoritmik, Cenderung kompleks
yang menuntut siswa menggunakan kreativitas (membutuhkan kemampuan analisis sehingga
dalam hal pemecahan masalah matematika. Agar menemukan pola baru dalam menyelesaikan soal),
dapat menjawab pertanyaan tersebut, diperlukan Membutuhkan usaha untuk menemukan struktur
penalaran tingkat tinggi yaitu cara berpikir logis dalam ketidakteraturan yang bertujuan melatih
yang tinggi. Berpikir logis yang tinggi sangat kreativitas siswa.
diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran di Model Penelitian Pengembangan dalam
kelas, khususnya dalam menjawab pertanyaan penelitian ini menggunakan model pengembangan
karena siswa perlu menggunakan pengetahuan, Plomp (2010:25). Terdapat 3 fase dalam
pemahaman, dan keterampilan yang dimilikinya dan pengembangan Plomp (2010) yaitu: (1) preliminary
menghubungkannya dalam situasi baru. research (penelitian awal), (2) prototyping phase
Berdasarkan hal-hal tersebut, masalah dalam (fase pengembangan), dan (3) assessment phase
penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan (fase penilaian). Model pengembangan Plomp
instrumen untuk mengamati kreativitas matematika mudah dipahami dan cocok digunakan dalam
siswa SMP? melakukan proses penelitian pengembangan
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan instrumen.
bagaimana proses pengembangan instrumen yang
digunakan untuk mengamati kreativitas matematika HASIL DAN PEMBAHASAN
siswa SMP
Penelitian Awal (Preliminary Research)
METODE Pada fase penelitian awal ini dilakukan
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian aktivitas yang meliputi: (a) meninjau literatur; (b)
pengembangan. Subjek dalam penelitian ini adalah menganalisis kebutuhan dan konteks; (c)
siswa SMP kelas VII A di MTs Muhammadiah 1 mengembangkan kerangka konseptual dan teoritis
Samsudin, dkk. Pengembangan Instrumen untuk Mengamati Kreativitas Siswa SMP, 175

untuk penelitian. Berikut diuraikan masing-masing Menurut Shimada (1997) menyatakan bahwa
aktivitasnya. pendekatan open ended berawal dari pandangan
a. Meninjau literatur bagaimana mengevaluasi kemampuan siswa secara
Dalam aktivitas ini peneliti melakukan kajian objektif dalam kreativitas. Sementara itu Nohda
teori mengenai pendekatan yang cocok digunakan (2001) mengatakan tujuan pendekatan open-ended
dalam instrumen essay untuk mengamati kreativitas adalah untuk membantu mengembangkan aktivitas
siswa. Pendekatan yang cocok untuk dikembangkan yang kreatif dari siswa dan kemampuan berpikir
dalam instrumen tersebut adalah berisi tentang soal matematis mereka dalam memecahkan masalah.
berbasis Open-ended. Hal tersebut berdasarkan Indikator pengukuran kreativitas siswa dan
beberapa hasil kajian teori para ahli tentang pendekatan open-ended di jelaskan oleh Krulick dan
hubungan kreativitas dan soal open-ended. Rudnick (1995) pada tabel 2 berikut

Tabel 2. Hubungan Pendekatan Open-ended dengan Indikator Kreativitas


Komponen Kreativitas Penjelasan Komponen Kreativitas Open-ended
Kelancaran Mengacu pada bermacam-macam Siswa menghasilkan
(fluency) interpretasi atau jawaban terhadap lebih dari satu jawaban
sebuah masalah. benar.
Keluwesan Kemampuan menyelesaikan masalah Siswa menemukan
(flexibility) dari sudut pandang berbeda dengan sedikitnya dua
benar. keragaman jawaban
benar
Kebaruan Hasil penyelesaian masalah yang Siswa diberi kesempatan
(Originality) mengacu pada kemampuan siswa mengajukan jawaban-
dalam menjawab masalah dengan jawaban unik menurut
jawaban berbeda-beda tetapi tetap pemikirannya sendiri
bernilai benar atau satu jawaban yang
“unik atau tidak biasa” dilakukan oleh
siswa pada tingkat kemampuannya.
(diadaptasi dari Krulick dan Rudnick .1995)

Hal tersebut juga didukung oleh beberapa untuk memberikan pengalaman pada siswa dalam
kajian pendapat ahli lainya seperti berikut. menemukan sesuatu yang baru.
1. Menurut Cropley dalam Siswono (2008) Berdasarkan penjelasan beberapa pendapat
kreativitas merupakan produk dari berpikir tersebut peneliti memilih open-ended sebagai dasar
kreatif, yaitu suatu kesatuan atau kombinasi dari mengembangkan Instrumen yang digunakan dalam
berpikir logis dan divergen untuk menghasilkan mengamati kreativitas siswa.
sesuatu yang baru
2. Menurut Suherman (2003), tujuan dari b. Menganalisis Kebutuhan dan Konteks
pendekatan open-ended adalah membantu Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir menganalisis kebutuhan apa saja yang diperlukan
matematika siswa melalui problem solving sebagai alternatif menyelesaikan masalah yang
secara simultan ditemui dalam kegiatan pembelajaran matematika,
3. Menurut Silver (1997), Hamza and Griffith dan menganalisis konteks apa saja yang terkait
(2006) Mendesain pembelajaran yang dapat dengan kebutuhan tersebut. Kegiatan yang dilakukan
memberikan siswa kesempatan yang lebih untuk pada tahap identifikasi kebutuhan diantaranya adalah
mengeksplorasi permasalahan yang memberikan identifikasi kondisi siswa dan wawancara guru
banyak solusi dapat meningkatkan kemampuan tentang kelemahan pembelajaran. Sedangkan
siswa dalam bepikir kreatif. kegiatan yang dilakukan pada analisis konteks
4. Suherman (2003) juga mengatakan bahwa adalah meninjau materi.
Permasalahan open-ended adalah sebuah Identifikasi kondisi siswa dilakukan dengan
permasalahan yang mempunyai banyak jawaban memberikan soal open-ended kepada 26 siswa SMP
benar. kelas VII MTs Muhammadiyah 1 Taman Sidoarjo
5. Menurut Becker dan Shimada (1997) untuk mengetahui kreativitasnya. Hasil dari
mendeskripsikan pembelajaran open-ended pemberian tersebut diketahui bahwa kreativitas
sebagai pembelajaran yang dimulai dari siswa masih rendah. Karena masih banyak siswa
mempresentasikan masalah open-ended, yang belum bisa mengerjakan soal yang diberikan.
kemudian pembelajaran berlanjut dengan Untuk analisis kelemahan pembelajaran
penggunaan banyak jawaban benar dengan tujuan dilakukan wawancara secara tidak terstruktur dengan
176, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

guru mata pelajaran matematika di MTs Aktivitas lain yang dilakukan yakni meninjau
Muhammadiyah 1 Taman Sidoarjo tersebut dan materi yang digunakan dalam pengembangan
meneliti lembar kerja siswa (LKS) yang digunakan instrumen. Peneliti meninjau materi yang cocok
oleh siswa. Dari wawacara tersebut didapatkan hasil digunakan untuk mengamati kreativitas kelas VII
bahwa: SMP. Dari hasil kaji materi ini peneliti memutuskan
1. Guru sangat berperan aktif dalam pembelajaran, untuk menggunakan materi segitiga dan segiempat.
sedangkan siswa berperan sebagai pendengar Menurut Siswono (2007) materi segitiga dan
(audience). Setelah menyampaikan materi, guru segiempat dapat digunakan dalam mengidentifikasi
memberikan contoh soal dan dilanjutkan dengan kemampuan berpikir kreatif siswa.
latihan soal.
2. Soal-soal yang diberikan merupakan soal tertutup Fase Pengembangan (prototyping Phase)
(closed problem) dan bukan termasuk soal Fase ini bertujuan untuk mengembangkan
melatih kreativitas. Ini disebabkan keterbatasan Produk Instrumen untuk mengamati kreativitas
waktu dan bahan ajar sehingga guru jarang siswa. Produk yang dikembangkan adalah Lembar
bahkan tidak pernah memberikan soal terbuka Kerja Siswa (LKS) dan tes kreativitas, dan lembar
(open problem). validasi. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
3. Guru hanya menggunakan LKS dan buku paket adalah menyusun Instrumen meliputi: a)
yang tersedia. Guru jarang sekali membuat LKS menentukan materi, kompetensi dasar (KD),
sendiri. LKS tidak berisi masalah open-ended. indikator, dan tujuan pembelajaran, b) menyusun
LKS, c) menyusun RPP, d) menyusun tes
Dari analisis masalah yang diuraikan di atas, kreativitas.
maka kebutuhan dapat diidentifikasi. Kebutuhan
tersebut adalah: (1) diperlukan mengembangkan a) Menentukan Materi, Kompetensi Dasar (KD),
LKS yang digunakan sebagai bahan ajar siswa untuk Indikator, dan Tujuan Pembelajaran
melakukan kegiatan-kegiatan melatih kreativitas; (2) Untuk menyusun LKS dan tes kreativitas
diperlukan mengembangkan lembar essay berisi soal peneliti perlu memilih materi, Kompetensi Dasar,
open-ended untuk mengukur kreativitas siswa. indikator, dan tujuan pembelajaran terlebih dahulu.
Berdasarkan pada penelitian awal pada kajian
c. Mengambangkan Kerangka Konseptual dan literatur, materi yang sesuai untuk meningkatkan
Teoritis kreativitas siswa SMP adalah segitiga dan
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini yakni segiempat. Dari materi tersebut, peneliti
merancang sebuah kerangka konseptual dan teoritis memfokuskan pada Kompetensi Dasar (KD)
yang digunakan untuk mengembangkan produk “Memahami sifat bangun datar dan
berdasarkan pada tinjauan literatur dan penelitian menggunakannya untuk menentukan keliling dan
awal yang telah dilakukan. Merancang kerangka luas”. Kemudian dari KD ini peneliti menyusun
konseptual dan juga teoritis dilakukan untuk indikator pembelajaran yang disesuaikan dengan
membuat rancangan RPP, LKS, dan tes kreativitas indikator kreativitas, yaitu dapat berpikir lancar
yang disesuaikan dengan teori yang dapat melatih (fluency), dapat berpikir luwes (flexibility), dapat
dan mengukur kreativitas, yaitu dengan pendekatan menentukan solusi baru (originality) terhadap
open-ended. masalah luas segitiga dan segiempat. Dari indikator
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang tersebut maka tujuan pembelajarannya adalah
dikembangkan berisikan satu aktivitas, pendalaman melalui pembelajaran berbasis open-ended siswa
aktivitas, dan latihan soal – soal open-ended. dapat berpikir lancar (fluency), dapat berpikir luwes
Aktivitas berisikan masalah yang dalam proses (flexibility), dapat menentukan solusi baru
menyelesesaikannya melatihkan kelancaran (originality) terhadap masalah luas segitiga dan
(Fluency),keluwesan (flexibility), dan kebaruan segiempat.
(originality). Sedangkan tes kreativitas berisikan b) Lembar Kerja Siswa (LKS)
masalah-masalah open-ended yang tiap butir soalnya LKS berbasis open-ended disusun dengan
dapat memunculkan komponen kreativitas siswa memberikan soal atau masalah yang memiliki
ketika proses pengerjaan. Dengan langkah-langkah banyak solusi benar atau memiliki banyak cara
tersebut diharapkan kreativitas siswa dapat penyelesaian. LKS yang dikembangkan terdiri dari
dilatihkan dan diukur karena kegiatan-kegiatan yang tiga LKS, yaitu LKS 1 terkait menentukan luas
akan dilakukan dalam aktivitas LKS sudah segitiga dan segiempat dengan berbagai cara, LKS 2
disesuaikan dengan langkah-langkah untuk terkait masalah hubungan luas segitiga dan
mengamati indikator kreativitas. LKS juga segiempat terhadap luas bangun yang lebih komplek,
dirancang dengan tampilan yang menarik agar siswa sedangkan LKS 3 terkait mengaplikasikan luas
tertarik untuk mengerjakan LKS tersebut. segitiga dan segiempat pada kehidupan nyata. Pada
Samsudin, dkk. Pengembangan Instrumen untuk Mengamati Kreativitas Siswa SMP, 177

LKS 1 dan LKS 2 diberikan dua aktivitas Kemudian pada langkah “mengerjakan soal open-
pembelajaran berkelompok yang terdiri dari ended” siswa secara individu diminta mengerjakan
“aktivitas” dan “mendalami aktivitas”, dan aktivitas soal open-ended yang disajikan dengan tujuan
pembelajaran individu yakni “mengerjakan soal melatih tiga komponen kreativitas mereka yakni
open-ended”. Sedangkan pada LKS 3 hanya fluency, flexibility, originality. Pada LKS 3 siswa di
diberikan aktivitas mandiri saja yang berisi tentang latih secara individu mengerjakan masalah nyata
masalah-masalah nyata. Dalam menyelesaikan soal yang open-ended untuk mengasah secara mendalam
yang sajikan pada langkah “aktivitas” dan tiga komponen kreativitas mereka.
“mendalami aktivitas” di LKS 1 dan LKS 2, c) Tes kreativitas
diberikan cara dan petunjuk untuk menyelesaikan Tes kreativitas yang disusun terdiri dari dua
soal, dimana ketika siswa melakukan proses mencari macam yaitu tes I dan tes II. Masing-masing tes
solusi soal open-ended yang disajikan sesuai kemampuan kreativitas tersebut disusun essay yang
petunjuk, siswa secara tidak langsung akan berisi 3 masalah open-ended mencakup materi luas
mengasah kemampuan berpikir lancar (fluency) dan segitiga dan segiempat dengan tingkat kesulitan
kemampuan berpikir luwes (flexibility) mereka. yang setara. Seperti pada Gambar 2

