DISUSUN OLEH:
1. Luky Arjun Darmawan 1401190022
2. Richo Mukti Ardiyanto 1401190099
3. Wahyu Wulandari 1401190267
KELAS 7-03
SEMESTER VII
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen dalam pengelolaan keuangan negara
agar anggaran dapat digunakan sesuai dengan sasaran dan tujuan nasional. Reformasi di bidang
perencanaaan dan penganggaran dimulai pada tahun anggaran 2005 dengan mengacu pada Undang‐
Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang‐Undang Nomor 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun
2004 yang menegaskan bahwa rencana kerja dan anggaran yang disusun menggunakan tiga
pendekatan, yaitu: (1) anggaran terpadu (unified budget); (2) kerangka pengeluaran jangka
menengah biasa disebut KPJM (medium term expenditure framework); dan (3) penganggaran
berbasis kinerja biasa disebut PBK (performance based budget).
Salah satu bentuk pengukuran kinerja dalam anggaran berbasis kinerja adalah dengan
menggunakan Balance Scorecard. Balance Scorecard adalah suatu metode untuk pengukuran dan
penilaian kinerja suatu perusahaan dengan mengukur empat perspektif yaitu: perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala
yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi. Balance
Scorecard pertama kali ditemukan oleh Drs. Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David
Norton, awalnya sebagai sebuah kerangka kerja pengukuran performa yang dilengkapi dengan
ukuran performa strategis non-finansial, disamping matriks finansial tradisional yang telah ada
untuk memberikan pandangan yang lebih seimbang mengenai performa organisasi bagi manajer dan
eksekutif.
2
Penerapan Balance Scorecard pada instansi pemerintah diharapkan dapat mengukur tingkat
kinerja yang diharapkan oleh organisasi yang serta sejalan dengan pengganggaran berbasis kinerja
dan pencapaian tujuan nasional. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008
tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan maka secara yuridis kewilayahan Kota Tangerang
Selatan terdiri dari 7 (Tujuh) Kecamatan. Salah satunya adalah Kecamatan Ciputat yang
berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 ditetapkan sebagai ibukota atau pusat
pemerintahan Kota Tangerang Selatan. Kantor Kecamatan Ciputat merupakan salah satu satuan
kerja perangkat daerah di Tangerang Selatan, yang juga menerapkan anggaran berbasis kinerja.
Karena hal tersebut, tim penulis tertarik untuk melakukan analisis penerapan Balance Scorecard
pada Kantor Kecamatan Ciputat.
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Perangkat Daerah (PDA-PD) Tahun 2018, Rencana Strategis Tahun 2016-2021, Rencana Kerja
Tahun 2018, dan Laporan Kinerja Tahunan Tahun 2018 Kantor Kecamatan Ciputat. Dari data
tersebut dilakukan analisis menggunakan model logika untuk mengidentifikasi input, activity,
output, intermediate outcome dan final outcome dalam penganggaran berbasik kinerja Kantor
Kecamatan Ciputat. Penelitian ini tidak menganalisis secara detail pengalokasian anggaran ke dalam
masing-masing program kegiatan dan tidak berusaha untuk mengevaluasi penerapan Anggaran
Berbasis Kinerja (ABK) di Kantor Kecamatan Ciputat.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang dan batasan ruang lingkup, tim penulis
mengidentifikasikan masalah yang akan diteliti, antara lain:
D. TUJUAN PENELITIAN
3
E. MANFAAT PENELITIAN
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai struktur anggaran berbasis
kinerja dan gambaran Balance Score Card serta gambaran logic model untuk anggaran Kantor
Kecamatan Ciputat secara keseluruhan.
4. Penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi untuk penelitian dan kajian di bidang
penganggaran berbasis kinerja di sektor pemerintahan.
5. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGUKURAN KINERJA
Setiap program kerja yang dilakukan oleh sebuah organisasi perlu dilakukan evaluasi
untuk mengukur kinerjanya. Kinerja merupakan ukuran pencapaian, kinerja sebuah program dapat
dikatakan baik apabila memenuhi target-target yang ditetapkan.
