Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL TESIS

MODEL BALANCED SCORECARD UNTUK MENGUKUR


KINERJA BAGIAN PARTS LOGISTICS DAN
WAREHOUSE (STUDI KASUS: PT X)

YUSTINA ALDIAST ITHRISA


09211950083012

Dosen Pembimbing:
Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M. Eng., Ph. D.

Departemen Manajemen Teknologi


Fakultas Desain Kreatif Dan Bisnis Digital
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2020

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL--------------------------------------------------------------------------------------i

DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------------------------------------ii

DAFTAR TABEL---------------------------------------------------------------------------------------iv

DAFTAR GAMBAR-------------------------------------------------------------------------------------v

ABSTRAK------------------------------------------------------------------------------------------------vi

ABSTRACT---------------------------------------------------------------------------------------------vii

KATA PENGANTAR---------------------------------------------------------------------------------viii

BAB 1 PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------------1

1.1 Latar Belakang--------------------------------------------------------------------------------1

1.2 Rumusan Masalah----------------------------------------------------------------------------4

1.3 Tujuan Penelitian-----------------------------------------------------------------------------4

1.4 Batasan Penelitian----------------------------------------------------------------------------4

1.5 Manfaat Penelitian----------------------------------------------------------------------------5

1.6 Sistematika Penulisan Tesis-----------------------------------------------------------------5

BAB 2 LITERATUR REVIEW------------------------------------------------------------------------7

2.1 Pengukuran Kinerja---------------------------------------------------------------------------7

2.2 Pengukuran Kinerja dalam Supply Chain-------------------------------------------------8


2.2.1 Indikator yang diadopsi untuk mengukur kinerja SC---------------------------------9
2.2.2 Model yang diadopsi untuk mengukur kinerja SC-----------------------------------14

2.3 Pengukuran Kinerja Bagian Logistik-----------------------------------------------------16

2.4 Pengukuran Kinerja Model Balanced Scorecard (BSC)-------------------------------21

2.5 Penelitian Terdahulu------------------------------------------------------------------------24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN--------------------------------------------------------------26

ii
3.1 Pengumpulan Informasi dan Data---------------------------------------------------------27

3.2 Validitas Informasi dan Data dengan Stakeholders-------------------------------------27

3.3 Penyusunan Model BSC--------------------------------------------------------------------28

3.4 Pendistribusian Angket Pengukuran Kinerja BSC--------------------------------------29

3.5 Interpretasi Hasil Pengukuran Angket BSC---------------------------------------------29

3.6 Rekomendasi Hasil Interpretasi-----------------------------------------------------------30

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN--------------------------------------------------------------31

4.1 Penentuan Kriteria Pengukuran Kinerja--------------------------------------------------31


4.1.1 Penyusunan Balanced Scorecard Parts Logistik dan Warehouse------------------31
4.1.2 Pembobotan Kriteria Balanced Scorecard Parts Logistik dan Warehouse-------35

4.2 Penerapan Model Balanced Scorecard---------------------------------------------------36

4.3 Rekomendasi Perbaikan Kinerja----------------------------------------------------------36

DAFTAR PUSTAKA-----------------------------------------------------------------------------------37

LAMPIRAN---------------------------------------------------------------------------------------------41

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Atribut Kinerja dan Metrik HOR (Lu et al., 2016)....................................................10


Tabel 2 Perspektif dan Metrik Kinerja (Kumar et al.,2005)...................................................11
Tabel 3 Perspektif dan Strategi (Meena & Thakkar, 2014)....................................................12
Tabel 4 Kategori Pengukuran Kinerja pada Bagian Logistik dan Supply Chain (Angappa
Gunasekaran & Kobu, 2007).....................................................................................16
Tabel 5 Pengukuran Kinerja Logistik (Keebler & Plank, 2009).............................................17
Tabel 6 Ukuran Kinerja Collaborative (Papakiriakopoulos & Pramatari 2010).....................18
Tabel 7 Relevansi Strategi dengan BSC (Reefke & Trocchi 2013)........................................19
Tabel 8 Posisi penelitian saat ini dengan penelitian sejenis terdahulu....................................25

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model Supply Chain Operation Reference (SCOR)..............................................14


Gambar 2 Kerangka Kerja BSC (Kaplan dan Norton, 2000).................................................21
Gambar 3 Diagram Alir Penelitian.........................................................................................26

v
MODEL BALANCED SCORECARD UNTUK MENGUKUR KINERJA PADA
BAGIAN PARTS LOGISTICS DAN WAREHOUSE
(STUDI KASUS: PT X)

Nama : Yustina Aldiast Ithrisa


NRP : 09211950083012
Dosen Pembimbing : Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M. Eng., Ph. D

ABSTRAK

Pelemahan sektor konstruksi akibat pandemi Covid-19 pada akhir tahun 2019 hingga
awal 2020 berdampak pula bagi pertumbuhan perusahaan penyedia alat-alat berat. Salah satu
perusahaan yang terdampak adalah PT X. Perusahaan kemudian berupaya untuk
mempertahankan eksistensinya dengan mengoptimalkan kinerja masing-masing divisi yang
mendukung keuntungan perusahaan. Demi tercapainya upaya perusahaan, maka diperlukan
suatu penilaian terukur untuk melihat peningkatan kinerja pada unit tersebut. Unit analisa
penilitan ini dilakukan pada bagian parts logistics dan warehouse. Desain penelitian ini
menggunakan FGD untuk memvalidasi penemuan peneliti dan memperoleh informasi dengan
stakeholder. Model pengukuran kinerja yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari
model Balanced Scorecard (BSC) dengan menyusun metrik, ukuran kinerja dan sasaran
strategis. Selanjutnya dilakukan penyusunan scorecard dari model BSC dan penyebaran
scorecard/angket untuk memperoleh data pendukung analisis dan interpretasi kemudian
melakukan upaya rekomendasi untuk perbaikan kinerja pada divisi tersebut.

Kata kunci: Supply Chain Management, Balanced Scorecard, Pengukuran Kinerja,


Logistics.

vi
PERFORMANCE MEASUREMENT OF PARTS LOGISTICS AND WAREHOUSE
DIVISION USING BALANCED SCORECARD MODEL
(CASE STUDY: PT X)

Name : Yustina Aldiast Ithrisa


NRP : 09211950083012
Supervisor : Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M. Eng., Ph. D

ABSTRACT

Weakening of the construction sector due to Covid-19 pandemic at the end of 2019 to
early 2020 also had an impact on the growth of heavy equipment providers. One of the
companies affected is PT X. The company the trying to maintain its existence by optimizing
every single division to gain profit for company. In order to achieve the company’s efforts, a
measurable assessment is needed to see the performance improvement in these unit. This
research analysis is carried out in the parts logistics and warehouse sections. This research
design uses FGD to validate the findings researchers and obtain information with related
stakeholders. The performance measurement model used in this research is adopted from
Balanced Scorecard (BSC) model by compiling metrics, performance meaures and strategic
objectives. Subsequently, the BSC model was complied and questionnaires were distributed
to obatain supporting data for the analysis and interpretation then giving recommendations
for improvement performance in that division.

Keywords: Supply Chain Management, Balanced Scorecard, Performance Measurement,


Logistics.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan infrastruktur Indonesia saat ini telah menjadikan sektor


konstruksi dalam negeri mengalami peningkatan signifikan. Menurut data yang
dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah nilai perusahaan yang
diselesaikan oleh perusahaan konstruksi pada periode tahun 2016, 2017 dan 2018
secara berturut-turut adalah sebesar Rp. 1009 triliun, Rp. 1143 triliun dan Rp.
1271 triliun. Hal ini menandakan sinyal positif tidak hanya bagi perusahaan
konstruksi namun juga bagi perusahaan penyedia alat berat. Optimisme
perusahaan melakukan ekspansi bisnis untuk mendukung kebutuhan alat berat
bagi perusahaan konstruksi dalam rangka pembangunan infratruktur akan
berdampak pada ketatnya persaingan bisnis antar perusahaan penyedia alat berat.
Menjadi salah satu bagian dari PT Astra International Tbk, dengan jaringan
supply chain yang cukup kompleks, PT X hadir sebagai solusi bisnis dalam
menciptakan dan mendukung kebutuhan pelanggan. PT X dipercaya sebagai agen
dari 13 merek terkemuka dunia untuk memenuhi keperluan alat-alat berat di
bidang Industri, Pertanian, Pembangkit Listrik serta Konstruksi Jalan.
Namun demikian, diberitakan oleh Kontan.co.id (2019) indutri alat berat
berdampak mengalami pelemahan akibat pandemi virus Covid-19. Para
distributor atau perusahaan penyedia alat berat menyadari bahwa sampai dengan
tahun 2020 sektor bisnis alat berat belum mengalami kenaikkan yang signifikan.
Oleh karena itu, demi meningkatkan kinerjanya, perusahaan tetap
mengoptimalkan layanan purna jual, yaitu kebutuhan akan service dan sparepart.
Layanan purna jual tersebut dalam PT X merupakan bagian dari department
Product Support, dimana department tersebut membawahi divisi Part dan
Service, yang bertanggung jawab atas unit penjualan, pemasaran, logistik dan
pergudangan sparepart, pelayanan bisnis dan dukungan pelanggan, dukungan
teknisi dan garansi serta pengembangan dan fasilitas.

1
Komitmen perusahaan dalam memberikan solusi yang inovatif secara
komprehensif kepada para pelanggannya dibuktikan dengan memenuhi kebutuhan
pelanggan, mulai dari ketersediaan barang, akses informasi yang akurat,
kemudahan transaksi dan pemberkasan dan pengiriman barang yang tepat waktu
serta tidak mengalami keterlambatan. Guna mencapai maksud dan tujuan tersebut,
diperlukan kinerja yang handal dan terukur sehingga dapat dilakukan identifikasi
kelemahan maupun kekuatan untuk mengahadapi tantangan-tantangan di masa
depan serta memanfaatkan peluang dalam melakukan aktivitasnya sehingga selalu
siap dalam menghadapi persaingan global dan fluktuasi bisnis yang bervariasi.
Dalam penelitian ini, akan didesain sebuah model pengukuran kinerja untuk
mengukur kinerja bagian Parts Logistics dan Warehaouse dengan studi kasus di
PT X. Model pengukuran kinerja yang digunakan adalah Model Balanced
Scorecard (BSC) yang dikembangkan oleh R. S. Kaplan & Norton (2000) dengan
konsep dasar pengukuran dari empat perspektif yaitu, financial, pelanggan, proses
bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan. BSC secara komprehensif
dapat menerjemahkan visi, misi dan strategi kedalam berbagai tujuan dan ukuran
yang memberikan informasi tentang faktor pendorong keberhasilan saat ini
maupun yang akan datang berupa Key Performance Indicator (KPI).
Penelitian terkait dengan penggunaan BSC telah banyak dilakukan dengan
penerapannya diberbagai sektor industri. Sistem pengukuran BSC yang diterapkan
pada bidang industri kesehatan (Kumar et al., 2005; Meena & Thakkar, 2014),
bagian pengadaan (Kumar et al., 2005; Rotchanakitumnuai, 2013), sistem
inventory (Garg & Deshmukh, 2012), perilaku dan kemanusiaan (D’Haene et al.,
2015a; Farooq & Hussain, 2011), serta penerapan BSC dalam Industri 4.0
(Frederico et al., 2020).
Sistem pengukuran kinerja yang dikembangkan dari penerjemahan visi
departemen pengadaan dan 2 (dua) dimensi dasar pengukuran yaitu, efektivitas
dan efisiensi menghasilkan 6 (enam) perspektif yaitu, customer, supplier, process,
IT System, Learning and griwth dan Overall (Kumar et al., 2005). Sejalan dengan
hal tersebut, optimalisasi pengukuran kinerja di bidang kesehatan dapat diperoleh
dengan mengintegrasikan metode Interpretive Structural Modeling (ISM) sebagai

2
pendekatan dalam mengidentifikasi indikator-indikator yang sesuai dan Analytic
Network Process (ANP) sebagai pembobotan indikator terpilih dalam membentuk
kerangka kerja pengukuran BSC (Meena & Thakkar, 2014). Penerapan BSC
dalam menelusuri faktor keberhasilan penerapan e-procurement melalui 3 (tiga)
dimensi pengukuran yaitu, kemampuan teknis, kepercayaan dan organisasi
(Rotchanakitumnuai, 2013). Pengembangan kerangka kerja BSC untuk
memahami faktor yang mempengaruhi keberhasilan sistem inventory multi eselon
yang dikembangkan dari model dasar SWOT dan divalidasi dengan Action
Research (AR) (Garg & Deshmukh, 2012). Pengembangan kerangka kerja BSC
dalam konteks humanitarian dengan mengadopsi model SAP – LAP untuk
meningkatkan standar humanitarian dalam pengukuran kinerja supply chain
(Farooq & Hussain, 2011) dan juga mengemukakan hubungan antara BSC,
perubahan (umum, teknologi, sosial dan kepemimpinan) dan kinerja organisasi
(D’Haene et al., 2015a). Sistem pengukuran kinerja BSC terkait dengan dimensi-
dimensi supply chain dalam konteks Industri 4.0 yaitu, kapabilitas, teknologi,
interoperabilitas, proses supply chain, keuangan dan strategi hasil (Frederico et
al., 2020).
Penentuan indikator ukuran kinerja untuk mendesain model pengukuran
kinerja BSC diperoleh dari literatur review dan wawancara dengan penanggung
jawab unit bagian yang akan diteliti. Pengumpulan bahan-bahan kepustakaan
terkait dengan indikator-indikator yang digunakan pada BSC dicatat dan
disesuaikan dengan area permasalahan yang diteliti, yaitu pada bagian Parts
Logistics dan Warehouse. Kemudian, hasil dari literatur review tersebut nantinya
didiskusikan dengan penanggung jawab unit bagian Parts Logistics dan
Warehouse, dalam hal ini adalah seorang manager Product Support di perusahaan
tersebut. Indikator-indikator terpilih hasil diskusi yang telah disepakati kemudian
dituangkan kedalam model BSC untuk selanjutnya dilakukan pengukuran dan
menilai kinerja unit bagian Parts Logistics dan Warehouse. Sistematis pengukuran
direncanakan dengan pengisian angket oleh Kepala Unit di unit bagian Parts
Logistics dan Warehouse sebagai pelengkap data analisis dan interpretasi.

3
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
Unit bagian Parts Logistics dan Warehouse dalam melakukan pengelolaan kinerja
dalam rangka mendukung sistem manajemen perusahaan yaitu, T Rapid Service
(TRS) yang merupakan sebuah platform layanan milik perusahaan sebagai
komitmen untuk terus berinovasi, melakukan perbaikan secara terus menerus
terhadap mekanisme kerja dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi dalam
aktivitasnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai


berikut:

1. Bagaimana menentukan kriteria pengukuran kinerja berdasarkan


adaptasi model Balance Scorecard pada bagian Part Logistics dan
Warehouse di PT X?

2. Bagaimana hasil penerapan adaptasi model Balance Scorecard untuk


mengukur kinerja bagian Part Logistics dan Warehouse di PT X?

3. Rekomendasi apa yang dapat diberikan untuk meningkatkan kinerja


bagian Part Logistics dan Warehouse di PT X?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka tujuan penelitian


ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kriteria pengukuran kinerja berdasarkan adaptasi model


Balance Scorecard pada bagian Part Logistics dan Warehouse di PT
X.

2. Mengetahui hasil penerapan adaptasi model Balance Scorecard untuk


mengukur kinerja bagian Part Logistics dan Warehouse di PT X.

4
3. Memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja bagian Part
Logistics dan Warehouse di PT X.

1.4 Batasan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka terdapat


beberapa hal yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Studi kasus penelitian ini hanya berlaku di PT X yang berlokasi di


Jakarta.

2. Data primer diperoleh dengan wawancara terhadap responden yang


ditunjuk dan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan data
perusahaan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat praktis dari penelitian ini bagi PT X adalah sebagai bahan


pertimbangan untuk menunjang tercapainya sasaran strategis perusahaan dari
masing-masing perspektif yang diadaptasi dari model pengukuran kinerja
Balanced Scorecard.

Adapun manfaat untuk perkembangan keilmuan adalah penerapan ilmu


manajemen sumber daya manusia bagi sebuah perusahaan agar bersinergi dalam
mencapai visi dan misi perusahaan.

1.6 Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika penulisan tesis ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab. Setiap bab
dibagi menjadi sub bab yang berisi uraian lebih rinci yang mendukung isi bab
secara sistematis dari setiap bab secara keseluruhan. Sistematika penulisan tesis
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

 BAB 1: PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan secara umum isi materi yang
akan dibahas pada penelitian, yaitu: latar belakang permasalahan,

5
rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan permasalahan, kontribusi dan sistematika penulisan tesis

 BAB 2: LITERATUR REVIEW


Pada bab ini ditunjukkan landasan teori dan literatur review
sebagai dasar yang akan digunakan pada objek penelitian. Bab ini
akan membahas teori dasar seputar pengukuran kinerja dalam
supply chain, metrik dan ukuran yang akan diadaptasi kedalam
model pengukuran kinerja Balanced Scorecard (BSC).
 BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan metode dan langkah-langkah
dalam melakukan penelitian.
 BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan tahapan-tahapan penelitian
mulai dari tahap pengumpulan informasi dan data, validasi
informasi dan data, penyusunan metrik dan ukuran kinerja kedalam
model Balanced Scorecard (BSC), pendistribusian angket BSC,
interpretasi hasil angket BSC dan rekomendasi.
 BAB 5: KESIMPULAN
Pada bab ini diuraikan kesimpulan berdasarkan keseluruhan
pembahasan penelitian dan dilengkapi dengan saran untuk
menunjang perbaikan dalam penelitian berikutnya.

6
7
BAB 2
LITERATUR REVIEW

2.1 Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan suatu langkah yang harus dilakukan dalam


upaya meningkatkan kinerja organisasi. Melalui pengukuran kinerja, tingkat
capaian kinerja akan dapat diketahui. Sistem pengukuran kinerja atau
Performance Measurement System (PMS) dideskripsikan sebagai keseluruhan
kumpulan metrik yang digunakan untuk mengukur antara efisiensi dan efektivitas
dari sebuah tindakan (Neely 2005; Shepherd & Günter 2011). Berdasarkan
definisi tersebut maka dapat diartikan bahwa pengukuran kinerja adalah sebuah
proses dalam menilai efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan yang didukung
oleh serangkaian terstruktur yang disebut sistem pengukuran kinerja.

Salah satu tujuan pengukuran kinerja adalah untuk membantu memperbaiki


kinerja perusahaan dengan berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja
yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan agar tujuan dan
sasaran dapat tercapai. Pentingnya pengukuran kinerja juga ditulis oleh Beamon
(1999) kedalam 6 (enam) tujuan, yaitu: Mengidentifikasi keberhasilan;
Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan; Membantu organisasi memahami proses
bisnis mereka dan mengkonfirmasi pengetahuan mereka terhadap hal tersebut;
Mengidentifikasi permasalahan seperti waste dan upaya perbaikan berkelanjutan
(improvement sustainability); Membantu dalam proses pengambilan keputusan
yang didasarkan pada fakta; dan Menunjukkan perencanaan perbaikan secara
nyata.

Angappa Gunasekaran & Kobu (2007) menyatakan bahwa sebuah PMS


mengandung banyak ukuran kinerja individu atau metrik, yang selanjutnya oleh
Berrah & Clivillé (2007) seluruh ukuran kinerja individu tersebut digabungkan

8
kedalam sebuah kelompok. Melnyk et al., (2004) mengungkapkan bahwa metrik
dan sistem pengukuran kinerja merupakan elemen penting dalam menerjemahkan
visi, misi dan strategi organisasi. Ketiga elemen tersebut sangat berkaitan dan
harus dirancang dengan benar untuk memenuhi kebutuhan mendasar dari aktivitas
pengukuran, yakni evaluasi, edukasi dan problem solving.

2.2 Pengukuran Kinerja dalam Supply Chain

Sistem pengukuran kinerja (PMS) merepresentasikan sebuah tahapan


pengawasan sebagaimana sebuah alat penilaian kinerja dalam jaringan supply
chain, yang kemudian akan menjadi sebuah kunci untuk menemukan beberapa
permasalahan yang berpotensi mengganggu dalam supply chain (SC) (Associates
et al., 2003). Ip et al., (2011) menunjukkan pentingnya sebuah sistem pengukuran
kinerja pada suatu supply chain management (SCM) untuk memahami kekuatan,
kelemahan, kinerja terkini, dan ukuran serta gap alami supply chain diantara
tujuan strategis.

Oleh karena sistem pengukuran kinerja dan metrik merupakan hal yang
penting dan harus dipertimbangkan dan disusun dengan benar, maka pendekatan
ukuran kinerja dan metrik berguna untuk mengidentifikasi peluang perbaikan dan
mengantisipasi permasalahan potensial. Ketidakselarasan metrik dapat menjadi
acuan awal sumber ketidakefisiensian dan gangguan pada interaksi supply chain.
Sebuah metrik merupakan ukuran yang dapat diverifikasi, dinyatakan dalam
bentuk kuantitatif atau kualitatif dan didefinisikan terhadap suatu referensi poin.
Melnyk et al., (2004) mengklasifikasikan variasi metrik kedalam dua atribut
dasar, yaitu metrics focus (berkaitan dengan sumber daya seperti laporan
keuangan dan data lainnya) dan metrics tense (merujuk pada bagaimana metrik
yang dibuat dapat dipergunakan sebagai penliaian akhir kinerja ataupun prediksi
kinerja masa depan).

Dalam upayanya menyusun ukuran kinerja dan metrik, Gunasekaran et al.,


(2004) kemudian membentuk sebuah framework dengan mempertimbangkan 4
(empat) proses utama dalam aktivitas supply chain, yaitu: Plan; Source;

9
Make/assemble; dan Delivery/customer. Metrik tersebut kemudian diklasifikasi
kedalam 3 (tiga) level yaitu: Strategic; Tactical; dan Operational untuk
memberikan kejelasan terhadap pengambil keputusan (management) sebagai
penanggung jawab dan pihak berwenang untuk ukuran kinerja tersebut.

2.2.1 Indikator yang diadopsi untuk mengukur kinerja SC

Bigliardi & Bottani (2014) secara umum mengklasifikasikan indikator


yang paling sering diadopsi untuk mengukur kinerja SC kedalam 6
kelompok metrik, yaitu: Customer service; Finance and marketing;
Innovation and learning; Internal business; Supplier performance; dan
Transport and logistics. Menentukan sebuah ukuran dan metrik sebagai
indikator kinerja tentunya memerlukan sebuah pertimbangan yang matang
dari berbagai pandangan.

Arif-Uz-Zaman & Ahsan (2014) kemudian menyusun sebuah ukuran,


yaitu: Time, Quality dan Flexibility yang dapat merefleksikan kemampuan
supply chain sebagai bagian pelayanan terhadap pelanggan dengan prioritas
strategi pasar sebagai pertimbangannya dalam proses pengukuran kinerja.

Pengukuran kinerja supply chain dalam konteks lain, yakni organisasi


hummanitarian memunculkan desain framework baru seperti yang
ditunjukkan oleh D’Haene et al., (2015), ukuran dan metrik kinerja yang
berhasil diperoleh berdasarkan studi kasus pada tiga organisasi berbeda
yaitu: Inventory quality and accuracy; Service level; Emergency response,
Delivery performance; dan On-time delivery yang ditujukan untuk
meningkatkan standar kemanusiaan diberbagai organisasi. Pendekatan lain
dilakukan oleh Lu et al., (2016) yang mengembangkan ukuran dan metrik
yang berguna dalam memonitor kinerja bagian logistik pada
Hummanitarian Relief Organization (HOR) seperti ditunjukkan pada Tabel
1

10
Tabel 1 Atribut Kinerja dan Metrik HOR (Lu et al., 2016)

Atribut Kinerja Indikator


Perfect order fulfilment;
Percentage of orders delivered in full;
Delivery performance to customer commit date;
Documentation accuracy;
Reliability
Perfect condition percentage;
Store documentation accuracy;
Delivery documentation accuracy;
Risk mitigation plan.
Order fulfilment cycle time;
Sourcing cycle time;
Assembling cycle time;
Responsiveness
Delivery fulfilment cycle time;
In-stock percentage;
External event response.
Upside supply chain flexibility;
Upside source flexibility;
Agility Upside delivery flexibility;
Current on-hand inventory;
Current purchase order cycle time.
Supply chain management cost;
Cost to plan;
Cost to source;
Cost Cost to manage product inventory;
Cost to delivery;
Supply chain risk mitigation cost;
Cost to manage supply chain performance.

Sebuah desain framework lain yang digunakan Cuthbertson &


Piotrowicz (2011) untuk menganalisis sistem pengukuran kinerja supply
chain, menyusun indikator dan metrik adalah desain framework berbasis
content, context, process (CCP). Desain framework ini dikembangkan
sebagai metode pendekatan management strategis, yang digunakan untuk
mengevaluasi sistem informasi dan pengukuran kinerja, dan dapat pula
menangkap konteks dimana pengukuran terjadi, termasuk metode dan
metrik pengukuran kinerja serta mempertimbangkan perubahan dinamis

11
dalam konteks. Pada studi kasusnya, Cuthbertson & Piotrowicz (2011)
mengklasifikasikan ukuran kedalam tiga kelompok, yaitu: Cost; Quality;
dan Delivery. Kemudian mereka menemukan empat metrik penting yang
diukur dalam SC, yaitu: Availability; Lead time; Backorder; dan On-time
deliveries.

Kumar et al., (2005) melakukan pengukuran kinerja yang berfokus


pada divisi procurement supaya memberikan keputusan pengadaan yang
lebih tepat, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya bagi
perusahaan. mereka kemudian menyusun ukuran dan metrik berdasarkan
pengamatan perspektif seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perspektif dan Metrik Kinerja (Kumar et al.,2005)

Perspektif Metrik
Percentage of line items on backorder to total line
items;
Customer
Cost per order by customer;
Effectiveness of ordering time.
Quality of delivery;
Cost per order to suppliers;
Supplier
Effectiveness of delivery time;
Supplier evaluation.
Solvability rate;
Stock take discrepancy;
Supply chain costs;
Process
Effectiveness of processing time;
GPO participation;
Requisition completion rate.
Efficiency of ITS system;
IT system
Effectiveness of IT system.
Learning and Training utilization rate;
growth Employee engangement index;
Effectiveness of departmen;
Overall Effectiveness of policies/projects/procedures;
Efficiency of policies/projects/procedures.

Meena & Thakkar (2014) menggunakan pendekatan terintegrasi


untuk menemukan korelasi antara tujuan strategis dengan ukuran kinerja,

12
serta mengidentifikasi dan menentukan pembobotan berbagai perspektif
untuk mengembangkan sistem yang lebih efektif, serta menentukan
hubungan timbal balik antar faktor yang berbeda serta memberikan
pembobotan terhadap faktor terpenting. Hasil temuan mereka ditunjukkan
seperti Tabel 3.

Tabel 3 Perspektif dan Strategi (Meena & Thakkar, 2014)

Perspectives Strategic Objectives


Employee satisfaction
Length of stay
Occupancy
Internal business perspectives Communication
Strategic planning
Leadership commitment
Performance
Financial Productivity and profitability
Quality assurance
Adaption of new technologies and new ideas
Learning and growth
Employee training
Customer satisfaction and perception
Customer Culture, Courtesy and respect
Outpatient waiting time

Papakiriakopoulos & Pramatari (2010) menunjukkan tantang baru


pengembangan sistem pengukuran kinerja (PMS) dalam konteks
Collaborative supply chain. PMS dikembangkan sebagai alat pelaporan
berdasarkan pandangan integartif dari sumber data yang dibagikan dalam
supply chain, secara praktis melalui sharing information antara supplier dan
retailer.

13
Papakiriakopoulos & Pramatari (2010) mencoba mengembangkan sebuah sistem
pengukuran kinerja (PMS) dalam konteks collaborative network yang terdiri dari
supplier produk dan retail chain, yang didasarkan pada kepercayaan dan komitmen.
Ukuran kinerja paling kritis yang ditemukan yaitu: Inventory level; Forecast accuracy;
Product Availability; dan Imperfect order. Mereka menemukan bahwa penggunaan
yang tepat dari TI akan sangat memengaruhi pengembangan PMS dalam konteks
collaborative, terutama dalam menghadapi tantangan yang berkaitan dengan perolehan
data manajemen, proses bisnis manajemen dan permasalahan kolaborasi supply chain.

Sebuah investigasi yang berkaitan dengan pengukuran kinerja logistik dan


perluasan cakupan ukuran kinerja dilakukan oleh Björklund & Forslund (2013), yakni
kinerja environmental. Kinerja environmental dalam SC erat kaitannya dengan metrik
Transportation; Company Internal; Upstream dan Downstream. Tujuannya mencari
tahu keunggulan dalam memiliki sebuah sistem pengukuran kinerja lingkungan
(EPMS) pada suatu aktivitas logistik.

Tujuan kunci kinerja menurut Ip et al., (2011) dirumuskan kedalam lima tujuan
kunci kinerja, yaitu: Cost; Dependability; Speed/time; dan Flexibility. Selain tujuan
kunci kinerja, terdapat pula ukuran mendasar dari pengukuran kinerja, yaitu:
Effectivity; Efficiency; Producttivity; Quality; Innovation; dan Profitability.
Pengukuran kinerja dalam SC sangat diperlukan sebagai pengendali keunggulan SC
dan membantu perusahaan untuk mencapai tujuan bisnisnya Hasil dari penelitian ini
diperoleh bahwa dua faktor paling penting yang memengaruhi kinerja SC adalah
ukuran kinerja Effectivity dan Efficiency.

2.2.2 Model yang diadopsi untuk mengukur kinerja SC


Fondas (1993) mendefinisikan proses bisnis sebagai aktivitas terukur dan
terstruktur untuk memproduksi output tertentu untuk kalangan pelanggan tertentu.
Model SCOR menyediakan kerangka kerja yang unik dalam menghubungkan proses
bisnis, metrik kinerja, praktik teknologi terbaik dan orang-orang kedalam struktur
terpadu. Model ini mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen, yaitu
business proses re-engineering, benchmarking, dan proses measurement ke dalam
kerangka lintas fungsi dalam supply chain. Model SCOR dikembangkan oleh Supply
14
Chain Council 1997 dan telah dideskripsikan sebagai “pendekatan sistematik untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi dan memonitor kinerja supply chain” (Shepherd &
Günter, 2011).

Model SCOR mengombinasi elemen dari proses bisnis enginering, benchmarking


dan praktis dalam kerangka kerja tunggal. Sekumpulan proses terintegrasi pada model
SCOR, yaitu plan, source, make, deliver dan return dari supplier maupun customer, dan
secara bersama diselaraskan dengan strategi operasional perusahaan, aliran material,
pekerjaan dan informasi, seperti ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini:

Sebuah metode evaluasi pengukuran kinerja berbasis fuzzy untuk lean supply
chain diusulkan oleh Arif-Uz-Zaman & Ahsan (2014). Metode ini memahami kinerja
keseluruhan SC dalam menghadapai persaingan harga, penilaian atribut lean dan
strategi bersaing SC. Untuk mencapai tujuan SC, matriks yang dipilih untuk mengukur
kinerja lean supply chain secara khusus yaitu high-volume dan low-price product. Hal
Gambar 1 Model Supply Chain Operation Reference (SCOR)
ini supaya
(sumber: SCChain
Supply dapatCouncil,
memenuhi2010)pesanan pelanggan lebih cepat dan efisien daripada
kompetitor, bahkan SC perlu meningkatkan kestabilan jaringannya dan menambahkan
proses perbaikan berkelanjutan dan strategi bersaing supaya tujuannya tercapai.

Demi meningkatkan kestabilan SC, sebuah pendekatan terintegrasi dilakukan


oleh Ip et al., (2011) untuk pemodelan dan pengukuran kinerja dalam stability supply
chain dengan menggunakan sebuah Dynamic System (SD) dan Autoregression
Integrated Moving Average (ARIMA) yang innovatif dan praktis, memungkinkan top
manajemen untuk membuat keputusan dalam mencapai kinerja yang unggul. Empat
langkah integratif yang diusulkan melalui pendekatan ini, yaitu (1) membuat KPI yang
berguna untuk kuantifikasi dan dokumentasi pengukuran kinerja; (2) mengembangkan
model SD yang mudah dalam penggunaannya; (3) update dan evaluatif bagi kinerja
supply chain; dan (4) membangun model univariate ARIMA untuk memeriksa
kestabilan supply chain.

Pendekatan berbeda dalam pengukuran dilakukan oleh D’Haene et al., (2015b)


yang mendasarkan pendekatan pengukuran pada model situation-actor-process-
learning-action-performance (SAP-LAP) sebagai jawaban atas meningkatnya
kebutuhan analisis manajerial yang fleksibel dan sistemik. Pada dasarnya, model ini
terdiri dari tiga dimensi, yaitu: sebuah situasi untuk dikelola; seorang aktor atau

15
kelompok aktor yang bertanggung jawab; dan sebuah proses atau sekumpulan proses
terkait situasi tersebut.

Setiap pendekatan yang dipilih akan memunculkan berbagai macam


permasalahan. Metode yang cukup efektif dalam menangani permasalahan yang
kompleks adalah Interpretive Structural Modeling (ISM). ISM merupakan suatu proses
pembelajaran dengan bantuan komputer yang memungkinkan individu atau kelompok
untuk mengembangkan sebuah peta hubungan yang kompleks antar banyak elemen
yang terlibat dalam situasi kompleks tersebut. ISM sering digunakan untuk
menyediakan pemahaman mendasar dari suatu situasi kompleks, sebagaimana juga
secara bersama-sama menyediakan tindakan sebagai solusi (Meena & Thakkar, 2014).

Pemilihan metode yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks,


pada akhirnya akan mempermudah para pengambil keputusan dalam melakukan
analisis untuk mengambil keputusan. Analytic Network Process (ANP) adalah
framework paling komprehensif yang digunakan untuk melakukan analisis sosial,
pemerintahan dan keputusan perusahaan yang tersedia bagi pengambil keputusan. ANP
merupakan suatu proses yang memungkinkan keseluruhan faktor dan kriteria, baik
berupa tangible maupun intangible yang dapat mendukung pembuatan keputusan
terbaik. Model ANP memiliki dua bagian: pertama mengendalikan hirarki kontrol atau
jaringan tujuan dan kriteria yang mengendalikan interaksi dalam sistem; kedua ada
begitu banyak sub-jaringan yang memengaruhi diantara elemen permasalahan dan
masing-masing saling mengendalikan kriteria. Teknik ANP akan sesuai diterapkan
dengan pertimbangan kompleksitas permasalahan yang ada (Aliakbari Nouri et al.,
2019).

2.3 Pengukuran Kinerja Bagian Logistik


Berdasarkan survey diberbagai perusahaan manufaktur yang dihimpun oleh World
Bank (2016) menunjukkan bahwa aktivitas yang berkaitan dengan proses distribusi dan
logistik (trasnportation, inventory dan warehousing) di Indonesia menyumbangkan
pengeluaran terbesar hingga 25 persen dari penjualan manufaktur. Survey sejenis dilakukan
Pusat Statistik di UK dan menghasilkan bahwa 40 persen pemborosan terletak pada aktivitas
logistik dan distribusi.
Terkait dengan fenomena ini, peneliti mencoba untuk menelusuri akar permasalahan.
Neely (2005) telah mengungkapkan bahwa sistem pengukuran kinerja dapat digunakan
16
sebagai alat untuk memantau efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan. Dengan
menerapkan prinsip tersebut, peneliti mencoba mengadaptasi sebuah model pengukuran
kinerja sebagai salah satu upaya menemukan akar permasalahan dan perbaikan kinerja
khususnya pada bagian logistik dan pergudangan, dengan menemukan ukuran, metrik dan
indiaktor yang sesuai.
Pentingnya memahami ukuran-ukuran kinerja sebelum melakukan pengukuran kinerja
menjadi persoalan kritis bagi seorang manajer. Seorang manajer bertanggung jawab atas
keputusannya memilihan metrik yang tepat dalam pengukuran kinerja yang spesifik, hal
tersebut menjadi tantangan penting untuk dipelajari. Terkait dengan tantangan ini, Angappa
Gunasekaran & Kobu (2007) membentuk klasifikasi ukuran kinerja keadalam 7 (tujuh)
kriteria dan disajikan dalam Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4 Kategori Pengukuran Kinerja pada Bagian Logistik dan Supply Chain (Angappa
Gunasekaran & Kobu, 2007)

