Anda di halaman 1dari 10

Pap Smear Cytology Results in Patients Under Visual Inspection

of Acetic Acid (VIA) in Primary Health Care Centre

Disusun Oleh:
Tata Clarista 19010018
Santi Patricia Tambunan 19010038

Pembimbing:
dr. Johnson Hutapea, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT MURNI TEGUH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
2020
Pap Smear Cytology Results in Patients Under Visual Inspection
Of Acetic Acid (VIA) in Primary Health Care Centre

Ivan M. Sondakh, Bismarck J. Laihad, Eddy Suparman ,Vol 7, No 3 Juli 2019


Department of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine Universitas Sam
Ratulangi / Prof. Dr. RD Kandou Hospital Manado

ABSTRAK
Tujuan : Membandingkan hasil pemeriksaan gambaran sitologi Pap Smear dengan
hasilpemeriksaan IVA di Puskesmas.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui hasil
sitologi Pap Smear pada pasien yang telah dilakukan pemeriksaan inspeksi visual asam
asetat di fasilitas kesehatan tingkat I untuk deteksi dini kanker serviks. Penelitian ini
dilakukan di tiga Puskesmas (Puskesmas Tikala Baru, Tuminting, dan Paniki) yang
telah diberikan pelatihan IVA yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Kota Manado.
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan oleh penelitidan IVA dilakukan oleh petugas
kesehatan tingkat I dengan menggunakan alat, perlengkapan, yang tersedia di
Puskesmas tanpa intervensi.
Hasil : Dari 55 subyek, didapatkan 15 subyek dengan IVA positif, dan 40 subyek
dengan IVA negatif. Dari 15 subyek dengan IVA positif hanya terdapat 3 orang
diantara dengan hasil displasia pada Pap Smear, dan 40 subyek dengan IVA negatif
terdapat 2 orang dengan hasil displasia pada Pap Smear.
Kesimpulan : Hasil pemeriksaan IVA di fasilitas kesehatan tingkat I dengan IVA
positif hanya 20% memliki gambaran displasia (LSIL) pada hasil Pap smear dan
sampel dengan IVA negative terdapat 5% dengan gambaran displasia (LSIL) pada
hasil Pap Smear.
Kata kunci : IVA, kanker serviks, pap smear
PENGANTAR

Inspeksi visual serviks dengan asam asetat (IVA) merupakan program


Kementerian Kesehatan RI yang dimulai dari tahun 2015hingga 2019 dalam rangka
menjalankan proyek yang disebut "Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker pada
Wanita". Tujuan dari proyek ini adalah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
kanker payudara dan kanker serviks sebagai terdepan penyebab kanker di kalangan
wanita. Program ini diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan deteksi dini
lesi prakanker pada kanker serviks. Inspeksi visual serviks dengan asam asetat (VIA)
adalah tes skrining yang efektif, langsung, dan murah yang dapat dilakukan di
Puskesmas dan disediakan oleh tenaga kesehatan terlatih seperti bidan dan dokter
umum.1
Agar pencegahan kanker serviks ini lebih efektif dan dirawat dengan baik,
WHO menggunakan pendekatan khusus untuk melakukan skrining lesi prakanker
kanker serviks. Masing-masing VIA dan Pap smear konvensional yang merupakan
skrining yang direkomendasikan untuk program ini memiliki kelebihan dan
kekurangan.2 Kanker serviks merupakan kanker tersering kedua di Indonesia dengan
kejadian sekitar 12,7%. Saat ini Departemen Kesehatan memperkirakan sekitar 90-
100 kasus baru per 100.000 kasus kanker serviks. Menurut GLOBOCAN 2012,
kanker serviks adalah kanker paling umum ketiga pada wanita di seluruh dunia dan
urutan kelima kanker paling umum di dunia.3
Kanker serviks merupakan keganasan tersering pada wanita. Selain itu, ini
bertanggung jawab atas 85% kematian di kalangan wanita di negara maju. Selama
lebih dari 70 tahun, neoplasia intraepitel serviks telah dikenal sebagai fase awal
kanker; Oleh karena itu, jika skrining dan pengobatan yang efektif diterapkan dengan
baik, program ini akan menurunkan insidensi dan mortalitas kanker serviks secara
signifikan. Namun, strategi standar pencegahan kanker serviks yang dikenal dengan
sitologi serviks, tes HPV (Human Papilloma Virus), dan kolposkopi tidak dapat
dilakukan di negara-negara berkembang karena faktor ekonomi. masalah dan
masalah infrastruktur lainnya. Strategi skrining yang efektif sulit untuk mencapai
kesimpulan karena adanya perbedaan antara ketersediaan sumber daya kesehatan dan
masalah kesehatan antar negara. Namun, kami harus menemukan solusi untuk
skrining kanker serviks dalam sistem layanan kesehatan di mana skrining berbasis
sitology dan kolposkopi tidak memungkinkan. Pendekatan klinis dan pengujian
skrining kanker serviks diperlukan.4-7
Secara global, angka kanker serviks adalah 12%, dan kanker serviks menjadi kanker
tersering keempat setelah kanker payudara, kanker paru-paru dan kanker usus besar.
Di negara maju, kanker serviks merupakan kanker wanita yang paling umum.
Faktanya, ini terjadi pada lebih dari 85% wanita.4,5

