Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

E (38 tahun) DENGAN


DIAGNOSA MEDIS G4P3A0 PARTURIENT ATERM KALA I FASE
AKTIF SUSP. OLIGOHIDRAMNION

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Maternitas

Dosen pengampu

Ariani Fatmawati, S,Kep.,Ners.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat.

Disusun oleh:

Nenda Nurfenda
402020031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2020/2021
A. Konsep Intranatal
1. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
a. Power (kontraksi/HIS ibu)
Otot rahim atau myometrium berkontraksi dan memendek (relaksasi)
selama kala I persalinan. Kontraksi atau HIS yang perlu Anda kaji pada
ibu bersalin kala I adalah:
1) Frekuensi: dengan cara menghitung banyaknya kontraksi selama 1
menit (misalnya, terjadi setiap 3–4 menit).
2) Durasi: dengan cara menghitung lama terjadinya kontraksi, tercatat
dalam hitungan detik (misalnya, setiap kontraksi berlangsung 45–50
detik).
3) Intensitas: Kekuatan kontraksi. Hal ini dievaluasi dengan palpasi
menggunakan ujung jari pada bagian fundus perut ibu dan
digambarkan sebagai:
Ringan : dinding rahim mudah menjorok selama kontraksi.
Sedang : dinding rahim tahan terhadap lekukan selama kontraksi.
Kuat : dinding rahim tidak dapat indentasi selama kontraksi.
b. Passageway (Jalan lahir)
Bagian ini meliputi tulang panggul dan jaringan lunak leher rahim/serviks,
panggul, vagina, dan introitus (liang vagina). Bentuk panggul ideal untuk
dapat melahirkan secara pervaginam adalah ginekoid.
c. Passenger (janin, plasenta dan ketuban)
Passenger yang dimaksud disini adalah penumpang/janin. Passenger/janin
dan hubungannya dengan jalan lahir, merupakan faktor utama dalam
proses melahirkan. Hubungan antara janin dan jalan lahir termasuk
tengkorak janin, sikap janin, sumbu janin, presentasi janin, posisi janin dan
ukuran janin.
d. Psikologis ibu
Pengalaman seorang ibu dan kepuasan selama proses persalinan dan
kelahiran dapat ditingkatkan bila ada koordinasi tujuan diadakannya
kolaborasi antara ibu dan tenaga kesehatan dalam rencana perawatan. Jika
cemas ibu berlebihan maka dilatasi/ pelebaran serviks akan terhambat
sehingga persalinan menjadi lama serta meningkatkan persepsi nyeri. Jika
ibu mengalami kecemasan maka akan meningkatkan hormone yang
berhubungan dengan stress seperti beta–endorphin, hormone
adrenocorticotropic, kortisol dan epineprin. Hormon–hormon tersebut
mempengaruhi otot polos uterus. Jika hormon tersebut meningkat maka
menurunkan kontraktilitas (kontraksi) uterus.
e. Posisi Ibu
Posisi ibu melahirkan dapat membantu adaptasi secara anatomis dan
fisiologis untuk bersalin. Perawat dapat memberikan dukungan pada ibu
bersalin dengan cara memberi informasi mengenai posisi ibu bersalin.
Persalinan atau partus adalah proses di mana janin, plasenta, dan membran
dikeluarkan melalui rahim.
2. Adaftasi Fisiologis Intranatal
Persalinan Kala I
Kala I persalinan didefinisikan sebagai perubahan perkembangan servik (leher
rahim).
Karakteristik kala I
1) Kala I dimulai dengan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang
teratur & meningkat (frekuensi & kekuatannya) hingga servix membuka
lengkap (10 cm).
2) Kala I adalah tahap terpanjang, biasanya berlangsung 12 jam untuk
primigravida dan 8 jam untuk multigravida.
3) Selaput membrane amnion atau selaput janin biasanya pecah selama tahap
ini.
4) Peningkatan curah jantung ibu dan denyut nadi ibu bisa meningkat.
5) Penurunan motilitas/gerakan gastrointestinal, yang menyebabkan
peningkatan waktu pengosongan lambung.
6) Ibu mengalami rasa sakit yang terkait dengan kontraksi uterus saat serviks
membuka dan menipis.
Fase–fase kala I
1) Fase laten:
a) Dimulai sejak awal berkontraksi sampai penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap.
b) Berlangsung hingga serviks membuka < 4 cm.
c) Umumnya berlangsung hampir/ hingga 8 jam.
2) Fase aktif:
a) Frekuensi dan lama kontraksi uterus meningkat secara bertahap
(kontraksi 3 x dalam 10 menit, selama 40 detik/lebih).
b) Dari pembukaan 4–10 cm terjadi kecepatan rata–rata 1 cm/ jam
(nulipara/ primigravida) atau > 1–2 cm (multipara).
c) Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Adaptasi fisik/ fisiologis dan psikologis
1) Adaptasi fisik/ fisiologis
a) Selama fase laten, perilaku ibu: umumnya gembira, waspada, banyak
bicara atu diam, tenang atau cemas, mengalami kram abdomen, nyeri
punggung, pecah ketuban, nyeri terkontrol, dan dapat berjalan.
b) Selama fase aktif, Ibu umumnya mengalami peningkatan
ketidaknyamanan, berkeringat, mual, muntah, gemetar paha dan kaki,
tekanan kandung kemih dan rektum, nyeri punggung, pucat sekitar