Criteria Details
Financial
Internal Process
Balanced Scorecard Perspective
Innovation and Improvement
Customer
Time
Components of Performances Resources Utilization
Measures Output
Flexibility
Planning and Product Design
Supplier
Location of measures in supply chain
Production
links
Delivery
Customer
Strategic
Decision-Making Level Tactical
Operational
Financial
Nature of Measures
Non-Financial
Quantitative
Measurement Base
Non-Quantitative
Function Based
Traditional vs Modern Measures
Value Based

17
Pengukuran kinerja pada bagian logistics dipertimbangkan oleh Gunasekaran (2007)
sebagai salah satu dari empat kompetensi kunci, tiga kompetensi kunci lainnya yaitu
positioning, integration dan agility. Berdasarkan sampling frame yang dilakukan Chia et al.,
(2009) terhadap survey populasi di bidang logistik, manufaktur dan retail, indikator financial
menempati posisi terpenting.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Keebler & Plank (2009) kepada hampir
25 industri berbeda, diperoleh 37 ukuran spesifik yang dapat diukur terkait dengan
pengukuran kinerja logistik. Ukuran-ukuran ini kemudian dikategorikan menjadi lima dan
ditunjukkan pada Tabel 5 berikut ini:
Tabel 5 Pengukuran Kinerja Logistik (Keebler & Plank, 2009)

Category Measure
Customer complaints
On-time delivery
Over/short/damaged
Returns and allowances
Order cycle time
Effectiveness measures involving trading
Overall customer satisfaction
partner (%)
Days sales outstanding
Forecast accuracy
Invoice accuracy
Perfect order fulfillment
Inquiry response time
Inventory count accuracy
Order fill
Out of stock
Line item fill
Back orders
Effectiveness measure internal focus (%)
Inventory obsolescence
Incoming material quality
Processing accuracy
Case fill
Cash/cash cycle time
Outbound freight cost
Inbound freight cost
Efficiency measures Cost (%) Inventory carrying cost
Logistics cost/unit/budget
Cost to serve
Efficiency measures Productivity (%) Finished good inventory turn
Orders processed/labor unit
Product unit processed per Warehouse
labor unit

18
Units processed/time unit
Orders processed/time unit
Product units processed/transportastion
unit
Space utilization/capacity
Equipment downtown
Efficiency measures Utilization (%)
Equipment utilization/capacity
Labor utilization/capacity

Papakiriakopoulos & Pramatari (2010) dalam penelitiannya terkait collaborative


logistic SC menyatakan bahwa pendefinisian ukuran kinerja perlu dilakukan supaya
penerapan sistem pengukuran kinerja berlanjut. Informasi yang diberikan pada Tabel 6
menunjukkan ukuran kinerja yang berkaitan dengan inventory level dan product availability
berdasarkan investigasi wawancara mendalam. Alasan pemilihan dua ukuran kinerja tersebut
karena dianggap sebagai ukuran paling kritis dan ukuran tersebut ada pada area dimana
permasalahan supplier dan retailer teridentifikasi, serta dianggap dapat meningkatkan
visibilitas SC.
Tabel 6 Ukuran Kinerja Collaborative (Papakiriakopoulos & Pramatari 2010)

Performance measure Data used


Sales
Inventory level
Deliveries
Forecast plans
Forecast accuracy Sales
In-store promotion activities
Sales
Inventory levels
Product availability
Product assortment
Promotion activities
Orders
Imperfect orders
Deliveries

Penilaian kinerja yang akurat sangat penting unutk mengontrol supply chain dan juga
menjadi landasan dalam mengupayakan pembangunan berkelanjutan. Dukungan prosedural,
teknologi dan operasional diperlukan sebagai fasilitator pendekatan yang seimbang terhadap
pengukuran kinerja untuk supply chain yang berkelanjutan. Reefke & Trocchi (2013) dalam
penelitiannya memberikan kesimpulan berdasarkan perpaduan konsep yang berasal dari
literatur tentang pengukuran kinerja supply chain dan pembangunan berkelanjutan
menggunakan balanced scorecard (BSC). Ukuran kinerja supply chain yang tepat akan

19
memfasilitasi perkembangan dari pembangunan berkelanjutan, artinya pada setiap ukuran
kinerja yang dipilih akan berdampak pada tujuan dari pembangunan berkelanjutan dan
ditunjukkan seperti Tabel 7 dibawah ini:
Tabel 7 Relevansi Strategi dengan BSC (Reefke & Trocchi 2013)

Goals Measures
Financial perspective  
Cost of fines
Environmentas cost savings Energy costs
Operating expenditures
Costs legal actions
Social cost savings
Cost of employee benefits
The number of people employed
Labor cost savings
Average wage
Total sales
Profit (Revenue growth)
Total tax paid
Customer perspective  
Customer satisfaction Average annual number of customer complaints
Fraction of total sales invested for social
projects per year
Firm reputation
Stakeholder involvement in decision makinh
The number of stores
Product quality Product complaints
Internal process  
Safer warehousing and transportation Employee accident
Efficient process Effectiveness of supplier monitoring
Quality management Reject products
Waste to landfill (%)
Environmental management
Certified suppliers
Annual personnel turnover
Gender diversity
Effectiveness of discipline management
Human resources management
Effectiveness of compensation management
Effectiveness of personnel recruitment and
selection
Effectiveness of performance management
Productivity increase system
Lost workdays
Learning and growth  
Efficient resource planning LCA performed
Motivation management (Employers
satisfaction) Average annual training time per employee
Fraction of suppliers certifed in ISO 14001
ISO 1400 application
Number of ISO standards developed
Difficulty to replicate Effectiveness of supplier training in

20
enviromental issues
Innovations created through supplier
partnerships
Non-market perspective  
Annual water consumption
Annual energy consumption
Waste reduction Waste minimization (recycling rates)
Use of recycled materials
Effectiveness of reverse logistics system
Annual number of recordable accidents per
Safer working conditions employee
Fraction of facilities using renewable energy
Emission reductions Truck miles
Vehicle fuel used
Annual number of recordable incidents
Working condition improvemnet Average annual number of recordable
employee complaints

Telah banyak penelitian yang menerapkan model pengukuran kinerja BSC dalam
bidang manufaktur dan services (pelayanan). Barnabè (2011) menjadikan BSC sebagai dasar
dari pembentukan pengukuran kinerja bebasis Dynamic System (SD). Modifikasi model BSC
sebagai e-business dilakukan oleh Plant et al., (2003). Garg (2012) melakukan adaptasi BSC
dengan menggunakan Auction Research (AR) untuk memperoleh ukuran yang tepat dalam
pembentukan ukuran kinerja Multi Echelon Repair Inventory Systems (MERIS). Namun,
penerapan model BSC pada bagian logistik masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian
ini mencoba untuk melakukan adaptasi model BSC kedalam pengukuran kinerja pada bagian
logistik. Peneliti juga melakukan studi empiris untuk menguji model adaptasi BSC yang telah
disusun pada bagian logistik dan warehouse di PT X.

2.4 Pengukuran Kinerja Model Balanced Scorecard (BSC)

Model pengukuran kinerja BSC merupakan framework dengan karakteristik


pembentukkan klasifikasi indikator kedalam berbagai kategori yang masing-masing memiliki
tingkat kepentingan relatif sendiri. Model BSC biasanya mempertimbangkan keberadaan
indikator financial dan non-financial (Cagnazzo et al., 2010). Kata ‘balanced’ menjadi fakta
menarik bahwa sistem harus seimbang dengan menggabungkan ukuran finansial dan non-
finansial (Kanji, 2002). Oleh karena itu, diperlukan pengukuran kinerja yang bukan sekedar
menyediakan angka-angka keuangan namun juga menyediakan ukuran dan indikator
pendorong kinerja masa depan.

21
Kaplan & Norton (1993) berkontribusi dalam merancang sebuah sistem pengukuran
kinerja model BSC, sebagai sebuah kumpulan ukuran-ukuran yang cepat namun
komprehensif dalam membaca sebuah bisnis dan disediakan bagi top managers dalam
mengambil keputusan kinerja masa depan. Berdasarkan rancangan tersebut Chia et al., (2009)
mengutarakan bahwa BSC dapat membantu senior eksekutif dan memberikan kejelasan serta
mengoperasionalkan visi dan strategi dari organisasi, memusatkan perhatian manajemen pada
beberapa indikator kritis baik pada kinerja saat ini maupun yang akan datang.

BSC merupakan sistem manajemen dalam bentuk kumpulan tujuan dan ukuran kinerja
terintegrasi dan diterjemahkan dari misi dan strategi perusahaan yang tersusun ke dalam

empat perspektif: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajran dan
pertumbuhan (R. S. Kaplan & Norton, 2000). BSC memberikan sebuah kerangka kerja,
menerjemahkan visi dan misi ke dalam tindakan strategis. Pengukuran BSC memberikan
informasi kepada para karyawan tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan
yang akan datang. Tujuan dari BSC berasal dari visi, misi dan strategi perusahaan yang
dikelompokkan kedalah empat perspektif dan menghasilkan kerang kerja seperti Gambar 2
berikut ini:

Gambar 1 Kerangka Kerja BSC (Kaplan dan Norton, 2000)


Model BSC menyarankan manager untuk melihat organisasi dari empat sudut pandang
atau perspektif dan mengembangkan sebuah metrik dari pengumpulan data dan analisis data
yang diperoleh yang berkaitan dengan keempat perspektif ini.
1. Perspektif Finansial: What financial steps are necessary to ensure the excecution of
the company strategy ?

22
Kaplan & Norton (1996) tetap mengakui kebutuhan akan pengukuran tradisional
dari data finansial. Namun mereka mencoba untuk tidak bergantung hanya pada data
finansial, tetapi melakukan perluasan pandangan untuk memperoleh matriks terkai
perpekstif finansial, seperti Manufacturing Cost, Warehousing Cost, dan
Transportastion Cost.
2. Perspektif Pelanggan: Who are the company’s targeted customers, and what is the
company’s value proposition in serving them?
Pelanggan adalah sumber dari pendapatan perusahaan. Kepuasan pelanggan adalah
yang terpenting demi menajaga loyalitas kepada perusahaan. Demi menjaga
kepuasan pelanggan, kebutuhan mereka harus selalu terpenuhi. Oleh sebab itu,
kinerja yang buruk dari perspektif pelanggan adalah indikasi tidak baik bagi
perusahaan dikemudian hari, meskipun secara perspektif finansial tampak baik-baik
saja. Beberapa contoh matriks dari perspektif pelanggan, yaitu: Fill Rate,
Backorder Level, dan On-Time Delivery.
3. Perspektif Proses Internal: To satisfy customers and shareholders, at what process
must the company excel ?
Matriks berdasarkan perspektif ini akan membantu manager mengetahui seberapa
baik proses bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan pelayanan mereka dapat
memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Berbeda dengan sistem
pengukuran lainnya yang terpusat pada peningkatan perbaikan kinerja, model BSC
berfokus pada strategi dan interaksi antara objective dan ukuran yang diterapkan
perusahaan. Dengan demikian, model BSC dapat menuntun perusahaan dalam
memperbaiki secara keseluruhan proses bisnisnya untuk mengendalikan pelanggan
dan memberikan nilai tambah bagi shareholders. Matriks dari perspektif proses
internal ini adalah: Forecast Error.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan: What capabilities and tools do
employees require to help them execute company strategy ?
Perspektif ini mengikutsertakan budaya perusahaan dan pelatihan karyawan pada
perusahaan. Kaplan & Norton (1996) memberikan pandangan lebih luas terkait
perspektif “pembelajaran” yang lebih dari sekedar “pelatihan”, dalam hal ini
pembelajaran merupakan aktivitas “saling mengajar” seperti mentor dan tutor dalam
organisasi, komunikasi yang baik diciptakan untuk saling memahami kebutuhan
karyawan dalam organisasi sehingga meredam permasalahan yang mungkin timbul

23
akibat salah paham. Dalam banyak kasus, pembelajaran dan pertumbuhan dijadikan
dasar keberhasilan bagi organisasi knowledge-worker. Contoh matriks dalam
perspektif pembelajran dan pertumbuhan adalah: Training Center, Sertification, dan
Outbound.
Penerapan framework BSC dalam sebuah management SC memungkinkan perusahaan
untuk melacak aktivitas kunci bisnis mereka yang memengaruhi ukuran kinerja. Evaluasi
kinerja yang seimbang dalam SC tidak hanya membantu meningkatkan kemajuan operasional
organisasi yang lebih cepat dan lebih luas tetapi juga membantu dalam meningkatkan fungsi
internal dan eksternal dari bisnis mereka (Guersola et al., 2018).
Pendekatan BSC sangat berpotensi menyediakan fasilitas pengukuran kinerja dalam SC
(Reefke & Trocchi, 2013). Keseimbangan dalam sebuah evaluasi kinerja SC tidak hanya
membantu organisasi dalam mengontrol kemajuan operasional yang lebih cepat dan lebih
luas, namun juga membantu organisasi untuk melakukan perbaikan fungsi bisnis internal dan
eksternal (Bhagwat & Sharma, 2007). BSC menjadi salah satu alat pengukuran kinerja yang
ampuh dan andal dalam menekankan keterkaitan untuk mencapai kinerja yang luar biasa
dalam pengukuran, daripada berkonsentrasi pada pengukuran yang terisolasi (Kanji, 2002).

24
2.5 Penelitian Terdahulu

Journal review atas beberapa paper yang terkait dengan bidang penelitian ini telah
dilakukan. Terdapat banyak penelitian tentang pengukuran kinerja supply chain, baik dengan
menggunakan sistem pengukuran tradisional, mengintegrasikan berbagai metode pengukuran
kinerja maupun pengembangan dan penyusunan kerangka kerja pengukuran kinerja untuk
diterapkan pada studi kasus. Masing-masing penelitian memiliki fokus penelitian pengukuran
kinerja untuk dimensi atau indikator atau ukuran yang beragam. Secara ringkas pada Tabel 8
akan ditunjukkan komponen indikator yang menjadi fokus para peneliti sebelumnya dan
metode pengukuran yang digunakan sebagai berikut:

25
Tabel 8 Posisi penelitian saat ini dengan penelitian sejenis terdahulu

26
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bersifat kualitatif. Sifat kualitatif diperoleh dari studi pustaka dan literatur
review, yang berguna untuk menambah wawasan dan pemahaman mengenai topik penelitian.
Pengumpulan data dan demonstrasi penelitian dilakukan dengan studi kasus. Studi kasus
dalam sebuah penelitian merupakan studi yang bersifat komprehensif, intens, rinci, dan
mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah atau fenomena yang
bersifat kontemporer dan kekinian (Magnan & Creswell, 1997).

Pengumpulan informasi dan data

Validitas informasi dan data dengan stakeholder

Penyusunan model BSC

Pendistribusian angket BSC kepada responden

Interpretasi hasil angket BSC

Rekomendasi hasil interpretasi

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian

27
3.1 Pengumpulan Informasi dan Data

Peneliti dalam menyelesaikan penelitiannya memilih untuk melakukan observasi


dengan membaca dan menelaah sumber-sumber yang diperoleh langsung dari objek
penelitian. Sumber tersebut berupa dokumen-dokumen dan website resmi yang dimiliki oleh
objek penelitian. Obersvasi dilakukan dalam waktu beberapa bulan untuk memperoleh
pemahaman lebih mendalam dan data akurat tentang objek penelitian. Penelitian ini akan
berfokus pada lingkungan yang berkaitan dengan objek penelitian. Perusahaan yang dipilih
untuk menjadi objek penelitian adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang
penyedia alat-alat berat, yaitu PT X yang berlokasi di Jakarta Timur.

Selain membaca dan menelaan sumber data perusahaan, peneliti telah melakukan studi
kepustakaan dan literatur review untuk mendukung informasi dan sumber data yang
diperoleh dari perusahaan. Informasi dan data yang diperoleh dalam penelitian ini, akan
digunakan sebagai dasar untuk menentukan matriks dan ukuran kinerja yang akan diadaptasi
kedalam model pengukuran kinerja BSC. Pengadopsian matriks dan ukuran kinerja akan
disesuaikan pada studi kasus dari objek penelitian.

3.2 Validitas Informasi dan Data dengan Stakeholders

Pada tahap ini dilakukan validasi informasi dan data yang telah diperoleh sebelumnya
melalui Forum Discussion Group (FGD) via Microsoft Teams dengan stakeholder. Proses
validitas menurut Sugiyono (2007) dibagi kedalam dua macam, yaitu validitas internal dan
validitas ekternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian
dengan hasil yang dicapai, sedangkan validitas ekternal berkenaan dengan derajat akurasi
apakah hasil penelitian dapat digeneralisasi atau diterapkan pada populasi dimana sampel
tersebut diambil. Salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data adalah teknik Triangulasi.
Ada beberapa macam cara dari teknik Triangulasi, yaitu Triangulasi Sumber, Waktu, Teori,
Peneliti dan Metode. Pada penelitian ini, akan digunakan cara Triangulasi Sumber, artinya
dengan membandingkan dan mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui sumber yang berbeda (Bachri, 2010).

28
Metode FGD merupakan salah satu metode pengumpulan data penelitian dengan
karakteristik eksplorasi interaksi sosial dalam proses diskusi oleh para informan. Data dari
hasil interaksi dalam diskusi tersebut dapat memfokuskan atau memberi penekanan pada
kesamaan dan perbedaan pengalaman dan memberikan informasi atau data yang padat
tentang suatu perspektif yang dihasilkan dari diskusi kelompok. Dalam penelitian ini, FGD
difokuskan untuk membandingkan data dari tahap sebelumnya dan saling bertukar informasi
mengenai kondisi saat ini dari objek penelitian. Hasil yang diharapkan dari FGD ini adalah
sebuah matriks, ukuran kinerja dan strategi bisnis dari perusahaan. kelompok yang dimaksud
dalam FGD pada penelitian ini adalah responden yang merupakan stakeholder dari objek
penelitian (Afiyanti, 2008).