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui hasil


pemeriksaan pap smear sitologi pada pasien yang telah melakukan pemeriksaan
visual asam asetat di Puskesmas untuk deteksi dini kanker serviks. Penelitian ini
dilakukan di 3 Puskesmas (Tikala Baru, Tuminting dan Paniki) yang ditunjuk oleh
Dinas Kesehatan Manado karena telah memiliki sertifikat dokter umum, perawat,
dan bidan untuk pemeriksaan VIA. Pemeriksaan Pap smear dilakukan oleh peneliti
dan VIA dilakukan oleh paramedis bersertifikat dengan menggunakan alat, peralatan
yang tersedia di Puskesmas tanpa intervensi. Pemeriksaan Pap smear dilakukan oleh
peneliti terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan VIA yang dilakukan oleh paramedis
bersertifikat.

HASIL

Kami merekrut 55 subjek. Ada 15, 5, dan dua subjek dengan VIA positif, Pap
smear dengan LSIL (3 wanita dengan VIA positif, dua wanita dengan VIA negatif).
Tabel 1. Distribusi Jumlah Mata Pelajaran dan Hasil Pemeriksaan Berdasarkan
Puskesmas.

Jumlah 55 perempuan berasal dari 3 Puskesmas, Puskesmas Tikala memiliki jumlah


terbanyak 25 perempuan (45,45%), jumlah VIA Positif tertinggi 13 (52%)
perempuan, dan jumlah Pap smear dengan jumlah displasia tertinggi. empat wanita
(16%).

Tabel 2. Distribusi Pengamat IVA di Puskesmas

Distribusi tenaga kesehatan yang dilatih untuk melakukan VIA di Puskesmas terdiri
dari dokter, bidan atau perawat. Sebagian besar tenaga kesehatan terlatih dari 3
Puskesmas ini adalah bidan yang sudah terlatih.
Tabel 3. Gambaran Umum Hasil Pemeriksaan VIA dengan Pap Smear.

Tabel 4. Perbandingan Hasil Pemeriksaan VIA dengan Displasia pada Hasil Pap
Smear

Dari 55 sampel didapatkan 15 penderita VIA positif dan 40 penderita VIA negatif.
Dari 15 wanita dengan hasil VIA positif diperoleh 3 LSIL (displasia) dari tes pap
smear. Pada wanita dengan VIA 2 negatif ditemukan wanita dengan hasil LSIL
(displasia). Tidak ada hasil HSIL yang ditemukan.