mulut, Ibu merasa lebih takut, kehilangan kontrol, berfokus pada diri
sendiri, lebih sensitif, terdapat desakan untuk meneran/mengedan,
tekanan pada rektum.
2) Adaptasi psikologis
a) Klien merasakan antisipasi, gembira atau ketakutan.
b) Selama fase aktif, klien tampak serius dan fokus pada perkembangan
persalinan, klien minta obat atau melakukan teknik pernafasan.
c) Selama fase aktif, klien mungkin kehilangan kontrol, tiduran di tempat
tidur, mengerang, atau menangis.
Persalinan Kala II
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi.
Karakteristik kala II
1) Berlangsung selama 50 menit untuk primigravida, dan 20 menit untuk
multigravida.
2) Klien merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
3) Klien merasa adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vagina.
4) Kontraksi menjadi sering, terjadi setiap 2 menit dan selama 60 detik.
5) Peningkatan pengeluaran lendir bercampur darah (bloody show).
6) Perineum menonjol, vulva vagina dan sfingter ani membuka.
Tanda pasti kala II (melalui vaginal touche/pemeriksaan dalam):
1) Pembukaan serviks telah lengkap.
2) Terlihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
Adaptasi fisiologis dan psikologis
1) Adaptasi fisiologis
a) Tekanan intratorakal meningkat selama kala II akibat dorongan janin.
b) Tahanan perifer meningkat selama kontraksi, tekanan darah meningkat
dan nadi menurun.
c) Cardiac output meningkat selama persalinan.
d) Diaforesis dan hiperventilasi selama persalinan meningkatkan
kehilangan cairan.
e) Respirasi rate meningkat sehingga meningkatkan penguapan volume
cairan dan meningkatkan konsumsi oksigen.
f) Hiperventilasi dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen.
g) Leukositosis terjadi selama persalinan.
h) Plasma fibrinogen meningkat, waktu pembekuan darah dan kadar
glukosa darah meningkat.
i) Motilitas dan absorpsi lambung menurun, waktu pengosongan
lambung memanjang.
j) Dapat terjadi proteinuria karena kerusakan otot.
k) Urin pekat.
l) Nyeri punggung meningkat, persepsi nyeri meningkat.
m) Saraf pada uterus dan serviks terangsang oleh kontraksi uterus dan
dilatasi serviks, saraf pada perineum terangsang dan meregang pada
kala II karena dilewati janin.
2) Adaptasi psikologis:
a) Perubahan perilaku klien karena kontraksi dan terdorongnya janin.
b) Klien merasa tenaganya habis.
Persalinan Kala III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Pemisahan plasenta biasanya terjadi dalam
beberapa menit setelah melahirkan. Setelah plasenta terpisah dari dinding
rahim, rahim terus kontraksi sampai plasenta dikeluarkan. Proses ini biasanya
memerlukan waktu 5 sampai 20 menit pasca melahirkan bayi dan terjadi
secara spontan.
Mengkaji pelepasan plasenta
Tanda lepasnya plasenta:
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus uterus.
2) Tali pusat memanjang.
3) Semburan darah mendadak dan singkat.
Manajemen aktif kala III
1) Manajemen aktif kala III bertujuan: menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif
2) Keuntungan manajemen aktif kala III adalah persalinan kala III lebih
singkat, mengurangi jumlah kehilangan darah, mengurangi kejadian
retensio plasenta (plasenta lahir lebih dari 30 menit).
Manajemen aktif kala III terdiri dari:
1) Pemberian suntikan oksitosin 10 unit yang diberikan IntraMuskuler dalam
1 menit setelah bayi lahir.
2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
3) Masase fundus uteri.
Adaptasi psikologis
1) Klien dapat fokus terhadap kondisi bayi.
2) Klien merasa tidak nyaman karena kontraksi uterus sebelum pengeluaran
plasenta.
Persalinan Kala IV
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam
setelahnya.
Adaptasi psikologis
1) Klien berfokus pada bayi.
2) Klien mulai memiliki peran sebagai ibu.
3) Aktivitas primer yaitu mempromosikan bonding ibu dan bayi .
Asuhan Keperawatan Pada Ibu Bersalin
Pengkajian
KALA I
Keluhan
Kaji alasan klien datang ke rumah sakit. Alasannya dapat berupa keluar darah
bercampur lendir (bloody show), keluar air–air dari kemaluan (air ketuban),
nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut/kontraksi (mulas), nyeri makin
sering dan teratur.
Pengkajian riwayat obstetric
Kaji kembali HPHT, taksiran persalinan, usia kehamilan sekarang. Kaji
riwayat kehamilan masa lalu, jenis persalinan lalu, penolong persalinan lalu,
kondisi bayi saat lahir. Kaji riwayat nifas lalu, masalah setelah melahirkan,
pemberian ASI dan kontrasepsi.
Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, kesadaran, tanda–tanda vital (TTV) meliputi tekanan
darah, nadi, suhu, respirasi, tinggi badan, dan berat badan.
2) Kaji tanda–tanda in partu seperti keluar darah campur lendir, sejak kapan
