Anda di halaman 1dari 13

Analisis PT.

KAI (Kereta Api Indonesia)

Dosen Pengampu :

Marisya Mahdia K, S.M., M.M

Nama kelompok :

1. Dwitya Hardy Saputri ( 1011810021)


2. Lita Amelia (1011810049)
3. Moch Fadil Musofi (1011810055)
4. Nooriansyah Musthofa (1011810072)
5. Siti Nur Aini (1011810093)
6. Uswatun Khasanah (1011810098)
7. Yoga Alfathur Rizkika P. (1011810102)

UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA


2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Analisis Strategi


PT Kereta Api Indonesia (KAI) merupakan perusahan yang bergerak di bidang
pelayanan jasa angkutan darat khususnya di bidang pelayanan jasa penumpang.
Fenomena mengenai keluhan masyarakat dalam pelayanan publik yang secara langsung
maupun tidak langsung, seperti prosedur yang berbelit-belit, keamanan yang kurang dan
sikap petugas ataupun pegawai yang kurang responsif. Hal tersebut akan berdampak
negatif bagi perusahaan. Salah satu faktor penting yang digunakan untuk menilai
keberhasilan perusahaan adalah kinerja perusahaan. Maka pengukuran kinerja menjadi
sesuatu yang amat penting. Beberapa metode pengukuran kinerja seperti Balanced
Scorecard, rasio keuangan, dan EVA (Economic Value Added).
Dari beberapa metode pengukuran kinerja diatas, peneliti memilih pengukuran
kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja Stasiun Kereta
Api Kota Blitar karena metode ini mencakup berbagai aktivitas penciptaan nilai yang
dihasilkan oleh partisipan perusahaan yang memiliki kemampuan dan motivasi tinggi.
Selain mengukur kinerja keuangan, Balanced Scorecard mengukur kinerja non keuangan
seperti pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran pegawai
yang mana ketiga perspektif ini sebagai pendukung untuk perusahaan lebih
meningkatkan pendapatannya. 2 Sistem dalam organisasi seharusnya didesain agar dapat
menghasilkan informasi dalam bentuk ukuran-ukuran keuangan dan nonkeuangan untuk
menilai kinerja. Beberapa ukuran nonkeuangan penting misalnya : tingginya mutu,
tingginya kepuasan konsumen, tingginya level inovasi, baiknya model-model bisnis.
Ukuran-ukuran nonfinasial tersebut umumnya mempunyai dampak pada kinerja
keuangan (Supriyono, 2000:146).
Balanced Scorecard merupakan contemporary management tool yang digunakan
untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam meningkatkan kinerja keuangan.
Organisasi pada dasarnya adalah institusi pencipta kekayaan. Penggunaan Balanced
Scorecard dalam pengelolaan menjanjikan peningkatan signifikan kemampuan organisasi
dalam menciptakan kekayaan. Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan
usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja
jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Balanced Scorecard juga mengukur kinerja
eksekutif di masa depan, dengan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif :
keuangan, customers, proses bisnis/intern, dan pembelajaran & pertumbuhan. Ukuran
Balanced Scorecard yang cukup komprehensif untuk memotivasi eksekutif dalam
mewujudkan kinerja keempat perspektif tersebut, agar keberhasilan keuangan yang
diwujudkan perusahaan bersifat jangka panjang (Mulyadi, 2001:2-3). Ada 3 pesan yang
disampaikan kepada para eksekutif dengan penggunaan Balanced Scorecard dalam
pengukuran kinerja eksekutif adalah ”Kinerja keuangan yang berjangka panjang tidak
dapat dihasilkan melalui usahausaha yang semu (artificial). Jika eksekutif bermaksud
meningkatkan kinerja keuangan dalam jangka panjang, wujudkanlah melalui usaha-
usaha nyata dengan menghasilkan value bagi customer, meningkatkan produktivitas dan
cost effectiveness proses bisnis/intern, dan meningkatkan kapabilitas dan komitmen
