Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU

MANAJEMEN STRATEJIK

Implementasi Balanced Scorecard bagi UKM

Oleh :

Ernawati
(19/452288/PEK/25240)

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Saat ini, persaingan usaha yang tinggi menuntut setiap perusahaan memiliki keunggulan dan
ciri khas tertentu yang dapat membedakan satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya.
Perusahaan dalam hal ini ialah perusahaan baik besar maupun kecil seperti UMKM, UKM,
koperasi, dll. Dengan adanya tuntutan kemampuan untuk bersaing, maka perusahaan-perusahaan
seperti UKM tersebut harus memiliki langkah-langkah stratejik dalam pengembangannya. Hanya
UKM yang memiliki daya saing yang tinggi dengan memiliki keunggulan dalam produknya maka
akan dapat bersaing dan bertahan lama dibidang usahanya. Perkembangan dari suatu UKM dapat
dilihat dengan cara penilaian kinerja. Penilaian kinerja dilakukan untuk mengetahui target yang
ingin dicapai dengan realita yang sudah dilakukan. Sehingga dengan penilaian kinerja, UKM dapat
mengetahui kekurangan yang masih dimiliki untuk segera di perbaiki. Tanpa penilaian kinerja
UKM tidak akan berkembang karena tidak memiliki tolok ukur keberhasilan yang ingin dicapai.
Menurut (Mulyadi, 2005) perbedaan dari sistem manajemen strategi tradisional dengan
kontemporer adalah strategi tradisional hanya berfokus pada perspektif keuangan dan tidak
koheren. Banyak UKM yang melakukan penilaian kinerja dengan cara tradisional yaitu dengan
hanya mengukur kinerja dalam bidang keuangan. Penilaian kinerja yang tepat adalah dengan
penilaian kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard. Metode balanced scorecard
tidak hanya berfokus pada perspektif keuangan, namun juga berfokus pada perspektif pelanggan,
proses bisnis internal dan learning and growth.
Dalam makalah ini, penulis mencoba melakukan analisis tentang pengukuran kinerja dengan
balanced scorecard dengan menilai empat perspektif yaitu financial, customer, internal bisnis
process dan learning and growth yang diimplementasikan oleh UKM di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan pengukuran kinerja dan bagaimana pengukuran kinerja secara tradisional?
2. Apa definisi pengukuran kinerja dengan balanced scorecard dan bagaimana cara
mengimplementasikan balanced scorecard pada UKM?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengukuran Kinerja dan Pengukuran Kinerja Secara Tradisional