dirasakan kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang meningkat,
waktu keluarnya cairan dari kemaluan, jernih atau keruh, warna, dan
jumlahnya.
3) Kaji TFU, Leopold I, II, II, dan IV (lihat kembali modul 2 atau pedoman
praktikum pemeriksaan fisik ibu hamil).
4) Kaji kontraksi uterus ibu. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui
derajat dilatasi (pembukaan) dan pendataran serviks, apakah selaput
ketuban masih utuh atau tidak, posisi bagian terendah janin.
5) Auskultasi DJJ.
KALA II
1) Periksa TTV (TD, nadi, suhu, respirasi), tanda–tanda persalinan kala II
dimulai sejak pukul, evaluasi terhadap tanda–tanda persalinan kala II
(dorongan meneran, tekanan ke anus, perineum menonjol, dan vulva
membuka).
2) Periksa kemajuan persalinan VT (status portio, pembukaan serviks, status
selaput amnion, warna air ketuban, penurunan presentasi ke rongga
panggul, kontraksi meliputi intensitas, durasi frekuensi, relaksasi).
3) DJJ, vesika urinaria (penuh/ kosong).
4) Respon perilaku (tingkat kecemasan, skala nyeri, kelelahan, keinginan
mengedan, sikap ibu saat masuk kala II, intensitas nyeri).
5) Nilai skor APGAR dinilai pada menit pertama kelahiran dan diulang pada
menit kelima.
A (appearance/warna kulit),
P (Pulse/denyut jantung),
G (Grimace/respon refleks),
A (Activity/tonus otot),
R (respiration/pernapasan).
Nilai kelima variabel tersebut dijumlahkan.
Interpretasi hasil yang diperoleh:
Bila jumlah skor antar 7–10 pada menit pertama, bayi dianggap normal.
Bila jumlah skor antara 4–6 pada menit pertama, bayi memerlukan
tindakan medis segera seperti pengisapan lendir dengan suction atau
pemberian oksigen untuk membantu bernafas.
KALA III
Kaji TTV (TD, nadi, pernafasan, nadi), kaji waktu pengeluaran plasenta,
kondisi selaput amnion, kotiledon lengkap atau tidak. Kaji kontraksi/HIS, kaji
perilaku terhadap nyeri, skala nyeri, tingkat kelelahan, keinginan untuk
bonding attachment, Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
KALA IV
Pengkajian kala IV, dikaji selama 2 jam setelah plasenta lahir. Pada satu jam
pertama, ibu dimonitoring setiap 15 menit sekali, dan jam kedua ibu
dimonitoring setiap 30 menit. Adapun yang dimonitoring adalah, tekanan
darah, nadi, kontraksi, kondisi vesika urinaria, jumlah perdarahan per vagina,
intake cairan.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
KALA I
1) Nyeri b.d. peningkatan intensitas kontraksi, penurunan kepala ke rongga
panggul, ditandai dengan: ibu mengeluh nyeri, tampak meringis dan
kesakitan, frekuensi HIS terus meningkat.
2) Defisit volume cairan b.d penurunan intake cairan, ditandai dengan: balans
yang tidak seimbang antara intake dan output, berkeringat, mengeluh haus,
pengeluaran cairan pervaginam (air ketuban, lendir dan darah, mual
muntah).
KALA II
Nyeri b.d. peningkatan intensitas kontraksi, mekanisme pengeluaran janin,
ditandai dengan: ibu mengeluh nyeri, tampak meringis dan kesakitan.
KALA III
Gangguan bonding attachment b.d. kurangnya fasilitasi dari petugas kesehatan
selama kala III, ditandai dengan: ibu menolak IMD, ibu lebih terfokus pada
nyeri yang dialami, kurangnya support dari petugas kesehatan dan keluarga.
KALA IV
Risiko tinggi infeksi post partum b.d. luka perineum, ditandai dengan ibu takut
BAK, vesika urinaria penuh. (Karjatin, 2016).
B. Definisi Oligohidramnion
Oligohidromnion adalah jika air kurang dari 500 cc. Oligohidramnion
kurang baik untuk pertumbuhan janin karena pertumbuhan dapat terganggu
oleh perlekatan antara kulit janin dan amnion atau karena janin mengalami
tekanan dinding rahim.
Air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu adalah 1000 cc, aterm
800 cc, dan lebih dari 42 minggu 400 cc. Akibat dari oligohidramnion adalah
amnion menjadi kental karena mekonium (diaspirasi oleh janin), asfiksia
intrauterin (gawat janin), pada in partu (aspirasi air ketuban, nilai afgar
reandah, sindrom gawat paru, bronkus paru tersumbt sehingga menimbulkan
atelektasis) (Manuaba & Ayu. 2009).
C. Etiologi Oligohidramnion
Penyebab terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui dengan jelas.
Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu
berhubungan dengan obstruksi saluran traktus urinarius janin atau renal
egenesis. Sebab oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion
yang kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini.
Jika dilihat dari segi fetal, penyebabnya bisa karena kromosom,
kongenital, hambatan pertumbuhan janin dalam rahim, kehamilan postterm,
premature ROM (Rupture of amniotic membranes). Jia dilihat dari sisi
maternal pemyebabnya bisa karena dehidrasi, insufisiensi uteroplasental,
preeklamsi, diabetes, hypoxia kronis.