personel.” Oleh karena itu Balanced Scorecard memperluas ukuran kinerja eksekutif ke
perspektif customer, proses bisnis intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan, karena
ketiga perspektif itulah usaha-usaha sesungguhnya (bukan usaha semu) menjanjikan
dihasilkannya kinerja keuangan yang berjangka panjang (Mulyadi, 2001:5).
Keunggulan Balanced Scorecard yaitu menjadikan sistem manajemen strategik
kontemporer memiliki karakteristik yang berbeda secara signifikan dengan karakteristik
sistem manajemen strategik tradisional. Dimana strategik tradisional hanya berfokus
pada ukuran kinerja keuangan, sedangkan sistem manajemen strategik kontemporer
mencakup perspektif yang luas, seperti: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal,
serta pembelajaran dan pertumbuhan (Mulyadi, 2001:18). Singkatnya, mengandalkan
pada ukuran keuangan saja adalah tidak mencukupi untuk memastikan bahwa strategi
yang akan dilaksanakan dengan sukses. Solusinya adalah untuk mengukur dan
mengevaluasi manajer unit bisnis menggunakan berbagai ukuran, baik non 4 keuangan
maupun keuangan. Ukuran-ukuran nonkeuangan yang mendukung implementasi strategi
disebut sebagai faktor kunci keberhasilan atau indikator kunci kerja (Antony &
Govindarajan, 2009:172). PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) Indonesia menyelenggarakan jasa transportasi kereta api. PT KAI
harus mampu memberikan pertanggungjawaban baik secara keuangan maupun non
keuangan kepada pemerintah pusat dan masyarakat sebagai pengguna jasa.
Dari penjelasan tersebut perlu adanya pengukuran kinerja yang mencakup semua
aspek. Metode Balanced Scorecard tepat untuk melakukan pengukuran kinerja baik dari
aspek keuangan maupun non keuangan. Stasiun Kereta Api Kota Blitar beroperasi di
Daerah Operasional (DAOP 8) Surabaya dan merupakan stasiun terbesar di Blitar Raya
karena melayani keberangkatan maupun kedatangan kereta api kelas ekonomi, bisnis,
dan eksekutif. Stasiun Kota Blitar sebaiknya memberikan kualitas pelayananan jasa
transportasi dalam kondisi yang baik, dimana dapat memuaskan para pengguna jasa di
stasiun tersebut. Manajemen Stasiun Kota Blitar haruslah memfokuskan kualitas
pelayanannya melalui perbaikan kinerja secara terus menerus. Stasiun kereta api Kota
Blitar perlu melakukan evaluasi kinerja dan akuntabilitas dari perusahaan yang
merupakan langkah awal yang dibutuhkan untuk mencapai visi, misi, dan tujuan PT.
KAI. 5 Manajemen PT KAI dalam pengambilan keputusan strategis, memerlukan alat
bantu untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja yang dihasilkan yang bertujuan
meningkatkan kinerja perusahaan. Balanced Scorecard merupakan sistem ukuran kinerja
dengan menggunakan empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced
Scorecard memelihara keseimbangan antara ukuranukuran strategis yang berbeda dalam
suatu usaha mencapai keselarasan cita-cita, sehingga mendorong karyawan untuk
bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Ini merupakan alat yang
membantu fokus perusahaan, memperbaiki komunikasi, menetapkan tujuan organisasi,
dan menyediakan umpan balik atas strategi (Antony & Govindarajan, 2009:173).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil judul penelitian “Analisis Balanced
Scorecard untuk mengukur kinerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai untuk menganalisis kinerja di Stasiun Kereta Api Kota
Blitar berdasarkan pendekatan Balanced Scorecard yang meliputi perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan, perspektif bisnis internal, perspektif pelanggan, dan
perspektif keuangan.

1.3 Manfaat
1) Untuk mengetahui pertumbuhan pendapatan atau penjualan ditinjau dari laporan
keuangan Stasiun Kota Blitar pada tahun 2011-2013.
2) Untuk mengetahui peningkatan kepercayaan dan kepuasan customers serta kecepatan
pelayanannya di Stasiun Kota Blitar.
3) Untuk mengetahui inovasi yang dilakukan oleh Stasiun Kota Blitar pada tahun 2011-
2013 agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan customers.
4) Untuk mengetahui kapabilitas komitmen pegawai atau karyawan yang ada di stasiun
kota blitar.
1.4 Batasan dan Asumsi

Agar penelitian dan perancangan yang dilakukan menjadi lebih jelas dan terarah, maka
dibutuhkan batasan dan asumsi dalam melaksanakan penelitian dan perancangan ini,
batasan tersebut adalah :

1. Pelayanan jasa penumpang


2. pengukuran kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard
3. Keamanan yang kurang diperhatikan oleh petugas pt.kai
4. Sistem dalam organisasi seharusnya didesain agar dapat menghasilkan informasi
dalam bentuk ukuran-ukuran keuangan dan nonkeuangan untuk menilai kinerja.
misalnya : tingginya mutu, tingginya kepuasan konsumen, tingginya level
inovasi, baiknya model-model bisnis.

Berikut adalah asumsi – asumsi yang digunakan dalam penelitian ini : 

1. metode pengukuran kinerja seperti Balanced Scorecard, rasio keuangan, dan EVA
(Economic Value Added).
2. Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja Stasiun Kereta Api Kota Blitar karena
metode ini mencakup berbagai aktivitas penciptaan nilai yang dihasilkan oleh
partisipan perusahaan yang memiliki kemampuan dan motivasi tinggi. Balanced
Scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif adalah ”Kinerja keuangan yang
berjangka panjang tidak dapat dihasilkan melalui usahausaha yang semu (artificial).

BAB II
GAMBARAN UMUM PROYEK BISNIS
2.1 Profil dan Histori Proyek Bisnis
 Profil PT.KAI
Sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai ketika pencangkulan
pertama jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) di Desa
Kemijen oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. L.A.J Baron Sloet van de
Beele tanggal 17 Juni 1864. Pembangunan dilaksanakan oleh perusahaan
swasta Naamlooze Venootschap Nederlansch Indische Spoorweg
Maatschappij (NV. NISM) menggunakan lebar sepur 1435 mm.
Sementara itu, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api
negara melalui Staatssporwegen (SS) pada tanggal 8 April 1875. Rute pertama
SS meliputi Surabaya-Pasuruan-Malang. Keberhasilan NISM dan SS
mendorong investor swasta membangun jalur kereta api seperti Semarang
Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Semarang Cheribon Stoomtram
Maatschappij (SCS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), Oost Java
Stoomtram Maatschappij (OJS), Pasoeroean Stoomtram Maatschappij
(Ps.SM), Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM), Probolinggo Stoomtram
Maatschappij (Pb.SM), Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM), Malang
Stoomtram Maatschappij (MS), Madoera Stoomtram Maatschappij (Mad.SM),
Deli Spoorweg Maatschappij (DSM).
Selain di Jawa, pembangunan jalur kereta api dilaksanakan di Aceh
(1876), Sumatera Utara (1889), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan
(1914), dan Sulawesi (1922). Sementara itu di Kalimantan, Bali, dan Lombok
hanya dilakukan studi mengenai kemungkinan pemasangan jalan rel, belum
sampai tahap pembangunan. Sampai akhir tahun 1928, panjang jalan kereta
api dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km dengan perincian rel milik
pemerintah sepanjang 4.089 km dan swasta sepanjang 3.375 km.
Pada tahun 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat
kepada Jepang. Semenjak itu, perkeretaapian Indonesia diambil alih Jepang
dan berubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api). Selama
penguasaan Jepang, operasional kereta api hanya diutamakan untuk
kepentingan perang. Salah satu pembangunan di era Jepang adalah lintas
Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru untuk pengangkutan hasil tambang batu
bara guna menjalankan mesin-mesin perang mereka. Namun, Jepang juga
melakukan pembongkaran rel sepanjang 473 km yang diangkut ke Burma
untuk pembangunan kereta api disana.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945, beberapa hari kemudian dilakukan pengambilalihan stasiun dan
kantor pusat kereta api yang dikuasai Jepang. Puncaknya adalah pengambil
alihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung tanggal 28 September 1945 (kini
diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia). Hal ini sekaligus menandai
berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI).
Ketika Belanda kembali ke Indonesia tahun 1946, Belanda membentuk
kembali perkeretaapian di Indonesia bernama Staatssporwegen/Verenigde
Spoorwegbedrif (SS/VS), gabungan SS dan seluruh perusahaan kereta api
swasta (kecuali DSM).
Berdasarkan perjanjian damai Konfrensi Meja Bundar (KMB) Desember
1949, dilaksanakan pengambilalihan aset-aset milik pemerintah Hindia
Belanda. Pengalihan dalam bentuk penggabungan antara DKARI dan SS/VS
menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) tahun 1950. Pada tanggal 25 Mei DKA
berganti menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada tahun tersebut
mulai diperkenalkan juga lambang Wahana Daya Pertiwi yang mencerminkan
transformasi Perkeretaapian Indonesia sebagai sarana transportasi andalan
guna mewujudkan kesejahteraan bangsa tanah air. Selanjutnya pemerintah
mengubah struktur PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA)
tahun 1971. Dalam rangka meningkatkan pelayanan jasa angkutan, PJKA
berubah bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) tahun 1991.
Perumka berubah menjadi Perseroan Terbatas, PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) pada tahun 1998.
Saat ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki tujuh anak
perusahaan/grup usaha yakni PT Reska Multi Usaha (2003), PT Railink
(2006), PT Kereta Commuter Indonesia (2008), PT Kereta Api Pariwisata
(2009), PT Kereta Api Logistik (2009), PT Kereta Api Properti Manajemen
(2009), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (2015).
 Histori Proyek Bisnis :