Pengukuran kinerja pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu
organisasi secara efektif dan efisien, karena didukung dengan adanya kebijakan atau program
yang lebih baik lagi atas sumber daya yang digunakan dalam organisasi. Tujuan pengukuran
kinerja Menurut Wahyuni, HS, dan Tangkilisan (2005:16) menyatakan bahwa tujuan utama
pengukuran kinerja, antara lain: ”untuk memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan
organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan
tindakan serta hasil yang diinginkan, untuk membantu dalam penetapan standar dan target,
sarana untuk kemajuan, memotivasi, mengkomunikasikan strategi, organisasi, dan
mempengaruhi perubahan perilaku, untuk dapat mengeliminasi aktivitas yang tidak bernilai
tambah dan mengoptimasi aktivitas yang bernilai tambah, sejalan dengan berkambangnya
manajemen aktivitas”.
Pembahasan yang pertama ialah pengukuran kinerja dengan metode tradisional. Menurut
Horne dan Wachowicz (2005), penilaian dengan pengukuran kinerja tradisional berdasarkan
kinerja keuangan atau yang biasa disebut pengukuran kinerja tradisional menekankan
pengukuran kinerja perusahaan melalui perhitungan rasio-rasio keuangan yaitu: Rasio
Likuiditas, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, rasio utang, yaitu rasio yang menunjukkan batasan dimana
perusahaan didanai oleh utangnya, rasio pencakupan, merupakan rasio yang menghubungkan
biaya keuangan perusahaan dengan kemampuan untuk membayar biaya tersebut, rasio
aktivitas, yaitu rasio yang mengukur keefektifan perusahaan dengan menggunakan aktiva yang
dimilikinya dan rasio laba, merupakan rasio yang menghubungkan laba dengan penjualan dan
investasi
Alasan pengukuran kinerja secara tradisional ialah karena mudah dilakukan. Kinerja lain,
seperti peningkatan kepercayaan customer terhadap layanan jasa perusahaan, peningkatan
kompetensi dan komitmen personal, kedekatan hubungan pegawai dengan pemasok, dan
peningkatan cost effectiveness proses bisnis digunakan untuk melayani customer, diabaikan
oleh manajemen karena dinilai sulit pengukurannya.
Pada sebagian besar UKM, dengan keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal
yang dimiliki dan kepraktisan dalam usahanya, penilaian serta pengukuran kinerja secara
tradisional sudah dianggap pengukuran yang paling tepat untuk digunakan.
B. Definisi pengukuran kinerja dengan balanced scorecard dan implementasi balanced scorecard
pada UKM.
Menurut Anthony dan Govindarajan (2003), mengandalkan aspek finansial saja tidak
cukup, bahkan bisa jadi tidak berguna karena beberapa alasan, yaitu:
1. Hal itu mendorong kegiatan jangka pendek yang tidak termasuk kepentingan jangka
panjang perusahaan.
2. Manajer unit bisnis mungkin tidak melakukan tindakan yang berguna untuk jangka
panjang, untuk memperoleh laba jangka pendek.
3. Menggunakan profit jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan dapat mengganggu
komunikasi antara manajer unit bisnis dan manajer senior.
4. Pengendalian finansial yang ketat bisa memotivasi manajer untuk memanipulasi data.
Menurut Atkinson, et al dalam Yuwono, et al (2007), balanced scorecard adalah “A
Measurement and management system that views a business unit’s performance from four
perspectives: financial, customer, internal business process, and learning and growth”, di
mana memiliki arti pengukuran dan sistem manajemen yang memberikan suatu penilaian
terhadap empat aspek, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran
dan pertumbuhan.
Implementasi balance scorecard pada UKM di Indonesia. Dalam implementasi ini,
penulis memberikan contoh tentang UKM yang bergerak di bidang klinik kecantikan.
1. Perspektif keuangan
UKM dapat menilai Perkembangan profit yang diperoleh dengan melakukan perbandingan
antara laba bersih dan penjualan tiap periode. Sebagai contoh, dalam satu periode sebuah
klinik kecantikan dapat menghasilkan profit tertentu dan kemudian dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
Kemudian menilai likuiditas terdiri dari rasio lancar dan rasio cepat, apakah dari rasio
likuiditas, klinik kecantikan tersebut mampu membayar kewajiban-kewajibanya baik pada
supplier, karyawan, kreditur, bank, dan lembaga peminjam lainnya.
Selanjutnya melakukan penilaian dengan membandingkan laba bersih dan total asset yang
dimiliki, semakin besar rasionya, semakin besar pula kemampuan aset yang dimiliki dalam
menghasilkan laba bagi klinik kecantikan tersebut.
Menghitung indikator pendapatan yang diperoleh dengan total aset juga diperlukan.
semakin besar rasionya, semakin besar pula kemampuan aset yang dimiliki dalam
menghasilkan pendapatan pada klinik kecantikan tersebut.
2. Perspektif pelanggan
Dilakukan dengan cara membagikan kuisioner kepada pelanggan tentang produk atau
layanan yang dihasilkan oleh UKM. Hasil dari indikator kepuasan pelanggan yang diukur
dengan kuisioner tentang kepuasan pelanggan diolah untuk mengetahui tingkat kepuasan
pelanggan, namun data diuji terlebih dahulu untuk mengetahui kevalidan dan
kereliabilitasan data. Dalam contoh di klinik kecantikan ini, pelanggan dapat mengisi
kuesioner tentang pelayanan perawatan, produk yang digunakan dalam perawatan, efek
produk terhadap wajah/ kulit, apakah pelanggan merasa puas secara keseluruhan, dll.
3. Perspektif bisnis internal
Beberapa hal yang harus diperhatikan bisnis klinik kecantikan terkait perspektif bisnis
internal:
a. menilai pengembangan inovasi produk/ jasa dan diperbandingkan dari tahun awal
sampai dengan tahun-tahun berikutnya. Sebagai contoh inovasi pengembangan produk
berbahan baku aloe vera untuk cream wajah kemudian dikembangkan untuk shampoo