Menurut Sinclair, Constance (2010) oligohidramnion dapat disebabkan
oleh:
1) Insufisiensi plasenta pada pertumbuhan janin terhambat. Berdasarkan teori
Benson waktu paling aman untuk persalinan adalah 39-41 minggu. Setelah
minggu ke 41, terdapat peningkatan mortalitas secara tetap.
2) Obstruksi ginjal janin atau agenesis yang menyebabkan produksi urin
berkurang dan mencegah masuknya urin kedalam rongga amnion sehingga
menurunnya cairan ketuban.
3) Kebocoran cairan amnion yang kronis yang menyebabkan berkurangnya
cairan ketuban.
D. Patofisiologi Oligohidramnion
Fisiologi normal
AFV (Amniotic Fluid Volume) meningkat secara bertahap pada kehamilan
dengan volume sekitar 30ml pada kehamilan 10 minggu dan mencapai
puncaknya sekitar 1L pada kehamilan 34-36 minggu. AFV menurun pada
akhir trimester pertama dengan volume sekitar 800ml pada minggu ke-40.
Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan 42 minggu dan 250 ml pada
kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 ml/minggu pada
kehamilan 38-43 minggu. Mekanisme perubahan tingkat produksi AFV belum
diketahui dengan pasti meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-
masuk cairan amnion pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi
dengan tingkat pertukaran sekitar 3600ml/jam.
Faktor utama yang mempengaruhi AFV:
1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus
2. Pergerakan air dan larutan di dalam dan yang melintasi membran
3. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta
Oligohidramniaon dapat dikaitkan dengan adanya sindroma potter dan
fenotif pottern, dimana sindroma potter dan fenotip potter adalah suatu
keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaandan
berhubungan dengan oligohidramnion. Fenotip potter digambarkan sebagai
suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat
sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki
bantalan terhadap dinsing rahim. Tekanan dari dinding rahim meneyababkan
gambaran wajah yang khas (wajah potter). Selain itu karena ruang di dalam
rahim sempit maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami
kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada sindroma potter, kelainan yang utama adalah
gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis
ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang membuat ginjal
gagal berfungsi.
Pada isufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan hipoksia
janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu mekanisme
redistribusi darah. Salah satun dampaknya adalah terjadi penurunan aliran
darah ke ginjak, produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion.
E. Manifestasi Klinis Oligohidramnion
Penurunan jumlah cairan dapat di palpasi di sekeliling janin pada
pemeriksaan abdomen. Denyut jantung janin mengalami deselerasi variabel
(Sinclair, Constance. 2010). Menurut Mulyani, S.S (2018) gambaran klinis
dari oligohidramnion diantaranya yaitu:
1) Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
2) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak
3) Sering berakhir dengan partus prematurus
4) Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar
lebih jelas
5) Persalinan berlangsung cukup lama karena kurangnya cairan ketuban yang
mengakibatkan persalinan menjadi cukup lama
6) Sewaktu his akan sakit sekali
7) Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada keluar.
F. Pemeriksaan Penunjang Oligohidramnion
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban
terlalu sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para dokter akan mengukur
ketinggian cairan dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya.
Metode ini dikenal dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika
ketinggiana mniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm,
calon ibu tersebut didiagnosa mengalami oligohydramnion. Jika jumlah cairan
tersebutlebih dari 25 cm, ia di diagnosa mengalami polihydramnion.
G. Penatalaksanaan Medis Oligohidramnion
Supaya volume cairan ketuban kembali normal, pada umumnya akan
dianjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan
makanan dengan asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara
untuk memperbanyak cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan
frekuensi minum adalah salah. Dan tidak benar bahwa kurangnya air ketuban
membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga harus dioperasi atau
perabdominam. Bagaimanapun juga, persalinan perabdominam merupakan
pilihan terakhir pada kasus oligohidramnion.
Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG
setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan
ketuban terus berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban
tersebut terus menerus berlangsung, disarankan supaya persalinan dilakukan
lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama
persalinan dankelahiran.
Jika wanita mengalami oligohidramnion di saat-saat mendekati persalinan,
dapat dilakukan tindakan memasukan larutan salin kedalam rahim. Infus
cairan kristaloid untuk mengganti cairan amnion yang berkurang secara
patologis sering digunakan selama persalinan untuk mencegah penekanan tali
pusat.
Tindakan konservatif bagi klien Oligohidramnion menurut Rizaki, Yanuar
(2016) mengemukakan tindakannya adalah
1) Tirah baring
2) Hidrasi dengan kecukupan cairan
3) Perbaikan nutrisi
4) Pemantauan kesejahteraan janin
5) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
6) Pemsberian infuse amnion
H. Komplikasi Oligohidramnion
Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya
cairanketuban berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion
dapat terjadi di masa kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia
kehamilan cenderung berakibat serius dibandingkan jika terjadi di masa
kehamilan trimester terakhir. Terlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal
kehamilan dapat menekan organ-organ janin dan menyebabkan kecacatan,
seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan. Olygohydramnion yang
terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatkan resiko keguguran,
kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika
oligohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin
berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir
kehamialn, oligohydramnion dapatm peningkatkan resiko komplikasi
persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran
oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin. Wanita yang
mengalami oligohydramnion lebih cenderung harus mengalami operasi caesar
disaat persalinannya.
Menurut Maya, E (2019) komplikasi oligohidramnion yaitu kelainan
muskuloskeletal seperti distorsi wajah dan kaki pengkor, hipoplasia paru dan
pertumbuhan janin terhambat. Oligohidramnion dikaitkan dengan peningkatan
risiko kelahiran sesar yang signifikan untuk gawat janin, skor Apgar yang
rendah pada 5 menit dan asidosis neonatal. Selama persalinan,
oligohydramnios menyebabkan kompresi talipusat, cairan bercampur
mekonium, denyut jantung janin abnormal, peningkatan risiko persalinan
caesar, dan kematian neonatal.
Gejala sindrom Potter berupa:
1. Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus,
pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke
belakang)
2. Urin tidak terproduksi
3. Gawat pernafasan
I. Konsep Asuhan Keperawatan Oligohidramnion
1. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
a. Nyeri akut b.d agen pencedera biologis (pergerakan bayi)
b. Resiko cedera pada janin b.d berkurangnya cairan amnion
c. Ansietas b.d resiko status kesehatan pasien dan janin (kelahiran posterm)
N Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
O Keperawatan
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
pencedera fisiologis keperawatan 3x24 jam tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Dapat mengidentifikasi nyeri sehingga
nyeri menurun, dengan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dapat mengetahui suatu sensori subyektif
keriteria hasil: nyeri dan pengalaman emosional yang tidak
1. Keluhan nyeri dan menyenangkan dengan mengetahui
meringis menurun kerusakan jaringan yang aktual ataupun
2. Tekanan darah, nadi, potensial atau yang dirasakan dimana
frekuensi napas membaik terjadi kerusakan.
3. Nafsu makan membaik 2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengetahui skala nyeri dapat membantu
4. Pola tidur membaik untuk menentukan diagnosis penyakit,
menentukan metode pengobatan, hingga
menganalisis efektifitas dari pengobatan.
3. Ansietas yang relevan atau berhubungan
3. Identifikasi masalah emosional dan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi
spiritual pasien terhadap nyeri
Terapeutik
Terapeutik 4. Terapi relaksasi napas dan massage
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk kepala mampu membuat tubuh lebih
mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi tenang, sehingga nyeri kepala pasien
nafas dalam/massage kepala) dapat bekurang atau hilang
5. Posisi yang nyaman dapat menurunkan
5. Berikan posisi nyaman nyeri
Edukasi
Edukasi 6. Klien mengetahui dan memahami
6. Jelaskan strategi meredakan nyeri strategi untuk meredakan rasa nyeri
ketika nyeri timbul
7. Klien dapat mengalihkan rasa nyeri
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk dengan mandiri ketika rasa nyeri
mengurangi rasa nyeri muncul