DISKUSI

Penelitian dilakukan di tiga puskesmas yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Manado;
Yaitu Puskesmas Tikala Aru, Puskesmas Tuminting, dan Puskesmas Paniki.
Puskesmas tersebut sudah melatih beberapa tenaga kesehatan untuk membentuk tim
untuk melakukan tes VIA. Dalam penelitian ini, tes VIA diperiksa oleh satu dokter,
satu perawat, dan empat bidan. Instrumen dan jadwal pemeriksaan VIA tersedia di
setiap puskesmas. Bahkan cryotherapy tersedia di layanan kesehatan primer di Tikala
Baru. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan hasil yang memadai dan valid
dilakukan Pap Smear oleh peneliti dan diperiksa di Laboratorium Patologi Anatomi
oleh Spesialis Patologi Anatomi. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
dilakukan di tempat lain, seharusnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil
VIA test dan Pap smear; namun, biopsi langsung adalah pemeriksaan "standar
emas".8,9

Dalam penelitian ini (Tabel 1) 25 (45,5%) sampel diambil dari Puskesmas Tikala
Baru, dengan hasil VIA positif, 13 (52%) perempuan. Dari 13 perempuan dengan
VIA positif ditemukan tiga perempuan LSIL pada pemeriksaan Papsmear. Selain itu,
kami menemukan satu pasien dengan LSIL (hasil Pap smear) dari 13 pasien dengan
VIA negatif. Ada 21 (38,18%) subjek penelitian di PHC Tuminting. Ditemukan 2
(9,52%) pasien dengan hasil VIA positif, dan setelah pemeriksaan Pap smear tidak
ada LSIL dan HSIL. Kami menemukan satu pasien dengan LSIL dari 19 pasien
dengan VIA negatif. Pemeriksaan terhadap 9 subjek penelitian di Puskesmas Paniki
ditemukan VIA negatif dan tidak ada kelainan pada pemeriksaan Pap smear. Hasil
ini menunjukkan bahwa kita masih akan menemukan false positive jika
menggunakan hasil Pap Smear sebagai acuan.9,10

Dari data di atas, setiap Puskesmas mendapat banyak false positive jika Pap smear
dijadikan acuan, semua jenis pemeriksaan di atas dilakukan oleh tenaga kesehatan
terlatih di masing-masing Puskesmas. Hasil penelitian ini (Tabel 1.2.) Jumlah
pemeriksa dari 3 puskesmas berjumlah enam orang yang terdiri dari satu orang
dokter, empat orang bidan dan perawat. Berdasarkan penelitian selama 5 tahun yang
dilakukan Kementerian Kesehatan dengan JHPIEGO, tidak selalu hasil tes VIA
dikonfirmasi oleh dokter atau diasumsikan bahwa dokter lebih akurat dari bidan di
Puskesmas di Indonesia. Dari waktu ke waktu, hasil penelitian akan semakin akurat.
Oleh karena itu, pemeriksaan tes VIA harus memiliki ketelitian yang memadai
karena tenaga kesehatannya sudah terlatih.10

Perawatan perawatan kesehatan primer VIA-positif di Manado adalah prosedur


krioterapi bagi mereka yang memenuhi syarat dan ketentuan. Setiap pasien dengan
VIA positif akan menjalani konseling untuk mendapatkan informasi tentang prosedur
cryotherapy. Cryotherapy tidak dilakukan dalam satu hari, karena prosedurnya
memerlukan persiapan seperti ketersediaan CO2, informed consent dari suami atau
keluarga dan kurangnya tenaga dokter / dokter spesialis yang terlatih untuk
melakukan prosedur cryotherapy sehingga perlu mengatur jadwal prosedurnya.
Sebelum melakukan prosedur cryotherapy, tes VIA diulang oleh dokter umum /
dokter spesialis yang bersertifikat, perbedaan pengetahuan dan pengalaman antar
tenaga kesehatan akan menimbulkan hasil negatif atau tidak memenuhi syarat dan
ketentuan cryotherapy. Oleh karena itu, penegasan oleh dokter umum / dokter
spesialis yang bersertifikat merupakan hal yang perlu dilakukan untuk mengurangi
angka false positive di pelayanan kesehatan primer.1,10