Mulyadi dan Setyawan (1999) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan salah satu
instrumen yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan. Dengan kata lain
suatu perusahaan tidak akan bisa terukur tingkat keberhasilannya tanpa melakukan pengukuran
kinerja. Sedangkan Robertson (2002) dalam Mohamad Mahsun (2006: 25) mengatakan bahwa
pengukuran kinerja adalah proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan
maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Hasil dari pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan
untuk program selanjutnya agar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semakin akurat dan
jelas suatu pengukuran kinerja maka keputusan yang diambil akan semakin tepat.
Organisasi sektor publik merupakan suatu entitas ekonomi yang berbeda atau unik karena
dikelola bukan bertujuan untuk mencari laba atau biasa disebut sebagai nirlaba (Nordiawan, 2006).
Sumber pendanaan bagi organisasi sektor publik berasal dari pembayaran pajak, retribusi maupun
donasi dari pihak lain, baik dalam maupun luar negeri. Peraturan-peraturan yang digunakan pada
organisasi sektor publik pun bersifat untuk kepentingan rakyat bersama. Jadi kegiatan organisasi
pemerintah dapat dikatakan berjalan lancar jika menghasilkan output dan outcome yang bermanfaat
bagi masyarakat luas.
Presiden mengeluarkan instruksi nomor 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah yang menginstruksikan agar setiap kementerian dan lembaga melaporkan kinerjanya
dengan membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) agar masyarkat dapat
memantau kinerja pemerintah.
5
Dilihat dari internal organisasi, pengukuran kinerja memiliki beberapa manfaat. Bastian
(2007:275) menyebutkan beberapa manfaat pengukuran kinerja organisasi sektor publik, antara
lain:
Sedangkan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja organisasi sektor
publik menurut Mahsun (2006:31), antara lain:
a. input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat
berjalan untuk menghasilkan keluaran.
b. process adalah ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun
tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.
c. output adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan
yang dapat berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intagible).
d. outcome adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan
pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung.
e. benefit adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
f. impact adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negative
6
menitikberatkan bagaimana kinerja yang dihasilkan dari penggunaan anggaran oleh sebuah institusi
pemerintah.
Robinson dan Brumby (2005) mendefinikan performance budgeting sebagai prosedur dan
mekanisme yang dimaksudkan untuk memperkuat kaitan antara dana yang disediakan untuk entitas
sektor publik dengan outcome dan/atau output entitas tersebut melalui penggunaan informasi
kinerja formal dalam pengambilan keputusan alokasi sumberdaya.
Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, berdasarkan buku Pedoman Reformasi
Perencanaan dan Penganggaran (2009), terdapat elemen-elemen utama yang harus harus ditetapkan
terlebih dahulu yaitu:
1. Visi dan Misi yang hendak dicapai; visi identik dengan hal yang ingin dicapai dalam jangka
panjang, sedangkan misi adalah kerangka yang menggambarkan bagaimana visi akan
dicapai.
2. Tujuan; merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi. Tujuan tergambar dalam
RPJM Nasional yang menunjukkan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam rangka
mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Tujuan yang baik harus menantang namun
realistis, dapat memberikan gambaran pelayanan utama yang akan disediakan, dapat
menggambarkan arah organisasi dan program-programnya, dan dapat mengidentifikasikan
obyek yang akan dilayani serta apa yang hendak dicapai.
3. Sasaran; menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan terukur untuk mencapai
tujuan. Sasaran akan membantu penyusun anggaran untuk mencapai tujuan dengan
7
menetapkan target tertentu dan terukur. Kriteria sasaran yang baik adalah dilakukan dengan
menggunakan kriteria spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan ada batasan waktu.
4. Program; merupakan sekumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagia dari usaha
untuk mencapai serangkaian tujuan dan sasaran. Program dibagi menjadi kegiatan dan harus
disertai dengan target sasaran output dan outcome. Program yang baik harus mempunyai
keterkaitan dengan tujuan dan sasaran serta masuk akal dan dapat dicapai.
5. Kegiatan; merupakan serangkaian pelayanan untuk menghasilkan output dan outcome yang
dapat mendukung pencapaian program. Dalam menyusun anggaran berdasarkan kinerja,
organisasi harus menetapkan kinerja yang ingin dicapai. Kinerja tersebut dalam bentuk
keluaran (output) dari kegiatan yang akan dilaksanakan dan hasil (outcome) dari program
yang telah ditetapkan.
Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja, diperlukan tiga komponen untuk masing-
masing program dan kegiatan, sebagaimana uraian Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 21
tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga,
ketiga komponen tersebut adalah Indikator Kinerja, Standar Biaya, dan Evaluasi Kinerja.
C. LOGIC MODEL
John Rogard Tabori dkk (2001) menyebutkan bahwa logic model adalah representasi
gambaran dari sebuah proyek atau program, logic model merupakan sebuah visualisasi keterkaitan
antara layanan yang diharapkan dan hasil yang diinginkankan.
Model logika sering digunakan dalam organisasi pemerintah atau nirlaba, di mana misi dan
visi tidak ditujukan untuk mencapai keuntungan finansial. Secara tradisional, program pemerintah
hanya dijelaskan dalam anggaran mereka. Cukup mudah untuk mengukur jumlah uang yang
dihabiskan untuk suatu program, tetapi hal tersebut merupakan indikator yang kurang memadai.
Logic Model juga dapat kita temukan dalam PMK Nomor 249 Tahun 2011 tentang
Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas Pelaksanaan RKA-K/L. Evaluasi kinerja dilakukan dengan
tahapan persiapan, pengumpulan data, pengukuran dan penilaian, serta analisis. Pada pasal 7 ayat 1
PMK Nomor 249 Tahun 2011 disebutkan bahwa pada tahap persiapan, evaluasi kinerja paling
sedikit meliputi antara lain mempersiapkan model logika informasi kinerja. Pada ayat 2 disebutkan
pengertian Logic Model atau model logika yaitu, gambaran ringkas yang menjelaskan hubungan
antara masukan, kegiatan, keluaran, dan hasil serta kebutuhan masyarakat dan/atau pemangku
kepentingan.
8
Selanjutnya dalam lampiran PMK Nomor 196/PMK.02/2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.02 /20 1 5 Tentang Petunjuk Penyusunan dan
Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga dan Pengesahan Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran, disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan keterkaitan antara
input-output-outcome di dalam RKA-K/ L 2016 dan tahun-tahun selanjutnya akan terus
disempurnakan penataan Arsitektur dan Informasi Kinerja (ADIK) dengan menggunakan konsep
Logic Model.
Perlunya penataan ADIK dengan menggunakan Logic Model tersebut disebabkan oleh
adanya beberapa temuan atas evaluasi substansi program yang dikelola K/L setelah dilakukan
analisis dengan Chi-Square Automatic Interaction Detector (CHAID) sebagai berikut.
D. BALANCE SCORECARD
Pada organisasi sektor publik BSC dapat digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi
kinerja organisasi pada perspektif proses internal (misalnya jumlah sampah yang diangkut),
kepuasan pelanggan (publik dan pemimpin politik sebagai pelanggan), keuangan (misalnya tingkat
kredit, saldo dana), dan pada perspektif lainnya. Secara umum terdapat perbedaan-perbedaan
perspektif BSC yang diterapkan pada organisasi bisnis yang berorientasi laba dan pada organisasi
sektor publik yang berorientasi pelayanan pada publik (Blocher dkk., 2005:50)
BSC pada dasarnya merupakan ukuran kinerja yang tidak hanya mendasarkan dari pada
ukuran kinerja tradisional yang berorientasi pada perspektif keuangan tetapi juga pada aspek
nonkeuangan.
Kaplan dan Norton (1996: 25-- 29) menjelaskan ada empat perspektif dalam BSC, yaitu
sebagai berikut:
Perspektif keempat dalam BSC adalah mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran yang
mengendalikan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam
10
perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasi yang mana organisasi
harus unggul untuk mencapai terobosan kinerja, sementara itu tujuan dalam perspektif ini
memberikan infrastruktur yang memungkinkan tujuan-tujuan ambisius dalam ketiga perspektif itu
tercapai. Tujuan-tujuan dalam perspektif ini merupakan pengendali untuk mencapai keunggulan
outcome ketiga perspektif (finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal). Terdapat tiga kategori
yang sangat penting dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu (1) kompetensi
karyawan, (2) infrastruktur teknologi, dan (3) kultur perusahaan.
Menurut Rohm (2003) menyatakan ada enam tahapan dalam membangun BSC yaitu sebagai
berikut:
1. Menilai fondasi organisasi yang meliputi analisis kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan
ancaman organisasi.
2. Membangun strategi bisnis
3. Membuat tujuan organisasi.
4. Membuat peta strategi.
5. Menentukan ukuran kinerja.
6. Menyusun inisiatif.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana menurut Creswell (2014) metode ini
bertujuan mengeksplorasi sebuah problem dan mengembangkan sebuah pemahaman mendalam
terhadap sesuatu. Selain itu Creswell juga menyatakan bahwa praktik-praktik penelitian kualitatif
salah satunya berupaya untuk membuat agenda perubahan/reformasi. Cara-cara pengumpulan data
dalam metode kualitatif yaitu dengan eksaminasi dokumen/literatur, observasi dan/atau melakukan
interview. Dengan mempertimbangkan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
memberi masukan terkait penerapan Balance Scorecard dan gambaran logic model dari Kantor
Kecamatan Ciputat, maka peneliti memandang metode penelitian kualitatif sebagai metode yang
tepat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif non studi kasus karena ruang lingkup penelitian
yang tidak spesifik pada suatu kejadian (Rahardjo, 2017) ataupun entitas yang konkrit (Cresswell,
2014).
1. Profil Organisasi
Kecamatan Ciputat merupakan kecamatan induk dari Kecamatan Ciputat Timur. Sejak
tanggal 30 Januari 2008 Kecamatan Ciputat dimekarkan menjadi 2 bagian yaitu Kecamatan Ciputat
dan Kecamatan Ciputat Timur, dengan pembagian Kelurahan pada Kecamatan Ciputat yaitu
Kelurahan Serua, Kelurahan Serua Indah, Kelurahan Sawah, Kelurahan Sawah Baru, Kelurahan
Ciputat, Kelurahan Jombang dan Kelurahan Cipayung, sedang Kecamatan Ciputat Timur terdiri
dari Kelurahan Rengas, Kelurahan Pondok Ranji, Kelurahan Cireundeu, Kelurahan Pisangan, dan
Kelurahan Rempoa.
Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang berdiri pada tanggal 29 Oktober
2008 melalui sidang paripurna pembentukan Kota Tangerang Selatan di DPR dengan mengesahkan
UU No.51 Tahun 2008 dan pada UU tersebut disebutkan bahwa Kecamatan Ciputat sebagai Ibukota
Tangerang Selatan. Sedangkan Kota Tangerang Selatan memiliki 7 Kecamatan yaitu Kecamatan
Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan
Serpong, Kecamatan Serpong Utara dan Kecamatan Setu.
Wilayah Kecamatan Ciputat terletak dibagian tengah Kota Tangerang Selatan, secara
geografis berada pada: 06018’07.74” lintang selatan dan 1060 44’37.90 bujur timur. Kecamatan
12
Ciputat memiliki luas wilayah 18.380 km2 dengan letak ketinggian 44 m dan memiliki curah hujan
rata-rata 2000 - 3000 mm/ tahun dan memiliki batas administrasi sebagai berikut:
a. Kelurahan Serua,
b. Kelurahan Serua Indah,
c. Kelurahan Sawah,
d. Kelurahan Sawah Baru,
e. Kelurahan Jombang,
f. Kelurahan Ciputat dan
g. Kelurahan Cipayung.
2. Struktur Organisasi
13
a. Camat;
b. Sekretariat, membawahi:
i. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
ii. Sub Bagian Keuangan;
iii. Sub Bagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan.
c. Seksi Pemerintahan;
d. Seksi Kesejahteraan Sosial;
e. Seksi Pelayanan Umum;
f. Seksi Ekonomi dan Pembangunan;
g. Seksi Ketentraman dan Ketertiban;
h. Kelompok Jabatan Fungsional.
Visi Kantor Kecamatan Ciputat adalah “Terwujudnya Tangerang Selatan Kota Cerdas,
Berkualitas dan Berdaya saing berbasis Teknologi dan Inovasi”.
Data yang digunakan adalah data primer berupa Dokumen Pelaksanaan Anggaran Perangkat
Daerah (PDA-PD) Tahun 2018, Rencana Strategis Tahun 2016-2021, Rencana Kerja Tahun 2018,
dan Laporan Kinerja Tahunan Tahun 2018 Kantor Kecamatan Ciputat yang di dapat secara langsung
dari Kantor Kecamatan Ciputat. Selain itu penulis melakukan teknik pengumpulan data penelitian
kepustakaan, yaitu membaca literatur berupa jurnal, karya ilmiah, buku-buku teori anggaran dan
hukum, peraturan terkait tema yang dipilih, baik nasional maupun luar negeri. Pengumpulan data
yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat menghasilkan data empiris berupa opini, fakta, serta
pengetahuan.
14
D. METODE PENGOLAHAN DATA
Metode pengolahan data dalam penelitian ini adalah mengindentifikasi input, activitiy,
output, intermediate outcome, final outcome menggunakan model logika kemudian mengevaluasi
kinerja berdasarkan penganggaran berbasis kinerja yang tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan
Anggaran Perangkat Daerah (PDA-PD) Tahun 2018, Rencana Strategis Tahun 2016-2021, Rencana
Kerja Tahun 2018, dan Laporan Kinerja Tahunan Tahun 2018 Kantor Kecamatan Ciputat.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
PBK Kecamatan didasarkan pada program yang sudah ditentukan secara cascading dari
tingkat Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2018, Kecamatan Ciputat melaksanakan 9
program, yang masuk ke dalam Belanja Langsung, dengan klasifikasi sebagai berikut:
1 2 3
Penunjang Urusan
Wajib Mengikat
16
Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pelayanan Publik Pada 120,000,000.00
Kecamatan
17
Penyusunan Laporan Kinerja Keuangan dan Neraca Aset 97,000,000.00
A 12,550,000,000.00
Untuk analisis dan evaluasi PBK, penulis mengambil 1 contoh program yang dilaksanakan
oleh Kecamatan Ciputat dengan rincian sebagai berikut:
3. Nilai alokasi anggaran yang hanya mencapai sekitar 14% dari total Program Urusan dan
1,2% dari total anggaran Kecamatan Ciputat.
Kecamatan Ciputat tidak secara sistematis mengelola sistem informasi kinerjanya sehingga tidak
18
dapat diukur keterikatan antara realisasi anggaran dengan rencana outputnya. Rencana anggaran
sudah disusun, namun rencana output yang semestinya menjadi keluaran dari Indikator Kinerja
Utama belum disusun, sehingga realisasi anggaran hanya dikaitkan dengan rencana Program
semata. Indikator Kinerja yang disusun adalah sebagai berikut:
Tabel IV.3
19
B. RANCANGAN BALANCE SCORECARD
Pelaksanaan anggaran Kecamatan Ciputat memang dapat diukur secara sederhana oleh
masyarakat melalui persentase realisasi anggarannya, namun untuk pelaksanaan anggaran yang
lebih bertanggungjawab dan kredibel, satuan kerja harus proaktif dalam mengupayakan
penganggaran yang berbasis pada struktur kinerja yang baik pula. Selain belum menyusun
rencana output, indikator kinerja dari setiap program kerja juga masih belum memiliki tingkat
keterukuran yang pasti (terlalu luas) dan untuk program tertentu bahkan tidak secara inheren
mendukung tujuan organisasi.
Dalam hal ini karena PBK membutuhkan struktur informasi kinerja yang komprehensif,
penulis mencoba menyusun struktur Balance Score Card (BSC) untuk Kecamatan Ciputat.
Model ini terdiri dari empat level, yaitu stakeholder perspective atau perspektif pemilik
kepetingan berkaitan erat dengan hubungan dengan pimpinan, masyarakat, serta pihak lainnya
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kedua, customer perspective atau perspektif
pelanggan berkaitan erat dengan cara perusahaan melayani pelanggan. Dalam hal ini, setiap
pelanggan harus diperlakukan secara layak. Dengan begitu, mereka merasa puas atas pelayanan
yang diberikan. Ketiga, internal process perspective, perusahaan menilai seberapa besar
ukuran dan sinergi dari setiap unit kerja. Untuk mengukur poin ini, pemimpin perusahaan harus
rutin mengamati bagaimana kondisi internal dalam perusahaan. Apakah semuanya dijalankan
sesuai dengan metode yang ditetapkan atau malah melenceng dari peraturan. Keempat,
learning and growth perspective, karyawan menjadi elemen penting yang harus dijaga
perusahaan. Tanpa adanya karyawan, proses pertumbuhan dan perkembangan perusahaan akan
menghadapi banyak kendala. Karyawan juga berfungsi sebagai pendukung dalam perspektif
keuangan dan pelanggan. Karena itu, apa yang direncanakan perusahaan dapat mencapai target
yang maksimal.
20
Tabel IV.4 Rancangan Balance Score Card
Visi:
Terwujudnya Tangerang Selatan Kota Cerdas, Berkualitas, dan Berdaya Saing
Berbasis Teknologi dan Inovasi
Peningkatan partisipasi
Pelayanan publik yang efisien
masyarakat dalam
dan efektif
Customers pembangunan dan ekonomi
Perspective
- Masyarakat Kecamatan Ciputat
- Kepuasan pelanggan
Internal Business
Perspective
- Pengelolaan sumber daya yang efisien dan efektif
- Kepatuhan terhadap peraturan perundangan
21
Berdasarkan peta strategis di atas dan merujuk pada Renstra Kecamatan Ciputat Tahun
2016-2021 dan evaluasi penulis yang menilai Indikator Kinerja yang ditetapkan Kecamatan Ciputat
seperti dapat dilihat pada Tabel IV.3 masih belum secara tepat dan terukur menerapkan standar
Balance Score Card (BSC), maka penulis mengusulkan rancangan Indikator Kinerja Utama sebagai
berikut:
Sasaran
Perspective Indikator Kinerja Utama Satuan Target
Strategis
Stakeholders Meningkatnya Indeks Pelayanan / Indeks
Nilai 80
Perspective pelayanan dan Kepuasan Masyarakat (IKM)
pemberdayaan Persentase Kelurahan yang
Persen 75
masyarakat memenuhi standar kriteria baik
Tingkat Kematangan Penerapan
Sistem Informasi Pemerintahan Kriteria 4
Daerah - Layanan
Opini BPK atas laporan keuangan
Persen 85
dan kinerja
Customers Pelayanan publik Ketepatan waktu pelayanan
Persen 100
Perspective yang efisien dan kependudukan
efektif Ketepatan waktu pelayanan umum
Persen 100
lainnya
Pemanfaatan sistem aplikasi online
Persen 85
layakan oleh masyakarat
Peningkatan Jumlah warga yang disertai modal
Persen 50
partisipasi usaha
masyarakat Jumlah masyarakat yang
Persen 50
dalam melaksanakan inovasi kegiatan
pembangunan Persentase lembaga
Persen 60
dan ekonomi kemasyarakatan yang aktif
Jumlah warga yang mengikuti
orang 35
sosialisasi pemberdayaan
Nilai LAKIP Kecamatan Kriteria 70
22
Sasaran
Perspective Indikator Kinerja Utama Satuan Target
Strategis
Internal Pengelolaan Persentase Keluhan/pengaduan
Business sumber daya pelayanan administratif yang Persen 90
Perspective yang efisien dan ditindaklanjuti
efektif Persentase sarana dan prasarana
Persen 100
penunjang
Nilai Standar kepatuhan pelayanan
Nilai 840
publik versi Ombudsman RI
Learning and Manajemen Pemenuhan jamlat pegawai Jamlat 80
Growth sumber daya Ketepatan waktu penyampaian
Persen 100
Perspective manusia yang Lapkeu dan LAKIP
merit Tingkat kepatuhan pegawai
terhadap kebijakan kepegawaian Persen 90
kantor
Persentase kualitas pelaksanaan
Persen 80
anggaran
Rancangan BSC diatas didapatkan melalui proses kalibrasi dan integrasi sistem
informasi kinerja pada kecamatan dan instansi pemerintah yang memiliki tingkat kematangan
penerapan BSC cukup tinggi. Atas keempat perspektif tersebut dihasilkan Indikator Kinerja
Utama (IKU) yang akan mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya IKU tersebut akan menjadi patokan untuk menentukan rencana output
dalam rangka penerapan PBK, sebagai tahapan yang lebih mutakhir dari pengelolaan kinerja
yang efisien dan efektif. Kecamatan Ciputat dapat melaksanakan program kerja yang
bermanfaat langsung bagi pengguna kepentingan selagi dapat mengukur kinerja pegawainya
engan baik. Rancangan IKU ini haruslah dikoordinasikan lebih lanjut sampai tingkat pimpinan
tertinggi tingkat daerah, karena pengelolaan kinerja bersifat cascading, untuk dapat digunakan
sepenuhnya.
23
BAB V
A. SIMPULAN
1. Kecamatan Ciputat telah menyusun indikator kinerja sesuai dengan program yang
cascading diperoleh dari kota Tangerang Selatan, namun belum mengidentifikasi
dengan tepat dan terukur jenis indikator kinerja tersebut.
2. Kecamatan Ciputat belum menyusun rencana output secara sistematis berkaitan dengan
pelaksanaan anggaran yang dilakukan, sehingga keterkaitan realisasi anggaran hanya
diukur sporadis langsung menuju program yang dilaksanakan.
3. Pengelolaan kinerja yang baik tentu akan menghasilkan kualitas pelaksanaan yang baik,
apabila antara keduanya ini dihubungkan menjadi sebuah model penganggaran berbasis
kinerja.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian dan kajian lebih mendalam terhadap konsep anggaran
berbasis kinerja (performance based budgeting) yang akan digunakan
mempertimbangkan tingkat efektivitas dan efisiensi proses penganggaran.
2. Perlu dilakukan penelitian dan kajian lebih mendalam mengenai penyusunan kinerja
pada Kota Tangerang Selatan dalam proses penentuan tujuan kinerja pada tingkat
Kecamatan.
3. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam sistem informasi kinerja dalam tingkatan yang
sama (kecamatan) yang berpredikat sebagai yang terbaik untuk tolok ukur.
24
DAFTAR PUSTAKA
Katherine Klosek. (2016, 7 Januari). Beyond Budgeting. Diperoleh 3 Januari 2018, dari
https://govex.jhu.edu/wiki/beyond-budgeting-2/ .
Kellog, W.K., 2004. Using logic models to bring together planning, evaluation, and
action: logic model development guide. Michigan: Kellog Foundation.
Bastian Indra. 2007. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta. Salemba Empat
Blocher, Edward J., Chen, Kung H., and Lin, Thomas W. 2005. Cost Management: A
Strategic Emphasis. 3rd Edition. McGraw Hill
John Rogard Tabori dan John A. Hermann. (2001). Project Planning and Evaluation
Guidebook: A Manual for Practitioners and Managers of Self-Sufficiency
Demonstration Projects. Washington DC: Sosiological Practice Association.
25
Kaplan R.S & D.P. Norton. 1996. “The BSC: Translating Strategy Into Action. Boston”
Harvard Business School Press
Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran sKinerja Sektor Publik. Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. Yogyakarta: BPFE
Mulyadi dan Setyawan, Johny. 1999. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen:
Sistem Pelipatgandaan Kinerja Perusahaan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Aditya Media
Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Rohm, Howard. 2004. “Improve Public Sector Results with A Balanced Scorecard”.
http:\\www.balancedscorecard.org
26
27
28
29