dan handbody lotion, dll. Apakah produk dari inovasi tersebut diminati oleh customer;
b. melakukan distribusi produk/ jasa kepada pelanggan misal dengan membuka outlet
khusus produk-produk kecantikan yang dihasilkan oleh klinik kecantikan tersebut atau
melakukan kerjasama dengan swalayan-swalayan, menggunakan web atau sosial
media dalam pendistribusian, dll;
c. melakukan penanganan terhadap produk cacat apakah produk tersebut dapat diperbaiki
atau dapat dijual dengan harga khusus misal tube yang digunakan untuk cream wajah
penyok akibat benturan apakah cream tersebut dipindahkan ke tube lain atau tetap
dijual dengan harga yang lebih murah;
d. melakukan pengelolaan sistem informasi yang digunakan misalnya menggunakan
sosial media seperti facebook, blog, Instagram atau menggunakan brosur. Pengelolaan
sistem informasi tersebut bisa digunakan untuk pemasaran produk, pembagian
kuesioner terhadap kepuasan pelangganl, share ilmu pengetahuan tentang skincare, dll;
e. mengelola teknologi untuk penilaian karyawan seperti mesin presensi sidik jari saat
berangkat dan pulang kerja, logbook target kinerja pegawai misal pegawai mengisi
jumlah pelanggan yang telah di treatment pada hari tersebut, atau karyawan di bagian
produksi menginput jumlah produk cream wajah yang telah ia selesaiakn pada hari
tersebut, dll.
f. Melakukan manajemen terhadap reward and punishment terhadap pegawai. Misal:
beberapa customer sering mengajukan permintaan untuk ditreatment oleh pegawai
tertentu. Pegawai tersebut dinilai memberikan pelayanan treatment yang memuaskan
pelanggan. Semakin banyak pelanggan yang melakukan permintaan treatment pada
pegawai tersebut, maka klinik kecantikan tersebut akan memberikan reward khusus
kepada pegawai tersebut. Demikian juga sebaliknya, apabila pegawai sering
mendapatkan complain dari customer, maka pegawai tersebut akan mendapatkan
punishment misal berupa surat teguran, dll.
4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
Tingkat produktivitas karyawan merupakan tolok ukur untuk mengetahui besarnya
persentase produktivitas karyawan dalam bekerja. Dengan jumlah karyawan misal 50
orang dibagian treatment berapa customer yang dapat dilayani, dan dengan jumlah
karyawan 50 orang untuk bagian produksi berapa produk kecantikan wajah yang dapat
dihasilkan. Dengan menilai hal tersebut apakah perlu diadakan pelatihan lagi untuk
pegawai agar kinerjanya semakin baik.
Tingkat produktivitas mesin yang digunakan juga bisa dijadikan indikator
pertumbuhan perusahaan. Misal dengan menggunakan mesin baru apakah produksi cream
kecantikan dan perawatan kulit dapat meningkat, apakah mesin treatment yang canggih
dapat lebih memuaskan pelangaan, dll.
Perlu melihat juga fasilitas-fasilitas sarana dan prasarana pendukung seperti gedung,
bed yang digunakan untuk treatment, ventilasi/ ac/ blower untuk mendukung suhu udara
yang normal di ruang treatment, fasilitas kebersihan seperti tempat cuci tangan dan toilet
yang memadai, dan sarana prasarana lainnya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Pengukuran kinerja merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu
organisasi secara efektif dan efisien, karena didukung dengan adanya kebijakan atau
program yang lebih baik lagi atas sumber daya yang digunakan dalam organisasi. Banyak
UKM melakukan pengukuran kinerja secara tradisional karena mudah dilakukan. Kinerja
lain, seperti peningkatan kepercayaan customer terhadap layanan jasa perusahaan,
peningkatan kompetensi dan komitmen personal, kedekatan hubungan pegawai dengan
pemasok, dan peningkatan cost effectiveness proses bisnis digunakan untuk
melayani customer, diabaikan oleh manajemen karena dinilai sulit pengukurannya.
Apalagi pada sebagian besar UKM, dengan keterbatasan sumber daya manusia,
keterbatasan modal yang dimiliki dan kepraktisan dalam usahanya, penilaian serta
pengukuran kinerja secara tradisional sudah dianggap pengukuran yang paling tepat untuk
digunakan.
Namun, pengukuran kinerja aspek finansial saja tidak cukup, bahkan bisa jadi
tidak berguna karena hanya melihat aspek keuangan saja, tidak bisa untuk digunakan untuk
jangka panjang. Maka UKM seharusnya menggunakan balance scorecard dalam
penilaiannya dengan memperhatikan 4 perspektif. Penulis mengambil contoh UKM di
bidang klinik kecantikan. 4 perspektif yang perlu diperhatikan meliputi perspektif
keuangan dengan melihat rasio-rasio keuangan, perspektif pelanggan dengan membagikan
kuesioner kepada pelanggan apakah treatment memuaskan , pespektif bisnis internal
meliputi kapasitas sumber daya yang dimiliki, serta perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran berkaitan dengan peningkatan kapasitas SDM dan sarana dan prasarana
untuk pengembangan usaha klinik kecantikan.
B. SARAN
Saran penulis ialah perusahaan terlebih UKM untuk melakukan pengukuran
kinerja tidak hanya dari aspek finansial namun juga aspek lainya yaitu pelanggan, bisnis
internal dan pertumbuhan dan pembelajaran agar dalam jangka panjang, UKM tersebut
dapat merumuskan kebijakan strategis dalam menghadapi persaingan serta
pengembangan usahanya.
DAFTAR PUSTAKA

Anthony, R. N. dan Govindarajan. 2003. Sistem Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba


Empat.
Horne, J.C.V. & Wachowicz, J.M. 2005. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat.
Mulyadi. 2005. Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Berbasis Balance Scorecard. Yogyakarta:
YKPN.
Wahyuni, E.HS , T , Tangkilisan. 2005. Balance Scorecard untuk Manajemen Publik. Yogyakarta:
YPAI.
Yuwono, Sukarno, Ichsan. 2007. Petunjuk Praktis Penyusunan Balance Scorecard. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.s

Anda mungkin juga menyukai