Telah banyak penelitian yang terdiri dari perbandingan antara akurasi, sensitivitas,
dan spesifisitas uji VIA dan Pap smear dan hasilnya kedua uji tersebut tidak
memiliki perbedaan yang signifikan, misalnya meta analisis yang dilakukan oleh
Mustafa et al 2016 diperoleh yaitu uji VIA dengan sensitivitas 77%, spesifik 82%
dan sensitivitas Pap Smear 84%, spesifik 88%. Dalam penelitian ini, 15 wanita
dengan VIA positif hanya tiga wanita dengan hasil Pap Smear LSIL. Jika
pemeriksaan Pap smear sitologi yang dilakukan oleh spesialis patologi anatomi
dijadikan acuan, maka hasil pemeriksaan VIA yang dilakukan oleh puskesmas
menunjukkan false positive yang sangat tinggi. Pemeriksaan di pelayanan kesehatan
primer masih akan divisualisasikan ulang sebelum cryotherapy. Semoga tingkat
akurasi dalam pemeriksaan VIA ini nantinya akan semakin baik. Namun, Masalah
pasien denganVIAnegatif adalah terdapat dua puluh pasien dengan hasil sitologi
LSIL. Pada akhirnya, pasien tersebut akan lulus pemeriksaan skrining. Oleh karena
itu perlu dicari faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat akurasi pemeriksaan
VIA di Puskesmas.8,10

Hasil dari pemeriksaan VIA dan pemeriksaan Pap smear adalah pemeriksaan tersebut
tidak memiliki perbedaan yang signifikan, akan ada beberapa faktor yang perlu
dievaluasi lebih lanjut untuk meningkatkan akurasi pemeriksaan VIA. Semua
prosedur pemeriksaan VIA dalam penelitian ini dilakukan oleh tenaga kesehatan di
puskesmas, dengan menggunakan tempat, bahan dan peralatan yang tersedia di
puskesmas. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya false positive, di
antaranya sumber cahaya, peradangan, infeksi, metaplasia, konsentrasi asam asetat,
dan kemampuan asesmen white untuk pemeriksa.10,11
Kemampuan asesmen VIA oleh petugas kesehatan terkait dengan pelatihan dan
pengalaman dalam melakukan VIA. Pemeriksaan VIA yang dilakukan oleh
Puskesmas sebelum cryotherapy akan dikonfirmasi kembali oleh dokter / spesialis
cryotherapy. Berdasarkan penelitian program “Cervical and Breast Cancer
Prevention” (CECAP) bekerjasama dengan JHPIEGO yang merupakan penelitian
untuk mendapatkan pola atau model dalam program VIA saat ini, angka palsu pada
VIA positif mencapai 70,6% dalam 6 bulan pertama, dan setelah mendekati 5 tahun
turun menjadi 20,3%. Oleh karena itu, hanya dengan pelatihan sebagai pembelajaran
utama saja tidak cukup, setiap tenaga kesehatan terlatih perlu dibina dan didampingi
agar tingkat kepekaan dan spesifitasnya lebih baik.10

Target target wanita berisiko di Manado yang membutuhkan skrining adalah 64.214
wanita, di 2017, hanya 3% wanita yang menjalani tes VIA. Oleh karena itu,
Puskesmas menjadi yang pertama melakukan deteksi dini kanker serviks dengan
pemeriksaan VIA yang sederhana, murah dan langsung.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dari 3 Puskesmas (Tikala Baru, Tuminting, dan Paniki)
pada 55 wanita diperoleh hasil VIA positif 15 sampel (27,27%) dan negatif 40
sampel (72,73%). Uji VIA yang dilakukan di Puskesmas dan Pap smear pada
penelitian ini masih memiliki perbedaan hasil, dengan 15 orang dengan VIA positif
hanya 3 (20%) yang memiliki gambaran displasia pada pemeriksaan Pap smear, dan
pada 40 orang dengan penderita VIA - negatif. Terdapat 2 (5%) pasien dysplasia
pada pemeriksaan Pap Smear. Jika Pap smear yang menjadi acuan / standar maka
perlu dilakukan evaluasi dan pelatihan tambahan bagi tenaga kesehatan bersertifikat
untuk pemeriksaan VIA di puskesmas. Penelitian menggunakan biopsi langsung
dengan menggunakan kolposkopi sebagai gold standard perlu dilakukan untuk
mengevaluasi hasil pemeriksaan VIA di Puskesmas Manado. Penelitian dengan
sampel yang lebih banyak untuk menilai sensitivitas, spesifitas, dan akurasi
pemeriksaan VIA di Manado perlu dilakukan untuk mendapatkan validitas yang
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai