Anda di halaman 1dari 19

Nama : Alma Dayini Selgi

NIM : 135200057
Kelas : PAB-B

RESUME MANAJEMEN USAHATANI


MATERI PERTEMUAN KE-3

Prinsip ekonomi dalam proses produksi diartikan sebagai kaidah-kaidah atau asumsi yang
dapat dipakai dalam menggunakan sumber daya yang terbatas dalam proses produksi agar tercapai
hasil yang optimal. Dalam menghasilkan suatu produk atau output dapat dipengaruhi oleh produk
yang lain. Berikut terdapat tiga hubungan yang saling berkaitan dalam memproses suatu produk,
yaitu :
1. Hubungan antara input dan ouput
Secara matematis hubungan input dengan output digambarkan sebagai berikut : Y = f (X1,
X2, X3 ……. Xn) dimana Y merupakan produk yang dihasilkan dengan menggunakan faktor
produksi seperti capital (X1), tanah (X2), tenaga kerja (X3) dan faktor-faktor yang lain (Xn).
Dalam hubungan input-output ini biasanya di dalam proses produksi, manajemen dihadapkan
kepada memilih atau menambah level suatu input tertentu dengan menganggap faktor lain tetap
atau konstan. Keadaan ini dapat digambarkan sebagai : Y = f (X1/X2, X3 …… Xn), dimana
hanya X1 yang bersifat variabel sedangkan yang lain adalah konstan. Tanda “/” adalah untuk
memberi batasan mana yang variabel dan mana yang bersifat tetap. Dari hubungan matematis
tersebut telah dikenal adanya beberapa macam hubungan antara input dan output, yaitu :
a. Hubungan input-output yang bersifat constant productivity
Fenomena ini menggambarkan dimana pada setiap penambahan unit input pada suatu
kegiatan produksi, akan memberikan tambahan hasil yang konstan atau tetap pada setiap
kenaikan input berikutnya. Jika digambarkan maka kenaikan tersebut akan berbentuk garis
lurus karena kenaikannya bersifat tetap. Berikut tabel yang menjelaskan fenomena
tersebut.
Tabel 1. Hubungan Constant Productivity
(Produktivitas Tetap)
Input X (unit) Tambahan Input Hasil Y Tambahan Hasil Produk Marjinal
ΔX ΔY ΔY / ΔX
0 - 1.336 - -
10 10 1.444 108 10,8
20 10 1.552 108 10,8
30 10 1.660 108 10,8
40 10 1.768 108 10,8

Disebut constant productivity apabila tambahan hasil atau produk marjinal selalu tetap
yaitu ΔY / ΔX dimana selalu mempunyai nilai yang sama. Dalam contoh ini, ΔY / ΔX =
10.8 = tg α = slope (kemiringan). Bila digambarkan maka garis produksi akan berupa garis
lurus dengandengan intercep = 1.336
b. Hubungan yang bersifat increasing productivity (produktivitas naik)
Fenomena kedua ini dalam proses produksi menggambarkan keaadan dimana terjadi
penambahan hasil yang meningkat pada pemberian input tambahan berikutnya.
Berikut tabel yang memberi gambaran bahwa yang bersifat increasing productivity yang
terjadi biasanya pada pemberian input tahap awal.

Tabel 2. Produktivitas yang Meningkat


Input X Δ Input Hasil Δ Hasil Produk Marjinal
ΔX (Δ produk)
(produk) Y ΔY / ΔX
ΔY
0 - 500 - -
10 10 550 50 5
20 10 620 70 7
30 10 700 80 8
40 10 790 90 9

Jika digambarkan menggunakan grafik, maka ΔY3/ ΔX3 > ΔY2/ ΔX2 > ΔY1/ ΔX1.
Dimana kurva/grafik akan bergerak dari kiri ke atas seiring penambahan input sehingga
menjadi garis cembung terhadap garis horizontal akibat ΔY / ΔX yang makin lama makin
lebih besar.
c. Hubungan Decreasing Productivity (produktivitas menurun)
Fenomena yang ketiga ini digambarkan sebagai suatu hubungan dimana jika terjadi
tambahan input pada suatu variabel (yang lain konstan) maka tambahan hasil yang
didapat akan menurun atau terjadi penurunan penambahan hasil pada setiap
penambahan input berikutnya. Berikut tabel yang menggambarkan fenomena tersebut.

Tabel 3. Produktivitas Menurun


Input X Δ Input Hasil Δ Hasil Produk Marjinal
ΔX (produk) Y (Δ produk) ΔY / ΔX
ΔY
0 - 0 - -
2 2 5,89 5,89 2,94
4 2 9,41 3,52 1,76
6 2 12,37 2,96 1,48
8 2 15,03 2,66 1,33

NB : X dapat berupa pakan konsentrat dan Y dapat berupa produksi susu.

Jika digambarkan menggunakan kurva/grafik maka akan dihasilkan proses produksi akan
berupa garis cekung terhadap garis horizontal. Keaadan ini terjadi akibat tangen α yang
makin kecil atau pada penambahan input berikutnya yang sama akan menghasilkan
tambahan hasil yang semakin menurun. Sehingga ΔY3/ ΔX3 < ΔY2/ ΔX2 < ΔY1/ ΔX1 =
tg α.
d. Hubungan Kombinasi
Di dalam proses produksi pertanian, biasanya berupa hubungan yang mula-mula bersifat
increasing, kemudian dilanjutkan dengan hubungan yang bersifat decreasing productivity,
setelah variabel yang diberikan relatif telah cukup. Kombinasi ini merupakan suatu
fenomena produksi pertanian dan dinyatakan dalam hukum penambahan hasil yang
menurun atau disebut sebagai law of diminishing return. Hukum ini berlaku untuk produk
penambahan hasil (produk marjinal). Berikut contoh tabel yang menggambarkan
fenomena tersebut.
Tabel 4. Produk Pertanian yang Mengalami Law of Diminishing Return
Unit Input ΔX Produk Total ΔY Y/X Produk Marjinal
X Y ΔY/ΔX
0 - 0 - 0 0
1 1 4 4 4 4
2 1 10 6 5 6 laju
3 1 18 8 6 8 ber-
4 1 27 9 6,8 9 tambah
5 1 37 10 7,4 10
6 1 42 5 7 5
7 1 46 4 6,6 4
8 1 48 2 6 2 laju
9 1 46 -2 5,1 -2 me-
10 1 42 -4 4,2 -4 nurun

Dari tabel diatas bila digambarkan menggunakan kurva/grafik, maka akan tampak kurva
produksi yang disebut sebagai Kurva Produksi Total (KPT) akan naik dengan laju yang
bertambah yang diakhiri dengan laju yang menurun. Dari Kurva Produksi Total (KPT)
dapat diturunkan menjadi dua jenis kurva lain yang terdapat kaitannya satu sama lain.
Kedua kurva tersebut masing-masing disusun oleh produk marjinal (PM) dan produk rata-
rata (PR). Di antara ketiga kurva KPT, KPM, dan KPR mempunyai hubungan satu sama
lain. Hubungan tersebut dapat berupa, antara lain :
1) Hubungan antara KPM dan KPT
a) Pada saat KPT naik, maka KPM selalu positif.
b) Pada saat KPT maksimum, maka KPM sama dengan nol.
c) Pada saat KPT turun, maka KPM akan negatif.
d) Pada saat KPT naik dengan laju naik (increasing rate), maka KPM naik dengan
laju yang menurun. Hal tersebut terjadi sebelum KPM mencapai kondisi
maksimum. Pada saat ini pula KPR juga naik dengan kenaikan yang lebih lama
daripada KPM.
Gambar 1. Fungsi Produksi dalam Bentuk
Law of Diminishing Return

2) Hubungan antara KPM dan KPR


a) Pada saat KPM dan KPR dalam kondisi sama-sama naik, maka KPM selalu di
atas KPR dan pada saat itu KPR terus naik.
b) Pada saat KPM dan KPR dalam kondisi sama-sama turun, maka KPR di atas
KPM.
c) Pada saat KPM = KPR, maka KPR maksimum.

Hubungan di atas dapat pula diartikan bahwa untuk menaikkan (menurunkan) PR maka
tambahan yang dipakai untuk menghitung produk rata-rata baru harus di atas (di bawah) rata-
rata semula.
Dari hubungan ketiga kurva di atas dapat ditarik manfaat yang penting dalam memilih
penyelenggaraan produksi. Dapat diartikan juga bahwa dari hal-hal yang telah dijelaskan dapat
dipilih sekiranya kapan terjadi kondisi produksi yang optimum yang akan memberi hasil
maksimal. Fungsi produksi atau kurva total produksi tersebut dapat dibagi ke dalam tiga phase
atau daerah, yaitu :
1) Phase (1) adalah phase atau daerah yang meliputi dari input sama dengan nol sampai
produk rata-rata maksimum atau saat PR = PM.
2) Phase (2) adalah daerah yang dimulai dari PR maksimum sampai dengan PM sama dengan
nol atau pada saat PT maksimum.
3) Phase (3) adalah daerah yang dimulai pada saat PM negatif atau pada saat PT turun secara
absolut.
Daerah produksi yang telah disebutkan di atas dapat pula dibagi berdasarkan nilai
elastisitas produksi. Elastisitas produksi merupakan suatu angka yang menunjukkan persentase
perubahan pada output akibat adanya persentase perubahan dari suatu input atau dapat diartikan
sebagai ratio antara perubahan produksi dengan perubahan input. Jadi Ep = ΔY/Y : ΔX/X. Bila
satuan tersebut diubah ke dalam bentuk : Ep = ΔY/Y x X/ΔX = ΔY/ Δ X . X/Y, ini berarti
Ep = PM x 1/PR = PM/PR. Ketentuan tersebut dapat diberlakukan sebagai berikut :
1) Bila PM = PR maka Ep = 1
2) Bila PM = 0 maka Ep = 0/AP = 0
3) Bila PM > PR maka Ep > 1
4) Bila PM < PR maka Ep < 1
Akibat dari keadaan tersebut maka :
1) Daerah I mempunyai elastisitas > = 1
2) Daerah II mempunyai elastisitas > = 1 dan > = 0
3) Daerah II mempunyai elastisitas < = 0
Dalam proses produksi daerah I dan III disebut dengan daerah irasional karena pada kedua
daerah tersebut masing-masing keuntungan masih dapat ditambah (daerah I) dan keuntungan
akan merugi (daerah III). Daerah II disebut sebagai daerah rasional, yaitu daerah di mana
manajer harus memilih input untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal.
Titik mana di daerah rasional tersebut terdapat keuntungan yang maksimum masih
tergantung pada harga input dan outputnya. Daerah II ini merupakan daerah pusat perhatian
dari para pengambil keputusan (manager). Secara efisiensi teknis, terjadi maksimum
Keuntungan pada saat produk rata-rata mencapai maksimum, tetapi efisiensi ekonomis letaknya
masih tergantung pada harga input dan outputnya. Bila digambarkan kurva fungsi produksi,
maka nilai elastisitas tersebut membagi daerah-daerah produksi seperti berikut
Gambar 2. Daerah Produksi
Berdasarkan Elastisitas Produksi

Untuk memilih berapa input yang dipakai dalam suatu proses produksi agar terjadi
keuntungan terbaik, maka perlu dikenal dua pengertian, yaitu :
1) Nilai Produk Marjinal, adalah penambahan pendapatan yang diterima akibat pemakaian
tambahan unit input.
𝛥 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
NPM (MVP) =
∆ Level input

NB : Δ Nilai produk total = jumlah produk total x harga jual.

2) Biaya atau Nilai Input Marjinal, adalah perubahan dari ongkos input total yang disebabkan
oleh penggunaan tambahan unit input.
∆ Biaya total input
NIM (MIC) =
∆ Level input

NB : Δ Biaya total input = perkalian antara jumlah input yang dipakai dengan harga input.

Untuk mendapatkan nilai optimum dari level input dalam proses produksi, maka contoh
tabel berikut dapat memberi gambaran. Dalam proses produksi ini, level input 0 sampai dengan
10 dipakai untuk menghasilkan output tertentu. Bila harga input tertentu misalnya Rp 12,00/unit
dan harga output Rp 2,00/unit, maka input keberapa harus dipilih dalam produksi dapat
diketahui. Untuk mendapatkannya perlu diperbandingkan NPM dengan NIM.
Tabel 5. Nilai Optimum Input
dalam Proses Produksi
Level Input Total Produk Produk Nilai Total NPM NIM
(TP) Marjinal Produksi
(PM) (NTP)
0 0 - 0 - -
1 12 12 24 24 12
2 30 18 60 36 12
3 44 14 88 28 12
4 54 10 108 20 12
5 62 8 124 16 12
6 68 6 136 12 12
7 72 4 144 8 12
8 74 2 148 4 12
9 72 -2 144 -4 12
10 68 -4 136 -8 12

Dalam tabel tersebut mula-mula NPM > NIM, ini berarti tambahan pendapatan yang
diterima pada penggunaan tambahan satu unit input masih lebih besar daripada biaya input yang
dipakai. Jadi, dapat diartikan tambahan penghasilan masih terus dapat dicapai. Keadaan ini akan
terus berlangsung sampai pada pemakaian level input 6. Pada level ini tambahan biaya akan
sama dengan tambahan income (NPM = NIM). Pemakaian input lebih besar daripada 6, akan
menyebabkan nilai NPM lebih kecil daripada nilai NIM, dimana berarti keuntungan akan
semakin kecil. Oleh karena itu, maka keuntungan maksimum akan terjadi pada pemakaian input
yang memberi NPM = NIM. Perlu diperhatikan juga bahwa NTP atau nilai total produksi atau
pendapatan maksimum tidak selalu diikuti dengan keuntungan maksimum. Jika dilihat dari
tabel tersebut maka NTP tertinggi terjadi pada pemakaian input level 8, sedangkan keuntungan
tertinggi tercapai pada level input 6.
Cara lain dalam mencari keuntungan maksimum adalah dengan menggunakan persamaan
harga, sebagai berikut :
1) PM x Pү = IM x Pχ atau
2) ΔY . Pү = ΔX . Pχ,
NB : X adalah input dan Y adalah output
Pχ harga input dan Pү harga output

Atas dasar persamaan ini maka :


ΔY/ΔX = Pχ/Pү
NB : ΔY/ΔX adalah produk marjinal (PM)
Pχ/Pү adalah rasio harga input dan output.

Maka dalam tabel di atas nilai PM = 6 pada pemakaian level input 6 unit dan rasio harga
adalah 12/2 = 6 sehingga pada level tersebut akan dicapai keuntungan yang maksimum.
Disamping itu, untuk mencari profit maksimum, disamping konsep NPM = NIM atau
ΔY/ΔX = Pχ/Pү , maka dikenal pula konsep Pendapatan Marjinal (PM) atau Marginal Cost
(MC). Dengan menggunakan konsep ini akan dicari pada level produksi keberapa yang akan
memberi keuntungan maksimum. Analog dengan konsep NPM = NIM maka profit maksimum
terjadi pada keadaan MR = MC atau PM = BM.
a. MR adalah perubahan pendapatan yang diperoleh akibat adanya perubahan produksi, jadi :
∆ pendapatan total
MR =
∆ produksi total

atau
∆ produksi total × harga
=
∆ produksi total
Sehingga pendapatan marjinal ini akan selalu sama dengan harga jual.
b. MC adalah perubahan biaya yang terjadi akibat adanya tambahan hasil, atau
Δ biaya total input
MC =
Δ produksi total

Nilai MC pada awalnya akan turun sedikit lalu merambat naik pada penambahan input
berikutnya. Dari tabel maka dapat dihitung MR dan MC-nya.
Tabel 6. MR dan MC dari Fungsi Produksi
Level Input Produk Total Produk Pendapatan Pendapatan Biaya Marjinal
(Unit) ( PT) Marjinal (PM) Total Marjinal (MC)
(TR) *) (MR)
0 0 - 0 0 -
1 12 12 24 2 1,00
2 30 18 60 2 0,67
3 44 14 88 2 0,86
4 54 10 108 2 1,20
5 62 8 124 2 1,50
6 68 6 136 2 2,00
7 72 4 144 2 3,00
8 74 2 148 2 6,00
9 71 -2 144 2 -
10 68 -4 136 2 -

NB : *) Harga output = Rp 2,00 = MR

Keadaan MR = MC terjadi pada level input 6 yang akan memberi keuntungan maksimum.
Apabila MC > MR maka produksi sudah tidak lagi memberi keuntungan yang maksimum.

2. Hubungan antara input dan input


Dalam pembahasan sebelumnya, telah membahas mengenai hubungan antara input-output
atau hubungan faktor-faktor, dimana suatu faktor adalah variabel dengan faktor yang lain
dianggap tetap (fixed). Namun, apabila terdapat lebih dari satu faktor bersifat variabel maka
terjadilah hubungan yang bersifat faktor-faktor atau biasa disebut dengan hubungan antara
input-input atau saling substitusi. Secara matematis hubungan fungsi produksi tersebut
digambarkan sebagi berikut :
Y = f (X₁, X₂/X₃, X₄, ……… Xn),

dimana faktor X₁ dan X₂ bersifat variabel dan yang lain bersifat tetap. Di dalam penggunaan
dua faktor dalam proses produksi perlu dicari kombinasi yang optimal dari pemakaian kedua
input untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, ataupun kombinasi yang memberi least
coast, atau biaya termurah untuk suatu output tertentu.
Dalam membahas masalah faktor substitusi perlu diketahui perihal kurva isoproduk atau
isoquant. Kurva ini menggambarkan suatu kegiatan produksi dimana untuk menghasilkan
output yang sama dapat dibuat beberapa kemungkinan kombinasi input. Berikut data hipotesis
yaitu jika ingin menghasilkan output (Y) sebesar 10 unit per satuan produksi maka diperlukan
kombinasi antara input X₁ dan X₂.

Tabel 7. Kurva Isoquant (10 unit)


Kombinasi Input Output Y
X₁ X₂

27 0,0 10
20 2,5 10
15 5,0 10
10 8,0 10
0 13,0 10
5 22,0 10

Gambar 3. Isoproduk
pada Pemakaian 2 (dua) Input
Dalam bidang peternakan, kombinasi dua input tadi dapat berupa substitusi antara pakan
konsentrat dengan pakan hijauan/jerami pada pemberian pakan untuk ruminansia, juga dapat
dikombinasi antara ternak dengan traktor dalam proses pengolahan tanah dan lain-lainnya.
Substitusi yang dilakukan dalam proses produksi pada pemakaian dua input memiliki
tujuan untuk memberikan hasil yang maksimal. Prinsip substitusi akan berlaku bila dua atau
lebih input digunakan dalam beberapa kombinasi untuk menghasilkan level tertentu dan akan
memberi nilai ekonomi tertinggi. Dimana keaadan ini tercapai apabila biaya substitusi lebih
rendah daripada biaya yang disubstitusi.
Substitusi memiliki dua sifat yaitu substitusi yang lajunya menurun dan substitusi yang
lajunya tetap. Disamping itu, terdapat juga dua input yang tidak saling substitusi. Substitusi
yang lajunya menurun sering terjadi dalam produksi pertanian yaitu apabila setiap substitusi
satu unit suatu faktor akan diikuti dengan turunnya nilai substitusi tersebut atau dengan kata
lain setiap kenaikan satu unit input sebagai pengganti akan mendapatkan pergantian yang lebih
kecil. Sebagai contoh misalnya pada pemberian pakan sapi perah dalam tabel dan gambar
berikut :
Tabel 8. Substitusi Faktor dengan Laju Menurun
Kombinasi pakan konsentrat dan legume Substitusi marginal legume mengganti
dalam produksi 6,5 kg susu konsentrat ΔX₁/ΔX₂
Jumlah Jumlah ΔX₁ ΔX₂
Konsentrat legume
X₁ X₂ (kg)
14,32 0 - - -
6,20 5 8,12 5 1,62
3,73 10 2,47 5 0,49
2,77 15 0,96 5 0,19
2,25 20 0,52 5 0,10
1,91 25 0,34 5 0,06

Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa pada mulanya setiap 5 kg legume dapat
mensubstitusikan 8,12 kg konsentrat, tetapi penambahan 5 kg legume berikutnya hanya
mampu mensubstitusi berturut-turut turun menjadi 2,47, 0,96, 0,52, dan 0,34 kg konsentrat.
Gambar 4. Substitusi dengan Laju Menurun

Kemungkinan adanya substitusi yang bersifat konstan jarang terjadi dalam dunia
peternakan. Secara teori rasio substitusinya selalu sama sehingga bentuk kurvanya sebagai
garis lurus.
Dalam mencari kombinasi input mana dalam proses produksi yang akan dipilih, maka
dicari kombinasi yang least cost, yaitu yang akan memberi biaya terkecil dalam proses
produksi. Dua parameter least cost yaitu :
𝛥 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑛𝑡𝑖
a. Nilai substitusi marjinal ( )
𝛥 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛𝑡𝑖

b. Rasio harga dari masing-masing input dimana dengan sendirinya juga harga substitusi
Kombinasi least cost terjadi pada saat :
Substitusi marjinal = perbandingan terbalik dari harga input
ΔX₁ PX₂
=
ΔX₂ PX₁

Dimana PX₁ = harga input yang disubstitusi dan PX₂ = harga input yang mensubstitusi.
Berikut contoh pemakaian prinsip di atas pada suatu peternakan di Amerika.
Pada suatu peternakan penggemukan, dipakai 460 pound Hereford Steer Klas Choice.
diberi pakan jagung dan silage jagung dengan kombinasi rasio dengan kisaran dari 30 : 70
sampai dengan 80 : 20. Ransum kombinasi ini mengandung 12% protein kasar. Kombinasi
jagung dan silage jagung dalam ransum untuk mencapai tambahan bobot badan 500, 600 dan
700 pound terlihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Ransum Jagung dan Silage
Jagung pada Penggemukan Steer
No. Silage *) Jagung *)
Jagung
(pound) Untuk penggemukan
(X₁) 500 # 600 # 700 #
ΔX₁ (X₂) ΔX₂

1 800 200 2.316 - 3.126 -


2 1.000 200 2.124 192 2.904 -
3 1.200 200 1.953 171 2.698 3.598
4 1.400 200 1.792 158 2.510 3.365
5 1.600 200 1.642 150 2.338 3.155
6 1.800 200 1.502 140 2.179 2.965
7 2.000 200 1.373 129 2.032 2.791
8 2.200 200 1.252 121 1.896 2.632
9 2.400 200 1.241 11 1.771 2.487
10 2.600 200 - - 1.656 2.355
11 2.800 200 - - 1.549 2.233
12 3.000 200 - - 1.451 2.121

*) Atas dasar bahan kering


Dalam tabel di atas juga menggambarkan ratio substitusi yang makin menurun. Misalnya,
pada penggemukan 500 # tambahan bobot badan, mula-mula nilai substitusinya 0,96 (yaitu
192 pound jagung diganti dengan 200 pound silage jagung), kemudian menjadi 0,85 (yaitu 171
pound jagung diganti 200 # silage). Lalu, untuk memilih kombinasi yang mana dari kombinasi
1-10 yang paling murah maka perlu diketahui harga jagung dan silagenya. Misal, harga jagung
4,6 cent/# dan harga silage 3,0 cent/# silage. Rasio harga (terbalik dari input substitusi) adalah
3 : 4,6 = 0,65.
ΔX₂ PX₁
Kombinasi pakan yang memberi angka tersebut adalah kombinai ke-6 ( = )
ΔX₁ PX₂

NB : PX₁ = Harga silage jagung


PX₂ = Harga jagung

Melangkah ke komunikasi ke-7 akan mengurangi harga jagung $ 6.00, sehingga kombinasi
ini tidak menguntungkan. Jadi, sekali lagi kombinasi least cost terjadi pada pemakaian silage
1.800 # dan 1.502 # jagung pada penggemukan steer berat 40 # menjadi 960 # atau 500 #
penambahan berat badan.

3. Hubungan antara output dan output (produk-produk)


Hubungan yang ketiga ini dalam proses produksi disebut sebagai kombinasi usaha. Disebut
demikian karena manajer sering dihadapkan kepada pilihan untuk mengkombinasikan usaha
dalam pemakaian sumber daya yang terbatas dalam rangka memaksimumkan keuntungan.
Agar dapat menentukan keuntungan atau membuat alternatif usaha maka perlu pertimbangan
yaitu mengenai bagaimana hubungan bio-physic antara beberapa macam usaha, harga produk,
dan tersedianya sumber daya. Hubungan physic antara dua usaha misalnya Y₁ dan Y₂ perlu
dikenal dalam rangka memperoleh keuntungan yang maksimum. Terdapat empat hubungan
antar dua produk, yaitu :
a. Yang bersifat produk terpaut (joint products), dalam teori usahatani, usaha ini dianggap
satu produk misalnya domba dan wol, kapas dan bijinya dan lain sebagainya.
b. Yang bersifat supplementer, yaitu apabila dalam dua usaha produksi, kenaikan produk
yang satu tidak berpengaruh sama sekali pada produk yang lain. Misalnya dipeliharanya 1-
2 ekor sapi dan beberapa ekor ayam tidak akan mempengaruhi usaha pokok pertaniannya.
Keadaan ini biasanya terjadi pada petani kecil yang dalam penggunaan inputnya tidak
efisien.
c. Yang bersifat komplementer, yaitu apabila kenaikan produk yang satu diikuti oleh
kenaikan produk yang lain dalam pemakaian unsur produksi tertentu dan daya subtitusinya
selalu positif. Misalnya, produksi legume akan menyebabkan fixasi nitrogen yang dapat
menyuburkan tanah yang dipakai untuk produksi biji-bijian.
d. Usaha yang bersifat kompetitif, yaitu apabila usaha yang satu naik akan menyebabkan
pengorbanan bagi usaha yang lain. Usaha dalam konteks ini akan bersaing dalam
penggunaan input yang terbatas dalam waktu yang sama. Hubungan substitusi yang
bersifat kompetitif ini memiliki 3 laju yang berbeda yaitu laju yang tetap, turun dan naik.
Produk substitusi marjinal ini merupakan rasio dari penambahan atau perubahan suatu
produk ( ΔY₁), dan perubahan atau pengurangan dari produk yang lain (ΔY₂).
a. Produk Substitusi Tetap
Keaadan ini dapat digambarkan seperti dalam tabel dan gambar berikut :

Tabel 10. Produk Substitusi Tetap pada Pemakaian 5 Unit Input (Angka Hipotesis)
Jumlah Pemakaian Jumlah Produksi pada Perubahan Output Produk Substitusi
Input Produksi Pemakaian 5 Unit Input Marjinal