Stakeholder diterjemahkan sebagai sebagai pemangku kepentingan, adalah pihak atau


kelompok yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompok-kelompok tersebut
mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh perusahaan (Sukada, 2007). Dalam penelitian ini,
stakeholder yang dimaksud adalah Direktur Department Product Support dan Kepala Divisi
Part yang dianggap sebagai pihak yang akan memberikan gambaran kondisi terkini objek
penelitian secara lebih baik.

3.3 Penyusunan Model BSC

Setelah semua informasi dan data yang dikumpulkan divalidasi, tahap selanjutnya
adalah proses penyusunan matriks, ukuran kinerja dan strategi bisnis yang telah ditentukan
melalui FGD dengan stakeholder, kedalam bentuk scorecard yang diadaptasi dari model
BSC. Pada tahap ini akan dimulai penyusunan model BSC untuk mengukur kinerja bagian
Parts Logistics dan Warehouse. Sebelum penyusunan model BSC, akan dibuat konsep
strategi komponen keberhasilan terhadap perusahaan tersebut, khusunya pada bagian yang
menjadi objek penelitian. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
 Mengidentifikasi komponen- komponen BSC.
 Menyelaraskan komponen BSC terhadap keberhasilan divisi.
 Membuat sasaran strategi.
Diperlukan keterlibatan stakeholder dari divisi dalam menetapkan strategi yang akan
diambil dan keterkaitanya dengan penelitian ini, antara lain:

29
o Direktur Parts Logistics dan Warehouse, selaku pemegang keputusan dan
tanggung jawab dari department Product Support PT X dimana visi dan misi
unit divisi dirumuskan dan didapatkan gambaran kondisi internal dalam
department tersebut.
o Kepala Divisi Parts, untuk mengetahui bidang mana yang lebih tepat untuk
dilakukan penelitian karena salah satu wewenang dan tugas dari kepala bagian
adalah melakukan monitoring terhadap unit divisi masing-masing.

3.4 Pendistribusian Angket Pengukuran Kinerja BSC


Penelitian bersifat kualitatif terfokus pada representasi terhadap kajian-kajian teori yang
ada sebelumnya dengan mengimplementasikan kajian teori tersebut pada suatu studi kasus,
sehingga diharapkan dapat diperoleh suatu studi empiris yang dapat dijadikan acuan nyata
bagi penelitian selanjutnya terkait dengan pengembangan dan perluasan sebuah kajian teori.
Dalam rangka studi empiris sebagai bentuk implementasi sebuah kajian teori, maka
dilakukan proses pendistribusian scorecard pengukuran kinerja yang telah disusun
sebelumnya kepada responden terpilih, yaitu Kepala Unit Parts Logistics dan Warehouse,
untuk mendapatkan informasi tentang aktivitas secara terperinci pada bagian logistik dan
pergudangan yang merupakan bagian dari supply chain perusahaan dan bersesuaian dengan
topik penelitian.
Scorecard yang akan didistribusikan selanjutnya akan disebut sebagai angket
pengukuran kinerja yang diadaptasi dari model BSC. Angket tersebut kemudian dilengkapi
oleh responden terpilih dan dikembalikan kepada peneliti untuk dilakukan tahap selanjutnya,
yaitu interpretasi hasil pengisian angket.
3.5 Interpretasi Hasil Pengukuran Angket BSC
Pada tahap ini akan dilakukan interpretasi hasil penerapan pengukuran kinerja pada
bagian Parts Logistics dan Warehouse menggunakan angket yang telah diadaptasi dari
pengukuran kinerja model BSC. Proses interpretasi dilakukan dengan membandingkan hasil
pengukuran dari pengisian angket oleh responden terhadap target kinerja yang telah
ditentukan sebelumnya, serta mengaitkan atau menelusuri hubungan sebab-akibat dengan
objective atau sasaran atau tujuan strategis department.

30
3.6 Rekomendasi Hasil Interpretasi
Setelah melakukan interpretasi dari hasil pengisian angket sebelumnya, tahap
selanjutnya adalah upaya peneliti untuk memberikan rekomendasi dari hasil interpretasi
tersebut. Rekomendasi diberikan oleh peneliti berdasarkan gambaran kinerja bagian Parts
Logistics dan Warehouse yang berhasil diterjemahkan oleh peneliti melalui interpretasi
tersebut. Rekomendasi diberikan sebagai salah satu upaya dalam perbaikan berkelanjutan
pada divisi tersebut untuk jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang.

31
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Kriteria Pengukuran Kinerja


Model pengukuran kinerja dalam penelitian ini mencakup penentuan metrik dan
indikator serta prioritas Key Performance Index (KPI) bagian Parts Logistik dan Warehouse.
Perusahaan sebaiknya menentukan keputusan dan pilihan KPI yang sejalan dengan strategi
perusahaan supaya efektivitas kinerja SC tercapai. Metode pengambilan keputusan Analytic
Network Process (ANP) dipilih untuk memberikan nilai bobot minimal pada beberapa
kriteria dan memaksimalkan bobot kriteria yang lain. Kriteria apa saja yang diberikan nilai
bobot minimal dan nilai bobot maksimal didasarkan pada hasil wawancara terhadap
responden terpilih dalam proses FGD.
4.1.1 Penyusunan Balanced Scorecard Parts Logistik dan Warehouse
Penyusunan Balanced Scorecard (BSC) untuk pengukuran kinerja bagian Parts
Logistik dan Warehouse dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan
balanced scorecard Bhagwat & Sharma (2007) berikut ini:
a. Membangun kesadaran akan konsep BSC untuk mengukur kinerja bagian
Parts Logistik dan Warehouse dalam proses FGD dan wawancara dengan
responden terpilih. Peneliti melakukan pemaparan mengenai pentingnya
pengukuran kinerja bagian dengan pendekatan perspektif BSC.
b. Mengumpulkan dan menganalisa data perusahaan berupa visi, misi, strategi
perusahaan dan departemen dimana bagian Parts Logistik dan Warehouse
berada serta dokumen standar operasional prosedur.
c. Tujuan dan sasaran spesifik perusahaan pad abagian Parts Logistic dan
Warehouse yang disetujui oleh …
d. Rancangan awal BSC Parts Logistik dan Warehouse diusulkan 18 KPI
kepada management, yang diperoleh dari 12 penggabungan KPI berbagai
literatur dan 6 KPI dari dokumen perusahaan untuk dipilih oleh responden
terpilih pada department Product Support di PT X. Sistematis pemilihan KPI
pada rancangan awal BSC ditunjukkan seperti Tabel 9.
e. Hasil FGD bersama stakeholders: Terdapat beberapa usulan KPI …..

32
f. Tercapai kesepakatan dengan management untuk menggunakan BSC Parts
Logistic dan Warehouse sebagai sistem pengukuran kinerja unit Parts
Logistic dan Warehouse. Secara sederhana, KPI yang telah disusun dibentuk
kedalam sebuah strategy map seperti pada Gambar 4.
g. Mengomunikasikan BSC yang disusun kepada unit divisi Parts Logistic dan
Warehouse sebagai sarana evaluasi kinerja.

33
Tabel 9 Usulan KPI Parts Logistic dan Warehouse PT X

34
35
Berdasarkan hasil FGD dan wawancara terhadap responden, maka terpilih beberapa KPI dari beberapa ususlan KPI yang
disediakan, yaitu:
 Perspektif Keuangan (Financial)
o F1: ….
o F2: … dst
 Perspektif Pelanggan (Customer)
o C1: …
o C2: .. dst
 Perspektif Proses Bisnis Internal
o B1: ..
o B2: .. dst
 Perspektif Learn and Growth
o L1: …
o L2: .. dst

36
4.1.2 Pembobotan Kriteria Balanced Scorecard Parts Logistik dan Warehouse
Penentuan prioritas KPI dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden
terpilih, kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan software Super
Decision dan diperoleh tingkat kepentingan KPI dari beberapa KPI terpilih. Sebagai
bentuk penyederhanaan, KPI yang terpilih kemudian dibentuk kedalam sebuah strategy
map seperti Gambar 4.
Gambar 3 Strategy Map

Pengolahaan data selanjutnya adalah penentuan prioritas KPI menggunakan


metode ANP (Analytic Network Process). Penentuan dilakukan dengan menggunakan
kuesioner untuk menentukan keterkaitan antar KPI. Penggunaan metode ANP
dilakukan oleh seorang ahli untuk memberikan penilaian, maka dipilih responden yang
dianggap ahli dalam strategi, penilaian dan keputusan terkait logistik dan warehouse di
perusahaan ini.

Pembobotan KPI logistik dan warehouse dilakukan dengan cara pemberian bobot
oleh responden terpilih. Bobot perbandingan antar KPI diberikan dengan skala 1
sampai dengan 9. Skala perbandingna dibagi kedalam dua sisi, yaitu sisi kiri dan kanan,
dengan asumsi penilaian sebagai berikut:
 Skala nilai ke kiri dipilih jika kriteria sebelah kiri dianggap memiliki
tingkat kepentingan yang lebih dibandingkan kriteria sebelah kanan
 Skala nilai 1 merupakan tingkat kepentingan yang dianggap sama penting
untuk kriteria sebelah kiri dan kriteria sebelah kanan
 Skala nila ke kanan dipilih jika kriteria sebelah kanan dianggap memiliki
tingkat kepentingan yang lebih dibandingkan kriteria sebelah kiri.

C1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F1

37
4.2 Penerapan Model Balanced Scorecard

4.3 Rekomendasi Perbaikan Kinerja

38
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y. (2008). Focus group discussion (diskusi kelompok terfokus) sebagai metode
pengumpulan data penelitian kualitatif. Jurnal Keperawatan Indonesia, 12(1), 58–62.
Aliakbari Nouri, F., Shafiei Nikabadi, M., & Olfat, L. (2019). Developing the framework of
sustainable service supply chain balanced scorecard (SSSC BSC). International Journal
of Productivity and Performance Management, 68(1), 148–170.
https://doi.org/10.1108/IJPPM-04-2018-0149
Arif-Uz-Zaman, K., & Ahsan, A. M. M. N. (2014). Lean supply chain performance
measurement. International Journal of Productivity and Performance Management,
63(5), 588–612. https://doi.org/10.1108/IJPPM-05-2013-0092
Bachri, B. S. (2010). Meyakinkan validitas data melalui triangulasi pada penelitian kualitatif.
Jurnal Teknologi Pendidikan, 10(1), 46–62.
Barnabè, F. (2011). A “system dynamics‐based Balanced Scorecard” to support strategic
decision making. International Journal of Productivity and Performance Management.
Beamon, B. M. (1999). Measuring supply chain performance. International Journal of
Operations and Production Management, 19(3), 275–292.
https://doi.org/10.1108/01443579910249714
Berrah, L., & Clivillé, V. (2007). Towards an aggregation performance measurement system
model in a supply chain context. Computers in Industry, 58(7), 709–719.
https://doi.org/10.1016/j.compind.2007.05.012
Bhagwat, R., & Sharma, M. K. (2007). Performance measurement of supply chain
management: A balanced scorecard approach. Computers and Industrial Engineering,
53(1), 43–62. https://doi.org/10.1016/j.cie.2007.04.001
Bigliardi, B., & Bottani, E. (2014). Supply chain performance measurement: a literature
review and pilot study among Italian manufacturing companies. International Journal of
Engineering, Science and Technology, 6(3), 1–16.
Björklund, M., & Forslund, H. (2013). The purpose and focus of environmental performance
measurement systems in logistics. International Journal of Productivity and
Performance Management, 62(3), 230–249.
https://doi.org/10.1108/17410401311309168
Cagnazzo, L., Taticchi, P., & Brun, A. (2010). The role of performance measurement systems
to support quality improvement initiatives at supply chain level. International Journal of

39
Productivity and Performance Management, 59(2), 163–185.
https://doi.org/10.1108/17410401011014249
Chia, A., Goh, M., & Hum, S. H. (2009). Performance measurement in supply chain entities:
Balanced scorecard perspective. Benchmarking, 16(5), 605–620.
https://doi.org/10.1108/14635770910987832
Cuthbertson, R., & Piotrowicz, W. (2011). Performance measurement systems in supply
chains: A framework for contextual analysis. International Journal of Productivity and
Performance Management, 60(6), 583–602.
https://doi.org/10.1108/17410401111150760
D’Haene, C., Verlinde, S., & Macharis, C. (2015a). Measuring while moving (humanitarian
supply chain performance measurement – status of research and current practice).
Journal of Humanitarian Logistics and Supply Chain Management, 5(2), 146–161.
https://doi.org/10.1108/JHLSCM-04-2013-0016
D’Haene, C., Verlinde, S., & Macharis, C. (2015b). Measuring while moving (humanitarian
supply chain performance measurement – status of research and current practice).
Journal of Humanitarian Logistics and Supply Chain Management, 5(2), 146–161.
https://doi.org/10.1108/JHLSCM-04-2013-0016
Danaher, A. R. (1999). Development of transit capacity and quality of service manual. In
Urban Public Transportation Systems Implementing Efficient Urban Transit Systems
and Enhancing Transit Usage (Vol. 42). Transportation Research Board.
Farooq, A., & Hussain, Z. (2011). Balanced scorecard perspective on change and
performance: A study of selected Indian companies. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 24, 754–768. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.09.043
Fondas, N. (1993). Process Innovation: Reengineering Work Through Information
Technology. In Academy of Management Perspectives (Vol. 7, Issue 2). Harvard
Business Press. https://doi.org/10.5465/ame.1993.9411302338
Frederico, G. F., Garza-Reyes, J. A., Kumar, A., & Kumar, V. (2020). Performance
measurement for supply chains in the Industry 4.0 era: a balanced scorecard approach.
International Journal of Productivity and Performance Management.
https://doi.org/10.1108/IJPPM-08-2019-0400
Garg, A., & Deshmukh, S. G. (2012). Designing balanced scorecard for multi echelon repair
inventory systems. Journal of Modelling in Management, 7(1), 59–96.
https://doi.org/10.1108/17465661211208811
Guersola, M., De Lima, E. P., & Steiner, M. T. A. (2018). Supply chain performance
40
measurement: a systematic literature review. In International Journal of Logistics
Systems and Management. https://doi.org/10.1504/IJLSM.2018.094193
Gunasekaran, A., & Kobu, B. (2007). Performance measures and metrics in logistics and
supply chain management: A review of recent literature (1995-2004) for research and
applications. International Journal of Production Research, 45(12), 2819–2840.
https://doi.org/10.1080/00207540600806513
Ip, W. H., Chan, S. L., & Lam, C. Y. (2011). Modeling supply chain performance and
stability. Industrial Management and Data Systems, 111(8), 1332–1354.
https://doi.org/10.1108/02635571111171649
Kanji, G. K. (2002). Performance measurement system. Total Quality Management, 13(5),
715–728. https://doi.org/10.1080/0954412022000002090
Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (2000). Having trouble with your strategy? Then map it.
Harvard Business Review, 78(5).
Kaplan, Robert S., & Norton, D. P. (1996). Linking the balanced scorecard to strategy.
California Management Review, 39(1), 53–79. https://doi.org/10.2307/41165876
Kaplan, Robert S., & Norton, D. P. (2009). Putting the balanced scorecard to work. The
Economic Impact of Knowledge, 315–324. https://doi.org/10.1016/b978-0-7506-7009-
8.50023-9
Keebler, J. S., & Plank, R. E. (2009). Logistics performance measurement in the supply
chain: A benchmark. Benchmarking, 16(6), 785–798.
https://doi.org/10.1108/14635770911000114
Kumar, A., Ozdamar, L., & Ng, C. P. (2005). Procurement performance measurement system
in the health care industry. International Journal of Health Care Quality Assurance,
18(2), 152–166. https://doi.org/10.1108/09526860510588179
Lu, Q., Goh, M., & De Souza, R. (2016). A SCOR framework to measure logistics
performance of humanitarian organizations. Journal of Humanitarian Logistics and
Supply Chain Management, 6(2), 222–239. https://doi.org/10.1108/JHLSCM-09-2015-
0038
Magnan, S. S., & Creswell, J. W. (1997). Research Design: Qualitative and Quantitative
Approaches. In The Modern Language Journal (Vol. 81, Issue 2). Thousand Oaks,
Calif. : Sage Publications, [1994] ©1994. https://doi.org/10.2307/328794
Meena, K., & Thakkar, J. (2014). Development of Balanced Scorecard for healthcare using
Interpretive Structural Modeling and Analytic Network Process. Journal of Advances in
Management Research, 11(3), 232–256. https://doi.org/10.1108/JAMR-12-2012-0051
41
Melnyk, S. A., Stewart, D. M., & Swink, M. (2004). Metrics and performance measurement
in operations management: dealing with the metrics maze. Journal of Operations
Management, 22(3), 209–218.
Neely, A. (2005). The evolution of performance measurement research. International
Journal of Operations & Production Management, 25(12), 1264–1277.
https://doi.org/10.1108/01443570510633648
Papakiriakopoulos, D., & Pramatari, K. (2010). Collaborative performance measurement in
supply chain. Industrial Management and Data Systems, 110(9), 1297–1318.
https://doi.org/10.1108/02635571011087400
Plant, R., Willcocks, L., & Olson, N. (2003). Measuring e-business performance: towards a
revised balanced scorecard approach. Information Systems and E-Business Management,
1(3), 265–281.
Reefke, H., & Trocchi, M. (2013). Balanced scorecard for sustainable supply chains: Design
and development guidelines. International Journal of Productivity and Performance
Management, 62(8), 805–826. https://doi.org/10.1108/IJPPM-02-2013-0029
Rotchanakitumnuai, S. (2013). Assessment of e-procurement auction with a balanced
scorecard. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management,
43(1), 39–53. https://doi.org/10.1108/09600031311293246
Shepherd, C., & Günter, H. (2011). Measuring supply chain performance: Current research
and future directions. In Behavioral Operations in Planning and Scheduling (pp. 105–
121). Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-642-13382-4_6
Sugiyono. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Alfabeta.
Sukada, S. (2007). Membumikan Bisnis Berkelanjutan. Indonesia Business Links.

42
LAMPIRAN

43

Anda mungkin juga menyukai