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan tenaga uap atau listrik yang terdiri
atas rangkaian gerbong yang ditarik oleh lokomotif dan berjalan di atas rel atau rentangan
baja. (KBBI). Dan menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2011, Kereta api
adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun
dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya yang akan ataupun sedang bergerak di
jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Kereta api dibagi dalam berbagai macam,
yaitu :
a. Kereta api penumpang
b. Kereta api barang
c. Kereta api campuran
d. Kereta api kerja
e. Kereta api pertolongan

BAB IV
ANALISIS DAN DISKUSI

4.1 Stage 1/input stage

EFE MATRIX :

No Key External Factory Weight Rating Weight Score


.

Opportunities

1. Wilayah Indonesia yang luas 0.1 4 0.4


bias dioptimalkan dengan
menambah akses kereta api
diberbagai daerah.

2. Perbaikan dibanyak aspek 0.1 4 0.4


seperti pelayanan keamanan,
reparasi dipercepat dan
menyediakan gerbong yang
cukup dapat menarik
masyarakat untuk
menggunakan kereta api.

3. Lebih dioptimalkan wisata 0.07 2 0.14


kereta api.

4. Disosialisasikan dan 0.08 3 0.24


dipermudah pemakaian
ticket online.

5. Adanya kebijakan kereta 0.05 1 0.05


barang dan pembatasan
tonase (berat muat atau daya
angkut)

6. Biaya yang dikeluarkan oleh 0.09 3 0.27


pengguna jasa tidak terlalu
mahal.

Threats

1. Para penumpang yang masih 0.06 2 0.12


tidak tertib cukup
menyulitkan PT. KAI

2. Para pengguna kendaraan 0.09 3 0.27


pribadi mobil motor yang
terus meningkat.

3. Citra buruk bahwa kereta api 0.1 4 0.4


tidak nyaman dan aman
harus segera diubah

4. Waktu yang ditempuh tidak 0.09 3 0.27


secepat transportasi udara

5. Rentan sekali terhadap 0.08 3 0.24


kriminalitas

6. Jika mengalami kecelakaan 0.09 3 0.24


dapat memakan banyak
korban.

Total 1,00 3.04

IFE MATRIX :

No Key Internal Factor Weight Rating Weight Score


.

Strength (Kekuatan)

1. Kereta api merupakan 0.1 4 0.4


transportasi yang banyak
atau sering digunakan oleh
masyarakat karena ekonomis
dan bebas macet.

2. PT.KAI sudah memiliki jalur 0.09 3 0.27


yang cukup luas di Indonesia

3. Monopoli dibidang perkereta 0.1 4 0.4


apian karena satu-satunya
terbesar di Indonesia.

4. Memiliki asset lain berupa 0.09 3 0.27


Tanah pemerintah, tanah PT
KAI, Tanah potensial, tanah
terkelola.

5. Selain untuk angkutan umum 0.1 4 0.4


dan barang PT. KAI juga
memiliki kereta wisata.

6. Merupakan BUMN persero 0.09 3 0.27


yang paling sedikit
sahamnya 51% dimiliki
negara.

Weaknes (Kelemahan)

1. Masih bermasalah dalam 0.05 1 0.05


keterlambatan dan ketepatan
jadwal kedatangan kereta api

2. Masih ada kereta api tua 0.06 2 0.12


yang beroperasi dan fasilitas
rusak yang dibiarkan
sehingga rawan kecelakaan

3. Masih kurangnya tingkat 0.07 2 0.14


keamanan dan pelayanan
distasiun/gerbong,
khususnya kasus criminal

4. Masih kurangnya rangkaian 0.07 2 0.14


gerbong dibandingkan
dengan penumpang yang
membuat sering kelebihan
muatan di setiap gerbong

5. Prasarana dan sarana yang 0.08 3 0.24


sudah ada kurang terawatt.

6. Frekuensi keberangkatan 0.1 4 0.4


kereta api kelas eksekutif
dalam perharinya hanya 3-
4kali/hari

Total 1.00 3.1

4.2 Stage2/matching stage

Tahap pencocokan (Matching Stage)

Tahap pencocokan berfokus pada menciptakan alternative strategi yang layak dengan
mencocokan factor kunci ekternal dan internal.

Matrix SWOT :

Opportunities (Peluang) Threats (Ancaman)

 Wilayah Indonesia yang luas  Para penumpang yang masih


bias dioptimalkan dengan tidak tertib cukup menyulitkan
menambah akses kereta api PT. KAI
diberbagai daerah.

 Perbaikan dibanyak aspek  Para pengguna kendaraan


seperti pelayanan keamanan, pribadi mobil motor yang terus
reparasi dipercepat dan meningkat.
menyediakan gerbong yang
cukup dapat menarik
masyarakat untuk menggunakan
kereta api.

 Lebih dioptimalkan wisata  Citra buruk bahwa kereta api


kereta api. tidak nyaman dan aman harus
segera diubah

 Disosialisasikan dan  Waktu yang ditempuh tidak


dipermudah pemakaian ticket secepat transportasi udara
online.

 Adanya kebijakan kereta barang  Rentan sekali terhadap


dan pembatasan tonase (berat kriminalitas
muat atau daya angkut)

 Biaya yang dikeluarkan oleh  Jika mengalami kecelakaan


pengguna jasa tidak terlalu dapat memakan banyak korban.
mahal.

Strenght (Kekuatan) Weaknes (Kelemahan)

 Kereta api merupakan  Masih bermasalah dalam


transportasi yang banyak atau keterlambatan dan ketepatan
sering digunakan oleh jadwal kedatangan kereta api
masyarakat karena ekonomis
dan bebas macet.

 PT.KAI sudah memiliki jalur  Masih ada kereta api tua yang
yang cukup luas di Indonesia beroperasi dan fasilitas rusak
yang dibiarkan sehingga rawan
kecelakaan

 Monopoli dibidang perkereta  Masih kurangnya tingkat


apian karena satu-satunya keamanan dan pelayanan
terbesar di Indonesia. distasiun/gerbong, khususnya
kasus criminal

 Memiliki asset lain berupa  Masih kurangnya rangkaian


Tanah pemerintah, tanah PT gerbong dibandingkan dengan
KAI, Tanah potensial, tanah penumpang yang membuat
terkelola. sering kelebihan muatan di
setiap gerbong

 Selain untuk angkutan umum  Prasarana dan sarana yang


dan barang PT. KAI juga sudah ada kurang terawatt.
memiliki kereta wisata.

 Merupakan BUMN persero  Frekuensi keberangkatan kereta


yang paling sedikit sahamnya api kelas eksekutif dalam
51% dimiliki negara. perharinya hanya 3-4kali/hari

4.3 Stage3/decision stage

Tahap keputusan ( Decision stage ) melibatkan satu Teknik saja yaitu, matrix perencanaan,
strategi kuantitatif, ( quantitative strategic planning matrix – QSPM )

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

http://eprints.umm.ac.id/24074/2/jiptummpp-gdl-priyohadia-37960-2-babi.pdf (Latar
belakang)

https://www.kai.id/corporate/about_kai/ (profil)

Anda mungkin juga menyukai