Kolaborasi Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgetik 8. Tindakan ini memungkinkan klien
untuk mendapatkan rasa kontrol
terhadap nyeri
2 Resiko cedera pada Setelah dilakukan tindakan Pemantauan DJJ
janin keperawatan 3x24 jam tingkat Observasi
ansietas menurun, dengan Identifikasi riwayat obstetri
kriteria hasil: Identifikasi pemerisaan kehamilan
1. Kejadian cedera menurun sebelumnya
2. Fraktur menurun Periksa DJJ selama 1 menit
Terapeutik
Atur posisi pasien
Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Pengukuran gerakan janin
Observasi
Monitor gerakan janin
Terapeutik
Hitung dan catat gerakan janin
Edukasi
Anjurkan ibu segera memberitahu perawat
jika gerakan janin tidak mencapai 10 kali
dalam 12 jam
Ajarkan cara menghitung gerakan janin
Kolaborasi
Kolaborasi dengan tim medis jika
ditemukan gawat janin
3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
keperawatan 3x24 jam tingkat 1. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal 1. Dapat mengidentifikasi ansietas sehingga
ansietas menurun, dengan atau nonverbal) dapat mengetahui suatu sensori subyektif
kriteria hasil: dan pengalaman emosional yang tidak
1. Verbalisasi khawatir akibat menyenangkan.
kondisi yang dihadapi 2. Identifikasi hal yang telah memicu 2. Mengetahui hal yang memicu emosi dapat
menurun emosi membantu untuk menentukan metode
2. Perilaku gelisah dan tegang pengobatan
menurun
3. Pola tidur membaik Terapeutik Terapeutik
3. Ciptakan suasana terapeutik untuk 3. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi
menumbuhkan kepercayaan yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien.
4. Dengarkan dengan penuh perhatian 4. Menjalin hubungan trust dengan klien
Edukasi Edukasi
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan 5. Mengetahui perasaan yang dialami oleh
yang dialami klien dapat membantu untuk menentukan
metode untuk pemecahan masalah
Kolaborasi Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat anti 6. Agen farmakologis dapat digunakan
ansietas sebagai salah satu untuk meredakan
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Karjatin, A. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan (Keperawatan


Maternitas). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Manuaba & Ayu. (2009). Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC.

Sinclair, Constance. 2010. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC.

Mulyani, S.S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. I Usia 39 Tahun Dengan
Oligohidramnion di RSUD Cimacan.

Anda mungkin juga menyukai