Gambar 2: Kesetaraan Soal

Tes 1 diberikan kepada siswa sebelum revisi lagi. Begitu seterusnya sampai perangkat
pemberian lembar kerja siswa (LKS) berbasis open- pembelajaran yang dihasilkan memenuhi kriteria
ended. Sedangkan tes 2 diberikan kepada siswa valid.
setelah pemberian lembar kerja siswa (LKS). Dari Prosedur untuk menilai kevalidan perangkat
tes 1 dan tes 2 akan diperoleh perbedaan hasil tes pembelajaran yakni meminta penilai ahli tentang
kemampuan kreativitas siswa, sehingga perbedaan kelayakan prototipe yang telah dibuat. Penilaian ini
tersebut dapat dipakai sebagai pedoman mengukur menggunakan lembar validasi yang diberikan
kreativitas. kepada validator dengan dilampiri Instrumen yakni
lembar kerja siswa (LKS) serta tes kreativitas.
Fase Penilaian (Assessment Phase) Analisis terhadap hasil validasi yang dilakukan
LKS dan tes kreativitas yang telah disusun dalam validator ditentukan dari presentase rataan skor
tahap pengembangan, selanjutnya dilakukan tahap kevalidan dengan menggunakan rumus berikut.
penilaian. Penilaian pada penelitian ini yakni hanya 𝑆𝑟
sampai dengan diujikan pada validator ahli. Setelah 𝑆𝑣 = 𝑥 100%
𝑆𝑚
Instrumen telah selesai disusun, peneliti melakukan
validasi. Validasi ini dilakukan oleh dua validator 𝑆𝑣 : Presentase hasil validasi
ahli. Pada tahap uji validasi ini terdapat fase iterasi, 𝑆𝑟 : Rataan skor validasi dari
yaitu apabila hasil validasi prototipe instrumen ini masing-masing validator
belum mencapai kriteria valid maka peneliti akan 𝑆𝑚 : Skor maksimal yang
merevisi terhadap prototipe instrumen yang dapat diperoleh
dikembangkan sesuai dengan saran dan komentar
para validator. Apabila hasil yang telah direvisi Kesimpulan analisis data disesuaikan dengan
masih belum juga mencapai kriteria valid untuk kriteria dalam Tabel 3 berikut.
yang kedua kalinya, maka peneliti akan melakukan
178, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Tabel 3 Kriteria Validitas


𝑺𝒗 Kriteria Keterangan
𝟕𝟓% ≤ 𝑆𝑣 ≤ 100% Valid Tidak perlu rivisi
𝟓𝟎% ≤ 𝑆𝑣 < 75% Belum valid Revisi kecil
𝟐𝟓% ≤ 𝑆𝑣 < 50% Belum valid Revisi besar
𝟎% ≤ 𝑆𝑣 < 25% Tidak valid Belum dapat digunakan
(diadaptasi dari Hobri, 2010)

Data akhir penilaian validator terhadap 2. Untuk penelitian yang selanjutnya sebaiknya
instrumen diperoleh setelah pengembang melakukan ditambahkan aktivitas uji coba kelompok kecil
revisi instrumen berdasarkan saran dan komentar dan uji coba lapangan yang bertujuan untuk
dari para validator. Data tersebut berupa data mengukur tingkat keefektifan instrumen yang
kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif telah dikembangkan
berupa nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil
penskoran lembar validasi perangkat pembelajaran
oleh dua validator. Sedangkan data kualitatif berupa DAFTAR RUJUKAN
saran serta komentar terhadap instrumen dari para
validator, baik yang tercatat pada kolom lembar Ervync, G. (1991). “Mathematical Creativity”.
validasi maupun yang tidak tercatat. Dalam Tall, D. Advanced Mathematical
Hasil validasi LKS oleh validator 1 dan 2 Learning. London: Kluwer Academic
yakni sebesar 80,88%. Ini berarti LKS tergolong Publisher
kriteria valid tanpa revisi, sedangkan RPP memiliki Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir
nilai 82,81%. Ini berarti RPP masuk dalam kriteria Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP
valid. Untuk lembar tes 1 dan tes 2 berturut-turut melalui Pembelajaran Berbasis Masalah
bernilai 81,25% dan 84,37%. Jadi lembar tes dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi
tergolong dalam kriteria valid. pada PPs UPI. (Unpublished)
Krulik, Stephen & Rudnick, Jesse A. (1995). The
PENUTUP New Sourcebook for Teaching Reasoning and
Problem Solving in Elementary School.
Kesimpulan Needham Heights, Massachusetts: Allyn &
Bacon.
Berdasarkan pengembangan instrumen untuk Marwiyah, Siti, Kamid, Risnita. (2015).
mengamati kreativitas matematika pada siswa SMP Pengembangan Instrumen Penilaian
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan instrumen Keterampilan Berpikir Kreatif pada Mata
yang disusun memiliki karakteristik sebagai berikut: Pelajaran IPA Terpadu Materi Atom, Ion, dan
1. Instrumen berbasis open-ended atau berisi Molekul SMP Islam Al Falah. Edu-Sains
tentang soal dan masalah terbuka Volume 4 (1)
2. Aspek kreativitas siswa ada tiga komponen yakni Munandar,U. (2012). Pengembangan Kreativitas
kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
kebaruan(originality) Nohda, N. (2001). A study of Open-Appoach Method
3. Aspek kreativitas dapat diamati melalui in School Mathematics. Teaching- Focusing
pemberian soal atau masalah terbuka (open- on Mathematical Problem Solving Activities.
ended) (online).
4. Hasil kevalidan instrumen keselueruhan dalam Polya, George. (1973). How To Solve It.
kategori yakni LKS 80,88%, RPP 82,81%, Princetown, New Jersey:Princetown
lembar tes 1 dan tes 2 berturut-turut bernilai University Press.
81,25% dan 84,37% Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional Nomor
22 Tahun 2006. Standar Isi untuk Satuan
Saran Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Departeman Pendidikan Nasional.
Berdasarkan pengembangan instrumen untuk Rofiah, Emi, Nonoh Siti Aminah, Elvin Yusliana
mengamati kreativitas siswa SMP, peneliti dapat Ekawati (2013). Penyusunan Instrumen Tes
memberikan beberapa saran, yaitu: Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika
1. Tampilan instrumen sebaiknya di buat semenarik Pada Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika
mungkin agar siswa tertarik untuk mengerjakan Vol.1 No.2(17)
instrumennya. Siswono, Tatag Yuli Eko. (2008). Model
Pembelajaran Berbasis Pengajuan Dan
Samsudin, dkk. Pengembangan Instrumen untuk Mengamati Kreativitas Siswa SMP, 179

Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Creative Education, Vol. 4(430-439)


Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Shimada, S dan Becker J.P. (1997). The open-ended
Unesa University Press. approach: A new Proposal for Teaching
Mathematics. Virginia: National Cauncil of
Siswono, Tatag Yuli Eko. (2007). Penjenjangan Teachers of Mathematics
Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Identifikasi Suherman, E. et al. (2003). Strategi Pembelajaran
Tahap Berpikir Kreatif Siswa Dalam Matematika Kontemporer (Edisi Revisi).
Memecahkan Dan Mengajukan Masalah Bandung: JICA-FPMIPA UPI.
Matematika. Disertasi tidak dipublikasikan. Silver, E. A. (1997). “Fostering Creativity through
Surabaya: Pascasarjana Universitas Negeri Instruction Rich in Mathematical Problem
Surabaya. Solving and Problem Posing”. The
Shriki, A. (2013). A Model for Assessing the International Journal on Mathematics
Developmentof Students’ Creativity in the Education, Vol 29(3).
context of Problem Posing. Journal
PENINGKATAN LEVEL KEMAMPUAN SISWA SMP KATEGORI
PRESTRUCTURAL DALAM MENYELESAIKAN SOAL GEOMETRI
MELALUI PEMBERIAN SCAFFOLDING
Tabita Wahyu Triutami1, Purwanto2, Abadyo3

Universitas Negeri Malang


1tabita.wahyu@gmail.com, 2purwanto.fmipa@um.ac.id, 3abadyo.fmipa@um.ac.id

Abstract: SOLO (Structure of Observed Learning Outcomes) taxonomy is one way to determine the level
of students ability to solve geometry problems. The tests and interviews for students of class IX-A SMP 2
Banyuwangi showed that there were students in prestructural level which having difficulty in solving
geometry problems. Therefore, the provision of scaffolding to these students is needed to overcome the
difficulties and to increase ability level. The purpose of this study is to describe the provision of
scaffolding that can increase the level of junior high school students ability in the prestructural category
in solving geometry problems. The type of the research is case study of descriptive qualitative approach.
Subjects in this study is students under prestructural level category in solving geometry problems. The
results showed that the scaffolding can increase the level of student ability from prestructural to
relational in solving geometry problems. The scaffolding which can increase the level of student ability
from prestructural to relational in solving geometry problems is scaffolding level 2 (i.e. explaining
(showing and telling) and reviewing (students explaining and justifying; prompting and probing
questions; parralel modeling)).

Keywords: geometry problems, level of ability, SOLO taxonomy, scaffolding

Abstrak: Salah satu cara untuk mengetahui level kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal geometri
adalah dengan menggunakan taksonomi SOLO. Hasil tes dan wawancara menunjukkan bahwa masih ada
siswa kelas IX-A SMPN 2 Banyuwangi yang kemampuannya berada pada level prestructural sehingga
mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal geometri. Oleh karena itu, perlu pemberian
scaffolding yang dapat mengatasi kesulitan siswa tersebut sehingga level kemampuan siswa tersebut
dapat meningkat. Artikel ini disusun berdasarkan hasil penelitian tentang pemberian scaffolding yang
dapat meningkatkan level kemampuan siswa SMP kategori prestructural dalam menyelesaikan soal
geometri. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek pada
penelitian merupakan satu siswa yang memiliki level kemampuan prestuctural dalam menyelesaikan
soal geometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian scaffolding dapat meningkatkan level
kemampuan siswa dari prestructural menjadi relational dalam menyelesaikan soal geometri. Scaffolding
yang dapat meningkatkan level kemampuan siswa dari prestructural menjadi relational dalam
menyelesaikan soal geometri adalah scaffolding level 2 yaitu explaining (showing and telling) dan
reviewing (students explaining and justifying; prompting and probing questions; parralel modeling ).

Kata kunci: soal geometri, level kemampuan, taksonomi SOLO, scaffolding

Proses berpikir siswa dalam menyelesaikan Respons tersebut menunjukkan adanya identifikasi
suatu permasalahn dapat diklasifikasikan menjadi tahap ketika seorang siswa sedang beroperasi atau
beberapa tingkatan atau level yang berbeda sesuai berpikir (Biggs & Collis dalam Lian & Yew, 2011).
dengan kemampuannya. Level kemampuan siswa Tahapan perkembangan kognitif tersebut yang
selalu menjadi perhatian pendidik (Guven & Baki, kemudian dikenal dengan taksonomi SOLO.
2010), tidak terkecuali pada materi geometri. Salah Taksonomi SOLO terdiri dari lima level yang
satu cara untuk mengetahui level kemampuan siswa didasarkan pada respons yang diberikan mulai dari
dalam menyelesaikan soal geometri adalah dengan yang terendah sampai yang tertinggi, yaitu
menggunakan taksonomi SOLO (Structure of prestructural, unistructural, multistructural,
Observed Learning Outcomes). Taksonomi SOLO relational, dan extended abstract (Biggs & Collis,
merupakan teori yang dikembangkan oleh Biggs & 1982 : 24-25). Tabel 1 berikut ini merupakan
Collis (1982). Biggs & Collis (dalam Lian & Yew, indikator level kemampuan dalam menyelesaikan
2011) menyatakan bahwa ketika siswa menjawab soal geometri berdasarkan Taksonomi SOLO yang
tugas yang diberikan, respons mereka menampilkan disusun berdasarkan skema respon taksonomi SOLO
urutan serupa di seluruh tugas. Respons tersebut oleh Biggs & Collis (1982 : 24-25) dan deskripsi
akan meningkat dari yang sederhana sampai yang setiap level taksonomi SOLO oleh Chick (1998).
abstrak ( Biggs & Collins dalam Chan dkk, 2002).

180
Triutami, dkk. Peningkatan Level Kemampuan Siswa SMP …, 181

Tabel 1. Indikator Level Kemampuan Siswa berdasarkan Taksonomi SOLO


Level Kemampuan
Indikator Pekerjaan Siswa
Siswa
Prestructural  Pekerjaan siswa tidak relevan dengan masalah dalam soal.
 Siswa tidak melakukan identifikasi terhadap konsep – konsep yang terkait.
 Menuliskan fakta – fakta yang tidak ada hubungannya dengan masalah dalam soal.
 Tidak menuliskan apapun, menghindari soal.
Unistructural  Siswa menggunakan satu informasi yang terdapat dalam soal, satu proses dan satu konsep
untuk mencari solusi.
 Siswa menggunakan proses/konsep berdasarkan data yang terpilih tetapi kesimpulan yang
diperoleh tidak relevan.
 Siswa tidak memahami masalah tetapi dapat melakukan satu proses yang tepat.
Multistructural  Siswa menggunakan lebih satu informasi yang terdapat dalam soal, lebih dari satu proses dan
konsep untuk mencari solusi.
 Siswa dapat membuat beberapa hubungan dari beberapa informasi tetapi ada sedikitnya satu
proses yang dilakukan salah sehingga kesimpulan yang diperoleh tidak relevan.
 Siswa menggunakan beberapa informasi tetapi tidak terdapat hubungan dari informasi –
informasi tersebut sehingga tidak dapat menarik kesimpulan.
Relational  Siswa menggunakan semua informasi untuk mengaplikasikan konsep atau proses lalu
memberikan hasil sementara dan menghubungkan dengan informasi atau proses yang lain
sehingga dapat menarik kesimpulan yang relevan.
Extended abstract  Siswa menggunakan semua informasi untuk mengaplikasikan konsep atau proses lalu
memberikan hasil sementara dan menghubungkan dengan informasi atau proses yang lain
sehingga dapat menarik kesimpulan yang relevan.
 Siswa dapat membuat generalisasi dari hasil yang diperoleh, yaitu menemukan lebih dari satu
cara untuk menyelesaikan masalah.
 Siswa dapat mengaplikasikan domain atau konsep lain di luar geometri untuk menyelesaikan
masalah.