Y₁ Y₂ Y₁ Y₂ ΔY₁ ΔY₂ ΔY₁ / ΔY₂

d5 0 10 0 - - 0,5
4 1 8 4 2 4 0,5
3 2 6 8 2 4 0,5
2 3 4 12 2 4 0,5
1 4 2 16 2 4 0,5
0 5 0 20 2 4 0,5

Gambar 5. Produk Substitusi Marjinal yang tetap

Akibat dari ΔY₁ / ΔY₂ maka bentuk kurva produksi menjadi garis lurus dengan kemiringan
negatif.
b. Produk Substitusi Menurun
Substitusi ini ditandai oleh setiap kenaikan satu unit dari suatu usaha diikuti oleh turunnya
produk usaha lain yang lebih kecil dari satu unit. Situasi ini jarang terjadi pada produksi
pertanian, kecuali pada produksi ukuran kecil pada terbatasnya sumber daya sehingga
petani atau manajer beroperasi pada daerah produksi I. Berikut tabel dan gambar yang
menerangkan produk substitusi menurun yaitu pemakaian 4 kg konsentrat untuk usaha dua
produksi.

Tabel 11. Produk Substitusi Menurun pada 2 Usaha denga 4 kg Konsentrat


Jumlah Input untuk Jumlah Produksi Perubahan Output Produk Marjinal
Maing-masing Usaha dengan 4 kg Konsentrat
Y₁ Y₂ Y₁ Y₂ ΔY₁ ΔY₂ ΔY₁ / ΔY₂
4 0 28 0 - - -
3 1 18 3 10 3 3,30
2 2 10 8 8 5 1,60
1 3 4 16 6 8 0,75
0 4 0 26 4 10 0,40

Gambar 6. Produk Substitusi Menurun


Dalam kurva diatas terlihat bahwa produk substitusi yang menurun membentuk gambar
yang konkaf.

c. Produk Substitusi Meninggi


Keadaan ini terjadi apabila setiap unit naiknya level suatu produksi menghasilkan lebih
dari satu unit turunnya level produksi yang lain. Situasi ini sering terjadi pada usaha
pertanian. Keadaan ini dapat berlangsung apabila di daerah produksi II, kedua produk
marginal bersifat positif dan menurun. Kurva dari produk substitusi yang naik pada produk
kompetitif ini berbentuk konfek sedangkan produk substitusi menurun bersifat konkaf.
Berikut tabel dan gambar yang menjelaskan kondisi tersebut.

Tabel 12. Produk Substitusi yang Makin Meninggi


Pada Pemakaian 8 kg Konsentrasi
Jumlah Input yang Jumlah Produksi dalam Perubahan Output Produk Marjinal
Dipakai pada Produksi Pemakaian 8 kg
Konsentrat
Y₁ Y₂ Y₁ Y₂ ΔY₁ ΔY₂ ΔY₁ / ΔY₂
8 0 15,03 0,00 - -
6 2 12,37 3,22 2,66 3,22 0,82
4 4 9,41 4,09 2,96 0,87 3,42
2 6 5,89 4,72 3,52 0,63 5,59
0 8 0,00 5,21 5,89 0,49 12,02
Gambar 7. Produk Substitusi Meninggi

Untuk mencari kombinasi produksi optimal, prinsip : ΔY₁ / ΔY₂ = PY₂ / PY₁ juga tetap
berlaku. Dengan telah dibahasnya berbagai prinsip dari ekonomi dengan menggunakan konsep
marjinalitas, maka alat tersebut dapat digunakan oleh manajer untuk mengambil sebuah
keputusan dalam mengelola usahataninya. Fungsi produksi menggambarkan hubungan input
output dapat menunjukkan di mana keuntungan maksimum dapat diraih. Disamping konsep
marjinal, konsep substitusi juga menjadi alat yang penting dalam proses produksi.

Anda mungkin juga menyukai