Pada tanggal 1 Maret 2016 peneliti Taksonomi SOLO, sedangkan butir soal kedua
memberikan tes 1 kemampuan menyelesaikan soal disusun untuk menjangkau kemampuan siswa
geometri kepada 36 siswa kelas IX-A SMPN 2 hingga pada level extended abstract Taksonomi
Banyuwangi. Tes tersebut berisikan dua butir soal, SOLO. Gambar 1 berikut ini merupakan instrumen
butir soal pertama disusun untuk menjangkau tes yang diberikan.
kemampuan siswa hingga pada level relational

Gambar 1. Instrumen Tes 1

Hasil tes dan wawancara menunjukkan bahwa ∠𝐵𝐶𝐷 salah dan sama sekali tidak berhubungan
masih ada siswa yang kemampuannya berada pada dengan masalah yang dicari. Siswa tersebut juga
level prestructural dalam menyelesaikan soal tidak melakukan identifikasi terhadap informasi
geometri. Siswa tersebut tidak memahami konsep yang ada pada soal dan konsep yang terkait dengan
yang ada pada soal nomor 1 dan 2 sehingga semua informasi tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya
proses dan konsep yang digunakannya untuk suatu bantuan yang dapat mengatasi kesulitan siswa
mencari besar ∠𝐵𝑂𝐶, ∠𝐴𝑂𝐵 ∠𝐶𝑂𝐵, ∠𝐷𝑂𝐸, dan tersebut. Bantuan yang diberikan harus disesuaikan
182, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

dengan tingkat perkembangan siswa yang dikenal merupakan scaffolding yang diberikan secara
dengan konsep Zone of Proximal Delopment (ZPD). individu kepada siswa. Berdasarkan latar belakang
ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan tersebut, peneliti berkeinginan untuk melakukan
sesungguhnya (batas bawah ZPD), yaitu penelitian tentang peningkatan kemampuan siswa
kemampuan memecahkan masalah secara mandiri SMP kategori prestructural dalam menyelesaikan
dengan tingkat perkembangan potensial (batas atas soal geometri melalui pemberian scaffolding. Tujuan
ZPD) yaitu kemampuan memecahkan masalah di penelitian ini adalah untuk mendapatkan deskripsi
bawah bimbingan orang dewasa dan teman sejawat mengenai pemberian scaffolding yang dapat
(Veer,2007). Bantuan untuk mengembangkan meningkatkan level kemampuan siswa SMP kategori
pengalaman anak – anak yang berada dalam zona prestructural dalam menyelesaikan soal geometri.
perkembangan proksimal mereka ini kemudian Pada penelitian ini pemberian scaffolding hanya
dikenal dengan scaffolding. difokuskan pada level 2 dan level 3 scaffolding oleh
Wood, Buner, & Ross ( dalam Anghileri, Anghileri karena nantinya pemberian scaffolding
2006) mengemukakan gagasan tentang scaffolding pada siswa dilakukan secara tatap muka dan satu
yaitu bantuan orang dewasa kepada anak – anak dan persatu. Pemberian scaffolding dikatakan berhasil
secara perlahan – lahan bantuan tersebut akan jika siswa dengan level kemampuan prestructural
ditinggalkan ketika anak tersebut telah mampu dalam menyelesaikan soal geometri dapat meningkat
menyelesaikan permasalahan sendiri. Hunter (2012) menjadi level relational atau exrended abstract.
menyatakan bahwa scaffolding adalah pembelajaran
yang terjadi sebagai hasil dari interaksi sosial antara METODE
individu dengan pengetahuan lebih dan kurang.
Guru yang dianggap mempunyai pengetahuan lebih Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
akan membangun dinding pengetahuan dan dengan pendekatan studi kasus. Subjek pada
kemampuan yang akan digunakan untuk membantu penelitian ini merupakan satu siswa (S1) yang
siswa (melakukan scaffolding) untuk mendapatkan memiliki level kemampuan prestuctural dalam
kemampuan matematika yang lebih lanjut/tinggi. menyelesaikan soal geometri. Pemilihan subjek ini
Amiripour (2012) dalam penelitiannya menyatakan didasarkan pada hasil tes 1, rekomendasi guru, dan
scaffolding yang efektif dalam pembelajaran di kelas kemampuan siswa dalam menyampaikan
antara lain : menggunakan pola, menggunakan gagasannya. Instrumen yang digunakan pada
umpan balik, mengorganisasi respons siswa, penelitian ini merupakan instrumen tes, pedoman
menggunakan instrumen pembelajaran, wawancara, dan pedoman pemberian scaffolding
menempatkan siswa sebagai instruktur, yang sebelumnya telah divalidasi oleh dua orang
menghilangkan miskonsepsi, dan menggunakan validator yang merupakan dosen pascasarjana prodi
masalah nyata. Hasil dari penelitian Amiripour pendidikan matematika Universitas Negeri Malang.
(2012) menunjukkan bahwa siswa dapat melakukan Instrumen berisikan dua butir soal, butir soal
komunikasi sosial dan mereka dapat belajar konsep pertama disusun untuk menjangkau kemampuan
matematika secara benar melalui aktivitas siswa hingga pada level relational Taksonomi
scaffolding dalam pembelajaran matematika. SOLO, sedangkan butir soal kedua disusun untuk
Anghileri (2006) mengusulkan tiga tingkatan menjangkau kemampuan siswa hingga pada level
dari penggunaan scaffolding. Tingkatan tersebut extended abstract Taksonomi SOLO. Instrumen tes
antara lain, level 1 : environmental provisions 1 diberikan pada tes awal sedangkan instrumen tes 2
(classroom organization, artefacts), level 2 : diberikan setelah pemberian scaffolding. Pedoman
explaining, reviewing, and restructuring, dan level 3 pemberian scaffolding berisikan rencana pemberian
: developing conceptual thinking. Scaffolding pada scaffolding kepada siswa disesuaikan dengan
level 1 merupakan scaffolding yang diberikan secara kesulitannya dalam menyelesaikan tes 1. Gambar 2
berkelompok, sedangkan untuk level 2 dan 3 berikut ini merupakan instrumen tes 2.

Gambar 2. Instrumen Tes 2


Triutami, dkk. Peningkatan Level Kemampuan Siswa SMP …, 183

Sumber data utama dalam rancangan Pemberian Scaffolding kepada S1


penelitian ini adalah hasil tes dan wawancara. Berdasarkan hasil tes dan wawancara
Analisis data hasil wawancara dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa S1memiliki kemampuan
dianalisis dengan menggunakan teknik transkripsi, menyelesaikan soal geomtri pada level
segmentsi, kodding dan pengkategorian serta prestructural. S1 tidak dapat mengerjakan semua
penarikan kesimpulan (Johnson & Christensen, 2004 soal pada tes 1 dengan benar. S1 belum menguasai
: 501). Penarikan kesimpulan dilakukan berkaitan konsep - konsep yang ada pada soal tes 1 (penamaan
dengan jenis scaffolding yang diberikan dan level sudut, sudut keliling, sudut pusat, hubungan antara
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal sudut keliling dan sudut pusat yang menghadap
geometri berdasarkan taksonomi SOLO setelah busur yang sama, dan sudut perpotongan antara dua
pemberian scaffolding. Level kemampuan siswa tali busur) sehingga semua proses yang
dalam menyelesaikan soal geometri dikategorikan digunakannya dalam menyelesaikan soal salah.
berdasarkan pada indikator pada Tabel 1 dan skema Proses pemberian scaffolding kepada S1 tercantum
respon taksonomi SOLO oleh Biggs & Collis (1982 dalam Tabel 2 berikut.
: 24-25).

HASIL

Tabel 2. Deskripsi Pemberian Scaffolding S1


Komponen
Reaksi S1 Terhadap Scaffolding :
No Deskripsi Masalah yang Bentuk Scaffolding yang
Scaffolding yang Kegiatan
Soal Pekerjaan S1 Dihadapi S1 Diberikan
Diberikan yang
dilakukan
1 Semua proses S1 tidak Peneliti memberikan Setelah mendengarkan Explaining :
yang memahami penjelasan tentang penjelasan peneliti, S1 Showing and
dilakukan S1 penamaan sudut penamaan sudut yang benar mulai paham dengan telling
dalam (S1menganggap dan memberikan berbagai penamaan sudut dan
menyelesaikan ∠𝐴𝐶𝐵, ∠𝐵𝐴𝐶, macam contoh sudut serta dapat menunjukkan
soal nomor 1 dan ∠𝐶𝐵𝐴 sama bagaimana menamakannya. sudut yang diketahui di Reviewing
salah saja) Selanjutnya, peneliti soal pada gambar :Students
menanyakan tentang sudut – dengan benar. Explaining
sudut yang diketahui di soal and Justifying
dan meminta S1 untuk
menunjukkan sudut yang
dimaksud pada gambar.
S1 mengatakan Peneliti menjelaskan bahwa Setelah mendengar Explaining :
bahwa ∠𝐵𝑂𝐶 sudut pusat adalah sudut penjelasan peneliti, S1 Showing and
adalah sudut siku yang titik sudutnya ada di dapat menyebutkan telling
– siku kemudian titik pusat lingkaran dan mana sudut pusat dan
sudut keliling (S1 sudut keliling adalah sudut sudut keliling dari
tidak memahami yang terbentuk oleh dua tali sudut – sudut yang
sudut pusat dan busur yang berpotongan diketahui dan Reviewing
sudut keliling) pada lingkaran sehingga titik ditanyakan di soal. :Students
sudutnya ada pada lingkaran Explaining
(di kelilingnya lingkaran ). and Justifying
Selanjutnya, peneliti
menanyakan informasi yang
ada di soal nomor 1
termasuk sudut pusat atau
keliling.
S1 tidak  Peneliti menerangkan Explaining :
memahami bahwa besar sudut pusat Showing and
konsep antara adalah dua kali sudut telling
sudut pusat dan keliling atau besar sudut
sudut keliling keliling adalah dua kali
yang menghadap sudut pusat hanya berlaku
busur yang sama kalau sudut pusat dan Reviewing
( S1 menganggap sudut keliling tersebut :Students
184, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Komponen
Reaksi S1 Terhadap Scaffolding :
No Deskripsi Masalah yang Bentuk Scaffolding yang
Scaffolding yang Kegiatan
Soal Pekerjaan S1 Dihadapi S1 Diberikan
Diberikan yang
dilakukan
besar sudut pusat menghadap busur yang  Setelah Explaining
itu dua kalinya sama. Selanjutnya, mendengarkan and Justifying
sudut keliling peneliti memberikan penjelasan peneliti
yang mana saja beberapa persoalan tentang hubungan
tanpa melihat tentang konsep yang baru sudut pusat dan
busur yang saja dijelaskan untuk sudut keliling, S1
dihadap sama atau melihat pemahaman S1. dapat menjawab
tidak).  Peneliti kemudian bahwa ∠𝐵𝑂𝐶 =
memberikan pertanyaan 2∠𝐵𝐴𝐶 dan
tentang sudut keliling apa ∠𝐴𝑂𝐵 = 2∠𝐴𝐶𝐵.
yang sesuai yang dapat
digunakan untuk mencari
besar sudut pusat, yaitu
∠𝐵𝑂𝐶 dan ∠𝐴𝑂𝐵.
S1 tidak dapat Peneliti memberitahukan S1 tidak bisa Explaining :
menemukan besar bahwa besar ∠𝐴𝐶𝐵 dapat menjawab. Showing and
∠𝐴𝐶𝐵 yang dicari dengan menjumlahkan telling
nantinya akan besar ∠𝐴𝐶𝑂 dan ∠𝑂𝐶𝐵.
digunakan untuk Karena sudut ∠𝐴𝐶𝑂 sudah
mencari besar diketahui , peneliti meminta
∠𝐴𝑂𝐵. S1 untuk mencari besar
∠𝑂𝐶𝐵 dengan menggunakan
segitiga 𝐵𝑂𝐶.
Peneliti kemudian S1 menjawab bahwa Reviewing :
menjelaskan bahwa segitiga besar ∠OCB dan Prompting
𝐵𝑂𝐶 sama kaki, kemudian ∠𝐶𝐵𝑂 sama, namun Question
memberikan pertanyaan : tidak bisa mencari
“Kalau 𝐵𝑂𝐶 ini sama kaki, besar ∠𝑂𝐶𝐵.
berarti besar ∠𝑂𝐶𝐵 dan
∠𝐶𝐵𝑂 ini bagaimana ?”
“Dari informasi tersebut,
coba sekarang kamu cari
besar ∠𝑂𝐶𝐵.”
Peneliti memberikan S1 dapat menjawab Reviewing :
masalah lain yang mirip soal tersebut dengan Parallel
dengan masalah yang benar, selanjutnya S1 Modelling
dihadapi S1 : akhirnya dapat
“Misalkan ada segitiga menjawab bahwa
1
𝐴𝐵𝐶, besar ∠𝐶𝐵𝐴 adalah ∠𝑂𝐶𝐵 = (180° −
2
35°, besar ∠𝐵𝐴𝐶 adalah
∠𝐵𝑂𝐶). Setelah
75°. Berapakah besar menemukan besar
∠𝐴𝐶𝐵 ?” ∠𝑂𝐶𝐵, selanjutnya S1
mencari besar
∠𝐴𝐶𝐵,yaitu besar
∠𝑂𝐶𝐵 ditambah
dengan besar ∠𝐴𝐶𝑂.
Dari besar ∠𝐴𝐶𝐵, S1
menemukan besar
∠𝐴𝑂𝐵, yaitu ∠𝐴𝑂𝐵 =
2∠𝐴𝐶𝐵.
2 Semua proses S1 tidak Peneliti memberikan S1 menyebutkan Reviewing :
yang memahami pertanyaan – pertanyaan bahwa ∠𝐶𝐹𝐵 adalah Probing
dilakukan S1 informasi yang sebagai berikut : sudut perpotongan Question
dalam diketahui di soal “∠𝐶𝐹𝐵 itu merupakan sudut antara 𝐶𝐷 dan 𝐵𝐸 dan
menyelesaikan yaitu ∠𝐶𝐹𝐵 dan yang terbentuk dari ∠𝐵𝐴𝐶 adalah sudut
soal nomor 2 ∠𝐶𝐴𝐵. perpotongan apa dengan keliling.
salah apa? Perpotongannya
Triutami, dkk. Peningkatan Level Kemampuan Siswa SMP …, 185

Komponen
Reaksi S1 Terhadap Scaffolding :
No Deskripsi Masalah yang Bentuk Scaffolding yang
Scaffolding yang Kegiatan
Soal Pekerjaan S1 Dihadapi S1 Diberikan
Diberikan yang
dilakukan
dimana?”
“Bagaimana dengan ∠𝐶𝐴𝐵
?”
 Peneliti menegaskan Reviewing :
kembali kepada S1 bahwa Probing
∠𝐶𝐹𝐵 itu adalah sudut Question
yang terbentuk karena
perpotongan tali busur 𝐵𝐸  Dari pertanyaan
dan 𝐶𝐷 di dalam tersebut, S1
lingkaran. menyadari
 Peneliti kemudian kesalahannya bahwa
menanyakan beberapa ∠𝐶𝐴𝐵 bukan sudut
pertanyaan kepada S1 : keliling karena titik
“Sudut keliling itu apa sudutnya ada di luar
tadi ? Titik sudutnya harus lingakaran. S1
dimana tadi ? Kalau sudut kemudian
pusat kan titik sudutnya di mengatakan bahwa
pusat lingkaran, kalau ∠𝐶𝐴𝐵 adalah sudut
sudut keliling ?” perpotongan antara
“Apakah ∠𝐶𝐴𝐵 itu sudut 𝐵𝐴 dan 𝐶𝐴.
keliling ?”

 Dari pernyataan S1
tentang ∠𝐶𝐴𝐵, peneliti
menegaskan kembali
bahwa ∠𝐶𝐴𝐵 itu adalah
sudut perpotongan antara
tali busur 𝐶𝐸 dan 𝐵𝐷 di
luar lingkaran.
S1 tidak tahu cara  Peneliti menerangkan S1 bingung tidak bisa Explaining :
mencari besar bahwa besar sudut menjawab. Showing and
∠𝐶𝑂𝐵 dan perpotongan antara dua telling
∠𝐷𝑂𝐸 dengan tali busur di dalam
menggunakan lingkaran itu sama saja
besar ∠𝐶𝐹𝐵 dan dengan setengah dari
∠𝐶𝐴𝐵. jumlah busur yang
terpotong, sehingga
1
∠𝐶𝐹𝐵 = (∠𝐶𝑂𝐵 +
2
∠𝐷𝑂𝐸). Peneliti juga
menerangkan bahwa besar
sudut perpotongan antara
Developing
dua tali busur di luar
Conceptual
lingkaran itu sama saja
Thinking :
dengan setengah dari
Making
selisih busur yang
connections
terpotong, sehingga
1
∠𝐶𝐴𝐵 = (∠𝐶𝑂𝐵 −
2
∠𝐷𝑂𝐸).
 Peneliti kemudian
meminta S1 memakai
konsep tersebut dan
informasi tentang
besar ∠𝐶𝐹𝐵 dan ∠𝐶𝐴𝐵
untuk mencari besar
∠𝐶𝑂𝐵 dan ∠𝐷𝑂𝐸.
186, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Komponen
Reaksi S1 Terhadap Scaffolding :
No Deskripsi Masalah yang Bentuk Scaffolding yang
Scaffolding yang Kegiatan
Soal Pekerjaan S1 Dihadapi S1 Diberikan
Diberikan yang
dilakukan
Peneliti lalu menjelaskan : S1 dapat Explaining :
“Kamu kan tadi punya menyederhanakan Showing and
1 persamaan tersebut telling
∠𝐶𝐴𝐵 = (∠𝐶𝑂𝐵 −
2
menjadi :
∠𝐷𝑂𝐸) dan ∠𝐶𝐴𝐵 = 25°
50
berarti kan 25 =
1 = ∠𝐶𝑂𝐵 − ∠𝐷𝑂𝐸
(∠𝐶𝑂𝐵 − ∠𝐷𝑂𝐸). Itu 140 = ∠𝐶𝑂𝐵 − ∠𝐷𝑂𝐸
2
dapatnya yang pertama.
Lalu selanjutnya kan tadi
1
punya ∠𝐶𝐹𝐵 = (∠𝐶𝑂𝐵 +
2
∠𝐷𝑂𝐸) dan ∠𝐶𝐹𝐵 = 70°,
berarti kan 70 =
1
(∠𝐶𝑂𝐵 − ∠𝐷𝑂𝐸).
2
Sekarang kamu punya dua
persamaan 25 =
1
(∠𝐶𝑂𝐵 − ∠𝐷𝑂𝐸) dan
2
1
70 = (∠𝐶𝑂𝐵 − ∠𝐷𝑂𝐸).
2
Masing – masing persamaan
bisa disederhanakan tidak?”
S1 tidak dapat Peneliti memberikan S1 dapat Reviewing :
menemukan besar ilustrasi masalah yang lebih menyelesaikan masalah Parallel
∠𝐶𝑂𝐵 dan ∠𝐷𝑂𝐸 sederhana. tersebut dengan benar, Modelling
dari sistem “Misalkan ada sistem dari situ S7 dapat
persamaan betikut persamaan menemukan besar
: 𝑥 + 𝑦 = 10 ∠𝐶𝑂𝐵 dan ∠𝐷𝑂𝐸
5 𝑥−𝑦=5 dengan menggunakan
= ∠𝐶𝑂𝐵 Selesaikan sistem proses eliminasi dan
− ∠𝐷𝑂𝐸 persamaan linier dua substitusi dari sistem
140 variabel di atas untuk persamaan
= ∠𝐶𝑂𝐵 mendapatkan nilai 𝑥 dan ∠𝐶𝑂𝐵 + ∠𝐷𝑂𝐸 = 140
− ∠𝐷𝑂𝐸 𝑦.” ∠𝐶𝑂𝐵 − ∠𝐷𝑂𝐸 = 50
S1 tahu bahwa Peneliti memberikan Dari pertanyaan Reviewing :
besar ∠𝐵𝐶𝐷 pertanyaan kepada S1 : tersebut S1 menyadari Prompting
adalah setengah “∠𝐶𝑂𝐵 ditambah ∠𝐸𝑂𝐶 bahwa jika sudut Question
kali besar ∠𝐵𝑂𝐷, ditambah ∠𝐷𝑂𝐸 terus ∠𝐶𝑂𝐵, ∠𝐸𝑂𝐶, ∠𝐷𝑂𝐸,
namun S1 tidak ditambah sudut ∠𝐵𝑂𝐷 itu dan ∠𝐵𝑂𝐷
dapat mencari jadinya nanti apa ? ditambahkan akan
besar ∠𝐵𝑂𝐷. Keempat sudut itu menjadi satu lingkaran,
ditambahkan jadinya apa sehingga ∠𝐵𝑂𝐷 =
?” 360 − (∠𝐶𝑂𝐵 +
∠𝐶𝑂𝐸 + ∠𝐸𝑂𝐷).
Setelah menemukan
besar ∠𝐵𝑂𝐷, S1
mencari besar ∠𝐵𝐶𝐷
yaitu setengah besar
∠𝐵𝑂𝐷.

Level Kemampuan S1 Setelah Pemberian segitiga pada segitiga 𝐶𝑂𝐴. S1 mengetahui bahwa
Scaffolding segitiga COA sama kaki karena mempunyai dua sisi
yang sama panjang yaitu 𝑂𝐴 dan 𝑂𝐶 (jari – jari
Setelah pemberian scaffolding, S1 lingkaran) sehingga ∠𝑂𝐴𝐶 = ∠𝐴𝐶𝑂. Kemudian
mengerjakan tes 2. Untuk tes 2 soal nomor 1, S1 besar ∠𝐴𝑂𝐶 yang diperoleh digunakan untuk
mencari besar ∠𝐴𝑂𝐶 dengan menggunakan mencari besar refleks ∠𝐴𝑂𝐶, yaitu ∠𝐶𝑂𝐴 dengan
informasi tentang besar ∠𝑂𝐴𝐶 (diketahui) dan menggunakan konsep jumlah sudut satu lingkaran
konsep segitiga sama kaki serta jumlah sudut dalam
Triutami, dkk. Peningkatan Level Kemampuan Siswa SMP …, 187

penuh. Informasi tentang besar refleks ∠𝐴𝑂𝐶 tentang besar ∠𝐴𝐵𝐶, ∠𝐵𝐶𝐴, ∠𝐴𝐶𝑂, ∠𝐶𝑂𝐴, dan
kemudian digunakan untuk mencari besar ∠𝐴𝐵𝐶 ∠𝑂𝐴𝐶 untuk mencari besar ∠𝐶𝐴𝐵 dengan
dengan menggunakan konsep hubungan antara sudut menggunakan konsep jumlah sudut dalam
pusat dan sudut keliling yang menghadap busur yang segiempat. Gambar 3 berikut ini merupakan respon
sama. Selanjutnya, S1 menggunakan informasi S1 dalam menjawab tes 2 soal nomor 1.

Gambar 3. Skema Respon S1 untuk Tes 2 Soal Nomor 1


Tabel 2. Keterangan Kode dalam Skema Respon S1 untuk Tes 2 Soal nomor 1
No Kode Keterangan
1 Informasi atau klu yang diberikan yang dapat mendorong respons

2 Respons, baik perantara atau hasil akhir

3 Konsep atau proses yang diharapkan sebagai bagian dari geometri


4 InfJrLing Informasi tentang jari – jari lingkaran pada gambar
5 InfSdtOAC Informasi besar ∠𝑂𝐴𝐶 yang ada pada soal
6 InfSdtBCA Informasi besar ∠𝐵𝐶𝐴 yang ada pada soal
7 Ksp SgtSmKk Konsep tentang segitiga sama kaki
8 KspJmlSdtSgt Konsep tentang jumlah sudut segitiga
9 KspJmlSdtPtr Konsep jumlah sudut putar atau jumlah sudut satu lingkaran penuh
Konsep tentang hubungan antara sudut pusat dan sudut keliling
10 KspSdtPstKel
yang menghadap busur yang sama
11 KspJmlSdtSgmpt Konsep tentang jumlah sudut segiempat
12 KesPrtrSdtACO Kesimpulan perantara yang didapat tentang besar ∠𝐴𝐶𝑂
13 KesAkhSdtAOC Kesimpulan akhir yang didapat tentang besar ∠𝐴𝑂𝐶
14 KesPrtrSdtCOA Kesimpulan perantara yang didapat tentang besar ∠𝐶𝑂𝐴
15 KesPrtrSdtABC Kesimpulan perantara yang didapat tentang besar ∠𝐴𝐵𝐶
16 KesAkhSdtCAB Kesimpulan akhir yang didapat tentang besar ∠𝐶𝐴𝐵
17 Level SOLO Relational

Untuk soal tes 2 nomor 2, S1 mampu Selanjutnya, S1 mendapatkan sistem persamaan


mengerjakan semua soal, baik 2a maupun 2b, linier dua variabel sebagai berikut
dengan benar. S1 mencari besar ∠𝐻𝑂𝐺 dan ∠𝐼𝑂𝐽 ∠𝐻𝑂𝐺 + ∠𝐼𝑂𝐽 = 160
(2a) dengan menggunakan informasi besar ∠𝐻𝐿𝐺 ∠𝐻𝑂𝐺 − ∠𝐼𝑂𝐽 = 70.
dan ∠𝐻𝐾𝐺. S1 menerapkan konsep besar sudut S1 kemudian melakukan prosedur eliminasi dan
perpotongan antara dua tali busur di dalam lingkaran subtitusi pada sistem persamaan di atas untuk
sehingga mendapatkan menemukan besar ∠𝐻𝑂𝐺 dan ∠𝐼𝑂𝐽.
1 Untuk soal nomor 2b yaitu mencari besar
∠𝐻𝐿𝐺 = (∠𝐻𝑂𝐺 + ∠𝐼𝑂𝐽)
2 ∠𝐺𝑂𝐼, pertama S1 menggunakan informasi besar
1 ∠𝐻𝐿𝐺 dan konsep sudut bertolak belakang untuk
80 = (∠𝐻𝑂𝐺 + ∠𝐼𝑂𝐽)
2 mendapatkan besar ∠𝐼𝐿𝐽. Selanjutnya S1
160 = ∠𝐻𝑂𝐺 + ∠𝐼𝑂𝐽 menggunakan informasi tentang besar ∠𝐼𝐿𝐽 dan
dan besar sudut perpotongan antara dua tali busur di ∠𝐽𝐼𝐻 serta konsep jumlah sudut dalam segitiga pada
luar lingkaran sehingga mendapatkan segitiga 𝐼𝐿𝐽 untuk mendapatkan besar ∠𝐺𝐽𝐼.
1 Informasi tentang besar ∠𝐺𝐽𝐼 tersebut kemudian
∠𝐻𝐾𝐺 = (∠𝐻𝑂𝐺 − ∠𝐼𝑂𝐽)
2 digunakan S1 untuk mencari besar ∠𝐺𝑂𝐼 dengan
1 menggunakan konsep hubungan antara sudut pusat
35 = (∠𝐻𝑂𝐺 − ∠𝐼𝑂𝐽)
2 dan keliling yang menghadap busur yang sama.
70 = ∠𝐻𝑂𝐺 − ∠𝐼𝑂𝐽. Gambar 4. berikut ini menggambarkan respon S1
dalam menjawab tes 2 soal nomor 2.
188, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Gambar 4. Skema Respon S1 untuk Tes 2 Soal Nomor 2


Tabel 3. Keterangan Kode dalam Skema Respon S1 untuk Tes 2 Soal nomor 2
No Kode Keterangan
1 Informasi atau klu yang diberikan yang dapat mendorong respons

2 Respons, baik perantara atau hasil akhir

3 Konsep atau proses yang diharapkan sebagai bagian dari geometri

4 Konsep atau proses abstrak yang diambil dari luar domain geometri
5 InfSdtHKG Informasi besar ∠𝐻𝐾𝐺 yang ada pada soal
6 InfSdtHLG Informasi besar ∠𝐻𝐿𝐺 yang ada pada soal
7 InfSdtJIH Informasi besar ∠𝐵𝐶𝐴 yang ada pada soal
Konsep tentang besar sudut perpotongan antara dua tali busur di
8 KspPerpTbDlmLing
dalam lingkaran
Konsep tentang besar sudut perpotongan antara dua tali busur di
9 KspPerpTbLuLing
luar lingkaran
10 KspSisPerLiDuaVar Konsep sistem persamaan linier dua variabel
Konsep tentang hubungan antara sudut pusat dan sudut keliling
11 KspSdtPstKel
yang menghadap busur yang sama
12 KspJmlSdtSgt Konsep tentang jumlah sudut segitiga
13 KspSdtTb Konsep sudut bertolak belakang
Kesimpulan perantara yang didapat yaitu persamaan
14 KesPrtrPers1
∠𝐻𝑂𝐺 + ∠𝐼𝑂𝐽 = 160
Kesimpulan perantara yang didapat yaitu persamaan
15 KesPrtrPers2
∠𝐻𝑂𝐺 − ∠𝐼𝑂𝐽 = 70
16 KesAkhSdtHOGIOJ Kesimpulan perantara yang didapat tentang besar ∠𝐻𝑂𝐺 dan ∠𝐼𝑂𝐽
17 KesPrtrSdtILJ Kesimpulan akhir yang didapat tentang besar ∠𝐼𝐿𝐽
18 KesPrtrSdtGJI Kesimpulan akhir yang didapat tentang besar ∠𝐺𝐽𝐼
19 KesAkhSdtGOI Kesimpulan perantara yang didapat tentang besar ∠𝐺𝑂𝐼
20 Level SOLO Relational

Dari hasil pekerjaan S1 dan wawancara untuk 25) dan indikator level kemampuan siswa
soal nomor 2, S1 dapat menggunakan semua berdasarkan Taksonomi SOLO dalam Tabel 1 dapat
informasi yang ada dalam soal serta dapat dikatakan bahwa kemampuan S1 berada pada level
mengaplikasikan konsep atau proses dengan benar relational dalam mengerjakan tes 2. Level
lalu memberikan hasil sementara dan kemampuan S1 meningkat dari prestructural menjadi
menghubungkan dengan informasi atau proses yang relational.
lain sehingga dapat menarik kesimpulan yang
relevan. S1 juga dapat menggunakan konsep lain PEMBAHASAN
diluar geometri, namun S1 belum dapat membuat
generalisasi dengan mencari cara lain untuk Scaffolding untuk Meningkatkan Level
menyelesaikan masalah. Berdasarkan skema respon Kemampuan Siswa Kategori Prestructural dalam
Menyelesaikan Soal Geometri
Taksonomi SOLO oleh Biggs & Collis (1982 : 24-
Triutami, dkk. Peningkatan Level Kemampuan Siswa SMP …, 189

Ada beberapa konsep yang tidak dipahami S1 2006). Hasil dari scaffolding tersebut adalah S1
ketika mengerjakan tes 1 soal nomor 1, yaitu dapat menemukan besar ∠𝑂𝐶𝐵 sehingga dapat
penamaan sudut (S1 menganggap ∠𝐴𝐶𝐵, ∠𝐵𝐴𝐶, menyelesaikan tes 1 soal nomor 1.
dan ∠𝐶𝐵𝐴 sama saja), sudut pusat, sudut keliling Untuk tes 1 soal nomor 2, S1 tidak memahami
dan hubungan antara sudut pusat dan sudut keliling informasi yang ada pada soal tentang ∠𝐶𝐹𝐵 dan
yang menghadap busur yang sama (S1 menganggap ∠𝐶𝐴𝐵. Peneliti kemudian memberikan scaffolding
besar sudut pusat itu dua kalinya sudut keliling yang level 2 yaitu reviewing (probing questions). Hal
mana saja tanpa melihat busur yang dihadap sama tersebut sesuai dengan pendapat Anghileri (2006)
atau tidak). Peneliti kemudian memberikan bahwa strategi probing questions dapat menggali
scaffolding level 2 yaitu explaining (showing and pengetahuan yang ada di pikiran siswa untuk dapat
telling) dan dilanjutkan dengan reviewing (students digunakan sebagai dasar dalam memahami
expalining and justifying). Anghileri (2006) pengetahuan yang baru. Hasil yang didapat dari
mengatakan bahwa dalam strategi showing and scaffolding tersebut adalah S1 dapat menjelaskna
telling guru memegang kontrol dan melakukan bahwa ∠𝐶𝐹𝐵 dan ∠𝐶𝐴𝐵 masing – masing adalah
percakapan yang terstruktur (diskusi satu arah/guru sudut perpotongan antara dua tali busur di dalam dan
saja yang menjelaskan) sehingga kegiatan yang luar lingkaran, namun S1 tidak mengetahui konsep
dilakukan peneliti adalah memberikan penjelasan tentang besar sudut perpotongan antara dua tali
tentang konsep – konsep yang tidak dimengerti oleh busur di dalam dan luar lingkaran serta tidak dapat
S1. Untuk melihat apakah S1 sudah memahami menghubungkan konsep tersebut untuk mencari
konsep yang dijelaskan atau tidak maka selanjutnya, besar ∠𝐶𝑂𝐵 dan ∠𝐷𝑂𝐸. Peneliti kemudian
peneliti melakukan scaffolding berupa reviewing memberikan scaffolding level 2 yaitu explaining (
(students expalining and justifying). Hal tersebut showing and telling) dimana peneliti menjelaskan
sesuai dengan pendapat Anghileri (2006) yang tentang konsep besar sudut perpotongan antara dua
mengatakan bahwa students expalining and tali busur di dalam dan luar lingkaran dan
justifying dapat memberikan informasi kepada guru menjelaskan cara menemukan besar ∠𝐶𝑂𝐵 dan
tentang pemahaman siswa terhadap suatu konsep ∠𝐷𝑂𝐸 dengan menggunakan konsep tersebut
matematika. Hasil dari scaffolding tersebut adalah sampai didapatkan suatu sistem persamaan linier dua
S1 dapat memahami informasi yang ada pada tes 1 variabel
soal nomor 1 serta dapat menjelaskan bahwa ∠𝐶𝑂𝐵 + ∠𝐷𝑂𝐸 = 140
∠𝐵𝑂𝐶 = 2∠𝐵𝐴𝐶 dan ∠𝐴𝑂𝐵 = 2∠𝐴𝐶𝐵 (yang
ditanyakan pada soal tes 1 nomor 1). ∠𝐶𝑂𝐵 − ∠𝐷𝑂𝐸 = 50.
Kesulitan selanjutnya yang dihadapi S1 dalam Hasil yang didapat dari scaffolding tersebut
menyelesaikan tes 1 soal nomor 1 adalah S1 tidak adalah S1 tidak dapat menemukan besar ∠𝐶𝑂𝐵 dan
tahu bagaimana cara menemukan besar ∠𝐴𝐶𝐵. ∠𝐷𝑂𝐸 dari sistem sistem persamaan linier dua
Peneliti kemudian memberikan scaffolding level 2 variabel yang ada, oleh karena itu peneliti kemudian
yaitu explaining ( showing and telling) dan memberikan scaffolding level 2 yaitu reviewing
dilanjutkan dengan reviewing (prompting questions). (parallel modelling) dengan meminta S1 untuk
Peneliti memberikan penjelasan sedikit terkait menyelesaikan suatu sistem persamaan linier
dengan cara menemukan besar ∠𝐴𝐶𝐵, yaitu dengan variabel yang lebih sederhana dan umum. Hasil yang
menjumlahkan besar ∠𝐴𝐶𝑂 (diketahui di soal ) dan didapat dari scaffolding tersebut adalah S1 dapat
∠𝑂𝐶𝐵. Selanjutnya, peneliti memberikan pertanyaan menemukan besar ∠𝐶𝑂𝐵 dan ∠𝐷𝑂𝐸, namun S1
pertanyaan pendorong (prompting) kepada S1 agar tidak dapat menghubungkan informasi tersebut
S1 dapat menghubungkan antara konsep segitiga dengan informasi lain yang ada pada soal untuk
sama kaki dan informasi yang diketahui di soal menemukan besar ∠𝐵𝑂𝐷 yang nantinya akan
untuk mendapatkan besar ∠𝑂𝐶𝐵. Wood dalam digunakan untuk mencari besar ∠𝐵𝐶𝐷. Peneliti
Anghileri (2006) mengatakan bahwa strategi kemudian memberikan scaffolding level 2 yaitu
prompting questions dapat menuntun proses reviewing (prompting questions) sehingga S1 dapat
berpikir siswa menuju ke arah solusi yang telah menemukan besar ∠𝐵𝐶𝐷 dan menyelesaikan tes 1
ditetapkan sebelumnya. Hasil yang didapat dari soal nomor 2.
scaffolding tersebut adalah S1 dapat menjelaskan Setelah pemberian scaffolding, S1 mengerja-
bahwa besar ∠OCB dan ∠𝐶𝐵𝑂 sama, namun tidak kan tes 2. Dari hasil tes dan wawancara didapatkan
bisa mencari besar ∠𝑂𝐶𝐵. Oleh karena itu, peneliti bahwa level kemampuan S1dalam menyelesaikan
kemudian memberikan scaffolding level 2 yaitu soal geometri meningkat dari prestructural ke
reviewing (parallel modelling) dengan meminta relational. Sebelumnya, S1 sama sekali tidak
siswa untuk menyelesaikan masalah lain yang lebih mampu mengerjakan soal tes 1, setelah pemberian
sederhana yang mempunyai tipe yang sama dengan scafffolding S1 sudah memahami konsep konsep
masalah orisinil yang dihadapi siswa (Anghileri, yang ada pada soal dan dapat menggunakan semua
190, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

informasi yang ada dalam soal serta dapat


mengaplikasikan konsep atau proses dengan benar Saran
lalu memberikan hasil sementara dan menghubung- Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
kan dengan informasi atau proses yang lain sehingga bahwa siswa masih belum dapat mencapai level
dapat menarik kesimpulan yang relevan. S1 juga extended abstract dalam menyelesaikan soal
dapat menggunakan konsep lain diluar geometri, geometri. Untuk itulah perlu ada penelitian lebih
yaitu sistem persamaan dua variabel. Hal ini sesuai lanjut yang membahas tentang pemberian scaf-
dengan penelitian yang dilakukan Rakhman (2015) folding agar level kemampuan siswa dalam
yang mengatakan bahwa siswa dengan level menyelesaikan soal geometri meningkat dari
relational dalam menyelesaikan soal geometri prestructural menajdi extended abstract. Pada
memahami informasi – informasi yang ada dalam penelitian ini, subjek penelitian difokuskan hanya
soal dan ditanyakan dalam soal dengan baik, namun pada satu siswa saja, untuk penelitian lebih lanjut
informasi yang diberikan belum mampu untuk perlu adanya subjek pembanding untuk melihat
menyelesaikan soal yang diberikan dengan baik, variasi pemberian scaffolding yang dapat diberikan
siswa harus menentukan informasi lain sebelum kepada siswa dengan level kemampuan pre-
dapat digunakan untuk menentukan selesaian akhi structural dalam menyelesaikan soal geometri.

PENUTUP DAFTAR RUJUKAN

Kesimpulan Amiripour,Parvaneh.,Modifi,Somayeh Amir.,&


Hasil penelitian menunjukkan bahwa Shahvarani,Ahmad.2012. Scaffolding as
pemberian scaffolding dapat meningkatkan level Effective Method for Mathematical
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal Learning.Indian Journal of Science and
geometri dari prestructural menjadi relational. Technology,(online),5(9):3328-3331,
Setelah pemberian scaffolding, siswa mampu (http://www.indjst.org/index.php/indjst/article
menggunakan semua informasi yang ada pada soal /view/30681), diakses 15 November 2014.
untuk mengaplikasikan konsep atau proses dalam Anghileri,J.2006.Scaffolding Practices that Enhance
geometri maupun diluar geometri, lalu memberikan Mathematics Learning. Journal of
hasil sementara dan menghubungkan dengan Mathematics Teacher Education,
informasi atau proses yang lain sehingga dapat (online),9(1):33-52,(
menarik kesimpulan yang relevan. Scaffolding yang http://link.springer.com/article/10.1007/s1085
dapat meningkatkan level kemampuan siswa dalam 7-006-9005-9#/page-1), diakses 15 November
menyelesaikan soal geometri dari prestructural 2014.
menjadi relational adalah scaffolding level 2 yaitu Biggs, John B.,& Collis, Kevin F.1982.Evaluation
explaining (showing and telling) dan reviewing The Quality of Learning : The SOLO
(students explaining and justifying; prompting and taxonomy (Structure of The Observed
probing questions; parralel modeling ). Kegiatan Learning Outcome).Academic Press,Inc.
yang dilakukan dalam pemberian scaffolding berupa Chan,dkk.2002.Applying the Structure of the
menjelaskan konsep – konsep dalam geometri ysng Observed Learning Outcomes (SOLO)
belum dipahami siswa; menunjukkan kepada siswa Taxonomy on Student's Learning Outcomes:
masalah apa yang dicari penyelesainnya dalam soal An empirical study.Journal of Assessment &
dan menuntun siswa untuk menemukan cara Evaluation in Higher Education,27(6):511-
menyelesaikannya; memberikan pertanyaan pen- 527,(online),
dorong (prompting) dan penggali/penyelidik (http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/
(probing) kepada siswa; membuat masalah yang 0260293022000020282#abstract), diakses 8
lebih sederhana namum memiliki karakteristik yang September 2015.
sama dengan masalah original siswa dan meminta Chick,Helen.1998. Cognition in the Formal Modes:
siswa untuk menyelesaikannya; serta melakukan Research Mathematics and the SOLO
tanya jawab dengan siswa dengan tujuan untuk Taxonomy.Mathematics Education Research
menggali apa yang diketahui dan tidak diketahui Journal, (online),10(2): 4-26,
oleh siswa, siswa menemukan sendiri letak (http://link.springer.com/article/10.1007/BF03
kesalahnnya, dan siswa dapat memberikan pem- 217340), diakses 4 Oktober 2015.
benaran maupun menyalahkan hasil pekerjaannya Guven,Bulent.,& Baki,Adnan.2010.Characterizing
sendir Student Mathematics Teachers’ Level of
Understanding in Spherical Geometry.Journal
of Mathematical Education in Science and
Technology,(online), 41(8):991-
Triutami, dkk. Peningkatan Level Kemampuan Siswa SMP …, 191

1031,(http://www.tandfonline.com/doi/full/10. Generalizing Repeating Pattern Using SOLO


1080/0020739X.2010.500692#abstract), Model. US-China Education Review
diakses 19 September 2015. A,(online), 6:774-78, ISSN 1548-6613,
Hunter,Roberta.2012.Coming to “Know” (http://eric.ed.gov/?q=Developing+Prealgebra
Mathematics through Being Scaffolded to ic+Thinking+in+Generalizing+Repeating+Pat
“Talk and Do” Mathematics. International tern+Using+SOLO+Model&id=ED529402),
Journal for Mathematics Teaching and diakses tanggal 19 September 2015.
Learning, Desember 2012. Rakhman, Anang Fatur.2015.Profil Respon Siswa
Johnson, B., Christensen, L.. 2004. Educatioonal dalam Menyelesaikan Soal Geometri Kelas X
Research Quantitative, Qualitative, and SMA Negeri 1 Grati Pasuruan Berdasarkan
Mixed Approaches Second edition. United Taksonomi SOLO. Tesis tidak diterbitkan.
States: Library of Congress Cataloging-in- Malang:MIPA UM.
Publicatiom Data. Veer, Rene Van Der. 2007. Lev Vygotsky. New
Lian, Lim Hooi.,& Yew, Wun Thiam. 2011. York. Continuum International Publishing
Developing Pre-algebraic Thinking in Group
INVESTIGASI PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA
DITINJAU DARI TEMPAT TINGGAL
Iwan Surya Dinata1 ;Toto Nusantara2; Susiswo3
Universitas Negeri Malang
1dinata.surya4389@gmail.com

Abstract: Reflective Thinking is meaningful thinking based on argument and purpose. This thinking of
this involves solving problems, formulating conclusions, considering matters related, and make decisions.
The process of reflective thinking in this research includes: (1) the presentation of the problem situation,
(2) clarification of the problem, (3) the formation of a hypothesis, test and modify, (4) specifies the action
on the basis of a decision best. This study describes the process of reflective thinking of students who
attend the rural environment and the city. Subject taken from high-ability students from SMP Negeri 1
Malang as students who attend school in the city and students from SMP Negeri 1 Wagir as students who
attend the rural environment. The conclusion from this research is reflective thinking processes of
students from rural s environment in solving geometry problems as follows: the step to understand the
problem of students do (a) presentation of the problem situation; and (b) to clarify the issue. On
completion of the planned measures students' problems from city environment can use reflective thinking
processes, namely(a) provide information that is given (b) clarify that asked (c) determine action on the
basis of the best decisions. Steps taken from doing the plan is : (a) specify the actions based on the best
decisions, (b) Establishment of a hypothesis, test and modify. In the back testing step : (a) take any action
based on the best decisions (b) the test results obtained. While the students who come from rural
environment can only do reflective thinking process of formulating the problem came to implementing the
plan. In step look back, the student can not do reflective thinking.

Key Word : Processes Thinking, Reflective Thinking, Geometry Problem

Abstrak: Berpikir reflektif adalah berpikir yang bermakna yang didasarkan pada alasan dan tujuan.
Berpikir jenis ini merupakan jenis pemikiran yang melibatkan pemecahan masalah, perumusan
kesimpulan, memperhitungkan hal-hal yang berkaitan, dan membuat keputusan-keputusan. Proses
berpikir reflektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut Hullfish dan Smith (1964) yang
meliputi: (1) penyajian situasi masalah, (2) klarifikasi masalah, (3) pembentukan hipotesis, menguji dan
memodifikasi, (4) menentukan tindakan atas dasar keputusan terbaik. Artikel ini disusun berdasarkan
hasil penelitian proses berpikir reflektif siswa yang bersekolah dilingkungan desa dan siswa yang
bersekolah dilingkungan kota. Subjek diambil dari siswa yang berkemampuan tinggi SMP Negeri 1
Malang sebagai siswa yang bersekolah dikota dan siswa SMP Negeri 1 Wagir sebagai siswa yang
bersekolah dilingkungan desa. Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah proses berpikir reflektif siswa
dari desa dalam menyelesaikan masalah geometri sebagai berikut: pada langkah memahami masalah
siswa melakukan (a) penyajian situasi masalah; dan (b) mengklarifikasi masalah. Pada langkah
merencanakan penyelesaian masalah siswa dari lingkungan kota dapat menggunakan proses berpikir
reflektif yaitu dengan (a) menyajikan informasi yang diberikan (b) mengklarifikasi yang ditanyakan (c)
menentukan tindakan atas dasar keputusan terbaik. Pada langkah melaksanakan rencana yang dilakukan
yaitu (a) menentukan tindakan atas dasar keputusan terbaik, (b) Pembentukan hipotesis, menguji dan
memodifikasi. Pada langkah memeriksa kembali yaitu (a) melakukan tindakan atas dasar keputusan
terbaik (b) pengujian hasil yang diperoleh. Sedangkan pada siswa yang berasal dari lingkungan desa
hanya dapat melakukan proses berpikir reflektif dari merumuskan masalah sampai pada melaksanakan
rencana. Pada langkah melihat kembali, siswa tersebut tidak dapat melakukan pemikiran reflektif.

Kata Kuci: Proses Berpikir, Berpikir Reflektif, Memecahkan Masalah Geometri

Belajar merupakan suatu kegiatan mental memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan
dalam diri setiap manusia yang melibatkan proses keluar dari masalah yang dihadapi. Menurut Saragih
berpikir. Tujuannya adalah untuk mencapai berbagai (2008) tujuan utama dalam belajar matematika
macam kompetensi, keterampilan dan sikap. adalah kemampuan pemecahan masalah dan salah
Sedangkan berpikir merupakan suatu kegiatan satu karakteristik utama matematika adalah memiliki
mental yang melibatkan kerja otak, dan berpikir juga struktur yang saling terkait. Sehingga, dalam
berarti berjerih payah secara mental untuk mempelajari matematika seseorang harus mampu

192
Dinata, dkk. Investigasi Proses Berpikir Reflektif Siswa Ditinjau dari Tempat Tinggal, 193

mengorganisasikan pengetahuan yang dimilikinya melakukan proses berpikir reflektif dalam proses
untuk memecahkan suatu permasalahan matematika pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
yang dihadapinya. profesionalismenya.
Pembelajaran matematika disekolah tidak Kemampuan berpikir reflektif belum menjadi
hanya menekankan pada pemberian rumus-rumus bagian tujuan pembelajaran matematika yang
melainkan juga untuk dapat menyelesaikan berbagai penting oleh guru. Pada umumnya guru hanya
masalah matematis. Salah satu berpikir matematis melihat pekerjaan siswa berdasarkan hasil akhir dari
yang mendukung kemampuan pemecahan masalah penyelesaian masalah yang dikerjakan, tanpa
siswa dalam pembelajaran matematika adalah memperhatikan bagaimana proses penyelesaian
berpikir reflektif (reflective thingking). Hal ini masalah itu. Jika jawaban siswa berbeda dengan
terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecakan kunci jawaban, biasanya guru langsung
masalah yang dihadapinya. Dewey (dalam Rodgers, menyalahkan jawaban siswa tanpa menelusuri
2002) situasi yang terjadi pada saat seseorang proses siswa menjawab demikian. Dalam
mengalami kebingungan (perplexity) dan melakukan pembelajaran matematika di SMP, siswa terkadang
penyelidikan berulang-ulang sampai menemukan tidak menyadari apa yang telah mereka alami dan
penyelesaian (inquiry) aktivitas ini disebut berpikir pelajari. Sehingga peran guru untuk meningkatkan
reflektif. Menurut Sezer (2008) Berpikir reflektif kesadaran siswa sangat penting. Sabandar (2010)
adalah kemampuan mengidentifikasi apa yang sudah mengungkapkan bahwa berpikir reflektif masih
diketahui, menerapkan pengetahuan yang dimiliki jarang dibiasakan oleh guru dan dikembangkan pada
dalam situasi lain, memodifikasi pemahaman siswa sekolah menengah. Hal ini didukung oleh
berdasarkan informasi dan pengalaman-pengalaman Hepsi Nindia sari (2010) dalam studi
baru. Peserta didik yang berfikir reflektif menjadi pendahuluannya memperoleh beberapa temuan salah
sadar dan mengendalikan pembelajaran mereka satunya yaitu lebih dari 60% siswa sekolah
dengan aktif mengakses apa yang mereka ketahui, menengah belum mampu menyelesaikan tugas-tugas
apa yang mereka perlu tahu dan bagaimana mereka berpikir reflektif matematis, misalnya tugas
menjembatani kesenjangan. Dengan demikian, menginterpretasikan, mengaitkan dan mengevaluasi.
berpikir reflektif adalah berpikir yang bermakna Oleh karena itu diperlukan upaya guru untuk melatih
yang didasarkan pada alasan dan tujuan. Berpikir kemampuan berpikir reflektif siswa khususnya
jenis ini merupakan jenis pemikiran yang melibatkan dalam memecahkan masalah matematika.
pemecahan masalah, perumusan kesimpulan, Poyraz dan Usta (2013) menenliti proses
memperhitungkan hal-hal yang berkaitan, dan berpikir reflektif mahasiswa calon guru dilihat dari
membuat keputusan-keputusan. beberapa variabel. Poyraz dan Usta (2013)
Banyak ahli yang menyatakan pentingnya menemukan bahwa calon guru yang tinggal dikota
berpikir reflektif dalam proses belajar seperti atau metropolitan memiliki kecenderung pemikiran
Zemelman, Daniels, dan Hyde (1993) Tok (2008), lebih reflektif daripada orang-orang yang dibesarkan
Sezer (2008), Lee (2005) dan Gurol (2011). di sebuah desa tidak menunjukkan hal tersebut. Hal
Zemelman, Daniels, dan Hyde (1993) percaya ini dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing
bahwa belajar yang paling kuat terjadi ketika peserta individu tetapi juga dipengaruhi oleh tempat tinggal
didik menggunakan berpikir reflektifnya untuk orang tersebut. Poyraz dan Usta juga
memecahkan masalah. peserta didik menggunakan- mengungkapkan bahwa asal sekolah menengah atas
nya dengan cara meninjau kesesuaian langkah yang dari sekolah calon guru sebelum masuk perguruan
mereka lakukan dengan konsep dasar dan tinggi tidak mempengaruhi proses berpikir reflektif
mengevaluasi perubahan apa yang mungkin mereka. Dari temuan Poyraz dan Usta (2013) dalam
diinginkan dalam situasi pemecahan masalah. Tok artikel ini akan dibahas karakteristik berpikir
(2008) menyatakan bahwa kegiatan berpikir reflektif reflektif siswa SMP ditinjau dari tempat tinggal dan
meningkatkan prestasi akademik siswa di kelas sains asal sekolah siswa tersebut.
dan berpengaruh secara positif terhadap perilaku
siswa pada proses pembelajaran. Keterampilan METODE
berpikir reflektif meningkatkan motivasi siswa
secara langsung, mengembangkan pemikiran mereka Penelitian ini menggunakan pendekatan
dan mengembangkan kemampuan memecahkan deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan untuk
masalah. Sedangkan Lee (2005) menyatakan mengungkapkan kejadian dari gejala-gejala yang
berpikir reflektif dapat mengembangkan penalaran muncul dari subjek penelitian. Kejadian tersebut
guru dan siswa. Salah satu cara untuk meningkatkan digunakan untuk merumuskan karakteristik proses
berpikir reflektif siswa adalah dengan memberikan berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah
sejumlah keterampilan memecahkan masalah, oleh geometri. Dalam penelitian deskriptif tidak
karena itu disarankan bagi calon guru perlu memberikan perlakuan, manipulasi atau
194, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

pengubahan, tetapi menggambarkan kondisi apa dengan fenomena yang sedang terjadi. Data
adanya. penelitian dikumpulkan dengan instrumen bantu
Penelitian ini di laksanakan di SMP Negeri 1 berupa instrumen tes pemecahan. Sebelum
Wagir dan SMP Negeri 1 Malang pada semester digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu
genap tahun pelajaran 2015-2016. Subjek penelitian dilakukan validasi instrumen. Validasi dilakukan
dipilih masing-masing sekolah 1 orang siswa SMP untuk mendapatkan kesesuaian isi dari instrumen
kelas VII disekolah tersebut. Siswa yang bersekolah yang digunakan.
di SMP Negeri 1 Malang ditetapkan sebagai siswa
yang memiliki lingkungan perkotaan, sedangkan PEMBAHASAN.
siswa yang berasal dari SMP Negeri 1 Wagir
sebagai siswa yang memiliki lingkungan sekolah Analisis Subjek S (Siswa Kota)
pedesaan. Subjek dipilih berdasarkan hasil tes Dari tugas pemecahan masalah kedua soal
pemecahan masalah dengan melihat langkah- nomor 1 yang diselesaikan oleh subjek S, pada
langkah penyelesaian pemecahan masalah dan langkah memahami masalah subjek S menuliskan
dilihat dari sudut pandang ada tidaknya pemikiran jawaban sebagai berikut:
reflektif yang dilakukan pada saat menyelesaikan tes
pemecahan masalah.
Karakteristik penelitian kualitatif menurut
Moleong (2005) antara lain: (1) mempunyai latar
alamiah (natural setting) karena data yang diperoleh
sesuai dengan kejadian atau fenomena asli di
lapangan. (2) peneliti bertindak sebagai instrumen
utama, karena disamping sebagai pengumpul data,
peneliti juga terlibat langsung dalam proses
penelitian. (3) hasil penelitian bersifat deskriptif, Gambar 1 Hasil Pekerjaan Subjek S Pada Saat
karena data yang dikumpulkan bukan berupa angka- Memahami Masalah
angka melainkan berupa kata-kata atau kalimat. (4)
peneliti lebih mementingkan proses dari pada hasil. Berdasarkan hasil pekerjaan pada Gambar 1,
(5) adaya batasan masalah. (6) analisis data Subjek S dapat menyajikan situasi masalah dengan
cenderung induktif. (7) adanya batasan yang mengidentifikasi informasi yang diberikan seperti
ditentukaN. menuliskan keliling lahan pabrik yang dimiliki 400
Teknik pemilihan subjek dalam penelitian m dan panjang lahan 20 meter lebihnya dari lebar.
menggunakan teknik purposive sampling. Teknik Subjek S dapat mengklarifikasi pertanyaan yang
purposive sampling yaitu suatu cara pengambilan diberikan yaitu panjang dan lebar lahan pabrik.
informasi sumber data dengan pertimbangan tertentu Berikut adalah hasil wawancara terhadap subjek S:
(Sugiono, 2012). Pertimbangan tertentu ini
merupakan kriteria pemilihan subjek yaitu: (1) telah P : Apakah kamu paham dengan soal yang
mendapat pembelajaran mengenai segiempat, (2) diberikan?
siswa yang dipilih berasal dari seklah yang berbeda S : Iya, paham
dengan lingkungan pendidikan yang berbeda pula, P : Coba ceritakan informasi apa saja yang
(3) berdasarkan informasi dari guru matematika diberikan pada soal?
yang mengajar, siswa yang dapat mengkomunikasi- S : Ini buat dinding pagar yang bentuknya persegi
kan idenya dengan jelas baik secara lisan maupun panjang. Panjangnya 20 meter lebihnya dari
tulisan, dan (4) mempunyai potensi memenuhi lebarnya. Kelilingnya 400 meter.
karakteristik proses berpikir reflektif yang P : Coba sebutkan apa saja yang ditanyakan pada
dikonstruksikan, yaitu siswa berkemampuan tinggi soal?
pada masing-masing sekolah. S : Panjang dan lebar lahan pabrik
Teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu wawancara berbasis tugas. Teknik wawancara Dari hasil pekerjaan siswa dan wawancara
tersebut menggunakan hasil tes pemecahan masalah yang dilakukan pada langkah memahami masalah,
sebagai pijakan untuk melakukan wawancara. subjek S dapat memahami masalah dengan baik.
Peneliti mencari dan menggali informasi secara Proses berpikir reflektif yang dilakukan oleh subjek
mendalam untuk mendapatkan data yang S saat memahami masalah adalah dengan
dibutuhkan. Sebagai sember utama, peneliti akan menyajikan situasi masalah, menuliskan informasi
berinteraksi langsung dan sebagai pewawancara yang tersedia pada soal seperti keliling lahan pabrik
dengan subjek penelitian. Peneliti dituntut mampu 400 meter dan panjang pabrik 20 meter lebihnya dari
menyesuaikan diri dan berinteraksi secara tuntas lebar, subjek S menuliskan 𝑝 = 20 + 𝑙. Selain itu
Dinata, dkk. Investigasi Proses Berpikir Reflektif Siswa Ditinjau dari Tempat Tinggal, 195

subjek S juga dapat mengklarifikasi pertanyaan pada fakta dengan sketsa gambar yang dibuat. subjek S
soal yaitu panjang dan lebar lahan pabrik. menentukan tindakan atas dasar keputusan terbaik
Pada langkah merencanakan penyelesaian dengan memilih konsep yang sesuai dengan masalah
masalah subjek S dapat memeriksa kecukupan yang dihadapi. Subjek S memilih konsep keliling
informasi yang diberikan dengan meyakini bahwa persegi panjang.
informasi yang diberikan cukup untuk Pada langkah melaksanakan rencana, subjek S
menyelesaikan masalah. berikut hasil wawancara menggunakan konsep keliling persegi panjang.
yang dilakukan oleh subjek S: Subjek S mensubtitusi informasi yang ada pada soal
seperti keliling lahan pabrik, dan 𝑝 = 20 + 𝑙 pada
P : Dari informasi yang diberikan apakah sudah rumus keliling persegi panjang 𝐾 = 2𝑝 + 2𝑙
cukup untuk menyelesaikan soal tersebut? sehingga bentuk persamaannya menjadi 400 =
S : Iya sudah cukup 2(20 + 𝑙) + 2𝑙, subjek S melakukan algoritma
P : Apakah kamu membuat sketsa untuk perhitungan sehingga didapat lebar lahan pabrik
memperjelas maksud soal? adalah 90 meter. Untuk menentukan panjang lahan
S : Iya saya buat ini. pabrik, subjek S mensubtitusikan hasil yang didapat
P : Dari sketsa yang kamu buat dengan informasi pada persamaan 𝑝 = 20 + 𝑙 sehingga panjang lahan
yang diberikan bagaimana kamu pabrik yang diperoleh adalah 110 meter. Berikut
menghubungkannya? adalah hasil pekerjaan subjek S:
S : Lebarnya itu l dan panjangnya itu saya ganti
dengan 20 + l karena pada soal panjangnya 20
meter lebihnya dari lebar. Ini kelilingnya 400
meter.

Setelah meyakini bahwa informasi yang


diberikan cukup untuk menyelesaikan masalah,
subjek S membuat sketsa gambar untuk memperjelas
maksud soal. Subjek S mengklarifikasi masalah dan
informasi yang ada pada soal dengan sketsa gambar
yang dibuat. berikut sketsa gambar yang dibuat oleh Gambar 3 Hasil pekerjaan Subjek S Saat
subjek S: melaksanakan rencana
Berikut adalah kutipan wawancara terhadap
subjek S pada langkah melaksanakan rencana:

P : Bagaimana cara kamu untuk menyelesaikan


soal nomor 1?
S : Saya menggunakan rumus keliling itu 2p + 2l,
saya masukkan angka-angkanya 400 = 2(20
+l) + 2l, terus 400 = 40 + 2l +2l, jadi 400 =
40 + 4l, kemudian saya kurangkan 400-40 =
360
Gambar 2 Sketsa Gambar Subjek S Saat 4l, jadi 360 = 4l, l = = 90 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟.
4
Merencanakan Penyelesaian Selanjutnya saya cari panjangnya diketahui
panjang sama dengan 20 + l, jadi 20 + 90 =
Subjek S menggambar sketsa bertujuan untuk 110 meter.
memperjelas maksud soal. Subjek S memberikan
simbol untuk lebar persegi janhang dengan l dan Berdasarkan hasil jawaban tertulis dan
panjang persegi panjang dengan 20 + l . subjek S wawancara, subjek S mampu berpikir reflektif pada
juga menuliskan keliling persegi panjang 400 m. saat melaksanakan rencana yaitu menentukan
Dalam merencanakan strategi penyelesaian subjek S tindakan atas dasar keputusan terbaik dengan
menggunakan konsep keliling persegi panjang untuk menggunakan konsep yang sesuai dengan masalah
menentukan panjang dan lebar lahan pabrik. yang dihadapi. Subjek S menggunakan konsep
Dari hasil pekerjaan siswa dan wawancara keliling persegi panjang untuk menentukan panjang
terhadap subjek S, proses berpikir reflektif yang dan lebar lahan pabrik. Pembentukan hipotesis,
dilakukan oleh subjek S pada langkah merencanakan menguji dan memodifikasi dengan mensubtitusikan
penyelesaian adalah menyajikan masalah dengan panjang sama dengan 20 + l , lebarnya l dan keliling
merepresentasikan dalam bentuk gambar untuk lahan pabrik 400 m. Kemudian subjek S melakukan
memperjelas maksud soal. Subjek S mengklarifikasi algoritma perhitungan sehingga mendapatkan lebar
pertanyaan dengan cara menghubungkan identifikasi lahan pabrik. Setelah mendapatkan lebar, subjek
196, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

mensubtitusikan lebar yan diperoleh pada persamaan S : Iya yakin


𝑝 = 20 + 𝑙 didapat panjang lahan pabrik. P : Apakah kamu mengoreksi kembali hasil yang
Pada langkah melihat kembali, subjek S kamu peroleh tadi?
meyakini kesimpulan yang dibuat sudah sesuai S : Iya saya koreksi.
dengan informasi yang diberikan dan masalah pada P : Bagaimana kamu mengecek kembali hasil yang
soal. Pada saat melakukan proses penyelesaian kkamu peroleh?
subjek S melakukan kesalahan dalam melakukan S : Pertama saya baca kembali soal yang
algoritma perhitungan, subjek S mengalikan angka diberikan supaya paham, kemudian saya cek
20 sebanyak 2 kali sehingga hasil yang diperoleh strategisaya ini kemudian saya menghitung
tidak sesuai. Berikut petikan wawancara yang kembali. Dari hasil saya hitung 110.2 + 90.2
dilakukan terhadap subjek S. sama dengan 220+180 hasilnya 400. Hasilnya
sudah sesuai.
P : Apakah kamu yakin dengan strategi yang kamu P : Apa yang dapat kamu simpulkan dari
lakukan? pemecahan masalah yang kamu lakukan?
S : Iya yakin S : Jadi panjangnya 110 dan lebarnya 90.
P : Bagaimana kamu bisa yakin dengan strategi Berdasarkan kutipan wawancara, subjek S
yang kamu lakukan sudah sesuai dengan mampu berpikir reflektif pada langkah melihat
informasi yang ada? kembali yaitu, meyakini kebenaran yang diperoleh
S : Iya karena ini yang ditanya adalah panjang berdasarkan tindakan atas dasar keputusan terbaik
dan lebar, terus yang diketahui adalah dengan membaca kembali soal yang diberikan,
kelilingnya sama panjangnya 20 meter lebih meyakinkan konsep yang digunakan sesuai dengan
sama lebarnya. Sudah sesuai dengan masalah yang dihadapi, kemudian subjek S mencoba
informasinya. menghitung kembali hasil yang diperoleh. Setelah
P : Apakah ada kesalahan dalam penyelesaian? mendapatkan hasil, subjek S melakukan pengujian
S : Ada sedikit kesalahan. Awalnya saya tulis 2.40 ulang kembali dengan menyesuaikan keliling lahan
+ 2l + 2l, karena salah makanya saya coret. pabrik 400 meter. Panjang dan lebar yang diperoleh
P : Apakah kamu yakin dengan hasil yang kamu disubtitusikan pada konsep keliling persegi panjang
peroleh? dan memastikan bahwa hasilnya adalah 400 meter.

Ms
Masalah

PPS Cl

B C

PPS Cl
Mr
D At E

At

Mlk
G HTM F

HTM

At

At

J M
HTM HTM
L
Mrk

Diagram 1 Struktur Berpikir Subjek dalam Memecahkan Masalah Geometri


Dinata, dkk. Investigasi Proses Berpikir Reflektif Siswa Ditinjau dari Tempat Tinggal, 197

Keterangan: Mrk : Memeriksa kembali


PPS : Presence of Problem Situation : Alur proses reflektif
Cl : Clarification : Alur proses reflektif dua arah
At : Action taken : Aktivitas Memahami masalah
HTM : Hypotheses formed, Tested, and Modified : Aktivitas Merencanakan penyelesaian
Ms : Memahami masalah : Aktivitas Melaksanakan rencana
Mr : Merencanakan penyelesaian : Aktivitas Memeriksa kembali
Mlk : Melaksanakan rencana

Analisis Subjek AA (Siswa Desa) AA : paham


Berikut adalah hasil pekerjaan subjek AA P : Coba kamu ceritakan informasi yang
dalam memecahkan tugas pemecahan masalah disediakan pada soal?
pertama nomor 1 : AA : Pabrik sepatu itu mau dikasih dinding pagar
dari lahan pabrik tersebut yang
berbentukpersegi panjang. Lahan pabrik
tersebut diketahui panjangnya 20 meter
lebihnya dari lebar. Pajang didindig pagar
yang dibuat ini panjangnya 400 meter.
P : Apakah kamu bisa menyebutkan apa saja
yang ditanyakan dalam soal?
AA : Panjang dan lebar lahan pabrik

Berdasarkan hasil pekerjaan siswa dan


wawancara yang dilakukan, subjek AA hanya
mampu membaca soal yang diberikan. Subjek AA
tidak menyajikan situasi masalah dan klarifikasi
masalah yang diberikan, sehingga subjek AA kurang
memahami soal yang diberikan. Subjek AA tidak
terbiasa dengan penyajian informasi sebagai langkah
Gambar 4 Hasil Pekerjan Subjek AA dalam penyelesaian. Subjek AA mampu menyebutkan
Menyelesaikan Soal Nomor 1 pertanyaan yang ada pada soal. Sehingga subjek AA
pada saat memahami masalah hanya dapat
Pada langkah memahami masalah subjek AA menyebutkan pertanyaan yang pada soal pada saat
tidak menyajikan informasi yang disediakan pada wawancara. Sehingga dapat disimpulkan subjek AA
soal, sehingga kurang memahami soal yang tidak menggunakan proses berpikir reflektifnya pada
diberikan. Subjek AA langsung pada proses saat memahami masalah.
pemecahan masalah tanpa melakukan penyajian Pada langkah merencanakan penyelesaian,
situasi masalah. berikut adalah kutipan wawancara subjek AA menunjukkan aktivitas membuat rencana
yang menunjukkan hal tersebut. penyelesaian dengan membuat lebih dari satu
rencana penyelesaian. Berikut adalah hasil aktivitas
P : Apakah kamu paham dengan soal yang siswa dalam merencanakan penyelesaian masalah.
diberikan?

Gambar 5 Hasil aktivitas siswa dalam merencanakan penyelesaian


198, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa subjek AA : Awalnya saya agak bingung juga bagaimana
AA mencoba merencanakan penyelesaian dengan ngerjain soal no 1, jadi saya gunakan rumus
membuat sketsa gambar pada kertas coretan yang keliling 𝐾 = 2×(𝑝 + 𝑙) terus saya masukkan
diberikan. Subjek AA juga membuat lebih dari satu p = 20 + l , jadi p sama dengan 400 dibagi 2
rencana penyelesaian. Pertama subjek AA mencoba hasilnya 200 terus dikurang 20, jadi hasil p
memilih konsep luas persegi panjang, kemudian nya 180, untuk l nya 180 dikurang 20 hasilnya
menggunakan konsep keliling persegi panjang 160 m.
dengan menyimbolkan panjang persegi sebagai 20 + Berdasarkan hasil pekerjaan siswa dan
l dan lebar l. Berikut adalah hasil wawancara yang wawancara yang dilakukan terhadap subjek AA
dilakukan kepada subjek R. menggunakan konsep keliling persegi panjang 𝐾 =
2×(𝑝 + 𝑙) untuk menentukan panjang dan lebar
P : Apakah kamu membuat sketsa gambar untuk lahan pabrik. Subjek AA menusbtitusikan
memperjelas maksud soal? panjangnya 20 + l, lebarnya l dan kelilingnya 400.
AA : Iya. Saya buat Subjek AA membagi 400 dengan 2, hasilnya
P : Dari sketsa gambar dan informasi pada soal, kemudian dikurangkan 20 hasilnya 180 sebagai
bagaimana kamu menghubungkannya? panjang lahan pabrik. Untuk menentukan lebar
AA : Panjangnya 20 meter lebihnya dari l, terus ini pabrik dengan mengurangkan panjang dengan 20,
lebarnya l, 400 itu panjang eluruh dinding didapat lebar lahan pabrik 160. Dari proses
pagar. pengerjaan yang dilakukan subjek AA terlihat
bahwa subjek AA dapat memilih konsep yang kaitan
Berdasarkan hasil pekerjaan siswa dan dengan masalah yang diberikan. akan tetapi pada
wawancara yang dilakukan, subjek AA pada langkah langkah memodifkasi menguji dan membuat
merencanakan penyelesaian masalah menggunakan hipotesis, subjek AA melakukan langkah yang tidak
proses berpikir reflektifnya dengan merepresentasi- tepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada langkah
kan masalah dalam bentuk sketsa gambar, subjek melakukan rencana subjek hanya mampu
AA juga dapat menghubungkan informasi yang menentukan tindakan atas dasar keputusan terbaik
diberikan pada soal dengan menuliskan panjang dengan menggunakan konsep yang tepat sesuai
lahan pabrik 20 + 𝑙 dan lebar pabrik l. Subjek AA dengan masalah yang dihadapi.
memilih konsep lus persegi dan keliling persegi. Pada langkah melihat kembali subjek AA
Pada langkah melaksanakan rencana, subjek tidak meyakini hasil yang diperoleh, subjek AA juga
AA menggunakan konsep keliling ppersegi panjang. tidak melakukan pengecekaan ulang untuk
Berikut hasil pekerjaan subjek AA pada langkah meyakinkan jawaban yag diperoleh. Berikut kutipan
melaksanakan rencana. wawancra yang dilakukan terhadap subjek AA.

P: Apakah kamu yakin dengan jawaban yang


kamu peroleh?
AA : tidak yakin
P : Apakah kamu memeriksa kembali hasil yang
diperoleh?
AA : tidak
P : Apa yang dapat kamu simpulkan dari
pemecahan masalah ini?
AA : Jadi panjangnya 180 meter dan lebarnya 160
Gambar 6. Penyelesaian Masalah Subjek AA Pada meter
langkah melaksanakan rencana
Berdasarkan kutipan wawancara yang
Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan, subjek AA tidak melakukan proses
dilakukan kepada subjek AA: berpikir reflektif pada langkah melihat kembali.
Subjek AA tidak meyakini jawaban yang diperoleh
P : Untuk menjawab soal no 1 apakah kamu serta tidak melakukan pengecekan ulang untuk
mempunyai rencana awal? mengetahui langkah-langkah yang mungkin kurang
tepat.
Dinata, dkk. Investigasi Proses Berpikir Reflektif Siswa Ditinjau dari Tempat Tinggal, 199

Ms
Masalah

PPS Cl

B C

PPS Cl

Mr
E At D At E

HTM At

Mlk
F G HTM F

HTM

At

HTM M

Mrk

Diagram 2 Struktur Berpikir Subjek AA dalam Memecahkan Masalah Geometri

Keterangan:
PPS : Presence of Problem Situation Ms : Memahami masalah
Cl : Clarification Mr : Merencanakan penyelesaian
At : Action taken Mlk : Melaksanakan rencana
HTM : Hypotheses formed, Tested, and Modified Mrk : Memeriksa kembali
merepresentasikan dalam bentuk sketsa gambar
PENUTUP untuk memperjelas maksud soal. (b) Subjek S
mengklarifikasi yang ditanyakan dengan cara
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, menghubungkan identifikasi fakta dengan sketsa
proses berpikir reflektif siswa ditinjau dari tempat gambar yang dibuat. (c) Subjek S menentukan
tinggal. Siswa yang bersekolah di kota lebih banyak tindakan atas dasar keputusan terbaik yaitu dengan
melakukan proses berpikir reflektif dari pada siswa membuat lebih dari satu cara penyelesaian kemudian
yang bersekolah di desa. Pada langkah memahami menentukan strategi terbaik yang diyakini
masalah siswa kota melakukan (a) penyajian situasi mendapatkan hasil yang benar dan logis. Sedangkan
masalah; dan (b) mengklarifikasi masalah. untuk siswa dari desa hanya dapat melakukan pemilihan
siswa dari desa hanya dapat melakukan klarifikasi konsep yang berkaitan dengan masalah.
masalah tampa melakukan penyajian masalah. Pada langkah melaksanakan rencana siswa
Pada langkah merencanakan penyelesaian dari kota mampu berpikir reflektif yaitu (a)
masalah siswa kota dapat menggunakan proses menentukan tindakan atas dasar keputusan terbaik
berpikir reflektif yaitu dengan (a) menyajikan dengan memilih salah satu strategi yang diyakini. (b)
informasi yang diberikan dengan cara Pembentukan hipotesis, menguji dan memodifikasi
200, JURNAL PEMBELAJARAN MATEMATIKA, TAHUN III, Nomor 2, Juli 2016

dengan menentukan perkalian bilangan untuk Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian.
mendapatkan hasil 20 serta perbandingannya 5:1, (c) Jakarta: Rineka Cipta.
menjelaskan pemilihan rumus luas persegi panjang Ayazgök, Büşra And Aslan, Hatice. 2013. The
yang digunakan untuk menentukan panjang dan Review Of Academic Perception, Level Of
lebar. Sedangkan siswa dari desa hanya dapat Metacognitive Awareness And Reflective
menggunakan konsep yang berkaitan dengan Thinking Skills Of Science And Mathematic
masalah. namun pada langkah pengoprasian University Students. Procedia - Social And
persamaan masih mengalami kesalahan. Behavioral Sciences 141 ( 2014 ) 781 – 790
Pada langkah memeriksa kembali siswa dari Chee dan Pou. 2012. Reflective Thinking and
kota mampu berpikir reflektif yaitu (a) meyakini Teaching Practices: A Precursor For
kebenaran jawaban yang diperoleh berdasarkan Incorporating Critical Thinking Into the
tindakan atas dasar keputusan terbaik yaitu dengan Classroom. International Journal of
menjelaskan pemilihan konsep yang dipilih untuk Instruction. Vol 5. No 1. (e-ISSN: 1308-
menentukan panjang dan lebar dengan menggunakan 1470)
konsep luas persegi panjang. Meyakini cara yang Christensen &johnson. 2004. Educational Research
dipilih menghasilkan kesimpulan yang benar dan Quantitative , Qualitative, and Mixed
logis dari beberapa cara yang dimiliki untuk Approches second Edition. USA : Personal
mendapatkan kesimpulan benar dan logis. (b) juga Education, Inc.
melakukan pengujian hasil yang diperoleh dengan Dewey J. 1933. How We Think: A Restatement of the
mengalikan panjang dan lebar yang diperoleh dan Relation of Reflective Thinking to the
memastikan hasil dari perkalian tersebut merupakan Educative Process, Boston, MA: D.C., Heath
luas jalan yang akan dibuat. sedangkan siswa dari and Company.
desa tidak dapat melakukan proses berpikir reflektif. Gurol. A. 2011. Determining the reflective thinking
Sedangkan siswa yang tinggal di desa hanya skills of pre-service teachers in learning and
dapat melakukan proses berpikir reflektif pada teaching process. Energy Education Science
langkah memahami masalah sampai melaksanakan and Technology Part B: Social and
rencana. Sedangkan pada langkah melihat kembali Educational Studies 2011 Volume (issue)
subjek tersebut tidak melakukan prmikiran reflektif. 3(3): 387-402
Pada langkah memahami masalah, subjek dapat Henderson, Napan, and Monteiro. 2004.
mengklarifikasi masalah yang diberikan. Kemudian Encouraging reflective learning: An online
pada langkah merencanakan penyelesaian, subjek challenge. Beyond the comfort zone:
dapat memilih konsep yang berkaitan dengan Proceedings of the 21st ASCILITE
masalah. selanjutnya pada langkah melaksanakan Conference (pp. 357-364). Perth, 5-8
rencana subjek dapat menggunakan konsep yang December.
berkaitan namun pada langkah pengoprasian bentuk Hudojo, Herman. 2003. Pengembangan Kurikulum
persamaan masih mengalami kesalahan. Dan Pembelajaran Matematika. Malang.
Maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang Universitas Negeri Malang
tinggal di kota memiliki pemikiran yang lebih Maureen, L. 2003. Using Critical Incidents to
reflektif dibanding siswa yang tinggal di desa. Hal Promote and Assess Reflective Thinking in
ini disebabkan oleh interaksi yang komplek yang Preservice Teachers. Carfax Publising Vol. 4,
diterima siswa kota dibanding stimulus yang didapat No. 2.
oleh siswa dari desa. Stimulus tersebut yang Moleong, L.J, 2007. Metodologi Penelitian
berperan dalam mengembangkan pemikiran reflektif Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
yang dimiliki seseorang. Hal tersebut sejalan dengan Rosdakarya
temuan yang diperoleh Poyraz dan Usta (2013) Mora and Rodriguez.2013. Cognitive Processes
menemukan bahwa calon guru yang tinggal dikota Developed By Students When Solving
atau metropolitan memiliki kecenderung pemikiran Mathematic Problems Within technological
lebih reflektif daripada orang-orang yang dibesarkan Enviroments. TME 10 (1):109-136
di sebuah desa tidak menunjukkan hal tersebut. Phan, Huy P. 2006. Examining of student learning
approaches, reflective thinking and
DAFTAR PUSTAKA epistimologi beliefs. Electronic Journal of
Research in Educational Psychology, No. 10,
Alacaci,C dan Dogruel,M. 2011. Solving A Stability Vol 4(3). 2006
Problem By Polya’s Four Step. International Polya, G. 1973. How To Solve It. 2nd ed, Princeton:
Journal of Electronics Mechanical and Princeton University Press. ISBN 0-691-
Mechatronical Engineering. 1 (1): 19-28 08097-6.
Dinata, dkk. Investigasi Proses Berpikir Reflektif Siswa Ditinjau dari Tempat Tinggal, 201

Poyraz, Cengiz And Usta, Seda. 2013.Investigation Solso, Robert. L. Dkk. 2008. Cognitive Psychology.
Of Preservice Teachers’ Reflective Thinking 8-Th Edition. Allyn And Bacon. Boston.
Tendencies In Terms Of Various Variances. Suharna, Hery. 2012. Berpikir Reflektif (Reflective
Journal On New Trends In Education And Thinking) Siswa SD Berkemampuan
Their Implications April 2013 Volume: 4 Matematika Tinggi Dalam Pemahaman
Sabandar, Jozua. 2009. Berpikir Reflektif dalam Pemecahan Masalah Matematika.
Pembelajaran Matematika. Tok S. 2008.The Impact of Reflective Thinking
Saragih, Sehatta. 2008. Mengembangkan Activities on Student Teachers’ Attitudes
Keterampilan Berpikir Matematika Toward Teaching Profession, Performance
(http://eprints.uny.ac.id/6947/1/P- and Reflections, J Educ Sci;33:104-117
25%20Pendidikan(sehata).pdf diakses pada Zehavi and Mann. 2006. Instrumented Techniques
tanggal 10 Februari 2015) and Reflective Thinking in Analytic
Skemp, R. 1982. The Psychology of Learning Geometry. Weizmann Institute of Science
Mathematics. USA. Peguin Books. (Israel). TMME. Vol 2 No 2.
Petunjuk Bagi Penulis

1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik
dengan spasi rangkap pada kertas A4, panjang 10 – 20 halaman dan diserahkan paling lambat 2 bulan
sebelum penerbitan dalam bentuk ketikan di atas kertas A4 sebanyak 2 eksemplar dan pada file, diketik
dengan menggunakan pengolah kata MS Word. Naskah yang masuk dievaluasi oleh Penyunting Ahli
atau Pakar.
2. Artikel yang dimuat dalam artikel ini meliputi tulisan tentang pembelajaran matematika baik SD, SMP,
SMA, maupun perguruan tinggi dalam bentuk: • temuan penelitian • pembelajaran matematika •
pengalaman pratis • kajian kepustakaan • gagasan konseptual • klinik matematika atau • rekreasi
matematika.
3. Semua karangan ditulis dalam bentuk esai, disertai judul sub bab (heading) masing-masing bagian,
kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul sub bab. Peringkat judul sub bab dinyatakan
dengan jenis huruf yang berbeda (semua huruf dicetak tebal/bold, jika diketik dengan komputer), cetak
miring, dan letaknya pada tepi kiri halaman, dan bukan dengan angka, sebagai berikut.
PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)
Peringkat 2 (Huruf Besar-Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)
Peringkat 3 (Huruf Besar-Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)
4. Sistematika artikel hasil telaah adalah: judul, nama penulis (tanpa gelar akademik), abstrak (maksimum
200 kata), kata kunci, pendahuluan (tanpa judul sub bab) yang berisi latar belakang dan tujuan atau
ruang lingkup tulisan, bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub bagian), penutup atau
kesimpulan, dan daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul, nama penulis (tanpa gelar akademik), abstrak
(maksimum 200 kata), kata kunci, pendahuluan (tanpa judul sub bab) yang berisi latar belakang, sedikit
tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian, metode penelitian, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran,
dan daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
6. Daftar rujukan disajikan mengikuti tatacara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dan
kronologis.
Sutawidjaja, A. 2005. Matematika, XI (2) hal. 137 – 150. Malang: Jurusan Matematika FMIPA UM.
Kahfi, M.S. 1991. Geometri Transformasi 1. Malang: Proyek OPF IKIP MALANG. 1991.
7. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang
diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)
atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.
8. Contoh naskah cetak dibaca oleh penulis.
9. Tatacara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, dan Laporan Penelitian (Universitas Negeri
Malang, 2010). Naskah diketik dengan memperhatikan aturan tentang penggunaan tanda baca dan ejaan
yang dimuat dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987).
10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewer) yang ditunjuk oleh penyunting
menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi)
naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting. Kepastian pemuatan atau
penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis atau lewat e-mail.
11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan
penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting
jika diketahui bermasalah.
12. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan atau penggunaan software komputer untuk
pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel,
berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggungjawab penulis artikel
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai